Aliran Filsafat yaAliran Filsafat yang digunakan di Indonesia
Filsafat Hukum
-
Upload
webssearches -
Category
Documents
-
view
0 -
download
0
Transcript of Filsafat Hukum
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Jika kita berbicara filsafat kita seakan berada
pada ranah yang sangat abstrak, dan filsafat hukum
merupakan cabang dari filsafat. Filsafat hukum
mempunyai fungsi yang strategis dalam pembentukan
masyarakat sadar hukum dan taat di Indonesia.
Hukum adalah dalam kompas ilmu untuk manusia, atau
sosial ilmu karena merupakan bagian integral dan
penting dalam komponen manusia masyarakat dan
budaya. Tidak ada kejadian yang dikenal dari suatu
keadaan dalam pengalaman manusia, di mana masyarakat
yang heterogen ada dan budaya telah tanpa atau sudah
bebas dari hukum. Dimanapun dan kapanpun masyarakat
dan budaya yang ditemukan ada hukum juga ditemukan,
1
menggenangi seluruh masyarakat sebagai bagian dari
budaya.
Seperti komponen lain dari masyarakat manusia dan
budaya, hukum adalah fenomena, rentan terhadap
ketakutan intelektual dengan bantuan dari indra
manusia, dan tunduk pada penyelidikan empiris dan
ilmiah deskripsi. Hukum merupakan salah satu bentuk
budaya untuk kendali dan regulasi perilaku manusia,
baik individual atau kolektif dalam penerapannya.
Hukum adalah alat utama dari kontrol sosial pada
masyarakat modern serta dalam masyarakat primitif.
Pembentukan masyarakat sadar hukum dan taat akan
hukum merupakan cita-cita dari adanya norma-norma
yang menginginkan masyarakat yang berkeadilan
sehingga sendi-sendi dari budaya masyarakat akan
berkembang menuju terciptanya suatu sistem
masyarakat yang menghargai satu sama lainnya,
membuat masyarakat sadar hukum dan taat hukum
2
bukanlah sesuatu yang mudah dengan membalik telapak
tangan, banyak yang harus diupayakan oleh pendiri
atau pemikir negeri ini untuk memikirkan hal
tersebut. Hukum bukanlah satu-satunya yang berfungsi
untuk menjadikan masyarakat sadar hukum dan taat
hukum, Indonesia yang notabene adalah negara yang
sangat heterogen tampaknya dalam membentuk formulasi
hukum positif agak berbeda dengan negara-negara yang
kulturnya homogen, sangatlah penting kiranya sebelum
membentuk suatu hukum yang akan mengatur perjalanan
masyarakat, haruslah digali tentang filsafat hukum
secara lebih komprehensif yang akan mewujudkan
keadilan yang nyata bagi seluruh golongan, suku,
ras, agama yang ada di Indonesia.
Peranan hukum didalam masyarakat sebagimana tujuan
hukum itu sendiri adalah menjamin kepastian dan
keadilan, dalam kehidupan masyarakat senantiasa
terdapat perbedaan antara pola-pola perilaku atau
3
tata-kelakuan yang berlaku dalam masyarakat dengan
pola-pola perilaku yang dikehendaki oleh norma-norma
(kaidah) hukum. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya
suatu masalah berupa kesenjangan sosial sehingga
pada waktu tertentu cenderung terjadi konflik dan
ketegangan-ketegangan sosial yang tentunya dapat
mengganggu jalannya perubahan masyarakat sebagaimana
arah yang dikehendaki.
Keadaan demikian terjadi oleh karena adanya hukum
yang diciptakan diharapkan dapat dijadikan pedoman
(standard) dalam bertindak bagi masyarakat tidak ada
kesadaran hukum sehingga cenderung tidak ada
ketaatan hukum.
Dewasa ini, banyak sekali dijumpai permasalahan
yang berkaitan dengan pelanggaran hukum terutama
yang berkaitan dengan lalu lintas, mulai dari yang
ringan hingga yang berat. (Wirjono Prodjodikoro,
2003 : 20). Pelanggaran ringan yang kerap terjadi
4
dalam permasalahan lalu lintas adalah seperti tidak
memakai helm, menerobos lampu merah, tidak memiliki
SIM atau STNK, tidak menghidupkan lampu pada siang
hari, dan bonceng tiga dianggap sudah membudaya di
kalangan masyarakat Indonesia. Pelanggaran lalu
lintas seperti itu dianggap sudah menjadi kebiasaan
bagi masyarakat pengguna jalan, sehingga tiap kali
dilakukan operasi tertib lalu lintas di jalan raya
oleh pihak yang berwenang, maka tidak sedikit yang
terjaring kasus pelanggaran lalu lintas dan tidak
jarang juga karena pelanggaran tersebut kerap
menimbulkan kecelakaan lalu lintas. Mengendarai
kendaraan secara kurang hati – hati dan melebihi
kecepatan maksimal, tampaknya merupakan suatu
perilaku yang bersifat kurang matang. Walau
demikian, kebanyakan pengemudi menyadari akan bahaya
yang dihadapi apabila mengendarai kendaraan dengan
melebihi kecepatan maksimal tersebut. Akan tetapi di
5
dalam kenyataannya tidak sedikit pengemudi yang
melakukan hal itu, khususnya anak sekolah sehingga
dalam pelanggaran lalu lintas tersebut tidak
sedikit yang menyebabkan kecelakaan lalu lintas.
Peraturan perundang – undangan yang mengatur masalah
lalu lintas dan angkutan jalan raya tidaklah
sepenuhnya sinkron dan ada ketentuan – ketentuan
yang sudah tertinggal oleh perkembangan masyarakat.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang sudah penulis kemukakan
diatas, penulis mengangkat permasalahan sebagai
berikut:
1. Apakah sebabnya orang harus mentaati hukum?
2. Apakah sebabnya dalam kenyataannya orang
mematuhi peraturan lalu lintas?
C. Maksud dan Tujuan Penulisan
6
1. Memberikan suatu gambaran dan ulasan secara
rinci mengenai sebab orang harus mentaati hukum
2. Memberikan suatu gambaran dan ulasan secara
rinci mengenai sebab dalam kenyataan orang
mematuhi peraturan lalu lintas
BAB II
PEMBAHASAN
A. Penyebab Orang Mentaati Hukum
Pertanyaan tentang mengapa orang mentaati hukum
merupakan contoh pertanyaan yang bersifat mendasar
yang menjadi salah satu pokok bahasan filsafat
hukum, oleh karena jawaban terhadap pertanyaan ini
merupakan pertimbangan nilai-nilai dalam bentuk
kaidah hukum yang masuk dalam tataran dunia nilai,
tataran sollen. Seperti kita ketahui, bahwa filsafat
7
hukum menjawab pertanyaan-pertanyaan yang tidak
dapat dijawab oleh ilmu hukum. Ketika ilmu hukum
tidak mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan mendasar
mengenai hukum, maka saat itu pulalah filsafat hukum
mulai bekerja dalam mempelajari pertanyaan-
pertanyaan yang tidak terjawab tersebut. Hal ini
juga tentu saja bisa kita gunakan untuk menjawab
pertanyaan mengapa orang mentaati peraturan lalu
lintas.
Menurut Herbert C. Kelman sebenarnya masalah
ketaatan terhadap hukum yang merupakan suatu derajat
secara kualitatif, dapat dibedakan dalam 3 proses
(Soerjono Soekanto, 1982 : 230-231):
1. Compliance: suatu ketaatan yang didasarkan pada
harapan akan suatu imbalan dan usaha untuk
menghindarkan diri dari hukuman yang mungkin
dijatuhkan
8
2. Identification: suatu ketaatan terhadap kaedah
hukum timbul bukan karena nilai intrinsiknya,
akan tetapi agar keanggotaan kelompok tetap
terjaga serta ada hubungan baik dengan mereka
yang diberi wewenang untuk menerapkan kaedah-
kaedah hukum tersebut.
3. Internalization: seseorang mematuhi kaedah-
kaedah hukum oleh karena secara intrinsik
kepatuhan tadi mempunyai imbalan atau aturan
itu sesuai dengan nilai-nilai yang dianutnya.
Ada beberapa teori yang mengemukakan sebab orang
mentaati hukum:
a. Teori Kedaulatan Tuhan
b. Teori Kedaulatan Negara
c. Teori Kedaulatan Hukum
d. Teori Perjanjian Masyarakat
9
Berdasarkan teori-teori yang ada, penulis mencoba
menganalisa dari teori kedaulatan hukum. Teori
kedaulatan hukum didasari oleh pemikiran Imanuel
Kant, Hugo Krabe, dan Leon Duguit. Teori kedaulatan
hukum mendalilkan bahwa undang-undang tidak mengikat
karena pemerintah menghendakinya, melainkan karena
ia merupakan perumusan kesadaran hukum dari rakyat
serta hukum merupakan sumber kedaulatan.
Krabbe juga mengungkapkan bahwa baginya, kesadaran
hukum sebenarnya merupakan kesadaran atau nilai-
nilai yang terdapat di dalam diri manusia, tentang
hukum yang ada dan tentang hukum yang diharapkan
ada. (Achmad Ali, 2009 : 299)
Kesadaran hukum tersebut mencakup unsur-unsur
pengetahuan tentang hukum, pengetahuan tentang isi
hukum, sikap hukum, dan pola-pola perilaku hukum.
Kesadaran hukum inilah yang membedakan mana yang
adil dan mana yang tidak adil. Kesadaran hukum ini
10
tidak datang, apalagi dipaksakan dari luar,
melainkan dirasakan orang dalam dirinya sendiri.
Kesadaran hukum memaksa orang untuk menyesuaikan
segala tindakanya dan perbuatanya dengan rasa
keadilan itu, walaupun mungkin hal itu tidak sesuai
bahkan mungkin juga bertentangan dengan kehendaknya
sendiri
Sebagai hubungan yang tidak dapat dipisahkan
antara kesadaran hukum dan ketaataan hukum maka
beberapa literatur yang di ungkap oleh beberapa
pakar mengenai ketaatan hukum bersumber pada
kesadaran hukum, hal tersebut tercermin dua macam
kesadaran, yaitu :
1. Legal consciouness as within the law, kesadaran hukum
sebagai ketaatan hukum, berada dalam hukum, sesuai
dengan aturan hukum yang disadari atau dipahami;
2. Legal consciouness as against the law, kesadaran hukum
dalam wujud menentang hukum atau melanggar hukum.
11
Teori kedaulatan hukum dipakai oleh Indonesia
dengan mengubah Undang-Undang Dasarnya, dari konsep
kedaulatan rakyat yang diwakilkan menjadi kedaulatan
hukum. Rumusan mengenai Indonesia sebagai negara
yang menganut paham kedaulatan hukum dapat dilihat
pada Pasal 1 ayat (3), Undang-Undang Dasar Tahun
1945 (pasca amandemen) yang menyebutkan bahwa:
“Negara Indonesia adalah negara hukum”. Demikian pula
dengan rumusan dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang
Dasar Tahun 1945 yang menyebutkan bahwa: “Kedaulatan
berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang
Dasar”.
Berdasarkan uraian tersebut, bila kondisi
Indonesia kita sinkronkan dengan konsepsi teori
kedaulatan hukum, maka negara Indonesia adalah
negara yang berkedaulatan hukum dimana pemegang
kekuasaan tertinggi dalam negara Indonesia bukanlah
pemerintahan, raja atau rakyat atau otoritas
12
penguasa tetapi konstitusi negara Indonesia yakni
Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Artinya adalah bahwa
negara Indonesia bukan didasarkan pada kekuasaan
belaka. Kecuali daripada itu, pemerintah didasarkan
atas sistem konstitusi dan tidak bersifat absolut
atau kekuasaan yang tidak terbatas (Soerjono
Soekanto, Ibid, 149).
Dengan demikian, secara konstitusional, supremasi
hukum diakui di Indonesia, yang berarti pengakuan
terhadap penegakkan rule of law baik dalam arti formal
maupun material atau ideologis dengan tekanan pada
yang terakhir. Hal ini berarti, masalah kesadaran
hukum dan kepatuhan hukum adalah hal-hal yang saling
berkaitan. (W. Friedmann, 1959 : 489)
Mengenai alasan utama untuk mentaati hukum, maka
sejak zaman Plato, para pakar filsafat telah
berpikir mengenai hal mendasar yangh mewajibkan para
warga suatu negara untuk mentaati hukum negara
13
tersebut. Menurut Cristoper Berry Gray (The
Philosopy of Law An Encyclopedia, 1999), tiga
pandangan mengapa seorang mentaati hukum :
1. Pandangan pertama, adalah pandangan bahwa
merupakan “kewajiban moral” bagi setiap warga negara
untuk melakukan yang terbaik yaitu senantiasa
mentaati hukum, kecuali dalam hal hukum memang
menjadi tidak menjamin kepastian atau inkonsistensi,
kadang-kadang keadaan ini muncul dalam pemerintahan
rezim yang lalim.
2. Pandangan kedua yang dianggap pandangan tengah,
adalah kewajiban utama bagi setiap orang (Prima
facie) adalah kewajiban mentaati hukum.
3. Pandangan Ketiga dianggap pandangan ekstrem
kedua yang berlawanan dengan pandangan pertama,
adalah bahwa kita hanya mempunyai kewajiban moral
untuk hukum, jika hukum itu benar, dan kita tidak
terikat untuk mentaati hukum.
14
Menurut Simmons, terdapat tiga kemungkinan jawaban
atas pertanyaan: “Apakah wajib mentaati hukum ?”
Masing-masing jawaban didasarkan pada tiga teori
yang oleh Simmons disebut: (1) teori kewajiban moral
asosiatif; (2) teori kewajiban moral transaksional;
dan (3) teori kewajiban moral natural. (Andre Ata
Ujan, 2009 : 213-214)
Teori asosiatif melihat kewajiban untuk patuh pada
hukum sebagai konsekuensi dari peran sosial. Peran
sosial menuntut kewajiban moral tertentu dari
pemangku peran. Karena itu, kewajiban asosiatif
berkaitan dengan pertanyaan: “Siapa saya?”;
pertanyaan yang mengacu pada kewajiban yang harus
dipikul oleh subjek karena peran yang dimainkannya.
Kewajiban yang ditimbulkan oleh peran bersifat
nonvolunter (wajib begitu saja). Kepatuhan kepada
hukum merupakan konsekuensi dari peran subjek
sebagai warga negara.
15
Sementara itu, teori transaksional mendasarkan
kewajiban mematuhi hukum pada interaksi dengan
sesama warga negara atau dengan negara yang secara
moral dipandang penting. Di sini kewajiban
tergantung pada “apa yang sudah saya lakukan
terhadap atau nikmati” dari negara. Kewajibannya
lalu bersifat volunter. Saya sudah mendapatkan
manfaat dari negara, karena itu saya bersedia
terikat dengan hukum yang diterapkan negara bagi
saya.
Sementara itu, dalam teori kewajiban moral
natural, kewajiban untuk patuh pada hukum tidak
didasarkan pada “siapa saya” (pertimbangan
asosiatif); juga tidak pada “apa yang sudah saya
dapatkan” dari negara (pertimbangan transaksional},
namun lebih didorong karena kesadaran akan apa yang
sudah dilaksankannya secara bebas, yakni bahwa
16
manusia secara bebas setuju mengikatkan diri dengan
hukum yang berlaku (persetujuan bebas subjek).
H. Krabbe mengajarkan dalam bukunya “Die Lehre der
Rechtssouvereintei” (1906) bahwa:
1. Bahwa rasa keadilanlah yang merupakan sumber
hukum
2. Hukum hanya apa yang memenuhi rasa keadilan dari
orang terbanyak
3. Hukum yang tidak sesuai dengan rasa keadilan
orang terbanyak tidak dapat mengikat. Peraturan
yang demikian ini bukan merupakan hukum, walaupun
masih ditaati orang atau dipakasakan.
4. Hukum itu ada, karena masyarakat mempunyai
perasaan bagaimana hukum itu seharusnya. Dan hanya
kaidah yang timbul dari perasaan hukum yang
mempunyai kewibawaan.
17
Dari berbagai hal yang telah dikemukakan di atas dan
dikaitkan dengan teori kedaulatan hukum, penulis
beranggapan sebab orang menaati hukum berawal dari
kesadaran hukum, berangkat dari hal itu maka orang
akan menaati hukum. Namun sumber hukum yang
sebenarnya adalah keadilan artinya orang menaati
hukum agar tercipta keadilan di dalam masyarakat.
B. Penyebab Dalam Kenyataan Orang Mematuhi Peraturan
Lalu Lintas
Pertanyaan tentang sebab dalam kenyataan orang
mematuhi hukum berakitan dengan dunia nyata (dunia
sein). Di dalam kenyataanya sebab seseorang mentaati
hukum pada dasarnya;
1. karena keharusan/kewajiban yang berkaitan dengan
keadilan.
bahwa dalam kenyataan orang mematuhi aturan lalu
lintas karena beranggapan hal itu merupakan sudah
suatu kewajiban supaya tercipta keadilan dalam
18
masyarakat. (contoh: orang berkendara dengan
hati-hati supaya orang lain yang berkendaraan
dengan hati-hati tidak dirugikan).
2. karena pengalaman (orang yang berkendara harus
mematuhi aturan lalu lintas).
Bahwa dalam kenyataan orang mematuhi aturan lalu
lintas karena beranggapan setiap orang yang
berkendara harus mematuhi itu. (contoh: orang
pakai helm, karena orang umumnya berkendara pakai
helm)
3. karena takut menerima sanksi.
Bahwa dalam kenyataan orang mematuhi aturan lalu
lintas karena takut menerima sanksi atau hukuman.
(contoh: orang pakai helm karena takut ditilang
oleh polisi)
4. karena mentaati hukum lebih menguntungkan
ketimbang tidak mentaati.
19
Bahwa dalam kenyataan orang mematuhi aturan lalu
lintas karena merasa untung kalau mentaati hukum.
(contoh: kalau berkendara dengan hati-hati
biasanya tidak menimbulkan kecelakaan yang akan
merugikan orang secara ekonomis).
BAB III
KESIMPULAN & SARAN
A. Kesimpulan
1. Ketaatan dibedakan dalam tigas proses, yaitu:
a. Compliance: suatu ketaatan yang didasarkan pada
harapan akan suatu imbalan dan usaha untuk
menghindarkan diri dari hukuman yang mungkin
dijatuhkan
20
b. Identification: suatu ketaatan terhadap kaedah
hukum timbul bukan karena nilai intrinsiknya, akan
tetapi agar keanggotaan kelompok tetap terjaga
serta ada hubungan baik dengan mereka yang diberi
wewenang untuk menerapkan kaedah-kaedah hukum
tersebut.
c. Internalization: seseorang mematuhi kaedah-
kaedah hukum oleh karena secara intrinsik
kepatuhan tadi mempunyai imbalan atau aturan itu
sesuai dengan nilai-nilai yang dianutnya.
2. Teori kedaulatan hukum didasari oleh pemikiran
Imanuel Kant, Hugo Krabe, dan Leon Duguit. Teori
kedaulatan hukum mendalilkan bahwa undang-undang
tidak mengikat karena pemerintah menghendakinya,
melainkan karena ia merupakan perumusan kesadaran
hukum dari rakyat serta hukum merupakan sumber
kedaulatan.
21
3. Rumusan mengenai Indonesia sebagai negara yang
menganut paham kedaulatan hukum dapat dilihat pada
Pasal 1 ayat (3), Undang-Undang Dasar Tahun 1945
(pasca amandemen) yang menyebutkan bahwa: “Negara
Indonesia adalah negara hukum”. Demikian pula
dengan rumusan dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-
Undang Dasar Tahun 1945 yang menyebutkan bahwa:
“Kedaulatan berada di tangan rakyat dan
dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”.
4. Tiga pandangan mengapa seorang mentaati hukum :
a. Pandangan pertama, adalah pandangan bahwa
merupakan “kewajiban moral” bagi setiap warga
negara untuk melakukan yang terbaik yaitu
senantiasa mentaati hukum, kecuali dalam hal hukum
memang menjadi tidak menjamin kepastian atau
inkonsistensi, kadang-kadang keadaan ini muncul
dalam pemerintahan rezim yang lalim.
22
b. Pandangan kedua yang dianggap pandangan tengah,
adalah kewajiban utama bagi setiap orang (Prima
facie) adalah kewajiban mentaati hukum.
c. Pandangan Ketiga dianggap pandangan ekstrem
kedua yang berlawanan dengan pandangan pertama,
adalah bahwa kita hanya mempunyai kewajiban moral
untuk hukum, jika hukum itu benar, dan kita tidak
terikat untuk mentaati hukum.
5. Penyebab orang mentaati hukum berawal dari
kesadaran hukum, berangkat dari hal itu maka orang
akan mentaati hukum. Namun sumber hukum yang
sebenarnya adalah keadilan artinya orang menaati
hukum agar tercipta keadilan di dalam masyarakat.
B. Saran
1. Pemerintah diharapkan melakukan perubahan dalam
UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, diharapkan
peraturan tersebut lebih memenuhi rasa keadilan
dalam masyarakat.
23
2. Setiap warga masyarakat harus mulai menanamkan
proses kesadaran hukum di dalam kehidupannya, hal
ini diharapkan dapat menciptakan ketaatan hukum
dalam berlalu lintas pada khususnya.
3. Pemerintah dan aparat penegak hukum diharapkan
benar-benar mensosialisasikan UU Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan serta membuat nyaman masyarakat
dalam proses penegakkan hukum.
4. Peran ahli ataupun akademisi di bidang hukum
untuk sama-sama menciptakan pemikiran-pemikiran
demi mengembangkan dan memperbaiki hukum itu
sendiri serta membantu proses penerapan dalam
masyarakat.
5. Bersama-sama untuk menciptakan keharmonisan dalam
proses bernegara dan berbangsa antara pemerintah,
aparat penegak hukum dan warga masyarakat agar
tercipta keadilan yang sebenarnya.
24