Pengaruh Tindakan Penagihan Pajak Aktif
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
0 -
download
0
Transcript of Pengaruh Tindakan Penagihan Pajak Aktif
LAPORAN PENELITIAN
Pengaruh Tindakan Penagihan Pajak Aktif
dengan Surat Teguran, Surat Paksa dan Surat
Perintah Melaksanakan Penyitaan terhadap
Pencairan Tunggakan Pajak di Kanwil DJP
Jakarta Khusus
Disusun Oleh:
Ketua Tim : Wiwik Pratiwi, SE, M.M, M.Akt, Ak, CA, ACPA
307047101
Anggota : Arief Febrianto
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI Y.A.I
2017
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI Y.A.I
PERPUSTAKAAN Jl. Salemba Raya No. 7 – 9A, Jakarta Pusat, Tlp. ( 021 ) 3149205
Email Perpustakaan : [email protected]
SURAT KETERANGAN
No.: 27 /Perpus-STIE Y.A.I/Dos/VIII/2018
Yang bertanda tangan di bawah ini Kepala Perpustakaan STIE Y.A.I menerangkan bahwa pada
tanggal 20 Agustus 2018 telah menerima laporan hasil penelitian dosen tetap STIE Y.A.I yang
berjudul “PENGARUH TINDAKAN PENAGIHAN PAJAK AKTIF DENGAN SURAT TEGURAN, SURAT
PAKSA DAN SURAT PERINTAH MELAKSANAKAN PENYITAAN TERHADAP PENCAIRAN TUNGGAKAN
PAJAK DI KANWIL DJP JAKARTA KHUSUS,” dengan peneliti :
Ketua : Wiwik Pratiwi, S.E. M.M., M.Akt., Ak., CA, ACPA
Anggota : Arif Febriyanto (NIM 2017131010)
Selanjutnya laporan penelitian tersebut didokumentasikan di perpustakaan dan dapat diakses
secara onlne melalui website Perpustakaan STIE Y.A.I (https://lib-stie.yai.ac.id/index.php).
Demikian surat keterangan ini dibuat untuk digunakan sebagaimana mestinya.
Jakarta, 20 Agustus 2018
Kepala Perpustakaan,
Deby Husdafianti, S.S.
11
PENGARUH TINDAKAN PENAGIHAN PAJAK AKTIF DENGAN SURAT
TEGURAN, SURAT PAKSA DAN SURAT PERINTAH MELAKSANAKAN
PENYITAAN TERHADAP PENCAIRAN TUNGGAKAN PAJAK DI KANWIL DJP
JAKARTA KHUSUS
ABSTRAK
Dalam penelitian ini, penulis meneliti pengaruh tindakan penagihan pajak
aktif dengan Surat Teguran, Surat Paksa dan Surat Perintah Melaksanakan
Penyitaan terhadap pencairan tunggakan pajak di Kanwil DJP Jakarta Khusus.
Dalam penelitian ini yang menjadi variabel independennya adalah Surat Teguran
(X1), Surat Paksa (X2) dan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (X3), variable
dependennya adalah pencairan tunggakan pajak (Y).Dalam penelitian ini
menggunakan 240 sampel periode 2012-2016. Pengambilan sampel dilakukan
dengan cara purposive sampling dan metode statistik yang digunakan untuk
menguji hipotesis menggunakan uji regresi berganda. Untuk analisis data
digunakan SPSS (Statistic Production Solution Service) versi 24.0 for Windows.
Hasil menunjukan bahwa jumlah surat - surat yang diterbitkan oleh Kanwil
DJP Jakarta Khusus sebagai pelaksana tindakan penagihan aktif tidak
berpengaruh terhadap pencairan tunggakan pajak. Tindakan penagihan aktif
dengan Surat Teguran, Surat Paksa, dan Surat Perintah Melaksanakan
Penyitaan tidak menentukan tinggi rendahnya pencairan tunggakan pajak.
Kata Kunci : Penagihan pajak, surat teguran, surat paksa, surat perintah
melaksanakan penyitaan dan pencairan tunggakan pajak
22
ABSTRACT
In this research, the author has a relationship with Warning Letters,
Forced Mail and Order Letter Implement Adjustment to the disbursement of
arrears in the Regional Office of DGT Jakarta. In this research, the independent
variables are Warning Letter (X1), Forced Letter (X2) and Seizure Letter and
Liquefaction Tax Arrears (X3), the dependent variable is the disbursement of tax
arrears (Y). In this reasearch using 240 sample period 2012-2016. Sampling is
done by purposive sampling and the method used to test the hypothesis using
multiple regression test. For data analysis using SPSS (Statistical Production
Solution Service) version 24.0 for Windows.
The results show the number of letters issued by the Regional Office of
DGT Jakarta as the executor of the inactive action against the disbursement of
tax arrears. Active billing action with Warning Letters, Forced Letters, Seizure
Letter and Liquefaction Tax Arrears does not determine the high disbursement of
tax arrears.
Keywords : Warning Letter, Forced Letter, Seizure Letter and Liquefaction
Tax Arrears.
33
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang
berkembang di dunia. Sehingga isu mengenai pembangunan nasional
merupakan fokus utama dari sebuah negara yang sedang
berkembang. Melakukan pembangunan nasional di negar-negara
berkembang pasti memerlukan biaya yang tidak sedikit. Oleh karena
itu, pemerintah melakukan pendanaan untuk memenuhi kebutuhan
pembiayaan pembangunan nasional (Waluyo : 2008).
Pembangunan nasional yang dilaksanakan secara
berkesinambungan dan berkelanjutan serta merata di seluruh tanah
air memerlukan memerlukan biaya besar yang harus digali terutama
dari sumber kemampuan sendiri, dalam kemandirian, pemerintah
berupaya meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak melalui
intensifikasi dan ekstensifikasi pemungutan pajak (Nana Andrian Erwis
: 2012).
Pajak berperan penting dalam pembiayaan pembangunan
suatu negara, karena pajak merupakan salah satu sumber
44
penerimaan negara dari dalam negeri yang paling utama. Selain itu
pajak juga berperan dalam peningkatan kemakmuran dan
kesejahteraan masyarakat. Hal ini diharapkan dapat mengurangi
ketergantungan terhadap sumber dana yang berasal dari pinjaman
luar negeri. Telah begitu banyak fakta berbicara dan bukti
menunjukkan kebergantungan (dependencia) kepada bantuan pihak
luar negeri justru semakin menjauhkan suatu negara dari kemandirian
(Ririn Handayani : 2005).
Salah satu indikasi keberhasilan pemungutan pajak pada suatu
negara adalah adanya kepatuhan masyarakat (Wajib Pajak) untuk
membayar pajak terutang yang menjadi kewajibannya tepat pada
waktunya. Tidak bisa dipungkiri bahwa banyak Wajib Pajak yang tidak
patuh dalam membayar pajak yang diakibatkan permasalahan yang
kerap muncul yakni permasalahan internal (Direktorat Jenderal Pajak),
permasalahan sistem perpajakan dan masalah eksternal (Wajib Pajak)
(Raja Malem Tarigan : 2005).
Sebagai tulang punggung pembangunan, pajak menyimpan
masalah krusial yang harus segera dibenahi. Meski menyokong 80%
dana pembangunan dalam APBN, faktanya dalam delapan tahun
terakhir (tahun 2009-2016) penerimaan pajak tak pernah mencapai
target. Bahkan rasio pajak kita tertinggal jauh. Jika rasio pajak
menurut Bank Dunia saat ini rata-rata sekitar 14,8%, maka Indonesia
masih bertengger di kisaran 11% (Direktorat Jenderal Pajak : 2016).
55
Rasio pajak sendiri merupakan perbandingan antara jumlah
penerimaan pajak dibandingkan dengan Produk Domestik Bruto
(PDB) suatu negara. Rendahnya rasio pajak menjadi salah satu
parameter bahwa kepatuhan pelaporan dan pembayaran pajak di
Indonesia masih rendah. Tahun 2016 dari 258 juta penduduk hanya
27,6 juta masyarakat Indonesia yang terdaftar sebagai Wajib Pajak
namun hanya 10,25 juta yang melakukan kewajiban pajaknya
(Direktorat Jenderal Pajak : 2016)
Sistem pemungutan pajak di dunia ada 3 jenis, self
assessment, official assessment, dan withholding tax. Indonesia
menganut sistem self assessment berdasarkan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun
2009 (UU KUP) khususnya ayat 1 dan 2. Berdasarkan ketentuan
tersebut, maka Wajib Pajak wajib untuk melakukan kegiatan
menghitung, membayar dan melaporkan melalui surat pemberitahuan
(Waluyo : 2011).
Kepercayaan yang telah diberikan oleh pemerintah terhadap
Wajib Pajak dalam self assessment system ini seharusnya dapat
berjalan sesuai rencana. Wajib Pajak mampu melaksanakan
kewajiban perpajakannya secara baik tanpa adanya kelalaian,
kesengajaan, maupun ketidaktahuan atas kewajibannya tersebut.Akan
66
tetapi, kondisi ideal ini tidak selalu terjadi, mengingat Wajib Pajak
sangat sering berupaya untuk menghindari beban pajak yang
dikenakan kepadanya. Keadaan ini sangat memerlukan ketegasan
fiskus terhadap Wajib Pajak dengan menerapkan ketentuan hukum
(law enforcement) sesuai dengan ketentuan undang-undang
perpajakan yang berlaku. Tujuan dari penerapan law enforcement
adalah agar Wajib Pajak memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai
dengan ketentuan yang ditentukan dalam undang-undang perpajakan
Indonesia (Siahaan, 2004:1).
Negara Indonesia memberikan tanggung jawab kepada
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk bertindak sebagai law
enforcement agent. Hal tersebut dilakukan Direktorat Jenderal Pajak
untuk mengoptimalisasi penerimaan pajak yang masih terhalangi oleh
beberapa kendala, law enforcement (penegakan hukum) dalam
perpajakan harus dilaksanakan secara konsisten. Produk hukum
berupa peraturan perpajakan yang lebih baik diharapkan dapat
memberikan penekanan yang lebih pada keseimbangan antara
kepentingan masyarakat, Wajib Pajak dan kepentingan negara (Rusjdi
: 2007).
Apabila masyarakat mengerti tentang manfaat dan fungsi dari
pajak maka tentu masyarakat sadar akan pajak (tax counciouness)
dan tidak akan lagi dijumpai Wajib Pajak yang tidak melaksanakan
kewajiban perpajakannya. Akan tetapi dalam kenyataannya, terdapat
77
cukup banyak Wajib Pajak yang dengan sengaja melakukan
kecurangan-kecurangan dan melalaikan kewajibannya dalam
melaksanakan pembayaran pajak yang telah ditetapkan sehingga
menyebabkan timbulnya tunggakan pajak (Sartika Z. : 2015).
Perkembangan keadaan yang terjadi di masyarakat dan
didukung adanya reformasi, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun
2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (UU PPSP),
tetapi kenyataannya utang pajak yang belum dilunasi oleh Wajib Pajak
masih menjadi hambatan yang besar. Penyebab timbulnya tunggakan
pajak antara lain disebabkan pengetahuan tentang peraturan hukum,
pengetahuan tentang isi peraturan-peraturan hukum, sikap terhadap
peraturan hukum, dan pola-pola perilakuan hukum. Direktorat
Jenderal Pajak Kementerian Keuangan melakukan berbagai langkah
untuk menagih tunggakan tersebut, diantaranya dengan melakukan
tindakan penagihan aktif yang terdiri dari serangkaian tindakan yang
dilaksanakan oleh aparatur perpajakan dalam rangka mencairkan
tunggakan pajak yang terjadi (Gunadi : 2004).
Tindakan penagihan aktif ini dimulai dengan penerbitan Surat
Teguran yang berfungsi untuk memperingatkan wajib pajak agar
segera melunasi utang pajaknya yang telah lewat jatuh tempo. Apabila
pernyataan ini tidak juga diindahkan oleh Wajib Pajak, pajak yang
terutang ditagih dengan Surat Paksa dan dapat dilanjutkan dengan
88
tindakan penyitaan barang-barang untuk Wajib Pajak atau
Penanggung Pajak. Hal ini dimaksudkan sebagai wujud pengenaan
sanksi secara tegas kepada Penanggung Pajak yang dari tahun ke
tahun selalu meningkat baik jumlah nominal tunggakan maupun
jumlah Wajib Pajak. Tunggakan pajak yang sulit tertagih tersebut
seharusnya ditindaklanjuti dengan dilaksanakannya tindakan
penagihan pajak yang mempunyai kekuatan hukum bersifat memaksa.
Tindakan penagihan pajak aktif merupakan solusi terakhir dalam
pemegang peranan penting di bidang perpajakan (Devika Korua :
2015).
Penelitian yang dilakukan oleh Yohanes Diaken Nainggolan
(2015) menemukan bahwa tindakan penagihan aktif dengan
penerbitan Surat Teguran tidak berpengaruh signifikan, sedangkan
dengan Surat Paksaberpengaruh signifikan terhadap pencairan
tunggakan pajak di KPP Madya Pekanbaru. Berbeda dengan hal itu,
Devika Korua (2015) dalam penelitiannya di KPP Pratama Manado
dan Hasbi Rifqiansyah (2014) dalam penelitiannya di KPP Pratama
Malang Utara, menemukan bahwa penagihan aktif dengan Surat
Teguran dan Surat Paksa tidak berpengaruh signifikan, sedangkan
dengan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan berpengaruh
signifikan terhadap pencairan tunggakan pajak.
Melihat kondisi tersebut dan adanya research gap dari
penelitian terdahulu, inilah yang mendasari ketertarikan peneliti untuk
99
mengangkat kedalam penelitian yang berjudul: “Pengaruh Penagihan
Pajak Melalui Surat Teguran, Surat Paksa dan Surat Perintah
Melaksanakan Penyitaan Terhadap Pencairan Tunggakan Pajak di
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus”.
B. Identifikasi Masalah
Untuk memudahkan penulis dalam menentukan permasalahan
yang akan dibahas, maka penulis memberi identifikasi masalah untuk
dirumuskan. Identifikasi masalah yang dimaksud adalah:
1. Pembangunan nasional yang dilaksanakan secara
berkesinambungan dan berkelanjutan serta merata di seluruh tanah
air memerlukan memerlukan biaya besar yang harus digali
terutama dari sumber kemampuan sendiri, dalam kemandirian,
pemerintah berupaya meningkatkan penerimaan negara dari sektor
pajak (Nana Andrian Erwis : 2012).
2. Meskipun menyokong 80% dana pembangunan dalam APBN,
faktanya dalam delapan tahun terakhir (tahun 2009-2016)
penerimaan pajak tak pernah mencapai target (Direktorat Jenderal
Pajak : 2016).
3. Rasio pajaksaat ini rata-rata sekitar 14,8%, sedangkan Indonesia
masih bertengger di kisaran 11% (Bank Dunia 2016).
4. Pada tahun 2016 dari 258 juta penduduk hanya 27,6 juta
masyarakat Indonesia yang terdaftar sebagai Wajib Pajak namun
1100
hanya 10,25 juta yang melakukan kewajiban pajaknya (Direktorat
Jenderal Pajak : 2016).
5. Salah satu indikasi keberhasilan pemungutan pajak pada suatu
negara adalah adanya kepatuhan masyarakat (Wajib Pajak) untuk
membayar pajak terutang yang menjadi kewajibannya tepat pada
waktunya (Raja Malem Tarigan : 2005).
6. Indonesia menganut sistem self assessment berdasarkan UU KUP
khususnya ayat 1 dan 2. Berdasarkan ketentuan tersebut, maka
Wajib Pajak wajib untuk melakukan kegiatan menghitung,
membayar dan melaporkan melalui surat pemberitahuan (Waluyo :
2011).
7. Wajib Pajak sangat sering berupaya untuk menghindari beban
pajak yang dikenakan kepadanya. Keadaan ini sangat memerlukan
ketegasan fiskus terhadap Wajib Pajak dengan menerapkan
ketentuan hukum (law enforcement) sesuai dengan ketentuan
undang-undang perpajakan yang berlaku. Tujuan dari penerapan
law enforcement adalah agar Wajib Pajak memenuhi kewajiban
perpajakannya sesuai dengan ketentuan yang ditentukan dalam
undang-undang perpajakan Indonesia (Siahaan, 2004:1).
8. Negara Indonesia memberikan tanggung jawab kepada Direktorat
Jenderal Pajak (DJP) untuk bertindak sebagai law enforcement
agent. Hal tersebut dilakukan Direktorat Jenderal Pajak untuk
1111
mengoptimalisasi penerimaan pajak yang masih terhalangi oleh
beberapa kendala (Rusjdi : 2007).
9. Apabila masyarakat mengerti tentang manfaat dan fungsi dari pajak
maka tentu masyarakat sadar akan pajak (tax counciouness) dan
tidak akan lagi dijumpai Wajib Pajak yang tidak melaksanakan
kewajiban perpajakannya (Gunadi : 2004).
10. Penyebab timbulnya tunggakan pajak antara lain disebabkan
pengetahuan tentang peraturan hukum, pengetahuan tentang isi
peraturan-peraturan hukum, sikap terhadap peraturan hukum, dan
pola-pola perilakuan hukum (Gunadi : 2004).
11. Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan melakukan
berbagai langkah untuk menagih tunggakan tersebut, diantaranya
dengan melakukan tindakan penagihan aktif yang terdiri dari
serangkaian tindakan yang dilaksanakan oleh aparatur perpajakan
dalam rangka mencairkan tunggakan pajak yang terjadi (Gunadi :
2004).
C. Batasan Masalah
Untuk memudahkan penulis dalam menentukan permasalahan
yang akan dibahas, maka penulis memberi batasan masalah untuk
dirumuskan. Batasan masalah yang dimaksud hanya berfokus dalam
hal:
1. Surat Teguran (variabel X1) adalah surat peringatan atau surat lain
yang sejenis yang diterbitkan oleh Pejabat untuk menegur atau
1122
memperingatkan kepada Wajib Pajak untuk melunasi utang
pajaknya yang diterbitkan Kanwil DJP Jakarta Khusustahun 2012-
2016.
2. Surat Paksa (variabel X2) adalahsuratperintahmembayarutang
pajak danbiaya penagihanyang diterbitkan Kanwil DJP Jakarta
Khusus tahun 2012-2016.
3. Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (variabel X3) adalah surat
perintah terhadap juru sita pajak untuk menguasai barang dengan
penanggung pajak, guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang
pajak menurut peraturan perundang-undangan yang dilaksanakan
Kanwil DJP Jakarta Khusus tahun 2012-2016.
4. Pencairan Tunggakan Pajak (variabel Y) adalah seluruh
pembayaran dan pengurangan atas piutang yang terbit sebelum
tahun berjalan di Kanwil DJP Jakarta Khusus tahun 2012-2016.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka peneliti
merumuskan masalah, yaitu:
1. Apakah Surat Teguran berpengaruh terhadap pencairan tunggakan
pajak di Kanwil DJP Jakarta Khusus?
2. Apakah Surat Paksa berpengaruh terhadap pencairan tunggakan
pajak di Kanwil DJP Jakarta Khusus?
1133
3. Apakah Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan berpengaruh
terhadap pencairan tunggakan pajak di Kanwil DJP Jakarta
Khusus?
4. Apakah penerbitan dan penyampaian Surat Teguran, Surat Paksa
danSurat Perintah MelaksanakanPenyitaan secara bersama-sama
berpengaruh terhadap pencairan tunggakan pajak di Kanwil DJP
Jakarta Khusus?
E. TujuanPenelitian
Tujuan dari penelitianini adalah :
1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Surat Teguran
terhadap pencairan tunggakan pajak di Kanwil DJP Jakarta
Khusus.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Surat Paksa
terhadap pencairan tunggakan pajak di Kanwil DJP Jakarta
Khusus.
3. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Surat Perintah
Melaksanakan Penyitaan terhadap pencairan tunggakan pajak di
Kanwil DJP Jakarta Khusus.
4. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Surat Paksa, Surat
Teguran dan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan secara
bersama-sama terhadap pencairan tunggakan pajak di Kanwil DJP
Jakarta Khusus.
1144
F. ManfaatPenelitian
1. Manfaat Teori :
a. Sebagai informasi tambahan yang dapat digunakan untuk
memperluas pengetahuan dan bahan pertimbangan atas
penelitian yang akan dilakukan selanjutnya.
b. Sebagai bahan perbandingan antara teori yang penulis pelajari
dengan hasil analisis yang diperoleh, sehingga dapat menambah
wawasan dan pengetahuan penulis.
c. Hasil akhir penulisan ini hendaknya dapat digunakan bagi pihak
akademisi untuk melakukan replikasi penelitian sehingga
penelitian yang sudah ada dapat berkembang lagi dengan
adanya penambahan variabel dan sampel penelitian, sehingga
ilmu pengetahuan semakin berkembang.
2. Manfaat Praktis :
a. Menjadi referensi bagi Direktorat Jenderal Pajak dalam
pengawasan Wajib Pajak agar penerimaan pajak dapat tercapai
secara maksimal.
b. Menjadi bahan pertimbangan bagi Direktorat Jenderal Pajak
untuk senantiasa memberikan edukasi kepada masyarakat
sehingga dapat meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak
1155
BAB II
KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
A. Landasan Teori
1. Konsep Dasar Perpajakan
a. Pengertian pajak
Pada dasarnya pajak merupakan salah satu perwujudan
dan kewajiban kenegaraan yang merupakan sarana peran serta
masyarakat dalam pembiayaan negara dan pembangunan
nasional. Dalam hal ini pajak yang dipungut oleh negara
digunakan untuk menjalankan roda pemerintahan demi
menjamin kelangsungan hidup serta meningkatkan mutu
kehidupan bangsa Indonesia yang tercantum dalam pembukaan
Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang bertujuan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa dan turut serta dalam melaksanakan ketertiban dunia
(Irvan Maulana : 2014).
Oleh karena itu sangat penting disimak beberapa
pengertian pajak yang dikemukakan oleh para ahli dalam bidang
perpajakan yang memberikan pengertian yang berbeda namun
pada inti dan tujuannya sama. MenurutUU KUPPasal 1 ayat (1)
menjelaskan bahwa :
1166
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang
terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara
bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Pengertian pajak menurut P.J.A. Adriani adalah sebagai
berikut: “Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat
dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya
menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi
kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya
adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum
berhubungan dengan tugas negara yang menyelenggarakan
pemerintahan” (Waluoyo : 2011).
Sedangkan Rochmat Soemitro memberikan definisi pajak
sebagai berikut :
“Pajak adalah iuran kepada kas negara berdasarkan
undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak
mendapat jasa timbal (kontra prestasi), yang langsung dapat
ditunjuk dan digunakan untuk membayar pengeluaran-
pengeluaran umum.” (Wirawan B. Ilyas dan Rudy Suhartono :
2007).
M.J.H Smeeths (1951) menyatakan bahwa pajak adalah
prestasi pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum,
1177
dan yang dapat dipaksakan, tanpa adanya kontra prestasi yang
dapat ditunjukkan dalam hal individual, maksudnya adalah
membiayai pengeluaran pemerintah (Bohari, 2012:23).
Djajaningrat (1990) menyatakan bahwa pajak adalah suatu
kewajiban menyerahkan sebagian dari pada kekayaan kepada
negara disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan hukuman,
tetapi sesuai menurut peraturan-peraturan yang telah ditetapkan
oleh pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa
balik dari negara secara langsung dan digunakan untuk
memelihara kesejahteraan umum (Muljono, 2010:1).
Dari pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa
pajak memiliki unsur-unsur:
1) Iuran dari rakyat kepada negara, yang berhak memungut
pajak hanyalah negara. Iuran tersebut berupa uang bukan
barang.
2) Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-
undang serta aturan pelaksanaanya.
3) Tidak ada timbal jasa (kontraprestasi) secara langsung.
4) Dapat dipaksakan.
5) Hasilnya untuk membiayai pembangunan.
b. Fungsi Pajak
Menurut Mardiasmo (2011:1) ada dua fungsi pajak yaitu
fungsi penerimaan dan fungsi mengatur. Berdasarkan fungsi
1188
penerimaan (budgetair), pajak sebagai sumber dana bagi
pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya.
Sedangkan fungsi mengatur (reguleren), pajak sebagai alat
untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah
dalam bidang sosial dan ekonomi.Contoh:
1) Pajak yang tinggi dikenakan terhadap minuman keras untuk
mengurangi konsumsi minuman keras.
2) Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah
untuk mengurangi gaya hidup konsumtif.
3) Tarif pajak untuk ekspor sebesar 0% untuk mendorong ekspor
produk Indonesia di pasaran dunia.
c. Syarat Pemungutan Pajak
Mardiasmo (2011:2) menyatakan bahwa agar
pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau
perlawanan, maka pemungutan pajak harus memenuhi syarat
sebagai berikut.
1) Pemungutan pajak harus adil (syarat keadilan)
Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan,
undang-undang dan pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil
dalam perundang-undangan diantaranya mengenai pajak
secara umum dan merata, serta disesuaikan dengan
kemampuan masing-masing. Sedang adil dalam
pelaksanaannya yakni dengan memberikan hak bagi Wajib
1199
Pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam
pembayaran dan mengajukan banding kepada majelis
pertimbangan pajak.
2) Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (syarat
yudiris)
Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD Tahun 1945
pasal 23 ayat 2. Hal ini memberikan jaminan hukum untuk
menyatakan keadilan, baik bagi negara maupun warganya.
3) Tidak mengganggu perekonomian (syarat ekonomis)
Pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaran
kegiatan produksi maupun perdagangan, sehingga tidak
menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat.
4) Pemungutan pajak harus efisien (syarat finansil)
Sesuai fungsi budgetair biaya pemungutan pajak harus
dapat ditekan sehingga lebih rendah dari hasil
pemungutannya.
5) Sistem pemungutan pajak harus sederhana
Sistem pemungutan yang sederhana akan memudahkan dan
mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban
perpajakannya. Syarat ini telah dipenuhi oleh undang-undang
perpajakan yang baru. Contoh:
a) Bea materai disederhanakan dari 167 macam tarif menjadi
2 macam tarif.
2200
b) Tarif PPN yang beragam disederhanakan menjadi satu tarif,
yaitu 10%
c) Pajak perseroan untuk badan dan pajak pendapatan untuk
perseorangan disederhanakan menjadi pajak penghasilan
(PPh) yang berlaku bagi Badan maupun perseorangan
(orang pribadi).
d. Jenis-Jenis Pajak
Agus dan Trisnawati (2013:7) menggolongkan pajak
menjadi 3 macam, yaitu menurut golongannya, sifatnya dan
lembaga pemungutnya.
1) Menurut golongannya
a) Pajak langsung adalah pajak yang bebannya tidak dapat
dilimpahkan oleh pihak lain dan menjadi beban langsung
wajib pajak yang bersangkutan. Contoh: pajak penghasilan
(PPh)
b) Pajak tidak langsung adalah pajak yang pembebanannya
dapat dilimpahkan kepada pihak lain. Contoh: pajak
pertambahan nilai (PPN), dan pajak penjualan atas barang
mewah (PPnBM).
2) Menurut sifatnya
a) Pajak subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau
berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan
keadaan diri wajib pajak. Contoh: pajak penghasilan.
2211
b) Pajak objektif adalah pajak yang berpangkal atau
berdasarkan pada objeknya, tanpa memperhatikan
keadaan dari wajib pajak. Contoh: pajak pertambahan nilai
(PPN), pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM),
pajak bumi dan pajak bangunan (PBB), dan bea materai
(BM).
3) Menurut lembaga pemungutnya
a) Pajak pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah
dan digunakan untuk membiayai rumah tangga pemerintah
pusat. Contoh: pajak penghasilan (PPh), pajak
pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang
mewah (PPnBM), pajak bumi dan bangunan (PBB), dan
bea materai (BM).
b) Pajak daerah yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah
daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga
pemerintah daerah. Contoh: pajak hiburan, pajak hotel dan
restoran, dan pajak kendaraan bermotor.
e. Tarif Pajak
Ada 4 macam tarif yang dikemukakan Mardiasmo
(2011:9) sebagai berikut.
1) Tarif sebanding/proporsional, yaitu tarif berupa persentase
yang tetap, terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak
sehingga besarnya pajak yang terutang proporsional terhadap
2222
besarnya nilai yang dikenai pajak. Contoh: untuk penyerahan
barang kena pajak di dalam daerah pabean akan dikenakan
pajak pertambahan nilai sebesar 10%.
2) Tarif tetap, yaitu tarif berupa jumlah (sama) terhadap
berapapun jumlah yang dikenai pajak yang terutang tetap.
Contoh: besarnya tarif bea materai untuk cek dan bilyet giro
dengan nilai nominal berapapun adalah Rp 3.000,00.
3) Tarif progresif, yaitu persentase tarif yang digunakan semakin
besar bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar. Contoh:
pasal 17 Undang-Undang Pajak Penghasilan untuk Wajib
Pajak orang pribadi dalam negeri.
4) Tarif degresif, yaitu persentase tarif yang digunakan semakin
kecil bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar.
f. Asas Pemungutan Pajak
Untuk mencapai tujuan pemungutan pajak perlu
memegang teguh asas pemungutan dalam memilih alternatif
pemungutannya, maka terdapat keserasian pemungut pajak
dengan tujuan dan asas yang masih diperlukan lagi yaitu
pemahaman atas perlakuan pajak tertentu. Menurut Waluyo
(2010:13) asas-asas pemungutan pajak antara lain.
1) Equality
Pemungutan harus bersifat adil dan merata, yaitu pajak
dikenakan kepada orang pribadi yang harus sebanding
2233
dengan kemampuan membayar pajak atau ability to pay dan
sesuai dengan manfaat yang diterima.
2) Certainty
Penetapan pajak itu tidak ditentukan sewenang-
wenang. Oleh karena itu, wajib pajak harus mengetahui
secara jelas dan pasti besarnya pajak yang terutang, kapan
harus dibayar, serta batas waktu pembayaran.
3) Economy
Secara ekonomi bahwa biaya pemungutan dan biaya
pemenuhan kewajiban pajak bagi wajib pajak diharapkan
seminimum mungkin, demikian pula beban yang dipikul wajib
pajak.
g. Hambatan Pemungutan Pajak
Menurut Mardiasmo (2011:8) hambatan terhadap pajak
dapat dikelompok kan menjadi:
1) Perlawanan pasif
Masyarakat enggan (pasif) membayar pajak, yang
dapat disebabkan antara lain:
a) Perkembangan intelektual dan moral masyarakat.
b) Sistem perpajakan yang (mungkin) sulit dipahami
masyarakat.
c) Sistem kontrol tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan
dengan baik.
2244
2) Perlawanan aktif
Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan
yang secara langsung ditujukan kepada fiskus dengan tujuan
untuk menghindari pajak. Bentuknya antara lain:
a) Tax avoidance, usaha meringankan beban pajak dengan
tidak melanggar undang-undang.
b) Tax evasion, usaha meringankan beban pajak dengan cara
melanggar undang-undang (menggelapkan pajak).
2. Utang Pajak
a. Kewajiban Pajak
Pasal 1 UU KUP memberikan definisi Wajib Pajak sebagai
berikut:
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang
menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk
pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu.
Dalam hukum pajak, terdapat dua jenis kewajiban pajak
yang menjadi dasar mengapa setiap orang harus membayar
pajak yang terutang. Kedua kewajiban tersebut adalah kewajiban
pajak subjektif dan kewajiban pajak objektif. Pada dasarnya
setiap orang yang tinggal dan atau memiliki hubungan ekonomis
dengan Indonesia akan memiliki kewajiban pajak dengan
Indonesia. Hal ini disebut sebagai kewajiban pajak subjektif.
2255
Semua orang yang berdomisili di luar negeri hanya dapat
dijadikan subjek pajak jika mempunyai hubungan ekonomi
dengan Indonesia. Sedangkan kewajiban objektif, yaitu
kewajiban pajak yang ada hubungannya dengan objek pajak.
Seseorang yang telah memenuhi ketentuan undang-undang
tentang objek pajak, misalnya memperoleh penghasilan yang
dikenakan pajak, membeli barang kena pajak, memiliki rumah,
akan dikenakan pajak sesuai dengan undang-undang yang
menjadi dasar hukum pemungutan suatu jenis pajak. Seseorang
yang memperoleh penghasilan di Indonesia akan dikenakan
PPh, seseorang yang memiliki rumah akan dikenakan PBB,
seseorang yang makan di restoran akan dikenakan pajak
restoran, dan sebagainya. Mereka semua dikenakan pajak tidak
hanya karena mereka orang Indonesia dan berada di Indonesia,
tetapi terlebih karena mereka memenuhi syarat tentang
kewajiban pajak objektif, sesuai dengan yang ditentukan oleh
undang-undang pajak yang bersangkuatan (Siahan, 2007:117).
b. Utang Pajak
Utang pajak adalah pajak yang masih harus dibayar,
termasuk sanksi administratif berupa bunga, denda, atau
kenaikan tarif yang tercantum dalam surat ketetapan pajak atau
surat sejenisnya berdasarkan peraturan perundang-undangan
perpajakan. Ketentuan tentang hal ini dapat dilihat dalam pasal 1
2266
angka 8 UU PPSP yang lebih luas cakupannya dibandingkan
dengan pengertian yang terdapat dalam UU KUP.
Menurut Soemitro (1988) menyimpulkan “utang pajak
adalah utang yang timbul secara khusus karena negara (kreditur)
terikat dan tidak dapat memilih secara bebas siapa yang akan
dijadikan debiturnya seperti dalam hukum perdata”. Pelunasan
utang pajak dapat dipaksakan secara langsung, tentunya dengan
cara-cara yang dilindungi oleh undang-undang. Paksaan ini
dapat berupa penyitaan barang-barang wajib pajak yang disusul
dengan penjualan barang-barang sitaan tersebut baik secara
lelang maupun non lelang, bahkan bila perlu ada paksaan badan
berupa pencegahan berpergian ke luar negeri maupun
penyanderaan. Paksaan semacam itu memang sangat
diperlukan, yaitu untuk meratakan beban sehingga dapat
dirasakan keadilan oleh masyarakat.
Menurut Resmi (2008:12) ada dua ajaran yang mengatur
timbulnya utang pajak (saat pengakuan adanya utang pajak)
yaitu :
1) Ajaran Materil
Ajaran materil menyatakan bahwa utang pajak timbul
karena diberlakukannya undang-undang perpajakan.
Seseorang dikenai pajak karena suatu keadaan atau
2277
perbuatan yang dapat menimbulkan utang pajak. Ajaran ini
konsisten dengan penerapan self assessment system.
2) Ajaran Formil
Ajaran formil menyatakan bahwa utang pajak timbul
karena dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh fiskus
(pemerintah). Ajaran ini konsisten dengan penerapan official
assessment system.
c. Tunggakan Pajak
Tunggakan pajak merupakan pajak yang terutang ataupun
yang belum dibayar kepada negara dalam jangka waktu yang
telah ditetapkan. Jumlah utang pajak yang harus dibayar dalam
batas waktu yang telah ditetapkan tercantum dalam surat
ketetapan pajak (SKP) dan harus dibayar oleh wajib pajak
ataupun penanggung pajak. Pajak yang terutang oleh wajib
pajak harus dibayar atau dilunasi tepat pada waktunya,
pembayaran pajak harus dilakukan di kas negara atau kantor-
kantor yang ditunjuk oleh pemerintah untuk memperingan wajib
pajak, maka pembayaran pajak dapat diangsur selama satu
tahun berjalan. Setelah jumlah pajak yang sesungguhnya
terutang diketahui, maka kekurangannya setelah tahun pajak
berakhir. Oleh karena itu apabila setelah tanggal jatuh tempo
pajak tersebut belum dilunasi maka timbul tunggakan pajak
(Hidayat & Cheisviyanny, 2013).
2288
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa tunggakan
pajak timbul apabila wajib pajak tidak melunasi pajaknya saat
tanggal jatuh tempo, telah ditegur, dan ditagih. Direktur jenderal
pajak dapat melakukan tindakan penagihan pajak, apabila
jumlah pajak yang terutang berdasarkan surat tagihan pajak,
surat ketetapan pajak kurang bayar (SKPKB), surat ketetapan
pajak kurang bayar tambahan (SKPKBT), surat keputusan
pembetulan, surat keputusan keberatan, putusan banding, yang
menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, tidak
dibayar oleh penanggung pajak sesuai dengan jangka waktu yang
ditetapkan.
d. Berakhirnya Utang Pajak
Menurut Suandy (2008:128) utang pajak akan berakhir
atau terhapus apabila terjadi hal-hal sebagai berikut :
1) Pembayaran
Pembayaran pajak dapat dilakukan wajib pajak dengan
menggunakan surat setoran pajak atau dokumen lain yang
dipersamakan. Pembayaran pajak dapat dilakukan di kantor
kas negara, kantor pos dan giro atau di bank persepsi.
2) Kompensasi
Kompensasi terjadi apabila wajib pajak mempunyai
tagihan berupa kelebihan pembayaran pajak. Jumlah
kelebihan pembayaran pajak dapat dikompensasikan pada
2299
masa/tahun pajak berikutnya maupun dikompensasikan
dengan pajak lainnya yang terutang.
3) Daluwarsa
Daluwarsa diartikan sebagai daluwarsa penagihan. Hal
ini untuk memberikan kepastian hukum baik bagi wajib pajak
maupun fiskus, maka diberikan batas waktu tertentu untuk
penagihan pajak.
4) Penghapusan utang
Penghapusan utang pajak dilakukan karena kondisi
dari wajib pajak yang bersangkutan, misalnya wajib pajak
dinyatakan bangkrut oleh pihak-pihak yang berwenang.
5) Pembebasan
Utang pajak tidak berakhir dalam arti yang semestinya
tetapi karena ditiadakan. Pembebasan pajak biasanya
dilakukan berkaitan dengan kebijakan pemerintah. Misal
dalam rangka meningkatkan penanaman modal maka
pemerintah memberikan pembebasan pajak untuk jangka
waktu tertentu atau pembebasan pajak di wilayah-wilayah
tertentu.
3. Penagihan Pajak
a. Pengertian Penagihan Pajak
Salah satu kunci keberhasilan penerimaan pajak adalah
kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar pajak. Hanya saja,
3300
apabila Wajib Pajak ternyata tidak membayar pajak tentu perlu
diberikan tindakan tegas untuk dapat memaksa Wajib Pajak
tersebut melunasi utang pajaknya. Hal ini diwujudkan dalam
bentuk penagihan pajak terhadap Wajib Pajak yang tidak atau
belum melunasi utang pajaknya sesuai dengan ketentuan yang
berlaku. Penagihan pajak adalah serangkaian tindakan dari
aparatur Direktorat Jenderal Pajak karena Wajib Pajak tidak
mematuhi ketentuan undang-undang khususnya mengenai
pembayaran pajak (Soemitro, 1991: 76). Menurut pasal 1 UU
PPSP menyatakan:
Penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar
Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan
pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan
penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat
Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan,
melaksanakan penyanderaan, dan menjual barang yang telah
disita.
Dari kedua pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
penagihan pajak memiliki lima unsur yaitu:
1) Utang pajak, yaitu pajak yang masih harus dibayar termasuk
sanksi administrasi berupa bunga, denda atau kenaikan yang
tercantum dalam surat ketetapan pajak atau surat sejenisnya
3311
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.
2) Serangkaian tindakan dilakukan sesuai jadwal waktu yang
benar, yaitu penerbitan Surat Teguran, pemberitahuan Surat
Paksa, pelaksanaan penyitaan bedasarkan Surat Perintah
Melaksanakan Penyitaan (SPMP), sampai dengan
pelaksanaan lelang.
3) Aparat Direktorat Jenderal Pajak (DJP), yaitu jurusita pajak
yang telah memenuhi syarat untuk melakukan penagihan
pajak.
4) Penanggung Pajak yang mempunyai kewajiban melunasi
utang pajak.
5) Undang-undang perpajakan yang berlaku, yaitu UU No.19
Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa
serta peraturan pelaksanaan yang mengaturnya.
b. Dasar Hukum Penagihan Pajak
1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2009
(UU KUP).
2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 1997
tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana
3322
telah diubah diubahterakhir dengan Undang-Undang Nomor
19 Tahun 2000 (UU PPSP).
3) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 135 Tahun
2000 tentang Tata Cara Penyitaan Dalam Rangka Penagihan
Pajak Dengan Surat Paksa.
4) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
24/PMK.03/2008 tentang Tata Cara Pelaksanaan
PenagihanDengan Surat Paksa dan Pelaksanaan Penagihan
Seketika dan Sekaligus.
5) Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
562/KMK. 04/2000tentang Syarat-Syarat Tata Cara
Pengangkatan dan Pemberhentian Juru Sita Pajak.
c. Cara Penagihan Pajak
Menurut Suandy (2006:45) penagihan pajak terdiri atas
tiga bentuk, yaitu :
1) Penagihan pasif
Penagihan pasif adalah penagihan pajak yg dilakukan
dengan menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP), Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), SK Pembetulan,
SK Keberatan dan Putusan Banding yang menyebabkan pajak
terutang lebih besar. Dalam penagihan pasif, fiskus hanya
memberitahukan ke Wajib Pajak mengenai adanya utang
3333
pajak. Apabila dalam jangka waktu satu bulan sejak
diterbitkan Surat Tagihan Pajak atau surat lain yang sejenis
wajib pajak tidak melunasi utang pajaknya maka fiskus akan
melakukan penagihan aktif.
2) Penagihan aktif
Penagihan aktif adalah kelanjutan dari penagihan pasif.
Dalam penagihan aktif, fiskus berperan aktif sampai dengan
tindakan sita dan lelang. Adapun tahap penagihan aktif adalah
sebagai berikut:
a) Surat Teguran.
b) Penagihan Pajak Seketika Sekaligus.
c) Surat Paksa.
d) Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan.
e) Pelaksanaan Lelang.
3) Penagihan pajak seketika dan sekaligus
Penagihan pajak seketika dan sekaligus adalah
tindakan penagihan pajak yang dilaksanakan oleh juru sita
pajak kepada penanggung pajak tanpa menunggu tanggal
jatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh utang pajak
dari semua jenis pajak, masa pajak dan tahun pajak.
d. Tahapan dan Waktu Penagihan Pajak Aktif
Apabila Wajib Pajak tidak membayar pajak sesuai dengan
ketentuan atau membayar pajak tidak sebagaimana mestinya
3344
maka dilakukan tindakan penagihan pajak oleh fiskus. Hal ini
dimaksudkan agar Wajib Pajak membayar pajak sesuai dengan
ketentuan yang berlaku, upaya penagihan ini fiskus berperan
aktif dalam arti tidak hanya mengirim surat tagihan atau surat
ketetapan pajak, tetapi akan diikuti dengan mengirim Surat
Teguran, Surat Paksa dan dilanjutkan dengan tindakan sita
(Siahan, 2007:356).
Pudyatmoko (2009:183) menyatakan bahwa langkah
untuk penagihan pajak secara aktif itu dilakukan dengan
prosedur sebagai berikut:
1) Pelaksanaan penagihan pajak, diawali dengan penerbitan
Surat Teguran oleh pejabat atau kuasa yang ditunjuk oleh
pejabat tersebut setelah 7 hari sejak saat jatuh tempo
pembayaran.
2) Surat Teguran tidak diterbitkan terhadap Penanggung Pajak
yang telah disetujui untuk melakukan pembayaran pajak
secara angsuran maupun menunda pembayaran pajaknya.
3) Apabila jumlah utang pajak yang masih harus dibayar tidak
dilunasi oleh Penanggung Pajak setelah lewat waktu 21 hari
terhitung sejak diterbitkannya Surat Teguran, pejabat yang
berwenang segera menerbitkan Surat Paksa.
4) Apabila jumlah utang pajak yang masih harus dibayar ternyata
tidak dilunasi oleh Penanggung Pajak setelah lewat waktu dua
3355
kali 24 jam terhitung sejak saat Surat Paksa diberitahukan
kepadanya, pejabat segera menerbitkan Surat Perintah
Melaksanakan Penyitaan (SPMP).
5) Apabila terhadap Penanggung Pajak dilakukan penagihan
seketika dan sekaligus, kepada Penanggung Pajak yang
bersangkutan dapat diterbitkan Surat Paksa tanpa menunggu
jatuh tempo atau tanpa menunggu lewat tenggang waktu 21
hari sejak Surat Teguran diterbitkan.
6) Apabila utang pajak dan biaya penagihan yang masih harus
dibayar tidak dilunasi oleh Penanggung Pajak setelah lewat
waktu 14 hari sejak tanggal pelaksanaan penyitaan, pejabat
yang berwenang segera melaksanakan pengumuman lelang.
7) Apabila utang pajak dan biaya penagihan yang masih harus
dibayar ternyata tidak juga dilunasi oleh Penanggung Pajak
setelah lewat waktu 14 hari sejak tanggal pengumuman
lelang, pejabat tersebut segera melakukan penjualan barang
sitaan penanggung pajak melalui kantor lelang negara.
Untuk mendapatkan gambaran lebih mudah mengenai
tahapan dan jadwal waktu pelaksanaan penagihan pajak dapat
digambarkan melalui skema dibawah ini:
3366
Gambar 2.1
Tahapan dan Jadwal Waktu Pelaksanaan Penagihan Pajak Aktif
7 hari 21 hari
2x24 jam
14 hari 14 hari
Sumber: Pudyatmoko (2009:183)
Dalam praktik sering terjadi Wajib Pajak tidak melunasi
utang pajaknya yang tercantum dalam surat ketetapan pajak
atau surat tagihan pajak yang diterimanya walaupun ada
ancaman sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% sebulan
dalam bentuk STP penagihan. Tindakan pelaksanaan penagihan
dengan jadwal waktu 58 hari ini merupakan langkah-langkah
kebijakan dari Direktorat Jenderal Pajak agar pelaksanaan self
assessment system benar-benar dipatuhi secara konsekuen dan
konsisten, sehingga tax complience dalam perundang-undangan
perpajakan dapat ditegakkan (Nadhiastutie, 2010:9). Penagihan
pajak yang berhasil akan membawa implikasi :
STP, SKP,
SKPKBT, dll
Surat
Teguran
(ST)
Surat
Paksa (SP)
Surat Perintah
Melaksanakan
Penyitaan
(SPMP)
Pengumuman
Lelang
Pelaksanaan
Lelang
3377
1) Aspek psikologis bagi Wajib Pajak akan jera bilamana law
enforcement tidak dipatuhi.
2) Dapat diwujudkannya pencairan tunggakan pajak berarti
penerimaan pajak makin meningkat.
3) Law enforcement dilaksanakan dengan benar.
4) Penghapusan piutang pajak.
e. Pejabat Direktorat Jenderal Pajak dalam Penagihan
Dalam pelaksanaan penagihan pajak, sangat penting
untuk diketahui siapa pejabat yang berwenang untuk
melaksanakan penagihan pajak. Hal ini penting untuk diketahui
karena berkaitan dengan jenis pajak yang ada, apakah pajak
pusat, pajak provinsi, maupun pajak kabupaten/kota. Agar
melaksanakan penagihan pajak dapat dipertanggungjawabkan,
pejabat yang berwenang untuk melaksanakan harus sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
yang berlaku (Siahan, 2007:371).
Berdasarkan undang-undang penagihan pajak dengan
surat paksa, kewenangan untuk melaksanakan penagihan pajak
diserahkan kepada pejabat tertentu sesuai dengan jenis pajak
yang bersangkutan. Sesuai dengan UU Nomor 19 Tahun 2000,
yang dimaksud dengan pejabat adalah pejabat yang berwenang
mengangkat dan memberhentikan jurusita pajak, menerbitan
surat perintah seketika dan sekaligus, Surat Paksa, Surat
3388
Perintah Melaksanakan Penyitaan, surat pencabutan sita,
pengumuman lelang, surat penentuan limit, surat perintah
penyanderaan dan surat lain yang diperlukan untuk penagihan
pajak sehubungan dengan Penanggung Pajak tidak melunasi
seluruh utang pajak menurut UU dan peraturan daerah.
Ujung tombak dalam pelaksanaan penagihan pajak aktif
pada KPP dalam hal ini secara khusus adalah jurusita pajak.
Jurusita pajak sendiri adalah pelaksana tindakan penagihan
pajak yang meliputi penagihan seketika dan sekaligus,
pemberitahuan Surat Paksa, penyitaan dan penyanderaan
(Nadhiastutie, 2010:8). Jurusita pajak mempunyai tugas sebagai
berikut:
1) Melaksanakan surat perintah penagihan seketika dan
sekaligus.
2) Memberitahukan Surat Paksa.
3) Melaksanakan penyitaan atas barang penanggung pajak
berdasarkan surat perintah melaksanakan penyitaan.
4) Melaksanakan penyanderaan berdasarkan surat perintah
penyanderaan.
Dalam melaksanakan tugas, seorang jurusita pajak harus
dilengkapi dengan kartu tanda pengenal jurusita pajak yang
harus diperlihatkan kepada Wajib Pajak atau Penanggung Pajak.
Hal ini dimaksudkan agar jurusita pajak mempunyai bukti diri
3399
yang kuat dan bisa menjelaskan bahwa yang bersangkutan
adalah benar-benar jurusita pajak yang sah dan mempunyai
tugas dan wewenang melaksanakan tindakan penagihan pajak
(Rusjdi, 2007).
4. Produk Hukum Penagihan
a. Surat Teguran
Surat Teguran, surat peringatan atau surat lain yang
sejenis sesuai dengan pasal 1 ayat 10 UU Penagihan Pajak
dengan Surat Paksa, penagihan pajak adalah “surat yang
diterbitkan oleh pejabat pajak untuk menegur atau
memperingatkan kepada Wajib Pajak untuk melunasi utang
pajaknya”.
Dari pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa
Surat Teguran adalah surat yang diterbitkan oleh pejabat untuk
menegur atau memperingatkan Wajib Pajak untuk melunasi
utang pajaknya.
Penerbitan Surat Teguran, surat peringatan atau surat lain
yang sejenis merupakan tindakan awal dari pelaksanaan
penagihan pajak. Tindakan penagihan pajak ini dimulai dengan
penerbitan Surat Teguran, surat peringatan, atau surat lain yang
sejenis. Surat Teguran diterbitkan apabila Penanggung Pajak
tidak melunasi utang pajak sampai dengan tanggal jatuh tempo.
Utang pajak dalam hal ini adalah pajak yang masih harus dibayar
4400
termasuk sanksi administrasi sebagaimana ditetapkan dalam
Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
(SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
(SKPKBT), surat keputusan pembetulan, surat keputusan
keberatan, putusan banding, atau putusan peninjauan kembali
yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah
(Rainoris, 2015:7).
Menurut Dimas (2013) penerbitan Surat Teguran
dilakukan pada Seksi Penagihan, dengan prosedur sebagai
berikut:
1) Pelaksana pada Seksi Penagihan meneliti Surat Ketetapan
Pajak (SKP), Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Tagihan Bea
(STB) yang harus diterbitkan Surat Teguran dalam sistem
administrasi perpajakan dan meminta persetujuan Kepala
Seksi dan kemudian diteruskan kepada Kepala Kantor
Pelayanan Pajak melalui Sistem Informasi Direktorat Jenderal
Pajak (SIDJP).
2) Kepala Kantor Pelayanan Pajak memeriksa usulan penerbitan
Surat Teguran dan memberikan persetujuan penerbitan
melalui Sistem Informasi DJP.
3) Pelaksana melihat Sistem Informasi DJP dan memeriksa
persetujuan penerbitan Surat Teguran dan menyampaikannya
kepada Kepala Seksi Penagihan.
4411
4) Kepala Seksi Penagihan meneliti, memaraf Surat Teguran,
dan menugaskan kepada pelaksana untuk menyampaikannya
kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak.
5) Kepala Kantor Pelayanan Pajak meneliti, menandatangani
Surat Teguran. Kemudian Surat Teguran yang telah
ditandatangani Kepala Kantor Pelayanan Pajak, oleh
pelaksana Seksi Penagihan ditatausahakan, dan disampaikan
kepada Wajib Pajak melalui Sub Bagian Umum.
b. Surat Paksa
Menurut Mardiasmo (2003), Surat Paksa diterbitkan oleh
Kepala KPP yang menerbitkan STP, SKPKB, SKPKBT,
STPPBB, STB, SKBKB, SKBKBT, surat keputusan pembetulan,
surat keputusan keberatan yang menyebabkan jumlah pajak
yang harus dibayar bertambah yang menjadi dasar penagihan,
apabila:
1) Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak sampai dengan
tanggal jatuh tempo pembayaran dan kepadanya telah
diterbitkan Surat Teguran atau surat peringatan atau surat lain
yang sejenis.
2) Terhadap Penanggung Pajak telah dilaksanakan penagihan
pajak seketika dan sekaligus.
4422
3) Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau
penundaan pembayaran pajak.
Penerbitan Surat Paksa secara sah oleh pejabat
berwenang merupakan modal utama bagi pelaksanaan
penagihan pajak yang efektif, karena dengan terbitnya Surat
Paksa memberikan kewenangan kepada petugas penagihan
pajak untuk melaksanakan eksekusi langsung (parate executie)
dalam penyitaan atas barang milik Penanggung Pajak dan
melakukan penjualan langsung atau melalui lelang atas barang-
barang tersebut untuk pelunasan pajak terutang tanpa melalui
prosedur di pengadilan terlebih dahulu (Rainoris, 2015:7). Surat
Paksa diterbitkan paling cepat setelah lewat 21 hari dari
penerbitan Surat Teguran, kecuali apabila terhadap Penanggung
Pajak telah diterbitkan surat penagihan seketika dan sekaligus,
Surat Paksa dapat segera diterbitkan tanpa menunggu lewat
tenggang waktu 21 hari sejak saat Surat Teguran diterbitkan.
c. Penagihan Seketika dan Sekaligus
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000
tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa Pasal 1 ayat 11,
pengertian penagihan seketika dan sekaligus adalah penagihan
pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran
terhadap seluruh utang pajak dan semua jenis pajak, masa pajak
4433
dan tahun pajak. Jurusita pajak melaksanakan penagihan
seketika dan sekaligus tanpa menunggu tanggal jatuh tempo
pembayaran berdasarkan surat perintah penagihan seketika dan
sekaligus yang diterbitkan oleh pejabat apabila:
1) Penanggung Pajak akan meninggalkan Indonesia untuk
selama - lamanya atau berniat untuk itu.
2) Penanggung Pajak memindah tangankan barang yang dimiliki
atau dikuasai dalam rangka memberhentikan atau
mengecilkan kegiatan perusahaan, atau pekerjaan yang
dilakukannya di Indonesia.
3) Terhadap tanda-tanda bahwa penanggung pajak akan
membubarkan badan usahanya, atau penggabungan badan
usahanya, atau memindah tangan kan perusahaan yang
dimiliki atau dikuasainya, atau melakukan perubahan bentuk
lainya
4) Badan usaha akan dibubarkan oleh negara atau
5) Terjadi penyitaan atas barang Penanggung Pajak oleh pihak
ketiga atau terdapat tanda-tanda kepailitan. Penyampaian
surat perintah penagihan seketika dan sekaligus dilaksanakan
secara langsung oleh juru sita pajak kepada penanggung
pajak.
d. Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP)
4444
Menurut Rusjdi (2007), dalam pelaksanaan pemungutan
pajak, walaupun fiskus telah melakukan tindakan penagihan
sampai dengan menerbitkan dan menyampaikan Surat Paksa,
tetapi dalam praktik sehari-hari masih banyak Wajib Pajak atau
Penanggung Pajak yang tidak melunasi pajak yang terutang
sebagaimana mestinya. Berdasarkan ketentuan pasal 11 UU
Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, apabila Wajib Pajak tidak
melunasi pajak terutang sesuai dengan Surat Paksa setelah
lewat 2 kali 24 jam setelah surat paksa diberitahukan kepada
Penanggung Pajak, fiskus dapat melakukan tindakan penyitaan
terhadap barang milik Penanggung Pajak dengan mengeluarkan
Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP) sebagai
berikut:
1) Penyitaan terhadap barang milik Penanggung Pajak
dilaksanakan oleh jurusita pajak berdasarkan Surat Perintah
Melaksanakan Penyitaan yang diterbitkan oleh pejabat.
2) Penyitaan dilaksanakan terhadap barang milik Penanggung
Pajak yang berada ditempat tinggal, tempat usaha, tempat
kedudukan, atau ditempat lain termasuk penguasanya berada
ditangan pihak lain atau yang dijaminkan sebagai pelunasan
utang tertentu.
4455
Penyitaan dalam UU PPSP menurut Mardiasmo (2003)
dapat dilaksanakan terhadap barang-barang milik Penanggung
Pajak yang dapat berupa:
1) Barang bergerak, termasuk mobil, perusahaan, uang tunai
dan deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro,
atau bentuk yang disamakan dengan itu, obligasi saham atau
surat berharga lainya, piutang dan penyerahan modal pada
perusahaan lain
2) Barang tidak bergerak termasuk tanah, bangunan, dan kapal
dengan isi kantor tertentu.
Barang yang dikecualikan dari penyitaan beradsarkan UU
PPSP sebagai berikut:
1) Pakaian dan tempat tidur berserta perlengkapannya yang
digunakan oleh Penanggung Pajak dan keluarga yang
menjadi tanggungannya.
2) Persediaan makanan dan minuman untuk keperluan satu
bulan beserta peralatan memasak yang berada dirumah.
3) Perlengkapan Penanggung Pajak yang bersifat dinas yang
diperoleh dari negara.
4) Buku-buku yang berkaitan dengan jabatan atau pekerjaan
Penanggung Pajak dan alat-alat yang dipergunakan untuk
pendidikan, kebudayaan, dan keilmuan.
4466
5) Peralatan dalam keadaan jalan yang masih digunakan untuk
melaksanakan pekerjaan atau usaha sehari-hari dengan
jumlah seluruhnya tidak lebih dari Rp. 20.000.000,00.
6) Peralatan penyandang cacat yang digunakan oleh
Penanggung Pajak dan keluarga yang menjadi
tanggungannya.
Penyitaan dilaksanakan dengan mendahulukan barang
bergerak, namun dalam keadaan tertentu penyitaan dapat
dilaksanakan langsung terhadap barang tidak bergerak tanpa
melaksanakan penyitaan terhadap barang bergerak. Keadaan
tertentu ini misalnya jurusita pajak tidak menjumpai barang
bergerak yang dapat dijadikan objek sita, atau barang bergerak
yang dijumpainya tidak mempunyai nilai, atau harganya tidak
memadai jika dibandingkan dengan utang pajaknya (Mardiasmo,
2003).
Berdasarkan UU PPSP, penyitaan tambahan dapat
dilaksanakan apabila:
1) Barang yang disita nilainya tidak cukup untuk melunasi biaya
penagihan pajak dan utang pajak
2) Hasil lelang barang yang telah disita tidak cukup untuk
melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak.
Pencabutan sita dilaksanakan apabila Penanggung Pajak
telah melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak
4477
berdasarkan putusan pengadilan atau putusan badan peradilan
pajak atau ditetapkan lain dengan keputusan menteri atau
keputusan kepala daerah.
e. Pelaksanaan Lelang
Dalam UU PPSP, pelaksanaan lelang diatur sebagai
berikut :
1) Apabila lelang pajak dan biaya penagihan pajak tidak dilunasi
setelah dilaksanakan penyitaan, pejabat berwenang
melaksanakan penjualan secara lelang terhadap barang yang
disita melalui kantor lelang.
2) Sekalipun Penanggung Pajak telah melunasi utang pajak
tetapi belum melunasi biaya penagihan pajak, penjualan
secara lelang terhadap barang yang telah disita tetap dapat
dilaksanakan.
3) Lelang tetap dapat dilaksanakan walaupun keberatan yang
dilakukan Wajib Pajak belum memperoleh keputusan
keberatan, lelang juga tetap dapat dilaksanakan tanpa dihadiri
oleh Wajib Pajak.
4) Pejabat juru sita pajak tidak diperbolehkan untuk membeli
barang sitaan yang dilelang. Larangan ini berlaku juga
terhadap isteri, keluarga sedarah dan semenda dalam
keturunan garis lurus, serta anak angkat.
4488
Barang sitaan yang dikecualikan dari penjualan secara
lelang berupa:
1) Uang tunai dan surat-surat berharga (deposito, tabungan,
saldo rekening koran, giro atau bentuk lain yang
dipersamakan dengan itu, obligasi, saham, piutang,
penyertaan modal dan surat berharga lainnya.
2) Barang yang mudah rusak atau cepat busuk.
Pelunasan dari barang yang dijual tidak secara langsung
apabila Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak dan biaya
penagihan pajak setelah 14 (empat belas) hari sejak penyitaan
barang yang penjualannya dikecualikan dari penjualan secara
lelang,: pejabat segera menggunakan, menjual, dan atau
memindah bukukan barang sitaan untuk pelunasan biaya
penagihan pajak dan utang pajak. Yang dimaksud lelang
“menggunakan” adalah menyetor ke kas negara atau ke kas
daerah.
B. Penelitian Terdahulu
1. Yohanes Diaken Nainggolan
Yohanes Diaken Nainggolan (2015), melakukan penelitian
mengenai Pengaruh Penagihan Pajak Dengan Surat Teguran dan
Surat Paksa Terhadap Pencairan Tunggakan Pajak di Kantor
Pelayanan Pajak Madya Pekanbaru. Dengan variable independen :
4499
Surat Teguran, dan Surat Paksa. Variabel dependen : pencairan
tunggakan pajak.
Hasil pengujian secara parsial dapat disimpulkan bahwa
Surat Teguran tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
pencairan tunggakan pajak. Hal ini dapat dilihat dari nilai t hitung < t
tabel sehingga Ho diterima dan Hi ditolak.
Pengujian pada Surat Paksa menunjukkan hasil bahwa
variabel ini berpengaruh terhadap pencairan tunggakan pajak yang
dapat dilihat dari nilai t hitung > t tabel, sehingga Ho ditolak dan H2
diterima.
2. Devika Korua
Devika Korua (2015), melakukan penelitian mengenai
Analisis Efektivitas dan Kontribusi Penagihan Pajak Secara Aktif
Terhadap Pencairan Tunggakan Pajak (Studi Kasus Pada Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Manado). Dengan variable independen :
Surat Teguran, Surat Paksa, dan Surat Perintah Melaksanakan
Penyitaan. Variabel dependen : pencairan tunggakan pajak.
Hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa,
penagihan pajak secara aktif dengan menggunakan Surat Teguran
dan Surat Paksa pada KPP Pratama Manado dari tahun 2013-2014
tergolong tidak efektif, Penyebabnya antara Wajib Pajak lalai dalam
melaksanakan kewajibannya untuk melunasi utang pajak, tidak
mampu melunasi utang pajak, dan tempat tinggal Wajib Pajak
5500
dapat ditemukan. Sedangkan penagihan pajak secara aktif dengan
menggunakan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan tergolong
dalam kategori sudah efektif.
3. Hasbi Rifqiansyah
Hasbi Rifqiansyah (2014), melakukan penelitian mengenai
Analisis Efektivitas dan Kontribusi Penagihan Pajak Aktif Terhadap
Pencairan Tunggakan Pajak (Studi Pada Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Malang Utara). Variabel independen : Surat Teguran,
Surat Paksa, dan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan. Variabel
dependen :pencairan tunggakan pajak.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penagiha npajak aktif
dengan Surat Teguran di KPP Pratama Malang Utara tahun 2011-
2013 dinyatakan tidak efektif. Terbukti dari persentase efektivitas
yang dicapai pada tahun 2011 yaitu 31,58% atau tidakefektif, tahun
2012 yaitu 66,13% atau kurangefektif, dan tahun 2013 yaitu 1,22%
atau tidakefektif.
Penagihan pajak aktif dengan Surat Paksa di KPP Pratama
Malang Utara dari tahun 2011-2013 dinyatakan kurang efektif.
Terbukti dari pencapaian persentase efektivitas tahun 2011 yaitu
92,61% atau efektif, tahun 2012 yaitu 61,05% atau kurang efektif,
dan tahun 2013 yaitu 30,33% atau tidak efektif. Disamping itu,
tingkat efektivitas selama tiga tahun terakhir menunjukkan tren
yang negatif karena selalu mengalami penurunan.
5511
Penagihan pajak aktif dengan Surat Perintah Melaksanakan
Penyitaan (SPMP) di KPP Pratama Malang Utara dari tahun 2011-
2013 dinyatakan sudah efektif. Terbukti dari persentase efektivitas
yang dicapai pada tahun 2011 yaitu 827,86%, atau sangat efektif,
tahun 2012 yaitu 60,74% atau kurang efektif, dan tahun 2013 yaitu
95,12% atau efektif.
4. Widyanti Oktaviani
Widyanti Oktaviani (2015), melakukan penelitian mengenai
Pengaruh Sanksi Administrasi dan Tindakan Penagihan Aktif
Terhadap Pencairan Tunggakan Pajak (Studi Pada Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Majalaya Periode Januari 2010-
Desember 2014). Dengan variabel independen : sanksi
administrasi, dan penagihan aktif (Surat Teguran, Surat Paksa, dan
Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan). Variabel dependen
:pencairan tunggakan pajak.
Berdasarkan hasil penelitian pada koefisien determinasi
menunjukan adanya pengaruh sanksi administrasi terhadap
pencairan tunggakan pajak. Kontribusi pengaruh sanksi
administrasi terhadap pencairan tunggakan pajak adalah hubungan
positif yang lemah. Dapat disimpulkan bahwa peningkatan jumlah
sanksi administrasi akan meningkatkan pencairan tunggakan pajak.
Berdasarkan hasil penelitian pada koefisien determinasi
menunjukan adanya pengaruh tindakan penagihan aktif terhadap
5522
pencairan tunggakan pajak. Kontribusi pengaruh tindakan
penagihan aktifterhadap pencairan tunggakan pajak adalah
hubungan positif yang lemah. Dapat disimpulkan bahwa
peningkatan jumlah surat teguran akan meningkatkan pencairan
tunggakan pajak.
5. Kamila Zahra
Kamila Zahra (2016), melakukan penelitian mengenai
Pengaruh Surat Teguran dan Surat Paksa Terhadap Pencairan
Tunggakan Pajak (Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Sumedang Tahun 2011-2105). Dengan variabe l
independen :Surat Teguran, dan Surat Paksa.Variabel dependen :
pencairan tunggakan pajak.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Surat Teguran memiliki
pengaruh terhadap pencairan tunggakan pajak. Surat Teguran
terhadap pencairan tunggakan pajak memiliki hubungan rendah
dan positif dalam pengertian perubahan Surat Teguran mempunyai
efek yang searah dengan pencairan tunggakan pajak, atau dengan
kata lain ketika nilai Surat Teguran naik maka pencairan tunggakan
pajak pun akan naik.
Surat Paksa memiliki pengaruh terhadap pencairan
tunggakan pajak. Surat Paksa dan pencairan tunggakan pajak
memiliki hubungan rendah dan positif dalam pengertian perubahan
Surat Paksa mempunyai efek yang searah dengan pencairan
5533
tunggakan pajak, atau dengan kata lain ketika nilai Surat Paksa
naik maka pencairan tunggakan pajak pun akan naik.
6. Achmad Marjunianto
Achmad Marjunianto (2015), melakukan penelitian mengenai
Pengaruh Penagihan Pajak Dengan Surat Teguran dan Surat
Paksa Terhadap Penerimaan Pencairan Tunggakan Pajak (Studi di
Wilayah KPP Wajib Pajak Besar Tahun 2012-2014). Dengan
variable independen : Surat Teguran, dan Surat Paksa.Variabel
dependen : pencairan tunggakan pajak.
Hasil penelitian menunjukkan bahwaSurat Teguran dan
Surat Paksa yang diterbitkan oleh KPP Wajib Pajak Besar terhadap
Wajib Pajak yang terdaftar selama periode tahun fiskal 2012, 2013
dan 2014 bersama-sama saling mempengaruhi terhadap
penerimaan pencairan tunggakan pajak.
Surat Teguran yang diterbitkan oleh KPP Wajib Pajak Besar
terhadap Wajib Pajak yang terdaftar selama periode tahun fiskal
2012, 2013 dan 2014 berpengaruh signifikan terhadap penerimaan
pencairan tunggakan pajak. Sedangkan Surat Paksa tidak
berpengaruh terhadap penerimaan pencairan tunggakan pajak
dikarenakan Wajib Pajak hanya dengan Surat Teguran pun sudah
cukup membuat Wajib Pajak segera melunasi utang pajaknya.
7. Tingkan Larosa Ursula Walewangko
5544
Tingkan L.U Walewangko(2016), melakukan penelitian
mengenai Analisis Efektivitas Pencairan Tunggakan Pajak Aktif
Dengan Tindakan Penyitaan Terhadap Pencairan Tunggakan Pajak
di KPP Pratama Ambon. Denganvariable independen : Surat
Perintah Melaksanakan Penyitaan.Variabel dependen : pencairan
tunggakan pajak.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tahun 2013, nilai
tunggakan pajak adalah Rp 34.827.758.527,- dan oleh wajib pajak
dibayar sebesar Rp 26.876.656.599,- atau sekitar 12,95%. Indikator
pengukuran efektivitas penagihan tunggakan pajak dengan
tindakan penyitaan tahun 2013 pada KPP Pratama Ambon
tergolong tidak efektif. Data tahun 2014 menunjukkan nilai
tunggakan pajak adalah Rp 7.327.896.802,- dan oleh wajib pajak
dibayar sebesar Rp 2.307.583.360,- atau sekitar 31,75%.
Berdasarkan indikator pengukuran efektivitas penagihan tunggakan
pajak dengan tindakan penyitaan tahun 2014 pada KPP Pratama
Ambon tergolong tidak efektif. Pada tahun 2015menunjukan nilai
tunggakan pajak adalah Rp 58.943.147.016,-. Dari tunggakan pajak
tersebut wajib pajak membayar jumlah tunggakan pajak sebesar Rp
11.385.895.357,- dengan tingkat presentase sekitar 51,76%. Dari
besarnya presentase yang didapat maka pada indikator tingkat
efektivitas diketahui bahwa pada tahun 2015 efektivitas penagihan
5555
pajak dengan tindakan penyitaan di KPP Pratama Ambon tergolong
tidak efektif.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa penagihan pajak dengan
Tindakan Penyitaan melalui penerbitan Surat Perintah
Melaksanakan Penyitaan (SPMP) pada KPP Pratama Ambon dari
tahun 2013 sampai dengan tahun 2015 berdasarkan indikator
tingkat efektivitas masih tergolong tidak efektif.
C. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran adalah kesimpulan dari tinjauan pustaka
yang berisi tentang konsep-konsep teori yang dipergunakan atau
berhubungan dengan penelitian yang akan dilaksanakan. Dari uraian
landasan teori dan penelitian terdahulu, kerangka pemikiran dalam
penulisan skripsi ini dijelaskan sebagai berikut :
1. Surat Teguran memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
pencairan tunggakan pajak.
2. Surat Paksa memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pencairan
tunggakan pajak.
3. Surat Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap pencairan tunggakan pajak.
D. Desain Penelitian
Di dalam melakukan suatu penelitian dan penerapan suatu
metode itu perlu yang namanya desain penelitian yang sesuai dengan
5566
kondisi, pembahasan dari penelitiannya. Desain penelitian tersebut
sangat penting karena untuk menunjang keberhasilan di dalam
merumuskan tujuan penelitian. Penelitian adalah suatu proses
mencari sesuatu secara sistematik dalam waktu yang lama dengan
menggunakan metode ilmiah serta aturan-aturan yang berlaku untuk
dapat menghasilkan suatu penelitian yang baik. Untuk dapat
menghasilkan penelitian yang baik, maka dibutuhkan desain penelitian
untuk menunjang dan memberikan hasil penelitian yang sistematik.
Menurut Umar, H (2008:6) menjelaskan bahwa “Desain penelitian
merupakan rencana untuk memilih sumber-sumber daya dan data
yang akan dipakai untuk diolah dalam rangka menjawab
pertanyaanpertanyaan penelitian.”
Penelitian ini menggunakan desain penelitian korelasional.
Penelitian korelasi atau korelasional adalah suatu penelitian untuk
mengetahui hubungan dan tingkat hubungan antara dua variabel atau
lebih tanpa ada upaya untuk mempengaruhi variabel tersebut
sehingga tidak terdapat manipulasi variabel (Faenkel dan Wallen,
2008:328). Adanya hubungan dan tingkat variabel ini penting karena
dengan mengetahui tingkat hubungan yang ada, peneliti akan dapat
mengembangkannya sesuai dengan tujuan penelitian. Jenis penelitian
ini biasanya melibatkan ukuran statistik/tingkat hubungan yang disebut
dengan korelasi (Mc Millan dan Schumacher, dalam Syamsuddin dan
Vismaia, 2009:25). Penelitian korelasional menggunakan instrumen
5577
H1
Perputara
n Modal
Kerja
(X1) H2
H4
Perputara
n Modal
Kerja
(X1)
H3
untuk menentukan apakah, dan untuk tingkat apa, terdapat hubungan
antara dua variabel atau lebih yang dapat dikuantitatifkan.
Desain penelitian dalam penulisan skripsi ini disajikan dalam
bentuk bagan sebagai berikut :
Gambar 2.2
Desain Penelitian
Keterangan :
X = Variabel Independen
Y = Variabel Dependen
= Hubungan Variabel
Surat Teguran
(X1)
Pencairan Tunggakan
Pajak
(Y)
Surat Paksa
(X2)
Surat Perintah
Melaksanakan Penyitaan
(X3)
5588
E. Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah jawaban sementara yang harus diuji
kebenarannya atas suatu penelitian yang dilakukan agar dapat
mempermudah dalam menganalisis.Berdasarkan tinjauan teoritis,
rumusan masalah dan tinjauan penelitian terdahulu yang telah
dikemukakan diawal, hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:
H1 : Surat Teguran berpengaruh terhadap pencairan tunggakan
pajak.
H2 : Surat Paksa berpengaruh terhadap pencairan tunggakan
pajak.
H3 : Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan berpengaruh
terhadap pencairan tunggakan pajak.
H4 : Surat Teguran, Surat Paksa dan Surat Perintah
Melaksanakan Penyitaan berpengaruh secara bersama-
sama terhadap pencairan tunggakan pajak.
5599
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Pengertian metode penelitian yang dikemukakan oleh Sugiyono
(2010:2) adalah sebagai berikut : ”Metode penelitian pada dasarnya
merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan
kegunaan tertentu” . Metode penelitan merupakan cara ilmiah untuk
mendapatkan data, baik data yang bersifat data sekunder maupun
data primer, dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Kegiatan
penelitian ini didasarkan pada ciri-ciri keilmuan yang rasional, empiris,
dan sistematis guna memperoleh data-data tepat, sehingga dapat
dijadikan sebagai sebuah informasi yang penting dan berguna dalam
proses penyusunan suatu penelitian.
Dalam suatu penelitian diperlukan penyelidikan yang hati-hati,
teratur dan terus menerus untuk mengetahui bagaimana seharusnya
langkah penelitian harus dilakukan dengan mengunakan metode
penelitian.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Tujuan dari
metode deskriptif kuantitatif ini yaitu membuat suatu uraian yang
sistematis mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat dari objek yang diteliti
kemudian menggabungkan hubungan antar variabel yang terlibat
6600
didalamnya. Penelitian ini juga menekankan analisisnya pada data-
data numerik (angka) yang diolah dengan menggunakan metode
statistika.
Menurut Sugiyono (2010:147) adalah sebagai berikut :
“Metode Deskriptif adalah metode yang digunakan untuk
menganalisis data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa
bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau
generalisasi”.
Sedangkan metode kuantitatif Menurut Sugiyono (2010:8)
adalah sebagai berikut: “Metode penelitian kuantitatif merupakan
metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme,
digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu,
pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data
bersifat kuantitatif atau statistik, dengan tujuan menguji hipotesis yang
telah ditetapkan”.
Data yang dibutuhkan adalah data yang sesuai dengan
masalah-masalah yang ada dan sesuai dengan tujuan penelitian,
sehingga data tersebut akan dikumpulkan, dianalisis dan diproses
lebih lanjut sesuai dengan teori-teori yang telah dipelajari, jadi dari
data tersebut akan ditarik kesimpulan.
Penelitian ini dimaksudkan untuk menguji hipotesis dengan
menggunakan perhitungan statistik. Penelitian ini digunakan untuk
menguji pengaruh variabel X terhadap Y yang diteliti.
6611
Dengan menggunakan metode penelitian dan analisis statistik,
maka akan diketahui hubungan antar variabel yang diteliti sehingga
menghasilkan kesimpulan yang akan memperjelas gambaran
mengenai objek yang diteliti. Data yang dibutuhkan adalah data yang
sesuai dengan masalah-masalah dan sesuai dengan tujuan penelitian,
sehingga data tersebut dikumpulkan, dianalisis dan diproses lebih
lanjut sesuai dengan teori-teori yang telah dipelajari, jadi dari data
tersebut akan ditarik kesimpulan.
1. Variabel Penelitian
Variabel itu pada dasarnya adalah segala sesuatu yang
berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari
sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik
kesimpulannya.Variabel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah variabel bebas (independent variable) dan variabel terikat
atau tidak bebas (dependent variable). Variabel bebas
dilambangkan sebagai variabel “X”. Menurut Sugiyono (2012 : 59) :
„‟variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau
yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat”.
Dalam penelitian ini terdapat tiga jenis variabel bebas yaitu
Surat Teguran, Surat Paksa dan Surat Perintah Melaksanakan
Penyitaan.Sedangkan variabel terikat dilambangkan sebagai
variabel “Y”. Menurut Sugiyono (2012 : 59) : „‟variabel terikat
(dependen) merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang
6622
menjadi akibat, karena adanya variabel bebas”. Dalam penelitian ini
terdapat satu variabel terikat yaitu pencairan tunggakan pajak.
2. Definisi Operasionalisasi
Menurut Jogiyanto (2004:62) :“defenisi operasional
menjelaskan karakteristik dari objek ke dalam elemen-elemen yang
dapat di observasi yang menyebabkan konsep dapat diukur dan
dioperasionalkan dalam riset”. Sedangkan menurut Sugiyono
(2012: 31), definisi operasional adalah penentuan konstrak atau
sifat yang akan dipelajari sehingga menjadi variabel yang dapat
diukur. Definisi operasional menjelaskan cara tertentu yang
digunakan untuk meneliti dan mengoperasikan konstrak, sehingga
memungkinkan bagi peneliti yang lain untuk melakukan replikasi
pengukuran dengan cara yang sama atau mengembangkan cara
pengukuran konstrak yang lebih baik.
Adapun definisi operasional atau mengoperasionalisasi
variabel menurut Singarimbun dan Efendi (2002: 46)adalah
petunjuk bagaimana suatu veriabel diukur, dengan membaca
definisi operasional dalam penelitian maka diketahui baik buruknya
variabel tersebut.
Berikut ini adalah definisi operasional dari masing-masing
variabel penelitian :
Tabel 3.1
Definisi Operasional Variabel Penelitian
6633
Variabel Definisi Dimensi Indikator Skala
Surat Teguran (variabel X1)
Surat Teguran didefinisikan sebagai surat peringatan atau surat lain yang sejenis yang diterbitkan oleh Pejabat untuk menegur atau memperingatkan kepada Wajib Pajak untuk melunasi utang pajaknya dan diterbitkan apabila Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajaknya sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran. (Siahaan, M.P, 2010:125).
1. Satuan penerbitan Surat Teguran dinyatakan dalam "surat".
2. Jangka waktu
Surat Teguran yang diterbitkan adalah tahun 2012-2016.
3. Penerbit Surat
Teguran adalah KPP Penanaman Modal Asing Empat (KPP PMA 4), KPP Badan dan Orang Asing (KPP Badora), KPP Minyak dan Gas Bumi (KPP Migas) serta KPP Perusahaan Masuk Bursa (KPP PMB).
1. Rasio efektivitas penagihan pajak dengan Surat Teguran : a. Total realisasi
Surat Teguran b. Total target Surat
Teguran
2. Rasio kontribusi pencairan tunggakan dengan Surat Teguran :
a. Total pencairan
tunggakan pajak
bb.. Jumlah total penerimaan pajak
Rasio
Surat Paksa (variabel X2)
Surat Paksa didefinisikan sebagaisurat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak, Surat Paksa mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. (Mardiasmo, 2011 :121).
1. Satuan penerbitan Surat Paksa dinyatakan dalam "surat".
2. Jangka waktu
Surat Paksa yang diterbitkan adalah tahun 2012-2016.
33.. Penerbit Surat Paksa adalah KPP PMA 4, KPP Badora, KPP Migasserta KPP PMB.
1. Rasio efektivitas penagihan pajak dengan Surat Paksa:
a. Total realisasi
Surat Paksa b. Total target Surat
Paksa
2. Rasio kontribusi pencairan tunggakan dengan Surat Paksa :
a. Total pencairan
tunggakan pajak
bb.. Jumlah total penerimaan pajak
Rasio
Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan
Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan didefinisikan sebagai surat
1. Satuan penerbitan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaandinyata
1. Rasio efektivitas penagihan pajak dengan Surat Perintah Melaksanakan
Rasio
6644
(variabel X3)
perintah terhadap juru sita pajak untuk menguasai barang dengan penanggung pajak, guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak menurut peraturan perundang-undangan (UU PPSP).
kan dalam "surat".
2. Jangka waktu
Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan yang diterbitkan adalah tahun 2012-2016.
3. Penerbit Surat
Perintah Melaksanakan Penyitaan adalah KPP PMA 4, KPP Badora, KPP Migas serta KPP PMB.
Penyitaan : a. Total realisasi
Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan
b. Total target Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan
2. Rasio kontribusi
pencairan tunggakan dengan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan :
a. Total pencairan
tunggakan pajak
bb.. Jumlah total penerimaan pajak
Pencairan Tunggakan Pajak (variabel Y)
Pencairan Tunggakan Pajakadalah seluruh pembayaran dan pengurangan atas piutang yang terbit sebelum tahun berjalan. (Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-29/PJ/2012).
1. Satuan pencairan tunggakan pajak dinyatakan dalam "Rupiah (Rp)" dan “Dollar Amerika Serikat (USD)”.
2. Jangka waktu
pencairan tunggakan pajak adalah tahun 2012-2016.
33.. KPP tempat pencairan tunggakan pajak yang diteliti adalah KPP PMA 4, KPP Badora, KPP Migas serta KPP PMB.
1. Total target pencairan tunggakan pajak dari penagihan.
22.. Total realisasi pencairan tunggakan pajak dari penagihan.
Rasio
Untuk mengetahui apakah suatu kegiatan atau proses
organisasi maupun kantor publik bisa dikatakan efektif maka harus
diperlukan sebuah indikator yang digunakan sebagai tolak ukur
6655
untuk mengetahui tingkat keefektifan. Formula di bawah ini adalah
untuk menghitung tingkat/rasio keefektifan dari penerbitan Surat
Teguran, Surat Paksa dan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan
menurut Halim, A (2004).
Efektivitas Surat =
x 100%
Untuk mengukur keefektifan, maka digunakan indikator
sebagai berikut:
Tabel 3.2
Indikator Penerbitan Surat di Seksi Penagihan
Persentase Kriteria
100 % Sangat Efektif
90 – 100 % Efektif
80 – 90% Cukup Efektif
60 – 80 % Kurang Efektif
60 % Tidak Efektif
Sumber : Seksi Penagihan
B. Populasidan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/
subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
6666
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya (Sugiyono, 2009: hal. 61).Dalam penelitian ini
populasi yang digunakan adalah seluruh KPP di Lingkungan Kantor
Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Jakarta Khusus
yang terdiri dari 9 Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yaitu :
a. KPP Penanaman Modal Asing Satu (KPP PMA 1)
b. KPP Penanaman Modal Asing Dua (KPP PMA 2)
c. KPP Penanaman Modal Asing Tiga (KPP PMA 3)
d. KPP Penanaman Modal Asing Empat (KPP PMA 4)
e. KPP Penanaman Modal Asing Lima (KPP PMA 5)
f. KPP Penanaman Modal Asing Enam (KPP PMA 6)
g. KPP Badan dan Orang Asing (KPP Badora)
h. KPP Perusahaan Masuk Bursa (KPP PMB)
i. KPP Minyak dan Gas Bumi (KPP Migas)
2. Sampel
Sampel menurut Sugiono (2009) adalah bagian dari jumlah
dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Sampel tersebut
menjadi sumber data sebenarnya yang diambil dengan
menggunakan teknik tertentu yang disebut teknik sampling. Dalam
penelitian ini teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara
purposive sampling. Pengertian purposive sampling adalah teknik
penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu.
6677
Dari 9 KPP di Lingkungan Kanwil DJP Jakarta Khusus,
peneliti mengambil 4 KPP sebagai sampel penelitian. Adapun
kriteria pengambilan sampel yang ditetapkan peneliti adalah
berdasarkan jenis KPP dengan rincian sebagai berikut :
a. Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing (KPP PMA).
KPP PMA terdiri dari 6 KPP yang dibedakan berdasarkan
Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) Wajib Pajak. Peneliti
mengambil 1 sampel acak dari KPP PMA yaitu Kantor Pelayanan
Pajak Penanaman Modal Asing Empat (KPP PMA Empat). KPP
PMA Empat menangani Wajib Pajak Penanaman Modal Asing
yang tidak masuk bursa dan melakukan kegiatan di sektor
industri pengolahan makanan dan minuman, tekstil dan kayu.
KPP PMA Empat beralamat di Kompleks Pajak Kalibata Jalan
Taman Makam Pahlawan Kalibata, Pancoran, Jakarta Selatan.
b. Kantor Pelayanan Pajak Badan dan Orang Asing (KPP Badora).
KPP Badora menangani Wajib Pajak Bentuk Usaha Tetap (BUT)
yang berkedudukan di Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan
Orang Asing yang bertempat tinggal di Daerah Khusus Ibukota
Jakarta. KPP Badora beralamat di Kompleks Pajak Kalibata
Jalan Taman Makam Pahlawan Kalibata, Pancoran, Jakarta
Selatan.
c. Kantor Pelayanan Pajak Minyak dan Gas Bumi (KPP Migas).
KPP Migas menangani Wajib Pajak perusahaan minyak dan gas
6688
bumi.KPP Migas beralamat di Kompleks Pajak Kalibata Jalan
Taman Makam Pahlawan Kalibata, Pancoran, Jakarta Selatan.
d. Kantor Pelayanan Pajak Perusahaan Masuk Bursa (KPP PMB).
KPP PMB menangani Wajib Pajak seluruh perusahaan swasta
nasional yang telah memperoleh izin emisi saham dari Otoritas
Jasa Keuangan (go public). KPP PMB beralamat di Gedung KRT
Radjiman Wedyodiningrat Jl. Jenderal Sudirman Kav. 56, Jakarta
Selatan.
C. Teknik Pengumpulan Data
1. Data
Data dapat diartikan sebagai kumpulan angka, fakta,
fenomena atau keadaan yang merupakan hasil pengamatan,
pengukuran atau pemecahan terhadap karakteristik atau sifat dari
objek yang dapat berfungsi untuk membedakan objek yang satu
dengan lainnya pada sifat yang sama (Solimun, 2001).
Berdasarkan pada metode penelitian dan desain penelitian
serta populasi yang digunakan maka penelitian ini dapat dibagi
sebagai berikut :
a. Berdasarkan cara mendapatkannya, maka data yang digunakan
dalam penelitian ini adalahdata sekunder. Menurut Sugiyono
(2012: 137) data sekunder merupakan data primer yang telah
diolah lebih lanjut dan disajikan baik oleh pihak pengumpul data
primer atau oleh pihak lain yaitu berupa laporan data pencairan
6699
tunggakan pajak yang berasal dari tindakan penagihan aktif
berupa penerbitan dan penyampaian Surat Teguran, Surat
Paksa dan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan yang
digunakan oleh peneliti untuk diproses lebih lanjut.
b. Berdasarkan waktu pengumpulannya, data penelitian ini
termasuk dalam jenis data campuran yaitu kombinasi data cross
section dan data time series. Data cross section adalah
sekumpulan data dari suatu fenomena tertentu yang didapat
dalam beberapa interval waktu tertentu. Sedangkan data time
series merupakan data yang terdiri atas satu objek tetapi meliputi
beberapa periode waktu misalnya harian, mingguan, bulanan,
tahunan dan lain-lain.
c. Berdasarkan sifatnya, data penelitian yang dikumpulkan adalah
data kuantitatif, yaitu data yang berbentuk angka-angka untuk
dipergunakan dalam analisis statistik dengan menggunakan
metode SPSS(Statistic Production Solution Service) versi 24.0
for Windows.
2. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling
strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian
adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan
data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi
standar yang ditetapkan (Sugiyono, 2013:224).
7700
Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh
penelitidalam penelitian ini, yaitu :
a. Penelitian Lapangan (Field Research)
Penelitian lapangan adalah penelitian yang dimaksudkan
untuk memperoleh data primer yaitu data yang diperoleh melalui:
1) Pengamatan (Observation)
Yaitu teknik pengumpulan data dengan cara
mengamati secara langsung objek yang diteliti.Menurut
Sugiyono (2012 :145) observasi merupakan proses yang
kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses
biologis dan psikologis. Dua diantara yangterpenting adalah
proses-proses pengamatan dan ingatan. Observasi yang
dilakukan pada penelitian ini adalah pengamatan mengenai
tata cara penerbitan Surat Teguran, Surat Paksa dan Surat
Perintah Melaksanakan Penyitaan di KPP Lingkungan Kanwil
DJP Jakarta Khusus.
2) Wawancara (Interview)
Yaitu teknik pengumpulan data dengan mengadakan
tanya jawab langsung dengan para pegawai yang berwenang
di KPP Lingkungan Kanwil DJP Jakarta Khusus untuk
mengumpulkan data mengenai objek yang diteliti.
b. Studi Dokumentasi
7711
Studi dokumentasi merupakan metode pengumpulan data
yang tidak secara langsung ditujukan terhadap subjek penelitian
terkait dengan objek yang akan diteliti melainkan data-data
historis yang telah dikumpulkan sebelumnya oleh lembaga yang
berwenang yang terkait dengan objek penelitian.
Menurut Arikunto (2006 : 132) teknik dokumentasi yaitu
mencari data mengenai hal atau variabel yang berupa catatan,
transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat,
agenda dan sebagainya. Studi dokumenter dilakukan dengan
mengumpulkan data sekunder dari Kantor Pelayanan Pajak di
Lingkungan Kantor Wilayah DJP Jakarta Khsusus. KPP tersebut
adalah KPP PMA Empat, KPP Badora dan KPP Migas yang
beralamat di Kompleks Pajak Kalibata Jl. Taman Makam
Pahlawan Kalibata, Pancoran Jakarta Selatan serta KPP PMB
yang beralamat di Gedung KRT Radjiman Wedyodiningrat Jl.
Jenderal Sudirman Kav. 56 Jakarta Selatan.
D. Teknik Analisis
Kegiatan analisis data adalah mengelompokkan data
berdasarkan variabel dan jenis responden, mentabulasi data
berdasarkan variabel dari seluruh responden, menyajikan data tiap
variabel yang diteliti, melakukan perhitungan untuk menjawab
rumusan masalah, dan melakukan perhitungan untuk menguji
hipotesis yang telah diajukan (Sugiyono : 2009).
7722
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian statistik deskriptif dengan teknik analisis persamaan multi
regresi linier (multilpe linier regretion).
1. Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi
suatu data yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), median, standar
deviasi,minimum, maksimum dan range. Statistik deskriptif
merupakan statistik yang menggambarkan atau mendeskripsikan
data menjadi sebuah informasi yang lebih jelas dan mudah untuk
dipahami.Dalam deskriptif data penelitian ini terdiri dari :
a. Mean (rata-rata hitung)
Mean merupakan teknik penjelasan kelompok yang
didasarkan atas nilai rata-rata dari kelompok tersebut. Rumus
untuk menghitung mean adalah sebagai berikut :
Keterangan :
Me = Mean
∑ = Sigma (Jumlah)
Xi = Jumlah individu
n = Jumlah sampel
b. Median (nilai tengah)
7733
Median adalah salah satu teknik penjelasan kelompok
yang didasarkan atas nilai tengah dari kelompok data yang
disusun urutannya dari terkecil sampai yang terbesar, atau
sebaliknya dari yang terbesar sampai yang terkecil (Sugiyono,
2002 : 40). Rumus untuk menghitung median adalah sebagai
berikut :
Keterangan :
Md = Median
b = Batas bawah, dimana median akan terletak
n = Banyaknya data atau jumlah sampel
F = Jumlah semua frekuensi sebelum kelas median
f = Frekuensi kelas median
c. Standar Deviasi (Simpangan Baku)
Standar deviasi merupakan simpangan nilai dari data
yang telah disusun dalam tabel distribusi frekuensi atau data
bergolong. Rumus untuk standar deviasi adalah sebagai berikut :
S = )1(
)( 2
1
n
XX
Keterangan :
S = Simpangan Baku
7744
X1 = Nilai X ke-1 sampai ke-n
X = Rata-rata nilai
N = Jumlah sampel
d. Minimum
Minimum adalah nilai yang paling kecil dalam data.
e. Maksimum
Maksimum adalah nilai yang paling besar dalam data.
f. Range
Range adalah selisih antara nilai maksimum dan minimum
dalam suatu kelompok nilai.
Rumus :
Keterangan :
Xn = Nilai Maksimum
X1= Nilai Minimum
2. Uji Asumsi Klasik
Dengan menggunakan instrumen yang valid dan reliabel
dalam pengumpulan data yang merupakan syarat mutlak untuk
mendapatkan hasil penelitian yang valid dan reliabel. Bukan berarti
dengan menggunakan instrumen yang telah teruji validitas dan
reliabilitasnya otomatis hasil data penelitian menjadi valid dan
reliabel. Hal ini tergantung dari kondisi obyek yang diteliti.
Range = Xn – X1
7755
Penggunaan uji asumsi klasik bertujuan untuk mengetahui
dan menguji kelayakan atas model regresi yang digunakan pada
penelitian ini. Tujuan lainnya untuk memastikan bahwa di dalam
model regresi yang digunakan mempunyai data yang
terdistribusikan secara normal, bebas dari autokorelasi,
multikolinieritas serta heterokedistisitas.
Pengukuran asumsi klasik yang digunakan dalam penelitian
inimeliputi uji normalitas, uji heteroskedastisitas, uji multikolinearitas
dan uji autokolerasi.
a. Uji Normalitas
Menurut Ghozali (2011:160) : ‟‟uji normalitas bertujuan
untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel
pengganggu atau residual memiliki distribusi normal‟‟. Model
regresi yang baik memiliki distribusi data normal atau mendekati
normal. Menurut Ghozali (2011:160) ada dua cara untuk
mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak yaitu
dengan :
1) Analisis grafik
Menurut Ghozali (2011:163) pada prinsipnya normalitas
dapat dideteksi dengan melihat penyebaran data (titik) pada
sumbu diagonal dari grafik atau dengan melihat histogram dari
residualnya. Dasar pengambilan keputusan dengan
menggunakan analisi grafik adalah :
7766
a) Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti
arah garis diagonal atau grafik histogramnya menunjukkan
pola distribusi normal yaitu mengikuti atau mendekati
bentuk lonceng, maka model regresi memenuhi asumsi
normalitas.
b) Jika data menyebar jauh dari diagonal dan/atau tidak
mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogram tidak
menunjukkan pola distribusi normal yaitu tidak mengikuti
atau mendekati bentuk lonceng, maka model regresi tidak
memenuhi asumsi normalitas.
Menurut Ghozali (2011:163): „‟uji normalitas dengan
grafik dapat menyesatkan kalau tidak hati-hati, secara visual
kelihatan normal padahal secara statistik bisa sebaliknya‟‟.
Oleh sebab itu untuk menghindari kesalahan yang mungkin
terjadi, maka uji normalitas dalam penelitian ini juga akan
dilakukan dengan analisis statistik.
2) Uji Kolmogorov-Smirnov
Untuk menentukan uji ini didasarkan kepada
Kolmogorov-Smirnov Test terhadap model yang diuji. Menurut
Ghozali (2011:32), uji KolmogorovSmirnov dilakukan dengan
membuat hipotesis : H0 : Data residual terdistribusi normal,
apabila sig. 2-tailed > α = 0.05 Ha : Data residual tidak
terdistribusi normal, apabila sig. 2-tailed < α = 0.05
7777
b. Uji Heterokedastisitas
Menurut Ghozali (2011:139) : ”uji heteroskedastisitas
bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi
ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lain”. Jika variance dari residual satu
pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut
homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas.
Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau
tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali, 2011:139).
Cara yang paling umum yang digunakan untuk
mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas adalah
dengan melihat scatterplot antara nilai prediksi variabel terikat
(dependen) yaitu ZPRED dengan residualnya SRESID. Deteksi
ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat
ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara SRESID
dan ZPRED.
Menurut Ghozali (2011:139) dasar analisis untuk
menentukan ada atau tidaknya heteroskedastisitas dengan
scatterplot yaitu :
1) Jika ada pola tertentu ,seperti titik-titik yang membentuk suatu
pola tertentu, yang teratur (bergelombang, melebar, kemudian
menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi
heteroskedastisitas.
7788
2) Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik–titik menyebar diatas
dan dibawah angka nol pada sumbu Y, maka tidak terjadi
heteroskedastisitas.
Analisis dengan Grafik Plots memiliki kelemahan yang
cukup signifikan oleh karena jumlah pengamatan mempengaruhi
hasil ploting. Semakin sedikit jumlah pengamatan, semakin sulit
untuk mengintepretasikan hasil grafik plot (Ghozali, 2011:141).
Untuk mengatasi kelemahan dari Grafik Plots tersebut,
maka dalam penelitian ini juga akan dilakukan uji statistik untuk
menjamin keakuratan hasil pengujian. Uji statistik yang dipilih
adalah uji Glejser, dasar pengambilan keputusan uji
heteroskedastisitas melalui uji Glejser adalah :
1) Apabila sig. 2-tailed < α = 0.05, maka telah terjadi
heteroskedastisitas.
2) Apabila sig. 2-tailed > α = 0.05, maka tidak terjadi
heteroskedastisitas.
c. Uji Multikolinearitas
Menurut Ghozali (2011:105): „‟uji multikoliniearitas
bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan
adanya korelasi antar variabel bebas (independen)‟‟. Model
regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara
variabel independen. Jika variabel independen saling
berkolerasi, maka variabelvariabel ini tidak orgonal. Variabel
7799
orgonal adalah variabel independen yang nilai korelasi antar
sesama variabel independen sama dengan nol (Ghozali
2011:105).
Ada beberapa cara yang digunakan untuk mendeteksi
multikolonieritas, akan tetapi untuk mendeteksi ada tidaknya
multikoliniearitas dalam model regresi dalam penelitian ini dilihat
dari tolerance value atau variance inflation factor (VIF). Adapun
pemilihan tolerance value atau variance inflation factor (VIF)
dalam penelitian ini karena cara ini merupakan cara umum yang
dilakukan dan dianggap lebih handal dalam mendeteksi ada-
tidaknya multikolonieritas dalam model regresi serta pengujian
dengan tolerance value atau variance inflation factor (VIF) lebih
lengkap dalam menganalisis data.
Dasar pengambilan keputusan dengan tolerance value
atau variance inflation factor (VIF) dapat disimpulkan sebagai
berikut :
1) Jika nilai tolerance > 0,1 dan nilai VIF < 10, maka dapat
disimpulkan bahwa tidak ada multikolinearitas antar variabel
independen dalam model regresi.
2) Jika nilai tolerance < 0,1 dan nilai VIF > 10, maka dapat
disimpulkan bahwa ada multikolinearitas antar variabel
independen dalam model regresi.
d. Uji Autokorelasi
8800
Menurut Ghozali (2011:110) “uji autokorelasi bertujuan
menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara
kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan
pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya)”. Jika terjadi
korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi, model
regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi
(Ghozali,,2011:110).
Untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi dalam
penelitian ini digunakan uji Durbin-Watson (DW Test), karena
jumlah pengamatan dalam penelitian ini berjumlah dibawah 100
yaitu hanya 95 pengamatan (Ghozali, 2011- 113). Uji
autokorelasi dilakukan dengan membuat hipotesis :
H0 : Tidak ada autokorelasi
Ha : Ada autokorelasi
Menurut Ghozali (2011:111), pengambilan keputusan ada
tidaknya autokorelasi dapat dilihat melalui tabel berikut :
Tabel 3.3
Kriteria Pengambilan Keputusan Uji Durbin Watson
Hipotesis Nol Keputusan Jika
Tidak ada autokorelasi positif Tolak 0 < d < dl
Tidak ada autokorelasi positif No Decision dl ≤ d ≤ du
Tidak ada korelasi negative Tolak 4 − dl < d < 4
Tidak ada korelasi negative No Decision 4 − du ≤ d ≤ 4 − dl
8811
Tidak ada korelasi positif atau
negatif Tidak Ditolak du < d < 4 – du
Sumber : Ghozali (2011: 111)
3. Regresi Linier Berganda
Berdasarkan judul, latar belakang, dan perumusan masalah
maka teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah analisis regresi berganda., yang bertujuan untuk
meramalkan bagaimana keadaan (naik turunnya) variabel
independen, bila dua atau lebih variabel independen sebagai faktor
prediktur dimanipulasi (Sugiyono, 2012:277). Untuk menganalisis
data dalam penelitian ini, peneliti menggunakan program komputer
SPSS(Statistic Production Solution Service) versi 24.0 for Windows..
Adapun model yang digunakan dari regresi linear berganda
menurut (Supranto, 2009:250) yaitu :
Ŷ= β0 + β1 X1 + β2 X2 + β3 X3 + ε
Keterangan :
Ŷ = Pencairan Tunggakan Pajak
β0 = Koefisien Konstanta
β1, β2, β3 = Koefisien Regresi
X1 = Surat Teguran
X2 = Surat Paksa
X3 = Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan
ε = Koefisien Error (Variabel Pengganggu)
8822
Ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai aktual
dapat diukur dari goodness of fit nya. Secara statistik, setidaknya
ini dapat diukur darinilai statistik F, nilai statistik t dan nilai koefisien
determinasi (R2) . Perhitungan statistik disebut signifikan secara
statistik apabila nilai uji statistiknya berada dalam daerah kritis
(daerah dimana H0 ditolak). Sebaliknya disebut tidak signifikan bila
nilai uji statistiknya berada dalam daerah dimana H0 diterima.
a. Uji Keberartian Model (Uji F)
Secara simultan, pengujian hipotesis dilakukan dengan uji
F-test . Menurut Ghozali (2011:98) : “uji statistik F pada dasarnya
menunjukkan apakah semua varibel independen atau bebas
yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara
bersama- sama terhadap variabel dependen/terikat”.
Di dalam penelitian ini uji F digunakan untuk menguji
hipotesis H1 yaitu pengaruh Surat Teguran, Surat Paksa, dan
Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan secara simultan
terhadap pencairan tunggakan pajak di Kanwil DJP Jakarta
Khusus. Menurut Ghozali (2011:98), uji F dilakukan dengan
membandingkan signifikansi Fhitung dengan Ftabel dengan
ketentuan :
1) H0 diterima dan Ha ditolak jika F hitung < F tabel untuk α =
0,05
8833
2) H0 ditolak dan Ha diterima jika F hitung > F tabel untuk α =
0,05
b. Uji Koefisien Regresi (Uji T)
Secara parsial, pengujian hipotesis dilakukan dengan uji t-
test . Menurut Ghozali (2011:98) “uji statistik t pada dasarnya
menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel
penjelas/independen secara individual dalam menerangkan
variabel dependen”. Dalam penelitian ini uji t digunakan untuk
menguji hipotesis H2, H3, dan H4 yaitu pengaruh Surat Teguran,
Surat Paksa, dan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan
secara parsial terhadap pencairan tunggakan pajak di Kanwil
DJP Jakarta Khusus. Menurut Ghozali (2011:99), uji t dilakukan
dengan membandingkan signifikansi thitung dengan ttabel
dengan ketentuan :
1) H0 diterima dan Ha ditolak jika t hitung < t tabel untuk α = 0,05
2) H0 ditolak dan Ha diterima jika t hitung > t tabel untuk α = 0,05
c. Uji Koefisien Determinasi (Uji R2)
Menurut Ghozali (2011:97) : „‟koefisien determinasi (R2 )
pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model
menerangkan variasi variabel independen‟‟. Nilai R2 yang kecil
berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam
menjelaskan variasi variabel dependen sangat terbatas,
sebaliknya nilai R2 yang mendekati satu berarti variabel-
8844
variabel independen memberikan hampir semua informasi yang
dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen
(Ghozali, 2011:97). Nilai koefisien determinasi yang digunakan
dalam penelitian ini adalah nilai adjusted R2 karena variabel
independen yang digunakan dalam penelitian ini lebih dari dua
variabel. Selain itu nilai adjusted R2 dianggap lebih baik dari
nilai R2 , karena nilai adjusted R2 dapat naik atau turun apabila
satu variabel independen ditambahkan ke dalam model regresi
(Ghozali, 2011:97).
4. Pengujian Hipotesis
Metode analisis yang digunakan untuk uji hipotesis adalah
analisis regresi berganda. Analisis regresi berganda adalah studi
mengenai variable dependen (terikat) dengan satu atau lebih
variable independen (bebas) dengan tujuan untuk mengestimasi
atau memprediksi rata-rata populasi atau nilai rata-rata variable
dependen berdasarkan nilai variable independen yang diketahui
(Ghozali, 2009). Model penelitian ini adalah model hubungan
fungsional antara variable Y-Pencairan Tunggakan Pajak dan X1-
Surat Teguran, X2-Surat Paksa, X3-Surat Pelaksanaan
Melaksanakan Penyitaan.
Hubungan fungsional tersebut digambarkan dengan
persamaan sebagai berikut :
Ŷ= β0 + β1 X1 + β2 X2 + β3 X3 + ε
8855
Keterangan :
Ŷ = Pencairan Tunggakan Pajak
β0 = Koefisien Konstanta
β1, β2, β3 = Koefisien Regresi
X1 = Surat Teguran
X2 = Surat Paksa
X3 = Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan
ε = Koefisien Error (Variabel Pengganggu)
Metode ini dihitung dengan menggunakan SPSS pada
tingkat signifikansi 5% (α = 0,05). Untuk menganalisis hasil dari uji
regresi liner berganda, maka dapat dilakukan dengan cara uji
signifikansi individual (Uji Statistik T) dan uji signifikansi simultan
(Uji Statistik F).
8866
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Objek Penelitian
Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus dibentuk berdasarkan
Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 173/KMK.01/1979 tanggal 17
April 1979 dan merupakan salah satu unit vertikal di lingkungan
Direktorat Jenderal Pajak yang telah memelopori reformasi birokrasi
sejak tahun 2005. Hingga saat ini, Kantor Wilayah DJP Jakarta
Khusus senantiasa melakukan perbaikan dalam kerangka reformasi
birokrasi agar tetap menjadi instansi yang kredibel di mata Wajib
Pajak dan stakeholder . Keterbukaan dalam proses komunikasi
kepada para pemangku kepentingan tersebut diharapkan mendukung
akselerasi reformasi sehingga dapat meningkatkan kembali
kepercayaan masyarakat kepada DJP yang pada akhirnya dapat
meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak.
Saat ini Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus yang beralamat di
Gedung A2 Lantai 4-6 Kompleks Kantor Pusat Direktorat Jenderal
Pajak Jl. Jend. Gatot Subroto Kav. 40-42 Kebayoran Baru Jakarta
Selatan dengan wilayah kerja seluruh wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia, membawahi 9 KPP yakni :
1. KPP Penanaman Modal Asing Satu (KPP PMA 1), mempunyai
tugas pokok mengadministrasikan Wajib Pajak sektor :
8877
Industri Kertas, dan Barang dari Kertas.
Industri Pencetakan, dan Reproduksi Media Rekaman.
Industri Produk dari Batubara dan Pengilangan Minyak Bumi.
Industri Bahan Kimia dan Barang dari Bahan Kimia.
Industri Farmasi, Produk Obat Kimia dan Obat Tradisional.
Industri Karet, Barang dari Karet, dan Plastik.
Industri Barang Galian Bukan Logam.
2. KPP Penanaman Modal Asing Dua (KPP PMA 2), mempunyai
tugas pokok mengadministrasikan Wajib Pajak sektor :
Industri Logam Dasar.
Industri Barang Logam, bukan Mesin dan peralatannya.
Industri Komputer barang elektronik dan Optik.
Industri Peralatan Listrik.
Industri Mesin dan Perlengkapan YTDL.
Industri Kendaraan Bermotor, trailer dan Semi Trailer.
Industri Alat Angkutan lainnya.
Industri Pengolahan Lainnya.
3. KPP Penanaman Modal Asing Tiga (KPP PMA 3), mempunyai
tugas pokok mengadministrasikan Wajib Pajak sektor :
Pertambangan Batubara dan Lignit.
Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Alam dan Panas Bumi.
Pertambangan Bijih logam.
Pertambangan dan Penggalian Lainnya.
8888
Jasa Pertambangan.
Perdagangan, Reparasi dan Perawatan Mobil dan Sepeda
Motor.
Perdagangan Besar Bukan Mobil dan Sepeda Motor.
Perdagangan Eceran Bukan Mobil dan Motor.
4. KPP Penanaman Modal Asing Empat (KPP PMA 4), mempunyai
tugas pokok mengadministrasikan Wajib Pajak sektor :
Industri Makanan
Industri Minuman.
Industri Pengolahan Tembakau.
Industri Tekstil.
Industri Pakaian Jadi.
Industri Kulit, Barang dari Kulit dan Alas Kaki.
Industri Kayu, Barang dari Kayu dan Gabus (tidak termasuk
furnitur).
5. KPP Penanaman Modal Asing Lima (KPP PMA 5), mempunyai
tugas pokok mengadministrasikan Wajib Pajak sektor :
Pertanian Tanaman, Peternakan, Perburuan dan Kegiatan YBDI.
Kehutanan dan Penebangan Kayu.
Perikanan.
Jasa reparasi dan Pemasangan Mesin dan Peralatan.
Pengadaaan Listrik, Gas, Uap/Air Panas dan Udara Dingin.
Pengadaan Air.
8899
Jasa Pembersihan dan Pengelolaan Sampah Lainnya.
Angkutan Darat dan Angkutan Melalui Saluran Pipa.
Angkutan Air.
Angkutan Udara.
Pergudangan dan Jasa Penunjang Angkutan.
Pos dan Kurir.
Penyiaran dan Pemrograman.
Telekomunikasi.
Kegiatan Pemrograman, Konsultasi computer dankegiatan YBDI
Kegiatan jasa Informasi.
Jasa Keuangan Bukan Asuransi dan Dana Pensiun.
Asuransi, Reasuransi dan Dana Pensiun, Bukan Jaminan Sosial
Wajib.
Jasa Penunjang Jasa Keuangan, Asuransi dan Dana Pensiun.
Penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan.
Jasa Persewaan dan Sewa Guna usaha Tanpa Hak Opsi.
Jasa Ketenagakerjaan.
Jasa Agen Perjalanan, Penyelenggara Tur dan Jasa Reservasi
Lainnya.
Jasa Keamanan dan Penyelidikan.
Jasa Untuk Gedung dan Pertamanan.
Jasa Administrasi Kantor, Jasa Penunjang Kantor dan Jasa
Penunjang Usaha.
9900
Administrasi Pemerintahan dan Jaminan Sosial Wajib.
Jasa Pendidikan.
Jasa Kesehatan Manusia.
Jasa Kegiatan Sosial di dalam Panti.
Jasa Kegiatan Sosial di luar Panti.
6. KPP Penanaman Modal Asing Enam (KPP PMA 6), mempunyai
tugas pokok mengadministrasikan Wajib Pajak sektor :
Konstruksi Gedung.
Konstruksi Bangunan Sipil.
Kontruksi Khusus.
Penyediaan Akomodasi.
Penyediaan Makanan dan Minuman.
Real Estate.
Jasa Arsitektur dan teknik Sipil, Analisis dan Uji Teknis.
Periklanan dan Penelitian Pasar.
Jasa Profesional Ilmiah dan teknik Lainnya.
Kegiatan Hiburan, Kesenian dan Kreativitas.
Kegiatan Olahraga dan rekreasi Lainnya.
Kegiatan Keanggotaan Organisasi.
7. KPP Badan dan Orang Asing (KPP Badora), mempunyai tugas
pokok mengadministrasikan Wajib Pajak Bentuk Usaha Tetap dan
Orang Asing yang berkedudukan di Daerah Khusus Ibukota
Jakarta.
9911
8. KPP Perusahaan Masuk Bursa (KPP PMB), mempunyai tugas
pokok mengadministrasikan Wajib Pajak yang pernyataan
pendaftaran emisi sahamnya telah dinyatakan efektif oleh Badan
Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, badan-badan
khusus (Self Regulatory Organization) yang didirikan dan
beroperasi di bursa berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1995 tentang Pasar Modal dan Perusahaan efek non bank.
9. KPP Minyak dan Gas Bumi (KPP Migas), mempunyai tugas pokok
mengadministrasikan Wajib Pajak yang bergerak di bidang Minyak
dan Gas Bumi.
Hingga tahun 2017, rincian jumlah Wajib Pajak di Kantor
Wilayah DJP Jakarta Khusus adalah sebagai berikut :
Tabel 4.1
Jumlah Wajib Pajak di Kanwil DJP Jakarta Khusus
per 31 Desember 2017
Nama KPP Jumlah WP Terdaftar Jumlah WP Efektif
KPP PMA 1 905 WP Badan 742 WP Badan
KPP PMA 2 892 WP Badan 736 WP Badan
KPP PMA 3 953 WP Badan 487 WP Badan
KPP PMA 4 1.128 WP Badan 701 WP Badan
KPP PMA 5 1.515 WP Badan 834 WP Badan
KPP PMA 6 2.254 WP Badan 920 WP Badan
KPP Badora 31.857 WP OP 25.282 WP OP
9922
4.171 WP Badan 1.207 WP Badan
KPP PMB 1.548 WP Badan 647 WP Badan
KPP Migas 1.567 WP Badan 958 WP Badan
Total Kanwil DJP
Jakarta Khusus
31.857 WP OP
14.933 WP Badan
25.282 WP OP
7.232 WP Badan
Sumber : Kanwil DJP Jakarta Khusus
Adapun rencana (target) dan realisasi penerimaan pajak di
Kanwil DJP Jakarta Khusus berdasarkan Laporan Keuangan Audit
oleh Badan Pemeriksa Keuangan adalah sebagai berikut :
1. Data Penerimaan Tahun 2012
Tabel 4.2
Target dan Realisasi Penerimaan Pajak Tahun 2012
Nama KPP Target Realisasi Capaian
KPP PMA 1
14,583,213,250,001 11,255,379,504,093 77.18%
KPP Badora
3,308,391,150,000 2,629,459,731,457 79.48%
KPP PMB
22,350,518,150,000 17,403,947,419,844 77.87%
KPP PMA 2
17,265,214,050,001 13,965,363,137,325 80.89%
KPP PMA 3
17,810,434,860,000 14,490,474,366,969 81.36%
KPP PMA 4
6,658,184,509,999 5,288,554,167,362 79.43%
KPP PMA 5
12,257,609,879,999 10,004,074,207,680 81.62%
KPP PMA 6
9,100,899,540,000 7,280,218,369,125 79.99%
KPP Migas
97,343,502,743,648 110,084,158,485,329 113.09%
Total Kanwil DJP Jakarta Khusus
200,677,968,133,648 192,401,629,389,182 95.88%
Sumber : Laporan Keuangan Audit BPK Kanwil DJP Jakarta Khusus
9933
2. Data Penerimaan Tahun 2013
Tabel 4.3
Target dan Realisasi Penerimaan Pajak Tahun 2013
Nama KPP Target Realisasi Capaian
KPP PMA 1
14,177,712,495,145 12,694,196,217,550 89.54%
KPP Badora
2,443,009,495,364 2,334,825,463,584 95.57%
KPP PMB
21,400,645,882,095 19,405,276,399,203 90.68%
KPP PMA 2
16,233,648,281,633 13,930,704,879,368 85.81%
KPP PMA 3
12,720,726,865,854 10,744,320,983,610 84.46%
KPP PMA 4
6,616,161,182,887 5,540,068,572,097 83.74%
KPP PMA 5
12,393,330,467,611 11,800,201,380,945 95.21%
KPP PMA 6
8,699,898,994,441 8,443,158,153,952 97.05%
KPP Migas
114,497,291,005,966 125,770,435,418,163 109.85%
Total Kanwil DJP Jakarta Khusus
209,182,424,670,996 210,663,187,468,471 100.71%
Sumber : Laporan Keuangan Audit BPK Kanwil DJP Jakarta Khusus
3. Data Penerimaan Tahun 2014
Tabel 4.4
Target dan Realisasi Penerimaan Pajak Tahun 2014
Nama KPP Target Realisasi Capaian
KPP PMA 1
15,744,978,044,577 14,635,822,363,097 92.96%
KPP Badora
3,023,921,065,003 3,671,337,752,223 121.41%
KPP PMB
23,747,301,907,647 21,765,268,453,332 91.65%
KPP PMA 2
16,931,263,967,084 14,633,217,448,447 86.43%
KPP 13,775,357,445,913 11,947,516,899,367 86.73%
9944
PMA 3
KPP PMA 4
7,080,595,112,108 6,289,995,299,393 88.83%
KPP PMA 5
14,953,622,768,012 13,060,433,127,240 87.34%
KPP PMA 6
10,797,807,300,439 9,492,109,393,401 87.91%
KPP Migas
123,952,370,099,217 126,776,685,087,502 102.28%
Total Kanwil DJP Jakarta Khusus
230,007,217,710,000 222,272,385,824,002 96.64%
Sumber : Laporan Keuangan Audit BPK Kanwil DJP Jakarta Khusus
4. Data Penerimaan Tahun 2015
Tabel 4.5
Target dan Realisasi Penerimaan Pajak Tahun 2015
Nama KPP Target Realisasi Capaian
KPP PMA 1
20,685,793,677,481 14,836,901,201,340 71.73%
KPP Badora
5,127,794,711,778 4,166,632,259,827 81.26%
KPP PMB
31,429,728,400,435 27,249,563,196,166 86.70%
KPP PMA 2
20,372,812,823,830 13,473,186,935,540 66.13%
KPP PMA 3
16,636,752,544,968 11,742,791,538,362 70.58%
KPP PMA 4
8,746,293,146,100 7,327,776,334,038 83.78%
KPP PMA 5
18,248,063,100,124 13,665,418,377,988 74.89%
KPP PMA 6
13,538,084,425,733 9,775,936,876,565 72.21%
KPP Migas
101,891,520,693,551 97,606,359,337,496 95.79%
Total Kanwil DJP Jakarta Khusus
236,676,843,524,000 199,844,566,057,322 84.44
%
Sumber : Laporan Keuangan Audit BPK Kanwil DJP Jakarta Khusus
5. Data Penerimaan Tahun 2016
Tabel 4.6
Target dan Realisasi Penerimaan Pajak Tahun 2016
9955
Nama KPP Target Realisasi Capaian
KPP PMA 1
19,875,305,955,834 13,527,426,692,494 68.06%
KPP Badora
5,588,061,873,066 4,202,433,571,173 75.20%
KPP PMB
37,590,171,330,703 24,834,491,548,865 66.07%
KPP PMA 2
18,319,308,616,076 13,112,783,516,227 71.58%
KPP PMA 3
16,054,191,513,681 11,707,303,895,077 72.92%
KPP PMA 4
9,886,502,722,782 7,063,568,405,324 71.45%
KPP PMA 5
18,567,364,465,238 15,672,226,369,065 84.41%
KPP PMA 6
13,488,366,472,423 9,278,535,928,379 68.79%
KPP Migas
80,616,963,064,193 61,009,433,489,240 75.68%
Total Kanwil DJP Jakarta Khusus
219,986,236,013,996 160,408,203,415,844 72.92%
Sumber : Laporan Keuangan Audit BPK Kanwil DJP Jakarta Khusus
Sedangkan kondisi tunggakan pajak di Kanwil DJP Jakarta
Khusus berdasarkan Laporan Keuangan Audit oleh Badan Pemeriksa
Keuangan adalah sebagai berikut :
Tabel 4.7
Tunggakan Pajak di Kanwil DJP Jakarta Khusus Tahun 2012-2016
Tahun Periode Total Tunggakan Pajak
(Dalam Rupiah)
2012
Semester I(Jan-Jun) 25.798.966.608.772
Semester II(Jul-Des) 12.495.999.047.540
Total Tunggakan Tahun 2012 38.294.965.656.312
2013
Semester I(Jan-Jun) 9.680.336.120.637
Semester II(Jul-Des) 15.642.689.269.291
9966
Total Tunggakan Tahun 2013 25.323.025.389.928
2014
Semester I(Jan-Jun) 28.945.411.442.755
Semester II(Jul-Des) 12.174.204.465.334
Total Tunggakan Tahun 2014 41.119.615.908.089
2015
Semester I(Jan-Jun) 36.800.861.336.582
Semester II(Jul-Des) 5.568.443.771.124
Total Tunggakan Tahun 2015 42.369.305.107.706
2016
Semester I(Jan-Jun) 18.123.403.663.388
Semester II(Jul-Des) 6.068.749.119.409
Total Tunggakan Tahun 2016 24.192.152.782.797 Sumber : Laporan Keuangan Audit BPK Kanwil DJP Jakarta Khusus
Dalam penelitian ini ditekankan pada pengujian pengaruh
antara Surat Teguran, Surat Paksa dan Surat Pelaksanaan
Melaksanakan Penyitaan terhadap pencairan tunggakan pajak.Objek
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah KPP di
Lingkungan Kanwil DJP Jakarta khusus selama periode penelitian.
Peneliti menggunakan metode purposive sampling untuk
mendapatkan sampel yang sesuai dengan kriteria penelitian, maka
terpilihlah 4 KPP yang memenuhi kriteria dan dijadikan sampel pada
penelitian ini yakni KPP PMA Empat, KPP Badora, KPP PMB dan
KPP Migas.
Data yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari Informasi
dan Monitoring SIDJP Menu Penagihan khususnya pada Register
Surat Teguran, Register Surat Paksa, Register Surat Sita, Manual
Pembayaran Piutang dan Data Modul Penerimaan Negara (MPN)
9977
KPP yang menjadi sample penelitian. Dalam penelitian ini, periode
pengamatan adalah 5 tahun yakni sejak tahun 2012 sampai tahun
2016. Dengan demikian sample penelitian ditentukan sebanyak 20
sampel.
Setelah mengetahui KPP yang dijadikan sample pada
penelitian ini, maka melalui register penagihan (Register Surat
Teguran, Register Surat Paksa dan Register Surat Sita) serta data
MPN yang diperoleh, peneliti akan menghitung menggunakan skala
rasio dari setiap penerbitan dan pembayaran atas Surat Teguran,
Surat Paksa dan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan dari setiap
KPP yang dijadikan sampel.
Selanjutnya, diuji menggunakan uji normalitas dan dianalisa
menggunakan uji analisis regresi berganda. Keseluruhan proses ini
digunakan untuk menjawab rumusan masalah yang telah ada dan
pembuktian hipotesis yang terdapat dalam penelitian ini.
B. Hasil Penelitian
Sebelum melakukan pengolahan data dan pengujian hipotesis
terlebih dahulu akan dijabarkan data yang akan diolah mengenai
tindakan penagihan aktif (jumlah Surat Teguran, jumlah Surat Paksa,
sampai jumlah Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan) yang
diterbitkan serta pencairan tunggakanpajak yang dilihat dari jumlah
pembayaran atas pajak yang terutang yang didasarkan pada STP,
SKPKB, SKPKBT di Kanwil DJP Jakarta Khusus dari tahun 2012
9988
sampai 2016. Penelitian dilakukan di 4 KPP Lingkungan Kanwil DJP
Jakarta Khusus yaitu KPP KPP PMA Empat, KPP Badora, KPP Migas
dan KPP PMB.
1. Kondisi Surat Teguran di KPP Lingkungan Kanwil DJP Jakarta
Khusus
Berikut adalah data mengenai kondisi Surat Teguran diKPP
PMA Empat, KPP Badora, KPP Migas dan KPP PMB untuk tahun
2012 sampai 2016.
Tabel 4.8
Jumlah Penerbitan Surat Teguran
KPP Penanaman Modal Asing Empat
Tahun 2012-2016 (dalam “Surat”)
Bulan Tahun 2012
Tahun 2013
Tahun 2014
Tahun 2015
Tahun 2016
Jan 63 76 228 11 227
Feb 129 259 90 182 133
Mar 40 42 57 35 203
Apr 116 94 125 126 314
Mei 65 40 113 139 384
Jun 81 61 83 120 183
Jul 37 22 35 1 138
Ags 54 72 139 117 500
Sep 1 109 119 483 168
Okt 102 28 186 176 189
9999
Nov 12 124 138 37 197
Des 126 114 105 90 349
Total 826 1.041 1.418 1.517 2.985
Sumber : Register Surat Teguran SIDJP
Tabel 4.9
Nilai Ketetapan Surat Teguran
KPP Penanaman Modal Asing Empat
Tahun 2012-2016 (dalam “Rupiah/Rp”)
Bulan Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016
Jan 3.526.853.114 8.938.716.305 115.012.833.547 506.200.530 163.404.396.559
Feb 5.577.244.459 24.897.458.342 130.226.157.132 18.238.694.744 89.040.108.212
Mar 1.672.186.193 4.871.462.247 6.390.040.755 11.086.714.277 48.869.096.191
Apr 3.034.068.001 3.163.207.807 13.520.925.333 21.589.312.588 43.809.821.794
Mei 884.276.995 2.428.813.809 1.227.138.940 24.532.310.433 11.311.902.232
Jun 2.065.602.281 4.779.379.411 28.902.361.163 32.610.127.851 11.311.902.232
Jul 3.416.711.802 3.978.504.257 2.831.766.384 23.297.061 27.628.632.078
Ags 3.688.617.275 16.646.034.741 1.633.972.268 11.991.909.560 47.691.524.525
Sep 500 9.572.509.731 4.642.045.144 41.632.214.793 47.504.981.555
Okt 1.898.241.351 22.210.414.167 20.084.973.835 36.996.542.773 34.697.865.434
Nov 7.823.499.835 36.095.536.240 4.481.209.476 21.894.899.653 17.009.844.645
Des 2.731.931.187 83.788.406.411 4.761.557.256 7.203.436.554 19.669.050.412
Total 36.319.232.993 221.370.443.468 333.714.981.233 228.305.660.817 561.949.125.869
Sumber : Register Surat Teguran SIDJP
Tabel 4.10
Jumlah Penerbitan Surat Teguran
110000
KPP Badan dan Orang Asing
Tahun 2012-2016 (dalam “Surat”)
Bulan Tahun 2012
Tahun 2013
Tahun 2014
Tahun 2015
Tahun 2016
Jan 131 141 124 80 257
Feb 103 69 78 49 18
Mar 58 35 65 439 452
Apr 58 72 47 174 484
Mei 80 46 56 352 111
Jun 78 80 117 132 837
Jul 23 92 4 187 238
Ags 59 65 266 170 262
Sep 116 97 70 128 868
Okt 32 113 112 245 587
Nov 49 54 93 84 756
Des 81 90 106 66 401
Total 868 954 1.138 2.106 5.271
Sumber : Register Surat Teguran SIDJP
Tabel 4.11
Nilai Ketetapan Surat Teguran
KPP Badan dan Orang Asing
Tahun 2012-2016 (dalam “Rupiah/Rp”)
Bulan Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016
Jan 471.133.137 2.989.940.858 30.324.909.708 62.794.903.699 5.029.804.039
110011
Feb 189.197.223 959.197.802 30.352.758.264 3.043.028.206 467.763.976
Mar 519.687.575 1.067.121.247 817.760.520 48.829.995.894 7.471.267.104
Apr 4.082.334.770 1.401.097.761 64.339.242.082 9.369.220.953 9.987.876.107
Mei 584.143.338 4.779.829.527 21.074.340.651 5.818.268.227 16.139.724.640
Jun 918.408.705.395 2.629.356.346 14.471.682.008 7.907.973.994 50.882.223.831
Jul 806.455.660 47.475.222.413 528.151 11.846.053.214 30.662.133.066
Ags 3.053.638.921 603.152.217 2.096.426.889 28.167.089.326 1.259.130.493
Sep 3.175.586.810 351.627.540 1.870.690.237 7.713.495.050 18.851.605.814
Okt 8.103.109.787 4.410.662.845 16.357.151.630 1.727.476.417 6.060.696.881
Nov 763.294.671 17.286.152.951 1.995.850.853 23.848.234.218 275.658.341.837
Des 2.401.357.291 46.334.220.821 93.368.458.597 1.566.675.228 164.077.220.086
Total 942.558.644.578 130.287.582.328 277.069.799.590 212.632.414.426 586.547.787.874
Sumber : Register Surat Teguran SIDJP
Tabel 4.12
Jumlah Penerbitan Surat Teguran
KPP Minyak dan Gas Bumi
Tahun 2012-2016 (dalam “Surat”)
Bulan Tahun 2012
Tahun 2013
Tahun 2014
Tahun 2015
Tahun 2016
Jan 150 146 37 157 1.289
Feb 126 102 92 131 938
Mar 103 30 92 185 218
Apr 9 36 0 149 443
Mei 240 38 71 519 993
Jun 137 138 44 78 2.332
Jul 62 86 48 91 616
110022
Ags 114 160 22 153 678
Sep 94 96 289 428 355
Okt 55 81 36 469 209
Nov 71 102 343 791 626
Des 136 159 211 313 438
Total 1.297 1.174 1.285 3.464 9.135
Sumber : Register Surat Teguran SIDJP
Tabel 4.13
Nilai KetetapanSurat Teguran
KPP Minyak dan Gas Bumi
Tahun 2012-2016 (dalam “Rupiah/Rp”)
Bulan Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016
Jan 229.449.631.435 7.086.005.080 194.319.645.544 22.184.251.724 10.865.153.726
Feb 8.380.234.263 2.270.720.126 181.493.478.587 52.232.989.650 67.601.241.868
Mar 129.038.698.011 1.786.371.085 35.786.083.564 21.258.058.081 2.803.524.554
Apr 2.813.607 1.071.711.622 0 26.814.196.210 13.649.182.247
Mei 22.278.930.436 2.387.375.177 3.023.294.090 25.195.226.073 12.225.341.632
Jun 156.057.471.782 2.328.353.468 8.485.430.917 15.267.921.357 33.181.701.258
Jul 40.318.814.519 5.194.642.440 22.038.665.429 4.909.022.340 5.415.290.696
Ags 6.129.420.620 3.583.810.163 12.785.823.364 3.442.295.646 99.436.924.133
Sep 1.664.321.097 21.975.453.301 31.748.972.383 13.476.591.100 15.010.317.237
Okt 11.223.777.529 46.738.646.328 185.730.602 15.185.291.425 3.700.116.064
Nov 7.052.526.842 13.173.950.278 16.987.005.842 4.557.330.768 359.298.688.523
Des 41.281.693.980 152.559.289.889 6.877.419.803 4.544.487.281 13.665.783.036
Total 652.878.334.121 260.156.328.957 513.731.550.125 209.067.661.655 636.853.264.974
110033
Sumber : Register Surat Teguran SIDJP
Tabel 4.14
Jumlah Penerbitan Surat Teguran
KPP Perusahaan Masuk Bursa
Tahun 2012-2016 (dalam “Surat”)
Bulan Tahun 2012
Tahun 2013
Tahun 2014
Tahun 2015
Tahun 2016
Jan 52 111 120 50 275
Feb 51 215 59 99 0
Mar 35 109 47 213 496
Apr 91 66 34 180 80
Mei 46 111 54 315 132
Jun 206 188 116 136 276
Jul 258 90 123 36 68
Ags 73 79 123 43 132
Sep 150 51 28 146 0
Okt 55 57 81 66 307
Nov 84 62 78 9 328
Des 31 158 119 120 32
Total 1.132 1.297 982 1.413 2.126
Sumber : Register Surat Teguran SIDJP
Tabel 4.15
Nilai Ketetapan Surat Teguran
KPP Perusahaan Masuk Bursa
110044
Tahun 2012-2016 (dalam “Rupiah/Rp”)
Bulan Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016
Jan 9.060.323.401 59.856.645.065 59.911.890.989 32.443.375.357 81.801.627.824
Feb 45.224.545.200 51.776.594.079 109.873.041.727 17.293.082.081 0
Mar 23.926.165.234 18.300.021.285 894.830.038 51.481.468.841 195.167.698.638
Apr 24.881.962.784 27.822.720.355 8.568.084.655 72.514.821.313 10.995.682.255
Mei 8.920.289.366 71.641.513.691 49.474.179.401 78.710.397.606 80.184.668.576
Jun 12.455.318.352 313.690.425.546 26.388.287.569 18.036.334.693 58.920.120.523
Jul 95.879.812.501 23.386.243.857 55.994.569.370 22.371.592.762 11.261.170.700
Ags 5.405.311.301 27.458.961.484 16.282.430.830 14.443.339.452 40.174.806.246
Sep 28.256.821.087 57.461.177.402 48.585.355.979 114.999.558.618 0
Okt 12.041.049.540 33.686.035.802 632.665.167.790 6.988.459.378 21.808.543.645
Nov 19.733.956.504 12.979.562.465 31.388.103.554 7.402.357.516 13.187.427.524
Des 2.086.746.605 33.655.905.071 35.543.969.430 18.642.374.563 25.867.030.043
Total 287.872.301.875 731.715.806.102 1.075.569.911.332 455.327.162.180 539.368.775.974
Sumber : Register Surat Teguran SIDJP
2. Kondisi Surat Paksa di KPP Lingkungan Kanwil DJP Jakarta
Khusus
Berikut adalah data mengenai kondisi Surat Paksa di KPP
PMA Empat, KPP Badora, KPP Migas dan KPP PMB untuk tahun
2012 sampai 2016.
Tabel 4.16
Jumlah Penerbitan Surat Paksa
KPP Penanaman Modal Asing Empat
Tahun 2012-2016 (dalam “Surat”)
110055
Bulan Tahun 2012
Tahun 2013
Tahun 2014
Tahun 2015
Tahun 2016
Jan 4 23 20 115 61
Feb 1 121 301 116 125
Mar 62 63 77 90 137
Apr 17 98 96 87 54
Mei 30 99 30 32 214
Jun 119 0 110 124 73
Jul 145 32 14 59 0
Ags 27 4 38 0 244
Sep 39 80 147 194 355
Okt 38 2 154 332 67
Nov 37 102 7 94 114
Des 35 108 27 21 94
Total 554 732 1.021 1.264 1.538
Sumber : Register Surat Paksa SIDJP
Tabel 4.17
Nilai Ketetapan Surat Paksa
KPP Penanaman Modal Asing Empat
Tahun 2012-2016 (dalam “Rupiah/Rp”)
Bulan Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016
Jan 74.751.834 177.658.201 3.059.088.156 8.955.047.583 6.382.664.246
Feb 59.971.196 24.465.299.650 122.340.946.553 4.670.800.543 152.644.146.426
Mar 1.143.170.334 6.854.027.073 12.879.007.517 6.331.827.168 68.772.199.286
Apr 475.137.361 5.876.306.240 13.320.598.264 5.691.976.221 45.201.922.347
110066
Mei 83.717.045 5.876.306.240 8.372.202.310 3.466.825.097 25.836.396.231
Jun 3.592.635.377 0 115.893.204.355 30.855.970.525 3.288.298.636
Jul 6.887.052.007 446.575.834 77.966.588.556 18.482.947.154 0
Ags 2.768.004.343 7.370.289 2.580.761.946 0 31.457.418.237
Sep 364.766.549 14.328.891.977 1.042.940.390 40.079.317.835 29.488.777.799
Okt 240.231.320 3.754.368.562 5.701.555.352 14.954.077.614 6.759.177.228
Nov 1.493.139.477 9.933.935.842 11.399.241.515 34.674.749.112 39.487.014.377
Des 2.639.050.834 55.312.847.250 413.708.940 15.616.575.529 3.022.187.482
Total 19.821.627.677 127.033.587.158 374.969.843.854 183.780.114.381 412.340.202.295
Sumber : Register Surat Paksa SIDJP
Tabel 4.18
Jumlah Penerbitan Surat Paksa
KPP Badan dan Orang Asing
Tahun 2012-2016 (dalam “Surat”)
Bulan Tahun 2012
Tahun 2013
Tahun 2014
Tahun 2015
Tahun 2016
Jan 53 81 49 76 3
Feb 102 51 86 42 121
Mar 81 81 72 18 53
Apr 12 43 33 1 105
Mei 31 25 34 83 45
Jun 31 71 61 278 123
Jul 49 26 1 88 299
Ags 3 87 4 2 13
Sep 18 9 244 7 659
110077
Okt 97 64 29 167 340
Nov 31 35 69 396 546
Des 4 38 43 24 939
Total 512 611 725 1.182 3.246
Sumber : Register Surat Paksa SIDJP
Tabel 4.19
Nilai Ketetapan Surat Paksa
KPP Badan dan Orang Asing
Tahun 2012-2016 (dalam “Rupiah/Rp”)
Bulan Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016
Jan 138.385.362 2.862.020.479 9.136.206.293 89.606.443.060 21.617.773.842
Feb 196.054.737 813.776.712 24.030.494.268 61.764.830.112 3.976.736.835
Mar 69.204.033 486.398.729 30.048.218.830 642.333.832 302.794.907
Apr 124.116.161 1.786.671.689 268.070.413 100.000 2.157.714.530
Mei 35.138.687 9.599.006 31.179.884.379 41.483.699.158 348.619.817
Jun 66.959.230 5.819.665.127 58.897.868.393 7.169.752.910 5.133.657.502
Jul 918.042.869.022 616.097.315 16.563.855.071 509.252.475 41.280.406.024
Ags 324.000 47.074.360.168 29.538.164 3.873.550.748 29.960.414.443
Sep 1.359.103.742 7.625.097 3.135.596.244 25.398.925.779 8.524.324.893
Okt 1.277.399.773 276.857.797 40.227.118 3.688.084.586 17.459.466.148
Nov 8.102.809.787 1.046.278.536 674.929.426 2.680.526.938 6.063.535.417
Des 125.888.494 348.132.535 16.397.262.947 809.558.320 315.340.865.737
Total 929.537.929.352 61.147.483.190 190.402.151.546 237.626.958.018 452.166.310.095
Sumber : Register Surat Paksa SIDJP
110088
Tabel 4.20
Jumlah Penerbitan Surat Paksa
KPP Minyak dan Gas Bumi
Tahun 2012-2016 (dalam “Surat”)
Bulan Tahun 2012
Tahun 2013
Tahun 2014
Tahun 2015
Tahun 2016
Jan 77 100 76 0 252
Feb 127 147 80 266 486
Mar 55 15 73 97 524
Apr 76 24 55 183 143
Mei 47 23 2 124 460
Jun 182 32 26 122 300
Jul 90 46 49 81 796
Ags 194 19 31 173 715
Sep 7 76 159 181 240
Okt 93 64 71 45 679
Nov 74 39 17 122 730
Des 42 36 272 228 356
Total 1.064 621 911 1.622 5.681
Sumber : Register Surat Paksa SIDJP
Tabel 4.21
Nilai Ketetapan Surat Paksa
KPP Minyak dan Gas Bumi
Tahun 2012-2016 (dalam “Rupiah/Rp”)
110099
Bulan Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016
Jan 4.057.003.924 15.191.170.563 42.520.631.681 0 779.093.819
Feb 192.087.587.288 5.008.541.287 252.068.343.046 24.389.797.830 11.960.922.014
Mar 11.744.813.010 1.554.120.217 183.621.477.952 14.691.587.640 12.831.348.281
Apr 1.409.572.608 319.804.892 34.945.591.066 47.106.540.727 13.648.442.487
Mei 339.732.268 2.116.186.077 2.000.000 6.741.385.968 1.796.052.654
Jun 23.186.140.244 91.894.857 2.516.041.942 20.860.105.022 13.168.170.198
Jul 16.669.251.118 11.823.181.366 8.728.792.101 742.254.062 5.393.878.996
Ags 613.137.840.255 1.950.000 3.064.803.856 8.350.048.618 4.096.219.311
Sep 161.022.925 2.549.592.853 42.838.473.436 5.323.245.995 1.718.458.600
Okt 1.734.251.223 45.227.699.498 14.860.751.002 11.753.259.007 12.164.797.709
Nov 11.617.384.274 27.481.142.167 57.536.661 817.511.153 97.938.160.059
Des 1.853.030.658 2.481.266.596 64.710.643.225 13.358.387.176 945.222.800
Total 877.997.629.795 113.846.550.373 649.935.085.968 154.134.123.198 176.440.766.928
Sumber : Register Surat Paksa SIDJP
Tabel 4.22
Jumlah Penerbitan Surat Paksa
KPP Perusahaan Masuk Bursa
Tahun 2012-2016 (dalam “Surat”)
Bulan Tahun 2012
Tahun 2013
Tahun 2014
Tahun 2015
Tahun 2016
Jan 26 55 112 130 16
Feb 25 124 34 0 70
Mar 27 28 78 39 0
Apr 19 97 19 245 151
Mei 26 14 31 107 9
111100
Jun 13 169 40 214 281
Jul 191 43 70 13 24
Ags 61 49 91 59 276
Sep 83 26 79 39 0
Okt 40 15 2 55 5
Nov 49 21 41 67 22
Des 5 15 38 75 0
Total 565 656 635 1.043 854
Sumber : Register Surat Paksa SIDJP
Tabel 4.23
Nilai Ketetapan Surat Paksa
KPP Perusahaan Masuk Bursa
Tahun 2012-2016 (dalam “Rupiah/Rp”)
Bulan Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016
Jan 3.752.809.425 6.306.554.501 26.073.349.423 17.853.104.387 3.787.049.124
Feb 6.251.331.506 64.146.188.268 6.478.222.532 0 53.212.693.932
Mar 32.121.177.521 44.350.152.700 166.331.436.515 38.972.540.829 0
Apr 9.253.285.171 32.503.635.613 228.470.016 79.117.737.471 67.593.444.270
Mei 44.579.671 2.552.465.526 5.984.837.595 81.277.031.524 1.815.521.391
Jun 36.068.880.044 375.505.929.038 13.059.530.034 66.333.244.738 79.386.207.128
Jul 13.209.177.546 12.984.394.461 17.518.280.817 10.120.473.516 2.193.854.594
Ags 2.166.059.812 15.733.133.901 43.846.997.800 32.600.135.140 41.040.489.113
Sep 76.737.715.576 2.775.021.021 16.625.866.852 22.499.481.785 0
Okt 16.580.671.085 32.234.454.870 46.279.777.316 1.822.076.312 6.016.987.272
111111
Nov 19.209.122.918 27.778.920.183 58.715.524.519 79.901.756.287 41.663.690.517
Des 1.435.750.830 3.247.798.614 580.465.201.820 28.851.961.511 0
Total 216.830.561.105 620.118.648.696 981.607.495.239 459.349.543.500 296.709.937.341
Sumber : Register Surat Paksa SIDJP
3. Kondisi Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan di KPP
Lingkungan Kanwil DJP Jakarta Khusus
Berikut adalah data mengenai kondisi Surat Perintah
Melaksanakan Penyitaan di KPP PMA Empat, KPP Badora, KPP
Migas dan KPP PMB untuk tahun 2012 sampai 2016.
Tabel 4.24
Jumlah Penerbitan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan
KPP Penanaman Modal Asing Empat
Tahun 2012-2016 (dalam “Surat”)
Bulan Tahun 2012
Tahun 2013
Tahun 2014
Tahun 2015
Tahun 2016
Jan 0 0 0 0 72
Feb 0 0 0 0 33
Mar 0 0 0 0 19
Apr 0 0 0 0 9
Mei 0 0 26 0 0
Jun 0 0 18 31 0
Jul 6 0 0 0 0
Ags 34 0 0 0 6
Sep 8 0 27 0 3
Okt 0 0 1 5 134
111122
Nov 0 0 0 25 108
Des 0 0 0 0 8
Total 48 0 72 61 392
Sumber : Register Surat Sita SIDJP
Tabel 4.25
Nilai Ketetapan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan
KPP Penanaman Modal Asing Empat
Tahun 2012-2016 (dalam “Rupiah/Rp”)
Bulan Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016
Jan 0 0 0 0 895.336.954
Feb 0 0 0 0 991.280.207
Mar 0 0 0 0 17.648.431.724
Apr 0 0 0 0 803.292.836
Mei 0 0 3.958.980.926 0 0
Jun 0 0 3.465.045.280 80.147.319 0
Jul 6.829.857.886 0 0 0 0
Ags 730.205.442 0 0 0 197.335.780
Sep 9.215.040.172 0 8.802.210.798 0 1.890.000.108
Okt 0 0 3.229.238.833 3.807.711.760 383.362.458
Nov 0 0 0 395.259.914 60.975.398.458
Des 0 0 0 0 5.855.592.195
Total 16.775.103.500 0 19.455.475.837 4.283.118.993 89.640.030.720
Sumber : Register Surat Sita SIDJP
Tabel 4.26
111133
Jumlah Penerbitan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan
KPP Badan dan Orang Asing
Tahun 2012-2016 (dalam “Surat”)
Bulan Tahun 2012
Tahun 2013
Tahun 2014
Tahun 2015
Tahun 2016
Jan 0 0 64 0 0
Feb 4 0 0 0 34
Mar 0 0 0 0 64
Apr 26 0 0 2 1
Mei 0 0 0 27 0
Jun 0 0 9 3 0
Jul 4 26 0 0 0
Ags 6 0 0 20 4
Sep 0 0 18 0 24
Okt 113 0 13 0 6
Nov 0 3 0 0 32
Des 5 17 3 0 348
Total 158 46 107 52 513
Sumber : Register Surat Sita SIDJP
Tabel 4.27
Nilai Ketetapan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan
KPP Badan dan Orang Asing
Tahun 2012-2016 (dalam “Rupiah/Rp”)
Bulan Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016
111144
Jan 0 0 19.210.000 0 0
Feb 7.769.725 0 0 0 174.937.646.837
Mar 0 0 0 0 35.510.361.407
Apr 14.437.823 0 0 63.578.798.322 1.822.998.714
Mei 0 0 0 92.180.148.380 0
Jun 0 0 8.295.906.554 41.116.296.119 0
Jul 5.600.000 4.544.532.033 0 0 0
Ags 914.166.251.758 0 0 15.739.009.211 1.835.429.028
Sep 0 0 1.303.120.000 0 843.159.016
Okt 113.750.158.471 0 280.739.160 0 29.443.322.665
Nov 0 0 0 0 1.530.432.410
Des 1.155.515.858 72.583.193 562.044.426 0 15.419.589.499
Total 1.029.099.733.635 4.617.115.226 10.461.020.140 212.614.252.032 261.342.939.576
Sumber : Register Surat Sita SIDJP
Tabel 4.28
Jumlah Penerbitan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan
KPP Minyak dan Gas Bumi
Tahun 2012-2016 (dalam “Surat”)
Bulan Tahun 2012
Tahun 2013
Tahun 2014
Tahun 2015
Tahun 2016
Jan 3 0 0 0 0
Feb 5 0 0 0 13
Mar 4 0 32 4 11
Apr 0 0 0 84 0
Mei 0 4 7 8 23
Jun 0 4 0 47 10
111155
Jul 0 0 0 102 0
Ags 0 0 0 15 173
Sep 0 2 3 97 85
Okt 0 13 0 55 29
Nov 0 0 0 4 19
Des 0 0 30 32 0
Total 12 23 72 448 363
Sumber : Register Surat Sita SIDJP
Tabel 4.29
Nilai Ketetapan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan
KPP Minyak dan Gas Bumi
Tahun 2012-2016 (dalam “Rupiah/Rp”)
Bulan Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016
Jan 325.783.355 0 0 0 0
Feb 750.000 0 0 0 3.726.341.763
Mar 250.000 0 154.582.025.886 10.871.357.412 19.785.630.780
Apr 0 0 0 395.789.486.233 0
Mei 0 3.703.999.464 2.684.399.509 52.396.229 1.881.136.874
Jun 0 4.045.067.727 0 8.535.969.402 12.380.320.671
Jul 0 0 0 82.992.817.701 0
Ags 0 0 0 2.900.000 175.040.240.447
Sep 0 996.517.760 4.678.926.471 46.378.870.087 5.772.373.569
Okt 0 250.000 0 45.394.639.713 19.941.333.958
Nov 0 0 0 16.273.519.853 273.953.405
Des 0 0 7.145.887.697 12.533.683.308 0
111166
Total 325.784.355 8.745.585.201 169.091.239.563 618.825.639.938 238.801.331.467
Sumber : Register Surat Sita SIDJP
Tabel 4.30
Jumlah Penerbitan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan
KPP Perusahaan Masuk Bursa
Tahun 2012-2016 (dalam “Surat”)
Bulan Tahun 2012
Tahun 2013
Tahun 2014
Tahun 2015
Tahun 2016
Jan 5 0 0 0 0
Feb 8 0 0 0 0
Mar 2 13 0 0 0
Apr 4 1 0 14 1
Mei 0 13 0 41 13
Jun 0 34 0 0 0
Jul 0 19 0 0 0
Ags 0 3 0 0 0
Sep 1 29 82 39 0
Okt 12 0 0 5 0
Nov 0 12 0 0 0
Des 3 0 0 20 0
Total 35 124 82 119 14
Sumber : Register Surat Sita SIDJP
Tabel 4.31
Nilai Ketetapan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan
111177
KPP Perusahaan Masuk Bursa
Tahun 2012-2016 (dalam “Rupiah/Rp”)
Bulan Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016
Jan 710.965.469 0 0 0 0
Feb 31.303.294.692 0 0 0 0
Mar 9.485.921.433 19.584.928.068 0 0 0
Apr 1.902.523.322 8.761.987.802 0 7.573.703.504 6.550.471.317
Mei 0 2.039.348.504 0 22.410.881.175 31.003.558.927
Jun 0 55.292.584.467 0 0 0
Jul 0 22.356.823.247 0 0 0
Ags 0 3.454.487.969 0 0 0
Sep 501.858.755.822 2.654.265.673 20.780.918.841 1.856.018.557 0
Okt 2.143.526.088 0 0 30.081.465 0
Nov 0 41.818.470.439 0 0 0
Des 7.481.992.074 0 0 13.048.365.584 0
Total 554.886.978.900 155.962.896.169 20.780.918.841 44.919.050.285 37.554.030.244
Sumber : Register Surat Sita SIDJP
4. Kondisi Pencairan Tunggakan Pajak di KPP Lingkungan
Kanwil DJP Jakarta Khusus
Berikut adalah data mengenai kondisi pencairan tunggakan
pajak di KPP PMA Empat, KPP Badora, KPP Migas dan KPP PMB
untuk tahun 2012 sampai 2016.
a. Pencairan Tunggakan Pajak Dari Surat Teguran
Tabel 4.32
Jumlah Pencairan Tunggakan Pajak
Dari Surat Teguran
111188
KPP Penanaman Modal Asing Empat
Tahun 2012-2016 (dalam “Rupiah/Rp”)
Bulan Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016
Jan 14.995.519 380.059.786 398.983.095 2.005.378.187 1.234.088.524
Feb 135.617.012 899.801.775 1.502.274.773 6.879.139.310 4.735.527.473
Mar 4.355.531.081 11.189.443.575 762.868.019 8.115.705.842 12.976.363.546
Apr 23.883.508 944.202.035 3.236.190.431 10.393.970.057 13.166.433.720
Mei 181.717.004 1.516.212.216 530.180.590 18.254.192.332 13.188.490.560
Jun 225.601.101 802.884.329 6.148.678.049 16.347.765.677 13.188.490.560
Jul 753.953.454 809.471.236 1.381.168.914 17.292.754.494 49.138.306.335
Ags 936.404.929 40.435.380 2.482.624.034 18.155.841.303 44.574.514.294
Sep 89.437.085 5.498.814.261 2.404.705.858 3.518.075.468 54.761.772.287
Okt 774.520.169 14.121.457.590 4.681.587.210 124.029.870.412 81.316.197.247
Nov 127.681.528 2.533.620.065 15.155.484.293 33.530.958.862 87.610.303.838
Des 2.042.859.828 403.042.350 1.120.291.345 34.680.945.332 184.466.596.025
Total 9.662.202.218 39.139.444.598 39.805.036.611 293.204.597.276 560.357.084.409
Sumber : Laporan Kegiatan Penagihan
Tabel 4.33
Jumlah Pencairan Tunggakan Pajak
Dari Surat Teguran
KPP Badan dan Orang Asing
Tahun 2012-2016 (dalam “Rupiah/Rp”)
Bulan Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016
Jan 325.733.832 118.284.056 5.544.478.204 165.418.501 508.956.904
Feb 145.318.030 206.672.058 4.014.511.146 1.869.806.738 215.924.372
111199
Mar 469.615.557 59.870.352 17.770.359.614 13.765.658.041 1.848.588.352
Apr 540.191.970 484.089.824 1.000.447.135 708.566.664 4.463.779.800
Mei 182.892.667 1.130.431.519 4.642.062.649 13.765.658.041 4.649.730.414
Jun 63.634.144 4.038.425.047 16.398.637.978 13.765.658.041 9.874.719.519
Jul 51.803.578 912.865.543 2.008.516.229 13.765.658.041 11.342.840.172
Ags 226.849.473 104.883.530 87.109.990 13.765.658.041 13.738.135.437
Sep 1.252.387.426 418.366.848 520.020.752 1.874.636.575 15.199.291.496
Okt 824.533.224 545.997.594 1.172.670.601 28.395.939.155 16.049.822.892
Nov 455.913.134 3.594.040.993 1.738.023.344 28.817.450.256 16.538.581.574
Des 4.795.727.830 37.128.592.082 5.622.490.579 29.474.409.611 66.995.193.777
Total 9.334.600.865 48.742.519.446 60.519.328.221 160.134.517.705 161.425.564.709
Sumber : Laporan Kegiatan Penagihan
Tabel 4.34
Jumlah Pencairan Tunggakan Pajak
Dari Surat Teguran
KPP Minyak dan Gas Bumi
Tahun 2012-2016 (dalam “Rupiah/Rp”)
Bulan Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016
Jan 37.244.231 2.071.887.988 709.256.187 3.304.739.087 171.907.063
Feb 315.025.659 8.688.179.737 3.161.632.379 1.510.253.882 9.784.763.562
Mar 1.998.949.313 595.837.142 95.182.180 2.164.594.100 9.980.538.734
Apr 10.047.101.366 55.982.951.358 350.945.099 4.972.228.567 10.260.863.287
Mei 589.329.261 543.325.749 469.306.980 34.245.599.600 20.291.633.358
Jun 5.261.242.849 8.090.981.535 836.466.982 34.245.599.600 22.116.798.885
Jul 23.779.432.673 5.190.690.511 4.043.215.095 34.245.599.600 23.059.823.115
112200
Ags 1.108.668.533 6.140.909.660 1.951.833.530 40.439.375.018 23.322.184.294
Sep 5.719.642.533 1.097.438.745 2.267.195.641 1.442.321.671 28.918.601.541
Okt 711.510.090 6.530.283.918 14.826.317.881 55.472.734.061 28.963.574.491
Nov 65.440.096 55.037.192.525 3.335.998.259 55.906.197.812 30.140.652.432
Des 21.372.285.341 2.323.107.769 47.875.924.914 56.969.487.067 91.519.541.030
Total 71.005.871.945 152.292.786.637 79.923.275.127 324.918.730.065 298.530.881.792
Sumber : Laporan Kegiatan Penagihan
Tabel 4.35
Jumlah Pencairan Tunggakan Pajak
Dari Surat Teguran
KPP Perusahaan Masuk Bursa
Tahun 2012-2016 (dalam “Rupiah/Rp”)
Bulan Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016
Jan 2.056.675.205 8744990307 9.739.443.330 3.316.736.264 943.211.536
Feb 2.553.472.868 37197299487 5.510.081.483 5.022.681.122 3.029.101.176
Mar 24.348.662.870 1.401.083.043 1.730.498.378 21.390.925.355 4.693.870.025
Apr 11.695.364.799 12269018316 2.688.122.156 10.028.393.087 6.664.434.653
Mei 10.686.439.047 2960008861 5.679.338.671 21.390.925.355 32.022.138.867
Jun 3.551.734.429 21254048497 19.120.739.544 21.390.925.355 35.134.135.414
Jul 2.153.843.709 9136457577 11.798.351.328 21.390.925.355 54.823.474.319
Ags 1.663.647.386 40143161779 4.013.277.218 36.155.354.988 141.994.560.250
Sep 2.579.306.219 4643526134 2.750.759.986 3.127.138.094 167.280.375.755
Okt 2.550.813.047 13577871225 1.242.768.116 36.288.498.841 176.544.504.742
Nov 5.097.901.299 20843173644 10.508.884.866 38.031.910.187 99.643.687.013
Des 5.933.342.783 10309686977 19.772.454.354 70.037.480.910 115.397.970.893
112211
Total 74.871.203.661 182.480.325.847 94.554.719.430 287.571.894.913 838.171.464.643
Sumber : Laporan Kegiatan Penagihan
b. Pencairan Tunggakan Pajak Dari Surat Paksa
Tabel 4.36
Jumlah Pencairan Tunggakan Pajak
Dari Surat Paksa
KPP Penanaman Modal Asing Empat
Tahun 2012-2016 (dalam “Rupiah/Rp”)
Bulan Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016
Jan 92.052.212 65.341.288 281.217.629 1.599.742.928 1.011.812.519
Feb 115.807.300 715.130.548 1.248.141.504 4.339.666.699 53.020.116.138
Mar 313.165.197 5.591.722.964 588.988.628 15.510.372.172 50.289.178.123
Apr 118.607.300 777.933.603 844.414.935 495.312.304 53.467.863.561
Mei 118.607.300 1.344.728.260 343.065.596 60.168.000.327 13.188.490.560
Jun 117.109.614 11.851.457 5.681.819.003 67.004.256.572 54.897.168.271
Jul 55.721.006 106.327.143 958.289.665 71.273.681.706 73.107.737.187
Ags 26.483.752 36.362.815 2.296.273.182 77.739.744.966 74.991.819.450
Sep 115.330.677 141.410.906 2.198.659.473 1.338.712.189 78.411.946.405
Okt 16.234.804.678 1.135.630.408 4127.777.509 9.162.370.643 80.207.247.598
Nov 17.761.079.124 350.344.578 18.460.956.175 143.441.985.511 83.441.367.226
Des 2.151.014.471 304.591.272 917.904.319 174.885.885.880 49.669.766.776
Total 37.219.782.631 10.581.375.242 37.947.507.618 626.959.731.897 665.704.513.814
Sumber : Laporan Kegiatan Penagihan
Tabel 4.37
112222
Jumlah Pencairan Tunggakan Pajak
Dari Surat Paksa
KPP Badan dan Orang Asing
Tahun 2012-2016 (dalam “Rupiah/Rp”)
Bulan Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016
Jan 1.561.093.298 31.013.177 5.233.820.321 138.177.091 318.091.468
Feb 3.403.839.843 28.057.989 619.674.622 344.654.827 318.091.468
Mar 7.953.061.506 115.118.369 16.977.257.492 919.286.425 759.135.696
Apr 43.446.923.657 471.942.743 672.776.160 394.544.746 3.991.091.419
Mei 43.446.923.657 1.122.580.650 4.448.061.994 4.068.575.367 4.033.102.768
Jun 30.211.395 3.604.168.143 16.194.122.337 14.820.531.845 6.642.870.874
Jul 47.978.057 20.296.653 1.878.970.181 17.854.661.989 7.099.361.772
Ags 177.781 37.368.676 62.135.135 21.448.669.270 7.140.381.900
Sep 585.084.098 13.785.741 260.408.179 963.482.851 7.883.399.674
Okt 44.375.349.564 333.677.642 315.360.369 27.575.345.325 10.520.796.284
Nov 147.759.123 186.298.205 573.600.600 29.835.593.332 11.032.916.551
Des 4.775.657.766 197.714.009 5.525.269.933 31.248.122.229 13.861.348.193
Total 149.774.059.745 6.162.021.997 52.761.457.323 149.611.645.297 73.600.588.067
Sumber : Laporan Kegiatan Penagihan
Tabel 4.38
Jumlah Pencairan Tunggakan Pajak
Dari Surat Paksa
KPP Minyak dan Gas Bumi
Tahun 2012-2016 (dalam “Rupiah/Rp”)
112233
Bulan Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016
Jan 96.410.731 200.096.273 9.107.875.954 14.278.277.673 21.449.371
Feb 394.779.701 897.547.803 3.012.001.418 1.356.270.523 41.468.266.129
Mar 1.091.446.367 993.682.588.425 303.524.599 157.343.154.976 42.394.467.559
Apr 728.834.298 55982951358 350.645.099 4.817.546.880 45.242.358.343
Mei 23.040.234 185905564 469.306.980 196.150.499.605 206.734.430.808
Jun 820.073.281 8059445859 730.282.485 196.236.834.678 203.984.418.326
Jul 2.893.525.140 16828288927 3.778.683.713 196.343.148.115 415.703.998.148
Ags 1.170.736.469 5088739501 1.606.768.621 307.799.511.278 423.235.507.701
Sep 5.397.070.697 169055174 1.873.791.768 1.416.265.214 428.910.410.958
Okt 126.878.249.816 2653628894 14.433.025.728 415.832.735.311 430.124.309.019
Nov 133.871.795.335 3754060872 3.104.225.546 447.656.685.111 500.897.451.476
Des 11.572.378.833 1209410508 47.701.432.601 471.069.466.799 506.413.785.821
Total 284.938.340.902 1.088.711.719.158 86.471.564.512 2.410.300.396.163 3.245.130.853.659
Sumber : Laporan Kegiatan Penagihan
Tabel 4.39
Jumlah Pencairan Tunggakan Pajak
Dari Surat Paksa
KPP Perusahaan Masuk Bursa
Tahun 2012-2016 (dalam “Rupiah/Rp”)
Bulan Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016
Jan 5.578.734.974 8.029.273.972 7.096.698.427 1.340.487.286 874.599.958
Feb 18.703.793.429 35.257.125.711 1.421.342.318 2.686.633.944 17.546.059.465
Mar 18.167.169.088 46.920.955.587 1.707.460.374 16.782.238.772 19.324.907.268
Apr 23.777.539.474 7.574.291.253 3.494.532.253 8.878.819.195 19.324.907.268
112244
Mei 23.777.539.474 2.025.061.782 5.372.222.064 44.728.378.499 22.554.672.104
Jun 3.437.040.112 16.680.809.801 10.483.137.297 129.762.374.666 47.580.738.527
Jul 398.600.791 8.227.634.577 1.020.239.060 129.762.374.666 76.318.081.236
Ags 748.969.379 14.946.799.366 1.482.419.734 200.216.953.874 105.606.145.860
Sep 2.493.959.378 4.483.089.773 2.451.381.679 2.607.238.822 150.397.436.162
Okt 76.044.346.549 11.258.070.222 1.074.768.225 211.153.252.505 156.213.081.427
Nov 77.974.891.623 4.746.831.292 4.618.862.274 218.711.255.787 223.711.101.880
Des 5.266.861.662 2.786.812.575 4.591.155.661 244.345.808.090 228.296.192.375
Total 256.369.445.933 162.936.755.911 44.814.219.366 1.210.975.816.106 1.067.747.923.530
Sumber : Laporan Kegiatan Penagihan
c. Pencairan Tunggakan Pajak Dari Surat Perintah Melaksanakan
Penyitaan
Tabel 4.40
Jumlah Pencairan Tunggakan Pajak
Dari Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan
KPP Penanaman Modal Asing Empat
Tahun 2012-2016 (dalam “Rupiah/Rp”)
Bulan Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016
Jan 66.672.313 6.362.040 109.095.343 0 0
Feb 0 354.571.582 14.042.085 0 0
Mar 0 738.445.858 0 252.790.246 0
Apr 0 0 195.089.921 6.423.558 0
Mei 5.388.744 0 55.876.630 8.962.370.643 0
Jun 0 0 409.819.005 9.162.370.643 0
Jul 0 0 849.444.465 9.162.370.643 0
Ags 0 0 26.535.948 9.162.370.643 0
112255
Sep 0 0 865.324.159 0 0
Okt 27.071.275.287 84.873.803 0 9.162.370.643 0
Nov 27.587.105.826 262.573.215 0 9.162.370.643 0
Des 400.000.000 0 .0 9.162.370.643 172.062.969
Total 55.130.442.170 1.446.826.498 2.525.227.556 64.195.808.305 172.062.969
Sumber : Laporan Kegiatan Penagihan
Tabel 4.41
Jumlah Pencairan Tunggakan Pajak
Dari Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan
KPP Badan dan Orang Asing
Tahun 2012-2016 (dalam “Rupiah/Rp”)
Bulan Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016
Jan 22.571.138 0 18.700.000 0 0
Feb 22.571.138 0 0 0 0
Mar 22.571.138 0 5.395.433 0 46.126.885.256
Apr 22.571.138 101.536.264 26.282.985 100.000.000 46.126.885.256
Mei 22.571.138 0 0 0 46.126.885.256
Jun 13.369.725 3.438.524.702 0 0 46.126.885.256
Jul 0 0 0 0 46.126.885.256
Ags 0 0 0 0 46.126.885.256
Sep 556.049.471 0 0 0 46.126.885.256
Okt 35.940.863 0 5.499.843 0 46.126.885.256
Nov 236.580.504 0 0 111.902.812 46.126.885.256
Des 281.595.470 588.740 0 0 46.126.885.256
Total 1.236.391.723 3.540.649.706 55.878.261 211.902.812 461.268.852.560
Sumber : Laporan Kegiatan Penagihan
112266
Tabel 4.42
Jumlah Pencairan Tunggakan Pajak
Dari Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan
KPP Minyak dan Gas Bumi
Tahun 2012-2016 (dalam “Rupiah/Rp”)
Bulan Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016
Jan 0 0 0 72.537.295 0
Feb 0 0 42.058.746 241.332.992 0
Mar 0 0 277.368 4.726.833.349 101.824.187
Apr 0 0 0 146.232.149 562.019.536
Mei 0 85.981.584 355.223.163 29.634.037.216 14.187.680.831
Jun 0 3.335.168 100.378.505 1.855.696.266 14.187.680.831
Jul 0 11.061.040 905.181.837 8.511.844.947 443.148.324
Ags 0 0 378.465.220 324.268.147 0
Sep 0 0 209.426.830 2.112.326.524 2.766.616.804
Okt 0 25.000.000 4.828.129.873 1.713.742.351 898.238.746
Nov 0 0 5.080.315.922 1.740.164.601 10.000.000
Des 0 0 1.843.669.781 5.438.211.957 0
Total 0 125.377.792 13.743.127.245 56.517.227.794 33.157.209.259
Sumber : Laporan Kegiatan Penagihan
Tabel 4.43
Jumlah Pencairan Tunggakan Pajak
Dari Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan
KPP Perusahaan Masuk Bursa
112277
Tahun 2012-2016 (dalam “Rupiah/Rp”)
Bulan Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016
Jan 3.710.965.469 0 0 0 595.151.640
Feb 371.917.688 32.605.523.352 0 726.905.313 744.028.128
Mar 501.621.133 3.055.000.000 0 746.912.808 787.709.238
Apr 1.342.952.335 0 0 2.348.174.560 693.157.428
Mei 2.014.521.855 1.542.271.525 0 3.076.262.586 1.142.529.094
Jun 1.755.641.433 1.948.809.347 0 6.130.451.223 2.230.513.771
Jul 192.875.014 827.607.179 0 6.130.451.223 1.072.052.689
Ags 0 3.845.667.010 0 6.130.451.223 550.482.581
Sep 99.591.970 4.111.802.038 1.805.549.736 367.696.000 0
Okt 3.000.000.000 9.349.693.964 6.160.683 6.130.451.223 0
Nov 6.000.000.000 1.538.304.719 0 6.130.451.223 16.339.248
Des 3.546.446.305 2.090.722.983 661.689.504 6.130.451.223 1.969.542
Total 22.536.533.202 60.915.402.117 2.473.399.923 44.048.658.605 7.833.933.359
Sumber : Laporan Kegiatan Penagihan
C. Analisisdan Pembahasan
Penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif dengan
pendekatan kuantitatif. Metode Penelitian Kuantitatif, sebagaimana
dikemukakan oleh Sugiyono (2012: 8) yaitu :“Metode penelitian yang
berlandaskan pada filsafat positivisme,digunakan untuk meneliti pada
populasi atau sampel tertentu,pengumpulan data menggunakan
instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/ statistik, dengan
tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan”.
112288
Menurut Sugiyono (2012: 13) penelitian deskriptif yaitu,
penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik
satu variabel atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan,
atau menghubungkan dengan variabel yang lain. Berdasarkan teori
tersebut, penelitian deskriptif kuantitatif, merupakan datayang
diperoleh dari sampel populasi penelitian dianalisis sesuai dengan
metode statistik yang digunakan.
1. Statistik Deskriptif
Informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data
sekunder yang diperoleh dari KPP Penanaman Modal Asing
Empat, KPP Badan dan Orang Asing, KPP Minyak dan Gas Bumi
dan KPP Perusahaan Masuk Bursa berupa data register bulanan
sampel tahun 2012-2016 yang dijabarkan dalam bentuk statistik.
Statistik deskriptif dapat dilihat pada gambar 4.1. Berikut ini
perincian data deskriptif yang sudah diolah :
Gambar 4.1
Statistik Deskriptif
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
ST 240 ,00 2332,00 172,6208 231,24383
SP 240 ,00 939,00 104,3208 141,90837
SPMP 240 ,00 348,00 11,4208 32,13911
PENCAIRAN 240 14995519,00 184466596000,00 15777691880,0000 28302554630,00000
Valid N (listwise) 240
112299
Berdasarkan data yang diperoleh, penulis menggunakan
statistik deskriptif yang berfungsi untuk mendeskripsikan atau
memberikan gambaran terhadap objek yang diteliti dan melalui
data sampel penelitian, serta dari hasil pengolahan SPSS pada
tabel 4.1 tersebut diperoleh :
a. Variabel Independen Pertama (X1)
Untuk variabel X1 (Surat Teguran) diketahui bahwa
sampel yang digunakan berjumlah 240 data. Nilai terendah Surat
Teguransebesar ,00 dan nilai tertingginya sebesar 2332,00.
Sedangkan nilai mean sebesar 172,6208, dengan standar
deviasi sebesar 231, 24383.
b. Variabel Independen Kedua (X2)
Untuk variabel X2 (Surat Paksa) diketahui bahwa sampel
yang digunakan berjumlah 240 data. Nilai terendah Surat Paksa
sebesar ,00 dan nilai tertingginya sebesar 939,00. Sedangkan
nilai mean sebesar 104,3208, dengan standar deviasi sebesar
141,90837.
c. Variabel Independen Ketiga (X3)
Untuk variabel X3 (Surat Perintah Melaksanakan
Penyitaan) diketahui bahwa sampel yang digunakan berjumlah
240 data. Nilai terendah Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan
sebesar ,00 dan nilai tertingginya sebesar 348,00. Sedangkan
113300
nilai mean sebesar 11,4208, dengan standar deviasi sebesar
32,13911.
d. Variabel Dependen (Y)
Untuk variabel Y (Pencairan Tunggakan Pajak) diketahui
bahwa sampel yang digunakan berjumlah 240 data. Nilai
terendah Pencairan Tunggakan Pajak sebesar 14995519,00 dan
nilai tertingginya sebesar 184466596000,00. Sedangkan nilai
mean sebesar 15777691880,0000, dengan standar deviasi
sebesar 28302554630,00000.
2. Uji Asumsi Klasik
a. Uji Normalitas
Hasil output SPSS (Statistic Production Solution Service)
versi 24.0 for Windows untuk uji normalitas terlihat pada gambar
dibawah ini:
Gambar 4.2
Uji Normal P-P Plot Of Regression Standardized Residual
113311
Berdasarkan grafik Normal P-P Plot Of Regression
Standardized Residual diatas, dapat diketahui bahwa data
variabel independen dan variabel dependen telah terdistribusi
secara normal, karena data menyebar disekitar garis diagonal
dan mengikuti garis diagonal. Grafik ini menunjukkan bahwa
model regresi Penagihan Pajak dengan Surat Teguran, Surat
Paksa dan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan terhadap
Pencairan Tunggakan Pajak layak dipakai karena memenuhi
asumsi normalitas regresi.
b. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas dilakukan untuk menguji apakah
terdapat korelasi variabel bebas (independen).
Gambar 4.3
Uji Multikolinearitas
Model
Collinearity Statistics
Tolerance VIF
1 (Constant)
X1 ,749 1,335
X2 ,627 1,596
X3 ,812 1,231
a. Dependent Variable: Y
Berdasarkan tabel diatas maka dapat diketahui VIF untuk
masing-masing variabel penelitian. Pada nilai VIF variabel X1
(Surat Teguran) sebesar 1,335 < 10, sehingga variabel
113322
dinyatakan tidak terjadi gejala multikolinearitas, variabel X2
(Surat Paksa) sebesar 1,596 < 10, sehingga variabel dinyatakan
tidak terjadi gejala multikolinearitas, dan variabel X3 (Surat
Perintah Melaksanakan Penyitaan) sebesar 1,231 < 10,
sehingga variabel dinyatakan tidak terjadi gejala
multikolinearitas. Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel
independen pada penelitian ini tidak terdapat mutikolinearitas..
c. Uji Heterokedastisitas
Uji heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah
dalam model regresi ketidaksamaan varian dari residual satu
pengamatan ke pengamatan yang lain. Untuk mengetahui ada
tidaknya heterokedastisitas dalam satu model regresi liner
adalah melihat grafik Scatterplot. Grafik scatterplot ditunjukan
pada grafik berikut:
Gambar 4.4
Uji Heterokedastisitas
113333
Dari grafik Scatterplot di atas tidak menunjukan pola atau
bentuk tertentu, tampak titik menyebar secara acak serta data
menyebar secara merata diatas sumbu X maupun diatas sumbu
Y, maka dapat disimpulkan tidak terjadi heterokedastisitas, maka
dapat disimpulkan tidak terjadi heterokedastisitas pada model
regresi yang digunakan.
d. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam
suatu model regresi linier ada korelasi antar anggota sampel
yang diurutkan berdasarkan waktu. Penyimpangan asumsi ini
biasanya muncul pada observasi yang menggunakan time
series. Untuk mendiagnosis adanya autokorelasi dalam suatu
model regresi dilakukan melalui pengujian terhadap nilai Durbin-
Watson.Cara mengetahui autokorelasi yaitu dengan melihat nilai
Durbin Watson(D-W):
1) Jika nilai D-W dibawah -2, maka ada autokrelasi positif
2) Jika nilai D-W diantara -2 sampai +2, maka tidak ada
autokorelasi
3) Jika nilai D-W diatas -2, maka ada autokorelasi negatif.
Gambar 4.5
Nilai Durbin Watson (D-W)
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
113344
1 ,207a ,043 ,031 27862500800,0
0000
1,274
a. Predictors: (Constant), X3, X1, X2
b. Dependent Variable: Y
Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat diperoleh nilai
Durbin Watson yaitu sebesar 1,274 yang berarti -2 < 1,274 < 2,
maka dapat disimpulkan bahwa dari angka Durbin Watson
tersebut tidak terjadi autokorelasi.
e. Analisis Regresi Linier Berganda
Analisis regresi bertujuan untuk memprediksi perubahan
nilai variabel terikat akibat pengaruh dari nilai variabel bebas.Dari
hasil pengujian asumsi klasik dapat disimpulkan bahwa model
regresi yang dipakai dalam penelitian ini telah layak dilakukan
analasis regresi. Maka analisis regresi berganda sebagai berikut:
Gambar 4.6
Analisis Regresi Linier Berganda
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.
Collinearity
Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) 11315287240,000 2374162631,000 4,766 ,000
X1 8415931,900 9004626,892 ,069 ,935 ,351 ,749 1,335
X2 17864830,770 16042840,320 ,090 1,114 ,267 ,627 1,596
X3 100339913,400 62228983,040 ,114 1,612 ,108 ,812 1,231
a. Dependent Variable: Y
Berdasarkan data diatas maka persamaan regresi adalah
sebagai berikut:
113355
Y= α + + + + + +
Y= 11.315.287.240+ + +
+
f. Uji Hipotesis
1) Uji Koefisien Regresi (Uji T)
Uji t bertujuan untuk menguji pengaruh secara parsial
antara variabel bebas terhadap variabel terikat dengan
mengasumsikan variabel lain adalah konstan.
a) Pengaruh X1 (Surat Teguran) terhadap Y (Pencairan
Tunggakan Pajak)
Nilai prob. t hitung dari variabel bebas X1 (Surat
Teguran) sebesar 0,351 yang lebih besar dari 0,05
sehingga variabel bebas X1 (Surat Teguran) tidak
berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat Y
(Pencairan Tunggakan Pajak) pada α = 5% atau dengan
kata lain, X1 (Surat Teguran) tidak berpengaruh signifikan
terhadap Y (Pencairan Tunggakan Pajak) pada taraf
keyakinan 95%.
b) Pengaruh X2 (Surat Paksa) terhadap Y (Pencairan
Tunggakan Pajak)
Nilai prob. t hitung dari variabel bebas X2 (Surat
Paksa) sebesar 0,267 yang lebih besar dari 0,05 sehingga
variabel bebas X2 (Surat Paksa) tidak berpengaruh
113366
signifikan terhadap variabel terikat Y (Pencairan Tunggakan
Pajak) pada α = 5% atau dengan kata lain, X2 (Surat
Paksa) tidak berpengaruh signifikan terhadap Y (Pencairan
Tunggakan Pajak) pada taraf keyakinan 95%.
c) Pengaruh X3 (Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan)
terhadap Y (Pencairan Tunggakan Pajak)
Nilai prob. t hitung dari variabel bebas X3 (Surat
Perintah Melaksanakan Penyitaan) sebesar 0,108 yang
lebih besar dari 0,05 sehingga variabel bebas X3 (Surat
Perintah Melaksanakan Penyitaan) tidak berpengaruh
signifikan terhadap variabel terikat Y (Pencairan Tunggakan
Pajak) pada α = 5% atau dengan kata lain, X3 (Surat
Perintah Melaksanakan Penyitaan) tidak berpengaruh
signifikan terhadap Y (Pencairan Tunggakan Pajak) pada
taraf keyakinan 95%.
2) Uji Keberartian Model (Uji F)
Hasil Uji F dapat dilihat pada tabel ANOVA di bawah
ini. Nilai prob. F hitung terlihat pada kolom terakhir (sig.)
Gambar 4.7
Uji F (Uji Signifikansi Simultan)
ANOVAa
Model Sum of Squares
d
f Mean Square F Sig.
1 Regression 8235996713000000000000,000 3 2745332238000000000000,000 3,536 ,015b
113377
Residual 183211272400000000000000,000 2
3
6
776318950800000000000,000
Total 191447269100000000000000,000 2
3
9
a. Dependent Variable: Y
b. Predictors: (Constant), X3, X1, X2
Nilai prob. F hitung (sig.) pada tabel di atas nilainya
0,015 lebih kecil dari tingkat signifikansi 0,05 sehingga dapat
disimpulkan bahwa model regresi linier yang diestimasi layak
digunakan untuk menjelaskan pengaruh Surat Teguran, Surat
Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan terhadap
variabel terikat Pencairan Tunggakan Pajak.
g. Uji Koefisien Determinasi (Uji R2)
Uji koefisien determinasi (uji R2) digunakan untuk
mengukur model dalam menerangkan variasi variabel
independen terhadap variabel dependen. Hasil dari koefisien
determinasi dapat dilihat pada gambar 4.8 dibawah ini:
Gambar 4.8
Koefisien Determinasi
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
Durbin-
Watson
1 ,207a ,043 ,031 27862500800,00000 1,274
a. Predictors: (Constant), X3, X1, X2
b. Dependent Variable: Y
113388
Jika dilihat dari nilai R-Square yang besarnya 0,043
menunjukkan bahwa proporsi pengaruh variabel Surat Teguran,
Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan terhadap
variabel Pencairan Tunggakan Pajak sebesar 4,3%. Artinya,
Surat Teguran, Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan
Penyitaan memiliki proporsi pengaruh terhadap Pencairan
Tunggakan Pajak sebesar 4,3% sedangkan sisanya 95,7%
(100%-4,3%) dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak ada
didalam model regresi linier.
3. Interprestasi Hasil Penelitian
Analisis hasil penelitian ini adalah mengenai hasil temuan
dan kesesuaian teori, pendapat, maupun penelitian terdahulu yang
telah ditemukan sebelumnya. Berikut hasil temuan dalam
penelitian:
a. Pengaruh X1 (Surat Teguran) terhadap Y (Pencairan
Tunggakan Pajak)
Berdasarkan hasil penelitian, koefisien regresi untuk
variabel Surat Teguran sebesar 8.415.931,900 dan variabel
Pencairan Tunggakan Pajak sebesar 11.315.287.240,000.
Koefisien regresi Surat Teguran bernilai positif artinya pada saat
Surat Teguran bertambah maka Pencairan Tunggakan Pajak
juga akan mengalami kenaikan. Dan dari hasil uji t, bahwa Surat
Teguran tidak berpengaruh signifikan terhadap Pencairan
Tunggakan Pajak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa secara
113399
parsial Surat Teguran tidak berpengaruh positif dan signifikan
terhadap Pencairan Tunggakan Pajak.
Hasil ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh
Yohanes Diaken Nainggolan (2015), Devika Korua (2015) dan
Hasbi Rifqiansyah (2014) yang menyatakan bahwa Surat
Teguran tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
pencairan tunggakan pajak. Namun, hasil penelitian ini tidak
sejalan dengan penelitian yang dilakukan Widyanti Oktoviani
(2015), Kamila Zahra (2016) dan Achmad Marjunianto (2015)
yang menyatakan bahwa Surat Teguran memiliki pengaruh yang
positif dan signifikan terhadap pencairan tunggakan pajak.
b. Pengaruh X2 (Surat Paksa) terhadap Y (Pencairan
Tunggakan Pajak)
Berdasarkan hasil penelitian, koefisien regresi untuk
variabel Surat Paksa sebesar 17.864.830,770 dan variabel
Pencairan Tunggakan Pajak sebesar 11.315.287.240,000.
Koefisien regresi Surat Paksa bernilai positif artinya pada saat
Surat Paksa naik maka Pencairan Tunggakan Pajak akan
mengalami kenaikan. Dan dari hasil uji t, bahwa Surat Paksa
tidak berpengaruh signifikan terhadap Pencairan Tunggakan
Pajak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa secara parsial Surat
Paksa tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap
Pencairan Tunggakan Pajak.
114400
Hasil ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh
Devika Korua (2015), Hasbi Rifqiansyah (2014) dan Achmad
Marjunianto (2015) yang menyatakan bahwa Surat Paksa tidak
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pencairan tunggakan
pajak. Namun, hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian
yang dilakukan Yohanes Diaken Nainggolan (2015), Widyanti
Oktoviani (2015) dan Kamila Zahra (2016) yang menyatakan
bahwa Surat Paksa memiliki pengaruh yang positif dan signifikan
terhadap pencairan tunggakan pajak.
c. Pengaruh X3 (Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan)
terhadap Y (Pencairan Tunggakan Pajak)
Berdasarkan hasil penelitian, koefisien regresi untuk
variabel Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan sebesar
100339913,400 dan variabel Pencairan Tunggakan Pajak
sebesar 11.315.287.240,000. Koefisien regresi Surat Perintah
Melaksanakan Penyitaan bernilai positif artinya pada saat Surat
Perintah Melaksanakan Penyitaan naik maka Pencairan
Tunggakan Pajak juga akan mengalami kenaikan. Dan dari hasil
uji t, bahwa Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan tidak
berpengaruh signifikan terhadap Pencairan Tunggakan Pajak.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa secara parsial Surat
Perintah Melaksanakan Penyitaan tidak berpengaruh positif dan
signifikan terhadap Pencairan Tunggakan Pajak.
114411
Hasil ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh
Achmad Marjunianto (2015) dan Tingkan L.U Walewangko
(2016) yang menyatakan bahwa Surat Perintah Melaksanakan
Penyitaan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
pencairan tunggakan pajak. Namun, hasil penelitian ini tidak
sejalan dengan penelitian yang dilakukan Devika Korua (2015)
dan Hasbi Rifqiansyah (2014) yang menyatakan bahwa Surat
Perintah Melaksanakan Penyitaan memiliki pengaruh yang positif
dan signifikan terhadap pencairan tunggakan pajak.
d. Pengaruh X1, X2, dan X3 (Surat Teguran, Surat Paksa dan
Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan) secara bersama-
sama terhadap Y (Pencairan Tunggakan Pajak)
Berdasarkan hasil penelitian, koefisien regresi untuk
variabel Surat Teguran 8.415.931,900, Surat Paksa
17.864.830,770 dan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan
sebesar 100339913,400 dan variabel Pencairan Tunggakan
Pajak sebesar 11.315.287.240,000. Koefisien regresi Surat
Teguran, Surat Paksa dan Surat Perintah Melaksanakan
Penyitaan bernilai positif artinya pada saat Surat Teguran, Surat
Paksa dan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan naik maka
Pencairan Tunggakan Pajak juga akan mengalami kenaikan.
Dan dari hasil uji t, bahwa Surat Teguran, Surat Paksa dan Surat
Perintah Melaksanakan Penyitaan tidak berpengaruh signifikan
terhadap Pencairan Tunggakan Pajak. Sehingga dapat
114422
disimpulkan bahwa secara parsial Surat Teguran, Surat Paksa
dan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan tidak berpengaruh
positif dan signifikan terhadap Pencairan Tunggakan Pajak.
Berdasarkan data yang ada, ada beberapa hal yang
menyebabkan Surat Teguran, Surat Paksa dan Surat Perintah
Melaksanakan Penyitaan tidak berpengaruh terhadap Pencairan
Tunggakan Pajak di KPP Lingkungan Kanwil DJP Jakarta Khusus.
Hal ini disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut :
a. Wajib Pajak yang diadministrasikan di KPP Lingkungan Kanwil DJP
Jakarta Khusus memiliki kriteria khusus yakni perusahaan asing,
perwakilan perusahaan asing (Bentuk Usaha Tetap), Orang Asing
dan perusahaan go public. Perusahaan-perusahaan tersebut
memiliki pengelolaan sistem akuntansi dan perpajakan yang bagus
yang tercermin dari internal kontrol yang baik yang terungkap
dalam Laporan Keuangan perusahaan tersebut yang di audit oleh
Kantor Akuntan Publik berstandar internasional.
Pada saat Wajib Pajak tersebut menunaikan kewajiban
perpajakannya, terdapat sengketa perpajakan yang disebabkan
perbedaan persepsi antara Wajib Pajak dan KPP. Sengketa
perpajakan yang muncul ini terus berjalan sejak saat pemeriksaan
di KPP, hingga Wajib Pajak melakukan upaya hukum Keberatan
dan Non Keberatan di Kantor Wilayah, Banding di Pengadilan
Pajak hingga upaya hukum luar biasa (Peninjauan Kembali) di
114433
Mahkamah Agung. Besarnya tunggakan pajak yang diajukan upaya
hukum dan upaya hukum luar biasa ini mengakibatkan tunggakan
pajak menjadi terhambat pencairannya karena lamanya waktu yang
diperlukan hingga putusan menjadi inkracht.
Berikut adalah rincian jumlah tunggakan pajak yang diajukan upaya
hukum dan upaya hukum luar biasa di Kanwil DJP Jakarta Khusus :
Tabel 4.44
Jumlah Tunggakan Pajak yang Diajukan Upaya Hukum dan Upaya
Hukum Luar Biasa Tahun 2012-2016
Tahun Non Keberatan Keberatan Banding Peninjauan
Kembali Jumlah
2012 586.057.727.320 5.918.877.042.119 13.141.525.578.775 1.101.969.005.961 20.748.429.354.175
2013 2.895.664.102.404 67.091.569.583.525 14.453.482.670.403 2.604.088.371.995 87.044.804.728.327
2014 3.495.153.777.885 12.319.326.157.248 20.469.089.346.754 4.557.492.421.346 40.841.061.703.233
2015 3.307.921.935.774 3.117.887.533.288 5.163.463.555.922 897.427.768.120 12.486.700.793.104
2016 2.476.470.587.223 2.476.470.587.223 2.476.470.587.223 2.476.470.587.223 9.905.882.348.892
Total 12.761.268.130.606 90.924.130.903.403 55.704.031.739.077 11.637.448.154.645 171.026.878.927.731
Sumber : Laporan Keuangan Audit BPK Kanwil DJP Jakarta Khusus
b. Wajib Pajak di Kanwil DJP Jakarta Khusus banyak yang tidak
mengikuti program pengampunan pajak (Tax Amnesty) di tahun
2016-2017. Adapun salah satu syarat mengikuti program Tax
Amnesty adalah mencabut semua upaya hukum dan upaya hukum
luar biasa. Dengan sedikitnya peserta Tax Amnesty dari Kanwil
DJP Jakarta Khusus, berdampak pada jumlah tunggakan pajak
114444
yang tidak berkurang secara signifikan. Berikut jumlah Wajib Pajak
Kanwil DJP Jakarta Khusus yang mengikuti Tax Amensty :
Tabel 4.45
Jumlah Peserta Tax Amnesty Kanwil DJP Jakarta Khusus
Jumlah Wajib
Pajak Terdaftar
Jumlah Wajib Pajak Peserta Tax
Amnesty Persentase
Wajib Pajak Orang Pribadi
31.857 471 1.4 %
Wajib Pajak Badan
14.933 2.507 16.7 %
Total Kanwil DJP Jakarta Khusus
46.790 2.978 18.1 %
Sumber : Dashboard Tax Amnesty Kanwil DJP Jakarta Khusus
114455
BAB V
KESIMPULAN IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan
Hasil uji F menunjukkan bahwa Surat Teguran, Surat Paksa,
Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan tidak berpengaruh simultan
terhadap Pencairan Tunggakan Pajak. Sementara menurut hasil uji-T
yang telah dilakukan menunjukkan bahwa Surat Teguran, Surat
Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan tidak berpengaruh
signifikan secara parsial terhadap Pencairan Tunggakan Pajak.
Adapun hasil dari uji koefisien determinasi menunjukkan bahwa
sumbangan variabel Surat Teguran, Surat Paksa, Surat Perintah
Melaksanakan Penyitaan dalam menjelaskan Pencairan Tunggakan
Pajak relatif kecil.
B. Implikasi
Dalam penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan yang
kemungkinan mempengaruhi hasil akhir dari penelitian ini.
Keterbatasan tersebut meliputi jumlah variabel yang hanya terdiri dari
3 variabel independen dan 1 variabel dependen, periode penelitian ini
hanya 5 tahun (2012-2016) sehingga hasil yang diperoleh
kemungkinan tidak konsisten dengan hasil penelitian sebelumnya, dan
yang paling utama adalah populasi penelitian ini pada Kantor
Pelayanan Pajak di Lingkungan Kanwil DJP Jakarta Khusus. KPP di
114466
Lingkungan Kanwil DJP Jakarta Khusus memiliki kriteria khusus,
sehingga berbeda dari KPP yang melayani Wajib Pajak pada
umumnya. Wajib Pajak di Lingkungan Kanwil DJP Jakarta Khusus
merupakan Wajib Pajak Perusahaan Asing, Wajib Pajak Orang Asing,
Wajib Pajak Perusahaan Tbk, Wajib Pajak Bentuk Usaha Tetap (BUT)
yang memiliki keterikatan dengan perusahaan induk di negara
asalnya. Tindakan penagihan oleh KPP di Lingkungan Kanwil DJP
Jakarta Khusus terhambat oleh tindakan Wajib Pajak yang senantiasa
melakukan upaya hukum (Keberatan dan Banding) dan upaya hukum
luar biasa (Peninjauan Kembali), sehingga menyebabkan pencairan
tunggakan pajak menjadi terhambat.
C. Saran
Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian yang telah
dilakukan, dapat disampaikan beberapa saran yang dapat
memberikan manfaat dalam upaya meningkatkan pencairan
tunggakan pajak di KPP Lingkungan Kanwil DJP Jakarta Khusus,
terutama KPP Penanaman Modal Asing Empat, KPP Badan dan
Orang Asing, KPP Minyak dan Gas Bumi, serta KPP Perusahaan
Masuk Bursa.
1. Bagi Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus, sebaiknya senantiasa
melakukan monitoring atas penerbitan Surat Teguran, Surat Paksa
dan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan sehingga kinerja KPP
khususnya Seksi Penagihan semakin meningkat.
114477
2. Bagi KPP PMA Empat, KPP Badan dan Orang Asing, KPP Minyak
dan Gas Bumi serta KPP Perusahaan Masuk Bursa, perlu
koordinasi yang lebih baik dengan semua stakeholder agar
tindakan penagihan aktif yang dijalankan, yakni penerbitan Surat
Teguran, Surat Paksa dan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan
dapat meningkatkan realisasi pencairan tunggakan pajak.
3. Bagi penelitian selanjutnya, perlu dilakukan penelitian lanjutan
terhadap faktor-faktor lain yang diduga dapat terhambatnya
pencairan tunggakan pajak, misalnya memperbanyak sampel
penelitian, memperpanjang periode penelitian, penambahan
variabel penelitian dan penambahan jumlah sampel penelitian.
114488
DAFTAR PUSTAKA
Agus, S dan Trisnawati, E. 2013. Perpajakan. Jakarta: Salemba Empat.
Bohari. 2012. Pengantar Hukum Pajak Edisi Revisi. Jakarta: Rajawali Pers
Gunadi. 2004. Bunga Rampai Pemeriksaan Penyelidikan Dan Penagihan
Pajak. Jakarta: PT. Multi Utama Indojasa.
Hasan, Iqbal. 2002. Pokok – Pokok Materi Statistik 2 (Statistik Infrensif).
Jakarta:Bumi Aksara.
Jonathan Sarwono, MetodologiPenelitianKuantitatifdanKualitatif,
(Yogyakarta :GrahaIlmu, 2006).
Keputusan Menteri Keuangan No. 147/KMK. 04/1998 Tentang Menunjuk
Pajak Untuk Penagihan Pajak Pusat, Tata Cara Dan Jadwal Waktu
Pelaksanaan Penagihan Pajak. Jakarta : Direktorat Jendral Pajak.
Mardiasmo. 2011. Perpajakan Edisi Revisi. Yogyakarta: Andi.
Muljono, D. 2010. Hukum Pajak. Yogyakarta: Andi.
Nadhiastutie, A. R. 2010. Evaluasi Efektifitas Pelaksanaan Penagihan
Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Palmerah Periode
2008-2009 (Doctoral dissertation, UAJY).
Priyatno, 2009. 5 Jam Belajar Olah Data Dengan SPSS 17. Yogyakarta:
Andi Offset.
Priyatno, 2012. Belajar Cepat Olah Data Statistik Dengan SPSS.
Yogyakarta: Andi Offset.
Pudyatmoko, Sri. Y. 2009. Pengantar Hukum Pajak, Jogyakarta: Penerbit
Andi.
114499
Pohan, A. C. 2014. Pengantar Perpajakan, Jakarta: Mitra Wacana Media.
Rainoris, A. W., dan Affandi, M. 2015. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi
Pencairan Tunggakan Wajib Pajak di KPP Pratama Jakarta
Kalideres.Jurnal Ilmiah Mahasiswa FEB, 3(2).
Resmi, Siti. 2008. Perpajakan: Teori Dan Kasus Edisi 4. Jakarta: Salemba
Empat.
Rusjdi, Muhammad. 2007. PPSP Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa.
Jakarta : Macanan Jaya Cemerlang.
Siahaan, P. 2014. Utang Pajak,Pemenuhan Kewajiban, Dan Penagihan
Pajak Dengan Surat Paksa. Fajar Interpratama Offset (PT Rajagrafindo
Persada), Jakarta.
Sekaran, Uma. 2013. Research Method For Business. 6th Edition. John
Willey, New York
Soemitro H. R. 1998. Azas dan Perpajakan 2. Bandung : Refika Aditama.
Soemitro H. R. 1991. Azas dan Perpajakan 3. Bandung : Refika Aditama.
Suandy, E. 2011. Hukum Pajak. Jakarta: Salemba Empat.
Sugiyono, 2010. Metode Penelitian Bisnis. Bandung : Alfabeta.
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 Mengenai Ketentuan Umum Dan
Tata Cara Perpajakan. Jakarta : Direktorat Jendral Pajak.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Mengenai Ketentuan Umum Dan
Tata Cara Perpajakan. Jakarta : Direktorat Jendral Pajak.
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 Mengenai Ketentuan Umum Dan
Tata Cara Perpajakan. Jakarta : Direktorat Jendral Pajak.
115500
Undang-Undang No 19 Tahun 2000 Tentang Penagihan Pajak Dengan
Surat Paksa. Jakarta: Direktorat Jendral Pajak.
Wirawiweka, I. G. 2007. Analisis pengaruh kualitas penetapan dan
tindakan penagihan aktif terhadap pencairan tunggakan pajak: Studi
kasus pada KPP Madya Jakarta Pusat.
Zuriansyah, R. 2011. Implementasi Penagihan Hutang Pajak Dengan
Menggunakan Harta Kekayaan Penanggung Pajak Yang Tersimpan Di
Bank Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cikarang