Filsafat Manusia (Oral Presentation)

28
FILSAFAT MANUSIA HAKIKAT MANUSIA MENURUT HEIDEGER

Transcript of Filsafat Manusia (Oral Presentation)

FILSAFAT MANUSIA

 HAKIKAT MANUSIA MENURUT HEIDEGER

Oleh:

Alisya Fajrin (07013185) Anisa Kartika Wulan (11013078) Sutrianingrum (11013097) Annisa Adya (11013122) Sri Handayani (11013140) Amalia SJ Kahar (11013142) Elnita (11013147) Arsepta Kurnia Sandra (11013148) 

Kritik Heidegger Terhadap Fenomenologi Husserl

Fenomenologi Husserl pada prinsipnya bercorak idealistik. Kedudukan maupun tindakan manusia sudah diatur atau di tentukan oleh kekuasaan Tuhan. Seruan Husserl yaitu “kembali pada subjek atau kesadaran”. Melalui proses reduksi transedental yaitu Lebih menekankan pada esensi subjek (kesadaran) dan aktivitasnya, Husserl terus bergelut dengan masalah esensi dan aktivitas kesadaran. Namun ketika kita asyik membahas tentang masalah kesadaran, melupakan Eksistensi manusia sendiri yang unik dan aktual, sehingga luput dari perhatian.Konsep Husserl tentang “aku Transendental” membuktikan hal itu.

Heidegger menyadari kenyataan itu, tidak mau mengikuti anjuran husserl untuk “kembali kepada subjek” ,Kembali kepada subjek dan melupakan objek.

Fenomenologi Heidegger dan Filsafat Eksistensi (Eksistensialisme)

Dalam salah satu karyanya berjudul “Sein und Zeit” yang artinya Ada dan Waktu. Heidegger menyatakan bahwa manusia modern telah mengalami gejala yang disebut “lupa akan makna Ada”. Lupa akan makna Ada bersifat universal dalam berbagai tingkatan aktivitas manusia . Dapat dilihat pada tingkat teoritis serta dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan kenyataan tersebut Heidegger mengembangkan metode yang disebut fenomenologi.

Fenomenologi Heidegger bertujuan untuk “mengajukan pertanyaan tentang Ada dan mencari jawaban atas makna Ada”.

Filsafat heidegger juga disebut ontology fundamental yaitu, Ilmu Dasar tentang Makna Ada. Unit analisis dari filsafat Heidegger tentang eksistensi manusia, oleh sebab itu fenomenologi Heidegger sering disebut juga “Analisis Eksistensial”. Fokus utama dan titik tolak penyelidikan Heidegger pada eksistensi manusia dan pada mengadanya manusia (Dasein).

Heidegger beranggapan bahwa selama ini pendekatan-pendekatan yang terdapat di filsat berkaitan dengan asumsi-asumsi metafisis yang menggambarkan asal-usul “ ada” (sein) dari ada (sein).

Oleh sebab itu diperlukan destruksi fenomologis yang betujuan untuk menghilangkan metafisika tradisional itu. Oleh Heidegger diartikan sebagai “kembali kepada gejala pertama dan sebenarnya” yakni gejala Ada.

Ciri-ciri Fenomenologi Heidegger

Dalam arti ini Heidegger menanamakan metode tersebut sebagai “fenomenology” yakni interpretasi atas makna tersembunyi dari setiap gejala Ada.

Makna gejala Ada yang akan di ungkap oleh Heidegger adalah mengadanya manusia , untuk mengugkap makna tersebut diperlukan teknik khusus yang disebut “hermeneutika”. Dengan demikian fenomenologinya bisa disebut dengan fenomenologi Hermeneutik, yakni suatu metode yang dipakai untuk mengungkap makna tersembunyi dari mengadanya manusia

Tema-tema Eksistensi Manusia

Eksistensi sebagai “Milik Pribadi” dan Berada dalam

Waktu. Setiap dasein mempunyai status personal atau individualnya karena ada-nya hal ini ditunjukkan dari penyelidikan Heidegger atas dasein, bahwa ada ternyata memiliki ciri personalnya dalam dasein. Disamping itu, waktu juga memiliki peran dalam menjadikan dasein sebagai individualitas. Waktu merupakan dimensi eksistensi yang memungkinkan dasein menuju ke eksistensinya sendiri. Tetapi, konsekuensinya individualitas dasein adalah fakta, karena apapun yang ada pada dasein dan apapun yang dialami dasein adalah milik pribadi dasein.

Dalam konteks yang lebih luas, fakta milik sendiri itu pada asasnya sering merupakan beban yang teramat berat dan beban itu harus di pikul sendirian. Milik sendiri identik dengan kesendirian total manusia, kesendirian yang sangat mencekam. Kecemasan, semua tema yang kelak akan di ungkap maknanya di dalam analisis eksistensial, sedikit banyak di pengaruhi oleh kesadaran manusia akan fakta kesendirian dirinya. Kesendirian adalah fakta yang tidak dapat dihindari oleh siapapun, karna fakta itu berasal dari karakter personal “ada”, dari status manusia “menuju adanya sendiri” (zu-sein).

Ada dalam Dunia

Heidegger memperlihatkan fakta, bahwa dasein pada dasarnya adalah “ada dalam dunia” (in-der-welt-sein) ada dalam dunia adalah struktur dasar mengadanya manusia, sedemikian rupa sehingga mengadanya manusia tidak bisa lepas dari (dan tidak dapat terealisasi tanpa) dunianya. Heidegger mengistilahkan ada dalam dunia namun kita perlu memahami terlebih dahulu, dua kata kunci “dalam” dan “dunia”. kata “dalam” pada istilah ada dalam dunia. Ada dalam dunia mempunyai makna yang sangat ekstensial yakni ”keterlibatan” (concerned with), “keterikatan” (preoccupation), “komitmen” dan “keakraban” (familiarity).

Demikian pula halnya dengan kata “dunia”. yang di maksud kata “dunia” dalam analisis eksistensial Heidegger adalah dunia manusia yakni dunia pengalaman hidup keseharian (the world of daily experience) yang di dalamnya manusia merasa “terlibat”, “terikat”, “berkomitmen” dan “akrab”. Dunia dalam arti ini berpusatkan pada manusia (dasein) dan bersesuaian dengan keadaan subjektif manusia, sedemikian rupa sehingga setiap kontak manusia dengan sesuatu di luar dirinya (realitas luar), selalu ditandai oleh subjektifitasnya.

Kenyataan itu, tampak jelas dalam kehidupan sehari-hari. Dalam kehidupan sehari-sehari, benda-benda tidak dialami atau dihayati oleh manusia sebagai objek-objek fisik yang ada (vorhanden atau before our hands), tampa campur tangan manusia.

Sebaliknya dialami atau dihayati oleh manusia dalam kaitanya dengan “cetak-biru” pikiran, kemauan, atau perasaan manusia, yang bersifat subjektif dan individual.

“Orang” (Das Man atau Manusia Impersonal)

Status eksistensi manusia di dalam “Ada dalam dunia”, menimbulkan pertanyaan siapakah Dasein yang ada dalam dunia itu? Heidegger menjawab dengan tegas bahwa yang “ada” dalam dunia pertama-tama adalah “Orang” (das Man). Heidegger mengatakan tentang “keterjatuhan” manusia, bahwa manusia pada awalnya berada dalam kondisi “lari” dari dirinya sendiri dan masuk dalam eksistensi yang anonym atau tidak otentik

Suasana hati dan Faktisitas

Menurut Heidegger manusia juga disebut Datarsein. Menurutnya, manusia adalah “ada” (sein) yang terdampar “disitu”(da) ini adalah kenyataan manusia yang tidak dipilih manusia, melainkan “terlempar begitu saja seperti “buah dadu diatas meja judi”.

Dalam situasi ini manusia tidak memiliki alternatif. Manusia tidak pernah memilih, misalnya untuk menjadi seorang perempuan lahir dari dalam rahim seorang ibu yang suka kawin cerai dan ayah yang tidak bertanggung jawab, dibesarkan dalam masyarakat yang berpandangan munafik serta berkebudayaan dangkal. ini merupakan faktisitas manusia, yang dibebankan pada dirinya da menjadi milik pribadinya, tanpa diberi pilihan untuk menolak atau menerimanya.

faktisitas berawal dari “keterlemparan” (Geworfenheit) manusia dari masa lampau yang tidak dimengerti dari masa akan datang yang juga tidak bisa dipahami arah tujuannya. Manusia juga mempunyai tugas untuk menuju ada-nya sendiri.

Dalam kondisi seperti itu, hubungan antar manusia dan dunianya ditandai oleh peran “suasana hati”. Suasana hati manusia memberi andil besar dalam memberi karakter tertentu pada benda, pada manusia lain, dan bahkan pada kemungkinan eksistensinya sendiri.

Rasionalitas dan objektifitasnya juga sering kali luluh oleh suasana hati. Program jangka panjang yang telah disusun secara rasional sering kali harus mundur secara mendadak atau bahkan berantakan, ketika suasana hati yang arah dan tujuannya tidak pasti yang tiba-tiba muncul didalam diri manusia.

Kecemasan dan Ketiadaan Kecemasan (Angst atau anxiety) adalah kondisi mencekam di mana manusia berhadapan dengan “ketiadaan” (Nicht atau No-thing, Non-being).Ketiadaan merupakan ancaman yang nyata dan hebat karna ketiadaan bukan hanya mengancam sebagian kecil eksistensi manusia melainkan dapat menghancurkan dan mengancam status dan posisi manusia dalam dunia.

eksistensi manusia yang telah dibangun dan dibina dengan susah payah kemudian akan menjadi goyah, tidak pasti karna terancam menjadi tidak ada.

Dalam bukunya yang berjudul Was ist metaphysik, Heidegger menjelaskan bahwa ketiadaan adalah ancaman langsung bagi ada dan dengan demikian bagi mengadanya manusia (dasein) juga. Manusia tidak dapat melepaskan dirinya dari ketiadaan karna ketiadaan selalu hadir di tengah-tengah ada dan manusia. pada dasarnya manusia hanya menunda ketiadaan, menunda kemungkinan untuk menjadi tidak ada. Puncak dari ketiadaan itu adalah “kematian”

Kematian dan Hati Nurani

Jika manusia menerima peristiwa kematian berarti manusia juga menerima kenyataan bahwa dirinya tidak lain adalah “ada menuju kematian” , dan menerima kenyataan bahwa ada adalah ada menuju kematian, berarti telah membuka pintu untuk menuju eksistensi yang otentik atau dirin yang solid.

Denganmenerima kematian, yang identik dengan ketiadaan dan kesendirian total yang mencekam, manusia terpanggil untuk melepaskan diri dari kontrol orang lain, yang membuat eksistensi mejadi tidak otentik . dengan demikian, eksistensinya akan diisi oleh dirinya sendiri.

Dengan mengisi eksistensinya sendiri, artinya bahwa manusia bersedia mendengarkan panggilan “hati nuraninya”, yaitu suatu “panggilan”, yang tidak berasal dari kontrol dari luar, melainkan panggilan dari “dalam diri sendiri”. Panggilan hati nurani adalah panggilan sejati suara keprihatinan manusia. Pada tahap inilah manusia menjalani eksistrensinya yang otentik.

Keprihatinan dan Temporalitas

Martin Heidegger menyebutkan bahwa “akar” dari suasana hati yang telah dibahas sebelumnya pada asasnya adalah “keprihatinan” (Sorge). Keprihatinan letaknya jauh “dibawah sadar” dan merupakan struktur Dasein. Dan ketika manusia berada dalam keprihatinan tersebut, maka manusia lebih mengandalkan suasana hatinya daripada hati nuraninya atau sikap rasional dan objektif.

Heidegger juga menyebutkan bahwa keprihatinan memilki hubungan dengan waktu atau temporalitas. Mengadanya manusia selalu melinbatkan tiga keterarahan dalam waktu, yaitu pada.

1. Kemungkinan-kemungkinan eksistensinya di masa depan,2. Sudah “terlempar” dan terikat pada keterlemparanya di masa lalu,3. Jatuh dalam kuasa (kontrol) orang lain dan hidup dalam rutinitas keseharian yang dangkal.

Historisitas Temporalitas mengadanya manusia adalah dasar bagi historisitas manusia. “Manusia” menurut Heidegger adalah Ada historisis, Historisitas mengadanya manusia menurut analisa Heidegger menunjukkan adanya “takdir” individu, yaitu setiap individu adalah ahli waris dari masa lalunya.

Pengaruh Heidegger Pengaruh Heidegger terhadap lingkungan akademis lebih besar dari pada pengaruh Husserl karena pemikiran Heidegger tidak hanya diterima dalam lingkungan filsafat saja tetapi juga dalam lingkungan ilmu-ilmu manusa khususnya psikologi dan psikiatri gejala-gejala manusiawi yang diungkap oleh Heidegger memang merupakan gejala-gejala yang selalu dialami manusia secara universal. Gejala-gejala tersebut berdekatan dengan gejala-gejala yang hendak dijelaskan oleh psikologi dan psikiatri. Pengaruh Heidegger pada psikologi dan psikiatri misalnya pada Binswangen dan Medard, dua orang psikiter dari Swiss yang menggunakan filsafat dan metode fenomenologi Heidegger untuk mendiskripsikan pengalaman-pengalaman para pasiennya dan untuk mempraktekkan psikoterapi-psikoterapi eksisitensialnya.

SEKIANWASSALAMUA’LAIKUM WR. WB