Top of Form Home » artikel pendidikan

33
Home » artikel pendidikan » Problematika Filsafat Pendidikan Problematika Filsafat Pendidikan Filsafat Definisi Pendidikan Sebelum membicarakan problematika filsafat pendidikan, kita telaah lebih dulu definisi filsafat itu sendiri. Imam Barnadib (1994) mendefinisikan filsafat pendidikan sebagai “ilmu pendidikan yang bersendikan filsafat atau filsafat yang diterapkan dalam usaha pemikiran dan pemecahan masalah pendidikan”. 1 [1] Dari definisi di atas dapat dijelaskan bahwa filsafat pendidikan dapat didekati dan problema-problema pendidikan bersifat filosofis yang mementukan jawaban yang filosofis pula. Di samping itu, filsafat pendidikan dapat pula didekati dari ide- ide filosofis yang diterapkan untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan. Dalam tulisan ini, pendekatan kedua lebih ditekankan, dibandingkan pendekatan pertama. Tiga Masalah Utama Filsafat Di dalam filsafat, terdapat tiga masalah utama, yakni: masalah keberadaan termasuk masalah kenyataan, masalah pengetahuan termasuk masalah kebenaran dan masalah nilai. Masalah pertama dikaji dalam cabang filsafat yang disebut metafisika. Masalah kedua dikaji dalam cabang filsafat yang disebut epistemology, dan masalah ketiga dikaji dalam cabang filsafat yang disebut aksiologi. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa problematika filsafat pendidikan akan selalu timbul dan ide-ide filosofis, baik yang menyangkut masalah realitas, pengetahuan, maupun masalah nilai. Sebagaimana kita ketahui ada banyak aliran atau filsuf yang memiliki konsepsi tentang realitas, pengetahuan dan nilai sebagaimana tercermin dalam bagan berikut: Kesimpulan Problematika filsafat pendidikan dapat muncul dan ide-ide filosofis yang akan berpengaruh pada penerapannya dalam bidang pendidikan. Juga, dapat muncul dan bidang pendidikan itu sendiri yang terkait dengan perubahan yang terjadi dalam masyarakat, tempat proses pendidikan itu berlangsung. 2 [1] Imam Barnadib, Filsafat Pendidikan: Sistem dan Metode. Yogyakarta Penerbit Andi Offset, 1994, hlm. 7. 3 [2] http://www.filsafatislam.blogspot.com/ragam-nilai- filsafat.html 1[1] Imam Barnadib, Filsafat Pendidikan: Sistem dan Metode. Yogyakarta Penerbit Andi Offset, 1994, hlm. 7. 2 3

Transcript of Top of Form Home » artikel pendidikan

Home » artikel pendidikan » Problematika Filsafat Pendidikan

Problematika Filsafat Pendidikan

Filsafat Definisi PendidikanSebelum membicarakan problematika filsafat pendidikan, kita

telaah lebih dulu definisi filsafat itu sendiri. Imam Barnadib(1994) mendefinisikan filsafat pendidikan sebagai “ilmupendidikan yang bersendikan filsafat atau filsafat yangditerapkan dalam usaha pemikiran dan pemecahan masalahpendidikan”.1[1]

Dari definisi di atas dapat dijelaskan bahwa filsafatpendidikan dapat didekati dan problema-problema pendidikanbersifat filosofis yang mementukan jawaban yang filosofis pula.Di samping itu, filsafat pendidikan dapat pula didekati dari ide-ide filosofis yang diterapkan untuk memecahkan masalah-masalahpendidikan. Dalam tulisan ini, pendekatan kedua lebih ditekankan,dibandingkan pendekatan pertama.

Tiga Masalah Utama FilsafatDi dalam filsafat, terdapat tiga masalah utama, yakni:

masalah keberadaan termasuk masalah kenyataan, masalahpengetahuan termasuk masalah kebenaran dan masalah nilai. Masalahpertama dikaji dalam cabang filsafat yang disebut metafisika.Masalah kedua dikaji dalam cabang filsafat yang disebutepistemology, dan masalah ketiga dikaji dalam cabang filsafatyang disebut aksiologi.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa problematikafilsafat pendidikan akan selalu timbul dan ide-ide filosofis,baik yang menyangkut masalah realitas, pengetahuan, maupunmasalah nilai. Sebagaimana kita ketahui ada banyak aliran ataufilsuf yang memiliki konsepsi tentang realitas, pengetahuan dannilai sebagaimana tercermin dalam bagan berikut:Kesimpulan

Problematika filsafat pendidikan dapat muncul dan ide-idefilosofis yang akan berpengaruh pada penerapannya dalam bidangpendidikan. Juga, dapat muncul dan bidang pendidikan itu sendiriyang terkait dengan perubahan yang terjadi dalam masyarakat,tempat proses pendidikan itu berlangsung.

2[1] Imam Barnadib, Filsafat Pendidikan: Sistem dan Metode.Yogyakarta Penerbit Andi Offset, 1994, hlm. 7.

3[2] http://www.filsafatislam.blogspot.com/ragam-nilai-filsafat.html

1[1] Imam Barnadib, Filsafat Pendidikan: Sistem dan Metode.Yogyakarta Penerbit Andi Offset, 1994, hlm. 7.

2

3

4[3] Louis O. Kattsoff, Pengantar Filscfat. Dialihbahasakan olehSoejono Soemargono. Yogyakarta: Penerbit Tiara Wacana, 1986, hlm.48-50.

5[4] A.M.W. Pranarka, Epistemologi Dasar. Suatu Pengantar. Jakarta:Centre for Strategic and International Studies, 1987, hlm. 36-38.

6[5] Jacques P. Thiroux, Philosophy Theory and Practice. New York:Macmillan Publishing Company, 1985, hlm. 478.

7[6] Michael Polanyi, Segi Tak Terungkap Ilmu Pengetahuan.Diterjernahkan oleh Mikhael Dua. Jakarta: Penerbit PT GramediaPustaka Utama, 1996, hlm. 96.

8[7] Paulston, Rolland G. “Mapping Knowledge Perspectives in Studiesof Educational Change” in Cookson, Peter W. and Schneider Barbara(Eds.), Transforming School. New York & London: Garland Publishing,Inc., 1995, hlm. 137.

9[8] Delors, Jacques (et. al.) Learning: The Treasure Within. Reportto UNESCO of the International Commission on Education for Twenty first CenturyFrance: UNESCO Publishing, 1998, hlm. 17-1810[9] Ingemar Fagerlind, and Saha, Lawrence J. Education and NationalDevelopment: A Corporative Perspective. Oxford: Pergamon Press, 1983, hlm.196.

(http://www.wartamadani.com/2013/03/problematika-filsafat-pendidikan.html)

Sabtu, 26 Oktober 2013

PROBLEMATIKA PENDIDIKAN ISLAM DAN SOLUSI ALTERNATIFNYA(Kajian Perspektif Ontologis, Epistemologis dan Aksiologis)

Moh. Wardi

(Dosen Tetap Sekolah Tinggi Agama Islam Nazhatut Thullab Sampang)

[email protected]

Abstrak : Ontologi merupakan cabang ilmu filsafat yangberhubungan dengan hakekat hidup. Ontologi diartikan juga dengan  hakekat apa yang terjadi. Masalah-masalah pendidikan Islam yangmenjadi perhatian ontologi menurut adalah dalam penyelenggaraanpendidikan Islam diperlukan pendirian, pegangan hidup sertamengenai pola pandang, sikap dan karakter serta landasan berfikirmanusia, masyarakat dan dunia. Epistemologi pendidikan Islamlebih diarahkan pada metode atau pendekatan yang dapat dipakai

4

5

6

7

8

9

10

untuk membangun ilmu pengetahuan Islam, dari pada komponen-komponen lainnya, sebab metode atau pendekatan tersebut palingdekat dengan upaya mengembangkan pendidikan Islam, baik secarakonseptual maupun aplikatif. Epistemologi pendidikan Islam bisaberfungsi sebagai pengkritik, pemberi solusi, penemu, danpengembang. Aksiologi ialah ilmu pengetahuan yang menyelidikihakekat nilai (value), pada umumnya ditinjau dari sudut pandangankefilsafatan. Di Dunia ini terdapat banyak cabang pengetahuanyang bersangkutan dengan masalah-masalah nilai yang khususseperti epistemologi etika dan estetika. Epistemologibersangkutan dengan masalah kebenaran, etika bersangkutan denganmasalah kebaikan, dan estetika bersangkutan dengan masalahkeindahan.

Kata Kunci : Pendidikan Islam, Ontologis, Epistemologis dan Aksiologis

Abstract :

Ontology is a branch of philosophy dealing with the nature of life. Ontology is definedalso by the nature of what happened. Islamic education issues of concern in theimplementation of the ontology according to Islamic education is necessary stance, griplife and the pattern of view, the attitude and the character and the basis of humanthinking, society and the world. Epistemology Islamic education is more focused onmethods or approaches that can be used to build knowledge of Islam, from the othercomponents, because the methods or approaches closest to the efforts to developIslamic education, both conceptually and applicative. Epistemology Islamic educationcould serve as a critic, solution providers, inventors, and developers. Axiology is thescience that investigates the nature of value, in general, from the point of view of thephilosophical. In this world there are many branches of knowledge concerned withissues such as the value of a particular epistemology ethics and aesthetics. Epistemologyis concerned with the problem of truth, ethics is concerned with the problem ofgoodness, and aesthetic issues concerned with beauty.

Keywords : Islamic Education, Ontological, epistemological andaxiological

PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan bagian dari investasi masa depan,investasi masyarakat sekaligus investasi negara dalam rangkamemajukan dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Maka, dalam rangkamencapai tujuan tersebut, pendidikan senantiasa diarahkan untukmenjawab beberapa hal yang berkaitan dengan masalah kebangsaandan keummatan. Dalam hal ini ketika kita kaitkan denganpendidikan Islam saat ini bagaimana pendidikan Islam itu mampuuntuk menjawab problem keIslaman yang akhir-akhir ini kita seringdihadapkan pada kasus kekerasan atas nama agama, toleransi antarumat beragama serta terciptanya situasi yang kondusif dalammenjalankan ajaran agama.

Sementara dalam konteks keindonesiaan, sejatinya pendidikanIslam juga mampu merespon dinamika kehidupan yang terjadi dinegara kita yang meliputi gerakan sparatis, munculnya aksiterorisme dan yang lainnya. Maka kemudian, sebagai bentuk ikhtiaritu, maka pendidikan senantiasa melakukan pembenahan, koreksi danevaluasi bersama serta berfikir dinamis dan produktif.Sebagaimana pembaharuan sistem pendidikan Islam dalam konteksAsia yang dilakukan oleh Mukti Ali dalam usahanya memformulasikanlembaga madarasah dan pesantren dengan cara memasukkan materipelajaran umum ke dalam lembaga-lembaga yang pendiriannyadiorientasikan untuk tafaqquh fi al-din.

Sebagaimana gagasan Harun Nasution dalam upayanya menghilangkandikotomi antara ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum di lembagapendidikan tinggi Islam, khususnya IAIN Jakarta dengan carapendekatan kelembagaan dan kurikulum. Pendekatan kelembagaantelah merubah status IAIN Jakarta menjadi Universitas IslamNegeri (UIN) yang berimplikasi pada pengembangan kurikulumpendidikan.

Namun pembaharuan pendidikan dengan menggunakan modelpendekatan di atas mempunyai kelemahan, yaitu; pertama, akarkeilmuan yang berbeda antara ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum.Ilmu agama bersumber dari wahyu dan berorientasi ketuhanan,sedangkan ilmu-ilmu umum bersumber pada empirisme danberorientasikan kemanusiaan. Kedua, modernisasi dan Islamisasiilmu pengetahuan melalui kurikulum dan kelembagaan, walaupundilakukan dengan tujuan terciptanya integralisme dan integrasikeilmuan Islam dan umum, sampai kapanpun akan menyisakan dikotomikeilmuan. Implementasi pembagian kurikulum dalam lembagapendidikan yang dinyatakan telah melaksanakan integralisasi yangtetap mengelompokkan mata pelajaran/mata kuliah ilmu-ilmu agamadan mata pelajaran/mata kuliah ilmu-ilmu umum “belum” bisamewujudkan proses Islamisasi ilmu pengetahuan. Yang terjadiadalah proses Islamisasi kelembagaan dan proses Islamisasikurikulum.11[1]

11[1] Abuddin Nata,  Integrasi Ilmu Agama dan Ilmu Umum, (Jakarta: Raja GrafindoPersada, 2005), 150.

Selain dari beberapa problem kelembagaan dan kurikulum diatas,di internal pendidikan Islam seringkali mendapat stigma yangnegatif. Pendidikan Islam dikesankan sebagai lembaga yangtradisional-konservatif, adapun diantara variabel yang menjadiukurannya adalah lemahnya metodologi pembelajaran yang cenderungtidak menarik perhatian. Jika problem hal ini terjadi kelambanandalam mengatasinya, maka bisa dipastikan pendidikan Islam lambatlaun akan mengalami stagnasi dan kehilangan daya tariknya.

Atas dasar pemikiran inilah maka penulis mencoba berikhtiaruntuk memahami dan memberikan pencerahan terkait ProblematikaPendidikan Islam Dan Solusi Alternatifnya (Perspektif Ontologis,Epistemologis dan Aksiologis) guna memahami isu-isu aktual dan kondisiriil yang melanda pendidikan Islam saat ini.

PROBLEMATIKA PENDIDIKAN ISLAM

Problematika Ontologi Pendidikan Islam

Secara mikro, telaah ilmu pendidikan Islam menyangkut seluruhkomponen dalam unsur yang termasuk didalamnya dalam pendidikanIslam. Sedangkan secara makro, objek formal ilmu pendidikan Islamialah upaya normatif (sesuai dengan ajaran dan nilai-nilai yangterkandung dalam fenomena qauliyah dan kauniyah) keterkaitanpendidikan Islam dengan sistem sosial, politik, ekonomi, budayadan agama baik dalam skala kedaerahan, nasional maupuninternasional.12[2]

Objek kajian pendidikan Islam senantiasa bersumber darilandasan normatif Islam yaitu al-qur’an (qauliyah) melaluipengalaman batin nabi Muhammad SAW yang kemudian kita kenaldengan wahyu. Kemudian disampaikan kepada seluruh umat dan alamsemesta (kauniyah). Dari kedua landasan inilah kemudian digali dandikaji sehingga melahirkan konsep dan teori pendidikan yangbersifat universal. Kemudian, teori dan konsep yang bersifatuniversal tersebut dalam kegiatan eksprimen dan penelitian ilmiahpada gilirannya mampu melahirkan teori-teori atau ilmu pendidikanIslam dan diuraikan secara operasional untuk kemudiandikembangkan menjadi metode, kurikulum dan teknik pendidikanIslam.

Kajian pendidikan Islam senantiasa bertolak pada problem yangada didalamnya, kesenjangan antara fakta dan realita, kontroversiantara teori dan empiri. Maka dari itulah, wilayah kajianpendidikan Islam bermuara pada tiga problem pokok, antara lain:

a. Fondational Problems, yang terdiri dari atas religious fondation andphilosophic foundational problems, empiric fondational problems, (Masalahdasar, fondasi agama dan masalah landasan filosofis-empiris) yangdidalamnya menyangkut dimensi-dimensi dan kajian tentang konseppendidikan yang bersifat universal, seperti hakikat manusia,masyarakat, akhlak, hidup, ilmu pengetahuan, iman, ulul albab danlain sebagainya. Yang semuanya bersumber dari kajian fenomena

12[2] Muhaimin, Pemikiran dan Aktualisasi Pengembangan Pendidikan Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), 45.

qauliyah dan fenomena kauniyah yang membutuhkan pendekatanfilosofis.

b. structural problems (masalah struktural), ditinjau dari strukturdemografis dan geografis bisa dikategorikan ke dalam kota,pinggiran kota, desa dan desa terpencil. Dari strukturperkembangan jiwa manusia bisa dikategorikan kedalam masa kanak-kanak, remaja, dewasa dan manula. Dari struktur ekonomidikategorikan kedalam masyarakat kaya, menengah dan miskin. Daristruktur rumah tangga, terdapat rumah tangga karier dan nonkarier. Dari struktur jenjang pendidikan bisa dikategorikankedalam pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, menengah danpendidikan tinggi.

c. Operational problem (masalah operasional), secara mikro akanberhubungan dengan dengan berbagai komponen pendidikan Islam,misalnya hubungan interaktif lima faktor pendidikan yaitu tujuanpendidikan, pendidik dan tenaga pendidikan, peserta didik danalat-alat pendidikan Islam (kurikulum, metodologi, manajemen,administrasi, sarana dan prasarana, media, sumber dan evaluasi)dan lingkungan atau konteks pendidikan. Atau bisa bertolak darihubungan input, proses dan output. Sedangkan secara makro,menyangkut keterkaitan pendidikan Islam dengan sistem sosial,politik, ekonomi, budaya dan agama baik yang bersifat Nasionaldan Internasional.13[3]

Problematika Epistemologi Pendidikan Islam

Dari beberapa literatur dapat disebutkan bahwa Epistemologiadalah teori pengetahuan, yaitu membahas tentang bagaimana caramendapatkan pengetahuan dari obyek yang ingin dipikirkan.14[4]D.W. Hamlyn Mendefinisikan epistemologi sebagai cabang filsafatyang berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan danpengandai-pengandaiannya serta secara umum hal itu dapatdiandalkannya sebagai penegasan bahwa orang memiliki pengetahuan.Selanjutnya, pengertian epistemologi yang lebih jelas,diungkapkan oleh Azyumardi Azra bahwa epistemologi sebagai ilmuyang membahas tentang keaslian, pengertian, struktur, metode, danvaliditas ilmu pengetahuan.15[5]

Landasan epistemologi memiliki arti yang sangat penting bagibangunan pengetahuan, sebab ia merupakan tempat berpijak.Bangunan pengetahuan menjadi mapan, jika memiliki landasan yangkokoh. Landasan epistemologi ilmu adalah metode ilmiah, yaitucara yang dilakukan ilmu dalam meyusun pengetahuan yang benar.Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan.Jadi, ilmu pengetahuan merupakan pengetahuan yang diperoleh lewat

13[3] Ibid, 45.

14[4] Ihsan Hamdani, Filsafat Pendidikan Islam (Bandung: CV Pustaka Setia, 1998), 16

15[5] Syahminan Zaini, Prinsip-prinsip Dasar Konsepsi Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 1986), 4

metode ilmiah. Dengan demikian, metode ilmiah merupakan penentulayak-tidaknya pengetahuan menjadi ilmu, sehingga memiliki fungsiyang sangat penting dalam bangunan ilmu pengetahuan.

Dari pengertian, ruang lingkup, objek, dan landasanepistemologi ini, dapat kita disimpulkan bahwa epistemologimerupakan salah satu komponen filsafat yang berhubungan denganilmu pengetahuan, khususnya berkenaan dengan cara, proses, danprosedur bagaimana ilmu itu diperoleh. Dalam pembahasan iniepistemologi pendidikan Islam lebih diarahkan pada metode ataupendekatan yang dapat dipakai untuk membangun ilmu pengetahuanIslam, dari pada komponen-komponen lainnya, sebab metode ataupendekatan tersebut paling dekat dengan upaya mengembangkanpendidikan Islam, baik secara konseptual maupunaplikatif. Epistemologi pendidikan Islam bisa berfungsi sebagaipengkritik, pemberi solusi, penemu, dan pengembang.

Pendekatan epistemologi diperlukan cara atau metode tertentu,sebab ia menyajikan proses pengetahuan di hadapan siswadibandingkan hasilnya. Pendekatan epistemologi ini memberikanpemahaman dan keterampilan yang utuh dan tuntas. Seseorang yangmengetahui proses sesuatu kegiatan pasti mengetahui hasilnya.Sebaliknya, banyak yang mengetahui hasilnya tetapi tidakmengetahui prosesnya.

Bisa dipastikan bahwa jika pendekatan epistemologi ini benar-benar diimplementasikan dalam proses belajar mengajar di lembagapendidikan Islam, maka dalam waktu dekat, insyaAllah siswa dapatmemiliki kemampuan memproses pengetahuan dari awal hingga wujudhasilnya. Jika pendidikan Islam mengedepankan pendekatanepistemologi dalam proses belajar mengajar, maka pendidikan Islamakan banyak menelorkan lulusan-lulusan yang berjiwa produsen,peneliti, penemu, penggali, dan pengembang ilmu pengetahuan.Karena epistemologi merupakan pendekatan yang berbasis proses,maka epistemologi melahirkan konsekuensi-konsekuensi logis danproblematika yang sangat komplek, yaitu :

a. Pendidikan Islam seringkali dikesankan sebagai pendidikanyang tradisional dan konservatif, hal ini wajar karena orangmemandang bahwa kegiatan pendidikan Islam dihinggapi olehlemahnya penggunaan metodologis pembelajaran yang cenderung tidakmenarik perhatian dan memberdayakan.

b. Pendidikan Islam terasa kurang concern terhadap persoalanbagaimana mengubah pengetahuan agama yang bersifat kognitifmenjadi suatu “makna dan nilai” yang perlu di internalisasikandalam diri seseorang lewat berbagai cara, media dan forum.

c. Metodologi pengajaran agama berjalan secara konvensional-tradisional, yakni menitik beratkan pada aspek korespondensi-tekstual yang lebih menekankan yang sudah ada pada kemampuan anakdidik untuk menghafal teks-teks keagamaan daripada isu-isu sosialkeagamaan yang dihadapi pada era modern seperti kriminalitas,kesenjangan sosial dan lain lain.

d. Pengajaran agama yang bersandar pada bentuk metodologi yangbersifat statis indoktrinatif-doktriner.16[6]

Problematika Aksiologi Pendidikan Islam

Aksiologi ialah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakekatnilai, pada umumnya ditinjau dari sudut pandangan kefilsafatan.Di Dunia ini terdapat banyak cabang pengetahuan yang bersangkutandengan masalah-masalah nilai yang khusus seperti epistemologis,etika dan estetika.

Epistemologi bersangkutan dengan masalah kebenaran, etikabersangkutan dengan masalah kebaikan, dan estetika bersangkutandengan masalah keindahan.17[7]

Secara historis, istilah yang lebih umum dipakai adalah etika(ethics) atau moral (morals). Tetapi dewasa ini, istilah axios(nilai) dan logos (teori) lebih akrab dipakai dalam dialogfilosofis. Jadi, aksiologi bisa disebut sebagai the theory of valueatau teori nilai. Bagian dari filsafat yang menaruh perhatiantentang baik dan buruk (good and bad), benar dan salah (right andwrong), serta tentang cara dan tujuan (means and ends). Secaraetimologis, istilah aksiologi berasal dari Bahasa Yunani Kuno,terdiri dari kata “aksios” yang berarti nilai dan kata “logos”yang berarti teori. Jadi aksiologi merupakan cabang filsafat yangmempelajari nilai.18[8]

Kaum Idealis, Mereka berpandangan secara pasti terhadaptingkatan nilai, dimana nilai spiritual lebih tinggi daripadanilai non spiritual (niai material). Demikian juga dengan kaumRealis, Mereka menempatkan niai rasional dan empiris padatingkatan atas, sebab membantu manusia menemukan realitasobjektif, dan berfikir logis. Kaum Pragmatis pun berbeda, Menurutmereka, suatu aktifitas dikatakan baik seperti yang lainnya,apabila memuaskan kebutuhan yang penting, dan memiliki nilaiinstrumental dan sangat sensitif terhadap nilai-nilai yangmeghargai masyarakat.

Dari diantara lima komponen dalam pendidikan Islam (tujuanpendidikan, pendidik dan tenaga pendidikan, peserta didik danalat-alat pendidikan Islam dan lingkungan atau kontekspendidikan., ketika dikaitkan dengan dimensi aksiologis, makaterdapat problem antara lain:

a. tujuan pendidikan Islam kurang berorientasi pada nilai-nilaikehidupan masa yang akan datang, belum mampu menyiapkan generasiyang sesuai dengan kemajuan zaman.

16[6] Mujtahid, Reformulasi Pendidikan Islam; Meretas Mindset Baru, MeraihParadigma Unggul. (Malang: UIN-Maliki Press, 2011), 37.

17[7] Louis O. Kattsoff. Pengantar Filsafat. Alih Bahasa Soejono Soemargono(Yogyakarta. Penerbit Tiara Wacana, 1996), 327.

18[8] Uyoh Sadulloh, Pengantar Filsafat Pendidikan, (Bandung: PenerbitAlfabeta, 2007), 36

b. pendidik dan tenaga pendidikannya mulai memudar dengandoktrin awal pendidikan Islam tentang konsep nilai ibadah dandakwah syiar Islam, pendidik juga disibukkan dengan hal-halteknis seperti tunjangan honor, tunjangan fungsional dantunjangan sertifikasi.

c. dikalangan peserta didikpun dalam menuntut ilmu cenderungmengesampingkan nilai-nilai ihsan, kerahmatan dan amanah dalammengharap ridha Allah.

SOLUSI ALTERNATIF

Solusi Alternatif Dari Problema Ontologi Pendidikan Islam

Ontologi merupakan cabang ilmu filsafat yang berhubungandengan hakekat hidup. Ontologi diartikan juga dengan  hakekat apayang terjadi. Masalah-masalah pendidikan Islam yang menjadiperhatian ontologi menurut Muhaimin adalah dalam penyelenggaraanpendidikan Islam diperlukan pendirian mengenai pandangan manusia,masyarakat dan dunia.19[9]

Lalu pendirian mengenai pandangan manusia, masyarakat dandunia yang seperti apa atau yang bagaimana yang dikehendakisesuai dengan pendidikan nasional. Menurut Al-Qur’an, manusiadiberi tugas Allah sebagai khalifah. Manusia mendapatkan wewenangdan kuasa untuk melaksanakan pendidikan terhadap dirinya sendiridan manusia pun mempunyai potensi untuk melaksanakannya. Dengandemikian pendidikan merupakan tanggung jawab manusia sendiri.Untuk dapat mendidik dirinya sendiri, manusia harus memahamidirinya sendiri. Apa hakekat manusia, bagaimana hakekat hidup dankehidupannya? Apa tujuan hidup dan apa pula tugas hidupnya

Dimensi ontologis mengarahkan kurikulum agar lebih banyakmemberi peserta didik untuk berhubungan langsung dengan fisikobjek-objek, serta berkaitan dengan pelajaran yang memanipulasibenda-benda dan materi-materi kerja. Dimensi ini menghasilkanverbal learning (belajar verbal), yaitu berupa kemampuan memperolehdata dan informasi yang harus dipeljari dan di hafalkan. Dimensiini diambil dari proses pembelajaran yang dilakukan oleh AllahSWT. Kepada Nabi Adam AS, dengan mengajarkan nama-nama benda,seperti termaktub alam firman Allah Al-Qur’an surat Al-Baqarahayat 31.zz¯=zzzz zzzŠ#zz zz!zzzzœz{z# zzz¯=z. §zzz zzzzzzzzzz ’z?zz zzz3z´¯»z=zzz9z# zzzz)zz

’zzzz«z6/zz& zz!zzzz™zzz/ zzzzzz¯»zz zz) zzzzzz. zzzz%z‰»|z zzzz Artinya: dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-benda) seluruhnya,kemudian mengemukakannya kepada Para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlahkepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!"(QS. Al-Baqarah: 31)20[10]

19[9] Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam, Kajian Filosofis dan KerangkaOperasionalnya. (Bandung: Trigenda karya, 1993),115

20[10] Q.S. al-Baqarah : 31

Implikasi dimensi ontologi dalam kurikulum pendidikan ialahbahwa pengalaman yang ditanamkan kepada peserta didik tidak hanyasebatas pada alam fisik. Maksud alam tak terbatas adalah alamrohaniah atau spiritual, yang menghantarkan manusia padakeabadian. Disamping itu, perlu juga ditanamkan pengetahuantentang hukum dan sistem kemestaan yang melahirkan perwujudanharmoni di dalam alam semesta termasuk hukum dan tata tertib yangmenentukan kehidupan manusia di masa depan.

Solusi Alternatif Dari Problema Epistemologi Pendidikan Islam

a. Menghilangkan paradigma dikotomi antara ilmu agama dan ilmuumum, ilmu tidak bebas nilai, tetapi bebas untuk dinilai. Ilmutidak memperdulikan agama dan agama tidak memperdulikan ilmu,itulah sebabnya diperlukan adanya pencerahan dan mengupayakanintegralisasi keilmuan.21[11]

b. Merubah pola pendidikan Islam indoktrinasi menjadi polapartisipatif antara guru dan murid. Pola ini memberikan ruangbagi siswa untuk berpikir kritis, optimis, dinamis, inovatif,memberikan alasan-alasan yang logis, bahkan siswa dapat pulamengkritisi pendapat guru jika terdapat kesalahan. Intinya,pendekatan epistemologi ini menuntut pada guru dan siswa untuksama-sama aktif dalam proses belajar mengajar.22[12]

c. Merubah paradigma ideologis menjadi paradigma ilmiah yangberpijak pada wahyu Allah SWT. Sebab, paradigma ideologis ini -karena otoritasnya-dapat mengikat kebebasan tradisi ilmiah,kreatif, terbuka, dan dinamis. Praktis paradigma ideologis tidakmemberikan ruang gerak pada penalaran atau pemikiran bebasbertanggung jawab secara argumentatif. Padahal, wahyu sangatmemberikan keleluasaan bagi akal manusia untuk mengkaji,meneliti, melakukan observasi, menemukan, ilmu pengetahuan (ayatkauniyah)23[13] dengan petunjuk wahyu Allah SWT. Dan paradigmailmiah saja tanpa berpijak pada wahyu, tetap akan menjadisekuler. Karena itu, agar epistemologi pendidikan Islam terwujud,maka konsekuensinya harus berpijak pada wahyu Allah.

d. Guna menopang dan mendasari pendekatan epistemologi ini,maka perlu dilakukan rekonstruksi kurikulum yang masih sekulerdan bebas nilai spiritual ini, menjadi kurikulum yang berbasistauhid. Sebab segala ilmu pengetahuan yang bersumber pada hasilpenelitian pada alam semesta (ayat kauniyah) maupun penelitianterhadap ayat qouliyah atau naqliyah (al-qur’an dan sunnah) merupakanilmu Allah SWT. Ini berarti bahwa semua ilmu bersumber dariAllah. Realisasinya, bagi penyusun kurikulum yang berbasis tauhidini harus memiliki pengetahuan yang komperhensif tentang Islam.

21 [11] Muhammad In’am Esha, Institusional Transpormation, Reformasi dan ModernisasiPendidikan Tinggi Islam, (Malang: UIN-Malang Press), 81.

22 [12] Sutrisno, Pembaharuan Dan Pengembangan Pendidikan Islam (Yogyakarta:Fadilatama, 2011), 105

23 [13] Syahminan Zaini, Prinsip-prinsip Dasar Konsepsi Pendidikan Islam, (Jakarta:KalamMulia, 1986), 4

Karena kurikulum merupakan sarana untuk mencapai tujuanpendidikan. Terkait dengan pengembangan kurikulum pendidikanIslam, hal-hal yang sifatnya masih melangit, dogmatis, dantransendental perlu diturunkan dan dikaitkan dengan dunia empirisdi lapangan. Ilmu-ilmu yang berbasis pada realitas pengalamanempiris, seperti sosiologi, spikologi, filsafat kritis yangsifatnya membumi perlu dijadikan dasar pembelajaran, sehinggailmu betul-betul menyentuh persoalan-persoalan dan pengalamanempiris.24[14]

e. Epistemologi pendidikan Islam diorientasikan pada hubunganyang harmonis antara akal dan wahyu. Maksudnya orientasipendidikan Islam ditekankan pada perumbuhan yang integrasi antaraiman, ilmu, amal, dan akhlak. Semua dimensi ini bergerak salingmelengkapi satu sama lainnya, sehingga perpaduan seluruh dimensiini mampu menelorkan manusia paripurna yang memiliki keimananyang kokoh, kedalaman spiritual, keluasan ilmu pengetahuan, danmemiliki budi pekerti mulia yang berpijak pada “semua bersumber dariAllah, semua milik Allah, difungsikan untuk menjalankan tugasnya sebagai khalifahAllah dan sebagai abdullah, dan akan kembali kepada Allah (mentauhidkan Allah)”.

f. Konsekuensi yang lain adalah merubah pendekatan daripendekatan teoritis atau konseptual pada pendekatan kontekstualatau aplikatif. Dari sini pendidikan Islam harus menyediakanberbagai media penunjang untuk mencapai hasil pendidikan yangdiharapkan. Menurut perspektif Islam bahwa media pendidikan Islamadalah seluruh alam semesta atau seluruh ciptaan Allah SWT. SabdaRasulullah SAW : yang artinya “berpikirlah kamu sekalian tentang makhlukciptaan Allah, jangan kamu berpikir tentang Allah, sesungguhnya kalian tidak akanmampu memikirkan-Nya.” (HR.Abu Syekh dari Ibn Abas).

g. Adanya peningkatan profesionalisme tenaga pendidik yangmeliputi kompetensi personal, kompetensi pedagogik, kompetensiprofesional dan kompetensi sosial.25[15] Sehingga dengan pemenuhankompetensi inilah, seorang tenaga pendidik mampu menemukan metodeyang diharapkan sebaimana harapan dalam kajian epistemologis.

Solusi Alternatif Dari Problema Aksiologi Pendidikan Islam

Aksiologis yang membahas tentang hakikat nilai, yangdidalamnya meliputi baik dan buruk (good and bad), benar dan salah(right and wrong), serta tentang cara dan tujuan (means and ends). Caramemandangnya dari sudut baik dan tidak baik, etika merupakanfilsafat tentang perilaku manusia. pendidikan Islamdiorientasikan pada upaya menciptakan suatu kepribadian yangmantap dan dinamis, mandiri dan kreatif. Tidak hanya pada siswamelainkan pada seluruh komponen yang terlibat dalampenyelenggaraan pendidikan Islam.

Terwujudnya kondisi mental-moral dan spritual religiusmenjadi target arah pengembangan sistem pendidikan Islam. Oleh

24 [14] Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), 152

25[15] Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,2010), 16.

sebab itu berdasarkan pada pendekatan etik moral pendidikan Islamharus berbentuk proses pengarahan perkembangan kehidupan dankeberagamaan pada peserta didik ke arah idealitas kehidupanIslami, dengan tetap memperhatikan dan memperlakukan pesertadidik sesuai dengan potensi dasar yang dimiliki serta latarbelakang sosio budaya masing-masing.26[16]

Selain kontek etika profetik, aksiologis dalam pendidikanIslam meliputi estetika yang merupakan nilai-nilai yang berkaitandengan kreasi yang berhubungan dengan seni. Dengan seni itulah,nantinya bisa dijadikan sebagai media dan alat kesenangan,sebagai ekspresi yang sebenarnya tentang pengalaman.

Namun, lebih jauh dari itu, maka dalam dunia pendidikanhendaklah nilai estetika menjadi patokan penting dalam prosespengembagan pendidikan yakni dengan menggunakan pendekatanestetis-moral, dimana setiap persoalan pendidikan Islam dilihatdari perspektif yang mengikut sertakan kepentingan masing-masingpihak, baik itu siswa, guru, pemerintah, pendidik sertamasyarakat luas. Ini berarti pendidikan Islam diorientasikan padaupaya menciptakan suatu kepribadian yang kreatif, berseni (sesuaidengan Islam) sehingga pendidikan Islam tetap memiliki daya tarikdan kajian yang senantiasa berkesinambungan serta relevan hinggaakhir zaman.

Ada beberapa nilai etika profetik dalam rangka pengembangandan penerapan ilmu pendidikan Islam, yaitu:

a. nilai ibadah, yakni bagi praktisi dan pemerhati pendidikanIslam, dalam segala proses dan berfikirnya senantiasa tercatatsebagai ibadah. sebagaimana QS. Ali Imran : 191zzzz%©!z# zzzzzz.z‹zƒ ©!z# zzz»zŠz% #zŠzzzz%zz 4’z?zzzz zzzzz/zzzz_ zzzzz¤6zzzzzƒzz ’zzz,z=zz zzzzz»zzzz9z# zzz‘z{z#zz zzz/z‘ zzz |zz)z=zz #z‹»zz zzzz»z/ z7zz»zzz6z™ zzzz)zz

z>#z‹zz z‘z¨z9z# zzzzz Artinya : Orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam

keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (serayaberkata): "ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha SuciEngkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.27[17]

b. Nilai ihsan, yakni penyelenggaraan pendidikan Islam hendaknyadikembangkan dengan atas dasar berbuat baik terhadap sesama.Sebagaimana QS. Al-Qashash:77z÷zzz/z#zz !zzz‹zz šz9z?#zz z!z# z‘#¤z!z# zzzzzzzzz# ( Ÿzzz š[zz? z7z7Šzzzz šzzzzz‹÷z‘‰9z# ( `zzzzz&zz !zzzŸ2 z`|zzzz& z!z# šzz‹z9z) ( Ÿzzz z÷z7z? zŠz|zzzz9z# ’zz

zzz‘z{z# ( ¨zz) ©!z# Ÿz z=zzz† zzzz‰zzzzzzz9z# zzzz Artinya: dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan)

negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan)

26[16] A. Munir Mulkhan, Paradigma Intelektual Muslim : Pengantar Filsafat Pendidikan Islam &Dakwah (Yogyakarta : SIPress, 1994), 25.

27[17] QS. Ali Imran : 191

duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuatbaik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi.Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.28[18]

c. Nilai masa depan, pendidikan Islam hendaknya pendidikan Islamitu sendiri ditujukan untuk mengantisipasi masa depan yang lebihbaik, karena mendidik berarti menyiapkan generasi yang hidupdengan tantangan yang jauh berbeda dengan periode sebelumnya.Menyiapkan Sumber Daya Manusia yang cakap, terampil danprofesional. Sebagaimana landasan normatif Islam, QS Al-Hasyr :18

$zzš‰zz¯»zƒ šzzz%©!z# (#zzzzz#zz (#zz)®?z# ©!z# zzzzzzzz9zz z§zzzz z¨z zzzzz‰z%

7‰zzz9 ( (#zz)¨?z#zz ©!z# 4 ¨zz) ©!z# 7Žzz7zz zzzz/ zzzz=zz÷zz? zzzz Artinya : Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah

Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); danbertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamukerjakan.29[19]

d. Nilai kerahmatan, yakni ilmu pendidikan Islam hendaknyaditujukan bagi kepentingan dan kemaslahatan seluruh umat manusiadan alam semesta. Sebagaimana QS.Al-Anbiya’:107

!$zzzz šz»zzz=z™z‘z& žzz) zzzzzzz‘ šzzzzz=»zzz=zz9 zzzzz Artinya: dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi

semesta alam.30[20]

e. Nilai dakwah, yakni penerapan dan pengembangan ilmu pendidikanIslam merupakan wujud penyebaran syiar Islam. Sebagaimana QS. Haamim As-sajdah: 33z`zzzz z`|zzzz& zzzzz% `zzzzz !%zzzŠ ’z<z) «!z# Ÿzzzzzzz z[zz=»|z zzzz%zz zz_¯zz) z`zz

zzzzzz=zzzzz9z# zzzz Artinya: Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru

kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya akuTermasuk orang-orang yang menyerah diri?31[21]

Maka kemudian, jika landasan ini senantiasa menjadi pegangan hidupdan landasan dalam lingkup pendidikan Islam, maka unsur

28[18] QS. Al-Qashash:77

29[19] Q.S. Al-Hasyr :18

30[20] Q.S. Al-Anbiya’:107

31[21] Q.S. Haa mim As-Sajdah: 33

aksiologis pendidikan Islam tetap abadi dan sesuai dengan harapandan kebutuhan masyarakat. Amien.

PENUTUP

Agar Ilmu pendidikan Islam tidak kehilangan daya tarik,kaitannya dengan kelembagaan dan fungsionalnya, diperlukan adanyaperubahan paradigma, bangunan dan kerangka berfikir yang memadaidalam penyelenggaraan pendidikan Islam. diperlukan pendirianmengenai pandangan manusia, masyarakat dan dunia. Manusiadiciptakan didunia diberi tugas Allah sebagai khalifah. Manusiamendapatkan wewenang dan kuasa untuk melaksanakan pendidikanterhadap dirinya sendiri. Dengan demikian, pendidikan merupakantanggung jawab manusia sendiri untuk dapat mendidik dirinyasendiri, memahami hakekat manusia, hakekat hidup dan kehidupannyaserta tujuan dan tugas dalam kehidupannya yang kemudian dikenaldengan istilah ontologis.

Kajian tentang epistemologi pendidikan Islam mampumengarahkan pada ranah kemajuan pendidikan Islam, manakala kitasebagai bagian dari pemerhati pendidikan mampu Menghilangkanparadigma dikotomi antara ilmu agama dan ilmu umum, ilmu tidakbebas nilai, tetapi bebas untuk dinilai. Ilmu tidak memperdulikanagama dan agama tidak memperdulikan ilmu. Merubah paradigmaideologis menjadi paradigma ilmiah yang berpijak pada wahyu AllahSWT. Sebab, paradigma ideologis ini karena otoritasnya-dapatmengikat kebebasan tradisi ilmiah, kreatif, terbuka, dan dinamis.merubah pendekatan dari pendekatan teoritis atau konseptual padapendekatan kontekstual atau aplikatif. Dari sini pendidikan Islamharus menyediakan berbagai media penunjang untuk mencapai hasilpendidikan yang diharapkan.

Dalam rangka menyebarluaskan misi agama Islam melalui mediadan pengajaran ilmu pendidikan Islam, maka kita sebagai praktisidan pemerhati pendidikan Islam hendaknya menanamkan nilai-nilaiaksiologis yang terdapat dalam ilmu pendidikan Islam antara lain:dalam pendidikan Islam terdapat nilai-nilai ibadah, nilai ihsan,nilai dan orientasi masa depan, nilai dakwah Islamiyah dan nilai-nilai kerahmatan bagi seluruh alam.

DAFTAR PUSTAKA

Esha, Muhammad In’am Institusional Transpormation, Reformasi dan ModernisasiPendidikan Tinggi Islam, (Malang: UIN-Malang Press)

Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya (Bandung: CV PenerbitJumanatul Ali-Art, 2004)

Hamdani, Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam (Bandung: CV Pustaka Setia, 1998)

Kattsoff, Louis O, Pengantar Filsafat. Alih Bahasa Soejono Soemargono(Yogyakarta. Penerbit Tiara Wacana, 1996)

Muhaimin, Pemikiran dan Aktualisasi Pengembangan Pendidikan Islam, (Jakarta:Rajawali Pers, 2011)

Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam, Kajian Filosofis danKerangka Operasionalnya. (Bandung: Trigenda karya, 1993)

Mujtahid, Reformulasi Pendidikan Islam; Meretas Mindset Baru, Meraih ParadigmaUnggul. (Malang: UIN-Maliki Press, 2011)

Mulkhan, A. Munir, Paradigma Intelektual Muslim : Pengantar Filsafat PendidikanIslam & Dakwah (Yogyakarta : SIPress, 1994)

Nata, Abuddin,  Integrasi Ilmu Agama dan Ilmu Umum, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2005)

Sadulloh, Uyoh, Pengantar Filsafat Pendidikan, (Bandung: PenerbitAlfabeta, 2007)

Sutrisno, Pembaharuan Dan Pengembangan Pendidikan Islam (Yogyakarta:Fadilatama, 2011)

Usman, Moh. Uzer Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT RemajaRosdakarya, 2010)

Zaini, Syahminan, Prinsip-prinsip Dasar Konsepsi Pendidikan Islam,(Jakarta:Kalam Mulia, 1986)

Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995)

http://mohwardi84.blogspot.com/2013/10/problematika-pendidikan-islam-dan.html

PROBLEMATIKA PENDIDIKAN ISLAM DI ERA GLOBAL A. HAKIKAT PENDIDIKAN ISLAM DAN GLOBALISASI

1. Pengertian Pendidikan Islam

Pendidikan adalah proses mempersiapkan masa depan anakdidik dalam mencapai tujuan hidup secara efektif dan efisien.[1]Sedangkan Pendidikan Islam menurut para tokoh ialah sebagaiberikut :

Pertama, menurut Ahmadi mendefinisikan Pendidikan Islamadalah segala usaha untuk memelihara fitrah manusia serta sumberdaya insani yang ada padanya menuju terbentuknya manusiaseutuhnya (insan kamil) yang sesuai dengan norma Islam. Kedua,menurut Syekh Musthafa Al-Ghulayani memaknai pendidikan adalahmenanamkan akhlak mulia dalam jiwa murid serta menyiraminyadengan petunjuk dan nasehat, sehingga menjadi kecenderungan jiwayang membuahkan keutamaan kebaikan serta cinta belajar yangberguna bagi tanah air.

Dalam definisi diatas terlihat jelas bahwa pendidikan Islamitu membimbing anak didik dalam perkembangan dirinya, baikjasmani maupun rohani menuju terbentuknya kepribadian yang utamapada anak didik nantinya yang didasarkan pada hukum-hukum islam.[2]

2. Dasar-dasar Pendidikan Islam

Menurut Samsul Nizar membagi dasar pendidikan islam menjadi tigasumber, yaitu sebagai berikut :

a. Al Qur’an

Al Qur’an adalah kalam Allah swt. Yang diturunkan kepada NabiMuhammad saw dalam bahasa arab guna menjalankan jalan hidup yangmembawa kemaslahatan bagi umat manusia (rahmatan lil ‘alamin),baik di dunia maupun di akhirat. Al Qur’an sebagai petunjuk (Hudan ) ditunjukkan dalam firmanNya :

ي�را را كب� ج� ن� لهم ا� عملون�� الصلحت� ا� ن� ي� ي!� ن� الذ# ي� من# ر المو� ش+ ب� وم وي. ق� ي هي� ا� هذى للت� ن� ي� ا الق�را� ان� هذ#Artinya :Sesungguhnya Al Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebihLurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu'min yang mengerjakanamal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar, (Al Israa’ ayat 9)

Pelaksanaan pendidikan islam harus senantiasa mengacu pada sumberyang termuat dalam Al Qur’an. Dengan berpegang pada nilai-nilaitertentu dalam Al Qur’an – teruatama dalam pelaksanaan pendidikanislam – umat islam akan mampu mengarahkan dan mengantarkan umatmanusia menjadi kreatif dan dinamis serta mampu mencapai esensinilai-nilai ubudiyah kepada khaliknya.[3]

b. Sunnah

Keberadaan Sunnah Nabi tidak lain adalah sebagai penjelas danpenguat hukum-hukum yang ada didalam Al Qur’an, sekaligus sebagaipedoman bagi kemaslahatan hidup manusia dalam semua aspeknya.Eksistensinya merupakan sumber inspirasi ilmu pengetahuan yangberisikan keputusan dan penjelasan Nabi dari pesan-pesan illahiyahyang tidak terdapat didalam Al Qur’an, maupun yang terdapatdidalam Al Qur’an tetapi masih memerlukan penjelasan lebih lanjutsecara terperinci.[4]

c. Ijtihad

Pentingnya Ijtihad tidak lepas dari kenyataan bahwa pendidikanIslam di satu sisi dituntut agar senantiasa sesuai dengandinamika zaman dan IPTEK yang berkembang dengan cepat. Sementaradisisi lain, dituntut agar tetap mempertahankan kekhasannyasebagai sebuah sistem pendidikan yang berpijak pada nilai-nilaiagama. Ini merupakan masalah yang senantiasa menuntut MujtahidMuslim di bidang pendidikan untuk selalu berijtihad sehinggateori pendidikan islam senantiasa relevan dengan tuntutan zamandan kemajuan IPTEK.[5]

3. Tujuan Pendidikan Islam

Menurut Muhammad Fadhil al-Jamaly, tujuan pendidikan islammenurut Al Qur’an meliputi (1) menjelaskan posisi peserta didiksebagai manusia diantara makhluk Allah lainnya dan tanggungjawabnya dalam kehidupan ini, (2) menjelaskan hubungannya sebagaimakhluk sosial dan tanggung jawabnya dalam tatanan kehidupanbermasyarakat. (3) menjelaskan hubungan manusia dengan alam dantugasnya untuk mengetahui hikmah penciptaan dengan caramemakmurkan alam semesta, (4) menjelaskan hubungannya denganKholik sebagai pencipta alam semesta.[6]

4. Hakikat Globalisasi

Globalisasi secara harfiah berasal dari kata global yang berartisedunia atau sejagat. Menurut A. Qodry Azizi, menyebut bahwa eraglobalisasi berarti terjadinya pertemuan dan gesekan nilai-nilaibudaya dan agama diseluruh dunia yang memanfaatkan jasakomunikasi, transformasi, dan informasi yang merupakan hasilmodernisasi di bidang teknologi.

Proses global ini pada hakikatnya bukan sekedar banjir barang,melainkan akan melibatkan aspek yang lebih luas, mulai darikeuangan, pemilikan modal, pasar, teknologi, daya hidup, bentukpemerintahan, sampai kepada bentuk-bentuk kesadaran manusia.[7]

B. PROBLEMATIKA PENDIDIKAN ISLAM DI ERA GLOBAL

Pendidikan Islam diakui keberadaannya dalam sistem pendidikanyang terbagi menjadi tiga hal. Pertama, Pendidikan Islam sebagailembaga diakuinya keberadaan lembaga pendidikan Islam secaraEksplisit. Kedua, Pendidikan Islam sebagai Mata Pelajarandiakuinya pendidikan agama sebagai salah satu pelajaran yangwajib diberikan pada tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Ketiga,Pendidikan Islam sebagai nilai (value) yakni ditemukannya nilai-nilai islami dalam sistem pendidikan.[8]

Walaupun demikian, pendidikan islam tidak luput dari problematikayang muncul di era global ini. Terdapat dua faktor dalamproblematika tersebut, yaitu faktor internal dan faktoreksternal.

1. Faktor Internal

a. Relasi Kekuasaan dan Orientasi Pendidikan Islam

Tujuan pendidikan pada dasarnya hanya satu, yaitu memanusiakanmanusia, atau mengangkat harkat dan martabat manusia atau humandignity, yaitu menjadi khalifah di muka bumi dengan tugas dantanggung jawab memakmurkan kehidupan dan memelihara lingkungan.Tujuan pendidikan yang selama ini diorientasikan memang sangatideal bahkan, lantaran terlalu ideal, tujuan tersebut tidakpernah terlaksana dengan baik.

Orientasi pendidikan, sebagaimana yang dicita-citakan secaranasional, barangkali dalam konteks era sekarang ini menjadi tidakmenentu, atau kabur kehilangan orientasi mengingat adalahtuntutan pola kehidupan pragmatis dalam masyarakat indonesia. Halini patut untuk dikritisi bahwa globalisasi bukan sematamendatangkan efek positif, dengan kemudahan-kemudahan yang ada,akan tetapi berbagai tuntutan kehidupan yang disebabkan olehnyamenjadikan disorientasi pendidikan. Pendidikan cenderung berpijakpada kebutuhan pragmatis, atau kebutuhan pasar lapangan, kerja,sehingga ruh pendidikan islam sebagai pondasi budaya, moralitas,dan social movement (gerakan sosial) menjadi hilang.[9]

b. Masalah Kurikulum

Sistem sentralistik terkait erat dengan birokrasi atas bawah yangsifatnya otoriter yang terkesan pihak “bawah” harus melaksanakanseluruh keinginan pihak “atas”. Dalam system yang seperti iniinovasi dan pembaruan tidak akan muncul. Dalam bidang kurikulumsistem sentralistik ini juga mempengaruhi output pendidikan.Tilaar menyebutkan kurikulum yang terpusat, penyelenggaraansistem manajemen yang dikendalikan dari atas telah menghasilkanoutput pendidikan manusia robot. Selain kurikulum yangsentralistik, terdapat pula beberapa kritikan kepada praktikpendidikan berkaitan dengan saratnya kurikulum sehingga seolah-olah kurikulum itu kelebihan muatan. Hal ini mempengaruhi jugakualitas pendidikan. Anak-anak terlalu banyak dibebani oleh matapelajaran.[10]

Dalam realitas sejarahnya, pengembangan kurikulum PendidikanIslam tersebut mengalami perubahan-perubahan paradigma, walaupunparadigma sebelumnya tetap dipertahankan. Hal ini dapat dicermatidari fenomena berikut : (1) perubahan dari tekanan pada hafalandan daya ingat tentang teks-teks dari ajaran-ajaran agama islam,serta disiplin mental spiritual sebagaimana pengaruh dari timurtengah, kepada pemahaman tujuan makna dan motivasi beragama islamuntuk mencapai tujuan pembelajaran Pendidikan Islam. (2)perubahan dari cara berfikir tekstual, normatif, dan absolutiskepada cara berfikir historis, empiris, dan kontekstual dalammemahami dan menjelaskan ajaran-ajaran dan nilai-nilai islam.(3)perubahan dari tekanan dari produk atau hasil pemikiran keagamaanislam dari para pendahulunya kepada proses atau metodologinyasehingga menghasilkan produk tersebut. (4) perubahan dari polapengembangan kurikulum pendidikan islam yang hanya mengandalkanpada para pakar dalam memilih dan menyusun isi kurikulumpendidikan islam ke arah keterlibatan yang luas dari para pakar,guru, peserta didik, masyarakat untuk mengidentifikasikan tujuanPendidikan Islam dan cara-cara mencapainya.[11]

c. Pendekatan/Metode Pembelajaran

Peran guru atau dosen sangat besar dalam meningkatkan kualitaskompetensi siswa/mahasiswa. Dalam mengajar, ia harus mampumembangkitkan potensi guru, memotifasi, memberikan suntikan danmenggerakkan siswa/mahasiswa melalui pola pembelajaran yangkreatif dan kontekstual (konteks sekarang menggunakan teknologiyang memadai). Pola pembelajaran yang demikian akan menunjangtercapainya sekolah yang unggul dan kualitas lulusan yang siapbersaing dalam arus perkembangan zaman.

Siswa atau mahasiswa bukanlah manusia yang tidak memilikipengalaman. Sebaliknya, berjuta-juta pengalaman yang cukupberagam ternyata ia miliki. Oleh karena itu, dikelas punsiswa/mahasiswa harus kritis membaca kenyataan kelas, dan siapmengkritisinya. Bertolak dari kondisi ideal tersebut, kitamenyadari, hingga sekarang ini siswa masih banyak yang senangdiajar dengan metode yang konservatif, seperti ceramah, didikte,karena lebih sederhana dan tidak ada tantangan untuk berfikir.

d. Profesionalitas dan Kualitas SDM

Salah satu masalah besar yang dihadapi dunia pendidikan diIndonesia sejak masa Orde Baru adalah profesionalisme guru dantenaga pendidik yang masih belum memadai. Secara kuantitatif,jumlah guru dan tenaga kependidikan lainnya agaknya sudah cukupmemadai, tetapi dari segi mutu dan profesionalisme masih belummemenuhi harapan. Banyak guru dan tenaga kependidikan masihunqualified, underqualified, dan mismatch, sehingga mereka tidak ataukurang mampu menyajikan dan menyelenggarakan pendidikan yangbenar-benar kualitatif.[12]

e. Biaya Pendidikan

Faktor biaya pendidikan adalah hal penting, dan menjadi persoalantersendiri yang seolah-olah menjadi kabur mengenai siapa yangbertanggung jawab atas persoalan ini. Terkait dengan amanatkonstitusi sebagaimana termaktub dalam UUD 45 hasil amandemen,serta UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikannasional yang memerintahkan negara mengalokasikan dana minimal20% dari APBN dan APBD di masing-masing daerah, namun hinggasekarang belum terpenuhi. Bahkan, pemerintah mengalokasikananggaran pendidikan genap 20% hingga tahun 2009 sebagaimana yangdirancang dalam anggaran strategis pendidikan.

2. Faktor Eksternal

a. Dichotomic

Masalah besar yang dihadapi dunia pendidikan islam adalahdichotomy dalam beberapa aspek yaitu antara Ilmu Agama dengan IlmuUmum, antara Wahyu dengan Akal setara antara Wahyu dengan Alam.Munculnya problem dikotomi dengan segala perdebatannya telahberlangsung sejak lama. Boleh dibilang gejala ini mulai tampakpada masa-masa pertengahan. Menurut Rahman, dalam melukiskanwatak ilmu pengetahuan islam zaman pertengahan menyatakan bahwa,muncul persaingan yang tak berhenti antara hukum dan teologi untukmendapat julukan sebagai mahkota semua ilmu.

b. To General Knowledge

Kelemahan dunia pendidikan islam berikutnya adalah sifat ilmupengetahuannya yang masih terlalu general/umum dan kurangmemperhatikan kepada upaya penyelesaian masalah (problem solving).Produk-produk yang dihasilkan cenderung kurang membumi dan kurangselaras dengan dinamika masyarakat. Menurut Syed Hussein Alatasmenyatakan bahwa, kemampuan untuk mengatasi berbagaipermasalahan, mendefinisikan, menganalisis dan selanjutnyamencari jalan keluar/pemecahan masalah tersebut merupakankarakter dan sesuatu yang mendasar kualitas sebuah intelektual.Ia menambahkan, ciri terpenting yang membedakan dengan non-intelektual adalah tidak adanya kemampuan untuk berfikir dantidak mampu untuk melihat konsekuensinya.

c. Lack of Spirit of Inquiry

Persoalan besar lainnya yang menjadi penghambat kemajuan duniapendidikan islam ialah rendahnya semangat untuk melakukanpenelitian/penyelidikan. Syed Hussein Alatas merujuk kepadapernyataan The Spiritus Rector dari Modernisme Islam, Al Afghani,Menganggap rendahnya “The Intellectual Spirit” (semangat intelektual)menjadi salah satu faktor terpenting yang menyebabkan kemunduranIslam di Timur Tengah.

d. Memorisasi

Rahman menggambarkan bahwa, kemerosotan secara gradual daristandar-standar akademis yang berlangsung selama berabad-abadtentu terletak pada kenyataan bahwa, karena jumlah buku-buku yangtertera dalam kurikulum sedikit sekali, maka waktu yangdiperlukan untuk belajar juga terlalu singkat bagi pelajar untukdapat menguasai materi-materi yang seringkali sulit untukdimengerti, tentang aspek-aspek tinggi ilmu keagamaan pada usiayang relatif muda dan belum matang. Hal ini pada gilirannyamenjadikan belajar lebih banyak bersifat studi tekstual daripadapemahaman pelajaran yang bersangkutan. Hal ini menimbulkandorongan untuk belajar dengan sistem hafalan (memorizing) daripadapemahaman yang sebenarnya. Kenyataan menunjukkan bahwa abad-abadpertengahan yang akhir hanya menghasilkan sejumlah besar karya-karya komentar dan bukan karya-karya yang pada dasarnya orisinal.

e. Certificate Oriented

Pola yang dikembangkan pada masa awal-awal Islam, yaitu thalabal’ilm, telah memberikan semangat dikalangan muslim untuk gigihmencari ilmu, melakukan perjalanan jauh, penuh resiko, gunamendapatkan kebenaran suatu hadits, mencari guru diberbagai tempat,dan sebagainya. Hal tersebut memberikan isyarat bahwakarakteristik para ulama muslim masa-masa awal didalam mencariilmu adalah knowledge oriented. Sehingga tidak mengherankan jika padamasa-masa itu, banyak lahir tokoh-tokoh besar yang memberikanbanyak konstribusi berharga, ulama-ulama encyclopedic, karya-karyabesar sepanjang masa. Sementara, jika dibandingkan dengan polayang ada pada masa sekarang dalam mencari ilmu menunjukkankecenderungan adanya pergeseran dari knowledge oriented menujucertificate oriented semata. Mencari ilmu hanya merupakan sebuah prosesuntuk mendapatkan sertifikat atau ijazah saja, sedangkan semangatdan kualitas keilmuan menempati prioritas berikutnya.[13]

C. SOLUSI PROBLEMATIKA PENDIDIKAN ISLAM DI ERA GLOBAL

Pendidikan memiliki keterkaitan erat dengan globalisasi.Pendidikan tidak mungkin menisbikan proses globalisasi yang akanmewujudkan masyarakat global ini. Dalam menuju era globalisasi,indonesia harus melakukan reformasi dalam proses pendidikan,dengan tekanan menciptakan sistem pendidikan yang lebihkomprehensif, dan fleksibel, sehingga para lulusan dapatberfungsi secara efektif dalam kehidupan masyarakat globaldemokratis. Untuk itu, pendidikan harus dirancang sedemikian rupayang memungkinkan para peserta didik mengembangkan potensi yangdimiliki secara alami dan kreatif dalam suasana penuh kebebasan,

kebersamaan, dan tanggung jawab. Disamping itu, pendidikan harusmenghasilkan lulusan yang dapat memahami masyarakatnya dengansegala faktor yang dapat mendukung mencapai sukses ataupunpenghalang yang menyebabkan kegagalan dalam kehidupanbermasyarakat. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan adalahmengembangkan pendidikan yang berwawasan global.[14]

Selain itu, program pendidikan harus diperbaharui, dibangunkembali atau dimoderenisasi sehingga dapat memenuhi harapan danfungsi yang dipikulkan kepadanya. Sedangkan solusi pokok menurutRahman adalah pengembangan wawasan intelektual yang kreatif dandinamis dalam sinaran dan terintegrasi dengan Islam harus segeradipercepat prosesnya. Sementara itu, menurut Tibi, solusipokoknya adalah secularization, yaitu industrialisasi sebuahmasyarakat yang berarti diferensiasi fungsional dari struktursosial dan sistem keagamaannya.[15]

Berbagai macam tantangan tersebut menuntut para penglola lembagapendidikan, terutama lembaga pendidikan Islam untuk melakukannazhar atau perenungan dan penelitian kembali apa yang harusdiperbuat dalam mengantisipasi tantangan tersebut, model-modelpendidikan Islam seperti apa yang perlu ditawarkan di masa depan,yang sekiranya mampu mencegah dan atau mengatasi tantangantersebut. Melakukan nazhar dapat berarti at-taammul wa al’fahsh, yaknimelakukan perenungan atau menguji dan memeriksanya secara cermatdan mendalam, dan bias berarti taqlib al-bashar wa al-bashirah li idrak al-syai’ wa ru’yatihi, yakni melakukan perubahan pandangan (cara pandang)dan cara penalaran (kerangka pikir) untuk menangkap dan melihatsesuatu, termasuk di dalamnya adalah berpikir dan berpandanganalternatif serta mengkaji ide-ide dan rencana kerja yang telahdibuat dari berbagai perspektif guna mengantisipasi masa depanyang lebih baik.[16]

D. ORIENTASI PENDIDIKAN ISLAM DI ERA GLOBAL

Menurut Ahmad Tantowi, dengan adanya era globalisasi ini perluadanya rumusan orientasi pendidikan Islam yang sesuai denganperkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat. Orientasi tersebutialah sebagai berikut :

1. Pendidikan Islam sebagai Proses Penyadaran

Pendidikan Islam harus diorientasikan untuk menciptakan“kesadaran kritis” masyarakat. Sehingga dengan kesadaran kritisini akan mampu menganalisis hubungan faktor-faktor sosial dankemudian mencarikan jalan keluarnya. Hubungan antara kesadarantersebut dengan pendidikan Islam dan globalisasi ialah agar umatIslam bisa melihat secara kritis bahwa implikasi-implikasi dariglobalisasi bukanlah sesuatu yang given atau takdir yang sudahdigariskan oleh Tuhan, akan tetapi sebagai konsekuensi logis darisistem dan struktur globalisasi itu sendiri.

2. Pendidikan Islam sebagai Proses Humanisasi

Proses Humanisasi dalam pendidikan Islam dimaksudkan sebagaiupaya mengembangkan manusia sebagai makhluk hidup yang tumbuh dan

berkembang dengan segala potensi (fitrah) yang ada padanya. Manusiadapat dibesarkan (potensi jasmaninya) dan diberdayakan (ptoensirohaninya) agar dapat berdiri sendiri dan dapat memenuhikebutuhan hidupnya.

3. Pendidikan Islam sebagai Pembinaan Akhlak al-Karimah

Akhlak merupakan domain penting dalam kehidupan masyarakat,apalagi di era globalisasi ini. Tidak adanya akhlak dalam tatakehidupan masyarakat akan menyebabkan hancurnya masyarakat itusendiri. Hal ini bisa diamati pada kondisi yang ada di negeriini. Menurut Abuddin Nata, hal seperti ini pada awalnya hanyamenerpa sebagian kecil elit politik (penguasa), tetapi kini iatelah menjalar kepada masyarakat luas, termasuk kalangan pelajar.

Bagi pendidikan Islam, masalah pembinaan akhlak sesungguhnyabukan sesuatu yang baru. Sebab akhlak memang merupakan misi utamaagama Islam. Hanya saja, akibat penetrasi budaya sekuler barat,belakangan ini masalah pembinaan akhlak dalam institusipendidikan Islam tampak lemah. Untuk itu, pendidikan Islam harusdikembalikan kepada fitrahnya sebagai pembinaan akhlaq al-karimah,dengan tanpa mengesampingkan dimensi-dimensi penting lainnya yangharus dikembangkan dalam institusi pendidikan, baik formal,informal, maupun nonformal.

Pembinaan akhlak sebagai (salah satu) orientasi pendidikan Islamdi era globalisasi ini adalah sesuatu yang tidak bisa ditawar-tawar. Sebab eksis tidaknya suatu bangsa sangat ditentukan olehakhlak masyarakatnya.[17]

KESIMPULAN

Dari beberapa penjelasan singkat diatas, maka penulis dapatmenyimpulkan sebagai berikut :

1. Hakikat pendidikan Islam ialah untuk membimbing anak didikdalam perkembangan dirinya, baik jasmani maupun rohani menujuterbentuknya kepribadian yang utama pada anak didik nantinya yangdidasarkan pada hukum-hukum islam. Sedangkan hakikat dariGlobalisasi bukan sekedar banjir barang, melainkan akanmelibatkan aspek yang lebih luas, mulai dari keuangan, pemilikanmodal, pasar, teknologi, daya hidup, bentuk pemerintahan, sampaikepada bentuk-bentuk kesadaran manusia.

2. Problematika Pendidikan Islam di era global ini dapat dibagimenjadi dua, yaitu faktor internal yang didalmnya ada : RelasiKekuasaan dan Orientasi Pendidikan Islam, Masalah Kurikulum,Pendekatan/Metode Pembelajaran, Profesionalitas dan Kualitas SDM,dan Biaya Pendidikan. Dan faktor eksternal yang meliputiDichotomic, To General Knowledge, Lack of Spirit of Inquiry, Memorisasi, dan CertificateOriented.

3. Solusi dari problematika tesebut ialah pendidikan Islam harusdikembalikan kepada fitrahnya dengan tanpa mengesampingkandimensi-dimensi penting lainnya yang harus dikembangkan dalam

institusi pendidikan, baik formal, informal, maupun nonformal.Serta pendidikan harus dirancang sedemikian rupa yangmemungkinkan para peserta didik mengembangkan potensi yangdimiliki secara alami dan kreatif dalam suasana penuh kebebasan,kebersamaan, dan tanggung jawab.

4. Pendidikan Islam di Era Global ini diorientasikan bahwaPendidikan Islam sebagai Proses Penyadaran, sebagai ProsesHumanisasi, dan sebagai Pembinaan Akhlak al-Karimah

PENUTUP

Penulis menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari sempurna.Oleh karena itu, Penulis sangat mengharapkan kritik dan saranyang membangun dari para pembaca. Dan sebelum penulis menutupMakalah ini, Penulis ingin memohon maaf yang sebesar-besarnyaapabila ada yang kurang berkenan dalam penyusunan Makalah ini.

Akhirnya, Segala puji bagi Allah yang telah mencurahkan rahmat-Nya dan menerangkan pikiran-pikiran sehingga penulis dapatmenyelesaikan Makalah ini. Shalawat serta salam semoga selalutercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai rasa terima kasihpenulis atas segala petunjuk-Nya. Sebagai penutup Penulis sungguhsangat berharap semoga Makalah ini dapat bermanfaat bagi parapembaca. Amin.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Hasmiyati Gani, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Quantum TeachingCiputat Press Group, 2008

Daulay, Haidar Putra, Dinamika Pendidikan Islam di Asia Tenggara, Jakarta :Rineka Cipta, 2009

, Pendidikan Islam : Dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia, Jakarta :Kencana, 2004

Muhaimin, Nuansa Baru Pendidikan Islam : mengurai benang kusut duniapendidikan, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2006

, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah, danPerguruan Tinggi, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2007

Nizar, Samsul, Filsafat Pendidikan Islam : Pendekatan Historis, Teoritis, danPraktis, Jakarta : Ciputat Pers, 2002

Rembangy, Musthofa, Pendidikan Transformatif : Pergulatan Kritis MerumuskanPendidikan di Tengah Pusaran Arus Globalisasi, Yogyakarta : Teras, 2010

SM, Isma’il, Strategi Pembelajaran Islam Berbasis PAIKEM : Pembelajaran Aktif,Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan, Semarang : Rasail, 2008

Tantowi, Ahmad, Pendidikan Islam di Era Transformasi Global, Semarang :Pustaka Rizki Putra, 2009

Wahid, Abdul, Isu-isu Kontemporer Pendidikan Islam, Semarang : Need’sPress, 2008

Zamroni, Paradigma Pendidikan Masa Depan, Jogjakarta : GigrafPublishing, 2000

BIOGRAFI PENULIS

Muhammad Masduki. Lahir 25 Juni 1987. Asal kota Pubalingga. Telahberhasil menamatkan pendidikan di TK Diponegoro Purbalingga, MINurul Huda Purbalingga (sekarang MI Ma’arif NU), MadrasahTsanawiyah (MTs) Hasyim Asy’ari, dan Madrasah Aliyah (MA)Mamba’ul ‘Ulum Purbalingga. Dan sekarang masih menyelesaikanPendidikan S.1 di IAIN Walisongo Semarang.

Muhamad Rifa’i Subhi. lahir di Pemalang, pada tanggal 24 Juli1989 buah hati dari ibu Chasanah dan ayah Machrodji MS. Iaberhasil menamatkan Sekolah di SDN 02 Pelutan Pemalang tahun2001, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Negeri 01 Pemalangtahun 2004, Madrasah Aliyah Negeri Pemalang tahun 2007. Dan padapendidikan non-formalnya Ia telah menamatkan madrasah diPondok/Madrasah Pesantren Salafiyah Kauman Pemalang, selama 7tahun dan selesai pada tahun 2008. Anak ke dua dari limabersaudara ini sempat mengikuti kursus komputer Program KomputerAkuntansi (KOMPAK) di Adias Sindo Cerdas (ASC) Pemalang selama 1tahun, dan selesai pada tahun 2008. Dan saat ini Ia masih aktifmenjadi Mahasiswa Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah diInstitut Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo Semarang, yang mulaiterdaftar pada Agustus 2008.

Munfadlilah. Lahir di Demak, 02 Maret 1990. Menamatkanpendidikannya di SDN Ngaluran 01 Lulus tahun 2002. Kemudianmelanjutkan ke Madrasah Tsanawiyah Al Irsyad Gajah Demak, lulustahun 2005. Pendidikan Madrasah Aliyah (MA) ditempuh di Al IrsyadGajah Demak juga, lulus pada tahun 2008. Kemudian melanjutkan keFakultas Tarbiyah tepatnya jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI).Dan sekarang ia masih melanjutkan belajarnya di IAIN WalisongoSemarang.

Suhadi. Lahir di Pemalang, 15 Februari 1990. Jenjangpendidikannya SDN 01 Kabunan Pemalang (1996-2002), SMP PlusSalafiyah Pemalang (2002-2005), dan SMAN 3 Pemalang (2005-2008).Disamping itu, mengikuti pendidikan non-formal di PondokPesantren Salafiyah Kauman Pemalang selama kurang lebih 7 tahun.Dan sekarang masih menempuh pendidikan S.1 jurusan PendidikanAgama Islam di IAIN Walisongo Semarang.

[1] Hasmiyati Gani Ali, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : QuantumTeaching Ciputat Press Group, 2008), hlm. 13

[2] Isma’il SM, Strategi Pembelajaran Islam Berbasis PAIKEM : PembelajaranAktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan, (Semarang : Rasail, 2008),Cet. I, hlm. 34-36

[3] Ahmad Tantowi, Pendidikan Islam di Era Transformasi Global,(Semarang : Pustaka Rizki Putra, 2009), Cet. I, hlm. 15-16

[4] Ibid., hlm. 17

[5] Ibid., hlm. 21

[6] Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam : Pendekatan Historis, Teoritis,dan Praktis, (Jakarta : Ciputat Pers, 2002), Cet. I, hlm. 36-37

[7] Ahmad Tantowi, Op. Cit., hlm. 47-49

[8] Haidar Putra Daulay, Dinamika Pendidikan Islam di Asia Tenggara,(Jakarta : Rineka Cipta, 2009) Cet. I, hlm. 44-45.

[9] Musthofa Rembangy, Pendidikan Transformatif : Pergulatan KritisMerumuskan Pendidikan di Tengah Pusaran Arus Globalisasi, (Yogyakarta :Teras, 2010), Cet. II, hlm. 20-21

[10] Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam : Dalam Sistem PendidikanNasional di Indonesia, (Jakarta : Kencana, 2004), Cet. I, hlm. 205-208

[11] Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam diSekolah, Madrasah, dan Perguruan Tinggi, (Jakarta : PT. Raja GrafindoPersada, 2007), hlm. 11

[12] Musthofa Rembangy, Op. Cit., hlm. 28

[13] Abdul Wahid, Isu-isu Kontemporer Pendidikan Islam, (Semarang :Need’s Press, 2008), Cet. I, hlm. 14-23

[14] Zamroni, Paradigma Pendidikan Masa Depan, (Jogjakarta : GigrafPublishing, 2000) Cet. I, hlm. 90-91.

[15] Abdul Wahid, Op. Cit., hlm. 27-28

[16] Muhaimin, Nuansa Baru Pendidikan Islam : mengurai benang kusutdunia pendidikan, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2006), hlm.86-89

[17] Ahmad Tantowi, Op. Cit., hlm. 90-104

Diposkan oleh حي� عي� صب� di 23.24.00 محمذ رف#Tidak ada komentar:

Mengenai Saya

حي� عي� صب� محمذ رف#Seorang Pria (yang katanya tampan. hehe...) buah hati dari Machrodji MS dan Chasanah ini lahir di Pemalang, pada hari senin pada tanggal 24 Juli 1989 M. Lelaki yang pernah nyantri di Pondok Pesantren "Salafiyah" Kauman Pemalang selama 7 tahun ini, telah berhasil menamatkan sekolah di TK Muslimat 03 Kebondalem Pemalang pada tahun 1994, di SD Negeri 02 Pelutan Pemalang pada tahun 2001, di SMP Negeri 01Pemalang pada tahun 2004, dan di MA Negeri Pemalang pada tahun 2007 dengan hasil yang memuaskan. Selain itu, ia juga berhasil menyelesaikan studi komputernya di ASC Pemalang pada tahun 2008. Baru-baru ini, ia telah menyelesaikan studiS.1 nya pada Fakultas Tarbiyah Jurusan Pendidikan Agama Islam di IAIN Walisongo Semarang, dengan judul skripsi "Studi Analisis Pemikiran Hamka tentang Tasawuf Modern dan Pendidikan Islam".

Lihat profil lengkapku

http://muhamadrifaisubhi.blogspot.com/2010/09/problematika-pendidikan-islam-di-era.html

1.

Tinjauan Filsafat Pendidikan Islam tentang Proses Pendidikan olehWahyudi.docx

Untuk mengaktifkan dukungan pembaca layar, tekan CTRL + ALT + Z. Untuk mempelajari pintasan keyboard, tekan CTRL + FORWARD SLASH.Aktifkan/Nonaktifkan dukungan pembaca layar

Filsafat Pendidikan1. Filsafat Pendidikan

(Problema-problema pendidikan)2. Filsafat Pendidikan

(Ide-ide filosofis)Masalah Utama Filsafat

1. Keberadaan (kenyataan) Metafisika2. Pengetahuan (kebenaran) Epistemologi

3. Nilai Aksiologi.32[2]

Masalah keberadaan (being) adalah masalah yang paling umum,karena menyangkut keberadaan pada umumnya, baik “yang-ada” dalamkhayalan maupun dalam kenyataan, sehingga dibedakan antara “being”dan “reality”. Pengertian “being” meliputi baik yang tidak nyata(khayali), maupun yang nyata. “Yang nyata” atau “reality” itu sendiriada yang tidak bersifat publik diam arti tidak dapat didekatisecara inderawi, dan ada pula yang bersifat publik dalam artidapat didekati secara inderawi. Yang terakhir mi oleh Kattsoffdisebut “existence” (eksistensi).33[3]

“Yang-ada” dapat pula dibedakan antara yang umum dan yangkhusus. “Yang-ada” yang bersifat umum dikaji dalam Ontologi,sedangkan “yang-ada” yang bersifat khusus meliputi: Tuhan(Theologi filosofis), Alam Semesta (Kosmologi filosofis) danManusia (Antropologi filosofis).

Filsafat Pendidikan sebenarnya melanjutkan apa yang telahdikaji oleh Antropologi filosofis (filsafat manusia). Jikafilsafat manusia mencari jawab terhadap pertanyaan sentral“apakah hakekat manusia itu’?”, maka filsafat pendidikan mencarijawab terhadap pertanyaan sentral “apakah hakekat pendidikanitu?” ini berarti, jika pengertian tentang hakekat manusia telahdirumuskan secara jelas, maka pengembangan terhadap hakekatmanusia itu memerlukan pendidikan, sehingga pendidikan itudiselenggarakan dalam upaya untuk mengaktualisasikan potensimanusia (peserta didik) ke arah pengembangan yang positif, balksegi jasmaniahnya maupun segi rohaniahnya (kognitif, afektif, dankonatif) atau dalam pandangan yang lain, segi-segi :individualitas, sosialitas, moralitas, maupun religiusitasnyasecara integral. Jadi, seluruh aspek atau segi kemanusiaanmemerlukan upaya pendidikan untuk mengernhangkannya.

Masalah PengetahuanMasalah pengetahuan termasuk masalah kebenaran juga menjadi

salah satu masalah utama filsafat. Apakah hakekat pengetahuanitu? Bagaimana kita (umat manusia) dapat mernperoleh pengetahuan?

32[2] http://www.filsafatislam.blogspot.com/ragam-nilai-filsafat.html

33[3] Louis O. Kattsoff, Pengantar Filscfat. Dialihbahasakan olehSoejono Soemargono. Yogyakarta: Penerbit Tiara Wacana, 1986, hlm.48-50.

Pandangan epistemologis antara lain akan menjawab bahwapengetahuan manusia diperoleh lewat kerjasama antara subyek yangmengetahui dan obyek yang diketahui. Pengetahuan manusia tidakmungkin ada tanpa salah satunya, sehingga pengetahuan manusiaselalu suhyektif-obyektif atau obyektif-subyektif. Disini terjadikernanunggalan antara subyek dan obyek. Subyek dapat mengetahuiobyeknya, karena dalam dirinya memiliki kemampuan-kemampuan,khususnya kemampuan akali dan inderawinya.34[4]

Dalam kenyataan, manusia dapat memperoleh pengetahuan lewatberbagai sumber atau sarana seperti: pengalaman inderawi danpengalaman batin (external sense experience and internal senseexperience); nalar (reason), baik melalui penalaran deduktifmaupun induktif (deductive and inductive reasoning); intuisi (intuition);wahyu (revelation); keyakinan (faith) authority (orang yang ahli dalambidangnya); dan lewat tradisi dan pendapat umum (tradition andcommon-sense).35[5]

Meskipun manusia dengan segala kemampuannya telah dan akanberupaya terus untuk mengetahui obyeknya secara total dan utuh,tetapi dalam kenyataan, manusia tidak mampu untuk merengkuhobyeknya secara total dan utuh. Apa yang diketahui manusia selalusaja ada yang tersisa. Dalam istilah Michael Polanyi (1996), “adasegi tak terungkap dan pengetahuan manusia”. Dengan kata lain,manusia hanya mampu mengetahui yang fenomenal saja, dan tidakmampu menjangkau yang noumenal.36[6] Hal inilah yang memicumunculnya anggapan bahwa pengetahuan manusia itu relatif.Relativitas pengetahuan manusia itu d isebabkan sekurang-kurangnya karena keterbatasan kemampuan manusia sebagai subyekyang rnengetahui, dan juga karena kompleksitas obyek yangdiketahui. Jika pengetahuan manusia itu relatif, apakah kebenaran itu ada?Dengan kata lain, apakah pengetahuan manusia itu benar adanya?Pertanyaan tersebut dapat dijawab dengan berbagai teori kebenaranseperti teori-teori: koherensi, korespondensi, pragmatis danconsensus. Dalam pandangan yang lain, kebenaran itu meliputi:kebenaran epistemologikal, kebenaran ontologikal, dan kehenaransemantikal atau kehenaran moral.

Dalam filsafat pendidikan, masalah pengetahuan antara lainterkait dengan masalah kurikulum, belajar dan metode pembelajaran(teaching-learning process). Karena pengetahuan manusia tidak dapatdilepaskan dengan masalah isi pengetahuan (realitas), maka dalampandangan Ornstein and Levine (1985: 186), masalah realitastercermin “in the subjects, experiences and skills of the curriculum”.

34[4] A.M.W. Pranarka, Epistemologi Dasar. Suatu Pengantar. Jakarta:Centre for Strategic and International Studies, 1987, hlm. 36-38.

35[5] Jacques P. Thiroux, Philosophy Theory and Practice. New York:Macmillan Publishing Company, 1985, hlm. 478.

36[6] Michael Polanyi, Segi Tak Terungkap Ilmu Pengetahuan.Diterjernahkan oleh Mikhael Dua. Jakarta: Penerbit PT GramediaPustaka Utama, 1996, hlm. 96.

Masalah NilaiMasalah Nilai, baik nilai kebaikan (etika), maupun nilai

keindahan (estetika) juga menjadi salah satu bagian utamafilsafat. Apakah nilai itu absolut ataukah relatif? Dalamfilsafat pendidikan, masalab nilai merupakan bagian yang sangatpenting, karena dalam pendidikan, bukan hanya menyangkut transferpengetahuan (transfer of knowledge), melainkan j uga menyangkutpenanaman nilai-nilai (transfer of values).

Dan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa problematikafilsafat pendidikan akan selalu timbul dan ide-ide filosofis,baik yang menyangkut masalah realitas, pengetahuan, maupunmasalah nilai.Berbagai Aliran Filsafat

Sebagaimana kita ketahui ada banyak aliran atau filsuf yangmemiliki konsepsi tentang realitas, pengetahuan dan nilaisebagaimana tercermin dalam bagan berikut: Pandangan dasartentang ketiga hal tersebut akan berpengaruh pada penerapannyadalam bidang pendidikan seperti: siapakah peserta didik itu?Peserta didik itu mau diarahkan ke mana? Jadi, menyangkut tujuanpendidikan itu apa? Apakah ingin mencetak manusia yang rasional,memiliki kompetensi dan menjadi manusia yang berguna ataukahmemiliki tujuan yang lain’? Bekal pengetahuan macam apa saja yangdiharapkan dapat mendukung terwujudnya manusia yang diidealkantersebut. Bagaimana caranya agar peserta didik dapat mengetahuiatau mengenal berbagai hal (real itas). Nilain ilai apa sajakahyang ingin di tanamkan kepada peserta didik? Dan masih banyaklagi.

Beberapa Aliran Filsafat PendidikanDalam filsafat pendidikan kita mengenal beberapa aliran:

perenialisme (berakar pada realisme) esensialisme (berakar padaidealisme dan realisme); progresivisme rekonstruksionisme, danneopragmatisme (berakar pada pragmatisme) dan eksistensialisme.

Dalam tulisan mi hanya neopragmatisme yang akan dijadikancontoh kasus bagaimana ide-ide filosofis itu diterapkan dalambidang pendidikan. Tokoh yang dikenal sehagai pendirineopragmatisme adalah Richard Rorty, seorang murid dan pengagumJohn Dewey.

Pendidikan dan MasyarakatProblematika filsafat pendidikan dapat juga bersumber dan

problema-problema yang muncul dalam bidang pendidikan itusendiri. Misalnya, mengenai makna pendidikan itu sendiri sampaisekarang selalu dipermasalahkan terkait dengan munculnya aliranpemikiran baru seperti aliran-aliran: poststruktualist,postmodernist, postpatriarchal dan post-Marxist.37[7] Juga,terkait dengan perubahan-perubahan yang teijadi di dalammasyarakat.

37[7] Paulston, Rolland G. “Mapping Knowledge Perspectives in Studiesof Educational Change” in Cookson, Peter W. and Schneider Barbara(Eds.), Transforming School. New York & London: Garland Publishing,Inc., 1995, hlm. 137.

Kita tentu sangat sadar bahwa proses pendidikan itu tidakberlangsung di ruang kosong, melainkan berada di tengah-tengahmasyarakat yang selalu berubah cepat, sehingga apa yang terjadidalam masyarakat akan berpengaruh pada bidang pendidikan.Beberapa contoh dapat di kemukakan di sini secara umum, misalnya:

Kurikulum harus selalu disesuaikan dengan perkembanganmasyarakat. Contoh lain, misalnya: apa yang disampaikan olehKomisi Pendidikan UNESCO agar lembaga pendidikan lebihmemfokuskan pada empat pilar pendidikan yang fundamental, yakni“learning to know, learning to do, learning to live together and learning to be”.Bahkan Komisi tersebut merekomendasikan agar learning to livetogether lebih dikedepankan tanpa meninggalkan yang lain, karenaterkait dengan kemajemukan berbagai hal yang terjadi dalammasyarakat.38[8]

Sebaliknya, pelaksanaan pendidikan juga berpengaruh secarasignifikan terhadap kualitas masyarakat di sekitarnya.Keterkaitan antara kedua hal tersebut dapat dilihat pada gambarberikut: Kesimpulan

Problematika filsafat pendidikan dapat muncul dan ide-idefilosofis yang akan berpengaruh pada penerapannya dalam bidangpendidikan. Juga, dapat muncul dan bidang pendidikan itu sendiriyang terkait dengan perubahan yang terjadi dalam masyarakat,tempat proses pendidikan itu berlangsung.

Filsafat Pendidikan Islam

A. Pengertian Filsafat Pendidikan Islam

Filsafat secara harfiah berasal kata Philo berarti cinta, Sophos berarti ilmu atau hikmah, jadi filsafat secara istilah berarti cinta terhadap ilmu atau hikmah. Pengertian dari teori lain menyatakan kata Arab falsafah dari bahasa Yunani, philosophia: philos berarti cinta (loving), Sophia berarti pengetahuan atau hikmah (wisdom), jadi Philosophia berarti cinta kepada kebijaksanaan atau cinta pada kebenaran. Pelaku filsafat berarti filosof, berarti: a lover of wisdom. Orang berfilsafat dapat dikatakan sebagai pelaku aktifitas yang menempatkan pengetahuan atau kebijaksanaan sebagai sasaran utamanya. Ariestoteles (filosof Yunani kuno) mengatakan filsafat memperhatikan seluruh pengetahuan, kadang-kadang disamakan dengan pengetahuan tentang wujud (ontologi). Adapun pengertian filsafat mengalami perkembangan sesuai era yang berkembang pula. Pada abad modern (Herbert) filsafat berarti suatu pekerjaan yang timbul dari pemikiran. Terbagi atas 3 bagian: logika, metafisika dan estetika(termasuk di dalamnya etika).

Pendidikan secara harfiah berasal kata didik, yang mendapat awalan pen akhiran an. berarti perbuatan (hal, cara dan

38[8] Delors, Jacques (et. al.) Learning: The Treasure Within. Reportto UNESCO of the International Commission on Education for Twenty first CenturyFrance: UNESCO Publishing, 1998, hlm. 17-18

sebagainya) mendidik. Kata lain ditemukan peng(ajar)an berarti cara (perbuatan dan sebagainya) mengajar atau mengejarkan. Kata lain yang serumpun adalah mengajar berarti memberi pengetahuan atau pelajaran. Kata pendidikan berarti education (inggris), katapengajaran berarti teaching (inggris). Pengertian dalam bahasa Arab kata pendidikan (Tarbiyah) – pengajaran (Ta’lim) yang berasal dari ‘allama dan rabba. Dalam hal ini kata tarbiyyah lebih luas konotasinya yang berarti memelihara, membesarkan, medidik sekaligus bermakna mengajar (‘allama). Terdapat pula katata’dib yang ada hubungannya dengan kata adab yang berarti susunan.

Dari segi bahasa Arab kata Islam dari salima (kemudian menjadi aslama), kata Islam berasal dari isim masdar (infinitif) yang berarti berserah diri, selamat sentosa atau memelihara diri dalamkeadaan selamat. Yakni dengan sikap seseorang untuk taat, patuh, tunduk dengan ikhlas dan berserah diri kepada Allah SWT; sebagaimana seseorang bias disebut Muslim. Selanjutnya Allah SWT memakai kata Islam sebagai nama salah satu agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan-Nya kepada manusia melalui Muhammad SAW (sebagai Rasul-Nya). Sebagai agama Islam diakui memiliki ajaran yang komprehensif (al-Qur’an) dibandingkan dengan agama-agama lain yang pernah diturunkan Tuhan sebelumnya.

Setelah dijelaskan satu persatu yang tersebut di atas, diyakini belum dijelaskan secara lebih khusus mengenai apa itu filsafat pendidikan Islam?

Pendapat para ahli yang mencoba merumuskan pengertian filsafat pendidikan Islam, Muzayyin Arifin mengatakan pada hakikatnya adalah konsep berpikir tentang kependidikan yang bersumberkan atau berlandaskan pada ajaran-ajaran agama Islam tentang hakekat kemampuan manusia untuk dapat dibina dan dikembangkan serta dibimbing menjadi manusia (Muslim) yang seluruh pribadinya dijiwai oleh ajaran Islam. Secara sistematikanya menyangkut subyek-obyek pendidikan, kurikulum, metode, lingkungan, guru dan sebagainya. Mengenai dasar-dasar filsafat yang meliputi pemikiranradikal dan universal menurut Ahmad D Marimba mengatakan bahwa filsafat pendidikan Islam bukanlah filsafat pendidikan tanpa batas. Adapun komentar mengenai radikal dan universal bukan berarti tanpa batas, tidak ada di dunia ini yang disebut tanpa batas, dan bukankah dengan menyatakan sesuatu itu tanpa batas, kita telah membatasi sesuatu itu. Dalam artian, apabila seorang Islam yang telah meyakini isi keimanannya, akan mengetahui di mana batas-batas pikiran (akal) dapat dipergunakan.

Dari uraian di atas kiranya dapat kita ketahui bahwa filsafat pendidikan Islam merupakan suatu kajian secara filosofis mengenaiberbagai masalah yang terdapat dalam kegiatan pendidikan yang didasarkan pada al-Qur’an dan al-Hadits sebagai sumber primer, serta pendapat para ahli (khususnya para filosof Muslim) sebagai sumber skunder.

B. Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan Islam

Secara spesifik ruang lingkup yang mengindikasikan bahwa filsafatpendidikan Islam adalah sebagai sebuah disiplin ilmu. Pendapat Muzayyin Arifin yang berkenaan dengan hal ini menyatakan bahwa mempelajari filsafat pendidikan Islam berarti memasuki arena pemikiran yang serba mendasar, sistematik, terpadu, logis dan menyeluruh (universal) tentang pendidikan, yang tidak hanya dilatar belakangi oleh pengetahuan agama Islam saja, juga berdasarkan mempelajari ilmu-ilmu lain yang relevan. Konsep-konsep tersebut mulai dari perumusan tujuan pendidikan, kurikulum, guru, metode, lingkungan dan seterusnya.

C. Kegunaan Filsafat Pendidikan Islam

Semestinya, bahwa setiap ilmu mempunyai kegunaan, menurut Omar Mohammad al-Toumy al-Syaibani misalnya mengemukakan tiga manfaat dari mempelajari filsafat pendidikan Islam, antaralain:

(1) Filsafat pendidikan itu dapat menolong para perancang pendidikan dan yang melaksanakannya dalam suatu negara untuk membentuk pemikiran sehat terhadap proses pendidikan;(2) Filsafat pendidikan dapat menjadi asas yang terbaik untuk penilaian pendidikan dalam arti menyeluruh; dan,(3) Filsafat pendidikan Islam akan menolong dalam memberikan pendalaman pikiran bagi factor-faktor spiritual, kebudayaan, social, ekonomi dan politik di negara kita.

Selain kegunaan yang tersebut di atas filsafat pendidikan Islam juga sebagai proses kritik-kritik tentang metode –metode yang digunakan dalam proses pendidikan Islam, sekaligus memberikan arahan mendasar tentang bagaimana metode tersebut harus didayagunakan atau diciptakan agar efektif untuk mencapai tujuan.Lebih lanjut Muzayyin Arifin menyimpulkan bahwa filsafat pendidikan Islam harus bertugas dalam 3 dimensi, yakni:

(1) Memberikan landasan dan sekaligus mengarahkan kepada proses pelaksanaan pendidikan yang berdasarkan ajaran Islam;(2) Melakukan kritik dan koreksi terhadap proses pelaksanaan tersebut; dan,(3) Melakukan evaluasi terhadap metode dari proses pendidikan tersebut.

D. Metode Pengembangan Filsafat Pendidikan Islam

Prihal yang menyangkut metode pengembangan filsafat pendidikan Islam yang berhubungan erat dengan akselerasi penunjuk operasional dan teknis mengembangkan ilmu, yang semestinya didukung dengan penguasaan metode baik secara teoritis maupun praktis untuk tampil sebagai mujtahid atau pemikir dan keilmuan. Asumsi yang terbangun bahwasannya karya Omar Mohammad al-Toumy al-Syaibani (Falsafah Pendidikan Islam) yang tidak membahas metode tersebut. Apalagi mencukupkan sumber analisa hanya pada Plato dan Aritoteles-isme, padahal sefaham dengan para filosof

Muslim (al-Kindi, al-Farabi, Ibn Sina, Ibn Rusyd dan yang sealiran dengannya). Kuat kemungkinannya ia terperangkap oleh missi dan strategi Barat yang mensupremasi dalam segala bidang.

Tentang metode pengembangan filsafat pendidikan Islam paling tidak bersumber pada 4 hal, yakni:(1) Bahan tertulis (tekstual) al-Qur’an, al-Hadits dan pendapat pendahulu yang baik “salafus saleh”– bahan empiris, yakni dalam praktek kependidikan (kontekstual);(2) Metode pencarian bahan; khusus untuk bahan dari al-Qur’an danal-Hadits bisa melalui “Mu’jam al-Mufahros li Alfazh al-Karim” karya Muhammad Fuad Abd al-Baqi atau “Mu’jam al-Mufahros li Alfazh al-Hadits” karya Weinsink, dan bahan teoritis kepustakaan serta bahan teoritis lapangan;(3) Metode pembahasan (penyajian); bisa dengan cara berpikir yangmenganalisa fakta-fakta yang bersifat khusus terlebihdahulu selanjutnya dipakai untuk bahan penarikan kesimpulan yang bersifat umum (induktif); atau cara berpikir dengan menggunakan premis-premis dari fakta yang bersifat umum menuju ke arah yang bersifat khusus (deduksi); dan(4) Pendekatan (approach); pendekatan sangat diperlukan dalam sebuah analisa, yang bisa dikategorikan sebagai cara pandang (paradigm) yang akan digunakan untuk menjelaskan suatu fenomena.

Adapun yang dikembangkan dan dikaji masalah filsafat pendidikan Islam, maka pendekatan yang harus digunakan adalah perpaduan dariketiga disiplin ilmu tersebut, yaitu: filsafat, ilmu pendidikan dan ilmu ke islam an. sebagaimana uraian terdahulu, yakni sebuah kajian tentang pendidikan yang radikal, logis, sistematis dan universal. Namun cirri-ciri dari berfikir filosofis ini dibatasi dengan ketentuan ajaran Islam.