laporan hasil penelitian - PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU ...
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
0 -
download
0
Transcript of laporan hasil penelitian - PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU ...
i
Unggul Dalam IPTEK
Kokoh Dalam IMTAQ
LAPORAN HASIL PENELITIAN
ANALISA HUBUNGAN TIPE KELUARGA TERHADAP
KUALITAS HIDUP PASIEN GAGAL GINJAL KRONIS (GGK)
YANG MENJALANI HEMODIALISA DI UNIT HEMODIALISA
RUMAH SAKIT HAJI JAKARTA
OLEH :
NURBADRIAH
2013727122
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2015
iv
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
Riset Keperawatan, February 2015
Nurbadriah
Analisa Hubungan antara tipe keluarga dengan kualitas hidup pada pasien Gagal Ginjal Kronis (GGK) yang menjalani hemodialisis di Unit Hemodialisa Rumah Sakit Haji Jakarta
xii + 60 halaman + 1 skema+ 6 tabel + 4 lampiran
ABSTRAK
Pasien Gagal Ginjal Kronik (GGK) yang menjalani hemodialisis akan mengalami masalah fisiologis dan psikologis. Berbagai masalah psikologis yang dialami akan mempengaruhi kondisi fisik pasien dan cenderung menghasilkan kualitas hidup yang kurang baik pada pasien itu. Dukungan keluarga dengan berbagai macam type nya,di duga mempunyai pengaruh terhadap kualitas hidup pasien GGK. Tujuan penelitian untuk mengidentifikasi hubungan type keluarga dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialysis di unit hemodialysis RS.Haji Jakarta. Desain penelitian cross sectional deskriptif korelasi dengan jumlah responden 60 orang yang menjalani hemodialisis di RS.Haji Jakarta.Menggunakan instrument penelitian Kualitas hidup yang dikeluarkan WHO (WHOQoL 2004). Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden berkualitas hidup baik (70,0%). Type keluarga single family mempunyai angka kualitas hidup kurang baik ( 90.0%). Dari uji Pearson Chi Squere diperoleh hasil bahwa Type keluarga memiliki hubungan dengan kualitas hidup dengan p value 0.001. Penelitian ini menyimpulkan bahwa type keluarga faktor independen yang berhubungan dengan kualitas hidup. Diperlukan support keluarga dan pasangan hidup, kedisiplinan dalam menjalani therapy hemodialisa untuk responden hemodialisis.
Kata kunci : Gagal ginjal kronik, hemodialisis, kualitas hidup, type keluarga.
Daftar pustaka 42 (1993-2013)
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillaahi robbil’aalamiin…..
Puji syukur dan sujud syukur senantiasa terpanjatkan kehadirat Allah SWT atas
segala keagungan dan kemahabesaran. Hanya dengan petunjuk, rahmat dan karunia-Nya
sehingga skripsi yang berjudul “ Analisa Hubungan antara tipe keluarga dengan
kualitas hidup pada pasien gagal giinjal kronis (GGK) yang menjalani hemodialisis
di Unit Hemodialisa Rumah Sakit Haji Jakarta” ini dapat terselesaikan.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk memenuhi syarat
mencapai sarjana keperawatan di Program Studi Keperawatan Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Muhammadiyah Jakarta.
Skripsi ini tersusun atas dukungan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan
ini peneliti mengucapkan terima kasih kepada :
1. Allah SWT yang berkat rahmat, nikmat dan Rezeky-Nya, peneliti dapat
menyelesaikan penelitian ini.
2. Bapak Dr. Muhammad Hadi, SKM, M.Kep selaku Dekan Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Muhammadiyah Jakarta.
3. Ibu Irna Nursanti, M.Kep,Sp.Kep.Mat, selaku Ketua Program Studi Keperawatan
Universitas Muhammadiyah Jakarta.
vi
4. Bapak Syamsul Anwar, Mkep, Sp.Kom , selaku pembimbing atas segala pengarahan,
perhatian, dan saran yang diberikan selama penyusunan skripsi penelitian ini.
5. Direksi Rumah Sakit Haji Jakarta beserta jajaran nya, yang telah memberikan
kesempatan kepada peneliti untuk mengikuti pendidikan program transfer di
Universitas Muhammadiyah Jakarta.
6. Seluruh staff pengajar Program Studi Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Muhammadiyah Jakarta yang telah memberi dukungan dan
kerjasamanya sehingga peneliti mendapat bekal dalam penyusunan proposal
penelitian ini.
7. Suami tercinta Taufan Bahari,ST dan anak anaku tersayang Jihan Aulia Bahari dan
Zaidan Rizky Bahari yang telah memberikan dorongan serta kekuatan untuk terus
berkarya, serta do’a dan kasih sayang yang selalu teruntai dan setia mengiringi
langkah ku.
8. Semua teman-teman seperjuangan Program Studi Keperawatan Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Muhammadiyah Jakarta yang selalu kompak menjalani
studi dalam suka dan duka dan selalu memberi semangat serta dorongan.
9. Teman-teman sejawat di Unit hemodialis Rumah Sakit Haji Jakarta, yang telah
mendukung dan membantu selama penelitian dilakukan.
10. Teman –teman di Unit Gawat Darurat Rumah Sakit Haji Jakarta, dan semua pihak
yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu yang telah membantu
terselesaikannya pendidikan dan skripsi penelitian ini.
vii
Dalam penyusunan skripsi penelitian ini, peneliti menyadari masih jauh dari sempurna
karena keterbatasan kemampuan yang dimiliki, oleh karena itu saran dan kritik serta
masukan dari berbagai pihak sangat peneliti harapkan untuk perbaikan skripsi ini.
Jakarta , Februari 2015
Peneliti
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING............................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................... iii
ABSTRAK ................................................................................................ iv
KATA PENGANTAR ................................................................................ v
DAFTAR ISI ............................................................................................. viii
DAFTAR TABEL ..................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................... 1
B. Perumusan Masalah ............................................................ 9
C. Tujuan Penelitian ................................................................ 9
D. Manfaat Penelitian .............................................................. 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Gagal Ginjal Kronik ............................................................. 11
1. Definisi.......................................................................... 11
2. Patofisiologi................................................................... 12
3. Etiologi.......................................................................... 13
4. Klasifikasi....................................................................... 13
5. Manifestasi Klinis.......................................................... 14
ix
6. Komplikasi..................................................................... 15
B. Hemodialisa Pada Pasien GGK.............................................. 16
C. Keluarga............................................................................... 19
1. Definisi Keluarga......................................................... 19
2. Tipe Keluarga................................................................ 19
3. Tugas Perkembangan Keluarga....................................... 20
4. Struktur Keluarga.......................................................... 23
5. Fungsi Keluarga............................................................. 24
D. Kualitas Hidup................................................................... 29
1. Definisi....................................................................... 29
2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Hidup........ 30
3. Penilaian Kualitas Hidup............................................. 31
BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep .............................................................. 34
B. Hipotesis ........................................................................... 35
C. Definisi Operasional .......................................................... 35
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian............................................................... 38
B. Populasi dan Sampel............................................................. 39
C. Tempat Penelitian............................................................... 39
D. Waktu Penelitian ............................................................... 39
E. Etika Penelitian.................................. .............................. 39
F. Pengumpulan Data............................................................. 41
G. Uji Coba Instrumen............................................................ 42
x
H. Pengolahan Data ............................................................... 43
I. Analisa Data ..................................................................... 44
1. Analisa Univariat ........................................................ 44
2. Analisa Bivariat .......................................................... 45
BAB V HASIL PENELITIAN
A. Analisa Univariat .............................................................. 46
B. Analisa Bivariat ................................................................ 48
BAB VI PEMBAHASAN
A. Interprestasi dan Diskusi Hasil .......................................... 51
B. Keterbatasan Peneliti ........................................................ 57
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ...................................................................... 58
B. Saran ................................................................................ 59
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xi
DAFTAR TABEL
Table 2.1 Klasifikasi GGK berdasarkan derajat penyakit 15
Table 3.1 Definisi Operasional 38
Tabel 5.1 Type keluarga dan kualitas hidup 49
Tabel 5.2 Distribusi jenis kelamin dan pendidikan 50
Tabel 5.3 Disitribusi Lama HD 50
Table 5.4 Analisa bivariate type keluarga dan kualitas hidup 51
Tabel 5.5 Analisa bivariate jenis kelamin, pendidikan
dengan kualitas hidup 52
Tabel 5.6 Analisa bivariate lama HD dengan kualitas hidup 54
Skema 3.1 Kerangka konsep penelitian 37
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi
renal yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan
uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Smeltzer & Bare,
2002:1448).
Gagal ginjal kronik tidak dapat dikembalikan atau dipulihkan dan terjadi penurunan
progressif jaringan fungsi ginjal (Black & Hawk, 2009 :332)
Gagal ginjal kronis merupakan kegagalan fungsi ginjal (unit nefron) yang berlangsung
perlahan-lahan karena beberapa penyebab berlangsung lama dan menetap yang
mengakibatkan penumpukan sisa metabolik (toksik uremik) sehingga ginjal tidak dapat
memenuhi kebutuhan biasa lagi dan menimbulkan gejala sakit (Hudak & Gallo, 2003).
Gagal ginjal ditandai oleh ketidakmampuan ginjal mempertahankan fungsi normalnya
untuk mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh dalam keadaan asupan
makanan normal. Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang
merusak massa nefron (Price dan Wilson, 2006 ).
2
GGK merupakan masalah kesehatan utama dengan angka morbiditas mencapai 8 juta
orang, sebanyak 600 ribu orang meninggal akibat penyakit tersebut (Black & Hawks,
2009 ; Smeltzer & Bare, 2002) . Menurut data World Health Organization (WHO) pada
tahun 2004, GGK meningkat pertahun nya sebanyak 30 %. Di Amerika tahun 2009
terdapat 116.395 orang penderita GGK yang baru dan lebih dari 380.000 penderita GGK
menjalani hemodialisa regular (USRDS, 2011)
Di Indonesia tahun 2013 jumlah pasien PGK mencapai 13.916 orang ,yang terdiri dari
1522 (11%) penderita gagal ginjal akut/ARF, 11456 gagal ginjal terminal/ESRD, dan
938 (7%) merupakan gagal ginjal akut pada GGK. Dan sebanyak 13.916 orang diatas
menjalani therapy hemodialisa (Indonesian Renal Registry, 2013). Jumlah pasien baru
pun terus meningkat dari data Indonesian Renal Registry, 2013 didapat jumlah pasien
baru yang menjalani HD mencapai 15.128 orang. Distribusi usia pasien yang menjalani
therapy hemodialisa menunjukkan prosentase pasien HD terbanyak pada usia 45-54
tahun yaitu sebanyak 29,21 %, urutan kedua terdapat pada usia 55-64 tahun (26,06 %),
urutan ketiga 35-44 tahun (18,85 %) dan didapati usia muda yaitu 0-14 tahun mencapai
0,19 % (IRR 2013).
Sedangkan di Rumah Sakit Haji Jakarta pada tahun 2014 kunjungan pasien yang
terdiagnosa GGK mencapai 608 pasien, dan 11 % terlayani menjalani hemodialisa .Total
pasienyang menjalani hemodialisa berjumlah 86 orang, dengan usia pasien termuda
adalah usia 18 tahun, dan tertua 77 tahun.(Data Internal ICD code N189, EDP RS. Haji
Jakarta).
3
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus)
diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh
hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi
walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Selanjutnya karena jumlah
nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik
dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-
gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada
tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15
ml/menit atau lebih rendah itu. ( Barbara C Long, 1996:368)
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi
setiap sistem tubuh. (Smeltzer &Bare, 2002:1448).
Tanda dan gejala yang sering muncul pada pasien dengan gagal ginjal antara lain Klien
tampak lemah, sesak dan batuk, nafas klien terdapat bunyi ronchi basah basal,
konjungtiva anemis, respirasi cepat , takhikardi, edema, hipertensi, anoreksia, nausea,
vomitus dan ulserasi lambung, asidosis metabolic, stomatitis, proteinuria dan
hyperkalemia, letargi, apatis, penurunan konsentrasi, turgor kulit jelek, gatak gatal pada
kulit. Selain gejala diatas dapat timbul juga Impotensi dapat terjadi baik karena fisiologi
dan psikologi. Dapat juga terjadi atropi testis, oligosperma, dan berkurangnya mobiltas
sperma dan terjadi penurunan libido. (Smeltzer & Bare, 2002:1448).
Akibat ketidakmampuan ginjal membuang produk sisa melalui eliminasi urin akan
menyebabkan gangguan fungsi endokrin dan metabolik, cairan, elektrolit, serta asam
4
basa sehingga diperlukan dialisis atau transplantasi ginjal untuk kelangsungan hidup
pasien. Dialisis merupakan suatu proses yang digunakan untuk mengeluarkan cairan
dan produk limbah dari dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu melaksanakan proses
tersebut. Tujuan dilakukan dialisis adalah untuk mempertahankan kehidupan dan
kesejahteraan pasien sampai fungsi ginjal pulih kembali, dengan metode terapi berupa
hemodialisis, hemofiltrasi dan peritoneal dialisis. Pada proses hemodialisis aliran darah
yang penuh dengan toksin dan limbah nitrogen dialihkan dari dalam tubuh pasien ke
dialiser tempat darah tersebut dibersihkan dan dikembalikan lagi ke tubuh pasien
(Smeltzer & Bare, 2002).
Hemodialisis merupakan terapi yang lama, mahal serta membutuhkan restriksi cairan
dan diet. Hal tersebut mengakibatkan pasien mengalami perubahan peran, kehilangan
atau penurunan kinerja, kesulitan finansial serta banyak perubahan gaya hidup .
Karena hal-hal tersebut maka aspek fisik, psikologis, sosioekonomi, keluarga dan
lingkungan dapat terpengaruh secara negatif, berdampak pada kualitas hidup pasien
GGK. (Black & Hawk ,2009 :339)
Aspek psikososial menjadi penting diperhatikan karena perjalanan penyakit yang
kronis dan sering membuat pasien tidak ada harapan. Pasien sering mengalami
ketakutan, frustasi dan timbul perasaan marah dalam dirinya. Penelitian oleh para
profesional di bidang penyakit ginjal menemukan bahwa lingkungan psikososial
tempat pasien gagal ginjal tinggal mempengaruhi perjalanan penyakit dan kondisi fisik
pasien (Leung, 2002).
5
Gagal ginjal kronis mempunyai karakteristik penurunan kondisi yang cepat. Bantuan
kesehatan dalam bidang psikososial harus berusaha memfasilitasi penyesuaian
perubahan akibat sakit yang dialami. Pengetahuan pasien dan kelurga yang baik tentang
penyakit yang dideritanya akan mengurangi kecemasan pasien. Hal ini yang membuat
sangat penting bagi tenaga kesehatan untuk mempunyai keahlian dalam menyediakan
informasi yang jelas demi membantu pasien dan keluarga untuk menentukan tujuan dari
perawatan dan membantu pemecahan masalah untuk kemampuan fungsional fisik yang
lebih baik.( Black & Hawk ,2009 :339)
Anggota keluarga memerankan hal yang penting dalam kesejahteraan pasien. Mereka
tidak boleh dikesampingkan dalam proses penanganan pasien. Perubahan pola
kehidupan keluarga mungkin diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pasien. Pasien dan
keluarga harus dibantu untuk menceritakan perasaan mereka dalam suatu hubungan
saling percaya agar dapat menyesuaikan dengan proses adaptasi dari sakit pasien.
Penelitian sebelumnya mengungkapkan bahwa perasaan bersalah, kesedihan dan
kehilangan yang sangat dan sering terjadi pada pasangan pasien. Edukasi dan informasi
yang adekuat bagi pasien dan keluarga tentang penyakit yang dialami dan perjalanan
penyakit akan sangat penting dan harus dimulai sejak sebelum memutuskan untuk
melakukan dialysis. ( Andri,SpKJ, 2012)
Dukungan keluarga didefinisikan sebagai suatu proses yang terjadi selama hidup dengan
sifat dan tipe dukungan social yang bervariasi pada masing-masing siklus kehidupan
keluarga (Friedman, Bowden & Jones, 2003) bahwa keluarga memiliki empat fungsi
dukungan meliputi dukungan informasional, (keluarga bertindak sebagai penyebar dan
pencari informasi), dukungan penghargaan (keluarga bertindak sebagai system
6
pembimbing umpan balik, membimbing dan membantu pemecahan masalah dan
merupakan sumber serta validator identitas anggota keluarga), dukungan instrumental
(keluarga sebagai sumber bantuan praktis dan konkrit) dan dukungan emosional
(keluarga membantu penguasaan emosional dan meningkatkan moral keluarga)
(Friedman, Bowden & Jones, 2003)
Kualitas hidup adalah persepsi individu dalam kemampuan, keterbatasan, gejala serta
sifat psikososial hidupnya dalam konteks budaya dan sistem nilai untuk menjalankan
peran dan fungsinya (WHOQoL group, 1998 dalam Murphy et al, 2000 ; Zadeh, 2003).
Untuk mengukur kualitas hidup melalui monitoring status fungsional dan pernyataan
subyektif tentang keadaan pasien. Kualitas hidup dapat diukur dengan instrumen
WHOQL, SF-36. Pada instrumen SF-36 yang dinilai adalah meliputi domain : kesehatan
fisik, kesehatan psikologis, tingkat independen, hubungan sosial, lingkungan dan
spiritual (Murphy et al, 2000).
Aspek/domain yang akan dinilai dalam kualitas hidup menurut WHOQoL meliputi;
fisik, psikologis, hubungan sosial dan lingkungan. Model konsep kualitas hidup dari
WHO (The World Health Organization Quality of Life/WHOQoL) mulai berkembang
sejak tahun 1991. Instrumen ini terdiri dari 26 item pertanyaan yang meliputi 4 domain,
yaitu; 1) Domain kesehatan fisik, 2)Domain psikologi, 3)Domain hubungan sosial,
4)Domain lingkungan. Kualitas hidup penting untuk dimonitor karena sebagai dasar
mendeskripsikan konsep sehat dan berhubungan erat dengan morbiditas dan mortalitas
(Jofre, et al, 2000)
7
Keluarga adalah kelompok yang mempunyai peranan yang amat penting dalam
mengembangkan, mencegah, mengadaptasi dan atau memperbaiki masalah kesehatan
yang ditemukan dalam keluarga. Masalah kesehatan anggota keluarga saling terkait
dengan berbagai masalah anggota keluarga lainnya, jika ada satu anggota keluarga yang
bermasalah kesehatannya pasti akan mempengaruhi pelaksanaan dari fungsi-fungsi
keluarga tersebut. (Azwar, 2007)
Tidak sedikit pasien hemodialisa bahkan keluarganya yang kemudian membatasi
komunikasi dengan orang lain saat mengetahui dirinya atau anggota keluarganya harus
menjalani hemodialisa dan berusaha menanggung bebannya sendiri. Jika ini dibiarkan si
pasien bisa bertambah parah( Andri,SpKJ, 2012).
"Pasien harus menjaga daya tahan tubuhnya dan mengurangi beban pikirannya karena
sakit yang diderita. Pasien harus didukung untuk kreatif dan ceria. Hal ini mutlak
mendapatkan dukungan dan kerja sama keluarga. Tindakan hemodialisa ini dilakukan
untuk menolong seseorang yang fungsi ginjal nya menurun hingga di bawah 15 persen.
Penurunan fungsi ginjal dapat menyebabkan pasien bergantung pada tindakan
hemodialisa. Keberhasilannya secara langsung dipengaruhi oleh kualitas tenaga medis,
peralatan medis yang memadai, dan kondisi pasien sendiri, dan tentunya dukungan dan
peran keluarga memegang peranan penting. (Friedman, Bowden & Jones, 2003)
Dukungan keluarga juga dapat mempengaruhi kepuasan seseorang dalam menjalani
kehidupan sehari-hari termasuk kepuasan terhadap status kesehatannya. Handayani
(2012) dalam penelitiannya mengemukakan adanya hubungan yang bermakna (p=0,001)
antara dukungan keluarga dengan kualitas hidup pasien hemodialisis.
8
Dukungan keluarga berpengaruh penting dalam pelaksanaan pengobatan berbagai jenis
penyakit kronis termasuk pasien hemodialisis, dimana dukungan keluarga dapat
meningkatkan kesehatan pasien hemodialisis dan berhubungan dengan derajat depresi,
persepsi mengenai efek dari penyakit atau tindakan pengobatan, dan kepuasan dalam
hidup. Istiqomah (2009) meneliti 35 pasien hemodialisis di Surabaya, dan hasilnya
menunjukkan bahwa pasien yang menerima perhatian, kehangatan, penghiburan, dan
pertolongan dari keluarganya akan lebih bersemangat menjalani hidup dan meningkat
kualitas hidupnya. Penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara
dukungan sosial dengan penerimaan diri dan kualitas hidup pasien hemodialisis (p =
0,000). Semakin tinggi dukungan sosial yang diterima pasien akan semakin
meningkatkan penerimaan diri dan kualitas hidupnya.
Sesungguhnya bentuk, tipe dan fungsi keluarga secara keseluruhan mempunyai
pengaruh yang amat besar terhadap kesehatan setiap anggota keluarga, baik kesehatan
fisik maupun mental. Sebaliknya keadaan kesehatan juga berpengaruh terhadap bentuk,
tipe dan fungsi keluarga. Perubahan social memiliki pengaruh terhadap perubahan yang
bermakna pada keluarga, perubahan social itu antara lain kecenderungan ekonomi,
kemajuan teknologi dan kecenderungan demografi yang ditandai pertambahan penduduk
yang pesat dan populasi lansia. Salah satu yang berubah akibat pengaruh social tersebut
adalah bentuk atau tipe keluarga. Bentuk keluarga yang beragam telah membentuk
kembali tampilan keluarga yang ada saat ini. Tipe keluarga mencakup ; keluarga inti
(nuclear family), keluarga tanpa anak (dyad Family), keluarga besar (extended family),
keluarga orang tua tunggal (Single family), dewasa lajang yang tinggal sendiri ( single
adult) (Mubarak, 2009)
9
Perbedaan type keluarga tentu memberikan pengaruh terhadap bentuk dukungan
dukungan terhadap pasien GGK yang akan berdampak pada kualitas hidup penderita
GGK yang menjalani therapy hemodialisa. Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian tentang Analisa hubungan pola keluarga terhadap kualitas
hidup pasien GGK yang menjalani HD di Unit HD Rumah sakit Haji Jakarta.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas dan berbagai fenomena yang muncul tentang faktor-
faktor yang mempengaruhi kualitas hidup pada pasien GGK, maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah: apakah terdapat hubungan antara Type keluarga dengan
kualitas hidup pada pasien Gagal Ginjal Kronis (GGK) yang menjalani hemodialisis di
Unit Hemodialisa Rumah Sakit Haji Jakarta.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengidentifikasi hubungan antara tipe keluarga dengan kualitas hidup pada pasien
Gagal Ginjal Kronis (GGK) yang menjalani hemodialisis di Unit Hemodialisa
Rumah Sakit Haji Jakarta pada tahun 2015.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :
2.1. Diketahuinya demografi responden
2.2. Diketahuinya kualitas hidup responden GGK yang menjalani HD di Unit
Hemodialisa Rumah Sakit Haji Jakarta, dalam penelitian ini komponen kualitas
10
hidup yang akan diteliti adalah meliputi domain; kesehatan fisik, psikologi,
hubungan sosial, dan lingkungan .
2.3. Diketahuinya tipe keluarga pasien GGK yang menjalani HD di Unit
Hemodialisa Rumah Sakit Haji Jakarta.
2.4. Diketahuinya hubungan antara tipe keluarga dengan kualitas hidup pasien
GGK yang menjalani HD di Unit Hemodialisa Rumah Sakit Haji Jakarta.
3. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat untuk :
3.1. Peneliti
Menambah pengetahuan dan pengalaman mengenai penelitian dibidang
keperawatan keluarga tentang hubungan antara type keluarga dengan kualitas
hidup pasien GGK yang menjalani HD di Unit Hemodialisa Rumah Sakit Haji
Jakarta.
3.2. Praktek Keperawatan
Sebagai bahan masukan bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan
keluarga terhadap pasien GGK yang menjalani Hemodialisa dan mengetahui
type keluarga yang bagaimana yang dapat meningkatkan kualitas hidup pasien
GGK yang menjalani Hemodialisa.
3.3. Institusi Pendidikan.
Hasil penelitian dapat digunakan oleh akademik sebagai pertimbangan dan
perkembangan keilmuan tentang tentang hubungan antara tipe keluarga dengan
kualitas hidup pasien GGK yang menjalani HD di Unit Hemodialisa Rumah
Sakit Haji Jakarta.
11
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Gagal Ginjal Kronis (GGK) atau Penyakit Ginjal Kronik (PGK) atau End Stage Renal
Disease (ERDS) merupakan suatu proses patofisiologis yang mengakibatkan penurunan
fungsi ginjal secara progresif, mengakibatkan adanya komplikasi penyakit lain,
berdampak pada penurunan fisik, psikologis, sosial dan spiritual, yaitu kualitas hidup
responden. Berikut ini akan dijelaskan tentang penyakit ginjal kronik, kualitas hidup,
dan tipe keluarga yang mungkin berhubungan dengan kualitas hidup pasien.
A. Penyakit Ginjal Kronik
1. Definisi
Gagal ginjal kronis ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD)
merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan ireversibel dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan
cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain
dalam darah) (Smeltzer & Bare, 2002:1448)
Gagal ginjal ditandai oleh ketidakmampuan ginjal mempertahankan fungsi
normalnya untuk mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh dalam
keadaan asupan makanan normal. Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai
macam penyakit yang merusak massa nefron (Price dan Wilson, 2006 ).
12
Manifestasi klinis stadium awal gagal ginjal bergantung pada proses penyakit
dan factor-faktor yang berkontribusi. Oleh karena itu kerusakan nefron
berkembang menjadi ESRD, menifestasi dijelaskan menjadi sundrom uremia.
(Black & Hawk ,2009 :333)
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa gagal ginjal kronik
adalah suatu keadaan hilangnya sejumlah nefron progresif dan ireversible yang
menyebabkan terjadinya uremia dan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
dalam tubuh.
2. Patofisiologi
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan
tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-
nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat
disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring.
Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul
disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien
menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira
fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang
demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah
itu. ( Barbara C Long, 1996:368)
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. (Smletzer & Bare, 2002 : 1448).
3. Etiologi
13
Penyebab GGK sangatlah banyak. Glomerulonefritis kronis, ARF, penyakit
ginjal polikistik, obstruksi, episode pielonefritis berulang, dan nefrotiksin adalah
contoh penyebab nya. Penyakit sistemik, seperti diabetes mellitus, hypertensi,
lupus erimatosus, dan poliarteritis dapat menyebabkan GGK( Black & Hawk.
2009). Di Indonesia (tahun 2013) menurut Pernefri, etiologi GGK meliputi :
Penyakit ginjal Hipertensi : 31 %
Nefropati diabetika : 26 %
Glumerulonefritis : 14%
Pielonefritis Chronic : 10 %
Nefropaty Obstruksi : 7 %
Sebab lain : 12 %
4. Klasifikasi
Klasifikasi penyakit ginjal kronik di dasarkan atas dua hal yaitu, atas derajat
(stage) penyakit dan atas dasar diagnosis etiologis. Klasifikasi berdasarkan
derajat (stage) penyakit, ditetapkan atas dasar perhitungan nilai dari GFR.
Pedoman perhitungan GFR dengan rumus Cockroft-Gault untuk orang dewasa,
yaitu:
Klirens kreatinin (ml/men.) = (140 – usia) x berat badan x (0,86 jika wanita)
72 x kreatinin serum
Tabel 2.1 Klasifikasi GGK berdasarkan derajat penyakit
14
Derajat Deskripsi Nama lain GFR (ml/menit/1.73
m2) I Kerusakan ginjal dengan GFR normal
Risiko >90
II Kerusakan ginjal dengan penurunan GFR ringan
Chronic Renal Insufisiensi (CRI)
60-89
III Penurunan GFR tingkat sedang CRI, Chronic Renal Failure (CRF)
30-59
IV Penurunan GFR tingkat berat CRF 15-29
V Gagal ginjal End-Stage Renal Disease (ESDR)
<15
Sumber : (Black & Hawks, 2009 ; Levin et al, 2008)
5. Manifestasi Klinis
Karena pada gagal ginjal kronis setiap system tubuh dipengaruhi oleh kondisi
uremia, maka pasien akan memperlihaykan sejumlah tanda dan gejala.
Keparahan tanda dan gejala bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan
ginjal, kondisi lain yang mendasari dan usia pasien.
a. Manifestasi kardiovaskuler
Pada gagal ginjal kronis mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan
natrium dari aktivasi system renin –angiotensin-aldosteron), gagal jantung
kongestif, dan edema pulmonary (akibat cairan yang berlebih), dan
pericarditis (akibat iritasi pada lapisan pericardial oleh toksin uremik)
b. Gejala dermatology
Rasa gatal yang parah (pruritis). Butiran uremik, suatu penumpukan Kristal
urea di kulit.
c. Gejala gastrointestinal
Mencakup anoreksia, mual, muntah, cegukan.
15
d. Gejala neuromuscular
Mencakup perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi,
kedutan otot dan kejang.
(Smletzer & Bare, 2002 : 1448).
6. Komplikasi Gagal Ginjal Kronik
Komplikasi yang sering ditemukan pada penderita penyakit gagal ginjal kronik
a. Anemia
Terjadinya anemia karena gangguan pada produksi hormon eritropoietin
yang bertugas mematangkan sel darah, agar tubuh dapat menghasilkan
energi yang dibutuhkan untuk mendukung kegiatan sehari-hari. Akibat dari
gangguan tersebut, tubuh kekurangan energi karena sel darah merah yang
bertugas mengangkut oksigen ke seluruh tubuh dan jaringan tidak
mencukupi. Gejala dari gangguan sirkulasi darah adalah kesemutan, kurang
energi, cepat lelah, luka lebih lambat sembuh, kehilangan rasa (baal) pada
kaki dan tangan.
b. Osteodistofi ginjal
Kelainan tulang karena tulang kehilangan kalsium akibat gangguan
metabolisme mineral. Jika kadar kalsium dan fosfat dalam darah sangat
tinggi, akan terjadi pengendapan garam dalam kalsium fosfat di berbagai
jaringan lunak (klasifikasi metastatik) berupa nyeri persendian (artritis), batu
ginjal (nefrolaksonosis), pengerasan dan penyumbatan pembuluh darah,
gangguan irama jantung, dan gangguan penglihatan.
c. Gagal jantung
Jantung kehilangan kemampuan memompa darah dalam jumlah yang
16
memadai ke seluruh tubuh. Jantung tetap bekerja, tetapi kekuatan memompa
atau daya tampungnya berkurang. Gagal jantung pada penderita gagal ginjal
kronis dimulai dari anemia yang mengakibatkan jantung harus bekerja lebih
keras, sehingga terjadi pelebaran bilik jantung kiri (left venticular
hypertrophy/ LVH). Lama-kelamaan otot jantung akan melemah dan tidak
mampu lagi memompa darah sebagaimana mestinya (sindrom kardiorenal).
d. Disfungsi ereksi
Ketidakmampuan seorang pria untuk mencapai atau mempertahankan ereksi
yang diperlukan untuk melakukan hubungan seksual dengan pasangannya.
Selain akibat gangguan sistem endokrin (yang memproduksi hormon
testeron) untuk merangsang hasrat seksual (libido), secara emosional
penderita gagal ginjal kronis menderita perubahan emosi (depresi) yang
menguras energi. Namun, penyebab utama gangguan kemampuan pria
penderita gagal ginjal kronis adalah suplai darah yang tidak cukup ke penis
yang berhubungan langsung dengan ginjal.
(Black & Hawks, 2009
B. Hemodialisa pada Pasien GGK
Hemodialisis merupakan suatu proses terapi pengganti ginjal dengan menggunakan
selaput membran semi permeabel (dialiser), yang berfungsi seperti nefron sehingga
dapat mengeluarkan produk sisa metabolisme dan mengoreksi gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit pada pasien gagal ginjal (Black & Hawk, 2009)
Hemodialisis merupakan terapi pengganti bagi pasien dengan penyakit gagal ginjal
terminal selain dialisis peritoneal dan transplantasi ginjal. Dialisis jenis ini hanya
menggantikan sebagian dari fungsi ekskresi ginjal. Hemodialisis didefinisikan
17
sebagai pergerakan larutan dan air dari darah pasien melewati membrane
semipermiabel (alat dialisa) ke dalam dialisat. Alat dialisa juga dapat digunakan
untuk memindahkan sebagian besar volume cairan. Pemindahan ini dilakukan
melalui ultrafiltrasi dimana tekanan hidrostatik menyebabkan aliran yang besar dari
air plasma (dengan perbandingan sedikit larutan) membrans (Tisher &
Wilcox,1995).
Hemodialisis merupakan suatu proses terapi pengganti ginjal dengan menggunakan
selaput membran semi permeabel (dialiser), yang berfungsi seperti nefron sehingga
dapat mengeluarkan produk sisa metabolisme dan mengoreksi gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit pada pasien gagal ginjal (Black & Hawk, 2009) .
Menurut Le Mone (1996) hemodialisis menggunakan prinsip difusi dan ultrafltrasi
untuk membersihkan elektrolit dari produk tak berguna dan kelebihan cairan tubuh.
Darah akan diambil dari tubuh melalui jalan masuk vaskular dan memompa ke
membran dari selulosa asetat dan zat yang sama. Pengeluaran kira-kira sama dengan
komposisi seperti ekstra cairan selular normal. Dialisa menghangatkan suhu tubuh
dan melewati sepanjang ukuran dari membran lain. Semua larutan molekul lebih
kecil dari sel darah, plasma dan protein mampu bergerak bebas di membran melalui
difusi.
Tindakan hemodialisis dilakukan pada pasien gagal ginjal tahap akhir adalah
kondisis overload cairan yang tidak berespon terhadap pemberian diuretik, pasien
menunjukkan tanda dan gejala terjadinya sindrom uremia (dengan nilai ureum > 50
dan kreatinin > 1.5, terjadinya mual dan muntah, anorexia berat, LFG kurang dari
10ml/menit per 1.73 m2 serta tanda dan gejala hiperkalemia (Smeltzer &
Bare,2001). Keuntungan dari tindakan hemodialisis adalah pasien tidak perlu
18
menyiapkan peralatan sendiri, kondisi pasien lebih terpantau karena tindakan ini
dilakukan di rumah sakit oleh perawat dan dokter yang sudah terlatih dan jumlah
protein yang hilang selama pada proses lebih sedikit. Meskipun sebagai terapi
pengganti ginjal (renal replacement therapy), tetapi tindakan dialisis ini tidak
mampu menyebabkan beberapa abnormalitas klinis uremia dapat dihilangkan. Selain
keuntungan, hemodialisis juga memiliki beberapa komplikasi, yaitu terjadinya kram
dan hipotensi intradialisis (Brenner, 2004).
Komplikasi tindakan hemodialisis yang berasal dari pemasangan kateter di
pembuluh darah, berhubungan dengan air yang digunakan, penggantian cairan,
komposisi dialisis, membran hemodialisis, dosis yang tidak adekuat, karena
antikoagulopati yang diberikan, dan komplikasi dari hemoperfusi. Komplikasi yang
berasal dari selang yang dimasukkan ke pembuluh darah untuk tindakan
hemodialisis beragam seperti kemampuan mengalirkan darah yang cukup berkurang,
pneumotoraks, perdarahan, terbentuknya hematoma, robeknya arteri, hemotorak,
embolisme, hemomediastinum, kelumpuhan saraf laring, trombosis, infeksi dan
stenosis vena sentral, pseudoneurisma, iskhemia, dan sebagainya. Komplikasi terkait
dengan air dan cairan yang diberikan terdiri atas adanya bakteri dan pirogen dalam
air yang diberikan yang dapat memicu timbulnya infeksi, hipotensi, kram otot,
hemolisis (bila komposisi elektrolit yang diberikan rendah sodium), haus dan
sindrom kehilangan keseimbangan (bila natrium tinggi), aritmia (rendah dan tinggi
kalium), hipotensi ringan, hiperparatiroidisme, petekie (rendah kalsium dan
magnesium), osteomalaise, pandangan kabur, kelemahan otot, dan ataksia (tinggi
magnesium) (Lameire& Mehta, 2000)
C. Keluarga
19
1. Definisi
Friedman (2003), Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup
bersama dengan keterikatan aturan dan emosional dan individu mempunyai peran
masing-masing yang merupakan bagian dari keluarga. Sedangkan menurut Duvall
dan Logan (1986) dalam buku Mubarak (2009), keluarga adalah sekumpulan
orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran dan adopsi yang bertujuan untuk
menciptakan, mempertahankan budaya dan meningkatkan perkembangan fisik,
mental, emosional, serta serta sosial dari tiap anggota keluarga.
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga
dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal disuatu tempat dibawah satu atap
dalam keadaan saling ketergantungan. Depkes (1998).
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa karakteristik keluarga
adalah:
a. Terdiri dari dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan darah,
perkawinan,atau adopsi.
b. Anggota keluarga biasanya hidup bersama (satu atap) atau jika terpisah
mereka tetap memperhatikan satu sama lain. 2. Tipe atau bentuk keluarga (Mubarak, 2009).
1. Keluarga Inti (Nuclear Family), terdiri atas ayah, ibu, dan anak (kandung atau
angkat) yang tinggal dalam satu rumah ditetapkan oleh sanksi-sanksi legal dalam
suatu ikatan perkawinan, satu/keduanya dapat bekerja di luar rumah.
2. Keluarga Besar (Extended Family), terdiri atas keluarga inti ditambah dengan
keluarga yang mempunyai hubungan darah, misalnya: kakek, nenek, keponakan,
saudara sepupu, paman, bibi dan sebagainya.
20
3. Reconstituted Nuclear, adalah pembentukan baru dari keluarga inti melalui
perkawinan kembali suami atau istri tinggal dalam pembentukan satu rumah
dengan anak-anaknya, baik itu bawaan dari perkawinan lama maupun hasil dari
perkawinan baru, satu/keduanya dapat bekerja di luar rumah.
4. Keluarga ―Dyad‖ (Dyadic Nuclear), terdiri atas suami istri yang sudah berumur
dan tidak mempunyai anak, keduanya atau salah satunya bekerja di luar rumah.
5. Keluarga duda atau janda (Single Family), terdiri atas satu orang tua (ayah atau
ibu) akibat perceraian atau kematian pasangannya dan anak-anaknya dapat tinggal
di dalam atau di luar rumah.
6. Single Adult, yaitu wanita atau pria dewasa yang tinggal sendiri dengan tidak
adanya keinginan untuk menikah.
3. Tugas perkembangan keluarga (Friedman, 2003).
a. Pasangan baru menikah (pasangan baru)
1) Membina hubungan intim yang memuaskan
2) Menetapkan tujuan bersama.
3) Mengembangkan hubungan dengan keluarga lain, teman, dan kelompok
sosial
4) Mendiskusikan rencana memiliki anak
b. Keluarga dengan menanti kelahiran atau bayi baru lahir
1) Mempersiapkan menjadi orang tua
2) Tugas masing- masing dan tanggung jawab
3) Persiapan biaya
4) Adaptasi dengan perubahan adanya anggota keluarga baru, interaksi keluarga,
hubungan seksual dan kegiatan sehari-hari.
21
5) Pengetahuan tentang kehamilan, persalinan dan menjadi orang tua
c. Keluarga dengan anak usia pra sekolah
1) Memenuhi kebutuhan anggota keluarga, misal kebutuhan tempat tinggal,
privacy dan rasa aman.
2) Membantu anak untuk bersosialisasi
3) Beradaptasi dengan anak yang baru lahir, sementara kebutuhan anak yang lain
(tua) juga harus terpenuhi.
4) Mempertahankan hubungan yang sehat, baik di dalam atau keluarga (keluarga
lain dan lingkungan sekitar) Pembagian waktu untuk individu, pasangan dan
anak (biasanya keluarga mempunyai tingkat kerepotan yang tinggi)
5) Pembagian tanggung jawab anggota keluarga.
6) Merencanakan kegiatan dan waktu untuk menstimulasi pertumnuhan dan
perkembangan anak
d. Keluarga dengan anak usia sekolah
1) Membantu sosialisasi anak terhadap lingkungan luar rumah, sekolah
dan lingkungan lebih luas (yang tidak atau kurang diperoleh dari
sekolah atau masyarakat)
2) Mempertahankan keintiman pasangan
3) Memenuhi kebutuhan yang meningkat termasuk biaya kehidupan dan
kesehatan anggota keluarga
e. Keluarga dengan anak usia remaja
1) Memberikan kebebasan yang seimbang dan bertanggung jawab mengingat
remaja adalah seorang dewasa muda dan memilki otonomi
2) Mempertahankan hubungan intim dalam keluarga
22
3) Mempertahankan komunikasi terbuka antara anak dan orang tua. Hindarkan
terjadinya perdebatan, kecurigaan dan permusuhan
4) Mempersiapkan perubahan sistem peran dan peraturan (anggota) keluarga
untuk memenuhi kebutuhan tumbuh kembang anggota keluarga
f. Keluarga dengan anak-anak dewasa awal (pelepasan)
1) Memperluas jaringan keluarga inti menjadi keluarga besar
2) Mempertahankan keintiman pasangan
3) Membantu anak untuk mandiri sebagai keluarga baru di masyarakat
g. Keluarga dengan usia pertengahan
1) Mempertahankan kesehatan individu dan pasangan usia
pertengahan
2) Mempertahankan suasana rumah yang menyenangkan
3) Mempertahankan hubungan yang serasi dan memuaskan dengan anak-
anaknya dan sebayanya
4) Meningkatkan keakraban pasangan
5) Partisipasi aktivitas social
h. Keluarga dengan usia lanjut
1) Mempertahankan suasana kehidupan rumah tangga yang saling
menyenangkan pasangannya
2) Adaptasi dengan perubahan yang akan terjadi : kehilangan pasangan,
kekuatan fisik, dan penghasilan keuarga
3) Mempertahankan keakraban pasangan dan saling merawat
4) Mempertahankan kontak dengan anak cucu
5) Mempertahankan kontak dengan masyarakat
23
6) Melakukan life review masa lalu
4. Struktur Keluarga
Menurut Friedman (2003) struktur keluarga terdiri atas :
1) Pola dan proses komunikasi
Komunikasi dalam keluarga dikatakan fungsional apabila dilakukan secara
terbuka, jujur, melibatkan emosi, menyelesaikan konflik keluarga, berpikiran
positif, dan tidak mengulang isu atau pendapat sendiri.
2) Struktur peran
Serangkaian prilaku yang diharapkan sesuai dengan posisi social yang
diberikan. Jadi, pada struktur peran bisa bersifat formal atau informal.
3) Struktur kekuatan dan nilai
Kemampuan dari individu untuk mengontrol, memengaruhi atau merubah
perilaku orang lain ke arah positif. Tipe struktur kekuatan :hak (legitimate
power), ditiru (referent power), keahlian (expertpower), hadiah (reward
power),paksa (coercive power), dan afektifpower.
4) Struktur nilai dan norma
Nilai adalah sistem ide-ide, sikap atau keyakinan yang mengikat anggota
keluarga dalam budaya tertentu. Sedangkan norma adalah pola perilaku yang
baik atau diterima pada lingkungan sosial atau masyarakat.
5. Fungsi Keluarga
a) Fungsi biologis, yaitu fungsi untuk meneruskan keturunan, memelihara
dan membesarkan anak, serta memenuhi kebutuhan gizi keluarga.
b) Fungsi psikologis, yaitu memberikan kasih sayang dan rasa aman bagi keluarga,
24
memberikan perhatian di antara keluarga, memberikan kedewasaan kepribadian
anggota keluarga, serta memberikan identitas pada keluarga.
c) Fungsi sosialisasi, yaitu membina sosialisasi pada anak, membentuk norma norma
tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan masing-masing, dan
meneruskan nilai-nilai budaya.
d) Fungsi pendidikan, yaitu menyekolahkan anak untuk memberikan pengetahuan,
keterampilan, membentuk prilaku anak sesuai dengan bakat dan minat yang
dimilikinya, mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa yang akan datang
dalam memenuhi peranannya sebagai orang dewasa, serta mendidik anak sesuai
dengan tingkat perkembangannya.
Friedman (2003) mengidentifikasi lima fungsi dasar keluarga, sebagai berikut :
A. Fungsi afektif
Fungsi afektif berkaitan erat dengan fungsi internal keluarga, yang merupakan basic
kekuatan keluarga. Fungsi afektif berguna untuk pemenuhan kebutuhan psikososial.
Keberhasilan melaksanakan fungsi afektif tampak pada seluruh anggota keluarga.
Tiap anggota keluarga mengembangkan iklim yang positif. Hal tersebut dapat
dipelajari dan dikembangkan melalui interaksi dalam keluarga. Adanya perceraian,
kenakalan anak, atau masalah lain yang sering timbul dalam keluarga dikarenakan
fungsi afektif yang tidak terpenuhi. Komponen yang perlu dipenuhi oleh keluarga
untuk melaksanakan fungsi afektif :
a) Memelihara saling asuh (mutual nurturance) Saling mengasuh, cinta kasih,
kehangatan, saling menerima, dan saling mendukung antar anggota. Setiap anggota
yang mendapat kasih sayang dan dukungan dari anggota yang lain, maka
kemampuannya untuk memberikan kasih sayang akan meningkat, sehingga
25
tercipta hubungan yang hangat dan saling mendukung.
b) Hubungan intim dalam keluarga merupakan modal dasar dalam membina
hubungan dengan orang lain di luar keluarga atau masyarakat. Prasyarat untuk
mencapai saling asuh adalah komitmen dasar dari masing-masing pasangan dan
hubungan perkawinan yang secara emosional memuaskan dan terpelihara.
c) Keseimbangan saling menghargai Adanya sikap saling menghargai dengan
mempertahankan iklim yang positif dimana tiap anggota diakui serta
dihargai keberadaan dan haknya sebagai orang tua maupun sebagai anak, sehingga
fungsi afektif akan tercapai. Keseimbangan saling menghormati dapat dicapai
apabila setiap anggota keluarga menghormati hak, kebutuhan, dan tanggung
jawab angggota keluarga yang lain. Orang tua perlu menyediakan struktur yang
memadai dan panduan yang konsisten sehingga batas-batas bisa dibuat dan
dipahami. Namun perlu dibentuk fleksibilitas dalam sistem keluarga agar
memberikan ruang gerak bagi kebebasan untuk berkembang menjadi individu.
d) Pertalian atau ikatan dan identifikasi Kekuatan yang besar dibalik persepsi dan
kepuasan dari kebutuhan-kebutuhan individu dalam keluarga adalah pertalian
(bonding) atau kasih sayang (attachment). Ikatan dimulai sejak pasangan sepakat
untuk memulai hidup baru. Ikatan antara anggota keluarga dikembangkan melalui
proses identifikasi dan penyesuaian pada berbagai aspek kehidupan anggota
keluarga. Orang tua harus mengembangkan proses identifikasi yang positif
sehingga anak-anak dapat meniru tingkah laku yang positif dari kedua orang
tuanya.
e) Keterpisahan dan Kepaduan Untuk merasakan dan memenuhi kebutuhan
psikologis, anggota keluarga harus mencapai pola keterpisahan (separatness) dan
26
keterpaduan (connectedness) yang memuaskan. Anggota keluarga berpadu
dan berpisah satu sama lain. Setiap keluarga menghadapi isu-isu keterpisahan dan
kepaduan dengan cara yang unik.
B.Fungsi Sosialisasi
Sosialisasi adalah proses perkembangan dan perubahan yang dilalui individu, yang
menghasilkan interaksi sosial dan belajar berperan alam lingkungan sosial
(Friedman, 2003).
Sosialisasi dimulai sejak manusia lahir. Keluarga merupakan tempat individu untuk
belajar bersosialisasi, misalnya anak yang baru lahir dia akan menatap ayah, ibu, dan
orang-orang yang disekitarnya. Kemudian beranjak balita dia mulai belajar
bersosialisasi dengan lingkungan sekitar meskipun demikian keluarga tetap berperan
penting dalam bersosialisasi. Keberhasilan perkembangan individu dan keluarga
dicapai melalui interaksi atau hubungan antar anggota keluarga yang diwujudkan
dalam sosialisasi. Anggota keluarga belajar didiplin, belajar norma-norma, budaya,
dan prilaku melalui hubungan dan interaksi di dalam keluarga, sehingga individu
mampu berperan di masyarakat.
C. Fungsi Reproduksi
Dengan ikatan suatu perkawinan yang sah, selain untuk memenuhi kebutuhan
biologis pada pasangan tujuan membentuk keluarga adalah untuk meneruskan
keturunan, sehingga menambah sumber daya manusia.
D. Fungsi Ekonomi
Untuk memenuhi kebutuhan keluarga, seperti makanan, pakaian, dan tempat tinggal
maka keluarga memerlukan sumber keuangan.
E. Fungsi Perawatan Kesehatan
27
Keluarga juga berperan atau berfungsi untuk melaksanakan praktek asuhan kesehatan,
yaitu untuk mencegah terjadinya gangguan kesehatan dan atau merawat anggota
keluarga yang sakit. Kemampuan keluarga dalam memberikan asuhan kesehatan
mempengaruhi status kesehatan keluarga. Kesanggupan keluarga melaksanakan
pemeliharaan kesehatan dapat dilihat dari tugas kesehatan keluarga yang
dilaksanakan. Keluarga yang dapatmelaksanakan tugas kesehatan berarti sanggup
atau mampu menyelesaikan masalah kesehatan. Tugas kesehatan keluarga menurut
Friedman, 2003 adalah sebagai berikut:
1) Mengenal masalah kesehatan keluarga
Keluarga atau orang tua perlu mengenal keadaan kesehatan dan perubahan-
perubahan yang dialami oleh anggota keluarganya. Perubahan sekecil apapun yang
dialami anggota keluarga, secara tidak langsung akan menjadi perhatian keluarga
atau orang tua. Apabila menyadari adanya perubahan, keluarga perlu mencatat
kapan terjadinya, perubahan apa yang terjadi, dan seberapa besar perubahannya.
2) Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat
Tugas ini merupakan upaya utama keluarga untuk mencari pertolongan yang tepat
sesuai dengan keadaan keluarga, dengan pertimbangan siapa di antara anggota
keluarga yang mempunyai kemampuan untuk memutuskan sebuah tindakan.
Tindakan kesehatan yang dilakukan diharapkan tepat agar masalah kesehatan
yang tejadi dapat dikurangi atau teratasi.
3) Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit.
Sering kali keluarga telah mengambil tindakan yang tepat, tetapi jika keluarga
masih merasa mengalami keterbatasan, maka anggota keluarga yang mengalami
gangguan kesahatan perlu memperoleh tindakan lanjutan atau perawatan agar
28
masalah yang lebih parah tidak terjadi. Perawatan dapat dilakukan di institusi
pelayanan kesehatan atau di rumah apabila keluarga telah memiliki kemampuan
melakukan tindakan untuk pertolongan pertama.
4) Mempertahankan suasana rumah yang sehat .
Rumah merupakan tempat berteduh, berlindung, dan bersosialisasi bagi anggota
keluarga. Sehingga anggota keluarga akan memiliki waktu lebih banyak
berhubungan dengan lingkungan tempat tinggal. Oleh karena itu, kondisi rumah
haruslah dapat menjadikan lambang ketenangan,keindahan ketentraman, dan
dapat menunjang derajat kesehatan bagi anggota keluarga.
5) Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada di masyarakat
Apabila mengalami gangguan kesehatan, keluarga harus dapat memanfaatkan
fasilitas kesehatan yang ada di sekitarnya, sebagai contoh: keluarga dapat
berkonsultasi kepada tenaga keperawatan untuk memecahkan masalah yang
dialami anggota keluarganya, sehingga keluarga dapat bebas dari segala penyakit.
29
D. Kualitas Hidup
Banyak aspek dari therapy dialisa yang memliki pengaruh negative terhadap kualitas
hidup klien dengan GGK. Banyak nya manifestasi, pembatasan diet, dan tuntutan
jadwal dialysis menghalangi klien untuk menjalani hidup normal. Telah diketahui
bahwa pandangan positif, dukungan social, dan status kesehatan, juga gangguan
tidur, nyeri, disfungsi ereksi, kepuasa klien akan keperawatan, pengaruh depresi,
gejala yang membebabi, dan gangguan penyakit, berhubungan dengan kualitas
hidup. Gagal ginjal dan terapi nya secara significant mempengaruhi kualitas hidup
klien dan anggota keluarga nya (Black & Hawks, 2009).
1. Definisi Ferrans dan Powers (1994) mendefinisikan kualitas hidup sebagai suatu
kesejahteraan yang dirasakan oleh seseorang dan berasal dari
kepuasan/ketidakpuasan dengan bidang kehidupan yang penting bagi mereka.
Persepsi subyektif tentang kepuasan terhadap berbagai aspek kehidupan dianggap
sebagai penentu utama dalam penilaian kualitas hidup, karena kepuasan
merupakan pengalaman kognitif yang menggambarkan penilaian terhadap
kondisi kehidupan yang stabil dalam jangka waktu lama.
WHOQOL group (2004) dalam Murphy et al (2000), menyatakan kualitas hidup
adalah persepsi individu terhadap posisinya dalam kehidupan, dalam konteks
budaya dan sistem nilai dimana individu tersebut hidup, dan hubungan terhadap
tujuan, harapan, standar dan keinginan. Hal ini merupakan suatu konsep, yang
dipadukan dengan berbagai cara seseorang untuk mendapat kesehatan fisik,
keadaan psikologis, tingkat independen, hubungan sosial, dan hubungan dengan
lingkungan sekitarnya.
30
Terdapat dua komponen dasar dari kualitas hidup yaitu subyektifitas dan
multidimensi. Subyektifitas mengandung arti bahwa kualitas hidup hanya dapat
ditentukan dari sudut pandang klien itu sendiri dan ini hanya dapat diketahui
dengan bertanya langsung kepada klien. Sedangkan multidimensi bermakna
bahwa kualias hidup dipandang dari seluruh aspek kehidupan seseorang secara
holistik meliputi aspek biologis/ fisik, psikologis, sosial dan lingkungan.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup pasien hemodialisa
Beberapa penelitian melaporkan bahwa kualitas hidup pasien hemodialisis lebih
buruk dibandingkan dengan populasi secara umum, dimana hal tersebut
berhubungan dengan perubahan fisik, psikologis, dan sosial yang terjadi pada
pasien dan dipengaruhi oleh faktor- faktor sebagai berikut:
a. Karakteristik pasien
Karakteristik pasien dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien hemodialisis,
seperti usia,jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, lama menjalani terapi,
status pernikahan (Young, 2009). Penelitian lain menyebutkan bahwa tidak
terdapat hubungan yang signifikan antara usia, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, lama menjalani hemodialisis, dan status pernikahan dengan
kualitas hidup pasien hemodialisis (Ibrahim, 2005)
b. Terapi hemodialisis yang dijalani
Kualitas hidup pasien hemodialisis dipengaruhi oleh keadekuatan terapi
hemodialisis yang dijalani dalam rangka mempertahankan fungsi
kehidupannya. Efektifitas hemodialisis dapat dinilai dari bersihan ureum
selama hemodialisis karena ureum merupakan indikator pencapaian adekuasi
hemodialisis. Agar hemodialisis yang dilakukan efektif perlu dilakukan
31
pengaturan kecepatan aliran darah (Qb) dan akses vaskular yang adekuat.
c. Status kesehatan (anemia)
Penurunan kadar Hb pada pasien hemodialisis menyebabkan penurunan level
oksigen dan sediaan energi dalam tubuh, yang mengakibatkan terjadinya
kelemahan dalam melakukan aktivitas sehingga pada akhirnya dapat
menurunkan kualitas hidup pasien. Hasil penelitian menyebutkan bahwa
penurunan kualitas hidup pasien hemodialisis disebabkan oleh anemia
dengan kadar Hb < 11 gr/dL (Zadeh, 2003)
d. Depresi
Ketergantungan pasien terhadap mesin hemodialisis seumur hidup,
perubahan peran, kehilangan pekerjaan dan pendapatan merupakan stressor
yang dapat menimbulkan depresi pada pasien hemodialisis ( Farida, 2010).
3. Penilaian Kualitas Hidup
Kualitas hidup sangat berhubungan dengan aspek/domain yang akan dinilai,
yaitu meliputi aspek fisik, psikologis, hubungan sosial dan lingkungan.
Instrumen penilaian kualitas hidup yang dapat digunakan adalah WHOQoL.
Dalam menilai kualitas hidup pasien perlu diperhatikan beberapa hal yaitu
kualitas hidup tersebut terdiri dari beberapa dimensi/ aspek penilaian. Alat ukur
untuk menilai kualitas hidup telah banyak dikembangkan oleh para ilmuwan
yang digunakan untuk mengukur kualitas hidup pasien-pasien yang menderita
penyakit kronik, salah satunya adalah WHOQoL yang berisi 26 buah pertanyaan,
terdiri dari 5 skala poin. Pada tiap pertanyaan jawaban poin terendah adalah 1 =
sangat tidak memuaskan, sampai dengan 5 = sangat memuaskan, kecuali untuk
pertanyaan nomer 3, 4, dan 26 karena pertanyaan bersifat negatif maka memiliki
32
jawaban mulai skor 5 = sangat memuaskan hingga skor 1 = sangat tidak
memuaskan.
The World Health Organization Quality of Life (WHOQOL) berkembang sejak
tahun 1991dan terdiri dari 26 item pertanyaan yang terdiri dari 4 domain. Item
pertanyaan 1 dan 2 menilai keseluruhan aspek kualitas hidup dan kepuasan
terhadap kesehatan. Domain yang pertama adalah kesehatan fisik yang berisi
item pertanyaan mengenai rasa nyeri, energi, istirahat tidur, mobilisasi, aktivitas,
pengobatan dan pekerjaan. Domain yang kedua adalah psikologik yang berisi 6
item pertanyaan mengenai perasaan positif dan negatif, cara berfikir, harga diri,
body image, dan spiritual. Domain yang ketiga adalah hubungan sosial yang
berisi 3 item pertanyaan mengenai hubungan individu, dukungan sosial, aktivitas
seksual. Dan domain yang keempat adalah lingkungan yang berisi 8 item
pertanyaan mengenai keamanan fisik, lingkungan rumah, sumber keuangan,
fasilitas kesehatan, kemudahan mendapatkan informasi kesehatan, rekreasi, dan
transportasi. Instrumen ini telah diuji reliabilitas dengan Alpha 0.5 dan r = 0.91
(WHO, 1993).
Domain fisik mempunyai nilai terendah 7, nilai tertinggi 35, dan skor range 28,
untuk domain psikologis mempunyai nilai terendah 6, nilai tertinggi 30, dan skor
range 24. Domain hubungan sosial mempunyai nilai terendah 3, nilai tertinggi
15, dan skor range 12, untuk domain lingkungan mempunyai nilai terendah 8,
nilai tertinggi 40, dan skor range 32. Skor yang diperoleh adalah 0-100, dengan
penghitungan sebagai berikut;
33
Skor domain total — Skor domain terendah
Skor akhir = x 100
Skor range domain
atau
Skor domain total — 24
Skor akhir = x 100
96
34
BAB III
KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah sesuatu yang abstrak yang menuntun suatu objek untuk
menentukan identitas atau pengertiannya (Nursalam, 2008). Kerangka konsep ini
dibuat berdasarkan tujuan penelitian yaitu mengidentifikasi hubungan antara tipe
keluarga dengan kualitas hidup pada pasien GGK yang menjalani hemodialisis di
Unit Hemodialisa Rumah Sakit Haji Jakarta pada tahun 2015.
Kerangka konsep yang digunakan pada skema 3.1
Variabel Independen Variabel Dependen
Variable counfounding
Type keluarga:
Keluarga inti, keluarga besar, single family
Kualitas hidup pasien hemodialisa
Karakteristik pasien (jenis kelamin, pendidikan, lama menjalani
hemodialysis)
35
Keterangan :
: Diteliti
: Berpengaruh
: Tidak berpengaruh secara langsung
Skema 3.1 : Kerangka konsep penelitian (Nursalam, 2008)
B. Hipotesis
Ha : Ada hubungan antara antara tipe keluarga dengan kualitas hidup pada pasien
GGK yang menjalani hemodialisis di Unit Hemodialisa Rumah Sakit Haji
Jakarta.
Ho : Tidak ada hubungan antara antara tipe keluarga dengan kualitas hidup pada
pasien GGK yang menjalani hemodialisis di Unit Hemodialisa Rumah Sakit
Haji Jakarta.
C. Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan definisi peniliti terhadap suatu istilah yang
memberikan deskripsi tentang methode riset dengan menyebutkan tindakan penting
(manipulasi dan observasi) yang akan digunakan (Nursalam, 2008) Definisi yang
dijabarkan sesuai dengan variabel yang terkait dengan penelitian yang akan
dilakukan.
36
Tabel 3.1 Definisi Operasional
No. Variabel Definisi
Operasional
Alat Ukur dan Cara
Ukur
Hasil ukur Skala
1.
2.
3.
Type
keluarga
Kualitas
Hidup
Jenis
kelamin
Bentuk keluarga
yang menggambar
kan siapa saja
yang termasuk
anggota keluarga
yang membentuk
suatu organisasi
kecil.
Kualitas hidup
pasien
hemodialisis yang
di ukur dalam 4
domaian : fisik,
psikologis,
hubungan sosial,
dan lingkungan
Identitas seksual
responden sejak
lahir
Alat ukur : Lembar
pengumpulan data
karakteristik responden
Cara ukur : Menanyakan
dengan siapa responden
tinggal, dan peneliti
menyimpulkan type
keluarga responden.
Alat ukur :
Menggunakan
kuesioner kualitas hidup
WHOQoL2004
Cara ukur :
Mengakumulasi skor 24
item pertanyaan dengan
rentang nilai 1 sampai 5
Alat ukur :
Lembar pengumpulan
data karakteristik respon
den.
Cara ukur :
Peneliti memfokuskan
pada 3 type keluarga
yaitu :
0 :Keluarga inti
1 : keluarga besar
2 : Single family
Nilai skor maksimal
adalah 100,
distribusi data tidak
normal, sehingga
untuk menentukan
kualitas hidup
digunakan
nilai median = 50.
0 = kurang berkuali
tas <50
1 = berkualitas baik,
≥ 50
0 = Perempuan
1 = Laki-laki
Nominal
Ordinal
Nominal
37
4. 5.
Pendidika
n
Lama
menjalani
terapi
hemodiali
sa
Pendidikan
formal yang
telah dilalui oleh
pasien
hemodialysis.
Lama responden
menjalani hemo
dialisis dalam
bulan sejak per
tama kali
menjalani
hemodialisis
sampai
penelitian ini
dilakukan.
Menanyakan jenis
kelamin responden.
Alat ukur : Lembar
pengumpulan data
karakteristik responden
Cara ukur :
Menanyakan
Pendidikan formal yang
telah dilalui, dibagi
menjadi 2 kelompok.
Alat ukur :
Lembar pengumpulan
data karakteristik
responden
Cara ukur :
Menanyakan sudah
berapa lama pasien
menjalani hemodialisa.
Dinyatakan dalam bulan
dan dikelompokkan
menjadi 3 kelompok.
0= Pendidikan rendah
(SD dan SMP)
1= Pendidikan tinggi
(SMA dan PT)
0 = < 24 bulan
1 = 24-60 bulan
2 = > 60 bulan
Ordinal
Ordinal
38
BAB IV
METODE PENELITIAN
Uraian dalam metodologi ini mencakup desain penelitian, populasi dan sampel, tempat
dan waktu penelitian, etika penelitian, alat pengumpulan data, prosedur pengumpulan
data dan analisa data.
A. Desain penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross sectional,
yaitu mencari hubungan antara variabel independen dan variabel dependen dengan
melakukan pengukuran sesaat pada waktu observasi (Nursalam, 2008) Pendekatan
cross sectional digunakan karena relatif mudah dan cepat, populasinya lebih luas
sehingga generalisasinya memadai, dapat digunakan untuk meneliti banyak variabel
sekaligus, kemungkinan drop out responden minimal, dan hasilnya dapat digunakan
sebagai dasar penelitian selanjutnya untuk memastikan adanya hubungan sebab
akibat.
Dalam penelitian ini dilakukan observasi terhadap type keluarga sebagai variabel
independen, dan penilaian kualitas hidup pasien hemodialisis dengan menghitung
nilai skor kuesioner terjemahan dari WHO Quality Of Life sebagai variabel
dependen.
39
B. Populasi dan Sampel
Populasi merupakan keseluruhan dari subyek penelitian yang mempunyai kuantitas
dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti (Nursalam, 2008). Populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang menjalani terapi hemodialisis di RS.
Haji Jakarta sejumlah 60 orang (total populasi).
C. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di RS Haji Jakarta, karena Rumah Sakit ini telah
mempunyai fasilitas hemodialisis dengan kapasitas 12 mesin hemodialysis dan di
Rumah Sakit ini belum pernah dilakukan penelitian yang sama sebelumnya.
D. Waktu Penelitian
Penelitian dimulai dengan pembuatan proposal, pengambilan data penelitian dan
pengolahan hasil. Pelaksanaan penelitian dilakukan tanggal 7-12 February 2015 di
RS. Haji Jakarta.
E. Etika Penelitian
Etika dalam penelitian merupakan hal yang sangat penting dalam pelaksanaan
sebuah penelitian, mengingat penelitian keperawatan akan berhubungan langsung
dengan manusia. Penelitian ini dilakukan setelah mendapatkan izin pelaksanaan
penelitian dari pembimbing penelitian, dan setelah mendapat izin dari Direktur RS
Haji Jakarta.
Sebagai pertimbangan etik peneliti meyakinkan bahwa responden terlindungi hak-
hak nya dengan memperhatikan aspek-aspek berikut;
40
1. Self Determination
Dalam penelitian ini, responden diberi kebebasan untuk menentukan apakah
akan ikut berpartisipasi ataupun tidak. Responden tidak dimanipulasi oleh
dokter ataupun perawat agar bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.
Sebelum menandatangani persetujuan untuk mengikuti penelitian, responden
telah mendapatkan penjelasan tentang tujuan, manfaat dan peran responden
dalam penelitian ini.Responden juga diberi kebebasan untuk mengundurkan
diri dari penelitian ini jika responden menghendaki.
2. Informed Consent
Sebelum menyatakan bersedia menjadi responden, pasien terlebih dahulu
diberikan informasi tentang tujuan penelitian, manfaat dan cara pengisian
kuesioner oleh peneliti dan kemudian responden yang bersedia ikut serta dalam
penelitian ini diminta untuk menandatangani lembar persetujuan menjadi
subyek penelitian
3. Privacy Semua informasi pasien yang diperoleh selama penelitian dijamin
kerahasiaannya dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian.
4. Anonymity and Confidentiality
Kuesioner dan lembar observasi dalam penelitian ini menggunakan kode
responden, sehingga informasi yang didapatkan dalam penelitian hanya
digunakan untuk keperluan penelitian dan analisis data, dan tidak dapat
diketahui secara luas untuk publikasi.
41
5. Protection from Discomfort
Sebelum penelitian berlangsung, peneliti menekankan kepada responden
bahwa apabila selama penelitian responden merasa tidak aman dan tidak
nyaman, maka responden diberi kebebasan untuk menyampaikan
ketidaknyamanannya selama proses penelitian berlangsung, dan dapat memilih
untuk melanjutkan atau menghentikan partisipasinya dalam penelitian ini.
Untuk menjaga kenyamanan responden, maka pengisian kuesioner dilakukan
pada saat jam pertama responden dilakukan hemodialisis, atau pada saat
responden menunggu giliran hemodialisis.
F. Pengumpulan Data
Sebelum pengambilan data peneliti mengikuti prosedur pengambilan data sebagai
berikut:
1. Prosedur Administrasi
Pengumpulan data dilakukan setelah mendapat izin dari pihak terkait, yaitu
institusi Fakultas Kesehatan program study Ilmu Keperawatan UMJ dan pihak
institusi Rumah Sakit Haji Jakarta.
2. Prosedur Teknis
Menyampaikan izin penelitian ini kepada Penanggung Jawab Unit
Hemodialisis di rumah sakit tersebut.
3. Mengidentifikasi responden berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi yang telah
ditentukan dengan terlebih dahulu berdiskusi dengan ruangan.
4. Peneliti menemui dan memperkenalkan diri serta menjelaskan tujuan penelitian
dan informed concent pada responden dan keluarganya
42
G. Uji Coba Instrumen
Uji coba instrumen dilakukan untuk mengetahui apakah pertanyaan-pertanyaan
pada instrumen penelitian memiliki nilai validitas dan reliabilitas yang dapat
dipertanggungjawabkan, dan mengetahui bahwa responden sudah memahami
pertanyaan tersebut (Hastono, 2007).
1. Uji Validitas
Validitas adalah kesahihan/ketepatan suatu alat ukur dalam mengukur suatu
data. Instrumen penelitian ini merupakan instrument yang mempunyai
konsistensi internal dan koefisien realibilitas (Cronbach’s alpha) sebesar a >
0,70 pada tiap domain, dan banyak penelitian yang telah menggunakan
WHOQoL tersebut (Murphy et al, 2000).
Meskipun instrument WHOQoL ini telah memiliki validitas dan reliabilitas
yang tinggi, menurut peneliti masih memerlukan uji coba karena instrumen
aslinya berbahasa Inggris dan populasi serta budayanya berbeda. Instrumen
yang diuji coba adalah instrumen WHOQoL versi Indonesia yang telah
diterjemahkan diunduh dari http://www.who.int/ , dan peneliti merasa perlu
untuk melakukan modifikasi disesuaikan dengan karakteristik responden yang
beragam latar belakang budaya, usia dan tingkat pendidikan nya.
Hasil uji validitas instrumen dimana untuk mengetahui validitas instrumen
dilakukan dengan membandingkan nilai r tabel dengan nilai r hitung sehingga
apabila nilai r hasil > r tabel maka pernyataan tersebut valid (Hastono, 2007).
Pada uji coba didapatkan nilai r table = 0.444, r hitung dapat dilihat pada kolom
43
―Corrected item-Total Correlation‖. Diperoleh nilai r hitung bervariasi dari yang
paling tinggi adalah 0.860. dan didapat beberapa penelitian r hitung nya
dibawah r table, dan peneliti telah melakukan koreksi.
2. Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah keandalan atau ketepatan pengukuran. Suatu pengukuran
dikatakan handal, apabila ia memberikan nilai yang sama atau hampir sama bila
pemeriksaan dilakukan berulang-ulang. Pertanyaan dikatakan reliabel bila
jawaban seseorang terhadap pertanyaan tersebut adalah konsisten/stabil dari
waktu ke waktu.
Uji reliabilitas dilakukan dengan cara membandingkan r tabel dengan r hasil
untuk mendapatkan nilai Alpha. Bila r Alpha lebih besar dari r tabel (r > 0,444),
maka pertanyaan disebut reliabel (Arikunto 2006; Hastono, 2007).
Hasil uji validitas dan reliabilitas instrument ini menghasilkan konsistensi
internal dan koefisien reliabilitas (Cronbach’s alpha) sebesar 0.953, sehingga
dari hasil tersebut disimpulkan bahwa seluruh item pertanyaan kuesioner
WHOQoL adalah valid dan reliabel.
H. Pengolahan Data
Data yang telah terkumpul, sebelum dianalisa terlebih dahulu dilakukan hal-
hal sebagai berikut (Hastono, 2007):
1. Editing
Merupakan kegiatan untuk melakukan pengecekan isian formulir atau kuisioner.
Dilakukan dengan mengoreksi data yang diperoleh meliputi kejelasan,
kelengkapan relevan don konsisten.
44
2. Coding
Memberikan kode atau simbol tertentu untuk setiap jawaban. Hal ini dilakukan
untuk mempermudah peneliti dalam melakukan tabulasi dan analisa data.
3. Processing
Merupakan suatu proses memasukkan data ke dalam komputer untuk
selanjutnya dianalisis dengan menggunakan program komputer.
4. Cleaning
Data yang telah di entry dilakukan pembersihan agar seluruh data yang
diperoleh terbebas dari kesalahan sebelum dilakukan analisis.
I. Analisa Data
1. Analisis Univariat
Analisis univariat bertujuan untuk mendeskripsikan masing-masing variabel
penelitian yaitu :
a) Variabel independen : Type keluarga dilakukan dengan menentukan
frekuensi dan prosentasenya. Data disajikan dengan menggunakan tabel dan
diinterpretasikan berdasarkan hasil yang diperoleh.
b) Variabel dependen : Kualitas hidup pasien hemodialisis. Analisis data
kualitas hidup pasien hemodialisis dilakukan dengan menentukan frekuensi
dan prosentasenya. Data disajikan dengan menggunakan table dan
diinterpretasikan berdasarkan hasil yang diperoleh.
c) Variabel konfonding yaitu Analisis data jenis kelamin, pendidikan, dan lama
menjalani terapi hemodialisis dilakukan dengan menentukan frekuensi dan
prosentasenya.
45
2. Analisa Bivariat
Analisis dilakukan untuk mengetahui hubungan antara type keluarga dengan
kualitas hidup, serta antara variable confounding jenis kelamin dan tingkat
pendidikan menggunakan uji chi squere dimana nilai Confidence interval adalah
95% dengan tingkat kemaknaan 5% (a = 0,05). Jika nilai p < a maka hipotesis
diterima/gagal ditolak, yang artinya ada hubungan antara kedua variabel. Jika
nilai p > a maka hipotesis ditolak, yang artinya tidak ada hubungan antara kedua
variabel (Hastono, 2007). Analisis bivariat yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan variable independen yang ada dalam konsep yaitu type keluarga,
variable devenden nya kualitas hidup pasien hemodialisa dengan variable
convonding yaitu jenis kelamin, dan pendidikan dan lama HD dilakukan analisa
bivariate menggunakan uji chi squere atau kai kuadrat.
46
BAB V
HASIL PENELITIAN
Dalam bab ini peneliti akan menguraikan hasil penelitian yang telah dilakukan meliputi
analisa univariat dan bivariat, yang meliputi analisis variabel independen (type
keluarga), variabel dependen (kualitas hidup pasien hemodialisis), dan potensial
konfonder yang terdiri dari karakteristik responden ( jenis kelamin, pendidikan dan lama
menjalani hemodialisis).
A. Analisis Univariat
1. Type Keluarga dan Kualitas Hidup
Tabel 5.1
Distribusi Responden Menurut Type Keluarga dan Kualitas Hidup
Di unit Hemodialisa RS. Haji Jakarta Tahun 2015
Karakteristik Jumlah Persentase
Type Keluarga Keluarga inti Keluarga besar Single Family Total
35 15 10 60
58,3 25,0 16,7 100.0
Kualitas Hidup Kualitas baik Kualitas kurang baik Total
42 18 60
70,0 30,0 100.0
Table 5.1 Menunjukkan type keluarga responden paling banyak mempunyai type
keluarga inti yaitu sebanyak 35 orang (58,3 %), dan responden yang memiliki kualitas
hidup baik sebanyak 70,0.
47
2. Potensial pengganggu (Confonding)
Variable confounding terdiri dari jenis kelamin, pendidikan, dan lama menjalani
hemodialysis.
Tabel 5.2
Distribusi Responden Menurut jenis kelamin, Pendidikan
dan Lama Menjalani Hemodialisa
Di Unit Hemodialisa RS. Haji Jakarta Tahun 2015
No. Karakteristik Frekuensi Persen(%)
1. Jenis kelamin a. Perempuan b. Laki-laki
29 31
48,3 % 51,7 %
2. Pendidikan a. Pendidikan rendah (SD + SMP) b. Pendidikan tinggi (SMA +PT)
18 42
30,0 % 70,0 %
3. Lama Menjalani Hemodialisa a. < 24 bulan b. 24-60 bulan c. >60 bulan
23 31 6
38.3% 51.7% 10.0%
Table 5.2 menunjukkan bahwa responden dengan jenis kelamin laki-laki jumlahnya
lebih banyak (51,7%) dibandingkan dengan responden perempuan (48,3%).
Berdasarkan tingkat pendidikan, responden berpendidikan tinggi (SMA dan PT)
lebih banyak sebesar yaitu sebanyak 70.0 % dan pasien yang paling banyak
menjalani HD terdapat pada rentang 24-60 bulan.
48
B. Analisis Bivariat
1. Type keluarga dengan kualitas hidup
Table 5.3
Distribusi Responden Menurut Type Keluarga dengan Kualitas Hidup
Di Unit Hemodialisa RS. Haji Jakarta Tahun 2015 (n=60)
Type
Keluarga
Kualitas Hidup Total
P Value
Kurang baik Baik
n % n % n %
Keluarga inti Keluarga besar Single family
7 2 9
20,0 13,3 90,0
28 13 1
80,0 86,7 10,0
35 15 10
100 100 100
0.001
Jumlah 18 30,0 42 70,0 60 100
Table 5.3 menunjukkan bahwa hasil analisis hubungan antara type keluarga
dengan kualitas hidup pasien yang menjalani hemodialisa diperoleh bahwa ada
sebanyak 28 (80,0%) responden yang memiliki type keluarga inti mempunyai
kualitas hidup yang baik, ada 13 (86,7%) yang merupakan responden dengan
type keluarga besar yang memiliki kualitas hidup baik, serta terdapat 1 (10,0 %)
responden dengan type single family memiliki kualitas baik. Hasil uji statistic
diperoleh nilai p=0,001 (α = 0,05) maka dapat disimpulkan ada perbedaan
proporsi yang bermakna antara type keluarga responden dengan kualitas hidup
responden yang menjalani hemodialisa di RS. Haji Jakarta .
49
2. Jenis kelamin, pendidikan dan lama HD dengan kualitas hidup
Table 5.4
Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin, Pendidikan
dan lama HD dengan Kualitas Hidup
Di Unit Hemodialisa RS. Haji Jakarta Tahun 2015 (n=60)
Type
Keluarga
Kualitas Hidup
Total
OR
(95%CI)
P
Value
Kurang baik Baik
n % n % n %
Jenis kelamin Perempuan Laki-laki Jumlah
11 7 18
37,9 22,6 30,0
18 24 42
62,1 77,4 70,0
29 31 60
100 100 100
2,095
0,6-6,4
0,310
Pendidikan Pendidikan rendah Pendidikan tinggi Jumlah
10 8 18
55,6 19,0 30,0
8
34 42
44,4 81,0 70,0
18 42 60
100 100 100
5,313
1,5-17,7
0,012
Lama Menjalani HD < 24 bulan 24-60 bulan >60 bulan Jumlah
6 10 2 18
26,1 32,3 33,3 30,0
17 21 4
42
73,9 67,7 66,7 70,0
23 31 6
60
100 100 100 100
0.872
Table 5.4 Menunjukkan bahwa hasil analisis hubungan antara jenis kelamin dengan
kualitas hidup pasien yang menjalani hemodialisa diperoleh bahwa ada sebanyak 18
(62,1%) responden yang berjenis kelamin perempuan mempunyai kualitas hidup
yang baik, ada 24 (77,4%) responden yang berjenis kelamin laki-laki yang memiliki
kualitas hidup baik. Hasil uji statistic diperoleh nilai p=0,310 (α =0,05) maka dapat
disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi yang bermakna antara jenis kelamin
responden dengan kualitas hidup responden yang menjalani hemodialisa di RS. Haji
Jakarta .
50
Hasil analisis antara pendidikan dengan kualitas hidup pasien yang menjalani
hemodialisa diperoleh bahwa ada sebanyak 8 (44,4%) responden yang berpendidikan
rendah mempunyai kualitas hidup yang baik, dan 34 (81,0%) responden yang
berpendidikan tinggi memiliki kualitas hidup baik. Hasil uji statistic diperoleh nilai
p=0,012 (α =0,05) maka dapat disimpulkan ada perbedaan proporsi yang bermakna
antara tingkat pendidikan responden dengan kualitas hidup responden yang
menjalani hemodialisa di RS. Haji Jakarta (ada hubungan yang signifikan antara
pendidikan dengan kualitas hidup). Dari hasil analisis diperoleh pula nilai OR=5,313
artinya responden yang memiliki pendidikan tinggi mempunyai peluang 5,313 kali
mempunyai kualitas hidup yang baik dibandingkan dengan responden yang
berpendidikan rendah.
Hasil analisis hubungan antara lama HD dengan kualitas hidup pasien yang
menjalani hemodialisa diperoleh bahwa ada sebanyak 17 (73,9%) responden yang
menjalani HD < 24 bulan mempunyai kualitas hidup yang baik, ada 21 (67,7%)
responden yang menjalani HD antara 24- 60 bulan yang memiliki kualitas hidup
baik. Ada 4 (66,7 %) pasien yang menjalani HD > 60 bulan memiliki kualitas hidup
baik. Hasil uji statistic diperoleh nilai p=0,872 (α =0,05) maka dapat disimpulkan
tidak ada perbedaan proporsi yang bermakna antara lama menjalani HD dengan
kualitas hidup responden yang menjalani hemodialisa di RS. Haji Jakarta .
51
BAB VI
PEMBAHASAN
Pada bab ini akan dibahas mengenai demografi pasien yang menjalani hemodialisa,
hasil penelitian yang meliputi hubungan antara type keluarga dengan kualitas hidup,
serta faktor konfonding yang mempengaruhi hubungan antara type keluarga dengan
dengan kualitas hidup. Disamping itu dibahas juga mengenai keterbatasan penelitian.
A. Interprestasi dan diskusi hasil
1. Demografi Pasien
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien yang menjalani hemodialisis di RS. Haji
Jakarta lebih banyak laki-laki (51,7%) dibandingkan dengan perempuan (48,3%). Hal
ini sesuai dengan beberapa penelitian yang telah dilakukan, yaitu Cahyu Septiwi
(2010) laki-laki (58,4%),dan Suryarinilsih (2010) laki-laki 67,6%. Menurut
peneliti, jumlah pasien pria yang lebih banyak laki-laki dari wanita kemungkinan
dapat disebabkan oleh beberapa hal. Pembesaran prostat pada laki-laki dapat
menyebabkan terjadinya obstruksi dan infeksi yang dapat berkembang menjadi gagal
ginjal. Selain itu, pembentukan batu renal lebih banyak diderita oleh laki-laki karena
saluran kemih pada laki-laki lebih panjang sehingga pengendapan zat pembentuk
batu lebih banyak daripada wanita. Laki-laki juga lebih banyak mempunyai
kebiasaan yang dapat mempengaruhi kesehatan seperti merokok, minum kopi,
alkohol, dan minuman suplemen yang dapat memicu terjadinya penyakit sistemik
52
yang dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal dan berdampak terhadap kualitas
hidupnya (Brunner & Suddarth, 2001)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden lebih banyak yang
berpendidikan tinggi (SMA dan PT) yaitu 70,0%, dibandingkan yang
berpendidikan rendah (SD dan SMP) yaitu 30,0%. Hasil analisis hubungan
antara tingkat pendidikan dengan kualitas hidup diperoleh bahwa 34 orang
(81,0%) responden yang berpendidikan tinggi mempunyai kualitas hidup yang
baik, dan 8 orang (44,4%) responden berpendidikan rendah mempunyai kualitas
hidup yang baik pula. Analisis lebih lanjut pada alpha 5% terdapat hubungan
yang bermakna antara pendidikan dan kualitas hidup (p=0,012, α =0,05).
Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan makin tinggi tingkat pendidikan
akan makin meningkatkan kualitas hidupnya, hal ini dimungkinkan karena
pendidikan merupakan faktor penting sebagai dasar untuk dapat mengerti tentang
penyakit dan pengelolaannya, sehingga dapat meningkatkan kualitas hidupnya.
(Azwar 1995) .
Peneliti berkesimpulan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka
dia akan untuk berprilaku positif karena pendidikan yang diperoleh dapat
meningkatkan pemahaman dalam diri seseorang.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa pasien yang menjalani HD paling
banyak terdapat pada rentang 24-60 bulan yaitu sebanyak 31 orang atau 51,7 %.
Hasil analisis hubungan antara lama HD dengan kualitas hidup pasien yang
menjalani hemodialisa diperoleh bahwa ada sebanyak 17 (73,9%) responden
yang menjalani HD < 24 bulan mempunyai kualitas hidup yang baik, ada 21
(67,7%) responden yang menjalani HD antara 24- 60 bulan yang memiliki
53
kualitas hidup baik. Ada 4 (66,7 %) pasien yang menjalani HD > 60 bulan
memiliki kualitas hidup baik. Hasil uji statistic diperoleh nilai p=0,872 (α =0,05)
maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi yang bermakna antara
lama menjalani HD dengan kualitas hidup responden yang menjalani
hemodialisa di RS. Haji Jakarta.
Hasil penelitian ini sama dengan hasil yang didapatkan oleh Cahyu Septiwi
(2010), dan Suryarinilsih (2010) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan
antara lama menjalani hemodialisis dengan kualitas hidup pasien hemodialisis.
Menurut kesimpulan peneliti, tidak adanya hubungan tersebut disebabkan
karena kualitas hidup merupakan perasaan subyektif yaitu kesejahteraan yang
dirasakan oleh individu dan berasal dari kepuasan atau ketidakpuasan terhadap
kehidupannya, yang tidak dipengaruhi oleh lamanya menjalani therapy
hemodialisa.
2. Kualitas hidup pasien GGK yang menjalanai HD di RS. Haji Jakarta.
Dari 60 reponden yang diteliti 42 reponden (70,0 %) memiliki kualitas hidup
baik dan 18 responden (30,0 %) memiliki kualitas hidup kurang baik.
3. Type keluarga pasien GGK yang menjalani HD di Unit Hemodialisa Rumah
Sakit Haji Jakarta
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih banyak responden yang memiliki type
keluarga inti yaitu sebanyak 35 orang (58,3 %), diurutan kedua adalah keluarga
besar sebanyak 15 orang (25,0%) dan sisanya single family yaitu sebanyak 10
orang (16,7 %).
54
Menurut Mubarak (2009) Keluarga Inti (Nuclear Family), merupakan keluarga
terdiri atas ayah, ibu, dan anak (kandung atau angkat) yang tinggal dalam satu
rumah ditetapkan oleh sanksi-sanksi legal dalam suatu ikatan perkawinan,
satu/keduanya dapat bekerja di luar rumah. Keluarga Besar (Extended Family),
terdiri atas keluarga inti ditambah dengan keluarga yang mempunyai hubungan
darah, misalnya: kakek, nenek, keponakan, saudara sepupu, paman, bibi dan
sebagainya, sedangkan single family (Keluarga duda atau janda) merupakan
keluarga yang terdiri atas satu orang tua (ayah atau ibu) akibat perceraian atau
kematian pasangannya dan anak-anaknya dapat tinggal di dalam atau di luar
rumah.
4. Diketahuinya hubungan antara tipe keluarga dengan kualitas hidup pasien
GGK yang menjalani HD di Unit Hemodialisa Rumah Sakit Haji Jakarta.
Pada hasil uji korelasi antara type keluarga dengan kualitas hidup mendapatkan
nilai p (0,000) lebih kecil dari nilai (α = 0,05) maka dapat disimpulkan ada
perbedaan proporsi yang bermakna antara type keluarga responden dengan
kualitas hidup responden yang menjalani hemodialisa di RS. Haji Jakarta,
dengan kata lain maka hipotesis penelitian (Ha) diterima yang berarti ada
hubungan antara type keluarga dengan kualitas hidup pasien GGK yang
menjalani terapi hemodialisa di RS. Haji Jakarta .
Hasil ini sesuai dengan teori sebelumnya bahwa kualitas hidup adalah kondisi
dimana pasien meskipun mengidap penyakit yang diderita, dapat tetap merasa
nyaman secara fisik, psikologis, sosial maupun spiritual serta secara optimal
memanfaatkan hidupnya untuk kebahagian dirinya maupun orang lain. Kualitas
55
hidup tidak terkait dengan lamanya seseorang akan hidup karena bukan domain
manusia untuk menentukannya (Handayani, 2012).
Dalam setiap tahap siklus kehidupan, dukungan social keluarga membuat
keluarga mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal. Sebagai
akibatnya, hal ini meningkatkan kesehatan dan adaptasi keluarga termasuk
kualitas hidup (Friedman, 2002). Dukungan keluarga dan orang terdekat
sangat diperlukan dalam menghadapi masalah, salah satunya dalam menghadapi
penyakit yang menyerang (Friedman, 2002).
Dalam penelitian ini didapatkan data bahwa pasien yang memiliki keluarga type
single family memiliki kualitas hidup yang kurang baik dibandingkan dengan
pasien yang memiliki type keluarga besar atau inti. Terlihat dari 10 pasien
dengan type single family 90,0 % memiliki kualitas kurang baik. Kita ketahui
single family merupakan type keluarga dimana merupakan keluarga yang terdiri
atas satu orang tua (ayah atau ibu) akibat perceraian atau kematian pasangannya
dan anak-anaknya dapat tinggal di dalam atau di luar rumah.
Pasien yang sudah tidak memiliki pasangan hidup memiliki beban hidup yang lebih
besar dibandingkan dengan pasien yang memiliki pasangan. Karena beban hidup
dan pikiran hanya tertumpu pada diri nya sendiri dan tidak dapat dibagi kepada
pasangan, walaupun ada kehadiran anggota keluarga lain seperti anak, hal demikian
tidak dapat disamakan dengan pendamping hidup.
(Berkman, 2010) melakukan penelitian terhadap 7000 penduduk Alamanda
Country di Amerika Serikat, beliau ingin mengetahui hubungan antara ikatan batin
yang kuat dengan angka harapan hidup. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang
yang paling terisolasi memiliki angka kematian 3x lebih besar dibandingkan orang-
56
orang yang memiliki hubungan bathin yang kuat. Penelitian ini paling tidak
memperkuat penegasan bahwa hubungan yang baik memiliki peran penting dalam
meningkatkan kualitas hidup dan semua diawali dengan ikatan hubungan individu
dengan orang terdekat seperti pasangan hidup.
Penelitian yang dilakukan oleh Nawi Ng, dkk di Purworejo Jawa Tengah pada
tahun 2010, mendapatkan hasil bahwa seseorang, tidak menikah / janda / duda,
berhubungan kualitas hidup dan status kesehatan yang rendah dibandingkan dengan
responden yang menikah.
Wills (1994) dalam (Handayani 2012) menyatakan dukungan sosial yang berasal
dari keluarga membuat pasien khusus pasien gagal ginjal kronis yang menjalani
terapi hemodialisa merasakan kenyamanan, perhatian, penghargaan dan bisa
menerima kondisinya. Masih dalam konteks yang sama dijelaskan bahwa
manfaat tersedianya dukungan social dan personal dari pasangan hidup
menunjukkan kemungkinan terjadinya proses penyembuhan dari penyakit yang
lebih cepat sembuh dengan demikian kualitas hidup pasien tersebut juga dapat
meningkat. Seseorang dengan dukungan yang tinggi terutama dari pasangan
hidup akan lebih berhasil menghadapi dan mengatasi masalahnya dibanding
dengan yang tidak memiliki dukungan (Handayani, 2012).
Dari uraian diatas peneliti simpulkan bahwa type keluarga mempunyai pengaruh
terhadap derajat kualitas hidup pasien HD. Dimana terlihat secara significant
bahwa responden yang memiliki type keluarga single family 90 % mempunyai
kualitas yang kurang baik. Hal ini dimungkinkan bahwa penyebab dari
penurunan kualitas hidup karena tidak adanya dukungan personal dari
pendamping hidup yang merupakan orang terdekat responden.
57
Tidak adanya pasangan hidup memungkinkan adanya ketidakdinamisan terhadap
berjalannya fungsi-fungsi keluarga seperti fungsi afektif yang terdiri dari fungsi
a) Memelihara, saling asuh (mutual nurturance) Saling mengasuh, cinta kasih,
kehangatan, saling menerima, dan saling mendukung antar anggota, b)Hubungan
intim dan c) keseimbangan saling menghargai dan mendukung. Fungsi keluarga
lain yang mungkin terdampak adalah fungsi sosialisai, reproduksi dan juga
ekonomi.
Dukungan pasangan hidup juga dapat mempengaruhi kepuasan seseorang dalam
menjalani kehidupan sehari-hari termasuk kepuasan terhadap status
kesehatannya. Dukungan pasangan hidup juga berpengaruh penting dalam
pelaksanaan pengobatan berbagai jenis penyakit kronis termasuk pasien
hemodialisis, dimana dukungan pasangan hidup serta keluarga dapat
meningkatkan kualitas hidup pasien hemodialisa
B. Keterbatasan Peneliti
Dalam pembuatan riset penelitian ini, ada keterbatasan dalam penelitian, diantara
nya , pada saat pengambilan data kuesioner, peneliti juga meminta bantuan pada
keluarga untuk ikut mengisikan lembar kuesioner tentang kualitas hidup namun
harus sesuai dengan pendapat responden , sehingga kemungkinan ada beberapa
kuesioner yang terisi dengan kualitas hidup yang baik padahal jika dilihat dari segi
fisik terlihat kurang baik. Hasil kuesioner tetap valid karena jawaban subyektif
sesuai dengan pendapat responden.
58
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Dalam penelitian ini, kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut:
1. Pada penelitian ini jumlah responden terbanyak adalah laki-laki
(51,7%), berpendidikan tinggi (70,0%), dan bertype keluarga inti (58,3 %)
serta rata-rata telah menjalani hemodialisa selama 24-61 bulan.
2. Responden di Unit Hemodialisa RS. Haji Jakarta yang kualitas hidupnya baik
jumlahnya lebih banyak (70,0%).
3. Dari hasil uji statistic diperoleh nilai p = 0,001 (α = 0,05) maka dapat
disimpulkan ada perbedaan proporsi yang bermakna antara type keluarga
dengan kualitas hidup pasien yang menjalani hemodialisa di RS. Haji Jakarta.
Dengan kata lain Ho ditolak atau Ada hubungan antara antara tipe keluarga
dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis (GGK) yang menjalani
hemodialisis di Unit Hemodialisa Rumah Sakit Haji Jakarta.
4. Type keluarga yang terutama berpengaruh terhadap kualitas hidup pasien GGK
yang menjalani hemodialisa terutama type single family , dimana dari hasil uji
statistic didapati terdapat 90,0 % dari pasien HD yang mempunyai type
keluarga single family berkualitas hidup kurang baik.
59
5. Dari 3 variable confounding , hanya tingkat pendidikan yang mempunyai
pengaruh terhadap kualitas hidup pasien GGK yang menjalani HD, factor jenis
kelamin dan lama HD tidak mempunyai hubungan.
B. SARAN
1. Kepada Rumah Sakit
Rumah Sakit bekerja sama dengan diklat dan unit Hemodialisa lebih sering
mengadakan seminar umum untuk meningkatkan pemahaman mengenai
kesehatan ginjal, dan gaya hidup yang dapat mempengaruhi kesehatan ginjal
dalam rangka menurunkan angka kejadian gagal ginjal yang dapat
mempengaruhi kualitas hidup seseorang. Dan seminar mengenai pentingnya
dukungan keluarga terhadap anggota keluarga yang menjalani hemodialisa,
karena dukungan keluarga terutama pasangan hidup sangat penting demi
meningkatkan kualitsa hidup pasien hemodialisa.
2. Bagi perawat/petugas kesehatan
Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan secara professional hendak
nya mempertimbangkan karakteristik pasien dan type keluarga pasien, karena
setiap individu itu unik dan latar belakang keluarga sangat mempengaruhi
respon dan penerimaan pasien terhadap status kesehatan nya dan penerimaan
pasien terhadap asuhan keperawatan yang diterima nya.
3. Kepada Klien/Keluarga
Dalam upaya meningkatkan kualitas hidup bagi penderita gagal ginjal kronis ,
harus meyakini bahwa dukungan keluarga terutama pasangan hidup sangat
mutlak diperlukan selain ketaatan mengikuti therapy medis dan kedisiplinan
60
menjalani hemodialisa. Dengan demikian selalu memberi dukungan dan
support yang tidak berbatas dari keluarga dan pasangan hidup kepada penderita
GGK. Disiplin menjalani hemodialisa dan minum obat sesuai instruksi, serta
selalu berserah dan ikhtiar kepada yang Kuasa demi hidup yang berkualitas
dan bermartabat.
i
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, S. (2005). ―Sikap Manusia dan Pengukurannya‖ Jakarta: Pustaka Setia.
Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik Edisi Revisi VI, Jakarta : Rineka Cipta.
Andri,SpKJ, “Peran Perawat Ginjal dalam Mengoptimalkan Kualitas Hidup Pasien
Dialisis” Jakarta Nephrology Nursing Symposium 8 Juli 2012 di Hotel Ciputra, Jakarta.
Black, J.M. & Hawks, J.H. (2009). ―Medical-surgical nursing. Clinical management for positive outcomes.” 8th Edition. St. Louis. Missouri. Elsevier Saunders.
Brenner, B.M. (2004). Brenner & Rector’s “The Kidney”. 7th Edition. Philadelphia: Elsevier Saunders.
Burrows-Hudson, S., Prowant, B. (2005). American Nephrology Nurses Association Nephrology Nursing Standards of Practice and Guidelines for Care.
Berkman, L dalam Budi KH (2014)‖ Kala Tak Mampu Lagi Bicara‖ Jakarta: Adora
Media.
Cahyu, S (2011) Hubungan antara Adekuasi Hemodialisis dengan Kualitas Hidup Pasien Hemodialisis di RS Margono Sukarjo Purwokerto.‖tidak dipublikasikan
Doenges E, Marilynn, dkk. (1999). “Rencana Asuhan Keperawatan” : Pedoman Untuk Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC
Dewi, I.GA.PA. (2010). Hubungan Antara Quick of BloodlQb Dengan Adekuasi Hemodialisis Pada Pasien Yang Menjalani Terapi Hemodialisis Di Ruang HD BRSU Daerah Tabanan Bali. Tesis. Tidak dipublikasikan
Data Internal ICD code N189, EDP RS. Haji Jakarta).
Friedman, M. Marilyn, Bowden and Jones (2003).‖Keperawatan Keluarga” : Riset, Teori dan Praktik.Jakarta : EGC.
Farida, A. (2010). Pengalaman Klien Hemodialisis terhadap Kualitas Hidup di RS Fatmawati Jakarta. Tesis. Tidak dipublikasikan.
ii
Ferrans, C. & Powers, M. (1993). Quality of Life of Hemodialysis Patients. ANNA Journal, 20(5), 575-581. http://www.uic.edu/orgs/qli/htm
Hidayat. (2007). ―Metode Penelitian Kebidanan Teknik Analisis Data”, Salemba Medika, Jakarta.
Handayani dkk, (2012) ―Hubungan dukungan keluarga dengan kualitas hidup pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani therapy hemodialisa di RSUP Sanglah Denpasar‖ tidak dipublikasilan
Hastono, P.S. (2007). Analisa Data Kesehatan. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Buku tidak dipublikasikan.
Ibrahim, K. (2005). “Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Hemodialisis”. MKB, Vol. 37, No.3, Tahun 2005. http://www.mkb-online.org/
Istiqomah, N. (2009). Hubungan antara Dukungan Keluarga dan penerimaan pada Pasien Hemodialisis di Surabaya.http://adln.lib.unair.ac.id/go.php?
Jofre, et al. 2000. ―Quality of Life for Patients Groups, Kidney International Vol. 57,
P:S-121 - S130‖. Agustus 15, 2010. Http://www.proquest.umi.com
Long,BC. (1996). “Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan)” Jilid 3. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan.
Lameire. N dan Mehta, R.L. (2000). ―Complications of dialysis”. New York : Informa Health Care.
Levin et al. (2008). “Guidelines for the management chronic kidney disease”. Agustus 28, 2010. http://www.cmaj .ca/
Leung DKC. Psychosocial aspect in renal patients. Proceedings of the First Asian Chapter Meeting — ISPD. December 13 – 15, 2002, Hong Kong Peritoneal Dialysis International, Vol. 23 (2003), Supplement 2 http://www.cmaj .ca/
Mubarak. (2009) “Ilmu Keperawatan Komunitas”, Konsep dan Aplikasi, Salemba Medika
M u r p h y , B . et al., 2 0 0 0 . Australian WHOQL-100, WHOQL-BREF and CA-WHOQL INSTRUMENT; user manual and interpretation guide. D i a k s e s p a d a 1 4 M a r e t 2 0 1 4 ,
iii
< h t t p : / / w w w . p s y c h i a t r y . u n i m e l b . e d u . au / > .
Nursalam. (2008) ―Konsep dan Penerapan Metodology Penelitian Ilmu Keperawatan”, Jakarta : Salemba Medika.
Notoatmojo. S. (2002).” Metodologi penelitian kesehatan”. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Nursalam. (2006). ―Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Perkemihan”. Salemba Medika, Jakarta.
Nawi Ng, dalam E Sutikno (2011) ―Hubungan Fungsi Keluarga dengan Kualitas Hidup Lansia ―eprints.uns.ac.id/
Price & Wilson. (2006). ―Fisiologi Proses-proses Penyakit‖. Edisi empat. Buku kedua. Jakarta : EGC
Pernefri (2013)―6 th Annual Report of Indonesian Renal Registry‖, Perhimpunan
Nefrology Indonesia
Smeltzer, S.C., Bare,B.G., (2002). Brunner & Suddart’s“Textbook of Medical-Surgical Nursing”, Lippincott, Philadelphia.
Setiadi. (2007).‖ Konsep Dan Proses Keperawatan Keluarga”. Jakarta : GRAHA ILMU
Suryarinilsih TY,(2010) ―Hubungan Antara Dua Waktu Dialysis dengan Kualitas Hidup‖www. Digilub.ui.ac.id
Tisher & Wilcox. (1995). ―Nephrology Kidney Diseases handbooks”. 3rd edition. Baltimore.
www.usrds.org/atlas.aspx
www.who.int/mental_health/publications/whoqol/en/WHOQOL-BREF, Questionnaire, June 1997, Updated 1/10/2014 di akses tgl 20 Oktober 2014
www. depkes.go.id/download .php.keluarga.id
Young, S. (2009). A Nephrology Nursing Perspective. The Cannt Journal January-March 2009. Volume 19.http://www.proquest.umi.com/pqdweb?index
Zadeh, K.K., Koople, J.D., Block, G. (2001). Association among SF-36 Quality of Life Measures and Nutrition, Hospitalization, and Mortality in Hemodialysis. http://www.asnjournals.org
viii
LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN
Judul penelitian :
Hubungan antara Type Keluarga dengan Kualitas Hidup Pasien Hemodialisa di RS.Haji
Jakarta tahun 2015
Peneliti :
Nama : Nurbadriah, AMK
Status : Mahasiswa S1 Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Jakarta.
Peneliti memohon kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/Saudari untuk berpartisipasi menjadi
responden penelitian tersebut di atas. Sebelumnya peneliti akan menjelaskan tentang
penelitian sebagai berikut:
Tujuan :
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data mengenai Hubungan antara Type
Keluarga dengan Kualitas Hidup Pasien Hemodialisis di RS. Haji Jakarta.
Prosedur:
Kegiatan yang dilakukan selama penelitian adalah :
1. Mencatat usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan telah berapa lama
menjalani terapi hemodialisis
2. Mengisi kuesioner untuk mengetahui nilai kualitas hidup pasien hemodialisis
9
Manfaat bagi subyek penelitian :
Dengan berpartisipasi dalam penelitian ini Bapak/Ibu/Saudara/Saudari dapat mengetahui
Type keluarga yang bagaimana yang dapat meningkatkan kualitas hidup responden.
Kerahasiaan identitas/catatan penelitian :
Semua data yang didapat dari Bapak/Ibu/Saudara/Saudari akan dijamin kerahasiaannya,
dan alat pengumpulan data hanya diberi kode sebagai pengganti identitas
Bapak/Ibu/Saudara/Saudari.
Jakarta, February 2015
Peneliti
Nurbadriah, AMK
10
LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN
Judul penelitian :
Hubungan antara Type Keluarga dengan Kualitas Hidup Pasien Hemodialisa di RS. Haji
Jakarta tahun 2015.
Peneliti :
Nama : Nurbadriah, AMK
Status : Mahasiswa S1 Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Jakarta
Saya telah memahami tujuan, manfaat, prosedur, dan penjaminan kerahasiaan identitas
saya dalam penelitian ini. Oleh karena itu, tanpa adanya paksaan dari pihak lain saya
bersedia secara sukarela untuk menjadi responden dalam penelitian ini, serta mengikuti
semua proses yang dibutuhkan dalam penelitian ini.
Jakarta,…/……../2015
Responden
(………………………)
11
KUESIONER PENELITIAN KUALITAS HIDUP PASIEN HEMODIALISIS DI RS
HAJI JAKARTA
Isilah titik-titik yang tersedia di bawah ini A. Identitas Responden
Nama inisial : ……………………………………………………………….
Alamat : ………………………………………………………………
Usia :……………. Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki Perempuan
Pendidikan : SD SMP SMU Perguruan tinggi
Pekerjaan : Bekerja Tidak Bekerja
Status perkawinan : Menikah Tidak menikah Janda/Duda
Kedudukan di rumah sebagai :
Kepala keluarga/suami/ayah Istri/ibu
Anak Lain-lain (ponakan, sepupu, paman dll)
Tinggal serumah dengan :………………., ……………… ,……………….
……………….,………………..,…………….(bisa lebih )
Lama menjalani Hemodialisa :………tahun…….bulan
12
B. Kualitas hidup
Berikan tanda (√) pada salah satu jawaban yang menurut Bapak/Ibu/Saudara/Saudari paling
sesuai dengan kondisi yang dialami dalam 4 minggu terakhir.
No. Sangat setuju
Setuju Biasa saja Tidak setuju
Sangat tidak setuju
1. Menurut anda kualitas
hidup anda sangat baik.
2. Menurut anda, anda sangat
sehat.
3. Anda sulit beraktivitas
karena rasa sakit pada
tubuh anda
4. Anda harus minum obat
setiap hari agar dapat
beraktivitas dan terhindar
dari rasa sakit.
5. Anda senang dengan hidup
anda
6. Hidup anda sangat berarti.
7. Anda mampu
berkonsentrasi.
8. Secara umum, anda merasa
aman dalam kehidupan
anda sehari-hari.
9. Lingkungan tempat tinggal
anda sehat ,bersih, dan
dekat rumah sakit.
13
No. Sangat setuju
Setuju Biasa saja Tidak setuju
Sangat tidak setuju
10. Anda memiliki vitalitas
yang cukup untuk
beraktivitas sehari-hari.
11. Menurut anda tubuh anda
sehat dan menarik.
12. Anda memiliki cukup uang
untuk memenuhi
kebutuhan anda.
13. Anda dapat melihat atau
mendengar berita dari
media televisi atau
radio/Koran untuk
mendapatkan informasi
sehari-hari
14. Anda sering rekreasi atau
bersenang-senang
15. Anda memiliki
kemampuan yang baik
dalam bergaul.
16. Anda bisa tidur dengan
pulas .
17. Anda puas dengan
kemampuan anda dalam
aktivitas anda sehari-hari .
14
No. Sangat setuju
Setuju Biasa saja Tidak setuju
Sangat tidak setuju
18. Anda puas dengan
kemampuan anda dalam
bekerja.
19. Anda puas terhadap diri
anda.
20. Anda puas dengan
hubungan sosial anda.
21. Anda puas dengan
kehidupan seksual anda.
22. Anda puas dengan
dukungan yg anda peroleh
dari teman anda.
23. Kondisi tempat tinggal
anda baik dan layak .
24. Anda puas dengan anda
layanan kesehatan yang
anda dapatkan.
25. Anda puas dengan sarana
transportasi yang anda
dapatkan.
26. Anda sering merasa
kesepian, putus asa, cemas
dan depresi.