PAJAK PERTANBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS Semester IV Akuntansi Reguler Pagi
Transcript of PAJAK PERTANBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS Semester IV Akuntansi Reguler Pagi
PAJAK PERTANBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG
MEWAH
MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Perpajakan
Disusun Oleh : Kelompok 13
Nama Kelompok :
1. Dian Damayanti (103341013)
2. Fuji Kurniawan (103341018)
Semester IV Akuntansi Reguler Pagi
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI
LA TANSA MASHIRO
2012
BAB I
PENDAHULUAN
1. A
1.1. Latar Belakang Masalah
Pajak Pertambahan Nilai sebenarnya telah lama
dikenal walaupun dalam berbagai nama. Ditinjau
dari sejarahnya pajak penjualan diterapkan di
Eropa dalam abad pertengahan, seperti diterapkan
di Belanda, Spanyol, Jerman Perancis dan lain-
lain.
Perancis sebagai negara pertama yang mengadopsi
Pajak Pertambahan Nilai tahun 1994 pada tingkat
pedagang besar dan akhirnya diperluas sampai pad
penyerahan barang yang dilakukan pada tingkat
pedagang eceran. Vietnam sebagai negara
lingkungan Asia pertama kali menerapkan V AT
(Value Added Tax) yaitu tahun 1993. Kemudian
diikuti oleh negara lain seperti korea tahun
1997, cina tahun 1984, sedangkan Indonesia
menerapkan VAT tahun 1985 bersamaan dengan negara
lainnya yaitu Turki.
1.2. Tujuan Penulisan
1.2.1. Mengetahui pengertian Pajak Pertambahan
Nilai
1.2.2. Mengetahui objek PPN
1.2.3. Mengetahui apa yang dimaksud Barang Kena
Pajak
1.2.4. Mengetahui dasar pengenaan PPN dan PPnBM
BAB II
PEMBAHASAN
2. A
2.1. Pajak Pertambahan Nilai
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang
dikenakan atas:
2.1.1. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam
Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
2.1.2. Impor Barang Kena Pajak;
2.1.3. Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam
Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
2.1.4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak
berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam
Daerah . Pabean;
2.1.5. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar
Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
2.1.6. Ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha
Kena Pajak.
2.2. Objek PPN
2.2.1. Penyerahan BKP di dalam daerah pabean
yang dilakukan oleh pengusaha.
2.2.2. Impor PKP.
2.2.3. Penyerahan JKP di dalam daerah pabean
yang dilakukan oleh pengusaha.
2.2.4. Pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean
ke dalam daerah pabean.
2.2.5. Ekspor BKP yang dilakukan PKP.
2.2.6. Kegiatan membangun sendiri yang
dilakukan oleh OP atau badan, tidak dalam
kegiatan usaha atau pekerjaannya.
2.2.7. Pengesahan aktiva yang dilakukan PKP,
yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan, sepanjang PPN yang dibayar
atas perolehannya dapat dikreditkan.
2.3. Pengusaha Kena Pajak
Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah Pengusaha yang
dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya melakukan
penyerahan BKP dan atau penyerahan JKP dan atau
ekspor BKP yang dikenakan pajak berdasarkan
Undang- Undang Pajak Pertambahan Nilai yang wajib
melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP,
tidak termasuk Pengusaha Kecil, yang batasannya
ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan,
kecuali Pengusaha Kecil memilih untuk dikukuhkan
sebagai PKP.
2.4. Barang Kena Pajak
BKP adalah barang berwujud yang menurut sifat dan
hukumnya dapat berupa barang bergerak maupun
barang tidak bergerak dan tidak berwujud yang
dikenakan pajak berdasarkan UU PPN dan PPnBM
2.5. Jasa Kena Pajak
JKP adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan
suatu perikatan atau perbuatan hukum yang
menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau
kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai,
termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan
barang karena pesanan atau permintaan dengan
bahan dan atas petunjuk dari pemesan yang
dikenakan pajak berdasarkan UU PPN dan PPn BM.
2.6. Penyerahan BKP/JKP yang Tidak Terutang Pajak
2.6.1. Penyerahan diluar daerah pabean
Indonesia.
2.6.2. Penyerahan di kawasan berikat atau
daerah tertentu berdasarkan ketetapan
pemerintah.
2.6.3. Penyerahan oleh usaha kecil.
2.6.4. Penyerahan kepada pihak asing yang
menganut asas timbal balik dan kepada
diplomat asing.
2.7. Jenis BKP yang Tidak Dikenakan PPN
Pada dasarnya semua barang dan jasa merupakan
Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak, sehingga
dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), kecuali
jenis barang dan jenis jasa sebagaimana
ditetapkan dalam Pasal 4A Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang
dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tidak
dikenakan PPN, yaitu:
2.7.1. Barang hasil pertambangan atau hasil
pengeboran yang diambil langsung dari
sumbernya, meliputi:
2.7.1.1. Minyak mentah;
2.7.1.2. Gas bumi;
2.7.1.3. Panas bumi;
2.7.1.4. Pasir dan kerikil;
2.7.1.5. Batu bara sebelum diproses menjadi
briket batu bara;
2.7.1.6. Bijih timah, bijih besi, bijih
emas, bijih tembaga, bijih nikel, bijih
perak, serta bijih bauksit.
2.7.1.7. Barang hasil pertambangan dan
pengeboran lainnya yang diambil langsung
dari sumbernya.
2.7.2. Barang-barang kebutuhan pokok yang
sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak, yaitu :
2.7.2.1. Segala jenis beras dan gabah,
seperti beras putih, beras merah, beras
ketan hitam atau beras ketan putih dalam
bentuk:
2.7.2.1.1. Beras berkulit (padi atau
gabah) selain untuk benih;
2.7.2.1.2. Digiling;
2.7.2.1.3. Beras setengah giling atau
digiling seluruhnya, disosoh,
dikilapkan maupun tidak;
2.7.2.1.4. Beras pecah;
2.7.2.1.5. Menir (groats) dari beras.
2.7.2.2. Segala jenis jagung, seperti jagung
putih, jagung kuning, jagung kuning
kemerahan atau popcorn (jagung
brondong), dalam bentuk:
2.7.2.2.1. Jagung yang telah dikupas
maupun belum/ jagung tongkol dan
biji jagung/jagung pipilan;
2.7.2.2.2. Munir (groats) / beras jagung,
sepanjang masih dalam bentuk
butiran.
2.7.2.3. Sagu, dalam bentuk :
2.7.2.3.1. Empulur sagu;
2.7.2.3.2. Tepung, tepung kasar dan bubuk
dari sagu.
2.7.2.4. Segala jenis kedelai, seperti
kedelai putih, kedelai hijau,kedelai
kuning atau kedelai hitam dalam bentuk
pecah atau utuh;
2.7.2.5. garam baik yang beryodium maupun
tidak berjodium termasuk:
2.7.2.5.1. Garam meja;
2.7.2.5.2. Garam dalam bentuk curah atau
kemasan 50 Kg atau lebih, dengan
kadar Na CL 94,7 %
(dry basis).
2.7.3. Makanan dan minuman yang disajikan di
hotel, restoran, rumah makan, warung, dan
sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik
yang dikonsumsi di tempat maupun tidak; tidak
termasuk makanan dan minuman yang diserahkan
oleh usaha katering atau usaha jasa boga.
2.7.4. Uang, emas batangan, dan surat-surat
berharga.
2.8. Jenis JKP yang Tidak Dikenakan PPN
2.8.1. Jasa di bidang pelayanan kesehatan
medik, meliputi:
2.8.1.1. Jasa dokter umum, jasa dokter
spesialis, jasa dokter gigi;
2.8.1.2. Jasa dokter hewan;
2.8.1.3. Jasa ahli kesehatan seperti
akupuntur, ahli gizi,fisioterapi, ahli
gigi;
2.8.1.4. Jasa kebidanan, dan dukun bayi;
2.8.1.5. Jasa paramedis, dan perawat; dan
2.8.1.6. Jasa rumah sakit, rumah bersalin,
klinik kesehatan, laboratorium
kesehatan, dan sanatorium.
2.8.2. Jasa di bidang pelayanan sosial,
meliputi:
2.8.2.1. Jasa pelayanan panti asuhan dan
panti jompo;
2.8.2.2. Jasa pemadam kebakaran kecuali yang
bersifat komersial;
2.8.2.3. Jasa pemberian pertolongan pada
kecelakaan;
2.8.2.4. Jasa lembaga rehabilitasi kecuali
yang bersifat komersial;
2.8.2.5. Jasa pemakaman termasuk
krematorium;
2.8.2.6. Jasa di bidang olah raga kecuali
yang bersifat komersial.
2.8.2.7. Jasa pelayanan sosial lainnya
kecuali yang bersifat komersial.
2.8.3. Jasa di bidang pengiriman surat dengan
perangko yang dilakukan oleh PT. Pos
Indonesia (Persero);
2.8.4. Jasa di bidang perbankan, asuransi, dan
sewa guna usaha dengan hak opsi, meliputi:
2.8.4.1. Jasa perbankan, kecuali jasa
penyediaan tempat untuk menyimpan barang
dan surat berharga, jasa penitipan untuk
kepentingan pihak lain berdasarkan surat
kontrak (perjanjian), serta anjak
piutang.
2.8.4.2. Jasa asuransi, tidak termasuk
broker asuransi; dan
2.8.4.3. Jasa Sewa Guna Usaha dengan Hak
Opsi.
2.8.5. Jasa di bidang keagamaan, meliputi :
2.8.5.1. Jasa pelayanan rumah ibadah;
2.8.5.2. Jasa pemberian khotbah atau dakwah;
dan
2.8.5.3. Jasa lainnya di bidang keagamaan.
2.8.6. Jasa di bidang pendidikan, meliputi :
2.8.6.1. Jasa penyelenggaraan pendidikan
sekolah, seperti jasa penyelenggaraan
pendidikan umum, pendidikan kejuruan,
pendidikan luar biasa, pendidikan
kedinasan, pendidikan keagamaan,
pendidikan akademik dan pendidikan
professional;
2.8.6.2. Jasa penyelenggaraan pendidikan
luar sekolah, seperti kursus-kursus.
2.8.7. Jasa di bidang kesenian dan hiburan yang
telah dikenakan pajak tontonan termasuk jasa
di bidang kesenian yang tidak bersifat
komersial, seperti pementasan kesenian
tradisional yang diselenggarakan secara cuma-
cuma.
2.8.8. Jasa di bidang penyiaran yang bukan
bersifat iklan seperti jasa penyiaran radio
atau televisi baik yang dilakukan oleh
instansi Pemerintah maupun swasta yang bukan
bersifat iklan dan tidak dibiayai oleh
sponsor yang bertujuan komersial.
2.8.9. Jasa di bidang angkutan umum di darat
dan di air, meliputi jasa angkutan umum di
darat, di laut, di danau maupun di sungai
yang dilakukan oleh Pemerintah maupun oleh
swasta.
2.8.10. Jasa di bidang tenaga kerja, meliputi:
2.8.10.1. Jasa tenaga kerja;
2.8.10.2. Jasa penyediaan tenaga kerja
sepanjang Pengusaha penyedia tenaga
kerja tidak bertanggung jawab atas hasil
kerja dari tenaga kerja tersebut; dan
2.8.10.3. Jasa penyelenggaraan latihan bagi
tenaga kerja.
2.8.11. Jasa di bidang perhotelan, meliputi:
2.8.11.1. Jasa persewaan kamar termasuk
tambahannya di hotel, rumah penginapan,
motel, losmen, hostel, serta fasilitas
yang terkait dengan kegiatan perhotelan
untuk tamu yang menginap; dan
2.8.11.2. Jasa persewaan ruangan untuk
kegiatan acara atau pertemuan di hotel,
rumah penginapan, motel, losmen dan
hotel.
2.8.12. Jasa yang disediakan oleh Pemerintah
dalam rangka menjalankan pemerintahan secara
umum, meliputi jenis-jenis jasa yang
dilaksanakan oleh instansi pemerintah seperti
pemberian Izin Mendirikan Bangunan (1MB),
pemberian Ijin Usaha Perdagangan, pemberian
Nomor Pokok Wajib Pajak dan pembuatan Kartu
Tanda Penduduk (KTP).
2.9. Pengkreditan Pajak Masukan
2.9.1. Bagi PKP yang menyewakan ruangan dapat
mengkreditkan PPN (Pajak Masukan) yang
dibayar atas perolehan barang dan jasa untuk
pengoperasian gedung atau ruangan yang
disewakan.
2.9.2. Bagi Pihak yang menyewa ruangan:
2.9.2.1. Apabila penyewa adalah PKP, maka
PPN (Pajak Masukan) yang dibayar atas
ruangan yang disewa merupakan Pajak
Masukan yang dapat dikreditkan,
sepanjang Faktur Pajaknya berupa Faktur
Pajak Standar.
2.9.2.2. Apabila ruangan yang disewa
mempunyai fungsi ganda misalnya
digunakan untuk tempat usaha dan tempat
tinggal, maka Pajak Masukan yang dapat
dikreditkan adalah sebanding dengan
bagian ruangan yang digunakan untuk
tempat usaha. Misalnya bangunan yang
disewa terdiri dari tiga lantai, lantai
satu digunakan untuk pertokoan,
selebihnya digunakan untuk tempat
tinggal. PPN (Pajak Masukan) yang dapat
dikreditkan adalah sebanding dengan luas
ruangan (bangunan) yang digunakan untuk
tempat usaha yaitu sepertiga dari jumlah
PPN (Pajak Masukan) yang dibayar atas
ruangan (bangunan) yang disewa tersebut.
2.10. Cara Menghitung Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM)
PPN dan PPnBM yang terutang dihitung dengan cara
mengalikan Tarif Pajak dengan Dasar Pengenaan
Pajak (DPP).
2.11. Tarif PPN & PPnBM
2.11.1. Tarif PPN adalah 10% (sepuluh persen)
2.11.2. Tarif PPnBM adalah paling rendah 10%
(sepuluh persen) dan paling tinggi 75% (tujuh
puluh lima persen).
2.11.3. Tarif PPN dan PPnBM atas ekspor BKP
adalah 0% (nol persen).
2.12. Dasar Penggenaan Pajak (DPP)
Dasar Pengenaan Pajak adalah dasar yang dipakai
untuk menghitung pajak yang terutang, berupa:
Jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor,
Nilai Ekspor, atau Nilai Lain yang ditetapkan
dengan Keputusan Menteri Keuangan.
2.12.1. Harga Jual adalah nilai berupa uang,
termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh penjual karena
penyerahan Barang Kena Pajak (BKP), tidak
termasuk PPN yang dipungut menurut Undang-
Undang PPN dan potongan harga yang
dicantumkan dalam Faktur Pajak.
2.12.2. Penggantian adalah nilai berupa uang,
termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena
penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP), tidak
termasuk PPN yang dipungut menurut
UndangUndang PPN dan potongan harga yang
dicantumkan dalam Faktur Pajak.
2.12.3. Nilai Impor adalah nilai berupa uang
yang menjadi dasar penghitungan Bea Masuk
ditambah pungutan lainnya yang dikenakan
pajak berdasarkan ketentuan dalam peraturan
perundang-undangan Pabean untuk Impor BKP,
tidak termasuk PPN yang dipungut menurut
Undang-undang PPN.
2.12.4. Nilai Ekspor adalah nilai berupa uang,
termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh eksportir.
2.12.5. Nilai lain adalah suatu jumlah yang
ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak
dengan Keputusan Menteri Keuangan.
2.13. Nilai lain yang ditetapkan sebagai Dasar
Pengenaan Pajak adalah sebagai berikut:
2.13.1. Pemakaian sendiri BKP dan atau JKP adalah
Harga Jual atau Penggantian setelah
dikurangi laba kotor;
2.13.2. Pemberian cuma-cuma BKP dan atau JKP
adalah Harga Jual atau Penggantian setelah
dikurangi laba kotor;
2.13.3. Penyerahan media rekaman suara atau gambar
adalah perkiraan Harga Jual rata-rata;
2.13.4. Penyerahan film cerita adalah perkiraan
hasil rata-rata per judul film;
2.13.5. Persedian BKP yang masih tersisa pada saat
pembubaran perusahaan, adalah harga pasar
yang wajar;
2.13.6. Aktiva yang menurut tujuan semula tidak
untuk diperjualbelikan atau yang masih
tersisa pada saat pembubaran perusahaan,
sepanjang PPN atas perolehan aktiva
tersebut menurut ketentuan
dapatdikreditkan, adalah harga pasar
wajar;
2.13.7. Kendaraan bermotor bekas adalah 10% dari
Harga Jual.
2.13.8. Penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa
biro pariwisata adalah 10% (sepuluh
persen) dari jumlah tagihan atau jumlah
yang seharusnya ditagih.
2.13.9. Jasa pengiriman paket adalah adalah 10%
(sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau
jumlah yang seharusnya ditagih;
2.13.10. Jasa anjak piutang adalah 5% dari jumlah
seluruh imbalan yang diterima berupa
service charge, provisi, dan diskon;
2.13.11. Penyerahan BKP dan atau JKP dari Pusat
ke Cabang atau sebaliknya dan penyerahan
BKP dan atau JKP antar cabang adalah Harga
Jual atau Penggantian setelah dikurangi
laba kotor.
2.13.12. Penyerahan BKP kepada pedagang perantara
atau melalui juru lelang adalah harga
lelang.
2.14. Pajak Penjualan atas Barang Mewah
Terhadap penyerahan BKP disamping dikenakan PPN,
dikenakan juga Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Beberapa karakteristik yang perlu dipahami dalam
PPn BM yaitu:
2.14.1. Pengenaan terhadap PPn BM ini hanya satu
kali yaitu pada saat penyerahan BKP yang
tergolong mewah oleh pengusaha yang
menghasilkan atau pada saat impor.
2.14.2. PPn BM tidak dapat dilakukan
pengkreditannya dengan PPN. (Namum demikian,
apabila Eksportir mengekspor BKP yang
tergolong mewah, maka PPn BM yang telah
dibayar pada saat perolehan dapat
direstitusi).
Objek pajak penjualan atas barang mewah adalah:
2.1.1. Penyerahan BKP Yang Tergolong Mewah yang
dilakukan oleh Pengusaha yang menghasilkan
BKP Yang Tergolong Mewah tersebut di dalam
Daerah Pabean dalam lingkungan perusahaan
atau pekerjaannya.
2.1.2. Impor BKP Yang Tergolong Mewah
2.2. Contoh Cara Menghitung PPN & PPnBM
2.2.1. Vivan dalam bulan Januari 2001 menjual
tunai Barang Kena Pajak kepada Didam dengan
Harga Jual Rp. 25.000.000,00 PPN yang terutang
yang dipungut oleh PKP “A” = 10% x Rp.
25.000.000,00 = Rp. 2.500.000,00 PPN sebesar
Rp. 2.500.000,00 tersebut merupakan Pajak
Keluaran yang dipungut oleh Vivan.
2.2.2. Didam dalam bulan Pebruari 2001
melakukan penyerahan Jasa Kena Pajak dengan
memperoleh Penggantian sebesar Rp.
15.000.000,00 PPN yang terutang yang dipungut
oleh Didam = 10% x Rp. 15.000.000,00 = Rp.
1.500.000,00 PPN sebesar Rp. 1.500.000,00
tersebut merupakan Pajak Keluaran yang
dipungut oleh Didam.
2.2.3. Davi mengimpor Barang Kena Pajak dari
luar Daerah Pabean dengan Nilai Impor sebesar
Rp. 35.000.000,00 PPN yang dipungut melalui
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai = 10% x Rp.
35.000.000,00 = Rp. 3.500.000,00
2.2.4. Dian mengimpor Barang Kena Pajak yang
tergolong Mewah dengan Nilai Impor sebesar Rp.
50.000.000,00 Barang Kena Pajak yang tergolong
mewah tersebut selain dikenakan PPN juga
dikenakan PPnBM misalnya dengan tarif 20%.
Penghitungan PPN dan PPnBM yang terutang atas
impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah
tersebut adalah:
- Dasar Pengenaan Pajak Rp. 50.000.000,00
- PPN = 10% xRp. 50.000.000,00 = Rp.
5.000.000,00
- PPn BM = 20% x Rp. 50.000.000,00 = Rp.
10.000.000,00
Kemudian Dian menggunakan BKP yang diimpor
tersebut sebagai bagian dari suatu BKP
yang atas penyerahannya dikenakan PPN 10%
dan PPnBM dengan tarif misalnya 35%. Oleh
karena PPnBM yang telah dibayar atas BKP
yang diimpor tersebut tidak dapat
dikreditkan, maka PPnBM sebesar Rp.
10.000.000,00 dapat ditambahkan ke dalam
harga BKP yang dihasilkan oleh Dian atau
dibebankan sebagai biaya.
Misalnya Dian menjual BKP yang dihasilkannya
kepada Evan dengan harga jual Rp.
150.000.000,00 maka penghitungan PPN dan PPn
BM yang terutang adalah :
- Dasar Pengenaan Pajak Rp. 150.000.000,00
- PPN = 10% x Rp. 150.000.000,00 = Rp.
15.000.000,00
- PPn BM = 35% x Rp. 150.000.000,00 = Rp.
52.500.000,00
PPN sebesar Rp. 5.000.000,00 yang dibayar
pada saat impor merupakan pajak masukan
bagi Dian dan PPN sebesar Rp.
15.000.000,00 merupakan pajak keluaran
bagi Dian. Sedangkan PPnBM sebesar Rp.
10.000.000,00 tidak dapat dikreditkan.
Begitu pun dengan PPnBM sebesar Rp.
52.500.000,00 tidak dapat dikreditkan oleh
Evan.
BAB 3
PENUTUP
3.
3.1. Kesimpulan
Pada dasarnya semua barang dan jasa merupakan
Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak, sehingga
dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), kecuali
jenis barang dan jenis jasa sebagaimana
ditetapkan dalam Pasal 4A Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang
dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tidak
dikenakan PPN
3.2. Saran
3.2.1. Sebaiknya pemerintah lebih terbuka pada
masyarakat tentang keluar masuknya pajak
sehingga tidak menimbulkan ketidakpercayaan
dan masalah dikemudian hari.
DAFTAR PUSTAKA