tokoh-tokoh pemikir filsafat sejarah

19
TOKOH-TOKOH PEMIKIR FILSAFAT SEJARAH PENULIS ; ABDUL KARIM NURDIN ABSTRAK ABDUL KARIM NURDIN.NPM:12350038.Tokoh-Tokoh Pemikir Filsafat Sejarah. Menurut prof. Sartono Kartodirjo filsafat sejarah adalah adalah suatu bagian filsafat yang berusaha memberikan jawaban terhadap pernyataan mengenai makna dari suatu proses peristiwa sejarah.manusia budaya tidak puas dengan pengetahuan sejarah,dicarinya makna yang menguasai kejadian-kejadian sejarah.dicarinya hubungan fakta-fakta dan sampai kepada asal dan tujuannya.kekuatan apakah yang akan menggerakkan sejarah kearah tujuannya. Filsafat sejarah mencari penjelasan serta berusaha masukke dalam pikiran dan cita-cita manusia dan memberikan keterangan tentang bagaimana munculnya suatu Negara,bagaimana proses perkembangan kebudayaannyasampai mencapai pncak kejayaannya dan akhirnya mengalami kemunduran seperti yang dialami oeh Negara Negara adi daya (adi kuasa ) pada masa lampau disertai pemimpin- pemimpin terkenal sebagai subjek pembuat sejarah pada zamannya. Jadi filsafat sejarah adalah ilmu filsafat yang ingin memberikan jawaban atas sebab dan alasan segala peristiwa sejarah.lebih jelasnya, filsafat sejarah salah satu bagian filsafat yang ingin menyelidiki sebab-sebab terakhir dari suatu peristiwa, seta ingin memberikan jawaban atas sebab dan alasan semua peristiwa sejarah. Kata Kunci : Tokoh-Tokoh, Filsafat, Sejarah A. Pendahuluan Filsafat sejarah sebagaimana dikatakan oleh sejarawan Indonesia Sartono Kartodirjo adalah suatu bagian dari filsafat yang mencari makna dari suatu peristiwa sejarah. Maka dari pendapat tersebut saya sebagai penulis mengharapkan dengan tulisan ini semoga para pembaca dapat menganalisis

Transcript of tokoh-tokoh pemikir filsafat sejarah

TOKOH-TOKOH PEMIKIR FILSAFAT SEJARAH

PENULIS ; ABDUL KARIM NURDIN

ABSTRAK

ABDUL KARIM NURDIN.NPM:12350038.Tokoh-Tokoh Pemikir Filsafat

Sejarah.

Menurut prof. Sartono Kartodirjo filsafat sejarah adalah adalah suatu bagian

filsafat yang berusaha memberikan jawaban terhadap pernyataan mengenai

makna dari suatu proses peristiwa sejarah.manusia budaya tidak puas dengan

pengetahuan sejarah,dicarinya makna yang menguasai kejadian-kejadian

sejarah.dicarinya hubungan fakta-fakta dan sampai kepada asal dan

tujuannya.kekuatan apakah yang akan menggerakkan sejarah kearah tujuannya.

Filsafat sejarah mencari penjelasan serta berusaha masukke dalam pikiran dan

cita-cita manusia dan memberikan keterangan tentang bagaimana munculnya

suatu Negara,bagaimana proses perkembangan kebudayaannyasampai mencapai

pncak kejayaannya dan akhirnya mengalami kemunduran seperti yang dialami

oeh Negara – Negara adi daya (adi kuasa ) pada masa lampau disertai pemimpin-

pemimpin terkenal sebagai subjek pembuat sejarah pada zamannya.

Jadi filsafat sejarah adalah ilmu filsafat yang ingin memberikan jawaban atas

sebab dan alasan segala peristiwa sejarah.lebih jelasnya, filsafat sejarah salah satu

bagian filsafat yang ingin menyelidiki sebab-sebab terakhir dari suatu peristiwa,

seta ingin memberikan jawaban atas sebab dan alasan semua peristiwa sejarah.

Kata Kunci : Tokoh-Tokoh, Filsafat, Sejarah

A. Pendahuluan

Filsafat sejarah sebagaimana dikatakan oleh sejarawan Indonesia Sartono

Kartodirjo adalah suatu bagian dari filsafat yang mencari makna dari suatu

peristiwa sejarah. Maka dari pendapat tersebut saya sebagai penulis

mengharapkan dengan tulisan ini semoga para pembaca dapat menganalisis

peristiwa sejarah nasional, daerah ataupun yang terjadi disekitar kita dan

dapat menemukan sebab dan alasan dari peristiwa tersebut.

Penulis mengharapkan agar tulisan ini bisa bermanfaat bagi penelitian-

penelitian selanjutnya yang mempunyai kesamaan tentang isi dan kajiannya.

Penelitian ini dibimbing Oleh Bapak Lalu Murdi M.Pd. suatu kehormatan

bagi penulis, jika ada kritik dan saran yang sifatnya membangun dari

pembaca guna mengahasilkan karya tulis yang lebih baik lagi.

“ kelemahan datangnya dari penulis,kesempurnaan hanya milik Allah SWT”

B. Tokoh-Tokoh Pemikir /Pelopor “Filsafat Sejarah”

1. Patrick gardiner

Dalam (Http://Ryanpunyo.Blogspot.Com/2013/11/Resume-Filsafat-

Sejarah-Menurut-Para.Html, 2015; 27 maret) Menurut gardiner,filsafat

sejarah menuju pada dua jenis penyelidikan yang sangat berbeda. Secara

tradisional ungkapan tersebut telah digunakan untuk menunjukkan dalam

usaha untuk memberikan keterangan atau tafsiran yang luas mengenai

seluruh proses sejarah. Filsafat sejarah dalam arti ini secara khas

berincikan dengan pernyataan – pernyataan seperti ; apa arti

(makna,tujuan) atau hukum-hukum pokok mana yang mengatur

perkembangan dan perubahan dalam sejarah.bermacam-macam dasar

yang menjadi tumpuan tafsiran – tafsiran seperti itu,yang bervariasi dari

pertimbangan-pertimbangan empiris sampai gagasan-gagasan yang jelas-

jelas bersifat religius dan metafisik dan bentuknya tidak sama.sejarawan

beranggapan bahwa proses sejarah lebih dari satu kumpulan peristiwa-

peristiwa yang “secara tak bermakna”susul-menyusul dalam waktu atau

suatu struktur atau tema yang mendasari semua yang masih harus

ditemukan.

Pokok persoalan yang dibahas oleh filsafat sejarah “formal” itu bukan

jalannya peristiwa-peristiwa sejarah,melainkan hakikat sejarah yang

dipandang sebagai suatu disiplin dan cabang pengetahuan yang

khusus,dengan kata lain boleh dikatakan bahwa ia berurusan dengan

pokok-pokok seperti tujuan–tujuan penyelidikan sejarah,cara-cara

sejarawan menggambarkan dan mengklasifikasikan bahan mereka,cara

mereka sampai pada menyokong penjelasan-penjelasan dari hipotesis-

hipotesis ,anggapan-anggapan dan prinsip-prinsip yang menggarisbawahi

tata cara penyelidikan mereka dan hubungan – hubungan antara sejarah

dan bentuk – bentuk penyidikan lain.masalah-masalah yang dibahas oleh

sejarah formal bukan masalah-masalah spekulatif sejenis yang telah

disebutkan bukan sebagai masalah semacam yang seecara khas digeluti

oleh sejarawan profesional dalam proses kerja mereka.pernyataan-

pernyataan yang dilibatkan timbul dari renungan atas pemikiran dan

penalaran menurut ilmu sejarah dan bersifat epistemologi serta

konseptual.

2. Friedrick Hegel ( 1770-1831 )

George wilhelm friedrick hegel lahir di stutgart, jerman 1770.belajar

filsafat bersama schelling di Tubingen. Tahun 1817 Hegel diangkat

sebagai guru besar di Heidelberg dan satu tahun kemudian pindah ke

berlin. Disini Hegel sangat popular dan disebut “ professor professorum “

artinya guru besarnya Professor. Mahasiswa-mahasiswa dating dari

mana-mana untuk mendengarkan ajarannya. Tahun 1813 ia meninggal di

berlin.

Untuk mengerti filsafat Hegel harus diterangkan bentuk filsafat.

Seluruh system Hegel terdiri dari rangkaian-rangkaian dialektis dari 3

ahap yaitu ; Tesis – Antithesis – Sintesis. Contoh dari Ada – tidak ada –

Menjadi.

H.Hamersma dalam (Rustam E Tamburaka, 2002; 162) Dialektis

merupakan suatu “Irama” yan memerintahkan seluruh pikiran Hegel.

Kelemahan filsafat Hegel, antara lain, bahwa segala sesuatu ‘dicocokkan’

dengan struktur dialektis ini, dipaksakan untuk bentuk yang sesuai

dengan keseluruhan.

Hegel memandang sejarah manusia sebagai perwujudan ilahi yang

mutlak dan setiap bagian atau periode sejarah merupakan suatu langkah

terus kearah penyempurnaan ini mesti ada berbudi dan segala yang ada

adalah hasil perkembangan yang akan datang.

Ide ilahi itu diwujudkan dengan kesempurnaan yang tertinggi dalam

Negara. Manusia menerima segala yang ia butuhkan untuk hidupnya baik

yang moral maupun social dari Negara. Manusia tergantung pada Negara

semata-mata dalam Eksistensinya dn esensi dan seperti perhubungan itu

manusia harus mengabdi kepada Negara seperti instansi yang tertinggi di

dunia.

Hegel memandang ide itu yaitu yang mutlak sebagai sebab yang

terakhir untuk segala kejadian. Idelah yang menetapkan dan membentuk

setiap yang disebut realitet dalam setiap fase (periode, langkah

perkemmbangan sejarah ).

Kebanyakan filsuf abad kesembilan belas dan abad kedu puluh tidak

dapat dimengerti kalau mereka dilepaskan dari Hegel. Filsafat eksistensi

(Kierkegaard,Nietzsche, Scheler, Marcel, Sartre,Heidegger,Karl Jaspers);

kemudian positivism (Augus Comte); Materialisme (Feurbach);

materialisme diaklektis (marx, Engel, Lenin) dan beberapa aliran “neo”

yang kembali kepemikir-pemikir sebelum hegel hanya dapat dimengerti

kalau juga dimengerti betapa berbeda mereka dari Hegel.

3. Dialektis Materialisme dan Historis Materialisme, oleh Karl Max

(1880-1883) dan Fredericht Engels (1820-1895)

Dalam ajaran Hegel “dialektis” adalah bahan yang paling utama.

Dialektis berasal dari kata dialego yang artinya membuat percakapan,

polemic. Dalam proses berpikir dapat dibagi menjadi 3 lapisan, yaitu ;

pendapat, jawaban, dan persatuan. Persatuan itu dalam waktu sama

merupakan pendapat baru yang menuntut keberatan yang baru. Demikian

proses itu berlangsung terus membimbing sampai pengetahuan yang

lebih terang. Proses itu dinamakan oleh murid-murid Hegel dengan

“Thesis” , “Antithesis” , dan “Synthesis” .

Marx memandang ide dan segala yang berhubungan denagan ide

itu tidak lain dari pada suatu materi yang diganti dan dibentuk dalam

pikiran manusia ( A. Marks dan R.E Tamburaka, 1965;25 ). Menurut

marx segala yang disebut manusia pada umumnya rohani,jwa hanya

suatu refleks dari suatu materi, refleks dari alam.

Marx memakai istilah materi itu pada intinya berasal dari ajaran

Feuerbach seorang murid dari Hegel. Feuerbach memusatkan segala

pikirannya dalam persoalan religious. Ia memandang manusia sebagai

Allah untuk manusia. Manusia dalam hakikatnya adalah mahluk yang

bermasyarakat, dan hanya kalau dalam masyarakat dan dalam persatuan

dengan manusia yang lain manusia itu adalah mahluk yang sejati. Dari

Feuerbach Marx mengambil pikiran tentang humanisme yaitu cita-cita

untuk melepaskan manusia dari perbudakannya, dan dari pikiran itu

Marx dibimbing ke sosialisme. Feuerbach juga mengajarkan apakah

mausia itu, yaitu amhluk yang berindera dan itu adalah realitet yang

sejati. Semua yang disebut rohani dan spiritual yang umumya hanya

ilusu manusia. Pikiran, bayangan dan kemauan hanya hasil otak saja

(sekreta) seperti organ (anggota-anggota badan lainnya) mengelurkan

bahan-bahan yang lain.

B. Salam (dalam R.E Tamburaka, 2002; 167) Dasar filsafat Marx

ialah bahwa setiap zaman, sistem produksi merupakan hal yang

fundamental. Yang menjadi persoalan bukan cita-cita politik atau teologi

berlebihan, melainkan suatu sistem produksi. Sejarah merupakan

perjuangan kelas, perjuangan kelas yang tertindas melawan kelas yang

berkuasa, pada waktu itu di Eropa disebut kelas Borjuis. Pada puncaknya

dari sejarah,ialah suatu masyarakat yang tidak berkelas, yang menurut

ajaran Marx ialah masyarakat komunis

Pandangan Marx tentang agama, sma halnya seperti Feuerbach,

yang memendang agama sebagai proyeksi kehendak manusia. Perasaan

atau gagasan keagamaan merupakan hasil kemauan suatu masyarakat

tertentu, oleh Negara, oleh perorangan, bukan berasal dari dunia gaib.

Pandangan inilah yang paling bertentangan dengan ajaran pancasila di

Indonesia.

4. Ibnu Khaldun (1332-1406)

Wali al-Din Abdurrahman bin Muhammad ibn Hasan ibn Jabir ibn

Muhammad ibn Ibrahim ibn Abdurrahman ibn Khaldun lahir di

Tunisia-Afrika Utara pada 1 Ramadhan 732 H/27 Mai 1332 M dan

meninggal di Kairo pada tahun 808/1406 M. Beliau hidup pada abad

ke-14 M yaitu ketika umat Islam mengalami zaman kemunduran dan

perpecahan, sedangkan Eropa mengalami kebangkitan zaman

Renaissans. Kemunduran yang dimaksudkan disini ialah berlakunya

perpecahan dikalangan umat Islam dengan mazhab dan juga

perpecahan dikalangan kaum Barbar, sebagian mendukung

pemerintahan al-Murabitin dan sebagian yang lain mendukung

kerajaan al-Muwahhidun. Akibatnya, umat Islam mengalami

kemunduran dalam bidang intelektual sehingga kebanyakan karya-

karya yang muncul ketika itu hanya berbentuk syarah terhadap karya-

karya di zaman keagungan Islam yaitu sekadar memberi uraian dan

penjelasan yang lebih mendalam terhadap sebuah karya terdahulu.

Berbeda dengan karya Ibn Khaldun yang telah menghasilkan sebuah

ide baru khususnya dalam bidang pensejarahan. Beliau telah

mempelajari bidang keagamaan ketika zaman mudanya yang secara

tidak langsung mempengaruhi pemikiran dan penulisan karya-

karyanya. Hal ini terbukti Ibn Khaldun telah meletakkan pengecualian

terhadap mukjizat para nabi dalam konsep sebab-akibat di dalam

filsafat dan metode sejarahnya. Pegangan inilah yang membedakan di

antara seorang ilmuwan Islam dengan ilmuwan barat. Walaupun

seseorang bebas untuk menggunakan akal fikiran dalam mengkaji

alam, namun agama menjadi pembimbing dalam menentukan semua

gerak kehidupan. Berbeda dengan konsep keilmuan dalam dunia barat

yang menganggap agama sebagai pengungkung manusia mencapai

kemajuan.

Dalam (https://homaniora.wordpress.com/2012/12/17/tokoh-tokoh-

filosof-sejarah/,2015 ; 28 maret) Filsafat sejarah menurut Ibn Khaldun

yaitu mengkaji fenomena-fenomena sosial secara lebih umum, tanpa

dibatasi oleh ruang dan waktu, mengkajinya dari segi tujuan yang

ingin dicapai, serta hukum mutlak yang mengendalikannya sepanjang

sejarah. Dalam pandangannya masyarakat merupakan mahluk

histories yang hidup dan berkembang sesuai dengan hukum khusus,

yang berkenaan dengannya. Hukum itu dapat diamati dan dibatasi

lewat pengkajian terhadap sejumlah fenomena sosial. Ia berpendapat

sesungguhnya ‘ashabiyyah merupakan asas berdirinya suatu negara,

dan faktor ekonomis yang merupakan faktor penting yang

menyebabkan terjadinya perkembangan masyarakat. Dari pendapat

itu, Khaldun dapat dianggap sebagai tokoh pelopor materialisme

sejarah, jauh sebelum Karl Marx. Dengan karyanya terkenal sebagai

perintis dan pelopor The Culture Cycle Theory of History, yaitu satu

teori Filsafat sejarah yang telah mendapat pengakuan di dunia Timur

dan Barat tentang kematangannya. Khaldun dengan teorinya

berpendapat bahwa sejarah dunia itu adalah satu siklus dari setiap

kebudayaan dan peradaban. Ia mengalami masa lahirnya, masa

berkembang, masa puncaknya kemudian masa menurun dan akhirnya

masa kehancuran. Khaldun mengistilahkan siklus ini dengan tiga

tangga peradaban. Dalam buku Epistimologi Sejarah Kritis Ibnu

Khaldun, Toto Suharto menambahkan bahwa masa lahir, masa

berkembang hingga masa kehancuran tersebut akan mengalami suatu

proses siklus menuju evolusi dan proses sehingga membentuk spiral.

5. Oswald Spengler

Dalam (https://homaniora.wordpress.com/2012/12/17/tokoh-tokoh-

filosof-sejarah/,2015; 28 maret) Oswald Spengler Gottfried Arnold

Manuel lahir pada tanggal 29 mei 1880 di Blakenburg (sekarang

Brunswick, Kekaisaran Jerman) di kaki pegunungan Harz. Ia

merupakan putra sulung dari empat bersaudara sekaligus putra tunggal

dalam keluarga. Ia memiliki kesehatan yang tidak sempurna dengan

menderita migrain (sakit kepala) sepanjang hidupnya dan menderita

kecemasan yang kompleks. Ayahnya seorang teknisi pembangunan di

salah satu kantor pos birokrat Jerman.

Di usianya yang ke-10, ia beserta keluarga pindah ke kota Halle.

Spengler menerima pendidikan klasik di lokal Gymnasium (sekolah

menengah berorientasi akademis) dengan mempelajari bahasa Yunani

dan Latin, matematika, dan ilmu alam. Selain itu, ia juga

mengembangkan afinitas seninya, terutama puisi, drama dan musik.

Setelah kematian ayahnya pada 1901, Spengler mengikuti studi di

beberapa perguruan tinggi (Munich, Berlin, dan Halle) dengan

mengambil berbagai mata pelajaran, seperti sejarah, filsafat,

matematika, ilmu alam, sastra, klasik, musik dan seni. Pendidikan

universitasnya sebagian besar dibiayai oleh warisan almarhum

bibinya. Pada tahun 1903, ia gagal lulus dalam ujian pertama tesis

dokternya. Barulah setahun kemudian ia lulus ujian keduanya dan

menerima gelar Ph. D.

Oswald Spengler berpandangan bahwa setiap peradaban besar

mengalami proses kelahiran, pertumbuhan dan keruntuhan. Proses

perputaran itu memakan waktu sekitar seribu tahun. Pernyataan

Spengler tersebut tercantum dalam karyanya Der Untergang des

Abendlandes (Decline of the West) atau Keruntuhan Dunia

Barat/Eropa. Spengler meramalkan keruntuhan Eropa berdasarkan

atas keyakinan bahwa gerak sejarah ditentukan oleh hukum alam yang

disebut nasib, fatum atau dalam bahasa Jerman Schicksal. Dalil

Spengler ialah bahwa kehidupan sebuah kebudayaan dalam segalanya

sama dengan kehidupan tumbuhan, hewan, manusia dan alam semesta

(makro dan mikro kosmos). Persamaan itu berdasarkan kehidupan

yang dikuasai oleh hukum siklus sebagai wujud dari fatum. Fatum

adalah hukum alam yang menjadi dasar segala hukum cosmos, setiap

kejadian, setiap peristiwa akan terjadi lagi, terulang lagi.

Setiap masa pasti datang menurut waktunya, itulah keharusan

alam yang pasti terjadi. Manusia tidak dapat berbuat apa-apa kecuali

menerima amorfati. Seperti halnya historikal materialisme, paham

Spengler tentang kebudayaan pasti runtuh apabila sudah melewati

puncak kebesarannya. Oleh sebab itu keruntuhan suatu kebudayaan

dapat diramalkan terlebih dahulu menurut perhitungan. Suatu

kebudayaan mendekati keruntuhan apabila kultur sudah menjadi

Civilization (kultur adalah kebudayaan, civilization adalah peradaban

yaitu kebudayaan yang sudah tidak dapat tumbuh lagi). Apabila kultur

sudah kehilangan jiwanya, maka daya cipta dan gerak sejarah akan

membeku.

Gerak sejarah tidak bertujuan sesuatu kecuali melahirkan,

membesarkan, mengembangkan dan meruntuhkan kebudayaan (siklus

kehidupan). Spengler menyelidiki kebudayaan Barat dan setelah

membandingkan kebudayaan Barat dengan sejarah kebudayaan-

kebudayaan yang sudah tenggelam (misalnya: Babilonia, Mesir,

Meksiko atau Aztec, Arab, Yunani dan Romawi yang masuk dalam

budaya Klasik, serta Eropa atau Barat). Spengler berkesimpulan

bahwa:

Kebudayaan Barat sudah sampai pada masa-tua (musim

dingin), yaitu masa civilization

Sesudah masa civilization itu kebudayaan Barat pasti-mesti-

terus runtuh

Manusia Barat harus dengan bersikap berani menghadapi

keruntuhan itu.

C. Tokoh Pemikir Filsafat Sejarah Nasional Indonesia

1. Prof. Muhammad Yamin

Menurut Muh. Yamin (1957; 26) untuk menyusun filsafat sejarah

nasional banyak kita petik dari pujangga baru dari timur dan barat.

Mereka itu antara lain; Herodotus, Ibn Khaldun, prapanca, Giovanni

Battista Vico, Immanuel Kant, Hegel, Karl Max, karl Jaspers, Durant

dan Arnold J. Toynbee (W.H. Frederick dan S. Soeroto dalam R.E

Tamburaka, 2002;168).

Untuk membentuk filsafat sejarah nasional menurut Muh. Yamin,

ialah dengan cara pemusatan pikiran kepada segala kejadian dan

peristiwa sejarah Indonesia dan dalam hubungan dengan sejarah pada

umumnya serta isi kajian filsafat. Filsafat sejarah nasional mempunyai

empat dasar kajian yaitu,

a) Kebenaran

Tujuan akhir yang dijadikan tugas bagi tiap-tiap ilmu

filsafat ialah mencari kebenaran yang sesungguhnya.

Dengan sengaja disebutkan mencari kebenaran, dan tidak

disebutkan mendapat kebenaran yang juga dapat

dikatakan mempunyai atau memiliki kebenaran. Yang

memegang serta memiliki kebenaran ialah hanya Tuhan

Yang Maha Esa dan yang mencapai kebenaran menjadi

tugas ahli pemikir filsafat apapun juga.

Kebenaran itu tersembunyi dalam dunia kebatinan

dibelakang kejadian-kejadian sejarah di zaman yang

lampau sebagai kelahiran masyarakat manusia.

Walaupun kebenaran itu tidak dimiliki oleh ahli pemikir

sejarah, tetapi ddengan meninjau atau menafsirkan segala

kejadian itu dia telah dan selalu berkeyakinan secara

subjektif bahwa tafsiannya ialah kesungguhan dari

kebenaran secara objektif.

b) Sejarah Indonesia

Yang menjadi objek filsafat sejarah atau yang

ditafsirkannya ialah sejarah Indonesia. Dalam hal ini

maka sejarah adalah ilmu pengetahuan yang dipahamkan

dan telah dirumuskan secara ilmiah dengan bernama

demikian.oleh karena objek itulah filsafat itu menjadi

filsafat sejarah, sehingga kejadian-kejadian sebagai

kelahiran masyarakat di zaman yang lampau membatasi

filsafat khusus, sedangkan cara menafsirkan dan

hubungan kejadian itu adalah dlam taraf yang umum dan

universal.

c) Sintesis

Tafsiran sejarah yang sintesis menjamin timbulnya

sejarah Indonesia yang umum dengan menghindarkan

berat sebelah, sehingga lepas dari gambaran ialah

terhadap masyarakat pada zaman lampau.melainkan

menjamin timbulnya cabang filsafat bagi sejarah dalam

zaman pembangunan.

Tafsiran sintesis menjamin penulisan sejarah yang

sempurna dan Historiorafi yang demikian memang jauh

lebih sulit dari penulisan sejarah berdasarkan suatu

macam tafsiran saja. Uraian dan penyelidikan tentang

penafsiran sejarah memberi hasil kepada kita, bahwa

tafsiran sintesislah yang harus dilakukan untuk mendapat

Historiografi Indonesia yang baik dan yang dapat

dipertanggungjawabkan bagi penulis buku sejarah yang

berisi uraian panjang apalagi sebagai buku pelajaran

disekolah dan untuk dibaca oleh rakyat diluar dinding

gedung perguruan.

d) Nasionalisme Indonesia

Nasionalisme Indonesia memberi tiga corak kepada

filsafat sejarah seperti yang diuraikan diatas.

Pertama ; yang menjadi objek tafsirannya adalah sejarah

nasional Indonesia, yang berbeda cara menulis dari

sejarah Indonesia sebelum proklamasi, karena yang

menjadi dasar kepada penulisan sejarah Indonesia

sesudah tahun 1945 ialah adanya kemerdekaan Bangsa

Indonesia yang menjadi syarat mutlak bagi segala ilmu

pengetahuan yang dikembangkan oleh hikmah manusia

bebas.

Corak kedua ; cara menafsirkan kejadian sejarah adalah

sesuai dengan jalan pikiran orang atau bangsa Indonesia

yang telah bebas merdeka, dan tak terikat rasa rendah

atau berpemandangan sempit didalam ruangan pikiran

terbatas.

Corak ketiga ; uraian dengan lisan atau menuliskan

sejarah Indonesia memenuhi syarat para pengarang

supaya secara subjektif sesuai dengan susila perjuangan

kemerdekaan; memenuhi syarat susila pada karangan

penulisan dan memnuhi syarat ilmu jiwa dan pendidikan

pada si pembaca dan si pendengar, supaya rasa

nasionalisme Indonesia merdeka menjadi kebanggaan

yang jangan mudah tersinggung, malahn supaya

menjadikan sejarah indonesi sumber inspirasi dan ilmu

pengetahuan untuk kehidupan bangsa yang ingin berjiwa

besar dan luas.

Filsafat seperti yang telah disebutkan diatas dapat saya

rumuskan sebagai filsafat nasional Indonesia, yang

menjadi suatu kebenaran dengan menafsirkan secara

sintesis kejadian-kejdian diperjalanan sejarah Indonesia

dalam ruangan hidup rohani dan jasamani bangsa

Indonesia.

2. Dr. soedjatmoko

sudah menjadi ciri manusia yang berpikir bahwa ia hendak

menyusun pengetahuannya sedemikian rupa, sehingga

pengetahuan itu dapat dicukupi oleh satu atau dua asas pokok dan

prinsip saja. Demikian jugalah manusia, dalam menghadapi fakta-

fakta sejarah, sejak dahulu telah mencoba untuk merumuskan

suatu filsafat sejarah yang mencukupi segala sesuatu yang

diketahuinya di dalam lapangan sejarah itu, dibawah satu atau

beberapa prinsip orang, sehingga makna dari sejarah untuk

manusia itu menjadi terang. Agustinus dalam “De Civitate Dei”

telah menggambarkan sejarah berbagai pembeberan daripada

kemauan Tuhan mulai awal penciptaan alam sampai hari kiamat.

Sejarah umat manusia sendiri telah memberiakan contoh-

contoh kepada kita, betapa besarlah bahaya bagi sesuatu bangsa,

yang telah tersesat didalam suatu dunia impian bikinan seperti itu.

Kita sendiri telah menyaksikan runtuhnya impian jepang fasis

yang menganggap dirinya sebagai sesuatu bangsa yang

mempunyai asal serta panggilan tersendiri di dunia.

3. Prof. Sartono Kartodirjo

Sartono Kartodirjo mengatakan (dalam R.E Tamburaka

2002;181). filsafat sejarah adalah salah satu bagian filsafat yang

berusaha memberiakan jawab atas pertanyaan makna dari suatu

proses peristiw sejarah. Manusia budaya tidak puas dengan

pengetahuan sejarah, dicarinya makna-makna yang menguasai

kejadian-kejadian sejarah. Dicarinya hubungan antara fakta-fakta

dan sampai kepada asal dan tujuannya.

Proses berpikir tidak terjadi dalam suatu vakum tetapi dalam

suatu lingkungan kebudayaan, sudah barang tentu dipengeruhi

oleh bermacam-macam factor yang bekerja dalam kebudayaan itu.

Suatu habitus berpikir yang berwujud sebagai suatu pola pikir

yang menentukan cara atau sistem berpikir. Pola pikir tidak

diketahui dengan cukup selama tidak dikembalikan kepada

kebudayaanya yang mewujudkannya. Pola pikir itu sendiri terjadi

sebagai hasil konfrontasi kebudayaan dengan alam dan situasi

serta perubahan-perubahannya. Bentuk pikiran diwujudkan

berdasarkan penginderaan realitas dengan cara yang berwujud.

Filsafat sejarah sebagai manifestasi kebudayaan yang

mendukungnya, mau tak mau mencerminkan gaya kultural

peradabannya. Latar belakang kebudayaan menjadi determinan

Bgi suatu filsafat sejarah, maka perbandingan antara filsafat

sejarah abad pertengahan dengan filsafat sejarah modern akan

mampu menonjolkan perbedaan sifat-sifat kedua perbedaan

tersebut. Paraleliasme antara filsafat sejarah dengan kebudayaan

yang melingkupinya jelas-jelas meampilkan adanya afinitas

kultural suatu sifat sejarah atau pandangan hidup. Disini kita juga

dengan tepat dapat memakai istilah kultur –gabudenheit (ikatan

kebudayaan) dari duatu ide, suatu kenyataan yang tak henti-

hentinya ditegaskan disini.

Dengan kultur-gabudenheit itu sebagai istilah kunci dalam

mempelajar filsafat sejarah kita sekaligus memakai pendekatan

kontekstual. Kalu pada satu pihak pendekatan itu menjelskan

kedudukan sosio-historis suatu ide, pada phak lain kita perlu

waspada agar tidak terjerumus pada kulturlisme.

D. Kesimpulan

Bermacam-macam teori yang telah dicetuskan oleh banyak filosof

diantaranya dapat dilihat di ulasan pada tulisan diatas misalnya filosof

Patrick gardiner, Hegel, karl marx dan friedrich Engels, Ibnu Khaldun,

Oswald Spengler dan masih banyak tokoh-tokoh filusuf yang lainya. Setelah

saya membaca dan menganalisis dari beberapa teori-teori yang telah mereka

hasilkan. Saya lebih setuju teori siklus dikarenakan setiap peradaban besar

mengalami mengalami proses kelahiran, pertumbuhan dan keruntuhan,

dimana proses-proses tersebut terus berulang. Hal ini seperti yang

dikemukakan oleh beberapa filsuf seperti Ibn Khaldun, Spengler, Toynbee

dan mungkin beberapa tokoh yang lain. Namun saya tidak sependapat dengan

pemikiran Spengler yang mana proses perputaran itu bisa diukur dengan

kurun waktu seribu tahun dikarenakan dalam proses perputaran tersebut

manusia, prilaku dan budaya semakin berkembang dan maju bahkan bisa

mundur kembali yang mana dapat dilihat ketika minoritas kreatif kehilangan

daya ciptanya dan kebejatan moral sudah menguasai mayoritas, suatu

peradaban akan mengalami kemunduran yang akhirnya dilanjutkan dengan

kehancuran dan diganti dengan peradaban yang baru, begitu seterusnya.

Proses perputaran tersebut melahirkan peradaban baru yang bisa jadi lebih

unggul dibandingkan peradaban-peradaban sebelumnya. Sekalipun sudah bisa

diketahui ciri-ciri suatu peradaban akan mengalami kehancuran, namun tidak

ada yang bisa menentukan berapa lama waktu yang diperlukan dalam satu

proses perputaran tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Tamburaka E. Rustam. Prof. MA. Drs ;. pengantar ilmu sejarah, teori filsafat

sejarah, sjarah filsafat dan IPTEK, PT. RINEKA CIPTA, Jakarta, 2002.

Anonim;Https://Ratnakartika2010.Wordpress.Com/2011/11/06/Pemikiran-

Tokoh-Tokoh-Filsafat-Sejarah-Dan-Model-Clm/

Anonim;Http://Ryanpunyo.Blogspot.Com/2013/11/Resume-Filsafat-Sejarah-

Menurut-Para.Html

Anonim;`Https://homaniora.wordpress.com/2012/12/17/tokoh-tokoh-filosof-

sejarah/