pengenalan filsafat

31
Tugas Kelompok Filsafat Ilmu PENGENALAN FILSAFAT OLEH: KELOMPOK 1 Ulwiyanti NIM : 13B03001 Windayani Ika Yunita Sari S NIM : 13B03010 PROGRAM STUDI PKLH KEHUSUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI PROGRAM PASCASARJANA

Transcript of pengenalan filsafat

Tugas Kelompok Filsafat Ilmu

PENGENALAN FILSAFAT

OLEH:

KELOMPOK 1

Ulwiyanti NIM : 13B03001

Windayani Ika Yunita Sari S NIM : 13B03010

PROGRAM STUDI PKLH KEHUSUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

2013

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,

karena berkat rahmat dan hidayahnya sehingga penyusunan

makalah ini dapat diselesaikan pada waktunya.

Tujuan dari penyusun makalah ini tidak lain adalah

sebagai bahan materi penunjang dalam proses perkuliahan

khususnya untuk mata kuliah Filsafat Ilmu pada prodi PKLH

kehususan Geografi Pasca Sarjana Universitans Negeri Makassar.

Makalah ini kami susun dengan pemaparan yang sederhana

supaya mudah dalam memahaminya. Kami sadar dalam penyelesaian

makalah ini banyak hambatan dan persoalan yang ditemui, akan

tetapi berkat bimbingan dan bantuan dari pihak, hambatan dan

persoalan tersebut dapat diatasi. Oleh karena iru sepatutnya

kami menyampaikan ucapan terimah kasih kepada Dosen mata

kuliah yang mendorong dan menfasilitasi sehingga makalah ini

bisa diselesaikan.

Akhirnya penyusun berharap makalah ini dapat meberikan

manfaat bagi pihak-pihak yang terkait, serta saran dan

kritiknya sangat kami harapkan untuk kesempurnaan dari

makalahini.

Penyusun

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Filsafat mengajar manusia bagaimana ia harus hidup agar

dapat menjadi manusia yang baik dan bahagia. Perkembangan ilmu

pengetahuan hingga seperti sekarang ini tidaklah berlangsung

secara mendadak melainkan melalui proses beratahap dan

evolutif. Karenanya, untuk memahami sejarah perekmbangan ilmu

pengetahuan harus melakuakn pembagian atau klaasifikasi secara

priodik. Dalam setiap periode, sejarah perkembangan ilmu

penegtahuan menampilakn ciri khas tertentu. Perkembangan

pemikiran secara teoritis senantiasa mengacu kepada peradaban

yunani. Periodesasi perkembangan ilmu dimulai dari peradaban

yunani dan di akhiri pada zaman kontemporer, secara ringkas

disusun sebagai berikut:

1. Pra Yunani Klasik

Zaman ini disebut zaman batu, karena pada masa itu manusia

masih menggunakna bu sebagia peralatan. Selanjutnya,

manusia menemukan besi, tembaga, dan perak untuk membuat

berbagai peralatan dalam menunjang kehidupannya. Adapun

filsafat lahir pada massa ke-6 SM di Yunani, pada masa

itulah filsafat sangat mendominasi seluruh aspek kehidupan

meski harus diakui bahwa agama masih kelihatan memainkan

peran. Hal ini terjadi pada masa Thales (640-54 SM) dan

Phytagoras(572-500 SM) belum murni rasional, karena

dipengaruhi: (a) Mitologi bangsa Yunani: (b) kesustraan

Yunani dan (c) penagruh ilmu pengetahuan pada waktu itu

telah sampai di Timur kuno.

2. Yunani

Zaman ini disebut zaman kebangkitan filsafat, karena

menjawab persoalan disekitranya dengan rasio dan

meninggalkan kepercayaan terhadap mitologi atau takhayul

rasioonal. Selnajutnya, pada waktu Athena dipimpin oleh

prikles kegiatan politik dan filsafat dapat ebrekmbang

dengan baik. Filsafat zamn Yunani ini diwakili oleh Plato

(427-347 SM) dan Aristoteles (384-322 SM).

3. Zaman Pertengahan

Ditandai dengan tampilnya para teolog di lapangan ilmu

pengetahuan. Para ilmuwannya hampir semua adalah para

teolog, sehingga aktivitas ilmiah terkait dengan aktifitas

keagamaan. Filsuf yang terkenal pada zaman ini adalah

Augustius (354-430 SM). Menurutnya di balik keteraturan dan

keterlibatan alam semesta ini pasti ada yang

mengendalikannya, yaitu TUHAN, kebenaran mutlak ada pada

ajaran agama.

4. Zaman Reanisme

Renaisans berarti lahir kembali (rebirth), yaitu

dilahirkannya kembali sebagai manusia yang bebas untuk

berpikir. Zaman ini menjadi indikator bangkitnya kembali

indenpedensi rasionalitas manusia, karena sudah tercatat

banyaknya penemuan spekatakuler, seperti teori heliosentrik

oleh Copernicus, yang merupakan pemikirian revolusioner.

Filsuf pada zaman ini adalah Francis Bacon (1561 – 1626 M),

menyatakan filsafat terpisah dari teologia. Meskipun ia

menyakini bahwa penalaran dapat menunjukan Tuhan, tapi ia

menganggap bahwa segala sesuatu yang bercirikan lain dalam

teologi hanya dapat diketahui dengan wahyu. Adapun wahyu

sepenuhnya tegantung pada penalaran.

5. Zaman Modern

Dieknal juga sebagai masa rasionalisme, yang tumbuh dizaman

modern dengan tokoh utama yaitu Rene Descrates (1596 -1650

M) yang dikenal sebagai bapak filsafat Modern, descrates

memperkenalkan Metode Berpikir deduktif logis yang umumnya

diterapkan untuk ilmu alam.

6. Zaman Postmodern

Zaman ini dimulai pada abad ke-20 hingga sekarang, yang

paling dikenal pada zaman ini adalah aliran pragmatisme

yang berkembang di Inggris dan Amerika. Aliran pragmatisme

dikenalkan oleh C.S Pierce (1839 -1914 M) dan dipopulerkan

oleh William James (1842 -1910 M). William James

berpendapat bahwa teori adalah alat untuk memecahkan

masalah dalam pengalamn hidup manusia. Karena itu, teori

dianggap benar, jika teori berfungsi bagi kehidupan

manusia.

Konsep dasar filsafat ilmu adalah kedudukan, fokus,

cakupan, tujuan dan fungsi serta kaitannya dengan implementasi

kehidupan sehari-hari. Pembahasan filsafat ilmu juga mencakup

sistematika, permasalahan, keragaman pendekatan dan paradigma

(pola pikir) dalam pengkajian dan pengembangan ilmu dan

dimensi ontologis, epistomologis dan aksiologis. Selanjutnya

dikaji mengenai makna, implikasi dan implementasi filsafat

ilmu sebagai landasan dalam rangka pengembangan keilmuan dan

kependidikan dengan penggunaan alternatif metodologi

penelitian, baik pendekatan kuantitatif dan kualitatif, maupun

perpaduan kedua-duanya.

Filsafat dan ilmu pada dasarnya adalah dua kata yang

saling terkait, baik secara substansial maupun historis,

karena kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan filsafat.

Filsafat telah merubah pola pemikiran bangsa Yunani dan umat

manusia dari pandangan mitosentris menjadi logosentris.

Perubahan pola pikir tersebut membawa perubahan yang cukup

besar dengan ditemukannya hukum-hukum alam dan teori-teori

ilmiah yang menjelaskan bagaimana perubahan-perubahan itu

terjadi, baik yang berkaitan dengan makro kosmos maupun

mikrokosmos. Dari sinilah lahir ilmu-ilmu pengetahuan yang

selanjutnya berkembang menjadi lebih terspesialisasi dalam

bentuk yang lebih kecil dan sekaligus semakin aplikatif dan

terasa manfaatnya. Filsafat sebagai induk dari segala ilmu

membangun kerangka berfikir dengan meletakkan tiga dasar

utama, yaitu ontologi, epistimologi dan axiologi. Maka

Filsafat Ilmu menurut Jujun Suriasumantri merupakan bagian

dari epistimologi (filsafat ilmu pengetahuan yang secara

spesifik mengkaji hakekat ilmu (pengetahuan ilmiah). Dalam

pokok bahasan ini akan diuraika pengertian filsafat ilmu, dan

obyek yang menjadi cakupannya.1)

BAB II

PEMBAHASAN

1.1 Sejarah Perkembangan Filsafat

A. Kajian Filsafat

Definisi kata filsafat bisa dikatakan sebagai sebuah

problem falsafi pula. Tetapi, paling tidak bisa dikatakan

bahwa “filsafat” adalah studi yang mempelajari seluruh

fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis dan

mendasar (radikal).

Kerapkali ilmu filsafat dipandang sebagai ilmu yang

abstrak dan berada di awang-awang (tidak mendarat) saja,

padahal ilmu filsafat itu dekat dan berada dalam kehidupan

kita sehari-hari. Benar, filsafat bersifat tidak konkrit

(atau lebih bisa dikatakan tidak tunggal), karena

menggunakan metode berpikir sebagai cara pergulatannya

dengan realitas hidup kita.

Ini didalami tidak dengan melakukan eksperimen-

eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan

mengutarakan problem secara persis, mencari solusi untuk

itu, memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk

solusi tertentu, serta akhir dari proses-proses itu

dimasukkan ke dalam sebuah proses dialektik. Dialektik ini

secara singkat bisa dikatakan merupakan sebuah bentuk

dialog. Untuk studi falsafi, mutlak diperlukan logika

berpikir dan logika bahasa.

Banyak pengertian-pengertian atau definisi-definisi

tentang filsafat yang telah dikemukakan oleh para filsuf.

Menurut Merriam-Webster (dalam Soeparmo, 1984), filsafat

merupakan pengetahuan tentang kenyataan-kenyataan yang

paling umum dan kaidah-kaidah realitas serta hakekat manusia

dalam segala aspek perilakunya seperti: logika, etika,

estetika dan teori pengetahuan.

Beberapa filsuf mengajukan beberapa definitif pokok

filsafat seperti: Upaya spekulatif untuk menyajikan suatu

pandangan sistematik serta lengkap tentang seluruh realitas.

Upaya untuk melukiskan hakekat realitas akhir dan dasar

serta nyata, Upaya untuk menentukan batas-batas jangkauan

pengetahuan: sumbernya, hakekatnya, keabsahannya, dan

nilainya. Penyelidikan kritis dan radikal atas pengandaian-

pengandaian dan pernyataan-pernyataan yang diajukan oleh

berbagai bidang pengetahuan. Sesuatu yang berupaya untuk

membantu kita melihat apa yang kita katakan dan untuk

mengatakan apa yang kita lihat.

Kalau menurut tradisi filsafati yang diambil dari zaman

Yunani Kuno, orang yang pertama memakai istilah philosophia

dan philosophos ialah Pytagoras (592-497 S.M.), setelah dia

membaca tulisan Herakleides Pontikos (penganut ajaran

Aristoteles) yang memakai kata sophia. Pytagoras menganggap

dirinya “philosophos” (pencinta kearifan). Baginya kearifan

yang sesungguhnya hanyalah dimiliki semata-mata oleh Tuhan.

Kata falsafah atau filsafat dalam bahasa Indonesia

merupakan kata serapan dari bahasa Arab لس��������ة� ,ف�� yang juga

diambil dari bahasa Yunani; philosophia. Dalam bahasa ini,

kata tersebut merupakan kata majemuk dan berasal dari kata-

kata (philia = persahabatan, cinta dsb.) dan (sophia =

“kebijaksanaan”). Sehingga arti harafiahnya adalah seorang

“pencinta kebijaksanaan” atau “ilmu”. Kata filosofi yang

dipungut dari bahasa Belanda juga dikenal di Indonesia.

Bentuk terakhir ini lebih mirip dengan aslinya. Dalam bahasa

Indonesia seseorang yang mendalami bidang falsafah disebut

“filsuf”.

Dalam istilah Inggris, philosophy, yang berarti filsafat,

juga berasal dari kata Yunani “philosophia” yang lazim

diterjemahkan ke dalam bahasa tersebut sebagai cinta kearifan.

Menurut pengertiannya yang semula dari zaman Yunani Kuno

itu, filsafat berarti cinta kearifan. Namun, cakupan

pengertian sophia yang semula itu ternyata luas sekali.

Dahulu sophia tidak hanya berarti kearifan saja, melainkan

meliputi pula kebenaran pertama, pengetahuan luas, kebajikan

intelektual, pertimbangan sehat sampai kepandaian pengrajin

dan bahkan kecerdikkan dalam memutuskan soal-soal praktis

(The Liang Gie, 1999).

Filsafat adalah usaha untuk memahami atau mengerti

semesta dalam hal makna (hakikat) dan nilai-nilainya

(esensi) yang tidak cukup dijangkau hanya dengan panca

indera manusia sekalipun.Bidang filsafat sangatlah luas dan

mencakup secara keseluruhan sejauh dapat dijangkau oleh

pikiran. Filsafat berusaha untuk menjawab pertanyaan-

pertanyaan tentang asal mula dan sifat dasar alam semesta

tempat manusia hidup serta apa yang merupakan tujuan

hidupnya. Filsafat menggunakan bahan-bahan dasar deskriptif

yang disajikan bidang-bidang studi khusus dan melampaui

deskripsi tersebut dengan menyelidiki atau menanyakan sifat

dasarnya, nila-nilainya dan kemungkinannya.Tujuannya adalah

pemahaman dan kebijaksanaan. Karena itulah filsafat

merupakan pendekatan yang menyeluruh terhadap kehidupan dan

dunia. Suatu bidang yang berhubungan erat dengan bidang-

bidang pokok pengalaman manusia.

Ditinjau dari segi beberapa aspek filsafat terdiri dari

tiga bagian aspek yaitu

Aspek Ontologi

Filsafat dipelajari karena ketakjuban manusia atas fakta

(Plato + Aristoteles, 381-322 SM).

Philosophi = The Greek Miracle (Keajaiban Yunani).

Philein = Philos = Cinta

Sophia = Kebijaksanaan

Filsafat :

� Ilmu tentang Kebijaksanaan atau Ilmu mencari

kebijaksanaan

� Ilmu pengetahuan umum tentang kebijaksanaan / kebenaran

Filsuf = Pencinta / Pencari Kebenaran atau kebijaksanaan

(K)

= Pencari kebijaksanaan (relatif) akal budi

untuk tindakan.

Kebijaksanaan Absolut : - ada pada Tuhan

- Ada manusiawi

Pythagoras (582-496 SM) -> Seorang Filsuf = Filosofos ->

mendapatkan Rumus Pythagoras, namun tidak merasa hebat.

Philosophos = Kawan kebijaksanaan, bukan orang bijaksana

= Pencari / Pencinta

Kebijaksanaan

Filsafat (Ontologi) : Ilmu tentang kebijaksanaan atau

kebenaran

Yang dipelajari adalah

obyek sebenarnya

Obyek sebenarnya :

� Obyek materi : Seluruh fakta kenyataan, misalnya :

manusia, alam, dll

� Obyek formal : bidang kajian semua pengetahuan, mis :

biologi, faal, kedokteran, dll

Menurut Witgenstein, Titus :

Filsafat : Usaha untuk menyatakan kebenaran fakta secara

menyeluruh, mendalam dan sejelas mungkin.\

Aspek aksiologi For What (Untuk Apa, Apa Nilainya)

a) Filsafat (Aksiologi) : Adalah untuk mencari kebenaran

tentang seluruh fakta / kenyataan.

b) Kegunaannya : 1. ) Menemukan kebenaran 2. )

Menimbulkan keyakinan 3.) Menemukan ide

ASPEK EPISTEMOLOGI (WHY, HOW)

WHY : karena keinginan berfilsafat untuk menemukan

kebenaran dengan :

a) memakai ratio-logos-akal budi. Seterusnya ditanyakan

mengapa benar karena didiskusikan, dianalisis

dengan ratio untuk menemukan kebenaran.

b) mengapa ditanyakan oleh karena :

1. Ketakjuban akan dirinya “yang ada” (Plato &

Aristoteles ± 350 SM), dan

ketakjuban akan moral hukum dan langit dengan

bintang. Imanuel Kant

(± 1750) memikirkan untuk ditemukan bagaimana

kebenarannya.

2. Kesangsian kemampuan panca indra (Agustinus ±

400, Descartes

±1600) karena indrawi seringkali menipu ->

bagaimana kebenarannya

3. Kesadaran eksistensi dirinya yang kecil

dibanding alam semesta

-> bagaimana kebenaran fakta / kenyataan

tersebut.

Pendekatan Fenomenologi / Gejala

Gejala hubungan kesatuan asasi subyek (manusia)-obyek

(pengetahuan, benda untuk menemukan hasil bersifat

sementara dan terbuka) yang dapat dikritik.

Gejala jasmani-inderawi yang merupakan hasil pengalaman

kongkrit (hasil tergantung tempat + waktu)

Gejala umum, pengalaman abstrak (hasil tak tergantung

tempat + waktu)

Cara/metode pendalaman gejala tersebut terus

dilakukan dan filsafat mencari kebenaran sesuai

klasifikasi filsafat dan model pendalamannya

B. Munculnya Filsafat

Akibat dari berkembangnya kesusasteraan Yunani dan

masuknya ilmu pengetahuan serta semakin hilangnya

kepercayaan akan kebenaran yang diberikan oleh pemikiran

keagamaan, peran mitologi yang sebelumnya mengikat segala

aspek pemikiran kemudian secara perlahan-lahan digantikan

oleh logos (rasio/ ilmu).

Pada saat inilah, para filsofof kemudian mencoba

memandang dunia dengan cara yang lain yang belum pernah

dipraktekkan sebelumnya, yaitu berpikir secara ilmiah. Dalam

mencari keterangan tentang alam semesta, mereka melepaskan

diri dari hal-hal mistis yang secara turun-temurun

diwariskan oleh tradisi. Dan selanjutnya mereka mulai

berpikir sendiri. Di balik aneka kejadian yang diamati

secara umum, mereka mulai mencari suatu keterangan yang

memungkinkan mereka mampu mengerti kejadian-kejadian itu.

Dalam artian inilah, mulai ada kesadaran untuk mendekati

problem dan kejadian alam semesta secara logis dan rasional.

Sebab hanya dengan cara semacam ini, terbukalah

kemungkinan bagi pertanyaan-pertanyaan lain dan penilaian

serta kritik dalam memahami alam semesta. Semangat inilah

yang memunculkan filosof-filosof pada jaman Yunani. Filsafat

dan ilmu menjadi satu.

Filsafat, terutama Filsafat Barat, muncul di Yunani

semenjak kira-kira abad ke 7 S.M.. Filsafat muncul ketika

orang-orang mulai berfikir-fikir dan berdiskusi akan keadaan

alam, dunia, dan lingkungan di sekitar mereka dan tidak

menggantungkan diri kepada agama pada saat itu yang dianggap

sebagai “tirai besi keilmuan” lagi untuk mencari jawaban

atas pertanyaan-pertanyaan ini.

Banyak yang bertanya-tanya mengapa filsafat muncul di

Yunani dan tidak di daerah yang berberadaban lain kala itu

seperti Babilonia, Yudea (Israel) atau Mesir. Jawabannya

sederhana: di Yunani, tidak seperti di daerah lain-lainnya

tidak ada kasta pendeta sehingga secara intelektual orang

lebih bebas.

c. Sejarah Perkembangan Awal Filsafat Dunia

Meski istilah philosophia pertama kali dimunculkan oleh

Pythagoras, namun orang Yunani pertama yang bisa diberi

gelar filsuf ialah Thales (640-546 S.M.) dari Mileta

(sekarang di pesisir barat Turki). Ia merupakan seorang

Filsuf yang mendirikan aliran filsafat alam semesta atau

kosmos dalam perkataan Yunani. Menurut aliran filsafat

kosmos, filsafat adalah suatu penelaahan terhadap alam

semesta untuk mengetahui asal mulanya, unsur-unsurnya dan

kaidah-kaidahnya (The Liang Gie, 1999).

Dalam buku History and Philosophy of Science karangan

L.W.H. Hull (1950), menulis setidaknya sejarah filsafat dan

ilmu dapat dibagi dalam beberapa periode, termasuk di

dalamnya tokoh-tokoh yang terkenal pada periode itu.

Periode pertama, filsafat Yunani abad 6 SM

Pada masa ini ahli filsafatnya adalah Thales,

Anaximandros, dan Anaximenes yang dianggap sebagai bapak-

bapak fisafat dari Mileta. Thales berpendapat bahwa

sumber kehidupan adalah air. Makhluk yang pertama kali

hidup adalah ikan dan menusia yang pertama kali terlahir

dari perut ikan. Thales juga berpendapat bahwa bumi

terletak di atas air. Tentang bumi, Anaximandros

mengatakan bahwa bumi persis berada di pusat jagat raya

dengan jarak yang sama terhadap semua badan yang lain.

Sementara Anaximenes dapat dikatakan sebagai pemikir

pertama yang mengemukakan persamaan antara tubuh manusia

dan jagat raya. Udara di alam semesta ibarat jiwa yang

dipupuk dengan pernapasan di dalam tubuh manusia.

Setelah mereka bertiga, Yunani kemudian memiliki

pemikir-pemikir terkenal yang lebih berpengaruh lagi

terhadap perkembangan fisafat, seperti Socrates, Plato,

Aristoteles, Phythagoras, Hypocrates, dan lain

sebagainya.

Periode Kedua, Periode setelah kelahiran Al Masih (Abad

0-6 M)

Pada masa ini pertentangan antara gereja yang

diwakili oleh para pastur dan para raja yang pro kepada

gereja, dengan para ulama filsafat. Sehingga pada masa

ini filsafat mengalami kemunduran. Para raja membatasi

kebebasan berfikir sehingga filsafat seolah-olah telah

mati suri. Ilmu menjadi beku, kebenaran hanya menjadi

otoritas gereja, gereja dan para raja yang berhak

mengatakan dan menjadi sumber kebenaran.

Periode Ketiga, Periode kejayaan Islam (Abad 6-13 M)

Pada masa ini dunia Kristen Eropa mengalami abad

kegelapan, ada juga yang menyatakan periode ini sebagai

periode pertengahan. Masa keemasan atau kebangkitan Islam

ditandai dengan banyaknya ilmuan-ilmuan Islam yang ahli

dibidang masing-masing, berbagai buku inilah diterbitkan

dan ditulis. Di antara tokoh-tokoh tersebut adalah

Hanafi, Maliki, Syafii, dan Hanbali yang ahli dalam hokum

Islam, Al-farabi ahli astronomi dan matematika, Ibnu Sina

ahli kedokteran dengan buku terkenalnya yaitu The Canon

of Medicine. Al-kindi ahli filsafat, Al-ghazali intelek

yang meramu berbagai ilmu sehingga menjadi kesatuan dan

kesinambungan dan mensintesis antara agama, filsafat,

mistik dan sufisme . Ibnu Khaldun ahali sosiologi,

filsafat sejarah, politik, ekonomi, social dan

kenegaraan. Anzahel ahli dan penemu teori peredaran

planet. Tetapi setelah perang salib terjadi umat Islam

mengalami kemundurran, umat Islam dalam keadaan porak-

poranda oleh berbagai peperangan.

Terdapat 2 pendapat mengenai sumbangan peradaban

Islam terhadap filsafat dan ilmu pengetahuan, yang terus

berkembang hingga saat ini. Pendapat pertama mengatakan

bahwa orang Eropa belajar filsafat dari filosof Yunani

seperti Aristoteles, melalui kitab-kitab yang disalin

oleh St. Agustine (354 – 430 M), yang kemudian diteruskan

oleh Anicius Manlius Boethius (480 – 524 M) dan John

Scotus. Pendapat kedua menyatakan bahwa orang Eropah

belajar filsafat orang-orang Yunani dari buku-buku

filasafat Yunani yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa

Arab oleh filosof Islam seperti Al-Kindi dan Al-Farabi.

Terhadap pendapat pertama Hoesin (1961) dengan tegas

menolaknya, karena menurutnya salinan buku filsafat

Aristoteles seperti Isagoge, Categories dan Porphyry

telah dimusnahkan oleh pemerintah Romawi bersamaan dengan

eksekusi mati terhadap Boethius, yang dianggap telah

menyebarkan ajaran yang dilarang oleh negara. Selanjutnya

dikatakan bahwa seandainya kitab-kitab terjemahan

Boethius menjadi sumber perkembangan filsafat dan ilmu

pengetahuan di Eropa, maka John Salisbury, seorang guru

besar filsafat di Universitas Paris, tidak akan menyalin

kembali buku Organon karangan Aristoteles dari

terjemahan-terjemahan berbahasa Arab, yang telah

dikerjakan oleh filosof Islam.

Sebagaimana telah diketahui, orang yang pertama kali

belajar dan mengajarkan filsafat dari orang-orang sophia

atau sophists (500 – 400 SM) adalah Socrates (469 – 399

SM), kemudian diteruskan oleh Plato (427 – 457 SM).

Setelah itu diteruskan oleh muridnya yang bernama

Aristoteles (384 – 322 SM). Setelah zaman Aristoteles,

sejarah tidak mencatat lagi generasi penerus hingga

munculnya Al-Kindi pada tahun 801 M. Al-Kindi banyak

belajar dari kitab-kitab filsafat karangan Plato dan

Aristoteles. Oleh Raja Al-Makmun dan Raja Harun Al-Rasyid

pada Zaman Abbasiyah, Al-Kindi diperintahkan untuk

menyalin karya Plato dan Aristoteles tersebut ke dalam

Bahasa Arab.

Sepeninggal Al-Kindi, muncul filosof-filosof Islam

kenamaan yang terus mengembangkan filsafat. Filosof-

filosof itu diantaranya adalah : Al-Farabi, Ibnu Sina,

Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, Muhamad Iqbal, dan

Ibnu Rushd. Berbeda dengan filosof-filosof Islam

pendahulunya yang lahir dan besar di Timur, Ibnu Rushd

dilahirkan di Barat (Spanyol). Filosof Islam lainnya yang

lahir di barat adalah Ibnu Baja (Avempace) dan Ibnu

Tufail (Abubacer). Ibnu baja dan Ibnu Tufail merupakan

pendukung rasionalisme Aris-toteles. Akhirnya kedua orang

ini bisa menjadi sahabat. Sedangkan Ibnu Rushd yang lahir

dan dibesarkan di Cordova, Spanyol meskipun seorang

dokter dan telah mengarang Buku Ilmu Kedokteran berjudul

Colliget, yang dianggap setara dengan kitab Canon

karangan Ibnu Sina, lebih dikenal sebagai seorang

filosof.

Pandangan Ibnu Rushd yang menyatakan bahwa jalan

filsafat merupakan jalan terbaik untuk mencapai kebenaran

sejati dibanding jalan yang ditempuh oleh ahli agama,

telah memancing kemarahan pemuka-pemuka agama, sehingga

mereka meminta kepada khalifah yang memerintah di Spanyol

untuk menyatakan Ibnu Rushd sebagai atheis. Sebenarnya

apa yang dikemukakan oleh Ibnu Rushd sudah dikemukakan

pula oleh Al-Kindi dalam bukunya Falsafah El-Ula (First

Philosophy). Al-Kindi menyatakan bahwa kaum fakih tidak

dapat menjelaskan kebenaran dengan sempurna, oleh karena

pengetahuan mereka yang tipis dan kurang bernilai.

Pertentangan antara filosof yang diwakili oleh Ibnu

Rushd dan kaum ulama yang diwakili oleh Al-Ghazali

semakin memanas dengan terbitnya karangan Al-Ghazali yang

berjudul Tahafut-El-Falasifah, yang kemudian digunakan

pula oleh pihak gereja untuk menghambat berkembangnya

pikiran bebas di Eropah pada Zaman Renaisance. Al-Ghazali

berpendapat bahwa mempelajari filsafat dapat menyebabkan

seseorang menjadi atheis. Untuk mencapai kebenaran sejati

menurut Al-Ghazali hanya ada satu cara yaitu melalui

tasawuf (mistisisme). Buku karangan Al-Ghazali ini

kemudian ditanggapi oleh Ibnu Rushd dalam karyanya

Tahafut-et-Tahafut (The Incohenrence of the Incoherence).

Kemenangan pandangan Al-Ghazali atas pandangan Ibnu

Rushd telah menyebabkan dilarangnya pengajaran ilmu

filsafat di berbagai perguruan-perguruan Islam. Hoesin

(1961) menyatakan bahwa pelarangan penyebaran filsafat

Ibnu Rushd merupakan titik awal keruntuhan peradaban

Islam yang didukung oleh maraknya perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi. Hal ini sejalan dengan

pendapat Suriasumantri (2002) yang menyatakan bahwa

perkembangan ilmu dalam peradaban Islam bermula dengan

berkembangnya filsafat dan mengalami kemunduran dengan

kematian filsafat.

Pada pertengahan abad 12 kalangan gereja melakukan

sensor terhadap karangan Ibnu Rushd, sehingga saat itu

berkembang 2 paham yaitu paham pembela Ibnu Rushd

(Averroisme) dan paham yang menentangnya. Kalangan yang

menentang ajaran filsafat Ibnu Rushd ini antara lain

pendeta Thomas Aquinas, Ernest Renan dan Roger Bacon.

Mereka yang menentang Averroisme umumnya banyak

menggunakan argumentasi yang dikemukakan oleh Al-Ghazali

dalam kitabnya Tahafut-el-Falasifah. Dari hal ini dapat

dikatakan bahwa apa yang diperdebatkan oleh kalangan

filosof di Eropah Barat pada abad 12 dan 13, tidak lain

adalah masalah yang diperdebatkan oleh filosof Islam.

Periode Keempat, Periode kebangkitan Eropa (Abad 12-17)

Bersamaannya dengan mundurnya kebudayaan Islam,

Eropah mengalami kebangkitan. Pada masa ini, buku-buku

filsafat dan ilmu pengetahuan karangan dan terjemahan

filosof Islam seperti Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu Sina dan

Ibnu Rushd diterjemahkan ke dalam Bahasa Latin. Pada

zaman itu Bahasa Latin menjadi bahasa kebudayaan bangsa-

bangsa Eropah. Penterjemahan karya-karya kaum muslimin

antara lain dilakukan di Toledo, ketika Raymund menjadi

uskup Besar Kristen di Toledo pada Tahun 1130 – 1150 M.

Hasil terjemahan dari Toledo ini menyebar sampai ke

Italia. Dante menulis Divina Comedia setelah terinspirasi

oleh hikayat Isra dan Mikraj Nabi Muhammad SAW.

Universitas Paris menggunakan buku teks Organon karya

Aristoteles yang disalin dari Bahasa Arab ke dalam Bahasa

Latin oleh John Salisbury pada tahun 1182.

Seperti halnya yang dilakukan oleh pemuka agama

Islam, berkembangnya filsafat ajaran Ibnu Rushd dianggap

dapat membahayakan iman kristiani oleh para pemuka agama

Kristen, sehingga sinode gereja mengeluarkan dekrit pada

Tahun 1209, lalu disusul dengan putusan Papal Legate pada

tahun 1215 yang melarang pengajaran dan penyebaran

filsafat ajaran Ibnu Rushd.

Pada Tahun 1215 saat Frederick II menjadi Kaisar

Sicilia, ajaran filsafat Islam mulai berkembang lagi.

Pada Tahun 1214, Frederick mendirikan Universitas Naples,

yang kemudian memiliki akademi yang bertugas

menterjemahkan kitab-kitab berbahasa Arab ke dalam Bahasa

latin. Pada tahun 1217 Frederick II mengutus Michael Scot

ke Toledo untuk mengumpulkan terjemahan-terjemahan

filsafat berbahasa latin karangan kaum muslimin.

Berkembangnya ajaran filsafat Ibnu Rushd di Eropah Barat

tidak lepas dari hasil terjemahan Michael Scot. Banyak

orientalis menyatakan bahwa Michael Scot telah berhasil

menterjemahkan Komentar Ibnu Rushd dengan judul de coelo

et de mundo dan bagian pertama dari Kitab Anima.

Pekerjaan yang dilakukan oleh Kaisar Frederick II

untuk menterje-mahkan karya-karya filsafat Islam ke dalam

Bahasa Latin, guna mendorong pengembangan ilmu

pengetahuan di Eropah Barat, serupa dengan pekerjaan yang

pernah dilakukan oleh Raja Al-Makmun dan Harun Al-Rashid

dari Dinasti Abbasiyah, untuk mendorong pengembangan ilmu

pengetahuan di Jazirah Arab.

Setelah Kaisar Frederick II wafat, usahanya untuk

mengembangkan pengetahuan diteruskan oleh putranya. Untuk

tujuan ini putranya mengutus orang Jerman bernama Hermann

untuk kembali ke Toledo pada tahun 1256. Hermann kemudian

menterjemahkan Ichtisar Manthiq karangan Al-Farabi dan

Ichtisar Syair karangan Ibnu Rushd. Pada pertengahan abad

13 hampir seluruh karya Ibnu Rushd telah diterjemahkan ke

dalam Bahasa Latin, termasuk kitab tahafut-et-tahafut,

yang diterjemahkan oleh Colonymus pada Tahun 1328.

Periode Filsafat Modern (Abad 17-20 M)

Dikenal Juga sebagai abad Äufklarung. Pada masa ini

Kristen yang berkuasa dan menjadi sumber otoritas kebenaran

mengalami kehancuran, dan juga awal abad kemunduran bagi

umat Islam. Berbagai pemikiran Yunani muncul, alur

pemikiran yang mereka anut adalah rasionalitas,

empirisrme, dan Kritisme. Peradaban Eropa bangkit

melampaui dunia islam. Masa ini juga memunculkan

intelektual Gerard Van Cromona yang menyalin buku Ibnu

Sina, ”The canon of medicine”, Fransiscan Roger Bacon,

yang menganut aliran pemikiran empirisme dan realisme

berusaha menentang berbagai kebijakan gereja dan penguasa

pada waktu itu. Dalam hal ini Galileo dan Copernicus juga

mengalami penindasan dari penguasa. Masa ini juga

menyebabkan perpecahan dalam agama Kristen, yaitu Kristen

Katolik dan Protestan. Perlawanan terhadap gereja dan

raja yang menindas terus berlangsung Revolusi ilmu

pengetahuan makin gencar dan meningkat. Pada masa ini

banyak muncul para ilmuwan seperti Newton dengan teori

gravitasinya, John Locke yang menghembuskan perlawanan

kepada pihak gereja dengan mengemukakan bahwa manusia

bebas untuk berbicara, bebas mengeluarkan pendapat, hak

untuk hidup, hak untuk merdeka, serta hak berfikir. Hal

serupa juga dilakuklan ole J.J .Rousseau mengecam

penguasa dalam bukunya yang berjudul Social Contak.

Hal berbeda terjadi didunai Islam, pada masa ini

umat Islam tertatih untuk bangkit dari keterpurukan

spiritual. Intelektual Islam yang gigih menyeru umat

Islam untuk kembali pada ajaran al-Quran dan Hadis. Pada

masa krisis moral dan peradaban muncul ilmuwan lainnya

yaitu Muhammad Abduh. Muhammad Abduh berusaha

membangkitkan umat Islam untuk menggunakan akalnya. Ia

berusaha mengikis habis taklid. Hal tersebut dilakukan

oleh Muhammad Abduh agara umat Islam menemukan ilmu yang

berasal dari al-Quran dan hadis.

Para filsuf zaman modern menegaskan bahwa

pengetahuan tidak berasal dari kitab suci atau ajaran

agama, tidak juga dari para penguasa, tetapi dari diri

manusia sendiri. Namun tentang aspek mana yang berperan

ada beda pendapat. Aliran rasionalisme beranggapan bahwa

sumber pengetahuan adalah rasio: kebenaran pasti berasal

dari rasio (akal). Aliran empirisme, sebaliknya, meyakini

pengalamanlah sumber pengetahuan itu, baik yang batin,

maupun yang inderawi. Lalu muncul aliran kritisisme, yang

mencoba memadukan kedua pendapat berbeda itu.

Aliran rasionalisme dipelopori oleh Rene Descartes

(1596-1650 M). Dalam buku Discourse de la Methode tahun

1637 ia menegaskan perlunya ada metode yang jitu sebagai

dasar kokoh bagi semua pengetahuan, yaitu dengan

menyangsikan segalanya, secara metodis. Kalau suatu

kebenaran tahan terhadap ujian kesangsian yang radikal

ini, maka kebenaran itu 100% pasti dan menjadi landasan

bagi seluruh pengetahuan.

Tetapi dalam rangka kesangsian yang metodis ini

ternyata hanya ada satu hal yang tidak dapat diragukan,

yaitu “saya ragu-ragu”. Ini bukan khayalan, tetapi

kenyataan, bahwa “aku ragu-ragu”. Jika aku menyangsikan

sesuatu, aku menyadari bahwa aku menyangsikan adanya.

Dengan lain kata kesangsian itu langsung menyatakan

adanya aku. Itulah “cogito ergo sum”, aku berpikir

( menyadari) maka aku ada. Itulah kebenaran yang tidak

dapat disangkal lagi. — Mengapa kebenaran itu pasti?

Sebab aku mengerti itu dengan “jelas, dan terpilah-pilah”

— “clearly and distinctly”, “clara et distincta”.

Artinya, yang jelas dan terpilah-pilah itulah yang harus

diterima sebagai benar. Dan itu menjadi norma Descartes

dalam menentukan kebenaran.

Descartes adalah pelopor kaum rasionalis, yaitu

mereka yang percaya bahwa dasar semua pengetahuan ada

dalam pikiran.

Aliran empririsme nyata dalam pemikiran David Hume

(1711-1776), yang memilih pengalaman sebagai sumber utama

pengetahuan. Pengalaman itu dapat yang bersifat lahirilah

(yang menyangkut dunia), maupun yang batiniah (yang

menyangkut pribadi manusia). Oleh karena itu pengenalan

inderawi merupakan bentuk pengenalan yang paling jelas

dan sempurna.

Hume merupakan pelopor para empirisis, yang percaya

bahwa seluruh pengetahuan tentang dunia berasal dari

indera. Menurut Hume ada batasan-batasan yang tegas

tentang bagaimana kesimpulan dapat diambil melalui

persepsi indera kita.

Gambar 1.7 David Humedan Immanuel Kant

Adapun Kritisisme oleh Imanuel Kant (1724-1804)

mencoba mengembangkan suatu sintesis atas dua pendekatan

yang bertentangan ini. Kant berpendapat bahwa masing-

masing pendekatan benar separuh, dan salah separuh.

Benarlah bahwa pengetahuan kita tentang dunia berasal

dari indera kita, namun dalam akal kita ada faktor-faktor

yang menentukan bagaimana kita memandang dunia sekitar

kita. Ada kondisi-kondisi tertentu dalam manusia yang

ikut menentukan konsepsi manusia tentang dunia. Kant

setuju dengan Hume bahwa kita tidak mengetahui secara

pasti seperti apa dunia “itu sendiri” (”das Ding an

sich”), namun hanya dunia itu seperti tampak “bagiku”,

atau “bagi semua orang”. Namun, menurut Kant, ada dua

unsur yang memberi sumbangan kepada pengetahuan manusia

tentang dunia. Yang pertama adalah kondisi-kondisi

lahirilah ruang dan waktu yang tidak dapat kita ketahui

sebelum kita menangkapnya dengan indera kita. Ruang dan

waktu adalah cara pandang dan bukan atribut dari dunia

fisik. Itu materi pengetahuan. Yang kedua adalah kondisi-

kondisi batiniah dalam manusia mengenai proses-proses

yang tunduk kepada hukum kausalitas yang tak terpatahkan.

Ini bentuk pengetahuan. Demikian Kant membuat kritik atas

seluruh pemikiran filsafat, membuat suatu sintesis, dan

meletakkan dasar bagi aneka aliran filsafat masa kini.

Begitulah pergulatan antar aliran filsafat Modern.

Rasionalist diwakili Descartes, Empirist diwakili Hume,

dan Kritisme oleh Kant saling menkritik satu sama lain.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Jauh sebelum manusia menemukan dan menetapkan apa yang

sekarang kita sebut sesuatu sebagai suatu disiplin ilmu sebagaimana

kita mengenal ilmu kedokteran, fisika, matematika, dan lain

sebagainya, umat manusia lebih dulu memfikirkan dengan bertanya

tentang berbagai hakikat apa yang mereka lihat. Dan jawaban mereka

itulah yang nanti akan kita sebut sebagai sebuah jawaban filsafati.

Kalau ilmu diibiratkan sebagai sebuah pohon yang memiliki berbagai

cabang pemikiran, ranting pemahaman, serta buah solusi, maka

filsafat adalah tanah dasar tempat pohon tersebut berpijak dan

tumbuh.

Metode filsafat adalah metode bertanya. Objek formal filsafat

adalah ratio yang bertanya. Sedang objek materinya ialah semua yang

ada yang bagi manusia perlu dipertanyakan hakikatnya. Maka menjadi

tugas filsafat mempersoalkan segala sesuatu yang ada sampai akhirnya

menemukan kebijaksanaan universal.

Banyak yang bertanya-tanya mengapa filsafat muncul di Yunani

dan tidak di daerah yang berberadaban lain kala itu seperti

Babilonia, Yudea (Israel) atau Mesir. Jawabannya sederhana: di

Yunani, tidak seperti di daerah lain-lainnya tidak ada kasta pendeta

sehingga secara intelektual orang lebih bebas.

Dalam perkembanganya, filsafat Yunani sempat mengalami masa

pasang surut. Ketika peradaban Eropa harus berhadapan dengan

otoritas Gereja dan imperium Romawi yang bertindak tegas terhadap

keberadaan filsafat di mana dianggap mengancam kedudukannya sebagai

penguasa ketika itu.

Filsafat Yunani kembali muncul pada masa kejayaan Islam

dinasti Abbasiyah sekitar awal abad 9 M. Tetapi di puncak

kejayaannya, dunia filsafat Islam mulai mengalami kemunduran ketika

antara para kaum filsuf yang diwakili oleh Ibnu Rusd dengan para

kaum ulama oleh Al-Ghazali yang menganggap filsafat dapat

menjerumuskan manusia ke dalam Atheisme bergolak. Hal ini setelah

Ibnu Rusd sendiri menyatakan bahwa jalan filsafat merupakan jalan

terbaik untuk mencapai kebenaran sejati dibanding jalan yang

ditempuh oleh ahli atau mistikus agama.

Setelah abad ke-13, peradaban filsafat islam benar-benar

mengalami kejumudan setelah kaum ulama berhasil memenangkan

perdebatan panjang dengan kaum filosof. Kajian filsafat dilarang

masuk kurikulum pendidikan. Pemerintahan mempercayakan semua konsep

berfikir kepada para ulama dan ahli tafsir agama. Beriringan dengan

itu, di Eropa, demam filsafat sedang menjamur. Banyak buku-buku

karangan filosof muslim yang diterjemahkan kedalam bahasa latin. Ini

sekaligus menunjukkan bahwa setelah pihak gereja berkuasa pada

masanya dan sebelum peradaban Islam mulai menerjemahkan teks-teks

aristoteles dan lain sebagainya oleh Al Kindhi, di Eropa benar-benar

tidak ditemukan lagi buku-buku filsafat hasil peradaban Yunani.

Entah kebetulan atau tidak, ketika filsafat di dunia islam

bisa dikatakan telah usai dan berpindah ke eropa, peradaban islam

pun mengalami kemunduran sementara di eropa sendiri mengalami masa

yang disebut sebagai abad Renaissance atau abad pencerahan, pada

sekitar abad ke-15 M.

Tapi tidak demikian halnya dalam komunitas gereja. Periode ini

juga menghantarkan dunia kristen menjadi terbelah. Doktrin para

pendeta katolik terus mendapatkan protes dari kaum Protestan.

Adapun para filsuf zaman modern setelah masa aufklarung, abad

ke-17 M, menegaskan bahwa pengetahuan tidak berasal dari kitab suci

atau ajaran agama, tidak juga dari para penguasa, tetapi dari diri

manusia sendiri. Para filsuf modern yang tercatat dalam sejarah

ialah Descartes, Karl Marx, Nietsche, JJ Rosseau, Dan lain

sebagainya.

DAFTAR PUSTAKA

http://amrianihamzahmustafa.blogspot.com/2010/03/sejarah-dan- perkembangan-filsafat-dari_06.html Diakses tanggal 20

http://a2i3s-c0ol.blogspot.com/2009/01/hubungan-filsafat-islam- dengan-filsafat.html diakses tanggal 20

Suriasumantri, Jujun S. Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta 1995