Proposal Irha Fakhira Fixed

96
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Saat ini masih banyak masyarakat yang menderita penyakit periodontal, hal ini disebabkan karena ketidaktahuan masyarakat mengenai penyakit periodontal, pentingnya pencegahan dan perawatan penyakit periodontal. Penyakit periodontal pada dasarnya merupakan kelompok infeksi rongga mulut yang memiliki faktor etiologi utama berupa plak gigi. Penyakit periodontal adalah penyakit yang mengenai jaringan periodontal, adanya kerusakan ligamentum periodontal dan tulang alveolar, yang ditandai dengan migrasi epitel junction ke arah apikal, kehilangan perlekatan dan puncak tulang alveolar. Penyakit 1

Transcript of Proposal Irha Fakhira Fixed

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Saat ini masih banyak masyarakat yang menderita

penyakit periodontal, hal ini disebabkan karena

ketidaktahuan masyarakat mengenai penyakit

periodontal, pentingnya pencegahan dan perawatan

penyakit periodontal.

Penyakit periodontal pada dasarnya merupakan

kelompok infeksi rongga mulut yang memiliki faktor

etiologi utama berupa plak gigi. Penyakit

periodontal adalah penyakit yang mengenai jaringan

periodontal, adanya kerusakan ligamentum periodontal

dan tulang alveolar, yang ditandai dengan migrasi

epitel junction ke arah apikal, kehilangan

perlekatan dan puncak tulang alveolar. Penyakit

1

periodontal merupakan penyakit kronis yang diawali

dengan adanya gingivitis, penyebaran penyakit ke

arah jaringan di bawahnya menyebabkan resorbsinya

jaringan tulang alveolar dan terbentuknya poket.

Plak bakteri adalah penyebab utama penyakit

periodontal, tetapi bukan satu-satunya penyebab bagi

semua penyakit periodontal.1

2

Menurut data yang diperoleh dari survey

kesehatan rumah tangga (SSKRT, 2001). 60% penduduk

Indonesia menderita penyakit gigi dan mulut, dan

salah satunya adalah penyakit periodontal, sebesar

87,84% pada penduduk desa dan kota di Indonesia.

Peningkatan prevalensi ini terjadi seiring

meningkatnya usia dan gejala yang sering dijumpai

pada seluruh populasi.2

Berdasarkan pengamatan peneliti di bagian

Periodontologi, Rumah Sakit Gigi dan Mulut (RSGM)

Unhas Kandea didapatkan bahwa pasien periodontitis

yang melakukan perawatan non-bedah tidak melakukan

kontrol kembali setelah dilakukan perawatan sehingga

tidak dapat mengevaluasi keadaan jaringan

periodontal pasca perawatan. Pasien menganggap

bahwa dengan selesainya perawatan non-bedah yang

dilakukan tidak perlu lagi kunjungan setelah

perawatan untuk mengevaluasi keadaan jaringan

periodontal yang telah dirawat.

3

Pasien periodontitis tidak melakukan kunjungan

kembali setelah perawatan dilakukan disebabkan

karena kurangnya pengetahuan masyarakat akan

pentingnya pemeriksaan lebih lanjut setelah

dilakukan perawatan periodontal untuk mengetahui

apakah keadaan periodontal yang telah dirawat

semakin membaik atau malah sebaliknya.

Penelitian ini dilakukan pada bagian

Periodontologi Rumah Sakit Gigi dan Mulut (RSGM)

Kandea, karena cukup banyaknya pasien yang datang

untuk melakukan perawatan jaringan periodontal.

Melalui peneltian ini diharapkan dapat diketahui

bagaimana keadaan jaringan periodontal pasien pasca

perawatan periodontal non-bedah.

1.2 RUMUSAN MASALAH

4

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah

diuraikan di atas maka dirumuskan masalah sebagai

berikut:

Bagaimana keadaan jaringan periodontal pasien

setelah 2-4 minggu dilakukan perawatan periodontal

non-bedah (SRP) di bagian Periodontologi Rumah Sakit

Gigi dan Mulut (RSGM) Kandea Unhas?

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui

keadaan jaringan periodontal pasca perawatan

periodontal non-bedah (SRP) di bagian Periodontologi

Rumah Sakit Gigi dan Mulut (RSGM) Kandea Unhas.

1.4 HIPOTESA

Perbaikan kondisi jaringan periodontal pada

pasien periodontitis setelah perawatan non-bedah

(Skeling dan Root planing).

5

1.5 MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat, yaitu:

1. Dapat memberikan informasi ilmiah mengenai

keadaan periodontal pada pasien pasca perawatan

periodontal non-bedah (SRP) di bagian

Periodontologi Rumah Sakit Gigi dan Mulut (RSGM)

Kandea Unhas.

2. Dapat mengetahui seberapa banyak masyarakat yang

tidak sadar ataupun yang kurang pengetahuan

mengenai penyakit periodontal. Akhirnya berdampak

bagi diri masyarakat itu sendiri, kondisi ini

akan menjadi bahan pertimbangan untuk perencanaan

penyuluhan terutama mengenai kesehatan

periodontal.

3. Dapat memberikan masukan sebagai bahan

pembelajaran dan bahan dalam merancang program

pencegahan penyakit periodontal.

6

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 JARINGAN PERIODONTAL NORMAL

Pengetahuan mengenai morfologi normal dan struktur

biologis dari jaringan periodontal merupakan suatu

persyaratan untuk mengerti perubahan patologis di

dalam jaringan ini.2

Periodontium mempunyai 4 komponen, yaitu; gingiva,

tulang alveolar, ligamentum periodontal, dan sementum.

Pengetahuan tentang jaringan periodontal dalam keadaan

sehat penting untuk mengenal perjalanan penyakit ini.1

2.1.1 Gingiva

Gingiva adalah bagian mukosa rongga mulut

yang mengelilingi gigi dan menutupi tulang

(ridge) alveolar. Gingiva juga merupakan bagian

dari apparatus pendukung gigi, periodontium,

yang membentuk hubungan dengan gigi, gingiva

8

berfungsi untuk melindungi jaringan di bawahnya

terhadap pengaruh dalam lingkungan rongga

mulut.1

9

Sumber: Newman MG, Takei HH, Carranza FA. Carranza’s Clinical Periodontology 9th ed. Philadelphia: W.B Saunders Company; 2002. Page 36

Gingiva secara anatomi dibedakan menjadi tiga

bagian, yaitu:1

a. Marginal Gingiva

Marginal gingiva atau unattached gingiva adalah

tepi dari gingiva yang mengelilingi gigi

seperti kerah baju. Pada sekitar 50% dari

kasus, marginal gingiva dibatasi dengan suatu

lekukan yang dangkal dari attached gingiva

yang berdekatan, yang biasanya disebut free

gingiva groove. Biasanya lebarnya sekitar 1 mm,

10

membentuk dinding jaringan lunak dari sulkus

gingiva.1

b. Sulkus Gingiva

Sulkus gingiva adalah celah dangkal atau

ruang di sekitar gigi yang dibatasi oleh

permukaan gigi pada satu sisi dan lapisan

epitel dari free margin gingiva di sisi lain.

Sulkus gingiva berbentuk V dan dapat diukur

dengan probe sonde (probe periodontal) yang

dimasukkan ke dalamnya. Penentuan klinis

kedalaman sulkus gingiva merupakan parameter

diagnostik yang penting. Pada kondisi yang

benar-benar normal atau kondisi ideal,

kedalaman sulkus gingiva adalah sekitar nol.1

Pada gingiva yang secara klinis sehat pada

manusia terdapat sulkus dengan kedalaman

tertentu. Kedalaman sulkus ini dilaporkan

1,8 mm, dengan variasi dari 0,69 mm.

Kedalaman probing pada sulkus gingiva yang

11

normal secara klinis pada manusia adalah 2-3

mm.1

c. Attached Gingiva

Attached gingiva tidak terpisah dengan

marginal gingiva. Attached gingiva keras,

kenyal, dan mengelilingi periosteum tulang

alveolar dengan kuat. Gingiva itu relatif

longgar dan bergerak. Lebar attached gingiva

bervariasi pada daerah yang berbeda dalam

rongga mulut, dan berkisar antara kurang

dari 1 mm sampai 9 mm. Lebar attached gingiva

meningkat seiring dengan usia dan pada gigi

supra erupsi.1

d. Interdental Gingiva

Interdental gingiva menempati embrassur

gingiva yang berupa ruang kosong di daerah

kontak gigi. Interdental gingiva terdiri dari

dua papilla, satu di fasial, dan lainnya di

lingual. Interdental gingiva dapat berbentuk

piramidal atau berbentuk col.1

12

Bentuk gingiva dalam ruang interdental

bergantung pada titik kontak di antara dua

gigi yang berdampingan dengan ada atau tidak

adanya beberapa keadaan resesi.1

Gambaran klinis gingiva normal:1

a. Warna

Secara umum warna attached gingiva dan

marginal gingiva adalah warna merah muda

yang dipengaruhi oleh vaskularisasi. Warna

bervariasi pada setiap orang yang

berhubungan dengan pigmentasi kulit.

Mukosa alveolar berwarna merah lembut dan

lebih terang.1

b. Ukuran

Ukuran gingiva berhubungan dengan jumlah

seluler, intraseluler dan suplai vaskular.

Perubahan ukuran biasanya merupakan

gambaran umum dari penyakit gingiva.1

c. Kontur

13

Kontur atau bentuk gingiva bervariasi

tergantung pada bentuk gigi serta

kesejajarannya pada lengkung gigi, lokasi,

dan bentuk daerah kontak proksimal dan

luas embrassur gingiva sebelah fasial dan

lingual. Marginal gingiva mengelilingi

gigi seperti kerah baju. Bentuk

interdental gingiva ditentukan oleh bentuk

permukaan proksimal gigi, lokasi, bentuk

daerah kontak, dan luas embrasur gingiva.1

d. Konsistensi

Konsistensi gingiva keras, kenyal, dan

mengelilingi tulang dengan kuat. Susunan

lamina propria secara alami dan

hubungannya dengan mukoperiosteum tulang

alveolar menentukan kerasnya attached

gingiva. Serat gingiva menentukan

kekerasan marginal gingiva.1

e. Tekstur permukaan

14

Gingiva memiliki tekstur permukaan seperti

kulit jeruk yang disebut stippling. Attached

gingiva memiliki stippling tetapi marginal

gingiva tidak. Bagian tengah interdental

papilla biasanya ber-stippling. Stippling

bervariasi pada setiap orang pada daerah

yang berbeda dalam rongga mulut yang sama.

Stippling bervariasi sesuai umur. Stippling

adalah gambaran gingiva sehat, pengurangan

atau hilangnya stippling umumnya merupakan

tanda dari penyakit gingiva, ketika

gingiva telah dirawat maka stippling muncul

kembali.1

f. Keratinisasi

Epitel yang menutupi permukaan luar

marginal gingiva dan attached gingiva

mengalami keratinisasi atau

parakeratinisasi. Lapisan pada permukaan

dilepaskan dalam bentuk helaian tipis dan

diganti dengan sel dari lapisan granular

15

di bawahnya. Keratinisasi dianggap sebagai

adaptasi pertahanan yang meningkat ketika

gingiva dirangsang pada saat penyikatan

gigi. Keratinisasi mukosa pada daerah yang

berbeda bervariasi. Daerah yang paling

banyak mengalami keratinisasi adalah

palatum, gingiva, lidah, dan pipi.1

g. Pertahanan epitel gingiva

Epitel mulut terus mengalami pembaharuan.

Ketebalan dipertahankan dengan

keseimbangan antara pembentukan sel baru

yang terletak pada lapisan basal dan

spinosa dengan pelepasan sel yang sudah

tua pada permukaan. Mitosis pada epitel

gingiva terkeratinisasi lebih tinggi

dibanding yang tidak mengalami

keratinisasi dan meningkat pada waktu

terjadinya gingivitis, tanpa dipengaruhi

perbedaan jenis kelamin.1

h. Posisi

16

Posisi gingiva menunjukkan tingkatan

marginal gingiva menyentuh gigi. Ketika

gigi erupsi, tepi dan sulkus gingiva

berada di puncak mahkota, ketika erupsi

berlanjut tepi dan sulkus gingiva terlihat

lebih dekat ke arah apikal.1

i. Proses erupsi gigi

Menurut konsep erupsi oleh Gottlieb,

erupsi tidak berhenti pada saat gigi

bertemu antagonisnya tetapi berlanjut

sepanjang hidup. Proses ini terdiri dari

fase aktif dan fase pasif. Erupsi aktif

adalah perjalanan gigi dalam arah bidang

oklusal dan erupsi pasif adalah pembukaan

gigi dengan pemisahan epitel junctional dari

email dan migrasi ke arah sementum.1

2.1.2 Ligamentum Periodontal

Ligamentum periodontal adalah suatu

jaringan konektif yang mengelilingi akar gigi

dan menghubungkannya dengan tulang. Ligamentum

17

periodontal terus menerus berhubungan dengan

jaringan konektif gingiva dan berhubungan

dengan marrow space melalui saluran vaskular di

dalam tulang.1

Ligamen mengandung jaringan pembuluh

darah, pembuluh limfe, dan kumpulan serabut

saraf. Komponen seluler dari ligamentum

periodontal meliputi fibroblas, sementoblas,

osteoblas, dan ephitelial cell rest.3

2.1.3 Sementum

Sementum adalah jaringan mesenkim

avaskuler yang terkalsifikasi yang membentuk

penutup luar akar anatomis. Dua jenis utama

sementum, yaitu sementum aseluler (primer), dan

seluler (sekunder). Keduanya terdiri dari

matriks interfibrilar yang terkalsifikasi dan

fibril kolagen.1

Sementum aseluler jelas, berstruktur, dan

dibentuk oleh sementoblas yang tidak tertanam

seperti yang terjadi ketika tipe seluler

18

terbentuk. Serat kolagen menjadi tertanam di

sementum yang dikenal sebagai serat sharpey.

Sebagian besar akar ditutupi oleh sementum

aseluler dengan sementum seluler terbentuk pada

bagian apikal akar. Sementum seluler seperti

tulang dengan sementosit tertanam di dalamnya.

Sementum tidak seperti tulang, ia tidak

terbentuk kembali sepanjang hidup. Garis

inkremental dari endapan sementum terlihat

dengan bertambahnya umur individu. Garis-garis

ini menyebabkan warna gelap pada sementum juga

mencerminkan aktifitas atau fungsi gigi, dengan

sementoblas terus berlanjut berbasis pada

permukaan semental sepanjang hidup dan

mengompensasi pergerakan fisiologi gigi.3

2.1.4 Tulang Alveolar

Tulang alveolar adalah bagian dari rahang

atas dan rahang bawah yang membentuk dan

mendukung soket gigi. Ini terbentuk ketika gigi

erupsi untuk memberikan perlekatan osseous dalam

19

pembentukan ligamentum periodontal dan

menghilang secara bertahap setelah gigi

hilang.1

Tulang alveolar merupakan tulang kompak

tipis yang memiliki lubang-lubang kecil tempat

pembuluh darah, saraf, dan pembuluh limfe.3

Sumber: Newman MG, Takei HH, Carranza FA. Carranza’s Clinical Periodontology9th ed. Philadelphia: W.B Saunders Company; 2002. Page 80

Tulang alveolar terdiri atas:1

a. Sebuah plat tulang kortikal eksternal yang

dibentuk oleh tulang havers dan tulang lamela

kompak.1

b. Bagian dalam dinding soket oleh tulang

kompak tipis yang disebut alveolar bone proper,

20

yang tampak seperti lamina dura pada

radiograf. Secara histologi, hubungan

neurovaskular dari ligamen periodontal,

dengan komponen sentral dari tulang

alveolar, atau tulang cancellous.1

c. Cancellous trabekula, berada di antara dua

lapis kompak, dan bertindak sebagai

pendukung tulang alveolar. Bagian septum

interdental terdiri dari pendukung tulang

cancellous yang tertutup di dalam perbatasan

yang kompak. 1

2.2 PENYAKIT PERIODONTAL

Penyakit periodontal merupakan penyakit

inflamatori serta resesif pada jaringan

periodontium.2

Gingivitis merupakan inflamasi gingiva (tidak

terjadi kehilangan perlekatan). Gingivitis dapat

timbul karena penumpukan plak. Perubahan gingiva

21

juga dapat terdeteksi selama periode

ketidakseimbangan hormonal dan penyakit sistemik

atau efek samping medis.2

Jika tulang alveolar juga dipengaruhi dengan

proses inflamasi pada periodontium, maka disebut

dengan periodontitis.2

Penyakit dan kondisi periodontal secara umum

terbagi menjadi penyakit gingiva, periodontitis

kronis, aggressive periodontitis, periodontitis

manifestasi penyakit sistemik, penyakit periodontal

nekrotik, abses periodontium, periodontitis yang

berhubungan dengan lesi endodontik, serta deformitas

dan kondisi yang didapat.1

2.2.1Penyakit Gingiva

Secara singkat penyakit gingiva dibagi

menjadi:1

2.2.1.1 Penyakit Gingiva yang diinduksi oleh

dental plak

22

Penyakit ini dapat terjadi pada periodontium

tanpa terjadinya kehilangan perlekatan atau

dengan terjadinya kehilangan perlekatan yang

telah stabil dan tidak berproses.1

a. Gingivitis yang berhubungan dengan adanya

plak dental;1

a) Tanpa faktor lokal yang berkontribusi,

b) Ada faktor lokal yang berkontribusi.

b. Penyakit gingiva yang berhubungan dengan

penyakit sistemik;1

a) Ada hubungan dengan sistem endokrin,

1) Gingivitis yang berhubungan dengan

pubertas

2) Gingivitis yang berhubungan dengsn

siklus menstruasi

3) Gingivitis yang berhubungan dengan

kehamilan

4) Gingivitis yang berhubungan dengan

diabetes mellitus

23

5) Pyogenic granuloma yang berhubungan dengan

kehamilan

b) Yang berhubungan dengan blood dyscrasias.

1) Gingivitis yang berhubungan dengan

leukemia

2) Dan yang lainnya.

c. Penyakit gingiva yang dimodifikasi oleh

medikasi;1

a) Penyakit gingiva yang berhubungan dengan

obat-obatan

b) Pembesaran gingiva yang berhubungan dengan

obat-obatan

c) Gingivitis yang berhubungan dengan obat-

obatan:

1) Gingivitis yang yang berhubungan dengan

oral kontrasepsi

2) Dan yang lainnya.

d. Penyakit gingiva yang dimodifikasi oleh

malnutrisi.1

24

a) Gingivitis yang disebabkan oleh defisiensi

asam askrobat

b) Dan yang lainnya.

2.2.1.2 Lesi Gingiva yang diinduksi oleh non-

plak

a. Penyakit gingiva yang disebabkan oleh

bakteri spesifik tertentu1

a) Neisseria gonorrhea

b) Treponema pallid

c) Streptococcal species

d) Dan yang lainnya

b. Penyakit gingiva yang disebabkan oleh virus1

a) Infeksi virus herpes

1) Primary herpetic gingivostomatitis

2) Recurrent oral herpes

3) Varicella zoster

b) Dan yang lainnya

c. Penyakit gingiva yang disebabkan oleh jamur1

25

a) Infeksi spesies candida: Generalized

gingiva candidosis

b) Linear gingiva erythema

c) Dan yang lainnya

d. Penyakit gingiva yang disebabkan faktor

genetik1

a) Hereditary gingiva fibromatosis

b) Dan penyakit lainnya

e. Manifestasi gingiva oleh kondisi sistemik1

a) Lesi Mucocutaneous

1) Lichen planus

2) Pemphigoid

3) Pemphigus vulgaris

4) Erythema multiforme

5) Lupus erythematosus

6) Diinduksi oleh obat-obatan

7) Dan yang lainnya

b) Reaksi alergi

1) Material restorasi dental

Merkuri

26

Nikel

Akrilik

Dan yang lainnya

2) Reaksi yang beratribut ke:

Pasta gigi atau bahan pembersih mulut

Obat kumur

Bahan pengawet permen karet

Makanan dan bahan pengawet

3) Dan yang lainnya

f. Lesi traumatik 1

a) Trauma kimia

b) Trauma fisik

c) Trauma termal

g. Reaksi benda asing1

h. Tidak dinyatakan secara spesifik1

2.2.2 Periodontitis

Periodontitis didefinisikan sebagai

penyakit inflamasi pada jaringan pendukung gigi

yang disebabkan oleh mikroorganisme spesifik,

yang menyebabkan destruksi progresif dari

27

ligamentum periodontal dan tulang alveolar

dengan pembentukan poket, resesi, atau

keduanya. Tanda klinis yang membedakan

periodontitis dengan gingivitis adalah adanya

kehilangan perlekatan yang dapat dideteksi. Hal

ini terkadang disertai dengan pembentukan poket

periodontal dan perubahan pada densitas dan

tinggi dari tulang alveolar yang berdekatan.1

Penyakit periodontitis ini dapat

disubklasifikasikan menjadi tiga tipe utama

berikut ini berdasarkan pada karakteristik

klinis, radiografik, laboratorium, dan riwayat

sakitnya.1

Berikut pembagiannya:1

2.2.2.1 Periodontitis Kronis

Gambaran klinis periodontitis kronis

adalah terjadi peradangan pada gingiva

(perubahan warna dan tekstur), perdarahan pada

saat probing (BoP) pada daerah saku gingiva,

28

kehilangan perlekatan klinis (CAL), dan

resorbsi tulang alveolar. 1

Beberapa karakteristik yaitu:1

a. Sering terjadi pada orang dewasa tatapi

dapat juga terjadi pada anak-anak,

b. Jumlah destruksi konsisten dengan faktor

lokal,

c. Berhubungan dengan pola variasi

mikrobiologi,

d. Sering ditemukan kalkulus supragingiva,

e. Progresif penyakit lambat sampai moderat

dengan kemungkinan periode progresi cepat,

f. Dapat dimodifikasi atau berhubungan dengan

penyakit sistemik (misalnya diabetes

mellitus dan HIV), faktor lokal

predisposisi, faktor lingkungan (misalnya

merokok dan stress).

Periodontitis kronis dapat

disubklasifikasikan lebih lanjut menjadi bentuk

29

localized dan generalized, serta dapat dikelompokkan

menjadi mild, moderate, atau severe berdasarkan

tanda klinis umum yang disebutkan di atas, dan

tanda khusus seperti berikut:1

a. Localized : <30% daerah yang terlibat

b. Generalized : >30% daerah yang terlibat

c. Mild : kehilangan perlekatan klinis 1-2 mm

d. Moderate : kehilangan perlekatan klinis 3-4 mm

e. Severe : kehilangan perlekatan klinis ≥5 mm

Faktor resiko atau kerentanan terhadap

Periodontitis Kronis1

a. Faktor resiko bakteri

b. Umur

c. Merokok

d. Host

Penyakit sistemik

Stress

Genetik

30

2.2.2.2 Aggressive Periodontitis

Pada klasifikasi internasional lokakarya

tahun 1999, periodontitis di klasifikasikan

menjadi tiga bentuk (kronis, aggressive, dan

necrotizing periodontitis) dan periodontitis sebagai

manifestasi penyakit sistemik.5

Aggressive periodontitis (AgP) merupakan

penyakit yang sering parah, progresif cepat,

sering bermanifestasi pada usia muda dan

biasanya terjadi secara turun temurun dalam

keluarga. Aggressive periodontitis yang disebutkan di

atas ditandai dengan bentuk (Lang, dkk. 1999):5

Tidak ada riwayat penyakit

Perlekatan dan kerusakan tulang yang cepat

Kasus familial aggregation.

Internastional Classification Workshop

mengidentifikasi secara klinis dan laboratorium

dianggap cukup spesifik untuk meng-sub-

klasifikasikan AgP dalam bentuk localized

31

periodontitis dan generalized periodontitis (Tonetti &

Mombelli 1999, Lang, dkk. 1999):5

a. Localized periodontitis

a) Penyakit dimulai pada saat atau selama

pubertas,

b) Penyakit terlokalisir pada molar pertama

atau insisivus dengan kehilangan

perlekatan pada proksimal paling kurang

dua gigi permanen, salah satunya adalah

gigi molar pertama,

c) Serum antibodi yang kuat berespon terhadap

gen yang menginfeksi.

b. Generalized periodontitis

a) Biasanya mempengaruhi orang yang berumur

di bawah 30 tahun (namun bisa juga lebih

tua),

32

b) Kehilangan perlekatan proksimal yang

terjadi secara general paling kurang tiga

gigi, selain gigi molar pertama dan

insisivus.

c) Memiliki periode episodik alami dari

destruksi periodontal

d) Respon terhadap serum antibodi menurun.

2.2.2.3 Berdasarkan Keparahannya

Periodontitis Terbagi atas:

Mild Periodontitis (Periodontitis Ringan)

Kerusakan jaringan periodontal masih

dianggap ringan, yaitu kehilangan

perlekatan klinis yang terjadi tidak lebih

dari 1 sampai 2 mm.1

Moderate Periodontitis (Periodontitis Sedang)

Kerusakan jaringan periodontium sedang,

yaitu kehilangan perlekatan klinis yang

terjadi 3-4 mm. 1,6

Severe Priodontitis (Periodontitis Berat)

33

Kerusakan jaringan periodontal berat, yaitu

kehilangan perlekatan klinis yang terjadi

≥5 mm.1,6

2.3 PERAWATAN SKELING AND ROOT PLANING PADA

PERIODONTITIS

Skeling adalah proses dimana plak dan kalkulus

dihilangkan dari permukaan supragingiva dan

subgingiva gigi. Root planing merupakan proses

menghilangkan kalkulus pada sementum dikeluarkan

dari akar gigi untuk menghasilkan permukaan yang

halus dan bersih.1

2.3.1Jenis-Jenis Skeling

Skeling merupakan prosedur untuk menghilangkan semua

deposit kalkulus, bukan hanya yang terlihat pada

permukaan gigi tetapi juga subgingiva. Deposit

kalkulus harus dihilangkan secara sempurna dari

34

permukaan gigi bukan hanya bersih tetapi juga

halus.7

2.3.1.1 Skeling Supragingiva / Skeling Koronal

Secara ringkas, skeler yang digunakan untuk

skeling supragingiva / skeling koronal adalah

chisel, sickle skeler, hoe skeler, curet dan

modifikasi dari alat-alat di atas. Semua alat-alat

ini dapat diperoleh dengan bermacam-macam ukuran dari

yang paling kecil sampai ke yang terbesar, namun

alat-alat ini umumnya terbatas untuk membersihkan

deposit yang kasar dan banyak, dan kebanyakan alat-

alat ini dipergunakan untuk daerah supragingiva atau

koronal. Aplikasi daerah supragingiva yang tidak

dalam dapat digunakan untuk menekan gingiva supaya

tepi dari kalkulus dapat terkait, tetapi penggunaan

dari alat-alat supragingiva ini hanya terbatas pada

keadaan tersebut kecuali pada hoe skeling, kuret yang

besar, dan chisel pada poket yang besar. Alat-alat

ini dapat dimasukkan ke dalam jarak yang berbeda-

beda, namun ia hanya cocok untuk deposit yang kasar,

35

dan selalu ada bahaya kerusakan akar bila digunakan

secara subgingiva.7

2.3.1.2 Skeling Subgingiva

Skeling subgingiva merupakan teknik pembersihan

permukaan akar. Pada daerah dimana terdapat kalkulus

subgingiva dengan jumlah yang besar atau kecil, akan

mempengaruhi kebersihan. Teknik ini juga didesain

untuk meratakan dan mengerik permukaan akar supaya

menjadi bersih dan licin sehingga tidak didapati

adanya kekasaran dan benda asing. Selama

instrumentasi, terdapat efek samping tambahan dan

ketidaksengajaan operator. Karena blade kuret yang

offside digunakan untuk scaling subgingiva, beberapa

gingiva lining akan hilang sementara dari permukaan

akar yang dirawat.7

2.4 INDEKS YANG DIGUNAKAN

Dua indikator status periodontal yang digunakan

untuk penilaian ini, yaitu:

36

1. Oral hygine index (OHI)

2. Papilla bleeding index (PBI)

3. Probing depth (PD)

4. Clinical attachment loss (CAL)

2.4.1Oral Hygiene Indeks (OHI)

Diukur dengan mengukur daerah permukaan gigi

yang ditutupi oleh food impaksi atau kalkulus.

Untuk pemeriksaan OHI, Greene and Vermilion

menetapkan bahwa indeks yang digunakan adalah 4

gigi posteror dan 2 gigi anterior.

Rahang atas : gigi 6 kanan kiri permukaan

bukal

gigi 1 kanan permukaan lingual

Rahang bawah : gigi 6 kanan kiri permukaan

lingual

gigi 1 kiri permukaan labial

Pemeriksaan dilakukan dengan menempatkan

sonde pada 1/3 insisal atau oklusal gigi dan

kemudian digerakkan ke arah 1/3 gingival.

37

a. Debris indeks (DI)

Kriteria:

0: tidak ada debris maupun stain

1: debris lunak menutupi tidak lebih 1/3

permukaan gigi

2: debris lunak menutupi lebih 1/3 sampai

dengan 2/3 permukaan gigi

3: debris lunak menutupi lenih 2/3 permukaan

gigi

DI= JumlahnilaiDIJumlahgigiyangdiperiksa

b. Calculus Indeks (CI)

Kriteria:

0: tidak ada kalkulus

1: supragingival kalkulus tidak lebih 1/3

permukaan gigi

2: supragingival kalkulus menutupi lebih 1/3

sampai dengan tidak

38

lebih 2/3 permukaan gigi dan sedikit

subgingival kalkulus

3: supragingival kalkulus menutupi lebih 2/3

permukaan gigi

CI= JumlahnilaiCIJumlahgigiyangdiperiksa

OHIS= DI + CI

Tingkat kebersihan mulut secara klinis pada OHI-

S menurut WHO dapat dikategorikan sebagai

berikut:

0,0 – 1,2 = baik

1,3 – 3,0 = sedang

3,1 – 6,0 = buruk

2.4.2Papilla Bleeding Index (PBI)

Papilla bleeding index digunakan sebagai

indikator yang sensitif untuk mengetahui

inflamasi gingiva pada pasien individual. PBI

39

dapat digunakan untuk mengetahui tingkat

peradangan gingiva, berikut gambar beberapa

tingkatan PBI:2

Grade/tingkatan PBI:2

Grade atau skor 0 : tidak ada perdarahan

Gingiva normal, tidak ada perdarahan saat

probing.

Grade atau skor 1 : Point (titik)

Dapat diamati terjadi perubahan berupa

titik yang terjadi 20-30 detik setelah

probing sulkus mesial dan distal dengan

probe periodontal.

Grade atau skor 2 : Line/Point (garis atau

titik)

Suatu perdarahan berbetuk garis yang jelas

atau beberapa titik perdarahan menjadi

jelas pada marginal gingival.

Grade atau skor 3 : segitiga

Segitiga interdental menjadi lebih kurang

ditutupi oleh darah.

40

Grade atau skor 4 : tetesan

Perdarahan yang merembes/berlebih. Segera

setelah probing darah mengalir ke daerah

interdental untuk menyelubungi bagian dari

gigi atau gingiva.

Prosedur klinis PBI:

Menggunakan probe periodontal dengan

tekanan jari yang ringan, perdarahan

diprovokasi dengan menyapukan probe ke sulkus

dari dasar papilla ke ujungnya sepanjang aspek

mesial dan distal gigi. Setelah 20-30 detik,

ketika gigi telah diprobe seluruhnya,

intensitas perdarahan diskorkan dalam beberapa

tingkatan tersebut dan tertulis dalam chart.

Berdarah saat probing menunjukkan bahwa ujung

probe mempenetrasi epitelium poket dan mencapai

jaringan vaskular dari jaringan ikat

subepitel.2

41

2.4.3Probing Depth (PD)

Kedalaman poket adalah jarak antara dasar poket

dan marginal gingiva. Pemeriksaan poket

periodontal harus mempertimbangkan: keberadaan

dan distribusi pada semua permukaan gigi,

kedalaman poket, batas perlekatan pada akar

gigi, dan tipe poket (supraboni atau infaboni;

simple, compound atau kompleks). Metode satu-

satunya yang paling akurat untuk mendeteksi

poket peridontal adalah eksplorasi menggunakan

probe periodontal.

Kedalaman poket dibedakan menjadi dua jenis,

antara lain:1

1. Kedalaman biologis

Kedalaman biologis adalah jarak antara

marginal gingiva dengan dasar poket (ujung

koronal dari junctional epithelium).

2. Kedalaman klinis atau kedalaman probing

Kedalaman klinis adalah jarak dimana sebuah

instrumen ad hoc (probe) masuk kedalam poket.

42

Kedalaman penetrasi probe tergantung pada

ukuran probe, gaya yang diberikan, arah

penetrasi, resistensi jaringan, dan

kecembungan mahkota.

Kedalaman penetrasi probe dari apeks

jaringan ikat ke junctional epithelium adalah ±

0.3 mm. Gaya tekan pada probe yang dapat

ditoleransi dan akurat adalah 0.75 N. Teknik

probing yang benar adalah probe dimasukkan

pararel dengan aksis vertikal gigi dan

“bergerak” secara sirkumferensial

mengelilingi permukaan setiap gigi untuk

mendeteksi daerah dengan penetrasi

terdalam.1

Jika terdapat banyak kalkulus, biasanya

sulit untuk mengukur kedalaman poket karena

kalkulus menghalangi masuknya probe. Maka

dilakukan pembuangan kalkulus terlebih

dahulu dengan gross scaling sebelum dilakukan

pengukuran poket.

43

2.4.4Clinical Attachment Loss (CAL)

CAL didefinisikan sebagai jarak antara CEJ ke

lokasi ujung probe periodontal diinsersikan.

Kedalaman probing berbeda pada tiap permukaan

gigi.2

44

Perawatan Bedah Perawatan Non-Bedah

Scaling and Root Planing

BAB III

KERANGKA KONSEP

Keterangan:

= Variabel yang diteliti

45

PenyakitPeriodontal

JaringanPeriodontal

OHIS

PD (Probing Depth)

PBI (papilla bleedingindex)

CAL (Clinical Attachment Loss)

Sebelum Sesudah

Faktor Primer

Faktor

Gingivitis

Periodontitis

= Variabel yang tidak diteliti

= Hubungan yang terpengaruh

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 JENIS PENELITIAN

4.1.1 Ruang Lingkup Penelitian

Menurut ruang lingkup penelitian jenis

penelitiannya adalah penelitian klinis.

4.1.2 Desain Penelitian

Menurut waktu penelitian jenis penelitiannya

adalah penelitian studi longitudinal (follow up)

4.1.3 Subtansi

Menurut substansi jenis penelitiannya adalah

penelitian terapan.

4.1.4 Hubungan antara Variabel

46

Menurut hubungan antara variable jenis

penelitiannya adalah penelitian deskriptif.

47

4.2 RANCANGAN PENELITIAN

Desain/rancangan penelitiannya adalah studi cohort

deskriptif, yaitu dengan melakukan observasi mengenai

evaluasi perawatan skeling dan root planing pada

pasien periodontitis yang berusia 30-40 tahun di RSGM

Kandea Unhas dan dievaluasi kembali 2-4 minggu

setelah perawatan dilakukan (pada saat dilakukan

penelitian). Hasilnya merupakan suatu deskriptif

mengenai bagaimana keadaan jaringan periodontal

pasien periodontitis sebelum dilakukan perawatan dan

2-4 minggu setelah dilakukan perawatan skeling dan

root planing.

4.3 LOKASI PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di bagian Periodontologi

RSGM Kandea Unhas.

4.4 WAKTU PENELITIAN

48

Penelitian ini dilakukan pada tanggal 6 Maret – 15

Juni tahun 2012

4.5 POPULASI DAN SAMPEL

4.5.1 Populasi

Populasi yang digunakan adalah pasien bagian

Periodontologi RSGM Kandea Unhas.

4.5.2 Sampel

Sampel yang digunakan adalah pasien

periodontitis pada bagian Periodontologi RSGM

Kandea yang datang untuk melakukan perawatan

periodontal.

4.6 METODE PENGAMBILAN SAMPEL

49

Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah

random sampling, dimana semua pasien berumur 30-40

tahun yang datang ke bagian Periodontologi dan

memenuhi kriteria inklusi sampel dipilih secara acak.

4.7 KRITERIA SAMPEL

4.7.1 Kriteria Inklusi

Pasien yang berumur 30-40 tahun, tidak memiliki

penyakit sistemik dan bersedia untuk dilakukan

perawatan periodontal dan bersedia untuk

diperiksa jaringan periodontalnya sebelum dan 2-

4 minggu pasca perawatan periodontal.

4.7.2 Kriteria Eksklusi

Pasien yang memiliki penyakit sistemik, sedang

mengkonsumsi obat-obatan dan yang menolak

dilakukan pemeriksaan terhadap keadaan jaringan

periodontal sebelum dan 2-4 minggu pasca

50

perawatan periodontal ataupun yang menolak untuk

diteliti.

4.8 JUMLAH SAMPEL

Jumlah sampel pada penelitian ini adalah sebanyak 30

pasien (sesuai dengan standar minimal sampel).

4.10 DEFENISI OPERASIONAL

4.10.1 Penyakit periodontitis merupakan penyakit

inflamasi pada jaringan pendukung gigi yang

disebabkan oleh mikroorganisme spesifik, yang

menghasilkan destruksi progresif dari

ligamentum periodontal dan tulang alveolar

dengan pembentukan poket, resesi dan keduanya.

Penyakit periodontitis dapat dinilai dengan

menggunakan OHI (oral hygiene index), PBI (papilla

bleeding index), PD (probing depth), dan CAL (clinical

attachment loss).

51

4.10.2 Perawatan periodontal non-bedah: perawatan

yang gunakan adalah SRP (skeling dan root

planning)

4.11 ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN

4.10.1 Alat

1. Probe : untuk mengukur kedalaman poket serta

melihat dan mengetahui adanya perdarahan.

2. Kaca mulut : untuk melihat keadaan gigi

secara tidak langsung dan membantu memfiksasi

rongga mulut.

3. Sonde : untuk membantu memeriksa karang gigi

4. Pinset : untuk menjepit kapas

5. Near becken : untuk tempat-tempat alat dan

kapas

6. Form OHI, PBI, CAL, PD

52

4.10.2Bahan

1. Alkohol 70%: untuk disinfeksi alat-alat yang

dipakai

2. Gelas dan air : untuk berkumur pasien

3. Alat tulis : untuk mencatat data

4. Kapas

5. Betadine: untuk disinfeksi daerah yang akan

dirawat.

4.12 KRITERIA PENELITIAN

4.12.1 Oral Hygiene Indeks (OHI)

Diukur dengan mengukur daerah permukaan gigi

yang ditutupi oleh food impaksi atau kalkulus.

Untuk pemeriksaan OHI, Greene and Vermilion

menetapkan bahwa indeks yang dugunakan adalah 4

gigi posteror dan 2 gigi anterior.

53

Rahang atas : gigi 6 kanan kiri permukaan

bukal

gigi 1 kanan permukaan lingual

Rahang bawah : gigi 6 kanan kiri permukaan

lingual

gigi 1 kiri permukaan labial

Pemeriksaan dilakukan dengan menempatkan

sonde pada 1/3 insisal atau oklusal gigi dan

kemudian digerakkan kea rah 1/3 gingiva.

c. Debris indeks (DI)

Kriteria:

0: tidak ada debris maupun stain

1: debris lunak menutupi tidak lebih 1/3

permukaan gigi

2: debris lunak menutupi lebih 1/3 sampai

dengan 2/3 permukaan gigi

3: debris lunak menutupi lebih 2/3 permukaan

gigi

54

DI= JumlahnilaiDIJumlahgigiyangdiperiksa

d. Calculus Indeks (CI)

Kriteria:

0: tidak ada kalkulus

1: supragingiva kalkulus tidak lebih 1/3

permukaan gigi

2: supragingiva kalkulus menutupi lebih 1/3

sampai dengan tidak

lebih 2/3 permukaan gigi dan sedikit

subgingiva kalkulus

3: supragingiva kalkulus menutupi lebih 2/3

permukaan gigi

CI= JumlahnilaiCIJumlahgigiyangdiperiksa

OHIS= DI + CI

55

Tingkat kebersihan mulut secara klinis pada OHI-

S menurut WHO dapat dikategorikan sebagai

berikut:

0,0 – 1,2 = baik

1,3 – 3,0 = sedang

3,1 – 6,0 = buruk

4.12.2 Papilla Bleeding Index (PBI)

Papilla bleeding index digunakan sebagai indikator

yang sensitif untuk mengetahui inflamasi

gingiva pada pasien individual. PBI dapat

digunakan untuk mengetahui tingkat peradangan

gingiva, berikut gambar beberapa tingkatan

PBI:2

Grade/tingkatan PBI:2

Grade atau skor 0 : tidak ada perdarahan

Gingiva normal, tidak ada perdarahan saat

probing.

Grade atau skor 1 : Point (titik)

56

Dapat diamati terjadi perubahan berupa

titik yang terjadi 20-30 detik setelah

probing sulkus mesial dan distal dengan

probe periodontal.

Grade atau skor 2 : Line/Point (garis atau

titik)

Suatu perdarahan berbetuk garis yang jelas

atau beberapa titik perdarahan menjadi

jelas pada marginal gingiva.

Grade atau skor 3 : segitiga

Segitiga interdental menjadi lebih kurang

ditutupi oleh darah.

Grade atau skor 4 : tetesan

Perdarahan yang merembes/berlebih setelah

probing darah mengalir ke daerah

interdental untuk menyelubungi bagian dari

gigi atau gingiva.

57

Sumber: Klaus H, Rateitschak, EM, Wolf HF, Hassel TM. Color Atlas of

Periodontology. New York : Theime Inc; 1985

Prosedur klinis PBI:

Menggunakan probe periodontal dengan

tekanan jari yang ringan, perdarahan

diprovokasi dengan menyapukan probe ke sulkus

dari dasar papilla ke ujungnya sepanjang aspek

mesial dan distal gigi. Setelah 20-30 detik,

ketika gigi telah diprobe seluruhnya,

intensitas perdarahan diskorkan dalam beberapa

58

tingkatan tersebut dan tertulis dalam chart.

Berdarah saat probing menunjukkan bahwa ujung

probe mempenetrasi epitelium poket dan mencapai

jaringan vaskular dari jaringan ikat

subepitel.2

4.12.3 Probing Depth (PD)

Kedalaman poket adalah jarak antara dasar poket

dan margin gingiva. Pemeriksaan poket

periodontal harus mempertimbangkan: keberadaan

dan distribusi pada semua permukaan gigi,

kedalaman poket, batas perlekatan pada akar

gigi, dan tipe poket (supraboni atau infaboni;

simple, compound atau kompleks). Metode satu-

satunya yang paling akurat untuk mendeteksi

poket peridontal adalah eksplorasi menggunakan

probe periodontal.

Kedalaman poket dibedakan menjadi dua jenis,

antara lain:1

1. Kedalaman biologis

59

Kedalaman biologis adalah jarak antara

marginal gingiva dengan dasar poket (ujung

koronal dari junctional epithelium).

2. Kedalaman klinis atau kedalaman probing

Kedalaman klinis adalah jarak dimana sebuah

instrumen ad hoc (probe) masuk kedalam poket.

Kedalaman penetrasi probe tergantung pada

ukuran probe, gaya yang diberikan, arah

penetrasi, resistensi jaringan, dan

kecembungan mahkota.

Kedalaman penetrasi probe dari apeks

jaringan ikat ke junctional epithelium adalah ±

0.3 mm. Gaya tekan pada probe yang dapat

ditoleransi dan akurat adalah 0.75 N. Teknik

probing yang benar adalah probe dimasukkan

pararel dengan aksis vertikal gigi dan

“bergerak” secara sirkumferensial

mengelilingi permukaan setiap gigi untuk

mendeteksi daerah dengan penetrasi

terdalam.1

60

Jika terdapat banyak kalkulus, biasanya

sulit untuk mengukur kedalaman poket karena

kalkulus menghalangi masuknya probe. Maka

dilakukan pembuangan kalkulus terlebih

dahulu dengan gross scaling sebelum dilakukan

pengukuran poket.

4.12.4 Clinical Attachment Loss (CAL)

CAL didefinisikan sebagai jarak antara CEJ ke

lokasi ujung probe periodontal diinsersikan.

Kedalaman probing berbeda pada tiap permukaan

gigi.

4.13 DATA

4.13.1Data

Data diperoleh dengan cara memeriksa sampel

untuk mengetahui kondisi jaringan periodontal

kemudian melakukan pencatatan dan dianalisa.

61

4.13.2Jenis Data

Jenis data yang digunakan adalah data primer.

Pengumpulan data dilakukan dari hasil pencatatan

mengenai kondisi jaringan periodontal pada

pasien periodontitis yang berusia 30-40 tahun di

RSGM Kandea Unhas, data diolah dengan

menggunakan program SPSS 16.0 dan akan disajikan

dalam bentuk tabel.

4.13 ANALISIS DATA

Analisa data dilakukan secara deskriptif dengan

membuat uraian secara sistematis mengenai hasil

penelitian, kemudian mendistribusikan ke dalam bentuk

tabel frekuensi.

62

4.14 JALANNYA PENELITIAN

30 PASIEN PERIODONTITIS (30-40 TAHUN)

OHI, PBI, PD, CAL

INFORMED CONSENT

63

TERAPI NON BEDAH (SRP)

2 - 4 MINGGU

EVALUASI KEMBALI

OHI, PBI, PD, CAL

64

BAB V

HASIL PENELITIAN

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di bagian

Periodontologi RSGM Kandea Unhas pada tanggal 6 Maret –

15 Juni 2012, diperoleh 30 sampel dari pasien perawatan

periodontal yang sesuai dengan kriteria inklusi di Bagian

Periodontologi RSGM Kandea Unhas, yakni pada pasien yang

berumur 30-40 tahun.

Hasil dari penelitian yang dilakukan adalah mengenai

hasil perawatan skeling dan root planing yang dilakukan

dengan cara memeriksa beberapa parameter klinis sebelum

perawatan kemudian kembali mengevaluasi parameter klinis

tersebut setelah 2-4 minggu kemudian. Adapun parameter

klinis yang diperkisa tersebut diantaranya Oral Hygiene

Index (OHI), Papillary Bleeding Index (PBI), Probing Depth (PD) dan Clinical

Attachment Loss (CAL) yang kemudian disajikan dalam bentuk

65

tabel sehingga akan tampak jelas perbedaan sebelum dan

sesudah dilakukan perawatan skeling dan root planing.

Dari penelitian yang dilakukan secara keseluruhan

menunjukkan adanya penurunan yang signifikan dari semua

parameter klinis yang diukur setelah dilakukan evaluasi

2-4 minggu kemudian setelah dilakukan perawatan. Untuk

lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel-tabel berikut

yang diperinci lagi berdasarkan 4 macam indeks yang

digunakan dalam penelitian ini yaitu berdasarkan OHI (oral

hygiene index), PBI (papilla bleeding index), PD (probing depth), dan

CAL (clinical attachment loss).

Tabel V.1 Rata-rata parameter klinis OHIS sebelum dan setelah SRP

 

OHITotal

Baik Sedang Buruk

Perawatan Sebelum Jumlah 2 17 11 30

    Persen 6.7% 56.7% 36.7% 100%

  Setelah Jumlah 23 7 0 30

    Persen 76.7% 23.3% 0 100%

66

Tabel V.2 Perbandingan parameter klinis OHI sebelum dan setelah SRP

OHI Mean T Nilai P

Sebelum perawatan 27.03310.984 0.000a)

Setelah perawatan 0.9300

*(P≤0.05), **(P≤0.001) perbedaan signifikan dalam kelompok sampelantar nilai sebelum dan sesudah SCRP (Uji Wilcoxon signed-rank); OHI(% dari daerah); PBI, papilla bleeding index (% dari daerah); PD,probing depth (% dari daerah); CAL, clinical attachment loss (% daridaerah). a): signifikan secara statistik perbedaan perbandingandengan garis dasar.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada 30 sampel

terlihat adanya prenurunan presentase status OHI antara

sebelum dan setelah dilakukan perawatan skeling dan root

planing. Ini dapat dilihat dengan cara membandingkan

persentase status OHI sebelum dan setelah dilakukan

perawatan (Tabel V.1).

Pada Tabel V.1 diatas, dapat kita lihat persentase

status OHI dari 30 sampel sebelum dilakukan perawatan

skeling dan root planing, dimana sebelum perawatan

terdapat 6,7% memiliki OHI baik, 56,7% memiliki OHI

sedang, 36,7% memiliki OHI buruk. Setelah dilakukan

perawatan skeling dan root planing dapat dilihat bahwa

67

terdapat penurunan persentase status OHI, dimana 76,7%

memiliki OHI baik, 23,3% memiliki OHI sedang, dan 0% pada

OHI buruk.

Setelah dilakukan uji statistik terlihat adanya

perbedaan yang signifikan sebelum dan setelah dilakukan

perawatan skeling dan root planing, yaitu P = 0,000a).

Tabel V.3 Rata-rata parameter klinis PBI sebelum dan setelah SRP

 

PBITotal

0 1 2 3 4

Perawat

an

Sebelu

m

Juml

ah 0 1 4 20 5 30

   

Pers

en 0% 3.3% 13.3% 66.7% 16.7% 100%

 

Setela

h

Juml

ah 24 6 0 0 0 30

   

Pers

en 80.0% 20.0% 0% 0% 0% 100%

Tabel V.4 Perbandingan parameter klinis PBI sebelum dan setelah SRP

68

PBI Mean T Nilai P

Sebelum perawatan 2.9718.543 0.000a)

Setelah perawatan 0.20

*(P≤0.05), **(P≤0.001) perbedaan signifikan dalam kelompok sampel antar nilai sebelum dan sesudah SCRP (Uji Wilcoxon signed-rank); OHI(% dari daerah); PBI, papilla bleeding index (% dari daerah); PD, probing depth (% dari daerah); CAL, clinical attachment loss (% daridaerah). a): signifikan secara statistik perbedaan perbandingan dengan garis dasar.

Pada penelitian yang dilakukan terhadap papilla bleeding

index (PBI), penelitian sebelum perawatan diperoleh hasil

bahwa terdapat persentase 3,3% pada grade perdarahan 1;

13,3% pada grade perdarahan 2; 66,7% pada grade

perdarahan 3; dan 16,7% pada grade perdarahan 4. Setelah

dilakukan perawatan skeling dan root planing tampak

penurunan tingkat perdarahan papilla (PBI) yang sangat

drastis pada kedua sampel, dimana tampak persentase 80%

pada grade perdarahan 0; 20% pada grade perdarahan 1.

Setelah penelitian kemudian dilakukan uji statistik,

dapat dilihat pada Tabel V.4 bahwa terdapat perbedaan

yang signifikan sebelum dan setelah dilakukan perawatan

skeling dan root planing dengan nilai P = 0.000a).

69

Tabel V.5 Rata-rata parameter klinis PD sebelum dan setelah SRP

 

PD

TotalPD ≥ 3

mm

PD < 3

mm

Perawatan Sebelum Jumlah 30% 0 30

    Persen 100% 0% 100%

  Setelah Jumlah 20 10 30

    Persen 66.7% 33.4% 100%

Tabel V.6 Perbandingan parameter klinis PD sebelum dan setelah SRP

PD Mean T Nilai P

Sebelum perawatan 3.9713.573 0.000a)

Setelah perawatan 2.77

*(P≤0.05), **(P≤0.001) perbedaan signifikan dalam kelompok sampel antar nilai sebelum dan sesudah SCRP (Uji Wilcoxon signed-rank); OHI(% dari daerah); PBI, papilla bleeding index (% dari daerah); PD, probing depth (% dari daerah); CAL, clinical attachment loss (% daridaerah). a): signifikan secara statistik perbedaan perbandingan dengan garis dasar.

Selain itu, dari penelitian yang dilakukan terhadap

kedalaman probing pada masing-masing sampel diperoleh

persentase kedalaman probing sebelum dilakukan perawatan

pada Tabel V.5 terlihat bahwa 100% sampel memiliki

70

kedalaman poket ≥3mm. Setelah dilakukan perawatan skeling

dan root planing terdapat penurunan kedalaman poket pada

sampel, yaitu 66,7% sampel memiliki kedalaman poket ≥3mm

dan 33,4% memiliki kedalaman poket ≤3mm.

Setelah dilakukan uji statistik, pada Tabel V.6

terdapat perbedaan yang signifikan sebelum dan setelah

dilakukan perawatan skeling dan root planing, P =

0,000a).

Tabel V.7 Rata-rata parameter klinis CAL sebelum dan setelah SRP

 

CALTotal

0 1 2 3 4

Perawat

an

Sebel

um

Juml

ah 0 4 18 5 3 30

   

Pers

en 0% 13.3% 60.0% 16.7% 10.0% 100%

 

Setel

ah

Juml

ah 7 18 4 1 0 30

    Pers 23.3% 60.0% 13.3% 3.3% 0% 100%

71

en

Tabel V.8 Perbandingan parameter klinis CAL sebelum dan setelah SRP

CAL Mean T Nilai P

Sebelum perawatan 2.2313.321 0.000a)

Setelah perawatan 0.97

*(P≤0.05), **(P≤0.001) perbedaan signifikan dalam kelompok sampel antar nilai sebelum dan sesudah SCRP (Uji Wilcoxon signed-rank); OHI(% dari daerah); PBI, papilla bleeding index (% dari daerah); PD, probing depth (% dari daerah); CAL, clinical attachment loss (% daridaerah). a): signifikan secara statistik perbedaan perbandingan dengan garis dasar.

Dari penelitian yang dilakukan, juga diperolah

persentase kehilangan perlekatan (Clinical Attachment Loss)

dimana secara keseluruhan dapat dilihat bahwa adanya

perubahan persentase kehilangan perlekatan sebelum dan

setelah perawatan skeling dan root planing. Pada Tabel

V.7 diatas dapat dilihat bahwa sebelum perawatan terdapat

persentase 13,3% mengalami kehilangan perlekatan 1 mm,

13,3% mengalami kehilangan perlekatan sebesar 2 mm, 60%

mengalami kehilangan perlekatan sebesar 3 mm, 16,7%

72

mengalami kehilangan perlekatan sebesar 4 mm, dan 10%

mengalami kehilangan perlekatan sebesar 4 mm. Setelah

dilakukan perawatan skeling dan root planing dapat

terlihat persentase 23,3% tidak mengalami kehilangan

perlekatan, 60% mengalami kehilangan perlekatan sebesar 1

mm, 13,3% mengalami kehilangan perlekatan sebesar 2 mm,

3,3% mengalami kehilangan perlekatan sebesar 3 mm, dan

tidak terdapat kehilangan perlekatan sebesar 4 mm.

Setelah dilakukan uji statistik, diperoleh perbedaan

yang signifikan sebelum dan setelah dilakukan perawatan

skeling dan root planing yaitu P = 0,000a).

73

BAB VI

PEMBAHASAN

Penyakit periodontal merupakan penyakit inflamatori

serta resesif pada jaringan periodontium.2

Periodontitis didefenisikan sebagai penyakit

inflamasi pada jaringan pendukung gigi yang disebabkan

oleh mikroorganisme spesifik, yang menghasilkan destruksi

progresif dari ligamentum periodontal dan tulang alveolar

dengan pembentukan poket, resesi, atau keduanya. Tanda

klinis yang membedakan periodontitis dengan gingivitis

adalah adanya kehilangan perlekatan yang dapat dideteksi.

Hal ini terkadang disertai dengan pembentukan poket

periodontal dan perubahan pada densitas dan tinggi dari

tulang alveolar yang berdekatan.1

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Artese

CHP, et al,17 dan Puhar I, et al,16 ditemukan bahwa

penyakit periodontal yang awalnya dirawat dengan skeling

74

dan root planing sudah cukup menunjukkan perbaikan

jaringan periodontal yang signifikan setelah dirawat, ini

ditunjukkan setelah dilakukan evaluasi beberapa minggu

setelah perawatan. Dalam penelitian yang dilakukan pada

Bagian Periodontologi RSGMP Kandea Unhas sejak tanggal 6

Maret - 15 Juni 2012 pada 30 sampel yang berusia 30-40

tahun serta mengalami periodontitis akan dapat diketahui

bagaimana penurunan indeks parameter klinis yang diukur

sebelum dan setelah

75

dilakukan perawatan skeling dan root planing yang

dievaluasi setelah 2-4 minggu pasca perawatan.

Dalam penelitian ini, peneliti mengambil 4 parameter

klinis yang telah dapat mewakili untuk mengukur penyakit

periodontal seperti penelitian yang dilakukan oleh Artese

Hilana P.C, et al17 dan Yunanti RA10. Adapun parameter

klinis yang digunakan adalah Oral Hygiene Index (OHI), Papillary

Bleeding Index (PBI), Probing Depth (PD) dan Clinical Attachment Loss (CAL).

Hasil dari penelitian yang dilakukan mengenai hasil

evaluasi perawatan skeling dan root planing yang

dilakukan setelah 2-4 minggu kemudian pasca perawatan

akan dibahas satu per satu berdasarkan indeks parameter

klinis yang digunakan. Berdasarkan penelitian yang

dilakukan untuk parameter klinis OHI diperoleh bahwa

presentase tingkat kebersihan mulut (OHI) sebelum dan

setelah perawatan skeling dan root planing, setelah

dilakukan evaluasi 2-4 minggu kemudian, tingkat

kebersihan mulut (OHI) semakin membaik dapat kita lihat

76

juga dari hasil uji statistik menunjukkan tingkat

kesignifikanan sebesar P = 0,000a).

Pemeriksaan perdarahan gusi di klinik dilakukan

hanya dengan cara probing, meskipun dengan cara ini

terbatas menggambarkan aktifitas lesi pada gingiva,

tetapi dapat diandalkan untuk mendiagnosa lesi

periodontal tahap dini. Dengan demikian dapat disimpulkan

bahwa bila ditemukan ada perdarahan gingiva pada

pemeriksaan probing, hal ini menunjukkan adanya penyakit

penyakit periodontal. Namun, periodontal probing memiliki

berbagai kelemahan, karena adanya berbagai faktor yang

dapat mempengaruhi hasil periodontal probing, seperti

diameter ujung probe, kedalaman penetrasi probe ke dalam

poket, agulasi probe pada dinding poket, keakuratan, dan

lain-lain.24

Peradangan gingiva secara visual atau klinis

ditandai dengan kemerahan gingiva, pembengkakan dan

peningkatan tendensi untuk berdarah pada jaringan lunak

77

terutama pada saat di-probing. Secara histologi,

peradangan dan perdarahan tersebut disebabkan karena

adanya ulserasi pada sulkus epitelium dan infiltrasi sel

inflamasi pada jaringan konektif di bawahnya. Gejala-

gejala awal adanya peradangan gingiva adalah suatu

peningkatan tekanan cairan dalam gingiva sehingga

menyebabkan perdarahan pada saat probing.23

Dari penelitian yang dilakukan juga diperoleh hasil

mengenai indeks perdarahan papilla (PBI) dimana diperoleh

adanya penurunan perdarahan yang cukup baik, hal ini

dapat dilihat dari perbandingan persentase antara sebelum

dan sesudah perawatan skeling dan root planing.

Persentase perdarahan papilla sebelum perawatan yang

tertinggi memiliki grade 3 sebesar 66,7% dan menyusul

grade 4 sebesar 13,3%, setelah perawatan skeling dan root

planing tertinggi berada pada grade 0 sebanyak 80% dan

20% pada grade 1.

78

Selanjutnya mengenai parameter klinis pengukuran

kedalaman probing (PD), pemeriksaan kedalaman probing ini

juga sangat penting untuk mengukur keparahan suatu

penyakit periodontal, yakni dengan melakukan pengukuran

kedalaman probing kita dapat mengetahui seberapa dalam

poket yang terjadi pada seseorang sehingga dengan

demikian pula kita dapat mengetahui seberapa parah

penyakit periodontal yang dialami seseorang.7 Dari

penelitian yang dilakukan pada masing-masing sampel

diperoleh hasil bahwa data sebelum dilakukan perawatan

skeling dan root planing 100% sampel memiliki kedalaman

poket rata-rata ≥3 mm sebesar namun setelah dilakukan

perawatan skeling dan root planing dan dilakukan evaluasi

2-4 minggu kemudian diperoleh adanya peubahan yaitu ≥3 mm

sebanyak 66,7% dan ≤3 mm sebasar 33,4%, hal ini

membuktikan adanya perbaikan jaringan yang ditandai

dengan berkurangnya kedalaman poket dengan nilai P =

0,000a). Hampir sama dengan hasil penelitian yang

79

dilakukan oleh Widyastuti et al22, setelah dilakukan

perawatan skeling dan root planing kedalaman poket

menjadi berkurang dari sebelumnya.

Selanjutnya untuk indeks parameter klinis tingkat

kehilangan perlekatan (CAL) ini masih berkaitan dengan

kedalaman poket, tingkat kehilangan perlekatan dapat

diketahui dengan cara mengurangi kedalaman probing dengan

jarak antara CEJ dengan marginal gingiva. Dari penelitian

yang dilakukan dapat dilihat persentase tingkat

kehilangan perlekatan yang paling banyak sebelum

perawatan adalah 13,3% mengalami kehilangan perlekatan 1

mm, 13,3% mengalami kehilangan perlekatan sebesar 2 mm,

60% mengalami kehilangan perlekatan sebesar 3 mm, 16,7%

mengalami kehilangan perlekatan sebesar 4 mm, dan 10%

mengalami kehilangan perlekatan sebesar 4 mm. Setelah

dilakukan perawatan skeling dan root planing dapat

terlihat persentase 23,3% tidak mengalami kehilangan

perlekatan, 60% mengalami kehilangan perlekatan sebesar 1

80

mm, 13,3% mengalami kehilangan perlekatan sebesar 2 mm,

3,3% mengalami kehilangan perlekatan sebesar 3 mm, dan

tidak terdapat kehilangan perlekatan sebesar 4 mm. Hasil

dari penelitian yang dilakukan ini sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Widyastuti, et al22 bahwa

terjadi reduksi atau perbaikan pada PD dan CAL setelah

dilakukan skeling dan root planing.

Secara keseluruhan dari penelitian yang dilakukan

dapat dilihat bahwa perawatan skeling dan root planing

yang dilakukan telah cukup memenuhi standar untuk

memperbaiki kerusakan jaringan periodonsium, hal ini

dapat dilihat dari hasil penelitian yang memperlihatkan

adanya perubahan persentase pada parameter klinis yang

diukur sebelum dan setelah perawatan. Hal ini juga dapat

diperkuat dengan hasil uji statistik yang menunjukkan

perubahan yang signifikan.

81

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

IV.1 SIMPULAN

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan:

1. Dari 30 sampel pasien periodontitis pada saat

penelitian di bagian Periodontologi RSGM Kandea

82

Unhas pada tanggal 6 Maret – 15 Juni 2012, hasil

perawatan skeling dan root planing yang dilakukan

dengan beberapa parameter klinis sebelum perawatan

dan dilakukan evaluasi perawatan setelah 2-4 minggu

kemudian menunjukkan bahwa adanya perubahan yang

signifikan dari semua parameter klinis yang diukur.

2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase status

OHI dari 30 sampel pasien periodontitis antara

sebelum dan setelah 2-4 minggu dilakukan perawatan

skeling dan root planing dimana sebelum perawatan

terdapat 6,7% memiliki OHI baik, 56,7% memiliki OHI

sedang, 36,7% memiliki OHI buruk. Setelah dilakukan

perawatan skeling dan root planing dapat dilihat

bahwa terdapat penurunan persentase status OHI,

dimana 76,7% memiliki OHI baik, 23,3% memiliki OHI

sedang, dan 0% pada OHI buruk.

83

3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase

perdarahan gingiva berdasarkan indeks PBI dari 30

sampel pasien periodontitis antara sebelum

84

dan setelah dilakukan perawatan skeling dan root

planing, sebelum perawatan diperoleh hasil terdapat

persentase 3,3% pada grade perdarahan 1; 13,3% pada

grade perdarahan 2; 66,7% pada grade perdarahan 3;

dan 16,7% pada grade perdarahan 4. Setelah

dilakukan perawatan skeling dan root planing tampak

penurunan tingkat perdarahan papilla (PBI) yang

sangat drastis pada kedua sampel, dimana tampak

persentase 80% pada grade perdarahan 0; 20% pada

grade perdarahan 1.

4. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase

kedalaman probing berdasarkan indeks PD dari 30

sampel pasien periodontitis antara sebelum dan

setelah 2-4 minggu dilakukan perawatan skeling dan

root planing diperoleh persentase kedalaman probing

sebelum dilakukan perawatan terlihat bahwa 100%

sampel memiliki kedalaman poket ≥3mm. Setelah

dilakukan perawatan skeling dan root planing

85

terdapat penurunan kedalaman poket pada sampel,

yaitu 66,7% sampel memiliki kedalaman poket ≥3mm dan

33,4% memiliki kedalaman poket ≤3mm.

5. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase

kehilangan perlekatan klinis berdasarkan indeks CAL

dari 30 sampel pasien periodontitis antara sebelum

dan setelah 2-4 minggu dilakukan perawatan skeling

dan root planing diperoleh sebelum perawatan

terdapat persentase 13,3% mengalami kehilangan

perlekatan 1 mm, 13,3% mengalami kehilangan

perlekatan sebesar 2 mm, 60% mengalami kehilangan

perlekatan sebesar 3 mm, 16,7% mengalami kehilangan

perlekatan sebesar 4 mm, dan 10% mengalami

86

kehilangan perlekatan sebesar 4 mm. Setelah

dilakukan perawatan terlihat persentase 23,3% tidak

mengalami kehilangan perlekatan, 60% mengalami

kehilangan perlekatan sebesar 1 mm, 13,3% mengalami

kehilangan perlekatan sebesar 2 mm, 3,3% mengalami

kehilangan perlekatan sebesar 3 mm, dan tidak

terdapat kehilangan perlekatan sebesar 4 mm.

IV.2 SARAN

Hal yang dapat penulis sarankan setelah dilakukan

penelitian ini yaitu:

1. Disarankan untuk mahasiswa dan para dokter gigi di

Fakultas kedokteran Gigi Unhas agar lebih banyak

lagi mensosialisasikan kepada masyarakat mengenai

pentingnya menjaga kesehatan gigi untuk

meningkatkan kualitas hidup melalui pemerhatian

kesehatan gingiva dan periodontal, karena ternyata

87

masih kurang masyarakat yang peduli dan sadar akan

kesehatan gigi dan mulutnya.

2. Disarankan pula kepada pemerintah melalui

Departemen kesehatan dan Dinas Kesehatan

Pemerintah, agar menempatkan masalah penyakit

periodontal sebagai salah satu prioritas program

kesehatan.

88

DAFTAR PUSTAKA

1. Newman MG, Tahei HH, Carranza FA. Carranza’s Clinical

Periodontology 9th ed. Philadelphia: W.B. Saunders

Compsny; 2002: p. 16-17, 29-32, 36, 45-46, 64-70,

400, 631-633.

2. Klaus H, Rateitschak, EM, Wolf HF, Hassel TM. Color

Atlas of Periodontology. New York : Theime Inc; 1985:

p. 29-31, 33, 37-40.

3. Rose LF, genco RJ, Cohe DW, Mealey BL. Periodontal

Medicine. Ontario: B.C.Decker Inc; 2000: p. 5-6

4. Wilson G Thomas, Kornman S Kenneth, Newman G Michael.

Advances in Periodontics. Singapore: Quinessences

Books; 1992: p. 128-129.

5. Goldman M Hendry, Cohen Walter D. Periodontal Therapy

4th ed. United States of America. The C.V Mosby

Company; 1968: p. 404-412.

89

6. Karring Thorkild, Lang P Niklaus. Clinical

Periodontology and Implant Dentistry 4th ed.

Blackwell Munksgaard; 2003: p. 209-212, 216-217.

7. Bayoumi S Faten, Metwaly M Fatehya, Rashd M Hind. The

Impact of genetic variability and Smoking Habits on

the Prevalence of Periodontitis Among Adults. Journal

of American Science 2010; 6 (6): p 26-30 Available

from:

90

http://www.jofsmericanscience.org/journals/sci/06 -

_2106_Baqyoumi_am0606_26_30.pdf [accessed October

7th, 2011]

8. Gani A, Taufiqurrahman. Kebutuhan Perawatan

Periodontal Remaja di kabupaten Sinjai Tahun 2007.

Dentofasial Jurnal Kedokteran Gigi 2008; 7 (2): p

132-138.

9. Wahyukundari Aris Melok. Perbedaan Kadar Matrix

Metalloproteinase-8 Setelah Scaling dan Pemberian

Tetrasiklin pada penderita Periodontitis Kronis.

Jurnal PDGI. 2009; 58(1): p. 1-6.

10. Yunanti Eka A, Susilowati Koes Al Sri, Mudiastuti

Kwartarini. Perbedaan Aktifitas antara Demineralized

freeze-Dried Bovine Bone Xenograft pada Perawatan

Kerusakan Intraboni. J. Kedokteran Gigi. April; 2010;

1: p. 45-54.

91

11. Goutoudi Paschalina, Diza Evdoxia, Atvanitidou

malamatenia. Effect of Periodontal Therapy on

Crevicular Interleukin-6 and Interleukin-8 Level in

Chronic Periodontitis. International Journal of

Dentistry. 2011; 2012: 1-8.

12. Fauziah, Herawati Dahliah. Aplikasi Subgingival Gel

Metronidazol 25% sebagai bahan Tembakau pada Scaling

and Root Planing. Majalah kedokteran Gigi. Desember;

2008; 15(2): p. 183-186.

13. Page C Roy, Eke I Paul. Case Definitions for Use in

Population Based Surveillance of Periodontitiis. J.

Periodontol. Juli; 2007; 78(7); p. 1387-1399.

14. Jacob P Shaju, Amirishetti Ramesh, Zade MR. Factors

Influencing Pain Experienced During Scaling & Root

Planing: A Correlative Pilot Trial. Journal of

Periodontology & Implant Dentistry. 2011; 3(1). P. 8-

12.

92

15. Leonardt Asa, Carlen Anette, Bengtsson Lisbeth,

Dahlen Gunnar. Detection of Periodontal Markers in

Chronic Periodontitis. The Open Dentistry Journal.

2011; 5: p. 110-115.

16. Puhar Ivan, Kapudija Amalija, Kasaj Adrian,

Willershausen Brita, dkk. Efficacy of Electrical

Neuromuscular Stimulation in the Treatment of Chronic

Periodontitis. J. Periodontal Implant. 2011; 41: p.

117-122.

17. Artese Carillo Paula Hilana, dkk. Effedt of Non-

Surgical Periodontal Treatment on Chronic Kidney

Disease Patient. Periodontics. Okt-Des 2010; 24(4):

p. 449-454.

18. Widyastuti Ratih. Periodontitis: Diagnosis dan

perawatannya. Jurnal Ilmiah dan Teknologi Kedokteran

Gigi. 2011; 6(1): p. 32-35.

93

19. Wahyukundari Aris Melok. Perbedaan Kadar Matrix

Metalloproteinase-8 Setelah Scaling dan Pemberian

Tetrasiklin pada penderita Periodontitis Kronis.

Jurnal PDGI. 2009; 58(1): p. 1-6.

20. Ekaputri Natalia, Sjahruddin D Loes F. Hubungan

Perilaku Wanita Hamil dalam Membersihkan Gigi dan

Mulut dengan Kedalaman Poket Periodontal

94

Selama Masa Kehamilan. Majalah Ilmiah Kedokteran

Gigi. 2005; 20(26): p 90-97.

21. Aida J, Ando Y, Akhter R, Aoyama H, Matsui M, dan

Morita M. Reason for permanent tooth extractions in

Japan. Journal of Epidemiologi 2006; 16 (5): 214-9

Available from:

http://ir.library.tohoku.ac.jp/re/bitstream/10097/462

92/1/10.2188-jea.16.214.pdf [accessed Mei 22th, 2012]

22. Widyawati, Rizka Y. Pengurangan kedalaman poket

periodontal dengan terapi non bedah. Denta Jurnal

Kedokteran Gigi 2006; 1 (1) : p. 10-1.

23. Novaes jr AB, Souza SLS, Taba Jr M, Grisi MFM,

Muzigan LC, Tunes RS. Control of gingival

inflammation in a teenager population using

ultrasonic prophylaxis. Braz Dent J 2004; 15 (1) : p.

41-5. Available from:

95

http://www.scielo.br/pdf/bdj/v515n1/v15n1a08.pdf

[accessed Mei 22th, 2012]

24. Leroy R, Eaton KA, Savage A. Methodological issues in

epidemiological studies of periodontitis – how can it

be improved? BMC Oral Health 2010; 10 (8) : p. 1-7.

Available from ;

http//:www.biomedcentral.com/content/pdf/1472-6831-

10-8.pdf [accessed Mei 22th, 2012]

96