Pengaruh Tindakan Penagihan Pajak Aktif

154
LAPORAN PENELITIAN Pengaruh Tindakan Penagihan Pajak Aktif dengan Surat Teguran, Surat Paksa dan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan terhadap Pencairan Tunggakan Pajak di Kanwil DJP Jakarta Khusus Disusun Oleh: Ketua Tim : Wiwik Pratiwi, SE, M.M, M.Akt, Ak, CA, ACPA 307047101 Anggota : Arief Febrianto SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI Y.A.I 2017

Transcript of Pengaruh Tindakan Penagihan Pajak Aktif

LAPORAN PENELITIAN

Pengaruh Tindakan Penagihan Pajak Aktif

dengan Surat Teguran, Surat Paksa dan Surat

Perintah Melaksanakan Penyitaan terhadap

Pencairan Tunggakan Pajak di Kanwil DJP

Jakarta Khusus

Disusun Oleh:

Ketua Tim : Wiwik Pratiwi, SE, M.M, M.Akt, Ak, CA, ACPA

307047101

Anggota : Arief Febrianto

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI Y.A.I

2017

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI Y.A.I

PERPUSTAKAAN Jl. Salemba Raya No. 7 – 9A, Jakarta Pusat, Tlp. ( 021 ) 3149205

Email Perpustakaan : [email protected]

SURAT KETERANGAN

No.: 27 /Perpus-STIE Y.A.I/Dos/VIII/2018

Yang bertanda tangan di bawah ini Kepala Perpustakaan STIE Y.A.I menerangkan bahwa pada

tanggal 20 Agustus 2018 telah menerima laporan hasil penelitian dosen tetap STIE Y.A.I yang

berjudul “PENGARUH TINDAKAN PENAGIHAN PAJAK AKTIF DENGAN SURAT TEGURAN, SURAT

PAKSA DAN SURAT PERINTAH MELAKSANAKAN PENYITAAN TERHADAP PENCAIRAN TUNGGAKAN

PAJAK DI KANWIL DJP JAKARTA KHUSUS,” dengan peneliti :

Ketua : Wiwik Pratiwi, S.E. M.M., M.Akt., Ak., CA, ACPA

Anggota : Arif Febriyanto (NIM 2017131010)

Selanjutnya laporan penelitian tersebut didokumentasikan di perpustakaan dan dapat diakses

secara onlne melalui website Perpustakaan STIE Y.A.I (https://lib-stie.yai.ac.id/index.php).

Demikian surat keterangan ini dibuat untuk digunakan sebagaimana mestinya.

Jakarta, 20 Agustus 2018

Kepala Perpustakaan,

Deby Husdafianti, S.S.

11

PENGARUH TINDAKAN PENAGIHAN PAJAK AKTIF DENGAN SURAT

TEGURAN, SURAT PAKSA DAN SURAT PERINTAH MELAKSANAKAN

PENYITAAN TERHADAP PENCAIRAN TUNGGAKAN PAJAK DI KANWIL DJP

JAKARTA KHUSUS

ABSTRAK

Dalam penelitian ini, penulis meneliti pengaruh tindakan penagihan pajak

aktif dengan Surat Teguran, Surat Paksa dan Surat Perintah Melaksanakan

Penyitaan terhadap pencairan tunggakan pajak di Kanwil DJP Jakarta Khusus.

Dalam penelitian ini yang menjadi variabel independennya adalah Surat Teguran

(X1), Surat Paksa (X2) dan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (X3), variable

dependennya adalah pencairan tunggakan pajak (Y).Dalam penelitian ini

menggunakan 240 sampel periode 2012-2016. Pengambilan sampel dilakukan

dengan cara purposive sampling dan metode statistik yang digunakan untuk

menguji hipotesis menggunakan uji regresi berganda. Untuk analisis data

digunakan SPSS (Statistic Production Solution Service) versi 24.0 for Windows.

Hasil menunjukan bahwa jumlah surat - surat yang diterbitkan oleh Kanwil

DJP Jakarta Khusus sebagai pelaksana tindakan penagihan aktif tidak

berpengaruh terhadap pencairan tunggakan pajak. Tindakan penagihan aktif

dengan Surat Teguran, Surat Paksa, dan Surat Perintah Melaksanakan

Penyitaan tidak menentukan tinggi rendahnya pencairan tunggakan pajak.

Kata Kunci : Penagihan pajak, surat teguran, surat paksa, surat perintah

melaksanakan penyitaan dan pencairan tunggakan pajak

22

ABSTRACT

In this research, the author has a relationship with Warning Letters,

Forced Mail and Order Letter Implement Adjustment to the disbursement of

arrears in the Regional Office of DGT Jakarta. In this research, the independent

variables are Warning Letter (X1), Forced Letter (X2) and Seizure Letter and

Liquefaction Tax Arrears (X3), the dependent variable is the disbursement of tax

arrears (Y). In this reasearch using 240 sample period 2012-2016. Sampling is

done by purposive sampling and the method used to test the hypothesis using

multiple regression test. For data analysis using SPSS (Statistical Production

Solution Service) version 24.0 for Windows.

The results show the number of letters issued by the Regional Office of

DGT Jakarta as the executor of the inactive action against the disbursement of

tax arrears. Active billing action with Warning Letters, Forced Letters, Seizure

Letter and Liquefaction Tax Arrears does not determine the high disbursement of

tax arrears.

Keywords : Warning Letter, Forced Letter, Seizure Letter and Liquefaction

Tax Arrears.

33

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang

berkembang di dunia. Sehingga isu mengenai pembangunan nasional

merupakan fokus utama dari sebuah negara yang sedang

berkembang. Melakukan pembangunan nasional di negar-negara

berkembang pasti memerlukan biaya yang tidak sedikit. Oleh karena

itu, pemerintah melakukan pendanaan untuk memenuhi kebutuhan

pembiayaan pembangunan nasional (Waluyo : 2008).

Pembangunan nasional yang dilaksanakan secara

berkesinambungan dan berkelanjutan serta merata di seluruh tanah

air memerlukan memerlukan biaya besar yang harus digali terutama

dari sumber kemampuan sendiri, dalam kemandirian, pemerintah

berupaya meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak melalui

intensifikasi dan ekstensifikasi pemungutan pajak (Nana Andrian Erwis

: 2012).

Pajak berperan penting dalam pembiayaan pembangunan

suatu negara, karena pajak merupakan salah satu sumber

44

penerimaan negara dari dalam negeri yang paling utama. Selain itu

pajak juga berperan dalam peningkatan kemakmuran dan

kesejahteraan masyarakat. Hal ini diharapkan dapat mengurangi

ketergantungan terhadap sumber dana yang berasal dari pinjaman

luar negeri. Telah begitu banyak fakta berbicara dan bukti

menunjukkan kebergantungan (dependencia) kepada bantuan pihak

luar negeri justru semakin menjauhkan suatu negara dari kemandirian

(Ririn Handayani : 2005).

Salah satu indikasi keberhasilan pemungutan pajak pada suatu

negara adalah adanya kepatuhan masyarakat (Wajib Pajak) untuk

membayar pajak terutang yang menjadi kewajibannya tepat pada

waktunya. Tidak bisa dipungkiri bahwa banyak Wajib Pajak yang tidak

patuh dalam membayar pajak yang diakibatkan permasalahan yang

kerap muncul yakni permasalahan internal (Direktorat Jenderal Pajak),

permasalahan sistem perpajakan dan masalah eksternal (Wajib Pajak)

(Raja Malem Tarigan : 2005).

Sebagai tulang punggung pembangunan, pajak menyimpan

masalah krusial yang harus segera dibenahi. Meski menyokong 80%

dana pembangunan dalam APBN, faktanya dalam delapan tahun

terakhir (tahun 2009-2016) penerimaan pajak tak pernah mencapai

target. Bahkan rasio pajak kita tertinggal jauh. Jika rasio pajak

menurut Bank Dunia saat ini rata-rata sekitar 14,8%, maka Indonesia

masih bertengger di kisaran 11% (Direktorat Jenderal Pajak : 2016).

55

Rasio pajak sendiri merupakan perbandingan antara jumlah

penerimaan pajak dibandingkan dengan Produk Domestik Bruto

(PDB) suatu negara. Rendahnya rasio pajak menjadi salah satu

parameter bahwa kepatuhan pelaporan dan pembayaran pajak di

Indonesia masih rendah. Tahun 2016 dari 258 juta penduduk hanya

27,6 juta masyarakat Indonesia yang terdaftar sebagai Wajib Pajak

namun hanya 10,25 juta yang melakukan kewajiban pajaknya

(Direktorat Jenderal Pajak : 2016)

Sistem pemungutan pajak di dunia ada 3 jenis, self

assessment, official assessment, dan withholding tax. Indonesia

menganut sistem self assessment berdasarkan Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum

dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah

terakhir dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun

2009 (UU KUP) khususnya ayat 1 dan 2. Berdasarkan ketentuan

tersebut, maka Wajib Pajak wajib untuk melakukan kegiatan

menghitung, membayar dan melaporkan melalui surat pemberitahuan

(Waluyo : 2011).

Kepercayaan yang telah diberikan oleh pemerintah terhadap

Wajib Pajak dalam self assessment system ini seharusnya dapat

berjalan sesuai rencana. Wajib Pajak mampu melaksanakan

kewajiban perpajakannya secara baik tanpa adanya kelalaian,

kesengajaan, maupun ketidaktahuan atas kewajibannya tersebut.Akan

66

tetapi, kondisi ideal ini tidak selalu terjadi, mengingat Wajib Pajak

sangat sering berupaya untuk menghindari beban pajak yang

dikenakan kepadanya. Keadaan ini sangat memerlukan ketegasan

fiskus terhadap Wajib Pajak dengan menerapkan ketentuan hukum

(law enforcement) sesuai dengan ketentuan undang-undang

perpajakan yang berlaku. Tujuan dari penerapan law enforcement

adalah agar Wajib Pajak memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai

dengan ketentuan yang ditentukan dalam undang-undang perpajakan

Indonesia (Siahaan, 2004:1).

Negara Indonesia memberikan tanggung jawab kepada

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk bertindak sebagai law

enforcement agent. Hal tersebut dilakukan Direktorat Jenderal Pajak

untuk mengoptimalisasi penerimaan pajak yang masih terhalangi oleh

beberapa kendala, law enforcement (penegakan hukum) dalam

perpajakan harus dilaksanakan secara konsisten. Produk hukum

berupa peraturan perpajakan yang lebih baik diharapkan dapat

memberikan penekanan yang lebih pada keseimbangan antara

kepentingan masyarakat, Wajib Pajak dan kepentingan negara (Rusjdi

: 2007).

Apabila masyarakat mengerti tentang manfaat dan fungsi dari

pajak maka tentu masyarakat sadar akan pajak (tax counciouness)

dan tidak akan lagi dijumpai Wajib Pajak yang tidak melaksanakan

kewajiban perpajakannya. Akan tetapi dalam kenyataannya, terdapat

77

cukup banyak Wajib Pajak yang dengan sengaja melakukan

kecurangan-kecurangan dan melalaikan kewajibannya dalam

melaksanakan pembayaran pajak yang telah ditetapkan sehingga

menyebabkan timbulnya tunggakan pajak (Sartika Z. : 2015).

Perkembangan keadaan yang terjadi di masyarakat dan

didukung adanya reformasi, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997

sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun

2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (UU PPSP),

tetapi kenyataannya utang pajak yang belum dilunasi oleh Wajib Pajak

masih menjadi hambatan yang besar. Penyebab timbulnya tunggakan

pajak antara lain disebabkan pengetahuan tentang peraturan hukum,

pengetahuan tentang isi peraturan-peraturan hukum, sikap terhadap

peraturan hukum, dan pola-pola perilakuan hukum. Direktorat

Jenderal Pajak Kementerian Keuangan melakukan berbagai langkah

untuk menagih tunggakan tersebut, diantaranya dengan melakukan

tindakan penagihan aktif yang terdiri dari serangkaian tindakan yang

dilaksanakan oleh aparatur perpajakan dalam rangka mencairkan

tunggakan pajak yang terjadi (Gunadi : 2004).

Tindakan penagihan aktif ini dimulai dengan penerbitan Surat

Teguran yang berfungsi untuk memperingatkan wajib pajak agar

segera melunasi utang pajaknya yang telah lewat jatuh tempo. Apabila

pernyataan ini tidak juga diindahkan oleh Wajib Pajak, pajak yang

terutang ditagih dengan Surat Paksa dan dapat dilanjutkan dengan

88

tindakan penyitaan barang-barang untuk Wajib Pajak atau

Penanggung Pajak. Hal ini dimaksudkan sebagai wujud pengenaan

sanksi secara tegas kepada Penanggung Pajak yang dari tahun ke

tahun selalu meningkat baik jumlah nominal tunggakan maupun

jumlah Wajib Pajak. Tunggakan pajak yang sulit tertagih tersebut

seharusnya ditindaklanjuti dengan dilaksanakannya tindakan

penagihan pajak yang mempunyai kekuatan hukum bersifat memaksa.

Tindakan penagihan pajak aktif merupakan solusi terakhir dalam

pemegang peranan penting di bidang perpajakan (Devika Korua :

2015).

Penelitian yang dilakukan oleh Yohanes Diaken Nainggolan

(2015) menemukan bahwa tindakan penagihan aktif dengan

penerbitan Surat Teguran tidak berpengaruh signifikan, sedangkan

dengan Surat Paksaberpengaruh signifikan terhadap pencairan

tunggakan pajak di KPP Madya Pekanbaru. Berbeda dengan hal itu,

Devika Korua (2015) dalam penelitiannya di KPP Pratama Manado

dan Hasbi Rifqiansyah (2014) dalam penelitiannya di KPP Pratama

Malang Utara, menemukan bahwa penagihan aktif dengan Surat

Teguran dan Surat Paksa tidak berpengaruh signifikan, sedangkan

dengan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan berpengaruh

signifikan terhadap pencairan tunggakan pajak.

Melihat kondisi tersebut dan adanya research gap dari

penelitian terdahulu, inilah yang mendasari ketertarikan peneliti untuk

99

mengangkat kedalam penelitian yang berjudul: “Pengaruh Penagihan

Pajak Melalui Surat Teguran, Surat Paksa dan Surat Perintah

Melaksanakan Penyitaan Terhadap Pencairan Tunggakan Pajak di

Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus”.

B. Identifikasi Masalah

Untuk memudahkan penulis dalam menentukan permasalahan

yang akan dibahas, maka penulis memberi identifikasi masalah untuk

dirumuskan. Identifikasi masalah yang dimaksud adalah:

1. Pembangunan nasional yang dilaksanakan secara

berkesinambungan dan berkelanjutan serta merata di seluruh tanah

air memerlukan memerlukan biaya besar yang harus digali

terutama dari sumber kemampuan sendiri, dalam kemandirian,

pemerintah berupaya meningkatkan penerimaan negara dari sektor

pajak (Nana Andrian Erwis : 2012).

2. Meskipun menyokong 80% dana pembangunan dalam APBN,

faktanya dalam delapan tahun terakhir (tahun 2009-2016)

penerimaan pajak tak pernah mencapai target (Direktorat Jenderal

Pajak : 2016).

3. Rasio pajaksaat ini rata-rata sekitar 14,8%, sedangkan Indonesia

masih bertengger di kisaran 11% (Bank Dunia 2016).

4. Pada tahun 2016 dari 258 juta penduduk hanya 27,6 juta

masyarakat Indonesia yang terdaftar sebagai Wajib Pajak namun

1100

hanya 10,25 juta yang melakukan kewajiban pajaknya (Direktorat

Jenderal Pajak : 2016).

5. Salah satu indikasi keberhasilan pemungutan pajak pada suatu

negara adalah adanya kepatuhan masyarakat (Wajib Pajak) untuk

membayar pajak terutang yang menjadi kewajibannya tepat pada

waktunya (Raja Malem Tarigan : 2005).

6. Indonesia menganut sistem self assessment berdasarkan UU KUP

khususnya ayat 1 dan 2. Berdasarkan ketentuan tersebut, maka

Wajib Pajak wajib untuk melakukan kegiatan menghitung,

membayar dan melaporkan melalui surat pemberitahuan (Waluyo :

2011).

7. Wajib Pajak sangat sering berupaya untuk menghindari beban

pajak yang dikenakan kepadanya. Keadaan ini sangat memerlukan

ketegasan fiskus terhadap Wajib Pajak dengan menerapkan

ketentuan hukum (law enforcement) sesuai dengan ketentuan

undang-undang perpajakan yang berlaku. Tujuan dari penerapan

law enforcement adalah agar Wajib Pajak memenuhi kewajiban

perpajakannya sesuai dengan ketentuan yang ditentukan dalam

undang-undang perpajakan Indonesia (Siahaan, 2004:1).

8. Negara Indonesia memberikan tanggung jawab kepada Direktorat

Jenderal Pajak (DJP) untuk bertindak sebagai law enforcement

agent. Hal tersebut dilakukan Direktorat Jenderal Pajak untuk

1111

mengoptimalisasi penerimaan pajak yang masih terhalangi oleh

beberapa kendala (Rusjdi : 2007).

9. Apabila masyarakat mengerti tentang manfaat dan fungsi dari pajak

maka tentu masyarakat sadar akan pajak (tax counciouness) dan

tidak akan lagi dijumpai Wajib Pajak yang tidak melaksanakan

kewajiban perpajakannya (Gunadi : 2004).

10. Penyebab timbulnya tunggakan pajak antara lain disebabkan

pengetahuan tentang peraturan hukum, pengetahuan tentang isi

peraturan-peraturan hukum, sikap terhadap peraturan hukum, dan

pola-pola perilakuan hukum (Gunadi : 2004).

11. Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan melakukan

berbagai langkah untuk menagih tunggakan tersebut, diantaranya

dengan melakukan tindakan penagihan aktif yang terdiri dari

serangkaian tindakan yang dilaksanakan oleh aparatur perpajakan

dalam rangka mencairkan tunggakan pajak yang terjadi (Gunadi :

2004).

C. Batasan Masalah

Untuk memudahkan penulis dalam menentukan permasalahan

yang akan dibahas, maka penulis memberi batasan masalah untuk

dirumuskan. Batasan masalah yang dimaksud hanya berfokus dalam

hal:

1. Surat Teguran (variabel X1) adalah surat peringatan atau surat lain

yang sejenis yang diterbitkan oleh Pejabat untuk menegur atau

1122

memperingatkan kepada Wajib Pajak untuk melunasi utang

pajaknya yang diterbitkan Kanwil DJP Jakarta Khusustahun 2012-

2016.

2. Surat Paksa (variabel X2) adalahsuratperintahmembayarutang

pajak danbiaya penagihanyang diterbitkan Kanwil DJP Jakarta

Khusus tahun 2012-2016.

3. Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (variabel X3) adalah surat

perintah terhadap juru sita pajak untuk menguasai barang dengan

penanggung pajak, guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang

pajak menurut peraturan perundang-undangan yang dilaksanakan

Kanwil DJP Jakarta Khusus tahun 2012-2016.

4. Pencairan Tunggakan Pajak (variabel Y) adalah seluruh

pembayaran dan pengurangan atas piutang yang terbit sebelum

tahun berjalan di Kanwil DJP Jakarta Khusus tahun 2012-2016.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka peneliti

merumuskan masalah, yaitu:

1. Apakah Surat Teguran berpengaruh terhadap pencairan tunggakan

pajak di Kanwil DJP Jakarta Khusus?

2. Apakah Surat Paksa berpengaruh terhadap pencairan tunggakan

pajak di Kanwil DJP Jakarta Khusus?

1133

3. Apakah Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan berpengaruh

terhadap pencairan tunggakan pajak di Kanwil DJP Jakarta

Khusus?

4. Apakah penerbitan dan penyampaian Surat Teguran, Surat Paksa

danSurat Perintah MelaksanakanPenyitaan secara bersama-sama

berpengaruh terhadap pencairan tunggakan pajak di Kanwil DJP

Jakarta Khusus?

E. TujuanPenelitian

Tujuan dari penelitianini adalah :

1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Surat Teguran

terhadap pencairan tunggakan pajak di Kanwil DJP Jakarta

Khusus.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Surat Paksa

terhadap pencairan tunggakan pajak di Kanwil DJP Jakarta

Khusus.

3. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Surat Perintah

Melaksanakan Penyitaan terhadap pencairan tunggakan pajak di

Kanwil DJP Jakarta Khusus.

4. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Surat Paksa, Surat

Teguran dan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan secara

bersama-sama terhadap pencairan tunggakan pajak di Kanwil DJP

Jakarta Khusus.

1144

F. ManfaatPenelitian

1. Manfaat Teori :

a. Sebagai informasi tambahan yang dapat digunakan untuk

memperluas pengetahuan dan bahan pertimbangan atas

penelitian yang akan dilakukan selanjutnya.

b. Sebagai bahan perbandingan antara teori yang penulis pelajari

dengan hasil analisis yang diperoleh, sehingga dapat menambah

wawasan dan pengetahuan penulis.

c. Hasil akhir penulisan ini hendaknya dapat digunakan bagi pihak

akademisi untuk melakukan replikasi penelitian sehingga

penelitian yang sudah ada dapat berkembang lagi dengan

adanya penambahan variabel dan sampel penelitian, sehingga

ilmu pengetahuan semakin berkembang.

2. Manfaat Praktis :

a. Menjadi referensi bagi Direktorat Jenderal Pajak dalam

pengawasan Wajib Pajak agar penerimaan pajak dapat tercapai

secara maksimal.

b. Menjadi bahan pertimbangan bagi Direktorat Jenderal Pajak

untuk senantiasa memberikan edukasi kepada masyarakat

sehingga dapat meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak

1155

BAB II

KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

A. Landasan Teori

1. Konsep Dasar Perpajakan

a. Pengertian pajak

Pada dasarnya pajak merupakan salah satu perwujudan

dan kewajiban kenegaraan yang merupakan sarana peran serta

masyarakat dalam pembiayaan negara dan pembangunan

nasional. Dalam hal ini pajak yang dipungut oleh negara

digunakan untuk menjalankan roda pemerintahan demi

menjamin kelangsungan hidup serta meningkatkan mutu

kehidupan bangsa Indonesia yang tercantum dalam pembukaan

Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang bertujuan untuk

memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan

bangsa dan turut serta dalam melaksanakan ketertiban dunia

(Irvan Maulana : 2014).

Oleh karena itu sangat penting disimak beberapa

pengertian pajak yang dikemukakan oleh para ahli dalam bidang

perpajakan yang memberikan pengertian yang berbeda namun

pada inti dan tujuannya sama. MenurutUU KUPPasal 1 ayat (1)

menjelaskan bahwa :

1166

Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang

terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa

berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan

imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara

bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Pengertian pajak menurut P.J.A. Adriani adalah sebagai

berikut: “Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat

dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya

menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi

kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya

adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum

berhubungan dengan tugas negara yang menyelenggarakan

pemerintahan” (Waluoyo : 2011).

Sedangkan Rochmat Soemitro memberikan definisi pajak

sebagai berikut :

“Pajak adalah iuran kepada kas negara berdasarkan

undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak

mendapat jasa timbal (kontra prestasi), yang langsung dapat

ditunjuk dan digunakan untuk membayar pengeluaran-

pengeluaran umum.” (Wirawan B. Ilyas dan Rudy Suhartono :

2007).

M.J.H Smeeths (1951) menyatakan bahwa pajak adalah

prestasi pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum,

1177

dan yang dapat dipaksakan, tanpa adanya kontra prestasi yang

dapat ditunjukkan dalam hal individual, maksudnya adalah

membiayai pengeluaran pemerintah (Bohari, 2012:23).

Djajaningrat (1990) menyatakan bahwa pajak adalah suatu

kewajiban menyerahkan sebagian dari pada kekayaan kepada

negara disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan hukuman,

tetapi sesuai menurut peraturan-peraturan yang telah ditetapkan

oleh pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa

balik dari negara secara langsung dan digunakan untuk

memelihara kesejahteraan umum (Muljono, 2010:1).

Dari pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa

pajak memiliki unsur-unsur:

1) Iuran dari rakyat kepada negara, yang berhak memungut

pajak hanyalah negara. Iuran tersebut berupa uang bukan

barang.

2) Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-

undang serta aturan pelaksanaanya.

3) Tidak ada timbal jasa (kontraprestasi) secara langsung.

4) Dapat dipaksakan.

5) Hasilnya untuk membiayai pembangunan.

b. Fungsi Pajak

Menurut Mardiasmo (2011:1) ada dua fungsi pajak yaitu

fungsi penerimaan dan fungsi mengatur. Berdasarkan fungsi

1188

penerimaan (budgetair), pajak sebagai sumber dana bagi

pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya.

Sedangkan fungsi mengatur (reguleren), pajak sebagai alat

untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah

dalam bidang sosial dan ekonomi.Contoh:

1) Pajak yang tinggi dikenakan terhadap minuman keras untuk

mengurangi konsumsi minuman keras.

2) Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah

untuk mengurangi gaya hidup konsumtif.

3) Tarif pajak untuk ekspor sebesar 0% untuk mendorong ekspor

produk Indonesia di pasaran dunia.

c. Syarat Pemungutan Pajak

Mardiasmo (2011:2) menyatakan bahwa agar

pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau

perlawanan, maka pemungutan pajak harus memenuhi syarat

sebagai berikut.

1) Pemungutan pajak harus adil (syarat keadilan)

Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan,

undang-undang dan pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil

dalam perundang-undangan diantaranya mengenai pajak

secara umum dan merata, serta disesuaikan dengan

kemampuan masing-masing. Sedang adil dalam

pelaksanaannya yakni dengan memberikan hak bagi Wajib

1199

Pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam

pembayaran dan mengajukan banding kepada majelis

pertimbangan pajak.

2) Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (syarat

yudiris)

Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD Tahun 1945

pasal 23 ayat 2. Hal ini memberikan jaminan hukum untuk

menyatakan keadilan, baik bagi negara maupun warganya.

3) Tidak mengganggu perekonomian (syarat ekonomis)

Pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaran

kegiatan produksi maupun perdagangan, sehingga tidak

menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat.

4) Pemungutan pajak harus efisien (syarat finansil)

Sesuai fungsi budgetair biaya pemungutan pajak harus

dapat ditekan sehingga lebih rendah dari hasil

pemungutannya.

5) Sistem pemungutan pajak harus sederhana

Sistem pemungutan yang sederhana akan memudahkan dan

mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban

perpajakannya. Syarat ini telah dipenuhi oleh undang-undang

perpajakan yang baru. Contoh:

a) Bea materai disederhanakan dari 167 macam tarif menjadi

2 macam tarif.

2200

b) Tarif PPN yang beragam disederhanakan menjadi satu tarif,

yaitu 10%

c) Pajak perseroan untuk badan dan pajak pendapatan untuk

perseorangan disederhanakan menjadi pajak penghasilan

(PPh) yang berlaku bagi Badan maupun perseorangan

(orang pribadi).

d. Jenis-Jenis Pajak

Agus dan Trisnawati (2013:7) menggolongkan pajak

menjadi 3 macam, yaitu menurut golongannya, sifatnya dan

lembaga pemungutnya.

1) Menurut golongannya

a) Pajak langsung adalah pajak yang bebannya tidak dapat

dilimpahkan oleh pihak lain dan menjadi beban langsung

wajib pajak yang bersangkutan. Contoh: pajak penghasilan

(PPh)

b) Pajak tidak langsung adalah pajak yang pembebanannya

dapat dilimpahkan kepada pihak lain. Contoh: pajak

pertambahan nilai (PPN), dan pajak penjualan atas barang

mewah (PPnBM).

2) Menurut sifatnya

a) Pajak subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau

berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan

keadaan diri wajib pajak. Contoh: pajak penghasilan.

2211

b) Pajak objektif adalah pajak yang berpangkal atau

berdasarkan pada objeknya, tanpa memperhatikan

keadaan dari wajib pajak. Contoh: pajak pertambahan nilai

(PPN), pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM),

pajak bumi dan pajak bangunan (PBB), dan bea materai

(BM).

3) Menurut lembaga pemungutnya

a) Pajak pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah

dan digunakan untuk membiayai rumah tangga pemerintah

pusat. Contoh: pajak penghasilan (PPh), pajak

pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang

mewah (PPnBM), pajak bumi dan bangunan (PBB), dan

bea materai (BM).

b) Pajak daerah yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah

daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga

pemerintah daerah. Contoh: pajak hiburan, pajak hotel dan

restoran, dan pajak kendaraan bermotor.

e. Tarif Pajak

Ada 4 macam tarif yang dikemukakan Mardiasmo

(2011:9) sebagai berikut.

1) Tarif sebanding/proporsional, yaitu tarif berupa persentase

yang tetap, terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak

sehingga besarnya pajak yang terutang proporsional terhadap

2222

besarnya nilai yang dikenai pajak. Contoh: untuk penyerahan

barang kena pajak di dalam daerah pabean akan dikenakan

pajak pertambahan nilai sebesar 10%.

2) Tarif tetap, yaitu tarif berupa jumlah (sama) terhadap

berapapun jumlah yang dikenai pajak yang terutang tetap.

Contoh: besarnya tarif bea materai untuk cek dan bilyet giro

dengan nilai nominal berapapun adalah Rp 3.000,00.

3) Tarif progresif, yaitu persentase tarif yang digunakan semakin

besar bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar. Contoh:

pasal 17 Undang-Undang Pajak Penghasilan untuk Wajib

Pajak orang pribadi dalam negeri.

4) Tarif degresif, yaitu persentase tarif yang digunakan semakin

kecil bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar.

f. Asas Pemungutan Pajak

Untuk mencapai tujuan pemungutan pajak perlu

memegang teguh asas pemungutan dalam memilih alternatif

pemungutannya, maka terdapat keserasian pemungut pajak

dengan tujuan dan asas yang masih diperlukan lagi yaitu

pemahaman atas perlakuan pajak tertentu. Menurut Waluyo

(2010:13) asas-asas pemungutan pajak antara lain.

1) Equality

Pemungutan harus bersifat adil dan merata, yaitu pajak

dikenakan kepada orang pribadi yang harus sebanding

2233

dengan kemampuan membayar pajak atau ability to pay dan

sesuai dengan manfaat yang diterima.

2) Certainty

Penetapan pajak itu tidak ditentukan sewenang-

wenang. Oleh karena itu, wajib pajak harus mengetahui

secara jelas dan pasti besarnya pajak yang terutang, kapan

harus dibayar, serta batas waktu pembayaran.

3) Economy

Secara ekonomi bahwa biaya pemungutan dan biaya

pemenuhan kewajiban pajak bagi wajib pajak diharapkan

seminimum mungkin, demikian pula beban yang dipikul wajib

pajak.

g. Hambatan Pemungutan Pajak

Menurut Mardiasmo (2011:8) hambatan terhadap pajak

dapat dikelompok kan menjadi:

1) Perlawanan pasif

Masyarakat enggan (pasif) membayar pajak, yang

dapat disebabkan antara lain:

a) Perkembangan intelektual dan moral masyarakat.

b) Sistem perpajakan yang (mungkin) sulit dipahami

masyarakat.

c) Sistem kontrol tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan

dengan baik.

2244

2) Perlawanan aktif

Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan

yang secara langsung ditujukan kepada fiskus dengan tujuan

untuk menghindari pajak. Bentuknya antara lain:

a) Tax avoidance, usaha meringankan beban pajak dengan

tidak melanggar undang-undang.

b) Tax evasion, usaha meringankan beban pajak dengan cara

melanggar undang-undang (menggelapkan pajak).

2. Utang Pajak

a. Kewajiban Pajak

Pasal 1 UU KUP memberikan definisi Wajib Pajak sebagai

berikut:

Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang

menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan

ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk

pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu.

Dalam hukum pajak, terdapat dua jenis kewajiban pajak

yang menjadi dasar mengapa setiap orang harus membayar

pajak yang terutang. Kedua kewajiban tersebut adalah kewajiban

pajak subjektif dan kewajiban pajak objektif. Pada dasarnya

setiap orang yang tinggal dan atau memiliki hubungan ekonomis

dengan Indonesia akan memiliki kewajiban pajak dengan

Indonesia. Hal ini disebut sebagai kewajiban pajak subjektif.

2255

Semua orang yang berdomisili di luar negeri hanya dapat

dijadikan subjek pajak jika mempunyai hubungan ekonomi

dengan Indonesia. Sedangkan kewajiban objektif, yaitu

kewajiban pajak yang ada hubungannya dengan objek pajak.

Seseorang yang telah memenuhi ketentuan undang-undang

tentang objek pajak, misalnya memperoleh penghasilan yang

dikenakan pajak, membeli barang kena pajak, memiliki rumah,

akan dikenakan pajak sesuai dengan undang-undang yang

menjadi dasar hukum pemungutan suatu jenis pajak. Seseorang

yang memperoleh penghasilan di Indonesia akan dikenakan

PPh, seseorang yang memiliki rumah akan dikenakan PBB,

seseorang yang makan di restoran akan dikenakan pajak

restoran, dan sebagainya. Mereka semua dikenakan pajak tidak

hanya karena mereka orang Indonesia dan berada di Indonesia,

tetapi terlebih karena mereka memenuhi syarat tentang

kewajiban pajak objektif, sesuai dengan yang ditentukan oleh

undang-undang pajak yang bersangkuatan (Siahan, 2007:117).

b. Utang Pajak

Utang pajak adalah pajak yang masih harus dibayar,

termasuk sanksi administratif berupa bunga, denda, atau

kenaikan tarif yang tercantum dalam surat ketetapan pajak atau

surat sejenisnya berdasarkan peraturan perundang-undangan

perpajakan. Ketentuan tentang hal ini dapat dilihat dalam pasal 1

2266

angka 8 UU PPSP yang lebih luas cakupannya dibandingkan

dengan pengertian yang terdapat dalam UU KUP.

Menurut Soemitro (1988) menyimpulkan “utang pajak

adalah utang yang timbul secara khusus karena negara (kreditur)

terikat dan tidak dapat memilih secara bebas siapa yang akan

dijadikan debiturnya seperti dalam hukum perdata”. Pelunasan

utang pajak dapat dipaksakan secara langsung, tentunya dengan

cara-cara yang dilindungi oleh undang-undang. Paksaan ini

dapat berupa penyitaan barang-barang wajib pajak yang disusul

dengan penjualan barang-barang sitaan tersebut baik secara

lelang maupun non lelang, bahkan bila perlu ada paksaan badan

berupa pencegahan berpergian ke luar negeri maupun

penyanderaan. Paksaan semacam itu memang sangat

diperlukan, yaitu untuk meratakan beban sehingga dapat

dirasakan keadilan oleh masyarakat.

Menurut Resmi (2008:12) ada dua ajaran yang mengatur

timbulnya utang pajak (saat pengakuan adanya utang pajak)

yaitu :

1) Ajaran Materil

Ajaran materil menyatakan bahwa utang pajak timbul

karena diberlakukannya undang-undang perpajakan.

Seseorang dikenai pajak karena suatu keadaan atau

2277

perbuatan yang dapat menimbulkan utang pajak. Ajaran ini

konsisten dengan penerapan self assessment system.

2) Ajaran Formil

Ajaran formil menyatakan bahwa utang pajak timbul

karena dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh fiskus

(pemerintah). Ajaran ini konsisten dengan penerapan official

assessment system.

c. Tunggakan Pajak

Tunggakan pajak merupakan pajak yang terutang ataupun

yang belum dibayar kepada negara dalam jangka waktu yang

telah ditetapkan. Jumlah utang pajak yang harus dibayar dalam

batas waktu yang telah ditetapkan tercantum dalam surat

ketetapan pajak (SKP) dan harus dibayar oleh wajib pajak

ataupun penanggung pajak. Pajak yang terutang oleh wajib

pajak harus dibayar atau dilunasi tepat pada waktunya,

pembayaran pajak harus dilakukan di kas negara atau kantor-

kantor yang ditunjuk oleh pemerintah untuk memperingan wajib

pajak, maka pembayaran pajak dapat diangsur selama satu

tahun berjalan. Setelah jumlah pajak yang sesungguhnya

terutang diketahui, maka kekurangannya setelah tahun pajak

berakhir. Oleh karena itu apabila setelah tanggal jatuh tempo

pajak tersebut belum dilunasi maka timbul tunggakan pajak

(Hidayat & Cheisviyanny, 2013).

2288

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa tunggakan

pajak timbul apabila wajib pajak tidak melunasi pajaknya saat

tanggal jatuh tempo, telah ditegur, dan ditagih. Direktur jenderal

pajak dapat melakukan tindakan penagihan pajak, apabila

jumlah pajak yang terutang berdasarkan surat tagihan pajak,

surat ketetapan pajak kurang bayar (SKPKB), surat ketetapan

pajak kurang bayar tambahan (SKPKBT), surat keputusan

pembetulan, surat keputusan keberatan, putusan banding, yang

menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, tidak

dibayar oleh penanggung pajak sesuai dengan jangka waktu yang

ditetapkan.

d. Berakhirnya Utang Pajak

Menurut Suandy (2008:128) utang pajak akan berakhir

atau terhapus apabila terjadi hal-hal sebagai berikut :

1) Pembayaran

Pembayaran pajak dapat dilakukan wajib pajak dengan

menggunakan surat setoran pajak atau dokumen lain yang

dipersamakan. Pembayaran pajak dapat dilakukan di kantor

kas negara, kantor pos dan giro atau di bank persepsi.

2) Kompensasi

Kompensasi terjadi apabila wajib pajak mempunyai

tagihan berupa kelebihan pembayaran pajak. Jumlah

kelebihan pembayaran pajak dapat dikompensasikan pada

2299

masa/tahun pajak berikutnya maupun dikompensasikan

dengan pajak lainnya yang terutang.

3) Daluwarsa

Daluwarsa diartikan sebagai daluwarsa penagihan. Hal

ini untuk memberikan kepastian hukum baik bagi wajib pajak

maupun fiskus, maka diberikan batas waktu tertentu untuk

penagihan pajak.

4) Penghapusan utang

Penghapusan utang pajak dilakukan karena kondisi

dari wajib pajak yang bersangkutan, misalnya wajib pajak

dinyatakan bangkrut oleh pihak-pihak yang berwenang.

5) Pembebasan

Utang pajak tidak berakhir dalam arti yang semestinya

tetapi karena ditiadakan. Pembebasan pajak biasanya

dilakukan berkaitan dengan kebijakan pemerintah. Misal

dalam rangka meningkatkan penanaman modal maka

pemerintah memberikan pembebasan pajak untuk jangka

waktu tertentu atau pembebasan pajak di wilayah-wilayah

tertentu.

3. Penagihan Pajak

a. Pengertian Penagihan Pajak

Salah satu kunci keberhasilan penerimaan pajak adalah

kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar pajak. Hanya saja,

3300

apabila Wajib Pajak ternyata tidak membayar pajak tentu perlu

diberikan tindakan tegas untuk dapat memaksa Wajib Pajak

tersebut melunasi utang pajaknya. Hal ini diwujudkan dalam

bentuk penagihan pajak terhadap Wajib Pajak yang tidak atau

belum melunasi utang pajaknya sesuai dengan ketentuan yang

berlaku. Penagihan pajak adalah serangkaian tindakan dari

aparatur Direktorat Jenderal Pajak karena Wajib Pajak tidak

mematuhi ketentuan undang-undang khususnya mengenai

pembayaran pajak (Soemitro, 1991: 76). Menurut pasal 1 UU

PPSP menyatakan:

Penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar

Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan

pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan

penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat

Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan,

melaksanakan penyanderaan, dan menjual barang yang telah

disita.

Dari kedua pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa

penagihan pajak memiliki lima unsur yaitu:

1) Utang pajak, yaitu pajak yang masih harus dibayar termasuk

sanksi administrasi berupa bunga, denda atau kenaikan yang

tercantum dalam surat ketetapan pajak atau surat sejenisnya

3311

berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan

perpajakan.

2) Serangkaian tindakan dilakukan sesuai jadwal waktu yang

benar, yaitu penerbitan Surat Teguran, pemberitahuan Surat

Paksa, pelaksanaan penyitaan bedasarkan Surat Perintah

Melaksanakan Penyitaan (SPMP), sampai dengan

pelaksanaan lelang.

3) Aparat Direktorat Jenderal Pajak (DJP), yaitu jurusita pajak

yang telah memenuhi syarat untuk melakukan penagihan

pajak.

4) Penanggung Pajak yang mempunyai kewajiban melunasi

utang pajak.

5) Undang-undang perpajakan yang berlaku, yaitu UU No.19

Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa

serta peraturan pelaksanaan yang mengaturnya.

b. Dasar Hukum Penagihan Pajak

1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983

tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2009

(UU KUP).

2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 1997

tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana

3322

telah diubah diubahterakhir dengan Undang-Undang Nomor

19 Tahun 2000 (UU PPSP).

3) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 135 Tahun

2000 tentang Tata Cara Penyitaan Dalam Rangka Penagihan

Pajak Dengan Surat Paksa.

4) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor

24/PMK.03/2008 tentang Tata Cara Pelaksanaan

PenagihanDengan Surat Paksa dan Pelaksanaan Penagihan

Seketika dan Sekaligus.

5) Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor

562/KMK. 04/2000tentang Syarat-Syarat Tata Cara

Pengangkatan dan Pemberhentian Juru Sita Pajak.

c. Cara Penagihan Pajak

Menurut Suandy (2006:45) penagihan pajak terdiri atas

tiga bentuk, yaitu :

1) Penagihan pasif

Penagihan pasif adalah penagihan pajak yg dilakukan

dengan menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP), Surat

Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan

Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), SK Pembetulan,

SK Keberatan dan Putusan Banding yang menyebabkan pajak

terutang lebih besar. Dalam penagihan pasif, fiskus hanya

memberitahukan ke Wajib Pajak mengenai adanya utang

3333

pajak. Apabila dalam jangka waktu satu bulan sejak

diterbitkan Surat Tagihan Pajak atau surat lain yang sejenis

wajib pajak tidak melunasi utang pajaknya maka fiskus akan

melakukan penagihan aktif.

2) Penagihan aktif

Penagihan aktif adalah kelanjutan dari penagihan pasif.

Dalam penagihan aktif, fiskus berperan aktif sampai dengan

tindakan sita dan lelang. Adapun tahap penagihan aktif adalah

sebagai berikut:

a) Surat Teguran.

b) Penagihan Pajak Seketika Sekaligus.

c) Surat Paksa.

d) Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan.

e) Pelaksanaan Lelang.

3) Penagihan pajak seketika dan sekaligus

Penagihan pajak seketika dan sekaligus adalah

tindakan penagihan pajak yang dilaksanakan oleh juru sita

pajak kepada penanggung pajak tanpa menunggu tanggal

jatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh utang pajak

dari semua jenis pajak, masa pajak dan tahun pajak.

d. Tahapan dan Waktu Penagihan Pajak Aktif

Apabila Wajib Pajak tidak membayar pajak sesuai dengan

ketentuan atau membayar pajak tidak sebagaimana mestinya

3344

maka dilakukan tindakan penagihan pajak oleh fiskus. Hal ini

dimaksudkan agar Wajib Pajak membayar pajak sesuai dengan

ketentuan yang berlaku, upaya penagihan ini fiskus berperan

aktif dalam arti tidak hanya mengirim surat tagihan atau surat

ketetapan pajak, tetapi akan diikuti dengan mengirim Surat

Teguran, Surat Paksa dan dilanjutkan dengan tindakan sita

(Siahan, 2007:356).

Pudyatmoko (2009:183) menyatakan bahwa langkah

untuk penagihan pajak secara aktif itu dilakukan dengan

prosedur sebagai berikut:

1) Pelaksanaan penagihan pajak, diawali dengan penerbitan

Surat Teguran oleh pejabat atau kuasa yang ditunjuk oleh

pejabat tersebut setelah 7 hari sejak saat jatuh tempo

pembayaran.

2) Surat Teguran tidak diterbitkan terhadap Penanggung Pajak

yang telah disetujui untuk melakukan pembayaran pajak

secara angsuran maupun menunda pembayaran pajaknya.

3) Apabila jumlah utang pajak yang masih harus dibayar tidak

dilunasi oleh Penanggung Pajak setelah lewat waktu 21 hari

terhitung sejak diterbitkannya Surat Teguran, pejabat yang

berwenang segera menerbitkan Surat Paksa.

4) Apabila jumlah utang pajak yang masih harus dibayar ternyata

tidak dilunasi oleh Penanggung Pajak setelah lewat waktu dua

3355

kali 24 jam terhitung sejak saat Surat Paksa diberitahukan

kepadanya, pejabat segera menerbitkan Surat Perintah

Melaksanakan Penyitaan (SPMP).

5) Apabila terhadap Penanggung Pajak dilakukan penagihan

seketika dan sekaligus, kepada Penanggung Pajak yang

bersangkutan dapat diterbitkan Surat Paksa tanpa menunggu

jatuh tempo atau tanpa menunggu lewat tenggang waktu 21

hari sejak Surat Teguran diterbitkan.

6) Apabila utang pajak dan biaya penagihan yang masih harus

dibayar tidak dilunasi oleh Penanggung Pajak setelah lewat

waktu 14 hari sejak tanggal pelaksanaan penyitaan, pejabat

yang berwenang segera melaksanakan pengumuman lelang.

7) Apabila utang pajak dan biaya penagihan yang masih harus

dibayar ternyata tidak juga dilunasi oleh Penanggung Pajak

setelah lewat waktu 14 hari sejak tanggal pengumuman

lelang, pejabat tersebut segera melakukan penjualan barang

sitaan penanggung pajak melalui kantor lelang negara.

Untuk mendapatkan gambaran lebih mudah mengenai

tahapan dan jadwal waktu pelaksanaan penagihan pajak dapat

digambarkan melalui skema dibawah ini:

3366

Gambar 2.1

Tahapan dan Jadwal Waktu Pelaksanaan Penagihan Pajak Aktif

7 hari 21 hari

2x24 jam

14 hari 14 hari

Sumber: Pudyatmoko (2009:183)

Dalam praktik sering terjadi Wajib Pajak tidak melunasi

utang pajaknya yang tercantum dalam surat ketetapan pajak

atau surat tagihan pajak yang diterimanya walaupun ada

ancaman sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% sebulan

dalam bentuk STP penagihan. Tindakan pelaksanaan penagihan

dengan jadwal waktu 58 hari ini merupakan langkah-langkah

kebijakan dari Direktorat Jenderal Pajak agar pelaksanaan self

assessment system benar-benar dipatuhi secara konsekuen dan

konsisten, sehingga tax complience dalam perundang-undangan

perpajakan dapat ditegakkan (Nadhiastutie, 2010:9). Penagihan

pajak yang berhasil akan membawa implikasi :

STP, SKP,

SKPKBT, dll

Surat

Teguran

(ST)

Surat

Paksa (SP)

Surat Perintah

Melaksanakan

Penyitaan

(SPMP)

Pengumuman

Lelang

Pelaksanaan

Lelang

3377

1) Aspek psikologis bagi Wajib Pajak akan jera bilamana law

enforcement tidak dipatuhi.

2) Dapat diwujudkannya pencairan tunggakan pajak berarti

penerimaan pajak makin meningkat.

3) Law enforcement dilaksanakan dengan benar.

4) Penghapusan piutang pajak.

e. Pejabat Direktorat Jenderal Pajak dalam Penagihan

Dalam pelaksanaan penagihan pajak, sangat penting

untuk diketahui siapa pejabat yang berwenang untuk

melaksanakan penagihan pajak. Hal ini penting untuk diketahui

karena berkaitan dengan jenis pajak yang ada, apakah pajak

pusat, pajak provinsi, maupun pajak kabupaten/kota. Agar

melaksanakan penagihan pajak dapat dipertanggungjawabkan,

pejabat yang berwenang untuk melaksanakan harus sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan

yang berlaku (Siahan, 2007:371).

Berdasarkan undang-undang penagihan pajak dengan

surat paksa, kewenangan untuk melaksanakan penagihan pajak

diserahkan kepada pejabat tertentu sesuai dengan jenis pajak

yang bersangkutan. Sesuai dengan UU Nomor 19 Tahun 2000,

yang dimaksud dengan pejabat adalah pejabat yang berwenang

mengangkat dan memberhentikan jurusita pajak, menerbitan

surat perintah seketika dan sekaligus, Surat Paksa, Surat

3388

Perintah Melaksanakan Penyitaan, surat pencabutan sita,

pengumuman lelang, surat penentuan limit, surat perintah

penyanderaan dan surat lain yang diperlukan untuk penagihan

pajak sehubungan dengan Penanggung Pajak tidak melunasi

seluruh utang pajak menurut UU dan peraturan daerah.

Ujung tombak dalam pelaksanaan penagihan pajak aktif

pada KPP dalam hal ini secara khusus adalah jurusita pajak.

Jurusita pajak sendiri adalah pelaksana tindakan penagihan

pajak yang meliputi penagihan seketika dan sekaligus,

pemberitahuan Surat Paksa, penyitaan dan penyanderaan

(Nadhiastutie, 2010:8). Jurusita pajak mempunyai tugas sebagai

berikut:

1) Melaksanakan surat perintah penagihan seketika dan

sekaligus.

2) Memberitahukan Surat Paksa.

3) Melaksanakan penyitaan atas barang penanggung pajak

berdasarkan surat perintah melaksanakan penyitaan.

4) Melaksanakan penyanderaan berdasarkan surat perintah

penyanderaan.

Dalam melaksanakan tugas, seorang jurusita pajak harus

dilengkapi dengan kartu tanda pengenal jurusita pajak yang

harus diperlihatkan kepada Wajib Pajak atau Penanggung Pajak.

Hal ini dimaksudkan agar jurusita pajak mempunyai bukti diri

3399

yang kuat dan bisa menjelaskan bahwa yang bersangkutan

adalah benar-benar jurusita pajak yang sah dan mempunyai

tugas dan wewenang melaksanakan tindakan penagihan pajak

(Rusjdi, 2007).

4. Produk Hukum Penagihan

a. Surat Teguran

Surat Teguran, surat peringatan atau surat lain yang

sejenis sesuai dengan pasal 1 ayat 10 UU Penagihan Pajak

dengan Surat Paksa, penagihan pajak adalah “surat yang

diterbitkan oleh pejabat pajak untuk menegur atau

memperingatkan kepada Wajib Pajak untuk melunasi utang

pajaknya”.

Dari pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa

Surat Teguran adalah surat yang diterbitkan oleh pejabat untuk

menegur atau memperingatkan Wajib Pajak untuk melunasi

utang pajaknya.

Penerbitan Surat Teguran, surat peringatan atau surat lain

yang sejenis merupakan tindakan awal dari pelaksanaan

penagihan pajak. Tindakan penagihan pajak ini dimulai dengan

penerbitan Surat Teguran, surat peringatan, atau surat lain yang

sejenis. Surat Teguran diterbitkan apabila Penanggung Pajak

tidak melunasi utang pajak sampai dengan tanggal jatuh tempo.

Utang pajak dalam hal ini adalah pajak yang masih harus dibayar

4400

termasuk sanksi administrasi sebagaimana ditetapkan dalam

Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar

(SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan

(SKPKBT), surat keputusan pembetulan, surat keputusan

keberatan, putusan banding, atau putusan peninjauan kembali

yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah

(Rainoris, 2015:7).

Menurut Dimas (2013) penerbitan Surat Teguran

dilakukan pada Seksi Penagihan, dengan prosedur sebagai

berikut:

1) Pelaksana pada Seksi Penagihan meneliti Surat Ketetapan

Pajak (SKP), Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Tagihan Bea

(STB) yang harus diterbitkan Surat Teguran dalam sistem

administrasi perpajakan dan meminta persetujuan Kepala

Seksi dan kemudian diteruskan kepada Kepala Kantor

Pelayanan Pajak melalui Sistem Informasi Direktorat Jenderal

Pajak (SIDJP).

2) Kepala Kantor Pelayanan Pajak memeriksa usulan penerbitan

Surat Teguran dan memberikan persetujuan penerbitan

melalui Sistem Informasi DJP.

3) Pelaksana melihat Sistem Informasi DJP dan memeriksa

persetujuan penerbitan Surat Teguran dan menyampaikannya

kepada Kepala Seksi Penagihan.

4411

4) Kepala Seksi Penagihan meneliti, memaraf Surat Teguran,

dan menugaskan kepada pelaksana untuk menyampaikannya

kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak.

5) Kepala Kantor Pelayanan Pajak meneliti, menandatangani

Surat Teguran. Kemudian Surat Teguran yang telah

ditandatangani Kepala Kantor Pelayanan Pajak, oleh

pelaksana Seksi Penagihan ditatausahakan, dan disampaikan

kepada Wajib Pajak melalui Sub Bagian Umum.

b. Surat Paksa

Menurut Mardiasmo (2003), Surat Paksa diterbitkan oleh

Kepala KPP yang menerbitkan STP, SKPKB, SKPKBT,

STPPBB, STB, SKBKB, SKBKBT, surat keputusan pembetulan,

surat keputusan keberatan yang menyebabkan jumlah pajak

yang harus dibayar bertambah yang menjadi dasar penagihan,

apabila:

1) Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak sampai dengan

tanggal jatuh tempo pembayaran dan kepadanya telah

diterbitkan Surat Teguran atau surat peringatan atau surat lain

yang sejenis.

2) Terhadap Penanggung Pajak telah dilaksanakan penagihan

pajak seketika dan sekaligus.

4422

3) Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana

tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau

penundaan pembayaran pajak.

Penerbitan Surat Paksa secara sah oleh pejabat

berwenang merupakan modal utama bagi pelaksanaan

penagihan pajak yang efektif, karena dengan terbitnya Surat

Paksa memberikan kewenangan kepada petugas penagihan

pajak untuk melaksanakan eksekusi langsung (parate executie)

dalam penyitaan atas barang milik Penanggung Pajak dan

melakukan penjualan langsung atau melalui lelang atas barang-

barang tersebut untuk pelunasan pajak terutang tanpa melalui

prosedur di pengadilan terlebih dahulu (Rainoris, 2015:7). Surat

Paksa diterbitkan paling cepat setelah lewat 21 hari dari

penerbitan Surat Teguran, kecuali apabila terhadap Penanggung

Pajak telah diterbitkan surat penagihan seketika dan sekaligus,

Surat Paksa dapat segera diterbitkan tanpa menunggu lewat

tenggang waktu 21 hari sejak saat Surat Teguran diterbitkan.

c. Penagihan Seketika dan Sekaligus

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000

tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa Pasal 1 ayat 11,

pengertian penagihan seketika dan sekaligus adalah penagihan

pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran

terhadap seluruh utang pajak dan semua jenis pajak, masa pajak

4433

dan tahun pajak. Jurusita pajak melaksanakan penagihan

seketika dan sekaligus tanpa menunggu tanggal jatuh tempo

pembayaran berdasarkan surat perintah penagihan seketika dan

sekaligus yang diterbitkan oleh pejabat apabila:

1) Penanggung Pajak akan meninggalkan Indonesia untuk

selama - lamanya atau berniat untuk itu.

2) Penanggung Pajak memindah tangankan barang yang dimiliki

atau dikuasai dalam rangka memberhentikan atau

mengecilkan kegiatan perusahaan, atau pekerjaan yang

dilakukannya di Indonesia.

3) Terhadap tanda-tanda bahwa penanggung pajak akan

membubarkan badan usahanya, atau penggabungan badan

usahanya, atau memindah tangan kan perusahaan yang

dimiliki atau dikuasainya, atau melakukan perubahan bentuk

lainya

4) Badan usaha akan dibubarkan oleh negara atau

5) Terjadi penyitaan atas barang Penanggung Pajak oleh pihak

ketiga atau terdapat tanda-tanda kepailitan. Penyampaian

surat perintah penagihan seketika dan sekaligus dilaksanakan

secara langsung oleh juru sita pajak kepada penanggung

pajak.

d. Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP)

4444

Menurut Rusjdi (2007), dalam pelaksanaan pemungutan

pajak, walaupun fiskus telah melakukan tindakan penagihan

sampai dengan menerbitkan dan menyampaikan Surat Paksa,

tetapi dalam praktik sehari-hari masih banyak Wajib Pajak atau

Penanggung Pajak yang tidak melunasi pajak yang terutang

sebagaimana mestinya. Berdasarkan ketentuan pasal 11 UU

Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, apabila Wajib Pajak tidak

melunasi pajak terutang sesuai dengan Surat Paksa setelah

lewat 2 kali 24 jam setelah surat paksa diberitahukan kepada

Penanggung Pajak, fiskus dapat melakukan tindakan penyitaan

terhadap barang milik Penanggung Pajak dengan mengeluarkan

Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP) sebagai

berikut:

1) Penyitaan terhadap barang milik Penanggung Pajak

dilaksanakan oleh jurusita pajak berdasarkan Surat Perintah

Melaksanakan Penyitaan yang diterbitkan oleh pejabat.

2) Penyitaan dilaksanakan terhadap barang milik Penanggung

Pajak yang berada ditempat tinggal, tempat usaha, tempat

kedudukan, atau ditempat lain termasuk penguasanya berada

ditangan pihak lain atau yang dijaminkan sebagai pelunasan

utang tertentu.

4455

Penyitaan dalam UU PPSP menurut Mardiasmo (2003)

dapat dilaksanakan terhadap barang-barang milik Penanggung

Pajak yang dapat berupa:

1) Barang bergerak, termasuk mobil, perusahaan, uang tunai

dan deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro,

atau bentuk yang disamakan dengan itu, obligasi saham atau

surat berharga lainya, piutang dan penyerahan modal pada

perusahaan lain

2) Barang tidak bergerak termasuk tanah, bangunan, dan kapal

dengan isi kantor tertentu.

Barang yang dikecualikan dari penyitaan beradsarkan UU

PPSP sebagai berikut:

1) Pakaian dan tempat tidur berserta perlengkapannya yang

digunakan oleh Penanggung Pajak dan keluarga yang

menjadi tanggungannya.

2) Persediaan makanan dan minuman untuk keperluan satu

bulan beserta peralatan memasak yang berada dirumah.

3) Perlengkapan Penanggung Pajak yang bersifat dinas yang

diperoleh dari negara.

4) Buku-buku yang berkaitan dengan jabatan atau pekerjaan

Penanggung Pajak dan alat-alat yang dipergunakan untuk

pendidikan, kebudayaan, dan keilmuan.

4466

5) Peralatan dalam keadaan jalan yang masih digunakan untuk

melaksanakan pekerjaan atau usaha sehari-hari dengan

jumlah seluruhnya tidak lebih dari Rp. 20.000.000,00.

6) Peralatan penyandang cacat yang digunakan oleh

Penanggung Pajak dan keluarga yang menjadi

tanggungannya.

Penyitaan dilaksanakan dengan mendahulukan barang

bergerak, namun dalam keadaan tertentu penyitaan dapat

dilaksanakan langsung terhadap barang tidak bergerak tanpa

melaksanakan penyitaan terhadap barang bergerak. Keadaan

tertentu ini misalnya jurusita pajak tidak menjumpai barang

bergerak yang dapat dijadikan objek sita, atau barang bergerak

yang dijumpainya tidak mempunyai nilai, atau harganya tidak

memadai jika dibandingkan dengan utang pajaknya (Mardiasmo,

2003).

Berdasarkan UU PPSP, penyitaan tambahan dapat

dilaksanakan apabila:

1) Barang yang disita nilainya tidak cukup untuk melunasi biaya

penagihan pajak dan utang pajak

2) Hasil lelang barang yang telah disita tidak cukup untuk

melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak.

Pencabutan sita dilaksanakan apabila Penanggung Pajak

telah melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak

4477

berdasarkan putusan pengadilan atau putusan badan peradilan

pajak atau ditetapkan lain dengan keputusan menteri atau

keputusan kepala daerah.

e. Pelaksanaan Lelang

Dalam UU PPSP, pelaksanaan lelang diatur sebagai

berikut :

1) Apabila lelang pajak dan biaya penagihan pajak tidak dilunasi

setelah dilaksanakan penyitaan, pejabat berwenang

melaksanakan penjualan secara lelang terhadap barang yang

disita melalui kantor lelang.

2) Sekalipun Penanggung Pajak telah melunasi utang pajak

tetapi belum melunasi biaya penagihan pajak, penjualan

secara lelang terhadap barang yang telah disita tetap dapat

dilaksanakan.

3) Lelang tetap dapat dilaksanakan walaupun keberatan yang

dilakukan Wajib Pajak belum memperoleh keputusan

keberatan, lelang juga tetap dapat dilaksanakan tanpa dihadiri

oleh Wajib Pajak.

4) Pejabat juru sita pajak tidak diperbolehkan untuk membeli

barang sitaan yang dilelang. Larangan ini berlaku juga

terhadap isteri, keluarga sedarah dan semenda dalam

keturunan garis lurus, serta anak angkat.

4488

Barang sitaan yang dikecualikan dari penjualan secara

lelang berupa:

1) Uang tunai dan surat-surat berharga (deposito, tabungan,

saldo rekening koran, giro atau bentuk lain yang

dipersamakan dengan itu, obligasi, saham, piutang,

penyertaan modal dan surat berharga lainnya.

2) Barang yang mudah rusak atau cepat busuk.

Pelunasan dari barang yang dijual tidak secara langsung

apabila Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak dan biaya

penagihan pajak setelah 14 (empat belas) hari sejak penyitaan

barang yang penjualannya dikecualikan dari penjualan secara

lelang,: pejabat segera menggunakan, menjual, dan atau

memindah bukukan barang sitaan untuk pelunasan biaya

penagihan pajak dan utang pajak. Yang dimaksud lelang

“menggunakan” adalah menyetor ke kas negara atau ke kas

daerah.

B. Penelitian Terdahulu

1. Yohanes Diaken Nainggolan

Yohanes Diaken Nainggolan (2015), melakukan penelitian

mengenai Pengaruh Penagihan Pajak Dengan Surat Teguran dan

Surat Paksa Terhadap Pencairan Tunggakan Pajak di Kantor

Pelayanan Pajak Madya Pekanbaru. Dengan variable independen :

4499

Surat Teguran, dan Surat Paksa. Variabel dependen : pencairan

tunggakan pajak.

Hasil pengujian secara parsial dapat disimpulkan bahwa

Surat Teguran tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

pencairan tunggakan pajak. Hal ini dapat dilihat dari nilai t hitung < t

tabel sehingga Ho diterima dan Hi ditolak.

Pengujian pada Surat Paksa menunjukkan hasil bahwa

variabel ini berpengaruh terhadap pencairan tunggakan pajak yang

dapat dilihat dari nilai t hitung > t tabel, sehingga Ho ditolak dan H2

diterima.

2. Devika Korua

Devika Korua (2015), melakukan penelitian mengenai

Analisis Efektivitas dan Kontribusi Penagihan Pajak Secara Aktif

Terhadap Pencairan Tunggakan Pajak (Studi Kasus Pada Kantor

Pelayanan Pajak Pratama Manado). Dengan variable independen :

Surat Teguran, Surat Paksa, dan Surat Perintah Melaksanakan

Penyitaan. Variabel dependen : pencairan tunggakan pajak.

Hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa,

penagihan pajak secara aktif dengan menggunakan Surat Teguran

dan Surat Paksa pada KPP Pratama Manado dari tahun 2013-2014

tergolong tidak efektif, Penyebabnya antara Wajib Pajak lalai dalam

melaksanakan kewajibannya untuk melunasi utang pajak, tidak

mampu melunasi utang pajak, dan tempat tinggal Wajib Pajak

5500

dapat ditemukan. Sedangkan penagihan pajak secara aktif dengan

menggunakan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan tergolong

dalam kategori sudah efektif.

3. Hasbi Rifqiansyah

Hasbi Rifqiansyah (2014), melakukan penelitian mengenai

Analisis Efektivitas dan Kontribusi Penagihan Pajak Aktif Terhadap

Pencairan Tunggakan Pajak (Studi Pada Kantor Pelayanan Pajak

Pratama Malang Utara). Variabel independen : Surat Teguran,

Surat Paksa, dan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan. Variabel

dependen :pencairan tunggakan pajak.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penagiha npajak aktif

dengan Surat Teguran di KPP Pratama Malang Utara tahun 2011-

2013 dinyatakan tidak efektif. Terbukti dari persentase efektivitas

yang dicapai pada tahun 2011 yaitu 31,58% atau tidakefektif, tahun

2012 yaitu 66,13% atau kurangefektif, dan tahun 2013 yaitu 1,22%

atau tidakefektif.

Penagihan pajak aktif dengan Surat Paksa di KPP Pratama

Malang Utara dari tahun 2011-2013 dinyatakan kurang efektif.

Terbukti dari pencapaian persentase efektivitas tahun 2011 yaitu

92,61% atau efektif, tahun 2012 yaitu 61,05% atau kurang efektif,

dan tahun 2013 yaitu 30,33% atau tidak efektif. Disamping itu,

tingkat efektivitas selama tiga tahun terakhir menunjukkan tren

yang negatif karena selalu mengalami penurunan.

5511

Penagihan pajak aktif dengan Surat Perintah Melaksanakan

Penyitaan (SPMP) di KPP Pratama Malang Utara dari tahun 2011-

2013 dinyatakan sudah efektif. Terbukti dari persentase efektivitas

yang dicapai pada tahun 2011 yaitu 827,86%, atau sangat efektif,

tahun 2012 yaitu 60,74% atau kurang efektif, dan tahun 2013 yaitu

95,12% atau efektif.

4. Widyanti Oktaviani

Widyanti Oktaviani (2015), melakukan penelitian mengenai

Pengaruh Sanksi Administrasi dan Tindakan Penagihan Aktif

Terhadap Pencairan Tunggakan Pajak (Studi Pada Kantor

Pelayanan Pajak Pratama Majalaya Periode Januari 2010-

Desember 2014). Dengan variabel independen : sanksi

administrasi, dan penagihan aktif (Surat Teguran, Surat Paksa, dan

Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan). Variabel dependen

:pencairan tunggakan pajak.

Berdasarkan hasil penelitian pada koefisien determinasi

menunjukan adanya pengaruh sanksi administrasi terhadap

pencairan tunggakan pajak. Kontribusi pengaruh sanksi

administrasi terhadap pencairan tunggakan pajak adalah hubungan

positif yang lemah. Dapat disimpulkan bahwa peningkatan jumlah

sanksi administrasi akan meningkatkan pencairan tunggakan pajak.

Berdasarkan hasil penelitian pada koefisien determinasi

menunjukan adanya pengaruh tindakan penagihan aktif terhadap

5522

pencairan tunggakan pajak. Kontribusi pengaruh tindakan

penagihan aktifterhadap pencairan tunggakan pajak adalah

hubungan positif yang lemah. Dapat disimpulkan bahwa

peningkatan jumlah surat teguran akan meningkatkan pencairan

tunggakan pajak.

5. Kamila Zahra

Kamila Zahra (2016), melakukan penelitian mengenai

Pengaruh Surat Teguran dan Surat Paksa Terhadap Pencairan

Tunggakan Pajak (Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan Pajak

Pratama Sumedang Tahun 2011-2105). Dengan variabe l

independen :Surat Teguran, dan Surat Paksa.Variabel dependen :

pencairan tunggakan pajak.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Surat Teguran memiliki

pengaruh terhadap pencairan tunggakan pajak. Surat Teguran

terhadap pencairan tunggakan pajak memiliki hubungan rendah

dan positif dalam pengertian perubahan Surat Teguran mempunyai

efek yang searah dengan pencairan tunggakan pajak, atau dengan

kata lain ketika nilai Surat Teguran naik maka pencairan tunggakan

pajak pun akan naik.

Surat Paksa memiliki pengaruh terhadap pencairan

tunggakan pajak. Surat Paksa dan pencairan tunggakan pajak

memiliki hubungan rendah dan positif dalam pengertian perubahan

Surat Paksa mempunyai efek yang searah dengan pencairan

5533

tunggakan pajak, atau dengan kata lain ketika nilai Surat Paksa

naik maka pencairan tunggakan pajak pun akan naik.

6. Achmad Marjunianto

Achmad Marjunianto (2015), melakukan penelitian mengenai

Pengaruh Penagihan Pajak Dengan Surat Teguran dan Surat

Paksa Terhadap Penerimaan Pencairan Tunggakan Pajak (Studi di

Wilayah KPP Wajib Pajak Besar Tahun 2012-2014). Dengan

variable independen : Surat Teguran, dan Surat Paksa.Variabel

dependen : pencairan tunggakan pajak.

Hasil penelitian menunjukkan bahwaSurat Teguran dan

Surat Paksa yang diterbitkan oleh KPP Wajib Pajak Besar terhadap

Wajib Pajak yang terdaftar selama periode tahun fiskal 2012, 2013

dan 2014 bersama-sama saling mempengaruhi terhadap

penerimaan pencairan tunggakan pajak.

Surat Teguran yang diterbitkan oleh KPP Wajib Pajak Besar

terhadap Wajib Pajak yang terdaftar selama periode tahun fiskal

2012, 2013 dan 2014 berpengaruh signifikan terhadap penerimaan

pencairan tunggakan pajak. Sedangkan Surat Paksa tidak

berpengaruh terhadap penerimaan pencairan tunggakan pajak

dikarenakan Wajib Pajak hanya dengan Surat Teguran pun sudah

cukup membuat Wajib Pajak segera melunasi utang pajaknya.

7. Tingkan Larosa Ursula Walewangko

5544

Tingkan L.U Walewangko(2016), melakukan penelitian

mengenai Analisis Efektivitas Pencairan Tunggakan Pajak Aktif

Dengan Tindakan Penyitaan Terhadap Pencairan Tunggakan Pajak

di KPP Pratama Ambon. Denganvariable independen : Surat

Perintah Melaksanakan Penyitaan.Variabel dependen : pencairan

tunggakan pajak.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tahun 2013, nilai

tunggakan pajak adalah Rp 34.827.758.527,- dan oleh wajib pajak

dibayar sebesar Rp 26.876.656.599,- atau sekitar 12,95%. Indikator

pengukuran efektivitas penagihan tunggakan pajak dengan

tindakan penyitaan tahun 2013 pada KPP Pratama Ambon

tergolong tidak efektif. Data tahun 2014 menunjukkan nilai

tunggakan pajak adalah Rp 7.327.896.802,- dan oleh wajib pajak

dibayar sebesar Rp 2.307.583.360,- atau sekitar 31,75%.

Berdasarkan indikator pengukuran efektivitas penagihan tunggakan

pajak dengan tindakan penyitaan tahun 2014 pada KPP Pratama

Ambon tergolong tidak efektif. Pada tahun 2015menunjukan nilai

tunggakan pajak adalah Rp 58.943.147.016,-. Dari tunggakan pajak

tersebut wajib pajak membayar jumlah tunggakan pajak sebesar Rp

11.385.895.357,- dengan tingkat presentase sekitar 51,76%. Dari

besarnya presentase yang didapat maka pada indikator tingkat

efektivitas diketahui bahwa pada tahun 2015 efektivitas penagihan

5555

pajak dengan tindakan penyitaan di KPP Pratama Ambon tergolong

tidak efektif.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa penagihan pajak dengan

Tindakan Penyitaan melalui penerbitan Surat Perintah

Melaksanakan Penyitaan (SPMP) pada KPP Pratama Ambon dari

tahun 2013 sampai dengan tahun 2015 berdasarkan indikator

tingkat efektivitas masih tergolong tidak efektif.

C. Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran adalah kesimpulan dari tinjauan pustaka

yang berisi tentang konsep-konsep teori yang dipergunakan atau

berhubungan dengan penelitian yang akan dilaksanakan. Dari uraian

landasan teori dan penelitian terdahulu, kerangka pemikiran dalam

penulisan skripsi ini dijelaskan sebagai berikut :

1. Surat Teguran memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

pencairan tunggakan pajak.

2. Surat Paksa memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pencairan

tunggakan pajak.

3. Surat Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan memiliki pengaruh

yang signifikan terhadap pencairan tunggakan pajak.

D. Desain Penelitian

Di dalam melakukan suatu penelitian dan penerapan suatu

metode itu perlu yang namanya desain penelitian yang sesuai dengan

5566

kondisi, pembahasan dari penelitiannya. Desain penelitian tersebut

sangat penting karena untuk menunjang keberhasilan di dalam

merumuskan tujuan penelitian. Penelitian adalah suatu proses

mencari sesuatu secara sistematik dalam waktu yang lama dengan

menggunakan metode ilmiah serta aturan-aturan yang berlaku untuk

dapat menghasilkan suatu penelitian yang baik. Untuk dapat

menghasilkan penelitian yang baik, maka dibutuhkan desain penelitian

untuk menunjang dan memberikan hasil penelitian yang sistematik.

Menurut Umar, H (2008:6) menjelaskan bahwa “Desain penelitian

merupakan rencana untuk memilih sumber-sumber daya dan data

yang akan dipakai untuk diolah dalam rangka menjawab

pertanyaanpertanyaan penelitian.”

Penelitian ini menggunakan desain penelitian korelasional.

Penelitian korelasi atau korelasional adalah suatu penelitian untuk

mengetahui hubungan dan tingkat hubungan antara dua variabel atau

lebih tanpa ada upaya untuk mempengaruhi variabel tersebut

sehingga tidak terdapat manipulasi variabel (Faenkel dan Wallen,

2008:328). Adanya hubungan dan tingkat variabel ini penting karena

dengan mengetahui tingkat hubungan yang ada, peneliti akan dapat

mengembangkannya sesuai dengan tujuan penelitian. Jenis penelitian

ini biasanya melibatkan ukuran statistik/tingkat hubungan yang disebut

dengan korelasi (Mc Millan dan Schumacher, dalam Syamsuddin dan

Vismaia, 2009:25). Penelitian korelasional menggunakan instrumen

5577

H1

Perputara

n Modal

Kerja

(X1) H2

H4

Perputara

n Modal

Kerja

(X1)

H3

untuk menentukan apakah, dan untuk tingkat apa, terdapat hubungan

antara dua variabel atau lebih yang dapat dikuantitatifkan.

Desain penelitian dalam penulisan skripsi ini disajikan dalam

bentuk bagan sebagai berikut :

Gambar 2.2

Desain Penelitian

Keterangan :

X = Variabel Independen

Y = Variabel Dependen

= Hubungan Variabel

Surat Teguran

(X1)

Pencairan Tunggakan

Pajak

(Y)

Surat Paksa

(X2)

Surat Perintah

Melaksanakan Penyitaan

(X3)

5588

E. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah jawaban sementara yang harus diuji

kebenarannya atas suatu penelitian yang dilakukan agar dapat

mempermudah dalam menganalisis.Berdasarkan tinjauan teoritis,

rumusan masalah dan tinjauan penelitian terdahulu yang telah

dikemukakan diawal, hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:

H1 : Surat Teguran berpengaruh terhadap pencairan tunggakan

pajak.

H2 : Surat Paksa berpengaruh terhadap pencairan tunggakan

pajak.

H3 : Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan berpengaruh

terhadap pencairan tunggakan pajak.

H4 : Surat Teguran, Surat Paksa dan Surat Perintah

Melaksanakan Penyitaan berpengaruh secara bersama-

sama terhadap pencairan tunggakan pajak.

5599

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Pengertian metode penelitian yang dikemukakan oleh Sugiyono

(2010:2) adalah sebagai berikut : ”Metode penelitian pada dasarnya

merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan

kegunaan tertentu” . Metode penelitan merupakan cara ilmiah untuk

mendapatkan data, baik data yang bersifat data sekunder maupun

data primer, dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Kegiatan

penelitian ini didasarkan pada ciri-ciri keilmuan yang rasional, empiris,

dan sistematis guna memperoleh data-data tepat, sehingga dapat

dijadikan sebagai sebuah informasi yang penting dan berguna dalam

proses penyusunan suatu penelitian.

Dalam suatu penelitian diperlukan penyelidikan yang hati-hati,

teratur dan terus menerus untuk mengetahui bagaimana seharusnya

langkah penelitian harus dilakukan dengan mengunakan metode

penelitian.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

deskriptif dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Tujuan dari

metode deskriptif kuantitatif ini yaitu membuat suatu uraian yang

sistematis mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat dari objek yang diteliti

kemudian menggabungkan hubungan antar variabel yang terlibat

6600

didalamnya. Penelitian ini juga menekankan analisisnya pada data-

data numerik (angka) yang diolah dengan menggunakan metode

statistika.

Menurut Sugiyono (2010:147) adalah sebagai berikut :

“Metode Deskriptif adalah metode yang digunakan untuk

menganalisis data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa

bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau

generalisasi”.

Sedangkan metode kuantitatif Menurut Sugiyono (2010:8)

adalah sebagai berikut: “Metode penelitian kuantitatif merupakan

metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme,

digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu,

pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data

bersifat kuantitatif atau statistik, dengan tujuan menguji hipotesis yang

telah ditetapkan”.

Data yang dibutuhkan adalah data yang sesuai dengan

masalah-masalah yang ada dan sesuai dengan tujuan penelitian,

sehingga data tersebut akan dikumpulkan, dianalisis dan diproses

lebih lanjut sesuai dengan teori-teori yang telah dipelajari, jadi dari

data tersebut akan ditarik kesimpulan.

Penelitian ini dimaksudkan untuk menguji hipotesis dengan

menggunakan perhitungan statistik. Penelitian ini digunakan untuk

menguji pengaruh variabel X terhadap Y yang diteliti.

6611

Dengan menggunakan metode penelitian dan analisis statistik,

maka akan diketahui hubungan antar variabel yang diteliti sehingga

menghasilkan kesimpulan yang akan memperjelas gambaran

mengenai objek yang diteliti. Data yang dibutuhkan adalah data yang

sesuai dengan masalah-masalah dan sesuai dengan tujuan penelitian,

sehingga data tersebut dikumpulkan, dianalisis dan diproses lebih

lanjut sesuai dengan teori-teori yang telah dipelajari, jadi dari data

tersebut akan ditarik kesimpulan.

1. Variabel Penelitian

Variabel itu pada dasarnya adalah segala sesuatu yang

berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari

sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik

kesimpulannya.Variabel yang digunakan dalam penelitian ini

adalah variabel bebas (independent variable) dan variabel terikat

atau tidak bebas (dependent variable). Variabel bebas

dilambangkan sebagai variabel “X”. Menurut Sugiyono (2012 : 59) :

„‟variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau

yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat”.

Dalam penelitian ini terdapat tiga jenis variabel bebas yaitu

Surat Teguran, Surat Paksa dan Surat Perintah Melaksanakan

Penyitaan.Sedangkan variabel terikat dilambangkan sebagai

variabel “Y”. Menurut Sugiyono (2012 : 59) : „‟variabel terikat

(dependen) merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang

6622

menjadi akibat, karena adanya variabel bebas”. Dalam penelitian ini

terdapat satu variabel terikat yaitu pencairan tunggakan pajak.

2. Definisi Operasionalisasi

Menurut Jogiyanto (2004:62) :“defenisi operasional

menjelaskan karakteristik dari objek ke dalam elemen-elemen yang

dapat di observasi yang menyebabkan konsep dapat diukur dan

dioperasionalkan dalam riset”. Sedangkan menurut Sugiyono

(2012: 31), definisi operasional adalah penentuan konstrak atau

sifat yang akan dipelajari sehingga menjadi variabel yang dapat

diukur. Definisi operasional menjelaskan cara tertentu yang

digunakan untuk meneliti dan mengoperasikan konstrak, sehingga

memungkinkan bagi peneliti yang lain untuk melakukan replikasi

pengukuran dengan cara yang sama atau mengembangkan cara

pengukuran konstrak yang lebih baik.

Adapun definisi operasional atau mengoperasionalisasi

variabel menurut Singarimbun dan Efendi (2002: 46)adalah

petunjuk bagaimana suatu veriabel diukur, dengan membaca

definisi operasional dalam penelitian maka diketahui baik buruknya

variabel tersebut.

Berikut ini adalah definisi operasional dari masing-masing

variabel penelitian :

Tabel 3.1

Definisi Operasional Variabel Penelitian

6633

Variabel Definisi Dimensi Indikator Skala

Surat Teguran (variabel X1)

Surat Teguran didefinisikan sebagai surat peringatan atau surat lain yang sejenis yang diterbitkan oleh Pejabat untuk menegur atau memperingatkan kepada Wajib Pajak untuk melunasi utang pajaknya dan diterbitkan apabila Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajaknya sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran. (Siahaan, M.P, 2010:125).

1. Satuan penerbitan Surat Teguran dinyatakan dalam "surat".

2. Jangka waktu

Surat Teguran yang diterbitkan adalah tahun 2012-2016.

3. Penerbit Surat

Teguran adalah KPP Penanaman Modal Asing Empat (KPP PMA 4), KPP Badan dan Orang Asing (KPP Badora), KPP Minyak dan Gas Bumi (KPP Migas) serta KPP Perusahaan Masuk Bursa (KPP PMB).

1. Rasio efektivitas penagihan pajak dengan Surat Teguran : a. Total realisasi

Surat Teguran b. Total target Surat

Teguran

2. Rasio kontribusi pencairan tunggakan dengan Surat Teguran :

a. Total pencairan

tunggakan pajak

bb.. Jumlah total penerimaan pajak

Rasio

Surat Paksa (variabel X2)

Surat Paksa didefinisikan sebagaisurat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak, Surat Paksa mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. (Mardiasmo, 2011 :121).

1. Satuan penerbitan Surat Paksa dinyatakan dalam "surat".

2. Jangka waktu

Surat Paksa yang diterbitkan adalah tahun 2012-2016.

33.. Penerbit Surat Paksa adalah KPP PMA 4, KPP Badora, KPP Migasserta KPP PMB.

1. Rasio efektivitas penagihan pajak dengan Surat Paksa:

a. Total realisasi

Surat Paksa b. Total target Surat

Paksa

2. Rasio kontribusi pencairan tunggakan dengan Surat Paksa :

a. Total pencairan

tunggakan pajak

bb.. Jumlah total penerimaan pajak

Rasio

Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan

Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan didefinisikan sebagai surat

1. Satuan penerbitan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaandinyata

1. Rasio efektivitas penagihan pajak dengan Surat Perintah Melaksanakan

Rasio

6644

(variabel X3)

perintah terhadap juru sita pajak untuk menguasai barang dengan penanggung pajak, guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak menurut peraturan perundang-undangan (UU PPSP).

kan dalam "surat".

2. Jangka waktu

Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan yang diterbitkan adalah tahun 2012-2016.

3. Penerbit Surat

Perintah Melaksanakan Penyitaan adalah KPP PMA 4, KPP Badora, KPP Migas serta KPP PMB.

Penyitaan : a. Total realisasi

Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan

b. Total target Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan

2. Rasio kontribusi

pencairan tunggakan dengan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan :

a. Total pencairan

tunggakan pajak

bb.. Jumlah total penerimaan pajak

Pencairan Tunggakan Pajak (variabel Y)

Pencairan Tunggakan Pajakadalah seluruh pembayaran dan pengurangan atas piutang yang terbit sebelum tahun berjalan. (Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-29/PJ/2012).

1. Satuan pencairan tunggakan pajak dinyatakan dalam "Rupiah (Rp)" dan “Dollar Amerika Serikat (USD)”.

2. Jangka waktu

pencairan tunggakan pajak adalah tahun 2012-2016.

33.. KPP tempat pencairan tunggakan pajak yang diteliti adalah KPP PMA 4, KPP Badora, KPP Migas serta KPP PMB.

1. Total target pencairan tunggakan pajak dari penagihan.

22.. Total realisasi pencairan tunggakan pajak dari penagihan.

Rasio

Untuk mengetahui apakah suatu kegiatan atau proses

organisasi maupun kantor publik bisa dikatakan efektif maka harus

diperlukan sebuah indikator yang digunakan sebagai tolak ukur

6655

untuk mengetahui tingkat keefektifan. Formula di bawah ini adalah

untuk menghitung tingkat/rasio keefektifan dari penerbitan Surat

Teguran, Surat Paksa dan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan

menurut Halim, A (2004).

Efektivitas Surat =

x 100%

Untuk mengukur keefektifan, maka digunakan indikator

sebagai berikut:

Tabel 3.2

Indikator Penerbitan Surat di Seksi Penagihan

Persentase Kriteria

100 % Sangat Efektif

90 – 100 % Efektif

80 – 90% Cukup Efektif

60 – 80 % Kurang Efektif

60 % Tidak Efektif

Sumber : Seksi Penagihan

B. Populasidan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/

subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang

6666

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya (Sugiyono, 2009: hal. 61).Dalam penelitian ini

populasi yang digunakan adalah seluruh KPP di Lingkungan Kantor

Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Jakarta Khusus

yang terdiri dari 9 Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yaitu :

a. KPP Penanaman Modal Asing Satu (KPP PMA 1)

b. KPP Penanaman Modal Asing Dua (KPP PMA 2)

c. KPP Penanaman Modal Asing Tiga (KPP PMA 3)

d. KPP Penanaman Modal Asing Empat (KPP PMA 4)

e. KPP Penanaman Modal Asing Lima (KPP PMA 5)

f. KPP Penanaman Modal Asing Enam (KPP PMA 6)

g. KPP Badan dan Orang Asing (KPP Badora)

h. KPP Perusahaan Masuk Bursa (KPP PMB)

i. KPP Minyak dan Gas Bumi (KPP Migas)

2. Sampel

Sampel menurut Sugiono (2009) adalah bagian dari jumlah

dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Sampel tersebut

menjadi sumber data sebenarnya yang diambil dengan

menggunakan teknik tertentu yang disebut teknik sampling. Dalam

penelitian ini teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara

purposive sampling. Pengertian purposive sampling adalah teknik

penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu.

6677

Dari 9 KPP di Lingkungan Kanwil DJP Jakarta Khusus,

peneliti mengambil 4 KPP sebagai sampel penelitian. Adapun

kriteria pengambilan sampel yang ditetapkan peneliti adalah

berdasarkan jenis KPP dengan rincian sebagai berikut :

a. Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing (KPP PMA).

KPP PMA terdiri dari 6 KPP yang dibedakan berdasarkan

Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) Wajib Pajak. Peneliti

mengambil 1 sampel acak dari KPP PMA yaitu Kantor Pelayanan

Pajak Penanaman Modal Asing Empat (KPP PMA Empat). KPP

PMA Empat menangani Wajib Pajak Penanaman Modal Asing

yang tidak masuk bursa dan melakukan kegiatan di sektor

industri pengolahan makanan dan minuman, tekstil dan kayu.

KPP PMA Empat beralamat di Kompleks Pajak Kalibata Jalan

Taman Makam Pahlawan Kalibata, Pancoran, Jakarta Selatan.

b. Kantor Pelayanan Pajak Badan dan Orang Asing (KPP Badora).

KPP Badora menangani Wajib Pajak Bentuk Usaha Tetap (BUT)

yang berkedudukan di Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan

Orang Asing yang bertempat tinggal di Daerah Khusus Ibukota

Jakarta. KPP Badora beralamat di Kompleks Pajak Kalibata

Jalan Taman Makam Pahlawan Kalibata, Pancoran, Jakarta

Selatan.

c. Kantor Pelayanan Pajak Minyak dan Gas Bumi (KPP Migas).

KPP Migas menangani Wajib Pajak perusahaan minyak dan gas

6688

bumi.KPP Migas beralamat di Kompleks Pajak Kalibata Jalan

Taman Makam Pahlawan Kalibata, Pancoran, Jakarta Selatan.

d. Kantor Pelayanan Pajak Perusahaan Masuk Bursa (KPP PMB).

KPP PMB menangani Wajib Pajak seluruh perusahaan swasta

nasional yang telah memperoleh izin emisi saham dari Otoritas

Jasa Keuangan (go public). KPP PMB beralamat di Gedung KRT

Radjiman Wedyodiningrat Jl. Jenderal Sudirman Kav. 56, Jakarta

Selatan.

C. Teknik Pengumpulan Data

1. Data

Data dapat diartikan sebagai kumpulan angka, fakta,

fenomena atau keadaan yang merupakan hasil pengamatan,

pengukuran atau pemecahan terhadap karakteristik atau sifat dari

objek yang dapat berfungsi untuk membedakan objek yang satu

dengan lainnya pada sifat yang sama (Solimun, 2001).

Berdasarkan pada metode penelitian dan desain penelitian

serta populasi yang digunakan maka penelitian ini dapat dibagi

sebagai berikut :

a. Berdasarkan cara mendapatkannya, maka data yang digunakan

dalam penelitian ini adalahdata sekunder. Menurut Sugiyono

(2012: 137) data sekunder merupakan data primer yang telah

diolah lebih lanjut dan disajikan baik oleh pihak pengumpul data

primer atau oleh pihak lain yaitu berupa laporan data pencairan

6699

tunggakan pajak yang berasal dari tindakan penagihan aktif

berupa penerbitan dan penyampaian Surat Teguran, Surat

Paksa dan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan yang

digunakan oleh peneliti untuk diproses lebih lanjut.

b. Berdasarkan waktu pengumpulannya, data penelitian ini

termasuk dalam jenis data campuran yaitu kombinasi data cross

section dan data time series. Data cross section adalah

sekumpulan data dari suatu fenomena tertentu yang didapat

dalam beberapa interval waktu tertentu. Sedangkan data time

series merupakan data yang terdiri atas satu objek tetapi meliputi

beberapa periode waktu misalnya harian, mingguan, bulanan,

tahunan dan lain-lain.

c. Berdasarkan sifatnya, data penelitian yang dikumpulkan adalah

data kuantitatif, yaitu data yang berbentuk angka-angka untuk

dipergunakan dalam analisis statistik dengan menggunakan

metode SPSS(Statistic Production Solution Service) versi 24.0

for Windows.

2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling

strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian

adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan

data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi

standar yang ditetapkan (Sugiyono, 2013:224).

7700

Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh

penelitidalam penelitian ini, yaitu :

a. Penelitian Lapangan (Field Research)

Penelitian lapangan adalah penelitian yang dimaksudkan

untuk memperoleh data primer yaitu data yang diperoleh melalui:

1) Pengamatan (Observation)

Yaitu teknik pengumpulan data dengan cara

mengamati secara langsung objek yang diteliti.Menurut

Sugiyono (2012 :145) observasi merupakan proses yang

kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses

biologis dan psikologis. Dua diantara yangterpenting adalah

proses-proses pengamatan dan ingatan. Observasi yang

dilakukan pada penelitian ini adalah pengamatan mengenai

tata cara penerbitan Surat Teguran, Surat Paksa dan Surat

Perintah Melaksanakan Penyitaan di KPP Lingkungan Kanwil

DJP Jakarta Khusus.

2) Wawancara (Interview)

Yaitu teknik pengumpulan data dengan mengadakan

tanya jawab langsung dengan para pegawai yang berwenang

di KPP Lingkungan Kanwil DJP Jakarta Khusus untuk

mengumpulkan data mengenai objek yang diteliti.

b. Studi Dokumentasi

7711

Studi dokumentasi merupakan metode pengumpulan data

yang tidak secara langsung ditujukan terhadap subjek penelitian

terkait dengan objek yang akan diteliti melainkan data-data

historis yang telah dikumpulkan sebelumnya oleh lembaga yang

berwenang yang terkait dengan objek penelitian.

Menurut Arikunto (2006 : 132) teknik dokumentasi yaitu

mencari data mengenai hal atau variabel yang berupa catatan,

transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat,

agenda dan sebagainya. Studi dokumenter dilakukan dengan

mengumpulkan data sekunder dari Kantor Pelayanan Pajak di

Lingkungan Kantor Wilayah DJP Jakarta Khsusus. KPP tersebut

adalah KPP PMA Empat, KPP Badora dan KPP Migas yang

beralamat di Kompleks Pajak Kalibata Jl. Taman Makam

Pahlawan Kalibata, Pancoran Jakarta Selatan serta KPP PMB

yang beralamat di Gedung KRT Radjiman Wedyodiningrat Jl.

Jenderal Sudirman Kav. 56 Jakarta Selatan.

D. Teknik Analisis

Kegiatan analisis data adalah mengelompokkan data

berdasarkan variabel dan jenis responden, mentabulasi data

berdasarkan variabel dari seluruh responden, menyajikan data tiap

variabel yang diteliti, melakukan perhitungan untuk menjawab

rumusan masalah, dan melakukan perhitungan untuk menguji

hipotesis yang telah diajukan (Sugiyono : 2009).

7722

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

penelitian statistik deskriptif dengan teknik analisis persamaan multi

regresi linier (multilpe linier regretion).

1. Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi

suatu data yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), median, standar

deviasi,minimum, maksimum dan range. Statistik deskriptif

merupakan statistik yang menggambarkan atau mendeskripsikan

data menjadi sebuah informasi yang lebih jelas dan mudah untuk

dipahami.Dalam deskriptif data penelitian ini terdiri dari :

a. Mean (rata-rata hitung)

Mean merupakan teknik penjelasan kelompok yang

didasarkan atas nilai rata-rata dari kelompok tersebut. Rumus

untuk menghitung mean adalah sebagai berikut :

Keterangan :

Me = Mean

∑ = Sigma (Jumlah)

Xi = Jumlah individu

n = Jumlah sampel

b. Median (nilai tengah)

7733

Median adalah salah satu teknik penjelasan kelompok

yang didasarkan atas nilai tengah dari kelompok data yang

disusun urutannya dari terkecil sampai yang terbesar, atau

sebaliknya dari yang terbesar sampai yang terkecil (Sugiyono,

2002 : 40). Rumus untuk menghitung median adalah sebagai

berikut :

Keterangan :

Md = Median

b = Batas bawah, dimana median akan terletak

n = Banyaknya data atau jumlah sampel

F = Jumlah semua frekuensi sebelum kelas median

f = Frekuensi kelas median

c. Standar Deviasi (Simpangan Baku)

Standar deviasi merupakan simpangan nilai dari data

yang telah disusun dalam tabel distribusi frekuensi atau data

bergolong. Rumus untuk standar deviasi adalah sebagai berikut :

S = )1(

)( 2

1

n

XX

Keterangan :

S = Simpangan Baku

7744

X1 = Nilai X ke-1 sampai ke-n

X = Rata-rata nilai

N = Jumlah sampel

d. Minimum

Minimum adalah nilai yang paling kecil dalam data.

e. Maksimum

Maksimum adalah nilai yang paling besar dalam data.

f. Range

Range adalah selisih antara nilai maksimum dan minimum

dalam suatu kelompok nilai.

Rumus :

Keterangan :

Xn = Nilai Maksimum

X1= Nilai Minimum

2. Uji Asumsi Klasik

Dengan menggunakan instrumen yang valid dan reliabel

dalam pengumpulan data yang merupakan syarat mutlak untuk

mendapatkan hasil penelitian yang valid dan reliabel. Bukan berarti

dengan menggunakan instrumen yang telah teruji validitas dan

reliabilitasnya otomatis hasil data penelitian menjadi valid dan

reliabel. Hal ini tergantung dari kondisi obyek yang diteliti.

Range = Xn – X1

7755

Penggunaan uji asumsi klasik bertujuan untuk mengetahui

dan menguji kelayakan atas model regresi yang digunakan pada

penelitian ini. Tujuan lainnya untuk memastikan bahwa di dalam

model regresi yang digunakan mempunyai data yang

terdistribusikan secara normal, bebas dari autokorelasi,

multikolinieritas serta heterokedistisitas.

Pengukuran asumsi klasik yang digunakan dalam penelitian

inimeliputi uji normalitas, uji heteroskedastisitas, uji multikolinearitas

dan uji autokolerasi.

a. Uji Normalitas

Menurut Ghozali (2011:160) : ‟‟uji normalitas bertujuan

untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel

pengganggu atau residual memiliki distribusi normal‟‟. Model

regresi yang baik memiliki distribusi data normal atau mendekati

normal. Menurut Ghozali (2011:160) ada dua cara untuk

mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak yaitu

dengan :

1) Analisis grafik

Menurut Ghozali (2011:163) pada prinsipnya normalitas

dapat dideteksi dengan melihat penyebaran data (titik) pada

sumbu diagonal dari grafik atau dengan melihat histogram dari

residualnya. Dasar pengambilan keputusan dengan

menggunakan analisi grafik adalah :

7766

a) Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti

arah garis diagonal atau grafik histogramnya menunjukkan

pola distribusi normal yaitu mengikuti atau mendekati

bentuk lonceng, maka model regresi memenuhi asumsi

normalitas.

b) Jika data menyebar jauh dari diagonal dan/atau tidak

mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogram tidak

menunjukkan pola distribusi normal yaitu tidak mengikuti

atau mendekati bentuk lonceng, maka model regresi tidak

memenuhi asumsi normalitas.

Menurut Ghozali (2011:163): „‟uji normalitas dengan

grafik dapat menyesatkan kalau tidak hati-hati, secara visual

kelihatan normal padahal secara statistik bisa sebaliknya‟‟.

Oleh sebab itu untuk menghindari kesalahan yang mungkin

terjadi, maka uji normalitas dalam penelitian ini juga akan

dilakukan dengan analisis statistik.

2) Uji Kolmogorov-Smirnov

Untuk menentukan uji ini didasarkan kepada

Kolmogorov-Smirnov Test terhadap model yang diuji. Menurut

Ghozali (2011:32), uji KolmogorovSmirnov dilakukan dengan

membuat hipotesis : H0 : Data residual terdistribusi normal,

apabila sig. 2-tailed > α = 0.05 Ha : Data residual tidak

terdistribusi normal, apabila sig. 2-tailed < α = 0.05

7777

b. Uji Heterokedastisitas

Menurut Ghozali (2011:139) : ”uji heteroskedastisitas

bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi

ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke

pengamatan yang lain”. Jika variance dari residual satu

pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut

homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas.

Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau

tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali, 2011:139).

Cara yang paling umum yang digunakan untuk

mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas adalah

dengan melihat scatterplot antara nilai prediksi variabel terikat

(dependen) yaitu ZPRED dengan residualnya SRESID. Deteksi

ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat

ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara SRESID

dan ZPRED.

Menurut Ghozali (2011:139) dasar analisis untuk

menentukan ada atau tidaknya heteroskedastisitas dengan

scatterplot yaitu :

1) Jika ada pola tertentu ,seperti titik-titik yang membentuk suatu

pola tertentu, yang teratur (bergelombang, melebar, kemudian

menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi

heteroskedastisitas.

7788

2) Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik–titik menyebar diatas

dan dibawah angka nol pada sumbu Y, maka tidak terjadi

heteroskedastisitas.

Analisis dengan Grafik Plots memiliki kelemahan yang

cukup signifikan oleh karena jumlah pengamatan mempengaruhi

hasil ploting. Semakin sedikit jumlah pengamatan, semakin sulit

untuk mengintepretasikan hasil grafik plot (Ghozali, 2011:141).

Untuk mengatasi kelemahan dari Grafik Plots tersebut,

maka dalam penelitian ini juga akan dilakukan uji statistik untuk

menjamin keakuratan hasil pengujian. Uji statistik yang dipilih

adalah uji Glejser, dasar pengambilan keputusan uji

heteroskedastisitas melalui uji Glejser adalah :

1) Apabila sig. 2-tailed < α = 0.05, maka telah terjadi

heteroskedastisitas.

2) Apabila sig. 2-tailed > α = 0.05, maka tidak terjadi

heteroskedastisitas.

c. Uji Multikolinearitas

Menurut Ghozali (2011:105): „‟uji multikoliniearitas

bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan

adanya korelasi antar variabel bebas (independen)‟‟. Model

regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara

variabel independen. Jika variabel independen saling

berkolerasi, maka variabelvariabel ini tidak orgonal. Variabel

7799

orgonal adalah variabel independen yang nilai korelasi antar

sesama variabel independen sama dengan nol (Ghozali

2011:105).

Ada beberapa cara yang digunakan untuk mendeteksi

multikolonieritas, akan tetapi untuk mendeteksi ada tidaknya

multikoliniearitas dalam model regresi dalam penelitian ini dilihat

dari tolerance value atau variance inflation factor (VIF). Adapun

pemilihan tolerance value atau variance inflation factor (VIF)

dalam penelitian ini karena cara ini merupakan cara umum yang

dilakukan dan dianggap lebih handal dalam mendeteksi ada-

tidaknya multikolonieritas dalam model regresi serta pengujian

dengan tolerance value atau variance inflation factor (VIF) lebih

lengkap dalam menganalisis data.

Dasar pengambilan keputusan dengan tolerance value

atau variance inflation factor (VIF) dapat disimpulkan sebagai

berikut :

1) Jika nilai tolerance > 0,1 dan nilai VIF < 10, maka dapat

disimpulkan bahwa tidak ada multikolinearitas antar variabel

independen dalam model regresi.

2) Jika nilai tolerance < 0,1 dan nilai VIF > 10, maka dapat

disimpulkan bahwa ada multikolinearitas antar variabel

independen dalam model regresi.

d. Uji Autokorelasi

8800

Menurut Ghozali (2011:110) “uji autokorelasi bertujuan

menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara

kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan

pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya)”. Jika terjadi

korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi, model

regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi

(Ghozali,,2011:110).

Untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi dalam

penelitian ini digunakan uji Durbin-Watson (DW Test), karena

jumlah pengamatan dalam penelitian ini berjumlah dibawah 100

yaitu hanya 95 pengamatan (Ghozali, 2011- 113). Uji

autokorelasi dilakukan dengan membuat hipotesis :

H0 : Tidak ada autokorelasi

Ha : Ada autokorelasi

Menurut Ghozali (2011:111), pengambilan keputusan ada

tidaknya autokorelasi dapat dilihat melalui tabel berikut :

Tabel 3.3

Kriteria Pengambilan Keputusan Uji Durbin Watson

Hipotesis Nol Keputusan Jika

Tidak ada autokorelasi positif Tolak 0 < d < dl

Tidak ada autokorelasi positif No Decision dl ≤ d ≤ du

Tidak ada korelasi negative Tolak 4 − dl < d < 4

Tidak ada korelasi negative No Decision 4 − du ≤ d ≤ 4 − dl

8811

Tidak ada korelasi positif atau

negatif Tidak Ditolak du < d < 4 – du

Sumber : Ghozali (2011: 111)

3. Regresi Linier Berganda

Berdasarkan judul, latar belakang, dan perumusan masalah

maka teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah analisis regresi berganda., yang bertujuan untuk

meramalkan bagaimana keadaan (naik turunnya) variabel

independen, bila dua atau lebih variabel independen sebagai faktor

prediktur dimanipulasi (Sugiyono, 2012:277). Untuk menganalisis

data dalam penelitian ini, peneliti menggunakan program komputer

SPSS(Statistic Production Solution Service) versi 24.0 for Windows..

Adapun model yang digunakan dari regresi linear berganda

menurut (Supranto, 2009:250) yaitu :

Ŷ= β0 + β1 X1 + β2 X2 + β3 X3 + ε

Keterangan :

Ŷ = Pencairan Tunggakan Pajak

β0 = Koefisien Konstanta

β1, β2, β3 = Koefisien Regresi

X1 = Surat Teguran

X2 = Surat Paksa

X3 = Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan

ε = Koefisien Error (Variabel Pengganggu)

8822

Ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai aktual

dapat diukur dari goodness of fit nya. Secara statistik, setidaknya

ini dapat diukur darinilai statistik F, nilai statistik t dan nilai koefisien

determinasi (R2) . Perhitungan statistik disebut signifikan secara

statistik apabila nilai uji statistiknya berada dalam daerah kritis

(daerah dimana H0 ditolak). Sebaliknya disebut tidak signifikan bila

nilai uji statistiknya berada dalam daerah dimana H0 diterima.

a. Uji Keberartian Model (Uji F)

Secara simultan, pengujian hipotesis dilakukan dengan uji

F-test . Menurut Ghozali (2011:98) : “uji statistik F pada dasarnya

menunjukkan apakah semua varibel independen atau bebas

yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara

bersama- sama terhadap variabel dependen/terikat”.

Di dalam penelitian ini uji F digunakan untuk menguji

hipotesis H1 yaitu pengaruh Surat Teguran, Surat Paksa, dan

Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan secara simultan

terhadap pencairan tunggakan pajak di Kanwil DJP Jakarta

Khusus. Menurut Ghozali (2011:98), uji F dilakukan dengan

membandingkan signifikansi Fhitung dengan Ftabel dengan

ketentuan :

1) H0 diterima dan Ha ditolak jika F hitung < F tabel untuk α =

0,05

8833

2) H0 ditolak dan Ha diterima jika F hitung > F tabel untuk α =

0,05

b. Uji Koefisien Regresi (Uji T)

Secara parsial, pengujian hipotesis dilakukan dengan uji t-

test . Menurut Ghozali (2011:98) “uji statistik t pada dasarnya

menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel

penjelas/independen secara individual dalam menerangkan

variabel dependen”. Dalam penelitian ini uji t digunakan untuk

menguji hipotesis H2, H3, dan H4 yaitu pengaruh Surat Teguran,

Surat Paksa, dan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan

secara parsial terhadap pencairan tunggakan pajak di Kanwil

DJP Jakarta Khusus. Menurut Ghozali (2011:99), uji t dilakukan

dengan membandingkan signifikansi thitung dengan ttabel

dengan ketentuan :

1) H0 diterima dan Ha ditolak jika t hitung < t tabel untuk α = 0,05

2) H0 ditolak dan Ha diterima jika t hitung > t tabel untuk α = 0,05

c. Uji Koefisien Determinasi (Uji R2)

Menurut Ghozali (2011:97) : „‟koefisien determinasi (R2 )

pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model

menerangkan variasi variabel independen‟‟. Nilai R2 yang kecil

berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam

menjelaskan variasi variabel dependen sangat terbatas,

sebaliknya nilai R2 yang mendekati satu berarti variabel-

8844

variabel independen memberikan hampir semua informasi yang

dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen

(Ghozali, 2011:97). Nilai koefisien determinasi yang digunakan

dalam penelitian ini adalah nilai adjusted R2 karena variabel

independen yang digunakan dalam penelitian ini lebih dari dua

variabel. Selain itu nilai adjusted R2 dianggap lebih baik dari

nilai R2 , karena nilai adjusted R2 dapat naik atau turun apabila

satu variabel independen ditambahkan ke dalam model regresi

(Ghozali, 2011:97).

4. Pengujian Hipotesis

Metode analisis yang digunakan untuk uji hipotesis adalah

analisis regresi berganda. Analisis regresi berganda adalah studi

mengenai variable dependen (terikat) dengan satu atau lebih

variable independen (bebas) dengan tujuan untuk mengestimasi

atau memprediksi rata-rata populasi atau nilai rata-rata variable

dependen berdasarkan nilai variable independen yang diketahui

(Ghozali, 2009). Model penelitian ini adalah model hubungan

fungsional antara variable Y-Pencairan Tunggakan Pajak dan X1-

Surat Teguran, X2-Surat Paksa, X3-Surat Pelaksanaan

Melaksanakan Penyitaan.

Hubungan fungsional tersebut digambarkan dengan

persamaan sebagai berikut :

Ŷ= β0 + β1 X1 + β2 X2 + β3 X3 + ε

8855

Keterangan :

Ŷ = Pencairan Tunggakan Pajak

β0 = Koefisien Konstanta

β1, β2, β3 = Koefisien Regresi

X1 = Surat Teguran

X2 = Surat Paksa

X3 = Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan

ε = Koefisien Error (Variabel Pengganggu)

Metode ini dihitung dengan menggunakan SPSS pada

tingkat signifikansi 5% (α = 0,05). Untuk menganalisis hasil dari uji

regresi liner berganda, maka dapat dilakukan dengan cara uji

signifikansi individual (Uji Statistik T) dan uji signifikansi simultan

(Uji Statistik F).

8866

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Objek Penelitian

Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus dibentuk berdasarkan

Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 173/KMK.01/1979 tanggal 17

April 1979 dan merupakan salah satu unit vertikal di lingkungan

Direktorat Jenderal Pajak yang telah memelopori reformasi birokrasi

sejak tahun 2005. Hingga saat ini, Kantor Wilayah DJP Jakarta

Khusus senantiasa melakukan perbaikan dalam kerangka reformasi

birokrasi agar tetap menjadi instansi yang kredibel di mata Wajib

Pajak dan stakeholder . Keterbukaan dalam proses komunikasi

kepada para pemangku kepentingan tersebut diharapkan mendukung

akselerasi reformasi sehingga dapat meningkatkan kembali

kepercayaan masyarakat kepada DJP yang pada akhirnya dapat

meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak.

Saat ini Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus yang beralamat di

Gedung A2 Lantai 4-6 Kompleks Kantor Pusat Direktorat Jenderal

Pajak Jl. Jend. Gatot Subroto Kav. 40-42 Kebayoran Baru Jakarta

Selatan dengan wilayah kerja seluruh wilayah Negara Kesatuan

Republik Indonesia, membawahi 9 KPP yakni :

1. KPP Penanaman Modal Asing Satu (KPP PMA 1), mempunyai

tugas pokok mengadministrasikan Wajib Pajak sektor :

8877

Industri Kertas, dan Barang dari Kertas.

Industri Pencetakan, dan Reproduksi Media Rekaman.

Industri Produk dari Batubara dan Pengilangan Minyak Bumi.

Industri Bahan Kimia dan Barang dari Bahan Kimia.

Industri Farmasi, Produk Obat Kimia dan Obat Tradisional.

Industri Karet, Barang dari Karet, dan Plastik.

Industri Barang Galian Bukan Logam.

2. KPP Penanaman Modal Asing Dua (KPP PMA 2), mempunyai

tugas pokok mengadministrasikan Wajib Pajak sektor :

Industri Logam Dasar.

Industri Barang Logam, bukan Mesin dan peralatannya.

Industri Komputer barang elektronik dan Optik.

Industri Peralatan Listrik.

Industri Mesin dan Perlengkapan YTDL.

Industri Kendaraan Bermotor, trailer dan Semi Trailer.

Industri Alat Angkutan lainnya.

Industri Pengolahan Lainnya.

3. KPP Penanaman Modal Asing Tiga (KPP PMA 3), mempunyai

tugas pokok mengadministrasikan Wajib Pajak sektor :

Pertambangan Batubara dan Lignit.

Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Alam dan Panas Bumi.

Pertambangan Bijih logam.

Pertambangan dan Penggalian Lainnya.

8888

Jasa Pertambangan.

Perdagangan, Reparasi dan Perawatan Mobil dan Sepeda

Motor.

Perdagangan Besar Bukan Mobil dan Sepeda Motor.

Perdagangan Eceran Bukan Mobil dan Motor.

4. KPP Penanaman Modal Asing Empat (KPP PMA 4), mempunyai

tugas pokok mengadministrasikan Wajib Pajak sektor :

Industri Makanan

Industri Minuman.

Industri Pengolahan Tembakau.

Industri Tekstil.

Industri Pakaian Jadi.

Industri Kulit, Barang dari Kulit dan Alas Kaki.

Industri Kayu, Barang dari Kayu dan Gabus (tidak termasuk

furnitur).

5. KPP Penanaman Modal Asing Lima (KPP PMA 5), mempunyai

tugas pokok mengadministrasikan Wajib Pajak sektor :

Pertanian Tanaman, Peternakan, Perburuan dan Kegiatan YBDI.

Kehutanan dan Penebangan Kayu.

Perikanan.

Jasa reparasi dan Pemasangan Mesin dan Peralatan.

Pengadaaan Listrik, Gas, Uap/Air Panas dan Udara Dingin.

Pengadaan Air.

8899

Jasa Pembersihan dan Pengelolaan Sampah Lainnya.

Angkutan Darat dan Angkutan Melalui Saluran Pipa.

Angkutan Air.

Angkutan Udara.

Pergudangan dan Jasa Penunjang Angkutan.

Pos dan Kurir.

Penyiaran dan Pemrograman.

Telekomunikasi.

Kegiatan Pemrograman, Konsultasi computer dankegiatan YBDI

Kegiatan jasa Informasi.

Jasa Keuangan Bukan Asuransi dan Dana Pensiun.

Asuransi, Reasuransi dan Dana Pensiun, Bukan Jaminan Sosial

Wajib.

Jasa Penunjang Jasa Keuangan, Asuransi dan Dana Pensiun.

Penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan.

Jasa Persewaan dan Sewa Guna usaha Tanpa Hak Opsi.

Jasa Ketenagakerjaan.

Jasa Agen Perjalanan, Penyelenggara Tur dan Jasa Reservasi

Lainnya.

Jasa Keamanan dan Penyelidikan.

Jasa Untuk Gedung dan Pertamanan.

Jasa Administrasi Kantor, Jasa Penunjang Kantor dan Jasa

Penunjang Usaha.

9900

Administrasi Pemerintahan dan Jaminan Sosial Wajib.

Jasa Pendidikan.

Jasa Kesehatan Manusia.

Jasa Kegiatan Sosial di dalam Panti.

Jasa Kegiatan Sosial di luar Panti.

6. KPP Penanaman Modal Asing Enam (KPP PMA 6), mempunyai

tugas pokok mengadministrasikan Wajib Pajak sektor :

Konstruksi Gedung.

Konstruksi Bangunan Sipil.

Kontruksi Khusus.

Penyediaan Akomodasi.

Penyediaan Makanan dan Minuman.

Real Estate.

Jasa Arsitektur dan teknik Sipil, Analisis dan Uji Teknis.

Periklanan dan Penelitian Pasar.

Jasa Profesional Ilmiah dan teknik Lainnya.

Kegiatan Hiburan, Kesenian dan Kreativitas.

Kegiatan Olahraga dan rekreasi Lainnya.

Kegiatan Keanggotaan Organisasi.

7. KPP Badan dan Orang Asing (KPP Badora), mempunyai tugas

pokok mengadministrasikan Wajib Pajak Bentuk Usaha Tetap dan

Orang Asing yang berkedudukan di Daerah Khusus Ibukota

Jakarta.

9911

8. KPP Perusahaan Masuk Bursa (KPP PMB), mempunyai tugas

pokok mengadministrasikan Wajib Pajak yang pernyataan

pendaftaran emisi sahamnya telah dinyatakan efektif oleh Badan

Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, badan-badan

khusus (Self Regulatory Organization) yang didirikan dan

beroperasi di bursa berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1995 tentang Pasar Modal dan Perusahaan efek non bank.

9. KPP Minyak dan Gas Bumi (KPP Migas), mempunyai tugas pokok

mengadministrasikan Wajib Pajak yang bergerak di bidang Minyak

dan Gas Bumi.

Hingga tahun 2017, rincian jumlah Wajib Pajak di Kantor

Wilayah DJP Jakarta Khusus adalah sebagai berikut :

Tabel 4.1

Jumlah Wajib Pajak di Kanwil DJP Jakarta Khusus

per 31 Desember 2017

Nama KPP Jumlah WP Terdaftar Jumlah WP Efektif

KPP PMA 1 905 WP Badan 742 WP Badan

KPP PMA 2 892 WP Badan 736 WP Badan

KPP PMA 3 953 WP Badan 487 WP Badan

KPP PMA 4 1.128 WP Badan 701 WP Badan

KPP PMA 5 1.515 WP Badan 834 WP Badan

KPP PMA 6 2.254 WP Badan 920 WP Badan

KPP Badora 31.857 WP OP 25.282 WP OP

9922

4.171 WP Badan 1.207 WP Badan

KPP PMB 1.548 WP Badan 647 WP Badan

KPP Migas 1.567 WP Badan 958 WP Badan

Total Kanwil DJP

Jakarta Khusus

31.857 WP OP

14.933 WP Badan

25.282 WP OP

7.232 WP Badan

Sumber : Kanwil DJP Jakarta Khusus

Adapun rencana (target) dan realisasi penerimaan pajak di

Kanwil DJP Jakarta Khusus berdasarkan Laporan Keuangan Audit

oleh Badan Pemeriksa Keuangan adalah sebagai berikut :

1. Data Penerimaan Tahun 2012

Tabel 4.2

Target dan Realisasi Penerimaan Pajak Tahun 2012

Nama KPP Target Realisasi Capaian

KPP PMA 1

14,583,213,250,001 11,255,379,504,093 77.18%

KPP Badora

3,308,391,150,000 2,629,459,731,457 79.48%

KPP PMB

22,350,518,150,000 17,403,947,419,844 77.87%

KPP PMA 2

17,265,214,050,001 13,965,363,137,325 80.89%

KPP PMA 3

17,810,434,860,000 14,490,474,366,969 81.36%

KPP PMA 4

6,658,184,509,999 5,288,554,167,362 79.43%

KPP PMA 5

12,257,609,879,999 10,004,074,207,680 81.62%

KPP PMA 6

9,100,899,540,000 7,280,218,369,125 79.99%

KPP Migas

97,343,502,743,648 110,084,158,485,329 113.09%

Total Kanwil DJP Jakarta Khusus

200,677,968,133,648 192,401,629,389,182 95.88%

Sumber : Laporan Keuangan Audit BPK Kanwil DJP Jakarta Khusus

9933

2. Data Penerimaan Tahun 2013

Tabel 4.3

Target dan Realisasi Penerimaan Pajak Tahun 2013

Nama KPP Target Realisasi Capaian

KPP PMA 1

14,177,712,495,145 12,694,196,217,550 89.54%

KPP Badora

2,443,009,495,364 2,334,825,463,584 95.57%

KPP PMB

21,400,645,882,095 19,405,276,399,203 90.68%

KPP PMA 2

16,233,648,281,633 13,930,704,879,368 85.81%

KPP PMA 3

12,720,726,865,854 10,744,320,983,610 84.46%

KPP PMA 4

6,616,161,182,887 5,540,068,572,097 83.74%

KPP PMA 5

12,393,330,467,611 11,800,201,380,945 95.21%

KPP PMA 6

8,699,898,994,441 8,443,158,153,952 97.05%

KPP Migas

114,497,291,005,966 125,770,435,418,163 109.85%

Total Kanwil DJP Jakarta Khusus

209,182,424,670,996 210,663,187,468,471 100.71%

Sumber : Laporan Keuangan Audit BPK Kanwil DJP Jakarta Khusus

3. Data Penerimaan Tahun 2014

Tabel 4.4

Target dan Realisasi Penerimaan Pajak Tahun 2014

Nama KPP Target Realisasi Capaian

KPP PMA 1

15,744,978,044,577 14,635,822,363,097 92.96%

KPP Badora

3,023,921,065,003 3,671,337,752,223 121.41%

KPP PMB

23,747,301,907,647 21,765,268,453,332 91.65%

KPP PMA 2

16,931,263,967,084 14,633,217,448,447 86.43%

KPP 13,775,357,445,913 11,947,516,899,367 86.73%

9944

PMA 3

KPP PMA 4

7,080,595,112,108 6,289,995,299,393 88.83%

KPP PMA 5

14,953,622,768,012 13,060,433,127,240 87.34%

KPP PMA 6

10,797,807,300,439 9,492,109,393,401 87.91%

KPP Migas

123,952,370,099,217 126,776,685,087,502 102.28%

Total Kanwil DJP Jakarta Khusus

230,007,217,710,000 222,272,385,824,002 96.64%

Sumber : Laporan Keuangan Audit BPK Kanwil DJP Jakarta Khusus

4. Data Penerimaan Tahun 2015

Tabel 4.5

Target dan Realisasi Penerimaan Pajak Tahun 2015

Nama KPP Target Realisasi Capaian

KPP PMA 1

20,685,793,677,481 14,836,901,201,340 71.73%

KPP Badora

5,127,794,711,778 4,166,632,259,827 81.26%

KPP PMB

31,429,728,400,435 27,249,563,196,166 86.70%

KPP PMA 2

20,372,812,823,830 13,473,186,935,540 66.13%

KPP PMA 3

16,636,752,544,968 11,742,791,538,362 70.58%

KPP PMA 4

8,746,293,146,100 7,327,776,334,038 83.78%

KPP PMA 5

18,248,063,100,124 13,665,418,377,988 74.89%

KPP PMA 6

13,538,084,425,733 9,775,936,876,565 72.21%

KPP Migas

101,891,520,693,551 97,606,359,337,496 95.79%

Total Kanwil DJP Jakarta Khusus

236,676,843,524,000 199,844,566,057,322 84.44

%

Sumber : Laporan Keuangan Audit BPK Kanwil DJP Jakarta Khusus

5. Data Penerimaan Tahun 2016

Tabel 4.6

Target dan Realisasi Penerimaan Pajak Tahun 2016

9955

Nama KPP Target Realisasi Capaian

KPP PMA 1

19,875,305,955,834 13,527,426,692,494 68.06%

KPP Badora

5,588,061,873,066 4,202,433,571,173 75.20%

KPP PMB

37,590,171,330,703 24,834,491,548,865 66.07%

KPP PMA 2

18,319,308,616,076 13,112,783,516,227 71.58%

KPP PMA 3

16,054,191,513,681 11,707,303,895,077 72.92%

KPP PMA 4

9,886,502,722,782 7,063,568,405,324 71.45%

KPP PMA 5

18,567,364,465,238 15,672,226,369,065 84.41%

KPP PMA 6

13,488,366,472,423 9,278,535,928,379 68.79%

KPP Migas

80,616,963,064,193 61,009,433,489,240 75.68%

Total Kanwil DJP Jakarta Khusus

219,986,236,013,996 160,408,203,415,844 72.92%

Sumber : Laporan Keuangan Audit BPK Kanwil DJP Jakarta Khusus

Sedangkan kondisi tunggakan pajak di Kanwil DJP Jakarta

Khusus berdasarkan Laporan Keuangan Audit oleh Badan Pemeriksa

Keuangan adalah sebagai berikut :

Tabel 4.7

Tunggakan Pajak di Kanwil DJP Jakarta Khusus Tahun 2012-2016

Tahun Periode Total Tunggakan Pajak

(Dalam Rupiah)

2012

Semester I(Jan-Jun) 25.798.966.608.772

Semester II(Jul-Des) 12.495.999.047.540

Total Tunggakan Tahun 2012 38.294.965.656.312

2013

Semester I(Jan-Jun) 9.680.336.120.637

Semester II(Jul-Des) 15.642.689.269.291

9966

Total Tunggakan Tahun 2013 25.323.025.389.928

2014

Semester I(Jan-Jun) 28.945.411.442.755

Semester II(Jul-Des) 12.174.204.465.334

Total Tunggakan Tahun 2014 41.119.615.908.089

2015

Semester I(Jan-Jun) 36.800.861.336.582

Semester II(Jul-Des) 5.568.443.771.124

Total Tunggakan Tahun 2015 42.369.305.107.706

2016

Semester I(Jan-Jun) 18.123.403.663.388

Semester II(Jul-Des) 6.068.749.119.409

Total Tunggakan Tahun 2016 24.192.152.782.797 Sumber : Laporan Keuangan Audit BPK Kanwil DJP Jakarta Khusus

Dalam penelitian ini ditekankan pada pengujian pengaruh

antara Surat Teguran, Surat Paksa dan Surat Pelaksanaan

Melaksanakan Penyitaan terhadap pencairan tunggakan pajak.Objek

penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah KPP di

Lingkungan Kanwil DJP Jakarta khusus selama periode penelitian.

Peneliti menggunakan metode purposive sampling untuk

mendapatkan sampel yang sesuai dengan kriteria penelitian, maka

terpilihlah 4 KPP yang memenuhi kriteria dan dijadikan sampel pada

penelitian ini yakni KPP PMA Empat, KPP Badora, KPP PMB dan

KPP Migas.

Data yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari Informasi

dan Monitoring SIDJP Menu Penagihan khususnya pada Register

Surat Teguran, Register Surat Paksa, Register Surat Sita, Manual

Pembayaran Piutang dan Data Modul Penerimaan Negara (MPN)

9977

KPP yang menjadi sample penelitian. Dalam penelitian ini, periode

pengamatan adalah 5 tahun yakni sejak tahun 2012 sampai tahun

2016. Dengan demikian sample penelitian ditentukan sebanyak 20

sampel.

Setelah mengetahui KPP yang dijadikan sample pada

penelitian ini, maka melalui register penagihan (Register Surat

Teguran, Register Surat Paksa dan Register Surat Sita) serta data

MPN yang diperoleh, peneliti akan menghitung menggunakan skala

rasio dari setiap penerbitan dan pembayaran atas Surat Teguran,

Surat Paksa dan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan dari setiap

KPP yang dijadikan sampel.

Selanjutnya, diuji menggunakan uji normalitas dan dianalisa

menggunakan uji analisis regresi berganda. Keseluruhan proses ini

digunakan untuk menjawab rumusan masalah yang telah ada dan

pembuktian hipotesis yang terdapat dalam penelitian ini.

B. Hasil Penelitian

Sebelum melakukan pengolahan data dan pengujian hipotesis

terlebih dahulu akan dijabarkan data yang akan diolah mengenai

tindakan penagihan aktif (jumlah Surat Teguran, jumlah Surat Paksa,

sampai jumlah Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan) yang

diterbitkan serta pencairan tunggakanpajak yang dilihat dari jumlah

pembayaran atas pajak yang terutang yang didasarkan pada STP,

SKPKB, SKPKBT di Kanwil DJP Jakarta Khusus dari tahun 2012

9988

sampai 2016. Penelitian dilakukan di 4 KPP Lingkungan Kanwil DJP

Jakarta Khusus yaitu KPP KPP PMA Empat, KPP Badora, KPP Migas

dan KPP PMB.

1. Kondisi Surat Teguran di KPP Lingkungan Kanwil DJP Jakarta

Khusus

Berikut adalah data mengenai kondisi Surat Teguran diKPP

PMA Empat, KPP Badora, KPP Migas dan KPP PMB untuk tahun

2012 sampai 2016.

Tabel 4.8

Jumlah Penerbitan Surat Teguran

KPP Penanaman Modal Asing Empat

Tahun 2012-2016 (dalam “Surat”)

Bulan Tahun 2012

Tahun 2013

Tahun 2014

Tahun 2015

Tahun 2016

Jan 63 76 228 11 227

Feb 129 259 90 182 133

Mar 40 42 57 35 203

Apr 116 94 125 126 314

Mei 65 40 113 139 384

Jun 81 61 83 120 183

Jul 37 22 35 1 138

Ags 54 72 139 117 500

Sep 1 109 119 483 168

Okt 102 28 186 176 189

9999

Nov 12 124 138 37 197

Des 126 114 105 90 349

Total 826 1.041 1.418 1.517 2.985

Sumber : Register Surat Teguran SIDJP

Tabel 4.9

Nilai Ketetapan Surat Teguran

KPP Penanaman Modal Asing Empat

Tahun 2012-2016 (dalam “Rupiah/Rp”)

Bulan Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016

Jan 3.526.853.114 8.938.716.305 115.012.833.547 506.200.530 163.404.396.559

Feb 5.577.244.459 24.897.458.342 130.226.157.132 18.238.694.744 89.040.108.212

Mar 1.672.186.193 4.871.462.247 6.390.040.755 11.086.714.277 48.869.096.191

Apr 3.034.068.001 3.163.207.807 13.520.925.333 21.589.312.588 43.809.821.794

Mei 884.276.995 2.428.813.809 1.227.138.940 24.532.310.433 11.311.902.232

Jun 2.065.602.281 4.779.379.411 28.902.361.163 32.610.127.851 11.311.902.232

Jul 3.416.711.802 3.978.504.257 2.831.766.384 23.297.061 27.628.632.078

Ags 3.688.617.275 16.646.034.741 1.633.972.268 11.991.909.560 47.691.524.525

Sep 500 9.572.509.731 4.642.045.144 41.632.214.793 47.504.981.555

Okt 1.898.241.351 22.210.414.167 20.084.973.835 36.996.542.773 34.697.865.434

Nov 7.823.499.835 36.095.536.240 4.481.209.476 21.894.899.653 17.009.844.645

Des 2.731.931.187 83.788.406.411 4.761.557.256 7.203.436.554 19.669.050.412

Total 36.319.232.993 221.370.443.468 333.714.981.233 228.305.660.817 561.949.125.869

Sumber : Register Surat Teguran SIDJP

Tabel 4.10

Jumlah Penerbitan Surat Teguran

110000

KPP Badan dan Orang Asing

Tahun 2012-2016 (dalam “Surat”)

Bulan Tahun 2012

Tahun 2013

Tahun 2014

Tahun 2015

Tahun 2016

Jan 131 141 124 80 257

Feb 103 69 78 49 18

Mar 58 35 65 439 452

Apr 58 72 47 174 484

Mei 80 46 56 352 111

Jun 78 80 117 132 837

Jul 23 92 4 187 238

Ags 59 65 266 170 262

Sep 116 97 70 128 868

Okt 32 113 112 245 587

Nov 49 54 93 84 756

Des 81 90 106 66 401

Total 868 954 1.138 2.106 5.271

Sumber : Register Surat Teguran SIDJP

Tabel 4.11

Nilai Ketetapan Surat Teguran

KPP Badan dan Orang Asing

Tahun 2012-2016 (dalam “Rupiah/Rp”)

Bulan Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016

Jan 471.133.137 2.989.940.858 30.324.909.708 62.794.903.699 5.029.804.039

110011

Feb 189.197.223 959.197.802 30.352.758.264 3.043.028.206 467.763.976

Mar 519.687.575 1.067.121.247 817.760.520 48.829.995.894 7.471.267.104

Apr 4.082.334.770 1.401.097.761 64.339.242.082 9.369.220.953 9.987.876.107

Mei 584.143.338 4.779.829.527 21.074.340.651 5.818.268.227 16.139.724.640

Jun 918.408.705.395 2.629.356.346 14.471.682.008 7.907.973.994 50.882.223.831

Jul 806.455.660 47.475.222.413 528.151 11.846.053.214 30.662.133.066

Ags 3.053.638.921 603.152.217 2.096.426.889 28.167.089.326 1.259.130.493

Sep 3.175.586.810 351.627.540 1.870.690.237 7.713.495.050 18.851.605.814

Okt 8.103.109.787 4.410.662.845 16.357.151.630 1.727.476.417 6.060.696.881

Nov 763.294.671 17.286.152.951 1.995.850.853 23.848.234.218 275.658.341.837

Des 2.401.357.291 46.334.220.821 93.368.458.597 1.566.675.228 164.077.220.086

Total 942.558.644.578 130.287.582.328 277.069.799.590 212.632.414.426 586.547.787.874

Sumber : Register Surat Teguran SIDJP

Tabel 4.12

Jumlah Penerbitan Surat Teguran

KPP Minyak dan Gas Bumi

Tahun 2012-2016 (dalam “Surat”)

Bulan Tahun 2012

Tahun 2013

Tahun 2014

Tahun 2015

Tahun 2016

Jan 150 146 37 157 1.289

Feb 126 102 92 131 938

Mar 103 30 92 185 218

Apr 9 36 0 149 443

Mei 240 38 71 519 993

Jun 137 138 44 78 2.332

Jul 62 86 48 91 616

110022

Ags 114 160 22 153 678

Sep 94 96 289 428 355

Okt 55 81 36 469 209

Nov 71 102 343 791 626

Des 136 159 211 313 438

Total 1.297 1.174 1.285 3.464 9.135

Sumber : Register Surat Teguran SIDJP

Tabel 4.13

Nilai KetetapanSurat Teguran

KPP Minyak dan Gas Bumi

Tahun 2012-2016 (dalam “Rupiah/Rp”)

Bulan Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016

Jan 229.449.631.435 7.086.005.080 194.319.645.544 22.184.251.724 10.865.153.726

Feb 8.380.234.263 2.270.720.126 181.493.478.587 52.232.989.650 67.601.241.868

Mar 129.038.698.011 1.786.371.085 35.786.083.564 21.258.058.081 2.803.524.554

Apr 2.813.607 1.071.711.622 0 26.814.196.210 13.649.182.247

Mei 22.278.930.436 2.387.375.177 3.023.294.090 25.195.226.073 12.225.341.632

Jun 156.057.471.782 2.328.353.468 8.485.430.917 15.267.921.357 33.181.701.258

Jul 40.318.814.519 5.194.642.440 22.038.665.429 4.909.022.340 5.415.290.696

Ags 6.129.420.620 3.583.810.163 12.785.823.364 3.442.295.646 99.436.924.133

Sep 1.664.321.097 21.975.453.301 31.748.972.383 13.476.591.100 15.010.317.237

Okt 11.223.777.529 46.738.646.328 185.730.602 15.185.291.425 3.700.116.064

Nov 7.052.526.842 13.173.950.278 16.987.005.842 4.557.330.768 359.298.688.523

Des 41.281.693.980 152.559.289.889 6.877.419.803 4.544.487.281 13.665.783.036

Total 652.878.334.121 260.156.328.957 513.731.550.125 209.067.661.655 636.853.264.974

110033

Sumber : Register Surat Teguran SIDJP

Tabel 4.14

Jumlah Penerbitan Surat Teguran

KPP Perusahaan Masuk Bursa

Tahun 2012-2016 (dalam “Surat”)

Bulan Tahun 2012

Tahun 2013

Tahun 2014

Tahun 2015

Tahun 2016

Jan 52 111 120 50 275

Feb 51 215 59 99 0

Mar 35 109 47 213 496

Apr 91 66 34 180 80

Mei 46 111 54 315 132

Jun 206 188 116 136 276

Jul 258 90 123 36 68

Ags 73 79 123 43 132

Sep 150 51 28 146 0

Okt 55 57 81 66 307

Nov 84 62 78 9 328

Des 31 158 119 120 32

Total 1.132 1.297 982 1.413 2.126

Sumber : Register Surat Teguran SIDJP

Tabel 4.15

Nilai Ketetapan Surat Teguran

KPP Perusahaan Masuk Bursa

110044

Tahun 2012-2016 (dalam “Rupiah/Rp”)

Bulan Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016

Jan 9.060.323.401 59.856.645.065 59.911.890.989 32.443.375.357 81.801.627.824

Feb 45.224.545.200 51.776.594.079 109.873.041.727 17.293.082.081 0

Mar 23.926.165.234 18.300.021.285 894.830.038 51.481.468.841 195.167.698.638

Apr 24.881.962.784 27.822.720.355 8.568.084.655 72.514.821.313 10.995.682.255

Mei 8.920.289.366 71.641.513.691 49.474.179.401 78.710.397.606 80.184.668.576

Jun 12.455.318.352 313.690.425.546 26.388.287.569 18.036.334.693 58.920.120.523

Jul 95.879.812.501 23.386.243.857 55.994.569.370 22.371.592.762 11.261.170.700

Ags 5.405.311.301 27.458.961.484 16.282.430.830 14.443.339.452 40.174.806.246

Sep 28.256.821.087 57.461.177.402 48.585.355.979 114.999.558.618 0

Okt 12.041.049.540 33.686.035.802 632.665.167.790 6.988.459.378 21.808.543.645

Nov 19.733.956.504 12.979.562.465 31.388.103.554 7.402.357.516 13.187.427.524

Des 2.086.746.605 33.655.905.071 35.543.969.430 18.642.374.563 25.867.030.043

Total 287.872.301.875 731.715.806.102 1.075.569.911.332 455.327.162.180 539.368.775.974

Sumber : Register Surat Teguran SIDJP

2. Kondisi Surat Paksa di KPP Lingkungan Kanwil DJP Jakarta

Khusus

Berikut adalah data mengenai kondisi Surat Paksa di KPP

PMA Empat, KPP Badora, KPP Migas dan KPP PMB untuk tahun

2012 sampai 2016.

Tabel 4.16

Jumlah Penerbitan Surat Paksa

KPP Penanaman Modal Asing Empat

Tahun 2012-2016 (dalam “Surat”)

110055

Bulan Tahun 2012

Tahun 2013

Tahun 2014

Tahun 2015

Tahun 2016

Jan 4 23 20 115 61

Feb 1 121 301 116 125

Mar 62 63 77 90 137

Apr 17 98 96 87 54

Mei 30 99 30 32 214

Jun 119 0 110 124 73

Jul 145 32 14 59 0

Ags 27 4 38 0 244

Sep 39 80 147 194 355

Okt 38 2 154 332 67

Nov 37 102 7 94 114

Des 35 108 27 21 94

Total 554 732 1.021 1.264 1.538

Sumber : Register Surat Paksa SIDJP

Tabel 4.17

Nilai Ketetapan Surat Paksa

KPP Penanaman Modal Asing Empat

Tahun 2012-2016 (dalam “Rupiah/Rp”)

Bulan Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016

Jan 74.751.834 177.658.201 3.059.088.156 8.955.047.583 6.382.664.246

Feb 59.971.196 24.465.299.650 122.340.946.553 4.670.800.543 152.644.146.426

Mar 1.143.170.334 6.854.027.073 12.879.007.517 6.331.827.168 68.772.199.286

Apr 475.137.361 5.876.306.240 13.320.598.264 5.691.976.221 45.201.922.347

110066

Mei 83.717.045 5.876.306.240 8.372.202.310 3.466.825.097 25.836.396.231

Jun 3.592.635.377 0 115.893.204.355 30.855.970.525 3.288.298.636

Jul 6.887.052.007 446.575.834 77.966.588.556 18.482.947.154 0

Ags 2.768.004.343 7.370.289 2.580.761.946 0 31.457.418.237

Sep 364.766.549 14.328.891.977 1.042.940.390 40.079.317.835 29.488.777.799

Okt 240.231.320 3.754.368.562 5.701.555.352 14.954.077.614 6.759.177.228

Nov 1.493.139.477 9.933.935.842 11.399.241.515 34.674.749.112 39.487.014.377

Des 2.639.050.834 55.312.847.250 413.708.940 15.616.575.529 3.022.187.482

Total 19.821.627.677 127.033.587.158 374.969.843.854 183.780.114.381 412.340.202.295

Sumber : Register Surat Paksa SIDJP

Tabel 4.18

Jumlah Penerbitan Surat Paksa

KPP Badan dan Orang Asing

Tahun 2012-2016 (dalam “Surat”)

Bulan Tahun 2012

Tahun 2013

Tahun 2014

Tahun 2015

Tahun 2016

Jan 53 81 49 76 3

Feb 102 51 86 42 121

Mar 81 81 72 18 53

Apr 12 43 33 1 105

Mei 31 25 34 83 45

Jun 31 71 61 278 123

Jul 49 26 1 88 299

Ags 3 87 4 2 13

Sep 18 9 244 7 659

110077

Okt 97 64 29 167 340

Nov 31 35 69 396 546

Des 4 38 43 24 939

Total 512 611 725 1.182 3.246

Sumber : Register Surat Paksa SIDJP

Tabel 4.19

Nilai Ketetapan Surat Paksa

KPP Badan dan Orang Asing

Tahun 2012-2016 (dalam “Rupiah/Rp”)

Bulan Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016

Jan 138.385.362 2.862.020.479 9.136.206.293 89.606.443.060 21.617.773.842

Feb 196.054.737 813.776.712 24.030.494.268 61.764.830.112 3.976.736.835

Mar 69.204.033 486.398.729 30.048.218.830 642.333.832 302.794.907

Apr 124.116.161 1.786.671.689 268.070.413 100.000 2.157.714.530

Mei 35.138.687 9.599.006 31.179.884.379 41.483.699.158 348.619.817

Jun 66.959.230 5.819.665.127 58.897.868.393 7.169.752.910 5.133.657.502

Jul 918.042.869.022 616.097.315 16.563.855.071 509.252.475 41.280.406.024

Ags 324.000 47.074.360.168 29.538.164 3.873.550.748 29.960.414.443

Sep 1.359.103.742 7.625.097 3.135.596.244 25.398.925.779 8.524.324.893

Okt 1.277.399.773 276.857.797 40.227.118 3.688.084.586 17.459.466.148

Nov 8.102.809.787 1.046.278.536 674.929.426 2.680.526.938 6.063.535.417

Des 125.888.494 348.132.535 16.397.262.947 809.558.320 315.340.865.737

Total 929.537.929.352 61.147.483.190 190.402.151.546 237.626.958.018 452.166.310.095

Sumber : Register Surat Paksa SIDJP

110088

Tabel 4.20

Jumlah Penerbitan Surat Paksa

KPP Minyak dan Gas Bumi

Tahun 2012-2016 (dalam “Surat”)

Bulan Tahun 2012

Tahun 2013

Tahun 2014

Tahun 2015

Tahun 2016

Jan 77 100 76 0 252

Feb 127 147 80 266 486

Mar 55 15 73 97 524

Apr 76 24 55 183 143

Mei 47 23 2 124 460

Jun 182 32 26 122 300

Jul 90 46 49 81 796

Ags 194 19 31 173 715

Sep 7 76 159 181 240

Okt 93 64 71 45 679

Nov 74 39 17 122 730

Des 42 36 272 228 356

Total 1.064 621 911 1.622 5.681

Sumber : Register Surat Paksa SIDJP

Tabel 4.21

Nilai Ketetapan Surat Paksa

KPP Minyak dan Gas Bumi

Tahun 2012-2016 (dalam “Rupiah/Rp”)

110099

Bulan Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016

Jan 4.057.003.924 15.191.170.563 42.520.631.681 0 779.093.819

Feb 192.087.587.288 5.008.541.287 252.068.343.046 24.389.797.830 11.960.922.014

Mar 11.744.813.010 1.554.120.217 183.621.477.952 14.691.587.640 12.831.348.281

Apr 1.409.572.608 319.804.892 34.945.591.066 47.106.540.727 13.648.442.487

Mei 339.732.268 2.116.186.077 2.000.000 6.741.385.968 1.796.052.654

Jun 23.186.140.244 91.894.857 2.516.041.942 20.860.105.022 13.168.170.198

Jul 16.669.251.118 11.823.181.366 8.728.792.101 742.254.062 5.393.878.996

Ags 613.137.840.255 1.950.000 3.064.803.856 8.350.048.618 4.096.219.311

Sep 161.022.925 2.549.592.853 42.838.473.436 5.323.245.995 1.718.458.600

Okt 1.734.251.223 45.227.699.498 14.860.751.002 11.753.259.007 12.164.797.709

Nov 11.617.384.274 27.481.142.167 57.536.661 817.511.153 97.938.160.059

Des 1.853.030.658 2.481.266.596 64.710.643.225 13.358.387.176 945.222.800

Total 877.997.629.795 113.846.550.373 649.935.085.968 154.134.123.198 176.440.766.928

Sumber : Register Surat Paksa SIDJP

Tabel 4.22

Jumlah Penerbitan Surat Paksa

KPP Perusahaan Masuk Bursa

Tahun 2012-2016 (dalam “Surat”)

Bulan Tahun 2012

Tahun 2013

Tahun 2014

Tahun 2015

Tahun 2016

Jan 26 55 112 130 16

Feb 25 124 34 0 70

Mar 27 28 78 39 0

Apr 19 97 19 245 151

Mei 26 14 31 107 9

111100

Jun 13 169 40 214 281

Jul 191 43 70 13 24

Ags 61 49 91 59 276

Sep 83 26 79 39 0

Okt 40 15 2 55 5

Nov 49 21 41 67 22

Des 5 15 38 75 0

Total 565 656 635 1.043 854

Sumber : Register Surat Paksa SIDJP

Tabel 4.23

Nilai Ketetapan Surat Paksa

KPP Perusahaan Masuk Bursa

Tahun 2012-2016 (dalam “Rupiah/Rp”)

Bulan Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016

Jan 3.752.809.425 6.306.554.501 26.073.349.423 17.853.104.387 3.787.049.124

Feb 6.251.331.506 64.146.188.268 6.478.222.532 0 53.212.693.932

Mar 32.121.177.521 44.350.152.700 166.331.436.515 38.972.540.829 0

Apr 9.253.285.171 32.503.635.613 228.470.016 79.117.737.471 67.593.444.270

Mei 44.579.671 2.552.465.526 5.984.837.595 81.277.031.524 1.815.521.391

Jun 36.068.880.044 375.505.929.038 13.059.530.034 66.333.244.738 79.386.207.128

Jul 13.209.177.546 12.984.394.461 17.518.280.817 10.120.473.516 2.193.854.594

Ags 2.166.059.812 15.733.133.901 43.846.997.800 32.600.135.140 41.040.489.113

Sep 76.737.715.576 2.775.021.021 16.625.866.852 22.499.481.785 0

Okt 16.580.671.085 32.234.454.870 46.279.777.316 1.822.076.312 6.016.987.272

111111

Nov 19.209.122.918 27.778.920.183 58.715.524.519 79.901.756.287 41.663.690.517

Des 1.435.750.830 3.247.798.614 580.465.201.820 28.851.961.511 0

Total 216.830.561.105 620.118.648.696 981.607.495.239 459.349.543.500 296.709.937.341

Sumber : Register Surat Paksa SIDJP

3. Kondisi Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan di KPP

Lingkungan Kanwil DJP Jakarta Khusus

Berikut adalah data mengenai kondisi Surat Perintah

Melaksanakan Penyitaan di KPP PMA Empat, KPP Badora, KPP

Migas dan KPP PMB untuk tahun 2012 sampai 2016.

Tabel 4.24

Jumlah Penerbitan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan

KPP Penanaman Modal Asing Empat

Tahun 2012-2016 (dalam “Surat”)

Bulan Tahun 2012

Tahun 2013

Tahun 2014

Tahun 2015

Tahun 2016

Jan 0 0 0 0 72

Feb 0 0 0 0 33

Mar 0 0 0 0 19

Apr 0 0 0 0 9

Mei 0 0 26 0 0

Jun 0 0 18 31 0

Jul 6 0 0 0 0

Ags 34 0 0 0 6

Sep 8 0 27 0 3

Okt 0 0 1 5 134

111122

Nov 0 0 0 25 108

Des 0 0 0 0 8

Total 48 0 72 61 392

Sumber : Register Surat Sita SIDJP

Tabel 4.25

Nilai Ketetapan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan

KPP Penanaman Modal Asing Empat

Tahun 2012-2016 (dalam “Rupiah/Rp”)

Bulan Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016

Jan 0 0 0 0 895.336.954

Feb 0 0 0 0 991.280.207

Mar 0 0 0 0 17.648.431.724

Apr 0 0 0 0 803.292.836

Mei 0 0 3.958.980.926 0 0

Jun 0 0 3.465.045.280 80.147.319 0

Jul 6.829.857.886 0 0 0 0

Ags 730.205.442 0 0 0 197.335.780

Sep 9.215.040.172 0 8.802.210.798 0 1.890.000.108

Okt 0 0 3.229.238.833 3.807.711.760 383.362.458

Nov 0 0 0 395.259.914 60.975.398.458

Des 0 0 0 0 5.855.592.195

Total 16.775.103.500 0 19.455.475.837 4.283.118.993 89.640.030.720

Sumber : Register Surat Sita SIDJP

Tabel 4.26

111133

Jumlah Penerbitan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan

KPP Badan dan Orang Asing

Tahun 2012-2016 (dalam “Surat”)

Bulan Tahun 2012

Tahun 2013

Tahun 2014

Tahun 2015

Tahun 2016

Jan 0 0 64 0 0

Feb 4 0 0 0 34

Mar 0 0 0 0 64

Apr 26 0 0 2 1

Mei 0 0 0 27 0

Jun 0 0 9 3 0

Jul 4 26 0 0 0

Ags 6 0 0 20 4

Sep 0 0 18 0 24

Okt 113 0 13 0 6

Nov 0 3 0 0 32

Des 5 17 3 0 348

Total 158 46 107 52 513

Sumber : Register Surat Sita SIDJP

Tabel 4.27

Nilai Ketetapan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan

KPP Badan dan Orang Asing

Tahun 2012-2016 (dalam “Rupiah/Rp”)

Bulan Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016

111144

Jan 0 0 19.210.000 0 0

Feb 7.769.725 0 0 0 174.937.646.837

Mar 0 0 0 0 35.510.361.407

Apr 14.437.823 0 0 63.578.798.322 1.822.998.714

Mei 0 0 0 92.180.148.380 0

Jun 0 0 8.295.906.554 41.116.296.119 0

Jul 5.600.000 4.544.532.033 0 0 0

Ags 914.166.251.758 0 0 15.739.009.211 1.835.429.028

Sep 0 0 1.303.120.000 0 843.159.016

Okt 113.750.158.471 0 280.739.160 0 29.443.322.665

Nov 0 0 0 0 1.530.432.410

Des 1.155.515.858 72.583.193 562.044.426 0 15.419.589.499

Total 1.029.099.733.635 4.617.115.226 10.461.020.140 212.614.252.032 261.342.939.576

Sumber : Register Surat Sita SIDJP

Tabel 4.28

Jumlah Penerbitan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan

KPP Minyak dan Gas Bumi

Tahun 2012-2016 (dalam “Surat”)

Bulan Tahun 2012

Tahun 2013

Tahun 2014

Tahun 2015

Tahun 2016

Jan 3 0 0 0 0

Feb 5 0 0 0 13

Mar 4 0 32 4 11

Apr 0 0 0 84 0

Mei 0 4 7 8 23

Jun 0 4 0 47 10

111155

Jul 0 0 0 102 0

Ags 0 0 0 15 173

Sep 0 2 3 97 85

Okt 0 13 0 55 29

Nov 0 0 0 4 19

Des 0 0 30 32 0

Total 12 23 72 448 363

Sumber : Register Surat Sita SIDJP

Tabel 4.29

Nilai Ketetapan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan

KPP Minyak dan Gas Bumi

Tahun 2012-2016 (dalam “Rupiah/Rp”)

Bulan Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016

Jan 325.783.355 0 0 0 0

Feb 750.000 0 0 0 3.726.341.763

Mar 250.000 0 154.582.025.886 10.871.357.412 19.785.630.780

Apr 0 0 0 395.789.486.233 0

Mei 0 3.703.999.464 2.684.399.509 52.396.229 1.881.136.874

Jun 0 4.045.067.727 0 8.535.969.402 12.380.320.671

Jul 0 0 0 82.992.817.701 0

Ags 0 0 0 2.900.000 175.040.240.447

Sep 0 996.517.760 4.678.926.471 46.378.870.087 5.772.373.569

Okt 0 250.000 0 45.394.639.713 19.941.333.958

Nov 0 0 0 16.273.519.853 273.953.405

Des 0 0 7.145.887.697 12.533.683.308 0

111166

Total 325.784.355 8.745.585.201 169.091.239.563 618.825.639.938 238.801.331.467

Sumber : Register Surat Sita SIDJP

Tabel 4.30

Jumlah Penerbitan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan

KPP Perusahaan Masuk Bursa

Tahun 2012-2016 (dalam “Surat”)

Bulan Tahun 2012

Tahun 2013

Tahun 2014

Tahun 2015

Tahun 2016

Jan 5 0 0 0 0

Feb 8 0 0 0 0

Mar 2 13 0 0 0

Apr 4 1 0 14 1

Mei 0 13 0 41 13

Jun 0 34 0 0 0

Jul 0 19 0 0 0

Ags 0 3 0 0 0

Sep 1 29 82 39 0

Okt 12 0 0 5 0

Nov 0 12 0 0 0

Des 3 0 0 20 0

Total 35 124 82 119 14

Sumber : Register Surat Sita SIDJP

Tabel 4.31

Nilai Ketetapan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan

111177

KPP Perusahaan Masuk Bursa

Tahun 2012-2016 (dalam “Rupiah/Rp”)

Bulan Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016

Jan 710.965.469 0 0 0 0

Feb 31.303.294.692 0 0 0 0

Mar 9.485.921.433 19.584.928.068 0 0 0

Apr 1.902.523.322 8.761.987.802 0 7.573.703.504 6.550.471.317

Mei 0 2.039.348.504 0 22.410.881.175 31.003.558.927

Jun 0 55.292.584.467 0 0 0

Jul 0 22.356.823.247 0 0 0

Ags 0 3.454.487.969 0 0 0

Sep 501.858.755.822 2.654.265.673 20.780.918.841 1.856.018.557 0

Okt 2.143.526.088 0 0 30.081.465 0

Nov 0 41.818.470.439 0 0 0

Des 7.481.992.074 0 0 13.048.365.584 0

Total 554.886.978.900 155.962.896.169 20.780.918.841 44.919.050.285 37.554.030.244

Sumber : Register Surat Sita SIDJP

4. Kondisi Pencairan Tunggakan Pajak di KPP Lingkungan

Kanwil DJP Jakarta Khusus

Berikut adalah data mengenai kondisi pencairan tunggakan

pajak di KPP PMA Empat, KPP Badora, KPP Migas dan KPP PMB

untuk tahun 2012 sampai 2016.

a. Pencairan Tunggakan Pajak Dari Surat Teguran

Tabel 4.32

Jumlah Pencairan Tunggakan Pajak

Dari Surat Teguran

111188

KPP Penanaman Modal Asing Empat

Tahun 2012-2016 (dalam “Rupiah/Rp”)

Bulan Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016

Jan 14.995.519 380.059.786 398.983.095 2.005.378.187 1.234.088.524

Feb 135.617.012 899.801.775 1.502.274.773 6.879.139.310 4.735.527.473

Mar 4.355.531.081 11.189.443.575 762.868.019 8.115.705.842 12.976.363.546

Apr 23.883.508 944.202.035 3.236.190.431 10.393.970.057 13.166.433.720

Mei 181.717.004 1.516.212.216 530.180.590 18.254.192.332 13.188.490.560

Jun 225.601.101 802.884.329 6.148.678.049 16.347.765.677 13.188.490.560

Jul 753.953.454 809.471.236 1.381.168.914 17.292.754.494 49.138.306.335

Ags 936.404.929 40.435.380 2.482.624.034 18.155.841.303 44.574.514.294

Sep 89.437.085 5.498.814.261 2.404.705.858 3.518.075.468 54.761.772.287

Okt 774.520.169 14.121.457.590 4.681.587.210 124.029.870.412 81.316.197.247

Nov 127.681.528 2.533.620.065 15.155.484.293 33.530.958.862 87.610.303.838

Des 2.042.859.828 403.042.350 1.120.291.345 34.680.945.332 184.466.596.025

Total 9.662.202.218 39.139.444.598 39.805.036.611 293.204.597.276 560.357.084.409

Sumber : Laporan Kegiatan Penagihan

Tabel 4.33

Jumlah Pencairan Tunggakan Pajak

Dari Surat Teguran

KPP Badan dan Orang Asing

Tahun 2012-2016 (dalam “Rupiah/Rp”)

Bulan Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016

Jan 325.733.832 118.284.056 5.544.478.204 165.418.501 508.956.904

Feb 145.318.030 206.672.058 4.014.511.146 1.869.806.738 215.924.372

111199

Mar 469.615.557 59.870.352 17.770.359.614 13.765.658.041 1.848.588.352

Apr 540.191.970 484.089.824 1.000.447.135 708.566.664 4.463.779.800

Mei 182.892.667 1.130.431.519 4.642.062.649 13.765.658.041 4.649.730.414

Jun 63.634.144 4.038.425.047 16.398.637.978 13.765.658.041 9.874.719.519

Jul 51.803.578 912.865.543 2.008.516.229 13.765.658.041 11.342.840.172

Ags 226.849.473 104.883.530 87.109.990 13.765.658.041 13.738.135.437

Sep 1.252.387.426 418.366.848 520.020.752 1.874.636.575 15.199.291.496

Okt 824.533.224 545.997.594 1.172.670.601 28.395.939.155 16.049.822.892

Nov 455.913.134 3.594.040.993 1.738.023.344 28.817.450.256 16.538.581.574

Des 4.795.727.830 37.128.592.082 5.622.490.579 29.474.409.611 66.995.193.777

Total 9.334.600.865 48.742.519.446 60.519.328.221 160.134.517.705 161.425.564.709

Sumber : Laporan Kegiatan Penagihan

Tabel 4.34

Jumlah Pencairan Tunggakan Pajak

Dari Surat Teguran

KPP Minyak dan Gas Bumi

Tahun 2012-2016 (dalam “Rupiah/Rp”)

Bulan Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016

Jan 37.244.231 2.071.887.988 709.256.187 3.304.739.087 171.907.063

Feb 315.025.659 8.688.179.737 3.161.632.379 1.510.253.882 9.784.763.562

Mar 1.998.949.313 595.837.142 95.182.180 2.164.594.100 9.980.538.734

Apr 10.047.101.366 55.982.951.358 350.945.099 4.972.228.567 10.260.863.287

Mei 589.329.261 543.325.749 469.306.980 34.245.599.600 20.291.633.358

Jun 5.261.242.849 8.090.981.535 836.466.982 34.245.599.600 22.116.798.885

Jul 23.779.432.673 5.190.690.511 4.043.215.095 34.245.599.600 23.059.823.115

112200

Ags 1.108.668.533 6.140.909.660 1.951.833.530 40.439.375.018 23.322.184.294

Sep 5.719.642.533 1.097.438.745 2.267.195.641 1.442.321.671 28.918.601.541

Okt 711.510.090 6.530.283.918 14.826.317.881 55.472.734.061 28.963.574.491

Nov 65.440.096 55.037.192.525 3.335.998.259 55.906.197.812 30.140.652.432

Des 21.372.285.341 2.323.107.769 47.875.924.914 56.969.487.067 91.519.541.030

Total 71.005.871.945 152.292.786.637 79.923.275.127 324.918.730.065 298.530.881.792

Sumber : Laporan Kegiatan Penagihan

Tabel 4.35

Jumlah Pencairan Tunggakan Pajak

Dari Surat Teguran

KPP Perusahaan Masuk Bursa

Tahun 2012-2016 (dalam “Rupiah/Rp”)

Bulan Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016

Jan 2.056.675.205 8744990307 9.739.443.330 3.316.736.264 943.211.536

Feb 2.553.472.868 37197299487 5.510.081.483 5.022.681.122 3.029.101.176

Mar 24.348.662.870 1.401.083.043 1.730.498.378 21.390.925.355 4.693.870.025

Apr 11.695.364.799 12269018316 2.688.122.156 10.028.393.087 6.664.434.653

Mei 10.686.439.047 2960008861 5.679.338.671 21.390.925.355 32.022.138.867

Jun 3.551.734.429 21254048497 19.120.739.544 21.390.925.355 35.134.135.414

Jul 2.153.843.709 9136457577 11.798.351.328 21.390.925.355 54.823.474.319

Ags 1.663.647.386 40143161779 4.013.277.218 36.155.354.988 141.994.560.250

Sep 2.579.306.219 4643526134 2.750.759.986 3.127.138.094 167.280.375.755

Okt 2.550.813.047 13577871225 1.242.768.116 36.288.498.841 176.544.504.742

Nov 5.097.901.299 20843173644 10.508.884.866 38.031.910.187 99.643.687.013

Des 5.933.342.783 10309686977 19.772.454.354 70.037.480.910 115.397.970.893

112211

Total 74.871.203.661 182.480.325.847 94.554.719.430 287.571.894.913 838.171.464.643

Sumber : Laporan Kegiatan Penagihan

b. Pencairan Tunggakan Pajak Dari Surat Paksa

Tabel 4.36

Jumlah Pencairan Tunggakan Pajak

Dari Surat Paksa

KPP Penanaman Modal Asing Empat

Tahun 2012-2016 (dalam “Rupiah/Rp”)

Bulan Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016

Jan 92.052.212 65.341.288 281.217.629 1.599.742.928 1.011.812.519

Feb 115.807.300 715.130.548 1.248.141.504 4.339.666.699 53.020.116.138

Mar 313.165.197 5.591.722.964 588.988.628 15.510.372.172 50.289.178.123

Apr 118.607.300 777.933.603 844.414.935 495.312.304 53.467.863.561

Mei 118.607.300 1.344.728.260 343.065.596 60.168.000.327 13.188.490.560

Jun 117.109.614 11.851.457 5.681.819.003 67.004.256.572 54.897.168.271

Jul 55.721.006 106.327.143 958.289.665 71.273.681.706 73.107.737.187

Ags 26.483.752 36.362.815 2.296.273.182 77.739.744.966 74.991.819.450

Sep 115.330.677 141.410.906 2.198.659.473 1.338.712.189 78.411.946.405

Okt 16.234.804.678 1.135.630.408 4127.777.509 9.162.370.643 80.207.247.598

Nov 17.761.079.124 350.344.578 18.460.956.175 143.441.985.511 83.441.367.226

Des 2.151.014.471 304.591.272 917.904.319 174.885.885.880 49.669.766.776

Total 37.219.782.631 10.581.375.242 37.947.507.618 626.959.731.897 665.704.513.814

Sumber : Laporan Kegiatan Penagihan

Tabel 4.37

112222

Jumlah Pencairan Tunggakan Pajak

Dari Surat Paksa

KPP Badan dan Orang Asing

Tahun 2012-2016 (dalam “Rupiah/Rp”)

Bulan Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016

Jan 1.561.093.298 31.013.177 5.233.820.321 138.177.091 318.091.468

Feb 3.403.839.843 28.057.989 619.674.622 344.654.827 318.091.468

Mar 7.953.061.506 115.118.369 16.977.257.492 919.286.425 759.135.696

Apr 43.446.923.657 471.942.743 672.776.160 394.544.746 3.991.091.419

Mei 43.446.923.657 1.122.580.650 4.448.061.994 4.068.575.367 4.033.102.768

Jun 30.211.395 3.604.168.143 16.194.122.337 14.820.531.845 6.642.870.874

Jul 47.978.057 20.296.653 1.878.970.181 17.854.661.989 7.099.361.772

Ags 177.781 37.368.676 62.135.135 21.448.669.270 7.140.381.900

Sep 585.084.098 13.785.741 260.408.179 963.482.851 7.883.399.674

Okt 44.375.349.564 333.677.642 315.360.369 27.575.345.325 10.520.796.284

Nov 147.759.123 186.298.205 573.600.600 29.835.593.332 11.032.916.551

Des 4.775.657.766 197.714.009 5.525.269.933 31.248.122.229 13.861.348.193

Total 149.774.059.745 6.162.021.997 52.761.457.323 149.611.645.297 73.600.588.067

Sumber : Laporan Kegiatan Penagihan

Tabel 4.38

Jumlah Pencairan Tunggakan Pajak

Dari Surat Paksa

KPP Minyak dan Gas Bumi

Tahun 2012-2016 (dalam “Rupiah/Rp”)

112233

Bulan Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016

Jan 96.410.731 200.096.273 9.107.875.954 14.278.277.673 21.449.371

Feb 394.779.701 897.547.803 3.012.001.418 1.356.270.523 41.468.266.129

Mar 1.091.446.367 993.682.588.425 303.524.599 157.343.154.976 42.394.467.559

Apr 728.834.298 55982951358 350.645.099 4.817.546.880 45.242.358.343

Mei 23.040.234 185905564 469.306.980 196.150.499.605 206.734.430.808

Jun 820.073.281 8059445859 730.282.485 196.236.834.678 203.984.418.326

Jul 2.893.525.140 16828288927 3.778.683.713 196.343.148.115 415.703.998.148

Ags 1.170.736.469 5088739501 1.606.768.621 307.799.511.278 423.235.507.701

Sep 5.397.070.697 169055174 1.873.791.768 1.416.265.214 428.910.410.958

Okt 126.878.249.816 2653628894 14.433.025.728 415.832.735.311 430.124.309.019

Nov 133.871.795.335 3754060872 3.104.225.546 447.656.685.111 500.897.451.476

Des 11.572.378.833 1209410508 47.701.432.601 471.069.466.799 506.413.785.821

Total 284.938.340.902 1.088.711.719.158 86.471.564.512 2.410.300.396.163 3.245.130.853.659

Sumber : Laporan Kegiatan Penagihan

Tabel 4.39

Jumlah Pencairan Tunggakan Pajak

Dari Surat Paksa

KPP Perusahaan Masuk Bursa

Tahun 2012-2016 (dalam “Rupiah/Rp”)

Bulan Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016

Jan 5.578.734.974 8.029.273.972 7.096.698.427 1.340.487.286 874.599.958

Feb 18.703.793.429 35.257.125.711 1.421.342.318 2.686.633.944 17.546.059.465

Mar 18.167.169.088 46.920.955.587 1.707.460.374 16.782.238.772 19.324.907.268

Apr 23.777.539.474 7.574.291.253 3.494.532.253 8.878.819.195 19.324.907.268

112244

Mei 23.777.539.474 2.025.061.782 5.372.222.064 44.728.378.499 22.554.672.104

Jun 3.437.040.112 16.680.809.801 10.483.137.297 129.762.374.666 47.580.738.527

Jul 398.600.791 8.227.634.577 1.020.239.060 129.762.374.666 76.318.081.236

Ags 748.969.379 14.946.799.366 1.482.419.734 200.216.953.874 105.606.145.860

Sep 2.493.959.378 4.483.089.773 2.451.381.679 2.607.238.822 150.397.436.162

Okt 76.044.346.549 11.258.070.222 1.074.768.225 211.153.252.505 156.213.081.427

Nov 77.974.891.623 4.746.831.292 4.618.862.274 218.711.255.787 223.711.101.880

Des 5.266.861.662 2.786.812.575 4.591.155.661 244.345.808.090 228.296.192.375

Total 256.369.445.933 162.936.755.911 44.814.219.366 1.210.975.816.106 1.067.747.923.530

Sumber : Laporan Kegiatan Penagihan

c. Pencairan Tunggakan Pajak Dari Surat Perintah Melaksanakan

Penyitaan

Tabel 4.40

Jumlah Pencairan Tunggakan Pajak

Dari Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan

KPP Penanaman Modal Asing Empat

Tahun 2012-2016 (dalam “Rupiah/Rp”)

Bulan Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016

Jan 66.672.313 6.362.040 109.095.343 0 0

Feb 0 354.571.582 14.042.085 0 0

Mar 0 738.445.858 0 252.790.246 0

Apr 0 0 195.089.921 6.423.558 0

Mei 5.388.744 0 55.876.630 8.962.370.643 0

Jun 0 0 409.819.005 9.162.370.643 0

Jul 0 0 849.444.465 9.162.370.643 0

Ags 0 0 26.535.948 9.162.370.643 0

112255

Sep 0 0 865.324.159 0 0

Okt 27.071.275.287 84.873.803 0 9.162.370.643 0

Nov 27.587.105.826 262.573.215 0 9.162.370.643 0

Des 400.000.000 0 .0 9.162.370.643 172.062.969

Total 55.130.442.170 1.446.826.498 2.525.227.556 64.195.808.305 172.062.969

Sumber : Laporan Kegiatan Penagihan

Tabel 4.41

Jumlah Pencairan Tunggakan Pajak

Dari Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan

KPP Badan dan Orang Asing

Tahun 2012-2016 (dalam “Rupiah/Rp”)

Bulan Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016

Jan 22.571.138 0 18.700.000 0 0

Feb 22.571.138 0 0 0 0

Mar 22.571.138 0 5.395.433 0 46.126.885.256

Apr 22.571.138 101.536.264 26.282.985 100.000.000 46.126.885.256

Mei 22.571.138 0 0 0 46.126.885.256

Jun 13.369.725 3.438.524.702 0 0 46.126.885.256

Jul 0 0 0 0 46.126.885.256

Ags 0 0 0 0 46.126.885.256

Sep 556.049.471 0 0 0 46.126.885.256

Okt 35.940.863 0 5.499.843 0 46.126.885.256

Nov 236.580.504 0 0 111.902.812 46.126.885.256

Des 281.595.470 588.740 0 0 46.126.885.256

Total 1.236.391.723 3.540.649.706 55.878.261 211.902.812 461.268.852.560

Sumber : Laporan Kegiatan Penagihan

112266

Tabel 4.42

Jumlah Pencairan Tunggakan Pajak

Dari Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan

KPP Minyak dan Gas Bumi

Tahun 2012-2016 (dalam “Rupiah/Rp”)

Bulan Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016

Jan 0 0 0 72.537.295 0

Feb 0 0 42.058.746 241.332.992 0

Mar 0 0 277.368 4.726.833.349 101.824.187

Apr 0 0 0 146.232.149 562.019.536

Mei 0 85.981.584 355.223.163 29.634.037.216 14.187.680.831

Jun 0 3.335.168 100.378.505 1.855.696.266 14.187.680.831

Jul 0 11.061.040 905.181.837 8.511.844.947 443.148.324

Ags 0 0 378.465.220 324.268.147 0

Sep 0 0 209.426.830 2.112.326.524 2.766.616.804

Okt 0 25.000.000 4.828.129.873 1.713.742.351 898.238.746

Nov 0 0 5.080.315.922 1.740.164.601 10.000.000

Des 0 0 1.843.669.781 5.438.211.957 0

Total 0 125.377.792 13.743.127.245 56.517.227.794 33.157.209.259

Sumber : Laporan Kegiatan Penagihan

Tabel 4.43

Jumlah Pencairan Tunggakan Pajak

Dari Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan

KPP Perusahaan Masuk Bursa

112277

Tahun 2012-2016 (dalam “Rupiah/Rp”)

Bulan Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016

Jan 3.710.965.469 0 0 0 595.151.640

Feb 371.917.688 32.605.523.352 0 726.905.313 744.028.128

Mar 501.621.133 3.055.000.000 0 746.912.808 787.709.238

Apr 1.342.952.335 0 0 2.348.174.560 693.157.428

Mei 2.014.521.855 1.542.271.525 0 3.076.262.586 1.142.529.094

Jun 1.755.641.433 1.948.809.347 0 6.130.451.223 2.230.513.771

Jul 192.875.014 827.607.179 0 6.130.451.223 1.072.052.689

Ags 0 3.845.667.010 0 6.130.451.223 550.482.581

Sep 99.591.970 4.111.802.038 1.805.549.736 367.696.000 0

Okt 3.000.000.000 9.349.693.964 6.160.683 6.130.451.223 0

Nov 6.000.000.000 1.538.304.719 0 6.130.451.223 16.339.248

Des 3.546.446.305 2.090.722.983 661.689.504 6.130.451.223 1.969.542

Total 22.536.533.202 60.915.402.117 2.473.399.923 44.048.658.605 7.833.933.359

Sumber : Laporan Kegiatan Penagihan

C. Analisisdan Pembahasan

Penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif dengan

pendekatan kuantitatif. Metode Penelitian Kuantitatif, sebagaimana

dikemukakan oleh Sugiyono (2012: 8) yaitu :“Metode penelitian yang

berlandaskan pada filsafat positivisme,digunakan untuk meneliti pada

populasi atau sampel tertentu,pengumpulan data menggunakan

instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/ statistik, dengan

tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan”.

112288

Menurut Sugiyono (2012: 13) penelitian deskriptif yaitu,

penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik

satu variabel atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan,

atau menghubungkan dengan variabel yang lain. Berdasarkan teori

tersebut, penelitian deskriptif kuantitatif, merupakan datayang

diperoleh dari sampel populasi penelitian dianalisis sesuai dengan

metode statistik yang digunakan.

1. Statistik Deskriptif

Informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data

sekunder yang diperoleh dari KPP Penanaman Modal Asing

Empat, KPP Badan dan Orang Asing, KPP Minyak dan Gas Bumi

dan KPP Perusahaan Masuk Bursa berupa data register bulanan

sampel tahun 2012-2016 yang dijabarkan dalam bentuk statistik.

Statistik deskriptif dapat dilihat pada gambar 4.1. Berikut ini

perincian data deskriptif yang sudah diolah :

Gambar 4.1

Statistik Deskriptif

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

ST 240 ,00 2332,00 172,6208 231,24383

SP 240 ,00 939,00 104,3208 141,90837

SPMP 240 ,00 348,00 11,4208 32,13911

PENCAIRAN 240 14995519,00 184466596000,00 15777691880,0000 28302554630,00000

Valid N (listwise) 240

112299

Berdasarkan data yang diperoleh, penulis menggunakan

statistik deskriptif yang berfungsi untuk mendeskripsikan atau

memberikan gambaran terhadap objek yang diteliti dan melalui

data sampel penelitian, serta dari hasil pengolahan SPSS pada

tabel 4.1 tersebut diperoleh :

a. Variabel Independen Pertama (X1)

Untuk variabel X1 (Surat Teguran) diketahui bahwa

sampel yang digunakan berjumlah 240 data. Nilai terendah Surat

Teguransebesar ,00 dan nilai tertingginya sebesar 2332,00.

Sedangkan nilai mean sebesar 172,6208, dengan standar

deviasi sebesar 231, 24383.

b. Variabel Independen Kedua (X2)

Untuk variabel X2 (Surat Paksa) diketahui bahwa sampel

yang digunakan berjumlah 240 data. Nilai terendah Surat Paksa

sebesar ,00 dan nilai tertingginya sebesar 939,00. Sedangkan

nilai mean sebesar 104,3208, dengan standar deviasi sebesar

141,90837.

c. Variabel Independen Ketiga (X3)

Untuk variabel X3 (Surat Perintah Melaksanakan

Penyitaan) diketahui bahwa sampel yang digunakan berjumlah

240 data. Nilai terendah Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan

sebesar ,00 dan nilai tertingginya sebesar 348,00. Sedangkan

113300

nilai mean sebesar 11,4208, dengan standar deviasi sebesar

32,13911.

d. Variabel Dependen (Y)

Untuk variabel Y (Pencairan Tunggakan Pajak) diketahui

bahwa sampel yang digunakan berjumlah 240 data. Nilai

terendah Pencairan Tunggakan Pajak sebesar 14995519,00 dan

nilai tertingginya sebesar 184466596000,00. Sedangkan nilai

mean sebesar 15777691880,0000, dengan standar deviasi

sebesar 28302554630,00000.

2. Uji Asumsi Klasik

a. Uji Normalitas

Hasil output SPSS (Statistic Production Solution Service)

versi 24.0 for Windows untuk uji normalitas terlihat pada gambar

dibawah ini:

Gambar 4.2

Uji Normal P-P Plot Of Regression Standardized Residual

113311

Berdasarkan grafik Normal P-P Plot Of Regression

Standardized Residual diatas, dapat diketahui bahwa data

variabel independen dan variabel dependen telah terdistribusi

secara normal, karena data menyebar disekitar garis diagonal

dan mengikuti garis diagonal. Grafik ini menunjukkan bahwa

model regresi Penagihan Pajak dengan Surat Teguran, Surat

Paksa dan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan terhadap

Pencairan Tunggakan Pajak layak dipakai karena memenuhi

asumsi normalitas regresi.

b. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas dilakukan untuk menguji apakah

terdapat korelasi variabel bebas (independen).

Gambar 4.3

Uji Multikolinearitas

Model

Collinearity Statistics

Tolerance VIF

1 (Constant)

X1 ,749 1,335

X2 ,627 1,596

X3 ,812 1,231

a. Dependent Variable: Y

Berdasarkan tabel diatas maka dapat diketahui VIF untuk

masing-masing variabel penelitian. Pada nilai VIF variabel X1

(Surat Teguran) sebesar 1,335 < 10, sehingga variabel

113322

dinyatakan tidak terjadi gejala multikolinearitas, variabel X2

(Surat Paksa) sebesar 1,596 < 10, sehingga variabel dinyatakan

tidak terjadi gejala multikolinearitas, dan variabel X3 (Surat

Perintah Melaksanakan Penyitaan) sebesar 1,231 < 10,

sehingga variabel dinyatakan tidak terjadi gejala

multikolinearitas. Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel

independen pada penelitian ini tidak terdapat mutikolinearitas..

c. Uji Heterokedastisitas

Uji heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah

dalam model regresi ketidaksamaan varian dari residual satu

pengamatan ke pengamatan yang lain. Untuk mengetahui ada

tidaknya heterokedastisitas dalam satu model regresi liner

adalah melihat grafik Scatterplot. Grafik scatterplot ditunjukan

pada grafik berikut:

Gambar 4.4

Uji Heterokedastisitas

113333

Dari grafik Scatterplot di atas tidak menunjukan pola atau

bentuk tertentu, tampak titik menyebar secara acak serta data

menyebar secara merata diatas sumbu X maupun diatas sumbu

Y, maka dapat disimpulkan tidak terjadi heterokedastisitas, maka

dapat disimpulkan tidak terjadi heterokedastisitas pada model

regresi yang digunakan.

d. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam

suatu model regresi linier ada korelasi antar anggota sampel

yang diurutkan berdasarkan waktu. Penyimpangan asumsi ini

biasanya muncul pada observasi yang menggunakan time

series. Untuk mendiagnosis adanya autokorelasi dalam suatu

model regresi dilakukan melalui pengujian terhadap nilai Durbin-

Watson.Cara mengetahui autokorelasi yaitu dengan melihat nilai

Durbin Watson(D-W):

1) Jika nilai D-W dibawah -2, maka ada autokrelasi positif

2) Jika nilai D-W diantara -2 sampai +2, maka tidak ada

autokorelasi

3) Jika nilai D-W diatas -2, maka ada autokorelasi negatif.

Gambar 4.5

Nilai Durbin Watson (D-W)

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R

Square

Std. Error of the

Estimate Durbin-Watson

113344

1 ,207a ,043 ,031 27862500800,0

0000

1,274

a. Predictors: (Constant), X3, X1, X2

b. Dependent Variable: Y

Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat diperoleh nilai

Durbin Watson yaitu sebesar 1,274 yang berarti -2 < 1,274 < 2,

maka dapat disimpulkan bahwa dari angka Durbin Watson

tersebut tidak terjadi autokorelasi.

e. Analisis Regresi Linier Berganda

Analisis regresi bertujuan untuk memprediksi perubahan

nilai variabel terikat akibat pengaruh dari nilai variabel bebas.Dari

hasil pengujian asumsi klasik dapat disimpulkan bahwa model

regresi yang dipakai dalam penelitian ini telah layak dilakukan

analasis regresi. Maka analisis regresi berganda sebagai berikut:

Gambar 4.6

Analisis Regresi Linier Berganda

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig.

Collinearity

Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) 11315287240,000 2374162631,000 4,766 ,000

X1 8415931,900 9004626,892 ,069 ,935 ,351 ,749 1,335

X2 17864830,770 16042840,320 ,090 1,114 ,267 ,627 1,596

X3 100339913,400 62228983,040 ,114 1,612 ,108 ,812 1,231

a. Dependent Variable: Y

Berdasarkan data diatas maka persamaan regresi adalah

sebagai berikut:

113355

Y= α + + + + + +

Y= 11.315.287.240+ + +

+

f. Uji Hipotesis

1) Uji Koefisien Regresi (Uji T)

Uji t bertujuan untuk menguji pengaruh secara parsial

antara variabel bebas terhadap variabel terikat dengan

mengasumsikan variabel lain adalah konstan.

a) Pengaruh X1 (Surat Teguran) terhadap Y (Pencairan

Tunggakan Pajak)

Nilai prob. t hitung dari variabel bebas X1 (Surat

Teguran) sebesar 0,351 yang lebih besar dari 0,05

sehingga variabel bebas X1 (Surat Teguran) tidak

berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat Y

(Pencairan Tunggakan Pajak) pada α = 5% atau dengan

kata lain, X1 (Surat Teguran) tidak berpengaruh signifikan

terhadap Y (Pencairan Tunggakan Pajak) pada taraf

keyakinan 95%.

b) Pengaruh X2 (Surat Paksa) terhadap Y (Pencairan

Tunggakan Pajak)

Nilai prob. t hitung dari variabel bebas X2 (Surat

Paksa) sebesar 0,267 yang lebih besar dari 0,05 sehingga

variabel bebas X2 (Surat Paksa) tidak berpengaruh

113366

signifikan terhadap variabel terikat Y (Pencairan Tunggakan

Pajak) pada α = 5% atau dengan kata lain, X2 (Surat

Paksa) tidak berpengaruh signifikan terhadap Y (Pencairan

Tunggakan Pajak) pada taraf keyakinan 95%.

c) Pengaruh X3 (Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan)

terhadap Y (Pencairan Tunggakan Pajak)

Nilai prob. t hitung dari variabel bebas X3 (Surat

Perintah Melaksanakan Penyitaan) sebesar 0,108 yang

lebih besar dari 0,05 sehingga variabel bebas X3 (Surat

Perintah Melaksanakan Penyitaan) tidak berpengaruh

signifikan terhadap variabel terikat Y (Pencairan Tunggakan

Pajak) pada α = 5% atau dengan kata lain, X3 (Surat

Perintah Melaksanakan Penyitaan) tidak berpengaruh

signifikan terhadap Y (Pencairan Tunggakan Pajak) pada

taraf keyakinan 95%.

2) Uji Keberartian Model (Uji F)

Hasil Uji F dapat dilihat pada tabel ANOVA di bawah

ini. Nilai prob. F hitung terlihat pada kolom terakhir (sig.)

Gambar 4.7

Uji F (Uji Signifikansi Simultan)

ANOVAa

Model Sum of Squares

d

f Mean Square F Sig.

1 Regression 8235996713000000000000,000 3 2745332238000000000000,000 3,536 ,015b

113377

Residual 183211272400000000000000,000 2

3

6

776318950800000000000,000

Total 191447269100000000000000,000 2

3

9

a. Dependent Variable: Y

b. Predictors: (Constant), X3, X1, X2

Nilai prob. F hitung (sig.) pada tabel di atas nilainya

0,015 lebih kecil dari tingkat signifikansi 0,05 sehingga dapat

disimpulkan bahwa model regresi linier yang diestimasi layak

digunakan untuk menjelaskan pengaruh Surat Teguran, Surat

Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan terhadap

variabel terikat Pencairan Tunggakan Pajak.

g. Uji Koefisien Determinasi (Uji R2)

Uji koefisien determinasi (uji R2) digunakan untuk

mengukur model dalam menerangkan variasi variabel

independen terhadap variabel dependen. Hasil dari koefisien

determinasi dapat dilihat pada gambar 4.8 dibawah ini:

Gambar 4.8

Koefisien Determinasi

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R

Square

Std. Error of the

Estimate

Durbin-

Watson

1 ,207a ,043 ,031 27862500800,00000 1,274

a. Predictors: (Constant), X3, X1, X2

b. Dependent Variable: Y

113388

Jika dilihat dari nilai R-Square yang besarnya 0,043

menunjukkan bahwa proporsi pengaruh variabel Surat Teguran,

Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan terhadap

variabel Pencairan Tunggakan Pajak sebesar 4,3%. Artinya,

Surat Teguran, Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan

Penyitaan memiliki proporsi pengaruh terhadap Pencairan

Tunggakan Pajak sebesar 4,3% sedangkan sisanya 95,7%

(100%-4,3%) dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak ada

didalam model regresi linier.

3. Interprestasi Hasil Penelitian

Analisis hasil penelitian ini adalah mengenai hasil temuan

dan kesesuaian teori, pendapat, maupun penelitian terdahulu yang

telah ditemukan sebelumnya. Berikut hasil temuan dalam

penelitian:

a. Pengaruh X1 (Surat Teguran) terhadap Y (Pencairan

Tunggakan Pajak)

Berdasarkan hasil penelitian, koefisien regresi untuk

variabel Surat Teguran sebesar 8.415.931,900 dan variabel

Pencairan Tunggakan Pajak sebesar 11.315.287.240,000.

Koefisien regresi Surat Teguran bernilai positif artinya pada saat

Surat Teguran bertambah maka Pencairan Tunggakan Pajak

juga akan mengalami kenaikan. Dan dari hasil uji t, bahwa Surat

Teguran tidak berpengaruh signifikan terhadap Pencairan

Tunggakan Pajak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa secara

113399

parsial Surat Teguran tidak berpengaruh positif dan signifikan

terhadap Pencairan Tunggakan Pajak.

Hasil ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh

Yohanes Diaken Nainggolan (2015), Devika Korua (2015) dan

Hasbi Rifqiansyah (2014) yang menyatakan bahwa Surat

Teguran tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

pencairan tunggakan pajak. Namun, hasil penelitian ini tidak

sejalan dengan penelitian yang dilakukan Widyanti Oktoviani

(2015), Kamila Zahra (2016) dan Achmad Marjunianto (2015)

yang menyatakan bahwa Surat Teguran memiliki pengaruh yang

positif dan signifikan terhadap pencairan tunggakan pajak.

b. Pengaruh X2 (Surat Paksa) terhadap Y (Pencairan

Tunggakan Pajak)

Berdasarkan hasil penelitian, koefisien regresi untuk

variabel Surat Paksa sebesar 17.864.830,770 dan variabel

Pencairan Tunggakan Pajak sebesar 11.315.287.240,000.

Koefisien regresi Surat Paksa bernilai positif artinya pada saat

Surat Paksa naik maka Pencairan Tunggakan Pajak akan

mengalami kenaikan. Dan dari hasil uji t, bahwa Surat Paksa

tidak berpengaruh signifikan terhadap Pencairan Tunggakan

Pajak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa secara parsial Surat

Paksa tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap

Pencairan Tunggakan Pajak.

114400

Hasil ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh

Devika Korua (2015), Hasbi Rifqiansyah (2014) dan Achmad

Marjunianto (2015) yang menyatakan bahwa Surat Paksa tidak

memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pencairan tunggakan

pajak. Namun, hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian

yang dilakukan Yohanes Diaken Nainggolan (2015), Widyanti

Oktoviani (2015) dan Kamila Zahra (2016) yang menyatakan

bahwa Surat Paksa memiliki pengaruh yang positif dan signifikan

terhadap pencairan tunggakan pajak.

c. Pengaruh X3 (Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan)

terhadap Y (Pencairan Tunggakan Pajak)

Berdasarkan hasil penelitian, koefisien regresi untuk

variabel Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan sebesar

100339913,400 dan variabel Pencairan Tunggakan Pajak

sebesar 11.315.287.240,000. Koefisien regresi Surat Perintah

Melaksanakan Penyitaan bernilai positif artinya pada saat Surat

Perintah Melaksanakan Penyitaan naik maka Pencairan

Tunggakan Pajak juga akan mengalami kenaikan. Dan dari hasil

uji t, bahwa Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan tidak

berpengaruh signifikan terhadap Pencairan Tunggakan Pajak.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa secara parsial Surat

Perintah Melaksanakan Penyitaan tidak berpengaruh positif dan

signifikan terhadap Pencairan Tunggakan Pajak.

114411

Hasil ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh

Achmad Marjunianto (2015) dan Tingkan L.U Walewangko

(2016) yang menyatakan bahwa Surat Perintah Melaksanakan

Penyitaan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

pencairan tunggakan pajak. Namun, hasil penelitian ini tidak

sejalan dengan penelitian yang dilakukan Devika Korua (2015)

dan Hasbi Rifqiansyah (2014) yang menyatakan bahwa Surat

Perintah Melaksanakan Penyitaan memiliki pengaruh yang positif

dan signifikan terhadap pencairan tunggakan pajak.

d. Pengaruh X1, X2, dan X3 (Surat Teguran, Surat Paksa dan

Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan) secara bersama-

sama terhadap Y (Pencairan Tunggakan Pajak)

Berdasarkan hasil penelitian, koefisien regresi untuk

variabel Surat Teguran 8.415.931,900, Surat Paksa

17.864.830,770 dan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan

sebesar 100339913,400 dan variabel Pencairan Tunggakan

Pajak sebesar 11.315.287.240,000. Koefisien regresi Surat

Teguran, Surat Paksa dan Surat Perintah Melaksanakan

Penyitaan bernilai positif artinya pada saat Surat Teguran, Surat

Paksa dan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan naik maka

Pencairan Tunggakan Pajak juga akan mengalami kenaikan.

Dan dari hasil uji t, bahwa Surat Teguran, Surat Paksa dan Surat

Perintah Melaksanakan Penyitaan tidak berpengaruh signifikan

terhadap Pencairan Tunggakan Pajak. Sehingga dapat

114422

disimpulkan bahwa secara parsial Surat Teguran, Surat Paksa

dan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan tidak berpengaruh

positif dan signifikan terhadap Pencairan Tunggakan Pajak.

Berdasarkan data yang ada, ada beberapa hal yang

menyebabkan Surat Teguran, Surat Paksa dan Surat Perintah

Melaksanakan Penyitaan tidak berpengaruh terhadap Pencairan

Tunggakan Pajak di KPP Lingkungan Kanwil DJP Jakarta Khusus.

Hal ini disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut :

a. Wajib Pajak yang diadministrasikan di KPP Lingkungan Kanwil DJP

Jakarta Khusus memiliki kriteria khusus yakni perusahaan asing,

perwakilan perusahaan asing (Bentuk Usaha Tetap), Orang Asing

dan perusahaan go public. Perusahaan-perusahaan tersebut

memiliki pengelolaan sistem akuntansi dan perpajakan yang bagus

yang tercermin dari internal kontrol yang baik yang terungkap

dalam Laporan Keuangan perusahaan tersebut yang di audit oleh

Kantor Akuntan Publik berstandar internasional.

Pada saat Wajib Pajak tersebut menunaikan kewajiban

perpajakannya, terdapat sengketa perpajakan yang disebabkan

perbedaan persepsi antara Wajib Pajak dan KPP. Sengketa

perpajakan yang muncul ini terus berjalan sejak saat pemeriksaan

di KPP, hingga Wajib Pajak melakukan upaya hukum Keberatan

dan Non Keberatan di Kantor Wilayah, Banding di Pengadilan

Pajak hingga upaya hukum luar biasa (Peninjauan Kembali) di

114433

Mahkamah Agung. Besarnya tunggakan pajak yang diajukan upaya

hukum dan upaya hukum luar biasa ini mengakibatkan tunggakan

pajak menjadi terhambat pencairannya karena lamanya waktu yang

diperlukan hingga putusan menjadi inkracht.

Berikut adalah rincian jumlah tunggakan pajak yang diajukan upaya

hukum dan upaya hukum luar biasa di Kanwil DJP Jakarta Khusus :

Tabel 4.44

Jumlah Tunggakan Pajak yang Diajukan Upaya Hukum dan Upaya

Hukum Luar Biasa Tahun 2012-2016

Tahun Non Keberatan Keberatan Banding Peninjauan

Kembali Jumlah

2012 586.057.727.320 5.918.877.042.119 13.141.525.578.775 1.101.969.005.961 20.748.429.354.175

2013 2.895.664.102.404 67.091.569.583.525 14.453.482.670.403 2.604.088.371.995 87.044.804.728.327

2014 3.495.153.777.885 12.319.326.157.248 20.469.089.346.754 4.557.492.421.346 40.841.061.703.233

2015 3.307.921.935.774 3.117.887.533.288 5.163.463.555.922 897.427.768.120 12.486.700.793.104

2016 2.476.470.587.223 2.476.470.587.223 2.476.470.587.223 2.476.470.587.223 9.905.882.348.892

Total 12.761.268.130.606 90.924.130.903.403 55.704.031.739.077 11.637.448.154.645 171.026.878.927.731

Sumber : Laporan Keuangan Audit BPK Kanwil DJP Jakarta Khusus

b. Wajib Pajak di Kanwil DJP Jakarta Khusus banyak yang tidak

mengikuti program pengampunan pajak (Tax Amnesty) di tahun

2016-2017. Adapun salah satu syarat mengikuti program Tax

Amnesty adalah mencabut semua upaya hukum dan upaya hukum

luar biasa. Dengan sedikitnya peserta Tax Amnesty dari Kanwil

DJP Jakarta Khusus, berdampak pada jumlah tunggakan pajak

114444

yang tidak berkurang secara signifikan. Berikut jumlah Wajib Pajak

Kanwil DJP Jakarta Khusus yang mengikuti Tax Amensty :

Tabel 4.45

Jumlah Peserta Tax Amnesty Kanwil DJP Jakarta Khusus

Jumlah Wajib

Pajak Terdaftar

Jumlah Wajib Pajak Peserta Tax

Amnesty Persentase

Wajib Pajak Orang Pribadi

31.857 471 1.4 %

Wajib Pajak Badan

14.933 2.507 16.7 %

Total Kanwil DJP Jakarta Khusus

46.790 2.978 18.1 %

Sumber : Dashboard Tax Amnesty Kanwil DJP Jakarta Khusus

114455

BAB V

KESIMPULAN IMPLIKASI DAN SARAN

A. Kesimpulan

Hasil uji F menunjukkan bahwa Surat Teguran, Surat Paksa,

Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan tidak berpengaruh simultan

terhadap Pencairan Tunggakan Pajak. Sementara menurut hasil uji-T

yang telah dilakukan menunjukkan bahwa Surat Teguran, Surat

Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan tidak berpengaruh

signifikan secara parsial terhadap Pencairan Tunggakan Pajak.

Adapun hasil dari uji koefisien determinasi menunjukkan bahwa

sumbangan variabel Surat Teguran, Surat Paksa, Surat Perintah

Melaksanakan Penyitaan dalam menjelaskan Pencairan Tunggakan

Pajak relatif kecil.

B. Implikasi

Dalam penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan yang

kemungkinan mempengaruhi hasil akhir dari penelitian ini.

Keterbatasan tersebut meliputi jumlah variabel yang hanya terdiri dari

3 variabel independen dan 1 variabel dependen, periode penelitian ini

hanya 5 tahun (2012-2016) sehingga hasil yang diperoleh

kemungkinan tidak konsisten dengan hasil penelitian sebelumnya, dan

yang paling utama adalah populasi penelitian ini pada Kantor

Pelayanan Pajak di Lingkungan Kanwil DJP Jakarta Khusus. KPP di

114466

Lingkungan Kanwil DJP Jakarta Khusus memiliki kriteria khusus,

sehingga berbeda dari KPP yang melayani Wajib Pajak pada

umumnya. Wajib Pajak di Lingkungan Kanwil DJP Jakarta Khusus

merupakan Wajib Pajak Perusahaan Asing, Wajib Pajak Orang Asing,

Wajib Pajak Perusahaan Tbk, Wajib Pajak Bentuk Usaha Tetap (BUT)

yang memiliki keterikatan dengan perusahaan induk di negara

asalnya. Tindakan penagihan oleh KPP di Lingkungan Kanwil DJP

Jakarta Khusus terhambat oleh tindakan Wajib Pajak yang senantiasa

melakukan upaya hukum (Keberatan dan Banding) dan upaya hukum

luar biasa (Peninjauan Kembali), sehingga menyebabkan pencairan

tunggakan pajak menjadi terhambat.

C. Saran

Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian yang telah

dilakukan, dapat disampaikan beberapa saran yang dapat

memberikan manfaat dalam upaya meningkatkan pencairan

tunggakan pajak di KPP Lingkungan Kanwil DJP Jakarta Khusus,

terutama KPP Penanaman Modal Asing Empat, KPP Badan dan

Orang Asing, KPP Minyak dan Gas Bumi, serta KPP Perusahaan

Masuk Bursa.

1. Bagi Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus, sebaiknya senantiasa

melakukan monitoring atas penerbitan Surat Teguran, Surat Paksa

dan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan sehingga kinerja KPP

khususnya Seksi Penagihan semakin meningkat.

114477

2. Bagi KPP PMA Empat, KPP Badan dan Orang Asing, KPP Minyak

dan Gas Bumi serta KPP Perusahaan Masuk Bursa, perlu

koordinasi yang lebih baik dengan semua stakeholder agar

tindakan penagihan aktif yang dijalankan, yakni penerbitan Surat

Teguran, Surat Paksa dan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan

dapat meningkatkan realisasi pencairan tunggakan pajak.

3. Bagi penelitian selanjutnya, perlu dilakukan penelitian lanjutan

terhadap faktor-faktor lain yang diduga dapat terhambatnya

pencairan tunggakan pajak, misalnya memperbanyak sampel

penelitian, memperpanjang periode penelitian, penambahan

variabel penelitian dan penambahan jumlah sampel penelitian.

114488

DAFTAR PUSTAKA

Agus, S dan Trisnawati, E. 2013. Perpajakan. Jakarta: Salemba Empat.

Bohari. 2012. Pengantar Hukum Pajak Edisi Revisi. Jakarta: Rajawali Pers

Gunadi. 2004. Bunga Rampai Pemeriksaan Penyelidikan Dan Penagihan

Pajak. Jakarta: PT. Multi Utama Indojasa.

Hasan, Iqbal. 2002. Pokok – Pokok Materi Statistik 2 (Statistik Infrensif).

Jakarta:Bumi Aksara.

Jonathan Sarwono, MetodologiPenelitianKuantitatifdanKualitatif,

(Yogyakarta :GrahaIlmu, 2006).

Keputusan Menteri Keuangan No. 147/KMK. 04/1998 Tentang Menunjuk

Pajak Untuk Penagihan Pajak Pusat, Tata Cara Dan Jadwal Waktu

Pelaksanaan Penagihan Pajak. Jakarta : Direktorat Jendral Pajak.

Mardiasmo. 2011. Perpajakan Edisi Revisi. Yogyakarta: Andi.

Muljono, D. 2010. Hukum Pajak. Yogyakarta: Andi.

Nadhiastutie, A. R. 2010. Evaluasi Efektifitas Pelaksanaan Penagihan

Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Palmerah Periode

2008-2009 (Doctoral dissertation, UAJY).

Priyatno, 2009. 5 Jam Belajar Olah Data Dengan SPSS 17. Yogyakarta:

Andi Offset.

Priyatno, 2012. Belajar Cepat Olah Data Statistik Dengan SPSS.

Yogyakarta: Andi Offset.

Pudyatmoko, Sri. Y. 2009. Pengantar Hukum Pajak, Jogyakarta: Penerbit

Andi.

114499

Pohan, A. C. 2014. Pengantar Perpajakan, Jakarta: Mitra Wacana Media.

Rainoris, A. W., dan Affandi, M. 2015. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi

Pencairan Tunggakan Wajib Pajak di KPP Pratama Jakarta

Kalideres.Jurnal Ilmiah Mahasiswa FEB, 3(2).

Resmi, Siti. 2008. Perpajakan: Teori Dan Kasus Edisi 4. Jakarta: Salemba

Empat.

Rusjdi, Muhammad. 2007. PPSP Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa.

Jakarta : Macanan Jaya Cemerlang.

Siahaan, P. 2014. Utang Pajak,Pemenuhan Kewajiban, Dan Penagihan

Pajak Dengan Surat Paksa. Fajar Interpratama Offset (PT Rajagrafindo

Persada), Jakarta.

Sekaran, Uma. 2013. Research Method For Business. 6th Edition. John

Willey, New York

Soemitro H. R. 1998. Azas dan Perpajakan 2. Bandung : Refika Aditama.

Soemitro H. R. 1991. Azas dan Perpajakan 3. Bandung : Refika Aditama.

Suandy, E. 2011. Hukum Pajak. Jakarta: Salemba Empat.

Sugiyono, 2010. Metode Penelitian Bisnis. Bandung : Alfabeta.

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 Mengenai Ketentuan Umum Dan

Tata Cara Perpajakan. Jakarta : Direktorat Jendral Pajak.

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Mengenai Ketentuan Umum Dan

Tata Cara Perpajakan. Jakarta : Direktorat Jendral Pajak.

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 Mengenai Ketentuan Umum Dan

Tata Cara Perpajakan. Jakarta : Direktorat Jendral Pajak.

115500

Undang-Undang No 19 Tahun 2000 Tentang Penagihan Pajak Dengan

Surat Paksa. Jakarta: Direktorat Jendral Pajak.

Wirawiweka, I. G. 2007. Analisis pengaruh kualitas penetapan dan

tindakan penagihan aktif terhadap pencairan tunggakan pajak: Studi

kasus pada KPP Madya Jakarta Pusat.

Zuriansyah, R. 2011. Implementasi Penagihan Hutang Pajak Dengan

Menggunakan Harta Kekayaan Penanggung Pajak Yang Tersimpan Di

Bank Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cikarang