Laporan Ilmu Kayu

35
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hutan itu dapat di artikan sebagai suatu masyarakat tumbuhan yang kompleks yang terdiri dari pohon, semak, tumbuhan basa, jasad renik tanah dan hewan lainnya, yang satu dengan yang lainnya terikat dalam hubungan ketergantungan. Tetapi bagi orang awam tentang hutan, mereka berasumsi bahwa hutan itu merupkan areal yang ditumbuhi pohon-pohon. Akan tetapi bila seseorang lebih dalam meneliti kedalamannya, maka akan ditemukan banyak perbedaan-perbedaan yang ditemukan. Perbedaan-perbedaan tersebut dinyatakan dalam berbagai cara, tergantung bagimana kita memandangnya, misalnya dalam pengenalan tegakan hutan. Kayu adalah bagian batang atau cabang serta ranting tumbuhan yang mengeras karena mengalami lignifikasi (pengayuan). Kayu digunakan untuk berbagai keperluan, mulai dari memasak, membuat perabot (meja, kursi), bahan bangunan (pintu, jendela, rangka atap), bahan kertas, dan banyak lagi. Kayu juga dapat dimanfaatkan sebagai hiasan-hiasan rumah tangga dan sebagainya. Penyebab terbentuknya kayu adalah akibat akumulasi selulosa dan lignin pada dinding sel berbagai jaringan di batang. 1

Transcript of Laporan Ilmu Kayu

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Hutan itu dapat di artikan sebagai suatu masyarakat

tumbuhan yang kompleks yang terdiri dari pohon, semak,

tumbuhan basa, jasad renik tanah dan hewan lainnya,

yang satu dengan yang lainnya terikat dalam hubungan

ketergantungan. Tetapi bagi orang awam tentang hutan,

mereka berasumsi bahwa hutan itu merupkan areal yang

ditumbuhi pohon-pohon. Akan tetapi bila seseorang lebih

dalam meneliti kedalamannya, maka akan ditemukan banyak

perbedaan-perbedaan yang ditemukan. Perbedaan-perbedaan

tersebut dinyatakan dalam berbagai cara, tergantung

bagimana kita memandangnya, misalnya dalam pengenalan

tegakan hutan.

Kayu adalah bagian batang atau cabang serta

ranting tumbuhan yang mengeras karena mengalami

lignifikasi (pengayuan). Kayu digunakan untuk berbagai

keperluan, mulai dari memasak, membuat perabot (meja,

kursi), bahan bangunan (pintu, jendela, rangka atap),

bahan kertas, dan banyak lagi. Kayu juga dapat

dimanfaatkan sebagai hiasan-hiasan rumah tangga dan

sebagainya. Penyebab terbentuknya kayu adalah akibat

akumulasi selulosa dan lignin pada dinding sel berbagai

jaringan di batang.

1

Tumbuhan berkayu dapat dibedakan menjadi dua

golongan berdasarkan ada tidaknya pori pada tumbuhan

tersebut, yaitu kayu daun lebar (hardwood) dan kayu

daun jarum (softwood). Istilah hardwood dan softwood ini

tidak menginterpretasi secara langsung kekuatan dari

kayu tersebut. Bukan berarti hardwood merupakan jenis

kayu yang kuat dan bukan pula softwood berarti jenis

kayu yang lunak. Golongan tumbuhan yang termasuk kayu

daun jarum adalah Gymnospermae, yakni tumbuhan berbiji

terbuka (konifer), biasanya dicirikan dengan warna

daunnya yang selalu hijau, bentuk tajuknya yang kerucut

dan bentuk batang yang silindris. Sedangkan golongan

tumbuhan yang termasuk kayu daun lebar adalah

Angiospermae yakni tumbuhan berbiji tertutup, biasanya

dicirikan dengan bentuk tajuk yang melebar dan

banyaknya cabang-cabang pohon.

Kayu memiliki ciri makroskopis dan mikroskopis.

Ciri makroskopis kayu adalah ciri kayu yang dapat

dilihat langsung secara kasat mata atau dengan bantuan

lup pada bidang anisotropiknya. Ciri makroskopis kayu

meliputi bau, warna, tekstur, kilap dan lain-lain,

sementara ciri mikroskopis adalah ciri kayu yang hanya

dapat diketahui dengan bantuan mikroskop saja yang

meliputi susunan pori, parenkim, saluran resin, dan

lain-lain. Untuk dapat memperoleh ciri mikroskopis

kayu, maka kayu harus disayat. Praktikum ini bertujuan

2

untuk mengetahui sifat makroskopis dan mikroskopis

kayu, sehingga jenis suatu kayu akan teridentifikasi.

B. TUJUAN PRAKTIKUM

Adapun tujuan dalam praktikum ini, yaitu :

1. Untuk mengetahui sifat-sifat makroskopis kayu

seperti warna, kilap, tekstur, arah serat, jari-

jari, pori dan untuk membandingkan berat antara satu

jenis kayu dengan jenis kayu lainnya.

2. Untuk mengetahui pori dan parenkim yang dimiliki

oleh kayu yang diamati baik kayu daun jarum maupun

kayu daun lebar serta pada kelompok monokotil.

3. Untuk mengetahui jumlah pori dan jari-jari,

mengetahui diameter pori-pori, jumlah berbagai jenis

susunan pori, serta tinggi dan diameter jari-jari

dalam luasan 1 mm2.

4. Untuk memahami pengertian volume kayu basah, kering

udara dan tanur.

5. Untuk memahami cara pengukuran perubahan dimensi

pada kayu.

6. Untuk membandingkan besarnya perubahan dimensi pada

tiga arah utama kayu.

C. KEGUNAAN PRAKTIKUM

3

Adapun manfaat dalam pengamatan hasil laporan ini,

yaitu :

1. Praktikan dapat mengetahui dan memahami cara untuk

mengamati sifat-sifat makroskopis kayu serta untuk

membandingkan teori dengan praktikum.

2. Praktikan dapat mengetahui cara untuk

mengindentifikasi pori berdasarkan sebaran dan

susunannya serta parenkimnya. Juga untuk

membandingkan kenyataan yang diperoleh dalam

kegiatan praktikum dengan teori.

3. Praktikan dapat mengetahui jumlah pori dan jari-

jari, mengetahui diameter pori-pori, jumlah berbagai

jenis susunan pori, serta tinggi dan diameter jari-

jari dalam suatu sampel preparat kayu.

4

BAB II

METODE PERCOBAAN

A. SIFAT MAKROKOPIS KAYU

1. Alat dan bahan

a. Potongan kaayu berukuran (5x5x5) cm

b. Cutter (pisau tajam)

c. Lup

d. Buku gambar

2. Prosedur Kerja

a. Menyiapkan potongan kayu yang akan mati.

b. Mengamati sifat makroskopisnya secara lansung

untuk kilap, warna kayu, serat, tekstur, jari-jari

dan berat.

c. Dengan bantuan Lup, amati sebaran porinya.

5

d. Untuk kesan raba dan kekerasan gunakan kuku dan

citter.

e. Mencatat hasil pengamatan.

f. Menggambar pori-pori dan jari-jari kayu yang

diamati.

B. PREPARAT GOSOK

1. Alat dan Bahan

a. Potongan kayu berukuran (2x2x2) cm. g. Lup

b. Cutter

h. Eukit/lem UHU

c. Kaca gosok.

i. Label

d. Objek gelas.

e. Karborendum.

f. Air.

2. Prosedur Kerja

a. Menyiapkan sampel kayu berukuran (2x2x2) cm

menurut arah sumbu anisotropiknya.

b. Menyiapkan kaca gosok, kemudian taburi karborendum

secukupnya dan tambahkan sedikit air.

6

c. Menggosok kaca tersebut dengan menggunakan objek

gelas sehingga rata dan kaca gosok menjadi kasar

dan tajam (± 10 menit).

d. Mencuci kaca gosok tersebut hingga bersih.

e. Menggosok bidang transversal (melintang) sampel

kayu pada kaca gosok sambil menjaga agar kaca

gosok dan sampel tetap dalam keadaan basah dengan

bantuan air. Penggosokan dinyatakan selesai ketika

telah memperoleh sampel kayu yang bidang

melintangnya mempunyai permukaan yang rata dan

semua elemen-elemen penyusun kayu jelas terlihat

dengan bantuan lup.

f. Meletakkan atau menempelkan bidang melintang yang

bersebelahan dengan yang digosok pada objek gelas

dengan eukit.

g. Memberi keterangan dengan menggunakan kertas

label tentang nama spesies (dalam bahasa latin,

daerah atau indonesia) dan familinya.

h. Mengamati parenkim, pori dan lingkaran tahunnya.

C. PREPARAT SAYAT

1. Alat dan Bahan

a. Sampel berukuran 2x2x2 cm

b. Alat perebus kayu

7

c. Mikotom atau silet

d. Safranin

e. Cawan petri

f. Alcohol 30%, 50%, dan 70%

g. Air suling

h. Objek glass

i. Alat perekat

2. Prosedur Kerja

a. Siapkan sampel berukuran 2x2x2 cm

b. Rebuslah kayu dengan menggunakan alat khusus

perebusa kayu. Untuk kayu lunak, rebuslah selama

sehari dan untuk kayu keras, rebuslah beberapa

hari.

c. Setelah kayu menjadi lunak, sayatlah 3 bidang

orientas kayu setipis mungkin dang menggunakan

silet.

d. Letakkan sayatan dalam cawan petri.

e. Teteskan safranin (2-3 tetes) pada sayatan dan

diamkan selama 24 jam.

f. Buang larutan safranin dari cawan petri lalu

nlakukan hidrasi alcohol 30 %, 50% dan 70% secara

bertingkat masing-masing selama 2 menit.

g. Bilaslah sayatan dengan menggunakan air suling.

8

h. Letakkan tiga sayatan pada objek glass dan

rekatkan dengan alat rekat.

i. Amatilah jumlah pori-pori dan jumlah jari-jari

dalam luasan 1 mm2 dengan mikroskop pada bidang

aksial.

j. Amati diameter pori pada bidang tangensial.

k. Amati jumlah sel yang bergabung dan jumlah sel

yang soliter.

l. Amati tinggi dan diameter jari-jari pada bidang

tangensial.

D. PENENTUAN VOLUME

1. Alat dan Bahan

a. Sampel kayu berukuran 2x2x2 cm.

b. Caliper

c. Gelas ukur

d. Men-zero

2. Prosedur Kerja

Cara Metode Celup

1. Siapkan gelas ukur yang telah diisi air.

9

2. Catat tinggi awal permukaan air dri gelas

ukur.

3. Masukkan dan tenggelamkan contoh uji ke dalam

gelas ukur,catat kenaikan permukaan air.

Penenggelam contoh uji agar lebih mudah

gunakan jarum yang ditusukkan ke contoh

uji .Jarum digunakan sebagai pegangan untuk

menekan kayu di air.

4. Selisih tinggi permukaan air sesudah dan

sebelum kayu ditenggelamkan dalam gelas ukur

merupakan volume kayu yang di ukur.

Cara Metode Berat

1. Siapkan bejana berisi air dan letakkan di

atas suatu timbangan. Catat berat bejana

tersebut dengan airnya. Namun untuk timbangan

gital, setelah meletakkan gelas ukur berisi

air pada timbangan dilanjutkan dengan menekan

tombol zero agar angka pada layar tetap o

(nol).

2. Siapkan contoh uji yang akan diukur

volumenya.

3. Masukkan contoh uji kedalam bejana berisi air

sampai seluruh bagiannya tenggelam, dan

catat bagian tenggelam yang ditimbulkan oleh

10

penenggelam tersebut sebagai dari contoh uji

tersebut. Sama seperti pada cara metode

celup, penenggelam juga akan dipermudah

dengan menggunakan jarum dan statip.

E. PERUBAHAN DIMENSI PADA KAYU

1. Alat dan Bahan

a. Sampel kayu berukuran 2x2x3 cm

b. Caliper

c. Oven

d. Pensil

e. Mistar

f. Desikator

2. Prosedur Kerja

a. Siapkan contoh uji yang akan diukur penyusutannya

b. Sampel yang memiliki kadr air dibawah titik jenuh

serat direndam terlebih dahulu selama 3 hari

c. Beri tanda berupa garis pada tiga arah

(longitudinal, radial dan tangensial) contoh uji

tersebut

11

d. Ukur dimensi awal dari contoh uji pada tempat-

tempat yang telah diberi garis yaitu pada arah

longitudinal , tangensial, radial

e. Keringkan contoh uji sampai mencapai keadaan

kering tanur

f. Ukur dimensi contoh uji yang telah dikering

tanuran ini pada tempat-tempat yang telah diberi

garis yaitu pada arah longitudinal, tangensial,

radial

g. Untuk mengethui pengembangan kayu contoh uji

kemudian direndam sampai mencapai keadaan di atas

tiik jenuh searat

h. Ukur dimensi contoh uji yang telah direndam ini

paa tempat-tempat yang telah diberi tanda garis

yaitu pada arah longitudinal, tangensial, dan

radial.

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL

1. Ciri Makrokopis

Table 1. Hasil pengamatan 1

12

N0 Pengamatan Pinus

merkusii

Mangifera

indica

Cocos

nucifera

1. Sebaran pori Pori

tata

lingkar

Pori tata

baur

-

2 warna Kuning-

muda

Kecoklat-

coklatan

Coklat

kemerahan3.. tekstur halus Agak

kasar

kasar

4. kekerasan keras Sangat

keras

Sedang

5. berat Ringan/

agak

berat

Berat/

agak

berat

Ringan/

agak berat

6. kilap Sangat

mengkila

p

Agak

mengkilap

Kusam

7. Arah serat lurus lurus lurus8. Kesan raba licin kasar kasar

2. Preparat Gosok

Table 1. Hasil pengamatan 2

No Pengamatan Pinus

merkusii

Mangifera

indica

Cocos

nucifera

1. Penyebaran Tersebar

13

pori2. Penggabungan

pori

Soliter+gab

ungan3. Penyebaran

parenkim

Tersebar Tersebar

3. Preparat Sayat

Table 1. Hasil pengamatan 3

Percobaa

n Jumlah Pori Diamet

er

Pori

(μm)

Jumlah

Jari-

Jari

Tinggi dan Lebar

Jari-Jari

Tinggi

(μm)

Lebar

(μm)

Soli

ter

Gabu

nga

n

Kuanti

tas

65,64

%

34,35

%

146 8,2 581,6 59,6

Kualit

as

Agak

kecil

Agak

banyak

sedang Agak

lebar

4. Perubahan Volume

Table 1. hasil pengamatan 4

Kering UdaraMangifera indica 0,5

Pinus merkusii 0,3

14

Berat

Jenis

Cocos nucifera 0,3

Kering tanurMangifera indica 0,5

Pinus merkusii 0,3Cocos nucifera 0,2

BasahMangifera indica 0,8

Pinus merkusii 0,4Cocos nucifera 0,3

Kerapatan

(g/cm3)

Kering udara Mangifera indica 0,6

Pinus merkusii 0,4Cocos nucifera 0,3

Kering tanurMangifera indica 0,7

Pinus merkusii 0,3Cocos nucifera 0,3

BasahMangifera indica 0,8

Pinus merkusii 0,7

Cocos nucifera 0,8

Kadar Air

(%)

Kering

udara

Pinus merkusii 7,6Mangifera indica 7

Cocos nucifera 7,6

Kadar Air

(%)

basah

Pinus merkusii 99,66Mangifera indica 78,4

Cocos nucifera 204

5. Perubahan Dimensi

15

Table 1. hasil pengamatan 5

Penyusutan

Kering udara-

kering tanur

Pinus merkusii

L 0,5R 5T 2,1

Mangifera

indica

L 0,9R 13,3T 9,2

Cocos nucifera

L 5,4

R 9,1T 9,7

Penyusutan (%)

Penyusutan (%)

Basah-kering

udara

Pinus merkusii

Pinus merkusii

L 0,23R 1.7T 3,2

Mangifera

indica

L 0,5R 16,2T 2,6

Cocos nucifera

L 0,7R 2,6T 2,1

Pengembangan

(%)

Kering tanur-

Pinus merkusii

L 0,4R 6,8

T 5,5

Mangifera

indica

L 0,7R 4,8T 5

16

basahCocos nucifera

L 2,2R 6T 5,9

B. PEMBAHASAN

1. Ciri Makrokopis

Dari tabel hasil pengamatan di atas, terlihat

bahwa sampel kayu yang digunakan adalah Mangifera indica

(mangga), Pinus merkusii (Tusam) dan Cocos nucifera (Kelapa)

yang mewakili masing-masing kelompok kayu daun lebar,

kayu daun jarum dan monokotil. Adapun pengamatan-

pengamatan yang dilakukan pada ketiga sampel tersebut

adalah sebaran pori, warna, tekstur, kekerasan, berat,

kilap, arah serat dan kesan raba.

a. Sebaran pori

Sebaran pori hanya diamati pada kayu daun lebar,

karena hanya kelompok tersebut yang memiliki pori atau

pembuluh. Hal inilah yang menjadi perbedaan mendasar

antara kayu daun lebar dan kayu daun jarum, dimana pori

ini tidak dimiliki oleh kayu daun jarum (Haygreen dan

Bowyer, 1989).

17

b. Warna

Kayu yang berasal dari pohon yang lebih tua dapat

mempunyai warna yang lebih tua (lebih gelap) bila

dibandingkan dengan bagian kayu yang berasal dari pohon

yang lebih muda dari jenis yang sama. Kayu yang kering

berbeda warnanya bila dibandingkan dengan warna yang

basah. Kayu yang sudah lama tersimpan ditempat terbuka

warnanya akan lebih gelap atau lebih terang

dibandingkan dengan kayu segar, ini tergantung kepada

keadaan lingkungannya (cuaca, angin, cahaya matahari,

dan sebagainya) (Bowyer dan Haygreen, 2003).

Warna yang ditunjukkan oleh kayu mangga kecoklat-

coklatan, kayu pinus kuning muda dan kelapa berwarna

coklat-kemerahan.

c. Tekstur

Tekstur dikatakan halus apabila ukuran dari sel-

selnya sangat kecil. Sebagai contoh, diameter sel

serabut lebih kecil dari 30 mikron ini akan menyebabkan

kayu bertekstur halus. Diameter antara 30-45 mikron

tekstur sedang. Bila diameter lebih dari 45 mikron,

tekstur kasar (Pandit dan Ramlan, 2002).

Mangga memiliki struktur yang agak kasar

dibandingkan pinus. Hal ini dikarenakan jati memiliki

sel-sel pori yang berlubang, sementara kayu pinus

18

tersusun oleh sel-sel trakeid yang rapi dan berjajar.

Sedangkan, kayu kelapa memiliki tekstur yang kasar

karena susunan selnya yang terdiri atas serabut-

serabut.

d. Kekerasan dan Berat Kayu

Terdapat hubungan langsung antara kekerasan dan

berat kayu. Kayu-kayu keras biasanya merupakan kayu-

kayu yang berat dan sebaliknya. Kekerasan kayu

sebanding dengan berat jenisnya. Berbagai jenis kayu

dapat digolongkan ke dalam empat jenis kekerasan, yaitu

kayu sangat keras, kayu keras, kayu sedang dan kayu

lunak (Pandit dan Ramlan, 2002).

Kayu mangga memiliki kekerasan yang tinggi

dibandingkan dengan kayu pinus yang memiliki kekerasan

yang sedang. Hal ini disebabkan karena kayu pinus tidak

memiliki pori sehingga tidak mengurangi berat jenis

kayu tersebut, sementara mangga sebaliknya. Sehingga

kayu mangga menjadi lebih berat dibandingkan pinus.

Sedangkan kayu kelapa termasuk kategori sedang karena

kayu monokotil ini tidak memiliki susunan sel yang

banyak dan tersusun oleh serabut-serabut yang beratnya

ringan serta sangat mudah menyerap air.

19

e. Kilap

Kilap kayu adalah suatu sifat dari kayu yang

memungkinkan kayu dapat memantulkan cahaya. Beberapa

jenis kayu dapat memantulkan cahaya. Beberapa jenis

kayu tampak buram atau mengkilap tergantung dari

tingkat karakteristik yang dimiliki kayu. Kilap di sini

harus dibedakan dengan warna dari kayu dan juga dari

kesanggupan kayu untuk diberikan bahan pengkilap. Atau

dengan kata lain kilap di sini berbeda dengan kilap

yang diakibatkan oleh pemberian bahan seperti vernis.

Kilap kayu tergantung dari sudut penyinaran (sudut

datangnya sinar) pada permukaan kayu dan tergantung

juga dari macamnya cell pada permukaan kayu tersebut.

Sebagai contoh, permukaan kayu radial di sini dapat

merefleksikan atau memantulkan cahaya lebih besar dari

papan yang dibelah tangensial. Ini disebabkan karena

adanya jari-jari yang sel-selnya tersingkap (Pandit dan

Ramlan, 2002).

Setelah diamati, kayu pinus sangat mengkilap

dibandingkan kayu mangga, sedangkan kelapa kusam

dibandingkan kedua kayu tersebut.

f. Arah serat dan Kesan raba

Sifat serat kayu berarti sifat dari kayu yang

menunjukkan arah orientasi umum dan sel-sel panjang di

20

dalam kayu terhadap sumbu batang pohon. Arah serat ini

dapat ditentukan melalui arah alur-alur yang terdapat

pada kayu. Kayu dikatakan mempunyai serat lurus jika

arah umum dari sel-sel panjang sejajar dengan sumbu

batang. Jika arah umum dari sel-sel panjang tadi

menyimpang atau membentuk sudut dengan sumbu batang

pohon maka disebut serat miring. Serat miring terbagi

lagi menjadi serat terpadu, bila serat secara berganti-

ganti mempunyai arah serat miring ke kiri atau ke kanan

terhadap sumbu batang; serat berombak, yaitu bila

serat-seratnya berombak; serat terpilin, yaitu bila

serat dari batang membuat gambaran mengelilingi

sumbunya; dan serat diagonal, yang disebabkan oleh efek

penggergajian (Pandit dan Ramlan, 2002).

Kesan raba suatu jenis kayu adalah kesan yang

diperoleh pada saat kita meraba permukaan kayu

tersebut. Ada kayu yang bila diraba memberi kesan

kasar, halus, licin, dingin dan sebagainya. Kesan raba

yang berbeda-beda itu untuk tiap-tiap jenis kayu

tergantung dari : tekstur kayu, besar kecilnya air yang

dikandung, dan kadar zat ekstraktif di dalam kayu

(Wahyudi, 2013).

Kayu pinus memiliki arah serat yang terpadu

dengan kesan raba yang licin, kayu mangga memiliki arah

serat yang lurus dengan kesan raba yang kasar.

21

Begitupun dengan kelapa memiliki arah serat yang lurus

dan kesan raba yang kasar.

2. Preparat Gosok

a. Penyebaran Pori

Pori-pori yang mengelompok tersusun menurut arah

jari-jari sehingga pori-pori berderet ke arah radial

disebut pori radial. Ada pori-pori yang tersusun

pengelompokannya menurut deretan miring disebut

pengelompokkan miring yaitu pori-pori tersusun menurut

deretan miring atau membentuk sudut dengan jari-jari.

Pengelompokkan bentuk gerombol dimana pori-pori

mengelompok bergerombol pada zona-zona yang berbentuk

bulat atau lingkaran (Pandit dan Ramlan, 2002).

Dari hasil pengamatan, penyebaran pori dari kayu

mangga adalah tersebar dan tersusun dalam kelompok

radial. Hal ini dapat dibuktikan dari gambar yang

diambil dari proses pengamatan berikut.

Gambar 1 Preparat gosok

kayu mangga.

22

b. Penggabungan Pori

Jika pori-pori pada penampang lintang kelihatan

terpisah satu sama lain oleh jaringan sel-sel lain,

pori itu dikatakan soliter. Jika pori-pori ada yang

bersinggungan tetapi bidang singgungnya masih merupakan

titik atau bidang lengkung, pori-pori ini masih

digolongkan dalam bidang soliter. Jika pori-pori pada

penampang lintang kelihatan bersinggungan demikian rupa

sehingga bidang singgungnya merupakan suatu garis lurus

maka di sini dikatakan pori bergabung. Pori yang

bergabung dapat terdiri atas dua pori atau lebih

(Pandit dan Ramlan, 2002).

Dari hasil pengamatan kayu mangga, terlihat bahwa

sel-sel porinya terdiri atas pori soliter dan gabungan,

tetapi didominasi oleh pori gabungan.

c. Penyebaran Parenkim

Parenkim merupakan jaringan yang berfungsi untuk

menyimpan serta mengatur bahan makanan cadangan.

Berdasarkan distribusinya pada penampang aksial kayu,

parenkim terbagi atas 2 macam, yaitu parenkim

apotrakeal dan parenkim paratrakeal. Pada parenkim

apotrakeal, sel-sel parenkim terpisah dari pembuluh

kayu, sedang pada parenkim paratrakeal, sel-sel

parenkim bersinggungan dengan pembuluh. Lebih jauh,

parenkim apotrakeal dibagi lagi atas parenkim sebar,

yaitu yang terdapat secara soliter atau dalam kelompok

23

kecil yang tersebar pada jaringan kayu; parenkim garis

tangensial pendek, yaitu parenkim yang terdapat dalam

kelompok-kelompok yang mengarah tangensial; parenkim

pita konsentris, yaitu parenkim yang terdapat dalam

kelompok-kelompok yang memanjang mengarah tangensial

dan mengelilingi batang; dan parenkim pita marginal,

yaitu parenkim terdapat dalam kelompok-kelompok berupa

pita-pita pada batas lingkaran tumbuh. Sedangkan

parenkim paratrakeal dibagi atas parenkim paratrakeal

sepihak, yaitu parenkim terdapat berkelompok dan

bersinggungan dengan pori, tetapi tidak pada seluruh

kelilling pori; parenkim paratrakeal selubung, yaitu

parenkim berkelompok yang mengelilingi seluruh pori;

parenkim paratrakeal aliform, yaitu parenkim terdapat

dalam kelompok-kelompok yang menyelubungi pori dan

kelihatan seperti sayap yang mengarah tangensial; dan

parenkim paratrakeal konfluen, yaitu parenkim

paratrakeal aliform yang saling bersambungan (Pandit

dan Ramlan, 2002).

Semua sampel kayu memiliki parenkim. Pada kayu

kelapa dan kayu pinus, parenkim menyebar.

3. Preparat Sayat

a. Jumlah dan Diameter Pori

Jumlah pori per mm2 dapat ditetapkan dengan

menghitung jumlah pori pada 10 tempat pada luas masing-

24

masing 1 mm2 bila ukuran pori tergolong kecil atau

ditentukan pada 6 tempat pada luas masing-masing 4 mm2

hasil perhitungan tersebut dirata-ratakan. Untuk

praktisnya, ada 3 kelas jumlah pori per mm2, yaitu

jumlah pori sedikit (< 5 pori / mm2); sedang (5-10 pori

/ mm2); dan banyak (> 10 pori / mm2) (Pandit dan

Ramlan, 2002). Pada percobaan ini, pengamatan jumlah

pori dilakukan sebanyak 25 kali di tempat yang berbeda.

Pori-pori pada preparat ini sangat banyak, yang terdiri

atas pori gabungan dan pori soliter. Preparat ini

tersusun atas sebagian besar pori soliter, yakni 65,64

%, sedangkan pori gabungannya hanya sekitar 34,35 %.

Ukuran diameter pori dalam percobaan ini

ditetapkan secara acak baik pori gabungan ataupun

soliter, sebanyak 25 kali pergeseran preparat. Nilai

diameter pori diketahui melalui nilai yang ditunjukkan

oleh mistar milimeter pada mikroskop binokuler. Setelah

mendapatkan nilainya, maka nilai tersebut harus

dikalikan dengan angka tertentu sesuai dengan

perbesaran yang digunakan untuk mendapatkan nilai

diameter dalam satuan μm. Perbesaran yang digunakan

dalam pengamatan kali ini adalah perbesaran 10 x, maka

hasil diameter pori yang didapatkan harus dikali dengan

10. Kelas-kelas diameter pori kayu adalah sebagai

berikut (Pandit dan Ramlan, 2002) :

a) Luar biasa kecil (Ø < 20 mikro)

25

b) Sangat kecil (Ø 20-50 mikro)

c) Kecil (Ø 50-100 mikro)

d) Agak kecil (Ø 100-200 mikro)

e) Agak besar (Ø 200-300 mikro)

f) Besar (Ø 300-400 mikro)

g) Sangat besar (Ø > 400 mikro)

Dari 25 kali percobaan dalam mengukur diameter

pori ini, didapatkan hasil rata-rata diameter pori

yaitu 146 μm. Berdasarkan kelas-kelas diameter pori di

atas, maka dapat dikatakan pori-pori preparat ini

berdiameter agak kecil. Berikut adalah gambar hasil

pengamatannya.

Gambar 2 Penampang aksial

preparat sayatan.

b. Jumlah, Tinggi dan Lebar Jari-Jari

Jumlah jari-jari diamati pada bidang transversal.

Menurut Sucipto (2009), kelas frekuensi jari-jari

terbagi atas :

26

a) sangat jarang (jumlah per mm <4)

b) jarang (4-5)

c) agak jarang(6-7)

d) agak banyak (8-10)

e) banyak (11-15)

f) sangat banyak (>15)

Dari 25 kali percobaan, didapatkan nilai rata-

rata jumlah jari-jari pada preparat ini yaitu

sebanyak 8,2 jari-jari, maka frekuensi jari-jari

pada preparat ini tergolong agak banyak. Tinggi

jari-jari dapat dilihat pada penampang tangensial

dan tinggi jari-jari ini dapat dinyatakan dalam dua

cara. Pertama, dengan menyatakan jumlah sel dalam

penyusunnya yang tersusun dari 1 sel sampai lebih

dari 60 sel. Jari-jari rendah bila terdiri dari 1-10

sel. Jari-jari sedang bila terdiri dari 10-15 sel,

sedangkan jari-jari tinggi terdiri dari 15 sampai

lebih dari 60 sel. Cara kedua dengan menyatakan

dalam ukuran mikron, yaitu ukuran 15-30 mikron

adalah rendah dan ukuran 500-1000 mikron adalah

tinggi (Pandit dan Ramlan, 2002).

Berdasarkan cara pertama, maka tinggi jari-jari

dikategorikan sedang. Begitu pula berdasarkan cara

kedua, didapatkan tinggi rata-rata jari-jari adalah

150,4 μm, maka jari-jari pada preparat ini dikatakan

27

sedang. Lebar jari-jari memiliki kelas-kelas sebagai

berikut (Sucipto, 2009) :

a) sangat sempit (lebar <15 μm)

b) sempit (15-30 μm)

c) agak sempit (30-50 μm)

d) agak lebar (50-100 μm)

e) lebar (100-200 μm)

f) sangat lebar (200-400 μm)

g) luar biasa lebar (>400 μm)

Berdasarkan hasil pengamatan, didapatkan lebar

jari-jari, yaitu 59,6 μm, maka pada preparat ini

memiliki jari-jari yang tergolong agak lebar. Berikut

adalah gambar jari-jari pada preparat sayatan.

Gambar 3 Penampang transversal

preparat sayatan

4. Perubahan Volume

Pada pengamatan ini menggunakan 2 metode yaitu

metode caliper dan metode celup, dari data

28

perhitungannya menghasilkan data yang sama. Pada

perhitungan berat jenis, kerapatan dan volume data yang

terbesar pada keadaan basa khususnya pada kelapa. Ini

membuktikan bahwa kayu bersifat higroskopik.

5. Perubahan Dimensi

Pada pengamatan ini menghitung penyusutan dan

pengembangan pada sampel kayu 2x2x3 cm. penyusutan dan

pengembangan yang terbesar terdapat pada kelapa

(monokotil) karena kelapa mudah menyerap dan

mengeluarkan air.

BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

29

Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa

setiap spesies kayu, baik itu kayu daun lebar, daun

jarum memiliki perbedaan ciri makrokopisnya. Baik dari

tekstur, warna, arah serat, kesan raba, berat,

kekerasan, penyebaran pori, maupun kilapnya. Begitu

pula kondisi pori dan parenkim yang akan tergantung

sesuai dengan spesiesnya. Selain itu, jumlah dan

diameter pori-pori serta jumlah, tinggi dan lebar jari-

jari dapat dihitung dengan metode dan formula tertentu.

B. SARAN

Sebaiknya pada saat jadwal lab. Mandiri asisten

menemani praktikan, agar pengamatan yang dilakukan

dapat terarah dan selesai tepat pada waktu yang

diberikan.

30

DAFTAR PUSTAKA

Bowyer JL, Haygreen JG. 2003. Forest Product and Wood

Science. The Iowa

State University Press. Iowa.

Haygreen, John G. dan Jim L. Bowyer. 1989. Hasil Hutan dan

Ilmu Kayu : Suatu

Pengantar. Gadjah Mada University Press.

Yogyakarta.

Pandit, I Ketut N. dan Hikmat Ramlan, 2002. Anatomi

Kayu : Pengantar Sifat

Kayu Sebagai Bahan Baku. IPB. Bogor.

Sucipto, Tito. 2009. Struktur, Anatomi dan Identifikasi Jenis Kayu.

Universitas

Sumatera Utara. Medan.

Wahyudi, Imam. 2013. Hubungan Struktur Anatomi Kayu Dengan

Sifat Kayu,

Kegunaan dan Pengolahannya. IPB. Bogor.

31

LAMPIRAN

A. GAMBAR CIRI MAKROKOPIS KAYU

1. Mangifera indica

32

2. Pinus merkusii

3. Cocos nucifera

B. GAMBAR PREPARAT GOSOK

1. Mangifera indica

33

2. Pinus merkusii

3. Cocos nucifera

C. GAMBAR PREPARAT SAYATAN

1. Bidang Aksial

34

2. Bidang Transversal

35