Filsafat Arsitektur

48
FILSAFAT ARSITEKTUR Adrianto Hidayat P3200204007 Estetika, ruang & tempat

Transcript of Filsafat Arsitektur

FILSAFAT ARSITEKTUR

Adrianto Hidayat

P3200204007

Estetika, ruang & tempat

KEINDAHAN/ESTETIKA

Istilah Estetika baru muncul pada tahun 1750 oleh seorang filsuf minor yang bernama

A.G. Baumgarten (1714-1762). Istilah itu dipungut dari bahasa Yunani kuno, aistheton,

yang berarti kemampuan melihat lewat penginderaan. Baumgarten menamakan seni itu

sebagai pengetahuan sensoris, yang dibedakan dengan logika yang dinamakannya

pengetahuan intelektual.

Ada dua nilai terpenting dalam keindahan

1. Nilai ekstrinsik yakni nilai yang sifatnya sebagai alat atau membantu untuk

sesuatu hal. Contohnya tarian yang disebut halus dan kasar.

2. Nilai intrinsik adalah sifat baik yang terkandung di dalam atau apa yang

merupakan tujuan dari sifat baik tersebut, contohnya pesan yang akan

disampaikan dalam suatu tarian. Demikian banyaknya hasil seni budaya dengan

menggunakan pendekatan ekstrinsik dan pendekatan intrinsik melalui proses

penghayatan kita

KEINDAHAN/ESTETIKA

1. Menurut The Liang Gie keindahan adalah ide kebaikan

2. Menurut Pluto watak yang indah dan hukum yang indah

3. Aristoteles (384-322 SM) merumuskan bahwa keindahan adalah sesuatu yang baik

dan menyenangkan

4. John Keats, keindahan adalah sesuatu yang menyenangkan bilamana dilihat.

5. Socrates (470 SM – 399 SM), mengatakan bahwa seseorang akan merasakan

kenikmatan dari benda-benda yang indah secara intrinsik. Ia akan merasa senang

dalam bentuk geometris sederhana, satu warna, dan not balok.

6. Menurut Plotinus, keindahan itu digambarkan sebagai suatu pengalaman

“kegembiraan atau keceriaan”. Ia percaya bahwa keindahan tidak termasuk sesuatu

yang simetri, namun, “keindahan adalah sesuatu yang lebih irradiates simetri,

daripada simetri itu sendiri.”

KEINDAHAN/ESTETIKA

7. Menurut Leo Tolstoy pujangga RusiaKeindahan adalah sesuatu yang mendatangkan

rasa sedang bagi yang melihatnya.

8. Menurut Humo, pujangga inggris keindahan adalah sesuatu yang mendatangkan

rasa senang.

9. Menurut Hamsterhuis, pujangga belanda keindahan adalah sesuatu yang paling

banyak mendatangkan rasa senang

10. Menurut shaftesbury, pujangga Jerman keindahan adalah sesuatu yang memiliki

proporsi yang harmonis.

11. Menurut Emmanuel Kant Keindahan adalah keserasian obyek dengan tujuannya.

12. Menurut Herbet Read keindahan adalah kesatuan dan hubungan-hubungan bentuk

yang terdapat diantara pencerapan-pencerapan indrawi manusia.

13. Thomas Amuinos mengatakan bahwa keindahan adalah sesuatu yang menyenangkan

bilamana dilihat

RUANG• AYADINATA

Ruang adalah seluruh permukaan bumi yang merupakan lapisan biosfer, tempat hidup

tumbuh - tumbuhan, hewan dan manusia

• SAMADI

Ruang merupakan tempat bagi komponen - komponen lingkungan hidup dalam melakukan

setiap proses, yaitu saling mempengaruhi (interaksi), saling berhubungan (interelasi), dan

saling ketergantungan (interdependensi)

• NEWTON

Ruang merupakan suatu kuantitas mutlak yang ada tanpa memperhatikan keberadaan

atau distribusi materi dalam semesta. Ruang adalah daerah 3 dimensi dimana obyek dan

peristiwa berada. Ruang memiliki posisi serta arah yang relatif, terutama bila suatu

bagian dari daerah tersebut dirancang sedemikian rupa untuk tujuan tertentu. Ruang

merupakan wadah dari aktivitas-aktivitas manusia, baik aktivitas untuk kebutuhan fisik

mau- pun emosi manusia

RUANG

• Secara visual (Ching, Francis D.K. Architecture: Form, Space and Order. Van Nostrand

Reinhold Co. 1979) ruang dimulai dari titik kemudian dari titik tersebut membentuk

garis dan dari garis membentuk bidang. Dari bidang ini kemudian dikembangkan

menjadi bentuk ruang. Dengan demikian pengertian ruang di sini mengandung suatu

dimensi yaitu panjang, lebar dan tinggi.

• Pengertian ruang berkaitan dengan disiplin ilmu arsitektur (Ashihara, Y. the Aesthetic

Townscape. MIT. 1983:3 ) adalah sebagai suatu area yang secara fisik dibatasi oleh

tiga elemen pembatas yaitu lantai, dinding dan langit-langit.

• Ruang terdiri atas ruang dalam (indoor/internal) dan ruang luar (outdoor/eksternal),

berkaitian dengan itu seorang filsuf Cina Lao Tzu (Ashihara, Y. the Aesthetic

Townscape. MIT. 1983:55) menjelaskan tentang konsep keadaan (something) dan

ketiadaan (nothing).

RUANG

Ruang adalah yang berbatas atau terlingkung oleh bidang. Ruang secara konstan

melingkupi keberadaan kita. Sebuah bidang yang mendapat perluasan dengan

perbedaan arah dari arah asalnya pun dapat dikatakan sebagai ruang.

Sebuah ruang sangat berhubungan dengan volum. Terdapat 3 unsur dari sebuah ruang

atau volum :

1. Titik; mengindikasikan sebuah posisi di dalam ruang

2. Garis; perpanjangan dari titik menjadi sebuah yang memiliki panjang, arah dan

posisi

3. Bidang;Perpanjangan dari garis menjadi sebuah yang memiliki panjang dan lebar,

rupa, permukaan, orientasi, posisi

KESIMPULANMeski indah itu relatif, di dalam dunia arsitektur estetika ada kalanya memiliki

kemutlakan. Satu objek jika mengikuti prinsip-prinsip formal non formal keindahan akan

dinilai indah oleh siapa saja yang menilainya. Adapun rule keindahan mengenai proporsi

akan dijelaskan selanjutnya. Meski yang membedakan penilaian keindahan itu adalah latar

belakang penilai termasuk pekerjaan, keseharian dan pengalaman hidupnya.

Beberapa istilah untuk menjelaskan ruang & tempat itu apa. (shape, form, space dan

place). Shape itu berupa lingkung yang berada pada sisi luar satu objek, sedangkan form

sendiri adalah bentuk secara keseluruhan objek yng bersangkutan.

Space dan place sekiranya memiliki arti yang sepadan. Namun jika dilihat dari makna

yang tersingkup bahwa space itu ruang kosong, hampa yang terbentuk karena dirinya

sendiri atau karena objek di sekitarnya (interbuilding space) sedangkan place; sama halnya

space namun place lebih berkarakter, hadir sebagai identitas dari lingkungan sekitarnya.

Sebagai penanda atau citra kota secara makro.

TEORI-TEORI PROPORSIGOLDEN SECTION

Golden section adalah angka mutlak yang ada di dunia ini dengan segala macam bentuknya.

Perbandingan antropometri, panjang tangan dan tulang hasta, kaki dan hasta, wajah bahkan ruas-ruas

pada daun dan tumbuhan selalu menghasilkan angka yang sama yaitu phi=1.618. sejalan dengan deret

angka fibonacci, dimana hasil bagi angka dengan angka sebelumnya selalu mendekati angka phi.

Golden Rasio ini digunakan sebagai pendekatan

dalam menemukan proporsi yang ideal melalui

perbandingan rasio dari bentuk-bentuk geometris

dalam arsitektur. Berupa keteraturan dan perulangan

yang seimbang.Kembali pada kaitannya dengan

arsitektur dan interior, golden section bisa diterapkan

dalam menentukan denah, tampak, potongan, dsb.

Vitruvian Man

TEORI-TEORI PROPORSIGOLDEN SECTION

Taj mahal Notre dame

Tampak bangunan di samping ini

menampilkan fasade yang proporsional,

simetris. Tampilan suatu bangunan bisa

mengantarkan manusia penggunanya untuk

merasakan perjalanan yang bisa memperkuat

kualitas yang ingin disajikan dalam ruang-

ruang bangunan.

Melaui visual, pengamat dapat merasakan

langsung keindahan dengan bangunan tersebut

seakan bangunan ingin berkomunikasi secara

emosional.

TEORI-TEORI PROPORSIGOLDEN SECTION

Rome, The Ancien City King William Court, The Old

Royal Naval College

Phartenon Temple, Greek

TEORI-TEORI PROPORSIGOLDEN SECTION

Villa Malcontenta & Villa Stein

Ketika keindahan proporsi tersebut hanya bisa

dilihat melalui denah, susunan kolom, dll bagaimana

pengaruhnya bagi manusia pengguna di dalamnya.

Sebagai benda yang menjadi body extension

tentunya tidak terlepas dari dimensi standar

manusia. Dan karena tujuannya adalah untuk

memudahkan dan meningkatkan efektifitas kegiatan

manusia, tentu ukuran yang menjadi standar tidak

hanya sesuai, namun juga memberikan kenyamanan.

Di sinilah peran Golden Section terjadi lagi

khususnya untuk mencapai aspek ergonomis dari

suatu furnitures.

TEORI-TEORI PROPORSISISTEM MODULAR

Le Corbusier, Tokoh di balik Modular system

Jauh lampau sebelum manusia mengenal ukuran, bagian-

bagian tubuh manusia disepakati sebagai alat untuk

menentukan ukuran bangunan. Hal ini dimaksudkan untuk

mencapai kenyamanan penghuni. (antropometri) Hal ini

kemudian dikembangkan lagi oleh vitruvius lalu

berkembanglah vitruvian man oleh da vinci.

Le Corbisier mengembangkan teori proporsinya yang

disebut modular untuk menentukan dimensi pengisi dan

diisi. Beliau melihat alat-alat ukur Mesir kuno dan Yunani

berdasarkan tubuh yang agung. Maka dari itu, teorinya

didasarkan pada matematika (dimensi estetika pada

golden section dan angka fibonacci) dan proporsi tubuh

manusia (dimensi fungsional)

TEORI-TEORI PROPORSISISTEM MODULAR

Le Corbusier mengembangkan modular meneruskan vitruvian man karya da vinci,

karya leone Battista Alberti dan upaya untuk menemukan proporsi matematika

pada tubuh manusia dan menggunakan pengetahuan itu untuk meningkatkan baik

fasad maupun fungsi arsitektur.

Modular manusia adalah 183 cm (6feet) tinggi badan dan 226 cm

(sekitar 7 feet) apabila lengannya diangkat lurus ke atas. Tinggi

pusar ialah 113 cm (27 feet), ukuran tersebut sama dengan setengah

tinggi lengan yang diangkat.

Ketinggian total (kaki ke lengan mengangkat) juga dibagi dalam

golden ratio (ke 140 cm dan 86 cm) pada tingkat pergelangan

tangan dari lengan bawah menggantung. Kedua rasio tersebut

dibagi lagi menjadi dimensi yang lebih kecil sesuai seri fibonacci.

Sistem ini didasarkan pada pengukuran manusia, unit ganda,

fibonacci dan golden section. Le Corbusier menggambarkannya

sebagai batas pengukuran yang harmonis sessuai dengan skala

manusia, berlaku universal untuk arsitektur dan hal-hal mekanik.

TEORI-TEORI PROPORSISISTEM MODULAR

Karakter Sistem Modular

• Menginginkan karya arsitektur yang berguna dan dapat diterapkan secara

universal

• Menghasluskan dan menyederhanakan desain, meniadakan ornamen

• Menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif (ukuran bentuk dalam suatu

bangunan tidak berbeda-beda)

• Suatu karya harus dapat menyelesaikan masalah

• Menggubakan sistem ukuran berdasarkan tubuh manusia, yang kemudian ijadikan

proporsi

• Teknik dan seni dikerjakan pararel

• Bentuk harus menampilkan potensi konstruksi dan estetika

TEORI-TEORI PROPORSISISTEM MODULAR

Vila Stein, didasarkan pada perancangan volume-volume yang memungkinkan penggunanya leluasa untuk

berkegiatan di dalamnya. Menggunakan titik-titik untuk menandai modul yang kemudian digunakan untuk

membuat ruangan.

TEORI-TEORI PROPORSISISTEM MODULAR

Unite D‟habitation merupakan hunian yang cukup besar setelah perang dunia terletak di Marseille, Prancis

TEORI-TEORI PROPORSISISTEM MODULAR

Weissenhof Estate merupakan perumahan yang dibangun dan dipamerkan pada Deutcherwerkbund do

Stuttgart 1927. Konsep bangunan ini adalah New Architecture dan New Living.

TEORI-TEORI PROPORSIASTA KOSALA KOSALI

Filosofi arsitektur tradisional Bali pada masa prasejarah hingga

kekuasaan Majapahit (abad XV – XIX ) dianggap sebagai masa

tumbuh dan berkembangnya arsitektur tradisional Bali yang dilandasi

oleh lontar asta kosala-kosaili dan lontar asta bumi. (Bhagawan

Wiswakarma dan Bhagawan Panyarikan)

Asta kosala-kosali adalah aturan tentang bentuk-bentuk simbol

pelinggih, yaitu ukuran panjang, lebar, tinggi, pepalih (tingkatan), dan

hiasan. Asta bumi adalah aturan tentang luas halaman pura,

pembagian ruang halaman, dan jarak antar-pelinggih.

Terdapat filosofi dasar atau filosofi utama yang menjadi titik acuan

arsitektur tradisional Bali, yaitu prinsip tri anggaatau tri loka, konsep

kosmologis (tri hita karana), dan orientasi kosmologis.

TEORI-TEORI PROPORSIASTA KOSALA KOSALI

Asta Kosala Kosali merupakan sebuah cara penataan lahan untuk

bangunan tempat tinggal dan bangunan suci. Penataan didasarkan

atas anatomi tubuh yang punya. Pengukurannya pun lebih

menggunakan ukuran dari tubuh yang punya rumah. Sistem pengukuran

ini tidak menggunakan meter, melainkan menggunakan ukuran-ukuran

seperti :

• Musti (dimensi untuk ukuran tangan mengepal dengan ibu jari yang

menghadap ke atas)

• Hasta (ukuran sejengkal jarak tangan manusia dewasa dari

pergelangan tengah tangan sampai ujung jari tengah yang terbuka)

• Depa (ukuran yang dipakai antara dua bentang tangan yang

dilentangkan dari kiri ke kanan)

TEORI-TEORI PROPORSIASTA KOSALA KOSALI

Konsep ini juga berpegang pada mata angin, 9 mata angin (nawa sanga). Setiap bangunan

itu memiliki tempat sendiri. Dapur misalnya, karena berhubungan dengan api, maka dapur

ditempatkan di Selatan. Tempat sembahyang karena berhubungan dengan menyembah berposisi

di Timur, tempat matahari terbit. Dan sumur yang menjadi sumber air, ditempatkan di Utara

dimana gunung berada

Status sosial juga menjadi pedoman. Misalnya kasta di masyarakat. Berdasarkan status, rumah

di Bali ada yang disebut puri atau jero. Kasta tersebut merupakan sistem hirarki. Di Bali, hirarkial

itu juga berpengaruh terhadap tata ruang bangunan rumah. Dalam pembuatan rumah, dikenal

istilah jaba, jaba jero dan jero:

• Jaba untuk bagian paling luar bangunan.

• Jaba Jero untuk mendefinisikan bagian ruang antara luar dan dalam, atau ruang tengah.

• Jero untuk mendeskripsikan ruang bagian paling dalam dari sebuah pola ruang yang

dianggap sebagai ruang paling suci atau paling privacy bagi rumah tinggal.

TEORI-TEORI PROPORSIASTA KOSALA KOSALI

Konsep teknik konstruksi dan materialnya disebut Tri Angga, yang terdiri dari nista, madya dan utama.

• Nista menggambarkan hirarki paling bawah dari sebuah bangunan. Diwujudkan dengan pondasi rumah atau

bawah rumah sebagai penyangga rumah. Bahannya pun biasanya terbuat dari batu bata atau batu gunung.

• Madya adalah bagian tengah bangunan yang diwujudkan dalam bangunan dinding, jendela dan pintu.

Madya mengambarkan strata manusia atau alam manusia.

• Utama adalah simbol dari bangunan bagian atas yang diwujudkan dalam bentuk atap yang diyakini juga

sebagai tempat paling suci dalam rumah, sehingga juga digambarkan tempat tinggal dewa atau leluhur

mereka yang sudah meninggal. Pada bagian atap ini bahan yang digunakan pada arsitektur tradisional

adalah atap ijuk dan alang-alang.

Konsep berdasarkan kelipatan tiang atau kolom. Rumah tinggal di Bali itu tidak dijadikan satu. Di

sini dibagi menjadi beberapa ruangan yang bangunannya dipisah. Dalam pemikiran kekinian, konsep ini

cukup mapan. Jika terjadi musibah misalnya bencana kebakaran, yang terbakar hanya satu bagian saja,

yang lain tidak. Kalau terjadi gempa, gampang untuk ke luar rumah, halaman juga banyak

TEORI-TEORI PROPORSIASTA KOSALA KOSALI • Pamerajan, ini adalah tempat upacara yang dipakai untuk keluarga

• Umah Meten, yaitu ruang yang biasanya dipakai tidur kapala

keluarga.

• Bale Sakepat, bale ini biasanya digunakan untuk tempat tidur anak-

anak.

• Bale Tiang Sanga, biasanya digunakan sebagai ruang untuk

menerima tamu.

• Bale Dangin, biasanya dipakai untuk duduk-duduk membuat benda

seni.

• Lumbung, sebagai tempat untuk menyimpan hasil panen.bagi

keluarga.

• Aling-aling, adalah bagian entrance yang berfungsi sebagai

pengalih jalan masuk sehingga jalan masuk tidak lurus ke dalam

tetapi menyamping

• Angkul-angkul, yaitu entrance yang berfungsi seperti candi bentar

pada pura yaitu sebagai gapura jalan masuk.

TEORI-TEORI PROPORSIPrinsip-Prinsip Arsitektur Daerah Jawa

Kitab Kawruh Kalang (ilmu tentang ruang) berhuruf Jawa, ditulis oleh pihak nDalem Kepatihan

Solo (1882) pada zaman pemerintahan Susuhunan Paku Buwono IX (1861-1893). Kitab ini

menguraikan soal kerangka bangunan, prinsip-prinsip ukurannya, hingga bahan yang seharusnya

digunakan untuk rumah rakyat hingga rumah raja. Kitab ini terkesan sebagai “ buku pegangan

teknis” praktisi arsitektur jaman itu. Sedangkan Kawruh Griya sebagai naskah yang terhadap

awam merupakan perkanalan akan “lingkungan binaan” Jawa, sedangkan bagi para undhagi

merupakan pengkayaan pengetahuan.

TEORI-TEORI PROPORSIPrinsip-Prinsip Arsitektur Daerah Jawa

Isu-isu pokok perancangan yang harus disertakan dalam kehadiran Griya Jawa, yaitu:

isu dhapur griya, guna griya, angsar/watak dan Petangan.

(DHAPUR GRIYA)

Terdapat 4 tipe dhapur griya, yaitu: Tajug, Juglo/joglo, Limasan dan Kampung (Bekuk

Lulang).

Griya jawa memberikan sebutan yang tersendiri, dan semuanya diambil dari ciri-ciri

manusia, yakni jaler-estri (lelaki-perempuan) atau enem-sepuh (muda-tua). Tampilan akhir yang

cenderung berkesan meninggi atau menjulang dan ramping dikatakan sebagai penampilan

yang jaler (lelaki) atau enem(muda), sedangkan yang merendah dan tidak ramping dikatakan

sebagai estri (perempuan) atau sepuh (tua).

TEORI-TEORI PROPORSIPrinsip-Prinsip Arsitektur Daerah Jawa

Isu-isu pokok perancangan yang harus disertakan dalam kehadiran Griya Jawa, yaitu:

isu dhapur griya, guna griya, angsar/watak dan Petangan.

(GUNA GRIYA)Menurut Josef Prijotomo, Bangunan berarsitektur Jawa bermakna sebagai tempat berteduh. Ini

berbeda dibandingkan bangunan berarsitektur Barat yang bermakna sebagai tempat berlindung. Karena

itulah, bangunan berarsitektur Jawa bersifat terbuka atau tanpa sekat-sekat.

Pada arsitektur jawa tengah, penaung/peneduh muncul berupa empyak/payon. Hal ini bertujuan:

• Mengindikasi kekhususan griya. Dilakukan dengan petangan terhadap jumlah usuk,

ketinggianempyak/payon yang menghasilkan volume ruang. Dalam hal ini, bukan lantai yang membentuk

volume ruang, melainkan atap.

• Empyak/payon melayani guna griya sebagai penaung/peneduh agar kegiatan dapat dilakukan dengan

nyaman. Dalam hal ini tinggi-rendahnya atap menjadi penentu besar volume yang tercipta pada

penaung/peneduh.

TEORI-TEORI PROPORSIPrinsip-Prinsip Arsitektur Daerah Jawa

Isu-isu pokok perancangan yang harus disertakan dalam kehadiran Griya Jawa, yaitu:

isu dhapur griya, guna griya, angsar/watak dan Petungan.

(PETUNGAN)Satuan ukuran dalam arsitektur Jawa memiliki ukuran sendiri, yang akan mempengaruhi angsar/watak

dari bangunan (wastu citra). Ada lima jenis hitungan.

1. Pertama, hitungan sri, berarti sandang pangan.

2. Kedua, kitri, harta benda.

3. Ketiga gana, yang berarti cukup.

4. Keempat, liyu, atau kewibawaan.

5. Kelima, pokah, atau ukuran yang bisa membuat lemas orang. Hitungan itu dalam bangunan diwujudkan

dalam jumlah unsur bangunan.

TEORI-TEORI PROPORSIPrinsip-Prinsip Arsitektur Daerah Jawa

Isu-isu pokok perancangan yang harus disertakan dalam kehadiran Griya Jawa, yaitu:

isu dhapur griya, guna griya, angsar/watak dan Petungan.

( APLIKASI HITUNGAN PETUNGAN)

Misalnya ukuran kelima, yakni pokah dipakai pada

bangunan yang juga dianggap perisai keraton.

Misalnya Pagelaran, yang berada di batas antara

alun-alun dan bagian keraton. Jumlah usuk dan tiang

Pagelaran tentu merupakan kelipatan dari lima.

Maka, bila ada yang bermaksud tak baik dan ingin

masuk keraton, dan ia lewat Pagelaran, di sini

kekuatannya akan susut

Contoh yang lain adalah Sitinggil, di belakang

Pagelaran, yang dibangun dengan konsep liyu.

Jumlah segala hal di sini merupakan bilangan

kelipatan lima lalu ditambah empat. Liyu, yang

berarti kewibawaan, maksudnya seseorang asing

yang masuk ke sini akan terkena wibawa raja.

Hingga, konon, orang itu akan merasa berada di

bawah kekuasaan raja.

TEORI-TEORI PROPORSIPrinsip-Prinsip Arsitektur Daerah Jawa

Isu-isu pokok perancangan yang harus disertakan dalam kehadiran Griya Jawa, yaitu:

isu dhapur griya, guna griya, angsar/watak dan Petungan.

( APLIKASI HITUNGAN PETUNGAN)

Untuk ukuran panjang, arsitektur tradisional Jawa memakai ukuran kaki. Ukuran ini diperoleh

dengan cara dua jempol tangan disinggungkan ujungnya hingga membentuk garis lurus, dan jari-

jari yang lain tegak lurus dengan empol. Satu kaki adalah dari ujung kelingking yang satu ke ujung

kelingking yang lain Satuan panjang yang lain disebut tombak (I tombak = 12 kaki ) dan dim

(I kaki = 12 dim ). Dan berapa kaki misalnya tinggi Pagelaran, dikembalikanlah pada kelipatan

lima tadi, atau disebut hitungan pokah itu.

Untuk bangunan pribadi, ukuran kaki dan tangan yang punya rumahlah yang digunakan

TEORI-TEORI PROPORSISULAPPA EPPA

Orang Bugis-Makassar, mengenal kosmologi ruang yang mencerminkan suatu pandangan

terhadap dunia. Pandangan tersebut dikenal dengan Konsep Sulappa Eppa' Wala Suji (segi

empat belah ketupat). Menurut Budayawan Mattulada, Sulapa' Eppa' diambil dari

walasuji sejenis pagar bambu dalam acara ritual yang berbentuk belah ketupat. Sulapa Eppa

dalam wacana klasik kepercayaan Bugis-Makassar memiliki banyak makna.

TEORI-TEORI PROPORSIKLASIFIKASI SULAPPA EPPA

Pandangan kosmologis suku Bugis-Makassar mengenal adanya tiga macam

pengklasifikasian, yakni klasifikasi tingkatan dunia (dunia atas, dunia tengah, dan

dunia bawah), klasifikasi struktur tubuh manusia (kepala, badan dan kaki), dan

klasifikasi empat penjuru mata angin (utara, selatan, barat dan timur). Segi

empat belah ketupat ditafsirkan sebagai model dari kosmos. Model kosmos

dihubungkan dengan adanya empat sarwa alam, yaitu: udara, air, api, dan

tanah, yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Keempat unsur ini adalah

empat jenis sifat yang dimiliki oleh "manusia yang berbicara".

TEORI-TEORI PROPORSIKLASIFIKASI SULAPPA EPPA

"MANUSIA YANG BERBICARA".

Sifat air adalah sifat yang dapat menyesuaikan dengan lingkungannya

Sifat api yaitu sifat seseorang yang gampang dikuasai oleh amarah

Sifat angin, yaitu orang yang tergantung pada arah angin

Sifat tanah, merupakan sifat yang terbaik, sebab ia tidak pernah goyah,

ia dapat bertahan bila dibanjiri air, dihempas angin dan terbakar api

TEORI-TEORI PROPORSISULAPPA EPPA (prinsip estetika)

Arsitektur rumah adat Makassar juga mengadopsi falsafah Sulapa' Eppa' dimana hal itu

merupakan penerjemahan terhadap lapisan konsep kosmologi. Dari konsep ini,

mengilhami bentuk struktur bola ugi yang senantiasa mengikuti model makrokosmos, yang

secara konseptual harus mengikuti model persegi empat. Kemudian model bola ugi ini

mengikuti pula struktur makrokosmos yang terdiri atas tiga tingkatan atau lapisan dunia

yakni: bagian atas (rakkeang), bagian tengah (alle bola), dan bagian bawah (awa

bola). Arsitektur rumah adat Bugis-Makassar terbagi atas bagian paling tinggi yang

disebut coppo' bola, diasosiakan sebagai dengan alam arasy (Alam Lauh Mahfuds).

Lapisan bawahnya adalah lapisan sakral. Lapisan yang merupakan penggambaran alam

bagi makluk Tuhan yang suci.

TEORI-TEORI PROPORSISULAPPA EPPA (Makna Simbol Seni Hias Pada Rumah Bugis)

A. Makna Seni Hias Istana Bagian Atas

Motif seni hias yang terdapat pada bagian atas rumah yang dibatasi pada mahkota

atap atau biasa yang disebut anjong. Hiasan-hiasan anjong ini pada dasarnya dapat

diklasifikasikan menjadi dua, yakni:

• Seni hias fauna yang dijumpai dalam bentuk ayam jantan, naga, dan kepala

kerbau.

• Seni hias flora, dijumpai dalam bentuk bunga yang biasa disebut bunga

parenreng, buah nenas, rebung, dan lain-lain.

TEORI-TEORI PROPORSISULAPPA EPPA (Makna Simbol Seni Hias Pada Rumah Bugis)

B. Makna Seni Hias Istana Bagian Tengah

Motif seni hias yang muncul pada bagian tengah atau badan rumah (Alle Bola), pada umumnya

bermotif flora seperti bunga parenreng, pucuk rebung, atau jantung pisang, dan bermotif geometris.

Sedangkan yang berasal dari alam, yakni motif ombak-ombak dan bintang. Seni hias tersebut

biasanya ditempatkan pada tudung angin, lubang angin, dinding, dan jendela

Belo-Belo Cirik-Ciring

Motif Pucuk Rebung (Cobo'-Cobo')

Motif Hias Bua Pandang (Buah Nenas)

kemakmuran, rejeki yang datang tidak henti-hentinya

melambangkan keharmonisan dan kesetaraan

bermakna agar penghuni rumah rezekinya selalu bertambah banyak

TEORI-TEORI PROPORSISULAPPA EPPA (Makna Simbol Seni Hias Pada Rumah Bugis)

A. Makna Seni Hias Istana Bagian Bawah (kaki rumah)

Motif Hias Ular Naga dipadukan Motif Hias Bunga Parenreng

Motif Hias Ulu Addeneng

Motif Hias Belo-Belo Cappa PattoloMotif Hias Rapang Daung Kolu (Sawi)

Motif Hias Uso Massusuang

Motif Hias Belo-Belo Cappa Pattolo

Berfungsi sebagai doa bagi penghuni rumah agar senantiasa sejahtera dan bahagia

Sebagai doa atau harapan bagi siapa saja yang menaiki tangga tersebut

Simbol kemewahan dan harga diri

Berfungsi estetis dan untuk memperkuat konstruksi tangga pada bagian tengah

Kemakmuran, rejeki yang datang tidak henti-hentinya

TEORI-TEORI PROPORSIFENGSUI PADA CINA

Yang membuat fengsui istimewa adalah fokusnya terhadap pencapaian keseimbangan.

Jauh dari predikat mistis, fengsui adalah seperangkat pedoman yang rasional, yang

hingga kini pun masih relevan dengan gaya hidup modern. Penggunaannya dalam desain

arsitektur baik untuk kepentingan hunian atau perkantoran di seluruh dunia adalah satu

bukti dari fungsi pentingnya.

Prinsip dasarnya meliputi chi, tao, yin dan yang, lima elemen, delapan mata angin yang mengatur ruang

(ba gua) dan astrologi Cina yang mengatur waktu. Kesemuanya berinteraksi dan mempengaruhi satu

sama lain. Sehingga, dalam mendesain ruang kehidupan kita agar selaras dengan fengsui, berarti kita

juga mendesain masa kini dan masa depan. Sebagaimana halnya dengan filosofi-filosofi yang lain di sini,

rancangan hunian hanyalah sebagian kecil dari fengsui, yang juga dapat dimanfaatkan untuk memandu

perikehidupan kita.

TEORI-TEORI PROPORSIKONSEP KEINDAHAN WABI-SABI JEPANG

Wabi-sabi adalah sebuah bentuk apresiasi dari ketidaksempurnaan dan kefanaan

sembari mengedepankan orisinalitas, yang jelas berbeda dengan estetika barat yang

menghargai keabadian yang muskil dan kesempurnaan. Di era yang dikendalikan oleh

ketidakpuasan, saat segalanya seperti tidak pernah cukup, seorang wabibito (penganut

wabi) berjuang keras untuk merasa cukup dengan hal-hal yang mendasar, tidak lebih.

„Wabi‟ bermakna kesederhanaan, immaterial dan berupaya merendahkan hati, sementara „sabi‟ bermakna

terus bergeraknya waktu. Artinya penganut dari seni ini berikhtiar untuk mengesampingkan semua hal selain

yang esensial, disertai dengan apresiasi terhadap objek yang ditandai dengan proses penuaan dan

penggunaan yang penuh cinta. Mengutip Leonard Koren, penulis Wabi-Sabi: for Artists, Designers, Poets and

Philosophers, „Ambil esensinya tapi jangan buang puisinya. Jaga kebersihan dan kemurniannya tapi jangan

mensterilkannya

TEORI-TEORI PROPORSIKIWARI PADA JEPANG

Istilah kiwari untuk sistim proporsi arsitektur Jepang telah diperkenalkan

sejak periode Momoyama (1574~1614), ki mempunyai arti kayu,

dan wari berarti membelah atau membagi. Kiwari, adalah sebagai

pengertian dasar mengenai ukuran standard tukang bangunan/kayu untuk

dapat menentukan ukuran dari keseluruhan rangka bangunan, proyeksi

lengkungan atap, tinggi atap, dan lain sebagainya. Pedoman tersebut dibuat

dalam tulisan dan dalam bentuk-bentuk diagramatis sistem proporsi, yang

merupakan dasar pekerjaan tradisionil desain bangunan. Pedoman

didasarkan pada kearifan dan pengalaman terus-menerus dari generasi

para tukang bangunan/kayu di dalam mengkonstruksi bangunan.

TEORI-TEORI PROPORSIKIWARI PADA JEPANG

1. diameter dari kolom

2. jarak dari trave antara kolom

ke kolom

3. jarak antara as usuk (rafters, shi)

ke as usuk berikutnya, atau

jarak bagian tepi dari satu usuk

sampai ke tepi bagian usuk

yang sama berikutnya.

TEORI-TEORI PROPORSITATAMI DI JEPANG

Pada arsitektur Jepang, adanya unit yang disebut ken,yang sama dengan 6 ft, dan

disajikan sebagai dasar ukuran. Sangatlah jelas bahwa pada awal sejarahnya, ken (ma)

menunjukkan adanya jarak antara dua kolom dalam sebuah bangunan walaupun banyak

macamnya. Dengan beberapa modifikasi, hasil akhirnya ditunjukkan dengan ukuran

yang tertentu di akhir abad ke-15, dan tatami (kata tatami berasal dari kata

kerja tatamu, yang berarti melipat atau menumpuk) pada waktu itu sangat umum

digunakan. (Harada, 1985:48).

TEORI-TEORI PROPORSITATAMI DI JEPANG

Tipikal layout rumah Jepang terdiri dari tiga bagian yang berbeda: area yang ditinggikan

letaknya di atas tanah dan ditutup dengan tatami, termasuk semua ruangan; bagian yang

ditinggikan dan menggunakan lantai dari papan kayu, termasuk koridor, veranda, dan

dapur; dan sebagian kecil bagian yang rendah dan hampir sama ketinggiannya dengan

permukaan tanah, termasuk kamar mandi, bagian dari dapur, dan entrance hall. (Boger,

1964:152) Ukuran dari ruangan atau beberapa bagian lain dari rumah yang

menggunakan tatami, demikian juga bagian yang menggunakan lantai papan kayu atau

lantai yang ketinggiannya sama dengan permukaan tanah, adalah didasarkan pada

ukuran tatami sebagai unit ukuran.

TEORI-TEORI PROPORSIUKURAN TATAMI DI JEPANG

1. Kyoma (1.970 mm x 909 mm) yang

telah digunakan di Kyoto

2. Inakama (1.880 mm x 909 mm)

sebagian besar terdapat di wilayah

Kanto (sekarang Tokyo)

3. Edo-tatami (1.757 mm x 879 mm)

berhubungan dengan Edo, kota yang

pernah menjadi pusat

pemerintahan. Untuk Edo-

ma, tatami dibuat untuk masing-masing

ruang yang khusus dan sangat

ramping dalam dimensinya, tetapi

masing-masing ukuran kira-kira sekitar

6 ft dengan 3 ft. (Harada, 1985:48)

TEORI-TEORI PROPORSIGLOSARIUM PRINSIP PROPORSI JEPANG

bay (trave) = jarak antara dua kolom

bu = unit ukuran tradisional sama dengan 10 rin, atau kurang lebih 3.03 mm.

buke hinagata = pedoman untuk arsitektur rumah tinggal bagi para samurai

daito = satu blok bantalan yang besar diatas kolom

gijutsusho = buku yang berisi mengenai teknik-teknik

gojo no to = pagoda lima lantai

hashira = kolom

hidensho = tulisan berisi rahasia turun-temurun dari tukang bangunan/kayu

hiendaruki = usuk yang menopang di atasnya

hinagata-bon = buku yang berisi mengenai pola-pola

hisashi = ruang yang tercipta membentuk semacam gang dalam bangunan

Inakama = ukuran tatami yang terdapat di wilayah Kanto (sekarang Tokyo) (1.880 mm x 909 mm)

Edo-tatami = ukuran tatami (1.757 mm x 879 mm)

isshi-ochi = jumlah usuk dari atap lantai satu ke atap lantai di atasnya berkurang

jidaruki = usuk pada bagian dasar

jo = unit ukuran tradisional sama dengan 10 shaku, atau kurang lebih 3.03 cm.

kairo = koridor beratap

kamoi = balok pada bagian atas yang berfungsi sebagai rel dari pintu sorong

kane-jaku atau sashi-gane = penggaris berbentuk L dari bahan baja yang digunakan oleh tukang kayu/bangunan di Jepang

ken = unit ukuran tradisional sama dengan 6 shaku, atau kurang lebih 1.82 m.

kiku = teknik desain untuk bagian atap dan penempatan dari usuk

kiwari = sistim proporsi (ki berarti kayu, wari berarti membelah)

TEORI-TEORI PROPORSIGLOSARIUM PRINSIP PROPORSI JEPANG

kiwari = satu sistim dari proporsi dasar mengenai modul desain.

kiwarijutsu = tatanan proporsi

kiwarisho = buku tentang sistem proporsi

koma-jaku = unit standard ukuran berasal dari kerajaan Koguryo di Korea, kurang lebih sama dengan 35 cm

kondo = bangunan utama dalam sebuah kuil Budha, dan tempat patung Budha dan lukisan-lukisan ditempatkan.

kumimono (bracket complexes) =

Kyoma = ukuran tatami yang digunakan di Kyoto (1.970 mm x 909 mm)

makito = tiga blok bantalan di atas kolom (bearing block)

men = jumlah dari hisashi

mon = gerbang

moya = adalah core dari bangunan

munekado = sebuah gable-roof pada pintu gerbang yang digunakan oleh para aristokrat dan para bhiksu

Nagare-zukuri = salah satu style bangunan dari kuil Shinto

nageshi = balok yang rendah (di bagian bawah)

ranma = ornamen yang berukir terbuka dan sebagai ventilasi

rin = unit ukuran tradisional kurang lebih 0.303 cm atau 1/10 bu.

roku-shi-gake = sistim “6 dalam 1” posisi penempatan jarak dari usuk di atasnya

sanju no to = pagoda tiga lantai

TEORI-TEORI PROPORSIGLOSARIUM PRINSIP PROPORSI JEPANG

shaku = unit ukuran tradisional sama dengan 10 sun, atau kurang lebih 30.3 cm

shi = usuk

shiki = balok bagian bawah yang berfungsi sebagai rel dari pintu sorong

shomei = merupakan koleksi rahasia dari tukang bangunan/kayu

shuden plan = terdapat di bagian akhir dari buku tersebut

staggered shelves = rak dengan perbedaan ketinggian

sun = unit ukuran tradisional sama dengan 10 bu, atau kurang lebih 3.03 cm.

tatami = penutup lantai yang terbuat dari jerami

tenjo mawaribuchi = papan yang letaknya bersandar pada langit-langit

tenjo nageshi = balok langit-langit

to = pagoda

tokonoma (decorative alcove) = ceruk di dalam ruangan utama untuk meletakkan gambar atau ornamen lain

tsubo = unit ukuran tradisional sama dengan area dua tatami yang diletakkan sejajar, atau kurang lebih 3.305 m2.

uchinori nageshi = balok. Kemudian dinding bagian atas yang pendek dengan atau tanpa

TEORI-TEORI PROPORSIGLOSARIUM PRINSIP PROPORSI JEPANG

UNIT UKURAN TRADISIONAL JEPANG

1 rin = 0.303 mm10 rin = 1 bu = 3.03 mm

10 bu = 1 sun = 3.03 cm

10 sun = 1 shaku = 30.3 cm

6 shaku = 1 ken = 1.82 m

10 shaku = 1 jo = 3.03 m

1 tsubo = 3.305 m2

- shaku pada periode Nara (T‟ang) = .97- .98, shaku saat ini = 115/8 -113/4 inch atau 29.39 - 29.70 cm.

- komajaku (shaku Korea digunakan pada awal periode Nara) sama dengan 1.164 - 1.176, shakusaat ini atau 1 foot 23/8 inch -

1 foot 21/8 inch atau 35.27 - 35.64 cm.

- Kamakura shaku = 1.0004 shaku saat ini, 1 foot 1/16 inch atau 30.42 cm.

TERIMA KASIH