Peranan Penuntun Praktikum Berbentuk Komik terhadap Keterampilan Proses Sains pada Praktikum Uji...

10
1 PERANAN PENUNTUN PRAKTIKUM BERBENTUK KOMIK TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SMA PADA PRAKTIKUM UJI URIN Dieni Hanifa R.A, Mimin Nurjhani K. 1 , Andrian Rustaman 2 Jurusan Pendidikan Biologi, FPMIPA, Universitas Pendidikan Indonesia [email protected] , [email protected] , [email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peranan penuntun praktikum berbentuk komik bagi penguasaan keterampilan proses sains siswa serta mengetahui ketercapaian indikator keterampilan proses sains siswa ketika melaksanakan praktikum uji urin. Metode yang digunakan yaitu metode pre-eksperimen. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI SMAN 7 Bandung yang berjumlah 32 orang. Data dijaring menggunakan lembar observasi yang dilengkapi rubrik keterampilan proses sains siswa, angket, dan wawancara pada guru Biologi. Angket diberikan untuk mengetahui pendapat siswa mengenai isi penuntun praktikum berbentuk komik, ketertarikan dan pandangan siswa terhadap penuntun praktikum berbentuk komik, serta kendala yang dialami ketika menggunakan penuntun praktikum berbentuk komik. Keterampilan proses sains yang diamati diantaranya keterampilan mengamati, menggunakan alat dan bahan, melaksanakan prosedur praktikum dengan benar, menginterpretasi, dan berkomunikasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penuntun praktikum berbentuk komik dapat membantu dan memandu siswa untuk melaksanakan praktikum secara mandiri di sekolah. Rata-rata nilai keterampilan proses sains yang diperoleh siswa yaitu 83 dengan interpretasi baik. Siswa dan guru memberikan tanggapan positif terhadap penggunaan penuntun praktikum berbentuk komik pada praktikum uji urin di sekolah. Dari 32 siswa, terdapat 6 orang siswa yang mengalami kendala ketika menggunakan penuntun praktikum berbentuk komik sementara 26 orang siswa tidak mengalami kendala karena penuntun praktikum berbentuk komik mudah dipahami, menyenangkan, dan gambar langkah kerjanya jelas sehingga membantu dalam pelaksanaan praktikum. Penuntun praktikum berbentuk komik dapat dijadikan sebagai alternatif modul pembelajaran praktikum biologi. Kata kunci : penuntun praktikum, komik, keterampilan proses sains ABSTRACT This study aimed to analyze the role of practical guidance in the form of comics toward science process skills of students and knowing science process skills indicator achievement by student when carrying out lab urine test. The method used is pre- experimental method. The subjects were students of class XI SMAN 7 Bandung, amounting to 32 people. Data acquired using observation sheet with rubric of science process skills, questionnaires, and interviews to the Biology teacher. Questionnaire is given to know the opinion of students about the content, interests and their views to the practical guidance in the form of comics, as well as constraints experienced when using 1 Penulis penanggung jawab 2 Penulis penanggung jawab

Transcript of Peranan Penuntun Praktikum Berbentuk Komik terhadap Keterampilan Proses Sains pada Praktikum Uji...

1

PERANAN PENUNTUN PRAKTIKUM BERBENTUK KOMIK TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SMA PADA

PRAKTIKUM UJI URIN

Dieni Hanifa R.A, Mimin Nurjhani K.1, Andrian Rustaman2

Jurusan Pendidikan Biologi, FPMIPA, Universitas Pendidikan Indonesia [email protected], [email protected], [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peranan penuntun praktikum berbentuk komik bagi penguasaan keterampilan proses sains siswa serta mengetahui ketercapaian

indikator keterampilan proses sains siswa ketika melaksanakan praktikum uji urin.

Metode yang digunakan yaitu metode pre-eksperimen. Subjek penelitian ini adalah siswa

kelas XI SMAN 7 Bandung yang berjumlah 32 orang. Data dijaring menggunakan lembar observasi yang dilengkapi rubrik keterampilan proses sains siswa, angket, dan

wawancara pada guru Biologi. Angket diberikan untuk mengetahui pendapat siswa

mengenai isi penuntun praktikum berbentuk komik, ketertarikan dan pandangan siswa terhadap penuntun praktikum berbentuk komik, serta kendala yang dialami ketika

menggunakan penuntun praktikum berbentuk komik. Keterampilan proses sains yang

diamati diantaranya keterampilan mengamati, menggunakan alat dan bahan, melaksanakan prosedur praktikum dengan benar, menginterpretasi, dan berkomunikasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penuntun praktikum berbentuk komik dapat

membantu dan memandu siswa untuk melaksanakan praktikum secara mandiri di sekolah.

Rata-rata nilai keterampilan proses sains yang diperoleh siswa yaitu 83 dengan interpretasi baik. Siswa dan guru memberikan tanggapan positif terhadap penggunaan

penuntun praktikum berbentuk komik pada praktikum uji urin di sekolah. Dari 32 siswa,

terdapat 6 orang siswa yang mengalami kendala ketika menggunakan penuntun praktikum berbentuk komik sementara 26 orang siswa tidak mengalami kendala karena

penuntun praktikum berbentuk komik mudah dipahami, menyenangkan, dan gambar

langkah kerjanya jelas sehingga membantu dalam pelaksanaan praktikum. Penuntun praktikum berbentuk komik dapat dijadikan sebagai alternatif modul pembelajaran

praktikum biologi.

Kata kunci : penuntun praktikum, komik, keterampilan proses sains

ABSTRACT

This study aimed to analyze the role of practical guidance in the form of comics toward

science process skills of students and knowing science process skills indicator

achievement by student when carrying out lab urine test. The method used is pre-experimental method. The subjects were students of class XI SMAN 7 Bandung,

amounting to 32 people. Data acquired using observation sheet with rubric of science

process skills, questionnaires, and interviews to the Biology teacher. Questionnaire is given to know the opinion of students about the content, interests and their views to the

practical guidance in the form of comics, as well as constraints experienced when using

1 Penulis penanggung jawab

2 Penulis penanggung jawab

2

practical guidance in the form of comics. Science process skills were observed including

observing skills, using laboratory equipment and materials, implementing lab procedures

correctly, interpret data, and communicate. The results showed that the practical guidance in the form of comics can help and guide the students to do practical work independently

at school. The average value of science process skills students acquired at 83 indicate that

science process skills were good. Students and teachers responded positively to the use of

practical guidance in the form of comics in lab urine test at school. From 32 students, there are 6 students who experienced problems when using practical guidance in the form

of comics while 26 students did not experience problems because of practical guidance in

the form of comics is easy to understand, fun, and obvious images that help their step in the practical implementation.

Keywords: practical guidance, comics, science process skills

PENDAHULUAN

Biologi merupakan salah satu mata

pelajaran di dalam sains yang tidak bisa

dipisahkan dari kegiatan praktikum.

Ditinjau dari objek belajar, aktivitas

praktikum dapat dipisahkan menjadi tiga

kelompok besar: 1) untuk membantu siswa

mengembangkan pengetahuan dan

pemahaman mengenai fenomena alam, 2)

belajar mengenai cara menggunakan alat-

alat laboratorium atau mengikuti prosedur

standar praktikum, dan 3) mengembangkan

pemahaman pendekatan inkuiri sains

(Millar, 2009).

Kegiatan praktikum merupakan suatu

sarana yang dapat digunakan untuk melatih

siswa dalam melakukan keterampilan kerja

laboratorium. Siswa harus memiliki

beberapa keterampilan dasar seperti me-

lakukan pengamatan, mengelompokkan

data, membuat hipotesis, mampu meng-

gunakan alat dan bahan, menganalisis data,

menarik kesimpulan, serta mengomunikasi-

kan hasil pengamatannya. Romlah dan

Adisendjaja (2009) menyatakan bahwa

melalui kegiatan praktikum, siswa dilatih

mengembangkan keterampilan proses yang

menjadi dasar kemampuan melaksanakan

penelitian sebenarnya.

Kegiatan praktikum berfungsi

menghubungkan teori atau konsep dan

praktek, meningkatkan daya tarik atau

minat siswa, dapat memperbaiki mis-

konsepsi, dan mengembangkan sikap

analisis dan kritis siswa (Maknun et al.,

2012). Sere (2002 dalam Widodo, 2006),

misalnya, menyatakan bahwa kegiatan

praktikum bukan hanya membantu siswa

untuk memahami konsep, namun juga

mendorong siswa untuk belajar, membuat

siswa bisa mengerjakan sesuatu, dan

membuat siswa belajar mengerjakan

sesuatu. Hal ini menunjukkan bahwa

praktikum harus lebih sering dilakukan

sebab praktikum sangat memungkinkan

untuk mengembangkan kemampuan kerja

ilmiah (Widodo, 2006).

Keterampilan proses dijelaskan dan

dideskripsikan sebagai mengajukan

pertanyaan, membangun hipotesis,

memperkirakan, mengobservasi, merenca-

nakan dan melakukan investigasi, meng-

interpretasi bukti, dan membuat kesim-

pulan; berkomunikasi, melaporkan dan me-

refleksikan; rasa ingin tahu dan menghargai

fakta yang diperoleh, serta fleksibilitas

(Strom, 2012). Penguasaan keterampilan

proses dapat diukur dengan tes

keterampilan (Rustaman et al., 2003) se-

mentara menurut Purwanto (2012), dapat

diukur dengan tes perbuatan. Pada tes per-

buatan, pertanyaan biasanya disampaikan

dalam bentuk tugas-tugas dan penilaiannya

dilakukan terhadap proses pelaksanaan

tugas dan terhadap hasil yang dicapai.

Untuk dapat melakukan kegiatan

praktikum, haruslah didukung dengan

adanya penuntun praktikum. Jenis

penuntun praktikum dapat berupa 1)

cookery book type, langkah-langkah

berurutan seperti resep, 2) pictorial atau

3

bagan, 3) problem solving & open ended

(Rustaman, 2010).

Saat ini, kegiatan praktikum siswa di

sekolah biasanya menggunakan bantuan

petunjuk kegiatan praktikum yang dapat

membantu siswa dalam melakukan

langkah-langkah praktikum. Meskipun

sudah tersedia petunjuk praktikum, guru

biasanya masih memberikan penjelasan

mengenai langkah kerja yang harus

dilakukan siswa. Walaupun penjelasan

guru tentang langkah kerja biasanya

memakan waktu cukup lama, hal ini dinilai

penting untuk dilakukan namun perlu dicari

cara yang lebih efisien (Widodo, 2006).

Penuntun kegiatan laboratorium atau

biasa disebut dengan LKS (Lembar Kerja

Siswa) yang saat ini digunakan di sekolah

biasanya hanya berisi teks saja tanpa

adanya gambar, padahal paduan antara

gambar dan teks lebih efektif digunakan

daripada teks atau gambar saja (Munir,

2012 dalam Alhajjah, 2013). Gambar dapat

membantu siswa untuk mengetahui

bagaimana prosedur penggunaan suatu alat

atau bagaimana cara melakukan suatu

langkah yang diinstruksikan (Carney dan

Levin, 2002). Karena itu, diperlukan

kombinasi antara teks dan gambar dalam

petunjuk kerja agar siswa dapat lebih

mengerti dan mudah memvisualisasikan

langkah praktikum yang harus dilakukan.

Salah satu bentuk kombinasi antara

teks dan gambar yaitu komik. Komik

mempunyai sifat yang sederhana, jelas,

mudah, dan bersifat personal (Rohani,

1997). Komik edukasi dapat berguna untuk

mengajarkan sains dan merupakan sarana

yang baik untuk menyampaikan konsep

tentang sains dalam cara yang menarik

(Tatalovic, 2009). Oleh karena itu, komik

dipilih sebagai format dalam petunjuk

pelaksanaan praktikum.

Dalam penelitian ini, peneliti

berupaya untuk mengembangkan penuntun

kegiatan praktikum berbentuk komik yang

berisi petunjuk langkah-langkah me-

laksanakan praktikum dan dapat mem-

berikan gambaran nyata bagi siswa tentang

praktikum yang akan dilaksanakan.

Penuntun praktikum berbentuk komik yang

digunakan dalam penelitian ini berisi

tujuan, alat dan bahan yang diperlukan

dalam praktikum, langkah kerja yang harus

dilakukan siswa, tabel pengamatan, serta

pertanyaan pengarah yang dapat membantu

siswa dalam membahas dan menyimpulkan

hasil praktikum. Materi yang dipilih dalam

pengembangan penuntun praktikum

berbentuk komik ini yaitu kegiatan

praktikum uji urin meliputi uji kandungan

glukosa, uji albumin, uji klorida, dan uji

amonia.

METODE PENELITIAN

Subjek penelitian ini yaitu siswa

kelas XI MIA 5 SMA Negeri 7 Bandung

sebanyak 32 orang. Penelitian yang

dilakukan menggunakan metode pre-

eksperimental, yaitu paradigma penelitian

dimana terdapat suatu kelompok yang

diberi perlakuan yang diasumsikan dapat

menyebabkan perubahan, selanjutnya

diobservasi hasilnya (Sugiyono, 2002).

Siswa diberikan perlakuan berupa

penggunaan penuntun praktikum berbentuk

komik dan tidak ada kelas kontrol sebagai

pembanding. Kondisi yang ingin diteliti

dalam penelitian ini yaitu penguasaan

keterampilan proses sains siswa dalam

keterampilan mengamati, menggunakan

alat/bahan, melaksanakan prosedur

praktikum dengan benar, menginterpretasi,

dan berkomunikasi ketika menggunakan

penuntun praktikum berbentuk komik

dalam kegiatan praktikum.

Desain penelitian menggunakan tipe

one shot case study (Sugiyono, 2002).

X O

Keterangan:

X= perlakuan yang diberikan

O= observasi keterampilan proses sains

siswa

Penuntun praktikum berbentuk

komik diberikan pada siswa satu minggu

sebelum kegiatan praktikum dilaksanakan.

Siswa diminta membaca komik dan

4

membuat rangkuman mengenai alat bahan

serta langkah kerja yang harus dilakukan

berdasarkan apa yang ada di dalam

penuntun praktikum berbentuk komik.

Setelah itu, siswa melaksanakan praktikum

uji urin secara berkelompok. Masing-

masing siswa dalam kelompok

mengerjakan satu uji yang berbeda untuk

menghindari adanya siswa yang pasif

dalam praktikum.

Data yang diperlukan diambil

menggunakan tiga buah instrumen yaitu

lembar observasi kinerja praktikum siswa,

angket, dan pertanyaan wawancara untuk

guru. Lembar observasi diisi oleh observer

ketika siswa sedang melaksanakan

praktikum uji urin. Satu orang observer

mengamati kinerja satu kelompok yang

terdiri dari 4-5 orang siswa. Angket diisi

oleh siswa setelah selesai melaksanakan

praktikum. Wawancara dilakukan kepada

guru biologi untuk mengetahui

pendapatnya mengenai penggunaan

penuntun praktikum berbentuk komik

dalam pembelajaran.

Skor keterampilan proses sains yang

diperoleh tiap siswa dipersentasekan dan di

interpretasi berdasarkan kriteria menurut

Purwanto (2012):

Tabel 1. Interpretasi keterampilan proses

sains Persentase kemunculan Kriteria

86%-100% Sangat baik

76%-85% Baik

60%-75% Cukup

55%-59% Kurang

<54% Kurang sekali

Hasil angket dibuat dalam bentuk

tabulasi dan dihitung persentasenya tiap

butir pernyataan menggunakan rumus yang

di adaptasi dari cara perhitungan persentase

menurut Purwanto (2009):

X =๐‘—๐‘ข๐‘š๐‘™๐‘Žโ„Ž ๐‘ ๐‘–๐‘ ๐‘ค๐‘Ž ๐‘ฆ๐‘Ž๐‘›๐‘” ๐‘š๐‘’๐‘š๐‘–๐‘™๐‘–โ„Ž ๐‘๐‘’๐‘Ÿ๐‘›๐‘ฆ๐‘Ž๐‘ก๐‘Ž๐‘Ž๐‘›

๐‘—๐‘ข๐‘š๐‘™๐‘Žโ„Ž ๐‘ ๐‘’๐‘™๐‘ข๐‘Ÿ๐‘ขโ„Ž ๐‘ ๐‘–๐‘ ๐‘ค๐‘Ž ๐‘ฅ 100%

Keterangan:

X= angka persentase

HASIL DAN PEMBAHASAN

Data penelitian yang dijaring

menggunakan seluruh instrumen penelitian

dikelompokkan menjadi tiga data utama,

yaitu mengenai keterampilan proses sains

siswa yang menggunakan penuntun

praktikum berbentuk komik, tanggapan

guru dan siswa terhadap penggunaan

penuntun praktikum berbentuk komik

dalam kegiatan praktikum di sekolah, serta

kendala yang dialami oleh siswa dan guru

dalam melaksanakan praktikum

menggunakan penuntun praktikum

berbentuk komik.

Hasil Keterampilan Proses Sains Siswa

Perolehan skor keterampilan proses sains

siswa disajikan dalam diagram berikut.

Gambar 1. Diagram Persentase Keterampilan

Proses Sains Siswa

Diagram 1 menunjukkan bahwa dari

32 siswa, sebanyak 12 orang (38%)

memiliki kemampuan KPS sangat baik, 13

siswa (41%) memiliki kemampuan baik

dan hanya 7 orang (21%) yang memiliki

kemampuan cukup. Tidak ada siswa yang

kemampuan keterampilan proses sainsnya

kurang atau kurang sekali.

Keterampilan proses sains siswa

dinilai oleh observer berdasarkan rubrik

penilaian yang telah dibuat. Beberapa

aspek keterampilan proses sains terpilih

yang diamati yaitu keterampilan

menggunakan alat dan bahan, mengamati/

observasi, melaksanakan percobaan,

berkomunikasi, dan menafsirkan/

interpretasi.

38%

41%

21%

Persentase KPS Siswa

Sangat baik

Baik

cukup

5

02468

10121416182022242628303234

Jum

lah

Sis

wa

skor 3 skor 2 skor 1 skor 0

02468

10121416182022242628

mengamati indikator

membaui amonia

mengumpulkan fakta

Jum

lah

Sis

wa

skor 3 skor 2 skor 1 skor 0

Indikator keterampilan menggunakan

alat dan bahan yang diamati dalam

penelitian ini yaitu memberi label pada

tabung reaksi, memegang dan

menggunakan pipet tetes dengan benar,

meneteskan reagen dan bahan,

menggunakan alat yang berbeda untuk

bahan yang berbeda, meneteskan/

menuangkan bahan, melihat skala pada

gelas ukur, dan memanaskan larutan di

dalam tabung reaksi.

Grafik 1. Ketercapaian Keterampilan Proses Sains Siswa Pada Aspek Menggunakan Alat dan

Bahan

Berdasarkan grafik 1, terlihat bahwa

jumlah siswa yang memperoleh skor 3

paling banyak berada pada keterampilan

menggunakan alat berbeda untuk bahan

berbeda, yaitu sebanyak 100% siswa (32

orang). Seluruh siswa menggunakan alat

yang berbeda untuk bahan yang berbeda.

Setiap siswa sudah menyadari akan

pentingnya penggunaan alat berbeda untuk

bahan yang berbeda pula. Mereka selalu

mencuci alat yang sudah digunakan untuk

suatu bahan jika hendak menggunakan alat

tersebut untuk bahan yang lain. Sementara

jumlah siswa yang memperoleh skor 3

paling sedikit yaitu pada keterampilan

memberi label. Terdapat 22% atau 7 orang

siswa yang mendapat skor 0 karena tidak

memberi label pada tabung reaksi.

Beberapa siswa yang tidak memberi label

ada yang lupa dan ada yang merasa tidak

perlu memberi label pada tabung reaksi

karena mereka dapat mengingat bahan apa

yang dimasukkan ke dalam tabung tersebut.

Padahal, pemberian label dapat

memudahkan praktikan dan menghindari

adanya bahan yang tertukar.

Indikator keterampilan mengamati

yang di observasi dalam penelitian ini yaitu

mengamati indikator, membaui amonia,

dan mengumpulkan fakta dari hasil

pengamatan praktikum.

Grafik 2. Ketercapaian Keterampilan Proses

Sains Siswa Pada Aspek Mengamati

Memberi label Menggunakan

pipet

Meneteskan

reagen dan

bahan

Menggunakan alat

berbeda untuk

bahan berbeda

Meneteskan/

menuangkan

bahan

Melihat skala pada

gelas ukur

Memanaskan

tabung reaksi

6

02468

1012141618202224262830

menuliskan hasil pengamatan

membuat pembahasan

melakukan diskusi dengan

teman kelompok

Jum

lah

Sis

wa

skor 3 skor 2 skor 1 skor 0

Jumlah siswa yang paling banyak

memperoleh skor 3 yaitu pada indikator

mengumpulkan fakta, yaitu siswa

mengamati fakta sesuai dengan hasil pada

kegiatan praktikum. Jumlah siswa yang

paling sedikit memperoleh skor 3 ada pada

indikator membaui amonia. Pada indikator

ini, terdapat satu orang siswa yang

mendapat skor 0 karena tidak membaui

amonia.

Indikator keterampilan proses sains

berkomunikasi yang diamati dalam

penelitian ini yaitu menuliskan hasil

pengamatan, mengubah data dari bentuk

tabel ke dalam bentuk uraian atau membuat

pembahasan, dan melakukan diskusi

dengan teman kelompoknya.

Pada aspek KPS berkomunikasi,

tidak ada siswa yang memperoleh skor 1

atau skor 0. Jumlah siswa yang mendapat

skor 3 lebih banyak dibandingkan siswa

yang mendapat skor 2 untuk indikator

menuliskan hasil pengamatan dan membuat

pembahasan. Sementara untuk indikator

melakukan diskusi dengan teman

kelompok, jumlah siswa yang mendapat

skor 3 dan skor 2 jumlahnya sama banyak.

Indikator KPS menafsirkan/

interpretasi yang diamati dalam penelitian

ini yaitu kemampuan mencocokkan hasil

pengamatan dengan pedoman penafsiran

dan membuat kesimpulan hasil praktikum.

Untuk indikator mencocokkan hasil

pengamatan, sebanyak 28 orang (88%)

siswa memperoleh skor 3 karena

mencocokkan hasil pengamatan sesuai

dengan pedoman penafsiran. Tidak ada

siswa yang memperoleh skor 1. Adapun

untuk indikator membuat kesimpulan,

jumlah siswa terbanyak yaitu yang

memperoleh skor 2 sebanyak 21 orang.

Grafik 4. Ketercapaian Keterampilan Proses

Sains Siswa Pada Aspek Menafsirkan

Perolehan skor keterampilan proses

sains siswa tentunya tidak terlepas dari

peranan penuntun praktikum berbentuk

komik yang digunakan dalam penelitian ini.

Penuntun praktikum berbentuk komik

berperan sebagai pemandu yang membantu

siswa agar dapat melaksanakan praktikum

secara mandiri dengan benar dan mampu

mengaitkan hasil praktikum dengan materi

yang telah diperoleh siswa. Hasruddin dan

Rezeqi (2012) menyatakan bahwa siswa

harus memahami metodologi kerja sains

dan memiliki keterampilan dalam kerja

ilmiah atau keterampilan proses sains.

Dengan hal itu, siswa memiliki kompetensi

untuk dapat mengembangkan sendiri

pengetahuannya.

Penuntun praktikum berbentuk

komik merupakan bentuk lain dari

penuntun praktikum atau LKS yang

biasanya digunakan dalam kegiatan

praktikum. Penuntun praktikum berbentuk

komik tidak hanya memberikan panduan

Grafik 3. Ketercapaian Keterampilan Proses Sains Siswa Pada Aspek Berkomunikasi

02468

1012141618202224262830

mencocokan hasil pengamatan

membuat kesimpulan

jum

lah

Sis

wa

skor 3 skor 2 skor 1

7

pada siswa tentang langkah-langkah

melaksanakan praktikum, tetapi juga

mengenai bagaimana melakukan langkah

kerja dengan benar sesuai prosedur dan

pengetahuan mengenai uji yang dilakukan

serta kaitannya dengan materi, sebab

penyusunan LKS yang tepat dapat

digunakan untuk mengembangkan

keterampilan proses (Widjajanti, 2008).

Tanggapan Terhadap Penggunaan

Penuntun Praktikum Berbentuk Komik

Setelah membaca dan melaksanakan

praktikum menggunakan penuntun

praktikum berbentuk komik, siswa diminta

pendapatnya melalui angket mengenai

penggunaan penuntun praktikum berbentuk

komik dalam kegiatan praktikum di

sekolah. Selain itu, siswa juga diminta

pendapatnya mengenai penuntun praktikum

berbentuk komik baik dari segi tokoh, alur

cerita, gambar, balon kata, ukuran tulisan,

kejelasan kalimat dalam percakapan, dan

warna.. Pernyataan pada angket seluruhnya

bernilai positif.

Dari 32 orang siswa, terdapat 24

orang siswa yang menyatakan setuju

terhadap penggunaan penuntun praktikum

berbentuk komik dalam kegiatan praktikum

di sekolah dan 8 siswa lainnya menyatakan

sangat setuju.

Gambar 2. Diagram Persentase Hasil Angket Siswa Mengenai Penggunaan Penuntun

Praktikum Berbentuk Komik

Terdapat pernyataan pada aspek isi

penuntun praktikum berbentuk komik

dimana tidak ada siswa yang memilih tidak

setuju. Pernyataan tersebut yaitu โ€œkalimat

pada komik jelas dan mudah dimengertiโ€

dan โ€œdesain komik tidak membosankan

sehingga siswa senang membacanyaโ€.

Adapun untuk pernyataan lain dimana

hanya 3% (1 orang) atau 6% (2 orang)

siswa yang memilih tidak setuju yaitu

pernyataan โ€œgambar pada komik sudah

sesuai dengan situasi nyata pada kegiatan

praktikumโ€, โ€œgambar pada komik jelas dan

tidak menumpukโ€, โ€œtulisan pada balon kata

dalam komik sudah terbaca dengan baikโ€,

โ€œwarna alat dan bahan praktikum sesuai

dengan aslinyaโ€, โ€œalur komik mudah

dipahamiโ€, dan โ€œukuran penuntun

praktikum tidak perlu diubahโ€. Secara

keseluruhan, untuk pernyataan tersebut

lebih banyak siswa yang menyatakan setuju.

Hal ini bersesuaian dengan yang

dikemukakan oleh Anitah (2010) bahwa

ciri-ciri gambar yang baik yaitu realistis,

maksudnya gambar seperti benda yang

sesungguhnya atau sesuai dengan apa yang

di gambar. Ia juga menyatakan bahwa

tulisan pada media gambar harus jelas,

sederhana, dan mudah dibaca. Komik

biasanya berwarna dengan gambar-gambar

yang menarik, ceritanya pun tidak

membosankan (Lueking, 2007). Sementara

Sudajana dan Rivai (2001) menyatakan

bahwa gambar berwarna harus dipilih betul

menurut kenyataan. Gambar harus cukup

besar dan jelas. Bilamana ukuran gambar

terlalu kecil maka akan sulit diamati,

pemahaman dan daya tarik terhadap

gambar merosot dan perhatian siswa

terhadap gambar pun hilang. Gambar

dalam penuntun praktikum berbentuk

komik ini sudah jelas dan cukup besar,

sehingga tentu akan berdampak pula pada

pemahaman dan daya tarik siswa.

Sebanyak 16% siswa menyatakan

tidak suka membaca komik. Meskipun

demikian, pada aspek angket ketertarikan

siswa terhadap penuntun praktikum

berbentuk komik, semua siswa menyatakan

setuju jika komik membuat pembelajaran

menjadi tidak kaku serta menyenangkan

25%

75%

Tanggapan Siswa Mengenai Penggunaan Penuntun Praktikum Berbentuk Komik

Sangat setuju

Setuju

8

dan siswa tertarik ketika guru

memperkenalkan penuntun praktikum

berbentuk komik. Komik dapat membuat

pelajaran sains di kelas lebih beragam,

lebih menarik, dan menyenangkan. Anak-

anak mungkin senang menggunakan komik

karena komik merupakan sesuatu yang

berbeda dari rutinitas kegiatan belajar

mereka (Tatalovic, 2009). Bagi siswa,

penuntun praktikum berbentuk komik ini

merupakan sesuatu yang baru, karenanya

siswa tertarik ketika guru memperkenalkan

penuntun praktikum ini.

Kendala Ketika Menggunakan

Penuntun Praktikum Berbentuk Komik

Dalam Pembelajaran

Berdasarkan hasil angket terbuka,

diperoleh data bahwa sebanyak 26 orang

siswa atau 81% siswa tidak menemui

kendala ketika menggunakan penuntun

praktikum berbentuk komik sementara 6

orang siswa atau 19% siswa mengalami

kendala.

Tabel 2. Alasan Tidak Terdapat Kendala Pada Penggunaan Penuntun Praktikum Berbentuk

Komik

Alasan Persentase

Menyenangkan 22,5%

Mudah dipahami 40%

Menarik 12,5%

Gambar langkah kerja jelas

sehingga memudahkan dan

membantu dalam melakukan praktikum

20%

Rinci 2,5%

Lebih berwarna 2,5%

Jumlah 100%

Sebanyak 40% siswa menyatakan

bahwa penuntun praktikum berbentuk

komik mudah dipahami dan 22,5% siswa

menyatakan bahwa penuntun praktikum

berbentuk komik membuat pembelajaran

menjadi menyenangkan. Terdapat 20%

siswa yang menyatakan bahwa gambar

langkah kerja pada penuntun praktikum

sudah jelas dan dapat diikuti dengan baik

oleh siswa.

Tabel 3. Alasan Terdapat Kendala Pada

Penggunaan Penuntun Praktikum Berbentuk

Komik

Alasan Persentase

Tidak diberitahu cara

penggunaan semua alat

laboratorium

16,7%

Tulisan kecil dan tidak teratur 33,3%

Di komik kurang pengetahuan

mengenai materi sistem ekskresi

33,3%

Ukuran kolom untuk menjawab

pertanyaan terlalu kecil

16,7%

Jumlah 100%

Pada penelitian ini, peneliti bertindak

sebagai guru ketika melaksanakan

praktikum menggunakan penuntun

praktikum berbentuk komik dan terdapat

beberapa observer yang mengamati

kegiatan pembelajaran. Kendala yang

dialami yaitu adanya beberapa orang siswa

yang tidak membaca penuntun praktikum

sebelum kegiatan praktikum sehingga

siswa tersebut bingung dan tidak tahu apa

yang harus dilakukan, padahal penuntun

praktikum berbentuk komik sudah

diberikan kepada siswa satu minggu

sebelum kegiatan praktikum, baik berupa

print out ataupun soft file.

Kendala lain adalah adanya siswa

yang tidak mau melakukan kontak dengan

urin yaitu siswa dengan kode APA

sehingga dia tidak melakukan kegiatan

mengukur urin dengan gelas ukur, tidak

memanaskan larutan dalam tabung reaksi

dan tidak membaui amonia. Beberapa

siswa juga ada yang pasif dalam praktikum,

hanya melakukan kegiatan seperti mencatat

atau mencuci alat meskipun guru sudah

memberi nomor pada tiap siswa dan

masing-masing bertanggung jawab

terhadap satu uji. Setelah ditegur oleh guru,

barulah siswa yang pasif tersebut mau

melaksanakan uji sesuai bagiannya.

Penggunaan penuntun praktikum

berbentuk komik dalam kegiatan praktikum

memiliki kelebihan dan kekurangan.

Adanya kombinasi gambar dan teks dalam

penuntun praktikum dapat membantu siswa

memvisualisasikan langkah kerja yang

9

harus dilakukan. Ini bersesuaian dengan

hasil angket siswa dimana hampir seluruh

siswa menyatakan setuju jika penuntun

praktikum berbentuk komik memandu

dalam pelaksanaan praktikum dan

memberikan pengetahuan mengenai

bagaimana melakukan langkah kerja

dengan benar. Selain itu, siswa mudah

memahami penuntun praktikum berbentuk

komik dan lebih senang menggunakan

penuntun praktikum berbentuk komik.

Kekurangan dari penuntun praktikum

berbentuk komik ini yaitu membutuhkan

waktu yang cukup lama dan biaya yang

tidak sedikit dalam pembuatannya. Hal ini

tentu menjadi kurang efisien jika hendak

digunakan di sekolah yang memiliki

jumlah siswa relatif banyak.

Dengan format penuntun praktikum

berbentuk komik yang merupakan format

buku resep, akan menghalangi munculnya

kreatifitas siswa untuk mencoba hal-hal

yang baru karena siswa terpaku pada

langkah kerja yang telah disediakan.

Padahal untuk siswa tingkat SMA sudah

dituntut untuk dapat melakukan proses

inkuiri, mencari tahu sendiri bagaimana

langkah kerja yang harus dilakukan.

Meskipun demikian, penuntun praktikum

berbentuk komik ini dapat dikembangkan

sebagai alat bantu untuk menumbuhkan

kemampuan analitis, inferensi, dan berfikir

kritis siswa (Lueking, 2007). Salah satu

yang mungkin dilakukan yaitu dengan

memotong panel komik dan mengacaknya

lalu siswa diminta mengurutkannya sesuai

dengan urutan berdasarkan pemahaman

mereka. Kemudian mereka harus

mengerjakan langkah kerja tersebut. Hasil

dari tiap kelompok tentu akan berbeda dan

hal ini dapat menjadi bahan diskusi kelas

mengenai perbedaan langkah kerja

meskipun hal yang ditelitinya sama. Guru

dapat menyediakan lebih dari satu urutan

langkah kerja yang benar.

Selain itu, di dalam penuntun

praktikum berbentuk komik dapat pula

tidak dijelaskan secara langsung bagaimana

cara melakukan langkah kerja dengan

benar tetapi merangsang siswa untuk

menemukan sendiri cara yang benar. Hal

ini dilakukan dengan menampilkan

gambar-gambar cara yang salah dan

masalah yang timbul, seperti pada cara

mengukur skala menggunakan gelas ukur.

Di dalam komik diceritakan siswa yang

melihat skala tidak sejajar sehingga jumlah

larutan tidak sesuai dengan seharusnya.

Dari sini, maka siswa akan berfikir

bagaimana seharusnya cara melihat skala

agar sesuai dengan yang diinginkan.

Penggunaan penuntun praktikum

berbentuk komik dalam kegiatan praktikum

di sekolah dapat dikembangkan lagi

sehingga dapat menggali kreatifitas dan

memunculkan kemampuan-kemampuan

siswa yang lain ketika melaksanakan

praktikum.

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Hasil penelitian menunjukkan bahwa

penuntun praktikum berbentuk komik

dapat membantu dan memandu siswa untuk

melakukan praktikum secara mandiri di

sekolah. Skor rata-rata Keterampilan

Proses Sains siswa yang menggunakan

penuntun praktikum berbentuk komik yaitu

83 dengan interpretasi baik.

Penuntun praktikum berbentuk

komik mendapatkan tanggapan positif dari

siswa dan guru. Sebagian besar siswa

berpendapat bahwa gambar, tulisan,

kalimat, alur, warna, dan desain komik

sudah jelas dan mudah dipahami. Sebanyak

81% siswa tidak mengalami kendala ketika

menggunakan penuntun praktikum

berbentuk komik. Ini karena komik mudah

dipahami, gambarnya jelas membantu

siswa melakukan langkah-langkah

praktikum, dan menyenangkan. Sementara

19% siswa mengalami kendala karena

kurangnya pengetahuan yang dicantumkan

dalam komik dan kolom untuk menjawab

pertanyaan terlalu kecil.

Siswa harus diberikan waktu khusus

untuk membaca komik di kelas dan

langsung membuat rangkuman mengenai

langkah kerjanya secara individu untuk

10

memastikan seluruh siswa membaca

penuntun praktikum berbentuk komik

sebelum melakukan praktikum.

Ketika melaksanakan praktikum,

masih terdapat siswa yang tidak melakukan

langkah kerja sesuai prosedur. Misalnya

ketika mencium aroma amonia tidak

menggunakan kibasan tangan tetapi

langsung mendekatkan tabung reaksi yang

berisi urin ke hidung. Untuk itu, di dalam

penuntun praktikum berbentuk komik perlu

dicantumkan peringatan tentang bahaya

yang ditimbulkan jika siswa tidak

melaksanakan langkah kerja dengan benar

atau tidak menggunakan alat sesuai

prosedur.

REFERENSI

Anitah, S. (2010). Media Pembelajaran.

Surakarta: Yuma Pustaka.

Carney, R. dan Levin, J. R. (2002).

Pictorial Illustrations Still Improve

Studentsโ€™ Learning From Text.

Educational Psychology Review, 14(1).

5-26.

Hasruddin, dan Rezeqi, S. (2012). Analisis

Pelaksanaan Praktikum Biologi dan

Permasalahannya di SMA Negeri

Sekabupaten Karo. Jurnal Tabularasa

PPS UNIMED. 9(1). 17-32.

Lueking, M. (2007). Comics in the

Classroom. [Online]. Tersedia:

http://www.sps186.org/teachers/mluekin

g/comics_in_the_classroom/ (diakses 10

Juli 2014)

Maknun, D., Surtikanti, R.., Munandar, A..,

dan Subahar, T. (2012). Keterampilan

Esensial dan Kompetensi Motorik

Laboratorium Mahasiswa Calon Guru

Biologi dalam Kegiatan Praktikum

Ekologi. Jurnal Pendidikan IPA

Indonesia. 1(2). 141-148.

Millar, R. (2009). Analysing practical

activities to assess and improve

effectiveness: The Practical Activity

Analysis Inventory (PAAI). York: Centre

for Innovation and Research in Science

Education, University of York.

Purwanto, N. (2012). Prinsip-Prinsip dan

Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung:

Remaja Rosdakarya.

Rohani, A. (1997). Media Instruksional

Edukatif. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.

Romlah, O. dan Adisendjaja, Y.H. (2009).

Peranan Praktikum Dalam

Mengembangkan Keterampilan Proses

dan Kerja Laboratorium. Makalah

MGMP Biologi Kabupaten Garut.

Rustaman, A. (2010). Merancang dan

Menilai Praktikum. Handout: Jurusan

Pendidikan Biologi FPMIPA UPI.

Rustaman, N., Dirdjosoemarto, S.,

Yudianto, S.A., Achmad, Y., Subekti, R.,

Nurjhani, M., dan Rochintaniawati, D.

(2003). Strategi Belajar Mengajar

Biologi. Bandung: IMSTEP JICA.

Strom, R. (2012). Using Guided Inquiry to

Improve Process Skills and Content

Knowledge in Primary Science.

Professional Paper for the degree of

Master Science: Montana State

University.

Sudjana, N. (2009). Penilaian Hasil Proses

Belajar Mengajar. Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Tatalovic, M. (2009). Science Comics as

Tools for Science Education and

Communication: a brief, exploratory

study. Journal of Science

Communication. 08(04), 1-16.

Widjajanti, E. (2008). Kualitas Lembar

Kerja Siswa. Makalah Kegiatan

Pengabdian pada Masyarakat: FMIPA

UNY.

Widodo, A. dan Ramdhaningsih, V. (2006).

Analisis Kegiatan Praktikum Biologi

dengan Menggunakan Video.

Metalogika. 9(2), 146-158.

Sugiyono. (2002). Metode Penelitian

Administrasi. Penerbit Alfabeta:

Bandung.