Makalah Teori Belajar - Teori Belajar Kognitivisme

50
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah “Cognitive” berasal dari kata cognition artinya adalah pengertian atau mengerti. Secara diperluas cognition adalah perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan. Dalam perkembangan selanjutnya, kemudian istilah kognitif ini menjadi popular sebagai salah satu wilayah psikologi manusia / satu konsep umum yang mencakup semua bentuk pengenalan yang meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan masalah pemahaman, memperhatikan, memberikan, menyangka, pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah, pertimbangan, membayangkan, memperkirakan, berfikir dan keyakinan. Termasuk kejiwaan yang berpusat di otak ini juga berhubungan dengan konasi (kehendak) dan afeksi (perasaan) yang bertalian dengan rasa. Menurut para ahli jiwa aliran kognitifis, tingkah laku seseorang itu senantiasa didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi dimana tingkah laku itu terjadi. B. Rumusan Masalah Bagaimanakah perkembangan teori belajar berdasarkan aliran Kognitivisme?

Transcript of Makalah Teori Belajar - Teori Belajar Kognitivisme

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Istilah “Cognitive” berasal dari kata cognition

artinya adalah pengertian atau mengerti. Secara diperluas

cognition adalah perolehan, penataan, dan penggunaan

pengetahuan. Dalam perkembangan selanjutnya, kemudian

istilah kognitif ini menjadi popular sebagai salah satu

wilayah psikologi manusia / satu konsep umum yang

mencakup semua bentuk pengenalan yang meliputi setiap

perilaku mental yang berhubungan dengan masalah

pemahaman, memperhatikan, memberikan, menyangka,

pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah,

pertimbangan, membayangkan, memperkirakan, berfikir dan

keyakinan. Termasuk kejiwaan yang berpusat di otak ini

juga berhubungan dengan konasi (kehendak) dan afeksi

(perasaan) yang bertalian dengan rasa. Menurut para ahli

jiwa aliran kognitifis, tingkah laku seseorang itu

senantiasa didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan

mengenal atau memikirkan situasi dimana tingkah laku itu

terjadi.

B. Rumusan Masalah

Bagaimanakah perkembangan teori belajar berdasarkan

aliran Kognitivisme?

Bagaimanakah pandangan Teori Kognitivisme terhadap

Belajar Mengajar dan Pembelajaran?

Bagaimanakah implikasi Teori Kognitivisme dalam

Pendidikan?

BAB II

PEMBAHASAN

A. Teori Gestalt

Gestalt adalah sebuah teori yang menjelaskan proses

persepsi melalui pengorganisasian komponen-komponen

sensasi yang memiliki hubungan, pola, ataupun kemiripan

menjadi kesatuan. Teori gestalt beroposisi terhadap teori

strukturalisme. Teori gestalt cenderung berupaya

mengurangi pembagian sensasi menjadi bagian-bagian

kecil.Teori ini dibangun oleh tiga orang, Kurt Koffka,

Max Wertheimer, and Wolfgang Köhler. Mereka menyimpulkan

bahwa seseorang cenderung mempersepsikan apa yang

terlihat dari lingkungannya sebagai kesatuan yang utuh.

1. Hukum-hukum Belajar Gestalt

Dalam hukum-hukum belajar Gestalt ini ada satu

hukum pokok , yaitu hukum Pragnaz, dan empat hukum

tambahan (subsider) yang tunduk kepada hukum yang pokok

itu, yaitu hukum–hukum keterdekatan, ketertutupan,

kesamaan, dan kontinuitas. Hukum Pragnaz adalah suatu

keadaan yang seimbang. Setiap hal yang dihadapi oleh

individu mempunyai sifat dinamis yaitu cenderung untuk

menuju keadaan pragnaz tersebut. Empat hukum tambahan

yang tunduk kepada hukum pokok, yaitu :

a. Hukum keterdekatan

Hal-hal yang saling berdekatan dalam waktu atau

tempat cenderung dianggap sebagai suatu totalitas.

b. Hukum ketertutupan

Hal-hal yang cenderung menutup akan membentuk

kesan totalitas tersendiri.

c. Hukum kesamaan.

Hal-hal yang mirip satu sama lain, cenderung

kita persepsikan sebagai suatu kelompok atau suatu

totalitas. Contohnya :

O O O O O O O O O O O O O

X X X X X X X X X X X X X

O O O O O O O O O O O O O

Deretan bentuk di atas akan cenderung dilihat

sebagai deretan-deretan mendatar dengan bentuk O dan

X berganti-ganti bukan dilihat sebagai deretan-

deretan tegak.

d. Hukum kontinuitas

Orang akan cenderung mengasumsikan pola

kontinuitas pada obyek-obyek yang ada.

Para ahli dan issu yang mengembangkan teori

gestalt

1) Max Wertheimer (1880-1943)

Max Wertheimer

adalah tokoh tertua dari

tiga serangkai pendiri

aliran psikologi

Gestalt. Wertheimer

dilahirkan di Praha pada

tanggal 15 April 1880.

Ia mendapat gelar Ph.D nya di bawah bimbingan Oswald

Kulpe. Konsep pentingnya : Phi phenomenon, yaitu

bergeraknya objek statis menjadi rangkaian gerakan yang

dinamis setelah dimunculkan dalam waktu singkat dan

dengan demikian memungkinkan manusia melakukan

interpretasi. Weirthmeir menunjuk pada proses

interpretasi dari sensasi obyektif yang kita terima.

Proses ini terjadi di otak dan sama sekali bukan proses

fisik tetapi proses mental sehingga diambil kesimpulan

ia menentang pendapat Wundt.

Wertheimer dianggap sebagai pendiri teori Gestalt

setelah dia melakukan eksperimen dengan menggunakan

alat yang bernama stroboskop, yaitu alat yang berbentuk

kotak dan diberi suatu alat untuk dapat melihat ke

dalam kotak itu. Di dalam kotak terdapat dua buah garis

yang satu melintang dan yang satu tegak. Kedua gambar

tersebut diperlihatkan secara bergantian, dimulai dari

garis yang melintang kemudian garis yang tegak, dan

diperlihatkan secara terus menerus. Kesan yang muncul

adalah garis tersebut bergerak dari tegak ke melintang.

Gerakan ini merupakan gerakan yang semu karena

sesungguhnya garis tersebut tidak bergerak melainkan

dimunculkan secara bergantian. Pada tahun 1923,

Wertheimer mengemukakan hukum-hukum Gestalt dalam

bukunya yang berjudul “Investigation of Gestalt

Theory”. Hukum-hukum itu antara lain :

a. Hukum Kedekatan (Law of Proximity)

b. Hukum Ketertutupan ( Law of Closure)

c. Hukum Kesamaan

(Law of Equivalence)

2) Kurt Koffka (1886-1941)

Koffka lahir di

Berlin tanggal 18

Maret 1886. Kariernya dalam psikologi dimulai sejak dia

diberi gelar doktor oleh Universitas Berlin pada tahun

1908. Sumbangan Koffka kepada psikologi adalah

penyajian yang sistematis dan pengamalan dari prinsip-

prinsip Gestalt dalam rangkaian gejala psikologi, mulai

persepsi, belajar, mengingat, sampai kepada psikologi

belajar dan psikologi sosial. Teori Koffka tentang

belajar didasarkan pada anggapan bahwa belajar dapat

diterangkan dengan prinsip-prinsip psikologi Gestalt.

Teori Koffka tentang belajar antara lain:

a. Jejak ingatan (memory traces), adalah suatu

pengalaman yang membekas di otak. Jejak-jejak ingatan

ini diorganisasikan secara sistematis mengikuti

prinsip-prinsip Gestalt dan akan muncul kembali kalau

kita mempersepsikan sesuatu yang serupa dengan jejak-

jejak ingatan tadi.

b. Perjalanan waktu berpengaruh terhadap jejak ingatan.

Perjalanan waktu itu tidak dapat melemahkan,

melainkan menyebabkan terjadinya perubahan jejak,

karena jejak tersebut cenderung diperhalus dan

disempurnakan untuk mendapat Gestalt yang lebih baik

dalam ingatan.

c. Latihan yang

terus menerus akan

memperkuat jejak

ingatan.

3) Wolfgang Kohler (1887-1967)

Kohler lahir di Reval, Estonia pada tanggal 21

Januari 1887. Kohler memperoleh gelar Ph.D pada tahun

1908 di bawah bimbingan C. Stumpf di Berlin.

Eksperimennya adalah : seekor simpanse diletakkan di

dalam sangkar. Pisang digantung di atas sangkar. Di

dalam sangkar terdapat beberapa kotak berlainan jenis.

Mula-mula hewan itu melompat-lompat untuk mendapatkan

pisang itu tetapi tidak berhasil. Karena usaha-usaha

itu tidak membawa hasil, simpanse itu berhenti sejenak,

seolah-olah memikir cara untuk mendapatkan pisang itu.

Tiba-tiba hewan itu dapat sesuatu ide dan kemudian

menyusun kotak-kotak yang tersedia untuk dijadikan

tangga dan memanjatnya untuk mencapai pisang itu.

Menurut Kohler apabila organisme dihadapkan pada

suatu masalah atau problem, maka akan terjadi

ketidakseimbangan kogntitif, dan ini akan berlangsung

sampai masalah tersebut terpecahkan. Karena itu,

menurut Gestalt apabila terdapat ketidakseimbangan

kognitif, hal ini akan mendorong organisme menuju ke

arah keseimbangan. Dalam eksperimennya Kohler sampai

pada kesimpulan bahwa organisme –dalam hal ini

simpanse– dalam memperoleh pemecahan masalahnya

diperoleh dengan pengertian atau dengan insight.

2. Implikasi Teori Belajar Gestalt

Pendekatan fenomenologis : menjadi salah satu

pendekatan yang eksis di psikologidan dengan pendekatan

ini para tokoh Gestalt menunjukkan bahwa studi

psikologi dapat mempelajari higher mental process, yang

selama ini dihindari karena abstrak, namun tetap dapat

mempertahankan aspek ilmiah dan empirisnya.

Fenomenologi memainkan peran yang sangat penting dalam

sejarah psikologi. Heidegger adalah murid Edmund

Husserl (1859-1938), pendiri fenomenologi modern.

Husserl adalah murid Carl Stumpf, salah seorang tokoh

psikologi eksperimental “baru” yang muncul di Jerman

pada akhir pertengahan abad XIX. Kohler dan Koffka

bersama Wertheimer yang mendirikan psikologi Gestalt

adalah juga murid Stumpf, dan mereka menggunakan

fenomenologi sebagai metode untuk menganalisis gejala

psikologis. Fenomenologi adalah deskripsi tentang data

yang berusaha memahami dan bukan menerangkan gejala-

gejala. Fenomenologi kadang-kadang dipandang sebagai

suatu metode pelengkap untuk setiap ilmu pengetahuan,

karena ilmu pengetahuan mulai dengan mengamati apa yang

dialami secara langsung.

Pandangan Gestalt menyempurnakan aliran

behaviorisme: dengan menyumbangkan ide untuk menggali

proses belajar kognitif, berfokus pada higher mental

process. Adanya perceptual field diinterpretasikan

menjadi lapangan kognitif dimana prosesproses mental

seperti persepsi, insight,dan problem solving

beroperasi. Tokoh : Tolman (dengan Teori Sign Learning)

dan Kohler (eksperimen menggunakan simpanse sebagai

hewan coba).

Aplikasi Teori Belajar Gestalt, yaitu:

1. Belajar

Proses belajar adalah fenomena kognitif. Apabila

individu mengalami proses belajar, terjadi

reorganisasi dalam perceptual fieldnya. Setelah

proses belajar terjadi, seseorang dapat memiliki cara

pandang baru terhadap suatu problem. Aplikasi teori

Gestalt dalam proses pembelajaran antara lain :

a. Pengalaman tilikan (insight) : bahwa tilikan

memegang peranan yang penting dalam perilaku yaitu

kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam

suatu obyek atau peristiwa.

b. Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning) :

kebermaknaan unsur-unsur yang terkait akan

menunjang pembentukan tilikan dalam proses

pembelajaran. Makin jelas makna hubungan suatu

unsur akan makin efektif sesuatu yang dipelajari.

c. Perilaku bertujuan (purposive behavior) : bahwa

perilaku terarah pada tujuan. Perilaku bukan hanya

terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi

ada keterkaitannya dengan tujuan yang ingin

dicapai. Proses pembelajaran akan berjalan efektif

jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin

dicapainya. Oleh karena itu, guru hendaknya

menyadari tujuan sebagai arah aktivitas pengajaran

dan membantu peserta didik dalam memahami

tujuannya.

d. Prinsip ruang hidup (life space) : bahwa perilaku

individu memiliki keterkaitan dengan lingkungan

dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang

diajarkan hendaknya memiliki keterkaitan dengan

situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta

didik.

e. Transfer dalam Belajar : yaitu pemindahan pola-

pola perilaku dalam situasi pembelajaran tertentu

ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt,

transfer belajar terjadi dengan jalan melepaskan

pengertian obyek dari suatu konfigurasi dalam

situasi tertentu untuk kemudian menempatkan dalam

situasi konfigurasi lain dalam tatasusunan yang

tepat. Judd menekankan pentingnya penangkapan

prinsip-prinsip pokok yang luas dalam pembelajaran

dan kemudian menyusun ketentuan-ketentuan umum

(generalisasi). Transfer belajar akan terjadi

apabila peserta didik telah menangkap prinsip-

prinsip pokok dari suatu persoalan dan menemukan

generalisasi untuk kemudian digunakan dalam

memecahkan masalah dalam situasi lain.

2. Insight

Pemecahan masalah secara jitu yang muncul

setelah adanya proses pengujian berbagai

dugaan/kemungkinan. Setelah adanya pengalaman

insight, individu mampu menerapkannya pada problem

sejenis tanpa perlu melalui proses trial-error lagi.

Konsep insight ini adalah fenomena penting dalam

belajar, ditemukan oleh Kohler dalam eksperimen yang

sistematis. Timbulnya insight pada individu

tergantung pada :

a. Kesanggupan : Kesanggupan berkaitan dengan

kemampuan inteligensi individu.

b. Pengalaman : Dengan belajar, individu akan

mendapatkan suatu pengalaman dan pengalaman itu

akan menyebabkan munculnya insight.

c. Taraf kompleksitas dari suatu situasi :Semakin

kompleks masalah akan semakin sulit diatasi

d. Latihan :Latihan yang banyak akan mempertinggi

kemampuan insight dalam situasi yang bersamaan

e. Trial and Error : Apabila seseorang tidak dapat

memecahkan suatu masalah, seseorang akan 

melakukan percobaan-percobaan hingga akhirnya

menemukan insight untuk memecahkan masalah

tersebut.

3. Memory

Hasil persepsi terhadap obyek meninggalkan jejak

ingatan. Dengan berjalannya waktu, jejak ingatan ini

akan berubah pula sejalan dengan prinsip-prinsip

organisasional terhadap obyek. Penerapan Prinsip of

Good Form seringkali muncul dan terbukti secara

eksperimental. Secara sosial, fenomena ini juga

menjelaskan pengaruh gosip/rumor. Fenomena gossip

seringkali berbeda dengan fakta yang ada. Fakta yang

diterima sebagai suatu informasi oleh seseorang

kemudian diteruskan kepada orang lain dengan dengan

dilengkapi oleh informasi yang relevan walaupun belum

menjadi fakta atau belum diketahui faktanya.

B. Teori Medan Kognitif Kurt Lewin

Teori Medan atau Field Theory, merupakan salah satu

teori yang termasuk rumpun Cognitive-Gestalt-Field. Teori

ini sama dengan Gestalt menekankan keseluruhan dan

kesatupaduan. Sebagai langkah awal, penting sekali

mengenali pondasi yang mengkonstruksi teori ini. Menurut

psikologi gestalt, keseluruhan itu berbeda dari

penjumlahan bagian-bagiannya atau membagi-bagi berarti

mendistorsi. Kita tidak akan dapat memahami atau

menikmati pengalaman mendengarkan simfoni musik orchestra

dengan menganalisa konstribusi musisi-musisi yang bermain

di dalamnya secara terpisah. Atau kita juga tidak mungkin

dapat menikmati keindahan sebuah lukisan bila melihat

bagian-bagiannya secara terpisah. Pada pokoknya,

psikologi gestalt selalu memberi penekanan pada totalitas

atau keseluruhan, bukan pada bagian-bagian.

Berbeda dengan kaum behavioral yang berpendapat

bahwa belajar adalah pengalaman empiris, maka menurut

Gestaltis belajar adalah fenomena konitif. Kognisi

sendiri dipahami sebagai proses mental karena kognisi

mencerminkan pemikiran dan tidak dapat diamati secara

langsung. Kognisi tidak dapat diukur secara langsung,

namun melalui perilaku yang ditampilkan dan dapat

diamati. Oleh sebab itu belajar merupakan proses mental

dan aspek-aspek belajar adalah unik bagi spesies manusia.

Ahli-ahli gestalt juga beranggapan bahwa benda-benda

hidup berbeda dengan mesin, selalu hidup dan saling

mempengaruhi dengan lingkungannya. Interaksi antara

individu dan lingkungan disebut sebagai perceptual field

(medan persepsi). Setiap medan persepsi memiliki

organisasi, yang cenderung dipersepsikan oleh manusia

sebagai figure and ground. Oleh karena itu, Psikologi

gestalt menekankan adanya pengorganisasian proses-proses

dalam persepsi, belajar dan problem solving dan juga

mempercayai bahwa setiap individu diarahkan untuk

mengorganisasikan serpihan informasi yang bersumber dari

beragam cara atau proses. Pengorganisasian inilah yang

kemudian mempengaruhi makna yang dibentuk.

Gestaltian juga menganut pandangan yang berbeda

dalam memandang problem tubuh-pikiran. Mereka

mengasumsikan adanya Isomorphism yakni adanya hubungan

antara aktivitas otak dengan kesadaran, antara pengalaman

psikologis dengan proses yang ada di dalam otak. Psikolog

Gestalt berkali-kali menyatakan pendapatnya bahwa dunia

fenomenal (kesadaran) adalah ekspresi yang akurat dari

situasi. Kesadaran pula yang menjadikan semua informasi

sensoris menjadi bermakna.

Dalam kaitannya dengan pokok-pokok teori belajar

menurut aliran Gestalt, disamping hukum-hukum pengamatan

yang menentukan proses belajar, menurut aliran ini

insight adalah inti dari belajar. Insight dapat diartikan

pemahaman atau pencerahan sehingga seorang pelajar dapat

menyelesaikan problem maupun tugas belajar. Maka menurut

aliran ini, remedial atau pengulang-ulangan materi bukan

hal penting walaupun belajar dengan insight dapat juga

diulangi. Contoh: pengulang-ulangan dalam melakukan

latihan soal-soal UN membuat siswa mungkin dapat menjawab

soal saat ujian berlangsung namun belum tentu dia

memahami subtansi soal sehinga bila soal berbeda dengan

rumus yang sama belum tentu dia dapat menyelesaikannya.

Belajar dengan insight membuat siswa memahami subtansi

masalah hingga bila soal diulang dalam format berbeda ia

masih dapat menyelesaikannya.

Aplikasi Teori Medan Kognitif dalam Pendidikan

Menurut Kurt Lewin perilaku ditentukan oleh

totalitas situasi yang melingkupi seseorang. Dalam teori

medannya, 'lapangan' didefinisikan sebagai the totality

of coexisting facts which are conceived of as mutually

interdependent (totalitas fakta-fakta yang mengiringi dan

dipahami saling tergantung atau terkait satu dengan yang

lainnya). Setiap individu berperilaku berbeda sesuai

dengan persepsi diri dan lingkungannya bekerja. Medan

psikologis atau lifespace, di mana orang berperilaku

harus ditinjau, dalam rangka memahami perilaku itu

sendiri. Penilaian seseorang berdasar persepsi diri dan

aspek lingkungan yang mendukungnya ini disebabkan karena

otak adalah sistem fisik, otak menciptakan medan yang

memengaruhi informasi yang masuk ke dalamnya, seperti

medan magnet memengaruhi partikel logam. Medan kekuatan

inilah yang mengatur pengalaman sadar.

Kurt Lewin (1892-1947) menaruh perhatian pada

kepribadian dan psikologi sosial. Lewin memandang bahwa

masing-masing individu berada di dalam suatu medan

kekuatan, yang bersifat psikologis. Medan kekuatan

psikologis dimana individu bereaksi disebut sebagai ”Life

Space”. Life Space mencakup perwujudan lingkungan dimana

individu bereaksi, misalnya: orang-orang yang ia jumpai,

objek material yang ia hadapi, serta fungsi-fungsi

kejiwaan yang ia miliki. Lewin berpendapat bahwa tingkah

laku merupakan hasil tindakan antar kekuatan-kekuatan,

baik yang dari dalam diri individu seperti; tujuan,

kebutuhan, tekanan kejiwaan maupun dari luar diri

individu, seperti; tantangan dan permasalahan.

Dalam medan hidup ini ada sesuatu tujuan yang ingin

dicapai, tetapi untuk mencapainya selalu ada barier atau

hambatan. Individu memiliki satu atau sejumlah dorongan

dan berusaha mengatasi hambatan untuk mencapai tujuan

tersebut. Apabila individu telah berhasil mencapai

tujuan, maka ia masuk ke dalam medan atau lapangan

psikologis baru yang di dalamnya berisi tujuan baru

dengan hambatan-hambatan yang baru pula. Demikian

seterusnya individu keluar dari suatu medan dan masuk ke

medan psikologis berikutnya.

Hall dan Lindzey merangkum poin utama Teori Medan

Kognitif Lewin sebagai berikut:

1. Perilaku adalah fungsi dari medan yang ada pada saat

perilaku tersebut terjadi.

2. Analisa tingkah laku dimulai dengan situasi sebagai

keseluruhan dari komponen-komponen tingkah laku yang

terpisah dan berbeda.

3. Individu yang konkret dalam sebuah situasi nyata

(konkret) dapat digambarkan secara matematis.

Dalam teori ini, individu dan kelompok dapat dilihat

dalam kacamata topologi (menggunakan peta sebagai

representasi). Individu berpartisipasi dalam serangkaian

ruang hidup seperti, keluarga, sekolah, kerja, masjid dan

ini dibangun di bawah pengaruh berbagai vektor. Tingkah

laku atau gerak seseorang akan terjadi kalau ada kekuatan

yang cukup yang mendorongnya. Meminjam dari matematika

dan fisika, Lewin menyebut kekuatan itu dengan nama

Vektor. Vektor digambar dalam bentuk panah, merupakan

kekuatan psikologis yang mengenai seseorang, cenderung

membuatnya bergerak ke arah tertentu. Arah dan kekuatan

vektor adalah fungsi dari valensi positif dan negatif

dari satu atau lebih region dalam lingkungan psikologis.

Jadi kalau satu region mempunyai valensi positif misalnya

berisi makanan yang diinginkan, vektor yang mengarahkan

ke region itu mengenai lingkaran pribadi. Kalau region

yang kedua valensinya negatif misal berisi anjing yang

menakutkan, vektor lain yang mengenai lingkaran pribadi

mendorong menjauhi region anjing. Jika beberapa vektor

positif mengenai dia, misalnya, jika seseorang dalam

kondisi sulit dan lapar sementara makanan harus

disiapkan, atau orang harus hadir dalam pertemuan penting

sedang ia tidak punya waktu untuk makan siang, hasil

gerakannya (tingkah lakunya) merupakan jumlah dari semua

vektor.

Kurt Lewin melihat needs (kebutuhan) sebagai

kekuatan yang mendasar yang menentukan perilaku

fisiologis dan inilah yang disebut deskripsi fisik dari

medan. Dalam teori ini kita juga bisa melihat bagaimana

Kurt Lewin berpertautkan pemahaman dari topologi

(lifespace misalnya), psikologi (kebutuhan, aspirasi),

dan sosiologi (misalnya medan gaya-motif yang jelas

tergantung pada tekanan kelompok). Ketiganya saling

berhubungan dalam sebuah tingkah laku. Intinya, teori

medan merupakan sekumpulan konsep dimana seseorang dapat

menggambarkan kenyataan psikologis.

Konsep-konsep teori medan telah diterapkan Lewin

dalam berbagai gejala psikologis dan sosiologis, termasuk

tingkah laku bayi dan anak anak , masa adolesen,

keterbelakangan mental, masalah-masalah kelompok

minoritas, perbedaan perbedan karakter nasional dan

dinamika kelompok.

1. Penggunaan Teori Medan dalam Belajar

a. Belajar sebagai perubahan sistem kognitif

Teori Medan (Field Theory) Lewin mengemukakan

bahwa siswa dalam situasi belajar berada dalam satu

medan atau lapangan psikologis. Dalam situasi

belajar siswa menghadapi suatu tujuan yang ingin

dicapai, tetapi selalu terdapat hambatan yaitu

mempelajari bahan belajar, maka timbullah motif

untuk mengatasi hanbatan itu yaitu dengan

mempelajari bahan belajar tersebut. Apabila hambatan

itu telah diatasi, artinya tujuan belajar telah

tercapai, maka ia akan masuk ke dalam medan baru dan

tujuan baru, demikian seterusnya.

Menurut teori ini belajar berusaha mengatasi

hambatan-hambatan untuk mencapai tujuan. Kurikulum

sekolah dengan segala macam tuntutannya, berupa

kegiatan belajar di dalam kelas, laboratorium, di

workshop, di luar sekolah, penyelesaian tugas-tugas,

ujian-ulangan dan lain-lain, pada dasarnya merupakan

hambatan yang harus diatasi.

Menurut Lewin belajar terjadi akibat adanya

perubahan struktur kognitif. Perubahan kognitif

adalah hasil dari dua macam kekuatan yaitu struktur

medan kognitif dan motivasi internal individu.

Apabila seseorang belajar, maka dia akan tambah

pengetahuannya. Artinya tahu lebih banyak dari pada

sebelum ia belajar. Ini berarti ruang hidupnya lebih

terdiferensiasi, lebih banyak subregion yang

dimilikinya, yang dihubungkan dengan jalur-jalur

tertentu. Dengan kata lain orang tahu lebih banyak

tentang fakta-fakta dan saling berhubungan antara

fakta-fakta itu.

Perubahan struktur pengetahuan (struktur

kognitif) dapat terjadi karena ulangan; situasi

mungkin perlu diulang-ulang sebelum strukturnya

berubah. Akan tetapi yang penting bukanlah bahwa

ulangan itu terjadi, melainkan bahwa struktur

kognitif itu berubah. Dengan pengaturan masalah

(problem) yang lebih baik, struktur mungkin dapat

berubah dengan ulangan yang sangat sedikit. Hal ini

telah terbukti dalam ekserimen mengenai insight.

Terlalu banyak ulangan tidak menambah belajar;

sebaliknya ulangan itu mungkin menyebabkan kejenuhan

psikologis (pychological satiation) yang dapat

membawa disorganisasi (kekacauan) dan dediferensiasi

(kekaburan ) dalam sistem kognitif.

Perubahan dalam struktur kognitif ini untuk

sebagian berlangsung dengan prinsif pemolaan

(patterning) dalam pengamatan, jadi disinilah lagi

terbukti betapa pentingnya pengamatan itu dalam

belajar. Perubahan itu disebabkan oleh kekuatan yang

telah intrinsik ada dalam struktur kognitif. Tetapi

struktur kognitif itu juga berubah-ubah sesuai

dengan kebutuhan yang ada pada individu. Disinilah

terjadi belajar dengan motivasi.

b. Hadiah dan Hukuman menurut Kurt Lewin

Bila kaum Behavioral memandang hadiah dan

hukuman sebagai The Law of Effect and The Law of

Reinforcement, maka Kurt Lewin menggambarkan situasi

yang mengandung hadiah atau hukuman sebagai situasi

yang mengandung konflik. Hal ini digambarkannya

dalam topologi berikut:

1) Situasi yang mengandung hukuman

P

Hk (-)

Tg (-)

fHk Ftg

B

B

Di dalam situasi yang digambarkan di atas,

ribadi (P) harus melakukan pekerjaan atau tugas

yang tidak menyenangkan (Tg), karenanya ada

kebutuhan untuk meninggalkan tugas yang tidak

menyenangkan itu. Supaya ia tetap mengerjakan

tugas itu, ada ancaman hukuman bila ia tidak

menyelesaikan tugas tersebut (Hk). Sehingga dalam

situasi seperti ini lalu timbul konflik, yaitu si

pribadi harus memilih diantara dua kemungkinan

yang tidak menyenangkan tersebut. Dalam situasi

ini, malah ada kecenderungan pribadi

menghindarkan diri dari kedua kondisi yang tidak

menyenangkan dirinya. Supaya pribadi tidak

meninggalkan medan itu maka harus dibuat barier

(B); barier dalam kehidupan nyata adalah

kekuasaan atau pengawasan.

Tg (-)

Hd

(+)

B

P

fHd FTg

2) Situasi yang mengandung hadiah

B

Dalam situasi yang mengandung hadiah,

pribadi tidak perlu dimasukkan dalam tembok

pengawasan seperti yang digambarkan pada topologi

yang mengandung hukuman, karena sifat menariknya

hadiah akan menahan pribadi untuk tetap berada

dalam medan. Akan tetapi barier (B) tetap

diperlukan untuk mencegah supaya pribadi jangan

sampai memperoleh hadiah secara langsung tanpa

mengerjakan tugas yang seharusnya dikerjakan.

Pengawasan dalam situasi ini masih diperlukan

karena hadiah (Hd) berhubungan dengan aktivitas

menjalankan tugas (Tg) secara eksternal, maka

selalu ada kecenderungan untuk mencari jalan

lebih singkat bahkan bila mungkin mendapatkan

hadiah tanpa mengerjakan tugasnya.

c. Masalah berhasil dan gagal

Kurt Lewin lebih setuju penggunaan istilah

sukses dan gagal dari pada istilah hadiah dan

hukuman. Sebab apabila tujuan-tujuan yang akan kita

capai itu adalah intrinsik, maka kita lebih tepat

menggunakan istilah berhasil atau gagal daripada

terminologi hadiah dan hukuman. Istilah hadiah dan

hukuman lebih dekat pada pendekatan nonpsikologis

sedang istilah sukses dan gagal merupakan kajian

dalam pendekatan psikologis. Secara psikologis yang

penting memang adalah bagaimana yang dialami

individu dalam menghadapi suatu problem. Suatu

pengalaman sukses haruslah dimengerti sesuai dengan

apa yang telah dikerjakan atau dicapai oleh

seseorang (pelajar). Misalnya seorang pelajar yang

merasa sukses karena naik kelas dengan nilai

terbaik. Namun ada pula yang tetap merasa sukses

karena ia naik kelas walau tidak dengan nilai

terbaik.

d. Sukses memberi mobilisasi energi cadangan

Kurt Lewin beranggapan bahwa dinamika

kepribadian itu dikarenakan oleh adanya energi dalam

diri seseorang yang disebut energi psikis. Energi

psikis inilah yang dipergunakan untuk berbagai

aktivitas seperti mengamati, mengingat, berpikir dan

sebagainya. Dalam keadaan sehari-hari, hanya sedikit

saja energi psikis yang dipergunakan dan sisanya

tersimpan sebagai energy cadangan. Apabila orang

mendapat pengalaman sukses, maka akan terjadi

mobilisasi energi cadangan sehingga kemampuan

individu untuk menyelesaikan problem bertambah. Oleh

sebab itu secara praktis sangat dianjurkan untuk

sebanyak mungkin memberikan kesempatan kepada para

peserta didik kita supaya mereka mendapatkan

pengalaman sukses.

C. Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget

1. Pengenalan Kepada Teori Perkembangan Kognitif Jean

Piaget

Teori Piaget dianggap sebagai teori perkembangan

kognitif yang lebih menyeluruh walaupun ada yang masih

menyoal dan tidak menyetujuinya.Teori ini ada pada

dasarnya telah menjadi menjadi asas dan pengaruh

kepada teori dan penyelidikan yang selanjutnya.Piaget

mengemukakan idea tentang pembentukan konsep kanak-

kanak dan kecerdasan dengan mencadangkan bahawa

penyelidik-penyelidik dapat belajar mengikut kemampuan

perkembangan intelek yang didalami oleh kanak-kanak

dengan berterusan. Pemerhatian beliau terhadap kanak-

kanak secara berterusan termasuk pemeriksaan terhadap

kesilapan anak-anak sendiri, maka beliau merumuskan

bahawa wujud sistem logikal yang mudah dan teratur

yang mendasari pemikiran kanak-kanak. Menurut piaget,

sistem-sistem ini adalah berbeza-beza daripada sistem

logikal yang digunakan oleh orang dewasa. Untuk

memahami perkembangan, sistem-sistem ini seharusnya

didefinisikan dan dibahagi mengikut ciri-ciri yang

tersendiri. Piaget percaya fungi kecerdasan adalah

untuk membanu menyesuaikan diri (adaptasi) kanak-kanak

terhadap persekitaran.

Fokus penyesuaian (adaptasi) adalah berdasarkan

perkembangan kognitif yang dilihat bersama-sama dengan

respon kompleks yang dialami terhadap persekitaran.

Dengan meningkatkannya pembelajaran dan kematangan

kanak-kanak, kedua-dua kecerdasan dan manifestasinya

menjadi berbeza-beza. Piaget percaya perkembangan

berlaku dalam tahap-tahap yang mengalami perubahan

melalui equilibration (penyeimbangan) keadaan yang

menyebabkan kanak-kanak mencari suatu keseimbangan di

antara apa yang dialami dalam persekitaran dengan

proses dan struktur kognitif yang dihadapinya.

Equilibration melibatkan tiga proses. Proses pertama,

dalam situasi-situasi tertentu, skema dan tahap

pemikiran kanak-kanak adalah cukup untuk menyesuaikan

atau mengadaptasikan cabaran-cabaran persekitaran.

Maka, kanak-kanak tersebut adalah dalam keadaan

equilibrium (keseimbangan). Proses kedua kanak-kanak

juga diberi informasi yang tidak sesuai dengan skema

kanak-kanak kurang menghadapi cabaran-cabaran baru.

2. Peringkat Perkembangan Teori Kognitif Jean Piaget

a. Peringkat Deria Motor (0-2 Tahun)

Dalam peringkat ini, kanak-kanak mula

menggunakan seria motornya untuk memahami dan

berinteraksi dengan persekitarannya. Selepas dilahir

selama dua bulan, seorang bayi sudah boleh

membezakan objek-objek di dalam persekitrannya.

Antara 4 hingga 8 bulan, bayi itu kelihatan telah

mempunyai daya koordinasi di antara penglihatan dan

sentuhan. Apabila berusia satu tahun, dia mula

menyedari objek-objek lain di dalam persekitarannya.

Diantara 1 hingga 2 tahun, kanak-kanak cuba

menggunkan berbagai-bagai skema (struktur

menyelesaikan masalah yang dia hadapi). Pada akhir

dua tahun, kanak-kanak kelihatan mula boleh belajar

bahasa dan lambang yang mudah. Dari kelahiran hingga

umur 2 tahun, kanak-kanak cuba belajar koordinasi di

antara deria motor dengan gerakannnya serta cuba

mengaitkan perkataan-perkataan dengan objek-objek

yang dapat dilihat dalam persekitarannya. Contohnya,

bayi berumur sebelum Sembilan bulan tidak akan

mencari objek yang tidak kelihatan setelah

diperhatikan objek tersebut sebelummya. Pada tahap

ini, bayi melihat kepada hubungan antara badannya

dengan persekitaran. Kebolehan deria motornya

berkembang dari semasa ke semasa. Bayi tersebut

mempelajari tentang dirinya dengan melihat,

menyentuh, dan mendengar di sekelilingnya kemudian

menirunya. Kebolehan untuk meniru tingkah laku

dikenali sebagai pembelajaran melalui pemerhatian

(observational learning) (Mussen dan Kagan, 1974).

Dalam perkembangan sensorimotor ini, terdapat enam

sub tahap yang dikategorikan dengan melihat

perkembangan kebolehan tertentu pada umur yang

tertentu.

1) Dari lahir hingga satu bulan (refleks)

Bayi hanya mampu melakukan gerakan pantulan. Gerakan

pantulan yang diwujudkan lahir melalui tingkah laku

pendengaran, penyusunan, gerakan tangan (genggaman

dan sebagainya), penyesuaian, pandangan, pergerakan

mata dan sebagainya. Gerakan ini belum dapat

ditentukan perbezaannya. Sebahagian besar daripada

gerakan ini dilakukan ialah untuk keperluan tertentu

atau hanya sebagai gerakan pantulan sahaja.

2) Sebulan hingga empat bulan (reaksi asas sekular)

Peringkat pertama pencapaian untuk penyesuaian dan

berlakunya reaksi sekular. bayi mula mempunyai

pengertian tentang bahagian badannya yang tertentu.

Di tahap ini pengalaman memainkan peranan yang

penting untuk pembentukan tingkah laku kanak-kanak.

Pengalaman boleh didapati daripada perkembangan di

tahap pertama. dengan itu tingkah laku kanak-kanak

pada tahap kedua ini sudah bergantung kepada andaian

sebab musabab yang tertentu untuk mewujudkan sesuatu

situasi baru. Pergerakan sistem sensori mula

diselaraskan dengan sistem pandangan dan gerakan

tangan. bila mendengar sesuatu bunyi, bayi akan

menggerakkan kepala dan matanya ke arah punca sumber

bunyi. Contohnya, sekiranya bayi tersebut melakukan

sesuatu tingkah laku yang ganjarannya akan mendapat

menyeronokkan atau menyenangkan, dia akan mengulangi

tingkah laku itu lagi.

3) Empat hingga lapan bulan (reaksi sekular kedua)

Di tahap ini bayi mempunyai persediaan untuk membuat

pandangan da n pemerhatian yang lebih. Kebanyakan

tingkahlaku bayi dihasilkan daripada sesuatu proses

pem belajaran. Bayi telah dapat melakukan tingkah

laku baru seperti mengambil sesuat u barang lalu

menggerakkannya. Di waktu ini, bayi boleh membuat

tanggapan ten tang objek dalam tangannya. Contohnya,

bayi itu sengaja memasukkan barang mainan ke dalam

mulut dengan tujuan untuk mengeta hui atau mengenali

barang tersebut.

4) Lapan hingga dua belas bulan ( reaksi kordinasi)

Ia dikatakan sebagai masa pengukuhan di mana keadaan

yang wujud sebelumnya disesuaikan di antara satu

sama lain. Pada tahap ini, perkembangan mental bayi

sudah dapat dikatakan sebagai sebagai berada di

tahap perkembangan daya kognitif dan kebolehan

mental asas pada bayi. Bayi sudah mengetahui sebab

akibat sesuatu keadaan berlaku. Contohnya, apabila

menggoncangkan sesuatu alat mainan, ia akan

berbunyi.

5) Dua belas bulan hingga lapan belas bulan (reaksi

sekular ketiga)

Pada ketika ini, penemuan makna baru melalui

pengalaman yang dilalui oleh bayi berlaku secara

aktif. hal ini, bayi memerlukan kecepatan untuk

melahirkan keseluruhan rangkaian tingkah laku

apabila berada di dalam sesuatu situasi baru. di

tahap ini, bayi memperlihatkan kemajuan yang pesat

berhubung dengan pemahaman sesuatu konsep dan telah

mempunyai konsep yang kukuh tentang sesuatu objek.

bayi juga mengalami proses cuba jaya tetapi dalam

keadaan yang mudah. Contohnya, kanak-kanak ini akan

mencuba pelbagai bunyi dan tingkah laku untuk

mendapatkan perhatian.

6) Lapan belas bulan hingga dua tahun (penggambaran

pemikiran awal)

Berlakunya kombinasi mental di mana kanak-kanak mula

mempunyai keupayaan untuk memahami aktiviti

permainan dan fungsi simbolik. Pada ketika ini,

kanak-kanak dapat mengatasi masalah kaedah cuba jaya

dan dapat membezakan jenis-jenis tingkah laku

peniruan yang diperhatikan. kanak-kanak juga telah

mengetahui tentang peranan jantina dan fungsi

individu dalam rumahtangga.

b. Peringkat Pra Operasi (2 hingga 7 Tahun)

Dalam peringkat ini, kanak-kanak boleh

menggunakan bahasa serta symbol untuk mengambarkan

sesuatu konsep. Apabila mencapai umur 4 tahun kanak-

kanaktelah boleh bertutur dengan fasih dan melalui

bahasa yang dikuasai, perkembangan kognitifnya kian

menjadi pesat. Pemikiran kanak-kanak dalam peringkat

ini adalah egosentrik. Mereka menganggap

pengalamandan pandangan orang lain adalah serupa

dengannya. Mereka percaya semua objek mempunyai

jiwa, oleh itu mereka tidak boleh membezakan angan-

angan dengan kenyataan. Mereka hanya boleh memikir

secara transdaktif, iaitu daripada contoh khusus

kepada contoh contoh khusus sahaja. Namun demikian,

mereka tidak boleh memikir secara deduktif (daripada

umum kepada contoh khusus) dan secara induktif

(daripada contoh khusus kepada umum). Pada akhir

peringkat ini, mereka mula berupaya member sebab

untuk menyokong kepercayaan mereka, boleh

mengelaskan objek mengikut ciri-ciri tertentu dan

memahami konsep pengabadian bilangan.

c. Peringkat Operasi Konkrit (7 hingga 12 Tahun)

Tahap ini bermula pada umur tujuh tahun atau

lapan tahun hingga 11 atau 12 tahun. Kanak-kanak

dapat memanipulasikan dan membentuk reprentasi

mental secara dalaman. Mereka mempunyai pelbagai

pemikiran dan memori tentang objek-objek yang

konkrit seperti computer, perabot dan benda-benda

maujud. Dalam eksperimen konservasi kuantiti yang

dilakukan oleh Piaget, kanak-kanak dapat

mengabadikan (conserve) dalam minda kuantiti dan

memerhatikan perubahan dalam bentuk luaran objek

atau benda-benda. Pada mulanya, kanak-kanak

bergantung pada persepsi segera seperi rupa bentuk

objek secara luaran. Dengan perlahan-lahan mereka

membentuk peraturan dan skema dalaman tentang apa

dan bagaimana sesuatu perkara berlaku.Seterusnya,

menggunakan skema dalaman untuk member panduan

tentang penaakul daripa bentuk luaran sahaja. Kanak-

kanak di tahap operasi konkrit ini dapat

memanipulasi representasi dalaman objek-objek yang

konkrit ini dapat memanipulasi representasi dalaman

objek-objek yang konkrit untuk mengenal pasti

kuantiti-kuantiti yang terkandung di dalamnya.

Seterusnya, implikasi logikal dapat menyedarkan

kanak-kanak tentang objek-objek yang disentuh.

Menurut Piaget, tahap terakhir dalam perkembangan

kognitif adalah meneliti dan mengsplikasi prinsip-

prinsip yang sama kepada konsep-konsep abstrak.

d. Peringkat Operasi Formal (selepas 12 Tahun)

Tahap operasi formal bermula umur 11 atau 12

tahun dan seterusnya melibatkan operasi mental pada

yang abstrak dan symbol yang mungkin tidak mempunyai

bentuk fizikal dan konkrit. Dalam pada itu, kanak-

kanak mula memahami perkara-perkara yang mungkin

mereka tidak terlibat dan alami secara langsung.

Lebih daripada itu, mereka dapat membentuk dan

mencari untuk mewujudkan representasi mental pada

situasi yang dihadapinya dengan logic. Justeru,

teori perkembangan kognitif adalah berasaskan tahap

demi tahap. Bagi Piaget, tahap-tahap ini berlaku

pada usia yang sama bagi kanak-kanak. Setiap tahap

memasuki tahp baru, kanak-kanak memikirkan cara-cara

dan ciri-ciri yang dikenal pasti dalam tahap

berkenaan dengan nyata dan berkesan. Dalam

peringkat, remaja telah boleh memikir secara abstrak

dan boleh menyelesaikan masalah yang lebih kompleks.

Mereka juga boleh memikir secara deduktif atau

induktif dan menggunakannya untuk membuktikan teori

atau hukum matematik.

e. Empat Tahap Perkembangan Kognitif Piaget

Tahap TempohSensori Motor Sejak lahir hingga 2

tahunPraoperasi 2 hingga 7 tahun

Operasi Konkrit 7 hingga 12 tahunOperasi Formal 11 tahun hingga zaman

remajaJadual Empat tahap Perkembangan Kognitif Piaget

Di dalam Teori Kognitif Kanak-Kanak yang telah

dibincangkan, Piaget menenkankan pengubahsuaian diri

dalam alam sekitar adalah faktor yang penting dalam

perkembangan kognitif individu. Beliau berpendapat,

di dalam proses pengubahsuaian diri dalam alam

sekitar, pembelajaran sebearnya telah berlaku

apabila individu memperolehi pengalaman daripada

proses interaksinya dengan orang lain, perkara atau

benda yang terdapat dalam alam sekitar.

Di dalam TeoriPembelajaran Kognitif Piaget (1970),

terkandung huraian limakonsep asas teori iaitu

skema, adaptasi, keseimbangan, asimilasi dan

akomodasi yang berkait rapat dengan pembelajaran

kognitif individu.

3. Skema (Schema)

Skema merupakan model tingkah laku asas individu

yang ditonjolkan semasa proses pengubasuaian diri dalam

alam sekitar. Ia adalah dirujuk sebagai kebolehan atau

pengalaman individu yang dipelajari dan diperolehi

berdasarkan syarat-syarat yang diwarisi. Oleh itu, skema

yang ditonjolkan, misalnya aksi, bahasa, pemikiran,

pandangan ataupun idea yang boleh mewakili ciri tingkah

laku, adalah disebut sebagai skema individu. Maka,

skema individu merupakan tinkah laku yang sering

berubah mengikut pembelajarannya. Di dalam peringkat-

peringkat perkembangan kanak-kanak skema tingka laku

mereka berubah dari semasa ke semasa, biasanya dari

kasar kepada halus, dan daripada mudah kepada kompleks.

Contohnya,kanak-kanak memegang sesuatu benda adalah

skema pegangangnya. Ini menyebabkan teknik memegangnya

semakin beransur-ansur maju apabila perubahan skema

kanak-knaakini sebenarnyamewakili hasil yang diperolehi

daripada pembelajarannya.

4. Adaptasi (adaptation)dan Keseimbangan (equilibration)

Di dalam teori pembelajaran kognitif Piaget,

adaptasi dan keseimbangan adalah saling berkait dan

saling mempengaruhi satu sama lain. Tambahan pula,

kedua-duanya menggunakan skema sebagai asas tindakan

dia antara mereka. Kehidupan individu di dalam alam

sekitar, sekiranya skemanya (bentuk tingkah laku) yang

sedia ada telah memadai digunakan untuk memuaskan

keperluan semasa proses pengubahsuaian diri, maka

individu itu tidak perlu lagi memperolehi pengalaman

baru, dan pembelajaran baru tidak akan berlaku lagi. Di

dalam situasi ini, ia bermakna skemanya belum berubah,

bentuk adaptasi pun belum berubah, oleh itu perhubungan

dalaman dan luaran individu adalah dikatakan sedang di

bawah keadaan keseimbangan. Sebaliknya, jika seseorang

individu tidak dapat menggunakan skemanya yang sedia

ada untuk mengadaptasikan keperluan alam sekitar,

keadaan keseimbangan di antara individu itu dengan alam

sekitarnya akan hilang dan lenyap . Di dalam proses

ini, keseimbangan adalah sama dengan sesuatu kuasa

penggerak dalaman, iaitu di bawah konteks psikologi

adalah dikatakan sebagai motivasi pembelajaran. Adalah

ditegaskan disini, Piaget menghuraikan pembelajaran

sebagai motivasi individu yang mengambil inisiatif

sendiri untuk megubahsuai diri dalam alam sekitar dan

bukan seperti teori rangsangan.

5. Asimilasi (assimilation) dan Akomodasi (accommodation)

Untuk mengekalkan keseimbangan, iaitu memperolehi

pula kepuasan kerana motivisi, individu terpaksa

mengubahsuai diri melalui proses adaptasi. Di dalam

proses adaptasi ini, skema individu beransur-ansur

berubah hingga perubahan tingkahlakunya menjadi semakin

kompleks. Mengikut pandangan Piaget, adaptasi

merangkumi dua bentuk, satunya ialah asimilasi dan satu

yang lain ialah akomodasi, kedua-dua saling berkait dan

saling melengkapi dalam pembentukan proses pembelajaran

kognitif secara keseluruhan. Fenomena mengubah struktur

kognitif kerana proses adaptasi adalah dikenali sebagai

proses akomodasi. Dengan huraian ini, adalah didapati

bahawa akomodasi merupakan sesuatu proses psikologikal

yang berlaku semasa seseorang individu berusaha atas

inisiatif sendiri melalui mengubah struktur kognitif

dengan tujuan mengadaptasi keperluan situasi

pembelajaran yang dihadapinya. Ringkas kata, mengikut

piaget, murid belajar melalui proses adaptasi,

mengorganisasi ilmu atau maklumat baru dan dengan

proses asimilasi, i , mentransformnya dalam struktur

kognitif (skema) dengan ilmu dan maklumat yang sedia

ada dapat diperkukuh serta ditambah. Bagi ilmu atau

maklumat yang tidak seimbang dengan skemanya, mereka

menggunakan proses akomodasi untuk cara reorganisasi

dan menyesuaikannya dalam struktur kognitif dan dengan

proses yang sedemkian, ilmu pengetahuan murid dapat

diperkembangkan dan dipertingkat kepada tahap yang

lebih tinggi.

D. Teori Discovery Learning Jerome Bruner

1. Pengertian Discovery Learing

Istilah Discovery Learning sering diartikan Inguiry

Training atau Problem Solving dan ketiganya sering dipakai

secara bergantian. Akan tetapi Jonson membedakan bahwa

inti dari Discovery Learning yaitu usaha untuk memperoleh

pengertian dan pemahaman yang lebih dalam dari pada

Inguiry.

Pengertian discovery learning menurut Jerome Bruner

adalah metode belajar yang mendorong siswa untuk

mengajukan pertanyaan dan menarik kesimpulan dari

prinsip-prinsip umum praktis contoh pengalaman.

Dan yang menjadi dasar ide J. Bruner ialah

pendapat dari piaget yang menyatakan bahwa anak harus

berperan secara aktif didalam belajar di kelas. Untuk

itu burner memakai cara dengan apa yang

disebutnya discovery learning, yaitu dimana murid

mengorganisasikan bahan yang dipelajari dengan suatu

bentuk akhir.

2. Jurme Bruner dengan Teori Doscovery Learningnya

Dalam psikologi kognitif peserta didik merupakan

prosesor informasi yang aktif yang mana proses

informasi tersebut merupakan kebutuhan untuk

menyederhanakan dan merasionalisasikan proses

perolehan pengetahuan dari lingkungan karena

keterbatasan peran guru dalam kegiatan belajar

mengajar, disamping itu peserta didik tidak diberikan

materi secara langsung akan tetapi mereka

mengorganisasikan sendiri.

Jerume dalam mengembangkan konsep kognitif muncul

dari pemahaman bahwa proses belajar adalah adanya

pengaruh kebudayaan terhadap tingkah laku individu,

maka perkembangan kognitif individu terjadi melalui

tiga tahap yang ditentukan oleh bagaimana cara melihat

lingkungan. Tahap-tahap tersebut meliputi Enactive,

Iconic, dan Symbolic.

a. Tahap Enactive yaitu individu melakukan aktifitas-

aktifitas dalam memahami lingkungan sekitar, yang

mana dalam memahami lingkungan sekitar dengan

pengetahuan motorik.

b. Tahap Iconic yaitu individu memahami objek-objek

atau dunianya melalui gambar dan visualisasi

verbal. Yang mana dalam memahami dunia sekitarnya

dengan peruumpamaan dan perbandingan.

c. Tahap Symbolic yaitu individu telah mampu memiliki

ide atau gagasan abstrak yang sangat dipengaruhi

oleh kemampuannya dalam berbahasa dan logika. Dalam

tahap ini individu memahami lingkungan sekitar

dengan mengunakan simbol.

Menurut Jerume Bruner, perkembangan kognitif

individu dapat ditingkatkan melalui penyusunan materi

pelajaran dan mempresentasikannya sesuai dengan tahap

perkembangan individu tersebut. Penyusunan materi

pelajaran dan penyajiannya dapat dimulai dari materi

secara secara umum kemudian secara berkala kembali

mengajarkan materi yang sama secara terperinci.

Dalam teori initer dapat beberapa tindakan antara

lain:

a. Adanya suatu kenaikan didalam potensi intelektual.

b. Ganjaran intrinsic lebih ditekankan daripada

ekstrinsik.

c. Murid yang mempelajari bagaimana menemukan berarti

murid itu menguasai metode ini.

d. Murid lebih senang mengingat-ingat informasi.

E. Teori Belajar Robert M. Gagne

1. Peristiwa-persitiwa Belajar menurut Robert M. Gagne

Pembelajaran menurut Gagne adalah seperangkat   

proses yang bersifat internal bagi setiap individu

sebagai hasil transformasi rangsangan yang berasal

dari persitiwa eksternal di lingkungan individu yang

bersangkutan (kondisi).  Agar kondisi eksternal itu

lebih bermakna sebaiknya diorganisasikan dalam urutan

persitiwa pembelajaran (metode atau perlakuan). 

Selain itu, dalam usaha mengatur kondisi eksternal

diperlukan berbagai rangsangan yang dapat diterima

oleh panca indra, yang dikenal dengan nama media dan

sumber belajar.

Pembelajaran menurut Gagne hendaknya mampu

menimbulkan persitiwa belajar dan proses kognitif. 

Peristiwa belajar (instructional events) adalah persitiwa

dengan urutan sebagai berikut : menimbulkan minat dan

memusatkan perhatian agar peserta didik siap menerima

pelajaran, menyampaikan tujuan pembelajaran agar

pseerta didik tahu apa yang diharapkan dala

pembelajaran itu, mengingat kembali konsep/prinsip

yang telah dipelajari sebelumnya yang merupakan

prasyarat, menyampaikan materi pembelajaran,

memebrikan bimbingan atau pedoman untuk belajar,

membangkitkan timbulnya unjuk kerja peserta didik,

memberikan umpan balik tentang kebenaran pelaksanaan

tugas, mengukur/evaluasi belajar, dan memperkuat

referensi dan transfer belajar. 

Suciati dan Irawan menjelaskan sembilan peristiwa

pembelajaran Gagne dalam bentuk bagan sebagai

berikut : 

NoPeristiwa

PembelajaranPenjelasan

1

Menimbulkan minat

dan memusatkan

perhatian

Peserta didik tidak

selalu siap dan fokus

pada awal

pembelajaran.  Guru

perlu menimbulkan

minat dan perhatian

anak didik melalui

penyampaian sesuatu

yang baru, aneh,

kontradiktif atau

kompleks

2Menyampaikan

tujuan

Hal ini dilakukan agar

peserta didik tidak

pembelajaran

menebak-nebak apa yang

diharapkan dari

dirinya oleh guru. 

Mereka perlu

mengetahui unjuk kerja

apa yang akan

digunakan sebagai

indikator penguasaan

pengetahuan atau

keterampilan

3

Mengingat kembali

konsep/prinsip

yang telah

dipelajari yang

merupakan

prasyarat

Banyak pengetahuan

baru yang merupakan

kombinasi dari konsep,

prinsip atau informasi

yang sebelumnya telah

dipelajari, untuk

memudahkan mempelajari

materi baru

4Menyampaikan

materi

pembelajaran

Dalam menjelaskan

materi pembelajaran,

menggunakan contoh,

penekanan untuk

menunjukkan perbedaan

atau bagian penting,

baik secara verbal

maupun

menggunakanfitur

tertentu (warna, huruf

miring, garisbawahi,

dsb)

5

Memberikan

bimbingan atau

pedoman untuk

belajar

Biimbingan diberikan

melalui pertanyaan-

pertanyaan yang

membiimbing

proses/alur pikir

peserta didik.  Perlu

diperhatikan agar

bimbingan tidak

diberikan secara

berlebihan

6

Memperoleh unjuk

kerja peserta

didik

Peserta didik diminta

untuk menunjukkan apa

yang telah dipelajari,

baik untuk myakinkan

guru maupun dirinya

sendiri

7

Memberikan umpan

balik tentang

kebenaran

pelaksanaan tugas

Umpan balik perlu

diberikan untuk

membantu peserta didik

mengetahu sejauh mana

kebenaran atau unjuk

ekrja yang dihasilkan

8Mengukur/

mengevaluasi hasil

belajar

Pengukuran hasil

belajar dapat

dilakukan melalui tes

maupun tugas.  Perlu

diperhatikan validitas

dan reliabilitas tes

yang diberikan dari

hasil observasi guru

9

Memperkuat

referensi dan

transfer belajar

Referensi dapat

ditingkatkan melalui

latihan berkali-kali

menggunakan prinsip

yang dipelajari dalam

konteks yang berbeda. 

Mondisi/situasi pada

saat transfer belajar

diharapkan terjadi,

harus berbeda. 

Memecahkan masalah

dalam suasana di kelas

akan sangat berbeda

dengan susasana riil

yang mengandung resiko

Menurut Gagne, belajar memberi kontribusi

terhadap adaptasi yang diperlukan untuk mengembangkan

proses yang logis, sehingga perkembangan perilaku

(behaviour) adalah hasil dari efek belajar yang kumulatif

serta tidak dapat didefinisikan dengan mudah karena

belajar bersifat kompleks.

2. Kemampuan Belajar menurut Robert M. Gagne

Gagne mengkajji masalah belajar yang kompleks dan

menyimpulkan bahwa informasi dasar atau keterampilan

sederhana yang dipelajari mempengaruhi terjadinya

belajar yang lebih rumit.  Menurut Gagne ada lima

kategori kemampuan belajar, yaitu :

a. keterampilan intelektual atau kemmepuan seseorang

untuk berinteraksi dengan lingkungannya masing-

masing dengan penggunaan lambang.  Kemampuan ini

meliputi:

1) asosiasi dan mata rantai (menghubungkan suatu

lambang dengan suatu fakta)

2) diskriminasi (membedakan suatu lambang dengan

lambang lain)

3) konsep (mendefinisikan suatu pengertian atau

prosedur)

4) kaidah (mengkombinasikan beberapa konsep dengan

suatu cara)

5) kaidah lebih tinggi (menggunakan beberapa

kaidah dalam memecahkan suatu masalah)

b. strategi/siasat kognitif yaitu keterampilan peserta

didik untuk mengatur proses internal perhatian,

belajar, ingatan dan pikiran

c. informasi verbal, yaitu kemampuan untuk mengenal dan

menyimpan nama atau istilah, fakta, dan serangkaian

fakta yang merupakan kumpulan pengetahuan

d. keterampilan motorik, yaitu keterampilan

mengorganisasikan gerakan sehingga terbentuk

keutuhan gerakan yang mulus, teratur, dan tepat

waktu

e. sikap, yaitu keadaan dalam diri peserta didik yang

mempengaruhi (bertindak sebagai moderator atas

pilihan untuk bertindak).  Sikap ini meliputi

komponen afektif, kognitif dan psikomotorik.

Untuk mempermudah pembahasan kelima kemampuan

belajar ini disajikan dalam tabel sebagai berikut :

No

Jenis

hasil

belajar

Deskripsi

kemampuanContoh

1

Kemampuan

intelektu

al

Menerapkan  konsep

dan peraturan

untuk mengatasi

masalah dan ide-

ide untuk

menghasilkan

produk

Mentakhrij hadits

untuk mengetahui

validitas hadits

untuk selanjutnya

digunakan sebagai

dasar penentuan

sebuah fatwa agama

2 Strategi

kognitif

Mengelola pikiran

dan proses belajar

seseorang

Secara selektif

menggunakan

pendekatan ushul

fiqih, ilmu hadits

dan ilmu tafsir

dalam

beristinbathhukum

mengenai suatu

permasalahan

kontemporer yang

belum pernah

dibahas sebelumnya

3Informasi

verbal

Menyebut,

menceritakan, atau

menggambarkan

informasi yang

telah tersimpan

sebelumnya

Menyebutkan kaidah-

kaidah ushul fiqih

4

Kemampuan

keterampi

lan

motorik

(skill)

Melaksanakan suatu

tindakan dengan

tepat dan cepat

Seorang yang hafal

al-Quran segera

dapat membenarkan

bacaan ketika

terjadi kesalahan

yang tidak

disengaja

5 Sikap Menentukan tidakan

pribadi

Dalam sebuah

majelas taklim,

seorang ulama

mendengarkan

pertanyaan umat

mengenai berbagai

masalah agama yang

mereka hadapi dan

dapat merespons

dalam majelis

tersebut

Gagne juga menyatakan bahwa untuk dapat

memperoleh dan menguasai kelima kategori kemampuan

belajar tersebut di atas, ada sejumlah kondisi yang

perlu diperhatikan oleh pendidik.  Ada kondisi belajar

internal yang timbul dari memori peserta didik sebagai

hasil belajar sebelumnya, dan ada sejumlah kondisi

eksternal ditinjau dari peserta didik.  Kondisi

eksternal ini bila diatur dan dikelola dengan baik

merupakan usaha untuk membelajarkan, misalnya

pemanfaatan atau penggunaan berbagai media dan sumber

belajar.

Berdasarkan kondisi internal dan eksternal

tersebut, Gagne menjelaskan bagaimana proses belajar

itu terjadi.  Model proses belajar yang dikembangkan

oleh Gagne didasarkan  pada teori pemrosesan informasi

, yaitu sebagai berikut:

a. Rangsangan yang diterima panca indera akan

disalurkan ke pusat syaraf dan dikenal sebagai

informasi.

b. Informasi dipilih secara selektif, ada yang

dibunag, ada yang disimpan dalam memori jangka

pendek, dan ada yang disimpan dalam memori jangka

panjang.

c. Memori-memori ini tercampur dengan memori yang

telah ada sebelumnya, dan dapat diungkap kembali

setelah dilakukan pengolahan.

Didasarkan atas teori pemrosesan infromasi

tersebut, Gane mengemukakan bahwa suati tindakan

belajar meliputi delapan kejadian-kejadian eksternal

yang dapat distrukturkan oleh siswa dan guru, dan

setiap fase ini dipasangkan dengan suatu proses

internal yang terjadi dalam pikiran siswa. 

3. Tipe-tipe Belajar menurut Robert M. Gagne

Gagne menyusun tipe-tipe belajarberdasarkan hasil

belajar yang diperoleh dan bukan proses belajar yang

dilalui peserta didik untuk mencapai hasil itu. 

Selain itu, Gagne mencoba menempatkan delapan tipe

belajar itu berada dalam suatu urutan hirakis, yaitu

tipe belajar yang satu menajdi dasar atau landasan

tipe belajar berikutnya.  Dengan demikian, peserta

didik yang tidak menguasai tipe belajar yang

terdahulu,  akan mengalami kesulitan dalam mengusai

tipe belajar selanjutnya.  Selanjutnya Gagne

menambahkan bahwa empat  tipe belajar pertama (nomor 1

s/d 4) kurang relevan untuk belajar di sekolah,

sedangkan empat tipe kedua (nomor 5 s/d 8) lebih

menonjolkan pada belajar kognitif yang memang

ditonjolkan di sekolah. Untuk lebih jelasnya,

kedelapan tipe belajar ini disajikan dalam tabel

berikut: 

No Tipe Belajar Hasil Belajar Contoh Prestasi

1

Belajar

sinyal(signal

learning)

Memberikan

reaksi pada

perangsang (S-

R)

Guru sejarah yang

galak dikuti oleh

siswa – Siswa

tidak suka sejarah

2

Belajar

stimulus

respon(stimulu

s response

learning)

Memberikan

reaksipada

perangsang (S-

R)

Gurumemuji

tindakan siswa –

Siswa cenderung

mengulang

3

Belajar

merangkai

tingkah laku

(behaviour

chaining

learning)

Menghubungkan

gerakan yang

satu dengan

yang lain

Membuka pintu

mobil – duduk –

kotrol persneling

– menghidupkan

mesin – menekan

kopling – pesang

persneling 1 –

menginjak gas

4

Belajar

asosiasi

verbal( verbal

chaining

learning)

Memberikan

reaksi verbal

pada

stimulus/peran

gsang

Nomor teleponmu?

(021) 617812

5 Belajar Memberikan Menyebutkan merek

diskriminasi(d

iscrimination

learning)

reaksi yang

berbeda pada

stimulus-

stimulus yang

mempunyai

kesamaan

mobil-mobil yang

lewat di jalan

6

Belajar

konsep(concept

learning)

Menempatkan

obyek-obyek

dalam kelompok

tertentu

Manusia, ikan

paus, kera,

anjing, adalah

makhluk menyusui

7

Belajar

kaidah(rule

learning)

Menghubungkan

beberapa

konsep

Benda bulat

berguling pada

alas yang miring

8

Belajar

memecahkan

masalah(proble

m solving)

Mengembangkan

beberapa

kaidah menjadi

prinsip

pemecahan

masalah

Menemukan cara

memperoleh energi

dari tenaga atom,

tanpa mencemarkan

lingkungan hidup

Dengan demikian, ada beberapa prinsip

pembelajaran dari teori gagne, yaitu antara lain

berkaitan dengan:

a. perhatian dan motivasi belajar peserta didik,

b. keaktifan belajar dan keterlibatan

langsung/pengalaman dalam belajar,

c. pengulangan belajar,

d. tantangan semangat belajar,

e. pemberian umpan balik dan penguatan belajar,

f. adanya perbedaan individual dalam perilaku belajar.

Selain itu Gagne juga mementingkan akan adanya

penciptaan kondisi beljaar, termasuk lingkungan

belajar, khususnya kondisi yang berbasis media, yaitu

meliputi jenis penyajian yang disampaikan kepada

peserta didik dengan penjadwalan, pengurutan dan

pengorganisasian.