makalah penaruh bahasa asing terhadap perkembangan bahasa asing
Transcript of makalah penaruh bahasa asing terhadap perkembangan bahasa asing
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................
DAFTAR ISI...................................
BAB 1 : PENDAHULUAN..........................
1.1 Latar Belakang...........................
1.2 Rumusan Masalah..........................
1.3 Tujuan...................................
BAB 2 : PEMBAHASAN.........................
2.1 Kedudukan bahasa nasional dan bahasa asing
2.2 Jati diri bahasa indonesia...............
2.3 kedudukan dan fungsi bahasa indonesia ………………...
BAB 3 : PENUTUP..............................
3.1 Kesimpulan...............................
3.2 Saran....................................
DAFTAR PUSTAKA...............................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Setiap negara mempunyai media komunikasi yang mana
dapat meperlancar suatu hubungan antar individu. Alat
komunikasi ini kita sebut bahasa.
Bahasa adalah suatu sistem dari lambang bunyi arbitrer
yang dihasilkan oleh alat ucap manusia dan dipakai oleh
masyarakat komunikasi, kerja sama dan identifikasi diri.
Bahasa lisan merupakan bahasa primer, sedangkan bahasa
tulisan adalah bahasa sekunder. Arbitrer yaitu tidak adanya
hubungan antara lambang bunyi dengan bendanya.
Bahasa Indonesia merupakan media komunikasi yang
digunakan oleh rakyat Indonesia dalam berbhasa antar daerah.
Bahasa Indonesia juga bisa disebut sebagai jati diri bangsa
Indonesia itu sendiri. Bahasa Indonesia sudah dikenal dari
anak-anak hingga dewasa karena merupakan suatu media yang
menasional.Keadaan ini sungguh memprihatinkan. Jika generasi
penerus masa depan bangsa Indonesia sudah tidak bisa
menghargai bahasa sendiri maka bahasa Indonesia tidak dapat
menjalankan fungsinya sebagai bahasa Nasional.
Sudah saatnya pemerintah bertindak dalam menyelamatkan
bahasa Indonesia dari keterpinggiran. Setidaknya
penyelamatan ini dimulai dari pemerinta uang mengeluarkan
kebijakan agar Bahasa Indonesia tetap dapat menjalankan
fungsinya walaupun terdapat sekolah yang di anggap memenuhi
standart internasional. Tidak hanya pemerintah tetapi
masyarakat yang berpendidikan harus membantu dalam
menyelamatkan bahasa Indonesia, agar bahasa Indonesia bisa
menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Sehingga Bangsa
Indonesia bisa maju dengan tetap menghargai bahasa sendiri.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana cara menyamakan kedudukan antara Bahasa
Asing dan Bahasa Nasional?
2. Bagaimana jati diri Bangsa Indonesia yang
membedakannya dengan Bangsa lain?
3. Bagaimana kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia?
1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui cara menyamakan kedudukan Bahasa
asing dengan Bahasa nasional
2. Untuk mengetahui jati diri Bangsa Indonesia
3. Untuk mengetahui kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia
dalam perkembangannya saat ini
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kedudukan Bahasa Nasional dan Bahasa Asing
Kedudukan Bahasa Inggris di Indonesia merupakan bahasa
asing pertama. Kedudukan tersebut berbeda dengan bahasa
kedua. Mustafa dalam hal ini menyatakan bahwa bahasa kedua
adalah bahasa yang dipelajari anak setelah bahasa ibunya
dengan ciri bahasa tersebut digunakan dalam lingkungan
masyarakat sekitar. Sedangkan bahasa asing adalah bahasa
negara lain yang tidak digunakan secara umum dalam interaksi
sosial. Kedudukan Bahasa Inggris di Indonesia tersebut
mengakibatkan jarang digunakannya Bahasa Inggris dalam
interaksi sosial di lingkungan anak. Hal tersebut menjadi
tantangan tersendiri bagi lembaga Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD) yang menggunakan bahasa pengantar Bahasa Inggris
karena pemerolehan bahasa asing bagi anak berbanding lurus
dengan volume, frekuensi dan penggunaannya dalam kehidupan
sehari-hari.
Pelaksanaan program pembelajaran dengan pengantar
Bahasa Inggris tersebut mendapat berbagai kendala mengingat
kedudukan Bahasa Inggris di Indonesia sebagai first foreign
languange (bahasa asing pertama). Artinya, Bahasa Inggris
hanya menjadi bahasa pada kalangan tertentu, tidak digunakan
oleh masyarakat umum seperti jika kedudukannya sebagai
bahasa kedua. Hal ini menyebabkan kurangnnya interaksi anak
terhadap Bahasa Inggris. Selain itu terdapat juga berbagai
pendapat mengenai pemerolehan bahasa kedua atau bahasa asing
yang bisa mempengaruhi perkembangan bahasa ibu.
Pendapat tersebut mengungkapkan bahwa secara umum terjadi
masalah jika anak dikenalkan pada dua bahasa secara
bersamaan pada usia dini.
Terutama ketika dikenalkan pada usia pra sekolah
setelah bahasa ibu sudah sering digunakan. Pendapat lainnya
menjelaskan bahwa jika bahasa kedua dikenalkan sebelum
bahasa pertama benar-benar terkuasai, maka bahasa pertama
perkembangannya akan lambat dan bahkan mengalami regresi.
Selain itu, ada juga yang berpendapat bahwa bahasa kedua
akan terperoleh ketika bahasa pertama sudah dikuasai
Berbagai pendapat tersebut menjadi permasalahan
tersendiri mengenai pembelajaran anak usia dini yang
menggunakan Bahasa Inggris dalam konteks Bahasa Inggris
sebagai bahasa asing di Indonesia. Perlu pengembangan
program yang mapan dan berkesinambungan untuk menciptakan
suatau program yang memang efektif untuk diterapkan di
lembaga Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di Indonesia,
mengingat kedudukan Bahasa Inggris itu sendiri sebagai first
foreign language.
2.2 Jati Diri Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia mempunyai ciri-ciri umum dan kaidah-
kaidah okok tertentu yang membedakannya dengan bahasa-bahasa
lainnya di dunia ini, baik bahasa asing maupun bahasa
daerah. Dengan ciri-ciri umum dan kaidah0kaidah pokok ini
pulalah dapat dibedakan mana bahasa Indonesia dan mana
bahasa asing ataupun bahasa daerah. Oleh karena itu, ciri-
ciri umum dan kaidah-kaidah pokok tersebut merupakan jati
diri bahasa Indonesia.
Ciri-ciri umum dan kaidah-kaidah pokok yang dimaksud adalah
antara lain sebagai berikut.
A. Bahasa Indonesia tidak mengenal perubahan bentuk kata
untuk menyatakan jenis kelamin. Kalau kita ingin menyatakan
jenis kelamin, cukup diberikan kata ketarngan penunjuk jenis
kelamin, misalnya:
Untuk manusia dipergunakan kata laki-laki atau pria dan
perempuan atau wanita.
Untuk hewan dipergunakan kata jantan dan betina.
Dalam bahasa asing (misalnya bahasa Ingris, bahasa Arab, dan
bahasa Sanskerta) untuk menyatakan jenis kelamin digunakan
dengan cara perubahan bentuk.
Contoh:
Bahasa Inggris : lion – lioness, host – hostess, steward -
stewardness.
Bahasa Arab : muslimi – muslimat, mukminin – mukminat,
hadirin – hadirat
Bahasa Sanskerta : siswa – siswi, putera – puteri, dewa –
dewi. .
Dari ketiga bahasa tersebut yang diserap ke dalam
bahasa Indonesia adalah beberapa kata yang berasal dari
bahasa Arab dan bahasa Sanskerta; sedangkan perubahan bentuk
dalam bahasa Inggris tidak pernah diserap ke dalam bahasa
Indonesia. Penyerapan dari bahasa Arab dan bahasa Sanskerta
pun dilakukan secara leksikal, bukan sistem perubahannya.
Dengan demikian, dalam bahasa Arab, selain kata muslim,
diserap juga kata muslimin dan muslimat; selain mukmin,
diserap juga kata mukminin dan mukminat; selain hadir (yang
bermakna ‘datang’, bukan ‘orang yang datang’), diserap juga
kata hadirin dan hadirat. Dalam bahasa Sanskerta, selain
dewa, diserap juga dewi; selain siswa diserap juga siswi.
Karena sistem perubahan bentuk dari kedua bahasa tersebut
tidak diserap ke dalam bahasa Indonesia, maJati Diri Bahasa
Indonesia pada Era Globalisasi.
Dalam era globalisasi ini, jati diri bahasa Indonesia
perlu dibina dan dimasyarakatkan oleh setiap warga negara
Indonesia. Hal ini diperlukan agar bangsa Indonesia tidak
terbawa arus oleh pengaruh dan budaya asing yang jelas-jelas
tidak sesuai dan (bahkan) tidak cocok dengan bahasa dan
budaya bangsa Indonesia. Pengaruh dari luar atau pengaruh
asing ini sangat besar kemngkinannya terjadi pada era
globalisasi ini. Batas antarnegara yang sudah tidak jelas
dan tidak ada lagi, serta pengaruh alat komunikasi yang
begitu canggih harus dihadapi dengan mempertahankan jati
diri bangsa Indonesia, termasuk jati diri bahasa Indonesia.
Sudah barang tentu, hal ini semua menyangkut tentang
kedisiplinan berbahasa nasional, yaitu pematuhan aturan-
aturan yan berlaku dalam bahasa Indonesia dengan
memperhatikan siatuasi dan kondisi pemakaiannya. Dengan kata
lain, pemakai bahasa Indonesia yang berdisiplin adalah
pemakai bahasa Indonesia yang patuh terhadap semua kaidah
atau aturan pemakaian bahasa Indonesia yang sesuai dengan
situasi dan kondisinya.
Setiap warga negara Indonesia, sebagai warga
masyarakat, pada dasarnya adalah pembina bahasa Indonesia.
Hal ini tidak berlebihan karena tujuan utama pembinaan
bahasa Indonesia ialah menumbuhkan dan membina sikap positif
terhadap bahasa Indonesia. Untuk menyatakan sikap positif
ini dapat dilakukan dengan (1) sikap kesetiaan berbahasa
Indonesia dan (2) sikap kebanggaan berbahasa Indonesia.
Sikap kesetiaan berbahasa Indonesia teruangkap jika bangsa
Indonesia lebih suka memakai bahasa Indonesia daripada
bahasa asing dan bersedia menjaga agar pengaruh asing tidak
terlalu berlebihan. Sikap kebanggan berbahasa Indonesia
terungkap melalui kesadaran bahwa bahasa Indonesia pun mampu
mengungkapkan konsep yang rumit secara cermat dan dapat
mengungkapkan isi hati yang sehalus-halusnya. Yang perlu
dipahami adalah sikap positif terhadap bahasa Indonesia ini
tidak berarti sikap berbahasa yang tertutup dan kaku.
Bangsa Indonesia tidak mungkin menuntut kemurnian
bahasa Indonesia (sebagaimana aliran purisme) dan menutup
diri dari saling pengaruh dengan bahasa daerah dan bahasa
asing. Oleh karena itu, bangsa Indonesia harus bisa
membedakan mana pengaruh yang positif dan mana pengaruh yang
negatif terhadap perkembangan bahasa Indonesia. Sikap
positif seperti inilah yang bisa menanamkan percaya diri
bangsa Indonesia bahwa bahasa Indonesia itu tidak ada
bedanya dengan bahasa asing lain. Masing-masing bahasa
mempunyai kelebihan dan kekurangannya.
Sikap positif terhadap bahasa Indonesia memberikan
sumbangan yang signifikan bagi terciptanya disiplin
berbahasa Indonesia. Selanjutnya, disiplin berbahasa
Indonesia akan membantu bangsa Indonesia untuk
mempertahankan dirinya dari pengaruh negatif asing atas
kepribadiannya sendiri. Hal ini sangat diperlukan untuk
menghadapi pergaulan antarbangsa dan era globalisasi ini.
Di samping itu, disiplin berbahasa nasional juga
menunjukkan rasa cinta kepada bahasa, tanah air, dan Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Setiap warga negara Indonesia
mesti bangga mempunyai bahasa Indonesia dan lalu
menggunakannya dengan baik dan benar. Rasa kebanggaan ini
pulalah yang dapat menimbulkan rasa nasionalisme dan rasa
cinta tanah air yang mendalam. Setiap warga negara yang baik
mesti malu apabila tidak dapat menggunakan bahasa Indonesia
dengan baik dan benar.
Sikap pemakai bahasa Indonesia demikian ini merupakan
sikap yang positif, baik, dan terpuji. Sebaliknya, apabila
yang muncul adalah sikap yang negatif, tidak baik, dan tidak
terpuji, akan berdampak pada pemakaian bahasa Indonesia yang
kurang terbina dengan baik. Mereka menggunakan bahasa
Indonesia “asal orang mengerti”. Muncullah pemakaian bahasa
Indonesia sejenis bahasa prokem, bahasa plesetan, dan bahasa
jenis lain yang tidak mendukung perkembangan bahasa
Indonesia dengan baik dan benar.
Mereka tidak lagi memperdulikan pembinaan bahasa
Indonesia. Padalah, pemakai bahasa Indonesia mengenal
ungkapan “Bahasa menunjukkan bangsa”, yang membaw pengertian
bahwa bahasa yang digunakan akan menunjukkan jalan pikiran
si pemakai bahasa itu. Apabila pemakai bahasa kurang
berdisiplin dalam berbahasa, berarti pemakai bahasa itu pun
kurang berdisiplin dalam berpikir. Akibat lebih lanjut bisa
diduga bahwa sikap pemakai bahasa itu dalam kehidupan
sehari-hari pun akan kurang berdisiplin. Padahal,
kedisiplinan itu sangat diperlukan pada era globalisasi ini.
Lebih jauh, apabila bangsa Indonesia tidak berdisiplin dalam
segala segi kehidupan akan mengakibatkan kekacauan cara
berpikir dan tata kehidupan bangsa Indonesia. Apabila hal
ini terjadi, kemajuan bangsa Indonesia pasti terhambat dan
akan kalah bersaing dengan bangsa lain.
Era globalisasi merupakan tantangan bagi bangsa
Indonesia untuk dapat mempertahankan diri di tengah-tengah
pergaulan antarbangsa yang sangat rumit. Untuk itu, bangsa
Indonesia harus mempersiapkan diri dengan baik dan penuh
perhitungan. Salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah
masalah jati diri bangsa yang diperlihatkan melalui jati
diri bahasa. Jati diri bahasa Indonesia memperlihatkan bahwa
bahasa Indonesia adalah bahasa yang sederhana, Tatabahasanya
mempunyai sistem sederhana, mudah dipelajari, dan tidak
rumit. Kesederhanaan dan ketidakrumitan inilah salah satu
hal yang mempermudah bangsa asing ketika mempelajari bahasa
Indonesia.
Setiap bangsa asing yang mempelajari bahasa Indonesia
dapat menguasai dalam waktu yang cukup singkat. Namun,
kesederhaan dan ketidakrumitan tersebut tidak mengurangi
kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia dalam pergaulan dan
dunia kehidupan bangsa Indonesia di tengah-tengah pergaulan
antarbangsa. Bahasa Indonesia telah membuktikan diri dapat
dipergunakan untuk menyampaikan pikiran-pikiran yang rumit
dalam ilmu pengetahuan dengan jernih, jelas, teratur, dan
tepat.
Bahasa Indonesia menjadi ciri budaya bangsa Indonesia yang
dapat diandalkan di tengah-tengah pergaulan antarbangsa pada
era globalisasi ini. Bahkan, bahasa Indonesia pun saat ini
menjadi bahan pembelajaran di negara-negara asing seperti
Australia, Belanda, Jepanh, Amerika Serikat, Inggris,
Cina,dan korea selatan.
ka tidaklah mungkin kita menyatakan kuda betina dengan
bentuk kudi atau kudarat; domba betina dengan bentuk kata
dombi atau dombarat. Untuk menyatakan jenis kelamin tersebut
dalam bahasa Indonesia, cukup dengan penambahan jantan atau
betina, yaitu kuda jantan, kuda betina, domba jantan, domba
betina. Oleh karena itu, kaidah yang berlaku dalam bahasa
Arab dan bahasa Sanskerta, dan juga bahasa Inggris tidan
bisa diterapkan ke dalam kaidah bahasa Indonesia. Kalau
dipaksakan, tentu struktur bahasa Indonesia akan rusak, yang
berarti jati diri bahasa Indonesia akan terganggu.
B. Bahasa Indonesia mempergunakan kata tertentu untuk
menunjukkan jamak. Artinya, bahasa Indonesia tidak mengenal
perubahan bentuk kata untuk menyatakan jamak. Sistem ini
pulalah yang membedakan bahasa Indonesia dengan bahasa sing
lainnya, misalnya bahasa Inggris, bahasa Belanda, bahasa
Arab, dan bahasa-bahasa lain. Untuk menyatakan jamak, antara
lain, mempergunakan kata segala, seluruh, para, semua,
sebagian, beberapa, dan kata bilangan dua, tiga, empat, dan
seterusnya; misalnya: segala urusan, seluruh tenaga, para
siswa, semua persoalan, sebagian pendapat, beberapa anggota,
dua teman, tiga pohon, empat mobil.
Bentuk boy dan man dalam bahasa Inggris yang berubah
menjadi boys dan men ketika menyatakan jamak, tidak pernah
dikenal dalam bahasa Indonesia. Bentuk bukus (jamak dari
kata buku), mahasiswas (jamak dari mahasiswa), dan penas
(jamak dari pena), misalnya, tidak dikenal dalam bahasa
Indonesia karena memang bukan kaidah bahasa Indonesia.
C. Bahasa Indonesia tidak mengenal perubahan bentuk kata
untuk menyatakan waktu. Kaidah pokok inilah yang juga
membedakan bahasa Indonesia dengan
bahasa asing lainnya. Dalam bahasa Inggris,misalnya, kita
temukan bentuk kata eat (untuk menyatakan sekarang), eating
(untuk menyatakan sedang), dan eaten (untuk menyatakan waktu
lampau). Bentukan kata seperti ini tidak ditemukan dalam
bahasa Indonesia.
Bentuk kata makan tidak pernah mengalamai perubahan
bentuk yang terkait dengan waktu, misalnya menjadi makaning
(untuk menyatakan waktu sedang) atau makaned (untuk
menyatakan waktu lampau). Untuk menyatakan waktu, cukup
ditambah kata-kaa aspek akan, sedang, telah, sudah atau kata
keterangan waktu kemarin, seminggu yang lalu, hari ini,
tahun ini, besok, besok lusa, bulan depan, dan sebagainya.
D. Susunan kelompok kata dalam bahasa Indonesia biasanya
mempergunakan hukum D-M (hukum Diterangkan – Menerangkan),
yaitu kata yang diterangkan (D) di muka yang menerangkan
(M). Kelompok kata rumah sakit, jam tangan, mobil mewah,
baju renang, kamar rias merupakan contoh hukum D-M ini. Oleh
karena itu, setiap kelompok kata yang diserap dari bahasa
asing harus disesuaikan dengan kaidah ini. Dengan demikian,
bentuk-bentuk Garuda Hotel, Bali Plaza, International
Tailor, Marah Halim Cup, Jakarta Shopping Center yang tidak
sesuai dengan hukum D-M harus disesuaikan menjadi Hotel
Garuda, Plaza Bali, Penjahit Internasional, Piala Marah
Halim, dan Pusat Perbelanjaan Jakarta. Saya yakin,
penyesuaian nama ini tidak akan menurunkan prestise atau
derajat perusahaan atau kegiatan tersebut. Sebaliknya, hal
inilah yang disebut dengan penggunaan bahasa Indonesia yang
taat asas, baik dan benar.
E. Bahasa Indonesia juga mengenal lafal baku, yaitu lafal
yang tidak dipengaruhi oleh lafal asing dan/atau lafal
daerah. Apabila seseorang menggunakan bahasa Indonesia lisan
dan lewat lafalnya dapat diduga atau dapat diketahui dari
suku mana ia berasal,maka lafal orang itu bukanlah lafal
bahasa Indonesia baku. Dengan kata lain, kata-kata bahasa
Indonesia harus bebas dari pengaruh lafal asig dan/atau
lafal daerah.
Kesulitan yang dialami oleh sebagian besar pemakai
bahasa Indonesia adalah sampai saat ini belum disusun kamus
lafal bahasa Indonesia yang lengkap. Akibatnya, sampai
sekarang belum adapatokan yang jelas untuk pelafalan kata
peka, teras, perang, sistem, elang. Tetapi, pengucapan
semangkin (untuk semakin), mengharapken (untuk
mengharapkan), semua (untuk semua), mengapa (untuk mengapa),
thenthu (untuk tentu), therima kaseh (untuk terima kasih),
mBandung (untuki Bandung), dan nDemak (untuk Demak) bukanlah
lafal baku bahasa Indonesia.
2.3 Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia
Secara formal sampai saat ini bahasa Indonesia
mempunyai empat kedudukan, yaitu sebagai bahasa persatuan,
bahasa nasional, bahasa negara, dan bahasa resmi. Dalam
perkembangannya lebih lanjut, bahasa Indonesia berhasil
mendudukkan diri sebagai bahasa budaya dan bahasa ilmu.
Keenam kedudukan ini mempunyai fungsi yang berbeda, walaupun
dalam praktiknya dapat saja muncul secara bersama-sama dalam
satu peristiwa, atau hanya muncul satu atau dua fungsi saja.
Bahasa Indonesia dikenal secara luas sejak “Soempah
Pemoeda”, 28 Oktober 1928, yang menjadikan bahasa Indonesia
sebagai bahasa persatuan. Pada saat itu para pemuda sepakat
untuk mengangkat bahasa Melayu-Riau sebagai bahasa
Indonesia. Para pemuda melihat bahwa bahasa Indonesialah
yang berpotensi dapat mempersatukan bangsa Indonesia yang
terdiri atas ratusan suku vangsa atau etnik. Pengangkatan
status ini ternyata bukan hanya isapan jempol. Bahasa
Indonesia bisa menjalankan fungsi sebagai pemersatu bangsa
Indonesia. Dengan menggunakan bahasa Indonesia rasa kesatuan
dan persatuan bangsa yang berbagai etnis terpupuk. Kehadiran
bahasaIndonesia di tengah-tengah ratusan bahasa daerah tidak
menimbulkan sentimen negatif bagi etnis yang menggunakannya.
Sebaliknya, justru kehadiran bahasa Indonesia dianggap
sebagai pelindung sentimen kedaerahan dan sebagai penengah
ego kesukuan.
Dalam hubungannya sebagai alat untuk menyatukan
berbagai suku yang mempunyai latar belakang budaya dan
bahasa masing-masing, bahasa Indonesia justru dapat
menyerasikan hidup sebagai bangsa yang bersatu tanpa
meinggalkan identitas kesukuan dan kesetiaan kepada nilai-
nilai sosial budaya serta latar belakang bahasa etnik yang
bersangkutan. Bahkan, lebih dari itu, dengan bahasa
Indonesia sebagai bahasa persatuan ini, kepentingan nasional
diletakkan jauh di atas kepentingan daerah dan golongan.
Latar belakang budaya dan bahasa yang berbeda-beda
berpotensi untuk menghambat perhubungan antardaerah
antarbudaya. Tetapi, berkat bahasa Indonesia, etnis yang
satu bisa berhubungan dengan etnis yang lain sedemikian rupa
sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman. Setiap orang
Indonesia apa pun latar belakang etnisnya dapat bepergian ke
pelosok-pelosok tanah air dengan memanfaatkan bahasa
Indonesia sebagai alat komunikasi. Kenyataan ini membuat
adanya peningkatan dalam penyebarluasan pemakaian bahasa
Indonesia dalamn fungsinya sebagai alat perhubungan
antardaerah antarbudaya. Semuanya terjadi karena bertambah
baiknya sarana perhubungan, bertambah luasnya pemakaian alat
perhubungan umum, bertambah banyaknya jumlah perkawinan
antarsuku, dan bertambah banyaknya perpindahan pegawai
negeri atau karyawan swasta dari daerah satu ke daerah yang
lain karena mutasi tugas atau inisiatif sendiri.
Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional mulau dikenal
sejak 17 Agustus 1945 ketika bangsa Indonesia menyatakan
kemerdekaannya. Dalam kedudukan sebagai bahasa nasional,
bahasa Indonesia berfungsi sebagai lambang kebanggaan
nasional atau lambang kebangsaan. Bahasa Indonesia
mencerminkan nilai-nilai sosial budaya yang mendasari rasa
kebangsaan. Melalui bahasa nasional, bangsa Indonesia
menyatakan harga diri dan nilai-nilai budaya yang dapat
dijadikan pegangan hidup. Atas dasar kebanggaan ini, bahasa
Indonesia dipelihara dan dikembangkan oleh bangsa Indonesia.
Rasa kebanggaan menggunakan bahasa Indonesia ini pun terus
dibina dan dijaga oelh bangsa Indonesia.
Sebagai lambang identitas nasional, bahasa Indonesia
dijunjung tinggi di samping bendera nasional, Merah Putih,
dan lagu nasional bangsa Indonesia, Indonesia Raya. Dalam
melaksanakan fungsi ini, bahasa Indonesia tentulah harus
memiliki identitasnya sendiri sehingga serasi dengan lambang
kebangsaan lainnya. Bahasa Indonesia dapat mewakili
identitasnya sendiri apabila masyarakat pemakainya membina
dan mengembangkannya sedemikian rupa sehingga bersih dari
unsur-unsur bahasa lain, yang memang benar-benar tidak
diperlukan, misalnya istilah/kata dari bahasa Inggris yang
sering diadopsi, padahal istilah.kata tersebut sudah ada
padanannya dalam bahasa Indonesia.
Sejalan dengan fungsinya sebagai alat perhubungan
antardaerah dan antarbudaya, bahasa Indonesia telah berhasil
pula menjalankan fungsinya sebagai alat pengungkapan
perasaan. Kalau beberapa tahun yang lalu masih ada orang
yang berpandangan bahwa bahasa Indonesia belum sanggup
mengungkapkan nuansa perasaan yang halus, sekarang dapat
dilihat kenyataan bahwa seni sastra dan seni drama, baik
yang dituliskan maupun yang dilisankan, telah berkembang
demikian pesatnya. Hal ini menunjukkan bahwa nuansa perasaan
betapa pun halusnya dapat diungkapkan secara jelas dan
sempurna dengan menggunakan bahasa Indonesia. Kenyataan ini
tentulah dapat menambah tebalnya rasa kesetiaan kepada
bahasa Indonesia dan rasa kebanggaan akan kemampuan bahasa
Indonesia.
Dengan berlakunya Undang-undang Dasar 1945, bertambah
pula kedudukan bahasa Indonesia, yaitu sebagai bahasa negara
dan bahasa resmi. Dalam kedudukannya sebagai bahasa negara,
bahasa Indonesia dipakai dalam segala upacara, peristiwa,
dan kegiatan kenegaraan, baik secara lisan maupun tulis.
Dokumen-dokumen, undang-undang, peraturan-peraturan,
dan surat-menyurat yang dikeluarkan oleh pemerintah dan
instansi kenegaraan lainnya ditulis dalam bahasa Indonesia.
Pidato-pidato kenegaraan ditulis dan diucapkan dengan bahasa
Indonesia. Hanya dalam kondisi tertentu saja, demi
komunikasi internasional (antarbangsa dan antarnegara),
kadang-kadang pidato kenegaraan ditulis dan diucapkan dengan
bahasa asing, terutama bahasa Inggris. Warga masyarakat pun
dalam kegiatan yang berhubungan dengan upacara dan peristiwa
kenegaraan harus menggunakan bahasa Indonesia. Untuk
melaksanakan fungsi sebagai bahasa negara, bahasa perlu
senantiasa dibina dan dikembangkan. Penguasaan bahasa
Indonesia perlu dijadikan salah satu faktor yang menentukan
dalam pengembangan ketenagaan, baik dalam penerimaan
karyawan atau pagawai baru, kenaikan pangkat, maupun
pemberian tugas atau jabatan tertentu pada seseorang. Fungsi
ini harus diperjelas dalam pelaksanaannya sehingga dapat
menambah kewibawaan bahasa Indonesia.
Dalam kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi,
bahasa Indonesia bukan saja dipakai sebagai alat komunikasi
timbal balik antara pemerintah dan masyarakat luas, dan
bukan saja dipakai sebagai alat perhubungan antardaerah dan
antarsuku, tetapi juga dipakai sebagai alat perhubungan
formal pemerintahan dan kegiatan atau peristiwa formal
lainnya. Misalnya, surat-menyurat antarinstansi
pemerintahan, penataran para pegawai pemerintahan, lokakarya
masalah pembangunan nasional, dan surat dari karyawan atau
pagawai ke instansi pemerintah. Dengan kata lain, apabila
pokok persoalan yang dibicarakan menyangkut masalah nasional
dan dalam situasi formal, berkecenderungan menggunakan
bahasa Indonesia. Apalagi, di antara pelaku komunikasi
tersebut terdapat jarak sosial yang cukup jauh,misalnya
antara bawahan – atasan, mahasiswa – dosen, kepala dinas –
bupati atau walikota, kepala desa – camat, dan sebagainya.
Akibat pencantuman bahasa Indonesia dalam Bab XV,
Pasal 36, UUD 1945, bahasa Indonesia pun kemudian
berkedudukan sebagai bahasa budaya dan bahasa ilmu. Di
samping sebagai bahasa negara dan bahasa resmi. Dalam
hubungannya sebagai bahasa budaya, bahasa Indonesia
merupakan satu-satunya alat yang memungkinkan untuk membina
dan mengembangkan kebudayaan nasional sedemikian rupa
sehingga bahasa Indonesia memiliki ciri-ciri dan identitas
sendiri, yang membedakannya dengan kebudayaan daerah.
Saat ini bahasa Indonesia dipergunakan sebagai alat
untuk menyatakan semua nilai sosial budaya nasional. Pada
situasi inilah bahasa Indonesia telah menjalankan
kedudukannya sebagai bahasa budaya. Di samping itu, dalam
kedudukannya sebagai bahasa ilmu, bahasa Indonesia berfungsi
sebagai bahasa pendukung ilmu pengetahuna dan teknologi
(iptek) untuk kepentingan pembangunan nasional.
Penyebarluasan iptek dan pemanfaatannya kepada perencanaan
dan pelaksanaan pembangunan negara dilakukan dengan
menggunakan bahasa Indonesia. Penulisan dan penerjemahan
buku-buku teks serta penyajian pelajaran atau perkuliahan di
lembaga-lembaga pendidikan untuk masyarakat umum dilakukan
dengan menggunakan bahasa Indonesia.
Dengan demikian, masyarakat Indonesia tidak lagi
bergantung sepenuhnya kepada bahasa-bahasa asing (bahasa
sumber) dalam usaha mengikuti perkembangan dan penerapan
iptek. Pada tahap ini, bahasa Indonesia bertambah perannya
sebagai bahasa ilmu. Bahasa Indonesia oun dipakai bangsa
Indonesia sebagai alat untuk mengantar dan menyampaian ilmu
pengetahuan kepada berbagai kalangan dan tingkat pendidikan.
Bahasa Indonesia berfungsi pula sebagai bahasa
pengantar di lembaga-lembaga pendidikan, mulai dari lembaga
pendidikan terendah (taman kanak-kanak) sampai dengan
lembaga pendidikan tertinggi (perguruan tinggi) di seluruh
Indonesia, kecuali daerah-daerah yang mayoritas masih
menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa ibu. Di daerah ini,
bahasa daerah boleh dipakai sebagai bahasa pengantar di
dunia pendidikan tingkat sekolah dasar sampai dengan tahun
ketiga (kelas tiga). Setelah itu, harus menggunakan bahasa
Indonesia.
Karya-karya ilmiah di perguruan tinggi (baik buku rujukan,
karya akhir mahasiswa – skripsi, tesis, disertasi, dan hasil
atau laporan penelitian) yang ditulis dengan menggunakan
bahasa Indonesia, menunjukkan bahwa bahasa Indonesia telah
mampu sebagai alat penyampaian iptek, dan sekaligus menepis
anggapan bahsa bahasa Indonesia belum mampu mewadahi konsep-
konsep iptek.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Kedudukan Bahasa Inggris di Indonesia merupakan bahasa
asing pertama. Kedudukan tersebut berbeda dengan bahasa
kedua. Mustafa dalam hal ini menyatakan bahwa bahasa kedua
adalah bahasa yang dipelajari anak setelah bahasa ibunya
dengan ciri bahasa tersebut digunakan dalam lingkungan
masyarakat sekitar. Sedangkan bahasa asing adalah bahasa
negara lain yang tidak digunakan secara umum dalam interaksi
sosial. Kedudukan Bahasa Inggris di Indonesia tersebut
mengakibatkan jarang digunakannya Bahasa Inggris dalam
interaksi sosial di lingkungan anak. Hal tersebut menjadi
tantangan tersendiri bagi lembaga Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD) yang menggunakan bahasa pengantar Bahasa Inggris
karena pemerolehan bahasa asing bagi anak berbanding lurus
dengan volume, frekuensi dan penggunaannya dalam kehidupan
sehari-hari.
Bahasa Indonesia mempunyai ciri-ciri umum dan kaidah-
kaidah okok tertentu yang membedakannya dengan bahasa-bahasa
lainnya di dunia ini, baik bahasa asing maupun bahasa
daerah. Dengan ciri-ciri umum dan kaidah0kaidah pokok ini
pulalah dapat dibedakan mana bahasa Indonesia dan mana
bahasa asing ataupun bahasa daerah. Oleh karena itu, ciri-
ciri umum dan kaidah-kaidah pokok tersebut merupakan jati
diri bahasa Indonesia. Ciri-ciri umum dan kaidah-kaidah
pokok yang dimaksud adalah antara lain sebagai berikut.
Dengan berlakunya Undang-undang Dasar 1945, bertambah
pula kedudukan bahasa Indonesia, yaitu sebagai bahasa negara
dan bahasa resmi. Dalam kedudukannya sebagai bahasa negara,
bahasa Indonesia dipakai dalam segala upacara, peristiwa,
dan kegiatan kenegaraan, baik secara lisan maupun tulis.
Dokumen-dokumen, undang-undang, peraturan-peraturan, dan
surat-menyurat yang dikeluarkan oleh pemerintah dan instansi
kenegaraan lainnya ditulis dalam bahasa Indonesia. Pidato-
pidato kenegaraan ditulis dan diucapkan dengan bahasa
Indonesia. Hanya dalam kondisi tertentu saja, demi
komunikasi internasional (antarbangsa dan antarnegara),
kadang-kadang pidato kenegaraan ditulis dan diucapkan dengan
bahasa asing, terutama bahasa Inggris. Warga masyarakat pun
dalam kegiatan yang berhubungan dengan upacara dan peristiwa
kenegaraan harus menggunakan bahasa Indonesia.
Untuk melaksanakan fungsi sebagai bahasa negara,
bahasa perlu senantiasa dibina dan dikembangkan. Penguasaan
bahasa Indonesia perlu dijadikan salah satu faktor yang
menentukan dalam pengembangan ketenagaan, baik dalam
penerimaan karyawan atau pagawai baru, kenaikan pangkat,
maupun pemberian tugas atau jabatan tertentu pada seseorang.
Fungsi ini harus diperjelas dalam pelaksanaannya sehingga
dapat menambah kewibawaan bahasa Indonesia.
3.2 Saran
Sebagai warga negara indonesia kita harus menjaga
dan melestarikan bahasa indonesia.karena dalam era
globalisasi ini, jati diri bahasa Indonesia perlu dibina dan
dimasyarakatkan oleh setiap warga negara Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
http://silviarasyid.blogspot.com/2010/04/pengaruh-
penerapan-penggunaan-bahasa.html
http://sosbud.kompasiana.com/2012/09/25/pengaruh-
globalisasi-terhadap-eksistensi-bahasa-indonesia-496325.html