1
PERANAN PENUNTUN PRAKTIKUM BERBENTUK KOMIK TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SMA PADA
PRAKTIKUM UJI URIN
Dieni Hanifa R.A, Mimin Nurjhani K.1, Andrian Rustaman2
Jurusan Pendidikan Biologi, FPMIPA, Universitas Pendidikan Indonesia [email protected], [email protected], [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peranan penuntun praktikum berbentuk komik bagi penguasaan keterampilan proses sains siswa serta mengetahui ketercapaian
indikator keterampilan proses sains siswa ketika melaksanakan praktikum uji urin.
Metode yang digunakan yaitu metode pre-eksperimen. Subjek penelitian ini adalah siswa
kelas XI SMAN 7 Bandung yang berjumlah 32 orang. Data dijaring menggunakan lembar observasi yang dilengkapi rubrik keterampilan proses sains siswa, angket, dan
wawancara pada guru Biologi. Angket diberikan untuk mengetahui pendapat siswa
mengenai isi penuntun praktikum berbentuk komik, ketertarikan dan pandangan siswa terhadap penuntun praktikum berbentuk komik, serta kendala yang dialami ketika
menggunakan penuntun praktikum berbentuk komik. Keterampilan proses sains yang
diamati diantaranya keterampilan mengamati, menggunakan alat dan bahan, melaksanakan prosedur praktikum dengan benar, menginterpretasi, dan berkomunikasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penuntun praktikum berbentuk komik dapat
membantu dan memandu siswa untuk melaksanakan praktikum secara mandiri di sekolah.
Rata-rata nilai keterampilan proses sains yang diperoleh siswa yaitu 83 dengan interpretasi baik. Siswa dan guru memberikan tanggapan positif terhadap penggunaan
penuntun praktikum berbentuk komik pada praktikum uji urin di sekolah. Dari 32 siswa,
terdapat 6 orang siswa yang mengalami kendala ketika menggunakan penuntun praktikum berbentuk komik sementara 26 orang siswa tidak mengalami kendala karena
penuntun praktikum berbentuk komik mudah dipahami, menyenangkan, dan gambar
langkah kerjanya jelas sehingga membantu dalam pelaksanaan praktikum. Penuntun praktikum berbentuk komik dapat dijadikan sebagai alternatif modul pembelajaran
praktikum biologi.
Kata kunci : penuntun praktikum, komik, keterampilan proses sains
ABSTRACT
This study aimed to analyze the role of practical guidance in the form of comics toward
science process skills of students and knowing science process skills indicator
achievement by student when carrying out lab urine test. The method used is pre-experimental method. The subjects were students of class XI SMAN 7 Bandung,
amounting to 32 people. Data acquired using observation sheet with rubric of science
process skills, questionnaires, and interviews to the Biology teacher. Questionnaire is given to know the opinion of students about the content, interests and their views to the
practical guidance in the form of comics, as well as constraints experienced when using
1 Penulis penanggung jawab
2 Penulis penanggung jawab
2
practical guidance in the form of comics. Science process skills were observed including
observing skills, using laboratory equipment and materials, implementing lab procedures
correctly, interpret data, and communicate. The results showed that the practical guidance in the form of comics can help and guide the students to do practical work independently
at school. The average value of science process skills students acquired at 83 indicate that
science process skills were good. Students and teachers responded positively to the use of
practical guidance in the form of comics in lab urine test at school. From 32 students, there are 6 students who experienced problems when using practical guidance in the form
of comics while 26 students did not experience problems because of practical guidance in
the form of comics is easy to understand, fun, and obvious images that help their step in the practical implementation.
Keywords: practical guidance, comics, science process skills
PENDAHULUAN
Biologi merupakan salah satu mata
pelajaran di dalam sains yang tidak bisa
dipisahkan dari kegiatan praktikum.
Ditinjau dari objek belajar, aktivitas
praktikum dapat dipisahkan menjadi tiga
kelompok besar: 1) untuk membantu siswa
mengembangkan pengetahuan dan
pemahaman mengenai fenomena alam, 2)
belajar mengenai cara menggunakan alat-
alat laboratorium atau mengikuti prosedur
standar praktikum, dan 3) mengembangkan
pemahaman pendekatan inkuiri sains
(Millar, 2009).
Kegiatan praktikum merupakan suatu
sarana yang dapat digunakan untuk melatih
siswa dalam melakukan keterampilan kerja
laboratorium. Siswa harus memiliki
beberapa keterampilan dasar seperti me-
lakukan pengamatan, mengelompokkan
data, membuat hipotesis, mampu meng-
gunakan alat dan bahan, menganalisis data,
menarik kesimpulan, serta mengomunikasi-
kan hasil pengamatannya. Romlah dan
Adisendjaja (2009) menyatakan bahwa
melalui kegiatan praktikum, siswa dilatih
mengembangkan keterampilan proses yang
menjadi dasar kemampuan melaksanakan
penelitian sebenarnya.
Kegiatan praktikum berfungsi
menghubungkan teori atau konsep dan
praktek, meningkatkan daya tarik atau
minat siswa, dapat memperbaiki mis-
konsepsi, dan mengembangkan sikap
analisis dan kritis siswa (Maknun et al.,
2012). Sere (2002 dalam Widodo, 2006),
misalnya, menyatakan bahwa kegiatan
praktikum bukan hanya membantu siswa
untuk memahami konsep, namun juga
mendorong siswa untuk belajar, membuat
siswa bisa mengerjakan sesuatu, dan
membuat siswa belajar mengerjakan
sesuatu. Hal ini menunjukkan bahwa
praktikum harus lebih sering dilakukan
sebab praktikum sangat memungkinkan
untuk mengembangkan kemampuan kerja
ilmiah (Widodo, 2006).
Keterampilan proses dijelaskan dan
dideskripsikan sebagai mengajukan
pertanyaan, membangun hipotesis,
memperkirakan, mengobservasi, merenca-
nakan dan melakukan investigasi, meng-
interpretasi bukti, dan membuat kesim-
pulan; berkomunikasi, melaporkan dan me-
refleksikan; rasa ingin tahu dan menghargai
fakta yang diperoleh, serta fleksibilitas
(Strom, 2012). Penguasaan keterampilan
proses dapat diukur dengan tes
keterampilan (Rustaman et al., 2003) se-
mentara menurut Purwanto (2012), dapat
diukur dengan tes perbuatan. Pada tes per-
buatan, pertanyaan biasanya disampaikan
dalam bentuk tugas-tugas dan penilaiannya
dilakukan terhadap proses pelaksanaan
tugas dan terhadap hasil yang dicapai.
Untuk dapat melakukan kegiatan
praktikum, haruslah didukung dengan
adanya penuntun praktikum. Jenis
penuntun praktikum dapat berupa 1)
cookery book type, langkah-langkah
berurutan seperti resep, 2) pictorial atau
3
bagan, 3) problem solving & open ended
(Rustaman, 2010).
Saat ini, kegiatan praktikum siswa di
sekolah biasanya menggunakan bantuan
petunjuk kegiatan praktikum yang dapat
membantu siswa dalam melakukan
langkah-langkah praktikum. Meskipun
sudah tersedia petunjuk praktikum, guru
biasanya masih memberikan penjelasan
mengenai langkah kerja yang harus
dilakukan siswa. Walaupun penjelasan
guru tentang langkah kerja biasanya
memakan waktu cukup lama, hal ini dinilai
penting untuk dilakukan namun perlu dicari
cara yang lebih efisien (Widodo, 2006).
Penuntun kegiatan laboratorium atau
biasa disebut dengan LKS (Lembar Kerja
Siswa) yang saat ini digunakan di sekolah
biasanya hanya berisi teks saja tanpa
adanya gambar, padahal paduan antara
gambar dan teks lebih efektif digunakan
daripada teks atau gambar saja (Munir,
2012 dalam Alhajjah, 2013). Gambar dapat
membantu siswa untuk mengetahui
bagaimana prosedur penggunaan suatu alat
atau bagaimana cara melakukan suatu
langkah yang diinstruksikan (Carney dan
Levin, 2002). Karena itu, diperlukan
kombinasi antara teks dan gambar dalam
petunjuk kerja agar siswa dapat lebih
mengerti dan mudah memvisualisasikan
langkah praktikum yang harus dilakukan.
Salah satu bentuk kombinasi antara
teks dan gambar yaitu komik. Komik
mempunyai sifat yang sederhana, jelas,
mudah, dan bersifat personal (Rohani,
1997). Komik edukasi dapat berguna untuk
mengajarkan sains dan merupakan sarana
yang baik untuk menyampaikan konsep
tentang sains dalam cara yang menarik
(Tatalovic, 2009). Oleh karena itu, komik
dipilih sebagai format dalam petunjuk
pelaksanaan praktikum.
Dalam penelitian ini, peneliti
berupaya untuk mengembangkan penuntun
kegiatan praktikum berbentuk komik yang
berisi petunjuk langkah-langkah me-
laksanakan praktikum dan dapat mem-
berikan gambaran nyata bagi siswa tentang
praktikum yang akan dilaksanakan.
Penuntun praktikum berbentuk komik yang
digunakan dalam penelitian ini berisi
tujuan, alat dan bahan yang diperlukan
dalam praktikum, langkah kerja yang harus
dilakukan siswa, tabel pengamatan, serta
pertanyaan pengarah yang dapat membantu
siswa dalam membahas dan menyimpulkan
hasil praktikum. Materi yang dipilih dalam
pengembangan penuntun praktikum
berbentuk komik ini yaitu kegiatan
praktikum uji urin meliputi uji kandungan
glukosa, uji albumin, uji klorida, dan uji
amonia.
METODE PENELITIAN
Subjek penelitian ini yaitu siswa
kelas XI MIA 5 SMA Negeri 7 Bandung
sebanyak 32 orang. Penelitian yang
dilakukan menggunakan metode pre-
eksperimental, yaitu paradigma penelitian
dimana terdapat suatu kelompok yang
diberi perlakuan yang diasumsikan dapat
menyebabkan perubahan, selanjutnya
diobservasi hasilnya (Sugiyono, 2002).
Siswa diberikan perlakuan berupa
penggunaan penuntun praktikum berbentuk
komik dan tidak ada kelas kontrol sebagai
pembanding. Kondisi yang ingin diteliti
dalam penelitian ini yaitu penguasaan
keterampilan proses sains siswa dalam
keterampilan mengamati, menggunakan
alat/bahan, melaksanakan prosedur
praktikum dengan benar, menginterpretasi,
dan berkomunikasi ketika menggunakan
penuntun praktikum berbentuk komik
dalam kegiatan praktikum.
Desain penelitian menggunakan tipe
one shot case study (Sugiyono, 2002).
X O
Keterangan:
X= perlakuan yang diberikan
O= observasi keterampilan proses sains
siswa
Penuntun praktikum berbentuk
komik diberikan pada siswa satu minggu
sebelum kegiatan praktikum dilaksanakan.
Siswa diminta membaca komik dan
4
membuat rangkuman mengenai alat bahan
serta langkah kerja yang harus dilakukan
berdasarkan apa yang ada di dalam
penuntun praktikum berbentuk komik.
Setelah itu, siswa melaksanakan praktikum
uji urin secara berkelompok. Masing-
masing siswa dalam kelompok
mengerjakan satu uji yang berbeda untuk
menghindari adanya siswa yang pasif
dalam praktikum.
Data yang diperlukan diambil
menggunakan tiga buah instrumen yaitu
lembar observasi kinerja praktikum siswa,
angket, dan pertanyaan wawancara untuk
guru. Lembar observasi diisi oleh observer
ketika siswa sedang melaksanakan
praktikum uji urin. Satu orang observer
mengamati kinerja satu kelompok yang
terdiri dari 4-5 orang siswa. Angket diisi
oleh siswa setelah selesai melaksanakan
praktikum. Wawancara dilakukan kepada
guru biologi untuk mengetahui
pendapatnya mengenai penggunaan
penuntun praktikum berbentuk komik
dalam pembelajaran.
Skor keterampilan proses sains yang
diperoleh tiap siswa dipersentasekan dan di
interpretasi berdasarkan kriteria menurut
Purwanto (2012):
Tabel 1. Interpretasi keterampilan proses
sains Persentase kemunculan Kriteria
86%-100% Sangat baik
76%-85% Baik
60%-75% Cukup
55%-59% Kurang
<54% Kurang sekali
Hasil angket dibuat dalam bentuk
tabulasi dan dihitung persentasenya tiap
butir pernyataan menggunakan rumus yang
di adaptasi dari cara perhitungan persentase
menurut Purwanto (2009):
X =๐๐ข๐๐๐โ ๐ ๐๐ ๐ค๐ ๐ฆ๐๐๐ ๐๐๐๐๐๐โ ๐๐๐๐๐ฆ๐๐ก๐๐๐
๐๐ข๐๐๐โ ๐ ๐๐๐ข๐๐ขโ ๐ ๐๐ ๐ค๐ ๐ฅ 100%
Keterangan:
X= angka persentase
HASIL DAN PEMBAHASAN
Data penelitian yang dijaring
menggunakan seluruh instrumen penelitian
dikelompokkan menjadi tiga data utama,
yaitu mengenai keterampilan proses sains
siswa yang menggunakan penuntun
praktikum berbentuk komik, tanggapan
guru dan siswa terhadap penggunaan
penuntun praktikum berbentuk komik
dalam kegiatan praktikum di sekolah, serta
kendala yang dialami oleh siswa dan guru
dalam melaksanakan praktikum
menggunakan penuntun praktikum
berbentuk komik.
Hasil Keterampilan Proses Sains Siswa
Perolehan skor keterampilan proses sains
siswa disajikan dalam diagram berikut.
Gambar 1. Diagram Persentase Keterampilan
Proses Sains Siswa
Diagram 1 menunjukkan bahwa dari
32 siswa, sebanyak 12 orang (38%)
memiliki kemampuan KPS sangat baik, 13
siswa (41%) memiliki kemampuan baik
dan hanya 7 orang (21%) yang memiliki
kemampuan cukup. Tidak ada siswa yang
kemampuan keterampilan proses sainsnya
kurang atau kurang sekali.
Keterampilan proses sains siswa
dinilai oleh observer berdasarkan rubrik
penilaian yang telah dibuat. Beberapa
aspek keterampilan proses sains terpilih
yang diamati yaitu keterampilan
menggunakan alat dan bahan, mengamati/
observasi, melaksanakan percobaan,
berkomunikasi, dan menafsirkan/
interpretasi.
38%
41%
21%
Persentase KPS Siswa
Sangat baik
Baik
cukup
5
02468
10121416182022242628303234
Jum
lah
Sis
wa
skor 3 skor 2 skor 1 skor 0
02468
10121416182022242628
mengamati indikator
membaui amonia
mengumpulkan fakta
Jum
lah
Sis
wa
skor 3 skor 2 skor 1 skor 0
Indikator keterampilan menggunakan
alat dan bahan yang diamati dalam
penelitian ini yaitu memberi label pada
tabung reaksi, memegang dan
menggunakan pipet tetes dengan benar,
meneteskan reagen dan bahan,
menggunakan alat yang berbeda untuk
bahan yang berbeda, meneteskan/
menuangkan bahan, melihat skala pada
gelas ukur, dan memanaskan larutan di
dalam tabung reaksi.
Grafik 1. Ketercapaian Keterampilan Proses Sains Siswa Pada Aspek Menggunakan Alat dan
Bahan
Berdasarkan grafik 1, terlihat bahwa
jumlah siswa yang memperoleh skor 3
paling banyak berada pada keterampilan
menggunakan alat berbeda untuk bahan
berbeda, yaitu sebanyak 100% siswa (32
orang). Seluruh siswa menggunakan alat
yang berbeda untuk bahan yang berbeda.
Setiap siswa sudah menyadari akan
pentingnya penggunaan alat berbeda untuk
bahan yang berbeda pula. Mereka selalu
mencuci alat yang sudah digunakan untuk
suatu bahan jika hendak menggunakan alat
tersebut untuk bahan yang lain. Sementara
jumlah siswa yang memperoleh skor 3
paling sedikit yaitu pada keterampilan
memberi label. Terdapat 22% atau 7 orang
siswa yang mendapat skor 0 karena tidak
memberi label pada tabung reaksi.
Beberapa siswa yang tidak memberi label
ada yang lupa dan ada yang merasa tidak
perlu memberi label pada tabung reaksi
karena mereka dapat mengingat bahan apa
yang dimasukkan ke dalam tabung tersebut.
Padahal, pemberian label dapat
memudahkan praktikan dan menghindari
adanya bahan yang tertukar.
Indikator keterampilan mengamati
yang di observasi dalam penelitian ini yaitu
mengamati indikator, membaui amonia,
dan mengumpulkan fakta dari hasil
pengamatan praktikum.
Grafik 2. Ketercapaian Keterampilan Proses
Sains Siswa Pada Aspek Mengamati
Memberi label Menggunakan
pipet
Meneteskan
reagen dan
bahan
Menggunakan alat
berbeda untuk
bahan berbeda
Meneteskan/
menuangkan
bahan
Melihat skala pada
gelas ukur
Memanaskan
tabung reaksi
6
02468
1012141618202224262830
menuliskan hasil pengamatan
membuat pembahasan
melakukan diskusi dengan
teman kelompok
Jum
lah
Sis
wa
skor 3 skor 2 skor 1 skor 0
Jumlah siswa yang paling banyak
memperoleh skor 3 yaitu pada indikator
mengumpulkan fakta, yaitu siswa
mengamati fakta sesuai dengan hasil pada
kegiatan praktikum. Jumlah siswa yang
paling sedikit memperoleh skor 3 ada pada
indikator membaui amonia. Pada indikator
ini, terdapat satu orang siswa yang
mendapat skor 0 karena tidak membaui
amonia.
Indikator keterampilan proses sains
berkomunikasi yang diamati dalam
penelitian ini yaitu menuliskan hasil
pengamatan, mengubah data dari bentuk
tabel ke dalam bentuk uraian atau membuat
pembahasan, dan melakukan diskusi
dengan teman kelompoknya.
Pada aspek KPS berkomunikasi,
tidak ada siswa yang memperoleh skor 1
atau skor 0. Jumlah siswa yang mendapat
skor 3 lebih banyak dibandingkan siswa
yang mendapat skor 2 untuk indikator
menuliskan hasil pengamatan dan membuat
pembahasan. Sementara untuk indikator
melakukan diskusi dengan teman
kelompok, jumlah siswa yang mendapat
skor 3 dan skor 2 jumlahnya sama banyak.
Indikator KPS menafsirkan/
interpretasi yang diamati dalam penelitian
ini yaitu kemampuan mencocokkan hasil
pengamatan dengan pedoman penafsiran
dan membuat kesimpulan hasil praktikum.
Untuk indikator mencocokkan hasil
pengamatan, sebanyak 28 orang (88%)
siswa memperoleh skor 3 karena
mencocokkan hasil pengamatan sesuai
dengan pedoman penafsiran. Tidak ada
siswa yang memperoleh skor 1. Adapun
untuk indikator membuat kesimpulan,
jumlah siswa terbanyak yaitu yang
memperoleh skor 2 sebanyak 21 orang.
Grafik 4. Ketercapaian Keterampilan Proses
Sains Siswa Pada Aspek Menafsirkan
Perolehan skor keterampilan proses
sains siswa tentunya tidak terlepas dari
peranan penuntun praktikum berbentuk
komik yang digunakan dalam penelitian ini.
Penuntun praktikum berbentuk komik
berperan sebagai pemandu yang membantu
siswa agar dapat melaksanakan praktikum
secara mandiri dengan benar dan mampu
mengaitkan hasil praktikum dengan materi
yang telah diperoleh siswa. Hasruddin dan
Rezeqi (2012) menyatakan bahwa siswa
harus memahami metodologi kerja sains
dan memiliki keterampilan dalam kerja
ilmiah atau keterampilan proses sains.
Dengan hal itu, siswa memiliki kompetensi
untuk dapat mengembangkan sendiri
pengetahuannya.
Penuntun praktikum berbentuk
komik merupakan bentuk lain dari
penuntun praktikum atau LKS yang
biasanya digunakan dalam kegiatan
praktikum. Penuntun praktikum berbentuk
komik tidak hanya memberikan panduan
Grafik 3. Ketercapaian Keterampilan Proses Sains Siswa Pada Aspek Berkomunikasi
02468
1012141618202224262830
mencocokan hasil pengamatan
membuat kesimpulan
jum
lah
Sis
wa
skor 3 skor 2 skor 1
7
pada siswa tentang langkah-langkah
melaksanakan praktikum, tetapi juga
mengenai bagaimana melakukan langkah
kerja dengan benar sesuai prosedur dan
pengetahuan mengenai uji yang dilakukan
serta kaitannya dengan materi, sebab
penyusunan LKS yang tepat dapat
digunakan untuk mengembangkan
keterampilan proses (Widjajanti, 2008).
Tanggapan Terhadap Penggunaan
Penuntun Praktikum Berbentuk Komik
Setelah membaca dan melaksanakan
praktikum menggunakan penuntun
praktikum berbentuk komik, siswa diminta
pendapatnya melalui angket mengenai
penggunaan penuntun praktikum berbentuk
komik dalam kegiatan praktikum di
sekolah. Selain itu, siswa juga diminta
pendapatnya mengenai penuntun praktikum
berbentuk komik baik dari segi tokoh, alur
cerita, gambar, balon kata, ukuran tulisan,
kejelasan kalimat dalam percakapan, dan
warna.. Pernyataan pada angket seluruhnya
bernilai positif.
Dari 32 orang siswa, terdapat 24
orang siswa yang menyatakan setuju
terhadap penggunaan penuntun praktikum
berbentuk komik dalam kegiatan praktikum
di sekolah dan 8 siswa lainnya menyatakan
sangat setuju.
Gambar 2. Diagram Persentase Hasil Angket Siswa Mengenai Penggunaan Penuntun
Praktikum Berbentuk Komik
Terdapat pernyataan pada aspek isi
penuntun praktikum berbentuk komik
dimana tidak ada siswa yang memilih tidak
setuju. Pernyataan tersebut yaitu โkalimat
pada komik jelas dan mudah dimengertiโ
dan โdesain komik tidak membosankan
sehingga siswa senang membacanyaโ.
Adapun untuk pernyataan lain dimana
hanya 3% (1 orang) atau 6% (2 orang)
siswa yang memilih tidak setuju yaitu
pernyataan โgambar pada komik sudah
sesuai dengan situasi nyata pada kegiatan
praktikumโ, โgambar pada komik jelas dan
tidak menumpukโ, โtulisan pada balon kata
dalam komik sudah terbaca dengan baikโ,
โwarna alat dan bahan praktikum sesuai
dengan aslinyaโ, โalur komik mudah
dipahamiโ, dan โukuran penuntun
praktikum tidak perlu diubahโ. Secara
keseluruhan, untuk pernyataan tersebut
lebih banyak siswa yang menyatakan setuju.
Hal ini bersesuaian dengan yang
dikemukakan oleh Anitah (2010) bahwa
ciri-ciri gambar yang baik yaitu realistis,
maksudnya gambar seperti benda yang
sesungguhnya atau sesuai dengan apa yang
di gambar. Ia juga menyatakan bahwa
tulisan pada media gambar harus jelas,
sederhana, dan mudah dibaca. Komik
biasanya berwarna dengan gambar-gambar
yang menarik, ceritanya pun tidak
membosankan (Lueking, 2007). Sementara
Sudajana dan Rivai (2001) menyatakan
bahwa gambar berwarna harus dipilih betul
menurut kenyataan. Gambar harus cukup
besar dan jelas. Bilamana ukuran gambar
terlalu kecil maka akan sulit diamati,
pemahaman dan daya tarik terhadap
gambar merosot dan perhatian siswa
terhadap gambar pun hilang. Gambar
dalam penuntun praktikum berbentuk
komik ini sudah jelas dan cukup besar,
sehingga tentu akan berdampak pula pada
pemahaman dan daya tarik siswa.
Sebanyak 16% siswa menyatakan
tidak suka membaca komik. Meskipun
demikian, pada aspek angket ketertarikan
siswa terhadap penuntun praktikum
berbentuk komik, semua siswa menyatakan
setuju jika komik membuat pembelajaran
menjadi tidak kaku serta menyenangkan
25%
75%
Tanggapan Siswa Mengenai Penggunaan Penuntun Praktikum Berbentuk Komik
Sangat setuju
Setuju
8
dan siswa tertarik ketika guru
memperkenalkan penuntun praktikum
berbentuk komik. Komik dapat membuat
pelajaran sains di kelas lebih beragam,
lebih menarik, dan menyenangkan. Anak-
anak mungkin senang menggunakan komik
karena komik merupakan sesuatu yang
berbeda dari rutinitas kegiatan belajar
mereka (Tatalovic, 2009). Bagi siswa,
penuntun praktikum berbentuk komik ini
merupakan sesuatu yang baru, karenanya
siswa tertarik ketika guru memperkenalkan
penuntun praktikum ini.
Kendala Ketika Menggunakan
Penuntun Praktikum Berbentuk Komik
Dalam Pembelajaran
Berdasarkan hasil angket terbuka,
diperoleh data bahwa sebanyak 26 orang
siswa atau 81% siswa tidak menemui
kendala ketika menggunakan penuntun
praktikum berbentuk komik sementara 6
orang siswa atau 19% siswa mengalami
kendala.
Tabel 2. Alasan Tidak Terdapat Kendala Pada Penggunaan Penuntun Praktikum Berbentuk
Komik
Alasan Persentase
Menyenangkan 22,5%
Mudah dipahami 40%
Menarik 12,5%
Gambar langkah kerja jelas
sehingga memudahkan dan
membantu dalam melakukan praktikum
20%
Rinci 2,5%
Lebih berwarna 2,5%
Jumlah 100%
Sebanyak 40% siswa menyatakan
bahwa penuntun praktikum berbentuk
komik mudah dipahami dan 22,5% siswa
menyatakan bahwa penuntun praktikum
berbentuk komik membuat pembelajaran
menjadi menyenangkan. Terdapat 20%
siswa yang menyatakan bahwa gambar
langkah kerja pada penuntun praktikum
sudah jelas dan dapat diikuti dengan baik
oleh siswa.
Tabel 3. Alasan Terdapat Kendala Pada
Penggunaan Penuntun Praktikum Berbentuk
Komik
Alasan Persentase
Tidak diberitahu cara
penggunaan semua alat
laboratorium
16,7%
Tulisan kecil dan tidak teratur 33,3%
Di komik kurang pengetahuan
mengenai materi sistem ekskresi
33,3%
Ukuran kolom untuk menjawab
pertanyaan terlalu kecil
16,7%
Jumlah 100%
Pada penelitian ini, peneliti bertindak
sebagai guru ketika melaksanakan
praktikum menggunakan penuntun
praktikum berbentuk komik dan terdapat
beberapa observer yang mengamati
kegiatan pembelajaran. Kendala yang
dialami yaitu adanya beberapa orang siswa
yang tidak membaca penuntun praktikum
sebelum kegiatan praktikum sehingga
siswa tersebut bingung dan tidak tahu apa
yang harus dilakukan, padahal penuntun
praktikum berbentuk komik sudah
diberikan kepada siswa satu minggu
sebelum kegiatan praktikum, baik berupa
print out ataupun soft file.
Kendala lain adalah adanya siswa
yang tidak mau melakukan kontak dengan
urin yaitu siswa dengan kode APA
sehingga dia tidak melakukan kegiatan
mengukur urin dengan gelas ukur, tidak
memanaskan larutan dalam tabung reaksi
dan tidak membaui amonia. Beberapa
siswa juga ada yang pasif dalam praktikum,
hanya melakukan kegiatan seperti mencatat
atau mencuci alat meskipun guru sudah
memberi nomor pada tiap siswa dan
masing-masing bertanggung jawab
terhadap satu uji. Setelah ditegur oleh guru,
barulah siswa yang pasif tersebut mau
melaksanakan uji sesuai bagiannya.
Penggunaan penuntun praktikum
berbentuk komik dalam kegiatan praktikum
memiliki kelebihan dan kekurangan.
Adanya kombinasi gambar dan teks dalam
penuntun praktikum dapat membantu siswa
memvisualisasikan langkah kerja yang
9
harus dilakukan. Ini bersesuaian dengan
hasil angket siswa dimana hampir seluruh
siswa menyatakan setuju jika penuntun
praktikum berbentuk komik memandu
dalam pelaksanaan praktikum dan
memberikan pengetahuan mengenai
bagaimana melakukan langkah kerja
dengan benar. Selain itu, siswa mudah
memahami penuntun praktikum berbentuk
komik dan lebih senang menggunakan
penuntun praktikum berbentuk komik.
Kekurangan dari penuntun praktikum
berbentuk komik ini yaitu membutuhkan
waktu yang cukup lama dan biaya yang
tidak sedikit dalam pembuatannya. Hal ini
tentu menjadi kurang efisien jika hendak
digunakan di sekolah yang memiliki
jumlah siswa relatif banyak.
Dengan format penuntun praktikum
berbentuk komik yang merupakan format
buku resep, akan menghalangi munculnya
kreatifitas siswa untuk mencoba hal-hal
yang baru karena siswa terpaku pada
langkah kerja yang telah disediakan.
Padahal untuk siswa tingkat SMA sudah
dituntut untuk dapat melakukan proses
inkuiri, mencari tahu sendiri bagaimana
langkah kerja yang harus dilakukan.
Meskipun demikian, penuntun praktikum
berbentuk komik ini dapat dikembangkan
sebagai alat bantu untuk menumbuhkan
kemampuan analitis, inferensi, dan berfikir
kritis siswa (Lueking, 2007). Salah satu
yang mungkin dilakukan yaitu dengan
memotong panel komik dan mengacaknya
lalu siswa diminta mengurutkannya sesuai
dengan urutan berdasarkan pemahaman
mereka. Kemudian mereka harus
mengerjakan langkah kerja tersebut. Hasil
dari tiap kelompok tentu akan berbeda dan
hal ini dapat menjadi bahan diskusi kelas
mengenai perbedaan langkah kerja
meskipun hal yang ditelitinya sama. Guru
dapat menyediakan lebih dari satu urutan
langkah kerja yang benar.
Selain itu, di dalam penuntun
praktikum berbentuk komik dapat pula
tidak dijelaskan secara langsung bagaimana
cara melakukan langkah kerja dengan
benar tetapi merangsang siswa untuk
menemukan sendiri cara yang benar. Hal
ini dilakukan dengan menampilkan
gambar-gambar cara yang salah dan
masalah yang timbul, seperti pada cara
mengukur skala menggunakan gelas ukur.
Di dalam komik diceritakan siswa yang
melihat skala tidak sejajar sehingga jumlah
larutan tidak sesuai dengan seharusnya.
Dari sini, maka siswa akan berfikir
bagaimana seharusnya cara melihat skala
agar sesuai dengan yang diinginkan.
Penggunaan penuntun praktikum
berbentuk komik dalam kegiatan praktikum
di sekolah dapat dikembangkan lagi
sehingga dapat menggali kreatifitas dan
memunculkan kemampuan-kemampuan
siswa yang lain ketika melaksanakan
praktikum.
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
penuntun praktikum berbentuk komik
dapat membantu dan memandu siswa untuk
melakukan praktikum secara mandiri di
sekolah. Skor rata-rata Keterampilan
Proses Sains siswa yang menggunakan
penuntun praktikum berbentuk komik yaitu
83 dengan interpretasi baik.
Penuntun praktikum berbentuk
komik mendapatkan tanggapan positif dari
siswa dan guru. Sebagian besar siswa
berpendapat bahwa gambar, tulisan,
kalimat, alur, warna, dan desain komik
sudah jelas dan mudah dipahami. Sebanyak
81% siswa tidak mengalami kendala ketika
menggunakan penuntun praktikum
berbentuk komik. Ini karena komik mudah
dipahami, gambarnya jelas membantu
siswa melakukan langkah-langkah
praktikum, dan menyenangkan. Sementara
19% siswa mengalami kendala karena
kurangnya pengetahuan yang dicantumkan
dalam komik dan kolom untuk menjawab
pertanyaan terlalu kecil.
Siswa harus diberikan waktu khusus
untuk membaca komik di kelas dan
langsung membuat rangkuman mengenai
langkah kerjanya secara individu untuk
10
memastikan seluruh siswa membaca
penuntun praktikum berbentuk komik
sebelum melakukan praktikum.
Ketika melaksanakan praktikum,
masih terdapat siswa yang tidak melakukan
langkah kerja sesuai prosedur. Misalnya
ketika mencium aroma amonia tidak
menggunakan kibasan tangan tetapi
langsung mendekatkan tabung reaksi yang
berisi urin ke hidung. Untuk itu, di dalam
penuntun praktikum berbentuk komik perlu
dicantumkan peringatan tentang bahaya
yang ditimbulkan jika siswa tidak
melaksanakan langkah kerja dengan benar
atau tidak menggunakan alat sesuai
prosedur.
REFERENSI
Anitah, S. (2010). Media Pembelajaran.
Surakarta: Yuma Pustaka.
Carney, R. dan Levin, J. R. (2002).
Pictorial Illustrations Still Improve
Studentsโ Learning From Text.
Educational Psychology Review, 14(1).
5-26.
Hasruddin, dan Rezeqi, S. (2012). Analisis
Pelaksanaan Praktikum Biologi dan
Permasalahannya di SMA Negeri
Sekabupaten Karo. Jurnal Tabularasa
PPS UNIMED. 9(1). 17-32.
Lueking, M. (2007). Comics in the
Classroom. [Online]. Tersedia:
http://www.sps186.org/teachers/mluekin
g/comics_in_the_classroom/ (diakses 10
Juli 2014)
Maknun, D., Surtikanti, R.., Munandar, A..,
dan Subahar, T. (2012). Keterampilan
Esensial dan Kompetensi Motorik
Laboratorium Mahasiswa Calon Guru
Biologi dalam Kegiatan Praktikum
Ekologi. Jurnal Pendidikan IPA
Indonesia. 1(2). 141-148.
Millar, R. (2009). Analysing practical
activities to assess and improve
effectiveness: The Practical Activity
Analysis Inventory (PAAI). York: Centre
for Innovation and Research in Science
Education, University of York.
Purwanto, N. (2012). Prinsip-Prinsip dan
Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Rohani, A. (1997). Media Instruksional
Edukatif. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.
Romlah, O. dan Adisendjaja, Y.H. (2009).
Peranan Praktikum Dalam
Mengembangkan Keterampilan Proses
dan Kerja Laboratorium. Makalah
MGMP Biologi Kabupaten Garut.
Rustaman, A. (2010). Merancang dan
Menilai Praktikum. Handout: Jurusan
Pendidikan Biologi FPMIPA UPI.
Rustaman, N., Dirdjosoemarto, S.,
Yudianto, S.A., Achmad, Y., Subekti, R.,
Nurjhani, M., dan Rochintaniawati, D.
(2003). Strategi Belajar Mengajar
Biologi. Bandung: IMSTEP JICA.
Strom, R. (2012). Using Guided Inquiry to
Improve Process Skills and Content
Knowledge in Primary Science.
Professional Paper for the degree of
Master Science: Montana State
University.
Sudjana, N. (2009). Penilaian Hasil Proses
Belajar Mengajar. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Tatalovic, M. (2009). Science Comics as
Tools for Science Education and
Communication: a brief, exploratory
study. Journal of Science
Communication. 08(04), 1-16.
Widjajanti, E. (2008). Kualitas Lembar
Kerja Siswa. Makalah Kegiatan
Pengabdian pada Masyarakat: FMIPA
UNY.
Widodo, A. dan Ramdhaningsih, V. (2006).
Analisis Kegiatan Praktikum Biologi
dengan Menggunakan Video.
Metalogika. 9(2), 146-158.
Sugiyono. (2002). Metode Penelitian
Administrasi. Penerbit Alfabeta:
Bandung.
Top Related