PAJAK PERTANBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS Semester IV Akuntansi Reguler Pagi

24
PAJAK PERTANBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH MAKALAH Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Perpajakan Disusun Oleh : Kelompok 13 Nama Kelompok : 1. Dian Damayanti (103341013) 2. Fuji Kurniawan (103341018) Semester IV Akuntansi Reguler Pagi

Transcript of PAJAK PERTANBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS Semester IV Akuntansi Reguler Pagi

PAJAK PERTANBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG

MEWAH

MAKALAH

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Perpajakan

Disusun Oleh : Kelompok 13

Nama Kelompok :

1. Dian Damayanti (103341013)

2. Fuji Kurniawan (103341018)

Semester IV Akuntansi Reguler Pagi

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI

LA TANSA MASHIRO

2012

BAB I

PENDAHULUAN

1. A

1.1. Latar Belakang Masalah

Pajak Pertambahan Nilai sebenarnya telah lama

dikenal walaupun dalam berbagai nama. Ditinjau

dari sejarahnya pajak penjualan diterapkan di

Eropa dalam abad pertengahan, seperti diterapkan

di Belanda, Spanyol, Jerman Perancis dan lain-

lain.

Perancis sebagai negara pertama yang mengadopsi

Pajak Pertambahan Nilai tahun 1994 pada tingkat

pedagang besar dan akhirnya diperluas sampai pad

penyerahan barang yang dilakukan pada tingkat

pedagang eceran. Vietnam sebagai negara

lingkungan Asia pertama kali menerapkan V AT

(Value Added Tax) yaitu tahun 1993. Kemudian

diikuti oleh negara lain seperti korea tahun

1997, cina tahun 1984, sedangkan Indonesia

menerapkan VAT tahun 1985 bersamaan dengan negara

lainnya yaitu Turki.

1.2. Tujuan Penulisan

1.2.1. Mengetahui pengertian Pajak Pertambahan

Nilai

1.2.2. Mengetahui objek PPN

1.2.3. Mengetahui apa yang dimaksud Barang Kena

Pajak

1.2.4. Mengetahui dasar pengenaan PPN dan PPnBM

BAB II

PEMBAHASAN

2. A

2.1. Pajak Pertambahan Nilai

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang

dikenakan atas:

2.1.1. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam

Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;

2.1.2. Impor Barang Kena Pajak;

2.1.3. Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam

Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;

2.1.4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak

berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam

Daerah . Pabean;

2.1.5. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar

Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;

2.1.6. Ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha

Kena Pajak.

2.2. Objek PPN

2.2.1. Penyerahan BKP di dalam daerah pabean

yang dilakukan oleh pengusaha.

2.2.2. Impor PKP.

2.2.3. Penyerahan JKP di dalam daerah pabean

yang dilakukan oleh pengusaha.

2.2.4. Pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean

ke dalam daerah pabean.

2.2.5. Ekspor BKP yang dilakukan PKP.

2.2.6. Kegiatan membangun sendiri yang

dilakukan oleh OP atau badan, tidak dalam

kegiatan usaha atau pekerjaannya.

2.2.7. Pengesahan aktiva yang dilakukan PKP,

yang menurut tujuan semula tidak untuk

diperjualbelikan, sepanjang PPN yang dibayar

atas perolehannya dapat dikreditkan.

2.3. Pengusaha Kena Pajak

Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah Pengusaha yang

dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya melakukan

penyerahan BKP dan atau penyerahan JKP dan atau

ekspor BKP yang dikenakan pajak berdasarkan

Undang- Undang Pajak Pertambahan Nilai yang wajib

melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP,

tidak termasuk Pengusaha Kecil, yang batasannya

ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan,

kecuali Pengusaha Kecil memilih untuk dikukuhkan

sebagai PKP.

2.4. Barang Kena Pajak

BKP adalah barang berwujud yang menurut sifat dan

hukumnya dapat berupa barang bergerak maupun

barang tidak bergerak dan tidak berwujud yang

dikenakan pajak berdasarkan UU PPN dan PPnBM

2.5. Jasa Kena Pajak

JKP adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan

suatu perikatan atau perbuatan hukum yang

menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau

kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai,

termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan

barang karena pesanan atau permintaan dengan

bahan dan atas petunjuk dari pemesan yang

dikenakan pajak berdasarkan UU PPN dan PPn BM.

2.6. Penyerahan BKP/JKP yang Tidak Terutang Pajak

2.6.1. Penyerahan diluar daerah pabean

Indonesia.

2.6.2. Penyerahan di kawasan berikat atau

daerah tertentu berdasarkan ketetapan

pemerintah.

2.6.3. Penyerahan oleh usaha kecil.

2.6.4. Penyerahan kepada pihak asing yang

menganut asas timbal balik dan kepada

diplomat asing.

2.7. Jenis BKP yang Tidak Dikenakan PPN

Pada dasarnya semua barang dan jasa merupakan

Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak, sehingga

dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), kecuali

jenis barang dan jenis jasa sebagaimana

ditetapkan dalam Pasal 4A Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang

dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah

sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir

dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tidak

dikenakan PPN, yaitu:

2.7.1. Barang hasil pertambangan atau hasil

pengeboran yang diambil langsung dari

sumbernya, meliputi:

2.7.1.1. Minyak mentah;

2.7.1.2. Gas bumi;

2.7.1.3. Panas bumi;

2.7.1.4. Pasir dan kerikil;

2.7.1.5. Batu bara sebelum diproses menjadi

briket batu bara;

2.7.1.6. Bijih timah, bijih besi, bijih

emas, bijih tembaga, bijih nikel, bijih

perak, serta bijih bauksit.

2.7.1.7. Barang hasil pertambangan dan

pengeboran lainnya yang diambil langsung

dari sumbernya.

2.7.2. Barang-barang kebutuhan pokok yang

sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak, yaitu :

2.7.2.1. Segala jenis beras dan gabah,

seperti beras putih, beras merah, beras

ketan hitam atau beras ketan putih dalam

bentuk:

2.7.2.1.1. Beras berkulit (padi atau

gabah) selain untuk benih;

2.7.2.1.2. Digiling;

2.7.2.1.3. Beras setengah giling atau

digiling seluruhnya, disosoh,

dikilapkan maupun tidak;

2.7.2.1.4. Beras pecah;

2.7.2.1.5. Menir (groats) dari beras.

2.7.2.2. Segala jenis jagung, seperti jagung

putih, jagung kuning, jagung kuning

kemerahan atau popcorn (jagung

brondong), dalam bentuk:

2.7.2.2.1. Jagung yang telah dikupas

maupun belum/ jagung tongkol dan

biji jagung/jagung pipilan;

2.7.2.2.2. Munir (groats) / beras jagung,

sepanjang masih dalam bentuk

butiran.

2.7.2.3. Sagu, dalam bentuk :

2.7.2.3.1. Empulur sagu;

2.7.2.3.2. Tepung, tepung kasar dan bubuk

dari sagu.

2.7.2.4. Segala jenis kedelai, seperti

kedelai putih, kedelai hijau,kedelai

kuning atau kedelai hitam dalam bentuk

pecah atau utuh;

2.7.2.5. garam baik yang beryodium maupun

tidak berjodium termasuk:

2.7.2.5.1. Garam meja;

2.7.2.5.2. Garam dalam bentuk curah atau

kemasan 50 Kg atau lebih, dengan

kadar Na CL 94,7 %

(dry basis).

2.7.3. Makanan dan minuman yang disajikan di

hotel, restoran, rumah makan, warung, dan

sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik

yang dikonsumsi di tempat maupun tidak; tidak

termasuk makanan dan minuman yang diserahkan

oleh usaha katering atau usaha jasa boga.

2.7.4. Uang, emas batangan, dan surat-surat

berharga.

2.8. Jenis JKP yang Tidak Dikenakan PPN

2.8.1. Jasa di bidang pelayanan kesehatan

medik, meliputi:

2.8.1.1. Jasa dokter umum, jasa dokter

spesialis, jasa dokter gigi;

2.8.1.2. Jasa dokter hewan;

2.8.1.3. Jasa ahli kesehatan seperti

akupuntur, ahli gizi,fisioterapi, ahli

gigi;

2.8.1.4. Jasa kebidanan, dan dukun bayi;

2.8.1.5. Jasa paramedis, dan perawat; dan

2.8.1.6. Jasa rumah sakit, rumah bersalin,

klinik kesehatan, laboratorium

kesehatan, dan sanatorium.

2.8.2. Jasa di bidang pelayanan sosial,

meliputi:

2.8.2.1. Jasa pelayanan panti asuhan dan

panti jompo;

2.8.2.2. Jasa pemadam kebakaran kecuali yang

bersifat komersial;

2.8.2.3. Jasa pemberian pertolongan pada

kecelakaan;

2.8.2.4. Jasa lembaga rehabilitasi kecuali

yang bersifat komersial;

2.8.2.5. Jasa pemakaman termasuk

krematorium;

2.8.2.6. Jasa di bidang olah raga kecuali

yang bersifat komersial.

2.8.2.7. Jasa pelayanan sosial lainnya

kecuali yang bersifat komersial.

2.8.3. Jasa di bidang pengiriman surat dengan

perangko yang dilakukan oleh PT. Pos

Indonesia (Persero);

2.8.4. Jasa di bidang perbankan, asuransi, dan

sewa guna usaha dengan hak opsi, meliputi:

2.8.4.1. Jasa perbankan, kecuali jasa

penyediaan tempat untuk menyimpan barang

dan surat berharga, jasa penitipan untuk

kepentingan pihak lain berdasarkan surat

kontrak (perjanjian), serta anjak

piutang.

2.8.4.2. Jasa asuransi, tidak termasuk

broker asuransi; dan

2.8.4.3. Jasa Sewa Guna Usaha dengan Hak

Opsi.

2.8.5. Jasa di bidang keagamaan, meliputi :

2.8.5.1. Jasa pelayanan rumah ibadah;

2.8.5.2. Jasa pemberian khotbah atau dakwah;

dan

2.8.5.3. Jasa lainnya di bidang keagamaan.

2.8.6. Jasa di bidang pendidikan, meliputi :

2.8.6.1. Jasa penyelenggaraan pendidikan

sekolah, seperti jasa penyelenggaraan

pendidikan umum, pendidikan kejuruan,

pendidikan luar biasa, pendidikan

kedinasan, pendidikan keagamaan,

pendidikan akademik dan pendidikan

professional;

2.8.6.2. Jasa penyelenggaraan pendidikan

luar sekolah, seperti kursus-kursus.

2.8.7. Jasa di bidang kesenian dan hiburan yang

telah dikenakan pajak tontonan termasuk jasa

di bidang kesenian yang tidak bersifat

komersial, seperti pementasan kesenian

tradisional yang diselenggarakan secara cuma-

cuma.

2.8.8. Jasa di bidang penyiaran yang bukan

bersifat iklan seperti jasa penyiaran radio

atau televisi baik yang dilakukan oleh

instansi Pemerintah maupun swasta yang bukan

bersifat iklan dan tidak dibiayai oleh

sponsor yang bertujuan komersial.

2.8.9. Jasa di bidang angkutan umum di darat

dan di air, meliputi jasa angkutan umum di

darat, di laut, di danau maupun di sungai

yang dilakukan oleh Pemerintah maupun oleh

swasta.

2.8.10. Jasa di bidang tenaga kerja, meliputi:

2.8.10.1. Jasa tenaga kerja;

2.8.10.2. Jasa penyediaan tenaga kerja

sepanjang Pengusaha penyedia tenaga

kerja tidak bertanggung jawab atas hasil

kerja dari tenaga kerja tersebut; dan

2.8.10.3. Jasa penyelenggaraan latihan bagi

tenaga kerja.

2.8.11. Jasa di bidang perhotelan, meliputi:

2.8.11.1. Jasa persewaan kamar termasuk

tambahannya di hotel, rumah penginapan,

motel, losmen, hostel, serta fasilitas

yang terkait dengan kegiatan perhotelan

untuk tamu yang menginap; dan

2.8.11.2. Jasa persewaan ruangan untuk

kegiatan acara atau pertemuan di hotel,

rumah penginapan, motel, losmen dan

hotel.

2.8.12. Jasa yang disediakan oleh Pemerintah

dalam rangka menjalankan pemerintahan secara

umum, meliputi jenis-jenis jasa yang

dilaksanakan oleh instansi pemerintah seperti

pemberian Izin Mendirikan Bangunan (1MB),

pemberian Ijin Usaha Perdagangan, pemberian

Nomor Pokok Wajib Pajak dan pembuatan Kartu

Tanda Penduduk (KTP).

2.9. Pengkreditan Pajak Masukan

2.9.1. Bagi PKP yang menyewakan ruangan dapat

mengkreditkan PPN (Pajak Masukan) yang

dibayar atas perolehan barang dan jasa untuk

pengoperasian gedung atau ruangan yang

disewakan.

2.9.2. Bagi Pihak yang menyewa ruangan:

2.9.2.1. Apabila penyewa adalah PKP, maka

PPN (Pajak Masukan) yang dibayar atas

ruangan yang disewa merupakan Pajak

Masukan yang dapat dikreditkan,

sepanjang Faktur Pajaknya berupa Faktur

Pajak Standar.

2.9.2.2. Apabila ruangan yang disewa

mempunyai fungsi ganda misalnya

digunakan untuk tempat usaha dan tempat

tinggal, maka Pajak Masukan yang dapat

dikreditkan adalah sebanding dengan

bagian ruangan yang digunakan untuk

tempat usaha. Misalnya bangunan yang

disewa terdiri dari tiga lantai, lantai

satu digunakan untuk pertokoan,

selebihnya digunakan untuk tempat

tinggal. PPN (Pajak Masukan) yang dapat

dikreditkan adalah sebanding dengan luas

ruangan (bangunan) yang digunakan untuk

tempat usaha yaitu sepertiga dari jumlah

PPN (Pajak Masukan) yang dibayar atas

ruangan (bangunan) yang disewa tersebut.

2.10. Cara Menghitung Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM)

PPN dan PPnBM yang terutang dihitung dengan cara

mengalikan Tarif Pajak dengan Dasar Pengenaan

Pajak (DPP).

2.11. Tarif PPN & PPnBM

2.11.1. Tarif PPN adalah 10% (sepuluh persen)

2.11.2. Tarif PPnBM adalah paling rendah 10%

(sepuluh persen) dan paling tinggi 75% (tujuh

puluh lima persen).

2.11.3. Tarif PPN dan PPnBM atas ekspor BKP

adalah 0% (nol persen).

2.12. Dasar Penggenaan Pajak (DPP)

Dasar Pengenaan Pajak adalah dasar yang dipakai

untuk menghitung pajak yang terutang, berupa:

Jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor,

Nilai Ekspor, atau Nilai Lain yang ditetapkan

dengan Keputusan Menteri Keuangan.

2.12.1. Harga Jual adalah nilai berupa uang,

termasuk semua biaya yang diminta atau

seharusnya diminta oleh penjual karena

penyerahan Barang Kena Pajak (BKP), tidak

termasuk PPN yang dipungut menurut Undang-

Undang PPN dan potongan harga yang

dicantumkan dalam Faktur Pajak.

2.12.2. Penggantian adalah nilai berupa uang,

termasuk semua biaya yang diminta atau

seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena

penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP), tidak

termasuk PPN yang dipungut menurut

UndangUndang PPN dan potongan harga yang

dicantumkan dalam Faktur Pajak.

2.12.3. Nilai Impor adalah nilai berupa uang

yang menjadi dasar penghitungan Bea Masuk

ditambah pungutan lainnya yang dikenakan

pajak berdasarkan ketentuan dalam peraturan

perundang-undangan Pabean untuk Impor BKP,

tidak termasuk PPN yang dipungut menurut

Undang-undang PPN.

2.12.4. Nilai Ekspor adalah nilai berupa uang,

termasuk semua biaya yang diminta atau

seharusnya diminta oleh eksportir.

2.12.5. Nilai lain adalah suatu jumlah yang

ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak

dengan Keputusan Menteri Keuangan.

2.13. Nilai lain yang ditetapkan sebagai Dasar

Pengenaan Pajak adalah sebagai berikut:

2.13.1. Pemakaian sendiri BKP dan atau JKP adalah

Harga Jual atau Penggantian setelah

dikurangi laba kotor;

2.13.2. Pemberian cuma-cuma BKP dan atau JKP

adalah Harga Jual atau Penggantian setelah

dikurangi laba kotor;

2.13.3. Penyerahan media rekaman suara atau gambar

adalah perkiraan Harga Jual rata-rata;

2.13.4. Penyerahan film cerita adalah perkiraan

hasil rata-rata per judul film;

2.13.5. Persedian BKP yang masih tersisa pada saat

pembubaran perusahaan, adalah harga pasar

yang wajar;

2.13.6. Aktiva yang menurut tujuan semula tidak

untuk diperjualbelikan atau yang masih

tersisa pada saat pembubaran perusahaan,

sepanjang PPN atas perolehan aktiva

tersebut menurut ketentuan

dapatdikreditkan, adalah harga pasar

wajar;

2.13.7. Kendaraan bermotor bekas adalah 10% dari

Harga Jual.

2.13.8. Penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa

biro pariwisata adalah 10% (sepuluh

persen) dari jumlah tagihan atau jumlah

yang seharusnya ditagih.

2.13.9. Jasa pengiriman paket adalah adalah 10%

(sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau

jumlah yang seharusnya ditagih;

2.13.10. Jasa anjak piutang adalah 5% dari jumlah

seluruh imbalan yang diterima berupa

service charge, provisi, dan diskon;

2.13.11. Penyerahan BKP dan atau JKP dari Pusat

ke Cabang atau sebaliknya dan penyerahan

BKP dan atau JKP antar cabang adalah Harga

Jual atau Penggantian setelah dikurangi

laba kotor.

2.13.12. Penyerahan BKP kepada pedagang perantara

atau melalui juru lelang adalah harga

lelang.

2.14. Pajak Penjualan atas Barang Mewah

Terhadap penyerahan BKP disamping dikenakan PPN,

dikenakan juga Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

Beberapa karakteristik yang perlu dipahami dalam

PPn BM yaitu:

2.14.1. Pengenaan terhadap PPn BM ini hanya satu

kali yaitu pada saat penyerahan BKP yang

tergolong mewah oleh pengusaha yang

menghasilkan atau pada saat impor.

2.14.2. PPn BM tidak dapat dilakukan

pengkreditannya dengan PPN. (Namum demikian,

apabila Eksportir mengekspor BKP yang

tergolong mewah, maka PPn BM yang telah

dibayar pada saat perolehan dapat

direstitusi).

Objek pajak penjualan atas barang mewah adalah:

2.1.1. Penyerahan BKP Yang Tergolong Mewah yang

dilakukan oleh Pengusaha yang menghasilkan

BKP Yang Tergolong Mewah tersebut di dalam

Daerah Pabean dalam lingkungan perusahaan

atau pekerjaannya.

2.1.2. Impor BKP Yang Tergolong Mewah

2.2. Contoh Cara Menghitung PPN & PPnBM

2.2.1. Vivan dalam bulan Januari 2001 menjual

tunai Barang Kena Pajak kepada Didam dengan

Harga Jual Rp. 25.000.000,00 PPN yang terutang

yang dipungut oleh PKP “A” = 10% x Rp.

25.000.000,00 = Rp. 2.500.000,00 PPN sebesar

Rp. 2.500.000,00 tersebut merupakan Pajak

Keluaran yang dipungut oleh Vivan.

2.2.2. Didam dalam bulan Pebruari 2001

melakukan penyerahan Jasa Kena Pajak dengan

memperoleh Penggantian sebesar Rp.

15.000.000,00 PPN yang terutang yang dipungut

oleh Didam = 10% x Rp. 15.000.000,00 = Rp.

1.500.000,00 PPN sebesar Rp. 1.500.000,00

tersebut merupakan Pajak Keluaran yang

dipungut oleh Didam.

2.2.3. Davi mengimpor Barang Kena Pajak dari

luar Daerah Pabean dengan Nilai Impor sebesar

Rp. 35.000.000,00 PPN yang dipungut melalui

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai = 10% x Rp.

35.000.000,00 = Rp. 3.500.000,00

2.2.4. Dian mengimpor Barang Kena Pajak yang

tergolong Mewah dengan Nilai Impor sebesar Rp.

50.000.000,00 Barang Kena Pajak yang tergolong

mewah tersebut selain dikenakan PPN juga

dikenakan PPnBM misalnya dengan tarif 20%.

Penghitungan PPN dan PPnBM yang terutang atas

impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah

tersebut adalah:

- Dasar Pengenaan Pajak Rp. 50.000.000,00

- PPN = 10% xRp. 50.000.000,00 = Rp.

5.000.000,00

- PPn BM = 20% x Rp. 50.000.000,00 = Rp.

10.000.000,00

Kemudian Dian menggunakan BKP yang diimpor

tersebut sebagai bagian dari suatu BKP

yang atas penyerahannya dikenakan PPN 10%

dan PPnBM dengan tarif misalnya 35%. Oleh

karena PPnBM yang telah dibayar atas BKP

yang diimpor tersebut tidak dapat

dikreditkan, maka PPnBM sebesar Rp.

10.000.000,00 dapat ditambahkan ke dalam

harga BKP yang dihasilkan oleh Dian atau

dibebankan sebagai biaya.

Misalnya Dian menjual BKP yang dihasilkannya

kepada Evan dengan harga jual Rp.

150.000.000,00 maka penghitungan PPN dan PPn

BM yang terutang adalah :

- Dasar Pengenaan Pajak Rp. 150.000.000,00

- PPN = 10% x Rp. 150.000.000,00 = Rp.

15.000.000,00

- PPn BM = 35% x Rp. 150.000.000,00 = Rp.

52.500.000,00

PPN sebesar Rp. 5.000.000,00 yang dibayar

pada saat impor merupakan pajak masukan

bagi Dian dan PPN sebesar Rp.

15.000.000,00 merupakan pajak keluaran

bagi Dian. Sedangkan PPnBM sebesar Rp.

10.000.000,00 tidak dapat dikreditkan.

Begitu pun dengan PPnBM sebesar Rp.

52.500.000,00 tidak dapat dikreditkan oleh

Evan.

BAB 3

PENUTUP

3.

3.1. Kesimpulan

Pada dasarnya semua barang dan jasa merupakan

Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak, sehingga

dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), kecuali

jenis barang dan jenis jasa sebagaimana

ditetapkan dalam Pasal 4A Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang

dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah

sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir

dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tidak

dikenakan PPN

3.2. Saran

3.2.1. Sebaiknya pemerintah lebih terbuka pada

masyarakat tentang keluar masuknya pajak

sehingga tidak menimbulkan ketidakpercayaan

dan masalah dikemudian hari.

DAFTAR PUSTAKA

Tjahjono, A., & Husein, M. F. (2009). Perpajakan. Jakarta:

UPP-STIM YKPN.

Waluyo, & Ilyas, W. B. (2000). Perpajakan Indonesia. Jakarta:

Salemba Empat.