Tugas Kriminologi Labeling dan Sobural

19
Tugas Kelompok Kriminologi Labeling dan Sobural

Transcript of Tugas Kriminologi Labeling dan Sobural

Tugas Kelompok Kriminologi

Labeling dan Sobural

Pengertian Labeling Labeling adalah identitas yang diberikan oleh kelompok kepada individu berdasarkan ciri-ciri yang di anggap minoritas oleh suatu kelompok masyarakat. Labeling cenderung diberikan pada orang yang memiliki penyimpangan perilaku yang tidak sesuai dengan norma di masyarakat. Seseorang yang di berikan label akan mengalami perubahan peranan dan cenderung akan berlaku seperti label yang diberikan kepadanya (Sujono 1994)

Pada dasarnya teori Labeling dikorelasikan dengan buku Crime and the comunity dari Frank Tannenbaun (1938). Kemudian dikembangkan oleh Howard Becker (The Outsider 1963), Kai T.Erikson (Notes on the Sociology Of deviance, 1946), Edwin Lemert (Human Deviance Social Problem And Social Control, 1967) dan Edwin Schur (Labeling Deviant Behavioer, 1971). Dari perspektif Howard S. Becker, Kajian Terhadap teori label menekankan kepada dua aspek,yaitu :

Menjelaskan Tentang Mengapa dan Bagaimana orang - orang tertentu diberi cap atau label.

Pengaruh/efek dari label sebagai suatu konsekuensi penyimpangan tingkah laku.

Dengan demikian, reaksi masyarakat terhadap suatu perilaku dapat menimbulkan perilaku jahat. Kemudian F.M Lemert, terkait dengan masalah kejahatan yang dilakukan, membedakan tiga bentuk penyimpangan, yaitu:

Individual deviation, dimana timbulnya penyimpangan diakibatkan tekanan psikis dari dalam;

Situational Deviation, sebagai hasil stres atau tekanan dari keadaan

Systematic Deviation, sebagai pola-pola perilaku kejahatan terganisir dalam sub-sub kultur atau sistem tingkah laku.

Apabila dijabarkan, asumsi dasar teori Labeling meliputi aspek-aspek :

Tidak ada satupun perbuatan yang pada dasarnya bersifat kriminal

Perumusan kejahatan dilakukan oleh kelompok yang bersifat dominan atau kelompok berkuasa

Penerapan aturan tentang kejahatan dilakukan untuk kepentingan pihak yang berkuasa

Orang tidak menjadi penjahat karena melanggar hukum, tapi karena ditetapkan demikian oleh penguasa.

Pada dasarnya semua orang pernah melakukan kejahatan, sehingga tidak patut jika dibuat dua kategori, yaitu jahat dan orang tidak jahat.

Labeling adalah proses melabelkan seseorang. Label adalah sebuah definisi yang ketika di berikan pada seseorang akan menjadi identitas diri orang tersebut, dan menjelaskan orang dengan tipe bagaimanahkah dia. Dengan memberikan label pada diri seseorang, kita cenderung melihat dia secara keseluruhan kepribadiannya, dan bukan pada perilakunya satu persatu. Dalam teori labeling ada satu pemikiran dasar, dimana pemikiran terebut menyatakan “seseorang yang diberi label sebagai seseorang yang devian dan diperlakukan seperti orang yang devian akan menjadi devian”. Penerapan dari pemikiran ini akan kurang lebih seperti berikut “Anak yang diberi label bandel,dan diperlakukan seperti anak bandel, akan menjadi bandel”. Atau penerapan lain “Anak yang diberi label bodoh, dan diperlakukan seperti anak bodoh, akan menjadi bodoh”. Kalau begitu mungkin bisa juga seperti ini “Anak yang diberi label pintar, dan diperlakukan seperti anak pintar, akan menjadi pintar.

Proses pemberian label, dapat menyebabkan seseorang menjadi jahat. Ada dua hal yang perlu diperhatikan, dalam proses pemberian label :

Adanya label akan menimbulkan perhatian masyarakat terhadap orang yang diberi label. Hal ini akan menyebabkan masyarakat disekitarnya memperhatikan terus menerus orang yang diberi label tersebut.

Adanya label, mungkin akan diterima oleh individu tersebut dan berusaha untuk menjalankan sebagaimana label yang di letakkan pada dirinya.

 

Realitas Sosial Dewasa ini perkembangan pemberian label yang dikemukakan masyarakat semakin meningkat, biasanya label yang dikemukakan masyarakat adalah label yang negatif dan sasarannya adalah individu yang dianggap menyimpang. Individu yang dianggap rentan terhadap label adalah remaja, dimana pada masa remaja adalah masa pencarian identitas dan pada masa ini remaja harus bisa melewati krisisinya agar tidak terjadi kebingungan identitas. Salah satu penyebab kebingungan identitas remaja adalah labeling.

Cap yang diberikan masyarakat pada remaja yang dianggap berperilaku menyimpang. Yang lebih parah, remaja tersebut menerima persepsi yang demikian. Sehingga pola penyimpangan mereka diperkuat yang mengakibatkan tidak mungkin bagi mereka untuk melepaskan diri.Sekali para remaja itu mempunyai citra diri sebagai penyimpangan, maka mereka pun akan memilih teman teman baru yang bisa mempertebal citra diri mereka. Manakala konsep diri itu semakin tertanam, mereka pun bersedia mecoba penyimpangan baru yang lebih buruk. Citra diri yang semakin besar tersebut diiringi oleh pernyataan sikap tidak hormat dan kasar terhadap para wakil masyarakat yang sah. Dan ketika masa remaja mulai berakhir, tindak penyimpangan yang menonjol semakin dipertegas oleh tindakan masyarakat disekitarnya, sehingga jalan hidup mereka akan terarah sesuai dengan latar belakang masa remaja mereka.

Pengertian Sobural Teori kekerasan struktural pada hakekatnya adalah teori kekerasan ‘’sobural’’. Dengan sobural dimaksudkan suatu akronim dari nilai-nilai sosial, aspek budaya dan faktor struktural (masyarakat). Dengan “kekerasan struktural” dimaksudkan kekerasan tidak langsung, yang bukan berasal dari orang tertentu, tetapi yang telah terbentuk dalam suatu sistim sosial tertentu. Jadi bila anda berkuasa atau memiliki harta kekayaan berlimpah, maka akan selalu ada kecenderungan untuk melakukan kekerasan, kecuali kalau ada hambatan yang jelas dan tegas.

Teori ini sering dikaitkan dengan perilaku remaja (Juvenile Delinquency, Juvenile Offence) Dipelopori oleh Alberth K.Cohen dalam bukunya Delinquet Boys , Terjadinya peningkatan perilaku Delinquen di daerah kumuh (Ghetto, slum areal). Perilaku Delinquen terjadi dikalangan usia muda (remaja), atau kelas bawah merupakan refleksi ketidakpuasan terhadap norma atau nilai kelompok/kelas menengah yang mendominasikan Amerika Pada waktu itu. “ Kondisi sosial sosial menjadi penghalang remaja/kelas bawah mencapai kehidupan sesuai trend yang ada, sehingga mereka mengalami konflik budaya (yang oleh Cohen disebut status frustation).

Dari segi nilai sosial, masyarakat selalu bergerak dalam skala nilai sosial tertentu. Adakalanya nilai sosial memiliki legitimasi yang kuat di masyarakat sehingga tidak di perlukan ancaman sanksi untuk menjaga nilai sosial tersebut. Sebaliknya terdapat nilai sosial yang di rasakan begitu lemah di masyarakat sehingga hukum pidana dapat mempertimbangkan untuk melakukan kriminalisasi dan menerapkan sanksi pidana untuk menjaga eksistensi nilai sosial tersebut. Nilai sosial menggambarkan sesuatu yang abstrak berdasarkan sesuatu yang riil dan konkrit sehingga meliputi nilai sosial yang baik dan buruk. Dari segi aspek budaya, kriminologi menganalisis sampai sejauh mana aspek budaya mendorong kepatuhan lahir dalam kontekstualisairealitas sosial termasuk di dalamnya kepatuhan terhadap lembaga hukum. Adapun faktor struktural lebih menekan kepada apakah dalam melaksanakan nila sosial dan aspek budaya berdasarkan kesediaan tanpa pamrih ataukah berdasarkan keterpaksaan.

Realitas Sosial Pada dasarnya hampir semua suku bangsa di indonesia memiliki dan mempraktekan “kekerasan struktural” melalui subkultur (kekerasan) masing-masing. Jadi manusia dengan pemilikan kekuasaan tak terbatas dan tak seimbang akan selalu cenderung melakukan kekerasan struktural. Dalam konteks yang demikian, melihat nilai-nilai sosial, aspek budaya dan faktor struktural masyarakat tertentu, teori kekerasan struktural adalah sama halnya dengan teori kekerasan “sobural”.

Perbuatan kekerasan apalagi yang struktural tidak harus selalu dengan menggunakan secara fisik. Ia bisa berupa sesuatu yang non-fisik, yang psikologis berupa stigmatisasi, yang kultural, yang sosial, yang ekonomis dengan diskriminasi ethnis, yang struktural, bahkan dari yang berwajib atau berkuasa secara psikis, sampai pada yang bersifat naratif seperti berita-berita pers Dengan melakukan stigmatisasi dan kekuasaan yang tanpa keseimbangan , maka kekerasan struktural akan berkembang tanpa hambatan melanggar HAM, kecuali bila di hambat oleh rule of law, demokratisasi dalam suau civil society.

Kesimpulan Dalam komunitas sosial terdapat sejumlah peraturan yang berfungsi sebagai alat kontrol sosial, kontrol sosial ini dimaksudkan untuk menciptakan keteraturan sosial. Salah satu contoh bentuk kontrol sosial adalah dengan memeberikan cap/label/julukan terhadap kelompok atau perseorangan yang melakukan pelanggaran didalam suatu komunitas.

Awalnya, pemberian cap pada seseorang memang ditunjukkan sebagai sanksi sosial. Agar orang tersebut mengerti bagaimana rasanya terpisah dari komunitas intinya. Tapi label itu bisa berubah dari sebagai sarana kontrol menjadi sarana pendukung untuk melakukan penyimpangan sosial. Ini terjadi karena pada mulanya sejumlah orang melakukan penyimpangan sosial, bukan karena sengaja, namun karena sejumlah sebab tersebut. Misalnya : seorang anak mencuri karena dia lapar. Namun karena perbuatan tersebut, dia mendapat label sebagai pencuri dari orang sekitarnya. Label ini kemudian menjadi stigma yang melekat kuat didalam pribadi si anak. Sehingga setiap ada kasus pencurian, pasti akan dihubungkan dengan si anak. Meski mungkin saja dia tidak tahu menahu.

Perubahan ini terjadi karena stigma masyarakat yang berada di sekitarnya. Masyarakat mendasarkan stigma tersebut pada pelanggaran yang pernah dia lakukan. Seolah perbuatan tersebut adalah sebuah kebiasaan. Akibat Label yang telah melekat dan diterima olehnya, dia akan beranggapan bahwa sebaik apapun perbuatannya, cap yang jelek akan tetap melekat. Inilah yang menjadikan mereka untuk tetap melakukan pelanggaran sosial.

Pada sejumlah kasus teori labeling justru mengalami perubahan fungsi. Teori labeling menguraikan bahwa pemberian sanksi atau label yang dimaksudkan untuk mengontrol penyimpangan justru malah menghasilkan sebaliknya .

SEKIAN DAN TERIMAKASIH

Nama anggota KelompokAshsyrawi .Z. TuruaHendra .H. PitnaHendra WasarakaMuhamad PratomoSarah KaigereWilberto .M. OmbaJames F.D.N JeliraIkbal Fahri HasanAchmadTeguh Putra Muslimin

Ranialdy Alfons

Desi Kokorule

Dina Martina Waimbo

Margaretha .S. Rumbiak

Yacob M Ubey

Kristum Y.P.Y Manobi

Melianus Mebri

Topan .M. Parerungan

Franklin Raiwaki

Silotes .A. Bonai