ILMU KOMUNIKASI PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS ...

205
TESIS PENGARUH PENERAPAN MODEL SIMULASI CISCO PACKET TRACER (CPT) TERHADAP CAPAIAN BELAJAR MATAKULIAH JARINGAN KOMPUTER DI KALANGAN MAHASISWA DI STKIP MUHAMMADIYAH BONE THE EFFECT OF THE APPLICATION OF THE CISCO PACKET TRACER (CPT) SIMULATION MODEL ON STUDENT’S LEARNING ACHIEVEMENT OF COMPUTER NETWORKING COURSE AT STKIP MUHAMMADIYAH BONE ARIF RIDHA ILMU KOMUNIKASI PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2017

Transcript of ILMU KOMUNIKASI PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS ...

TESIS

PENGARUH PENERAPAN MODEL SIMULASI CISCO PACKET TRACER (CPT) TERHADAP CAPAIAN BELAJAR MATAKULIAH JARINGAN

KOMPUTER DI KALANGAN MAHASISWA DI STKIP MUHAMMADIYAH BONE

THE EFFECT OF THE APPLICATION OF THE CISCO PACKET TRACER (CPT) SIMULATION MODEL ON STUDENT’S LEARNING ACHIEVEMENT

OF COMPUTER NETWORKING COURSE AT STKIP MUHAMMADIYAH BONE

ARIF RIDHA

ILMU KOMUNIKASI

PROGRAM PASCASARJANA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR 2017

PENGARUH PENERAPAN MODEL SIMULASI CISCO PACKET TRACER (CPT) TERHADAP CAPAIAN BELAJAR MATAKULIAH JARINGAN KOMPUTER DI KALANGAN MAHASISWA

DI STKIP MUHAMMADIYAH BONE

THE EFFECT OF APPLICATION OF CISCO PACKET TRACER (CPT) SIMULATION MODEL ON STUDENT’S LEARNING ACHIEVEMENT

OF COMPUTER NETWORKING COURSE AT STKIP MUHAMMADIYAH BONE

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Magister

Program Studi

Ilmu Komunikasi

Disusun dan diajukan oleh:

ARIF RIDHA

Kepada

PROGRAM PASCASARJANA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2017

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

Bahwa yang bertandatangan di bawah ini:

Nama : ARIF RIDHA

Nomor Mahasiswa : P140A215025

Program Studi : llmu Komunikasi

Menyatakan dengan sebenamya bahwa tesis yang saya tulis ini

benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan

pengambilalihan.tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila dikemudian

hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebahagian atau keseluruhan

tesis ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas

perbuatan tersebut.

Makassar, 6 November 2017

v

PRAKATA

Tiada kata yang paling pantas diucapkan dari lidah yang tak

bertulang ini selain Alhamdulillah Wa Syukri Lillah kepada Sang Khaliq,

atas segala karunia dan Ridho-Nya, sehingga tesis dengan judul

“Pengaruh Penerapan Model Simulasi Cisco Packet Tracer (CPT)

Terhadap Capaian Belajar Matakuliah Jaringan Komputer di Kalangan

Mahasiswa di STKIP Muhammadiyah Bone” ini dapat terselesaikan.

Tesis ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan

memperoleh gelar Magister Ilmu Komunikasi (M.I.Kom.) dalam bidang

Ilmu Komunikasi konsentrasi Komunikasi Pendidikan pada program studi

Ilmu Komunikasi (ISIPOL) Universitas Hasanuddin Makassar.

Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa

hormat dan menghaturkan terima kasih yang setinggi-tingginya, kepada:

1. Ayahanda Drs. Ridwan K.,M.M. dan Ibunda tercinta Dra. Hj.

Hafidah S., Kakanda Nur Fatwa Ridha, S.Pd. dan Andi Asran

Burhanuddin, S.H., dan semua keluarga atas do’a, kesabaran,

serta ketekunan dalam memberikan motivasi kepada ananda dalam

menempuh pendidikan selama menempuh program pascasarjana.

2. Ibu Prof. DR. Dwia Aries Tina Pulubuhu, M.A. selaku Rektor

Universitas Hasanuddin Makassar beserta Civitas Akademika.

3. Bapak Prof. DR. H. Andi Alimuddin Unde, M.Si. selaku Dekan

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik beserta Civitas Akademika.

vi

4. Ketua Program Studi Pascasarjana Ilmu Komunikasi Bapak DR.

Muhammad Farid, M.Si yang sangat kooperatif.

5. Bapak Prof. H. Hafied Cangara, M.Sc., Ph.D. selaku pembimbing I

yang telah memberikan arahan, masukan, koreksi, dan saran sejak

proses konsultasi judul penelitian hingga ujian tutup.

6. Bapak Prof. H.M. Asfah Rahman, M.Ed., Ph.D. selaku pembimbing

II yang dengan sabar membimbing ananda dalam penyusunan

kerangka penelitian hingga selesai.

7. Seluruh Dosen program Pascasarja Ilmu Komunikasi terkhusus

Ayahanda DR. M. Iqbal Sultan, M.Si. yang telah memberikan

arahan serta menjadi pembimbing eksternal ananda dalam proses

penelitian.

8. Ketua STKIP Muhammadiyah Bone, Bapak DR. Muhammad Jufri

Rasyid, S.E., M.Si yang telah memberikan bantuan dana selama

ananda menempuh proses pendidikan strata 2.

9. Seluruh rekan-rekan dosen Civitas Akademika STKIP

Muhammadiyah Bone yang turut andil dalam memberi dukungan

kepada ananda selama proses pendidikan di pascasarjana

Universitas Hasanuddin.

10. Teman-teman mahasiswa dan seperjuangan Ilmu Komunikasi

Angkatan 2015, baik Reguler maupun Kominfo yang tak henti-

hentinya memberikan dorongan semangat untuk menyelesaikan

vii

Tesis ini. Terkhusus kakanda Ismail Sam Giu & kakanda Niatullah

atas didikan kerasnya selama mondok di Wesabbe.

11. Teman-teman dari Komunitas Motel, Dialektika, hingga Coffe Break

Mail, yang tak bisa disebutkan satu persatu.

12. Alumni DDI Mangkoso (FOSMADIM), DPK La Tenri Ruwa (UIN

Alauddin), dan Roma Club Indonesia (RCI) Makassar dan Bone

yang ikut serta dalam memberikan dukungan moril dan moral

kepada ananda selama kuliah. Kalian Luar Biasa!

13. The Special One, Andi Nurliana Moebri, S.Pd. yang tak lelah

memberikan motivasi dan dukungan untuk tidak putus asa dalam

melakukan penulisan karya ilmiah ini untuk segera diselesaikan.

14. Kepada semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat

penulis sebutkan satu persatu.

Dengan keterbatasan pengalaman, ilmu maupun pustaka yang ditinjau,

penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan dan

pengembangan lanjut agar benar-benar bermanfaat. Oleh sebab itu,

penulis sangat mengharapkan kritik dan saran agar tesis ini lebih baik

serta sebagai masukan bagi penulis untuk penelitian dan penulisan karya

ilmiah di masa yang akan datang.

Akhir kata, penulis berharap tesis ini memberikan manfaat bagi kita

semua terutama untuk pengembangan ilmu pengetahuan terkhusus di

bidang ilmu sosial kiranya dapat diimplementasikan dalam upaya

peningkatan dan pengembangan Sumber Daya Manusia yang lebih baik

viii

serta menjadi acuan di dalam proses komunikasi yang efektif dalam

bidang pendidikan. Semoga karya tulis ilmiah ini mampu menjadi inspirasi

kepada khalayak untuk melanjutkan riset-riset yang telah dimulai dan demi

kepentingan Ilmu Pengetahuan dan Sains.

Makassar, 6 Desember 2017

Arif Ridha

ABSTRAK

ARIF RIDHA. Pengaruh Penerapan Model Smulasf Crsco Packet Tracer

{OPT) terhadap Capaian Belajar Matakuliah Jaingan Komputer diKalangan Mafiasr'sura di STKIP Muhammadiyah Bone (dibimbing olehHafied Cangara dan M. Asfah Rahman).

Penelitian ini bertujuan mengetahui dan menganalisis seberapabesar pengaruh penerapan model simulasi berbantuan Crsco PacketTracer (CPT) terhadap capaian belajar mahasiswa dari aspek Nilai, Minat,dan Keterampilan Mahasiswa di Sekolah Tinggi Keguruan dan llmuPendidikan (STKIP) Muhammadiyah Bone.

Jenis penelitian yang digunakan adalah kuantitatif dengan modelpenelitian Percobaan Semu dengan konsep desarn kelompok kontrol prauji dan pasca uji. Populasi penelitian ini adalah seluruh mahasiswasemester lV (empat) di jurusan Teknologi Pendidikan di STKIPMuhammadiyah Bone, yang terdiri atas dua kelompok, yaitu kelompok I

dan ll. Teknik pengambilan data yang digunakan adalah teknik uji soaltes, kuesioner atau angket, dan Lembar observasi keterampilan, Teknikanalisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif, uji homogenitas,uji normalitas, ujivaliditas, uji reliabilitas, dan uji-T (beda).

Hasil analisis dan pembahasan menunjukkan tingkat pengaruhCPT dari nilai rata-rata yang diperoleh mahasiswa pada saat pra uji dikelas kontrol adalah 52,29 sementara di kelas eksperimen diperoleh51,14. Nilai rata-rata pasca uji tiap{iap kelas adalah 65,42 untuk kelaskontrol dan 7A,71 untuk kelas eksperimen. Pengujian secara statistikdengan hasil uji-T (beda) setelah perlakuan adalah sebesar 0,672 > 0,05.Dari aspek Minat, nilai rata-rata yang diperoleh mahasiswa pada kelaskontrol sebesar 52,2286 dan di kelas eksperimen rata-rata adalah61,4571. Pengujian secara statistik dengan hasil uji-T (beda) setelahmelihat minat mahasiswa adalah sebesar 52,2286 < 61,4571. Dari aspekKeterampilan, nilai rata-rata yang diperoleh mahasiswa pada kelaskantrol sebesar 2,8857 dan di kelas ekqpenmen rata-rata adalah 3,6286.Pengujian secara statistik dengan hasil uji-T (beda) setelah mellhatketerampilan mahasiswa adalah sebesar 2,8857 < 3,6286.

Kata kunci: capaian belajAr, fiacket tracer

ABSTRACT

ARIF RIDHA. The Effect of application of Crsco Packet Tracer GPf)simulation Model on sfudenfb Leaming Achievement of computerNetwo*ing Course at STKIP Muhammadiyah Bone, (supervised by HafiedCangara and M. Asfah Rahman).

The aim of this research is to analyze the effect of Gisco PacketTracer (CPT) assisted simulation model on course score, interest, and skillof the students of STKIP Muhammadiyah Bone.

This research type was quantitative and employed quasiexperiment non equivalent control group design. The population was allstudents of the fourth semester in the departement of EducationalTechnology in srKIP Muhammadiyah Bone, which consistedof twogroups, namely groups I and ll. Data were collected using test,questionnaire, and skill observation sheet and were suggested todescriptive analysis, homogeneity test, normality test, validity test,reliability test, and t-test.

The result shows the mean score of CPT influence obtained by thestudents at pretest in the control class is 52,29, and in experimental classis 51,14. The mean of class grade of the posttest is 65,42 forthe controlclass, and 70,71 and for the experimental class. The result of T-test(different) after treatment is 0,672 > 0,05. From the interest aspect, theaverage score obtained by the students in the control class is 52,2286 andin the experimental class is 61 ,4571. The result of Ttest (different) ofstudent interest is 52,2286 < 61 ,4571. From the aspect of skill, theaverage score obtained by the students in the control class is 2,8857 andin the experimental class the average is 3,6286. The result of T-test(different) for the student skill is 2,8857 < 3,6286.

Keywords: Learning Achievement, Cisco Packet Tracer

DAFTAR ISI

halaman

HALAMAN JUDUL i

HALAMAN PENGAJUAN ii

HALAMAN PERSETUJUAN iii

PERNYATAAN KEASLIAN iv

PRAKATA v

ABSTRAK ix

ABSTRACT x

DAFTAR ISI xi

DAFTAR TABEL xiv

DAFTAR GAMBAR xvi

BAB I. PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 11

C. Tujuan Penelitian 12

D. Manfaat Penelitian 13

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 15

A. Kajian Konsep 15

1. Komunikasi Pembelajaran 15

2. Media Pembelajaran 24

3. Pembelajaran Berbasis Komputer 35

v

4. Multimedia Pembelajaran 37

5. Pembelajaran Berbasis Computer Based Instruction (CBI) 44

6. Model Simulasi dalam Computer Based Instruction (CBI) 50

7. Cisco Packet Tracer (CPT) 61

B. Landasan Teori 63

1. Teori Difusi Inovasi 63

2. Teori Konstruktivisme 65

3. Teori Kognitif 67

C. Hasil Penelitian Relevan 69

D. Kerangka Pikir 74

E. Hipotesis 76

BAB III. METODE PENELITIAN 77

A. Jenis dan Desain Penelitian 77

B. Lokasi Penelitian 78

C. Eksperimentasi 78

D. Subjek Penelitian 82

E. Variabel Penelitian 83

F. Definisi Operasional Variabel 84

G. Instrumen Penelitian 85

H. Teknik Pengumpulan Data 90

I. Teknik Analisis Data 91

vi

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 99

A. Hasil Penelitian 99

1. Deskripsi Lokasi Penelitian 99

2. Pelaksanaan Penelitian 101

3. Eksperimentasi 103

4. Deskripsi Data Penelitian 121

5. Uji Pra-syarat Analisis 135

6. Uji Hipotesis 144

B. Pembahasan 162

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 183

A. Kesimpulan 183

B. Saran 185

Daftar Pustaka 186

Lampiran 190

vi

DAFTAR TABEL

nomor halaman

1 Klasifikasi Software Pembangun Multimedia 43

2 Alat dan Bahan 77

3 Daftar Skala Nilai (Rating Scale) 83

4 Daftar skala Likert (Rating Likert) 85

5 Daftar Skala Nilai (Rating Scale) 86

6 Tahapan Eksperimentasi Kelas Kontrol 104

7 Tahapan Eksperimentasi Kelas Eksperimen 111

8 Deskripsi Pretest Kontrol dan Eksperimen 122

9 Descriptive Statistic Pretest Kontrol 123

10 Descriptive Statistic Pretest Eksperimen 123

11 Deskripsi Posttest Kontrol dan Eksperimen 124

12 Descriptive Statistic Posttest Kontrol 125

13 Descriptive Statistic Posttest Eksperimen 125

14 Crosstabulation Nilai 126

15 Descriptive Statistic Minat Kontrol 128

16 Crosstabulation Minat 129

17 Descriptive Statistic Keterampilan Kontrol dan Eksperimen 133

18 Crosstabulation Keterampilan 133

19 Uji Homogenitas Pretest Kelas Kontrol dan Eksperimen 137

20 Uji Homogenitas Posttest Kelas Kontrol dan Eksperimen 138

vii

21 Uji Homogenitas Keterampilan Kelas Kontrol dan Eksperimen 140

22 One Sample Kolmogorov-Smirnov Test 143

23 Uji Validitas Minat Kelas Kontrol 146

24 Uji Reliabilitas Minat Kelas Kontrol 148

25 Uji Validitas Minat Kelas Eksperimen 150

26 Uji Reliabilitas Minat Kelas Eksperimen 151

27 Group Statistic Nilai Pretest 153

28 Independent Sample Test Nilai Pretest 154

29 Group Statistic Nilai Posttest 155

30 Independent sample Test Nilai Posttest 156

31 Group Statistic Minat Belajar 157

32 Independent Sample Test Minat Belajar 159

33 Group Statistic Keterampilan Belajar 160

34 Independent Sample Test Nilai Keterampilan 161

vi

DAFTAR GAMBAR

nomor halaman

1 Prosedur Pengembangan Program Multimedia Interaktif

Untuk Pembelajaran 42

2 Model Komunikasi Shannon – Weaver 45

3 Model Komunikasi Schramm 46

4 Pola Instruksional dibantu Media 47

5 Analisis Pengalaman Edgar Dale 48

6 Tampilan Awal Program Cisco Packet Tracer 61

7 Bagan Kerangka Pikir 73

8 Tampilan Awal CPT 78

9 Tampilan Awal CPT versi Siswa 78

10 Tampilan Halaman Utama (worksheet) 79

11 Lokasi Koordinat Penelitian 100

12 Grafik Frekuensi Posttest 127

13 Grafik Frekuensi Minat 131

14 Grafik Frekuensi Keterampilan 135

15 Grafik Normalitas 142

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Teknologi seiring perkembangannya telah menjadi sebuah momok

yang tak dapat dipungkiri keberadaannya. Di dalam kehidupan manusia,

komputer telah menjadi bagian di dalamnya, sehingga banyak orang

meyakini bahwa komputer memegang peran vital atas apa yang telah

dicapai peradaban dunia saat ini. Perkembangan yang sangat pesat ini

perlu diimbangi dengan pengetahuan dan pemahaman tentang komputer

dan penggunaannya. Hal ini dikarenakan kebutuhan sebuah komputer

akan terus berubah seiring perubahan teknologi lainnya.

Dengan teknologi komputer, masyarakat dapat dengan mudah

mengakses informasi dari seluruh dunia. Mulai dari berita lokal, laporan

cuaca, berita olahraga, jadwal penerbangan, direktori telepon, peta,

lowongan kerja, tagihan, dan materi-materi pembelajaran di bidang

pendidikan (Faisal, 2012).

Dunia pendidikan dan teknologi layaknya dua mata pisau yang tak

dapat dipungkiri kehadiran dan perannya di era informasi saat ini,

sehingga muncul istilah “Teknologi Pendidikan” dimana di dalamnya

terjadi konvergensi antara teknologi dan pendidikan. Perkembangan dunia

pendidikan dan pembelajaran dewasa ini semakin pesat seiring dengan

2

perkembangan budaya manusia dalam menghasilkan cipta, rasa, karsa,

rupa, dan rekayasa teknologi. Hasil dari perkembangan tersebut

dipastikan melahirkan Model produk-produk terbarukan sebagaimana

dalam dunia pendidikan dan pembelajaran yang lebih sering dikenal

dengan istilah Inovasi Pendidikan.

Dalam perkembangannya Inovasi Pendidikan sangat populer

dengan istilah Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), Teknologi

Komunikasi, dan masih banyak lagi istilahnya yang telah masuk ke rana

pendidikan namun tetap pada jalur dan substansi utamanya.

Dalam realitasnya pendidikan tak dapat berjalan tanpa campur

tangan teknologi karena dalam penyampaian informasi/pesan

pembelajaran yang menganut konsep komunikasi Source-Message-

Channel-Receiver (SMCR) oleh David K.Berlo. mesti melibatkan media

sebagai teknologi baik sebahagian maupun secara keseluruhan. Itulah

mengapa kedua komponen tersebut tak dapat dipisahkan satu sama lain.

Secara alami, perubahan selalu terjadi pada setiap sistem akibat

pengaruh faktor internal maupun faktor eksternal. Dalam kajian-kajian ilmu

sosial perubahan merupakan faktor yang sangat menonjol dan menjadi

ukuran dinamika sistem sosial itu sendiri. Melalui perubahan terjadilah

pergeseran, penambahan, pengurangan, penggantian, dan tentunya

pengembangan yang selanjutnya dapat membentuk suatu sistem sosial

yang baru (Abdulhak & Darmawan, 2013).

3

Hal tersebut juga terjadi pula dalam sistem pendidikan. Perubahan

sistem pendidikan dan pembelajaran terjadi akibat adanya pergeseran

paradigma yang dilandasi oleh perubahan filsafat yang menjadi acuan.

Gejala ini tergambar dari pergeseran paradigma pendidikan modern yang

dilandasi oleh filsafat pada masa itu ke arah paradigma post-modern.

Pergeseran paradigma ini terjadi akibat dari adanya koreksi, perubahan,

dan kajian-kajian baru yang mempengaruhi konsep dan praksis pada

sistem dan pola pendidikan.

Pergeseran paradigma pendidikan (pembelajaran) akibat pengaruh

perubahan pola pikir filsafat tersebut yang menunjukkan adanya dua

paradigma pendidikan, yaitu paradigma lama dan paradigma baru. Kedua

paradigma tersebut memiliki perbedaan karakteristik, baik secara teoritik

maupun dalam praksisnya. Paradigma lama dipahami sebagai

penyelenggaraan pendidikan (pembelajaran) untuk mendewasakan anak

didik yang belum dewasa untuk mencapai tujuan pendidikan yang harus

dicapainya meliputi proses dan penetapan hasil pendidikan.

Pendidikan (pembelajaran) dengan paradigma lama berasumsi

bahwa dengan mempelajari konsep-konsep abstrak yang sudah

dirumuskan oleh pendidik memudahkan peserta didik untuk memahami

dan menerapkannya dalam kehidupan baik dalam waktu dekat maupun

yang akan datang. Pengertian-pengertian abstrak seperti hukum dan dalil

yang disusun dalam rumus-rumus tertentu oleh pendidik dan diajarkan

kepada peserta didik, sehingga diduga mereka dengan mudah memahami

4

dan menerapkannya dalam realitas kehidupannya. Padahal dalam kondisi

yang nyata ditemukan adanya kesulitan peserta didik untuk memahami

konsep-konsep yang abstrak dan jauh dari realitas kehidupannya yang

kurang mendapatkan perhatian dan pemecahan lebih lanjut.

Dengan berpegang pada asumsi bahwa peserta didik sebagai

pihak penerima pengetahuan, maka pendidik melaksanakan pembelajaran

yang arahnya memberi pengetahuan sebanyak-banyaknya pada peserta

didik. Satu-satunya sumber pengetahuan berasal dari pendidik dan bahan

ajar yang digunakan. Pendidik banyak menggunakan metode

pembelajaran klasikal dan drill atau bahkan metode konvensional tatap

muka (face to face method) bahkan seringkali hanya memberikan catatan

di papan tulis atau rangkuman pelajaran yang difotocopy untuk peserta

didik.

Dengan asumsi bahwa peserta didik itu adalah sosok makhluk pasif

yang hanya mau belajar apabila ada stimulus, maka para pendidik

berupaya memberi sejumlah stimulus agar peserta didik memberikan

respons-respons dalam kegiatan pembelajarannya. Peserta didik

dikatakan belajar manakala ia mampu memberikan respons yang tepat

atas suatu stimulus yang diberikan pendidik. Berdasar pada respons-

respons dari peserta didik maka pendidik memberi sejumlah penguatan-

penguatan (reinforcements) dan pengayaan (reenrichment).

Proses pendidikan terutama proses pembelajaran dewasa ini sudah

bergeser kepada dominasi peran dari hasil adopsi dan inovasi kajian

5

komunikasi digital atau komunikasi bermedia dengan pemanfaatan

teknologi digital.

Inovasi dalam berbagai bentuk apapun khususnya dalam dunia

teknologi informasi dan komunikasi yang dimanfaatkan untuk kepentingan

peningkatan layanan dan kualitas pendidikan pasti akan bermuara dalam

kajian Teknologi Pendidikan dan Teknologi Pembelajaran. Jadi

komunikasi bermedia akan terus menjadi sumber inovasi dalam dunia

pendidikan sebagaimana banyak dijelaskan dalam salah satu buku

karangan La Rose (2001) tentang “Mozaik Communication”. Di mana

dalam buku tersebut diungkapkan bahwa media dalam komunikasi

memungkinkan untuk jadi awal ekspansi bidang garapan ilmu komunikasi

dalam ilmu-ilmu sains lainnya, bahkan dalam ilmu engineering, seni, dan

bahasa.

Pakar komunikasi Indonesia memberikan batasan tentang

komunikasi ini mengatakan bahwa komunikasi adalah suatu proses

penyampaian pesan pikiran dan atau perasaan kepada orang lain dengan

menggunakan simbol atau lambang sebagai media. Pendapat ini dilandasi

oleh keyakinan Carl I.Hovland bahwa komunikasi merupakan suatu

proses di mana seorang komunikator menyampaikan pesan perangsang

untuk mengubah tingkah laku orang lain (masyarakat) atau komunikan

melalui media. (Onong Uchayana,1986)

Berkat ekspansi bidang komunikasi terhadap dunia pendidikan

akhirnya ditemukan titik dimana keduanya memiliki relevansi baik dalam

6

proses maupun pemanfaatan media yang digunakan. Dalam dunia

pendidikan saat ini terdapat banyak pemanfaatan media yang digunakan

oleh pendidik (guru/dosen). Hampir di setiap elemen lembaga pendidikan

telah menggunakan media sebagai perangkat utama dalam pembelajaran.

Pemanfaatan media di lembaga pendidikan baik di tingkat Sekolah

Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas

(SMA) sederajat, hingga Perguruan Tinggi (PT) tak lepas dari ekspansi

Information and Communication Technologies (ICT) yang telah merambat

masuk dengan kecanggihan teknologinya. Sehingga tidak heran di

beberapa lembaga pendidikan telah banyak memanfaatkan sistem

pembelajaran berbasis multimedia, di mana perangkat komputer tidak

hanya digunakan dalam laboratorium komputer saja namun sudah

menjadi alat (tools) utama para pendidik (guru/dosen) dalam mengajar.

Tenaga pengajar, guru, mentor, dosen, dan pelatih merupakan

mediator utama dalam proses transformasi pembelajaran. Proses

pembelajaran tersebut dapat lebih dinamis dan akan mencapai sasaran

yang diinginkan jika ditambah alat bantu atau media lain, seperti media

audio-visual, cetak, projektor, film, permainan, simulasi (simulation) dan

lain sebagainya (Arsyad, 2013).

Media pembelajaran pada dasarnya memiliki fungsi sebagai

sumber belajar. Fungsi-fungsi yang lain merupakan pertimbangan pada

kajian ciri-ciri umum yang dimilikinya, bahasa yang dipakai menyampaikan

pesan dan dampak atau efek yang ditimbulkannya. Media pembelajaran

7

bisa berbentuk audio, Video, bahkan gabungan dari keduanya (AVA).

Implementasi dari pemanfaatan multimedia saat ini banyak dijumpai

seperti Laboratorium Bahasa, Komputer, dan ruang produksi audio video

pada lembaga-lembaga pendidikan.

Seiring berkembangnya zaman dan era globalisasi yang ditandai

dengan pesatnya produk dan pemanfaatan teknologi informasi, maka

konsepsi penyelenggaraan pembelajaran telah bergeser pada upaya

perwujudan pembelajaran yang modern.

Pada dasarnya, ciri modern di sini telah dicapai dalam

perkembangan dunia pendidikan dan pembelajaran dengan munculnya

software intellegence yang digabungkan dengan hardware intellegence

untuk melahirkan prosedur-prosedur pemecahan masalah (problem

solving) tersebut dewasa ini di antaranya telah ditemukan inovasi dalam

model pembelajaran berbasis Computer Based Instruction (CBI).

Kegiatan pembelajaran (instructional) dengan bantuan komputer

atau lebih dikenal sebagai Computer Based Instruction (CBI) merupakan

istilah umum untuk segala kegiatan belajar yang menggunakan komputer,

baik sebahagian maupun secara keseluruhan. Dewasa ini, CBI telah

berkembang menjadi berbagai model dimulai dari CAI (Computer Assisted

Instruction), kemudian mengalami perbaikan menjadi ICAI (Intellegent

Computer Assisted Instruction), dengan dasar orientasi aktivitas yang

berbeda muncul pula CAL (Computer Assisted Learning), CBL (Computer

8

Based Learning), CAPA (Computer Assisted Personalized Assigment),

dan ITS (Intelligent Tutoring System).

Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP)

Muhammadiyah Bone sebagai Perguruan Tinggi Swasta di bawah

naungan Organisasi Islam Muhammadiyah dengan kurikulum yang ada di

dalamnya serta sebagai kampus yang menghasilkan lulusan tenaga

pendidik (guru), maka diharapkan mampu mengimplementasikan dan

mengadopsi beberapa teknik dan jenis pembelajaran dalam mendukung

aktivitas perkuliahan secara modern.

Sebagai bentuk ekspansi komunikasi terhadap dunia pendidikan

dalam hal teknologi dan komunikasi pendidikan, maka Kampus STKIP

Muhammadiyah Bone sebenarnya terkena dampak tersebut karena

ditinjau dari sisi sarana dan prasarana telah layak dikatakan sebagai

pendukung paradigma baru dalam belajar mengajar yang bercirikan

pembelajaran modern.

Namun fakta di lapangan menunjukkan bahwa STKIP

Muhammadiyah Bone tidak sepenuhnya mengadopsi paradigma baru

tersebut dalam pembelajaran. Ini dibuktikan dengan tidak adanya metode

pembelajaran yang mampu mengakomodir cara belajar mahasiswa

dengan menggunakan salah satu dari model Computer Based Instruction

(CBI) berupa model pembelajaran simulasi.

Semakin dekat pengalaman belajar menyerupai kondisi

sebenarnya di mana peserta didik akan menggunakan atau

9

memperagakan pelajaran yang telah mereka dapat, semakin efektif dan

permanen pula pembelajaran tersebut. Benda asli dan tiruan dalam

pembelajaran sangat diharapkan pada Matakuliah yang sifatnya

membutuhkan pelatihan ataupun metode pembelajaran yang

mengutamakan keterampilan (skill) langsung seperti Matakuliah Sistem

Jaringan Komputer pada program studi Teknologi Pendidikan di Kampus

STKIP Muhammadiyah Bone.

Fakta di lapangan bahwa pada Matakuliah Sistem Jaringan

Komputer ini, mahasiswa tidak diberikan pengalaman tidak langsung

berupa simulasi, namun hanya berupa pembelajaran konvensional

dengan memanfaatkan dosen sebagai sumber belajar utama sehingga

mahasiswa hanya akan menghayal, memprediksi, serta bingung karena

tidak diberikan keterampilan walau hanya menggunakan benda tiruan atau

simulasi pelajaran.

Dalam Teori Kontruktivism dikatakan bahwa pengetahuan bersifat

subyektif, artinya pengetahuan dibentuk oleh pengalaman subyek. Artinya

pengetahuan manusia akan selalu bertambah sesuai dengan pengalaman

manusia itu sendiri sebagai subyek yang selalu berinteraksi dengan

lingkungannya. Barangkat dari hakikat kontruktivisme maka belajar

diartikan sebagai kegiatan aktif individu yang belajar untuk melakukan

interaksi dalam membangun makna terhadap pengalaman tersebut.

Sebuah studi yang relevan terkait fenomena ini pernah dilakukan

Annie L.E. Davis dan Lori J.Unruh Snyder di Purdue University dengan

10

judul “An Exploratory Study of Computer Based Instruction Utilizing

iFARM Modules in a Collage Introductory Agronomy Course”.

Penelitian ini menggambarkan sebuah kurikulum edukasi agronomi yang

dikembangkan untuk suatu pengenalan jurusan produksi hasil panen.

Modul iFARM diciptakan untuk menampilkan platform pengajaran yang

serupa dengan pengajaran agronomi. Modul ini dibuat karena terbatasnya

laboratorium pada musim semi dan cuaca buruk sehingga iFARM ini

dibuat terdiri dari 13 modul yang relevan sebagai alternatif guru untuk

memberikan pelajaran dan pengalaman siswa. Dari 226 mahasiswa, 79%

melaporkan bahwa modul berguna bagi pembelajaran mereka, sementara

21% berfikir bahwa modul tidak berkontribusi terhadap pembelajaran

selama kuliah. Terjadi perubahan skor rata-rata post-tes yang dilakukan

setelah musim gugur ke musim semi (d=0,83) efek. Studi ini

menyimpulkan pengalaman belajar lebih positif ketika menggunakan

iFARM module dalam pengajaran berbasis simulasi.

Penggunaan metode simulasi diharapkan mampu meningkatkan

efektifitas dan minat belajar mahasiswa yang merupakan bagian dari

sistem pendidikan. Raw input, instrumental input, dan environmental input

merupakan sistem yang saling berkaitan di mana masukan mentah (raw

input), masukan instrumental (instrumental input), dan masukan

lingkungan (environment input) akan mempengaruhi keberhasilan suatu

pendidikan (Tirtaraharja, 2000).

11

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka masalah pokok

yang akan diteliti adalah “Pengaruh Penerapan Model Simulasi Media

Cisco Packet Tracer (CPT) Terhadap Capaian Belajar Matakuliah

“Jaringan Komputer” di Kalangan Mahasiswa di STKIP Muhammadiyah

Bone”. Untuk lebih jelasnya, maka masalah dalam penelitian ini

dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh penerapan model pembelajaran media simulasi

menggunakan Cisco Packet Tracer (CPT) terhadap capaian belajar

pada matakuliah “Jaringan Komputer” di kalangan mahasiswa di

STKIP Muhammadiyah Bone ditinjau dari aspek Nilai Mahasiswa?

2. Bagaimana pengaruh penerapan model pembelajaran media simulasi

menggunakan Cisco Packet Tracer (CPT) terhadap capaian belajar

pada matakuliah “Jaringan Komputer” di kalangan mahasiswa di

STKIP Muhammadiyah Bone ditinjau dari aspek Minat Belajar

Mahasiswa?

3. Bagaimana pengaruh penerapan model pembelajaran media simulasi

menggunakan Cisco Packet Tracer (CPT) terhadap capaian belajar

pada matakuliah “Jaringan Komputer” di kalangan mahasiswa di

STKIP Muhammadiyah Bone ditinjau dari aspek Keterampilan Belajar

Mahasiswa?

12

4. Apakah terdapat pengaruh penerapan model pembelajaran media

simulasi menggunakan Cisco Packet Tracer (CPT) terhadap capaian

belajar pada matakuliah “Jaringan Komputer” di kalangan mahasiswa

di STKIP Muhammadiyah Bone?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian

yang akan dicapai adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis pengaruh penerapan model pembelajaran media

simulasi menggunakan Cisco Packet Tracer (CPT) terhadap capaian

belajar pada matakuliah “Jaringan Komputer” di kalangan mahasiswa

di STKIP Muhammadiyah Bone dinilai dari Hasil Belajar Mahasiswa.

2. Menganalisis pengaruh penerapan model pembelajaran media

simulasi menggunakan Cisco Packet Tracer (CPT) terhadap capaian

belajar pada matakuliah “Jaringan Komputer” di kalangan mahasiswa

di STKIP Muhammadiyah Bone dinilai dari Minat Belajar Mahasiswa.

3. Menganalisis pengaruh penerapan model pembelajaran media

simulasi menggunakan Cisco Packet Tracer (CPT) terhadap capaian

belajar pada matakuliah “Jaringan Komputer” di kalangan mahasiswa

di STKIP Muhammadiyah Bone dinilai dari Keterampilan Mahasiswa.

13

4. Mengetahui adanya pengaruh penerapan model pembelajaran media

simulasi menggunakan Cisco Packet Tracer (CPT) terhadap capaian

belajar pada matakuliah “Jaringan Komputer” di kalangan mahasiswa

di STKIP Muhammadiyah Bone.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagi Dosen

a) Sebagai referensi dosen dalam menentukan model pembelajaran

yang tepat dan menarik sesuai dengan materi mata kuliah

sehingga tujuan pembelajaran tercapai.

b) Meningkatkan kemampuan dosen dalam mengembangkan

media pembelajaran Jaringan Komputer.

c) Mengatasi berbagai kendala yang sering dihadapi oleh dosen

dalam pembelajaran Jaringan Komputer.

2. Bagi Mahasiswa

a) Mendapatkan kemudahan dalam belajar dan memahami

materi matakuliah Jaringan Komputer dengan menerapkan model

pembelajaran simulasi berbasis Cisco Packet Tracer (CPT).

b) Meningkatkan hasil belajar mahasiswa pada matakuliah Jaringan

Komputer.

c) Menghilangkan rasa jenuh dan bosan, menjadikan mahasiswa

14

lebih tertarik, senang, termotivasi, dan aktif dalam pembelajaran

Jaringan Komputer.

d) Mampu menerapkan dan mengimplementasikan materi

pembelajaran Jaringan Komputer secara tidak langsung.

3. Bagi Peneliti

a) Menerapkan ilmu yang telah diterima di bangku kuliah

khususnya yang berkaitan dengan Jaringan Komputer.

b) Memperoleh pengalaman langsung dalam menerapkan

model pembelajaran simulasi berbasis Cisco Packet Tracer

(CPT) pada mata kuliah Jaringan Komputer.

c) Memperoleh bekal tambahan sebagai mahasiswa dan calon

dosen sehingga siap melaksanakan tugas di lapangan.

4. Bagi Perguruan Tinggi

Hasil penelitian ini akan memberikan masukan dalam meningkatkan

hasil belajar dan memberikan sumbangan dalam rangka perbaikan

pembelajaran khususnya pada mata kuliah Jaringan Komputer.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Konsep

1. Komunikasi Pembelajaran

a. Definisi Komunikasi dan Unsur Komunikasi

Komunikasi adalah proses penyampaian pesan dari seseorang

kepada orang lain dengan tujuan untuk memengaruhi pengetahuan atau

perilaku seseorang. Dari pengertian komunikasi yang sederhana ini, maka

kita bisa mengatakan bahwa suatu proses komunikasi tidak akan bisa

berlangsung tanpa didukung oleh unsur-unsur; pengirim (source), pesan

(message), saluran/media (channel), penerima (receiver), dan

akibat/pengaruh (effect). Unsur-unsur ini bisa juga disebut komponen atau

elemen komunikasi (Cangara, 2014).

Sebuah definisi singkat dibuat oleh Harold D.Laswell bahwa cara

yang tepat untuk menerangkan suatu tindakan komunikasi adalah

menjawab pertanyaan “Siapa yang menyampaikan, apa yang

disampaikan, melalui saluran apa, kepada siapa, dan apa pengaruhnya?”.

Lain halnya dengan Steven, justru mengajukan sebuah definisi

yang lebih luas, bahwa komunikasi terjadi kapan saja di mana suatu

organisme memberi reaksi terhadap suatu objek atau stimuli. Apakah itu

berasal sari seseorang atau lingkungan sekitarnya.

16

Sebuah definisi yang dibuat kelompok Sarjana Komunikasi yang

memfokuskan diri pada studi komunikasi antarmanusia (human

communication) bahwa:

Komunikasi adalah suatu transaksi, proses simbolik yang menghendaki orang-orang mengatur lingkungannya dengan (1) membangun hubungan antarsesama manusia; (2) melalui pertukaran informasi; (3) untuk menguatkan sikap dan tingkah laku orang lain; serta (4) berusaha mengubah sikap dan tingkah laku itu. (Book dalam Cangara: 2014)

Banyak faktor yang membuat definisi komunikasi yang didasarkan

pada bidang ilmunya masing-masing. Istilah komunikasi sering digunakan

oleh banyak disiplin yang berlain-lainan, sehingga dapat ditemukan

berbagai istilah, misalnya dalam ilmu pengetahuan teknik elektronika

komunikasi diartikan sebagai hubungan antara dua titik melalui

penggunaan alat-alat listrik (Achmad, 1990).

Secara etimologis, kata komunikasi berasal dari kata latin

Communis, yang merupakan dasar kata bahasa Inggris “Common” yang

berarti sama. Sama yang dimaksud di sini adalah sama makna. Dan

pendapat lain yang lebih jelas tentang pengertian sama, yakni membuat

kebersamaan atau membangun kebersamaan antara dua orang atau

lebih (Effendi: 1990).

Dalam berkomunikasi, tentu melalui proses komunikasi untuk

mencapai suatu tujuan yang diinginkan, menurut Effendy (2006) bahwa

proses komunikasi terbagi menjadi dua tahap, yakni secara primer dan

secara sekunder. Proses komunikasi secara primer adalah proses

17

penyampaian pikiran dan atau perasaan seseorang kepada orang lain

dengan menggunakan lambang (symbol) sebagai media. Dan secara

sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada

orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua,

setelah memakai lambang sebagai media pertama.

Dari kata tersebut berkembang menjadi Communicatus (bahasa

latin), dalam bahasa Inggris “Communication” yang berarti perhubungan.

Menurut Bernard Berekson dan Steiner (dalam Sandjaja 1998),

Communication is the transmission of the information, yang dimaksud

dengan komunikasi adalah suatu proses pembentukan, penyampaian,

penerimaan dan pengelolaan pesan yang terjadi dalam diri seseorang

atau dua orang atau lebih dengan tujuan tertentu.

Untuk lebih menjelaskan pengertian komunikasi dapat dilihat dari

ciri pokok terjadinya proses komunikasi yakni adanya maksud untuk

memberikan sesuatu, dan oleh sebab itu proses ini menciptakan pesan

untuk dapat mengirim pemberitahuan yang dimaksud yang dari pihak

penerima dipandang sebagai (salah satu) sumber informasi (pesan)

dan adanya sesuatu yang datang pada pengetahuan.

Setelah menyimak beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan

bahwa secara esensial komunikasi adalah proses penyampaian pesan

oleh seseorang (Komunikator) yang dapat memberi pengaruh terhadap

orang yang terlibat di dalamnya atau penerima pesan (Komunikan), baik

menggunakan bahasa verbal maupun non-verbal. Kesuksesan komunikasi

18

terletak pada saling pengertian antara pihak pengirim (komunikator) dan

penerima informasi (komunikan) dapat saling memahami. Untuk

berlangsungnya proses komunikasi, maka pengirim pesan (komunikator)

baru dapat mengubah sikap, pendapat atau perilaku orang lain jika

komunikasi berlangsung komunikatif antara komunikator sebagai sumber

pesan dengan komunikan sebagai penerima pesan.

Berbicara tentang komunikasi sebagai suatu system, berarti

membicarakan unsur-unsur yang terkait dalam proses dimana komukiasi

berlangsung. Achmad (1992), menyatakan bahwa unsur-unsur pokok

komunikasi meliputi pengirim, penerima, bidang pengalaman, pesan-

pesan, saluran, gangguan, tanggapan balik, efek dan konteks.

Jika dicermati proses berlangsungnya komunikasi seperti yang

dikemukakan di atas, maka tersirat beberapa komponen. Oleh Cangara

(2000), dikatakan komunikasi antar manusia hanya bisa terjadi, jika ada

seseorang yang menyampaikan pesan kepada orang lain dengan tujuan

tertentu. Artinya, komunikasi hanya bisa terjadi kalau didukung oleh

adanya sumber, pesan, media, penerima dan efek. Komponen-komponen

tersebut secara singkat dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Sumber (Komunikator)

Sumber (komunikator), juga disebut sebagai pengirim pesan. Menurut

Anderson (1972) sumber adalah: The Source is the person who places

the message in the channel. Sumber (komunikator), dapat berupa

individu yang sedang bicara atau menulis, kelompok orang, organisasi

19

komunikasi: Surat kabar, radio, televisi dan sebagainya. Ketika sumber

(komunikator) menyampaikan pesan, sering sumber tersebut bertindak

menjadi penerima (komunikan) sebaliknya penerima menjadi sumber.

Sesuatu yang berkaitan atau melekat pada seorang sumber

(komunikator) adalah: (1) Pengetahuan, ide dan pengalaman-

pengalaman; (2) Sikap, kepercayaan dan nilai-nilai; (3) Kebutuhan,

keinginan dan tujuan-tujuan; (4) Kepentingan; (5) Kelompok dan pesan

kelompok; (6) kemampuan berkomunikasi serta persepsi dari elemen-

elemen lainnya.

Widjaya (1986) mengemukakan bahwa syarat-syarat yang perlu

dimiliki oleh seorang sumber (komunikator) adalah: (1) memiliki

kredibilitas yang tinggi terhadap pesan yang disampaikan; (2)

keterampilan berkomunikasi; (3) mempunyai pengetahuan yang luas;

(4) Sikap; (5) memiliki daya tarik, dalam arti ia memiliki kemampuan

untuk melakukan perubahan sikap, penambahan pengetahuan bagi diri

penerima pesan (komunikan).

Selanjutnya oleh Achmad (1992) dikatakan bahwa bila orang

berkomunikasi sudah mempunyai pengalaman hidup yang sama,

mereka memiliki kesempatan akan dapat berhubungan satu sama lain

dalam cara yang efektif. Akan tetapi, bila dalam keadaan pengalaman

hidup para peserta komunikasi itu berbeda, maka mereka mempunyai

peluang besar akan mungkin menemukan kesulitan dalam melakukan

interaksi atau dalam memahami satu sama lain. Jadi proses

20

komunikasi akan berlangsung baik jika antar sumber (komunikator)

dan penerima pesan (komunikan) terdapat pertautan kesamaan minat

dan kepentingan. Pertautan minat dan kepentingan ini akan terjadi jika

terdapat persamaan persepsi terhadap pesan antara sumber

(komunikator) dan penerima pesan (komunikan).

b. Pesan (message)

Pesan adalah seuatu yang disampaikan kepada seseorang. Pesan

merupakan susunan rangsangan-rangsangan yang ditempatkan oleh

sumber komunikator pada saluran (channel). Oleh Achmad (1992)

dikatakan, pesan adalah isi dari suatu tindakan komunikatif.

Selanjutnya dikatakan pula, pemberitahuan tercakup di dalam pesan, ia

adalah isi pesan. Pesan dapat berupa tanda atau lambang, antara

lain seperti kata-kata tertulis atau lisan, gambar, angka. Di samping itu

dapat juga dalam wujud mimik atau gerakan anggota tubuh seperti

anggukan kepala (isyarat setuju), menggeleng kepala (isyarat

menolak), melambaikan tangan (isyarat selamat jalan) dan sebagainya.

Dalam mengemas pesan persyaratan yang selayaknya diperhatikan

adalah: (1) pesan hendaknya dipersiapkan secara baik serta sesuai

dengan kebutuhan; (2) pesan harus menggunakan bahasa yang dapat

dipahami oleh komunikan; (3) pesan menarik minat dan kebutuhan

pribadi penerima pesan serta dapat menimbulkan kepuasan.

Pengertian yang diberikan oleh seseorang terhadap isi pesan adalah

bersifat individual dan situasional. Suatu pesan tertentu yang

21

dikirimkan oleh seorang komunikator yang diterima oleh dua

komunikan dapat diinterpresikan secara berbeda. Hal ini

dilatarbelakangi oleh beberapa faktor, antara lain: Pengetahuan,

pengalaman, kepentingan, kemampuan berkomunikasi dan lain

sebagainya.

c. Saluran (Channel)

Saluran adalah sesuatu yang menjadi medium atau alat dalam

pengiriman atau penyampaian pesan dari sumber pesan ke penerima

pesan. Oleh Andersen (1972) dikatakan; The Channel is the medium

in which the message exist. Saluran dapat berbentuk fisik atau hal-hal

yang dapat mempengaruhi mekanisme penginderaan penerima pesan

(komunikan). Segala sesuatu yang dapat mempengaruhi indera

penglihatan, penciuman, pendengaran, perabaan serta perasaan dapat

berfungsi sebagai medium komunikasi.

d. Penerima Pesan (Komunikan)

Penerima pesan (komunikan) adalah seseorang atau kelompok orang,

di samping itu dapat juga organisasi atau institusi yang menjadi objek

penerima pesan. Sekalipun penerima merupakan individu yang

menerima sesuatu pesan melalui saluran, tidaklah berarti sebagai

penerima yang pasif. Sumber hanya dapat mengemas suatu pesan dan

menempatkan dalam suatu saluran. Penerima pesan (komunikan)

harus aktif menarik pesan yang terdapat dalam saluran dan

memberikan pengertian serta memberi interpretasi. Dalam

22

berlangsungnya proses komunikasi penerima membawa

pengalamannya, prasangka, kebutuhan, kemauan serta keinginan-

keinginannya. Variabel–variabel ini turut berpengaruh serta membantu

penerima pesan dalam menentukan pengertian pesan yang ada atau

digunakan, serta respon-respon yang dilakukannya terhadap pesan

yang diterimanya. Dalam berbagai situasi, penerima memberikan

rangsangan yang mendasar terhadap sumber pesan (komunikator)

melalui proses tanggapan balik.

e. Efek atau hasil

Efek atau hasil adalah hal yang terjadi pada pihak penerima pesan

(komunikan). Hal ini merupakan perubahan yang dialami oleh

para komunikan. Tiap-tiap komunikasi mempunyai akibat atau hasil

yang ia mempunyai efek tertentu pada orang-orang yang menjadi

peserta dalam proses komunikasi, walaupun akibat tersebut tidak

selalu bisa kelihatan dengan segera, Achmad (1992). Efek atau

pengaruh yang terjadi dapat terlihat atau terwujud dalam bentuk

pengetahuan, sikap dan tingkah laku seseorang yang terlibat dalam

interaksi komunikasi tersebut.

Jika hal ini dikaitkan dengan komunikasi antar pribadi, maka

berhasilnya komunikasi terlihat apabila komunikasi antar pribadi dapat

memberikan konstribusi positif terhadap tujuan yang ingin dicapai.

Ketika seseorang sumber pesan (komunikator) dalam hal ini orang tua

menyampaikan pesan kepada anaknya selaku penerima pesan,

23

maka harapan yang muncul adalah anak selaku menerima pesan

mengalami perubahan pada pengetahuan atau pengalaman yang

dimilikinya.

b. Komunikasi dalam Proses Pembelajaran

Komunikasi dalam pendidikan (pembelajaran) prosesnya

berlangsung secara primer, yaitu proses penyampaian pikiran dan/atau

perasaan orang lain dengan menggunakan lambang seperti bahasa, kias,

isyarat, gambar, warna, dan lain sebagainya secara langsung mampu

menerjemahkan pikiran dan/atau perasaan komunikator kepada

komunikan. Komunikasi yang terjadi antara Kepala Sekolah dengan guru,

guru mengajar di kelas, kesemuanya itu dilakukan secara langsung

dengan media primer bahasa.

Komunikasi sekunder skalanya masih kecil daripada proses

komunikasi primer. Contoh dari komunikasi sekunder yang berlangsung di

sekolah adalah pengumuman tertulis, melaksanakan tugas baca buku,

pembuatan surat dan sebagainya. Komunikasi sekunder yang terlaksana

tersebut masih sebatas pada penggunaan media tulis dengan feedback

yang tertunda.

Adanya perkembangan teknologi saat ini seperti penggunaan

telepon, komputer multimedia, Internet, mesin faximile, dan sarana sudio-

visual lain untuk pembelajaran, komunikasi yang berlangsung dalam

konteks pembelajaran pun semakin canggih. Penggunaan komunikasi

sekunder yang tadinya hanya memungkinkan feedback tertunda,

24

sekarang dapat menerima umpan balik tersebut secara langsung

(interaktif).

Proses belajar mengajar pada hakikatnya adalah proses komunikasi.

Pada komunikasi pembelajaran guru berperan sebagai pengantar pesan

dan siswa sebagai penerima pesan. Pesan yang dikirimkan oleh guru

berupa isi/materi pelajaran yang dituangkan ke dalam simbol-simbol

komunikasi baik verbal (kata–kata dan tulisan)maupun nonverbal, proses

ini dinamakan encoding. Penafsiran simbol–simbol komunikasi tersebut

oleh siswa dinamakan decoding (Sanjaya, 2012).

Proses pembelajaran merupakan suatu bentuk komunikasi yaitu

komunikasi antara subyek didik dengan pendidik, antara mahasiswa

dengan dosen, antara siswa dengan guru. Di dalam komunikasi tersebut

terdapat pembentukan (transform) dan pengalihan (transfer)

pengetahuan, keterampilan ataupun sikap dan nilai dari komunikator

(pendidik, dosen, guru) kepada komunikan (subyek didik, mahasiswa,

siswa) sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

2. Media Pembelajaran

a. Definisi Media Pembelajaran

Kata media berasal dari bahasa latin medius yang secara harfiah

berarti ’tengah’, ’perantara’, atau ’pengantar’. Secara lebih khusus,

pengertian media dalam proses belajar mengajar cenderung diartikan

sebagai alat-alat grafis, fotografis, atau elektronik untuk menangkap,

memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal. AECT

25

(Association of Education and Communication Technology) memberi

batasan tentang media sebagai segala bentuk dan saluran yang

digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi. Disamping

sebagai sistem penyampai atau pengantar, media yang sering diganti

dengan kata mediator, dengan istilah mediator media menunjukkan fungsi

atau perannya, yaitu mengatur hubungan yang efektif antara dua pihak

utama dalam proses belajar, yaitu siswa dan isi pelajaran.

Media pembelajaran secara umum adalah alat bantu proses belajar

mengajar. Segala sesuatu yang dapat dipergunakan untuk merangsang

pikiran, perasaan, perhatian, dan kemampuan dan/atau keterampilan

(psikomotor) pebelajar sehingga dapat mendorong terjadinya proses

belajar. Batasan ini cukup luas dan mendalam yang mencakup pengertian

sumber, lingkungan, manusia dan metode yang dimanfaatkan untuk

kepentingan tujuan pembelajaran.

Adapun menurut Briggs dalam Pananrangi (2013) Media

pembelajaran adalah sarana fisik untuk menyampaikan isi/materi

pembelajaran seperti buku, film, video, dan sebagainya. Sementara

menurut National Education Association (1969) mengungkapkan bahwa

Media Pembelajaran adalah sarana komunikasi dalam bentuk cetak

maupun audio-visual, termasuk perangkat keras.

Karena proses pembelajaran adalah merupakan proses komunikasi

dan berlangsung dalam suatu sistem, maka media pembelajaran

menempati posisi yang cukup penting sebagai salah satu komponen

26

sistem pembelajaran. Tanpa media, komunikasi tidak akan terjadi dan

proses pembelajaran sebagai proses komunikasi juga tidak akan bisa

berlangsung secara optimal.

Berdasarkan pemahaman tersebut, guru/dosen tidaklah dipahami

sebagai satu-satunya sumber belajar, tetapi dengan posisinya sebagai

penggiat, ia harus mampu merencana dan mencipta sumber-sumber

belajar yang kondusif. Inilah yang dimaksud dengan media pembelajaran.

Acapkali istilah kata media pembelajaran digunakan secara

bergantian dengan istilah alat bantu atau media komunikasi seperti yang

dikemukakan oleh Hamalik (1986) di mana ia melihat bahwa hubungan

komunikasi akan berjalan lancar dengan hasil yang maksimal apabila

menggunakan alat bantu yang disebut media komunikasi.

Menurut Anderson dalam Warsita (2008), Media dapat dibagi

dalam dua kategori, yaitu alat bantu pembelajaran (instructional aids) dan

media pembelajaran (instructional media). Alat bantu pembelajaran atau

alat untuk membantu guru (pendidik) dalam memperjelas materi (pesan)

yang akan disampaikan. Oleh karena itu alat bantu pembelajaran disebut

juga alat bantu mengajar (teaching aids). Misalnya OHP/OHT, film bingkai

(slide) foto, peta, poster, grafik, flip chart, model benda sebenarnya dan

sampai kepada lingkungan belajar yang dimanfaatkan untuk memperjelas

materi pembelajaran.

Sementara di lain sisi, menurut Gagne dan Briggs dalam Arsyad

(2013) bahwa secara implisit mengatakan media pembelajaran meliputi

27

alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi

pengajaran, yang terdiri dari antara lain buku, tape recorder, kaset, video

camera, video recorder, film, slide, foto, gambar, grafik, televisi, dan

komputer. Dengan kata lain media adalah komponen sumber belajar atau

wahana fisik yang mengandung materi instructional di lingkungan siswa

yang dapat merangsang siswa untuk belajar.

Berdasarkan uraian di atas, maka media pembelajaran dapat

dipahami sebagai “Segala sesuatu yang dapat menyampaikan dan

menyalurkan pesan dari sumber secara terencana sehingga tercipta

lingkungan belajar yang kondusif di mana penerimanya dapat melakukan

proses belajar secara efisien dan efektif” (Munadi:2008).

b. Manfaat Media Pembelajaran

Media memberi nuansa baru dalam pemerolehan informasi melalui

aktivitas membaca. Membaca dengan berbantukan media dapat

memberikan beberapa manfaat, yaitu menjadikan kegiatan membaca lebih

dinamis dengan memberi dimensi baru pada kata-kata. Dalam hal

penyampaian makna, kata-kata dalam aplikasi media maupun multimedia

bisa menjadi pemicu stimulus dan motivasi yang dapat digunakan untuk

belajar.

Hamalik dalam Arsyad (2010), mengemukakan bahwa pemakaian

media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat

membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi

dan rangsangan kegiatan belajar, dan membawa pengaruh-pengaruh

28

psikologis terhadap siswa. Penggunaan media pembelajaran pada

orientasi pembelajaran akan sangat membantu keaktifan proses

pembelajaran dan penyampaian pesan dan isi pelajaran pada saat itu.

Selain membangkitkan motivasi dan minat siswa, media pembelajaran

juga dapat membantu siswa meningkatkan pemahaman, menyajikan

data dengan menarik dan terpercaya. Selanjutnya menjelaskan betapa

pentingnya media pembelajaran karena media pembelajaran membawa

dan membangkitkan rasa senang dan gembira bagi siswa dan

memperbaharui semangat mereka, membantu memantapkan

pengetahuan pada benak para siswa serta menghidupkan pelajaran.

Levie & Lentsz dalam Sanaky (2009), mengemukakan empat fungsi

media pembelajaran, khususnya media visual, yaitu: Fungsi Atensi,

Fungsi Afektif, Fungsi Kognitif, Fungsi Kompensatoris. Fungsi atensi

media visual merupakan inti, yaitu menarik dan mengarahkan perhatian

siswa untuk berkonsentrasi kepada isi pelajaran yang berkaitan dengan

makna visual yang ditampilkan atau menyertai teks materi pelajaran.

Sering kali pada awal pelajaran peserta didik tidak tertarik dengan materi

pelajaran atau mata kuliah yang tidak disenangi oleh mereka sehingga

mereka tidak memperhatikan. Media visual yang diproyeksikan dapat

menenangkan dan mengarahkan perhatian mereka kepada matakuliah

yang akan mereka terima. Artinya materi yang diberikan akan

menimbulkan ketertarikan siswa. Dengan demikian, kemungkinan untuk

memperoleh dan mengingat isi materi perkuliahan semakin besar.

29

Fungsi afektif media visual dapat terlihat dari tingkat kenikmatan

peserta didik ketika belajar atau membaca teks yang bergambar. Gambar

atau lambang visual dapat menggugah emosi dan sikap siswa. Misalnya

informasi yang menyangkut masalah sosial atau ras. Fungsi kognitif

media visual terlihat dari lambang visual atau gambar memperlancar

pencapaian tujuan untuk memahami dan mengingat informasi atau pesan

yang terkandung dalam gambar.

Fungsi kompensatoris media pembelajaran terlihat dari hasil

penelitian bahwa media visual yang memberikan konteks untuk

memahami teks membantu siswa yang lemah dalam membaca untuk

mengorganisasikan informasi dalam teks dan mengingatnya kembali.

Dengan kata lain, media pembelajaran berfungsi untuk

mengakomodasikan siswa yang lemah dan lambat menerima dan

memahami isi pelajaran yang disajikan dengan teks atau disajikan secara

verbal.

Sudjana dan Rivai (1992), mengemukakan manfaat media

pembelajaran dalam proses belajar siswa yaitu:

1) Pembelajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga

dapat menumbuhkan motivasi belajar.

2) Bahan pembelajaran akan lebih jelas maknanya sehingga

dapat lebih dipahami oleh siswa sehingga memungkinkannya

menguasai dan mencapai tujuan pembelajaran.

3) Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-

30

mata komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru,

sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga,

apalagi bila guru mengajar pada setiap jam pelajaran.

4) Siswa dapat lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab

tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas

lain seperti mengamati, melakukan mendemonstrasikan,

memamerkan, dll.

Istilah multimedia yang digunakan dalam pendidikan saat ini

memberi gambaran terhadap suatu sistem komputer di mana semua

media; teks, grafik, audio/suara, animasi dan video berada dalam satu

model perangkat lunak yang menjelaskan atau menggambarkan satu

program pembelajaran.

Menurut beberapa pakar pendidikan, teknologi, dan psikologi,

pengembangan program multimedia untuk pembelajaran menekankan

pada syarat mudah digunakan, memenuhi keperluan mengembangkan

pengetahuan, meningkatkan keterampilan dan kreativitas, dan

menyediakan kemudahan interaktif serta memungkinkan adanya umpan

balik (feedback).

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Edwards, Williams dan

Roderick (1968) tentang penggunaan berbagai media dalam memulai

proses belajar, menunjukkan bahwa peserta didik dalam kelompok

eksperimen yang menggunakan media belajar yang terpadu memperoleh

hasil yang signifikan lebih baik 0,5 daripada peserta didik dalam kelompok

31

kontrol yang menggunakan media tradisional (buku teks) dalam hal

proses belajarnya.

Tidak diragukan lagi bahwa semua media itu perlu dalam

pembelajaran. Jika sampai hari ini masih ada guru yang belum

menggunakan media, itu hanya perlu satu hal yakni perubahan sikap.

Dalam memilih media pembelajaran, perlu disesuaikan dengan

kebutuhan, situasi dan kondisi masing-masing. Dengan kata lain, media

yang terbaik adalah media yang ada dan tersedia. Guru atau dosen

bertanggungjawab untuk mengembangkannya secara tepat dilihat dari isi,

penjelasan pesan, karakteristik siswa/mahasiswa untuk menentukan

media pembelajaran yang akan digunakan.

Adapun secara umum manfaat penggunaan media pembelajaran

dalam proses pemanfaatan media dalam bidang pendidikan dilihat dari

beberapa sudut pandang di antaranya: (1) Mempermudah proses belajar-

mengajar; (2) Meningkatkan efisiensi belajar-mengajar; (3) Menjaga

Relevansi dengan tujuan belajar; (4) Membantu konsentrasi peserta didik;

(5) Menurut Gagne sebagai komponen sumber belajar yang dapat

merangsang siswa untuk belajar; (6) Menurut Briggs sebagai Wahana fisik

yang mengandung materi instruksional; (7) Menurut Schramm sebagai

Teknologi pembawa informasi atau pesan instruksional; dan terakhir (8)

Menurut Y.Miarso sebagai segala sesuatu yang dapat merangsang proses

belajar peserta didik.

32

c. Macam-macam Media Pembelajaran

Ada berbagai cara dan sudut pandang untuk menggolongkan jenis

media sesuai dengan cirinya. Rudy Bretz dalam Muhammad Ali (2012)

membuat klasifikasi berdasarkan tiga ciri utama, yaitu: suara (audio),

bentuk (visual), dan gerak (motion). Atas dasar ini Brets membuat

delapan kelompok media yaitu:

a. Media Audio Motion Visual, yakni media yang mempunyai suara,

ada gerakan dan bentuk obyeknya dapat dilihat. Media semacam

ini paling lengkap. Jenis media termasuk kelompok ini adalah

televisi, video tape dan film bergerak.

b. Media Audio Still Visual, yakni media yang mempunyai suara,

obyeknya dapat dilihat, namun tidak ada gerakan. Contoh: film-

strip bersuara, slide bersuara atau rekaman televisi dengan

gambar tak bergerak (television still recording).

c. Media Audio Semi Motion, mempunyai suara dan gerakan namun

tidak dapat menampilkan suatu gerakan secara utuh. Contoh:

tele-writing atau teleboard.

d. Media Motion Visual, yakni media yang mempunyai gambar

obyek yang bergerak. Contoh: film (bergerak) bisu (tak bersuara).

e. Media Still Visual, yakni ada obyek namun tanpa ada gerakan.

Contoh: film strip, gambar, microform, atau halaman cetakan.

f. Media Semi Motion (semi gerak), yakni menggunakan garis dan

tulisan, seperti tele autograf.

33

g. Media Audio, hanya menanmpilkan suara (bunyi). Contoh: Radio,

Telepon, Audio Tape.

h. Media Cetakan, yaitu menampilkan simbol-simbol tertentu yaitu

huruf (simbol bunyi).

Media pembelajaran memiliki banyak jenis dan macam. Beberapa

media yang paling akrab dan hampir semua sekolah memanfaatkan adalah

media cetak (buku) dan papan tulis. Selain itu, banyak juga sekolah yang

telah memanfaatkan jenis media lain seperti gambar, model, overhead

projektor (OHP) dan obyek-obyek nyata. Sedangkan media lain seperti

kaset audio, video, VCD, slide (film bingkai), serta program pembelajaran

komputer yang semakin hari semakin dikembangkan. Semua media ini

diharapkan dapat membantu dalam proses pembelajaran agar tujuan

pembelajaran bisa tercapai dengan baik.

d. Fungsi Media

Fungsi utama media pembelajaran adalah sebagai alat

bantu mengajar yang turut mempengaruhi iklim, kondisi, dan lingkungan

belajar yang ditata dan diciptakan oleh guru. Penggunaan media

pengajaran pada tahap orientasi pengajaran akan sangat membantu

keefektifan proses pembelajaran dan penyampaian pesan dan isi

pelajaran pada saat itu. Di samping membangkitkan motivasi dan minat

peserta didik, media pembelajaran juga dapat membantu peserta didik

meningkatkan pemahaman, menyajikan data dengan menarik dan

34

terpercaya, memudahkan penafsiran data, dan memadatkan informasi.

Menurut Kemp dan Dayton dalam Kustandi dan Bambang, ada tiga

fungsi utama apabila media itu digunakan untuk perorangan, atau

kelompok, atau kelompok yang besar jumlahnya yaitu: (1) memotivasi

minat atau tindakan, (2) menyajikan informasi, dan (3) memberi instruksi.

Levie Lentz dalam Arsyad (2010) mengemukakan empat fungsi

media pembelajaran, yaitu:

a. Fungsi Atensi, yaitu: menarik perhatian peserta didik untuk

berkonsentrasi pada isi pelajaran yang ditampilkan.

b. Fungsi Afektif, yaitu: media dapat menggugah emosi dan sikap

peserta didik, dan peserta didik dapat menikmati pembelajaran.

c. Fungsi Kognitif, yaitu: media memperlancar pencapaian tujuan

untuk memahami dan mengingat informasi atau pesan yang

terkandung dalam gambar (media visual).

d. Fungsi Kompensatoris, yaitu: media mengakomodasi peserta

didik yang lemah dan lambat menerima dan memahami isi

pelajaran yang disajikan dengan teks/ secara verbal.

Dengan demikian dikatakan bahwa dalam proses pembelajaran

yang efektif dan efisien, teknologi media komputer, media konvensional,

dan media lainnya tak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Pelibatan alat

(media) dalam pembelajaran dianggap sesuatu yang harus dilakukan

dalam pelaksanaan pembelajaran sehingga pelibatannya menuntut

guru/dosen agar mampu membekali diri dengan keterampilan TIK.

35

3. Pembelajaran Berbasis Komputer (New Media)

Pembelajaran berbasis komputer merupakan cara-cara

memproduksi dan menyampaikan bahan pengajaran dengan

menggunakan perangkat yang bersumber pada mikroprocessor. Teknologi

berbasis komputer dibedakan dari teknologi lain karena menyimpan

informasi berbentuk digital (elektronis) bukannya sebagai bahan cetak

atau visual. Pada dasarnya pembelajaran berbasis komputer

menampilkan informasi kepada pembelajar melalui tayangan di layar

monitor. Berbagai jenis aplikasi komputer biasanya disebut “Computer

Based Instruction” (CBI).

Aplikasi teknologi komunikasi cenderung mengarah pada aspek

pengelolaan proses komunikasi, pemanfaatan media komunikasi baru,

serta sistem transformasi atau manajemen arus informasi. Kondisi yang

mengakibatkan terjadinya pemanfaatan teknologi dalam komunikasi ini

diasumsikan merupakan salah satu akibat dari adanya “Difusi Inovasi”.

Proses komunikasi melalui komputer tidak hanya menuntut kemampuan

membaca, tapi juga kemampuan mengetik. Hal tersebut menunjukkan

bahwa proses komunikasi dengan menggunakan komputer menuntut

keterampilan menggunakan media komunikasi komputer dari individu, baik

yang bertindak sebagai pengirim maupun penerima pesan.

Media komunikasi yang dimanfaatkan dalam proses komunikasi

pembelajaran diharapkan mampu membantu mengefektifkan proses

penyampaian pesan. Julia T. Wood dalam Darmawan (2015) menyatakan

36

“Teknologi komputer membolehkan orang mengirimkan dan menerima

informasi secara lebih cepat.”

Adapun ruang lingkup konsep pembelajaran berbasis komputer

(new media) mengarahkan pemahaman kita terhadap perangkat lunak

komputer (software) yang bisa dimanfaatkan dalam proses komunikasi.

Berdasarkan perkembangannya, komputer dijadikan media komunikasi

secara tidak langsung seiring dengan perkembangan generasi komputer

itu sendiri. Secara tidak sadar keterlibatan komputer dalam pembelajaran

telah lama berkembang dan menyatukan dunia dalam satu layar (www.)

Dalam lingkungan pendidikan dan pelatihan, media komunikasi ini

ditujukan untuk kepentingan penyampaian pesan pembelajaran dari

instruktur (guru/dosen) kepada peserta didik. Kadar interaksi antara

penerima dan sumber pesan dapat langsung dilakukan melalui komputer

multimedia ini, terutama di bawah bimbingan guru/dosen.

Linda Roehrig Knapp & Allen D.Glenn dalam Darmawan (2015)

mengatakan bahwa “Sebahagian besar pendidik menggunakan teknologi

komputer untuk mendukung pembelajarannya melalui berbagai model

komunikasi.” Hal tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran dengan

menggunakan media komputer dapat menyelesaikan permasalahan

dalam proses komunikasi dalam pembelajaran.

Dalam penyampaian materi pembelajaran, guru dibantu oleh media

komputer sebagai media komunikasi pembelajaran. Keterampilan siswa

dalam mengembangkan metode memahami isi materi pembelajaran,

37

kemampuan menyelesaikan masalah dengan sendirinya dilakukan melalui

program aplikasi komputer (software).

Selain itu dikemukakan pula bahwa aplikasi komputer pada

komunikasi ini ada dalam bentuk multimedia. Olehnya itu guru bisa

memadukan antara tulisan, gambar, dan pendengaran suara sehingga

penerima bisa memilih model penyampaian yang dianggap efektif.

Penggunaan komputer multimedia merupakan salah satu pemanfaatan

media komunikasi komputer yang akan membantu aktivitas belajar

peserta didik yang mungkin lebih siap daripada sebelumnya.

4. Multimedia Pembelajaran

Pada dekade 1960 komputer telah menghasilkan teks, suara, dan

grafik walaupun masih sangat sederhana sehingga bisa digunakan dalam

media pendidikan. Donal Bitzer sebagai bapak PLATO (Programmed

Logic for Automated Teaching Operations) mengembangkan

pembelajaran berbasis komputer yang dikenal dengan CAI (Computer

Assisted Instruction) pada tahun 1966 di University of Illinois at Urbana-

Champaign. Uji coba pembelajaran berbasis komputer pertama kali

dilakukan pada tahun 1976 di sekolah waterford elementary school. Sejak

saat itu pembelajaran berbasis komputer mulai dipublikasikan di sekolah-

sekolah umum.

Berbagai pemahaman terkait multimedia terus berkembang itu

seiring dengan perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK),

baik dari aspek software maupun hardware yang mendukungnya. Menurut

38

sudut pandang ahli media, sebelum berkembangnya dunia teknologi

informasi, multimedia dipandang hanya sebagai suatu pemanfaatan

”banyak” media yang digunakan dalam suatu proses interaksi

penyampaian pesan dari sumber kepada penerima pesan.

Seiring dengan perkembangan dunia TI, pemaknaan “multimedia”

ini semakin bergeser pada aspek pengintegrasian sistem dan jaringan

serta prosedur komunikasi dalam sebuah perangkat khusus, seperti

televisi, radio, komputer, notebook, netbook. Demikian juga dengan

perkembangan di bidang telekomunikasi, sistem jaringan menjadi lebih

memperkuat pemaknaan multimedia semakin modern, seperti adanya

revolusi dari kabel jaringan menjadi wireless (tanpa kabel) melalui

penggunaan fiber optic oleh industri telekomunikasi dewasa ini.

Dalam salah satu buku referensi Multimedia in the Classroom,

dijabarkan bahwa multimedia is the combination of the following elements:

text, colour, graphics, animation, audio and video. Menurut Rosch dalam

Darmawan (2015) multimedia dipandang sebagai suatu kombinasi antara

komputer dan video. Dalam konteks komunikasi Hofsteder dalam

Darmawan (2015) menyatakan bahwa multimedia merupakan gabungan

dari pemanfaatan komputer, link dan tool yang memungkinkan pengguna

melakukan navigasi, interaksi, kreasi, feedback, dan komunikasi.

Dalam konteks pembelajaran multimedia telah mampu memberikan

berbagai ciri dan prinsip sehingga sebuah pembelajaran dapat dikatakan

39

menggunakan multimedia, jika di dalamnya memiliki karakteristik sebagai

berikut:

a. Content Representation

b. Full Colour and High Resolution

c. Melalui media elektronik

d. Tipe-tipe pembelajaran bervariasi

e. Respons pembelajaran dan penguatan

f. Mengembangkan konsep Self Evaluation

g. Dapat digunakan secara klasikal dan mandiri

Dari karakteristik pembelajaran yang dapat disebut sebagai

pembelajaran multimedia, seorang pendidik dapat memandang bahwa

multimedia tersebut harus kaya akan proses interaktif. Oleh karenanya

makna dari multimedia di antaranya harus bercirikan:

a. Komunikasi dua arah (two way communication)

b. Aktivitas fisik dan mental

c. Feedback langsung

d. Drag and drop

e. Input Data

f. Mouse Klik, mouse enter, selection, masking, and drawing

Criswell dalam Munir (2015) mendefinisikan CAL (Computer Aided

Learning) sebagai penggunaan komputer dalam menyampaikan bahan

pengajaran dengan melibatkan peserta didik secara aktif serta

40

memberikan umpan balik. Pendek kata tujuan CAL ialah untuk mengajar.

Mengajar bermakna menyampaikan bahan pengajaran dengan melibatkan

program komputer.

Menurut Gagne & Briggs (1994) bahwa komputer menjadi populer

sebagai media proses belajar karena komputer memiliki keistimewaan

yang tidak dimiliki oleh media proses belajar yang lain sebelum zaman

komputerisasi. Di antara keistimewaan tersebut adalah:

a. Hubungan Interaktif: Komputer menyebabkan terwujudnya

hubungan antara stimulus dengan respon. Bahkan menurut

Dublin dalam Munir (2015) bahwa komputer dapat

meningkatkan minat dan menumbuhkan inspirasi.

b. Pengulangan: Komputer memberi fasilitas bagi user untuk

mengulang apabila diperlukan (repeating). Untuk memperkuat

proses belajar dan memperbaiki ingatan, maka pengulangan

amat diperlukan oleh peserta didik (Clements dalam Munir).

c. Feedback and Reinforcements: Media komputer membantu

peserta didik memperoleh umpan balik terhadap pelajaran

secara leluasa dan bisa memacu motivasi peserta didik dengan

penguatan positif yang diberi apabila peserta didik memberikan

jawaban.

Berbagai kajian telah dijalankan untuk mengukur kesan komputer

sebagai media proses belajar. Dari hasil kajian yang lalu ada yang

menyatakan bahwa CAL telah menunjukkan kesan positif terhadap proses

41

belajar dan ada juga yang menyatakan CAL menunjukkan kesan negatif.

Namun secara keseluruhan lebih banyak yang merespon dengan positif

penggunaan media komputer dibanding media tradisional (Wang dan

Sleeman, 1994).

Dari karakteristik dan pemaknaan di atas, dukungan media

elektronik memungkinkan media komputer, sehingga dalam konteks

pengembangan atau inovasi model-model pembelajaran mulai tahun 1988

sudah menunjukkan munculnya pemikiran-pemikiran mengenai

komputerisasi pembelajaran. Salah satunya mengenai apa yang disebut-

oleh Eleanor (1988) yang mendukung perwujudan dari konsep Teknologi

Pendidikan, yaitu dengan mulai mengenalkan apa yang disebut dengan

drill and practice dalam sebuah perjalanan. Kemudian berkembang

menjadi sebuah computer simulation untuk pembelajaran matematika.

Sejak itu berkembanglah berbagai prosedur pengembangan dan

penerapan prinsip multimedia dalam pembelajaran dengan berbantuan

komputer; seperti adanya istilah-istilah berikut:

CAI = Computer Assisted Instruction (USA)

CAL = Computer Assisted Learning (UK)

CBI = Computer Based Instruction

CBT = Computer Based Training/Test

CML = Computer Mediated Learning (E-Learning)

CBE = Computer Based Education

CAI = Computer Aided Instruction

42

CAL = Computer Aided Learning

CMI = Computer Management Instruction

CSRL = Computer Supported Resource Learning

Dari beberapa istilah tersebut, dalam kenyataannya semua pihak

pasti membutuhkan penerapan, terutama dalam konteks inovasi atau

revolusi pembelajaran. Dengan demikian, hal tersebut membutuhkan

prosedur mengembangkan multimedia interaktif.

Perhatikan bagan berikut yang menunjukkan prosedur

pengembangan program multimedia interaktif untuk pembelajaran:

Gambar 1. Prosedur pengembangan program multimedia Interaktif untuk pembelajaran

43

Dalam membangun multimedia interaktif ini dibutuhkan kejelian

dalam memilih software yang memiliki basis berbeda-beda. Seperti halnya

kelompok software berbasis bitmap, vector, dan Html, bahkan office

sekalipun, karena masing-masing memiliki keunggulan masing-masing.

Berikut adalah klasifikasi karakteristik masing-masing software

pembangun program multimedia interaktif.

Klasifikasi Software Pembangun Multimedia dapat dilihat dari tabel

berikut ini:

Tabel 1. Klasifikasi software pembangun multimedia

Karakteristik Berbasis Bitmap

(director, authoware)

Berbasis Vector

(macromedia,

swish)

Support X √

Video √ X

Animasi 2D √ √

Animasi 3D √ X

Image/Gambar √ X

Resolusi √ √

Kapasitas File √ √

Suara/Fx √ X

Database √ X

Interaktif √ √

44

Dalam perkembangannya, software-software yang lebih ringan dan

mudah untuk dipelajari dewasa ini semakin banyak dan dapat diunduh

dari situs-situs resmi. Dalam mengembangkan bahan ajar interaktif yang

sering dikenal dengan pembelajaran berbasis komputer, pandangan istilah

seperti CAI, CBI, dan istilah lainnya tiada lain adalah hasil dari inovasi.

5. Pembelajaran Berbasis Computer Based Instruction (CBI)

Pembelajaran interaktif berbasis instruksional komputer tidak

sekadar memindahkan teks dalam buku atau modul menjadi pembelajaran

interaktif, tetapi materi diseleksi yang betul-betul representatif untuk dibuat

pembelajaran interaktif. Misalnya, khusus untuk materi yang perlu terdapat

unsur animasi, video, simulasi, demonstrasi, dan games. Siswa tidak

hanya membaca teks, tetapi juga melihat animasi tentang sebuah proses

menyerupai proses yang sebenarnya, sehingga mempermudah

pemahaman dengan biaya yang relatif lebih rendah dibanding langsung

pada objek nyata.

Dalam mengkonfigurasi bagaimana pengajar dan peserta didik

mendapatkan akses ke pengetahuan dan informasi, teknologi baru

menantang (challenge) konsepsi konvensional mengenal bahan ajar dan

metode serta pendekatan belajar mengajar yang baru yang pada

hakikatnya proses belajar mengajar harus diciptakan dan diwujudkan

melalui kegiatan menyampaikan dan tukar menukar pesan atau informasi

oleh setiap tenaga pengajar kepada peserta didik sehingga terjadi proses

belajar (komunikasi).

45

Pemanfaatan media komputer berbasis instruksional ini

mengadopsi model komunikasi yang telah ada sebelumnya. Model proses

komunikasi pertama kali dikembangkan oleh Claude E.Shannon dan

Warren Weaver (1949), yang bisa digunakan untuk menganalisa situasi

instruksional seperti gambar berikut:

Gambar 2. Model komunikasi Shannon-Weaver

Secara pendekatan ilmu komunikasi maka model pembelajaran

yang bisa dikembangkan berdasarkan model komunikasi ini adalah

melalui Computer Based Instruction (CBI).

Untuk kebutuhan instruksional, arti sebuah pesan dan bagaimana

pesan itu diinterpretasekan merupakan faktor utama. Schramm (1954)

menggabungkan aspek teknis dalam komunikasi dengan perhatian utama

pada komunikasi, penerimaan, dan interpretasi simbol-simbol yang

bermakna yang merupakan jantung pembelajaran. Ia menekankan bahwa

46

terjadinya komunikasi bila adanya kesamaan kawasan antara pemberi

pesan kepada penerima pesan.

Gambar 3. Model komunikasi Schramm

Hasil dari pola adopsi Schramm ini menunjukkan bahwa proses

komunikasi ini layak digunakan pada pola pembelajaran instruksional di

mana komponen-komponen baru berupa peralatan yang dipergunakan

oleh guru/dosen sebagai sarana untuk membantu pelaksanaan kegiatan

pengajaran yang lebih dikenal dengan media pengajaran. Pola yang

memanfaatkan media pengajaran sebagai sumber-sumber belajar di

samping guru, dilukiskan dalam gambar berikut.

47

Gambar 4. Pola instruksional dibantu media

Sistem-sistem komputer yang dapat menyampaikan pembelajaran

secara langsung kepada para peserta didik melalui cara berinteraksi

dengan materi pelajaran yang diprogramkan ke dalam sistem. Hal inilah

yang disebut dengan Computer Assisted Instruction (CAI) yang

merupakan program yang populer pada era tahun 1960-an, yang

merupakan awal perkembangan komputer dan pemanfaatannya untuk

mengembangkan model belajar, khususnya model belajar terprogram.

Perkembangan teknologi komputer ini membawa banyak

perubahan pada sebuah program aplikasi seharusnya mampu membawa

perubahan dengan memanipulasi keadaan sesungguhnya. Penekanannya

terletak pada upaya yang berkesinambungan untuk memaksimalkan

aktivitas peserta didik dalam proses belajar mengajar sebagai interaksi

kognitif antar peserta didik, materi subjek, dan instruktur, serta

mendapatkan pengalaman belajar yang baru.

Kegiatan instruksional dengan berbantuan komputer atau lebih

dikenal sebagai Computer Based Instruction (CBI) merupakan istilah

umum untuk segala kegiatan belajar yang melibatkan dan menggunakan

komputer, baik secara sebahagian maupun secara keseluruhan. Dewasa

ini CBI telah berkembang menjadi beberapa nama model dimulai dari CAI

Tujuan

Penetapan Isi dan Metode

Guru

dengan

Media

S i s w a

48

(Computer Assisted Instruction), kemudian mengalami perubahan menjadi

ICAI (Intelligent Computer Assisted Instruction), dengan dasar orientasi

aktivitas yang berbeda, muncul pula CAL (Computer Assisted Learning),

kemudian CBL (Computer Based Learning), CAPA (Computer Assisted

Personalized Assigment), dan terakhir dengan nama ITS (Intelligent

Tutoring System).

Edgar Dale merupakan orang yang berjasa dalam pengembangan

teknologi pembelajaran modern dan perumusan awal dari definisinya.

Dale mengembangkan Kerucut Pengalaman (Cone Experience).

Gambar 5. Analisis pengalaman edgar dale

49

Kerucut ini menggambarkan analogi visual berdasarkan tingkat

kekonkretan dan keabstrakan metode mengajar dan bahan pembelajaran.

Tujuan kerucut ini untuk menggambarkan deretan pengalaman dari yang

Bersifat langsung ke pengalaman melalui simbol komunikasi. Dale

berkeyakinan bahwa simbol dan gagasan yang abstrak dapat lebih mudah

dipahami dan diserap oleh peserta didik manakala diberikan dalam bentuk

pegalaman yang konkret. Kerucut pengalaman Dale merupakan upaya

awal untuk memberi alasan tentang kaitan teori belajar dan komunikasi

audiovisual (Dale dalam Abdulhak).

Sejumlah studi mengenai efektivitas pemanfaatan komputer untuk

membantu proses pembelajaran (CBI) pernah dilakukan, di antaranya:

Suppes dan Star (1972), dalam salah satu studi, suatu sampel besar yang

terdiri dari kelas 1 sampai 6 di Mississippi diberikan latihan berhitung

selama 10 menit dengan menggunakan terminal komputer. Hasilnya 7 dari

7 perbandingan yang dibuat menunjukkan kelompok eksperimental (yang

menggunakan program CBI) memperoleh hasil yang lebih baik dari

kelompok yang tidak memakai komputer.

Dalam kajian model atau metode pembelajaran dengan

pemanfaatan komputer sebagai media baru dalam menyampaikan bahan

pengajaran khususnya dalam CBI menawarkan berbagai variasi

pembelajaran sesuai kajian teori dalam konsep pembelajaran berbantuan

komputer dalam CBI yakni:

50

a. Tipe pembelajaran Tutorial,

b. Tipe pembelajaran Simulasi (simulation),

c. Tipe pembelajaran Permainan/Games,

d. Tipe pembelajaran Latihan/Drills.

Adanya perkembangan teknologi membuat proses pembelajaran

ikut berubah secara drastis mulai dari bahan ajar yang bersifat Printed

Material hingga menjadi Learning Material. Produk TI dewasa ini membuat

peserta didik mampu belajar secara mandiri disebabkan karena

kebebasan memilih sumber dan media belajar dari kertas cetak menjadi

CD/DVD dan Flashdisk.

Dalam hal ini komputer tidak hanya dimaknai saja sebagai yang

harus dipelajari (Computer as Science), tetapi komputer sebagai alat

bantu mempelajari berbagai materi pelajaran (Computer as Tool). Dalam

sistem yang lebih kompleks, TI mengintegrasikan program komputer

berbasis jaringan internet yang melahirkan produk e-simulation, e-book, e-

learning, e-journal, e-dictionary, e-lab, dan sebagainya.

6. Model Simulasi dalam Computer Based Instruction (CBI)

Simulasi sebagai model pembelajaran, merupakan penerapan dari

prinsip Cybernetics dalam dunia pendidikan. Para ahli psikologi

sibernetika membuat analogi antara manusia dengan mesin dan

mengkonseptualisasikan pebelajar sebagai sistem umpan balik yang

mengatur dan mengontrol sendiri. Para ahli sibernetika ini menafsirkan

manusia sebagai sistem kendali yang mampu membangkitkan gerakan

51

dan mengendalikan sendiri melalui umpan balik. Hal ini didasarkan pada

asumsi bahwa perilaku manusia memiliki pola gerakan seperti berfikir,

berperilaku simbolik, dan berperilaku nyata. Dalam suatu situasi khusus,

individu memodifikasi perilakunya sesuai dengan umpan balik yang

diterima dari lingkungannya. Hal ini dimungkinkan karena kemampuan

gerakan sensoriknya menjadi dasar dari penerimaan umpan balik itu.

Bertolak dari prinsip tersebut, model simulasi diterapkan dalam

dunia pendidikan dengan tujuan untuk mengaktifkan kemampuan yang

dianalogikan dengan proses sibernetika itu. Proses simulasi ini dirancang

agar mendekati kenyataan di mana gerakan yang dianggap kompleks

sengaja dikontrol. Misalnya dalam hal proses simulasi itu dilakukan

dengan menggunakan proses simulator.

Model simulasi memiliki tahap sebagai berikut (Joyce dan Weil

dalam Munadi, 2008):

Tahap Pertama: Orientasi

a. Menyajikan berbagai topik simulasi dan konsep-konsep yang

akan diintegrasikan dalam proses simulasi.

b. Menjelaskan prinsip simulasi dan permainan.

c. Memberikan gambaran teknis secara umum tentang simulasi.

Tahap Kedua: Latihan bagi Peserta

a. Membuat skenario yang berisi aturan, peranan, langkah,

pencatatan bentuk keputusan yang dibuat, dan tujuan yang

akan dicapai.

52

b. Menugaskan para pemeran dalam simulasi.

c. Mencoba secara singkat suatu episode.

Tahap Ketiga: Proses Simulasi

a. Melaksanakan aktivitas permainan dan pengaturan kegiatan.

b. Memperoleh umpan balik dan evaluasi dari hasil pengamatan

terhadap performa si pemeran.

c. Menjernihkan hal-hal yang miskonsepsional.

d. Melanjutkan permainan/simulasi.

Tahap Keempat: Pemantapan/Debriefing

a. Memberikan ringkasan mengenai kejadian dan persepsi yang

ditimbulkan selama simulasi.

b. Memberikan ringkasan mengenai kesulitan dan wawasan para

peserta.

c. Menganalisis proses.

d. Membandingkan aktivitas simulasi dengan dunia nyata.

e. Menghubungkan proses simulasi dengan isi materi.

f. Menilai dan merancang kembali simulasi.

Model simulasi dalam Computer Based Instruction (CBI) pada

dasarnya merupakan salah satu strategi pembelajaran yang bertujuan

memberikan pengalaman belajar yang lebih konkret melalui penciptaan

tiruan-tiruan bentuk pengalaman yang mendekati suasana sebenarnya.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Lillie et. al dalam Darmawan (2015).

53

simulations differ from both simulasis and drill and practice programs in that the interactions of the learners are not responses to questions but rather decisions they make in a role-playing situation.

Model ini dapat merefleksikan perilaku belajar siswa khususnya dalam

melakukan tahapan information processing, mulai dari menerima,

mengolah, mentransformasikan dan memproduksi pesan-pesan baru yang

dikeluarkan dalam bentuk perilaku atau verbal. Kekuatan visual dalam

model simulasi ini cukup menonjol jika dibandingkan dengan model

pembelajaran CAI sebelumnya. Model simulasi ini terbagi kepada empat

(4) kategori model, yakni fisik, situasi, prosedur, dan proses di mana

masing-masing digunakan.

Simulasi yang dikutip dari wikipedia.com adalah suatu proses

peniruan dari sesuatu yang nyata beserta keadaan sekelilingnya (state of

affairs). Aksi melakukan simulasi ini secara umum menggambarkan sifat

dan karakteristik kunci dari kelakuan sistem fisik atau sistem yang abstrak.

Program simulasi dengan bantuan komputer mencoba untuk

menyamai proses dinamis yang terjadi di dunia nyata, misalnya siswa

menggunakan komputer untuk mensimulasikan menerbagkan pesawat

terbang, menjalankan usaha kecil, atau memanipulasi pengendalian

pembangkit listrik tenaga nuklir. Program ini berusaha memberikan

pengalaman masalah dunia nyata yang berhubungan dengan resiko

bangkrut, malapetaka nuklir, dan lain sebagainya.

Simulasi melibatkan para pemelajar menghadapi situasi kehidupan

nyata dalam versi diperkecil. Simulasi memungkinkan praktik realistik

54

tanpa harus mengeluarkan biaya dan resiko. Metode ini mungkin akan

melibatkan dialog peserta, manipulasi materi dan perlengkapan, atau

interaksi dengan komputer. Simulasi dapat digunakan untuk seluruh kelas

atau kelompok kecil yang bekerja sama. Aktivitas simulasi itu memberikan

pengalaman kepada para siswa yang mungkin saja mereka tidak

dapatkan di dunia nyata. Sebagai misal, seorang guru dapat memberi

tugas kepada siswa untuk membuat misi ke planet mars. Tiap siswa akan

mendapatkan kesempatan untuk berkontribusi bagi pembelajaran para

siswa lainnya. Dengan memberikan peran, jumlah material atau informasi

yang dikumpulkan bisa diperluas.

Selain sebagai permainan peran, simulasi bisa mewakili sesuatu

yang terlalu besar atau terlalu kompleks untuk ditampilkan dalam ruang

kelas. Semisal, ketimbang membawa seluruh mesin mobil ke dalam ruang

kelas, sesuatu yang sulit dan merepotkan, siswa boleh membawa model

lebih kecil dan sederhana sehingga siswa bisa merekayasa untuk belajar

tentang pembakaran mesin internal. Mesin simulasi tersebut menampilkan

sisi dalam mesin kepada para siswa untuk membantu mereka memahami

konsep yang sedang disajikan, namun tetap melindungi mereka dari

bahaya menyalakan mesin yang sesungguhnya.

Dengan hadirnya berturut-turut generasi software yang ampuh dan

canggih, komputer masa kini sedang merebakkan jenis-jenis kegiatan

yang benar-benar mampu mengefektifkan proses pembelajaran. Misalnya

multimedia berbasis komputer ini ditambah software tertentu dapat

55

dimanfaatkan sebagai sarana dalam melakukan simulasi untuk melatih

keterampilan dan kompetensi tertentu. Misalnya penggunaan simulator

kokpit pesawat terbang yang memungkinkan peserta didik dalam akademi

penerbangan dapat berlatih tanpa menghadapi resiko jatuh.

Permainan menirukan biasanya disebut juga sebagai simulasi,

yakni memperagakan atau menirukan suatu keadaan yang sebenarnya

yang tidak dapat dihadirkan langsung dalam ruang kelas. Simulasi

sebagai suatu hasil penyederhanaan suatu realitas merupakan definisi

konkret. Melalui permainan simulasi ini para peserta dapat mengalami

sendiri secara langsung proses suatu kejadian dan atas dasar tersebut

mereka dapat merumuskan pemahamannya tentang suatu konsep,

kaidah, unsur, proses, dan hasil serta dampaknya (Sadiman dalam

Munadi, 2008).

Pengertian lain terkait simulasi menurut Munir adalah suatu situasi

atau keadaan buatan (artificial) yang menyerupai kondisi dan situasi yang

sesungguhnya atau melakukan latihan nyata tanpa harus menghadapi

resiko yang sebenarnya. Simulasi dilengkapi dengan petunjuk dan cara

penggunaannya berupa bahan penyerta (learning guides). Interaksi dalam

bentuk simulasi ada pemberian umpan balik untuk memberikan informasi

tentang tingkat pencapaian hasil belajar peserta didik setelah mengikuti

program simulasi. Simulasi bertujuan memberikan kesempatan kepada

peserta didik untuk melakukan praktik langsung dan latihan. Peserta didik

56

harus memperlajari aturan yang ada (repetitive) yang berisi latihan

menguasai keterampilan atau kecakapan tertentu.

Aplikasi metode simulasi dalam pendidikan amatlah penting

disebabkan karena metode ini merupakan perwujudan contoh yang harus

diikuti. Simulasi banyak digunakan dalam menerangkan konsep-konsep

matematika, ekonomi, bahasa, dan teknologi jaringan serta terapan

lainnya. Demonstrasi atau simulasi berguna dalam menerangkan hal-hal

yang rumit dan sulit tentang sesuatu konsep yang memerlukan masukan

atau jawaban yang jelas. Sistem demonstrasi tidak menentukan tujuan

yang harus dicapai oleh peserta didik sesuai apa yang diharapkan oleh

peserta didik. Peserta didik diharuskan untuk memasukkan suatu topik

yang akan menentukan aktivitas-aktivitas. Selanjutnya sistem akan

menentukan jawaban berdasarkan masukan yang telah oleh peserta didik.

Perlu disadari bahwa simulasi hanya bisa memberikan model, gambaran

atau mempertunjukkan suatu sistem dari beberapa pandangan yang

berbeda terhadap beberapa aspek yang telah ditentukan dalam sistem.

Ditinjau dari segi proses belajarnya ada perbedaan antara metode

hyperteks dan hypermedia dengan metode simulasi. Metode hyperteks

dan hypermedia didasarkan pada arahan-arahan yang telah disediakan

tanpa keterlibatan peserta didik secara aktif. Sedangkan metode simulasi

melibatkan peserta didik secara aktif dan membiasakan untuk

mengadakan interaktif. Langkah dalam proses simulasi ini dilakukan

dengan pendekatan bahwa guru/dosen memulai pembelajaran dengan

57

bertanya atau menyampaikan persoalan atau menyuruh siswa membaca

wacana yang memuat persoalan, sehingga peserta didik merasa

dihadapkan pada suatu masalah yang harus diselesaikan (problem

posing). Menurut Maddux et al. dalam Munir (2015) bahwa metode

simulasi atau demonstrasi memiliki beberapa kelebihan di antaranya:

a. Membangkitkan proses belajar induktif.

b. Mewujudkan pengalaman dan keputusan yang nyata.

c. Memberikan pengetahuan dan pengalaman dengan

menggunakan biaya murah.

d. Membiasakan peserta didik berfikir kritis dan kreatif.

e. Proses belajar dengan melibatkan peserta didik.

Proses simulasi mencoba menirukan sesuatu, artinya bukan

sesuatu yang terjadi sesungguhnya. Dengan demikian orang yang

bermain drama atau memerankan sesuatu adalah orang yang sedang

menirukan atau membuat simulasi tentang sesuatu. Dalam pembelajaran

suatu simulasi dilakukan dengan tujuan agar peserta didik memperoleh

keterampilan tertentu, baik yang bersifat profesional maupun yang

berguna bagi kehidupan sehari-hari. Dapat pula dikatakan bahwa simulasi

ditujukan untuk memperoleh pemahaman tentang sesuatu konsep atau

prinsip serta bertujuan untuk memecahkan suatu masalah melalui proses

belajar mengajar.

Pada publikasi yang berjudul Current Strategies for Teachers

dikatakan bahwa simulasi dapat berbentuk role-playing (bermain peran),

58

psikodrama, sosiodrama, dan permainan (games), sehingga role-playing

dianggap merupakan bagian dari proses simulasi. Sementara ahli lain itu

Hyman mengemukakan bahwa simulasi sebagai suatu metode yang

termasuk bagian dari role-playing. Perbedaan pendapat itu tidaklah begitu

penting namun dari pertentangan pendapat tersebut dapat ditarik

kesimpulan bahwa memang ada benang merah antara simulasi dengan

role-playing (Gilstrap & Martin dalam Suyono dan Hariyanto, 2015).

Langkah-langkah permainan simulasi secara umum terdiri dari:

a. Penentuan tema dan tujuan permainan simulasi.

b. Menentukan bentuk simulasi berupa bermain peran, psikodrama,

atau sosiodrama.

c. Guru sebagai “sutradara” memberikan gambaran secara garis

besar kepada siswa situasi yang akan disimulasikan.

d. Guru menunjuk siapa yang berperan menjadi apa atau sebagai

apa.

e. Guru memberikan waktu kepada para pemeran untuk

mempersiapkan diri, meminta keterangan kepada guru bila

kurang jelas terkait perannya.

f. Melaksanakan simulasi pada waktu dan tempat yang telah

ditentukan.

g. Karena ini hanya permainan, guru boleh ikut memberi saran

perbaikan dan nasihat yang berharga bagi siswa selama

permainan berlangsung.

59

h. Penilaian baik dari guru atau kawan sekelas serta pemberian

umpan balik (feedback).

i. Latihan ulang demi kesempurnaan simulasi.

Beberapa tema dan topik yang dapat diberikan pada konsep role-

playing/simulasi antara lain adalah:

a. Melakukan pertolongan pertama pada kecelakaan;

b. Memberikan perawatan pada bayi yang baru lahir;

c. Melakukan pertolongan bagi korban gempa bumi, atau banjir;

d. Menirukan metamorfosis dari kupu-kupu, telur, ulat, dan

kepompong menjadi kupu-kupu lagi;

e. Pada siswa SD pada saat pembelajaran tematik dengan konsep

“Keluargaku” dapat dilakukan simulasi siapa berperan sebagai

kakek, nenek, ayah, ibu, anak laki-laki, saudara, dan lain

sebagainya.

Setelah meninjau proses dan metode simulasi yang ada pada

pembelajaran bukan berarti metode ini sangat powerfull, namun pada

metode ini tetap memiliki kelemahan dalam pengimplementasiannya.

Adapun kelemahan pada metode ini di antaranya:

a. Membutuhkan Sumber Daya atau skill bagi instruktur;

b. Membutuhkan waktu yang tidak singkat;

c. Menuntut imajinasi baik dari pendidik maupun peserta didik;

d. Validitas simulasi sebagai metode pembelajaran masih banyak

dipertanyakan.

60

Dari beberapa definisi dan pengertian yang dijelaskan oleh para

ahli serta pemaparan sebelumnya menunjukkan bahwa penekanan model

simulasi ini adalah penyajian sebuah proses terjadinya suatu kejadian

atau peristiwa, atau prosedur pengerjaan sesuatu kepada peserta didik.

Berikut adalah pemahaman mengenai pembelajaran CBI yang dimaksud

menurut Geisert Futrell dalam Darmawan (1990) yaitu:

The provide, with the aid of the computer and good colour, graphics, instructional experiences in areas that are either too expensive, too dangerous, or too inaccesable to provide otherwise, in simulation the computer does not just present predetermined situations. The strength of a simulation is the fact that a computer responses to student input. That is, the computers respons depend on the choices students make. Simulasi berbasis komputer berorientasi pada upaya dalam

memberikan pengalaman nyata kepada siswa/mahasiswa melalui

peniruan suasana. Secara sederhana, pola-pola pengoperasiannya dalam

bentuk tahapan materi konkret sebagai berikut:

1. Pengenalan;

2. Penyajian informasi:

a. Simulasi 1

b. Simulasi 2, dst.

3. Penutup

61

7. Cisco Packet Tracer (CPT)

Packet Tracer merupakan simulator alat-alat jaringan yang sering

digunakan sebagai media pembelajaran dan pelatihan serta digunakan

dalam bidang penelitian simulasi jaringan komputer. Program ini dibuat

oleh Cisco Systems dan disediakan gratis untuk fakultas, siswa dan

alumni yang telah berpartisipasi di Cisco Networking Academy. Tujuan

utama Packet Tracer adalah untuk menyediakan alat bagi siswa dan

pengajar agar dapat memahami prinsip jaringan komputer dan juga

membangun skill (keterampilan) di bidang alat-alat jaringan Cisco.

Gambar 6. Tampilan awal program Cisco Packet Tracer

62

Packet Tracer terbaru yaitu versi 7. Dalam versi ini dapat

mensimulasikan Application Layer protocols, Routing dasar RIP, OSPF,

dan EIGRP, sampai tingkat yang dibutuhkan pada kurikulum CCNA yang

berlaku, sehingga bila dilihat sekilas software ini bertujuan untuk

kelas CCNA. Target Packet Tracer yaitu menyediakan simulasi jaringan

yang real, namun terdapat beberapa batasan berupa penghilangan

beberapa perintah yang digunakan pada alat aslinya yaitu pengurangan

command pada Cisco IOS. Dan juga Packet Tracer tidak bisa digunakan

untuk memodelkan jaringan produktif/aktif. Dengan keluarnya versi 7,

beberapa fitur ditambahkan, termasuk fitur BGP. BGP memang bukan

termasuk kurikulum CCNA, akan tetapi termasuk kurikulum CCNP.

Packet Tracer biasanya digunakan siswa Cisco Networking

Academy melalui sertifikasi Cisco Certified Network Associate (CCNA).

Dikarenakan batasan pada beberapa fiturnya, software ini digunakan

hanya sebagai alat bantu belajar, bukan sebagai pengganti

Cisco routers dan switches. Dengan adanya alat simulasi (simulator)

seperti Packet Tracer ini, maka pembelajaran dan pelatihan yang

berhubungan dengan komponen jaringan komputer baik alat dan

pengaturan instalasi jaringan komputer akan jauh lebih praktis dan mudah

karena tidak memakai biaya sedikit pun dalam membuat pola desain serta

mahasiswa memiliki peran seolah-olah berada pada kondisi nyata di

lapangan tanpa harus terbebani resiko kesalahan atau kelalaian dalam

melakukan simulasi jaringan.

63

B. Landasan Teori

Adapun landasan teori yang digunakan peneliti dalam mengkaji

penelitian ini adalah Teori New Media, Teori Construktivism, dan Teori

Cognitivism.

1. Teori Difusi Inovasi

Everett M. Rogers seorang pakar Sosiologi Pedesaan

Amerika yang telah banyak memberi perhatian pada studi riset

komunikasi, khususnya dalam hal penyebaran inovasi membuat

definisi bahwa, “Komunikasi adalah proses dimana suatu ide

dialihkan dari sumber kepada satu penerima atau lebih, dengan

maksud untuk mengubah tingkah laku mereka” (Cangara, 2014).

Salah satu aplikasi komunikasi massa terpenting adalah

berkaitan dengan proses adopsi inovasi. Hal ini relevan di bidang

pendidikan khususnya bagi masyarakat yang ingin belajar, karena

terdapat kebutuhan terus menerus dalam perubahan sosial dan

teknologi untuk mengganti cara lama dengan cara atau teknik yang

baru. Teori difusi inovasi ini menekankan perubahan perilaku

melalui penyebaran informasi dan upaya mempengaruhi motivasi

dan sikap. Dalam teori ini terdapat asumsi terkait difusi inovasi

yakni:

a. Pengetahuan, kesadaran individu akan adanya inovasi dan

adanya pemahaman tertentu tentang bagaimana teori itu

berfungsi.

64

b. Persuasi, individu memiliki sikap yang menyetujui atau tidak

menyetujui inovasi tersebut.

c. Keputusan, individu terlibat dalam aktivitas yang membawa

pada suatu pilihan mengadopsi atau tidak.

d. Konfirmasi, individu akan mencari pendapat yang menguatkan

keputusan yang telah diambilnya. Namun dia dapat berubah

dari keputusan sebelumnya jika pesan mengenai inovasi yang

diterimanya berlawanan satu dengan yang lainnya.

Menurut Everett M.Rogers bahwa ada empat (4) unsur utama

dalam proses difusi inovasi yaitu:

a. Inovasi, merupakan suatu ide, praktik, atau objek yang dianggap

sebagai suatu yang baru.

b. Kompatibilitas, derajat di mana inovasi tersebut dianggap

konsisten dengan nilai-nilai yang berlaku.

c. Kerumitan, merupakan derajat di mana inovasi dianggap

sebagai sesuatu yang sulit dipahami.

d. Kemampuan diujicobakan, yakni suatu inovasi harus mampu

diujicobakan pada realita sesungguhnya.

Dalam pembelajaran yang melibatkan komputer dan

software, pengalaman siswa diharapkan mampu menjadi lebih

meningkat dengan adanya adopsi dari inovasi model belajar yang

baru berupa simulasi. Eksistensi software pendukung pembelajaran

diharapkan mampu diadopsi oleh guru/dosen dalam memberikan

65

pengalaman belajar yang lebih baik kepada siswa melalui inovasi

teknologi.

2. Teori Contructivism

Teori konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran

yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari

apa yang dipelajari. Beda dengan behavioristik yang memahami

hakikat belajar sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antara

stimulus respon, konstruktivisme lebih memahami belajar sebagai

kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan

dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan

pengalamannya.

Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan

yang baru, namun himpunan dari pengalaman demi pengalaman

yang dilalui oleh manusia sehingga pengetahuan manusia bersifat

dinamis. Menurut teori ini bahwa secara mendasar guru tidak hanya

memberikan pengetahuan kepada siswa, namun siswa berperan

aktif dalam membangun sendiri pengetahuannya.

Teori konstruktivisme menunjukkan bahwa teori ini bukan

teori mengajar, tetapi lebih kepada teori belajar. Seorang manusia

akan bertambah pengetahuannya jika selalu belajar dari

lingkungannya sehingga dapat menambah pengetahuan dan

belajar makna pengetahuan dari pengalaman belajarnya serta

lingkungannya. Dalam proses pembelajaran menggunakan model

66

simulasi, teori konstruktivisme ini sangat tepat digunakan karena

dalam teori ini siswa menjadi faktor utama dalam merekonstruksi

materi belajar mereka menggunakan aplikasi atau alat peraga

tiruan, bukan guru/dosen. Dosen/guru hanya menjadi seorang

mediator dan fasilitator saja. Siswa diharapkan mampu mengolah

dan mengeluarkan segala potensi dirinya dalam

mengimplementasikan serta berimajinasi dalam menerapkan

pelajaran yang diberikan guru/dosen ke dalam suatu pembelajaran

yang menyerupai lingkungan sebenarnya.

Adapun ciri-ciri Pembelajaran Konstruktivisme adalah:

a. Menekankan pada proses belajar, bukan pada proses mengajar.

b. Mendorong terjadinya kemandirian dan inisiatif belajar pada

siswa.

c. Memandang siswa sebagai pencipta kemauan dan tujuan yang

ingin dicapai.

d. Berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses, bukan

menekankan pada hasil.

e. Mendorong siswa untuk melakukan penyelidikan.

f. Menghargai peranan pengalaman kritis dalam belajar.

g. Mendorong berkembangnya rasa ingin tahu secara alami pada

siswa.

h. Penilaian belajar lebih menekankan pada kinerja dan

pemahaman siswa.

67

i. Berdasarkan proses belajarnya yakni memakai prinsip teori

kognitif.

j. Banyak menggunakan terminologi kognitif untuk menjelaskan

proses pembelajaran seperti prediksi, infersi, dan analisis.

k. Menekankan bagaimana siswa belajar.

l. Mendorong siswa untuk berpartisipasi aktif dalam dialog atau

diskusi.

m. Sangat mendukung terjadinya belajar kooperatif.

n. Melibatkan siswa dalam situasi nyata.

o. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun

pengetahuan dan pemahaman baru yang didasarkan pada

pengalaman nyata dalam belajar.

3. Teori Cognitivism

Teori ini mengatakan bahwa belajar menekankan pada

pentingnya proses internal, yaitu mental manusia. Tingkah laku

manusia tidak cukup bisa dijelaskan oleh perilaku yang tampak,

namun selalu melalui proses mental seperti, motivasi, kesengajaan,

minat dan lain sebagainya.

Teori ini dikembangkan oleh seorang psikolog

berkebangsaan Swiss bernama Jean Piaget. Teori ini lebih kepada

konsep pada sektor psikologi perkembangan kecerdasan. Secara

umum, teori ini menunjukkan bahwa kemampuan seseorang dalam

merepresentasikan dunia dan melakukan operasi logis dalam

68

representasi konsep yang berdasar pada kenyataan. Teori ini juga

membahas tentang skema seseorang dalam merepresentasikan

lingkungannya dalam tahap perkembangan di mana seseorang

menemukan cara baru dalam merepresentasikan informasi.

Teori belajar Kognitif lebih mementingkan proses belajar

daripada hasil belajar. Belajar tidak sekedar melibatkan hubungan

antara stimulus dan respon, lebih dari itu belajar melibatkan proses

berfikir yang sangat kompleks. Belajar adalah perubahan persepsi

dan pemahaman. Perubahan persepsi dan pemahaman tidak

selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang dapat diamati.

Tokoh-tokoh yang terkenal dalam Teori Kognitif di antaranya

adalah:

a. Jean Piaget, yang terkenal dengan Teori “Cognitive

Developmental”.

b. Jerome Bruner, yang terkenal dengan Teori “Discovery

Learning”.

Dalam penerapan model simulasi ini, siswa berada pada

posisi sebagai subjek yang siap menerima proses belajar. Semakin

dekat pengalaman belajar seseorang dengan lingkungannya, maka

hasil belajar siswa akan semakin konkret, begitupun mental siswa

akan lebih baik dari segi minat dan motivasi belajarnya. Ini

disebabkan karena proses kognitif seorang siswa akan cenderung

lebih menarik jika diberikan pembelajaran menyerupai bentuk

69

aslinya. Olehnya itu model pembelajaran seperti ini menunjukkan

bahwa proses simulasi dapat meningkatkan kognitif peserta didik.

C. Hasil Penelitian Relevan

Adapun hasil penelitian yang relevan terkait pengaruh penerapan

metode simulasi khususnya pembelajaran yang dilakukan berbantukan

komputer (CBI) telah banyak dilakukan sebelumnya oleh beberapa periset

di antaranya:

1. An Exploratory Study of Computer Based Instruction Utilizing

iFARM Modules in a Collage Introductory Agronomy Course

(NACTA Journal Desember 2012, Vol.2, Hal.36-43)

Penelitian ini menggambarkan sebuah kurikulum edukasi

agronomi yang dikembangkan untuk suatu pengenalan jurusan

produksi hasil panen. Modul iFARM diciptakan untuk menampilkan

platform pengajaran yang serupa dengan pengajaran agronomi. Modul

ini dibuat karena terbatasnya laboratorium pada musim semi dan

cuaca buruk sehingga iFARM ini dibuat terdiri dari 13 modul yang

relevan sebagai alternatif guru untuk memberikan pelajaran dan

pengalaman siswa. Dari 226 mahasiswa, 79% melaporkan bahwa

modul berguna bagi pembelajaran mereka, sementara 21% berfikir

bahwa modul tidak berkontribusi terhadap pembelajaran selama

kuliah. Terjadi perubahan skor rata-rata post-tes yang dilakukan

setelah musim gugur ke musim semi (d=0,83) efek. Studi ini

70

menyimpulkan pengalaman belajar lebih positif ketika menggunakan

iFARM module dalam pengajaran. Penelitian ini memiliki relevansi

dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti dari aspek

instruksionalnya yakni sama-sama melibatkan komputer sebagai alat

(tool) dalam memberikan pembelajaran, pemanfaatan modul

pembelajaran, software sebagai modul pembelajaran sekaligus

pengganti keberadaan laboratorium, serta memiliki teknik eksperimen

dengan perbandingan dua kelas/grup. Objek penelitian yang sama di

level perguruan tinggi dengan subjek penelitian mahasiswa.

2. Comparison of Computer Based Instruction to Behavior Skill

Training for Teaching Staff Implementation of Discrete-Trial

Instruction with an Adult with Autism (Research in Developmental

Disabilities, Tahun 2013, Vol.2, Hal.461-468)

Studi ini menunjukkan bahwa pelatihan keterampilan perilaku

(BST) dibandingkan dengan paket pelatihan berbasis komputer untuk

pengajar yang mengajar seorang dewasa yang autis. Paket pelatihan

berbasis komputer terdiri dari instruksi, modelling video, dan feedback.

BST terdiri dari instruksi, modelling, gladi resik, dan umpan balik.

Training selanjutnya, peserta dievaluasi terkait akurasi mereka dalam

menyelesaikan keterampilan kritis dalam menjalankan sebuah

program percobaan secara terpisah. 6 orang peserta menyelesaikan

pelatihan, 3 orang menerima pelatihan BST, sementara 3 orang

71

menerima pelatihan berbasis komputer (CBI). Peserta dalam grup

BST menunjukkan keseluruhan lebih baik setelah pelatihan selama 6

minggu dibandingi pelatihan berbasis komputer. Sementara pada riset

ini, peneliti membandingkan dua pola pelatihan yakni pelatihan

berbasis keterampilan perilaku konvensional dengan pelatihan

perilaku berbasis komputer. Relevansinya terdapat pada aspek

instruksionalnya yakni sama-sama melibatkan komputer sebagai alat

(tool) dalam pelatihan, dan respondennya adalah Pengajar/staf.

3. Using Computer Based Instruction to Improve Indigenous Early

Literacy in Northern Australia: A quasi-experimental Study

(Australasian Journal of Educational Technologhy, Tahun 2011, Vol.4,

Hal.727-750)

Penelitian ini menunjukkan bahwa efektifitas dari sebuah alat

pendukung (ABRACADABRA) dalam membaca menggunakan

website untuk meningkatkan hasil literasi dari siswa Pribumi dan Non

Pribumi yang dievaluasi selama 1 semester di salah satu sekolah

dasar di wilayah utara secara umum tahun 2009. ABRACADABRA

ditujukan sebagai sebuah bantuan untuk guru pada tahun-tahun awal

sekolah dengan memberikan alat yang ramah berupa game

(permainan) serta alat berbasis bukti/fakta untuk melengkapi instruksi

literasi mereka. Implementasi kelas ABRACADABRA dengan latihan

secara singkat dan intensif dukungan guru dievaluasi menggunakan

72

eksperimen kuasi Pre-test (tes sebelum) dan Post-test grup kontrol

didesain 118 anak dalam kelas eksperimen dan 48 anak di kelas

kontrol. Anak menerima minimum 20 jam intervensi berbasis

komputer. Hasil menunjukkan bahwa siswa pribumi dan non pribumi

yang menerima instruksi ABRACADABRA secrara signifikan memiliki

nilai kesadaran fonologi lebih tinggi dibandingkan grup kontrol yang

sebaya. Ukuran efek dari perbedaan ini adalah besar (n2=14).

Penemuan ini juga tetap ketika mengontrol kehadiran siswa dan

kualitas instruksi umum literasi berbasis non komputer. Keterbatasan

penelitian ini karena terpencil/ jauh dalam konteks regional (biaya).

Penelitian ini memiliki relevansi dengan penelitian yang akan

dilakukan peneliti dari aspek instruksionalnya yakni sama-sama

melibatkan komputer sebagai alat (tool) dalam memberikan

pembelajaran, pemanfaatan software sebagai bahan baku utama

pembelajaran serta memiliki metode penelitian yang serupa dalam

lingkup eksperimen. Perbedaannya terletak pada responden dan level

pendidikan. Sementara pada penelitian ini periset meneliti level

perguruan tinggi dengan responden mahasiswa.

73

4. Using Postfeedback Delays to Improve Retention of Computer

Based Instruction (The Psychological Record, Tahun 2012, Vol.62,

Hal.485-496)

Penelitian ini menggambarkan bahwa terjadi masalah ketika

instruksi berbasis komputer dilakukan dengan cepat. Racing berbasis

komputer yang dimaksud adalah ketika siswa merespon terlalu cepat

dalam CBI sehingga kesalahan dapat terjadi bahkan dalam materi

yang dikuasai dengan baik. Studi ini membandingkan 2 bentuk desain

CBI untuk mengurangi racing berbasis komputer yakni

insentif/disinsentif dan post-umpan balik yang tertunda. Semua 3

format dievaluasi dalam masa dari kedua penampilan dan kepuasan

menggunakan grup antara desain penilaian berulang dengan test

sebelum dan sesudah. Penilaian dependen termasuk skor post test

dan rating kuisioner kepuasan. Skor test sesudah menguntungkan

penggunaan post umpan balik tertunda untuk meningkatkan

pembelajaran melalui insentif/disinsentif dan kontrol kondisi. Penelitian

ini memiliki relevansi dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti

dari aspek instruksionalnya yakni sama-sama melibatkan komputer

sebagai alat (tool) dalam meminimalisir umpan balik yang tertunda

akibat racing atau terburu-buru siswa dalam belajar.

74

D. Kerangka Pikir

Dasar pemikiran atau kerangka pikir yang menjadi landasan dalam

meneliti tingkat pengaruh penerapan model simulasi Cisco Packet Tracer

(CBI) sebagai pembelajaran mahasiswa di STKIP Muhammadiyah Bone

dapat dilihat pada gambar 4 di bawah. Dari bagan kerangka pikir dilihat

bahwa proses pembelajaran yang berbasis simulasi berupa program

Cisco Packet Tracer (CPT) kemudian diadopsi oleh kampus STKIP

Muhammadiyah Bone. Proses adopsi tidak berlangsung begitu saja, ada

beberapa faktor yang menjadi indikator. Faktor pertama adalah

karakteristik adopter, dalam hal ini mahasiswa STKIP Muhammadiyah

Bone. Faktor kedua adalah karakteristik inovasi, dalam hal ini Cisco

Packet Tracer yang merupakan bentuk inovasi dalam proses

pembelajaran berbasis simulasi. Faktor ketiga adalah karakteristik sistem

sosial, dalam hal ini lingkungan kampus atau semua pihak yang ada

dalam kampus STKIP Muhammadiyah Bone.

Berikut gambaran umum kerangka pikir penelitian yang akan

dilakukan oleh periset terkait konsep penelitian.

75

Gambar 7. Bagan kerangka pikir

COMPUTER BASED

INSTRUCTION

MATAKULIAH

JARINGAN

KOMPUTER

CAPAIAN BELAJAR

MAHASISWA

PENGETAHUAN (NILAI)

KETERAMPILAN

SIMULASI

CISCO PACKET

TRACER

MINAT

76

E. Hipotesis

Hipotesis berasal dari kata hypo dan thesis. Hypo berarti sebelum

dan thesis berarti pendapat. Dari kedua kata itu dapat diartikan bahwa

hipotesis adalah pendapat yang kurang, maksudnya bahwa hipotesis ini

merupakan pendapat atau pernyataan awal yang masih belum tentu

kebenarannya, masih harus diuji lebih dulu dan karenanya bersifat

sementara atau dugaan awal atau argumentasi awal (Kriyantono, 2006).

Mengacu pada tinjauan pustaka dan kerangka pemikiran yang telah

dikemukakan, maka diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut:

1. Bahwa hasil pretest (pengetahuan/nilai, minat, dan

keterampilan) pada kelompok Eksperimen dan Kontrol adalah

“Sama (tidak berbeda)”.

2. Bahwa hasil posttest (pengetahuan/nilai, minat, dan

keterampilan) pada kelompok Eksperimen dan Kontrol adalah

“Tidak sama (berbeda)”.

Artinya diharapkan ada pengaruh dari “Penerapan Model Simulasi

Cisco Packet Tracer (CPT) terhadap Capaian Belajar Matakuliah

“Jaringan Komputer” di Kalangan Mahasiswa di STKIP Muhammadiyah

Bone.”

77

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian

Sesuai dengan permasalahan dan objek yang dikaji, penelitian ini

menggunakan jenis penelitian Kuantitatif. Menurut Kriyantono (2006)

bahwa riset kuantitatif merupakan riset yang menggambarkan atau

menjelaskan suatu masalah yang hasilnya dapat digeneralisasikan.

Dengan demikian riset ini tidak terlalu mengutamakan kedalaman

data atau analisis. Peneliti lebih mementingkan aspek keluasan data

sehingga data atau hasil riset dianggap merupakan representase dari

subjek penelitian.

Adapun desain penelitian yang digunakan adalah

Eksperimental Design dengan menggunakan jenis Quasi-

Experimental model Nonrandomized Control Group Prestest-Posttest

Design yang merupakan bagian dari penelitian berjenis kuantitatif.

Eksperimen ini disebut juga eksperimen semu. Tujuannya adalah

untuk memprediksi keadaan yang dapat dicapai melalui eksperimen

sebenarnya, tetapi tidak ada pengontrolan atau manipulasi terhadap

seluruh variabel yang relevan.

Model desain penelitian ini merupakan salah satu bagian dari

metode experimental-quasi yang hanya membutuhkan satu variabel

78

atau biasa juga dikenal dengan istilah Desain Kelompok Kontrol Tak

Ekuivalen artinya model ini cocok digunakan ketika peneliti hanya

membutuhkan subjek penelitian yang sesuai dengan kondisi alamiah

atau tatanan yang sudah permanen.

B. Lokasi Penelitian

Adapun lokasi penelitian dilakukan di Sekolah Tinggi Keguruan dan

Ilmu Pendidikan (STKIP) Muhammadiyah Bone. Penetapan lokasi

penelitian ini didasarkan pada pertimbangan bahwa STKIP

Muhammadiyah Bone merupakan Perguruan Tinggi Swasta Tertua

sekaligus salah satu Perguruan Tinggi penghasil “Pendidik/Guru” di

Kabupaten Bone yang diharapkan nantinya mampu memiliki integritas dan

kemampuan profesional dalam mendidik siswa disertai kemampuan

penguasaan metode-metode pembelajaran berbasis ICT. Namun di sisi

lain pengamatan awal peneliti menemukan bahwa capaian belajar

mahasiswa khususnya pada matakuliah Jaringan Komputer masih sangat

rendah.

C. Eksperimentasi

Pada bagian ini disebutkan alat dan bahan yang digunakan dalam

melakukan eksperimen pada penerapan model simulasi berbantukan

komputer (ICT) pada matakuliah jaringan komputer di STKIP

79

Muhammadiyah Bone untuk menunjukkan pengaruh penerapan model

simulasi tersebut. Berikut alat dan bahannya:

Tabel 2. Alat dan Bahan

Jenis Nama Jumlah Keterangan

Alat

Desktop PC/Laptop

Cisco Packet Tracer

ver.5 (ke atas)

Spesifikasi : Windows

XP, 7, 8, dan 10

RAM 1 GB (min. 512

MB)

LCD Projector

35 unit

35 unit

1 unit

Hardware

Software-

Intelligent

Software-

Hardware

Hardware

Bahan

-

-

-

Alat di atas digunakan untuk melakukan eksperimen terhadap

mahasiswa kelas eksperimen untuk menunjukkan pengaruh penggunaan

model pembelajaran simulasi pada matakuliah Jaringan Komputer di

STKIP Muhammadiyah Bone. Cisco Packet Tracer merupakan aplikasi

atau kategori software intelligent yang berfungsi sebagai simulator pada

eksperimen ini.

80

Gambar 8. Tampilan awal CPT

Gambar 9. Tampilan awal CPT versi Siswa

81

Cisco Packet Tracer (CPT) memiliki dua versi yaitu Cisco Packet

Tracer untuk Instruktur (Cisco Packet Tracer 5.1 ke atas) dan Cisco

Packet Tracer Student untuk versi yang digunakan oleh siswa atau

peserta didik. Meskipun memiliki dua varian namun Cisco Packet Tracer

dalam hal penggunaan tidak memiliki spesifikasi yang berbeda dalam arti

tidak ada perbedaan yang signifikan antara versi instruktur dengan versi

yang digunakan oleh siswa.

Cisco Packet Tracer versi instruktur memiliki tampilan atau user

interface yang sama dengan versi lain termasuk versi siswa yang

digunakan peserta didik dalam pembelajaran. Aplikasi ini merupakan

software intelligent yang bersifat user friendly yang berarti tampilan tatap

muka yang sangat familiar dan mudah digunakan oleh siapapun termasuk

orang awam sekalipun serta kemampuan yang sama pula.

Gambar 10. Tampilan halaman utama (worksheet)

82

D. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas

obyek/subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari, diproses, dan diolah kemudian

ditarik kesimpulannya (Sugiyono dalam Kriyantono, 2006).

Adapun subjek dari penelitian ini adalah seluruh mahasiswa

Jurusan Teknologi Pendidikan Tahun Ajaran 2014/2015 atau semester

empat (IV) yang berjumlah 70 orang.

Peneliti melihat bahwa subjek penelitian ini homogen karena

dari 70 orang mahasiswa semester IV (empat): laki-laki 37 orang dan

perempuan 33 orang perbandingannya relatif sama, kemudian pada

observasi awal peneliti, tidak ditemukan secara jelas atau pasti, baik lewat

hasil penelitian maupun lewat dokumen yang ada pada STKIP

Muhammadiyah Bone tersebut mengenai strata sosial mahasiswa. Hal

lain yang menjadi pertimbangan peneliti bahwa populasi penelitian ini

homogen adalah semua mahasiswa semester IV (empat) berasal dari

keluarga muslim serta tingkat sosial ekonominya relatif sama.

Menurut Beiley dalam Soehartono (1999), bila suatu populasi

diasumsikan dalam keadaan homogen dan model analisisnya

menggunakan analisis data dengan statistik, maka besarnya sampel

paling kecil 30 individu. Sedangkan menurut Suparmoko (1987), bila

suatu populasi penelitian homogen, maka cukup dengan mengambil

prosentase tertentu dari besarnya populasi, misalnya 5%, 10% atau 50%.

83

Pendapat yang hampir senada dikemukakan oleh Arikunto (1998), bila

populasi berjumlah lebih besar atau di atas 100 orang, maka besar

sampel disarankan antara 10%-25%. Pendapat ini didukung oleh Tiro

(l999) dengan alasan: untuk memperkecil biaya, mempercepat proses,

dapat memperbesar cakupan, dapat meningkatkan ketelitian.

Namun pada penelitian eksperimental ini, peneliti ingin semua

responden menjadi subjek penelitian sehingga tidak memungkinkan untuk

menggunakan sampel. Peneliti melihat bahwa responden yang ada

merupakan subjek yang akan dijadikan responden secara menyeluruh

sebanyak 70 mahasiswa dan terbagi ke dalam dua kelompok. Dalam

penelitian eksperimental populasi yang dianggap tidak terlalu besar atau

di bawah 100 maka peneliti boleh tidak mengambil sampel dikarenakan

populasi yang ada dianggap tidak cukup terlalu besar dan tidak

merepotkan.

E. Variabel Penelitian

Variabel adalah konstruk yang sifat-sifatnya sudah diberi nilai

dalam bentuk bilangan. Menurut Sugiyono (2011) Variabel penelitian

adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut,

kemudian ditarik kesimpulan.

Penelitian ini mengkaji dua variabel yaitu “Model simulasi Cisco

Packet Tracer (CPT)” sebagai variabel bebas (independent variable) yang

84

diberi simbol (X) dan “Capaian belajar mahasiswa menggunakan metode

simulasi Cisco Packet Tracer (CPT)” sebagai variabel terikat (dependent

variable) yang diberi simbol (Y).

F. Definisi Operasional Variabel

Untuk kepentingan pengembangan instrumen atau alat ukur, maka

dikemukakan definisi operasional variabel sebagai berikut:

1. Model simulasi Cisco Packet Tracer (CPT) adalah software

intelligent atau perangkat lunak yang akan digunakan atau

diterapkan dalam pembelajaran yang menjadi faktor yang

mempengaruhi capaian belajar mahasiswa khususnya pada

matakuliah Jaringan Komputer di STKIP Muhammadiyah Bone.

2. Capaian belajar mahasiswa mengunakan metode simulasi Cisco

Packet Tracer (CPT) yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

semua instrumen atau alat ukur berupa: (a) Pengetahuan/Nilai

mahasiswa pada Matakuliah Jaringan Komputer; (b) Minat

mahasiswa terhadap penggunaan metode pembelajaran

Jaringan Komputer mengunakan model simulasi Cisco Packet

Tracer (CPT); dan (c) Keterampilan mahasiswa pada Matakuliah

Jaringan Komputer menggunakan Cisco Packet Tracer.

85

G. Instrumen Penelitian

Untuk memperoleh skor dari variabel penerapan metode belajar

simulasi Cisco Packet Tracer (CBI) sebagai variabel bebas (X) tidak

digunakan perangkat instrumen. Sedangkan variabel terikat (Y) u n t u k

i n d i k a t o r P e n g e t a h u a n / Nilai diukur dengan Soal Ujian atau Test

yang dibuat peneliti terkait matakuliah jaringan komputer dengan skala

penilaian dapat dilihat dari tabel berikut:

Tabel 3. Daftar skala nilai (rating scale)

Nilai (Huruf) Nilai (Angka) Keterangan

A 85 – 100 Sangat Baik

B 75 – 84 Baik

C 60 – 74 Sedang

D 50 – 59 Buruk

E 0 – 49 Sangat Buruk

Tes ini diberikan sebanyak dua kali yakni sebelum diberikan

perlakuan atau manipulasi (pre-test) dan setelah diberikannya perlakuan

atau manipulasi (post-test) yang dikembangkan secara khusus untuk

86

penelitian ini. Sementara untuk indikator Minat dalam mengukur variabel

tersebut digunakan pengukuran yang disebut skala yang mengukur

setiap dimensi belajar yakni Metode Rating Likert. Skala Likert berisi

serangkaian pernyataan pendapat yang positif dan negatif tentang suatu

konstruk. Dengan demikian Skala Likert merupakan instrumen yang

mengharuskan responden untuk memilih satu jawaban dari seperangkat

jawaban yang telah disediakan peneliti (Buleang, 2004).

Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan

persepsi seseorang atau kelompok tentang kejadian atau gejala sosial.

Dengan menggunakan skala likert maka variabel yang akan diukur

dijabarkan menjadi dimensi, dimensi dijabarkan menjadi sub variabel, dan

kemudian sub variabel dijabarkan menjadi indikator. Akhirnya indikator

inilah yang akan dijadikan tolok ukur untuk membuat instrumen berupa

pertanyaan atau pernyataan yang perlu dijawab oleh responden. Untuk

indikator berupa pernyataan atau pertanyaan sedapat mungkin sesuai

dengan indikator yang telah ditetapkan oleh peneliti dalam menyiapkan

instrumen penilaian. Jika angket atau kuesioner tidak berkaitan dengan

apa yang akan diukur maka hal tersebut akan mempengaruhi tingkat

analisis data peneliti pada tahap pengolahan data. Setiap jawaban

dihubungkan dengan bentuk pernyataan atau dukungan sikap yang

diungkapkan dengan kata-kata (skala 5-1) pada tabel berikut:

87

Tabel 4. Daftar skala likert (Rating Likert)

Skala (Angka) Skala (Huruf)

5 Sangat Tinggi

4 Tinggi

3 Sedang

2 Rendah

1 Sangat Rendah

Dan terakhir untuk indikator Keterampilan akan dilakukan secara

langsung dengan kata lain dilakukan praktikum sesuai dengan tes

praktik yang disediakan peneliti dan diukur menggunakan

pengukuran Rating Scale (skala penilaian) menggunakan

menggunakan Lembar Observasi Keterampilan (LOK). Penilaian

pengamatan keterampilan menggunakan pengamatan langsung oleh

seorang penilai (orang eksternal) untuk menjaga objektifitas nilai

pada mahasiswa baik di kelas kontrol maupun kelas eksperimen

Untuk skala atau interval penilaian dapat dilihat sebagaimana dalam

tabel berikut:

88

Tabel 5. Daftar skala penilaian (Rating Scale)

Skala (Angka) Skala (Huruf)

5 Sangat Kompeten

4 Kompeten

3 Cukup Kompeten

2 Kurang Kompeten

1 Tidak Kompeten

Periset harus membagi responden dalam dua kelompok.

Kelompok pertama dimanipulasi dengan pesan-pesan tertentu

(eksperimen), sementara kelompok kedua tidak dimanipulasi atau

diperlakukan (kontrol).

Secara umum prosedur metode eksperimen meliputi:

1. Periset membagi responden ke dalam dua kelompok, yaitu kelompok

eksperimen, yaitu kelompok yang diberikan perlakuan, stimulus, atau

dimanipulasi serta kelompok kontrol yaitu kelompok yang tidak diberi

perlakuan atau manipulasi.

2. Pemilihan anggota kelompok tidak melalui randomisasi (acak).

89

3. Melakukan Pre-test. Pada tahap ini periset menentukan variabel

pengaruh (bebas) dan variabel tak bebas (terpengaruh/tergantung).

4. Periset memberikan atau memperkenalkan satu atau lebih variabel

independen kepada kelompok eksperimental.

5. Melakukan Post-test. Periset meneliti apakah ada pengaruh yang

signifikan terhadap variabel dependen (terikat) antara kelompok

eksperimen dengan kelompok kontrol.

Adapun Desain penelitian ini dapat dilihat dari skema berikut:

E = 1 X 2

C = 1 2

Keterangan:

E : Kelas Experimen (grup yang diberikan perlakuan)

C : Kelas Control (grup yang tidak diberi perlakuan)

O1 : Pre-test

O2 : Post-test

90

H. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan

adalah teknik sebagai berikut:

1. Pre-test, merupakan teknik pengumpulan data untuk

memperoleh informasi dengan cara memberikan soal ujian atau

test kepada seluruh reponden sebelum diberikan perlakuan atau

stimulus.

2. Post-test, merupakan teknik pengumpulan data untuk

memperoleh informasi dengan cara memberikan soal ujian atau

test kepada seluruh reponden setelah diberikan perlakuan atau

stimulus.

3. Kuesioner (Angket), yaitu pengumpulan data yang dilakukan

peneliti melalui penyebaran angket kepada mahasiswa. Angket

ini berisi pertanyaan-pertanyaan tentang identitas responden

dan variabel-variabel penelitian untuk mencari informasi yang

lengkap dari permasalahan yang dikaji.

4. Lembar Observasi Keterampilan (LOK), yaitu pengumpulan data

yang dilakukan berupa pengamatan langsung kepada

mahasiswa dalam melakukan praktikum (keterampilan).

91

I. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

teknik analisis hubungan (korelasi) untuk mengetahui derajat hubungan

antar variabel penelitian.

1. Uji Validitas

Suatu tes dapat dikatakan memiliki validitas yang tinggi jika

tes tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil

ukur yang tepat dan akurat sesuai dengan maksud

dikenakannya tes tersebut. Suatu tes menghasilkan data yang

tidak relevan dengan tujuan diadakannya pengukuran dikatakan

sebagai tes yang memiliki validitas rendah.

Sisi lain dari pengertian validitas adalah aspek kecermatan

pengukuran. Suatu alat ukur yang valid dapat menjalankan

fungsi ukurnya dengan tepat, juga memiliki kecermatan tinggi.

Arti kecermatan disini adalah dapat mendeteksi perbedaan-

perbedaan kecil yang ada pada atribut yang diukurnya.

Dalam pengujian validitas terhadap kuesioner, dibedakan

menjadi 2, yaitu validitas faktor dan validitas item. Validitas faktor

diukur bila item yang disusun menggunakan lebih dari satu faktor

(antara faktor satu dengan yang lain ada kesamaan).

Pengukuran validitas faktor ini dengan cara mengkorelasikan

92

antara skor faktor (penjumlahan item dalam satu faktor) dengan

skor total faktor (total keseluruhan faktor).

Validitas item ditunjukkan dengan adanya korelasi atau

dukungan terhadap item total (skor total), perhitungan dilakukan

dengan cara mengkorelasikan antara skor item dengan skor total

item. Bila kita menggunakan lebih dari satu faktor berarti

pengujian validitas item dengan cara mengkorelasikan antara

skor item dengan skor faktor, kemudian dilanjutkan

mengkorelasikan antara skor item dengan skor total faktor

(penjumlahan dari beberapa faktor).

Dari hasil perhitungan korelasi ditemukan suatu koefisien

korelasi yang digunakan untuk mengukur tingkat validitas suatu

item dan untuk menentukan apakah suatu item layak digunakan

atau tidak. Dalam penentuan layak atau tidaknya suatu item

yang akan digunakan, biasanya dilakukan uji signifikansi

koefisien korelasi pada taraf signifikansi 0,05, artinya suatu item

dianggap valid jika berkorelasi signifikan terhadap skor total.

Berikut persamaan rumus validitas.

Uji validitas digunakan untuk menguji validnya setiap butir

pertanyaan pada kuosioner. Untuk mengetahui kevalidan suatu

item maka dapat dilakukan dengan menguji korelasi antara

masing-masing butir pertanyaan dengan jumlah nilai (total) yang

93

diperoleh dari semua pertanyaan. Cara yang dilakukan dengan

membandingkan nilai sig(2-tailed) dengan taraf kepercayaanya

dalam hal ini 𝛼=0.05. Hipotesis yang dapat disusun untuk

menguji validitas yaitu:

H0 : Butir pertanyaan tidak valid (tidak ada korelasi antara

butir pertanyaan dengan jumlah kumulatifnya) dengan

kata lain tidak ada hubungan antar pertanyaan dengan

total.

H1 : Butir pertanyaan valid (terdapat korelasi antara butir

pertanyaan dengan jumlah kumulatifnya) atau dengan

kata lain ada hubungan antar pertanyaan dengan total.

Adapun kriteria pengujiannya yaitu Jika nilai sig(2-tailed) ≤

𝛼=0.05 maka H0 ditolak atau H1 diterima begitupun sebaliknya

jika nilai sig(2-tailed) ≥ 𝛼=0.05 maka H1 ditolak atau H0 diterima.

Persamaan Rumus Validitas:

𝒓 =𝒏 ∑𝒙𝒚 − ∑𝒙 (∑𝒚)

[𝒏∑𝒙 𝟐 − ∑𝒙) 𝟐 [𝒏∑𝒚 𝟐 − (∑𝒚) 𝟐]

94

Keterangan:

R : Koefisien korelasi

∑ x : Jumlah skor item

∑ y : Jumlah skor total item

𝑛 : Jumlah responden

2. Uji Reliabilitas

Menurut Masri Singarimbun, realibilitas adalah indeks yang

menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya atau

dapat diandalkan. Bila suatu alat pengukur dipakai dua kali –

untuk mengukur gejala yang sama dan hasil pengukuran yang

diperoleh relative konsisten, maka alat pengukur tersebut

reliable. Dengan kata lain, realibitas menunjukkan konsistensi

suatu alat pengukur di dalam pengukur gejala yang sama.

Reliabilitas, atau keandalan, adalah konsistensi dari

serangkaian pengukuran atau serangkaian alat ukur. Hal

tersebut bisa berupa pengukuran dari alat ukur yang sama (tes

dengan tes ulang) akan memberikan hasil yang sama, atau

untuk pengukuran yang lebih subjektif, apakah dua orang penilai

memberikan skor yang mirip (reliabilitas antar penilai).

Reliabilitas tidak sama dengan validitas. Artinya pengukuran

yang dapat diandalkan akan mengukur secara konsisten, tapi

95

belum tentu mengukur apa yang seharusnya diukur. Dalam

penelitian, reliabilitas adalah sejauh mana pengukuran dari suatu

tes tetap konsisten setelah dilakukan berulang-ulang terhadap

subjek dan dalam kondisi yang sama. Penelitian dianggap dapat

diandalkan bila memberikan hasil yang konsisten untuk

pengukuran yang sama. Tidak bisa diandalkan bila pengukuran

yang berulang itu memberikan hasil yang berbeda-beda.

Tinggi rendahnya reliabilitas, secara empirik ditunjukan oleh

suatu angka yang disebut nilai koefisien reliabilitas. Reliabilitas

yang tinggi ditunjukan dengan nilai rxx mendekati angka 1.

Kesepakatan secara umum reliabilitas yang dianggap sudah

cukup memuaskan jika ≥ 0.60.

Pengujian reliabilitas instrumen dengan menggunakan rumus

Alpha Cronbach karena instrumen penelitian ini berbentuk

angket dan skala bertingkat. Berikut persamaan yang ada untuk

Rumus Alpha Cronbach sebagai berikut :

Persamaan Rumus Realibilitas:

𝒓𝟏𝟏 = 𝒏

𝒏 − 𝟏 𝟏 −

∑𝜹𝒕𝟐

𝜹𝒕𝟐

96

Keterangan :

R11 : Reabilitas yang dicari

n : Jumlah item pernyataan yang diuji

∑𝛿𝑡2 : Jumlah varians skor tiap item

𝛿𝑡2 : Varians total

Jika alpha > 0.60 maka reliabilitas sempurna. Jika alpha antara

0.60 – 0.90 maka reliabilitas tinggi. Jika alpha 0.50 – 0.60 maka

reliabilitas moderat. Jika alpha < 0.50 maka reliabilitas rendah.

Jika alpha rendah, kemungkinan satu atau beberapa item tidak

reliabel.

3. Uji Normalitas

Uji Normalitas berguna untuk menentukan data yang telah

dikumpulkan berdistribusi normal atau diambil dari populasi

normal. Metode klasik dalam pengujian normalitas suatu data

tidak begitu rumit. Berdasarkan pengalaman empiris beberapa

pakar statistik, data yang banyaknya lebih dari 30 angka (n> 30),

maka sudah dapat diasumsikan berdistribusi normal. Biasa

dikatakan sebagai sampel besar.

Namun untuk memberikan kepastian, data yang dimiliki

berdistribusi normal atau tidak, sebaiknya digunakan uji

normalitas. Karena belum tentu data yang lebih dari 30 bisa

97

dipastikan berdistribusi normal, demikian sebaliknya data yang

banyaknya kurang dari 30 belum tentu tidak berdistribusi normal,

untuk itu perlu suatu pembuktian. uji statistik normalitas yang

dapat digunakan diantaranya Chi-Square, Kolmogorov

Smirnov, Lilliefors, Shapiro Wilk, Jarque Bera.

Persamaan Rumus Normalitas (Chi-square):

𝒙𝟐 = ∑( 𝑶𝒊−𝑬𝒊)

𝑬𝒊

Keterangan :

X2 : Nilai X2

Oi : Nilai Observasi

Ei : Nilai Expected/harapan

Luasan interval kelas berdasarkan tabel normal

dikalikan (n) / total frekuensi (pi x n)

N : Banyaknya angka pada data (total frekuensi)

4. Uji-T (Beda)

Uji-T (Beda) adalah merupakan teknik uji untuk mengetahui

sejauh mana hubungan perbedaan hasil pengaruh yang

diperoleh setelah melakukan pengujian. Uji-T (Beda) satu

sampel ini tergolong hipotesis deskriptif. Uji-T ini terdapat dua

rumus yang dapat digunakan, yaitu:

98

a. Jika standar deviasi populasi diketahui, maka digunakan

Rumus Zhitung.

b. Jika standar deviasi tidak diketahui maka yang digunakan

adalah Rumus thitung.

99

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu

Pendidikan (STKIP) Muhammadiyah Bone. Secara letak geografis

kampus ini berada tepat di wilayah strategis di jantung kota Kabupaten

Bone yang berlokasi di jalan Jendral sudirman dengan poros trans sinjai-

bone tepat berada di KM 4. Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan

(STKIP) Muhammadiyah Bone ini merupakan perguruan tinggi swasta

paling tua yang ada di kabupaten Bone. STKIP Muhammadiyah Bone

berdiri pada tanggal 1 Desember 1973. Kampus ini berawal sebagai

cabang Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah (Unismuh)

Makassar berdasarkan Akta Notaris Nomor 71 tanggal 19 Juni 1963 oleh

Notaris R.Surojo W.(Jakarta) yang dikelola oleh Majelis Pendidikan

Muhammadiyah.

Perguruan Tinggi ini merupakan salah satu perguruan tinggi swasta

di bawah naungan Muhammadiyah yang memiliki koordinasi vertikal dari

pusat di mana segala sesuatunya harus melalui mekanisme dan prosedur

yang ada di pengurus pusat muhammadiyah minimal pimpinan wilayah

yang berdomisili di provinsi sulawesi selatan. Hingga tahun 2016 kampus

100

STKIP Muhammadiyah Bone telah menghasilkan 3.215 alumni strata 1

(S1).

Berdasarkan titik koordinat lokasi penelitian yakni berlokasi di Jalan

Abu Dg.Pasolong Kota Watampone Kabupaten Bone, sebelah selatan

kota tepatnya di Kilometer 4 bersebelahan dengan Jalan protokol Jalan

Jendral Sudirman Watampone. Adapun lokasi kordinat penelitian

ditunjukkan oleh peta (map) diunduh dari Google Maps milik perusahaan

Google.inc berikut:

Gambar 11. Lokasi Koordinat Penelitian

101

2. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama empat minggu atau satu bulan

sejak bulan Mei sampai Juni 2017. Kegiatan ini mulai dilakukan dari tahap

persiapan, observasi, eksperimen, hingga penyusunan dan pelaporan.

Tahap awal meliputi persiapan, dengan langkah yang dilakukan adalah:

persiapan dan pembuatan perangkat pembelajaran berupa instrumen dan

melakukan uji validitas instrumen untuk penelitian. Adapun responden

pada penelitian ini adalah mahasiswa Teknologi Pendidikan semester IV

berjumlah 70 orang (terbagi dalam 2 kelas) pada matakuliah Jaringan

Komputer. Untuk materi ajar yang diberikan disesuaikan dengan Silabus

dan RPP yang digunakan di kampus tersebut.

Adapun instrumen yang dibuat adalah berupa soal pretest dan soal

posttest, angket, dan Lembar pengamatan keterampilan mahasiswa.

Kelas Kontrol dan kelas Eksperimen ditentukan oleh peneliti berdasarkan

observasi pada tahap awal pra penelitian. Penelitian ini tidak

menggunakan sampel karena populasi dianggap terjangkau untuk diteliti.

Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan Quasi Eksperimen yang

berarti eksperimen semu (tidak sesungguhnya) dimana pengelompokan

kelas tidak dilakukan secara random (acak) melainkan

pengelompokannya telah terjadi secara alami (grup).

Pada penelitian ini, telah dijelaskan oleh peneliti di bab

sebelumnya bahwa penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen

atau eksperimen semu. Penelitian eksperimen semu secara langsung

102

bertujuan untuk menjelaskan hubungan-hubungan, mengklarifikasi

penyebab terjadinya suatu peristiwa, atau keduanya. Walaupun terdapat

kelas kontrol sebagai kelas pembanding tetapi populasi tidak dikontrol

secara ketat. Sesuai desain eksperimen yang digunakan peneliti, dalam

penelitian ini sampel diberikan tes awal (pretest) dahulu sebelum

memperoleh pembedaan perlakuan, kemudian pada akhir perlakuan

peneliti memberi (posttest). Hasil dari pretest dan posttest penelitian ini

dapat dilihat pada bagian hasil dan lampiran.

Adapun pelaksanaan instrumen untuk kelas Kontrol diberikan

perlakukan dengan cara konvensional yakni pembelajaran menggunakan

buku pegangan, alat bantu media power point, dan sistem ceramah.

Sementara untuk kelas Eksperimen dilakukan dengan pembelajaran

berbantukan media simulasi bernama Cisco Packet Tracer dan dilakukan

di laboratorium komputer dasar. Untuk memulai penelitian terlebih dahulu

peneliti memberikan ujian berupa pretest kepada kelas kontrol yang

berjumlah 35 orang. Sementara di kelas eksperimen juga dilakukan hal

yang sama untuk mengukur pemahaman awal mahasiswa dengan pretest

yang sama. Hal ini dilakukan agar peneliti tahu kondisi awal responden

atau mahasiswa serta berguna untuk penyamaan wawasan sebelum

dilakukan eksperimen. Penelitian ini dilakukan selama 8 kali pertemuan

dengan pembagian 4 pertemuan di kelas kontrol dan 4 pertemuan di kelas

eksperimen dimana pretest dan posttest dilakukan di awal dan akhir

pembelajaran. Sementara untuk instrumen berupa Angket atau kuosioner

103

dilakukan setelah dilakukan pretest dan posttest untuk masing-masing

kelas. Langkah berikutnya atau tahap akhir yang dilakukan adalah

melakukan pengamatan terhadap keterampilan mahasiswa dengan

menggunakan Lembar Observasi Keterampilan baik di kelas kontrol

maupun kelas eksperimen sesuai dengan konsep pembelajaran yang

telah ditetapkan peneliti sebelumnya.

Sementara untuk teknis pemberian nilai/skor pada soal pretest dan

posttest, peneliti memberi wewenang kepada salah satu dosen Matakuliah

Jaringan Komputer untuk memberikan penilaian (sebagai ahli media)

sesuai standar jawaban. Sementara untuk penilaian Lembar Observasi

Keterampilan mahasiswa, peneliti menggunakan satu orang penilai

eksternal (laboran) untuk memberikan penilaian langsung kepada

mahasiswa dalam melakukan praktikum. Jadi dalam hal ini peneliti

menggunakan dua orang dalam memberikan penilaian untuk soal tes dan

lembar keterampilan mahasiswa.

3. Eksperimentasi

Pada bagian eksperimentasi ini dijelaskan bagaimana proses

penelitian di lapangan oleh peneliti yang meliputi pemberian dan

pelaksanaan proses belajar mengajar dengan materi matakuliah secara

konvensional di kelas kontrol yang terdiri dari proses awal hingga

pemilihan materi yang akan diberikan, serta pelaksanaan dan

pemberian materi ajar matakuliah berbasis simulasi dengan

memanfaatkan teknologi komputer di kelas eksperimen.

104

Tabel 6. Tahapan Eksperimentasi Kelas Kontrol

Pertemuan,

Hari/Tanggal Waktu

Materi

Pokok Kegiatan

Sumber

Belajar

I

Senin, 5 Juni 2017

90

menit

Topologi Jaringan

Bus

Pendahuluan

1. Berdoa menurut keyakinan masing-masing.

2. Cek kesiapan mahasiswa.

3. Motivasi (mengungkapkan) manfaat mempelajari topik.

4. Menginformasikan tujuan yang akan dicapai dalam kegiatan pembelajaran.

5. Peneliti memberikan soal tes yang pertama (pretest).

Mengamati 6. Mahasiswa

menentukan pengertian topologi jaringan Bus.

7. Mahasiswa mengamati berbagai jenis konfigurasi yang menggunakan topologi Bus.

Mengeksplorasi 8. Mahasiswa

mengeksplorasi berbagai jenis konfigurasi jaringan yang menerapkan topologi Bus.

Mengasosiasi 9. Mahasiswa

mendiskusikan dan menyimpulkan hasil

1. Buku Teks Pelajaran.

2. Buku Panduan Dosen.

3. Buku dan referensi lainnya.

105

materi dan pengamatan terkait dengan konfigurasi jaringan menggunakan topologi Bus.

Mengkomunikasikan 10. Mahasiswa

menyampaikan hasil berbagai macam percobaan dan pengamatan terkait konfigurasi jaringan yang menggunakan topologi Bus.

Penutup 11. Mahasiswa

menyimpulkan materi pembelajaran.

12. Peneliti merencanakan materi selanjutnya.

13. Mahasiswa berdoa dan menutup pertemuan.

II

Senin, 12 Juni 2017

90

menit

Topologi Jaringan Ring &

Star

Pendahuluan 1. Berdoa menurut

keyakinan masing-masing.

2. Cek kesiapan mahasiswa.

3. Motivasi (mengungkapkan) manfaat mempelajari topik.

4. Menginformasikan tujuan yang akan dicapai dalam kegiatan pembelajaran.

5. Peneliti memberikan materi terkait topologi Ring dan Star.

1. Buku Teks

Pelajaran.

2.Buku

Panduan

Dosen.

3.Buku dan

referensi

lainnya.

106

Mengamati 6. Mahasiswa

menentukan pengertian topologi jaringan Ring & Star.

7. Mahasiswa mengamati berbagai jenis konfigurasi yang menggunakan topologi Ring & Star.

Mengeksplorasi 8. Mahasiswa

mengeksplorasi berbagai jenis konfigurasi jaringan yang menerapkan topologi Ring & Star.

Mengasosiasi 9. Mahasiswa

mendiskusikan dan menyimpulkan hasil materi dan pengamatan terkait dengan konfigurasi jaringan menggunakan topologi Ring & Star.

Mengkomunikasikan 10. Mahasiswa

menyampaikan hasil berbagai macam percobaan dan pengamatan terkait konfigurasi jaringan yang menggunakan topologi Ring & Star.

Penutup 11. Mahasiswa

menyimpulkan materi pembelajaran.

12. Peneliti dan mahasiswa merencanakan materi selanjutnya.

107

13. Peneliti dan

Mahasiswa berdoa dan menutup pertemuan.

III

Senin, 19 Juni 2017

90

menit

Topologi Jaringan Extended Star dan

Mesh

Pendahuluan

1. Berdoa menurut keyakinan masing-masing.

2. Cek kesiapan mahasiswa.

3. Motivasi (mengungkapkan) manfaat mempelajari topik.

4. Menginformasikan tujuan yang akan dicapai dalam kegiatan pembelajaran.

5. Peneliti memberikan materi terkait topologi Ext Star dan Mesh.

Mengamati 6. Mahasiswa

menentukan pengertian topologi jaringan Ext Star & Mesh.

7. Mahasiswa mengamati berbagai jenis konfigurasi yang menggunakan topologi Ext Star dan Mesh.

Mengeksplorasi 8. Mahasiswa

mengeksplorasi berbagai jenis konfigurasi jaringan yang menerapkan topologi Ext Star dan Mesh.

1.Buku Teks

Pelajaran.

2.Buku

Panduan

Dosen.

3.Buku dan referensi lainnya.

108

Mengasosiasi 9. Mahasiswa

mendiskusikan dan menyimpulkan hasil materi dan pengamatan terkait dengan konfigurasi jaringan menggunakan topologi Ext Star dan Mesh.

Mengkomunikasikan 10. Mahasiswa

menyampaikan hasil berbagai macam percobaan dan pengamatan terkait konfigurasi jaringan yang menggunakan topologi Ext Star dan Mesh.

Penutup 11. Mahasiswa

menyimpulkan materi pembelajaran.

12. Peneliti dan mahasiswa merencanakan materi selanjutnya.

13. Peneliti dan Mahasiswa berdoa dan menutup pertemuan.

IV

Senin, 26 Juni 2017

90

menit

Topologi Jaringan

Tree

Pendahuluan 1. Berdoa menurut

keyakinan masing-

masing.

2. Cek kesiapan

mahasiswa.

3. Motivasi

1. Buku Teks

Pelajaran.

2.Buku

Panduan

Dosen.

3. Buku dan

referensi

lainnya.

109

(mengungkapkan)

manfaat mempelajari

topik.

4. Menginformasikan

tujuan yang akan

dicapai dalam

kegiatan

pembelajaran.

5. Peneliti memberikan

materi terkait

topologi Tree.

Mengamati 6. Mahasiswa

menentukan

pengertian topologi

jaringan Tree.

7. Mahasiswa

mengamati berbagai

jenis konfigurasi

yang menggunakan

topologi Tree.

Mengeksplorasi 8. Mahasiswa

mengeksplorasi

berbagai jenis

konfigurasi jaringan

yang menerapkan

topologi Tree.

Mengasosiasi 9. Mahasiswa

mendiskusikan dan

menyimpulkan hasil

materi dan

pengamatan terkait

dengan konfigurasi

jaringan

menggunakan

topologi Tree.

110

Mengkomunikasikan 10. Mahasiswa

menyampaikan hasil

berbagai macam

percobaan dan

pengamatan terkait

konfigurasi jaringan

yang menggunakan

topologi Tree.

Penutup 11. Mahasiswa

menyimpulkan

materi

pembelajaran.

12. Peneliti dan

mahasiswa

melakukan refleksi

terhadap kegiatan

yang sudah

dilakukan.

13. Peneliti

memberikan soal

tes yang terakhir

(posttest) dengan

membagikan soal

tes.

14. Peneliti dan

Mahasiswa berdoa

dan menutup

pertemuan.

111

Tabel 7. Tahapan Eksperimentasi Kelas Eksperimen

Pertemuan,

Hari/Tanggal Waktu

Materi

Pokok Kegiatan

Sumber

Belajar

I

Selasa, 6 Juni 2017

90 menit

Topologi Jaringan

Bus

Pendahuluan

1. Membuka dan Berdoa menurut keyakinan masing-masing.

2. Cek kesiapan mahasiswa dan perangkat komputer.

3. Motivasi (mengungkapkan) manfaat menggunakan simulator komputer.

4. Menginformasikan tujuan yang akan dicapai dalam kegiatan pembelajaran.

5. Peneliti memberikan arahan terkait prosedur penggunaan simulator komputer.

6. Peneliti memberikan arahan terkait materi simulasi topologi Bus.

Mengamati/desain 7. Mahasiswa

membuka aplikasi cisco packet tracer versi student

8. Mahasiswa menyiapkan lembar kosong untuk desain simulasi.

1. Power

Point 2. Aplikasi

Cisco Packet Tracer

3. Perangkat Komputer

112

9. Memilih switch dan tata sedemikian rupa agar terlihat rapi dan mudah dikerjakan.

10. Pilih end device dan pilih Generic (tata komputer secara selang seling).

11. Pilih Connection dan pilih Automatically Choose Connection Type.

12. Beri kabel pada Switch dan Komputer (kabel sama).

13. Berikan IP masing-masing komputer.

14. Pilih komputer 1 sebagai IP pertama dan seterusnya.

15. Pilih Desktop > IP Configuration dengan mengisi IP Adress 192.168.1.1

16. Komputer siap dihubungkan.

Simulasi 17. Mahasiswa

mengaktifkan Auto Capture.

18. Mahasiswa melihat animasi hasil desain pada simulator.

113

Penutup 19. Mahasiswa

menyimpulkan materi.

20. Mahasiswa melakukan refleksi hasil simulasi.

21. Peneliti dan mahasiswa menyiapkan materi selanjutnya.

22. Peneliti menutup pertemuan.

II

Selasa, 13 Juni 2017

90

menit

Topologi Jaringan Ring &

Star

Pendahuluan 1. Membuka dan

Berdoa menurut keyakinan masing-masing.

2. Cek kesiapan mahasiswa dan perangkat komputer.

3. Motivasi (mengungkapkan) manfaat menggunakan simulator komputer.

4. Menginformasikan tujuan yang akan dicapai dalam kegiatan pembelajaran.

5. Peneliti memberikan arahan terkait prosedur penggunaan simulator komputer.

6. Peneliti memberikan arahan terkait

1. Power Point

2. Aplikasi Cisco Packet Tracer

3. Perangkat Komputer

114

materi simulasi topologi Ring dan Star.

Mengamati/desain 7. Mahasiswa

membuka aplikasi cisco packet tracer versi student

8. Mahasiswa menyiapkan lembar kosong untuk desain simulasi.

9. Memilih switch dan komputer dan tata sedemikian rupa agar terlihat rapi dan mudah dikerjakan.

10. Pilih end device dan pilih Generic (tata komputer secara selang seling).

11. Pilih Connection dan pilih Automatically Choose Connection Type.

12. Beri kabel pada Switch dan Komputer (kabel sama).

13. Berikan IP masing-masing komputer.

14. Pilih komputer 1 sebagai IP pertama dan seterusnya.

15. Pilih Desktop > IP Configuration dengan mengisi

115

IP Adress 192.168.1.20

16. Komputer siap dihubungkan dengan melakukan Ping menggunakan Command Prompt.

Simulasi 17. Mahasiswa

mengaktifkan Auto Capture.

18. Mahasiswa melihat animasi hasil desain pada simulator.

Penutup 19. Mahasiswa

menyimpulkan materi.

20. Mahasiswa melakukan refleksi hasil simulasi.

21. Peneliti dan mahasiswa menyiapkan materi selanjutnya. Peneliti menutup pertemuan.

III

Selasa, 20 Juni 2017

90 menit

Topologi Jaringan Extended Star dan

Mesh

Pendahuluan 1. Membuka dan

Berdoa menurut keyakinan masing-masing.

2. Cek kesiapan mahasiswa dan perangkat komputer.

1. Power

Point 2. Aplikasi

Cisco Packet Tracer

3. Perangkat Komputer

116

3. Motivasi

(mengungkapkan) manfaat menggunakan simulator komputer.

4. Menginformasikan tujuan yang akan dicapai dalam kegiatan pembelajaran.

5. Peneliti memberikan arahan terkait prosedur penggunaan simulator komputer.

6. Peneliti memberikan arahan terkait materi simulasi topologi Ext Star dan Mesh.

Mengamati/desain 7. Mahasiswa

membuka aplikasi cisco packet tracer versi student

8. Mahasiswa menyiapkan lembar kosong untuk desain Ext Star dan Mesh.

9. Memilih switch dan komputer dan tata sedemikian rupa agar terlihat rapi dan mudah dikerjakan.

10. Pilih end device dan pilih Generic (tata komputer secara selang seling).

11. Pilih Connection dan pilih

117

Automatically Choose Connection Type.

12. Beri kabel pada Switch dan Komputer (kabel sama).

13. Berikan IP masing-masing komputer.

14. Pilih komputer 1 sebagai IP pertama dan seterusnya.

15. Pilih Desktop > IP Configuration dengan mengisi IP Adress 192.168.1.20

16. Komputer siap dihubungkan dengan melakukan Ping menggunakan Command Prompt.

Simulasi 17. Mahasiswa

mengaktifkan Auto Capture.

18. Mahasiswa melihat animasi hasil desain pada simulator.

Penutup 19. Mahasiswa

menyimpulkan materi.

20. Mahasiswa melakukan refleksi hasil simulasi.

118

21. Peneliti dan mahasiswa menyiapkan materi selanjutnya. Peneliti menutup pertemuan.

IV

Selasa, 27 Juni 2017

90 menit

Topologi Jaringan

Tree

Pendahuluan 1. Membuka dan

Berdoa menurut keyakinan masing-masing.

2. Cek kesiapan mahasiswa dan perangkat komputer.

3. Motivasi (mengungkapkan) manfaat menggunakan simulator komputer.

4. Menginformasikan tujuan yang akan dicapai dalam kegiatan pembelajaran.

5. Peneliti memberikan arahan terkait prosedur penggunaan simulator komputer.

6. Peneliti memberikan arahan terkait materi simulasi topologi Tree.

Mengamati/desain 7. Mahasiswa

membuka aplikasi cisco packet tracer versi student

1. Power Point 2. Aplikasi

Cisco Packet Tracer

3. Perangkat Komputer

119

8. Mahasiswa menyiapkan lembar kosong untuk desain simulasi.

9. Memilih switch dan komputer dan tata sedemikian rupa agar terlihat rapi dan mudah dikerjakan.

10. Pilih end device dan pilih Generic (tata komputer secara selang seling).

11. Pilih Connection dan pilih Automatically Choose Connection Type.

12. Beri kabel pada Switch dan Komputer (kabel sama).

13. Berikan IP masing-masing komputer.

14. Pilih komputer 1 sebagai IP pertama dan seterusnya.

15. Pilih Desktop > IP Configuration dengan mengisi IP Adress 192.168.1.20

16. Komputer siap dihubungkan dengan melakukan Ping menggunakan Command Prompt.

120

Simulasi 17. Mahasiswa

mengaktifkan Auto Capture.

18. Mahasiswa melihat animasi hasil desain pada simulator.

Penutup 19. Mahasiswa

menyimpulkan materi.

20. Mahasiswa melakukan refleksi hasil simulasi.

21. Peneliti menyiapkan soal tes setelah proses eksperimen dengan penggunaan simulator komputer (posttest).

22. Peneliti dan mahasiswa menyiapkan materi selanjutnya. Peneliti menutup pertemuan.

121

4. Deskripsi Data Penelitian

a. Hasil Pretest Kelas Kontrol dan Eksperimen

Pretest digunakan untuk mengetahui apakah kemampuan awal

mahasiswa pada kelas kontrol dan kelas eksperimen berbeda atau

sama. Adapun hasil pretest yang diperoleh dari pemberian tes

berupa soal-soal baik di kelas kontrol maupun di kelas eksperimen

dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Data hasil yang diperoleh dari

pemberian tes berupa soal adalah berupa skor tes. Dari data yang

diperoleh melalui soal tes ini diketahui bahwa nilai rata-rata pretest

di kelas kontrol adalah 52,29 dengan standar deviasi adalah 12,026

sementara di kelas eksperimen adalah rata-rata 51,14 dengan

standar deviasi sebesar 10,367 di mana secara kasat mata terlihat

ada perbedaan. Namun dalam ilmu statistik, hasil yang terlihat

berbeda secara langsung belum tentu dikatakan berbeda sehingga

harus melalui proses pengujian terlebih dahulu.

Untuk nilai Min Pretest (skor terendah) yang diperoleh

mahasiswa di kelas kontrol adalah skor 35 sementara di kelas

eksperimen mendapatkan nilai 30. Sementara nilai Max Pretest

(skor tertinggi) diperoleh mahasiswa untuk kelas kontrol adalah 80

dan kelas eksperimen diperoleh nilai hanya 65. Dalam studi

kuantitatif, data yang diperoleh dari skor hasil dari tes tersebut

harus melalui pengujian terlebih dahulu untuk menentukan apakah

betul ada perbedaan secara signifikan ataupun sebaliknya tidak

122

terdapat perbedaan yang signifikan.

Untuk lebih mudah dalam membaca data hasil pretest kedua

kelas yaitu kelas kontrol dan kelas eksperimen, maka terlebih

dahulu disajikan data hasil pengolahan program SPSS yang

meliputi data di bawah ini dalam bentuk deskripsi statistik berikut

ini.

Tabel 8. Deskripsi Pretest Kontrol dan Eksperimen

Kelas Mean Std. Deviasi Min Max

Pretest Kontrol Eksperimen

52.29 51.14

12.026 10.367

35 30

80 65

Posttest Kontrol Eksperimen

65.42 70.71

10.027 10.300

45 50

85 90

Untuk melihat hasil pengujian secara seksama menggunakan

program Statistical Package for the Social Sciences (SPSS) dapat

dilihat dari tabel Descriptive Statistics di bawah ini khusus untuk

Nilai Pretest kelas Kontrol.

123

Tabel 9. Descriptive Statistics Pretest Kontrol

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

PRETEST KELAS

KONTROL

35 35 80 52.29 12.026

Valid N (listwise) 35

Tabel di atas menunjukkan bahwa jumlah responden ada 35

orang dengan rata-rata skor hasil nilai sebelum perlakuan adalah

sebesar 52,29 dengan standar deviasi sebesar 12,026.

Untuk melihat hasil pengujian secara seksama menggunakan

program Statistical Package for the Social Sciences (SPSS) dapat

dilihat dari tabel Descriptive Statistics di bawah ini khusus untuk

Nilai Pretest kelas Eksperimen.

Tabel 10. Descriptive Statistics Pretest Experimen

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

PRETEST KELAS

EKSPERIMEN

35 30 65 51.14 10.367

Valid N (listwise) 35

Tabel di atas menunjukkan bahwa jumlah responden berjumlah

35 orang dengan rata-rata skor hasil nilai sebelum perlakuan

adalah sebesar 51,14 dengan standar deviasi sebesar 10,367.

124

b. Hasil Posttest Kelas Kontrol dan Eksperimen

Posttest digunakan untuk mengukur kemampuan akhir dari

mahasiswa itu sendiri, baik di kelas kontrol dan kelas eksperimen.

Adapun hasil posttest diperoleh setelah diberikannya perlakuan di

kelas kontrol dan kelas eksperimen. Data hasil tersebut diketahui

bahwa rata-rata skor nilai yang diperoleh mahasiswa di kelas

kontrol setelah diberikan perlakuan (pembelajaran) adalah 65,42

dengan standar deviasi sebesar 10,027. Sementara di kelas

eksperimen diperoleh nilai rata-rata 70,71 dengan standar deviasi

sebesar 10.300. Berikut penyajian data tabel.

Tabel 11. Deskripsi Posttest Kontrol

dan Eksperimen

Kelas Mean Std. Deviasi Min Max

Posttest Kontrol

65.42

10.027

45

85

Posttest Eksperimen

70.71

10.300

50

90

Untuk melihat hasil pengujian secara seksama menggunakan

program Statistical Package for the Social Sciences (SPSS) dapat

dilihat dari tabel Descriptive Statistics di bawah ini khusus untuk

Nilai Posttest kelas Kontrol.

125

Tabel 12. Descriptive Statistics Posttest Kontrol

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

POSTTEST KELAS

KONTROL

35 45 85 65.43 10.027

Valid N (listwise) 35

Tabel di atas menunjukkan bahwa jumlah responden ada 35

orang dengan rata-rata skor hasil nilai setelah perlakuan adalah

sebesar 65,43 dengan standar deviasi sebesar 10,027.

Untuk melihat hasil pengujian secara seksama menggunakan

program Statistical Package for the Social Sciences (SPSS) dapat

dilihat dari tabel Descriptive Statistics di bawah ini khusus untuk

Nilai Posttest kelas Eksperimen.

Tabel 13. Descriptive Statistics Posttest Experimen

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

POSTTEST KELAS

EXPERIMEN

35 50 90 70.71 10.300

Valid N (listwise) 35

Tabel di atas menunjukkan bahwa jumlah responden berjumlah

35 orang dari hasil posttest kelas eksperimen dengan rata-rata skor

hasil nilai setelah perlakuan adalah sebesar 70,71 dengan standar

deviasi sebesar 10,300.

126

Tabel 14. Crosstabulation Nilai

Nilai * Kelas Crosstabulation

Count

Kelas

Total Kelas Kontrol

Kelas

Eksperimen

Nilai

41-50 5 1 6

51-60 5 8 13

61-70 17 8 25

71-80 6 13 19

81-90 2 5 7

Total 35 35 70

Berdasarkan tabel silang di atas, dapat dilihat bahwa skor nilai

antara 41 sampai 50 ada 5 orang di kelas kontrol sementara di

kelas eksperimen hanya ada 1 orang saja. Untuk skor 51 sampai

60 terdapat 5 mahasiswa di kelas kontrol dan ada 8 mahasiswa di

kelas eksperimen. Jika melihat nilai terendah dari dua kelas

tersebut ada pada kelas eksperimen sementara nilai tertinggi ada

pada dua kelas tersebut. Untuk memahami kedua kelas tersebut

dari aspek pengetahuan (nilai) mahasiswa, dapat memperhatikan

grafik bar (bar chart) berikut:

127

Gambar 12. Grafik Frekuensi Posttest

Bar chart atau diagram batang di atas menunjukkan frekuensi

atau interval dari aspek pengetahuan (nilai) perbandingan hasil

belajar mahasiswa menggunakan model belajar konvensional

dengan model simulasi berbasis komputer. Nilai perolehan tertinggi

antara skor 61 sampai 70 berasal dari kelas kontrol sebanyak 17

orang sementara kelas eksperimen hanya ada 8 orang. Untuk skor

antara 71 sampai 80 didapatkan berasal dari kelas eksperimen

sebanyak 13 orang. Selebihnya berasal dari kelas kontrol sebanyak

6 orang mahasiswa.

128

c. Minat Belajar Kelas Kontrol dan Eksperimen

Adapun variabel Minat Belajar mahasiswa digunakan untuk

mengukur sejauh mana persepsi mahasiswa terhadap keinginan

belajar mahasiswa (minat) terhadap pola pembelajaran di kelas

kontrol dengan cara konvensional. Sementara di kelas eksperimen

juga dilakukan pengukuran persepsi mahasiswa terhadap keinginan

belajar mahasiswa (minat) terhadap pola pembelajaran

menggunakan model simulasi Cisco Packet Tracer. Pengukuran

variabel ini dilakukan dengan menggunakan Angket atau Kuesioner

yang dibuat sebelumnya oleh peneliti dalam menetapkan indikator

minat mahasiswa.

Berdasarkan data yang diperoleh dari data kuesioner ataupun

angket kepada 35 responden mahasiswa di kelas kontrol dan kelas

eksperimen, diperoleh nilai rata-rata di kelas kontrol sebesar 52,22

dan di kelas eksperimen diperoleh nilai rata-rata 60,70.

Tabel 15. Descriptive Statistics Minat Kontrol

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Minat Kelas Kontrol 35 35 72 52.22 8.084

Minat Kelas

Eksperimen

34 48 69 60.70 7.077

Valid N (listwise) 34

129

Tabel di atas menunjukkan bahwa jumlah responden berjumlah

35 orang dari hasil angket/kuesioner kelas kontrol dengan rata-rata

skor minat setelah dilakukan perlakuan atau pembelajaran

konvensional adalah sebesar 52,22 dengan standar deviasi

sebesar 8,084. Sementara untuk minat kelas eksperimen diperoleh

nilai rata-rata minat sebesar 60,70 dengan standar deviasi sebesar

7,077. Untuk nilai terendah (skor) atau Min minat kelas kontrol

adalah skor 35 dan nilai tertinggi (Max) minat sebesar 72. Untuk

nilai terendah (Min) minat skor pada kelas eksperimen sebesar 48

dan nilai tertinggi (Max) sebesar 69.

Tabel 16. Crosstabulation Minat

Kelas * Tingkat Minat Crosstabulation

Count

Tingkat Minat

Total Rendah Sedang Tinggi

Kelas Kelas Kontrol 10 25 0 35

Kelas Eksperimen 0 0 35 35

Total 10 25 35 70

Dari hasil penelitian ditemukan bahwa antara kelas kontrol dan

kelas eksperimen masing-masing menunjukkan daya tarik

mahasiswa terhadap pembelajaran konvensional dan model

simulasi, namun secara umum metode simulasi berbasis komputer

jauh lebih menarik daya minat mahasiswa dibanding model

konvensional. Pada tabel silang di atas dibagi menjadi tiga kategori

130

minat yakni kategori rendah, sedang, dan tinggi. Hal tersebut dapat

dilihat dari Tabel silang di atas yang menunjukkan bahwa ada 10

orang mahasiswa yang memiliki minat rendah di kelas kontrol, 25

orang mahasiswa yang memiliki minat sedang, serta tak ada

satupun mahasiswa yang memiliki minat tinggi terhadap metode

pembelajaran konvensional. Untuk kelas eksperimen yang

menggunakan metode pembelajaran berbasis simulasi komputer

dikategorikan memiliki minat yang sangat tinggi terhadap

penerapan model simulasi berbasis komputer. Hal ini dibuktikan

dengan data hasil penelitian yang menunjukkan adanya 35

mahasiswa kelas eksperimen yang memiliki minat tinggi.

Untuk dapat melihat lebih jelas perbedaan minat atau daya tarik

mahasiswa terhadap pembelajaran yang digunakan pada kedua

kelas kontrol dan eksperimen adalah dengan melihat bentuk

diagram batang atau bar chart di bawah ini.

131

Gambar 13. Grafik Frekuensi Minat

d. Keterampilan Belajar Kelas Kontrol dan Eksperimen

Adapun variabel Keterampilan Belajar mahasiswa digunakan

untuk mengukur sejauh mana keterampilan atau skill mahasiswa

terhadap metode belajar mahasiswa yang diterima baik

pembelajaran di kelas kontrol dengan cara konvensional maupun

metode belajar menggunakan bantuan komputer menggunakan

model simulasi Cisco Packet Tracer (CPT) di kelas eksperimen.

Proses pengukuran variabel ini dilakukan dengan menggunakan

132

Lembar Observasi Pengamatan yang dibuat sebelumnya oleh

peneliti dalam menetapkan indikator keterampilan mahasiswa.

Pengukuran ini dilakukan setelah semua proses perlakuan atau

pemberian metode pembelajaran dilakukan dengan kata lain

pengukuran ini dilakukan pada akhir pembelajaran.

Berdasarkan data yang diperoleh dari data Lembar Observasi

Pengamatan Keterampilan yang dilakukan kepada 35 responden

mahasiswa di kelas kontrol dan kelas eksperimen, diperoleh nilai

rata-rata di kelas kontrol sebesar 2,88 sementara hasil

keterampilan di kelas eksperimen menunjukkan nilai rata-rata 3,62.

Deskripsi variabel ini menunjukkan bahwa terdapat nilai terendah

(Min) pada kelas kontrol sebesar 1 dan nilai tertinggi (Max) adalah

5. Sementara di kelas eksperimen diperoleh nilai terendah (Min)

sebesar 3 dan nilai tertinggi (Max) adalah 5.

Berikut deskripsi data perolehan lembar observasi pengamatan

baik kelas kontrol maupun kelas eksperimen yang ditunjukkan

melalui descriptive statics menggunakan aplikasi Statistical

Package for the Social Sciences atau SPSS.

133

Tabel 17. Descriptive Statistics Keterampilan Kelas Kontrol dan Eksperimen

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

KETERAMPILAN

KONTROL

35 1 5 2.88 1.105

KETERAMPILAN

EKSPERIMEN

35 3 5 3.62 .546

Valid N (listwise) 35

Tabel 18. Crosstabulation Keterampilan

Kelas * Keterampilan Crosstabulation

Count

Keterampilan

Total Tidak

Kompeten

Kurang

Kompeten

Cukup

Kompeten Kompeten

Sangat

Kompeten

Kelas Kelas Kontrol 5 5 17 5 3 35

Kelas

Eksperimen 0 0 14 20 1 35

Total 5 5 31 25 4 70

Pada tabel 16 di atas menunjukkan hasil pengolahan data

penelitian di mana pada kategori keterampilan ini digunakan 5 level

frekuensi yakni Tidak Kompeten, Kurang Kompeten, Cukup

Kompeten, Kompeten, dan Sangat Kompeten. Dari sajian data di

atas membuktikan bahwa penyebaran kategori hampir berimbang.

Artinya hanya kategori Tidak kompeten dan Kurang kompeten yang

kosong, selebihnya berada pada kategori Cukup Kompeten,

134

Kompeten, dan Sangat Kompeten dengan masing-masing

perolehan 14, 20, dan 1 untuk kelas eksperimen. Hal ini

membuktikan bahwa metode yang diterapkan di kelas eksperimen

berupa pembelajaran berbasis simulasi dengan bantuan komputer

telah sesuai dengan teori kontruktivisme di mana peserta didik

diharapkan mampu mengolah, menyusun kembali, dan

merekonstruksi proses pembelajaran dengan baik dan benar

sehingga dengan penyajian materi secara audio visual dengan

memanfaatkan komputer mampu merangsang daya ingat sehingga

stimulus yang mereka dapatkan dan rasakan akan menghasilkan

suatu respon yang terkoordinasi di dalam dirinya.

Untuk lebih memahami perbandingan secara statistik dari

perolehan tingkat keterampilan mahasiswa tersebut baik di kelas

kontrol maupun di kelas eksperimen, maka disajikan suatu bagan

atau diagram batang (bar chart) sebagai berikut.

135

Gambar 14. Grafik Frekuensi Keterampilan

5. Uji Pra-syarat Analisis

a. Uji Homogenitas

Uji Homogenitas merupakan jenis uji pra-syarat asumsi yang

dilakukan sebelum melakukan analisis Independent Sample T-test.

Adapun asumsi yang mendasari analisis varian adalah bahwa

varian dari populasi adalah sama. Sebelum melakukan uji-t (beda)

terlebih dahulu dilakukan uji pra-syarat yaitu uji homogenitas. Uji

homogenitas digunakan untuk menguji kesamaan variansi dari dua

variabel.

136

1. Uji Homogenitas Pretest Kontrol & Eksperimen

Sebelum melakukan pengujian selanjutnya berupa pengujian

independent sample T-test atau uji-T (beda), maka terlebih

dahulu dilakukan pengujian homogenitas nilai pretest di kelas

kontrol dan kelas eksperimen.

Adapun hipotesis untuk pengujian homogenitas sebagai

berikut:

H0 : Kedua variansi adalah sama

H1 : Kedua variansi adalah tidak sama

Kriteria pengujiannya ada 2 cara, yaitu pertama

membandingkan nilai F-hitung dan F-tabel. selanjutnya yang

kedua dengan membandingkan nilai sig(2-tailed).

Untuk memudahkan dalam pengujian, digunakan cara kedua.

Berikut sajian data menggunakan cara kedua yaitu

membandingkan nilai sig(2-tailed) pada tabel.

Jika nilai sig(2-tailed) ≤ 𝛼=0.05 maka H0 ditolak atau H1

diterima begitupun sebaliknya jika nilai sig(2-tailed) ≥ 𝛼=0.05

maka H1 ditolak atau H0 diterima.

137

Tabel 19. Uji Homogenitas Pretest Kelas Kontrol dan Eksperimen

Levene's Test for Equality of Variances

F Sig.

PRETEST Equal

variances

assumed

1.172 .283

Equal

variances not

assumed

Berdasarkan tabel nilai pretest kelas kontrol dan eksperimen

di atas diperoleh nilai sig.= 0,283 > 𝛼 = 0,05.

Kesimpulan data di atas bahwa H0 diterima dengan kata lain

nilai pretest kontrol dan eksperimen adalah memiliki nilai variansi

yang sama.

2. Uji Homogenitas Posttest Kontrol & Eksperimen

Sebelum melakukan uji-t (beda) terlebih dahulu dilakukan uji

pra-syarat yaitu uji homogenitas. Uji homogenitas digunakan

untuk menguji kesamaan variansi dari dua variabel.

Adapun hipotesis untuk pengujian homogenitas sebagai

berikut:

138

H0 : Kedua variansi adalah sama

H1 : Kedua variansi adalah tidak sama

Kriteria pengujiannya ada 2 cara. Pertama dengan cara

membandingkan nilai F-hitung dan F-tabel . Kedua dengan cara

membandingkan nilai sig(2-tailed). Agar lebih memudahkan

maka digunakan cara kedua .

Jika nilai sig(2-tailed) ≤ 𝛼=0.05 maka H0 ditolak atau H1

diterima begitupun sebaliknya Jika nilai sig(2-tailed) ≥ 𝛼=0.05

maka H1 ditolak atau H0 diterima.

Tabel 20. Uji Homogenitas Posttest Kelas Kontrol dan Eksperimen

Levene's Test for Equality of Variances

F Sig.

POSTTEST Equal variances

assumed

.813 .370

Equal variances not

assumed

Berdasarkan tabel nilai posttest kontrol dan eksperimen di

atas diperoleh nilai sig.= 0,370 > 𝛼 = 0,05.

Jadi disimpulkan bahwa H0 diterima atau nilai posttest

kontrol dan eksperimen memiliki nilai variansi yang sama.

139

3. Uji Homogenitas Keterampilan Kontrol & Eksperimen

Sebelum melakukan uji-t (beda) terlebih dahulu dilakukan uji

pra-syarat yaitu uji homogenitas. Uji homogenitas digunakan

untuk menguji kesamaan variansi dari dua variabel.

Adapun hipotesis untuk pengujian homogenitas sebagai

berikut:

H0 : Kedua variansi adalah sama

H1 : Kedua variansi adalah tidak sama

Kriteria pengujiannya ada 2 cara, Pertama dengan cara

membandingkan nilai F-hitung dan F-tabel. Kedua dengan cara

membandingkan nilai sig(2-tailed). Agar lebih memudahkan kita

gunakan cara kedua.

Jika nilai sig(2-tailed) ≤ 𝛼=0.05 maka H0 ditolak atau H1

diterima begitupun sebaliknya jika nilai sig(2-tailed) ≥ 𝛼= 0.05

maka H1 ditolak atau H0 diterima.

Untuk pengujian homogenitas pada variabel keterampilan

belajar mahasiswa untuk kelas kontrol dan eksperimen dapat

dilakukan dengan menggunakan aplikasi Statistical Package for

the Social Sciences (SPSS) seperti yang diperoleh pada tabel

hasil pengujian berikut ini.

140

Tabel 21. Uji Homogenitas Keterampilan Kelas Kontrol dan Eksperimen

Levene's Test for Equality of

Variances

F Sig.

KETERAMPILAN Equal variances

assumed

4.751 .033

Equal variances not

assumed

Berdasarkan tabel nilai uji homogenitas keterampilan kontrol

dan eksperimen di atas diperoleh nilai sig.= 0,033 < 𝛼 = 0,05.

Kesimpulannya bahwa H0 ditolak atau keterampilan kontrol

dan eksperimen memiliki nilai variansi yang tidak sama.

b. Uji Normalitas

Uji Normalitas berguna untuk menentukan data yang telah

dikumpulkan berdistribusi normal atau diambil dari populasi normal.

Metode klasik dalam pengujian normalitas suatu data tidak begitu

rumit. Berdasarkan pengalaman empiris beberapa pakar statistik,

data yang banyaknya lebih dari 30 angka (n> 30), maka sudah

dapat diasumsikan berdistribusi normal. Biasa dikatakan sebagai

sampel besar.

141

Namun untuk memberikan kepastian, data yang dimiliki

berdistribusi normal atau tidak, sebaiknya digunakan uji normalitas.

Karena belum tentu data yang lebih dari 30 bisa dipastikan

berdistribusi normal, demikian sebaliknya data yang banyaknya

kurang dari 30 belum tentu tidak berdistribusi normal, untuk itu

perlu suatu pembuktian. uji statistik normalitas yang dapat

digunakan di antaranya Chi-Square, Kolmogorov

Smirnov, Lilliefors, Shapiro Wilk, Jarque Bera.

Pada bagian ini, pengujian normalitas dilakukan dengan cara

menghitung semua variabel dalam penelitian secara bersamaan

untuk menghindari data yang tidak berdistribusi normal. Pakar

statistik cenderung melakukan pengukuran secara keseluruhan

terhadap semua variabel yang ada dalam pengujian normalitas

karena tidak semua data menghasilkan data yang berdistribusi

normal jika dilakukan uji masing-masing variabel.

Untuk menguji normalitas diperlukan dua cara yaitu pertama

menggunakan grafik dan kedua menggunakan pengujian statistik

dalam hal ini digunakan adalah uji kolmogorov-smirnov.

Adapun hipotesis yang berlaku dalam pengujian distribusi

normal adalah sebagai berikut:

H0 : Data berdistribusi normal

H1 : Data tidak berdistribusi normal

142

Kriteria pengujiannya ada 2 cara. Yang pertama

membandingkan nilai F-hitung dan F-tabel. Kedua dengan cara

membandingkan nilai sig(2-tailed). Agar lebih memudahkan maka

digunakan cara kedua.

Jika nilai sig(2-tailed) ≤ 𝛼=0.05 maka H0 ditolak atau H1

diterima begitupun sebaliknya jika nilai sig(2-tailed) ≥ 𝛼=0.05 maka

maka H1 ditolak atau H0 diterima.

Cara pertama dilakukan dengan cara menampilkan Grafik hasil

pengujian normalitas terhadap semua variabel yang ada. Dari data

grafik hasil pengujian normalitas diperoleh hasil berikut.

Gambar 15. Grafik Normalitas

143

Berdasarkan grafik di atas, maka diperoleh data semua titik-titik

data berkumpul di dalam garis lurus (garis singgung) sehingga

dapat disimpulkan bahwa data dinyatakan berdistribusi normal.

Cara kedua dilakukan dengan cara melakukan pengujian

normalitas terhadap semua variabel yang ada dengan

menggunakan uji kolmogorov-smirnov dengan menggunakan

program SPSS. Berikut hasil uji kolmogorov-smirnov untuk semua

variabel.

Tabel 22. Uji Normalitas Kolmogorov-smirnov

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N 70

Normal Parametersa,b

Mean .0000000

Std. Deviation 10.81809209

Most Extreme Differences Absolute .106

Positive .106

Negative -.091

Kolmogorov-Smirnov Z .886

Asymp. Sig. (2-tailed) .412

a. Test distribution is Normal.

b. Calculated from data.

Berdasarkan tabel One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test di

atas, maka diperoleh nilai sig.(2-tailed) =0.412 > 𝛼=0.05 sehingga

dalam hal ini disimpulkan bahwa H0 diterima atau data berdistribusi

secara normal.

144

6. Uji Hipotesis

a. Uji Validitas dan Reliabilitas

1. Uji Validitas dan Reliabilitas Minat Kelas Kontrol

Pada bagian ini, uji validitas yang dilakukan adalah

pengujian validitas item soal pertanyaan untuk variabel minat

kelas kontrol dengan taraf kepercayaan 95% atau 𝛼=0.05.

Untuk mengetahui kevalidan suatu item maka dapat dilakukan

dengan menguji korelasi antara masing-masing butir

pertanyaan dengan jumlah nilai (total) yang diperoleh dari

semua pertanyaan. Cara yang dilakukan dengan

membandingkan nilai sig(2-tailed) dengan taraf kepercayaan

dalam hal ini 𝛼=0.05. Hipotesis yang dapat disusun untuk

menguji validitas yaitu:

H0 : Butir pertanyaan tidak valid (tidak ada korelasi antara

butir pertanyaan dengan jumlah kumulatifnya) dengan

kata lain tidak ada hubungan antar pertanyaan dengan

total.

H1 : Butir pertanyaan valid (terdapat korelasi antara butir

pertanyaan dengan jumlah kumulatifnya) atau dengan

kata lain ada hubungan antar pertanyaan dengan total.

145

Adapun kriteria pengujiannya yaitu:

Jika nilai sig(2-tailed) ≤ 𝛼=0.05 maka H0 ditolak atau H1

diterima begitupun sebaliknya jika nilai sig(2-tailed) ≥ 𝛼=0.05

maka H1 ditolak atau H0 diterima.

146

Tabel 23. Uji Validitas Minat Kelas Kontrol

Butir Soal Pearson

Correlations Hasil Uji

1 0,561 Valid

2 0,516 Valid

3 0,583 Valid

4 0,395 Valid

5 0,818 Valid

6 0,821 Valid

7 0,571 Valid

8 0,760 Valid

9 0,640 Valid

10 0,786 Valid

11 0,555 Valid

12 0,656 Valid

13 0,726 Valid

14 0,778 Valid

15 0,649 Valid

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

147

Berdasarkan tabel di atas diperlihatkan korelasi atau

hubungan antar masing-masing variabel. Untuk melihat valid

tidaknya butir pertanyaan yaitu dengan cara melihat korelasi

antara butir pertanyaan dengan totalnya. Semua nilai sig(2-

tailed) ≤ 𝛼=0.05 sehingga H0 ditolak yang artinya semua butir

pertanyaan dinyatakan valid.

Sementara untuk Realibilitas adalah indeks yang

menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya

atau dapat diandalkan. Bila suatu alat pengukur dipakai dua kali

untuk mengukur gejala yang sama dan hasil pengukuran yang

diperoleh relatif konsisten, maka alat pengukur tersebut

reliable. Dengan kata lain, realibitas menunjukkan konsistensi

suatu alat pengukur di dalam mengukur gejala yang sama.

Kriteria pengujian dalam uji reliabilitas adalah

membandingkan nilai alpha cronbach dengan nilai r- tabel

atau bisa juga dengan membandingkannya dengan nilai 0.60.

Untuk penelitian ini dibandingkan dengan 0.60, jika lebih besar

dari 0.60 maka dianggap reliabel.

Setelah melakukan pengujian validitas item pertanyaan,

maka selanjutnya dilakukan pengukuran reliabilitas untuk

mengetahui sejauh mana tingkat kekonsistenan item tersebut.

148

Berikut data hasil pengujian Reliability Statics menggunakan

program SPSS.

Tabel 24. Uji Reliabilitas Minat Kelas Kontrol

Berdasarkan perolehan pengujian reliabilitas minat kelas

kontrol pada tabel di atas, maka diperoleh nilai cronbach

alpha =0,904 > 0,60. Artinya data di atas menunjukkan bahwa

data dinyatakan reliable atau konsisten.

2. Uji Validitas dan Reliabilitas Minat Kelas Eksperimen

Selanjutnya pada bagian ini dilakukan pengujian yang

sama terhadap minat (daya tarik) belajar kelas eksperimen di

mana untuk mengetahui nilai validitas item harus melalui

pengujian yang sama yakni uji validitas dan uji reliabilitas

terhadap variabel minat.

Kedua instrumen ini akan diberikan pengukuran untuk

mengetahui sejauh mana kevalidan suatu alat tes serta sejauh

mana tingkat reliabilitas masing-masing item untuk digunakan

dalam pengukuran.

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha N of Items

.904 15

149

Uji validitas digunakan untuk menguji validnya setiap butir

pertanyaan pada kuosioner. Untuk mengetes kevalidan yaitu

dengan menguji korelasi antara masing-masing butir

pertanyaan dengan jumlah nilai yang diperoleh dari semua

pertanyaan. Cara yang dilakukan dengan membandingkan nilai

sig(2-tailed) dengan taraf kepercayaan dalam hal ini 𝛼=0.05.

Hipotesis yang dapat disusun untuk menguji validitas yaitu:

H0 : Butir pertanyaan tidak valid (tidak ada korelasi antara

butir pertanyaan dengan jumlah kumulatifnya) dengan

kata lain tidak ada hubungan antar pertanyaan dengan

total.

H1 : Butir pertanyaan valid (terdapat korelasi antara butir

pertanyaan dengan jumlah kumulatifnya) atau dengan

kata lain ada hubungan antar pertanyaan dengan total.

Adapun kriteria pengujiannya yaitu:

Jika nilai sig(2-tailed) ≤ 𝛼=0.05 maka H0 ditolak atau H1

diterima begitupun sebaliknya jika nilai sig(2-tailed) ≥ 𝛼=0.05

maka H1 ditolak atau H0 diterima.

150

Tabel 25. Uji Validitas Minat Kelas Eksperimen

Butir Soal Pearson

Correlations Hasil Uji

1 -0,396 Valid

2 0,623 Valid

3 0,633 Valid

4 0,877 Valid

5 0,950 Valid

6 0,976 Valid

7 0,950 Valid

8 0,830 Valid

9 0,766 Valid

10 0,852 Valid

11 0,787 Valid

12 0,688 Valid

13 0,688 Valid

14 0,441 Valid

15 0,599 Valid

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

151

Berdasarkan tabel di atas diperoleh hubungan antara

masing-masing variabel. Untuk melihat valid tidaknya butir

pertanyaan yaitu dengan cara melihat korelasi antara butir

pertanyaan dengan totalnya. Semua nilai sig(2-tailed) adalah

≤ 𝛼=0.05 sehingga H0 ditolak yang artinya semua butir

pertanyaan dinyatakan valid.

Sementara untuk mengetahui reliabilitas item pertanyaan,

maka digunakan uji reliabilitas untuk menguji tingkat

kekonsistenan angket yang digunakan oleh peneliti sehingga

dapat dihandalkan walaupun penelitian dilakukan berulang kali

dengan angket yang sama. Kriteria pengujian dalam uji

reliabilitas adalah membandingkan nilai alpha cronbach

dengan nilai r-tabel atau bisa juga dengan membandingkannya

dengan nilai 0.60. Untuk penelitian ini dibandingkan dengan

0.60, jika lebih besar dari 0.60 maka dianggap reliabel.

Tabel 26. Uji Reliabilitas Minat Kelas Eksperimen

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha

N of

Items

.928 15

Berdasarkan tabel di atas maka diperoleh nilai cronbach

alpha =0,928 > 0,60 yang artinya data dinyatakan reliable.

152

b. Uji-Test (Beda)

Uji-T (Beda) merupakan metode pengujian yang dilakukan untuk

mengetahui apakah ada perbedaan rata-rata dari sampel yang

diambil atau diteliti. Uji-Test (Beda) memiliki tiga macam metode

yaitu one sampleT-test, Paired sampleT-test, dan Independent

sampleT-test. Pada variabel ini yang digunakan adalah metode

Independent sampleT-test.

Uji-T (Beda) satu sampel ini tergolong hipotesis deskriptif. Uji-T

ini terdapat dua rumus yang dapat digunakan, yaitu:

a. Jika standar deviasi populasi diketahui, maka digunakan

Rumus Zhitung.

b. Jika standar deviasi tidak diketahui maka yang digunakan

adalah Rumus thitung.

1. Uji-T sample Independent Nilai Pretest

Adapun Uji-T sample Independent dilakukan untuk

mengetahui apakah ada perbedaan nilai rata-rata yang terdapat

pada kelas kontrol dengan kelas eksperimen pada saat

dilakukannya Pretest. Untuk menguji hal tersebut maka

dilakukanlah pengujian sampel independent dari data hasil Nilai

(skor) pretest mahasiswa di kedua kelas tersebut. Dari data

olahan tersebut diperoleh data sebagai berikut.

153

Tabel 27. Group Statistic Nilai Pretest

Group Statistics

KELAS

N Mean Std. Deviation

Std. Error

Mean

PRETEST KONTROL 35 52.29 12.026 2.033

EXPERIMENT 35 51.14 10.367 1.752

Berdasarkan nilai mean pada tabel Group Statistics di atas

bahwa diperoleh nilai rata-rata nilai pretest di kelas kontrol lebih

besar dari nilai pretest kelas eksperimen dengan besaran nilai

mean kontrol= 52,29 > eksperimen = 51,14.

Selanjutnya uji-t sampel independent digunakan untuk

membandingkan nilai pretest kedua kelas kontrol dan

eksperimen. Akan tetapi terlebih dahulu disusun hipotesis

sebagai berikut:

H0 : Tidak terdapat perbedaan rata-rata nilai pretest kelas

kontrol dan kelas eksperimen.

H1 : Terdapat perbedaan rata-rata nilai pretest kelas kontrol

dan kelas eksperimen.

154

Kriteria pengujiannya ada 2 yaitu pertama membandingkan

nilai t-hitung dan t-tabel. Kedua dengan cara membandingkan

nilai sig(2-tailed). Agar lebih mudah kita gunakan cara kedua.

Jika nilai sig(2-tailed) ≤ 𝛼=0.05 maka H0 ditolak atau H1

diterima begitupun sebaliknya jika nilai sig(2-tailed) ≥ 𝛼=0.05

maka H1 ditolak atau H0 diterima.

Tabel 28. Independent Sample Test Nilai Pretest

Independent Samples Test

Levene's Test

for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df

Sig. (2-

tailed)

PRETEST Equal variances

assumed

1.172 .283 .426 68 .672

Equal variances

not assumed

.426 66.555 .672

Berdasarkan tabel Independent Samples Test diperoleh

nilai sig(2-tailed)=0.672 > 𝛼=0.05 sehingga kesimpulannya H0

diterima dan H1 ditolak yang artinya Tidak Terdapat Perbedaan

rata-rata nilai pretest di kelas kontrol dan kelas eksperimen.

155

2. Uji-T sample Independent Nilai Posttest

Adapun Uji-T sample Independent dilakukan untuk

mengetahui apakah ada perbedaan nilai rata-rata yang terdapat

pada kelas kontrol dengan kelas eksperimen pada saat

dilakukannya Posttest. Untuk menguji hal tersebut maka

dilakukanlah pengujian sampel independent dari data hasil Nilai

(skor) posttest mahasiswa di kedua kelas tersebut. Dari data olahan

tersebut diperoleh data sebagai berikut.

Tabel 29. Group Statistic Nilai Posttest

Group Statistics

KELAS N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

POSTTEST KONTROL 35 65.4286 10.02727 1.69492

EXPERIMENT 35 70.7143 10.30012 1.74104

Berdasarkan nilai mean pada tabel Group Statistics

diperlihatkan bahwa nilai rata-rata nilai posttest di kelas kontrol

lebih kecil dari nilai posttest kelas eksperimen karena nilai mean

kontrol= 65,4286 < eksperimen =70,7143.

Selanjutnya uji-t sampel independent digunakan untuk

membandingkan nilai posttest kelas kontrol dan eksperimen. Akan

tetapi terlebih dahulu disusun hipotesis sebagai berikut:

156

H0 : Tidak terdapat perbedaan rata-rata nilai posttest kelas

kontrol dan kelas eksperimen.

H1 : Terdapat perbedaan rata-rata nilai posttest kelas

kontrol dan kelas eksperimen.

Kriteria pengujiannya ada 2 yaitu pertama membandingkan nilai

t-hitung dan t-tabel. Kedua dengan cara membandingkan nilai

sig(2-tailed). Agar lebih mudah digunakan cara kedua.

Jika nilai sig(2-tailed) ≤ 𝛼=0.05 maka H0 ditolak atau H1

diterima begitupun sebaliknya jika nilai sig(2-tailed) ≥ 𝛼=0.05 maka

H1 ditolak atau H0 diterima.

Tabel 30. Independent sample Test Nilai Posttest

Independent Samples Test

Levene's Test

for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df

Sig. (2-

tailed)

POSTTEST Equal variances

assumed

.813 .370 -2.175 68 .033

Equal variances not

assumed

-2.175 67.951 .033

157

Berdasarkan tabel Independent Samples Test diperoleh nilai

sig(2-tailed) =0.033 ≤ 𝛼=0.05 sehingga kesimpulannya H0 ditolak

atau H1 diterima yang artinya Terdapat Perbedaan rata-rata nilai

posttest kelas kontrol dan kelas eksperimen.

3. Uji-T Minat Kelas Kontrol dan Eksperimen

Adapun Uji-T sample Independent dilakukan untuk

mengetahui apakah ada perbedaan nilai rata-rata Minat Belajar

mahasiswa yang terdapat pada kelas kontrol dengan kelas

eksperimen pada saat diberikannya angket atau kuesioner. Untuk

menguji hal tersebut maka dilakukanlah pengujian sampel

independent dari data hasil Minat Belajar mahasiswa di kedua kelas

tersebut. Dari data olahan tersebut diperoleh data sebagai berikut.

Tabel 31. Group Statistic Minat Belajar

Group Statistics

KELAS N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Minat KONTROL 35 52.2286 9.04266 1.52849

EXPERIMENT 35 61.4571 8.37834 1.41620

Berdasarkan nilai mean pada tabel Group Statistics diperoleh

bahwa nilai rata-rata Minat mahasiswa di kelas kontrol lebih kecil

dari nilai minat kelas eksperimen karena nilai mean dari control

adalah = 52,2286 < eksperimen = 61,4571.

158

Selanjutnya uji-t sampel independent digunakan untuk

membandingkan Minat mahasiswa di kelas kontrol dan

eksperimen. Akan tetapi terlebih dahulu disusun hipotesis sebagai

berikut:

H0 : Tidak terdapat perbedaan rata-rata Minat mahasiswa di

kelas kontrol dan kelas eksperimen.

H1 : Terdapat perbedaan rata-rata Minat mahasiswa di

kelas kontrol dan kelas eksperimen.

Kriteria pengujiannya ada 2 yaitu pertama membandingkan nilai

t-hitung dan t-tabel. Kedua dengan cara membandingkan nilai

sig(2-tailed). Agar lebih mudah digunakan cara kedua.

Jika nilai sig(2-tailed) ≤ 𝛼=0.05 maka H0 ditolak atau H1

diterima begitupun sebaliknya jika nilai sig(2-tailed) ≥ 𝛼=0.05 maka

H1 ditolak atau H0 diterima.

159

Tabel 32. Independent sample Test Minat Mahasiswa

Independent Samples Test

Levene's Test

for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df

Sig. (2-

tailed)

MINAT Equal variances

assumed

.002 .962 -4.429 68 .000

Equal variances not

assumed

-4.429 67.608 .000

Berdasarkan tabel Independent Samples Test diperoleh nilai

sig(2-tailed)=0.000 ≤ 𝛼=0.05 sehingga ditarik kesimpulan H0 ditolak

atau H1 diterima yang artinya Terdapat Perbedaan rata-rata Minat

Belajar mahasiswa di kelas kontrol dan kelas eksperimen.

4. Uji-T Keterampilan Kelas Kontrol dan Eksperimen

Adapun Uji-T sample Independent dilakukan untuk

mengetahui apakah ada perbedaan nilai rata-rata Keterampilan

Belajar mahasiswa yang terdapat pada kelas kontrol dengan kelas

eksperimen pada saat dilakukannya Pengamatan (praktikum)

secara langsung. Untuk menguji hal tersebut maka dilakukanlah

pengujian sampel independent dari data hasil Keterampilan Belajar

mahasiswa di kedua kelas tersebut. Dari data olahan tersebut

diperoleh data sebagai berikut.

160

Tabel 33. Group Statistic Keterampilan Belajar

Group Statistics

KELAS N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

KETERAMPILAN Kontrol 35 2.8857 1.10537 .18684

Experiment 35 3.6286 .54695 .09245

Berdasarkan nilai mean pada tabel Group Statistics diperoleh

bahwa nilai rata-rata Keterampilan mahasiswa di kelas kontrol

lebih kecil dari Keterampilan kelas eksperimen karena nilai mean

kontrol= 2,8857 < eksperimen =3,6286.

Selanjutnya uji-t sampel independent digunakan untuk

membandingkan Nilai Keterampilan mahasiswa di kelas kontrol

dan eksperimen. Akan tetapi terlebih dahulu disusun hipotesis

sebagai berikut:

H0 : Tidak terdapat perbedaan rata-rata Keterampilan

mahasiswa di kelas kontrol dan kelas eksperimen.

H1 : Terdapat perbedaan rata-rata Keterampilan

mahasiswa di kelas kontrol dan kelas eksperimen.

Kriteria pengujiannya ada 2 yaitu pertama membandingkan nilai

t-hitung dan t-tabel. Kedua dengan cara membandingkan nilai

sig(2-tailed). Agar lebih mudah digunakan cara kedua.

161

Jika nilai sig(2-tailed) ≤ 𝛼=0.05 maka H0 ditolak atau H1

diterima begitupun sebaliknya jika nilai sig(2-tailed) ≥ 𝛼=0.05 maka

H1 ditolak atau H0 diterima.

Tabel 34. Independent sample Test Keterampilan

Independent Samples Test

Levene's Test for

Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df

Sig. (2-

tailed)

KETERAMPILAN Equal variances

assumed

4.751 .033 -3.563 68 .001

Equal variances

not assumed

-3.563 49.708 .001

Berdasarkan tabel Independent Samples Test diperoleh nilai

sig(2-tailed)=0.001 ≤ 𝛼=0.05 sehingga ditarik kesimpulan bahwa

H0 ditolak atau H1 diterima yang artinya Terdapat Perbedaan rata-

rata nilai KETERAMPILAN baik di kelas kontrol maupun kelas

eksperimen.

162

B. Pembahasan

1. Pengaruh Model Pembelajaran Simulasi Cisco Packet Tracer

(CPT) terhadap Capaian Belajar Mahasiswa

Berdasarkan kajian teori, peneliti mengasumsikan bahwa hasil

belajar siswa yang menggunakan metode CPT lebih tinggi dari hasil

belajar siswa yang menggunakan metode konvensional. Pada hasil

penelitian menunjukkan pada saat pretest hasil belajar siswa di kelas

kontrol lebih tinggi dari kelas eksperimen. Ini terlihat dari data yang

diperoleh peneliti dengan menggunakan perangkat instrumen penelitian

bahwa di kelas kontrol diperoleh rata-rata nilai sebesar 52,29 dan di kelas

eksperimen sebesar 51,14. Sementara pada saat dilakukannya Posttest

baik di kelas kontrol maupun di kelas eksperimen diperoleh nilai rata-rata

65,42 di kelas kontrol dan 70,71 di kelas eksperimen. Meskipun secara

angka nilai rata-rata pada kelas kontrol dan kelas eksperimen berbeda,

namun untuk menarik kesimpulan bahwa hal tersebut dikatakan berbeda

atau berpengaruh, terlebih dahulu harus melalui pengujian secara statistik.

Dalam hal indikator Minat (daya tarik) belajar mahasiswa, data

penelitian ini menunjukkan bahwa minat pada kelas kontrol lebih rendah

dibandingkan dengan kelas eksperimen dimana pada kelas kontrol

diperoleh nilai rata-rata 52,22 dan kelas eksperimen 60,70. Selanjutnya

pada indikator Keterampilan mahasiswa baik di kelas kontrol maupun

163

kelas eksperimen diperoleh nilai rata-rata 2,88 di kelas kontrol dan 3,62

untuk kelas eksperimen.

Pada pengujian selanjutnya dilakukan uji pra-syarat terhadap asumsi

sebelum dilakukannya analisis hipotesis yakni dilakukan uji homogenitas

terhadap variansi atau sebaran data pada kelas kontrol maupun kelas

eksperimen apakah terdapat nilai variansi yang sama atau tidak sama.

dari hasil uji homogenitas pretest kelas kontrol dan eksperimen diperoleh

data nilai sig.=0,283 > 𝛼=0,05 yang menunjukkan bahwa nilai pretest di

kelas kontrol dan kelas eksperimen adalah memiliki nilai variansi yang

sama. Selanjutnya hasil uji homogenitas posttest kelas kontrol dan

eksperimen diperoleh nilai sig.=0,370 > 𝛼=0,05 yang menunjukkan bahwa

nilai posttest di kelas kontrol dan kelas eksperimen adalah memiliki nilai

variansi yang sama. Selanjutnya hasil uji homogenitas keterampilan

kelas kontrol dan eksperimen diperoleh nilai sig.=0,033 < 𝛼=0,05 yang

menunjukkan bahwa nilai homogenitas variabel keterampilan di kelas

kontrol dan kelas eksperimen adalah memiliki nilai variansi yang tidak

sama.

Selanjutnya dilakukan pengujian normalitas untuk mengetahui

apakah data berdistribusi normal atau tidak. Pada tahap ini ada dua cara

untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal atau tidak, pertama

dengan cara membaca grafik distribusi dan kedua dengan cara

melakukan pengujian SPSS menggunakan metode Kolmogorov-smirnov.

164

Data hasil pengujian ini diperoleh nilai sig.=0,412 > 𝛼=0,05 yang

menunjukkan bahwa data berdistribusi normal.

Setelah melakukan uji pra-syarat meliputi uji homogenitas dan uji

normalitas, maka selanjutnya dilakukanlah uji hipotesis. Uji hipotesis ini

meliputi uji validitas, reliabilitas, dan uji-T (beda). Untuk pengujian ini

diperoleh data hasil uji validitas dan reliabilitas variabel minat di kelas

kontrol yang menunjukkan bahwa semua butir soal/pertanyaan dinyatakan

“Valid”. Sementara nilai reliabilitasnya menunjukkan data 0,924 > 0,60

yang artinya bahwa data tersebut reliabel atau konsisten. Untuk minat

kelas eksperimen diperoleh data yang menunjukkan bahwa semua butir

soal/pertanyaan dinyatakan “Valid”. Sementara nilai reliabilitasnya

menunjukkan data 0,928 > 0,60 yang artinya bahwa data tersebut reliabel

atau konsisten.

Setelah melakukan pengujian validitas dan reliabilitas terhadap

variabel minat belajar mahasiswa, maka langkah selanjutnya adalah

dengan melakukan uji beda atau uji-T (beda) untuk mengetahui

perbedaan rata-rata dari populasi yang diteliti. Uji-T pertama dilakukan

terhadap nilai pretest kelas kontrol dan eksperimen yang menunjukkan

data 0,033 < 𝛼=0,05 yang artinya bahwa “tidak terdapat perbedaan nilai

rata-rata di kelas kontrol maupun kelas eksperimen”. Selanjutnya

dilakukan uji-T terhadap nilai posttest kelas kontrol dan eksperimen yang

menunjukkan data 0,672 > 𝛼=0,05 yang artinya bahwa “terdapat

perbedaan nilai rata-rata di kelas kontrol dan kelas eksperimen”.

165

Kemudian untuk variabel Minat dilakukan uji-T untuk mengetahui berapa

besar perbedaan nilai rata-rata minat mahasiswa di kelas kontrol maupun

kelas eksperimen. Olehnya itu diperoleh data 0,000 < 𝛼=0,05 sehingga

ditarik kesimpulan bahwa “terdapat perbedaan nilai rata-rata minat

mahasiswa di kelas kontrol dan kelas eksperimen”. selanjutnya untuk

variabel Keterampilan mahasiswa diperoleh data hasil nilai rata-rata

keterampilan mahasiswa di kelas kontrol sebesar 2,8857 dan kelas

eksperimen sebesar 3,6286 artinya nilai rata-rata keterampilan mahasiswa

kelas kontrol lebih kecil dari nilai rata-rata keterampilan kelas eksperimen.

Dari penyajian data tersebut ditarik kesimpulan bahwa hipotesis yang

diajukan peneliti sebelumnya telah terpenuhi. Hipotesis yang

menunjukkan bahwa “tidak terdapat perbedaan nilai rata-rata pada kelas

kontrol dan kelas eksperimen” telah dijawab dengan proses pengujian

menggunakan pretest dalam mengukur tingkat pengetahuan awal

mahasiswa. Kemudian pada hipotesis kedua yang mengatakan bahwa

“terdapat perbedaan nilai rata-rata pada kelas kontrol dan kelas

eksperimen” telah dijawab dengan proses pengujian menggunakan

posttest dalam mengukur tingkat pengetahuan mahasiswa setelah

diberikannya perlakuan baik berupa metode pembelajaran model

konvensional maupun model simulasi berbasis komputer.

Pada dasarnya, baik kelas kontrol maupun kelas eksperimen

mengalami peningkatan pengetahuan (nilai) dari pretest ke posttest,

minat, dan keterampilan. Data menunjukkan peningkatan di kelas

166

eksperimen lebih besar daripada kelas kontrol meskipun perbedaannya

tidak terlalu besar atau signifikan. Dari hasil penelitian ini tampak bahwa

metode pembelajaran, baik CPT maupun konvensional memiliki pengaruh

dalam peningkatan hasil belajar siswa. Namun pada kenyataannya bahwa

metode berbasis komputer memiliki pengaruh yang lebih besar daripada

metode konvensional dan tradisional. Pengaruh metode pembelajaran

CPT terhadap hasil belajar mahasiswa ditunjukkan dengan pengetahuan

(nilai) signifikansi (p) 0,672 > 0,05. Hasil uji hipotesis ini sesuai dengan

pendapat Slameto (2010) yang menyatakan bahwa metode pembelajaran

berpengaruh terhadap hasil belajar sebagai faktor eksternal atau faktor

yang ada di luar individu. Metode pembelajaran merupakan faktor yang

perlu diperhatikan oleh pendidik agar pembelajaran dapat berjalan efektif.

Untuk memilih metode pembelajaran tidak bisa sembarangan. Banyak

faktor yang patut dipertimbangkan, sebagaimana yang dikemukakan oleh

Winarno dalam Syaiful Bahri (2000) yakni tujuan dengan berbagai jenis

dan fungsinya, anak didik dengan berbagai tingkat kematangannya,

situasi dengan berbagai keadaannya, serta fasilitas dengan berbagai

kualitas dan kuantitasnya. Cerminan tingkat keberhasilan dari metode

pembelajaran yang telah dilaksanakan adalah dengan melihat hasil

belajar siswa.

Kualitas dan kuantitas yang dimiliki oleh peserta didik setelah

memilih metode pembelajaran yang akan digunakan diharapkan mampu

memberikan nilai positif. Penggunaan model simulasi CPT diharapkan

167

mampu memberikan hasil belajar yang maksimal bagi peserta didik sesuai

dengan teori “Difusi Inovasi” oleh Everett M.Rogers yang mengatakan

bahwa salah satu aplikasi komunikasi massa terpenting adalah berkaitan

dengan proses adopsi inovasi. Hal ini relevan di bidang pendidikan

khususnya bagi masyarakat yang ingin belajar, karena terdapat kebutuhan

terus menerus dalam perubahan sosial dan teknologi untuk mengganti

cara lama dengan cara atau teknik yang baru.

CPT merupakan model pembelajaran yang dianggap sebagai

inovasi dalam perubahan sosial dalam hal belajar karena aspek di

dalamnya telah memenuhi aspek teknologi dan mempengaruhi motivasi

dan sikap. Sementara itu aspek konstruksi dari teori “Contructivisme” yang

menekankan pada pola perilaku peserta didik dalam hal mengikuti atau

merekonstruksi sehingga mampu mencipta segala sesuatu yang

dipelajari. Dengan metode CPT ini diharapkan mampu memberi energi

positif dalam belajar baik secara kolektif maupun secara individu (mandiri).

Pemanfaatan media dalam bidang pendidikan terus digalakkan hingga

saat ini dengan maksud dan tujuan yang jelas yaitu memberikan

pengalaman belajar kepada peserta didik yang lebih baik dari model

pembelajaran yang lain. Dari sisi kognitifnya, mahasiswa diharapkan

mampu meningkatkan minat dan motivasinya dalam belajar sehingga

mampu membentuk pola dengan sendirinya. Hal ini sesuai dengan teori

“Cognitivisme” yang menekankan pada sikap atau nilai yang tak nampak

(proses mental). Dengan adanya model simulasi seperti CPT ini

168

diharapkan mental peserta didik baik berupa motivasi atau minat dapat

meningkat secara signifikan.

2. Perbedaan Hasil Belajar Mahasiswa di Kelas Kontrol dan

Eksperimen dari Aspek Pengetahuan (Nilai)

Adapun perbedaan hasil atau capaian belajar mahasiswa baik di

kelas kontrol maupun kelas eksperimen dari aspek pengetahuan (Nilai)

rata-rata yang diperoleh mahasiswa pada saat pretest di kelas kontrol

adalah 52,29 dengan tingkat deviasi 12,026 sementara di kelas

eksperimen diperoleh 51,14 dengan tingkat deviasi 10,367. Dalam hal

skor penilaian diketahui bahwa terdapat skor minimal (terendah) di kelas

kontrol sebesar 35 dan di kelas eksperimen sebesar 30. Untuk nilai

maksimal (tertinggi) di kelas kontrol diketahui sebesar 80 dan di kelas

eksperimen sebesar 65. Sementara setelah pemberian perlakuan maka

dilakukan posttest di kelas kontrol dan kelas eksperimen di mana nilai

rata-rata masing-masing kelas adalah 65,42 untuk kelas kontrol dengan

tingkat deviasi 10,027 dan 70,71 untuk kelas eksperimen dengan standar

deviasi sebesar 10,300. Pengujian secara statistik dengan hasil uji-T

(beda) setelah perlakuan adalah sebesar 0,672 > 0,05 menunjukkan

adanya pengaruh penerapan CPT terhadap capaian belajar mahasiswa

Dari pemaparan tersebut peneliti melihat suatu fakta di lapangan

bahwa salah satu daya tarik mahasiswa dalam belajar adalah dengan

adanya pemanfaatan ide-ide baru dalam proses pembelajaran. Salah satu

169

aspek mendasar yang perlu diperhatikan adalah pemilihan metode belajar

yang berkontribusi secara langsung dengan daya tangkap peserta didik.

Menurut Edgar Dale dari pengalaman belajar yang ditelitinya bahwa 90%

tingkat pemahaman siswa atau peserta didik diperoleh dari pengalaman

belajar berupa “what they see and do” yaitu apa yang mereka lihat dan

apa yang mereka lakukan secara langsung. Dari perspektif yang diberikan

Rogers bahwa empat komponen pokok dalam difusi meliputi (1) inovasi

yakni gagasan, tindakan, atau barang yang dianggap baru oleh

seseorang; (2) saluran komunikasi yakni alat untuk menyampaikan pesan-

pesan inovasi dari sumber kepada penerima; (3) jangka waktu yakni

proses keputusan inovasi, sejak seseorang mulai mengetahui hingga

memutuskan untuk menerima atau menolaknya; (4) sistem sosial yakni

sekumpulan orang-orang yang berbeda dan saling bekerjasama dalam

menghasilkan keputusan bersama. CPT merupakan model pembelajaran

yang dianggap sebagai inovasi dalam perubahan sosial dalam hal belajar

karena aspek di dalamnya telah memenuhi aspek teknologi dan

mempengaruhi motivasi dan sikap. Dalam hal ini gagasan utamanya

adalah berupa tindakan atau ide yang muncul sebagai sesuatu yang baru.

Dalam pembelajaran dikenal dengan istilah Computer Based Instruction

(CBI) atau pembelajaran instruksional berbasis komputer di mana proses

pembelajaran dilakukan dengan memanfaatkan bantuan komputer. Hal

inilah yang menurut Rogers dianggap sebagai suatu gagasan atau ide

yang baru. Dalam hal saluran komunikasi yang dimaksud Rogers adalah

170

alat yang digunakan dalam pola difusi yakni penggunaan aplikasi atau

software Cisco Packet Tracer (CPT) sebagai alat atau sesuatu yang baru

digunakan oleh peserta didik atau mahasiswa. Dalam hal jangka waktu

yang diberikan yakni sejak mahasiswa mengetahui adanya Cisco Packet

Tracer (CPT) sebagai alat yang mampu mengatasi masalah

pembelajarannya sampai mereka betul-betul memutuskan dan menerima

alat atau software tersebut. Dan terakhir sistem sosial di sini menunjukkan

semua komponen yang terlibat dalam proses difusi yakni baik dosen,

mahasiswa, maupun pihak perguruan tinggi dalam hal ini STKIP

Muhammadiyah Bone memiliki tujuan dan kepentingan yang sama yakni

bekerjasama memperbaiki capaian atau hasil belajar mahasiswa atau

peserta didik.

Dengan demikian ditinjau dari teori dan praktik di lapangan terlihat

bahwa dengan metode simulasi ini mahasiswa secara psikis mampu

merangsang dan merubah cara belajar mereka baik di kampus maupun di

luar kampus. Hal tersebut dikarenakan mahasiswa mampu mengingat

materi pelajaran (matakuliah) lebih cepat dengan proses penyajian yang

betul-betul menarik perhatian mereka secara audio visual dan karena

dilakukan seolah berada pada kondisi yang nyata (real) sehingga kognitif

mereka berjalan dengan baik. Bahkan mahasiswa mampu melakukan

proses belajar tanpa harus didampingi langsung oleh dosen matakuliah

jaringan komputer.

171

Sementara itu aspek konstruksi dari teori “Contructivisme” yang

merupakan pengembangan dari teori belajar kognitif piaget yang

menekankan pada pola perilaku peserta didik dalam hal mengikuti atau

merekonstruksi sehingga mampu mencipta segala sesuatu yang

dipelajari. Dalam hal ini teori ini menitikberatkan pada proses asimilasi dan

akomodasi pada peserta didik. Mahasiswa mampu melakukan proses

asimilasi atau penyerapan materi atau pola pembelajaran instruksional

(CPT) terlebih dahulu lalu kemudian sampai ke proses akomodasi yakni

penyusunan kembali proses belajar instruksional yang diinginkan. Melalui

teori ini belajar diartikan sebagai proses mengkonstruksi makna atas

informasi yang masuk ke dalam otak, sehingga apa yang mahasiswa

rasakan, lakukan, dan pahami dapat dikonstruksi secara langsung tanpa

ada dosen atau pendidik yang mendampingi pada proses

pembelajarannya kelak. Dengan metode pembelajaran instruksional ini,

model simulasi CPT ini diharapkan mampu memberi energi positif dalam

mempelajari matakuliah jaringan komputer yang selama ini sulit dipahami

mahasiswa, baik secara kolektif maupun secara individu (mandiri).

(rumusan masalah kesatu).

3. Perbedaan Hasil Belajar Mahasiswa di Kelas Kontrol dan

Eksperimen dari Aspek Minat (Daya Tarik)

Aspek minat merupakan rangkaian dari salah satu bagian dalam

psikologi. Aspek pada kognitif peserta didik (mahasiswa) di mana daya

172

tarik ataupun minat merupakan bagian dari komponen dalam bidang

psikologi atau kejiwaan. Secara langsung minat atau daya tarik tak dapat

diukur atau dilihat proses pertumbuhannya, namun hanya dapat

dirasakan. Itu sebabnya mengapa daya tarik siswa dalam belajar sangat

dibutuhkan dalam proses belajar mengajar. Proses mental yang dialami

oleh peserta didik sangat berpengaruh pada hasil akhir dalam proses

pembelajaran. Komunikasi yang terjalin antara otak kanan dan kiri serta

semua indera pada manusia adalah bukti bahwa hal tersebut mampu

merangsang dan menghidupkan minat atau ketertarikan seseorang untuk

melakukan sesuatu. Peserta didik akan merasa puas, tertarik, dan rasa

ingin memiliki jika dalam dirinya muncul daya tarik. Bahkan dalam dunia

pendidikan sekalipun dapat dilihat bahwa metode pembelajaran yang

diberikan oleh guru atau dosen sangat menentukan capaian belajar dari

peserta didik tersebut. Hal ini memungkinkan karena adanya pemanfaatan

media dalam proses pembelajaran. Dalam aspek psikologi pendidikan

dikatakan bahwa psikologi diharapkan mampu membawa perubahan

tingkah laku sehingga akan mempengaruhi pertumbuhan dan kematangan

peserta didik dalam belajar.

Pada penelitian ini dikemukakan bahwa capaian belajar mahasiswa

baik di kelas kontrol maupun kelas eksperimen dari aspek Minat atau daya

tarik, diperoleh nilai mahasiswa di kelas kontrol sebesar 52,2286 dengan

standar deviasi sebesar 9,0426 sementara di kelas eksperimen di mana

nilai rata-rata adalah 61,4571 dengan standar deviasi sebesar 8,3783.

173

Pengujian secara statistik dengan hasil uji-T (beda) setelah melihat minat

mahasiswa adalah sebesar 52,2286 < 61,4571 menunjukkan adanya

pengaruh dari penerapan simulasi CPT terhadap minat aatau daya tarik

belajar mahasiswa.

Dengan metode simulasi Cisco Packet Tracer (CPT) ini dapat

dikatakan sebagai suatu model pembelajaran yang mampu

mempengaruhi psikologi atau kejiwaan peserta didik dalam hal ini

mahasiswa. Ketika model ini mulai diperlihatkan oleh peneliti di lapangan,

spontan mahasiswa mengatakan bagus dan keren. Bahkan tidak sedikit

dari mahasiswa yang menawarkan agar CPT ini digunakan dalam

pembelajaran matakuliah Jaringan Komputer di jurusan mereka. Salah

satu kelebihan yang didapatkan mahasiswa ketika menggunakan aplikasi

ini adalah kemampuan mengolah dan merekonstruksi materi kuliah yang

mereka dapatkan di kampus serta CPT ini mudah dan sangat user friendly

oleh siapa saja yang menggunakannya.

Jika melihat hasil penelitian di lapangan serta hasil yang dicapai

oleh mahasiswa dalam melakukan eksperimen (uji coba) baik di kelas

kontrol maupun di kelas eksperimen, maka terjadi perbedaan angka

secara statistik di mana mahasiswa yang belajar dengan cara

konvensional atau dengan cara lama memiliki ketertarikan atau minat

yang biasa-biasa saja bahkan cenderung membosankan peserta sehingga

mempengaruhi daya tarik serta pengalaman belajarnya. Sementara bagi

mahasiswa yang belajar dengan memanfaatkan software intelligent

174

(aplikasi) pembelajaran dengan teknologi audio visual dapat

mempengaruhi peserta didik dalam belajar serta mampu mempengaruhi

daya tarik mereka untuk belajar sehingga pelajaran atau matakuliah yang

selama ini menjadi sesuatu yang membosankan dan menakutkan menjadi

menarik. Hal ini juga membuat para mahasiswa berani bereksperimen dan

melakukan proses konstruksi materi matakuliah di luar kampus karena

pengalaman belajar mereka jauh lebih baik dari metode belajar yang

didapatkan oleh mahasiswa kelas kontrol dengan cara konvensional.

Meskipun data statistik yang diperoleh tidak terlalu jauh, namun

data tersebut sudah menunjukkan perbedaan daya tarik mahasiswa dari

cara mereka belajar dengan cara konvensional dan cara modern (software

intelligent) atau dengan kata lain menggunakan simulasi sebagai sesuatu

yang dapat memberikan pengalaman secara tidak langsung kepada

mahasiswa.

Perbedaan hasil belajar mahasiswa antara kelas kontrol yang

menggunakan pola pembelajaran konvensional memiliki kelebihan dan

kekurangan jika dibandingkan dengan pola atau metode pembelajaran

secara modern berbasis komputer (CBI). Pola pembelajaran konvensional

hanya menitikberatkan komunikasi satu arah saja di mana mahasiswa

hanya menjadi tujuan informasi. Di sisi lain model konvensional atau face

to face juga memberikan ruang kepada pendidik untuk mendikte dan

menjadikannya hanya satu-satunya sumber belajar ditambah buku

sebagai suatu pendamping pada pola pembelajaran. Sementara pada

175

proses pembelajaran modern dalam hal ini audio visual dan simulasi

memberikan suatu pengalaman yang tidak langsung kepada mahasiswa

dalam merekonstruksi, menyusun, melakukan manipulasi, serta menyusun

kembali alat peraga yang digunakan untuk belajar. Kemampuan ini akan

terus bertambah seiring pengalaman belajarnya. Olehnya itu terjadi

perbedaan secara mendasar bagi mahasiswa yang hanya belajar secara

konvensional dengan mahasiswa yang belajar secara modern dengan

memanfaatkan pola pembelajaran instruksional berbasis komputer.

Belajar menurut teori kognitif merupakan suatu proses mental yang

aktif untuk mencapai, mengingat, dan menggunakan pengetahuan yang

dimiliki oleh mahasiswa, sehingga perilaku yang tampak tidak dapat diukur

dan diamati tanpa melibatkan proses mental seperti motivasi,

kesengajaan, keyakinan, dan sebagainya. Aliran teori ini lebih

mengutamakan aspek berpikir (thinking) dan mental yang berkaitan

dengan ingatan (memory). Pola pembelajaran instruksional seperti model

simulasi CPT ini diharapkan mampu meningkatkan minat dan motivasi

belajar mahasiswa sehingga mampu membentuk pola dengan sendirinya.

Hal ini sesuai dengan teori “Cognitivisme” yang menekankan pada sikap

atau nilai yang tak nampak (proses mental). Dengan adanya model

simulasi seperti CPT ini diharapkan mental peserta didik baik berupa

motivasi atau minat dapat meningkat secara signifikan. Dalam proses

pembelajarannya, mahasiswa harus mampu memahami materi pelajaran

dengan cara berfikir (thinking) agar menghasilkan suatu hasil yang

176

maksimal. Pengalaman juga dibutuhkan dalam hal proses pembelajaran

dan pengimplementasian. Mahasiswa sebagai objek penerima informasi

harus memiliki kemampuan akibat dari proses kognitif tersebut. Secara

tidak langsung metode simulasi CPT yang diterapkan di lembaga

pendidikan akan berakibat adanya pengaruh yang dirasakan oleh

mahasiswa dalam mempelajari dan mengatasi kesulitan belajar siswa

berupa pengalaman secara tidak langsung (simulasi) dan perubahan

perilaku akan tampak ke arah tujuan pembelajaran tersebut. (rumusan

masalah kedua).

4. Perbedaan Hasil Belajar Mahasiswa di Kelas Kontrol dan

Eksperimen dari Aspek Keterampilan (Skill)

Aspek keterampilan merupakan bagian dari kemampuan

psikomotorik seorang peserta didik (mahasiswa). Setiap peserta didik

memiliki kemampuan untuk melakukan pengamatan, rekonstruksi, dan

menyusun alat pada proses pembelajaran. Ketika seorang mahasiswa

menerima suatu stimulus dari hasil pembelajaran yang diberikan berupa

audio visual atau simulasi tiruan, maka secara spontanitas akan

memberikan respon terhadap stimulus tersebut berupa gerak (motor).

Ketiga hal tersebut yakni stimulus, respon, dan motor secara bersama-

sama akan membentuk sebuah pola gerakan yang terstruktur dan

terorganisasi pada diri peserta didik.

177

Hasil penelitian ini menunjukkan capaian belajar mahasiswa baik di

kelas kontrol maupun kelas eksperimen dari aspek Keterampilan atau skill

di mana rata-rata yang diperoleh mahasiswa pada kelas kontrol sebesar

2,8857 dengan standar deviasi sebesar 1,1053 sementara di kelas

eksperimen di mana nilai rata-rata adalah 3,6286 dengan standar deviasi

sebesar 0,5469. Pengujian secara statistik dengan hasil uji-T (beda)

setelah melihat keterampilan mahasiswa adalah sebesar 2,8857 < 3,6286

menunjukkan bahwa terdapat pengaruh akibat penerapan CPT terhadap

keterampilan atau skill mahasiswa. Akibat dari penerapan model simulasi

tersebut memberikan perhatian yang baik kepada peserta didik

bahwasanya seorang peserta didik akan jauh lebih tertarik jika diberikan

pola pembelajaran yang sifatnya audio visual di mana semua potensi yang

ada pada diri peserta didik akan mengalami rangsangan positif. Hal itu

disebabkan karena motor (sensorik) yang ada pada manusia akan terbuka

dan memberikan respon yang positif. Akibat sensor itu maka semua

gerakan yang diakibatkan oleh stimulus respon akan menghasilkan suatu

keterampilan atau skill yang terstruktur dan terpola.

Di lain sisi, teori difusi yang digunakan peneliti menunjukkan

adanya ide dan gagasan baru pada pola pembelajaran instruksional, teori

konstruksi juga memiliki peran yang signifikan kepada peserta didik dalam

mengembangkan sendiri pola belajarnya, serta teori kognitif berpengaruh

pada aspek mental berupa minat atau daya tarik belajar mahasiswa.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terjadi pengaruh akibat

178

penerapan model simulasi Cisco Packet Tracer (CPT) terhadap capaian

belajar matakuliah Jaringan Komputer di Kalangan Mahasiswa di STKIP

Muhammadiyah Bone ditinjau dari aspek hasil belajar meliputi

Pengetahuan (Nilai) yang diukur dengan pretest dan posttest, Minat

Belajar diukur menggunakan angket/kuesioner, dan Keterampilan Belajar

yang diukur dengan lembar observasi pengamatan mahasiswa dari data

statistik yang diperoleh dari nilai rata-rata tiap variabel dan ditunjukkan

melalui proses pengujian secara statistik dengan menggunakan program

Statistical Package for the Social Sciences atau SPSS. (rumusan

masalah ketiga).

Dari hasil penelitian yang dikemukakan peneliti sebelumnya, maka

dapat dikatakan bahwa pengaruh akibat penerapan model simulasi Cisco

Packet Tracer (CPT) ini terhadap capaian belajar matakuliah Jaringan

Komputer di Kalangan Mahasiswa di STKIP Muhammadiyah Bone yang

ditinjau dari aspek hasil belajar meliputi pengetahuan (Nilai) yang diukur

dengan pretest dan posttest, Minat Belajar diukur menggunakan

angket/kuesioner, dan Keterampilan Belajar yang diukur dengan lembar

observasi pengamatan mahasiswa menunjukkan “Ada pengaruh yang

signifikan” berdasarkan data statistik yang diambil dari nilai rata-rata tiap

variabel dan ditunjukkan melalui proses pengujian secara statistik dengan

menggunakan program Statistical Package for the Social Sciences atau

SPSS.

179

Sementara itu dilihat dari aspek konstruksi dari teori

“Contructivisme” yang merupakan pengembangan dari teori belajar

kognitif piaget yang menekankan pada pola perilaku peserta didik dalam

hal mengikuti atau merekonstruksi sehingga mampu mencipta segala

sesuatu yang dipelajari. Implementasi teori ini salah satunya terdapat

pada penelitian ini di mana peserta didik atau mahasiswa mampu

mengulang dan menyusun kembali apa yang mereka lihat dan kerjakan

pada saat simulasi sehingga aspek konstruksi masuk dalam proses ini.

Dalam hal ini teori ini menitikberatkan pada proses asimilasi dan

akomodasi pada peserta didik. Mahasiswa diharapkan mampu melakukan

proses asimilasi atau penyerapan materi atau pola pembelajaran

instruksional (CPT) terlebih dahulu lalu kemudian sampai ke proses

akomodasi yakni penyusunan kembali proses belajar instruksional yang

diinginkan. Melalui teori ini belajar diartikan sebagai proses

mengkonstruksi makna atas informasi yang masuk ke dalam otak,

sehingga apa yang mahasiswa rasakan, lakukan, dan pahami dapat

dikonstruksi secara langsung tanpa ada dosen atau pendidik yang

mendampingi pada proses pembelajarannya kelak. Dengan metode

pembelajaran instruksional ini, model simulasi CPT ini diharapkan mampu

memberi energi positif dalam mempelajari matakuliah jaringan komputer

yang selama ini sulit dipahami mahasiswa, baik secara kolektif maupun

secara individu (mandiri). Pemanfaatan media dalam bidang pendidikan

terus digalakkan hingga saat ini dengan maksud dan tujuan yang jelas

180

yaitu memberikan pengalaman belajar kepada peserta didik yang lebih

baik dari model pembelajaran yang lain.

Dari aspek teori kognitif, belajar merupakan suatu proses sadar

yang dilakukan secara sistematis. Mulai mahasiswa berada di ruangan,

mempersiapkan alat dan bahan belajar, menyusun rencana belajar,

hingga mahasiswa disuguhi proses dan prosedur penggunaan CPT

dilakukan hingga selesai adalah merupakan sebuah proses sistematis

yang dilakukan oleh dua pihak antara mahasiswa dan dosen. Belajar

menurut teori kognitif merupakan suatu proses mental yang aktif untuk

mencapai, mengingat, dan menggunakan pengetahuan yang dimiliki oleh

mahasiswa, sehingga perilaku yang tampak tidak dapat diukur dan diamati

tanpa melibatkan proses mental seperti motivasi, kesengajaan, keyakinan,

dan sebagainya. Aliran teori ini lebih mengutamakan aspek berpikir

(thinking) dan mental yang berkaitan dengan ingatan (memory). Pola

pembelajaran instruksional seperti model simulasi CPT ini diharapkan

mampu meningkatkan minat dan motivasi belajar mahasiswa sehingga

mampu membentuk pola dengan sendirinya. Hal ini sesuai dengan teori

“Cognitivisme” yang menekankan pada sikap atau nilai yang tak nampak

(proses mental). Dengan adanya model simulasi seperti CPT ini

diharapkan mental peserta didik baik berupa motivasi atau minat dapat

meningkat secara signifikan. Dalam proses pembelajarannya, mahasiswa

harus mampu memahami materi pelajaran dengan cara berfikir (thinking)

agar menghasilkan suatu hasil yang maksimal. Pengalaman juga

181

dibutuhkan dalam hal proses pembelajaran dan pengimplementasian.

Mahasiswa sebagai objek penerima informasi harus memiliki kemampuan

akibat dari proses kognitif tersebut. Secara tidak langsung metode

simulasi CPT yang diterapkan di lembaga pendidikan akan berakibat

adanya pengaruh yang dirasakan oleh mahasiswa dalam mempelajari dan

mengatasi kesulitan belajar siswa berupa pengalaman secara tidak

langsung (simulasi) dan perubahan perilaku akan tampak ke arah tujuan

pembelajaran tersebut.

Teori difusi inovasi juga memiliki peran penting di mana penerapan

model simulasi ini memiliki unsur sebagai sesuatu yang baru. Artinya CPT

ini sebagai salah satu pembelajaran instruksional berbasis teknologi

komputer yang menunjukkan adanya ide dan gagasan baru pada pola

pembelajaran instruksional, teori konstruksi juga memiliki peran yang

signifikan kepada peserta didik dalam mengembangkan sendiri pola

belajarnya, serta teori kognitif berpengaruh pada aspek mental berupa

minat belajar mahasiswa. Hal ini dapat dilihat dari respon mahasiswa di

mana pola pembelajaran simulasi ini mampu merubah semua aspek yang

menjadi kekurangan mahasiswa pada hasil belajar terdahulu di matakuliah

jaringan komputer tersebut, sehingga peneliti meyakini bahwa aspek

pengetahuan (nilai), minat, dan keterampilan akan mempengaruhi capaian

belajar mereka. Namun yang paling berpengaruh di antara ketiga aspek

tersebut adalah aspek keterampilan atau skill mahasiswa itu sendiri.

Mengapa? Karena pada metode simulasi ini, mahasiswa disuguhi materi

182

yang bersifat software intelligent dan digital di mana mahasiswa bisa

melihat secara langsung proses-proses yang ada pada simulasi jaringan

lengkap dengan gambar dan objek sesuai dengan objek sesungguhnya.

Konstruksi materi dengan benda asli sangat persis sama sehingga

mahasiswa tertarik melakukan uji coba baik secara kolektif (kerjasama)

maupun secara mandiri. Dengan demikian disimpulkan bahwa terjadi

pengaruh akibat penerapan model simulasi Cisco Packet Tracer (CPT)

terhadap capaian belajar matakuliah Jaringan Komputer di Kalangan

Mahasiswa di STKIP Muhammadiyah Bone ditinjau dari aspek hasil

belajar meliputi Pengetahuan (Nilai) yang diukur dengan pretest dan

posttest, Minat Belajar diukur menggunakan angket/kuesioner, dan

Keterampilan Belajar yang diukur dengan lembar observasi pengamatan

mahasiswa dari data statistik yang diperoleh dari nilai rata-rata tiap

variabel dan ditunjukkan melalui proses pengujian secara statistik dengan

menggunakan program Statistical Package for the Social Sciences atau

SPSS. (rumusan masalah keempat dan kelima).

183

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai pengaruh

penerapan model simulasi Cisco Packet Tracer (CPT) terhadap capaian

belajar matakuliah “Jaringan Komputer” di Kalangan Mahasiswa di STKIP

Muhammadiyah Bone, maka disimpulkan bahwa:

1. Pengaruh penerapan CPT terhadap capaian belajar mahasiswa baik

di kelas kontrol maupun kelas eksperimen dari aspek Nilai, diperoleh

saat pretest di kelas kontrol adalah 52,29 dan di kelas eksperimen

diperoleh 51,14. Artinya tidak berbeda secara signifikan yang berarti

bahwa kemampuan awal kedua kelompok adalah sama. Sementara

nilai posttest di kelas kontrol adalah 65,42 dan 70,71 untuk kelas

eksperimen. Pengujian secara statistik dengan hasil uji-T (beda)

setelah perlakuan adalah sebesar 0,672 > 0,05 Artinya ada perbedaan

yang signifikan hasil belajar kelompok kontrol dengan kelompok

eksperimen di mana selisih atau jarak dari pretest dan posttest adalah

5,29 yang menunjukkan adanya pengaruh penerapan CPT terhadap

capaian belajar mahasiswa.

2. Pengaruh penerapan CPT terhadap capaian belajar mahasiswa baik

di kelas kontrol maupun kelas eksperimen dari aspek Minat, diperoleh

184

rata-rata pada kelas kontrol sebesar 52,2286 sementara di kelas

eksperimen rata-rata adalah 61,4571. Pengujian secara statistik

dengan hasil uji-T (beda) setelah melihat minat mahasiswa adalah

sebesar 52,2286 < 61,4571 Artinya ada perbedaan yang signifikan

hasil belajar kelompok kontrol dengan kelompok eksperimen di mana

peningkatan minat antara kontrol dan eksperimen adalah 9,2285 yang

menunjukkan adanya pengaruh penerapan CPT terhadap capaian

belajar mahasiswa.

3. Pengaruh penerapan CPT terhadap capaian belajar mahasiswa baik

di kelas kontrol maupun kelas eksperimen dari aspek Keterampilan,

menunjukkan bahwa mahasiswa pada kelas kontrol memiliki nilai

rata-rata sebesar 2,8857 dan di kelas eksperimen rata-rata adalah

3,6286. Pengujian secara statistik dengan hasil uji-T (beda) setelah

melihat keterampilan mahasiswa adalah sebesar 2,8857 < 3,6286

Artinya ada perbedaan yang signifikan hasil belajar kelompok kontrol

dengan kelompok eksperimen di mana selisih atau jarak dari

keduanya adalah hanya 0,7429 yang menunjukkan adanya pengaruh

penerapan CPT terhadap capaian belajar mahasiswa.

4. Pengaruh penerapan model simulasi Cisco Packet Tracer (CPT)

terhadap capaian belajar matakuliah Jaringan Komputer di Kalangan

Mahasiswa di STKIP Muhammadiyah Bone ditinjau dari aspek hasil

belajar meliputi Nilai yang diukur dengan pretest dan posttest, Minat

Belajar diukur menggunakan angket/kuesioner, dan Keterampilan

185

Belajar yang diukur dengan lembar observasi pengamatan atau LOK

mahasiswa menunjukkan “Adanya pengaruh yang signifikan”.

B. Saran

Berdasarkan uraian dan kesimpulan di atas, maka untuk

meningkatkan capaian belajar mahasiswa, maka:

1. Disarankan kepada Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu

Pendidikan (STKIP) Muhammadiyah Bone menggunakan model

simulasi CPT untuk meningkatkan Hasil Belajar (Nilai)

mahasiswa.

2. Disarankan kepada STKIP Muhammadiyah Bone menggunakan

model simulasi CPT untuk meningkatkan Minat Belajar

mahasiswa.

3. Disarankan kepada STKIP Muhammadiyah Bone menggunakan

model simulasi CPT untuk meningkatkan Keterampilan Belajar

mahasiswa.

186

DAFTAR PUSTAKA

Abdulhak, Ishak dan Darmawan, Deni. 2013. Teknologi Pendidikan. PT.

Remaja Rosdakarya: Bandung.

Ali, Muhammad. 2002. Guru dalam Proses Belajar Mengajar. Sinar Baru

Algensindo: Bandung.

Arifin, Zainal. 2014. Penelitian Pendidikan Metode dan Paradigma Baru.

PT. Remaja Rosdakarya: Bandung.

Arikunto. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Rineka

Cipta: Yogyakarta.

Arsyad, Azhar. 2010. Media Pembelajaran. Raja Grafindo Persada:

Jakarta.

Arsyad, Azhar. 2013. Media Pembelajaran (edisi revisi). Raja Grafindo

Persada: Jakarta.

Bulaeng, Andi. 2004. Metode Penelitian Komunikasi Kontemporer. Andi

Offset: Yogyakarta.

Cangara, Hafied. 2014. Pengantar Ilmu Komunikasi (edisi kedua). Raja

Grafindo Persada: Jakarta.

Criswell, Eleanor L. 1989. The Design of Computer Based Instruction.

New York: Macmilan Publishing Company.

Darmawan, Deni. 2015. Teknologi Pembelajaran. PT. Remaja

Rosdakarya: Bandung.

Davis.A.et al. 2012. An Exploratory Study of Computer Based Instruction

Utilizing iFARM Modules in a Collage Introductory Agronomy

Course. NACTA Journal. (2):36-43

Djamarah, Syaiful Bahri. 2000. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi

Edukatif. Rineka Cipta: Jakarta.

Effendi, Onong Uchayana. 1993. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi.

Citra Aditya Bakti: Bandung.

Faisal. 2012. Teknologi Informasi. Alauddin University Press: Makassar.

187

Hamalik, Oemar. 2009. Proses Belajar Mengajar. Bumi aksara: Jakarta.

Ilyas, 2004. Pengaruh Komunikasi Orang Tua Terhadap Prestasi Belajar

Siswa Pada MTsN Model Makassar (Suatu Studi Komunikasi

Pendidikan). Tesis tidak diterbitkan. Makassar: Pascasarjana Ilmu

Komunikasi UNHAS.

Irawan, Soehartono.1999. Metode Penelitian Sosial Suatu Tehnik

Penelitian Bidang Kesejahteraan Sosial Lainnya. PT. Remaja

Rosdakarya: Bandung.

Johnson. A.Douglas. et al. 2012. Using Postfeedback Delays to Improve

Retention of Computer Based Instruction. The Psychological

Record. (62):485-496

Kerlinger, Fred N. 1973. Foundation of Behavioral Research, an Introduction. Holt Rinehart and Winston, Inc. New York.

Kriyantono, Rachmat. 2006. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Kencana

Prenada Media Group: Jakarta. Kustandi, Cecep, Bambang. Tanpa Tahun. Media Pembelajaran Manual

dan Digital. Ghalia Indonesia: Bogor.

M, Suparmoko. 1987. Ekonomi Pembangunan (Edisi Keenam).

Yogyakarta: BPFE Fakultas Ekonomi UGM

Munadi, Yudhi. 2008. Media Pembelajaran (Sebuah Pendekatan Baru).

Gaung Persada Press: Ciputat.

Munir, 2015. Multimedia Konsep & Aplikasi dalam Pendidikan. Alfabeta:

Bandung.

Nosik.R.Melissa. et al. 2013. Comparison of Computer Based Instruction

to Behavior Skill Training for Teaching Staff Implementation of

Discrete-Trial Instruction with an Adult with Autism. Research in

Developmental Disabilities Journal. (2):461-468

Pananrangi, A.R. 2013. Belajar dan Pembelajaran. Rayhan Intermedia:

Makassar

Rakmat, Jalaluddin. 2004. Metode Penelitian Komunikasi. PT. Remaja

Rosdakarya: Bandung.

Riduwan. 2012. Dasar-dasar Statistika. Alfabeta: Bandung.

188

Sahid, Muh. 2016. Hubungan Antara Karakteristik Inovasi Quipper School

dengan Tingkat Adopsi Inovasi Quipper School Sebagai Media

Pembelajaran Mandiri Pada Siswa di Kabupaten Sidenreng

Rappang. Tesis tidak diterbitkan. Makassar. Pascasarjana Ilmu

Komunikasi UNHAS.

Said, Alamsyah., Budimanjaya, Andi., 2015. 95 Strategi Mengajar Multiple

Intelligences. Prenada Media Grup: Jakarta.

Sanaky, Hujair. 2009. Media Pembelajaran. Safiria Insania Press: Yogyakarta.

Sanjaya, Wina. 2012. Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik

Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

Kencana Prenada Media Group: Jakarta.

Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Rineka

Cipta: Jakarta.

Smaldino, Sharon, E., Lowther, Deborah, L., Russel, James, D. 2014.

Instructional Technology & Media For Learning. Kencana

Prenadamedia Grup: Jakarta

Sudjana, Nana. dan Rivai, Ahmad. 2005. Media Pengajaran. Sinar Baru

Algensindo: Bandung.

Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Alfabeta: Bandung.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D (Edisi

Revisi). Alfabeta: Bandung. Sunyoto, Danang. 2011. Analisis Regresi dan Uji Hipotesis. Penerbit

CAPS: Yogyakarta.

Suyono dan Hariyanto. 2015. Implementasi Belajar Dan Pembelajaran.

PT. Remaja Rosdakarya: Bandung.

Wang S dan Sleeman, P.J. 1994. The Effectiveness Of Computer

Assisted Instruction: A Theoritical Explanation. Journal of

Instructional Media. 21(1):61-77

Wolgemuth. Jennifer. et al. 2011. Using Computer Based Instruction to

Improve Indigenous Early Literacy in Northern Australia: A quasi-

189

experimental Study. Australasian Journal of Educational

Technologhy. (4):727-750

Sumber Internet:

https://www.google.com/amp/s/tatangmanguny.wordpress.com/2009/06/2

8/sampel-sampling-dan-populasi-penelitian-bagian-teknik-

pengambilan-sampel diakses pada tanggal 5 maret 2017.

https://haeryn.wordpress.com/2012/05/30/makalah-metodologi-penelitian-

quasi-eksperimen-design diakses pada tanggal 4 april 2017.

https://id.wikipedia.org/wiki/Packet_Tracer diakses pada tanggal 26 Juli

2017.