Masa Depan PAUD di Indonesia
-
Upload
uika-bogor -
Category
Documents
-
view
0 -
download
0
Transcript of Masa Depan PAUD di Indonesia
KEBIJAKAN PEMERINTAH TENTANG
PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (PAUD)
Oleh. Bunyanul Arifin
I. Pendahuluan
“Sesungguhnya aku percaya akan kekuatan ilmu dan pengetahuan, tetapi aku lebih
percaya pada kekuatan Pendidikan.” (Sayyid Quthb, Majalah Ar-Risalah, edisi 995
tahun 1952) .1
Tahun-tahun pertama kehidupan anak merupakan kurun waktu
yang sangat penting dan kritis dalam hal tumbuh kembang fisik,
mental, dan psikososial, yang berjalan sedemikian cepatnya
sehingga keberhasilan tahun-tahun pertama untuk sebagian besar
menentukan hari depan anak. Dewasa ini, pendidikan anak usia
dini (PAUD) telah menjadi bagian penting dari sistem
pendidikan di Indonesia. Pendidik PAUD memerankan tugas yang
sangat mulia, bagaimana pendidikan dalam usia emas dapat
berjalan dengan optimal. PAUD merupakan suatu tahap pendidikan
yang tidak dapat diabaikan, karena ikut menentukan
perkembangan dan keberhasilan anak.
Berbagai hasil penelitian menyimpulkan bahwa pendidikan
yang diperoleh pada usia emas sangat mempengaruhi perkembangan
dan prestasi anak ketika dewasa. Bahkan masa depan bangsa
dapat dikatakan bergantung pada kualitas pendidikan anak di
1 Dr. Muhammad Nur Abdul Hafidz Suwaid, Prophetic Parenting; Cara Nabi SAW Mendidik Anak Yogyakarta, Pro-U Media, 2012, h. 19
1
usia emas ini.2 Meskipun pendidikan anak usia dini merupakan
pendidikan yang paling rendah tingkatannya, tetapi boleh jadi
memiliki makna yang paling tinggi dari satuan-satuan
pendidikan lainnya; karena PAUD akan melandasi pendidikan
dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.3 Dengan kata
lain keberhasilan pendidikan seseorang sangat ditentukan oleh
apa yang diperoleh dan dialaminya pada pendidikan Usia Dini.
Dalam konteks ajaran Islam, pendidikan usia dini juga
memiliki peran dan fungsi yang sangat penting dan menentukan.
Dengan konsep ‘Fitrahnya’ Islam menegaskan betapa berharganya
pendidikan anak di usia dini mereka, yaitu usia 0-6 tahun.
Melalaikan fase pendidikan ini bukan hanya kerugian besar bagi
orang tua dan masyarakat suatu bangsa, tapi lebih dari itu
adalah sebuah dosa karena membuang kesempatan berharga dan
melalaikan amanah Allah SWT.
Atas dasar inilah Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyah
mengatakan, “Barangsiapa yang dengan sengaja tidak mengajarkan apa yang
bermanfaat bagi anaknya dan meninggalkannya begitu saja, berarti dia tealah
melakukan suatu kejahatan yang sangat besar. Kerusakan pada diri anak
kebanyakan datang dari sisi orang tua yang meninggalkan mereka dan tidak
mengajarkan kewajiban-kewajiban dalam agama berikut sunnah-sunnahnya”.4
Tetapi sangat disayangkan bahwa kesadaran pentingnya PAUD
ini seakan dilupakan oleh pemerintah negeri ini. Meskipun
berbagai program perawatan dan pendidikan bagi anak usia dini
(usia 0-6 tahun) telah dilaksanakan di Indonesia sejak lama,
2 Iva Noorlaila, Panduan Lengkap Mengajar PAUD, (Yogyakarta: Pinus Book Publisher, 2010), h. 83Prof. Dr. H.E. Mulyasa, MPd, Manajemen PAUD, (Bandung; Rosda, 2012), h. v 4 Dr. Muhammad Nur Abdul Hafidz Suwaid, Prophetic Parenting; Cara Nabi SAW Mendidik Anak Yogyakarta, Pro-U Media, 2012, h. 45
2
namun hingga tahun 2000 data menunjukan anak usia 0-6 tahun
yang memperoleh layanan perawatan dan pendidikan masiah
rendah. Data tahun 2001 menunjukan bahwa dari 26, 2 juta anak
usia 0-6 tahun baru sekitar 4,5 juta anak (17%). Bahkan
kendati mengalami peningkatan yang signifikan sejak tahun
2005,5 sedangkan data tahun 2013 menunjukan baru 35% anak
Indonesia yang terjangkau PAUD6
Kondisi yang memprihatinkan tersebut baru pada tataran
kuantitas dan kita belum lagi melihat dalam aspek kualitas
PAUD yang ada, kualitas guru-gurunya, kualitas proses
pendidikannya serta sarana dan prasarana yang sangat berperan
dalam keberhasilan pendidikan. Dari aspek sosial dan budaya
kita juga melihat bahwa sebagian besar masyarakat kita bukan
dari kelas terdidik yang memiliki kemampuan untuk mendidik
anak-anaknya dengan baik. Bahkan budaya permissif dan
konsumtif yang merambah hingga ke desa-desa membuat kita
semakin prihatin akan kondisi anak-anak kita saat ini.
Kondisi obyektif anak-anak dan remaja kita saat ini
berdasarkan survei dan pemberitaan media massa membuat kita
patut bertanya, sejauh mana pendidikan PAUD telah memberikan
kontribusi dalam pembentukan moral dan karakter anak-anak
bangsa?.7 Apakah belum maksimalnya pendidikan PAUD ikut
berperan membuat kondisi moral anak-anak dan remaja kita
5 Republika Online, selasa, 21 Mei 20136 Republika Online, Jum’at, 22 Pebruari 20137 Merebaknya perilaku gaya hidup seks bebas juga telah menjadi keprihatinanguru-guru PAUD. Dalam sebuah acara Pelantikan Pengurus IGRA Se-Indonesiaperiode 2013-2018 pada tanggal 13 September 2013 di Jakarta, terungkapkekhawatiran para guru tersebut akan kondisi kemerosotan moral generasimuda. Apalagi data survei terbaru yang disampaikan Baby Jim Aditya seorangAktivis AIDS menyebutkan bahwa 68% siswa SD sudah pernah ikut-ikutanmengakses situs porno. Sumber Republika, 14 September 2013
3
seperti sekarang ini.8 Dan bagaimanakah masa depan pendidikan
PAUD di Indonesia ? Apakah regulasi dan kebijakan yang ada
telah benar mendukung PAUD sebagai salah satu pilar pendidikan
karakter bangsa? Inilah beberapa rumusan persoalan yang
dikemukakan dalam makalah ini dan berupaya mencari jawabannya.
Dan tentu saja berbagai kekurangan karena keterbatasan sumber
dan referensi yang ada dalam makalah ini, menjadi celah untuk
lahirnya gagasan dan kritik konstruktif dari semua pihak agar
kita memiliki pemahaman yang komprehensif dan holistik tentang
persoalan pendidikan PAUD di Indonesia.
II. Pengertian dan Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini
A. Pengertian PAUD
Anak usia dini adalah sosok individu yang sedang
menjalani suatu proses perkembangan dengan pesat dan
fundamental bagi kehidupan selanjutnya. Anak usia dini berada
pada rentang usia 0-8 tahun. Pada masa ini proses pertumbuhan
dan perkembangan dalam berbagai aspek sedang mengalami masa
yang cepat dalam rentang perkembangan hidup manusia. Maka8 Berdasarkan hasil survei Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA)tahun 2008, dari 4.726 responden siswa SMP dan SMA di 17 kotabesardidapatkan data sebanyak 62,7% remaja SMP tidak perawan dan 21,2% remajamengaku pernah aborsi. Dari data Komnas PA juga diperoleh hasil, 97% remajapernah menonton film porno serta 93,7% pernah melakukan adegan intim bahkanhingga melakukan seks oral. Dan kesimpulan survei terbaru KomisiPerlindungan Anak Indonesia di Kota-kota besar antara lain Jakarta,Surabaya, dan Bandung, sebanyak 32 persen remaja usia 14 hingga 18 tahunpernah berhubungan seks. Dari survei juga diketahui, muatan pornografi yangdiakses via internet sebagai salah satu pemicunya. Fenomena ini bisamenjadi bola salju di kota lain jika KPAI tak merilis hasil survei. Faktalainnya, 21,2 persen remaja putri di Indonesia pernah melakukan aborsi.Selebihnya, separuh remaja responden survei mengaku pernah bercumbu ataupunmelakukan oral seks. Survei menyebutkan, 97 persen perilaku remaja diilhamipornografi di internet.
4
proses pembelajaran sabagai bentuk perlakuan yang diberikan
pada anak harsu memperhatikan karakteristik yang dimiliki
setiap tahapan perkembangan anak.9
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat 14 menyatakan bahwa
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan
yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam
tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan
untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani
agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih
lanjut.
Sedangkan pada pasal 28 tentang pendidikan anak usia dini
dinyatakan bahwa pendidikan anak usia dini diselenggarakan
sebelum jenjang pendidikan dasar, dapat diselenggarakan
melalui jalur pendidikan formal, nonformal, dan atau informal.
Jadi PAUD adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan
dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang di tujukan
bagi anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang di
lakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu
pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak
memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut, yang
di selenggarakan pada jalur formal, non formal, dan informal.
Pada dasarnya pendidikan anak usia dini merupakan salah
satu bentuk penyelenggaran pendidikan yang menitik beratkan
pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan
fisik (koordinasi, motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya
pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spritual),
9 Yuliani Nurani Sujiono, Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini, (Jakarta: PT Indeks, 2009), hlm. 6
5
sisi emosional (sikap, perilaku, dan agama), bahasa dan
komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap
perkembangan yang di lalui oleh anak usia dini.10
Pendidikan Anak Usia Dini merupakan pendidikan yang
melibatkan seluruh aspek pada anak, mencakup kepedulian akan
perkembangan fisik, kognitif, dan sosial anak. Pembelajaran
diorganisasikan sesuai dengan minat-minat dan gaya belajar
anak.
Terdapat dua tujuan di selenggarakannya pendidikan anak usia
dini, yaitu:
a. Tujuan utamanya adalah membentuk anak yang
berkualitas, yaitu anak yang tumbuh dan berkembang sesuai
dengan tingkat perkembangannya, sehingga memiliki kesiapan
yang optimal di dalam memasuki pendidikan dasar serta
mengarungi kehidupan di masa dewasa.
b. Membantu menyiapkan anak mencapai kesiapan belajar
akademik di sekolah.11
B. Dasar-dasar Penyelenggaraan Pendidikan PAUD
1. Landasan Yuridis
a. UU No 2 Tahun 1989 tentang sistem pendidikan
Nasional yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan
mengembangkan manusia indonesia seutuhnya yaitu manusi
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang maha Esa dan
berbudi luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan,
kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang matang dan10 Danar Santi, Pendidikan Anak Usia Dini (Antara Teori dan Praktek), (Jakarta: PT Mancanaya Cemerlang, 2009 ), hlm. 6 11 Danar Santi, Pendidikan Anak Usia Dini (Antara Teori dan Praktek), hlm. 7
6
mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan
kebangsaan.
b. Pasal 28B ayat 2 dinyatakan bahwa setiap anak berhak
atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta
berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi,
sedangkan pada pasal 28C ayat 2 dinyatakan bahwa setiap
anak berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan
kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan
memperoleh manfaat dari iptek , seni, dan budaya, demi
meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan
umat manusia.
c. UU RI Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan
nasional Bab 1, pasal 1, butir 14 dinyatakan bahwa
pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan
yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia
6 tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan,
pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan
jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam
memasuki pendidikan lebih lanjut. Sedangkan pada pasal 28
tentang pendidikan anak usia dini dinyatakan bahwa
pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang
pendidikan dasar. Pendidikan anak usia dini jalur
pendidikan formal, non formal, dan atau informal.
Pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal : TK,
RA, atau bentuk lain yang sederajat. Pendidikan anak usia
dini jalur pendidikan non fofmal: KB,TPA, atau bentuk
lain yang sederajat. Pendidikan usia dini jalur informal:
7
pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan
oleh lingkungan.
d. UU RI Nomor 23Tahun 2002 pasal 9 ayat 1 tentang
perlindungan anak dinyatakan bahwa setiap anak berhak
memperoleh pendidikan dan pendidikan dalam rangka
pengembangan pribadinyadan tingkat kecerdasan nya sesuai
dengan bakat dan minatnya.12
2. Landasan Filosofis
Dasar-dasar pemikiran dan filsafat pendidikan PAUD
dapat ditelusuri dari berbagai pemikiran para Filsuf dan
pemikir seperti; Martin Luther (1483-1546), John Amos
Comenius (1592-1670), John Rosseau (1712-1778), Johan
Pestalozzi (1746-1827), Friedrick Froebel (1782-1827),
John Dewey (1859-1952), dan Maria Montessori (1870-
1952).13
Martin Luther misalnya menekankan pentingnya
pendidikan anak sejak kecil dan menganjurkan pendidikan
agama, pendidikan musik dan fisik sebagai bagian yang
integral dari kurikulum. Rosseau dengan karyanya tentang
pendidikan dalam Ou De Education dan konsep pendidikan
naturalismenya. 14 Pada Abad ke-19 dan ke-20 muncul tokoh
seperti Freidrich Wilhelm Froebel (1782-1852) yang
merancang sekolah untuk anak dengan nama ‘Kindergarten’
atau ‘garden of children’ yang kemudian mempengaruhi
rancangan sekolah di banyak negara. Menurut Froebel12 Yuliani Nurani Sujiono, Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini, (Jakarta: PT Indeks, 2009), hlm. 8.13 Prof. Dr. M.A.S Imam Chourmain, M.Ed, Pendekatan-pendekatan Alternatif Pendidikan Usia Dini (PAUD), (Jakarta, Rineka Cipta, 2011), h. 114 Dr. Soemiarti Patmonodewo, Pendidikan Anak Prasekolah, (Jakarta, PT. Rineka Cipta, 2003), h.4
8
setiap individu merefleksikan keseluruhan dari budaya
mereka, sama sperti sebatang pohon yang merefleksikan
alam. Froebel memandang pendidikan dapat membantu
perkembangan anak secara wajar. Ia menggunakan taman
sebagai imbol dari pendidikan anak.
Sebagai salah satu tokoh pendidikan di Amerika, John
Dewey yang terkenal dengan teori ‘Progressivisme’ menekankan
pada anak didik dan minat anak daripada pelajarannya
sendiri. Karena itulah Dewey terkenal dengan istilah ‘child-
centere curriculum’ dan ‘child-centered schools’. Bagi Dewey
pendidikan adalah proses dari kehidupan bukan dari
persiapan guna masa yang akan datang. 15
Apabila Froebel terkenal dengan teori Kindergartennya
maka Montessori menyebut sekolahnya dengan Casa Dei Bambini
atau rumah anak. Namun sebagaimana Froebel, Montessori
yang profesi sebenarnya adalah seorang dokter dan
antropolog wanita Itali memandang perkembangan anak usia
dini sebagai suatu proses yang berkesinambungan.Tetapi
berbeda dengan Froebel yang bersifat abstrak dalam
pemikirannya, Montessori memandang persepsi anak terhadap
dunia sebagai dasar dari ilmu pengetahuan. Seluruh indra
anak dilatih sehingga menemukan hal-hal yang bersifat
ilmu pengetahuan.16
3. Landasan Keilmuan dan Empiris
15 Dr. Soemiarti Patmonodewo, Pendidikan Anak Prasekolah, h, 7-816 Dr. Soemiarti Patmonodewo, Pendidikan Anak Prasekolah, h, 9
9
Konsep keilmuan PAUD bersifat isomorfis, artnya kerangka
keilmuan PAUD dibangun dari interdisiplin ilmu, yang
merupakan gabungan dari beberapa disiplin ilmu,
diantaranya psikologi, fisiologi, sosiologi, ilmu
pendidikan anak, antropologi, humaniora, kesehatan, dan
gizi, serta neurosains (ilmu tentang perkembangan otak anak
manusia).
Dari segi empiris sangat penting, banyak penelitian yang
menyimpulkan bahwa PAUD antara lain yang menjelaskan
bahwa pada waktu manusia lahir, kelengkapan organisasi
otak memuat 100-200 milyar sel otak yang siap
dikembangkan serta diaktualisasikan mencapai tingkat
perkembangan potensi tinggi, tetapi hasil riset
membuktikan bahwa hanya lima persen dari potensi otak itu
yang terpakai. Hal itu disebabkan kurangnya stimulasi
yang mengoptimalkan fungsi otak.17
. C. Konsep Belajar-Bermain Bagi Anak Usia Dini
Dunia anak adalah dunia bermain, yang merupakan
fenomena sangat menarik bagi para pendidik, psikolog, dan
ahli filsafat sejak zaman dahulu. Mereka tertantang untuk
lebih memahami arti bermain dikaitkan dengan tingkah laku
anak. Walaupun konsep bermain telah digunakan sejak
bertahun-tahun, tetapi lebih sulit untuk mendefinisikannya.18
Permainan merupakan prasyarat untuk keahlian anak
selanjutnya, suatu praktek untuk kemudian hari. Permainan
17 Yuliani Nurani Sujiono, Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini, hlm. 9-10.18 Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini Dalam Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hlm. 149.
10
penting sekali untuk perkembangan kemampuan kecerdasan.
Dalam permainan, anak-anak dapat bereksperimen tanpa
gangguan, dengan demikian anak akan mampu membangun
kemampuan yang kompleks. Contohnya bermain dengan krayon dan
kertas, menggambar, memanipulasi balok-balok kayu, mekanika,
dan lain-lain. Bermain dengan benda dapat memahukan
kemampuan untuk membangkitkan cara-cara baru menggunakan
benda-benda tersebut.
Salah satu hipotesis yang terkenal dalam psikologi
perkembangan menyebutkan bahwa bermain dapat membantu
perkembangan kecerdasan. Terbukti dalam suatu penelitian
yang menunjukkan bahwa anak-anak yang tidak mempunyai mainan
dan sedikit kesempatan untuk bermain dengan anak lain akan
tertinggal secara kognitifdari teman seusianya yang memiliki
cukup kesempatan untuk bermain.
Bermain mempunyai banyak manfaat dalam mengembangkan
keterampilan dan kecerdasan anak agar lebih siap menuju
pendidikan selanjutnya. Kecerdasan anak tidak hanya
ditentukan oleh skor tunggal yang diungkap melalui tes
intelegensi saja, akan tetapi anak juga memiliki kecerdasan
jamak yang berwujud berbagai keterampilan dan kemampuan.
Contohnya ketika menolong teman, tidak saling berebut
dan bertengkar, kesediaan berbagi, melatih disiplin, berani
mengambil keputusan, dan bertanggung jawab. Tidak hanya itu,
bermain juga dapat menjadi media untuk mengembangkan
kemampuan berimajinasi dan bereksplorasi.19
Bermain merupakan cara atau jalan bagi anak untuk
mengungkapkan hasil pemikiran, perasaan serta cara mereka19 Iva Noorlaila, Panduan Lengkap Mengajar PAUD, hlm. 37
11
menjelajahi lingkungannya. Bermain juga membantu anak dalam
menjalin hubungan sosial. Dengan demikian anak membutuhkan
waktu yang cukup untuk bermain
III. PAUD dalam Perspektif Islam
Agama Islam sangat menekankan urgensi dan nilai strategis
pendidikan anak sejak usia dini yang bisa kita lihat dari
teks-teks Al-Qur’an dan Hadits Nabi Muhamad SAW. Tentu harus
diberikan penekanan disini istilah pendidikan usia dini dalam
arti luas termasuk keluarga, dengan istilah pendidikan usia
dini yang terlembagakan. Namun demikian secara makna dan
tujuan adalah sama, yaitu mendidik dan membina moral, akhlak,
kepribadian seluruh potensi yang ada pada anak seperti
kecerdasan dengan ragamnya, keterampilan dan lain-lain.
Dan mengingat luasnya pembahasan pendidikan usia dini
dalam perspektif Islam, juga telah banyak buku-buku yang telah
membahas secara mendalam tentang pendidikan anak, seperti
buku Abdullah Nasih Ulwan dalam Tarbiyatul Awlad Fi Al-Islam, Dr.
Muhammad Nur Abdul Hafidz Suwaid, Prophetic Parenting; Cara Nabi SAW
Mendidik Anak, dan beberapa buku lain, maka penulis cukupkan
untuk mengutip secara utuh pandangan Prof. Dr. Abuddin Nata
tentang Pendidikan Usia Dini dalam perspektif Islam.
Menurut Prof, Dr. Abuddin Nata, konsep Islam tentang
pendidikan Anak Usia Dini bersifat sistemik, yaitu konsep yang
di dalamnya terkandung berbagai komponen ; visi, misi, tujuan,
dasar, prinsip, kurikulum, pendidik, strategi proses belajar
mengajar, institusi, strategi, sarana prasarana, pembiayaan,
lingkungan, dan evaluasi yang antara satu komponen dan
12
komponen lainnya saling berkaitan dan berhubungan secara
fungsional.20
Lebih jauh Guru besar Pendidikan Islam ini memaparkan
bahwa gambaran ideal Pendidikan Usia Dini menurut Islam
mencakup :
1. Visi ; menjadikan pendidikan anak usia dini sebagai
sarana yang paling efektif dan strategis dalam rangka
menghasilkan sumber daya manusia yang terbina potensi
basyariyah (fisik-jasmaninya), insaniyah (mental-
spiritual, rohani, akal, bakat, dan minatnya), al-
naasiyah (sosial kemasyarakatan) secara utuh dan
menyeluruh.
2. Misi :
a. Menjadikan anak yang saleh dan salehah baik secara
basyariyah, insniyah, dan al-naasiyah-nya
b. Menjadikan sebagai yang membahagiakan dirinya,
agamanya, orangtuanya, masyarakat, dan bangsa dan
negaranya (QS al-Furqon, 25 : 74), dan bukan anak yang
menjadi musuh (aduwwan) (QS Al-Taghabun, 64:14) dan
bencana (fitnah) (QS Al-Anfal, 8:28)
c. Menjadikan anak yang beriman, bertakwa, beribadah,
dan berakhlak mulia
d. Menumbuhkan, mengarahkan, membina, dan membimbing
seluruh potensi dan kecerdasan anak : intelektual,
spiritual, spasial, kinestetis, sosial, etika dan
estetika (Lihat QS Al-Nahl, 16:18)
20 Prof. Dr. Abudin Nata, Kapita Selekta Pendidikan Islam ; Isu-isu Kontemporer tentang Pendidikan Islam, (Jakarta; Rajawali Press, 2003), h. 139
13
3. Tujuan : Membentuk anak yang beriman, berakhlak mulia,
beramal saleh, berilmu pengetahuan dan berteknologi,
berketerampilan, dan berpengalaman, sehingga ia menjadi
orang yang mandiri, berguna bagi dirinya, agamanya,
orang tuanya, bangsa dan negara
4. Dasar : Al-Qur’an, al-Sunnah, peraturan dan ketetapan
pemerintah, tradisis dan kebudayaan yang tidak
bertentangan dengan al-Qur’an dan Sunnah
5. Prinsip : unieversal, holistik, integrated, seimbang,
dinamis, adil, egaliter, manusiawi, unggul, berbasis
ilmu dan riset, sesuai dengan fitrah, sesuai dengan
perkembangan zaman, fleksibel, visioner, dan terbuka
yang dibangun atas dasar hubungan manusia dengan Allah
(Tauhid-visi-transendental), manusia dengan manusia
6. Kurikulum : meliputi tiga hal yaitu ; Aqidah, Ibdah, dan
Akhlak.
7. Strategi Pembelajarannya adalah berbasis pada Psikologi
anak yang memandang anak dengan segala kelebihan dan
kekurangannya serta melihat kondisi psikologisnya secara
tepat da sesuai sehingga tercapai pembelajaran yang
optimaL
8. Metode, Pendekatan dan Model :
a. Disesuaikan dengan visi, misi, tujuan, dasar,
prinsip, kurikulum dan strategi pembelajaran
b. Ragam metode yang disesuaikan dengan kondisi dan
tuntutan pelajaran
14
c. Menggunakan pendekatan sosial, budaya, agama, seni,
ilmu pengetahuan, dan sebagainya dengan pendekatan
PAIKEM
d. Model yang digunakan antara lain model tematik,
karyawisata, dan sebagainya.
9. Pendidik yang profesional dan memiliki kompetensi yang
memadai
10. Sarana dan prasarana yang disesuaikan dengan
perkembangan piskolog dan fisiologi anak, yaitu bangunan
gedung dengan desain menarik, meja bangku dan tata ruang
serta gamabr-gambar yang menarik minat anak. Hal ini
tentu membutuhkan pembiayaan yang memadai
11. Lingkungan yang memperhatikan bakat, minat, dan
fitrah anak.
12. Evaluasi yang dilakukan secara integratif sesuai
dengan tingkat perkembangan fisik, kognitif, motorik dan
emosional anak.21
Selain itu beberapa dalil Naqli tentang pentingnya
pendidikan anak sejak usia dini penulis nukilkan disini antara
lain:
Pertama, pendidikan anak dalam Islam melampaui konteks
pendidikan usia dini, karena sebelum anak lahir –yaitu sejak
masa memilih pasangan hidup hingga fase mengandung- Islam
telah memberikan tuntunan bagi lahirnya generasi terbaik yang
mampu mengemban tugas sebagai hamba Allah (Abid) yang shalih
(Q.S. AsSyams : 8, Adz Dzariyat : 56), sekaligus sebagai
21 Prof. Dr. Abudin Nata, Kapita Selekta Pendidikan Islam ; Isu-isu Kontemporer tentang Pendidikan Islam, (Jakarta; Rajawali Press, 2003), h. 139-145
15
‘Khalifah’ yang mumpuni dalam mengelola alam semesta (QS Al-
Baqarah :30)22
Kedua, perintah Allah SWT agar mempersiapkan generasi yang
kuat secara spiritual, intelektual dan emosional (QS An-Nisa :
9)
Ketiga, Hadits Rasulullah SAW yang diriwayatakan oleh Imam
Muslim : Dari Abu Hurairah, dia berkata; "Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam telah bersabda: 'Seorang bayi
tidak dilahirkan (ke dunia ini) melainkan ia berada dalam
kesucian (fitrah). Kemudian kedua orang tuanyalah yang akan
membuatnya menjadi Yahudi, Nasrani, ataupun Majusi -
sebagaimana hewan yang dilahirkan dalam keadaan selamat tanpa
cacat. Maka, apakah kalian merasakan adanya cacat? ' Lalu Abu
Hurairah berkata; 'Apabila kalian mau, maka bacalah firman
Allah yang berbunyi: '…tetaplah atas fitrah Allah yang telah
menciptakan manusia menurut fitrahnya itu. Tidak ada perubahan
atas fitrah Allah.' (QS. Ar Ruum (30): 30).23
Kelima, ungkapan terkenal dari Ali Ra yang berkat, “Didiklah
anakmu karena ia akan hidup di satu zaman yang bukan zamanmu”. Kalimat
hikmah ini menjadi salah satu dasar mengapa perlunya umat
Islam mengelola Pendidikan Usia Dini yang baik, karena
perkembangan masyarakat dan segala peradabannya seringkali
membuat orang tua kesulitan untuk mendidik sendiri anak-
anaknya di rumah. Demikian pula, derasnya arus informasi dan
perkembangan teknologi informasi menyebabkan sebagian besar
22 JSIT Indonesia, Standar Mutu Sekolah Islam Terpadu ; Jaringan Sekolah Islam Terpadu, 2010, h. 2023 Shahih Muslim, no. 4803
16
orang tua kesulitan menghadapi berbagai perubahan pada anak-
anak usia dini.
III. Kebijakan Pemerintah tentang PAUD
Untuk membangun dan mengembangkan PAUD, berbagai
kebijakan telah dikeluarkan oleh pemerintah, mulai dari sistem
perundang-undangan, sampai dengan hal-hal yang bersifat teknis
operasional. Berbagai ketentuan tentang pendidikan anak usia
dini termuat dalam UU RI No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, khususnya ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan
seluruh jenjang pendidikan, mulai dari Pendidikan Anak Usia
Dini (PAUD), sampai dengan jenjang pendidikan tinggi. Pada
Pasal 28 ditetapkan bahwa pendidikan anak usia dini dapat
diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal,
dan informal. Pendidikan anak usia dini dalam pendidikan
formal berbentuk Taman Kanak-kanak/Raudatul Athfal (TK/RA),
pendidikan anak usia dini dalam jalur nonformal berbentuk
Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA) atau
bentuk lain yang sederajat; sedangkan pendidikan anak usia
dini
dalam jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga
atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan.
Sebagai implementasi dari undang-undang tersebut
Pemerintah telah mengeluarkan PP No. 19/2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan, dan UU No. 14/2005 tentang Guru dan
Dosen, dimana salah satu ketentuannya menyebutkan bahwa
pendidik anak usia dini wajib memiliki kualifikasi akademik
pendidikan minimum D-IV atau S1 serta kompetensi17
sebagai pendidik. Para calon guru yang telah memiliki
kualifikasi akademik S1 Para calon guru yang telah memiliki
kualifikasi akademik S1 dan kompetensi sebagai
pendidik, selanjutnya harus mengikuti uji kompetensi untuk men
dapatkan sertifikat pendidik. Selain perundang-undangan, telah
ditetapkan pula kebijakan pemerintah berkenaan dengan tugas
dan ekspektasi kinerja guru PAUD (Ditjen Dikti, 2006). Arah
kebijakan tersebut berkenaan dengan pengembangan konsep PAUD,
pengembangan pendidikan guru anak usia dini, pengembangan anak
sesuai dengan potensinya secara optimal, serta pengembangan
sarana dan prasarananya.
Sementara itu dalam bidang pembelajaran, di jalur
pendidikan non formal, pemerintah dalam hal ini Dit PAUD,
Ditjen PLS. telah menyiapkan acuan yang
berupa ‘Menu Pembelajaran Generik PAUD’.
Menu Pembelajaran Generik adalah program pendidikan anak usia
dini (dari lahir – 6 tahun) yang bersifat holistik yang dapat
dipergunakan dalam memberikan layanan kegiatan pendidikan pada
semua jenis program yang ditujukan bagi anak usia dini.
Penggunaan istilah menu pembelajaran generik dimaksudkan agar
pedoman tersebut tidak diikuti secara kaku. Di jalur
pendidikan formal, telah dikembangkan program kegiatan bermain
atau kurikulum TK.
Dalam Permendiknas No 58 Tahun 2009 dijelaskan bahwa
standar PAUD merupakan bagian integral dari Standar Nasional
Pendidikan sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan yang dirumuskan dengan mempertimbangkan
18
karakteristik penyelenggaraan PAUD. Standar PAUD terdiri atas
empat kelompok, yaitu: Standar tingkat pencapaian
perkembangan, Standar pendidik dan tenaga kependidikan,
Standar isi, proses, dan penilaian dan Standar sarana dan
prasarana, pengelolaan, dan pembiayaan.
1. Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan
Standar ini berisi kaidah pertumbuhan dan perkembangan anak
usia dini sejak lahir sampai dengan usia enam tahun. Tingkat
perkembangan yang dicapai merupakan aktualisasi potensi
perkembangan yang diharapkan dapat dicapai anak pada setiap
tahap perkembangannya, bukan merupakan suatu tingkat
pencapaian akademik.
2. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Memuat kualifikasi dan kompetensi yang disyaratkan.
Pendidik anak usia dini adalah profesional yang bertugas,
merencanakan, melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil
pembelajaran, melakukan pembimbingan, pengasuhan dan
perlindungan anak didik. Pendidik bertugas di berbagai jenis
layanan baik pada jalur pendidikan formal maupun nonformal. Di
jalur formal terdiri dari guru dan guru pendamping, sedangkan
di jalur non formal pendidik PAUD terdiri dari guru, guru
pendamping, dan pengasuh.
Tenaga Kependidikan bertugas melaksanakan administrasi,
pengelolaan, pengembangan, dan pengawasan. Pelayanan teknis
untuk menunjang proses pendidikan pada lembaga PAUD. Di jalur
formal terdiri dari Pengawas, Kepala TK/RA, Tenaga
Administrasi, dan Petugas Kebersihan. Dan untuk jalur PAUD
19
Nonformal terdiri dari Penilik, Pengelola, Administrasi, dan
Petugas Kebersihan.24
3. Standar Isi, Proses, dan Penilaian
Meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian program
yang dilaksanakan secara terpadu sesuai dengan kebutuhan anak
dan kondisi setempat. Struktur program meliputi, bidang
pengembangan pembentukan perilaku, bidang pengembangan
kemampuan dasar, melalui kegiatan bermain dan pembiasaan.
Bentuk Kegiatan Layanan, Alokasi waktu, dan Kalender
Pendidikan. Serta rombongan belajar yang meliputi:
1) Kelompok usia 0 - <1 tahun 1 : 4 anak
2) Kelompok usia 1 - <2 tahun 1 : 6 anak
3) Kelompok usia 2 - <3 tahun 1 : 8 anak
4) Kelompok usia 3 - <4 tahun 1 : 10 anak
5) Kelompok usia 4 - <5 tahun 1 : 12 anak
6) Kelompok usia 5 - ≤6 tahun 1 : 15 anak.
4. Standar sarana dan prasarana, pengelolaan, dan
pembiayaan. Mengatur persyaratan fasilitas, managemen, dan
pembiayaan agar dapat menyelenggarakan PAUD dengan baik.
Menteri Pendidikan Nasional, M.Nuh dalam acara Puncak
Gebyar PAUD di TMII Jakarta menyampaikan empat kebijakan
mengenai PAUD yang menurutnya sangat penting untuk menjamin
akses dan mutu PAUD yang tumbuh diatas partisipasi masyarakat.
Empat kebijakan tersebut adalah :
1. Penataan Kelembagaan
2. Membuat Undang-undang yang mengatur tutor pendamping dan
guru PAUD
24 http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/tmp/KKN%20BANTUL%20PERMEN%2058.pdf, (Sabtu, 14/04/2012, 09:02).
20
3. Kebijakan yang berkaitan dengan konten, isi, dan bahan
ajar
4. Ketersediaan sarana dan prasarana25
Selain itu Kementerian Pendidikan Nasional menggelontorkan
dana sebesar Rp. 1,8 trilyun utuk mendorong terciptanya
peningkatan mutu dan akses PAUD yng terpadu dengan tempat
pendidikan dan lembaga keagamaan, serta jaminan kesejahteraan
bagi para tenaga pendidiknya. Selain itu, dalam acara puncak
Gebyar PAUD tersebut Ibu Negara Ani Bambang Yudhoyono juga
menyerukan agar PAUD dijadikan sebagai pendidikan
prapendidikan dasar yang harus diikuti oleh seluruh anak
Indonesia. Tetapi menurut Menteri Pendidikan Nasional hal
tersebut harus dilakukan kajian yang mendalam untuk menetapkan
apakah PAUD benar-benar diwajibkan atau tidak.26
Apa yang disampaikan Ibu Negara tentu tidak sesaui dengan
ketentuan Undang-undang. Karena jika mengacu pada Undang-
undang Nomor 20 tahun 2003 berkaitan dengan PAUD tertulis pada
pasal 28 ayat 1 berbunya, “Pendidikan Anak Usia Dini
diselenggarakan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam
tahun dan bukan merupakan prasayarat untuk mengikuti
pendidikan dasar”.27
III. Masa Depan PAUD di Indonesia
Dalam memetakan masalah pendidikan, perlu diperhatikan
realitas pendidikan itu sendiri, yaitu pendidikan sebagai
25 Kompas.com, 12 Desember 201126 Kompas.com, 12 Desember 201127 Yuliani Nurani Sujiono, Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini, hlm. 6.
21
POLITIK
IDEOLOGI
HANKAM, DLL
SOSIAL-BUDAYA
PENDIDIKAN
EKONOMI
sebuah subsistem yang sekaligus juga merupakan suatu sistem
yang kompleks. Gambaran pendidikan sebagai sebuah subsistem
adalah kenyataan bahwa pendidikan merupakan salah satu aspek
kehidupan yang berjalan dengan dipengaruhi oleh berbagai aspek
eksternal yang saling terkait satu sama lain. Aspek politik,
ekonomi, sosial-budaya, pertahanan-keamanan, bahkan ideologi
sangat erat pengaruhnya terhadap keberlangsungan
penyelenggaraan pendidikan, demikian pula sebaliknya.
Sedangkan pendidikan sebagai suatu sistem yang kompleks
menunjukan bahwa pendidikan di dalamnya terdiri dari berbagai
perangkat yang saling mempengaruhi secara internal sehingga
dalam rangkaian proses input-output pendidikan, berbagai
perangkat yang mempengaruhinya tersebut perlu mendapatkan
jaminan mutui yang layak oleh berbagai stakeholder yang
terkait.28
Keterkatian persoalan pendidikan dengan aspek-aspek lain
dalam kehidupan bisa digambarkan dengan bagan berikut ini :
28 Prof. Dr. Veithzal Rivai, M.B.A, Dr. Sylviana Murni, Education Management ; Analisis Teori Dan Praktik, (Jakarta, Rajawali Press, 2009), h. 27
22
1. Problem Pendidikan Sebagai Subsistem
Sebagai bagian dari sebuah subsistem maka persoalan
pendidikan, termasuk persoalan Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD) tidak bisa dilepaskan dari konteks ekonomi, sosial-
budaya, dan politik yang melingkupinya.
a. Konteks Ekonomi
Berlangsungnya sistem ekonomi kapitalis di tengah-
tengah kehidupan telah membentuk paradigma pemerintah
terhadap penyelenggaraan pendidikan sebagai bentuk
pelayanan negara kepada rakyatnya yang harus disertai
dengan adanya sejumlah pengorbanan ekonomis (biaya) oleh
rakyat kepada negara. Pendidikan dijadikan sebagai jasa
komoditas, yang dapat diakses oleh masyarakat (para
pemilik modal) yang memiliki dana dalam jumlah besar
saja.
Hal ini terlihat dalam UU Sisdiknas No. 20/2003
Pasal 53 tentang Badan Hukum Pendidikan bahwa (1)
Penyelenggara dan/atau satuan pendidikan formal yang
didirikan oleh pemerintah atau masyarakat berbentuk badan
hukum pendidikan. ((2) Masyarakat dapat berperan sebagai
sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan.
Berdasarkan pasal-pasal di atas, terlihat bahwa
tanggung jawab peyelengaraan Pendididkan Nasional saat
ini akan dialihkan dari negara kepada masyarakat dengan
mekanisme Badan Hukum Pendidikan (BHP). Dengan BHP,
23
sekolah memiliki otonomi untuk menentukan sendiri biaya
penyelengaraan pendidikan, sekolah tertentu akan
menentukan biaya setinggi-tingginya untuk meningkatkan
dan mempertahankan mutu. Akibatnya, akses rakyat kurang
mampu untuk menikmati pendidikan bermutu akan terbatasi
dan masyarakat semakin terkotak- kotak berdasarkan status
sosial antara kaya dan miskin.
Jika pada level SD dan SMP yang merupakan program
wajib belajar masih kita temukan kesenjangan yang cukup
lebar, maka pada tingkat PAUD jurang tersebut semakin
terlihat lebar karena PAUD masih dianggap bukan sebuah
keharusan. Sehingga tidak aneh jika sampai dengan tahun
2013 hanya sekitar 35% anak Indonesia yang terjangkau
program PAUD.
b. Berlangsungnya kehidupan sosial yang berlandaskan
sekularisme telah menyuburkan Paradigma hedonisme
(hura-hura). Permisivisme (serba boleh), materealistik
(money oriented), dan lainya di dalam kehidupan
masyarakat. Motif untuk menyelenggarakan dan mengenyam
pendidikan, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, saat
ini lebih kepada tujuan untuk mendapatkan hasil hasil
materi ataupun ketrampilan hidup belaka(yang tidak
dikaitkan dengan tujuan membentuk kepribadian (akhlak)
yang utuh berdasarkan pandangan syariat islam). Hal ini
dapat dilihat dalam UU Sisdiknas No 20/2003 pasal 3 yang
menunjukkan paradigma pendidikan nasional. Dalam bab VI
menjelaskan tentang jalur, jenjang, dan jenis pendidikan
yang membedakan antara pendidikan umum, kejuruan,
24
akademik, profesi, vokasi, keagamaan ,dam khusus. Selain
itu dapat pula dilihat dalam regulasi derivatnya seperti
PP tentang SNP No 19/2005. UU Wajib Belajar dan UU BHP.
Dalam paradigma materealistik indikator keberhasilan
belajar murid setelah menempuh proses pendidikan dari
suatu jenjang pendidikan saat ini diukur berdasarkan
perolehan angka ujian nasional (UN). Di sisi lain, aspek
pembentukan kepribadiaan (akhak) yang utuh dalam diri
murid, tidak pernah menjadi indikator keberhasilan murid
dalam menempuh suatau proses pendidikan, sekalipun dalam
sekolah yang berbasis agama (lihat standar kompetensi dan
kelulusan murid PP no 19/2005)
Fenomena pergaulan bebas di kalangan renaja
(pelajar) yang di antara akibatnya menjerumuskan pelajar
pada seks bebas, teribat narkotika, perilaku sarkasme/
kekerasan (tawuran, perpeloncoan), dan berbagai tindakan
kriminal lainnya, (pencurian, pemerkosaan, pembunuhan)
yang sering kita dapatkan beritanya dalam tayangan berita
kriminal di media massa (TV dan koran khususnya),
merupakan sebuah keadaan yang menunjukkan tidak
relevannya sisitem pendidikan yang selama ini
diselenggarakan dengan upaya membentuk manusia indonesia
yang berkepribadian dan berakhlak mulia sebagaimana
dicita-citakan dalam tujuan pendidikan nasional sendiri
(pasal 2 UU no 20/2003).29 Sebab, kenyataanya justru29 Riset terbaru dari Norton Online Family 2010 memaparkan bahwa 96% anakindonesia pernah membuka konten negatif di internet. Jika lima tahun laluIndonesia disebut masuk 10 besar negara pengakses laman pornografi diinternet, maka kini di tahun 2013 Indonesia telah menjadi juara satu dalamhal jumlah penonton pornografi di dunia menurut data dari KementerianKomunikasi dan Informatika (Kemenkominfo). Sumber, Republika, 13 September 2013
25
memperlihatkan kontradiksinya. Murid sebagi bagian dari
masyarakat mendapatkan pendidikan di sekolah dalam rangka
mempersiapkan mereka agar lebih baik ketika menjalani
kehidupan di tengah tengah masyarakat. Namun, karena
kehidupan di masyarakat secara umum ber langsung dengan
sekuler. Bahkan pemerintah justru terkesan bukan hanya
sekuler tetapi melegalkan permisifisme dan kebebasan
seks, seperti kasus terbaru dari Kementerian Kesehatan
dengan kegiatan Pekan Kondom Nasional.30 Ditambah lagi
dengan proses pendidikan dalam satuan pendidikan juga
berada dalam kerangka sekularisme, maka siklus ini akan
semakin mengokohkan kehidupan sekularisme yang makain
meluas. Oleh karena itu, standart kelulusan secara
nasioanal bagi murid, hendaknya juga melibatkan assesment
(penilaian ) terhadap aspek kepribadian (pola pikir dan
perilaku yang telah terbentuk dalam individu murid
berdasarkan hasil pendididkan (akhlak) di sekolahnya,
selain juga assesment terhadap keetrampilan yang telah
dimiliki untuk menempuh kehidupan di dalam masyarakat.
c. Berlangsungnya kehidupan politik yang oportunistik telah
membentuk karakter politikus Machiavelis (melakukan
segala cara demi mendapatkan keuntungan) di kalangan
eksektuf dan legislatif termasuk dalam perumusan
kebijakan pendidikan Indonesia Banyaknya anggaran yang
30 Kasus ini telah menyita banyak perhatian sekligus keprihatinan. Apapun penyebabnya, jelas sekali bahwa pemerintah saat ini betul-betul sekuler dantidak bermoral. Pada saat umat Islam prihatin pemakaain jilbab ditunda ataumasih dilarang, juga kasus pelecehan seksual oleh seorang penyair terkenal yang berdalih kebebasan, pemerintah seakan mengaminkan semua kebusukan tersebut dengan kampanye pekan kondom nasional yang masuk ke kampus-kampus.Sumber Republila, 6 Desember 213
26
dikeluarkan pemerintah belum diimbangi dengan
implementasi yang tepat sasaran dan dikesankan hanya
untuk kepentingan politik.
Demikianlah uraian problematika pendidikan nasional yang
ditinjau dari eksistensinya sebagai suatu subsistem yang
ternyata erat kaitannya dengan pengaruh dari subsistem yang
lain (ekonomi, politik, sosial-budaya, ideologi, dan
sebagainya). Inilah gambaran kondisi subsistem yang ada dan
melingkupi dunia pendidikan itu sendiri.
2. Problem Pendidikan Sebagai Sebuah Sistem
Sebagai suatu sistem, pendidikan juga memiliki persoalan
yang tidak sedikit termasuk pendidikan di jenjang PAUD.
Beberapa persoalan mendasar yang terjadi pada Pendidikan Usia
Dini antara lain :
a. Problem Kebijakan Politik ;
Secara politis persoalan pendidikan anak usia dini
dapat dilihat dari lambatnya pemerintah dalam menjadikan
PAUD sebagai salah satu bagian penting dalam proses
pendidikan anak bangsa.
Negara-negara maju seperti Singapura misalnya, sudah
lama menjadikan PAUD sebagai bagian penting dari sistem
pendidikan. Sedangkan di Indonesia Pemerintah baru
serius memperhatikan persoalan pendidikan anak usia dini
baru pada tahun 2000. Hal ini bisa jadi karena Indonesia
terikat dengan komitmen sebagai anggota dari Forum
27
Pendidikan Dunia yang melakukan pertemuan pada tahun
2000 di Dakar Senegal dan menghasilkan enam kesepakatan
sebagai kerangka aksi pendidikan untuk semua dan salah
satu butirnya adalah memperluas dan memperbaiki
keseluruhan perawatan dan pendidikan anak usia dini,
terutama bagi anak-anak yang sangat rawan dan kurang
beruntung.
Saat ini (2013) baru 35% anak Indonesia yang
terjangkau pendidikan anak usia dini (PAUD) yang
tentunya sebuah kerugian besar karena sebagaimana
dungkapkan oleh banyak ahli bahwa usia 4 tahun pertama
adalah usia yang sangat berharga untuk dilewatkan,
bahkan 18 tahun sesudah melewati usia emas tersebut
tidak bisa melampaui perkembangan kecerdasan usia awal.
b. Persoalan Proses Pendidikan
Proses pembelajaran di PAUD masih menyimpan banyak
persoalan. Profesor Sandralyn Byrnes dari Royal Tots
Academy Australia, yang selama 7 tahun meriset dan
mencari tahu mengenai proses pendidikan anak usia dini
di Indonesia menemukan ada berapa persoalan. Pertama,
pendidikan anak usia dini tidak memiliki kurikulum yang
universal. Hal ini membuat terjadinya perbedaan standar
antara satu sekolah dengan lainnya. Kedua, masih
terjadinya power struggle (tarik-ulur kekuatan) antara anak
dengan gurunya, sehingga seringkali cara guru mengajar
membuat anak tidak kerasan. Di antara penyebabnya adalah
karena rendahnya mutu dan kualitas guru di PAUD. Ketiga,
proses pendidikan belum konsisten untuk menciptakan
28
kemandirian anak. Masih banyak ditemukan pengasuh yang
ikut masuk ke dalam ruang kelas.31
c. Persoalan Kulitas Guru.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 13 tahun 2005,
PAUD termasuk dalam jenis pendidikan non formal. Dalam
peraturan tersebut juga ditegaskan bahwa guru PAUD
minimal harus S1. Tetapi data yang ada memamparkan bahwa
hanya sedikit saja guru PAUD yang sudah S1, bahkan di
daerah Jakarta Selatan yang terhitung daerah maju
sedikitnya ada 5000 guru PAUD yang hanya lulusan SMA.
Dapat kita bayangkan di daerah-daerah lain yang lebih
tertinggal.
d. Persoalan Pembiayaan dan Sarana
Persoalan lain yang tidak kalah pentingnya, bahkan
yang menpengaruhi keseluruhan problem pendidikan di PAUD
adalah tidak adanya anggaran pemerintah untuk
operasional PAUD. Tidak seperti jenjang pendidikan yang
mendapat kucuran dana BOS dan BOP (untuk DKI Jakarta),
maka PAUD tidak mendapatkan bantuan anggaran opersional
yang bisa didapatkan oleh secara merata. Bantuan yang
ada hanya baru sebatas PAUD tertentu yang sangat bias
kepentingan, bahkan kadang PAUD yang sudah maju saja
yang mendapatkan bantuan sarana prasarana.
Karena itu tidak mengherankan, pembelajaran di PAUD
umumnya tidak sesuai dengan standar proses belajar bagi
anak usia dini. Anak-anak usia dini yang seyogyanya
mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan segala31 Kompas.com, Jum’at 11 Pebruari 201
29
potensi kecerdasannya, hanya diajari membaca dan menulis
layaknya anak usia SD. Hal ini disebabkan bukan hanya
kelemahan metode mengajar pada gurunya, juga dikarenakan
tidak adanya fasilitas, sarana dan media pembelajaran
yang memadai bagi pengembangan kreatifitas anak usia
dini.
e. Persolan Sosial-Budaya
Selain empat persoalan utama di atas, PAUD juga
masih memiliki kendala dari aspek sosial-budaya.
Berdasarkan hasil wawancara terhadap sejumlah guru dan
kepala sekolah PAUD di daerah Jakarta Barat dan
Tangerang, umumnya mereka tidak bisa mengelak dari
penekanan belajar membaca dan menulis pada proses
pembelajarannya. Meskipun mereka mengakui hal tersebut
tidak sesuai dengan teori psikologi pendidikan, tetapi
tuntutan orang tua dan masyarakat membuat mereka
mengambil pilihan pragmatis tersebut. Diatambah lagi
untuk menyiapkan proses belajar yang bagus seperti
dengan sistem sentra, dibutuhkan sarana dan biaya yang
tidak kecil.
IV. Kesimpulan
Berbagai kebijakan baru yang coba digulirkan pemerintah
belakangan ini sedikit membuka harapan kita akan masa depan
PAUD di Indonesia. Tentu saja kita juga tidak hanya berharap
pada Pemerintah saja dalam hal ini. Sejumlah pihak swasta dan
perorangan juga telah mengupayakan program “Paudisasi
30
Indonesia”, yaitu upaya mendirikan sejumlah PAUD di daerah-
daerah yang masih tertinggal.32
Hal ini perlu dilakukan untuk mengejar ketertinggal
Indonesia dari negara-negara lain terutama dalam hal
pendidikan dan kualitas sumber daya manusia. Dan langkah
tersebut dimulai dengan berupaya memperluas jangkauan PAUD
hingga ke pelosok-pelosok pada satu sisi, serta memperbaiki
mutu dan kualitas serta sarana PAUD yang sudah ada, termasuk
pelatihan-pelatihan dan pembinaan guru-guru PAUD, peningkatan
kesejahteraan dan standar gaji mereka yang masih sangat
rendah.
Dengan cara inilah kita akan optimis bahwa kemajuan
pendidikan di Indonesia yang akan dimulai dari pendidikan yang
paling awal yaitu PAUD. Amin
32 A. Fuadi, Pengarang Novel Best Seller Negeri Lima Menara mendirikan Yayasan yang menjadikan royalti buku-buku karyanya untuk mendirikan sejumlah PAUD di daerah-daerah tertinggal seperti Banten dan lain-lain. Demikian pula beberap tokoh lain seperti Anis Baswedan dengan program Indonesia mengajar.
31
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Hafidz Suwaid,Muhammad Nur, Prophetic Parenting; Cara Nabi SAW
Mendidik
Anak Yogyakarta, Pro-U Media, 2012
Chourmain, Imam, S Pendekatan-pendekatan Alternatif Pendidikan Usia Dini
(PAUD), (Jakarta, Rineka Cipta, 2011)
H.E. Mulyasa, Manajemen PAUD, (Bandung; Rosda, 2012)
32
JSIT Indonesia, Standar Mutu Sekolah Islam Terpadu ; Jaringan Sekolah Islam
Terpadu,
2010
Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini Dalam Islam, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2009)
Nata, Abuddin, Kapita Selekta Pendidikan Islam ; Isu-isu Kontemporer
tentang
Pendidikan Islam, (Jakarta; Rajawali Press, 2003)
Noorlaila Iva, Panduan Lengkap Mengajar PAUD, (Yogyakarta: Pinus
Book Publisher,
2010)
Nurani Sujiono, Yuliani Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini,
(Jakarta: PT Indeks,
2009)
Santi, Danar Pendidikan Anak Usia Dini (Antara Teori dan Praktek),
(Jakarta: PT
Mancanaya Cemerlang, 2009 )
Shahih Muslim
Patmonodewo, Soemiarti, Pendidikan Anak Prasekolah, (Jakarta, PT.
Rineka Cipta,
2003)
Rivai, Veithzal, & Murni, Sylvian, Education Management ; Analisis
Teori Dan Praktik, (Jakarta, Rajawali Press, 2009), h. 27
Kompas.com, Jum’at 11 Pebruari 201
Kompas.com, 12 Desember 2011
Kompas.com, 12 Desember 2011
Republila, 6 Desember 2013
33