Laporan Pembiakan Tanaman Teknik Aseptik

28
LAPORAN PRAKTIKUM PEMBIAKAN TANAMAN ACARA 4 TEKNIK ASEPTIK TRIA PITOYO 131510501162 GOLONGAN F / KELOMPOK 4

Transcript of Laporan Pembiakan Tanaman Teknik Aseptik

LAPORAN PRAKTIKUMPEMBIAKAN TANAMAN

ACARA 4

TEKNIK ASEPTIK

TRIA PITOYO131510501162

GOLONGAN F / KELOMPOK 4

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGIFAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS JEMBER

2014

BAB 1. PENDAHULUAN

Tanaman adalah suatu tambahan yang dibudidayakan

oleh manusia untuk dimanfaatkan hasilnya. Tanaman

tumbuh melalui perbanyakan secara generatif maupun

vegetatif. Perbedaan generatif dan vegetatif terletak

pada alat perkembang biakan yang dilakukan.

Perkembangbiakan generatif merupakan perkembangbiakan

menggunakan biji atau dengan persilangan.

Perkembangbiakan generatif dilakukan sendiri oleh

tanaman tersebut tidak melalui bantuan manusia. Ada

beberapa tanaman yang melakukan penyerbukan dengan

bantan serangga, ada juga tanaman yang membutuhkan

bantuan manusia.

Perkembangbiakan vegetatif merupakan

perkembangbiakan yang tidak melalui perkawinan

melainkan melalaui jaringan tanaman. Perkembangbiakan

vegetatif dilakukan untuk memperoleh hasil yang lebih

baik. Hasil yang diperoleh dari perkembangbiakan

vegetatif lebih memuaskan karena memilki sifat yang

sama dengan induknya. Jika dibandingkan dengan

perkembangbiakan generatif, perkembangbiakan secara

vegetatif lebih banyak memilki variasi kaena

perkembangbiakan generatif memilliki anakan yang kurang

seragam

Kultur jaringan biasa disebut dengan perbanyakan

secara in vitro karena menggunakan botol botol kaca

untuk perkembangbiakannnya. Dengan perbanyakan secara

kultur jaringan akan diperoleh anakan yang memilki

sifat sama dalam jumlah banyak dan waktu yang singkat.

Perbanyakan dengan kultur jaringan tidak dapat

dilakukan secara langsung, melainkan harus menggunakan

alat yang lengkap dan steril di dalam laboratorium.

Kebersihan alat akan mempengaruhi perkembangaan suatu

tanaman. Sehingga dibutuhkan alat alat yang steril dan

pngerjaan yang haai hati untun mendapatkan hasil yang

baik.

Selain kebersihan alat, kebersihaan rungan juga

harus tetap dijaga untuk mengurangi kontaminasi yang

terjadi pada tanaman. Keberhasilan dari kultur jaringan

adalah tergantung terhadap kebersihan alat

disekitarnya. Jika suatu kultur jaringan gagal maka

harus membuat kembali dengan menggunakan tanaman baru.

Konsep pembersihan eksplan adalah dengan cara membasmi

bakteri ataupun cendawan pada media kultur jaringan

tanpa mengganggu eksplan. Praktikum kali ini akan

mempelajari bagaimana cara mensterilkan lingkungan

kerja, alat, media dan bahan tanamn yang digunakan

untuk kultur jaringan. Maka dari itu, teknik aseptik

dibutuhkan untuk mengurangi kontaminasi eksplan oleh

bakteri.

1.1 Latar Belakang

1.2 Tujuan

1. Mengetahui cara sterilisasi lingkungan kerja, alat

dan media, serta bahan tanam.

1.3 Manfaat

1. Dapat mengetahui cara sterilisasi lingkungan kerja,

alat dan media, serta bahan tanam.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Kultur jaringan adalah suatu metode untuk

mengisolasi bagian dari tanaman seperti protoplasma,

sel, sekelompok sel, jaringan dan organ, serta

menumbuhkan dalam kondisi aseptik sehingga bagian-

bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan

beregenerasi menjadi tanaman lengkap kembali.

Perbanyakan tanaman secara in vitro antara lain dapat

dilakukan melalui embryogenesis somatik, regenerasi

organ adventif, pembentukan cabang aksilar dan kultur

buku tunggal (Lidyawati dkk., 2012).

Hal yang sama juga dijelaskan oleh Sari dkk.,

(2011) kultur jaringan adalah suatu metode untuk

mengisolasi bagian dari tumbuhan seperti sel, jaringan

dan organ, serta menumbuhkannya dalam kondisi aseptik,

sehingga bagianbagian tersebut dapat memperbanyak diri

dan beregenerasi menjadi tumbuhan utuh kembali. Dengan

kultur jaringan diperoleh tanaman dalam jumlah yang

banyak, seragam dan dalam waktu yang singkat. Beberapa

faktor pendukung keberhasilan kultur jaringan yaitu

sumber eksplan yang digunakan, media tanam, zat

pengatur tumbuh dan faktor lingkungan.

Oleh karena itu, diperlukan proses sterilisasi

yang tepat untuk mematikan mikroorganisme yang terdapat

pada eksplan sehingga tidak mengganggu pertumbuhan

tanaman. Keberhasilan sterilisasi dipengaruhi oleh

sumber eksplan (tanaman), seperti tanaman herba atau

berkayu, dan kondisi lingkungan (musim hujan atau

kemarau). Sterilisasi pada tanaman jahe meliputi

beberapa tahap dengan menggunakan berbagai sterilan,

antara lain tipol, antracol, marshal, agrept, dan

bayclin. Air mengalir seperti air ledeng merupakan

sarana pendukung penting pada proses sterilisasi

tanaman (Aisyah dan Surachman, 2011).

Tingkat kontaminasi dibedakan dalam tiga kategori,

yaitu tingkat kontaminasi ringan, sedang dan berat.

Kategori kontaminasi ringan adalah bahwa koloni masih

berbentuk lendir semi transparan, sedangkan kontaminasi

sedang apabila koloni sudah berlendir putih tebal, dan

koloni kontaminasi berat apabila koloni sudah menutupi

seluruh permukaan eksplan bahkan menutupi permukaan

media. Konsentrasi sterilan dan waktu aplikasi

pemberian sterilan yang digunakan mengacu pada hasil

penelitian yang telah dilakukan. Identifikasi jenis

bakteri dilakukan untuk mengetahui pengaruh bakteri

terhadap bahan tanam (kalus embriogenik) yang

disterilisasi (Pancaningtyas dan Ismayadi, 2011).

Pemecahan masalah perbanyakan bibit tersebut dapat

dilaksanakan dengan mengunakan metoda nonkonvesional

melalui kultur jaringan, yaitu suatu cara perbanyakan

bibit dengan pemotongan jaringan yang berukuran kecil

dan ditanam pada medium buatan secara aseptik yang

disebut juga mikropropagasi. Bebarapa keuntungan teknik

mikropropa-gasi dibandingkan dengan perbanyakan vege-

tatif secara onversional antara lain sifatnya seperti

tanaman induk, dapat dikerjakan setiap waktu dan tidak

tergantung musim maupun iklim. Tanaman hasil

perbanyakan dengan kultur jaringan (secara in vitro) pada

dasarnya sama dengan perbanyakan secara konversional

(Kasli, 2009).

Kultur jaringan adalah suatu metode untuk

mengisolasi bagian dari tanaman seperti protoplasma,

sel, sekelompok sel, jaringan dan organ, serta

menumbuhkan dalam kondisi aseptik sehingga bagian-

bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan

beregenerasi menjadi tanaman lengkap kembali.

Perbanyakan tanaman secara in vitro antara lain dapat

dilakukan melalui embryogenesis somatik, regenerasi

organ adventif, pembentukan cabang aksilar dan kultur

buku tunggal (Herliana dkk., 2012).

Jadi teknik alternatif seperti budidaya memegang

potensial untuk memproduksi sejumlah besar planlet.

keberhasilan budidaya tergantung pada sejumlah faktor,

yang mempengaruhi langsung atau tidak langsung pada

pembentukan yang tepat dari eksplan dalam medium.

kontaminasi mikroba adalah masalah konstan, terkait

dengan propagasi in vitro andrographis paniculata.

media hara di mana tanaman ini dibudidayakan adalah

sumber yang baik dari nutrisi untuk pertumbuhan

mikroba. Mikroba ini bersaing negatif dengan kultur

jaringan tanaman untuk hara (Kataky and Handique,

2013). .

Media pembiakan yang digunakan adalah medium

kultur yang berisi unsur-unsur hara lengkap yang

terdiri dari unsur hara makro dan mikro, serta beberapa

suplemen vitamin, asam amino, dan zat pengatur tumbuh,

termasuk auksin dan sitokinin (Pitojo, 2008).

Kelembaban in vitro relatif dapat dikurangi dengan

melonggarkan tutup wadah invitro atau dengan

meningkatkan konsentrasi agar-agar. Pengurangan

kandungan sukrosa dan peningkatan intensitas cahaya

selama beberapa minggu sebelum transplanting akan

mengaktifkan sintesa klorofil dan aktifitas

fotosintesis. Perubahan serupa mungkin terjadi pada

sistem perakaran. Selain itu, morfologi akar mungkin

dipengaruhi oleh tipe hormon yang digunakan atau pH

media (Yuliarti, 2010).

Infeksi yang berbeda dapat mempengaruhi

pertumbuhan variabel, jaringan, nekrosis, mengurangi,

melibatkan. Meskipun teknik kultur jaringan biasanya

melibatkan tumbuh tanaman induk dengan cara yang akan

meminimalkan infeksi, mengobati bahan tanaman dengan

desinfektan bahan kimia dan alat-alat yang digunakan

untuk pembedahan seperti kapal dan media di mana budaya

tumbuh akan membunuh mikroba dangkal Mihajevici et al.,

2013).

Meskipun kondisi aseptik biasanya digunakan,

kontaminasi in vitro kultur jaringan oleh

mikroorganisme sering masalah yang paling serius dalam

kultur jaringan tanaman. Kontaminasi tidak selalu

terlihat pada tahap pembentukan budaya; beberapa

kontaminan internal yang menjadi terlihat pada

subkultur kemudian dan sulit untuk menghilangkan. Bahan

kimia seperti antibiotik, fungisida, alkohol, merkuri

klorida dan natrium hipochorida biasanya digunakan

untuk menghilangkan kontaminan. Isothiazolones adalah

kelas biocides industri yang telah digunakan dalam

bentuk campuran pengawet tanaman (PPM) dalam media

kultur jaringan untuk mengontrol kontaminasi mikroba.

Terlepas dari kontaminasi, pencoklatan jaringan tanaman

dipotong dan media nutrisi sering terjadi dan tetap

menjadi dasar utama bagi kekeraskepalaan in vitro.

Tingkat keparahan kematangan bervariasi menurut

spesies, jaringan atau organ, fase perkembangan

tanaman, umur jaringan atau organ, media nutrisi dan

variabel kultur jaringan lain (Babaei et al., 2013).

Untuk meminimalkan biaya kultur jaringan dan

kerugian yang terkait dengan kematian eksplan,

disarankan bahwa penggunaan asam askorbat sebagai

antioksidan dapat diterapkan selama persiapan eksplan

untuk menghindari Selain langsung ke media yang dapat

menyebabkan masalah yang tak terduga untuk gizi

penyerapan dan ketersediaan umum nutrisi. Dengan

demikian dapat disimpulkan bahwa aplikasi asam askorbat

langsung kepada media pada konsentrasi yang tepat dapat

mengontrol pencoklatan mematikan dalam varietas ini

tapi konsentrasi tinggi dapat merusak dengan eksplan,

sedangkan konsentrasi rendah mungkin tidak efektif.

Untuk menghasilkan budaya dioptimalkan dengan

mortalitas rendah eksplan, asam askorbat harus

diterapkan sebelum sterilisasi permukaan (Ngomuo et al.,

2014).

BAB 3. METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum Pembiakan Tanaman Teknik Aseptik

dilaksanakan pada tanggal 10 Oktober 2014 pukul 13.00

WIB di Laboratorium Produksi Tanaman Fakultas Pertanian

Universitas Jember.

3.2 Bahan dan Alat

3.2.1 Bahan

1. Embrio jagung

2. Planlet tembakau

3. Agar-agar

4. Alkohol

5. Media MS

3.2.2 Alat

1. Alumunium foil

2. LAF

3. Autoclave

4. Pinset

5. Bunsen

6. Scapel

7. Beaker glass

8. Gelas ukur

9. Botol ukur

10. Gunting

11. Jarum ose

12. Petridish

13. Erlenmeyer

14. Oven

3.3 Cara Kerja

1. Sterilisasi peralatan

a. Menyuci semua peralatan tanam yang digunakan dalam

kultur in vitro, sebelumnya dicuci dengan detergen dan

dibilas sampai bersih.

b. Pembilasan terakhir menggunakan aquades.

c. Meniriskan atau mengering anginkan untuk selanjutnya

mensterilkan dengan autoclave dan disimpan di dalam

oven untuk menjaga peralatan agar tidak

terkontaminasi.

d. Membungkus dengan kertas coklat/koran peralatan

pinset, gunting, scapel, jarum ose, petridish, dll.,

kemudian mensterilkan peralatan tersebut.

e. Setelah seleai sterilisasi semua peralatan bisa

digunakan dengan harapan menekan kontaminasi.

2. Sterilisasi media

a. Pada kultur in vitro, menggunakan media tanam yaitu

media steril.

b. Sterilisasi media sangat diperlukan sebagai upaya

menghindari kontaminasi selama kultur.

c. Teknik sterilisasinya dengan autoclave.

d. Media yang telah dibuat dimasukkan ke dalam botol

kultul dan ditutup dengan alumunium foil.

e. Sterilisasi dilakukan selama 20-30 menit pada

temperatur 1210C dengan tekanan 17,5 psi.

3. Sterilisasi bahan tanam

a. Mencuci bersih dengan air mengalir.

b. Menggojok dengan petisida/fungisida.

c. Merendam dengan bahan kimia tertentu/antiseptik di

laminar air flow.

d. Membilas dengan air steril, kemudian ditanam.

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Media Teknik Aseptik

No

Pengamatan Hari Ke-

7 8 9 10 11 12 13 14 K K K K K K K K

1 0 - 0 - 0 - 2 J 2 J 2 J 2 J 2 J

2 0 - 0 - 0 - 2 J 2 J 3 J 4 J 4 J

3 0 - 0 - 0 - 0 - 0 - 0 - 0 - 0 -

4 0 - 0 - 0 - 0 - 0 - 0 - 0 - 0 -

5 0 - 0 - 0 - 0 - 0 - 0 - 0 - 0 -

6 0 - 0 - 0 - 0 - 0 - 0 - 0 - 0 -

Keterangan :

: Jumlah bahan tanam yang terkontaminasi

K : Jenis kontaminasi/penyebab kontaminasi

J,B : Jamur, Bakteri

4.2 Pembahasan

Kultur jaringan adalah suatu metode untuk

mengisolasi bagian dari tanaman seperti protoplasma,

sel, sekelompok sel, jaringan dan organ, serta

menumbuhkan dalam kondisi aseptik sehingga bagian-

bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan

beregenerasi menjadi tanaman lengkap kembali.

Perbanyakan tanaman secara in vitro antara lain dapat

dilakukan melalui embryogenesis somatik, regenerasi

organ adventif, pembentukan cabang aksilar dan kultur

buku tunggal (Herliana dkk., 2012). Teknik aseptik

merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam kultur

jaringan. Tenik aseptik adalah teknik yang digunakan

dalam kegiatan kultur jaringan yaitu dilakukan secara

in vitro yang dijaga kesterilannya. Teknik ini sangat

dijaga keaseptikannya dalam proses pengkulturan agar

diperoleh media yang steril dan organ tanaman yang

tumbuh juga dalam keadaan steril, dengan kata lain

penggunaan teknik aseptik dalam kultur jaringan adalah

mendapatkan eksplan yang steril. Pada teknik aseptik

ini dilakukan berbagai perlakuan untuk membersihkan

kotoran yang ada di permukaan bahan tanaman dan juga

ditambahkan zat pengatur tumbuh yang merupakan senyawa

organik (bukan hara) dalam jumlah sedikit dapat

mendukung, menghambat, dan dapat merubah proses

fisiologi tanaman.

Ada beberapa alat dan bahan yang harus disediakan

dalam kegiatan kultur jaringan dengan teknik aseptik

terutama alat-alat sterilisasi. Teknik aseptik pada

kultur jaringan dilakukan dengan menggunakan 2 alat

utama yaitu autoclaf dan Laminar Air Flow (LAF). Kedua

alat ini memiliki fungsi utama yang sama yaitu

mensterilkan bagian dari peralatan untuk mendukung

lancarnya kegiatan teknik aseptik, namun keduanya

memiliki fungsi dan prinsip kerja tersendiri.

Autoclaf merupakan salah satu alat yang digunakan

dalam laboratorium untuk mensterilkan peralatan yang

ada. Autoclaf terutama ditujukan untuk membunuh

endospora, yaitu sel resisten yang diproduksi oleh

bakteri. Sel tersebut tahan terhadap pemanasan,

kekeringan, dan antibiotik. Pada spesies yang sama,

endospora dapat berthan pada kondisi lingkungan yang

dapat membunuh sel vegetatif bakteri tersebut.

Endospora dapat dibunuh pada suhu 1000C yang merupakan

titik didih air pada tekanan atmosfer normal. Pada suhu

1210C, endospora dapat dibunuh dalam waktu 4-5 menit

dimana sel vegetatif bakteri dapat dibunuh hanya dalam

waktu 6-30 detik pada suhu 650C. Prinsip kerja alat ini

sama dengan prinsip kerja kukusan (alat sederhana untuk

menanak nasi) hanya saja memiliki tekanan sehingga

menghasilkan panas yang lebih tinggi. Hal ini bertujuan

untuk lebih menyempurnakan proses sterilisasi yang

dilakukan dengan suhu 1210C, namun waktu keseluruhan

mulai dari pemanasan awal (kenaikan suhu) sampai

pendingan 9penurunan suhu) bisa mencapai kurang lebih 2

jam. Jika objek yang disterilisasi cukup tebal atau

banyak, transfer panas pada bagian dalam autoklaf akan

melambat, sehingga terjadi perpanjangan waktu pemanasan

total untuk memastikan bahwa semua objek bersuhu 1210C

untuk waktu 10-15 menit. Perpanjangan waktu juga

dibutuhkan ketika cairan dalam volume besar akan

diautoclaf karena volume yang besar membutuhkan waktu

yang lebih lama untuk mencapai sterilisasi.

Laminar Air Flow adalah meja steril untuk melakukan

kegiatan inokulasi/penanaman. Laminar Air Flow merupakan

suatu alat yang digunakan dalam pekerjaan persiapan

bahan tanaman, penanaman, dan pemindahan tanaman dari

sutu botol ke botol yang lain dalam kultur in vitro. Alat

ini diberi nama Laminar Air Flow Cabinet, karena meniupkan

udara steril secara kontinyu melewati tempat kerja

sehingga tempat kerja bebas dari, debu dan spora-spora

yang mungkin jatuh kedalam media, waktu pelaksanaan

penanaman. Aliran udara berasal dari udara ruangan yang

ditarik ke dalam alat melalui filter pertama (pre-

filter), yang kemudian ditiupkan keluar melalui filter

yang sangat halus yang disebut HEPA (High Efficiency

Particulate Air Filter), dengan menggunakan blower.

Laminar Air Flow (LAF) digunakan sebagai ruangan

untuk pengerjaan secara eseptis. Prinsip penaseptisan

suatu ruangan berdasarkan aliran udara keluar

dengankontaminasi udara dapat diminimalkan. Laminar Air

Flow sering disebut juga sebagai Biological Safety Cabinet (BSC) yaitu

alat yang berguna untuk bekerja secara aseptis karena

BSC/LAF mempunyai pola pengaturan dan penyaring aliran

udara sehingga menjadi steril dan aplikasisinar UV

beberapa jam sebelum digunakan.

Pada teknik kultur jaringan menggunakan teknik

aseptik ada beberapa hal yang harus diperhatikan agar

menjaga kesterilan dan tidak terkontaminasi jamur

ataupun bakteri. Hal-hal tersebut diantaranya:

1. Genotip tanaman

Respon eksplan tanaman tergantung dari spesies,

varietas, atau tanaman asal eksplan tersebut. Pengaruh

genotip ini berhubungan erat dengan faktor-faktor yang

mempengaruhi pertumbuhan eksplan, seperti kebutuhan

nutrisi, zat pengatur tumbuh, dan lingkungan kultur.

Oleh karena itu, komposisi media, zat pengatur tumbuh

dan lingkunganpertumbuhan yang dibutuhkan oleh masing-

masing tanaman bervariasi meskipun teknik

kulturjaringan yang digunakan sama.

2. Media kultur

Perbedaan komposisi media sangat mempengaruhi

respon eksplan saat dikulturkan. Perbedaan komposisi

media biasanya sangat mempengaruhi arah pertumbuhan dan

regenerasi eksplan. Meskipun demikian, media yang telah

diformulasikan tidak hanya berlaku untuk satu jenis

eksplan dan tanaman saja. Beberapa jenis formulasi

media bahkan digunakan secara umum untuk berbagai jenis

eksplan dan varietas tanaman, seperti media MS, namun

ada juga beberapa jenis media yang diformulasikan untuk

tanaman-tanamantertentu misalnya WPM, VW dll.

Konsentrasi hormon pertumbuhan optimal yang ditambahkan

ke dalam media tergantung pula dari eksplan yang

dikulturkan serta kandungan hormon pertumbuhan endogen

yang terdapat pada eksplan tersebut. Hormon pertumbuhan

yang digunakan untuk perbanyakan secara invitro adalah

golongan auksin, sitokinin, giberelin, dan growth

retardant. Media yang umum digunakan dalam kultur

jaringan adalah medium padat, medium semi padat dan

medium cair. Keadaan fisik media akan mempengaruhi

pertumbuhan kultur, kecepatan pertumbuhan dan

diferensiasinya. Keadaan fisik media ini mempengaruhi

pertumbuhan antara lain karena efeknya terhadap

osmolaritas larutan dalam media serta ketersediaan

oksigen bagi pertumbuhan eksplan yang dikulturkan.

3. Lingkungan tumbuh

Kebutuhan suhu untuk masing-masing jenis tanaman

umumnya berbeda-beda. Tanaman dapat tumbuh dengan baik

pada suhu optimumnya. Pada suhu ruang kultur dibawah

optimum, pertumbuhan eksplan lebih lambat, namun pada

suhu diatas optimum pertumbuhan tanaman juga terhambat

akibat tingginya laju respirasi eksplan. Kelembaban

relatif dalam botol kultur dengan mulut botol yang

ditutup umumnya cukup tinggi, yaitu berkisar antara 80-

99%. Jika mulut botol ditutup agak longgar maka

kelembaban relatif dalam botol kultur dapat lebih

rendah dari 80%. Sedangkan kelembaban relatif di ruang

kultur umumnya adalah sekitar 70%. Jika kelembaban

relatif ruang kultur berada dibawah 70% maka akan

mengakibatkan media dalam botol kultur (yang tidak

tertutup rapat) akan cepat menguap dan kering sehingga

eksplan dan plantlet yang dikulturkan akan cepat

kehabisan media, namun kelembaban udara dalam botol

kultur yang terlalu tinggi menyebabkan tanaman tumbuh

abnormal yaitu daun lemah, mudah patah, tanaman kecil-

kecil namun terlampau sukulen. Kondisi tanaman demikian

disebut vitrifikasi atau hiperhidrocity. Pertumbuhan

eksplan dalam kultur in vitro dipengaruhi oleh :

kuantitas dan kualitas cahaya (intensitas), lama

penyinaran dan panjang gelombang cahaya. Pertumbuhan

Pada perbanyakan tanaman secara invitro, kultur umumnya

diinkubasikan pada ruang penyimpanan dengan penyinaran.

4. Kondisi eksplan

Pertumbuhan dan morfogenesis dalam mikropropagasi

sangat dipengaruhi oleh keadaan jaringan tanaman yang

digunakan sebagai eksplan. Selain faktor genetis

eksplan yang telah disebutkan di atas, kondisi eksplan

yang mempengaruhi keberhasilan teknik mikropropagasi

adalah jenis eksplan, ukuran, umur dan fase fisiologis

jaringan yang digunakan sebagai eksplan. Meskipun

masing-masing sel tanaman memiliki kemampuan

totipotensi, namun masing-masing jaringan memiliki

kemampuan yang berbeda-beda untuk tumbuh dan

beregenerasi dalam kultur jaringan. Oleh karena itu,

jenis eksplan yang digunakan untuk masing-masing kultur

berbeda-beda tergantung tujuan pengkulturannya. Umur

eksplan sangat berpengaruh terhadap kemampuan eksplan

tersebut untuk tumbuh dan beregenerasi. Umumnya eksplan

yang berasal dari jaringan tanaman yang masih muda

(juvenil) lebih mudah tumbuh dan beregenerasi

dibandingkan dengan jaringan yang telah terdiferensiasi

lanjut. Jaringan muda umumnya memiliki sel-sel yang

aktif membelah dengan dinding sel yang belum kompleks

sehingga lebih mudah dimodifikasi dalam kultur

dibandingkan jaringan tua

5. Kondisi aseptis selama proses perbanyakan

Proses perbanyakan metode kultur jaringan ini,

perlu dipertahankan kondisi lingkungan yang sesteril

mungkin karena kemungkinan gagal akan semakin tinggi

pada kondisi yang tidak steril.

6. Lingkungan pertumbuhan harus terkontrol

Pada kultur jaringan, lingkungan pertumbuhan

dikontrol sedemikian rupa hingga tanaman mendapat

nutrisi yang tepat dan waktu pertumbuhannya dapat

diprediksikan hingga kapan tanaman tersebut dapat

dikeluarkan dari media tanam.

Menurut Lidyawati dkk. (2012) kultur jaringan

adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian dari

tanaman seperti protoplasma, sel, kelompok sel,

jaringan dan organ, serta menumbuhkan dalam kondisi

yang aseptik sehingga bagian-bagian tersebut dapat

memperbanyak diri beregenerasi menjadi tanaman lengkap

kembali. Diperlukan proses sterilisasi yang tepat untuk

mematikan mikroorganisme yang terdapat pada eksplan

sehingga tidak mengganggu pertumbuhan tanaman. Tingkat

kontaminasi dibedakan menjadi tiga yaitu kontaminasi

ringan, sedang, dan berat. Kontaminasi ringan adalah

saat koloni masih berbentuk lendir semi transparan,

sedangkan kontaminasi sedang adalah saat koloni sudah

berlendir putih tebal, dan kontaminasi berat apabila

koloni sudah menutupi seluruh permukaan eksplan bahkan

menutupi permukaan media. Konsentrasi sterilan dan

waktu aplikasi pemberian sterilan yang digunakan

mengacu pada hasil penelitian yang telah dilakukan.

Identifikasi jenis bakteri dilakukan untuk mengetahui

pengaruh bakteri terhadap bahan tanam yang

disterilisasi (Pancaningtyas dan Cahya, 2011).

Pada praktikum kali ini digunakan bahan-bahan yang

telah disebutkan untuk membuat media steril berdasarkan

teknik aseptik, kemudian diinokulasi selama 14 hari

namun pada hari ke-7 sampai 14 media sudah diberi

eksplan tembakau dan embrio jagung. Berdasarkan data

yang diperoleh pada hari ke-7, 8, dan 9 seluruh ulangan

yang dilakukan oleh semua kelompok mulai dari ulangan

1-6 tidak terkontaminasi bakteri maupun jamur.

Kontaminasi jamur mulai terjadi pada hari ke-10 sampai

dengan hari ke-14 pada ulangan 1 dan 2. Pada ulangan 1

hari ke-10 sampai hari ke-14 jumlah botol yang

terkontaminasi ada 2 sedangkan pada ulangan ke-2 pada

hari ke-10 dan ke-11 ada 2 botol yang terkontaminasi

oleh jamur kemudian bertambah 1 botol yang

terkontaminasi di hari selanjutnya, lalu pada hari ke-

13 bertambah 1 botol lagi yang terkontaminasi jamur

sehingga total seluruh botol ulangan 2 yang

terkontaminasi pada hari ke-14 adalah 4 botol.

Eriansyah dkk. (2014) menjelaskan bahwa faktor

terjadinya kontaminasi adalah kondisi lingkungan

inkubasi, kurang sterilnya eksplan, dan kurang

sterilnya saat pembuatan media, serta saat pemasukan

organ tanaman (eksplan) ke media tidak memperhatikan

kesterilannya. Pada praktikum kali ini, media dibuat

dalam kondisi steril dan sudah disterilkan dengan

autoclaf. Eksplan yang digunakan adalah eksplan yang

steril dan kondisi lingkungan inkubasi bersih, dijaga

suhu dan kelembabannya sehingga dapat menjaga media

tetap steril. Proses pemasukkan eksplan ke dalam media

dilakukan di dalam LAF dengan hati-hati dan terjaga

kesterilannya karena selalu menggunakan alkohol sebelum

melakukan kegiatan di dalamnya dan diberikan perlakuan

lain seperti memanaskan alat pada lampu bunsen, akan

tetapi pada kelompok 1 dan 2 yang mengerjakan ulangan 1

dan 2 kurang menjaga kesterilan saat pemindahan eksplan

ke media. Ada beberapa benda asing seperti jam tangan,

gelang, dan cincin yang masuk ke dalam LAF dan benda

tersebut tidak steril. Jadi, pada praktikum kali ini

terjadinya kontaminasi karena kurang sterilnya saat

memindahkan eksplan ke media kultur jaringan yang telah

steril. Sebaiknya saat melakukan pemindahan eksplan

ataupun kegiatan lain yang berhubungan dengan

kesterilan di dalam LAF harus memperhatikan kondisi

pelaku terlebih dahulu, yaitu dengan melakukan kegiatan

check list sehingga hal seperti ini tidak terulang lagi.

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Tenik aseptik adalah teknik yang digunakan dalam

kegiatan kultur jaringan yaitu dilakukan secara in

vitro yang dijaga kesterilannya.

2. Autoclaf merupakan salah satu alat yang digunakan

dalam laboratorium untuk mensterilkan peralatan

dalam laboratorium.

3. Laminar Air Flow adalah meja steril untuk melakukan

kegiatan inokulasi/penanaman. Laminar Air Flow

merupakan suatu alat yang digunakan dalam pekerjaan

persiapan bahan tanaman, penanaman, dan pemindahan

tanaman dari sutu botol ke botol yang lain dalam

kultur in vitro.

4. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan

kegiatan teknik aseptik adalah genotip tanaman,

media kultur, lingkungan tumbuh, kondisi eksplan,

kondisi aseptik, dan lingkungan pertumbuhan.

5. Pada praktikum kali ini terjadinya kontaminasi

karena kurang sterilnya saat memindahkan eksplan ke

media kultur jaringan yang telah steril.

5.2 Saran

Praktikum ini telah berjalan dengan baik, materi

yang diberikan dapat dipahami dengan mudah dan dapat

dipraktikan dengan baik. Pada praktikum kali ini

terjadi kontaminasi pada 6 botol, untuk itu sebaiknya

praktikan lebih hati-hati lagi saat melakukan

sterilisasi karena hal sepele pun berpengaruh terhadap

hasil yang diberikan, apabila tanaman terkontaminasi

berarti tanaman tersebut gagal produk sehingga untuk

kedeannya akan merugikan bagi kita apabila sedang usaha

budidaya tanaman dengan menggunakan teknik aseptik pada

media kultur jaringan.

DAFTAR PUSTAKA

Aisyah dan Dedi. 2011. Teknik Sterilisasi Rimpang JaheSebagai Bahan Perbanyakan Tanaman Jahe SehatSecara In Vitro. Buletin Teknik Pertanian, 16 (1) : 34-36.

Babaei, N., N. A.P. Abdullah., G.Saleh dan T. L.Abdullah. 2013.Control of Contamination andExplant Browning In Curculigo Latifolia In Vitro Cultures.Medicinal Plants Research, 7(8) : 448-454..

Kataky and Handique. 2010. Standardization OfSterilization Techniques Prior to inVitropropagation Of Andrographis Paniculata (Burm.F)Nees Asian Journal Of Science And Technology. AsianJournal of Science and Technology, 6 (1) : 119-122.

Lidyawati., Waeniati., Muslimin dan I. N. Suwastika.2012. Perbanyakan Tanaman Melon (Cucumis melo L.)Secara In Vitro Pada Medium Ms Dengan PenambahanIndole Acetic Acid (IAA) Dan Benzil Amino Purin (BAP). NaturalScience, 1.(1) 43-52.

Ngomuo, M., E. Mneney, dan P. Ndakidemi. 2014. Controlof lethal browning by Using Ascorbic Acid On ShootTip Cultures Of A Local Musa Spp. (Banana)Cv.Mzuzu in Tanzania. 13(16) : 1721-1725.

Pancaningtyas dan Cahya. 2011. Sterilisasi Ulang padaPerbanyakan Somatic Embryogenesis Kakao (Theobromacacao L.) untuk Penyelamatan Embrio Terkontaminasi.Pelita Perkebunan, 27(1): 1-10.

Pitojo, S. 2008. Penangkaran Benih Kentang. Yogyakarta:Kanisius.

Sari, Y. P., H. Manurung dan Aspiah. 2011. PengaruhPemberian Air Kelapa Terhadap Pertumbuhan Anggrek

Kantong Semar (Paphiopedilum Supardii Braem & Loeb)Pada Media Knudson Secara In Vitro. MulawarmanScientifie, 10 (2) : 219-242.

Tomas, V., M. Viljevac., A. Pranjic., Z. Cmelik., B.Puškar., Z. Jurkovic., I. Mihaljevic dan K.Dugalic. 2013. In Vitro Sterilization Procedures ForMicropropagation Of ‘Oblačinska’ Sour Cherry.Agricultural Sciences 58 (2) : 177 -126.

Yuliarti, N. 2010. Jaringan Tanaman Skala Rumah Tangga. Yogyakarta: Lily Publisher.