tokoh-tokoh pemikir filsafat sejarah
-
Upload
independent -
Category
Documents
-
view
0 -
download
0
Transcript of tokoh-tokoh pemikir filsafat sejarah
TOKOH-TOKOH PEMIKIR FILSAFAT SEJARAH
PENULIS ; ABDUL KARIM NURDIN
ABSTRAK
ABDUL KARIM NURDIN.NPM:12350038.Tokoh-Tokoh Pemikir Filsafat
Sejarah.
Menurut prof. Sartono Kartodirjo filsafat sejarah adalah adalah suatu bagian
filsafat yang berusaha memberikan jawaban terhadap pernyataan mengenai
makna dari suatu proses peristiwa sejarah.manusia budaya tidak puas dengan
pengetahuan sejarah,dicarinya makna yang menguasai kejadian-kejadian
sejarah.dicarinya hubungan fakta-fakta dan sampai kepada asal dan
tujuannya.kekuatan apakah yang akan menggerakkan sejarah kearah tujuannya.
Filsafat sejarah mencari penjelasan serta berusaha masukke dalam pikiran dan
cita-cita manusia dan memberikan keterangan tentang bagaimana munculnya
suatu Negara,bagaimana proses perkembangan kebudayaannyasampai mencapai
pncak kejayaannya dan akhirnya mengalami kemunduran seperti yang dialami
oeh Negara – Negara adi daya (adi kuasa ) pada masa lampau disertai pemimpin-
pemimpin terkenal sebagai subjek pembuat sejarah pada zamannya.
Jadi filsafat sejarah adalah ilmu filsafat yang ingin memberikan jawaban atas
sebab dan alasan segala peristiwa sejarah.lebih jelasnya, filsafat sejarah salah satu
bagian filsafat yang ingin menyelidiki sebab-sebab terakhir dari suatu peristiwa,
seta ingin memberikan jawaban atas sebab dan alasan semua peristiwa sejarah.
Kata Kunci : Tokoh-Tokoh, Filsafat, Sejarah
A. Pendahuluan
Filsafat sejarah sebagaimana dikatakan oleh sejarawan Indonesia Sartono
Kartodirjo adalah suatu bagian dari filsafat yang mencari makna dari suatu
peristiwa sejarah. Maka dari pendapat tersebut saya sebagai penulis
mengharapkan dengan tulisan ini semoga para pembaca dapat menganalisis
peristiwa sejarah nasional, daerah ataupun yang terjadi disekitar kita dan
dapat menemukan sebab dan alasan dari peristiwa tersebut.
Penulis mengharapkan agar tulisan ini bisa bermanfaat bagi penelitian-
penelitian selanjutnya yang mempunyai kesamaan tentang isi dan kajiannya.
Penelitian ini dibimbing Oleh Bapak Lalu Murdi M.Pd. suatu kehormatan
bagi penulis, jika ada kritik dan saran yang sifatnya membangun dari
pembaca guna mengahasilkan karya tulis yang lebih baik lagi.
“ kelemahan datangnya dari penulis,kesempurnaan hanya milik Allah SWT”
B. Tokoh-Tokoh Pemikir /Pelopor “Filsafat Sejarah”
1. Patrick gardiner
Dalam (Http://Ryanpunyo.Blogspot.Com/2013/11/Resume-Filsafat-
Sejarah-Menurut-Para.Html, 2015; 27 maret) Menurut gardiner,filsafat
sejarah menuju pada dua jenis penyelidikan yang sangat berbeda. Secara
tradisional ungkapan tersebut telah digunakan untuk menunjukkan dalam
usaha untuk memberikan keterangan atau tafsiran yang luas mengenai
seluruh proses sejarah. Filsafat sejarah dalam arti ini secara khas
berincikan dengan pernyataan – pernyataan seperti ; apa arti
(makna,tujuan) atau hukum-hukum pokok mana yang mengatur
perkembangan dan perubahan dalam sejarah.bermacam-macam dasar
yang menjadi tumpuan tafsiran – tafsiran seperti itu,yang bervariasi dari
pertimbangan-pertimbangan empiris sampai gagasan-gagasan yang jelas-
jelas bersifat religius dan metafisik dan bentuknya tidak sama.sejarawan
beranggapan bahwa proses sejarah lebih dari satu kumpulan peristiwa-
peristiwa yang “secara tak bermakna”susul-menyusul dalam waktu atau
suatu struktur atau tema yang mendasari semua yang masih harus
ditemukan.
Pokok persoalan yang dibahas oleh filsafat sejarah “formal” itu bukan
jalannya peristiwa-peristiwa sejarah,melainkan hakikat sejarah yang
dipandang sebagai suatu disiplin dan cabang pengetahuan yang
khusus,dengan kata lain boleh dikatakan bahwa ia berurusan dengan
pokok-pokok seperti tujuan–tujuan penyelidikan sejarah,cara-cara
sejarawan menggambarkan dan mengklasifikasikan bahan mereka,cara
mereka sampai pada menyokong penjelasan-penjelasan dari hipotesis-
hipotesis ,anggapan-anggapan dan prinsip-prinsip yang menggarisbawahi
tata cara penyelidikan mereka dan hubungan – hubungan antara sejarah
dan bentuk – bentuk penyidikan lain.masalah-masalah yang dibahas oleh
sejarah formal bukan masalah-masalah spekulatif sejenis yang telah
disebutkan bukan sebagai masalah semacam yang seecara khas digeluti
oleh sejarawan profesional dalam proses kerja mereka.pernyataan-
pernyataan yang dilibatkan timbul dari renungan atas pemikiran dan
penalaran menurut ilmu sejarah dan bersifat epistemologi serta
konseptual.
2. Friedrick Hegel ( 1770-1831 )
George wilhelm friedrick hegel lahir di stutgart, jerman 1770.belajar
filsafat bersama schelling di Tubingen. Tahun 1817 Hegel diangkat
sebagai guru besar di Heidelberg dan satu tahun kemudian pindah ke
berlin. Disini Hegel sangat popular dan disebut “ professor professorum “
artinya guru besarnya Professor. Mahasiswa-mahasiswa dating dari
mana-mana untuk mendengarkan ajarannya. Tahun 1813 ia meninggal di
berlin.
Untuk mengerti filsafat Hegel harus diterangkan bentuk filsafat.
Seluruh system Hegel terdiri dari rangkaian-rangkaian dialektis dari 3
ahap yaitu ; Tesis – Antithesis – Sintesis. Contoh dari Ada – tidak ada –
Menjadi.
H.Hamersma dalam (Rustam E Tamburaka, 2002; 162) Dialektis
merupakan suatu “Irama” yan memerintahkan seluruh pikiran Hegel.
Kelemahan filsafat Hegel, antara lain, bahwa segala sesuatu ‘dicocokkan’
dengan struktur dialektis ini, dipaksakan untuk bentuk yang sesuai
dengan keseluruhan.
Hegel memandang sejarah manusia sebagai perwujudan ilahi yang
mutlak dan setiap bagian atau periode sejarah merupakan suatu langkah
terus kearah penyempurnaan ini mesti ada berbudi dan segala yang ada
adalah hasil perkembangan yang akan datang.
Ide ilahi itu diwujudkan dengan kesempurnaan yang tertinggi dalam
Negara. Manusia menerima segala yang ia butuhkan untuk hidupnya baik
yang moral maupun social dari Negara. Manusia tergantung pada Negara
semata-mata dalam Eksistensinya dn esensi dan seperti perhubungan itu
manusia harus mengabdi kepada Negara seperti instansi yang tertinggi di
dunia.
Hegel memandang ide itu yaitu yang mutlak sebagai sebab yang
terakhir untuk segala kejadian. Idelah yang menetapkan dan membentuk
setiap yang disebut realitet dalam setiap fase (periode, langkah
perkemmbangan sejarah ).
Kebanyakan filsuf abad kesembilan belas dan abad kedu puluh tidak
dapat dimengerti kalau mereka dilepaskan dari Hegel. Filsafat eksistensi
(Kierkegaard,Nietzsche, Scheler, Marcel, Sartre,Heidegger,Karl Jaspers);
kemudian positivism (Augus Comte); Materialisme (Feurbach);
materialisme diaklektis (marx, Engel, Lenin) dan beberapa aliran “neo”
yang kembali kepemikir-pemikir sebelum hegel hanya dapat dimengerti
kalau juga dimengerti betapa berbeda mereka dari Hegel.
3. Dialektis Materialisme dan Historis Materialisme, oleh Karl Max
(1880-1883) dan Fredericht Engels (1820-1895)
Dalam ajaran Hegel “dialektis” adalah bahan yang paling utama.
Dialektis berasal dari kata dialego yang artinya membuat percakapan,
polemic. Dalam proses berpikir dapat dibagi menjadi 3 lapisan, yaitu ;
pendapat, jawaban, dan persatuan. Persatuan itu dalam waktu sama
merupakan pendapat baru yang menuntut keberatan yang baru. Demikian
proses itu berlangsung terus membimbing sampai pengetahuan yang
lebih terang. Proses itu dinamakan oleh murid-murid Hegel dengan
“Thesis” , “Antithesis” , dan “Synthesis” .
Marx memandang ide dan segala yang berhubungan denagan ide
itu tidak lain dari pada suatu materi yang diganti dan dibentuk dalam
pikiran manusia ( A. Marks dan R.E Tamburaka, 1965;25 ). Menurut
marx segala yang disebut manusia pada umumnya rohani,jwa hanya
suatu refleks dari suatu materi, refleks dari alam.
Marx memakai istilah materi itu pada intinya berasal dari ajaran
Feuerbach seorang murid dari Hegel. Feuerbach memusatkan segala
pikirannya dalam persoalan religious. Ia memandang manusia sebagai
Allah untuk manusia. Manusia dalam hakikatnya adalah mahluk yang
bermasyarakat, dan hanya kalau dalam masyarakat dan dalam persatuan
dengan manusia yang lain manusia itu adalah mahluk yang sejati. Dari
Feuerbach Marx mengambil pikiran tentang humanisme yaitu cita-cita
untuk melepaskan manusia dari perbudakannya, dan dari pikiran itu
Marx dibimbing ke sosialisme. Feuerbach juga mengajarkan apakah
mausia itu, yaitu amhluk yang berindera dan itu adalah realitet yang
sejati. Semua yang disebut rohani dan spiritual yang umumya hanya
ilusu manusia. Pikiran, bayangan dan kemauan hanya hasil otak saja
(sekreta) seperti organ (anggota-anggota badan lainnya) mengelurkan
bahan-bahan yang lain.
B. Salam (dalam R.E Tamburaka, 2002; 167) Dasar filsafat Marx
ialah bahwa setiap zaman, sistem produksi merupakan hal yang
fundamental. Yang menjadi persoalan bukan cita-cita politik atau teologi
berlebihan, melainkan suatu sistem produksi. Sejarah merupakan
perjuangan kelas, perjuangan kelas yang tertindas melawan kelas yang
berkuasa, pada waktu itu di Eropa disebut kelas Borjuis. Pada puncaknya
dari sejarah,ialah suatu masyarakat yang tidak berkelas, yang menurut
ajaran Marx ialah masyarakat komunis
Pandangan Marx tentang agama, sma halnya seperti Feuerbach,
yang memendang agama sebagai proyeksi kehendak manusia. Perasaan
atau gagasan keagamaan merupakan hasil kemauan suatu masyarakat
tertentu, oleh Negara, oleh perorangan, bukan berasal dari dunia gaib.
Pandangan inilah yang paling bertentangan dengan ajaran pancasila di
Indonesia.
4. Ibnu Khaldun (1332-1406)
Wali al-Din Abdurrahman bin Muhammad ibn Hasan ibn Jabir ibn
Muhammad ibn Ibrahim ibn Abdurrahman ibn Khaldun lahir di
Tunisia-Afrika Utara pada 1 Ramadhan 732 H/27 Mai 1332 M dan
meninggal di Kairo pada tahun 808/1406 M. Beliau hidup pada abad
ke-14 M yaitu ketika umat Islam mengalami zaman kemunduran dan
perpecahan, sedangkan Eropa mengalami kebangkitan zaman
Renaissans. Kemunduran yang dimaksudkan disini ialah berlakunya
perpecahan dikalangan umat Islam dengan mazhab dan juga
perpecahan dikalangan kaum Barbar, sebagian mendukung
pemerintahan al-Murabitin dan sebagian yang lain mendukung
kerajaan al-Muwahhidun. Akibatnya, umat Islam mengalami
kemunduran dalam bidang intelektual sehingga kebanyakan karya-
karya yang muncul ketika itu hanya berbentuk syarah terhadap karya-
karya di zaman keagungan Islam yaitu sekadar memberi uraian dan
penjelasan yang lebih mendalam terhadap sebuah karya terdahulu.
Berbeda dengan karya Ibn Khaldun yang telah menghasilkan sebuah
ide baru khususnya dalam bidang pensejarahan. Beliau telah
mempelajari bidang keagamaan ketika zaman mudanya yang secara
tidak langsung mempengaruhi pemikiran dan penulisan karya-
karyanya. Hal ini terbukti Ibn Khaldun telah meletakkan pengecualian
terhadap mukjizat para nabi dalam konsep sebab-akibat di dalam
filsafat dan metode sejarahnya. Pegangan inilah yang membedakan di
antara seorang ilmuwan Islam dengan ilmuwan barat. Walaupun
seseorang bebas untuk menggunakan akal fikiran dalam mengkaji
alam, namun agama menjadi pembimbing dalam menentukan semua
gerak kehidupan. Berbeda dengan konsep keilmuan dalam dunia barat
yang menganggap agama sebagai pengungkung manusia mencapai
kemajuan.
Dalam (https://homaniora.wordpress.com/2012/12/17/tokoh-tokoh-
filosof-sejarah/,2015 ; 28 maret) Filsafat sejarah menurut Ibn Khaldun
yaitu mengkaji fenomena-fenomena sosial secara lebih umum, tanpa
dibatasi oleh ruang dan waktu, mengkajinya dari segi tujuan yang
ingin dicapai, serta hukum mutlak yang mengendalikannya sepanjang
sejarah. Dalam pandangannya masyarakat merupakan mahluk
histories yang hidup dan berkembang sesuai dengan hukum khusus,
yang berkenaan dengannya. Hukum itu dapat diamati dan dibatasi
lewat pengkajian terhadap sejumlah fenomena sosial. Ia berpendapat
sesungguhnya ‘ashabiyyah merupakan asas berdirinya suatu negara,
dan faktor ekonomis yang merupakan faktor penting yang
menyebabkan terjadinya perkembangan masyarakat. Dari pendapat
itu, Khaldun dapat dianggap sebagai tokoh pelopor materialisme
sejarah, jauh sebelum Karl Marx. Dengan karyanya terkenal sebagai
perintis dan pelopor The Culture Cycle Theory of History, yaitu satu
teori Filsafat sejarah yang telah mendapat pengakuan di dunia Timur
dan Barat tentang kematangannya. Khaldun dengan teorinya
berpendapat bahwa sejarah dunia itu adalah satu siklus dari setiap
kebudayaan dan peradaban. Ia mengalami masa lahirnya, masa
berkembang, masa puncaknya kemudian masa menurun dan akhirnya
masa kehancuran. Khaldun mengistilahkan siklus ini dengan tiga
tangga peradaban. Dalam buku Epistimologi Sejarah Kritis Ibnu
Khaldun, Toto Suharto menambahkan bahwa masa lahir, masa
berkembang hingga masa kehancuran tersebut akan mengalami suatu
proses siklus menuju evolusi dan proses sehingga membentuk spiral.
5. Oswald Spengler
Dalam (https://homaniora.wordpress.com/2012/12/17/tokoh-tokoh-
filosof-sejarah/,2015; 28 maret) Oswald Spengler Gottfried Arnold
Manuel lahir pada tanggal 29 mei 1880 di Blakenburg (sekarang
Brunswick, Kekaisaran Jerman) di kaki pegunungan Harz. Ia
merupakan putra sulung dari empat bersaudara sekaligus putra tunggal
dalam keluarga. Ia memiliki kesehatan yang tidak sempurna dengan
menderita migrain (sakit kepala) sepanjang hidupnya dan menderita
kecemasan yang kompleks. Ayahnya seorang teknisi pembangunan di
salah satu kantor pos birokrat Jerman.
Di usianya yang ke-10, ia beserta keluarga pindah ke kota Halle.
Spengler menerima pendidikan klasik di lokal Gymnasium (sekolah
menengah berorientasi akademis) dengan mempelajari bahasa Yunani
dan Latin, matematika, dan ilmu alam. Selain itu, ia juga
mengembangkan afinitas seninya, terutama puisi, drama dan musik.
Setelah kematian ayahnya pada 1901, Spengler mengikuti studi di
beberapa perguruan tinggi (Munich, Berlin, dan Halle) dengan
mengambil berbagai mata pelajaran, seperti sejarah, filsafat,
matematika, ilmu alam, sastra, klasik, musik dan seni. Pendidikan
universitasnya sebagian besar dibiayai oleh warisan almarhum
bibinya. Pada tahun 1903, ia gagal lulus dalam ujian pertama tesis
dokternya. Barulah setahun kemudian ia lulus ujian keduanya dan
menerima gelar Ph. D.
Oswald Spengler berpandangan bahwa setiap peradaban besar
mengalami proses kelahiran, pertumbuhan dan keruntuhan. Proses
perputaran itu memakan waktu sekitar seribu tahun. Pernyataan
Spengler tersebut tercantum dalam karyanya Der Untergang des
Abendlandes (Decline of the West) atau Keruntuhan Dunia
Barat/Eropa. Spengler meramalkan keruntuhan Eropa berdasarkan
atas keyakinan bahwa gerak sejarah ditentukan oleh hukum alam yang
disebut nasib, fatum atau dalam bahasa Jerman Schicksal. Dalil
Spengler ialah bahwa kehidupan sebuah kebudayaan dalam segalanya
sama dengan kehidupan tumbuhan, hewan, manusia dan alam semesta
(makro dan mikro kosmos). Persamaan itu berdasarkan kehidupan
yang dikuasai oleh hukum siklus sebagai wujud dari fatum. Fatum
adalah hukum alam yang menjadi dasar segala hukum cosmos, setiap
kejadian, setiap peristiwa akan terjadi lagi, terulang lagi.
Setiap masa pasti datang menurut waktunya, itulah keharusan
alam yang pasti terjadi. Manusia tidak dapat berbuat apa-apa kecuali
menerima amorfati. Seperti halnya historikal materialisme, paham
Spengler tentang kebudayaan pasti runtuh apabila sudah melewati
puncak kebesarannya. Oleh sebab itu keruntuhan suatu kebudayaan
dapat diramalkan terlebih dahulu menurut perhitungan. Suatu
kebudayaan mendekati keruntuhan apabila kultur sudah menjadi
Civilization (kultur adalah kebudayaan, civilization adalah peradaban
yaitu kebudayaan yang sudah tidak dapat tumbuh lagi). Apabila kultur
sudah kehilangan jiwanya, maka daya cipta dan gerak sejarah akan
membeku.
Gerak sejarah tidak bertujuan sesuatu kecuali melahirkan,
membesarkan, mengembangkan dan meruntuhkan kebudayaan (siklus
kehidupan). Spengler menyelidiki kebudayaan Barat dan setelah
membandingkan kebudayaan Barat dengan sejarah kebudayaan-
kebudayaan yang sudah tenggelam (misalnya: Babilonia, Mesir,
Meksiko atau Aztec, Arab, Yunani dan Romawi yang masuk dalam
budaya Klasik, serta Eropa atau Barat). Spengler berkesimpulan
bahwa:
Kebudayaan Barat sudah sampai pada masa-tua (musim
dingin), yaitu masa civilization
Sesudah masa civilization itu kebudayaan Barat pasti-mesti-
terus runtuh
Manusia Barat harus dengan bersikap berani menghadapi
keruntuhan itu.
C. Tokoh Pemikir Filsafat Sejarah Nasional Indonesia
1. Prof. Muhammad Yamin
Menurut Muh. Yamin (1957; 26) untuk menyusun filsafat sejarah
nasional banyak kita petik dari pujangga baru dari timur dan barat.
Mereka itu antara lain; Herodotus, Ibn Khaldun, prapanca, Giovanni
Battista Vico, Immanuel Kant, Hegel, Karl Max, karl Jaspers, Durant
dan Arnold J. Toynbee (W.H. Frederick dan S. Soeroto dalam R.E
Tamburaka, 2002;168).
Untuk membentuk filsafat sejarah nasional menurut Muh. Yamin,
ialah dengan cara pemusatan pikiran kepada segala kejadian dan
peristiwa sejarah Indonesia dan dalam hubungan dengan sejarah pada
umumnya serta isi kajian filsafat. Filsafat sejarah nasional mempunyai
empat dasar kajian yaitu,
a) Kebenaran
Tujuan akhir yang dijadikan tugas bagi tiap-tiap ilmu
filsafat ialah mencari kebenaran yang sesungguhnya.
Dengan sengaja disebutkan mencari kebenaran, dan tidak
disebutkan mendapat kebenaran yang juga dapat
dikatakan mempunyai atau memiliki kebenaran. Yang
memegang serta memiliki kebenaran ialah hanya Tuhan
Yang Maha Esa dan yang mencapai kebenaran menjadi
tugas ahli pemikir filsafat apapun juga.
Kebenaran itu tersembunyi dalam dunia kebatinan
dibelakang kejadian-kejadian sejarah di zaman yang
lampau sebagai kelahiran masyarakat manusia.
Walaupun kebenaran itu tidak dimiliki oleh ahli pemikir
sejarah, tetapi ddengan meninjau atau menafsirkan segala
kejadian itu dia telah dan selalu berkeyakinan secara
subjektif bahwa tafsiannya ialah kesungguhan dari
kebenaran secara objektif.
b) Sejarah Indonesia
Yang menjadi objek filsafat sejarah atau yang
ditafsirkannya ialah sejarah Indonesia. Dalam hal ini
maka sejarah adalah ilmu pengetahuan yang dipahamkan
dan telah dirumuskan secara ilmiah dengan bernama
demikian.oleh karena objek itulah filsafat itu menjadi
filsafat sejarah, sehingga kejadian-kejadian sebagai
kelahiran masyarakat di zaman yang lampau membatasi
filsafat khusus, sedangkan cara menafsirkan dan
hubungan kejadian itu adalah dlam taraf yang umum dan
universal.
c) Sintesis
Tafsiran sejarah yang sintesis menjamin timbulnya
sejarah Indonesia yang umum dengan menghindarkan
berat sebelah, sehingga lepas dari gambaran ialah
terhadap masyarakat pada zaman lampau.melainkan
menjamin timbulnya cabang filsafat bagi sejarah dalam
zaman pembangunan.
Tafsiran sintesis menjamin penulisan sejarah yang
sempurna dan Historiorafi yang demikian memang jauh
lebih sulit dari penulisan sejarah berdasarkan suatu
macam tafsiran saja. Uraian dan penyelidikan tentang
penafsiran sejarah memberi hasil kepada kita, bahwa
tafsiran sintesislah yang harus dilakukan untuk mendapat
Historiografi Indonesia yang baik dan yang dapat
dipertanggungjawabkan bagi penulis buku sejarah yang
berisi uraian panjang apalagi sebagai buku pelajaran
disekolah dan untuk dibaca oleh rakyat diluar dinding
gedung perguruan.
d) Nasionalisme Indonesia
Nasionalisme Indonesia memberi tiga corak kepada
filsafat sejarah seperti yang diuraikan diatas.
Pertama ; yang menjadi objek tafsirannya adalah sejarah
nasional Indonesia, yang berbeda cara menulis dari
sejarah Indonesia sebelum proklamasi, karena yang
menjadi dasar kepada penulisan sejarah Indonesia
sesudah tahun 1945 ialah adanya kemerdekaan Bangsa
Indonesia yang menjadi syarat mutlak bagi segala ilmu
pengetahuan yang dikembangkan oleh hikmah manusia
bebas.
Corak kedua ; cara menafsirkan kejadian sejarah adalah
sesuai dengan jalan pikiran orang atau bangsa Indonesia
yang telah bebas merdeka, dan tak terikat rasa rendah
atau berpemandangan sempit didalam ruangan pikiran
terbatas.
Corak ketiga ; uraian dengan lisan atau menuliskan
sejarah Indonesia memenuhi syarat para pengarang
supaya secara subjektif sesuai dengan susila perjuangan
kemerdekaan; memenuhi syarat susila pada karangan
penulisan dan memnuhi syarat ilmu jiwa dan pendidikan
pada si pembaca dan si pendengar, supaya rasa
nasionalisme Indonesia merdeka menjadi kebanggaan
yang jangan mudah tersinggung, malahn supaya
menjadikan sejarah indonesi sumber inspirasi dan ilmu
pengetahuan untuk kehidupan bangsa yang ingin berjiwa
besar dan luas.
Filsafat seperti yang telah disebutkan diatas dapat saya
rumuskan sebagai filsafat nasional Indonesia, yang
menjadi suatu kebenaran dengan menafsirkan secara
sintesis kejadian-kejdian diperjalanan sejarah Indonesia
dalam ruangan hidup rohani dan jasamani bangsa
Indonesia.
2. Dr. soedjatmoko
sudah menjadi ciri manusia yang berpikir bahwa ia hendak
menyusun pengetahuannya sedemikian rupa, sehingga
pengetahuan itu dapat dicukupi oleh satu atau dua asas pokok dan
prinsip saja. Demikian jugalah manusia, dalam menghadapi fakta-
fakta sejarah, sejak dahulu telah mencoba untuk merumuskan
suatu filsafat sejarah yang mencukupi segala sesuatu yang
diketahuinya di dalam lapangan sejarah itu, dibawah satu atau
beberapa prinsip orang, sehingga makna dari sejarah untuk
manusia itu menjadi terang. Agustinus dalam “De Civitate Dei”
telah menggambarkan sejarah berbagai pembeberan daripada
kemauan Tuhan mulai awal penciptaan alam sampai hari kiamat.
Sejarah umat manusia sendiri telah memberiakan contoh-
contoh kepada kita, betapa besarlah bahaya bagi sesuatu bangsa,
yang telah tersesat didalam suatu dunia impian bikinan seperti itu.
Kita sendiri telah menyaksikan runtuhnya impian jepang fasis
yang menganggap dirinya sebagai sesuatu bangsa yang
mempunyai asal serta panggilan tersendiri di dunia.
3. Prof. Sartono Kartodirjo
Sartono Kartodirjo mengatakan (dalam R.E Tamburaka
2002;181). filsafat sejarah adalah salah satu bagian filsafat yang
berusaha memberiakan jawab atas pertanyaan makna dari suatu
proses peristiw sejarah. Manusia budaya tidak puas dengan
pengetahuan sejarah, dicarinya makna-makna yang menguasai
kejadian-kejadian sejarah. Dicarinya hubungan antara fakta-fakta
dan sampai kepada asal dan tujuannya.
Proses berpikir tidak terjadi dalam suatu vakum tetapi dalam
suatu lingkungan kebudayaan, sudah barang tentu dipengeruhi
oleh bermacam-macam factor yang bekerja dalam kebudayaan itu.
Suatu habitus berpikir yang berwujud sebagai suatu pola pikir
yang menentukan cara atau sistem berpikir. Pola pikir tidak
diketahui dengan cukup selama tidak dikembalikan kepada
kebudayaanya yang mewujudkannya. Pola pikir itu sendiri terjadi
sebagai hasil konfrontasi kebudayaan dengan alam dan situasi
serta perubahan-perubahannya. Bentuk pikiran diwujudkan
berdasarkan penginderaan realitas dengan cara yang berwujud.
Filsafat sejarah sebagai manifestasi kebudayaan yang
mendukungnya, mau tak mau mencerminkan gaya kultural
peradabannya. Latar belakang kebudayaan menjadi determinan
Bgi suatu filsafat sejarah, maka perbandingan antara filsafat
sejarah abad pertengahan dengan filsafat sejarah modern akan
mampu menonjolkan perbedaan sifat-sifat kedua perbedaan
tersebut. Paraleliasme antara filsafat sejarah dengan kebudayaan
yang melingkupinya jelas-jelas meampilkan adanya afinitas
kultural suatu sifat sejarah atau pandangan hidup. Disini kita juga
dengan tepat dapat memakai istilah kultur –gabudenheit (ikatan
kebudayaan) dari duatu ide, suatu kenyataan yang tak henti-
hentinya ditegaskan disini.
Dengan kultur-gabudenheit itu sebagai istilah kunci dalam
mempelajar filsafat sejarah kita sekaligus memakai pendekatan
kontekstual. Kalu pada satu pihak pendekatan itu menjelskan
kedudukan sosio-historis suatu ide, pada phak lain kita perlu
waspada agar tidak terjerumus pada kulturlisme.
D. Kesimpulan
Bermacam-macam teori yang telah dicetuskan oleh banyak filosof
diantaranya dapat dilihat di ulasan pada tulisan diatas misalnya filosof
Patrick gardiner, Hegel, karl marx dan friedrich Engels, Ibnu Khaldun,
Oswald Spengler dan masih banyak tokoh-tokoh filusuf yang lainya. Setelah
saya membaca dan menganalisis dari beberapa teori-teori yang telah mereka
hasilkan. Saya lebih setuju teori siklus dikarenakan setiap peradaban besar
mengalami mengalami proses kelahiran, pertumbuhan dan keruntuhan,
dimana proses-proses tersebut terus berulang. Hal ini seperti yang
dikemukakan oleh beberapa filsuf seperti Ibn Khaldun, Spengler, Toynbee
dan mungkin beberapa tokoh yang lain. Namun saya tidak sependapat dengan
pemikiran Spengler yang mana proses perputaran itu bisa diukur dengan
kurun waktu seribu tahun dikarenakan dalam proses perputaran tersebut
manusia, prilaku dan budaya semakin berkembang dan maju bahkan bisa
mundur kembali yang mana dapat dilihat ketika minoritas kreatif kehilangan
daya ciptanya dan kebejatan moral sudah menguasai mayoritas, suatu
peradaban akan mengalami kemunduran yang akhirnya dilanjutkan dengan
kehancuran dan diganti dengan peradaban yang baru, begitu seterusnya.
Proses perputaran tersebut melahirkan peradaban baru yang bisa jadi lebih
unggul dibandingkan peradaban-peradaban sebelumnya. Sekalipun sudah bisa
diketahui ciri-ciri suatu peradaban akan mengalami kehancuran, namun tidak
ada yang bisa menentukan berapa lama waktu yang diperlukan dalam satu
proses perputaran tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Tamburaka E. Rustam. Prof. MA. Drs ;. pengantar ilmu sejarah, teori filsafat
sejarah, sjarah filsafat dan IPTEK, PT. RINEKA CIPTA, Jakarta, 2002.
Anonim;Https://Ratnakartika2010.Wordpress.Com/2011/11/06/Pemikiran-
Tokoh-Tokoh-Filsafat-Sejarah-Dan-Model-Clm/
Anonim;Http://Ryanpunyo.Blogspot.Com/2013/11/Resume-Filsafat-Sejarah-
Menurut-Para.Html
Anonim;`Https://homaniora.wordpress.com/2012/12/17/tokoh-tokoh-filosof-
sejarah/