Masa Depan PAUD di Indonesia

34
KEBIJAKAN PEMERINTAH TENTANG PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (PAUD) Oleh. Bunyanul Arifin I. Pendahuluan “Sesungguhnya aku percaya akan kekuatan ilmu dan pengetahuan, tetapi aku lebih percaya pada kekuatan Pendidikan.” (Sayyid Quthb, Majalah Ar-Risalah, edisi 995 tahun 1952) . 1 Tahun-tahun pertama kehidupan anak merupakan kurun waktu yang sangat penting dan kritis dalam hal tumbuh kembang fisik, mental, dan psikososial, yang berjalan sedemikian cepatnya sehingga keberhasilan tahun-tahun pertama untuk sebagian besar menentukan hari depan anak. Dewasa ini, pendidikan anak usia dini (PAUD) telah menjadi bagian penting dari sistem pendidikan di Indonesia. Pendidik PAUD memerankan tugas yang sangat mulia, bagaimana pendidikan dalam usia emas dapat berjalan dengan optimal. PAUD merupakan suatu tahap pendidikan yang tidak dapat diabaikan, karena ikut menentukan perkembangan dan keberhasilan anak. Berbagai hasil penelitian menyimpulkan bahwa pendidikan yang diperoleh pada usia emas sangat mempengaruhi perkembangan dan prestasi anak ketika dewasa. Bahkan masa depan bangsa dapat dikatakan bergantung pada kualitas pendidikan anak di 1 Dr. Muhammad Nur Abdul Hafidz Suwaid, Prophetic Parenting; Cara Nabi SAW Mendidik Anak Yogyakarta, Pro-U Media, 2012, h. 19 1

Transcript of Masa Depan PAUD di Indonesia

KEBIJAKAN PEMERINTAH TENTANG

PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (PAUD)

Oleh. Bunyanul Arifin

I. Pendahuluan

“Sesungguhnya aku percaya akan kekuatan ilmu dan pengetahuan, tetapi aku lebih

percaya pada kekuatan Pendidikan.” (Sayyid Quthb, Majalah Ar-Risalah, edisi 995

tahun 1952) .1

Tahun-tahun pertama kehidupan anak merupakan kurun waktu

yang sangat penting dan kritis dalam hal tumbuh kembang fisik,

mental, dan psikososial, yang berjalan sedemikian cepatnya

sehingga keberhasilan tahun-tahun pertama untuk sebagian besar

menentukan hari depan anak. Dewasa ini, pendidikan anak usia

dini (PAUD) telah menjadi bagian penting dari sistem

pendidikan di Indonesia. Pendidik PAUD memerankan tugas yang

sangat mulia, bagaimana pendidikan dalam usia emas dapat

berjalan dengan optimal. PAUD merupakan suatu tahap pendidikan

yang tidak dapat diabaikan, karena ikut menentukan

perkembangan dan keberhasilan anak.

Berbagai hasil penelitian menyimpulkan bahwa pendidikan

yang diperoleh pada usia emas sangat mempengaruhi perkembangan

dan prestasi anak ketika dewasa. Bahkan masa depan bangsa

dapat dikatakan bergantung pada kualitas pendidikan anak di

1 Dr. Muhammad Nur Abdul Hafidz Suwaid, Prophetic Parenting; Cara Nabi SAW Mendidik Anak Yogyakarta, Pro-U Media, 2012, h. 19

1

usia emas ini.2 Meskipun pendidikan anak usia dini merupakan

pendidikan yang paling rendah tingkatannya, tetapi boleh jadi

memiliki makna yang paling tinggi dari satuan-satuan

pendidikan lainnya; karena PAUD akan melandasi pendidikan

dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.3 Dengan kata

lain keberhasilan pendidikan seseorang sangat ditentukan oleh

apa yang diperoleh dan dialaminya pada pendidikan Usia Dini.

Dalam konteks ajaran Islam, pendidikan usia dini juga

memiliki peran dan fungsi yang sangat penting dan menentukan.

Dengan konsep ‘Fitrahnya’ Islam menegaskan betapa berharganya

pendidikan anak di usia dini mereka, yaitu usia 0-6 tahun.

Melalaikan fase pendidikan ini bukan hanya kerugian besar bagi

orang tua dan masyarakat suatu bangsa, tapi lebih dari itu

adalah sebuah dosa karena membuang kesempatan berharga dan

melalaikan amanah Allah SWT.

Atas dasar inilah Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyah

mengatakan, “Barangsiapa yang dengan sengaja tidak mengajarkan apa yang

bermanfaat bagi anaknya dan meninggalkannya begitu saja, berarti dia tealah

melakukan suatu kejahatan yang sangat besar. Kerusakan pada diri anak

kebanyakan datang dari sisi orang tua yang meninggalkan mereka dan tidak

mengajarkan kewajiban-kewajiban dalam agama berikut sunnah-sunnahnya”.4

Tetapi sangat disayangkan bahwa kesadaran pentingnya PAUD

ini seakan dilupakan oleh pemerintah negeri ini. Meskipun

berbagai program perawatan dan pendidikan bagi anak usia dini

(usia 0-6 tahun) telah dilaksanakan di Indonesia sejak lama,

2 Iva Noorlaila, Panduan Lengkap Mengajar PAUD, (Yogyakarta: Pinus Book Publisher, 2010), h. 83Prof. Dr. H.E. Mulyasa, MPd, Manajemen PAUD, (Bandung; Rosda, 2012), h. v 4 Dr. Muhammad Nur Abdul Hafidz Suwaid, Prophetic Parenting; Cara Nabi SAW Mendidik Anak Yogyakarta, Pro-U Media, 2012, h. 45

2

namun hingga tahun 2000 data menunjukan anak usia 0-6 tahun

yang memperoleh layanan perawatan dan pendidikan masiah

rendah. Data tahun 2001 menunjukan bahwa dari 26, 2 juta anak

usia 0-6 tahun baru sekitar 4,5 juta anak (17%). Bahkan

kendati mengalami peningkatan yang signifikan sejak tahun

2005,5 sedangkan data tahun 2013 menunjukan baru 35% anak

Indonesia yang terjangkau PAUD6

Kondisi yang memprihatinkan tersebut baru pada tataran

kuantitas dan kita belum lagi melihat dalam aspek kualitas

PAUD yang ada, kualitas guru-gurunya, kualitas proses

pendidikannya serta sarana dan prasarana yang sangat berperan

dalam keberhasilan pendidikan. Dari aspek sosial dan budaya

kita juga melihat bahwa sebagian besar masyarakat kita bukan

dari kelas terdidik yang memiliki kemampuan untuk mendidik

anak-anaknya dengan baik. Bahkan budaya permissif dan

konsumtif yang merambah hingga ke desa-desa membuat kita

semakin prihatin akan kondisi anak-anak kita saat ini.

Kondisi obyektif anak-anak dan remaja kita saat ini

berdasarkan survei dan pemberitaan media massa membuat kita

patut bertanya, sejauh mana pendidikan PAUD telah memberikan

kontribusi dalam pembentukan moral dan karakter anak-anak

bangsa?.7 Apakah belum maksimalnya pendidikan PAUD ikut

berperan membuat kondisi moral anak-anak dan remaja kita

5 Republika Online, selasa, 21 Mei 20136 Republika Online, Jum’at, 22 Pebruari 20137 Merebaknya perilaku gaya hidup seks bebas juga telah menjadi keprihatinanguru-guru PAUD. Dalam sebuah acara Pelantikan Pengurus IGRA Se-Indonesiaperiode 2013-2018 pada tanggal 13 September 2013 di Jakarta, terungkapkekhawatiran para guru tersebut akan kondisi kemerosotan moral generasimuda. Apalagi data survei terbaru yang disampaikan Baby Jim Aditya seorangAktivis AIDS menyebutkan bahwa 68% siswa SD sudah pernah ikut-ikutanmengakses situs porno. Sumber Republika, 14 September 2013

3

seperti sekarang ini.8 Dan bagaimanakah masa depan pendidikan

PAUD di Indonesia ? Apakah regulasi dan kebijakan yang ada

telah benar mendukung PAUD sebagai salah satu pilar pendidikan

karakter bangsa? Inilah beberapa rumusan persoalan yang

dikemukakan dalam makalah ini dan berupaya mencari jawabannya.

Dan tentu saja berbagai kekurangan karena keterbatasan sumber

dan referensi yang ada dalam makalah ini, menjadi celah untuk

lahirnya gagasan dan kritik konstruktif dari semua pihak agar

kita memiliki pemahaman yang komprehensif dan holistik tentang

persoalan pendidikan PAUD di Indonesia.

II. Pengertian dan Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini

A. Pengertian PAUD

Anak usia dini adalah sosok individu yang sedang

menjalani suatu proses perkembangan dengan pesat dan

fundamental bagi kehidupan selanjutnya. Anak usia dini berada

pada rentang usia 0-8 tahun. Pada masa ini proses pertumbuhan

dan perkembangan dalam berbagai aspek sedang mengalami masa

yang cepat dalam rentang perkembangan hidup manusia. Maka8 Berdasarkan hasil survei Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA)tahun 2008, dari 4.726 responden siswa SMP dan SMA di 17 kotabesardidapatkan data sebanyak 62,7% remaja SMP tidak perawan dan 21,2% remajamengaku pernah aborsi. Dari data Komnas PA juga diperoleh hasil, 97% remajapernah menonton film porno serta 93,7% pernah melakukan adegan intim bahkanhingga melakukan seks oral. Dan kesimpulan survei terbaru KomisiPerlindungan Anak Indonesia di Kota-kota besar antara lain Jakarta,Surabaya, dan Bandung, sebanyak 32 persen remaja usia 14 hingga 18 tahunpernah berhubungan seks. Dari survei juga diketahui, muatan pornografi yangdiakses via internet sebagai salah satu pemicunya. Fenomena ini bisamenjadi bola salju di kota lain jika KPAI tak merilis hasil survei. Faktalainnya, 21,2 persen remaja putri di Indonesia pernah melakukan aborsi.Selebihnya, separuh remaja responden survei mengaku pernah bercumbu ataupunmelakukan oral seks. Survei menyebutkan, 97 persen perilaku remaja diilhamipornografi di internet.

4

proses pembelajaran sabagai bentuk perlakuan yang diberikan

pada anak harsu memperhatikan karakteristik yang dimiliki

setiap tahapan perkembangan anak.9

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional  Pasal 1 ayat 14 menyatakan bahwa

Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya  pembinaan

yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam

tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan  pendidikan

untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani

agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih

lanjut.

Sedangkan pada pasal 28 tentang pendidikan anak usia dini

dinyatakan bahwa pendidikan anak usia dini diselenggarakan

sebelum jenjang pendidikan dasar, dapat diselenggarakan

melalui jalur pendidikan formal, nonformal, dan atau informal.

Jadi PAUD adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan

dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang di tujukan

bagi anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang di

lakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu

pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak

memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut, yang

di selenggarakan pada jalur formal, non formal, dan informal.

Pada dasarnya pendidikan anak usia dini merupakan salah

satu bentuk penyelenggaran pendidikan yang menitik beratkan

pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan

fisik (koordinasi, motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya

pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spritual),

9 Yuliani Nurani Sujiono, Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini, (Jakarta: PT Indeks, 2009), hlm. 6

5

sisi emosional (sikap, perilaku, dan agama), bahasa dan

komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap

perkembangan yang di lalui oleh anak usia dini.10

Pendidikan Anak Usia Dini merupakan pendidikan yang

melibatkan seluruh aspek pada anak, mencakup kepedulian akan

perkembangan fisik, kognitif, dan sosial anak. Pembelajaran

diorganisasikan sesuai dengan minat-minat dan gaya belajar

anak.

Terdapat dua tujuan di selenggarakannya pendidikan anak usia

dini, yaitu:

a.       Tujuan utamanya adalah membentuk anak yang

berkualitas, yaitu anak yang tumbuh dan berkembang sesuai

dengan tingkat perkembangannya, sehingga memiliki kesiapan

yang optimal di dalam memasuki pendidikan dasar serta

mengarungi kehidupan di masa dewasa.

b.      Membantu menyiapkan anak mencapai kesiapan belajar

akademik di sekolah.11

B. Dasar-dasar Penyelenggaraan Pendidikan PAUD

1.      Landasan Yuridis

a.       UU No 2 Tahun 1989 tentang sistem pendidikan

Nasional yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan

mengembangkan manusia indonesia seutuhnya yaitu manusi

yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang maha Esa dan

berbudi luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan,

kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang matang dan10 Danar Santi, Pendidikan Anak Usia Dini (Antara Teori dan Praktek), (Jakarta: PT Mancanaya Cemerlang, 2009 ), hlm. 6 11 Danar Santi, Pendidikan Anak Usia Dini (Antara Teori dan Praktek), hlm. 7

6

mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan

kebangsaan.

b.      Pasal 28B ayat 2 dinyatakan bahwa setiap anak berhak

atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta

berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi,

sedangkan pada pasal 28C ayat 2 dinyatakan bahwa setiap

anak berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan

kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan

memperoleh manfaat dari iptek , seni, dan budaya, demi

meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan

umat manusia.

c.       UU RI Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan

nasional Bab 1, pasal 1, butir 14 dinyatakan bahwa

pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan

yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia

6 tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan,

pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan

jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam

memasuki pendidikan lebih lanjut. Sedangkan pada pasal 28

tentang pendidikan anak usia dini dinyatakan bahwa

pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang

pendidikan dasar. Pendidikan anak usia dini jalur

pendidikan formal, non formal, dan atau informal.

Pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal : TK,

RA, atau bentuk lain yang sederajat. Pendidikan anak usia

dini jalur pendidikan non fofmal: KB,TPA, atau bentuk

lain yang sederajat. Pendidikan usia dini jalur informal:

7

pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan

oleh lingkungan.

d.      UU RI Nomor 23Tahun 2002 pasal 9 ayat 1 tentang

perlindungan anak dinyatakan bahwa setiap anak berhak

memperoleh pendidikan dan pendidikan dalam rangka

pengembangan pribadinyadan tingkat kecerdasan nya sesuai

dengan bakat dan minatnya.12

2.      Landasan Filosofis

Dasar-dasar pemikiran dan filsafat pendidikan PAUD

dapat ditelusuri dari berbagai pemikiran para Filsuf dan

pemikir seperti; Martin Luther (1483-1546), John Amos

Comenius (1592-1670), John Rosseau (1712-1778), Johan

Pestalozzi (1746-1827), Friedrick Froebel (1782-1827),

John Dewey (1859-1952), dan Maria Montessori (1870-

1952).13

Martin Luther misalnya menekankan pentingnya

pendidikan anak sejak kecil dan menganjurkan pendidikan

agama, pendidikan musik dan fisik sebagai bagian yang

integral dari kurikulum. Rosseau dengan karyanya tentang

pendidikan dalam Ou De Education dan konsep pendidikan

naturalismenya. 14 Pada Abad ke-19 dan ke-20 muncul tokoh

seperti Freidrich Wilhelm Froebel (1782-1852) yang

merancang sekolah untuk anak dengan nama ‘Kindergarten’

atau ‘garden of children’ yang kemudian mempengaruhi

rancangan sekolah di banyak negara. Menurut Froebel12 Yuliani Nurani Sujiono, Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini, (Jakarta: PT Indeks, 2009), hlm. 8.13 Prof. Dr. M.A.S Imam Chourmain, M.Ed, Pendekatan-pendekatan Alternatif Pendidikan Usia Dini (PAUD), (Jakarta, Rineka Cipta, 2011), h. 114 Dr. Soemiarti Patmonodewo, Pendidikan Anak Prasekolah, (Jakarta, PT. Rineka Cipta, 2003), h.4

8

setiap individu merefleksikan keseluruhan dari budaya

mereka, sama sperti sebatang pohon yang merefleksikan

alam. Froebel memandang pendidikan dapat membantu

perkembangan anak secara wajar. Ia menggunakan taman

sebagai imbol dari pendidikan anak.

Sebagai salah satu tokoh pendidikan di Amerika, John

Dewey yang terkenal dengan teori ‘Progressivisme’ menekankan

pada anak didik dan minat anak daripada pelajarannya

sendiri. Karena itulah Dewey terkenal dengan istilah ‘child-

centere curriculum’ dan ‘child-centered schools’. Bagi Dewey

pendidikan adalah proses dari kehidupan bukan dari

persiapan guna masa yang akan datang. 15

Apabila Froebel terkenal dengan teori Kindergartennya

maka Montessori menyebut sekolahnya dengan Casa Dei Bambini

atau rumah anak. Namun sebagaimana Froebel, Montessori

yang profesi sebenarnya adalah seorang dokter dan

antropolog wanita Itali memandang perkembangan anak usia

dini sebagai suatu proses yang berkesinambungan.Tetapi

berbeda dengan Froebel yang bersifat abstrak dalam

pemikirannya, Montessori memandang persepsi anak terhadap

dunia sebagai dasar dari ilmu pengetahuan. Seluruh indra

anak dilatih sehingga menemukan hal-hal yang bersifat

ilmu pengetahuan.16

3. Landasan Keilmuan dan Empiris

15 Dr. Soemiarti Patmonodewo, Pendidikan Anak Prasekolah, h, 7-816 Dr. Soemiarti Patmonodewo, Pendidikan Anak Prasekolah, h, 9

9

Konsep keilmuan PAUD bersifat isomorfis, artnya kerangka

keilmuan PAUD dibangun dari interdisiplin ilmu, yang

merupakan gabungan dari beberapa disiplin ilmu,

diantaranya psikologi, fisiologi, sosiologi, ilmu

pendidikan anak, antropologi, humaniora, kesehatan, dan

gizi, serta neurosains (ilmu tentang perkembangan otak anak

manusia).

Dari segi empiris sangat penting, banyak penelitian yang

menyimpulkan bahwa PAUD antara lain yang menjelaskan

bahwa pada waktu manusia lahir, kelengkapan organisasi

otak memuat 100-200 milyar sel otak yang siap

dikembangkan serta diaktualisasikan mencapai tingkat

perkembangan potensi tinggi, tetapi hasil riset

membuktikan bahwa hanya lima persen dari potensi otak itu

yang terpakai. Hal itu disebabkan kurangnya stimulasi

yang mengoptimalkan fungsi otak.17

.    C. Konsep Belajar-Bermain Bagi Anak Usia Dini

Dunia anak adalah dunia bermain, yang merupakan

fenomena sangat menarik bagi para pendidik, psikolog, dan

ahli filsafat sejak zaman dahulu. Mereka tertantang untuk

lebih memahami arti bermain dikaitkan dengan tingkah laku

anak. Walaupun konsep bermain telah digunakan sejak

bertahun-tahun, tetapi lebih sulit untuk mendefinisikannya.18

Permainan merupakan prasyarat untuk keahlian anak

selanjutnya, suatu praktek untuk kemudian hari. Permainan

17 Yuliani Nurani Sujiono, Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini, hlm. 9-10.18 Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini Dalam Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hlm. 149.

10

penting sekali untuk perkembangan kemampuan kecerdasan.

Dalam permainan, anak-anak dapat bereksperimen tanpa

gangguan, dengan demikian anak akan mampu membangun

kemampuan yang kompleks. Contohnya bermain dengan krayon dan

kertas, menggambar, memanipulasi balok-balok kayu, mekanika,

dan lain-lain. Bermain dengan benda dapat memahukan

kemampuan untuk membangkitkan cara-cara baru menggunakan

benda-benda tersebut.

Salah satu hipotesis yang terkenal dalam psikologi

perkembangan menyebutkan bahwa bermain dapat membantu

perkembangan kecerdasan. Terbukti dalam suatu penelitian

yang menunjukkan bahwa anak-anak yang tidak mempunyai mainan

dan sedikit kesempatan untuk bermain dengan anak lain akan

tertinggal secara kognitifdari teman seusianya yang memiliki

cukup kesempatan untuk bermain.

Bermain mempunyai banyak manfaat dalam mengembangkan

keterampilan dan kecerdasan anak agar lebih siap menuju

pendidikan selanjutnya. Kecerdasan anak tidak hanya

ditentukan oleh skor tunggal yang diungkap melalui tes

intelegensi saja, akan tetapi anak juga memiliki kecerdasan

jamak yang berwujud berbagai keterampilan dan kemampuan.

Contohnya ketika menolong teman, tidak saling berebut

dan bertengkar, kesediaan berbagi, melatih disiplin, berani

mengambil keputusan, dan bertanggung jawab. Tidak hanya itu,

bermain juga dapat menjadi media untuk mengembangkan

kemampuan berimajinasi dan bereksplorasi.19

Bermain merupakan cara atau jalan bagi anak untuk

mengungkapkan hasil pemikiran, perasaan serta cara mereka19 Iva Noorlaila, Panduan Lengkap Mengajar PAUD, hlm. 37

11

menjelajahi lingkungannya. Bermain juga membantu anak dalam

menjalin hubungan sosial. Dengan demikian anak membutuhkan

waktu yang cukup untuk bermain

III. PAUD dalam Perspektif Islam

Agama Islam sangat menekankan urgensi dan nilai strategis

pendidikan anak sejak usia dini yang bisa kita lihat dari

teks-teks Al-Qur’an dan Hadits Nabi Muhamad SAW. Tentu harus

diberikan penekanan disini istilah pendidikan usia dini dalam

arti luas termasuk keluarga, dengan istilah pendidikan usia

dini yang terlembagakan. Namun demikian secara makna dan

tujuan adalah sama, yaitu mendidik dan membina moral, akhlak,

kepribadian seluruh potensi yang ada pada anak seperti

kecerdasan dengan ragamnya, keterampilan dan lain-lain.

Dan mengingat luasnya pembahasan pendidikan usia dini

dalam perspektif Islam, juga telah banyak buku-buku yang telah

membahas secara mendalam tentang pendidikan anak, seperti

buku Abdullah Nasih Ulwan dalam Tarbiyatul Awlad Fi Al-Islam, Dr.

Muhammad Nur Abdul Hafidz Suwaid, Prophetic Parenting; Cara Nabi SAW

Mendidik Anak, dan beberapa buku lain, maka penulis cukupkan

untuk mengutip secara utuh pandangan Prof. Dr. Abuddin Nata

tentang Pendidikan Usia Dini dalam perspektif Islam.

Menurut Prof, Dr. Abuddin Nata, konsep Islam tentang

pendidikan Anak Usia Dini bersifat sistemik, yaitu konsep yang

di dalamnya terkandung berbagai komponen ; visi, misi, tujuan,

dasar, prinsip, kurikulum, pendidik, strategi proses belajar

mengajar, institusi, strategi, sarana prasarana, pembiayaan,

lingkungan, dan evaluasi yang antara satu komponen dan

12

komponen lainnya saling berkaitan dan berhubungan secara

fungsional.20

Lebih jauh Guru besar Pendidikan Islam ini memaparkan

bahwa gambaran ideal Pendidikan Usia Dini menurut Islam

mencakup :

1. Visi ; menjadikan pendidikan anak usia dini sebagai

sarana yang paling efektif dan strategis dalam rangka

menghasilkan sumber daya manusia yang terbina potensi

basyariyah (fisik-jasmaninya), insaniyah (mental-

spiritual, rohani, akal, bakat, dan minatnya), al-

naasiyah (sosial kemasyarakatan) secara utuh dan

menyeluruh.

2. Misi :

a. Menjadikan anak yang saleh dan salehah baik secara

basyariyah, insniyah, dan al-naasiyah-nya

b. Menjadikan sebagai yang membahagiakan dirinya,

agamanya, orangtuanya, masyarakat, dan bangsa dan

negaranya (QS al-Furqon, 25 : 74), dan bukan anak yang

menjadi musuh (aduwwan) (QS Al-Taghabun, 64:14) dan

bencana (fitnah) (QS Al-Anfal, 8:28)

c. Menjadikan anak yang beriman, bertakwa, beribadah,

dan berakhlak mulia

d. Menumbuhkan, mengarahkan, membina, dan membimbing

seluruh potensi dan kecerdasan anak : intelektual,

spiritual, spasial, kinestetis, sosial, etika dan

estetika (Lihat QS Al-Nahl, 16:18)

20 Prof. Dr. Abudin Nata, Kapita Selekta Pendidikan Islam ; Isu-isu Kontemporer tentang Pendidikan Islam, (Jakarta; Rajawali Press, 2003), h. 139

13

3. Tujuan : Membentuk anak yang beriman, berakhlak mulia,

beramal saleh, berilmu pengetahuan dan berteknologi,

berketerampilan, dan berpengalaman, sehingga ia menjadi

orang yang mandiri, berguna bagi dirinya, agamanya,

orang tuanya, bangsa dan negara

4. Dasar : Al-Qur’an, al-Sunnah, peraturan dan ketetapan

pemerintah, tradisis dan kebudayaan yang tidak

bertentangan dengan al-Qur’an dan Sunnah

5. Prinsip : unieversal, holistik, integrated, seimbang,

dinamis, adil, egaliter, manusiawi, unggul, berbasis

ilmu dan riset, sesuai dengan fitrah, sesuai dengan

perkembangan zaman, fleksibel, visioner, dan terbuka

yang dibangun atas dasar hubungan manusia dengan Allah

(Tauhid-visi-transendental), manusia dengan manusia

6. Kurikulum : meliputi tiga hal yaitu ; Aqidah, Ibdah, dan

Akhlak.

7. Strategi Pembelajarannya adalah berbasis pada Psikologi

anak yang memandang anak dengan segala kelebihan dan

kekurangannya serta melihat kondisi psikologisnya secara

tepat da sesuai sehingga tercapai pembelajaran yang

optimaL

8. Metode, Pendekatan dan Model :

a. Disesuaikan dengan visi, misi, tujuan, dasar,

prinsip, kurikulum dan strategi pembelajaran

b. Ragam metode yang disesuaikan dengan kondisi dan

tuntutan pelajaran

14

c. Menggunakan pendekatan sosial, budaya, agama, seni,

ilmu pengetahuan, dan sebagainya dengan pendekatan

PAIKEM

d. Model yang digunakan antara lain model tematik,

karyawisata, dan sebagainya.

9. Pendidik yang profesional dan memiliki kompetensi yang

memadai

10. Sarana dan prasarana yang disesuaikan dengan

perkembangan piskolog dan fisiologi anak, yaitu bangunan

gedung dengan desain menarik, meja bangku dan tata ruang

serta gamabr-gambar yang menarik minat anak. Hal ini

tentu membutuhkan pembiayaan yang memadai

11. Lingkungan yang memperhatikan bakat, minat, dan

fitrah anak.

12. Evaluasi yang dilakukan secara integratif sesuai

dengan tingkat perkembangan fisik, kognitif, motorik dan

emosional anak.21

Selain itu beberapa dalil Naqli tentang pentingnya

pendidikan anak sejak usia dini penulis nukilkan disini antara

lain:

Pertama, pendidikan anak dalam Islam melampaui konteks

pendidikan usia dini, karena sebelum anak lahir –yaitu sejak

masa memilih pasangan hidup hingga fase mengandung- Islam

telah memberikan tuntunan bagi lahirnya generasi terbaik yang

mampu mengemban tugas sebagai hamba Allah (Abid) yang shalih

(Q.S. AsSyams : 8, Adz Dzariyat : 56), sekaligus sebagai

21 Prof. Dr. Abudin Nata, Kapita Selekta Pendidikan Islam ; Isu-isu Kontemporer tentang Pendidikan Islam, (Jakarta; Rajawali Press, 2003), h. 139-145

15

‘Khalifah’ yang mumpuni dalam mengelola alam semesta (QS Al-

Baqarah :30)22

Kedua, perintah Allah SWT agar mempersiapkan generasi yang

kuat secara spiritual, intelektual dan emosional (QS An-Nisa :

9)

Ketiga, Hadits Rasulullah SAW yang diriwayatakan oleh Imam

Muslim : Dari Abu Hurairah, dia berkata; "Rasulullah

shallallahu 'alaihi wasallam telah bersabda: 'Seorang bayi

tidak dilahirkan (ke dunia ini) melainkan ia berada dalam

kesucian (fitrah). Kemudian kedua orang tuanyalah yang akan

membuatnya menjadi Yahudi, Nasrani, ataupun Majusi -

sebagaimana hewan yang dilahirkan dalam keadaan selamat tanpa

cacat. Maka, apakah kalian merasakan adanya cacat? ' Lalu Abu

Hurairah berkata; 'Apabila kalian mau, maka bacalah firman

Allah yang berbunyi: '…tetaplah atas fitrah Allah yang telah

menciptakan manusia menurut fitrahnya itu. Tidak ada perubahan

atas fitrah Allah.' (QS. Ar Ruum (30): 30).23

Kelima, ungkapan terkenal dari Ali Ra yang berkat, “Didiklah

anakmu karena ia akan hidup di satu zaman yang bukan zamanmu”. Kalimat

hikmah ini menjadi salah satu dasar mengapa perlunya umat

Islam mengelola Pendidikan Usia Dini yang baik, karena

perkembangan masyarakat dan segala peradabannya seringkali

membuat orang tua kesulitan untuk mendidik sendiri anak-

anaknya di rumah. Demikian pula, derasnya arus informasi dan

perkembangan teknologi informasi menyebabkan sebagian besar

22 JSIT Indonesia, Standar Mutu Sekolah Islam Terpadu ; Jaringan Sekolah Islam Terpadu, 2010, h. 2023 Shahih Muslim, no. 4803

16

orang tua kesulitan menghadapi berbagai perubahan pada anak-

anak usia dini.

III. Kebijakan Pemerintah tentang PAUD

Untuk membangun dan mengembangkan PAUD, berbagai

kebijakan telah dikeluarkan oleh pemerintah, mulai dari sistem

perundang-undangan, sampai dengan hal-hal yang bersifat teknis

operasional. Berbagai ketentuan tentang pendidikan anak usia

dini termuat dalam UU RI No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional, khususnya ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan

seluruh  jenjang  pendidikan, mulai dari Pendidikan Anak Usia

Dini (PAUD), sampai dengan jenjang pendidikan tinggi. Pada

Pasal 28   ditetapkan bahwa pendidikan anak usia dini dapat

diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal,

dan informal. Pendidikan anak usia dini dalam pendidikan

formal berbentuk Taman Kanak-kanak/Raudatul  Athfal (TK/RA),

pendidikan anak usia dini dalam jalur nonformal berbentuk

Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA) atau

bentuk lain yang sederajat; sedangkan pendidikan anak usia

dini

dalam jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga 

atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan.

Sebagai implementasi dari undang-undang tersebut

Pemerintah telah mengeluarkan PP No. 19/2005 tentang Standar

Nasional Pendidikan, dan UU No. 14/2005 tentang Guru dan

Dosen, dimana salah satu ketentuannya menyebutkan bahwa

pendidik anak usia dini wajib memiliki kualifikasi akademik

pendidikan minimum D-IV atau S1 serta kompetensi17

sebagai pendidik. Para calon guru yang telah memiliki

kualifikasi akademik S1 Para calon guru yang telah memiliki

kualifikasi akademik S1 dan kompetensi sebagai

pendidik, selanjutnya harus mengikuti uji kompetensi untuk men

dapatkan sertifikat pendidik. Selain perundang-undangan, telah

ditetapkan pula kebijakan pemerintah  berkenaan dengan tugas

dan ekspektasi kinerja guru PAUD (Ditjen Dikti, 2006). Arah

kebijakan tersebut berkenaan dengan pengembangan konsep PAUD,

pengembangan pendidikan guru anak usia dini, pengembangan anak

sesuai dengan potensinya secara optimal, serta pengembangan

sarana dan prasarananya.

Sementara itu dalam bidang pembelajaran, di jalur

pendidikan non formal, pemerintah dalam hal ini Dit PAUD,

Ditjen PLS. telah menyiapkan acuan yang

berupa ‘Menu Pembelajaran Generik PAUD’.

Menu Pembelajaran Generik adalah program pendidikan anak usia

dini (dari lahir – 6 tahun) yang bersifat holistik yang dapat

dipergunakan dalam memberikan layanan kegiatan pendidikan pada

semua jenis program yang ditujukan bagi anak usia dini.

Penggunaan istilah menu pembelajaran generik dimaksudkan agar

pedoman tersebut tidak diikuti secara kaku. Di jalur

pendidikan formal, telah dikembangkan program kegiatan bermain

atau kurikulum TK.

Dalam Permendiknas No 58 Tahun 2009 dijelaskan bahwa

standar PAUD merupakan bagian integral dari Standar Nasional

Pendidikan sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan

Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional

Pendidikan yang dirumuskan dengan mempertimbangkan

18

karakteristik penyelenggaraan PAUD. Standar PAUD terdiri atas

empat kelompok, yaitu: Standar tingkat pencapaian

perkembangan, Standar pendidik dan tenaga kependidikan,

Standar isi, proses, dan penilaian dan Standar sarana dan

prasarana, pengelolaan, dan pembiayaan.

1.      Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan

Standar ini berisi kaidah pertumbuhan dan perkembangan anak

usia dini sejak lahir sampai dengan usia enam tahun. Tingkat

perkembangan yang dicapai merupakan aktualisasi potensi

perkembangan yang diharapkan dapat dicapai anak pada setiap

tahap perkembangannya, bukan merupakan suatu tingkat

pencapaian akademik.

2.      Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan

Memuat kualifikasi dan kompetensi yang disyaratkan.

Pendidik anak usia dini adalah profesional yang bertugas,

merencanakan, melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil

pembelajaran, melakukan pembimbingan, pengasuhan dan

perlindungan anak didik. Pendidik bertugas di berbagai jenis

layanan baik pada jalur pendidikan formal maupun nonformal. Di

jalur formal terdiri dari guru dan guru pendamping, sedangkan

di jalur non formal pendidik PAUD terdiri dari guru, guru

pendamping, dan pengasuh.

Tenaga Kependidikan bertugas melaksanakan administrasi,

pengelolaan, pengembangan, dan pengawasan. Pelayanan teknis

untuk menunjang proses pendidikan pada lembaga PAUD. Di jalur

formal terdiri dari Pengawas, Kepala TK/RA, Tenaga

Administrasi, dan Petugas Kebersihan. Dan untuk jalur PAUD

19

Nonformal terdiri dari Penilik, Pengelola, Administrasi, dan

Petugas Kebersihan.24

3.      Standar Isi, Proses, dan Penilaian

Meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian program

yang dilaksanakan secara terpadu sesuai dengan kebutuhan anak

dan kondisi setempat. Struktur program meliputi, bidang

pengembangan pembentukan perilaku, bidang pengembangan

kemampuan dasar, melalui kegiatan bermain dan pembiasaan.

Bentuk Kegiatan Layanan, Alokasi waktu, dan Kalender

Pendidikan. Serta rombongan belajar yang meliputi:

1)      Kelompok usia 0 - <1 tahun 1 : 4 anak

2)      Kelompok usia 1 - <2 tahun 1 : 6 anak

3)      Kelompok usia 2 - <3 tahun 1 : 8 anak

4)      Kelompok usia 3 - <4 tahun 1 : 10 anak

5)      Kelompok usia 4 - <5 tahun 1 : 12 anak

6)      Kelompok usia 5 - ≤6 tahun 1 : 15 anak.

4.      Standar sarana dan prasarana, pengelolaan, dan

pembiayaan. Mengatur persyaratan fasilitas, managemen, dan

pembiayaan agar dapat menyelenggarakan PAUD dengan baik.

Menteri Pendidikan Nasional, M.Nuh dalam acara Puncak

Gebyar PAUD di TMII Jakarta menyampaikan empat kebijakan

mengenai PAUD yang menurutnya sangat penting untuk menjamin

akses dan mutu PAUD yang tumbuh diatas partisipasi masyarakat.

Empat kebijakan tersebut adalah :

1. Penataan Kelembagaan

2. Membuat Undang-undang yang mengatur tutor pendamping dan

guru PAUD

24 http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/tmp/KKN%20BANTUL%20PERMEN%2058.pdf, (Sabtu, 14/04/2012, 09:02).

20

3. Kebijakan yang berkaitan dengan konten, isi, dan bahan

ajar

4. Ketersediaan sarana dan prasarana25

Selain itu Kementerian Pendidikan Nasional menggelontorkan

dana sebesar Rp. 1,8 trilyun utuk mendorong terciptanya

peningkatan mutu dan akses PAUD yng terpadu dengan tempat

pendidikan dan lembaga keagamaan, serta jaminan kesejahteraan

bagi para tenaga pendidiknya. Selain itu, dalam acara puncak

Gebyar PAUD tersebut Ibu Negara Ani Bambang Yudhoyono juga

menyerukan agar PAUD dijadikan sebagai pendidikan

prapendidikan dasar yang harus diikuti oleh seluruh anak

Indonesia. Tetapi menurut Menteri Pendidikan Nasional hal

tersebut harus dilakukan kajian yang mendalam untuk menetapkan

apakah PAUD benar-benar diwajibkan atau tidak.26

Apa yang disampaikan Ibu Negara tentu tidak sesaui dengan

ketentuan Undang-undang. Karena jika mengacu pada Undang-

undang Nomor 20 tahun 2003 berkaitan dengan PAUD tertulis pada

pasal 28 ayat 1 berbunya, “Pendidikan Anak Usia Dini

diselenggarakan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam

tahun dan bukan merupakan prasayarat untuk mengikuti

pendidikan dasar”.27

III. Masa Depan PAUD di Indonesia

Dalam memetakan masalah pendidikan, perlu diperhatikan

realitas pendidikan itu sendiri, yaitu pendidikan sebagai

25 Kompas.com, 12 Desember 201126 Kompas.com, 12 Desember 201127 Yuliani Nurani Sujiono, Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini, hlm. 6.

21

POLITIK

IDEOLOGI

HANKAM, DLL

SOSIAL-BUDAYA

PENDIDIKAN

EKONOMI

sebuah subsistem yang sekaligus juga merupakan suatu sistem

yang kompleks. Gambaran pendidikan sebagai sebuah subsistem

adalah kenyataan bahwa pendidikan merupakan salah satu aspek

kehidupan yang berjalan dengan dipengaruhi oleh berbagai aspek

eksternal yang saling terkait satu sama lain. Aspek politik,

ekonomi, sosial-budaya, pertahanan-keamanan, bahkan ideologi

sangat erat pengaruhnya terhadap keberlangsungan

penyelenggaraan pendidikan, demikian pula sebaliknya.

Sedangkan pendidikan sebagai suatu sistem yang kompleks

menunjukan bahwa pendidikan di dalamnya terdiri dari berbagai

perangkat yang saling mempengaruhi secara internal sehingga

dalam rangkaian proses input-output pendidikan, berbagai

perangkat yang mempengaruhinya tersebut perlu mendapatkan

jaminan mutui yang layak oleh berbagai stakeholder yang

terkait.28

Keterkatian persoalan pendidikan dengan aspek-aspek lain

dalam kehidupan bisa digambarkan dengan bagan berikut ini :

28 Prof. Dr. Veithzal Rivai, M.B.A, Dr. Sylviana Murni, Education Management ; Analisis Teori Dan Praktik, (Jakarta, Rajawali Press, 2009), h. 27

22

1. Problem Pendidikan Sebagai Subsistem

Sebagai bagian dari sebuah subsistem maka persoalan

pendidikan, termasuk persoalan Pendidikan Anak Usia Dini

(PAUD) tidak bisa dilepaskan dari konteks ekonomi, sosial-

budaya, dan politik yang melingkupinya.

a. Konteks Ekonomi

Berlangsungnya sistem ekonomi kapitalis di tengah-

tengah kehidupan telah membentuk paradigma pemerintah

terhadap penyelenggaraan pendidikan sebagai bentuk

pelayanan negara kepada rakyatnya yang harus disertai

dengan adanya sejumlah pengorbanan ekonomis (biaya) oleh

rakyat kepada negara. Pendidikan dijadikan sebagai jasa

komoditas, yang dapat diakses oleh masyarakat (para

pemilik modal) yang memiliki dana dalam jumlah besar

saja.

Hal ini terlihat dalam UU Sisdiknas No. 20/2003

Pasal 53 tentang Badan Hukum Pendidikan bahwa (1)

Penyelenggara dan/atau satuan pendidikan formal yang

didirikan oleh pemerintah atau masyarakat berbentuk badan

hukum pendidikan. ((2) Masyarakat dapat berperan sebagai

sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan.

Berdasarkan pasal-pasal di atas, terlihat bahwa

tanggung jawab peyelengaraan Pendididkan Nasional saat

ini akan dialihkan dari negara kepada masyarakat dengan

mekanisme Badan Hukum Pendidikan (BHP). Dengan BHP,

23

sekolah memiliki otonomi untuk menentukan sendiri biaya

penyelengaraan pendidikan, sekolah tertentu akan

menentukan biaya setinggi-tingginya untuk meningkatkan

dan mempertahankan mutu. Akibatnya, akses rakyat kurang

mampu untuk menikmati pendidikan bermutu akan terbatasi

dan masyarakat semakin terkotak- kotak berdasarkan status

sosial antara kaya dan miskin.

Jika pada level SD dan SMP yang merupakan program

wajib belajar masih kita temukan kesenjangan yang cukup

lebar, maka pada tingkat PAUD jurang tersebut semakin

terlihat lebar karena PAUD masih dianggap bukan sebuah

keharusan. Sehingga tidak aneh jika sampai dengan tahun

2013 hanya sekitar 35% anak Indonesia yang terjangkau

program PAUD.

b. Berlangsungnya kehidupan sosial yang berlandaskan

sekularisme telah menyuburkan Paradigma hedonisme

(hura-hura). Permisivisme (serba boleh), materealistik

(money oriented), dan lainya di dalam kehidupan

masyarakat. Motif untuk menyelenggarakan dan mengenyam

pendidikan, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, saat

ini lebih kepada tujuan untuk mendapatkan hasil hasil

materi ataupun ketrampilan hidup belaka(yang tidak

dikaitkan dengan tujuan membentuk kepribadian (akhlak)

yang utuh berdasarkan pandangan syariat islam). Hal ini

dapat dilihat dalam UU Sisdiknas No 20/2003 pasal 3 yang

menunjukkan paradigma pendidikan nasional. Dalam bab VI

menjelaskan tentang jalur, jenjang, dan jenis pendidikan

yang membedakan antara pendidikan umum, kejuruan,

24

akademik, profesi, vokasi, keagamaan ,dam khusus. Selain

itu dapat pula dilihat dalam regulasi derivatnya seperti

PP tentang SNP No 19/2005. UU Wajib Belajar dan UU BHP.

Dalam paradigma materealistik indikator keberhasilan

belajar murid setelah menempuh proses pendidikan dari

suatu jenjang pendidikan saat ini diukur berdasarkan

perolehan angka ujian nasional (UN). Di sisi lain, aspek

pembentukan kepribadiaan (akhak) yang utuh dalam diri

murid, tidak pernah menjadi indikator keberhasilan murid

dalam menempuh suatau proses pendidikan, sekalipun dalam

sekolah yang berbasis agama (lihat standar kompetensi dan

kelulusan murid PP no 19/2005)

Fenomena pergaulan bebas di kalangan renaja

(pelajar) yang di antara akibatnya menjerumuskan pelajar

pada seks bebas, teribat narkotika, perilaku sarkasme/

kekerasan (tawuran, perpeloncoan), dan berbagai tindakan

kriminal lainnya, (pencurian, pemerkosaan, pembunuhan)

yang sering kita dapatkan beritanya dalam tayangan berita

kriminal di media massa (TV dan koran khususnya),

merupakan sebuah keadaan yang menunjukkan tidak

relevannya sisitem pendidikan yang selama ini

diselenggarakan dengan upaya membentuk manusia indonesia

yang berkepribadian dan berakhlak mulia sebagaimana

dicita-citakan dalam tujuan pendidikan nasional sendiri

(pasal 2 UU no 20/2003).29 Sebab, kenyataanya justru29 Riset terbaru dari Norton Online Family 2010 memaparkan bahwa 96% anakindonesia pernah membuka konten negatif di internet. Jika lima tahun laluIndonesia disebut masuk 10 besar negara pengakses laman pornografi diinternet, maka kini di tahun 2013 Indonesia telah menjadi juara satu dalamhal jumlah penonton pornografi di dunia menurut data dari KementerianKomunikasi dan Informatika (Kemenkominfo). Sumber, Republika, 13 September 2013

25

memperlihatkan kontradiksinya. Murid sebagi bagian dari

masyarakat mendapatkan pendidikan di sekolah dalam rangka

mempersiapkan mereka agar lebih baik ketika menjalani

kehidupan di tengah tengah masyarakat. Namun, karena

kehidupan di masyarakat secara umum ber langsung dengan

sekuler. Bahkan pemerintah justru terkesan bukan hanya

sekuler tetapi melegalkan permisifisme dan kebebasan

seks, seperti kasus terbaru dari Kementerian Kesehatan

dengan kegiatan Pekan Kondom Nasional.30 Ditambah lagi

dengan proses pendidikan dalam satuan pendidikan juga

berada dalam kerangka sekularisme, maka siklus ini akan

semakin mengokohkan kehidupan sekularisme yang makain

meluas. Oleh karena itu, standart kelulusan secara

nasioanal bagi murid, hendaknya juga melibatkan assesment

(penilaian ) terhadap aspek kepribadian (pola pikir dan

perilaku yang telah terbentuk dalam individu murid

berdasarkan hasil pendididkan (akhlak) di sekolahnya,

selain juga assesment terhadap keetrampilan yang telah

dimiliki untuk menempuh kehidupan di dalam masyarakat.

c. Berlangsungnya kehidupan politik yang oportunistik telah

membentuk karakter politikus Machiavelis (melakukan

segala cara demi mendapatkan keuntungan) di kalangan

eksektuf dan legislatif termasuk dalam perumusan

kebijakan pendidikan Indonesia Banyaknya anggaran yang

30 Kasus ini telah menyita banyak perhatian sekligus keprihatinan. Apapun penyebabnya, jelas sekali bahwa pemerintah saat ini betul-betul sekuler dantidak bermoral. Pada saat umat Islam prihatin pemakaain jilbab ditunda ataumasih dilarang, juga kasus pelecehan seksual oleh seorang penyair terkenal yang berdalih kebebasan, pemerintah seakan mengaminkan semua kebusukan tersebut dengan kampanye pekan kondom nasional yang masuk ke kampus-kampus.Sumber Republila, 6 Desember 213

26

dikeluarkan pemerintah belum diimbangi dengan

implementasi yang tepat sasaran dan dikesankan hanya

untuk kepentingan politik.

Demikianlah uraian problematika pendidikan nasional yang

ditinjau dari eksistensinya sebagai suatu subsistem yang

ternyata erat kaitannya dengan pengaruh dari subsistem yang

lain (ekonomi, politik, sosial-budaya, ideologi, dan

sebagainya). Inilah gambaran kondisi subsistem yang ada dan

melingkupi dunia pendidikan itu sendiri.

2. Problem Pendidikan Sebagai Sebuah Sistem

Sebagai suatu sistem, pendidikan juga memiliki persoalan

yang tidak sedikit termasuk pendidikan di jenjang PAUD.

Beberapa persoalan mendasar yang terjadi pada Pendidikan Usia

Dini antara lain :

a. Problem Kebijakan Politik ;

Secara politis persoalan pendidikan anak usia dini

dapat dilihat dari lambatnya pemerintah dalam menjadikan

PAUD sebagai salah satu bagian penting dalam proses

pendidikan anak bangsa.

Negara-negara maju seperti Singapura misalnya, sudah

lama menjadikan PAUD sebagai bagian penting dari sistem

pendidikan. Sedangkan di Indonesia Pemerintah baru

serius memperhatikan persoalan pendidikan anak usia dini

baru pada tahun 2000. Hal ini bisa jadi karena Indonesia

terikat dengan komitmen sebagai anggota dari Forum

27

Pendidikan Dunia yang melakukan pertemuan pada tahun

2000 di Dakar Senegal dan menghasilkan enam kesepakatan

sebagai kerangka aksi pendidikan untuk semua dan salah

satu butirnya adalah memperluas dan memperbaiki

keseluruhan perawatan dan pendidikan anak usia dini,

terutama bagi anak-anak yang sangat rawan dan kurang

beruntung.

Saat ini (2013) baru 35% anak Indonesia yang

terjangkau pendidikan anak usia dini (PAUD) yang

tentunya sebuah kerugian besar karena sebagaimana

dungkapkan oleh banyak ahli bahwa usia 4 tahun pertama

adalah usia yang sangat berharga untuk dilewatkan,

bahkan 18 tahun sesudah melewati usia emas tersebut

tidak bisa melampaui perkembangan kecerdasan usia awal.

b. Persoalan Proses Pendidikan

Proses pembelajaran di PAUD masih menyimpan banyak

persoalan. Profesor Sandralyn Byrnes dari Royal Tots

Academy Australia, yang selama 7 tahun meriset dan

mencari tahu mengenai proses pendidikan anak usia dini

di Indonesia menemukan ada berapa persoalan. Pertama,

pendidikan anak usia dini tidak memiliki kurikulum yang

universal. Hal ini membuat terjadinya perbedaan standar

antara satu sekolah dengan lainnya. Kedua, masih

terjadinya power struggle (tarik-ulur kekuatan) antara anak

dengan gurunya, sehingga seringkali cara guru mengajar

membuat anak tidak kerasan. Di antara penyebabnya adalah

karena rendahnya mutu dan kualitas guru di PAUD. Ketiga,

proses pendidikan belum konsisten untuk menciptakan

28

kemandirian anak. Masih banyak ditemukan pengasuh yang

ikut masuk ke dalam ruang kelas.31

c. Persoalan Kulitas Guru.

Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional

Nomor 13 tahun 2005,

PAUD termasuk dalam jenis pendidikan non formal. Dalam

peraturan tersebut juga ditegaskan bahwa guru PAUD

minimal harus S1. Tetapi data yang ada memamparkan bahwa

hanya sedikit saja guru PAUD yang sudah S1, bahkan di

daerah Jakarta Selatan yang terhitung daerah maju

sedikitnya ada 5000 guru PAUD yang hanya lulusan SMA.

Dapat kita bayangkan di daerah-daerah lain yang lebih

tertinggal.

d. Persoalan Pembiayaan dan Sarana

Persoalan lain yang tidak kalah pentingnya, bahkan

yang menpengaruhi keseluruhan problem pendidikan di PAUD

adalah tidak adanya anggaran pemerintah untuk

operasional PAUD. Tidak seperti jenjang pendidikan yang

mendapat kucuran dana BOS dan BOP (untuk DKI Jakarta),

maka PAUD tidak mendapatkan bantuan anggaran opersional

yang bisa didapatkan oleh secara merata. Bantuan yang

ada hanya baru sebatas PAUD tertentu yang sangat bias

kepentingan, bahkan kadang PAUD yang sudah maju saja

yang mendapatkan bantuan sarana prasarana.

Karena itu tidak mengherankan, pembelajaran di PAUD

umumnya tidak sesuai dengan standar proses belajar bagi

anak usia dini. Anak-anak usia dini yang seyogyanya

mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan segala31 Kompas.com, Jum’at 11 Pebruari 201

29

potensi kecerdasannya, hanya diajari membaca dan menulis

layaknya anak usia SD. Hal ini disebabkan bukan hanya

kelemahan metode mengajar pada gurunya, juga dikarenakan

tidak adanya fasilitas, sarana dan media pembelajaran

yang memadai bagi pengembangan kreatifitas anak usia

dini.

e. Persolan Sosial-Budaya

Selain empat persoalan utama di atas, PAUD juga

masih memiliki kendala dari aspek sosial-budaya.

Berdasarkan hasil wawancara terhadap sejumlah guru dan

kepala sekolah PAUD di daerah Jakarta Barat dan

Tangerang, umumnya mereka tidak bisa mengelak dari

penekanan belajar membaca dan menulis pada proses

pembelajarannya. Meskipun mereka mengakui hal tersebut

tidak sesuai dengan teori psikologi pendidikan, tetapi

tuntutan orang tua dan masyarakat membuat mereka

mengambil pilihan pragmatis tersebut. Diatambah lagi

untuk menyiapkan proses belajar yang bagus seperti

dengan sistem sentra, dibutuhkan sarana dan biaya yang

tidak kecil.

IV. Kesimpulan

Berbagai kebijakan baru yang coba digulirkan pemerintah

belakangan ini sedikit membuka harapan kita akan masa depan

PAUD di Indonesia. Tentu saja kita juga tidak hanya berharap

pada Pemerintah saja dalam hal ini. Sejumlah pihak swasta dan

perorangan juga telah mengupayakan program “Paudisasi

30

Indonesia”, yaitu upaya mendirikan sejumlah PAUD di daerah-

daerah yang masih tertinggal.32

Hal ini perlu dilakukan untuk mengejar ketertinggal

Indonesia dari negara-negara lain terutama dalam hal

pendidikan dan kualitas sumber daya manusia. Dan langkah

tersebut dimulai dengan berupaya memperluas jangkauan PAUD

hingga ke pelosok-pelosok pada satu sisi, serta memperbaiki

mutu dan kualitas serta sarana PAUD yang sudah ada, termasuk

pelatihan-pelatihan dan pembinaan guru-guru PAUD, peningkatan

kesejahteraan dan standar gaji mereka yang masih sangat

rendah.

Dengan cara inilah kita akan optimis bahwa kemajuan

pendidikan di Indonesia yang akan dimulai dari pendidikan yang

paling awal yaitu PAUD. Amin

32 A. Fuadi, Pengarang Novel Best Seller Negeri Lima Menara mendirikan Yayasan yang menjadikan royalti buku-buku karyanya untuk mendirikan sejumlah PAUD di daerah-daerah tertinggal seperti Banten dan lain-lain. Demikian pula beberap tokoh lain seperti Anis Baswedan dengan program Indonesia mengajar.

31

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Hafidz Suwaid,Muhammad Nur, Prophetic Parenting; Cara Nabi SAW

Mendidik

Anak Yogyakarta, Pro-U Media, 2012

Chourmain, Imam, S Pendekatan-pendekatan Alternatif Pendidikan Usia Dini

(PAUD), (Jakarta, Rineka Cipta, 2011)

H.E. Mulyasa, Manajemen PAUD, (Bandung; Rosda, 2012)

32

JSIT Indonesia, Standar Mutu Sekolah Islam Terpadu ; Jaringan Sekolah Islam

Terpadu,

2010

Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini Dalam Islam, (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2009)

Nata, Abuddin, Kapita Selekta Pendidikan Islam ; Isu-isu Kontemporer

tentang

Pendidikan Islam, (Jakarta; Rajawali Press, 2003)

Noorlaila Iva, Panduan Lengkap Mengajar PAUD, (Yogyakarta: Pinus

Book Publisher,

2010)

Nurani Sujiono, Yuliani Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini,

(Jakarta: PT Indeks,

2009)

Santi, Danar Pendidikan Anak Usia Dini (Antara Teori dan Praktek),

(Jakarta: PT

Mancanaya Cemerlang, 2009 )

Shahih Muslim

Patmonodewo, Soemiarti, Pendidikan Anak Prasekolah, (Jakarta, PT.

Rineka Cipta,

2003)

Rivai, Veithzal, & Murni, Sylvian, Education Management ; Analisis

Teori Dan Praktik, (Jakarta, Rajawali Press, 2009), h. 27

Kompas.com, Jum’at 11 Pebruari 201

Kompas.com, 12 Desember 2011

Kompas.com, 12 Desember 2011

Republila, 6 Desember 2013

33

Republika, 14 September 2013

Republika, 13 September 2013

Republika Online, Jum’at, 22 Pebruari 2013

Republika Online, selasa, 21 Mei 2013

http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/tmp/KKN%20BANTUL

%20PERMEN%2058.pdf,

(Sabtu, 14/04/2012, 09:02).

34