Artikel pemilu di Indonesia

13
1 Menuju Negara yang Demokratis dengan PEMILU Oleh Zumatul Amilin Abstrak Indonesia merupakan negara demokrasi. Hal ini dapat diketahui dari adanya pemilu. Ini merupakan suatu wujud untuk dapat memberikan kesempatan rakyatnya untuk memegang pemerintahan atau kekuasaan tertinggi dalam suatu organisasi khususnya organisasi kenegaraan. Banyak negara di dunia yang berupaya keras membentuk negaranya menjadi negara demokrasi. Segala upaya dilakukan agar kehidupan demokrasi dapat tercipta di negaranya. Prinsip-prinsip demokrasi pun diterapkan semaksimal mungkin. Demikian halnya dengan bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia pun berupaya keras menciptakan kehidupan demokratis. Prinsip- prinsip demokrasi yang diterapkan bangsa Indonesia tetap disesuaikan dengan ideologi bangsa. Menurut Juwono Sudarsono, Indonesia merupakan “negara demokrasi terbesar ketiga”, setelah India dan Amerika Serikat. Setidaknya hal ini dibuktikan dari hasil Bali Democracy Forum yang diselenggarakan 9-10 Desember 2010 lalu. Namun banyak pula penyelewengan-penyelewengan yang terjadi dalam pemilu Indonesia seperti contoh money politics, intimidasi, pendahuluan start kampanye, kampanye negatif, manipulasi data dan lain-lain. Kata Kunci : Pemilu, Demokrasi, Penyelewengan Pemilu, Indonesia. PENDAHULUAN Pemilu (Pemilihan Umum) adalah sarana pelaksanaan asas kedaulatan rakyat dalam Negara republik Indonesia. Pemilu yang dilaksanakan berdasarkan Demokrasi Pancasila dengan mengadakan pemungutan suara secara langsung, umum, bebas dan rahasia, adalah untuk memilih anggota DPR (DPRD Tingkat I, Tingkat II maupun DPR Pusat), dan juga untuk mengisi Keanggotaan MPR 1 . Warga Negara RI bekas anggota organisasi terlarang PKI, termasuk organisasi massanya atau yang terlibat langsung atau tidak langsung dalam G 30 S/PKI atau organisasi terlarang lainnya, tidak diberikan hak untuk memilih dan dipilih, kecuali apabila Pemerintah mempertimbangkan penggunaan hak memilih, yang ketentuannya diatur lebih lanjut oleh Peraturan Pemerintah. Perencanaan, 1 Prakoso, Djoko. 1987. Tidak Pidana PEMILU. Jakarta : Rajawali.

Transcript of Artikel pemilu di Indonesia

1

Menuju Negara yang Demokratis dengan PEMILU

Oleh Zumatul Amilin

Abstrak

Indonesia merupakan negara demokrasi. Hal ini dapat diketahui dari adanya

pemilu. Ini merupakan suatu wujud untuk dapat memberikan kesempatan rakyatnya

untuk memegang pemerintahan atau kekuasaan tertinggi dalam suatu organisasi

khususnya organisasi kenegaraan. Banyak negara di dunia yang berupaya keras

membentuk negaranya menjadi negara demokrasi. Segala upaya dilakukan agar

kehidupan demokrasi dapat tercipta di negaranya. Prinsip-prinsip demokrasi pun

diterapkan semaksimal mungkin. Demikian halnya dengan bangsa Indonesia.

Bangsa Indonesia pun berupaya keras menciptakan kehidupan demokratis. Prinsip-

prinsip demokrasi yang diterapkan bangsa Indonesia tetap disesuaikan dengan

ideologi bangsa. Menurut Juwono Sudarsono, Indonesia merupakan “negara

demokrasi terbesar ketiga”, setelah India dan Amerika Serikat. Setidaknya hal ini

dibuktikan dari hasil Bali Democracy Forum yang diselenggarakan 9-10 Desember

2010 lalu. Namun banyak pula penyelewengan-penyelewengan yang terjadi dalam

pemilu Indonesia seperti contoh money politics, intimidasi, pendahuluan start

kampanye, kampanye negatif, manipulasi data dan lain-lain.

Kata Kunci : Pemilu, Demokrasi, Penyelewengan Pemilu, Indonesia.

PENDAHULUAN

Pemilu (Pemilihan Umum) adalah sarana pelaksanaan asas kedaulatan

rakyat dalam Negara republik Indonesia. Pemilu yang dilaksanakan berdasarkan

Demokrasi Pancasila dengan mengadakan pemungutan suara secara langsung,

umum, bebas dan rahasia, adalah untuk memilih anggota DPR (DPRD Tingkat I,

Tingkat II maupun DPR Pusat), dan juga untuk mengisi Keanggotaan MPR1.

Warga Negara RI bekas anggota organisasi terlarang PKI, termasuk

organisasi massanya atau yang terlibat langsung atau tidak langsung dalam G 30

S/PKI atau organisasi terlarang lainnya, tidak diberikan hak untuk memilih dan

dipilih, kecuali apabila Pemerintah mempertimbangkan penggunaan hak memilih,

yang ketentuannya diatur lebih lanjut oleh Peraturan Pemerintah. Perencanaan,

1Prakoso, Djoko. 1987. Tidak Pidana PEMILU. Jakarta : Rajawali.

2

penyelenggaraan dan pelaksanaan pemilu didasarkan atas asas-asas demokrasi yang

dijiwai semangat Pancasila/UUD 1945.

Pemilu merupakan salah satu usaha untuk memengaruhi rakyat secara

persuasif (tidak memaksa) dengan melakukan kegiatan retorika, public relations,

komunikasi massa, lobby dan lain-lain kegiatan. Meskipun agitasi dan propaganda

di Negara demokrasi sangat dikecam, namun dalam kampanye pemilihan umum,

teknik agitasi dan teknik propaganda banyak juga dipakaioleh para kandidat atau

politikus selalu komunikator politik.

Dalam Pemilu, para pemilih dalam Pemilu juga disebut konstituen, dan

kepada merekalah para peserta Pemilu menawarkan janji-janji dan program-

programnya pada masa kampanye. Kampanye dilakukan selama waktu yang telah

ditentukan, menjelang hari pemungutan suara.

Setelah pemungutan suara dilakukan, proses penghitungan dimulai.

Pemenang Pemilu ditentukan oleh aturan main atau sistem penentuan pemenang

yang sebelumnya telah ditetapkan dan disetujui oleh para peserta, dan

disosialisasikan ke para pemilih.

Pemilu langsung merupakan salah satu jalan terbaik dan dinilai paling

bijaksana untuk memilih perwakilan dalam sistem pemerintahan. Itu semua

berdasarkan dalam Pancasila sila ke 4 yang menjelaskan bahwa untuk ikut serta

dalam system pemerintahan maka kita harus menunjuk perwakilan. Perwakilan

tersebut dapat dipilih melalui Pemilu baik pemilihan Presiden maupun Kepala

Daerah masing – masing secara langsung dan sesuai hati nurani masing – masing

dengan harapan orang yang terpilih dapat menjadi wakil dalam system

pemerintahan untuk memperjuangkan aspirasi rakyat.

Dalam pelaksanaannya, Pemilu dilaksanakan dan diawasi oleh Komisi

Pemilihan Umum (KPU). KPU menjadi lembaga independent yang bertugas untuk

mengatur, mengawasi dan melaksanaan pemilu ini agar dapat terlaksana dengan

demokratis. Mulai dari seleksi bakal calon, persiapan kertas suara, hingga

pelaksanaan pemilu ini. Dalam pelaksanaan pemilu di lapangan banyak sekali

ditemukan penyelewengan – penyelewengan. Kecurangan ini dilakukan oleh para

3

bakal calon seperti money politics, intimidasi, pendahuluan start kampanye,

kampanye negatif, manipulasi data dan lain-lain.

TUJUAN

Adapun tujuan artikel ini dibuat adalah untuk mengetahui pelaksanaan

pemilu terutama di Indonesia sebagai negara demokrasi.

METODE

Instrumen

Instrumen yang digunakan dalam artikel ini adalah mengumpulkan

informasi-informasi tentang pemilu yang ada di indonesia baik dari media cetak,

media elektronik, media sosial dan lain-lain.

Metode Studi Pustaka

Metode ini dilakukan dengan mencari referensi pada literatur buku dan situs

internet yang berhubungan dengan artikel ini sehingga dapat digunakan sebagai

dasar teori artikel.

PEMBAHASAN

Pemilihan Umum (Pemilu) adalah proses pemilihan orang-orang untuk

mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan tersebut beraneka-ragam,

mulai dari presiden, wakil rakyat di berbagai tingkat pemerintahan, sampai kepala

desa. Dalam Pemilu, para pemilih dalam Pemilu juga disebut konstituen, dan

kepada merekalah para peserta Pemilu menawarkan janji-janji dan program-

programnya pada masa kampanye. Kampanye dilakukan selama waktu yang telah

ditentukan, menjelang hari pemungutan suara. Setelah pemungutan

suara dilakukan, proses penghitungan dimulai. Pemenang Pemilu ditentukan oleh

aturan main atau sistem penentuan pemenang yang sebelumnya telah ditetapkan

dan disetujui oleh para peserta, dan disosialisasikan ke para pemilih2.

2 http://jefrihutagalung.wordpress.com/2014/04/08/sejarah-pemilihan-umum-di-

indonesia-hingga-pemilu-2014-indonesia-election-2014/ (diakses tanggal 15

November 2014 pukul 19:41)

4

Pemilihan umum mempunyai tiga fungsi utama, yaitu sebagai:

Sarana memilih pejabat publik (pembentukan pemerintahan),

Sarana pertanggungjawaban pejabat publik, dan

Sarana pendidikan politik rakyat.

Menurut Austin Ranney, pemilu dikatakan demokratis apabila memenuhi

kriteria sebgai berikut:

Penyelenggaraan secara periodik (regular election),

Pilihan yang bermakna (meaningful choices),

Kebebasan untuk mengusulkan calon (freedom to put forth candidate),

Hak pilih umum bagi kaum dewasa (universal adult suffrage),

Kesetaraan bobot suara (equal weighting votes),

Kebebasan untuk memilih (free registration oh choice),

Kejujuran dalam perhitungan suara dan pelaporan hasil (accurate counting of

choices and reporting of results).

Pemilihan umum dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:

Cara langsung, dimana rakyat secara langasung memilih wakil-wakilnya yang

akan duduk di badan-badan perwakilan rakyat. Contohnya, pemilu di Indonesia

untuk memilih anggota DPRD, DPR, dan Presiden.

Cara bertingkat, di mana rakyat terlebih dahulu memilih wakilnya (senat), lantas

wakil rakyat itulah yang memilih wakil rakyat yang akan duduk di badan-badan

perwakilan rakyat.

Dalam suatu pemilu, setidaknya ada tiga sistem utama yang sering berlaku,

yaitu:

Sistem Distrik: Sistem distrik merupakan sistem yang paling tua. Sistem ini

didasarkan kepada kesatuan geografis. Dalam sistem distrik satu kesatuan

geografis mempunyai satu wakil di parlemen. Sistem ini sering dipakai di negara

yang menganut sistem dwipartai, seperti Inggris dan Amerika.

Sistem perwakilan proporsional: Dalam sistem perwakilan proporsional,

jumlah kursi di DPR dibagi kepada tiap-tiap partai politik, sesuai dengan

perolehan jumlah suara dalam pemilihan umum. khusus di daerah pemilihan.

Untuk keperluan itu, maka ditentukan suatu pertimbangan, misalnya 1 orang

wakil di DPR mewakili 500 ribu penduduk.

5

Sistem campuran: Sistem ini merupakan campuran antara sistem distrik dengan

proporsional. Sistem ini membagi wilayah negara ke dalam beberapa daerah

pemilihan. Sisa suara pemilih tidak hilang, melainkan diperhitungkan dengan

jumlah kursi yang belum dibagi. Sistem ini diterapkan di Indonesia sejak pemilu

tahun 1977 dalam memilih anggota DPR dan DPRD. Sistem ini disebut juga

proporsional berdasarkan stelsel daftar.

Pemilihan Umum Indonesia 1955 adalah pemilihan umum pertama di

Indonesia dan diadakan pada tahun 1955. Pemilu ini sering dikatakan sebagai

pemilu Indonesia yang paling demokratis. Pemilu tahun 1955 ini dilaksanakan saat

keamanan negara masih kurang kondusif; beberapa daerah dirundung kekacauan

oleh DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia) khususnya pimpinan

Kartosuwiryo. Dalam keadaan seperti ini, anggota angkatan bersenjata dan polisi

juga memilih. Mereka yang bertugas di daerah rawan digilir datang ke tempat

pemilihan. Pemilu akhirnya pun berlangsung aman.

Pemilu ini bertujuan untuk memilih anggota-anggota DPR dan

Konstituante. Jumlah kursi DPR yang diperebutkan berjumlah 260, sedangkan kursi

Konstituante berjumlah 520 (dua kali lipat kursi DPR) ditambah 14 wakil golongan

minoritas yang diangkat pemerintah.

Pemilu berikutnya diselenggarakan pada tahun 1971, tepatnya pada

tanggal 5 Juli 1971. Pemilu ini adalah Pemilu pertama setelah orde baru, dan

diikuti oleh 10 partai politik. Lima besar dalam Pemilu ini adalah Golongan Karya,

Nahdlatul Ulama, Parmusi, Partai Nasional Indonesia, dan Partai Syarikat Islam

Indonesia.

Pada tahun 1975, melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1975 tentang

Partai Politik dan Golkar, diadakanlah fusi (penggabungan) partai-partai politik,

menjadi hanya dua partai politik (yaitu Partai Persatuan Pembangunan dan Partai

Demokrasi Indonesia) dan satu Golongan Karya.

Pemilu-Pemilu berikutnya dilangsungkan pada tahun 1977, 1982, 1987,

1992, dan 1997. Pemilu-Pemilu ini diselenggarakan dibawah pemerintahan

Presiden Soeharto. Pemilu-Pemilu ini seringkali disebut dengan Pemilu Orde Baru.

Sesuai peraturan Fusi Partai Politik tahun 1975, Pemilu-Pemilu tersebut hanya

6

diikuti dua partai politik dan satu Golongan Karya. Pemilu-Pemilu tersebut

kesemuanya dimenangkan oleh Golongan Karya.

Pemilu berikutnya, sekaligus Pemilu pertama setelah runtuhnya orde baru,

yaitu Pemilu 1999 dilangsungkan pada tahun 1999 (tepatnya pada tanggal 7 Juni

1999) di bawah pemerintahan Presiden BJ Habibie dan diikuti oleh 48 partai politik.

Lima besar Pemilu 1999 adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai

Golkar, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai

Amanat Nasional.

Walaupun Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan meraih suara terbanyak

(dengan perolehan suara sekitar 35 persen), yang diangkat menjadi presiden

bukanlah calon dari partai itu, yaitu Megawati Soekarnoputri, melainkan dari Partai

Kebangkitan Bangsa, yaitu Abdurrahman Wahid (Pada saat itu, Megawati hanya

menjadi calon presiden). Hal ini dimungkinkan untuk terjadi karena Pemilu 1999

hanya bertujuan untuk memilih anggota MPR, DPR, dan DPRD, sementara

pemilihan presiden dan wakilnya dilakukan oleh anggota MPR.

Pemilihan Umum Indonesia 2004 adalah pemilu pertama yang

memungkinkan rakyat untuk memilih presiden secara langsung, dan cara

pemilihannya benar-benar berbeda dari Pemilu sebelumnya. Pada pemilu ini, rakyat

dapat memilih langsung presiden dan wakil presiden (sebelumnya presiden dan

wakil presiden dipilih oleh MPR yang anggota-anggotanya dipilih melalui

Presiden). Selain itu, pada Pemilu ini pemilihan presiden dan wakil presiden tidak

dilakukan secara terpisah (seperti Pemilu 1999) — pada pemilu ini, yang dipilih

adalah pasangan calon (pasangan calon presiden dan wakil presiden), bukan calon

presiden dan calon wakil presiden secara terpisah.

Pahun 2009 merupakan tahun Pemilihan Umum (pemilu) untuk Indonesia.

Pada tanggal 9 April, lebih dari 100 juta pemilih telah memberikan suara mereka

dalam pemilihan legislatif untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat

(DPR). Pada tanggal 8 Juli, masyarakat Indonesia sekali lagi akan memberikan

suara mereka untuk memilih presiden dan wakil presiden dalam pemilihan langsung

kedua sejak Indonesia bergerak menuju demokrasi di tahun 1998. Jika tidak ada

7

calon yang mendapatkan lebih dari 50 persen suara, maka pemilihan babak kedua

akan diadakan pada tanggal 8 September.

Hasil pemilihan anggota DPR pada tanggal 9 April tidak banyak

memberikan kejutan. Mayoritas masyarakat Indonesia sekali lagi menunjukkan

bahwa mereka lebih memilih partai nasional dibandingkan partai keagamaan. Tiga

partai yang mendapatkan jumlah suara terbanyak bukan merupakan partai

keagamaan dan mereka adalah Partai Demokrat (PD) dengan 20,8 persen perolehan

suara, Golkar dengan 14,45 persen perolehan suara, dan Partai Demokrasi

Indonesia Perjuangan (PDIP) dengan 14,03 persen perolehan suara. Empat partai

Islam – Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional, Partai Persatuan

Pembangunan (PPP), dan Partai Kebangkitan Nasional (PKB) masing-masing

hanya memperoleh 7,88 persen; 6,01 persen; 5,32 persen; dan 4,94 persen suara.

Dua partai lainnya (Gerindra dan Hanura), yang juga bukan merupakan partai

agama, memperoleh 4,46 persen dan 3,77 persen suara.

Pemilu tanggal 9 April juga mengurangi jumlah partai yang duduk di DPR.

Hanya sembilan partai yang disebutkan di atas yang mendapatkan kursi di DPR.

Sementara 29 partai lainnya gagal mencapai ketentuan minimum perolehan suara

pemilu sebesar 2,5 persen dan tidak mendapatkan kursi di DPR. Hal ini diharapkan

mengurangi jumlah partai politik yang akan bersaing untuk pemilu tahun 2014.

Namun dalam hal kualitas pengelolaan pemilu, pemilu 2009 disebut sebut sebagai

pemilu yang terburuk selama sejarah Indonesia3.

Pelaksanaan pemilu legislatif tingkat nasional dan daerah dijadwalkan pada

tanggal 9 April 2014. Pemilu presiden dijadwalkan untuk dilaksanakan pada bulan

Juli 2014, dan, jika ronde kedua harus dilaksanakan, hal tersebut akan diadakan

pada bulan September 2014. Pemilu presiden dan legislatif dilaksanakan tiap lima

tahun, namun pemilihan kepala eksekutif tingkat sub-nasional/daerah (Pemilihan

Kepala Daerah atau Pemilukada) dilaksanakan secara terputus di berbagai bagian

Indonesia setiap waktu. Di Indonesia, akan selalu ada Pemilukada yang

berlangsung.

3 http://vivinnagi.blogspot.com/p/sejarah-pemilu.html (diakses tanggal 15 November

2014 pukul 19:41)

8

Dalam hal jumlah elektorat, pemilihan umum nasional di Indonesia adalah

pemilu-satu-hari kedua terbesar di dunia – nomor dua setelah Amerika Serikat.

Menurut sensus nasional April 2010, total populasi Indonesia saat ini adalah 237,56

juta jiwa. Batas umur minimal sebagai pemilih adalah 17 tahun (pada hari

pemilihan) atau usia berapapun asalkan telah/pernah menikah. Daftar pemilih

Pemilu 2014 saat ini sedang dipersiapkan. Daftar Pemilih Sementara (DPS) yang

telah disusun berisi 187.977.268 pemilih. Jumlah pasti pemilih yang terdaftar akan

ditentukan saat Daftar Pemilih Tetap (DPT) ditetapkan di tingkat nasional pada

tanggal 23 Oktober 2013. Dalam Pemilu 2009, terdapat 171 juta pemilih terdaftar

namun hanya 122 juta pemilih yang menggunakan hak pilihnya – menunjukkan

tingkat partisipasi pemilih sebesar 71 persen – sebuah penurunan drastis dari tingkat

partisipasi 93 persen pada Pemilu 1999 dan 84 persen pada Pemilu 2004. Kendati

demikian, penurunan tingkat partisipasi bukanlah hal yang aneh bagi sebuah

demokrasi yang baru berdiri.

Meskipun Indonesia sudah melakukan pemilu dari tahun 1955, kasus-kasus

politik mengenai pemilu pun masih ada juga seperti contoh aksi kekerasan politik

atau teror politik yang ditandai dengan penembakan terhadap warga masyarakat

masih sering terjadi di Provinsi Aceh. Peristiwa terakhir terjadi pada 31 Maret 2014

sekitar pukul 21.00 WIB terjadi penembakan terhadap mobil milik salah satu

pengurus partai lokal di Aceh yang berisi anak-anak dan perempuan di daerah

bernama Simpang Kuburan China, Bireuen yang menyebabkan tiga orang

meregang nyawa.

Teror politik lainnya di Aceh yang menggunakan senjata api terjadi tanggal

15 Maret 2014, dimana kantor salah satu partai lokal di Desa Guhang, Kecamatan

Blangpidie, Kabupaten Aceh Barat Daya ditembak (OTK) sebanyak 3 kali.

Sedangkan sebelumnya pada 11 Maret 2014 malam hari, kantor salah satu partai

lokal Aceh di Kecamatan Lueng Bata, Banda Aceh dilempari granat tangan oleh

OTK, sedangkan di di Kampung Jawa Baru, Kota Lhokseumawe, rumah salah

seorang kepala desa yang diangkat oleh partai lokal setempat dilempar bom

molotov oleh OTK pada 13 Maret 2014.

9

Tingkat level teror politik yang lebih rendah juga terjadi di Aceh dalam

bentuk perusakan kantor dan alat peraga kampanye yang terjadi di beberapa

kabupaten atau kota antara lain, Kabupaten Meulaboh di Aceh Barat, Kota Langsa,

Tapaktuan dan Kluet Timur di Kabupaten Aceh Selatan, serta Kabupaten Aceh

Utara terjadi di dua kecamatan yaitu Nibong dan Cot Girek. (Irfani Nurmaliah,

peneliti muda di Forum Dialog Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia (Fordial-

LSISI), Jakarta)

Sementara itu, dugaan pelanggararan yang dapat dipantau di saat kampanye

terbuka (16 Maret 2014-5 April 2014):

1. Jika peserta pemilu baik itu partai politik atau pun caleg membagi-bagikan uang

kepada masyarakat yang ikut berkampanye, hal ini adalah dugaan pelanggaran

pidana. Misalnya, Caleg atau partai pada saat berkampanye membagikan uang

kepada orang yang datang di lokasi kampanye.

2. Jika para peserta pemilu baik itu partai politik atau pun caleg, membagi-bagikan

barang dalam bentuk apa pun. Misalnya, sembako, dll, maka perbuatan ini

masuk dalam dugaan pelanggaran pidana.

3. Jika para peserta pemilu, baik partai politik atau pun caleg, berkampanye dengan

menghina seseorang atau golongan, agama, suku ras, dan/atau peserta pemilu

lainnnya. Misalnya, jangan pilih caleg yang keturunan Tionghoa dll, hal ini

adalah dugaan pelanggaran pidana.

4. Jika ada partai atau caleg, yang menghasut warga, atau mengadu domba

masyarakat. Maka ini masuk ke dalam dugaan pelanggaran pidana, Misalnya:

Menghasut warga untuk membenci atau menyerang kelompok pendukung partai

tertentu.

5. Jika partai politik dan caleg mengganggu ketertiban umum. Misalnya, membuat

panggung di tengah jalan dan membuat kemacetan, pendukung yang konvoi dan

ugal-ugalan di jalan, hal ini masuk ke dugaan pelanggaran pidana.

6. Jika partai politik dan peserta pemilu mengancam atau melakukan kekerasan

terhadap seseorang, atau sekelompok orang, atau peserta pemilu lain. Hal ini

masuk ke dalam dugaan pelanggaran pidana. Misalnya, Kelompok Partai

Kuning mengancam Partai Biru jika masih berkampanye ditempat tertentu dll.

10

7. Jika partai politik atau caleg merusak atau menghilangkan alat peraga kampanye

peserta pemilu lain. Misalnya, bendera partai Merah dirusak oleh kelompok

pendukung partai Putih. Hal ini masuk ke dalam dugaan pelanggaran pidana.

8. Jika partai politik atau caleg, menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah,

dan tempat pendidikan. Misalnya, ada partai atau caleg yang memakai mobil

dinas dalam berkampanye, kemudian menggunakan gedung pemerintah untuk

berkampanye. Kemudian jika partai atau caleg berkampanye di dalam masjid,

gereja dll. Kemudian partai atau caleg yang berkampanye di dalam sekolah,

kampus dll. Hal ini masuk ke dalam dugaan pelanggaran pidana.

9. Membawa atau menggunakan tanda gambar dan/atau atribut selain dari tanda

gambar dan/atau atribut peserta pemilu yang bersangkutan.

Misalnya, kampanye Partai Hijau, pendukung atau peserta kampanyenya

membawa bendera Partai Merah, atau membawa bendera Grup Band Slank. Hal

ini masuk ke dalam dugaan pelanggaran pidana4.

Anggota DPR dari Partai Golkar Nurdiman Munir mengungkapkan

tindakan penyelewengan Pemilu legislatif 2014 dilakukan secara masif, sistematis

dan terstruktur oleh oknum penyelenggara Pemilu.

"Kenapa Bawaslu dan pihak yang bertanggung jawab mengawasi Pemilu

membiarkan kasus penyelewengan ini," ujarnya saat Rapat Paripurna di Gedung

Nusantara II, Senin, (12/5).

Menurutnya, apabila kejadian ini berlangsung seperti yang kita lihat maka

anggota DPR yang akan datang tidak akan di pandang orang karena mereka

menduduki kursi haram, dengan cara kotor dan melanggar aturan, bahkan

melakukan tindak pidana pemilu serta korupsi.

"Perlu ditekankan tindak pidana Pemilu bukan delik aduan tanpa adanya

pelaporanpun Bawaslu dan pihak berwenang punya kewajiban melaksanakan

tindakan terhadap penyelewengan tersebut," katanya.

4http://www.matamassa.org diakses tanggal 20 November 2014 pukul 22:55

11

Dia menambahkan, perlu segera ditangani secara serius. Karena itu, Komisi

II perlu mengawasi dan menanyakan langsung terkait penyelenggaraan Pemilu ini.

Begitu juga Komisi III akan melihat dari sisi hukumnya.

Sementara Anggota DPR Parlindungan Hutabarat (Fraksi Demokrat)

mendesak para pimpinan Dewan untuk segera memanggil Bawaslu, KPU termasuk

Polri terkait penyelewengan Pemilu. "Bahkan kalau perlu segera dibikin Pansus

terhadap penyelewengan ini," tegasnya.

Menurutnya, banyak oknum penyelenggara Pemilu tidak segan meminta

langsung kepada para Caleg terkait pembelian suara ini. "Berdasarkan pengamatan

dilapangan Bawaslu isinya orang-orang yang tidak bermoral, begitu juga KPU,

penyelewengan ini dilakukan sistemik terstruktur dan masif," ujarnya dengan nada

tinggi5.

Dari berbagai macam permasalahan mengenai pemilu tentunya

permasalahan-permasalahan ini perlu ditanggulangi sejak dini, dimana perlu

pemberian pemahaman yang kuat kepada masyarakat, mengingat ini merupakan

hajatan milik rakyat. Pemahaman kuat yang perlu dibangun, yakni pemahaman

pentingnya pemilu dan tanggung jawab pelaksanaan pemilu harus dipegang teguh

oleh setiap individu, sehingga hal ini dapat mengurangi adanya golput ataupun

keributan lain antar pendukung parpol. Pemahaman lain yakni pemahaman dari

aspek keagamaan, hal ini berperan untuk menghindari adanya kecurangan atau

bahkan mencegah masyarakat untuk memilih calon yang diketahui berbuat curang

dalam pemilu. Pemahaman-pemahaman tersebut tentu tidak dapat dilakukan tanpa

adanya dorongan dari pemerintah dan kerjasama berbagai pihak, baik LSM atau

lembaga adat di tiap-tiap daerah untuk saling mengingatkan satu sama lainnya.

5http://www.dpr.go.id diakses tanggal 20 November 2014 pukul 23:12

12

KESIMPULAN

Dari pembahasan di atas didapatkan kesimpulan yang mengarah pada tujuan

artikel yaitu untuk mengetahui pelaksanaan pemilu terutama di Indonesia sebagai

negara demokrasi.

1. Pemilihan Umum Indonesia 1955 adalah pemilihan umum pertama di Indonesia

dan diadakan pada tahun 1955. Pemilu ini sering dikatakan sebagai pemilu

Indonesia yang paling demokratis. Pemilu berikutnya diselenggarakan pada

tahun 1971, tepatnya pada tanggal 5 Juli 1971. Pemilu ini adalah Pemilu pertama

setelah orde baru, dan diikuti oleh 10 partai politik. Pada tahun 1975, melalui

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golkar,

diadakanlah fusi (penggabungan) partai-partai politik, menjadi hanya dua partai

politik (yaitu Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Demokrasi Indonesia)

dan satu Golongan Karya. Pemilu-Pemilu berikutnya dilangsungkan pada tahun

1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Pemilu-Pemilu ini diselenggarakan dibawah

pemerintahan Presiden Soeharto. Pemilu berikutnya, sekaligus Pemilu pertama

setelah runtuhnya orde baru, yaitu Pemilu 1999 dilangsungkan pada tahun 1999

(tepatnya pada tanggal 7 Juni 1999) di bawah pemerintahan Presiden BJ Habibie.

Pemilihan Umum Indonesia 2004 adalah pemilu pertama yang memungkinkan

rakyat untuk memilih presiden secara langsung, dan cara pemilihannya benar-

benar berbeda dari Pemilu sebelumnya. Pahun 2009 merupakan tahun Pemilihan

Umum (pemilu) untuk Indonesia. Pelaksanaan pemilu legislatif tingkat nasional

dan daerah dijadwalkan pada tanggal 9 April 2014. Pemilu presiden dijadwalkan

untuk dilaksanakan pada bulan Juli 2014.

2. Masih banyak kasus pelanggaran yang terjadi pada pemilu indonesia seperti aksi

kekerasan politik atau teror politik yang ditandai dengan penembakan terhadap

warga masyarakat masih sering terjadi di Provinsi Aceh, partai politik atau pun

caleg membagi-bagikan uang kepada masyarakat yang ikut berkampanye,

peserta pemilu, baik partai politik atau pun caleg, berkampanye dengan

menghina seseorang atau golongan, agama, suku ras, dan/atau peserta pemilu

lainnnya, partai politik atau caleg, menggunakan fasilitas pemerintah, tempat

ibadah, dan tempat pendidikan.

13

3. Pemahaman pentingnya pemilu dan tanggung jawab pelaksanaan pemilu harus

dipegang teguh oleh setiap individu, sehingga hal ini dapat mengurangi adanya

golput ataupun keributan lain antar pendukung parpol. Pemahaman lain yakni

pemahaman dari aspek keagamaan, hal ini berperan untuk menghindari adanya

kecurangan atau bahkan mencegah masyarakat untuk memilih calon yang

diketahui berbuat curang dalam pemilu.

DAFTAR PUSTAKA

Prakoso, Djoko. 1987. Tidak Pidana PEMILU. Jakarta : Rajawali.

Wancik, Saleh, S.H..Pemilu 1982. Ghalia Indonesia: Jakarta.

http://vivinnagi.blogspot.com/p/sejarah-pemilu.html (diakses tanggal 15

November 2014 pukul 19:41)

http://www.dpr.go.id/id/berita/paripurna/2014/mei/12/8000/penyelewengan-

pemilu-2014-masif-dan-sistematis (diakses tanggal 20 November 2014

pukul 23:12)

http://www.matamassa.org/blog/2014/03/22/contoh-pelanggaran-di-masa-

kampanye-terbuka.html (diakses tanggal 20 November 2014 pukul

22:55)