ILMU KOMUNIKASI PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS ...
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
1 -
download
0
Transcript of ILMU KOMUNIKASI PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS ...
TESIS
PENGARUH PENERAPAN MODEL SIMULASI CISCO PACKET TRACER (CPT) TERHADAP CAPAIAN BELAJAR MATAKULIAH JARINGAN
KOMPUTER DI KALANGAN MAHASISWA DI STKIP MUHAMMADIYAH BONE
THE EFFECT OF THE APPLICATION OF THE CISCO PACKET TRACER (CPT) SIMULATION MODEL ON STUDENT’S LEARNING ACHIEVEMENT
OF COMPUTER NETWORKING COURSE AT STKIP MUHAMMADIYAH BONE
ARIF RIDHA
ILMU KOMUNIKASI
PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2017
PENGARUH PENERAPAN MODEL SIMULASI CISCO PACKET TRACER (CPT) TERHADAP CAPAIAN BELAJAR MATAKULIAH JARINGAN KOMPUTER DI KALANGAN MAHASISWA
DI STKIP MUHAMMADIYAH BONE
THE EFFECT OF APPLICATION OF CISCO PACKET TRACER (CPT) SIMULATION MODEL ON STUDENT’S LEARNING ACHIEVEMENT
OF COMPUTER NETWORKING COURSE AT STKIP MUHAMMADIYAH BONE
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Magister
Program Studi
Ilmu Komunikasi
Disusun dan diajukan oleh:
ARIF RIDHA
Kepada
PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Bahwa yang bertandatangan di bawah ini:
Nama : ARIF RIDHA
Nomor Mahasiswa : P140A215025
Program Studi : llmu Komunikasi
Menyatakan dengan sebenamya bahwa tesis yang saya tulis ini
benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan
pengambilalihan.tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila dikemudian
hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebahagian atau keseluruhan
tesis ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas
perbuatan tersebut.
Makassar, 6 November 2017
v
PRAKATA
Tiada kata yang paling pantas diucapkan dari lidah yang tak
bertulang ini selain Alhamdulillah Wa Syukri Lillah kepada Sang Khaliq,
atas segala karunia dan Ridho-Nya, sehingga tesis dengan judul
“Pengaruh Penerapan Model Simulasi Cisco Packet Tracer (CPT)
Terhadap Capaian Belajar Matakuliah Jaringan Komputer di Kalangan
Mahasiswa di STKIP Muhammadiyah Bone” ini dapat terselesaikan.
Tesis ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan
memperoleh gelar Magister Ilmu Komunikasi (M.I.Kom.) dalam bidang
Ilmu Komunikasi konsentrasi Komunikasi Pendidikan pada program studi
Ilmu Komunikasi (ISIPOL) Universitas Hasanuddin Makassar.
Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa
hormat dan menghaturkan terima kasih yang setinggi-tingginya, kepada:
1. Ayahanda Drs. Ridwan K.,M.M. dan Ibunda tercinta Dra. Hj.
Hafidah S., Kakanda Nur Fatwa Ridha, S.Pd. dan Andi Asran
Burhanuddin, S.H., dan semua keluarga atas do’a, kesabaran,
serta ketekunan dalam memberikan motivasi kepada ananda dalam
menempuh pendidikan selama menempuh program pascasarjana.
2. Ibu Prof. DR. Dwia Aries Tina Pulubuhu, M.A. selaku Rektor
Universitas Hasanuddin Makassar beserta Civitas Akademika.
3. Bapak Prof. DR. H. Andi Alimuddin Unde, M.Si. selaku Dekan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik beserta Civitas Akademika.
vi
4. Ketua Program Studi Pascasarjana Ilmu Komunikasi Bapak DR.
Muhammad Farid, M.Si yang sangat kooperatif.
5. Bapak Prof. H. Hafied Cangara, M.Sc., Ph.D. selaku pembimbing I
yang telah memberikan arahan, masukan, koreksi, dan saran sejak
proses konsultasi judul penelitian hingga ujian tutup.
6. Bapak Prof. H.M. Asfah Rahman, M.Ed., Ph.D. selaku pembimbing
II yang dengan sabar membimbing ananda dalam penyusunan
kerangka penelitian hingga selesai.
7. Seluruh Dosen program Pascasarja Ilmu Komunikasi terkhusus
Ayahanda DR. M. Iqbal Sultan, M.Si. yang telah memberikan
arahan serta menjadi pembimbing eksternal ananda dalam proses
penelitian.
8. Ketua STKIP Muhammadiyah Bone, Bapak DR. Muhammad Jufri
Rasyid, S.E., M.Si yang telah memberikan bantuan dana selama
ananda menempuh proses pendidikan strata 2.
9. Seluruh rekan-rekan dosen Civitas Akademika STKIP
Muhammadiyah Bone yang turut andil dalam memberi dukungan
kepada ananda selama proses pendidikan di pascasarjana
Universitas Hasanuddin.
10. Teman-teman mahasiswa dan seperjuangan Ilmu Komunikasi
Angkatan 2015, baik Reguler maupun Kominfo yang tak henti-
hentinya memberikan dorongan semangat untuk menyelesaikan
vii
Tesis ini. Terkhusus kakanda Ismail Sam Giu & kakanda Niatullah
atas didikan kerasnya selama mondok di Wesabbe.
11. Teman-teman dari Komunitas Motel, Dialektika, hingga Coffe Break
Mail, yang tak bisa disebutkan satu persatu.
12. Alumni DDI Mangkoso (FOSMADIM), DPK La Tenri Ruwa (UIN
Alauddin), dan Roma Club Indonesia (RCI) Makassar dan Bone
yang ikut serta dalam memberikan dukungan moril dan moral
kepada ananda selama kuliah. Kalian Luar Biasa!
13. The Special One, Andi Nurliana Moebri, S.Pd. yang tak lelah
memberikan motivasi dan dukungan untuk tidak putus asa dalam
melakukan penulisan karya ilmiah ini untuk segera diselesaikan.
14. Kepada semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu.
Dengan keterbatasan pengalaman, ilmu maupun pustaka yang ditinjau,
penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan dan
pengembangan lanjut agar benar-benar bermanfaat. Oleh sebab itu,
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran agar tesis ini lebih baik
serta sebagai masukan bagi penulis untuk penelitian dan penulisan karya
ilmiah di masa yang akan datang.
Akhir kata, penulis berharap tesis ini memberikan manfaat bagi kita
semua terutama untuk pengembangan ilmu pengetahuan terkhusus di
bidang ilmu sosial kiranya dapat diimplementasikan dalam upaya
peningkatan dan pengembangan Sumber Daya Manusia yang lebih baik
viii
serta menjadi acuan di dalam proses komunikasi yang efektif dalam
bidang pendidikan. Semoga karya tulis ilmiah ini mampu menjadi inspirasi
kepada khalayak untuk melanjutkan riset-riset yang telah dimulai dan demi
kepentingan Ilmu Pengetahuan dan Sains.
Makassar, 6 Desember 2017
Arif Ridha
ABSTRAK
ARIF RIDHA. Pengaruh Penerapan Model Smulasf Crsco Packet Tracer
{OPT) terhadap Capaian Belajar Matakuliah Jaingan Komputer diKalangan Mafiasr'sura di STKIP Muhammadiyah Bone (dibimbing olehHafied Cangara dan M. Asfah Rahman).
Penelitian ini bertujuan mengetahui dan menganalisis seberapabesar pengaruh penerapan model simulasi berbantuan Crsco PacketTracer (CPT) terhadap capaian belajar mahasiswa dari aspek Nilai, Minat,dan Keterampilan Mahasiswa di Sekolah Tinggi Keguruan dan llmuPendidikan (STKIP) Muhammadiyah Bone.
Jenis penelitian yang digunakan adalah kuantitatif dengan modelpenelitian Percobaan Semu dengan konsep desarn kelompok kontrol prauji dan pasca uji. Populasi penelitian ini adalah seluruh mahasiswasemester lV (empat) di jurusan Teknologi Pendidikan di STKIPMuhammadiyah Bone, yang terdiri atas dua kelompok, yaitu kelompok I
dan ll. Teknik pengambilan data yang digunakan adalah teknik uji soaltes, kuesioner atau angket, dan Lembar observasi keterampilan, Teknikanalisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif, uji homogenitas,uji normalitas, ujivaliditas, uji reliabilitas, dan uji-T (beda).
Hasil analisis dan pembahasan menunjukkan tingkat pengaruhCPT dari nilai rata-rata yang diperoleh mahasiswa pada saat pra uji dikelas kontrol adalah 52,29 sementara di kelas eksperimen diperoleh51,14. Nilai rata-rata pasca uji tiap{iap kelas adalah 65,42 untuk kelaskontrol dan 7A,71 untuk kelas eksperimen. Pengujian secara statistikdengan hasil uji-T (beda) setelah perlakuan adalah sebesar 0,672 > 0,05.Dari aspek Minat, nilai rata-rata yang diperoleh mahasiswa pada kelaskontrol sebesar 52,2286 dan di kelas eksperimen rata-rata adalah61,4571. Pengujian secara statistik dengan hasil uji-T (beda) setelahmelihat minat mahasiswa adalah sebesar 52,2286 < 61,4571. Dari aspekKeterampilan, nilai rata-rata yang diperoleh mahasiswa pada kelaskantrol sebesar 2,8857 dan di kelas ekqpenmen rata-rata adalah 3,6286.Pengujian secara statistik dengan hasil uji-T (beda) setelah mellhatketerampilan mahasiswa adalah sebesar 2,8857 < 3,6286.
Kata kunci: capaian belajAr, fiacket tracer
ABSTRACT
ARIF RIDHA. The Effect of application of Crsco Packet Tracer GPf)simulation Model on sfudenfb Leaming Achievement of computerNetwo*ing Course at STKIP Muhammadiyah Bone, (supervised by HafiedCangara and M. Asfah Rahman).
The aim of this research is to analyze the effect of Gisco PacketTracer (CPT) assisted simulation model on course score, interest, and skillof the students of STKIP Muhammadiyah Bone.
This research type was quantitative and employed quasiexperiment non equivalent control group design. The population was allstudents of the fourth semester in the departement of EducationalTechnology in srKIP Muhammadiyah Bone, which consistedof twogroups, namely groups I and ll. Data were collected using test,questionnaire, and skill observation sheet and were suggested todescriptive analysis, homogeneity test, normality test, validity test,reliability test, and t-test.
The result shows the mean score of CPT influence obtained by thestudents at pretest in the control class is 52,29, and in experimental classis 51,14. The mean of class grade of the posttest is 65,42 forthe controlclass, and 70,71 and for the experimental class. The result of T-test(different) after treatment is 0,672 > 0,05. From the interest aspect, theaverage score obtained by the students in the control class is 52,2286 andin the experimental class is 61 ,4571. The result of Ttest (different) ofstudent interest is 52,2286 < 61 ,4571. From the aspect of skill, theaverage score obtained by the students in the control class is 2,8857 andin the experimental class the average is 3,6286. The result of T-test(different) for the student skill is 2,8857 < 3,6286.
Keywords: Learning Achievement, Cisco Packet Tracer
DAFTAR ISI
halaman
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGAJUAN ii
HALAMAN PERSETUJUAN iii
PERNYATAAN KEASLIAN iv
PRAKATA v
ABSTRAK ix
ABSTRACT x
DAFTAR ISI xi
DAFTAR TABEL xiv
DAFTAR GAMBAR xvi
BAB I. PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 11
C. Tujuan Penelitian 12
D. Manfaat Penelitian 13
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 15
A. Kajian Konsep 15
1. Komunikasi Pembelajaran 15
2. Media Pembelajaran 24
3. Pembelajaran Berbasis Komputer 35
v
4. Multimedia Pembelajaran 37
5. Pembelajaran Berbasis Computer Based Instruction (CBI) 44
6. Model Simulasi dalam Computer Based Instruction (CBI) 50
7. Cisco Packet Tracer (CPT) 61
B. Landasan Teori 63
1. Teori Difusi Inovasi 63
2. Teori Konstruktivisme 65
3. Teori Kognitif 67
C. Hasil Penelitian Relevan 69
D. Kerangka Pikir 74
E. Hipotesis 76
BAB III. METODE PENELITIAN 77
A. Jenis dan Desain Penelitian 77
B. Lokasi Penelitian 78
C. Eksperimentasi 78
D. Subjek Penelitian 82
E. Variabel Penelitian 83
F. Definisi Operasional Variabel 84
G. Instrumen Penelitian 85
H. Teknik Pengumpulan Data 90
I. Teknik Analisis Data 91
vi
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 99
A. Hasil Penelitian 99
1. Deskripsi Lokasi Penelitian 99
2. Pelaksanaan Penelitian 101
3. Eksperimentasi 103
4. Deskripsi Data Penelitian 121
5. Uji Pra-syarat Analisis 135
6. Uji Hipotesis 144
B. Pembahasan 162
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 183
A. Kesimpulan 183
B. Saran 185
Daftar Pustaka 186
Lampiran 190
vi
DAFTAR TABEL
nomor halaman
1 Klasifikasi Software Pembangun Multimedia 43
2 Alat dan Bahan 77
3 Daftar Skala Nilai (Rating Scale) 83
4 Daftar skala Likert (Rating Likert) 85
5 Daftar Skala Nilai (Rating Scale) 86
6 Tahapan Eksperimentasi Kelas Kontrol 104
7 Tahapan Eksperimentasi Kelas Eksperimen 111
8 Deskripsi Pretest Kontrol dan Eksperimen 122
9 Descriptive Statistic Pretest Kontrol 123
10 Descriptive Statistic Pretest Eksperimen 123
11 Deskripsi Posttest Kontrol dan Eksperimen 124
12 Descriptive Statistic Posttest Kontrol 125
13 Descriptive Statistic Posttest Eksperimen 125
14 Crosstabulation Nilai 126
15 Descriptive Statistic Minat Kontrol 128
16 Crosstabulation Minat 129
17 Descriptive Statistic Keterampilan Kontrol dan Eksperimen 133
18 Crosstabulation Keterampilan 133
19 Uji Homogenitas Pretest Kelas Kontrol dan Eksperimen 137
20 Uji Homogenitas Posttest Kelas Kontrol dan Eksperimen 138
vii
21 Uji Homogenitas Keterampilan Kelas Kontrol dan Eksperimen 140
22 One Sample Kolmogorov-Smirnov Test 143
23 Uji Validitas Minat Kelas Kontrol 146
24 Uji Reliabilitas Minat Kelas Kontrol 148
25 Uji Validitas Minat Kelas Eksperimen 150
26 Uji Reliabilitas Minat Kelas Eksperimen 151
27 Group Statistic Nilai Pretest 153
28 Independent Sample Test Nilai Pretest 154
29 Group Statistic Nilai Posttest 155
30 Independent sample Test Nilai Posttest 156
31 Group Statistic Minat Belajar 157
32 Independent Sample Test Minat Belajar 159
33 Group Statistic Keterampilan Belajar 160
34 Independent Sample Test Nilai Keterampilan 161
vi
DAFTAR GAMBAR
nomor halaman
1 Prosedur Pengembangan Program Multimedia Interaktif
Untuk Pembelajaran 42
2 Model Komunikasi Shannon – Weaver 45
3 Model Komunikasi Schramm 46
4 Pola Instruksional dibantu Media 47
5 Analisis Pengalaman Edgar Dale 48
6 Tampilan Awal Program Cisco Packet Tracer 61
7 Bagan Kerangka Pikir 73
8 Tampilan Awal CPT 78
9 Tampilan Awal CPT versi Siswa 78
10 Tampilan Halaman Utama (worksheet) 79
11 Lokasi Koordinat Penelitian 100
12 Grafik Frekuensi Posttest 127
13 Grafik Frekuensi Minat 131
14 Grafik Frekuensi Keterampilan 135
15 Grafik Normalitas 142
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Teknologi seiring perkembangannya telah menjadi sebuah momok
yang tak dapat dipungkiri keberadaannya. Di dalam kehidupan manusia,
komputer telah menjadi bagian di dalamnya, sehingga banyak orang
meyakini bahwa komputer memegang peran vital atas apa yang telah
dicapai peradaban dunia saat ini. Perkembangan yang sangat pesat ini
perlu diimbangi dengan pengetahuan dan pemahaman tentang komputer
dan penggunaannya. Hal ini dikarenakan kebutuhan sebuah komputer
akan terus berubah seiring perubahan teknologi lainnya.
Dengan teknologi komputer, masyarakat dapat dengan mudah
mengakses informasi dari seluruh dunia. Mulai dari berita lokal, laporan
cuaca, berita olahraga, jadwal penerbangan, direktori telepon, peta,
lowongan kerja, tagihan, dan materi-materi pembelajaran di bidang
pendidikan (Faisal, 2012).
Dunia pendidikan dan teknologi layaknya dua mata pisau yang tak
dapat dipungkiri kehadiran dan perannya di era informasi saat ini,
sehingga muncul istilah “Teknologi Pendidikan” dimana di dalamnya
terjadi konvergensi antara teknologi dan pendidikan. Perkembangan dunia
pendidikan dan pembelajaran dewasa ini semakin pesat seiring dengan
2
perkembangan budaya manusia dalam menghasilkan cipta, rasa, karsa,
rupa, dan rekayasa teknologi. Hasil dari perkembangan tersebut
dipastikan melahirkan Model produk-produk terbarukan sebagaimana
dalam dunia pendidikan dan pembelajaran yang lebih sering dikenal
dengan istilah Inovasi Pendidikan.
Dalam perkembangannya Inovasi Pendidikan sangat populer
dengan istilah Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), Teknologi
Komunikasi, dan masih banyak lagi istilahnya yang telah masuk ke rana
pendidikan namun tetap pada jalur dan substansi utamanya.
Dalam realitasnya pendidikan tak dapat berjalan tanpa campur
tangan teknologi karena dalam penyampaian informasi/pesan
pembelajaran yang menganut konsep komunikasi Source-Message-
Channel-Receiver (SMCR) oleh David K.Berlo. mesti melibatkan media
sebagai teknologi baik sebahagian maupun secara keseluruhan. Itulah
mengapa kedua komponen tersebut tak dapat dipisahkan satu sama lain.
Secara alami, perubahan selalu terjadi pada setiap sistem akibat
pengaruh faktor internal maupun faktor eksternal. Dalam kajian-kajian ilmu
sosial perubahan merupakan faktor yang sangat menonjol dan menjadi
ukuran dinamika sistem sosial itu sendiri. Melalui perubahan terjadilah
pergeseran, penambahan, pengurangan, penggantian, dan tentunya
pengembangan yang selanjutnya dapat membentuk suatu sistem sosial
yang baru (Abdulhak & Darmawan, 2013).
3
Hal tersebut juga terjadi pula dalam sistem pendidikan. Perubahan
sistem pendidikan dan pembelajaran terjadi akibat adanya pergeseran
paradigma yang dilandasi oleh perubahan filsafat yang menjadi acuan.
Gejala ini tergambar dari pergeseran paradigma pendidikan modern yang
dilandasi oleh filsafat pada masa itu ke arah paradigma post-modern.
Pergeseran paradigma ini terjadi akibat dari adanya koreksi, perubahan,
dan kajian-kajian baru yang mempengaruhi konsep dan praksis pada
sistem dan pola pendidikan.
Pergeseran paradigma pendidikan (pembelajaran) akibat pengaruh
perubahan pola pikir filsafat tersebut yang menunjukkan adanya dua
paradigma pendidikan, yaitu paradigma lama dan paradigma baru. Kedua
paradigma tersebut memiliki perbedaan karakteristik, baik secara teoritik
maupun dalam praksisnya. Paradigma lama dipahami sebagai
penyelenggaraan pendidikan (pembelajaran) untuk mendewasakan anak
didik yang belum dewasa untuk mencapai tujuan pendidikan yang harus
dicapainya meliputi proses dan penetapan hasil pendidikan.
Pendidikan (pembelajaran) dengan paradigma lama berasumsi
bahwa dengan mempelajari konsep-konsep abstrak yang sudah
dirumuskan oleh pendidik memudahkan peserta didik untuk memahami
dan menerapkannya dalam kehidupan baik dalam waktu dekat maupun
yang akan datang. Pengertian-pengertian abstrak seperti hukum dan dalil
yang disusun dalam rumus-rumus tertentu oleh pendidik dan diajarkan
kepada peserta didik, sehingga diduga mereka dengan mudah memahami
4
dan menerapkannya dalam realitas kehidupannya. Padahal dalam kondisi
yang nyata ditemukan adanya kesulitan peserta didik untuk memahami
konsep-konsep yang abstrak dan jauh dari realitas kehidupannya yang
kurang mendapatkan perhatian dan pemecahan lebih lanjut.
Dengan berpegang pada asumsi bahwa peserta didik sebagai
pihak penerima pengetahuan, maka pendidik melaksanakan pembelajaran
yang arahnya memberi pengetahuan sebanyak-banyaknya pada peserta
didik. Satu-satunya sumber pengetahuan berasal dari pendidik dan bahan
ajar yang digunakan. Pendidik banyak menggunakan metode
pembelajaran klasikal dan drill atau bahkan metode konvensional tatap
muka (face to face method) bahkan seringkali hanya memberikan catatan
di papan tulis atau rangkuman pelajaran yang difotocopy untuk peserta
didik.
Dengan asumsi bahwa peserta didik itu adalah sosok makhluk pasif
yang hanya mau belajar apabila ada stimulus, maka para pendidik
berupaya memberi sejumlah stimulus agar peserta didik memberikan
respons-respons dalam kegiatan pembelajarannya. Peserta didik
dikatakan belajar manakala ia mampu memberikan respons yang tepat
atas suatu stimulus yang diberikan pendidik. Berdasar pada respons-
respons dari peserta didik maka pendidik memberi sejumlah penguatan-
penguatan (reinforcements) dan pengayaan (reenrichment).
Proses pendidikan terutama proses pembelajaran dewasa ini sudah
bergeser kepada dominasi peran dari hasil adopsi dan inovasi kajian
5
komunikasi digital atau komunikasi bermedia dengan pemanfaatan
teknologi digital.
Inovasi dalam berbagai bentuk apapun khususnya dalam dunia
teknologi informasi dan komunikasi yang dimanfaatkan untuk kepentingan
peningkatan layanan dan kualitas pendidikan pasti akan bermuara dalam
kajian Teknologi Pendidikan dan Teknologi Pembelajaran. Jadi
komunikasi bermedia akan terus menjadi sumber inovasi dalam dunia
pendidikan sebagaimana banyak dijelaskan dalam salah satu buku
karangan La Rose (2001) tentang “Mozaik Communication”. Di mana
dalam buku tersebut diungkapkan bahwa media dalam komunikasi
memungkinkan untuk jadi awal ekspansi bidang garapan ilmu komunikasi
dalam ilmu-ilmu sains lainnya, bahkan dalam ilmu engineering, seni, dan
bahasa.
Pakar komunikasi Indonesia memberikan batasan tentang
komunikasi ini mengatakan bahwa komunikasi adalah suatu proses
penyampaian pesan pikiran dan atau perasaan kepada orang lain dengan
menggunakan simbol atau lambang sebagai media. Pendapat ini dilandasi
oleh keyakinan Carl I.Hovland bahwa komunikasi merupakan suatu
proses di mana seorang komunikator menyampaikan pesan perangsang
untuk mengubah tingkah laku orang lain (masyarakat) atau komunikan
melalui media. (Onong Uchayana,1986)
Berkat ekspansi bidang komunikasi terhadap dunia pendidikan
akhirnya ditemukan titik dimana keduanya memiliki relevansi baik dalam
6
proses maupun pemanfaatan media yang digunakan. Dalam dunia
pendidikan saat ini terdapat banyak pemanfaatan media yang digunakan
oleh pendidik (guru/dosen). Hampir di setiap elemen lembaga pendidikan
telah menggunakan media sebagai perangkat utama dalam pembelajaran.
Pemanfaatan media di lembaga pendidikan baik di tingkat Sekolah
Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas
(SMA) sederajat, hingga Perguruan Tinggi (PT) tak lepas dari ekspansi
Information and Communication Technologies (ICT) yang telah merambat
masuk dengan kecanggihan teknologinya. Sehingga tidak heran di
beberapa lembaga pendidikan telah banyak memanfaatkan sistem
pembelajaran berbasis multimedia, di mana perangkat komputer tidak
hanya digunakan dalam laboratorium komputer saja namun sudah
menjadi alat (tools) utama para pendidik (guru/dosen) dalam mengajar.
Tenaga pengajar, guru, mentor, dosen, dan pelatih merupakan
mediator utama dalam proses transformasi pembelajaran. Proses
pembelajaran tersebut dapat lebih dinamis dan akan mencapai sasaran
yang diinginkan jika ditambah alat bantu atau media lain, seperti media
audio-visual, cetak, projektor, film, permainan, simulasi (simulation) dan
lain sebagainya (Arsyad, 2013).
Media pembelajaran pada dasarnya memiliki fungsi sebagai
sumber belajar. Fungsi-fungsi yang lain merupakan pertimbangan pada
kajian ciri-ciri umum yang dimilikinya, bahasa yang dipakai menyampaikan
pesan dan dampak atau efek yang ditimbulkannya. Media pembelajaran
7
bisa berbentuk audio, Video, bahkan gabungan dari keduanya (AVA).
Implementasi dari pemanfaatan multimedia saat ini banyak dijumpai
seperti Laboratorium Bahasa, Komputer, dan ruang produksi audio video
pada lembaga-lembaga pendidikan.
Seiring berkembangnya zaman dan era globalisasi yang ditandai
dengan pesatnya produk dan pemanfaatan teknologi informasi, maka
konsepsi penyelenggaraan pembelajaran telah bergeser pada upaya
perwujudan pembelajaran yang modern.
Pada dasarnya, ciri modern di sini telah dicapai dalam
perkembangan dunia pendidikan dan pembelajaran dengan munculnya
software intellegence yang digabungkan dengan hardware intellegence
untuk melahirkan prosedur-prosedur pemecahan masalah (problem
solving) tersebut dewasa ini di antaranya telah ditemukan inovasi dalam
model pembelajaran berbasis Computer Based Instruction (CBI).
Kegiatan pembelajaran (instructional) dengan bantuan komputer
atau lebih dikenal sebagai Computer Based Instruction (CBI) merupakan
istilah umum untuk segala kegiatan belajar yang menggunakan komputer,
baik sebahagian maupun secara keseluruhan. Dewasa ini, CBI telah
berkembang menjadi berbagai model dimulai dari CAI (Computer Assisted
Instruction), kemudian mengalami perbaikan menjadi ICAI (Intellegent
Computer Assisted Instruction), dengan dasar orientasi aktivitas yang
berbeda muncul pula CAL (Computer Assisted Learning), CBL (Computer
8
Based Learning), CAPA (Computer Assisted Personalized Assigment),
dan ITS (Intelligent Tutoring System).
Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP)
Muhammadiyah Bone sebagai Perguruan Tinggi Swasta di bawah
naungan Organisasi Islam Muhammadiyah dengan kurikulum yang ada di
dalamnya serta sebagai kampus yang menghasilkan lulusan tenaga
pendidik (guru), maka diharapkan mampu mengimplementasikan dan
mengadopsi beberapa teknik dan jenis pembelajaran dalam mendukung
aktivitas perkuliahan secara modern.
Sebagai bentuk ekspansi komunikasi terhadap dunia pendidikan
dalam hal teknologi dan komunikasi pendidikan, maka Kampus STKIP
Muhammadiyah Bone sebenarnya terkena dampak tersebut karena
ditinjau dari sisi sarana dan prasarana telah layak dikatakan sebagai
pendukung paradigma baru dalam belajar mengajar yang bercirikan
pembelajaran modern.
Namun fakta di lapangan menunjukkan bahwa STKIP
Muhammadiyah Bone tidak sepenuhnya mengadopsi paradigma baru
tersebut dalam pembelajaran. Ini dibuktikan dengan tidak adanya metode
pembelajaran yang mampu mengakomodir cara belajar mahasiswa
dengan menggunakan salah satu dari model Computer Based Instruction
(CBI) berupa model pembelajaran simulasi.
Semakin dekat pengalaman belajar menyerupai kondisi
sebenarnya di mana peserta didik akan menggunakan atau
9
memperagakan pelajaran yang telah mereka dapat, semakin efektif dan
permanen pula pembelajaran tersebut. Benda asli dan tiruan dalam
pembelajaran sangat diharapkan pada Matakuliah yang sifatnya
membutuhkan pelatihan ataupun metode pembelajaran yang
mengutamakan keterampilan (skill) langsung seperti Matakuliah Sistem
Jaringan Komputer pada program studi Teknologi Pendidikan di Kampus
STKIP Muhammadiyah Bone.
Fakta di lapangan bahwa pada Matakuliah Sistem Jaringan
Komputer ini, mahasiswa tidak diberikan pengalaman tidak langsung
berupa simulasi, namun hanya berupa pembelajaran konvensional
dengan memanfaatkan dosen sebagai sumber belajar utama sehingga
mahasiswa hanya akan menghayal, memprediksi, serta bingung karena
tidak diberikan keterampilan walau hanya menggunakan benda tiruan atau
simulasi pelajaran.
Dalam Teori Kontruktivism dikatakan bahwa pengetahuan bersifat
subyektif, artinya pengetahuan dibentuk oleh pengalaman subyek. Artinya
pengetahuan manusia akan selalu bertambah sesuai dengan pengalaman
manusia itu sendiri sebagai subyek yang selalu berinteraksi dengan
lingkungannya. Barangkat dari hakikat kontruktivisme maka belajar
diartikan sebagai kegiatan aktif individu yang belajar untuk melakukan
interaksi dalam membangun makna terhadap pengalaman tersebut.
Sebuah studi yang relevan terkait fenomena ini pernah dilakukan
Annie L.E. Davis dan Lori J.Unruh Snyder di Purdue University dengan
10
judul “An Exploratory Study of Computer Based Instruction Utilizing
iFARM Modules in a Collage Introductory Agronomy Course”.
Penelitian ini menggambarkan sebuah kurikulum edukasi agronomi yang
dikembangkan untuk suatu pengenalan jurusan produksi hasil panen.
Modul iFARM diciptakan untuk menampilkan platform pengajaran yang
serupa dengan pengajaran agronomi. Modul ini dibuat karena terbatasnya
laboratorium pada musim semi dan cuaca buruk sehingga iFARM ini
dibuat terdiri dari 13 modul yang relevan sebagai alternatif guru untuk
memberikan pelajaran dan pengalaman siswa. Dari 226 mahasiswa, 79%
melaporkan bahwa modul berguna bagi pembelajaran mereka, sementara
21% berfikir bahwa modul tidak berkontribusi terhadap pembelajaran
selama kuliah. Terjadi perubahan skor rata-rata post-tes yang dilakukan
setelah musim gugur ke musim semi (d=0,83) efek. Studi ini
menyimpulkan pengalaman belajar lebih positif ketika menggunakan
iFARM module dalam pengajaran berbasis simulasi.
Penggunaan metode simulasi diharapkan mampu meningkatkan
efektifitas dan minat belajar mahasiswa yang merupakan bagian dari
sistem pendidikan. Raw input, instrumental input, dan environmental input
merupakan sistem yang saling berkaitan di mana masukan mentah (raw
input), masukan instrumental (instrumental input), dan masukan
lingkungan (environment input) akan mempengaruhi keberhasilan suatu
pendidikan (Tirtaraharja, 2000).
11
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka masalah pokok
yang akan diteliti adalah “Pengaruh Penerapan Model Simulasi Media
Cisco Packet Tracer (CPT) Terhadap Capaian Belajar Matakuliah
“Jaringan Komputer” di Kalangan Mahasiswa di STKIP Muhammadiyah
Bone”. Untuk lebih jelasnya, maka masalah dalam penelitian ini
dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh penerapan model pembelajaran media simulasi
menggunakan Cisco Packet Tracer (CPT) terhadap capaian belajar
pada matakuliah “Jaringan Komputer” di kalangan mahasiswa di
STKIP Muhammadiyah Bone ditinjau dari aspek Nilai Mahasiswa?
2. Bagaimana pengaruh penerapan model pembelajaran media simulasi
menggunakan Cisco Packet Tracer (CPT) terhadap capaian belajar
pada matakuliah “Jaringan Komputer” di kalangan mahasiswa di
STKIP Muhammadiyah Bone ditinjau dari aspek Minat Belajar
Mahasiswa?
3. Bagaimana pengaruh penerapan model pembelajaran media simulasi
menggunakan Cisco Packet Tracer (CPT) terhadap capaian belajar
pada matakuliah “Jaringan Komputer” di kalangan mahasiswa di
STKIP Muhammadiyah Bone ditinjau dari aspek Keterampilan Belajar
Mahasiswa?
12
4. Apakah terdapat pengaruh penerapan model pembelajaran media
simulasi menggunakan Cisco Packet Tracer (CPT) terhadap capaian
belajar pada matakuliah “Jaringan Komputer” di kalangan mahasiswa
di STKIP Muhammadiyah Bone?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian
yang akan dicapai adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis pengaruh penerapan model pembelajaran media
simulasi menggunakan Cisco Packet Tracer (CPT) terhadap capaian
belajar pada matakuliah “Jaringan Komputer” di kalangan mahasiswa
di STKIP Muhammadiyah Bone dinilai dari Hasil Belajar Mahasiswa.
2. Menganalisis pengaruh penerapan model pembelajaran media
simulasi menggunakan Cisco Packet Tracer (CPT) terhadap capaian
belajar pada matakuliah “Jaringan Komputer” di kalangan mahasiswa
di STKIP Muhammadiyah Bone dinilai dari Minat Belajar Mahasiswa.
3. Menganalisis pengaruh penerapan model pembelajaran media
simulasi menggunakan Cisco Packet Tracer (CPT) terhadap capaian
belajar pada matakuliah “Jaringan Komputer” di kalangan mahasiswa
di STKIP Muhammadiyah Bone dinilai dari Keterampilan Mahasiswa.
13
4. Mengetahui adanya pengaruh penerapan model pembelajaran media
simulasi menggunakan Cisco Packet Tracer (CPT) terhadap capaian
belajar pada matakuliah “Jaringan Komputer” di kalangan mahasiswa
di STKIP Muhammadiyah Bone.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagi Dosen
a) Sebagai referensi dosen dalam menentukan model pembelajaran
yang tepat dan menarik sesuai dengan materi mata kuliah
sehingga tujuan pembelajaran tercapai.
b) Meningkatkan kemampuan dosen dalam mengembangkan
media pembelajaran Jaringan Komputer.
c) Mengatasi berbagai kendala yang sering dihadapi oleh dosen
dalam pembelajaran Jaringan Komputer.
2. Bagi Mahasiswa
a) Mendapatkan kemudahan dalam belajar dan memahami
materi matakuliah Jaringan Komputer dengan menerapkan model
pembelajaran simulasi berbasis Cisco Packet Tracer (CPT).
b) Meningkatkan hasil belajar mahasiswa pada matakuliah Jaringan
Komputer.
c) Menghilangkan rasa jenuh dan bosan, menjadikan mahasiswa
14
lebih tertarik, senang, termotivasi, dan aktif dalam pembelajaran
Jaringan Komputer.
d) Mampu menerapkan dan mengimplementasikan materi
pembelajaran Jaringan Komputer secara tidak langsung.
3. Bagi Peneliti
a) Menerapkan ilmu yang telah diterima di bangku kuliah
khususnya yang berkaitan dengan Jaringan Komputer.
b) Memperoleh pengalaman langsung dalam menerapkan
model pembelajaran simulasi berbasis Cisco Packet Tracer
(CPT) pada mata kuliah Jaringan Komputer.
c) Memperoleh bekal tambahan sebagai mahasiswa dan calon
dosen sehingga siap melaksanakan tugas di lapangan.
4. Bagi Perguruan Tinggi
Hasil penelitian ini akan memberikan masukan dalam meningkatkan
hasil belajar dan memberikan sumbangan dalam rangka perbaikan
pembelajaran khususnya pada mata kuliah Jaringan Komputer.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Konsep
1. Komunikasi Pembelajaran
a. Definisi Komunikasi dan Unsur Komunikasi
Komunikasi adalah proses penyampaian pesan dari seseorang
kepada orang lain dengan tujuan untuk memengaruhi pengetahuan atau
perilaku seseorang. Dari pengertian komunikasi yang sederhana ini, maka
kita bisa mengatakan bahwa suatu proses komunikasi tidak akan bisa
berlangsung tanpa didukung oleh unsur-unsur; pengirim (source), pesan
(message), saluran/media (channel), penerima (receiver), dan
akibat/pengaruh (effect). Unsur-unsur ini bisa juga disebut komponen atau
elemen komunikasi (Cangara, 2014).
Sebuah definisi singkat dibuat oleh Harold D.Laswell bahwa cara
yang tepat untuk menerangkan suatu tindakan komunikasi adalah
menjawab pertanyaan “Siapa yang menyampaikan, apa yang
disampaikan, melalui saluran apa, kepada siapa, dan apa pengaruhnya?”.
Lain halnya dengan Steven, justru mengajukan sebuah definisi
yang lebih luas, bahwa komunikasi terjadi kapan saja di mana suatu
organisme memberi reaksi terhadap suatu objek atau stimuli. Apakah itu
berasal sari seseorang atau lingkungan sekitarnya.
16
Sebuah definisi yang dibuat kelompok Sarjana Komunikasi yang
memfokuskan diri pada studi komunikasi antarmanusia (human
communication) bahwa:
Komunikasi adalah suatu transaksi, proses simbolik yang menghendaki orang-orang mengatur lingkungannya dengan (1) membangun hubungan antarsesama manusia; (2) melalui pertukaran informasi; (3) untuk menguatkan sikap dan tingkah laku orang lain; serta (4) berusaha mengubah sikap dan tingkah laku itu. (Book dalam Cangara: 2014)
Banyak faktor yang membuat definisi komunikasi yang didasarkan
pada bidang ilmunya masing-masing. Istilah komunikasi sering digunakan
oleh banyak disiplin yang berlain-lainan, sehingga dapat ditemukan
berbagai istilah, misalnya dalam ilmu pengetahuan teknik elektronika
komunikasi diartikan sebagai hubungan antara dua titik melalui
penggunaan alat-alat listrik (Achmad, 1990).
Secara etimologis, kata komunikasi berasal dari kata latin
Communis, yang merupakan dasar kata bahasa Inggris “Common” yang
berarti sama. Sama yang dimaksud di sini adalah sama makna. Dan
pendapat lain yang lebih jelas tentang pengertian sama, yakni membuat
kebersamaan atau membangun kebersamaan antara dua orang atau
lebih (Effendi: 1990).
Dalam berkomunikasi, tentu melalui proses komunikasi untuk
mencapai suatu tujuan yang diinginkan, menurut Effendy (2006) bahwa
proses komunikasi terbagi menjadi dua tahap, yakni secara primer dan
secara sekunder. Proses komunikasi secara primer adalah proses
17
penyampaian pikiran dan atau perasaan seseorang kepada orang lain
dengan menggunakan lambang (symbol) sebagai media. Dan secara
sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada
orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua,
setelah memakai lambang sebagai media pertama.
Dari kata tersebut berkembang menjadi Communicatus (bahasa
latin), dalam bahasa Inggris “Communication” yang berarti perhubungan.
Menurut Bernard Berekson dan Steiner (dalam Sandjaja 1998),
Communication is the transmission of the information, yang dimaksud
dengan komunikasi adalah suatu proses pembentukan, penyampaian,
penerimaan dan pengelolaan pesan yang terjadi dalam diri seseorang
atau dua orang atau lebih dengan tujuan tertentu.
Untuk lebih menjelaskan pengertian komunikasi dapat dilihat dari
ciri pokok terjadinya proses komunikasi yakni adanya maksud untuk
memberikan sesuatu, dan oleh sebab itu proses ini menciptakan pesan
untuk dapat mengirim pemberitahuan yang dimaksud yang dari pihak
penerima dipandang sebagai (salah satu) sumber informasi (pesan)
dan adanya sesuatu yang datang pada pengetahuan.
Setelah menyimak beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan
bahwa secara esensial komunikasi adalah proses penyampaian pesan
oleh seseorang (Komunikator) yang dapat memberi pengaruh terhadap
orang yang terlibat di dalamnya atau penerima pesan (Komunikan), baik
menggunakan bahasa verbal maupun non-verbal. Kesuksesan komunikasi
18
terletak pada saling pengertian antara pihak pengirim (komunikator) dan
penerima informasi (komunikan) dapat saling memahami. Untuk
berlangsungnya proses komunikasi, maka pengirim pesan (komunikator)
baru dapat mengubah sikap, pendapat atau perilaku orang lain jika
komunikasi berlangsung komunikatif antara komunikator sebagai sumber
pesan dengan komunikan sebagai penerima pesan.
Berbicara tentang komunikasi sebagai suatu system, berarti
membicarakan unsur-unsur yang terkait dalam proses dimana komukiasi
berlangsung. Achmad (1992), menyatakan bahwa unsur-unsur pokok
komunikasi meliputi pengirim, penerima, bidang pengalaman, pesan-
pesan, saluran, gangguan, tanggapan balik, efek dan konteks.
Jika dicermati proses berlangsungnya komunikasi seperti yang
dikemukakan di atas, maka tersirat beberapa komponen. Oleh Cangara
(2000), dikatakan komunikasi antar manusia hanya bisa terjadi, jika ada
seseorang yang menyampaikan pesan kepada orang lain dengan tujuan
tertentu. Artinya, komunikasi hanya bisa terjadi kalau didukung oleh
adanya sumber, pesan, media, penerima dan efek. Komponen-komponen
tersebut secara singkat dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Sumber (Komunikator)
Sumber (komunikator), juga disebut sebagai pengirim pesan. Menurut
Anderson (1972) sumber adalah: The Source is the person who places
the message in the channel. Sumber (komunikator), dapat berupa
individu yang sedang bicara atau menulis, kelompok orang, organisasi
19
komunikasi: Surat kabar, radio, televisi dan sebagainya. Ketika sumber
(komunikator) menyampaikan pesan, sering sumber tersebut bertindak
menjadi penerima (komunikan) sebaliknya penerima menjadi sumber.
Sesuatu yang berkaitan atau melekat pada seorang sumber
(komunikator) adalah: (1) Pengetahuan, ide dan pengalaman-
pengalaman; (2) Sikap, kepercayaan dan nilai-nilai; (3) Kebutuhan,
keinginan dan tujuan-tujuan; (4) Kepentingan; (5) Kelompok dan pesan
kelompok; (6) kemampuan berkomunikasi serta persepsi dari elemen-
elemen lainnya.
Widjaya (1986) mengemukakan bahwa syarat-syarat yang perlu
dimiliki oleh seorang sumber (komunikator) adalah: (1) memiliki
kredibilitas yang tinggi terhadap pesan yang disampaikan; (2)
keterampilan berkomunikasi; (3) mempunyai pengetahuan yang luas;
(4) Sikap; (5) memiliki daya tarik, dalam arti ia memiliki kemampuan
untuk melakukan perubahan sikap, penambahan pengetahuan bagi diri
penerima pesan (komunikan).
Selanjutnya oleh Achmad (1992) dikatakan bahwa bila orang
berkomunikasi sudah mempunyai pengalaman hidup yang sama,
mereka memiliki kesempatan akan dapat berhubungan satu sama lain
dalam cara yang efektif. Akan tetapi, bila dalam keadaan pengalaman
hidup para peserta komunikasi itu berbeda, maka mereka mempunyai
peluang besar akan mungkin menemukan kesulitan dalam melakukan
interaksi atau dalam memahami satu sama lain. Jadi proses
20
komunikasi akan berlangsung baik jika antar sumber (komunikator)
dan penerima pesan (komunikan) terdapat pertautan kesamaan minat
dan kepentingan. Pertautan minat dan kepentingan ini akan terjadi jika
terdapat persamaan persepsi terhadap pesan antara sumber
(komunikator) dan penerima pesan (komunikan).
b. Pesan (message)
Pesan adalah seuatu yang disampaikan kepada seseorang. Pesan
merupakan susunan rangsangan-rangsangan yang ditempatkan oleh
sumber komunikator pada saluran (channel). Oleh Achmad (1992)
dikatakan, pesan adalah isi dari suatu tindakan komunikatif.
Selanjutnya dikatakan pula, pemberitahuan tercakup di dalam pesan, ia
adalah isi pesan. Pesan dapat berupa tanda atau lambang, antara
lain seperti kata-kata tertulis atau lisan, gambar, angka. Di samping itu
dapat juga dalam wujud mimik atau gerakan anggota tubuh seperti
anggukan kepala (isyarat setuju), menggeleng kepala (isyarat
menolak), melambaikan tangan (isyarat selamat jalan) dan sebagainya.
Dalam mengemas pesan persyaratan yang selayaknya diperhatikan
adalah: (1) pesan hendaknya dipersiapkan secara baik serta sesuai
dengan kebutuhan; (2) pesan harus menggunakan bahasa yang dapat
dipahami oleh komunikan; (3) pesan menarik minat dan kebutuhan
pribadi penerima pesan serta dapat menimbulkan kepuasan.
Pengertian yang diberikan oleh seseorang terhadap isi pesan adalah
bersifat individual dan situasional. Suatu pesan tertentu yang
21
dikirimkan oleh seorang komunikator yang diterima oleh dua
komunikan dapat diinterpresikan secara berbeda. Hal ini
dilatarbelakangi oleh beberapa faktor, antara lain: Pengetahuan,
pengalaman, kepentingan, kemampuan berkomunikasi dan lain
sebagainya.
c. Saluran (Channel)
Saluran adalah sesuatu yang menjadi medium atau alat dalam
pengiriman atau penyampaian pesan dari sumber pesan ke penerima
pesan. Oleh Andersen (1972) dikatakan; The Channel is the medium
in which the message exist. Saluran dapat berbentuk fisik atau hal-hal
yang dapat mempengaruhi mekanisme penginderaan penerima pesan
(komunikan). Segala sesuatu yang dapat mempengaruhi indera
penglihatan, penciuman, pendengaran, perabaan serta perasaan dapat
berfungsi sebagai medium komunikasi.
d. Penerima Pesan (Komunikan)
Penerima pesan (komunikan) adalah seseorang atau kelompok orang,
di samping itu dapat juga organisasi atau institusi yang menjadi objek
penerima pesan. Sekalipun penerima merupakan individu yang
menerima sesuatu pesan melalui saluran, tidaklah berarti sebagai
penerima yang pasif. Sumber hanya dapat mengemas suatu pesan dan
menempatkan dalam suatu saluran. Penerima pesan (komunikan)
harus aktif menarik pesan yang terdapat dalam saluran dan
memberikan pengertian serta memberi interpretasi. Dalam
22
berlangsungnya proses komunikasi penerima membawa
pengalamannya, prasangka, kebutuhan, kemauan serta keinginan-
keinginannya. Variabel–variabel ini turut berpengaruh serta membantu
penerima pesan dalam menentukan pengertian pesan yang ada atau
digunakan, serta respon-respon yang dilakukannya terhadap pesan
yang diterimanya. Dalam berbagai situasi, penerima memberikan
rangsangan yang mendasar terhadap sumber pesan (komunikator)
melalui proses tanggapan balik.
e. Efek atau hasil
Efek atau hasil adalah hal yang terjadi pada pihak penerima pesan
(komunikan). Hal ini merupakan perubahan yang dialami oleh
para komunikan. Tiap-tiap komunikasi mempunyai akibat atau hasil
yang ia mempunyai efek tertentu pada orang-orang yang menjadi
peserta dalam proses komunikasi, walaupun akibat tersebut tidak
selalu bisa kelihatan dengan segera, Achmad (1992). Efek atau
pengaruh yang terjadi dapat terlihat atau terwujud dalam bentuk
pengetahuan, sikap dan tingkah laku seseorang yang terlibat dalam
interaksi komunikasi tersebut.
Jika hal ini dikaitkan dengan komunikasi antar pribadi, maka
berhasilnya komunikasi terlihat apabila komunikasi antar pribadi dapat
memberikan konstribusi positif terhadap tujuan yang ingin dicapai.
Ketika seseorang sumber pesan (komunikator) dalam hal ini orang tua
menyampaikan pesan kepada anaknya selaku penerima pesan,
23
maka harapan yang muncul adalah anak selaku menerima pesan
mengalami perubahan pada pengetahuan atau pengalaman yang
dimilikinya.
b. Komunikasi dalam Proses Pembelajaran
Komunikasi dalam pendidikan (pembelajaran) prosesnya
berlangsung secara primer, yaitu proses penyampaian pikiran dan/atau
perasaan orang lain dengan menggunakan lambang seperti bahasa, kias,
isyarat, gambar, warna, dan lain sebagainya secara langsung mampu
menerjemahkan pikiran dan/atau perasaan komunikator kepada
komunikan. Komunikasi yang terjadi antara Kepala Sekolah dengan guru,
guru mengajar di kelas, kesemuanya itu dilakukan secara langsung
dengan media primer bahasa.
Komunikasi sekunder skalanya masih kecil daripada proses
komunikasi primer. Contoh dari komunikasi sekunder yang berlangsung di
sekolah adalah pengumuman tertulis, melaksanakan tugas baca buku,
pembuatan surat dan sebagainya. Komunikasi sekunder yang terlaksana
tersebut masih sebatas pada penggunaan media tulis dengan feedback
yang tertunda.
Adanya perkembangan teknologi saat ini seperti penggunaan
telepon, komputer multimedia, Internet, mesin faximile, dan sarana sudio-
visual lain untuk pembelajaran, komunikasi yang berlangsung dalam
konteks pembelajaran pun semakin canggih. Penggunaan komunikasi
sekunder yang tadinya hanya memungkinkan feedback tertunda,
24
sekarang dapat menerima umpan balik tersebut secara langsung
(interaktif).
Proses belajar mengajar pada hakikatnya adalah proses komunikasi.
Pada komunikasi pembelajaran guru berperan sebagai pengantar pesan
dan siswa sebagai penerima pesan. Pesan yang dikirimkan oleh guru
berupa isi/materi pelajaran yang dituangkan ke dalam simbol-simbol
komunikasi baik verbal (kata–kata dan tulisan)maupun nonverbal, proses
ini dinamakan encoding. Penafsiran simbol–simbol komunikasi tersebut
oleh siswa dinamakan decoding (Sanjaya, 2012).
Proses pembelajaran merupakan suatu bentuk komunikasi yaitu
komunikasi antara subyek didik dengan pendidik, antara mahasiswa
dengan dosen, antara siswa dengan guru. Di dalam komunikasi tersebut
terdapat pembentukan (transform) dan pengalihan (transfer)
pengetahuan, keterampilan ataupun sikap dan nilai dari komunikator
(pendidik, dosen, guru) kepada komunikan (subyek didik, mahasiswa,
siswa) sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
2. Media Pembelajaran
a. Definisi Media Pembelajaran
Kata media berasal dari bahasa latin medius yang secara harfiah
berarti ’tengah’, ’perantara’, atau ’pengantar’. Secara lebih khusus,
pengertian media dalam proses belajar mengajar cenderung diartikan
sebagai alat-alat grafis, fotografis, atau elektronik untuk menangkap,
memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal. AECT
25
(Association of Education and Communication Technology) memberi
batasan tentang media sebagai segala bentuk dan saluran yang
digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi. Disamping
sebagai sistem penyampai atau pengantar, media yang sering diganti
dengan kata mediator, dengan istilah mediator media menunjukkan fungsi
atau perannya, yaitu mengatur hubungan yang efektif antara dua pihak
utama dalam proses belajar, yaitu siswa dan isi pelajaran.
Media pembelajaran secara umum adalah alat bantu proses belajar
mengajar. Segala sesuatu yang dapat dipergunakan untuk merangsang
pikiran, perasaan, perhatian, dan kemampuan dan/atau keterampilan
(psikomotor) pebelajar sehingga dapat mendorong terjadinya proses
belajar. Batasan ini cukup luas dan mendalam yang mencakup pengertian
sumber, lingkungan, manusia dan metode yang dimanfaatkan untuk
kepentingan tujuan pembelajaran.
Adapun menurut Briggs dalam Pananrangi (2013) Media
pembelajaran adalah sarana fisik untuk menyampaikan isi/materi
pembelajaran seperti buku, film, video, dan sebagainya. Sementara
menurut National Education Association (1969) mengungkapkan bahwa
Media Pembelajaran adalah sarana komunikasi dalam bentuk cetak
maupun audio-visual, termasuk perangkat keras.
Karena proses pembelajaran adalah merupakan proses komunikasi
dan berlangsung dalam suatu sistem, maka media pembelajaran
menempati posisi yang cukup penting sebagai salah satu komponen
26
sistem pembelajaran. Tanpa media, komunikasi tidak akan terjadi dan
proses pembelajaran sebagai proses komunikasi juga tidak akan bisa
berlangsung secara optimal.
Berdasarkan pemahaman tersebut, guru/dosen tidaklah dipahami
sebagai satu-satunya sumber belajar, tetapi dengan posisinya sebagai
penggiat, ia harus mampu merencana dan mencipta sumber-sumber
belajar yang kondusif. Inilah yang dimaksud dengan media pembelajaran.
Acapkali istilah kata media pembelajaran digunakan secara
bergantian dengan istilah alat bantu atau media komunikasi seperti yang
dikemukakan oleh Hamalik (1986) di mana ia melihat bahwa hubungan
komunikasi akan berjalan lancar dengan hasil yang maksimal apabila
menggunakan alat bantu yang disebut media komunikasi.
Menurut Anderson dalam Warsita (2008), Media dapat dibagi
dalam dua kategori, yaitu alat bantu pembelajaran (instructional aids) dan
media pembelajaran (instructional media). Alat bantu pembelajaran atau
alat untuk membantu guru (pendidik) dalam memperjelas materi (pesan)
yang akan disampaikan. Oleh karena itu alat bantu pembelajaran disebut
juga alat bantu mengajar (teaching aids). Misalnya OHP/OHT, film bingkai
(slide) foto, peta, poster, grafik, flip chart, model benda sebenarnya dan
sampai kepada lingkungan belajar yang dimanfaatkan untuk memperjelas
materi pembelajaran.
Sementara di lain sisi, menurut Gagne dan Briggs dalam Arsyad
(2013) bahwa secara implisit mengatakan media pembelajaran meliputi
27
alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi
pengajaran, yang terdiri dari antara lain buku, tape recorder, kaset, video
camera, video recorder, film, slide, foto, gambar, grafik, televisi, dan
komputer. Dengan kata lain media adalah komponen sumber belajar atau
wahana fisik yang mengandung materi instructional di lingkungan siswa
yang dapat merangsang siswa untuk belajar.
Berdasarkan uraian di atas, maka media pembelajaran dapat
dipahami sebagai “Segala sesuatu yang dapat menyampaikan dan
menyalurkan pesan dari sumber secara terencana sehingga tercipta
lingkungan belajar yang kondusif di mana penerimanya dapat melakukan
proses belajar secara efisien dan efektif” (Munadi:2008).
b. Manfaat Media Pembelajaran
Media memberi nuansa baru dalam pemerolehan informasi melalui
aktivitas membaca. Membaca dengan berbantukan media dapat
memberikan beberapa manfaat, yaitu menjadikan kegiatan membaca lebih
dinamis dengan memberi dimensi baru pada kata-kata. Dalam hal
penyampaian makna, kata-kata dalam aplikasi media maupun multimedia
bisa menjadi pemicu stimulus dan motivasi yang dapat digunakan untuk
belajar.
Hamalik dalam Arsyad (2010), mengemukakan bahwa pemakaian
media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat
membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi
dan rangsangan kegiatan belajar, dan membawa pengaruh-pengaruh
28
psikologis terhadap siswa. Penggunaan media pembelajaran pada
orientasi pembelajaran akan sangat membantu keaktifan proses
pembelajaran dan penyampaian pesan dan isi pelajaran pada saat itu.
Selain membangkitkan motivasi dan minat siswa, media pembelajaran
juga dapat membantu siswa meningkatkan pemahaman, menyajikan
data dengan menarik dan terpercaya. Selanjutnya menjelaskan betapa
pentingnya media pembelajaran karena media pembelajaran membawa
dan membangkitkan rasa senang dan gembira bagi siswa dan
memperbaharui semangat mereka, membantu memantapkan
pengetahuan pada benak para siswa serta menghidupkan pelajaran.
Levie & Lentsz dalam Sanaky (2009), mengemukakan empat fungsi
media pembelajaran, khususnya media visual, yaitu: Fungsi Atensi,
Fungsi Afektif, Fungsi Kognitif, Fungsi Kompensatoris. Fungsi atensi
media visual merupakan inti, yaitu menarik dan mengarahkan perhatian
siswa untuk berkonsentrasi kepada isi pelajaran yang berkaitan dengan
makna visual yang ditampilkan atau menyertai teks materi pelajaran.
Sering kali pada awal pelajaran peserta didik tidak tertarik dengan materi
pelajaran atau mata kuliah yang tidak disenangi oleh mereka sehingga
mereka tidak memperhatikan. Media visual yang diproyeksikan dapat
menenangkan dan mengarahkan perhatian mereka kepada matakuliah
yang akan mereka terima. Artinya materi yang diberikan akan
menimbulkan ketertarikan siswa. Dengan demikian, kemungkinan untuk
memperoleh dan mengingat isi materi perkuliahan semakin besar.
29
Fungsi afektif media visual dapat terlihat dari tingkat kenikmatan
peserta didik ketika belajar atau membaca teks yang bergambar. Gambar
atau lambang visual dapat menggugah emosi dan sikap siswa. Misalnya
informasi yang menyangkut masalah sosial atau ras. Fungsi kognitif
media visual terlihat dari lambang visual atau gambar memperlancar
pencapaian tujuan untuk memahami dan mengingat informasi atau pesan
yang terkandung dalam gambar.
Fungsi kompensatoris media pembelajaran terlihat dari hasil
penelitian bahwa media visual yang memberikan konteks untuk
memahami teks membantu siswa yang lemah dalam membaca untuk
mengorganisasikan informasi dalam teks dan mengingatnya kembali.
Dengan kata lain, media pembelajaran berfungsi untuk
mengakomodasikan siswa yang lemah dan lambat menerima dan
memahami isi pelajaran yang disajikan dengan teks atau disajikan secara
verbal.
Sudjana dan Rivai (1992), mengemukakan manfaat media
pembelajaran dalam proses belajar siswa yaitu:
1) Pembelajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga
dapat menumbuhkan motivasi belajar.
2) Bahan pembelajaran akan lebih jelas maknanya sehingga
dapat lebih dipahami oleh siswa sehingga memungkinkannya
menguasai dan mencapai tujuan pembelajaran.
3) Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-
30
mata komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru,
sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga,
apalagi bila guru mengajar pada setiap jam pelajaran.
4) Siswa dapat lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab
tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas
lain seperti mengamati, melakukan mendemonstrasikan,
memamerkan, dll.
Istilah multimedia yang digunakan dalam pendidikan saat ini
memberi gambaran terhadap suatu sistem komputer di mana semua
media; teks, grafik, audio/suara, animasi dan video berada dalam satu
model perangkat lunak yang menjelaskan atau menggambarkan satu
program pembelajaran.
Menurut beberapa pakar pendidikan, teknologi, dan psikologi,
pengembangan program multimedia untuk pembelajaran menekankan
pada syarat mudah digunakan, memenuhi keperluan mengembangkan
pengetahuan, meningkatkan keterampilan dan kreativitas, dan
menyediakan kemudahan interaktif serta memungkinkan adanya umpan
balik (feedback).
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Edwards, Williams dan
Roderick (1968) tentang penggunaan berbagai media dalam memulai
proses belajar, menunjukkan bahwa peserta didik dalam kelompok
eksperimen yang menggunakan media belajar yang terpadu memperoleh
hasil yang signifikan lebih baik 0,5 daripada peserta didik dalam kelompok
31
kontrol yang menggunakan media tradisional (buku teks) dalam hal
proses belajarnya.
Tidak diragukan lagi bahwa semua media itu perlu dalam
pembelajaran. Jika sampai hari ini masih ada guru yang belum
menggunakan media, itu hanya perlu satu hal yakni perubahan sikap.
Dalam memilih media pembelajaran, perlu disesuaikan dengan
kebutuhan, situasi dan kondisi masing-masing. Dengan kata lain, media
yang terbaik adalah media yang ada dan tersedia. Guru atau dosen
bertanggungjawab untuk mengembangkannya secara tepat dilihat dari isi,
penjelasan pesan, karakteristik siswa/mahasiswa untuk menentukan
media pembelajaran yang akan digunakan.
Adapun secara umum manfaat penggunaan media pembelajaran
dalam proses pemanfaatan media dalam bidang pendidikan dilihat dari
beberapa sudut pandang di antaranya: (1) Mempermudah proses belajar-
mengajar; (2) Meningkatkan efisiensi belajar-mengajar; (3) Menjaga
Relevansi dengan tujuan belajar; (4) Membantu konsentrasi peserta didik;
(5) Menurut Gagne sebagai komponen sumber belajar yang dapat
merangsang siswa untuk belajar; (6) Menurut Briggs sebagai Wahana fisik
yang mengandung materi instruksional; (7) Menurut Schramm sebagai
Teknologi pembawa informasi atau pesan instruksional; dan terakhir (8)
Menurut Y.Miarso sebagai segala sesuatu yang dapat merangsang proses
belajar peserta didik.
32
c. Macam-macam Media Pembelajaran
Ada berbagai cara dan sudut pandang untuk menggolongkan jenis
media sesuai dengan cirinya. Rudy Bretz dalam Muhammad Ali (2012)
membuat klasifikasi berdasarkan tiga ciri utama, yaitu: suara (audio),
bentuk (visual), dan gerak (motion). Atas dasar ini Brets membuat
delapan kelompok media yaitu:
a. Media Audio Motion Visual, yakni media yang mempunyai suara,
ada gerakan dan bentuk obyeknya dapat dilihat. Media semacam
ini paling lengkap. Jenis media termasuk kelompok ini adalah
televisi, video tape dan film bergerak.
b. Media Audio Still Visual, yakni media yang mempunyai suara,
obyeknya dapat dilihat, namun tidak ada gerakan. Contoh: film-
strip bersuara, slide bersuara atau rekaman televisi dengan
gambar tak bergerak (television still recording).
c. Media Audio Semi Motion, mempunyai suara dan gerakan namun
tidak dapat menampilkan suatu gerakan secara utuh. Contoh:
tele-writing atau teleboard.
d. Media Motion Visual, yakni media yang mempunyai gambar
obyek yang bergerak. Contoh: film (bergerak) bisu (tak bersuara).
e. Media Still Visual, yakni ada obyek namun tanpa ada gerakan.
Contoh: film strip, gambar, microform, atau halaman cetakan.
f. Media Semi Motion (semi gerak), yakni menggunakan garis dan
tulisan, seperti tele autograf.
33
g. Media Audio, hanya menanmpilkan suara (bunyi). Contoh: Radio,
Telepon, Audio Tape.
h. Media Cetakan, yaitu menampilkan simbol-simbol tertentu yaitu
huruf (simbol bunyi).
Media pembelajaran memiliki banyak jenis dan macam. Beberapa
media yang paling akrab dan hampir semua sekolah memanfaatkan adalah
media cetak (buku) dan papan tulis. Selain itu, banyak juga sekolah yang
telah memanfaatkan jenis media lain seperti gambar, model, overhead
projektor (OHP) dan obyek-obyek nyata. Sedangkan media lain seperti
kaset audio, video, VCD, slide (film bingkai), serta program pembelajaran
komputer yang semakin hari semakin dikembangkan. Semua media ini
diharapkan dapat membantu dalam proses pembelajaran agar tujuan
pembelajaran bisa tercapai dengan baik.
d. Fungsi Media
Fungsi utama media pembelajaran adalah sebagai alat
bantu mengajar yang turut mempengaruhi iklim, kondisi, dan lingkungan
belajar yang ditata dan diciptakan oleh guru. Penggunaan media
pengajaran pada tahap orientasi pengajaran akan sangat membantu
keefektifan proses pembelajaran dan penyampaian pesan dan isi
pelajaran pada saat itu. Di samping membangkitkan motivasi dan minat
peserta didik, media pembelajaran juga dapat membantu peserta didik
meningkatkan pemahaman, menyajikan data dengan menarik dan
34
terpercaya, memudahkan penafsiran data, dan memadatkan informasi.
Menurut Kemp dan Dayton dalam Kustandi dan Bambang, ada tiga
fungsi utama apabila media itu digunakan untuk perorangan, atau
kelompok, atau kelompok yang besar jumlahnya yaitu: (1) memotivasi
minat atau tindakan, (2) menyajikan informasi, dan (3) memberi instruksi.
Levie Lentz dalam Arsyad (2010) mengemukakan empat fungsi
media pembelajaran, yaitu:
a. Fungsi Atensi, yaitu: menarik perhatian peserta didik untuk
berkonsentrasi pada isi pelajaran yang ditampilkan.
b. Fungsi Afektif, yaitu: media dapat menggugah emosi dan sikap
peserta didik, dan peserta didik dapat menikmati pembelajaran.
c. Fungsi Kognitif, yaitu: media memperlancar pencapaian tujuan
untuk memahami dan mengingat informasi atau pesan yang
terkandung dalam gambar (media visual).
d. Fungsi Kompensatoris, yaitu: media mengakomodasi peserta
didik yang lemah dan lambat menerima dan memahami isi
pelajaran yang disajikan dengan teks/ secara verbal.
Dengan demikian dikatakan bahwa dalam proses pembelajaran
yang efektif dan efisien, teknologi media komputer, media konvensional,
dan media lainnya tak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Pelibatan alat
(media) dalam pembelajaran dianggap sesuatu yang harus dilakukan
dalam pelaksanaan pembelajaran sehingga pelibatannya menuntut
guru/dosen agar mampu membekali diri dengan keterampilan TIK.
35
3. Pembelajaran Berbasis Komputer (New Media)
Pembelajaran berbasis komputer merupakan cara-cara
memproduksi dan menyampaikan bahan pengajaran dengan
menggunakan perangkat yang bersumber pada mikroprocessor. Teknologi
berbasis komputer dibedakan dari teknologi lain karena menyimpan
informasi berbentuk digital (elektronis) bukannya sebagai bahan cetak
atau visual. Pada dasarnya pembelajaran berbasis komputer
menampilkan informasi kepada pembelajar melalui tayangan di layar
monitor. Berbagai jenis aplikasi komputer biasanya disebut “Computer
Based Instruction” (CBI).
Aplikasi teknologi komunikasi cenderung mengarah pada aspek
pengelolaan proses komunikasi, pemanfaatan media komunikasi baru,
serta sistem transformasi atau manajemen arus informasi. Kondisi yang
mengakibatkan terjadinya pemanfaatan teknologi dalam komunikasi ini
diasumsikan merupakan salah satu akibat dari adanya “Difusi Inovasi”.
Proses komunikasi melalui komputer tidak hanya menuntut kemampuan
membaca, tapi juga kemampuan mengetik. Hal tersebut menunjukkan
bahwa proses komunikasi dengan menggunakan komputer menuntut
keterampilan menggunakan media komunikasi komputer dari individu, baik
yang bertindak sebagai pengirim maupun penerima pesan.
Media komunikasi yang dimanfaatkan dalam proses komunikasi
pembelajaran diharapkan mampu membantu mengefektifkan proses
penyampaian pesan. Julia T. Wood dalam Darmawan (2015) menyatakan
36
“Teknologi komputer membolehkan orang mengirimkan dan menerima
informasi secara lebih cepat.”
Adapun ruang lingkup konsep pembelajaran berbasis komputer
(new media) mengarahkan pemahaman kita terhadap perangkat lunak
komputer (software) yang bisa dimanfaatkan dalam proses komunikasi.
Berdasarkan perkembangannya, komputer dijadikan media komunikasi
secara tidak langsung seiring dengan perkembangan generasi komputer
itu sendiri. Secara tidak sadar keterlibatan komputer dalam pembelajaran
telah lama berkembang dan menyatukan dunia dalam satu layar (www.)
Dalam lingkungan pendidikan dan pelatihan, media komunikasi ini
ditujukan untuk kepentingan penyampaian pesan pembelajaran dari
instruktur (guru/dosen) kepada peserta didik. Kadar interaksi antara
penerima dan sumber pesan dapat langsung dilakukan melalui komputer
multimedia ini, terutama di bawah bimbingan guru/dosen.
Linda Roehrig Knapp & Allen D.Glenn dalam Darmawan (2015)
mengatakan bahwa “Sebahagian besar pendidik menggunakan teknologi
komputer untuk mendukung pembelajarannya melalui berbagai model
komunikasi.” Hal tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran dengan
menggunakan media komputer dapat menyelesaikan permasalahan
dalam proses komunikasi dalam pembelajaran.
Dalam penyampaian materi pembelajaran, guru dibantu oleh media
komputer sebagai media komunikasi pembelajaran. Keterampilan siswa
dalam mengembangkan metode memahami isi materi pembelajaran,
37
kemampuan menyelesaikan masalah dengan sendirinya dilakukan melalui
program aplikasi komputer (software).
Selain itu dikemukakan pula bahwa aplikasi komputer pada
komunikasi ini ada dalam bentuk multimedia. Olehnya itu guru bisa
memadukan antara tulisan, gambar, dan pendengaran suara sehingga
penerima bisa memilih model penyampaian yang dianggap efektif.
Penggunaan komputer multimedia merupakan salah satu pemanfaatan
media komunikasi komputer yang akan membantu aktivitas belajar
peserta didik yang mungkin lebih siap daripada sebelumnya.
4. Multimedia Pembelajaran
Pada dekade 1960 komputer telah menghasilkan teks, suara, dan
grafik walaupun masih sangat sederhana sehingga bisa digunakan dalam
media pendidikan. Donal Bitzer sebagai bapak PLATO (Programmed
Logic for Automated Teaching Operations) mengembangkan
pembelajaran berbasis komputer yang dikenal dengan CAI (Computer
Assisted Instruction) pada tahun 1966 di University of Illinois at Urbana-
Champaign. Uji coba pembelajaran berbasis komputer pertama kali
dilakukan pada tahun 1976 di sekolah waterford elementary school. Sejak
saat itu pembelajaran berbasis komputer mulai dipublikasikan di sekolah-
sekolah umum.
Berbagai pemahaman terkait multimedia terus berkembang itu
seiring dengan perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK),
baik dari aspek software maupun hardware yang mendukungnya. Menurut
38
sudut pandang ahli media, sebelum berkembangnya dunia teknologi
informasi, multimedia dipandang hanya sebagai suatu pemanfaatan
”banyak” media yang digunakan dalam suatu proses interaksi
penyampaian pesan dari sumber kepada penerima pesan.
Seiring dengan perkembangan dunia TI, pemaknaan “multimedia”
ini semakin bergeser pada aspek pengintegrasian sistem dan jaringan
serta prosedur komunikasi dalam sebuah perangkat khusus, seperti
televisi, radio, komputer, notebook, netbook. Demikian juga dengan
perkembangan di bidang telekomunikasi, sistem jaringan menjadi lebih
memperkuat pemaknaan multimedia semakin modern, seperti adanya
revolusi dari kabel jaringan menjadi wireless (tanpa kabel) melalui
penggunaan fiber optic oleh industri telekomunikasi dewasa ini.
Dalam salah satu buku referensi Multimedia in the Classroom,
dijabarkan bahwa multimedia is the combination of the following elements:
text, colour, graphics, animation, audio and video. Menurut Rosch dalam
Darmawan (2015) multimedia dipandang sebagai suatu kombinasi antara
komputer dan video. Dalam konteks komunikasi Hofsteder dalam
Darmawan (2015) menyatakan bahwa multimedia merupakan gabungan
dari pemanfaatan komputer, link dan tool yang memungkinkan pengguna
melakukan navigasi, interaksi, kreasi, feedback, dan komunikasi.
Dalam konteks pembelajaran multimedia telah mampu memberikan
berbagai ciri dan prinsip sehingga sebuah pembelajaran dapat dikatakan
39
menggunakan multimedia, jika di dalamnya memiliki karakteristik sebagai
berikut:
a. Content Representation
b. Full Colour and High Resolution
c. Melalui media elektronik
d. Tipe-tipe pembelajaran bervariasi
e. Respons pembelajaran dan penguatan
f. Mengembangkan konsep Self Evaluation
g. Dapat digunakan secara klasikal dan mandiri
Dari karakteristik pembelajaran yang dapat disebut sebagai
pembelajaran multimedia, seorang pendidik dapat memandang bahwa
multimedia tersebut harus kaya akan proses interaktif. Oleh karenanya
makna dari multimedia di antaranya harus bercirikan:
a. Komunikasi dua arah (two way communication)
b. Aktivitas fisik dan mental
c. Feedback langsung
d. Drag and drop
e. Input Data
f. Mouse Klik, mouse enter, selection, masking, and drawing
Criswell dalam Munir (2015) mendefinisikan CAL (Computer Aided
Learning) sebagai penggunaan komputer dalam menyampaikan bahan
pengajaran dengan melibatkan peserta didik secara aktif serta
40
memberikan umpan balik. Pendek kata tujuan CAL ialah untuk mengajar.
Mengajar bermakna menyampaikan bahan pengajaran dengan melibatkan
program komputer.
Menurut Gagne & Briggs (1994) bahwa komputer menjadi populer
sebagai media proses belajar karena komputer memiliki keistimewaan
yang tidak dimiliki oleh media proses belajar yang lain sebelum zaman
komputerisasi. Di antara keistimewaan tersebut adalah:
a. Hubungan Interaktif: Komputer menyebabkan terwujudnya
hubungan antara stimulus dengan respon. Bahkan menurut
Dublin dalam Munir (2015) bahwa komputer dapat
meningkatkan minat dan menumbuhkan inspirasi.
b. Pengulangan: Komputer memberi fasilitas bagi user untuk
mengulang apabila diperlukan (repeating). Untuk memperkuat
proses belajar dan memperbaiki ingatan, maka pengulangan
amat diperlukan oleh peserta didik (Clements dalam Munir).
c. Feedback and Reinforcements: Media komputer membantu
peserta didik memperoleh umpan balik terhadap pelajaran
secara leluasa dan bisa memacu motivasi peserta didik dengan
penguatan positif yang diberi apabila peserta didik memberikan
jawaban.
Berbagai kajian telah dijalankan untuk mengukur kesan komputer
sebagai media proses belajar. Dari hasil kajian yang lalu ada yang
menyatakan bahwa CAL telah menunjukkan kesan positif terhadap proses
41
belajar dan ada juga yang menyatakan CAL menunjukkan kesan negatif.
Namun secara keseluruhan lebih banyak yang merespon dengan positif
penggunaan media komputer dibanding media tradisional (Wang dan
Sleeman, 1994).
Dari karakteristik dan pemaknaan di atas, dukungan media
elektronik memungkinkan media komputer, sehingga dalam konteks
pengembangan atau inovasi model-model pembelajaran mulai tahun 1988
sudah menunjukkan munculnya pemikiran-pemikiran mengenai
komputerisasi pembelajaran. Salah satunya mengenai apa yang disebut-
oleh Eleanor (1988) yang mendukung perwujudan dari konsep Teknologi
Pendidikan, yaitu dengan mulai mengenalkan apa yang disebut dengan
drill and practice dalam sebuah perjalanan. Kemudian berkembang
menjadi sebuah computer simulation untuk pembelajaran matematika.
Sejak itu berkembanglah berbagai prosedur pengembangan dan
penerapan prinsip multimedia dalam pembelajaran dengan berbantuan
komputer; seperti adanya istilah-istilah berikut:
CAI = Computer Assisted Instruction (USA)
CAL = Computer Assisted Learning (UK)
CBI = Computer Based Instruction
CBT = Computer Based Training/Test
CML = Computer Mediated Learning (E-Learning)
CBE = Computer Based Education
CAI = Computer Aided Instruction
42
CAL = Computer Aided Learning
CMI = Computer Management Instruction
CSRL = Computer Supported Resource Learning
Dari beberapa istilah tersebut, dalam kenyataannya semua pihak
pasti membutuhkan penerapan, terutama dalam konteks inovasi atau
revolusi pembelajaran. Dengan demikian, hal tersebut membutuhkan
prosedur mengembangkan multimedia interaktif.
Perhatikan bagan berikut yang menunjukkan prosedur
pengembangan program multimedia interaktif untuk pembelajaran:
Gambar 1. Prosedur pengembangan program multimedia Interaktif untuk pembelajaran
43
Dalam membangun multimedia interaktif ini dibutuhkan kejelian
dalam memilih software yang memiliki basis berbeda-beda. Seperti halnya
kelompok software berbasis bitmap, vector, dan Html, bahkan office
sekalipun, karena masing-masing memiliki keunggulan masing-masing.
Berikut adalah klasifikasi karakteristik masing-masing software
pembangun program multimedia interaktif.
Klasifikasi Software Pembangun Multimedia dapat dilihat dari tabel
berikut ini:
Tabel 1. Klasifikasi software pembangun multimedia
Karakteristik Berbasis Bitmap
(director, authoware)
Berbasis Vector
(macromedia,
swish)
Support X √
Video √ X
Animasi 2D √ √
Animasi 3D √ X
Image/Gambar √ X
Resolusi √ √
Kapasitas File √ √
Suara/Fx √ X
Database √ X
Interaktif √ √
44
Dalam perkembangannya, software-software yang lebih ringan dan
mudah untuk dipelajari dewasa ini semakin banyak dan dapat diunduh
dari situs-situs resmi. Dalam mengembangkan bahan ajar interaktif yang
sering dikenal dengan pembelajaran berbasis komputer, pandangan istilah
seperti CAI, CBI, dan istilah lainnya tiada lain adalah hasil dari inovasi.
5. Pembelajaran Berbasis Computer Based Instruction (CBI)
Pembelajaran interaktif berbasis instruksional komputer tidak
sekadar memindahkan teks dalam buku atau modul menjadi pembelajaran
interaktif, tetapi materi diseleksi yang betul-betul representatif untuk dibuat
pembelajaran interaktif. Misalnya, khusus untuk materi yang perlu terdapat
unsur animasi, video, simulasi, demonstrasi, dan games. Siswa tidak
hanya membaca teks, tetapi juga melihat animasi tentang sebuah proses
menyerupai proses yang sebenarnya, sehingga mempermudah
pemahaman dengan biaya yang relatif lebih rendah dibanding langsung
pada objek nyata.
Dalam mengkonfigurasi bagaimana pengajar dan peserta didik
mendapatkan akses ke pengetahuan dan informasi, teknologi baru
menantang (challenge) konsepsi konvensional mengenal bahan ajar dan
metode serta pendekatan belajar mengajar yang baru yang pada
hakikatnya proses belajar mengajar harus diciptakan dan diwujudkan
melalui kegiatan menyampaikan dan tukar menukar pesan atau informasi
oleh setiap tenaga pengajar kepada peserta didik sehingga terjadi proses
belajar (komunikasi).
45
Pemanfaatan media komputer berbasis instruksional ini
mengadopsi model komunikasi yang telah ada sebelumnya. Model proses
komunikasi pertama kali dikembangkan oleh Claude E.Shannon dan
Warren Weaver (1949), yang bisa digunakan untuk menganalisa situasi
instruksional seperti gambar berikut:
Gambar 2. Model komunikasi Shannon-Weaver
Secara pendekatan ilmu komunikasi maka model pembelajaran
yang bisa dikembangkan berdasarkan model komunikasi ini adalah
melalui Computer Based Instruction (CBI).
Untuk kebutuhan instruksional, arti sebuah pesan dan bagaimana
pesan itu diinterpretasekan merupakan faktor utama. Schramm (1954)
menggabungkan aspek teknis dalam komunikasi dengan perhatian utama
pada komunikasi, penerimaan, dan interpretasi simbol-simbol yang
bermakna yang merupakan jantung pembelajaran. Ia menekankan bahwa
46
terjadinya komunikasi bila adanya kesamaan kawasan antara pemberi
pesan kepada penerima pesan.
Gambar 3. Model komunikasi Schramm
Hasil dari pola adopsi Schramm ini menunjukkan bahwa proses
komunikasi ini layak digunakan pada pola pembelajaran instruksional di
mana komponen-komponen baru berupa peralatan yang dipergunakan
oleh guru/dosen sebagai sarana untuk membantu pelaksanaan kegiatan
pengajaran yang lebih dikenal dengan media pengajaran. Pola yang
memanfaatkan media pengajaran sebagai sumber-sumber belajar di
samping guru, dilukiskan dalam gambar berikut.
47
Gambar 4. Pola instruksional dibantu media
Sistem-sistem komputer yang dapat menyampaikan pembelajaran
secara langsung kepada para peserta didik melalui cara berinteraksi
dengan materi pelajaran yang diprogramkan ke dalam sistem. Hal inilah
yang disebut dengan Computer Assisted Instruction (CAI) yang
merupakan program yang populer pada era tahun 1960-an, yang
merupakan awal perkembangan komputer dan pemanfaatannya untuk
mengembangkan model belajar, khususnya model belajar terprogram.
Perkembangan teknologi komputer ini membawa banyak
perubahan pada sebuah program aplikasi seharusnya mampu membawa
perubahan dengan memanipulasi keadaan sesungguhnya. Penekanannya
terletak pada upaya yang berkesinambungan untuk memaksimalkan
aktivitas peserta didik dalam proses belajar mengajar sebagai interaksi
kognitif antar peserta didik, materi subjek, dan instruktur, serta
mendapatkan pengalaman belajar yang baru.
Kegiatan instruksional dengan berbantuan komputer atau lebih
dikenal sebagai Computer Based Instruction (CBI) merupakan istilah
umum untuk segala kegiatan belajar yang melibatkan dan menggunakan
komputer, baik secara sebahagian maupun secara keseluruhan. Dewasa
ini CBI telah berkembang menjadi beberapa nama model dimulai dari CAI
Tujuan
Penetapan Isi dan Metode
Guru
dengan
Media
S i s w a
48
(Computer Assisted Instruction), kemudian mengalami perubahan menjadi
ICAI (Intelligent Computer Assisted Instruction), dengan dasar orientasi
aktivitas yang berbeda, muncul pula CAL (Computer Assisted Learning),
kemudian CBL (Computer Based Learning), CAPA (Computer Assisted
Personalized Assigment), dan terakhir dengan nama ITS (Intelligent
Tutoring System).
Edgar Dale merupakan orang yang berjasa dalam pengembangan
teknologi pembelajaran modern dan perumusan awal dari definisinya.
Dale mengembangkan Kerucut Pengalaman (Cone Experience).
Gambar 5. Analisis pengalaman edgar dale
49
Kerucut ini menggambarkan analogi visual berdasarkan tingkat
kekonkretan dan keabstrakan metode mengajar dan bahan pembelajaran.
Tujuan kerucut ini untuk menggambarkan deretan pengalaman dari yang
Bersifat langsung ke pengalaman melalui simbol komunikasi. Dale
berkeyakinan bahwa simbol dan gagasan yang abstrak dapat lebih mudah
dipahami dan diserap oleh peserta didik manakala diberikan dalam bentuk
pegalaman yang konkret. Kerucut pengalaman Dale merupakan upaya
awal untuk memberi alasan tentang kaitan teori belajar dan komunikasi
audiovisual (Dale dalam Abdulhak).
Sejumlah studi mengenai efektivitas pemanfaatan komputer untuk
membantu proses pembelajaran (CBI) pernah dilakukan, di antaranya:
Suppes dan Star (1972), dalam salah satu studi, suatu sampel besar yang
terdiri dari kelas 1 sampai 6 di Mississippi diberikan latihan berhitung
selama 10 menit dengan menggunakan terminal komputer. Hasilnya 7 dari
7 perbandingan yang dibuat menunjukkan kelompok eksperimental (yang
menggunakan program CBI) memperoleh hasil yang lebih baik dari
kelompok yang tidak memakai komputer.
Dalam kajian model atau metode pembelajaran dengan
pemanfaatan komputer sebagai media baru dalam menyampaikan bahan
pengajaran khususnya dalam CBI menawarkan berbagai variasi
pembelajaran sesuai kajian teori dalam konsep pembelajaran berbantuan
komputer dalam CBI yakni:
50
a. Tipe pembelajaran Tutorial,
b. Tipe pembelajaran Simulasi (simulation),
c. Tipe pembelajaran Permainan/Games,
d. Tipe pembelajaran Latihan/Drills.
Adanya perkembangan teknologi membuat proses pembelajaran
ikut berubah secara drastis mulai dari bahan ajar yang bersifat Printed
Material hingga menjadi Learning Material. Produk TI dewasa ini membuat
peserta didik mampu belajar secara mandiri disebabkan karena
kebebasan memilih sumber dan media belajar dari kertas cetak menjadi
CD/DVD dan Flashdisk.
Dalam hal ini komputer tidak hanya dimaknai saja sebagai yang
harus dipelajari (Computer as Science), tetapi komputer sebagai alat
bantu mempelajari berbagai materi pelajaran (Computer as Tool). Dalam
sistem yang lebih kompleks, TI mengintegrasikan program komputer
berbasis jaringan internet yang melahirkan produk e-simulation, e-book, e-
learning, e-journal, e-dictionary, e-lab, dan sebagainya.
6. Model Simulasi dalam Computer Based Instruction (CBI)
Simulasi sebagai model pembelajaran, merupakan penerapan dari
prinsip Cybernetics dalam dunia pendidikan. Para ahli psikologi
sibernetika membuat analogi antara manusia dengan mesin dan
mengkonseptualisasikan pebelajar sebagai sistem umpan balik yang
mengatur dan mengontrol sendiri. Para ahli sibernetika ini menafsirkan
manusia sebagai sistem kendali yang mampu membangkitkan gerakan
51
dan mengendalikan sendiri melalui umpan balik. Hal ini didasarkan pada
asumsi bahwa perilaku manusia memiliki pola gerakan seperti berfikir,
berperilaku simbolik, dan berperilaku nyata. Dalam suatu situasi khusus,
individu memodifikasi perilakunya sesuai dengan umpan balik yang
diterima dari lingkungannya. Hal ini dimungkinkan karena kemampuan
gerakan sensoriknya menjadi dasar dari penerimaan umpan balik itu.
Bertolak dari prinsip tersebut, model simulasi diterapkan dalam
dunia pendidikan dengan tujuan untuk mengaktifkan kemampuan yang
dianalogikan dengan proses sibernetika itu. Proses simulasi ini dirancang
agar mendekati kenyataan di mana gerakan yang dianggap kompleks
sengaja dikontrol. Misalnya dalam hal proses simulasi itu dilakukan
dengan menggunakan proses simulator.
Model simulasi memiliki tahap sebagai berikut (Joyce dan Weil
dalam Munadi, 2008):
Tahap Pertama: Orientasi
a. Menyajikan berbagai topik simulasi dan konsep-konsep yang
akan diintegrasikan dalam proses simulasi.
b. Menjelaskan prinsip simulasi dan permainan.
c. Memberikan gambaran teknis secara umum tentang simulasi.
Tahap Kedua: Latihan bagi Peserta
a. Membuat skenario yang berisi aturan, peranan, langkah,
pencatatan bentuk keputusan yang dibuat, dan tujuan yang
akan dicapai.
52
b. Menugaskan para pemeran dalam simulasi.
c. Mencoba secara singkat suatu episode.
Tahap Ketiga: Proses Simulasi
a. Melaksanakan aktivitas permainan dan pengaturan kegiatan.
b. Memperoleh umpan balik dan evaluasi dari hasil pengamatan
terhadap performa si pemeran.
c. Menjernihkan hal-hal yang miskonsepsional.
d. Melanjutkan permainan/simulasi.
Tahap Keempat: Pemantapan/Debriefing
a. Memberikan ringkasan mengenai kejadian dan persepsi yang
ditimbulkan selama simulasi.
b. Memberikan ringkasan mengenai kesulitan dan wawasan para
peserta.
c. Menganalisis proses.
d. Membandingkan aktivitas simulasi dengan dunia nyata.
e. Menghubungkan proses simulasi dengan isi materi.
f. Menilai dan merancang kembali simulasi.
Model simulasi dalam Computer Based Instruction (CBI) pada
dasarnya merupakan salah satu strategi pembelajaran yang bertujuan
memberikan pengalaman belajar yang lebih konkret melalui penciptaan
tiruan-tiruan bentuk pengalaman yang mendekati suasana sebenarnya.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Lillie et. al dalam Darmawan (2015).
53
simulations differ from both simulasis and drill and practice programs in that the interactions of the learners are not responses to questions but rather decisions they make in a role-playing situation.
Model ini dapat merefleksikan perilaku belajar siswa khususnya dalam
melakukan tahapan information processing, mulai dari menerima,
mengolah, mentransformasikan dan memproduksi pesan-pesan baru yang
dikeluarkan dalam bentuk perilaku atau verbal. Kekuatan visual dalam
model simulasi ini cukup menonjol jika dibandingkan dengan model
pembelajaran CAI sebelumnya. Model simulasi ini terbagi kepada empat
(4) kategori model, yakni fisik, situasi, prosedur, dan proses di mana
masing-masing digunakan.
Simulasi yang dikutip dari wikipedia.com adalah suatu proses
peniruan dari sesuatu yang nyata beserta keadaan sekelilingnya (state of
affairs). Aksi melakukan simulasi ini secara umum menggambarkan sifat
dan karakteristik kunci dari kelakuan sistem fisik atau sistem yang abstrak.
Program simulasi dengan bantuan komputer mencoba untuk
menyamai proses dinamis yang terjadi di dunia nyata, misalnya siswa
menggunakan komputer untuk mensimulasikan menerbagkan pesawat
terbang, menjalankan usaha kecil, atau memanipulasi pengendalian
pembangkit listrik tenaga nuklir. Program ini berusaha memberikan
pengalaman masalah dunia nyata yang berhubungan dengan resiko
bangkrut, malapetaka nuklir, dan lain sebagainya.
Simulasi melibatkan para pemelajar menghadapi situasi kehidupan
nyata dalam versi diperkecil. Simulasi memungkinkan praktik realistik
54
tanpa harus mengeluarkan biaya dan resiko. Metode ini mungkin akan
melibatkan dialog peserta, manipulasi materi dan perlengkapan, atau
interaksi dengan komputer. Simulasi dapat digunakan untuk seluruh kelas
atau kelompok kecil yang bekerja sama. Aktivitas simulasi itu memberikan
pengalaman kepada para siswa yang mungkin saja mereka tidak
dapatkan di dunia nyata. Sebagai misal, seorang guru dapat memberi
tugas kepada siswa untuk membuat misi ke planet mars. Tiap siswa akan
mendapatkan kesempatan untuk berkontribusi bagi pembelajaran para
siswa lainnya. Dengan memberikan peran, jumlah material atau informasi
yang dikumpulkan bisa diperluas.
Selain sebagai permainan peran, simulasi bisa mewakili sesuatu
yang terlalu besar atau terlalu kompleks untuk ditampilkan dalam ruang
kelas. Semisal, ketimbang membawa seluruh mesin mobil ke dalam ruang
kelas, sesuatu yang sulit dan merepotkan, siswa boleh membawa model
lebih kecil dan sederhana sehingga siswa bisa merekayasa untuk belajar
tentang pembakaran mesin internal. Mesin simulasi tersebut menampilkan
sisi dalam mesin kepada para siswa untuk membantu mereka memahami
konsep yang sedang disajikan, namun tetap melindungi mereka dari
bahaya menyalakan mesin yang sesungguhnya.
Dengan hadirnya berturut-turut generasi software yang ampuh dan
canggih, komputer masa kini sedang merebakkan jenis-jenis kegiatan
yang benar-benar mampu mengefektifkan proses pembelajaran. Misalnya
multimedia berbasis komputer ini ditambah software tertentu dapat
55
dimanfaatkan sebagai sarana dalam melakukan simulasi untuk melatih
keterampilan dan kompetensi tertentu. Misalnya penggunaan simulator
kokpit pesawat terbang yang memungkinkan peserta didik dalam akademi
penerbangan dapat berlatih tanpa menghadapi resiko jatuh.
Permainan menirukan biasanya disebut juga sebagai simulasi,
yakni memperagakan atau menirukan suatu keadaan yang sebenarnya
yang tidak dapat dihadirkan langsung dalam ruang kelas. Simulasi
sebagai suatu hasil penyederhanaan suatu realitas merupakan definisi
konkret. Melalui permainan simulasi ini para peserta dapat mengalami
sendiri secara langsung proses suatu kejadian dan atas dasar tersebut
mereka dapat merumuskan pemahamannya tentang suatu konsep,
kaidah, unsur, proses, dan hasil serta dampaknya (Sadiman dalam
Munadi, 2008).
Pengertian lain terkait simulasi menurut Munir adalah suatu situasi
atau keadaan buatan (artificial) yang menyerupai kondisi dan situasi yang
sesungguhnya atau melakukan latihan nyata tanpa harus menghadapi
resiko yang sebenarnya. Simulasi dilengkapi dengan petunjuk dan cara
penggunaannya berupa bahan penyerta (learning guides). Interaksi dalam
bentuk simulasi ada pemberian umpan balik untuk memberikan informasi
tentang tingkat pencapaian hasil belajar peserta didik setelah mengikuti
program simulasi. Simulasi bertujuan memberikan kesempatan kepada
peserta didik untuk melakukan praktik langsung dan latihan. Peserta didik
56
harus memperlajari aturan yang ada (repetitive) yang berisi latihan
menguasai keterampilan atau kecakapan tertentu.
Aplikasi metode simulasi dalam pendidikan amatlah penting
disebabkan karena metode ini merupakan perwujudan contoh yang harus
diikuti. Simulasi banyak digunakan dalam menerangkan konsep-konsep
matematika, ekonomi, bahasa, dan teknologi jaringan serta terapan
lainnya. Demonstrasi atau simulasi berguna dalam menerangkan hal-hal
yang rumit dan sulit tentang sesuatu konsep yang memerlukan masukan
atau jawaban yang jelas. Sistem demonstrasi tidak menentukan tujuan
yang harus dicapai oleh peserta didik sesuai apa yang diharapkan oleh
peserta didik. Peserta didik diharuskan untuk memasukkan suatu topik
yang akan menentukan aktivitas-aktivitas. Selanjutnya sistem akan
menentukan jawaban berdasarkan masukan yang telah oleh peserta didik.
Perlu disadari bahwa simulasi hanya bisa memberikan model, gambaran
atau mempertunjukkan suatu sistem dari beberapa pandangan yang
berbeda terhadap beberapa aspek yang telah ditentukan dalam sistem.
Ditinjau dari segi proses belajarnya ada perbedaan antara metode
hyperteks dan hypermedia dengan metode simulasi. Metode hyperteks
dan hypermedia didasarkan pada arahan-arahan yang telah disediakan
tanpa keterlibatan peserta didik secara aktif. Sedangkan metode simulasi
melibatkan peserta didik secara aktif dan membiasakan untuk
mengadakan interaktif. Langkah dalam proses simulasi ini dilakukan
dengan pendekatan bahwa guru/dosen memulai pembelajaran dengan
57
bertanya atau menyampaikan persoalan atau menyuruh siswa membaca
wacana yang memuat persoalan, sehingga peserta didik merasa
dihadapkan pada suatu masalah yang harus diselesaikan (problem
posing). Menurut Maddux et al. dalam Munir (2015) bahwa metode
simulasi atau demonstrasi memiliki beberapa kelebihan di antaranya:
a. Membangkitkan proses belajar induktif.
b. Mewujudkan pengalaman dan keputusan yang nyata.
c. Memberikan pengetahuan dan pengalaman dengan
menggunakan biaya murah.
d. Membiasakan peserta didik berfikir kritis dan kreatif.
e. Proses belajar dengan melibatkan peserta didik.
Proses simulasi mencoba menirukan sesuatu, artinya bukan
sesuatu yang terjadi sesungguhnya. Dengan demikian orang yang
bermain drama atau memerankan sesuatu adalah orang yang sedang
menirukan atau membuat simulasi tentang sesuatu. Dalam pembelajaran
suatu simulasi dilakukan dengan tujuan agar peserta didik memperoleh
keterampilan tertentu, baik yang bersifat profesional maupun yang
berguna bagi kehidupan sehari-hari. Dapat pula dikatakan bahwa simulasi
ditujukan untuk memperoleh pemahaman tentang sesuatu konsep atau
prinsip serta bertujuan untuk memecahkan suatu masalah melalui proses
belajar mengajar.
Pada publikasi yang berjudul Current Strategies for Teachers
dikatakan bahwa simulasi dapat berbentuk role-playing (bermain peran),
58
psikodrama, sosiodrama, dan permainan (games), sehingga role-playing
dianggap merupakan bagian dari proses simulasi. Sementara ahli lain itu
Hyman mengemukakan bahwa simulasi sebagai suatu metode yang
termasuk bagian dari role-playing. Perbedaan pendapat itu tidaklah begitu
penting namun dari pertentangan pendapat tersebut dapat ditarik
kesimpulan bahwa memang ada benang merah antara simulasi dengan
role-playing (Gilstrap & Martin dalam Suyono dan Hariyanto, 2015).
Langkah-langkah permainan simulasi secara umum terdiri dari:
a. Penentuan tema dan tujuan permainan simulasi.
b. Menentukan bentuk simulasi berupa bermain peran, psikodrama,
atau sosiodrama.
c. Guru sebagai “sutradara” memberikan gambaran secara garis
besar kepada siswa situasi yang akan disimulasikan.
d. Guru menunjuk siapa yang berperan menjadi apa atau sebagai
apa.
e. Guru memberikan waktu kepada para pemeran untuk
mempersiapkan diri, meminta keterangan kepada guru bila
kurang jelas terkait perannya.
f. Melaksanakan simulasi pada waktu dan tempat yang telah
ditentukan.
g. Karena ini hanya permainan, guru boleh ikut memberi saran
perbaikan dan nasihat yang berharga bagi siswa selama
permainan berlangsung.
59
h. Penilaian baik dari guru atau kawan sekelas serta pemberian
umpan balik (feedback).
i. Latihan ulang demi kesempurnaan simulasi.
Beberapa tema dan topik yang dapat diberikan pada konsep role-
playing/simulasi antara lain adalah:
a. Melakukan pertolongan pertama pada kecelakaan;
b. Memberikan perawatan pada bayi yang baru lahir;
c. Melakukan pertolongan bagi korban gempa bumi, atau banjir;
d. Menirukan metamorfosis dari kupu-kupu, telur, ulat, dan
kepompong menjadi kupu-kupu lagi;
e. Pada siswa SD pada saat pembelajaran tematik dengan konsep
“Keluargaku” dapat dilakukan simulasi siapa berperan sebagai
kakek, nenek, ayah, ibu, anak laki-laki, saudara, dan lain
sebagainya.
Setelah meninjau proses dan metode simulasi yang ada pada
pembelajaran bukan berarti metode ini sangat powerfull, namun pada
metode ini tetap memiliki kelemahan dalam pengimplementasiannya.
Adapun kelemahan pada metode ini di antaranya:
a. Membutuhkan Sumber Daya atau skill bagi instruktur;
b. Membutuhkan waktu yang tidak singkat;
c. Menuntut imajinasi baik dari pendidik maupun peserta didik;
d. Validitas simulasi sebagai metode pembelajaran masih banyak
dipertanyakan.
60
Dari beberapa definisi dan pengertian yang dijelaskan oleh para
ahli serta pemaparan sebelumnya menunjukkan bahwa penekanan model
simulasi ini adalah penyajian sebuah proses terjadinya suatu kejadian
atau peristiwa, atau prosedur pengerjaan sesuatu kepada peserta didik.
Berikut adalah pemahaman mengenai pembelajaran CBI yang dimaksud
menurut Geisert Futrell dalam Darmawan (1990) yaitu:
The provide, with the aid of the computer and good colour, graphics, instructional experiences in areas that are either too expensive, too dangerous, or too inaccesable to provide otherwise, in simulation the computer does not just present predetermined situations. The strength of a simulation is the fact that a computer responses to student input. That is, the computers respons depend on the choices students make. Simulasi berbasis komputer berorientasi pada upaya dalam
memberikan pengalaman nyata kepada siswa/mahasiswa melalui
peniruan suasana. Secara sederhana, pola-pola pengoperasiannya dalam
bentuk tahapan materi konkret sebagai berikut:
1. Pengenalan;
2. Penyajian informasi:
a. Simulasi 1
b. Simulasi 2, dst.
3. Penutup
61
7. Cisco Packet Tracer (CPT)
Packet Tracer merupakan simulator alat-alat jaringan yang sering
digunakan sebagai media pembelajaran dan pelatihan serta digunakan
dalam bidang penelitian simulasi jaringan komputer. Program ini dibuat
oleh Cisco Systems dan disediakan gratis untuk fakultas, siswa dan
alumni yang telah berpartisipasi di Cisco Networking Academy. Tujuan
utama Packet Tracer adalah untuk menyediakan alat bagi siswa dan
pengajar agar dapat memahami prinsip jaringan komputer dan juga
membangun skill (keterampilan) di bidang alat-alat jaringan Cisco.
Gambar 6. Tampilan awal program Cisco Packet Tracer
62
Packet Tracer terbaru yaitu versi 7. Dalam versi ini dapat
mensimulasikan Application Layer protocols, Routing dasar RIP, OSPF,
dan EIGRP, sampai tingkat yang dibutuhkan pada kurikulum CCNA yang
berlaku, sehingga bila dilihat sekilas software ini bertujuan untuk
kelas CCNA. Target Packet Tracer yaitu menyediakan simulasi jaringan
yang real, namun terdapat beberapa batasan berupa penghilangan
beberapa perintah yang digunakan pada alat aslinya yaitu pengurangan
command pada Cisco IOS. Dan juga Packet Tracer tidak bisa digunakan
untuk memodelkan jaringan produktif/aktif. Dengan keluarnya versi 7,
beberapa fitur ditambahkan, termasuk fitur BGP. BGP memang bukan
termasuk kurikulum CCNA, akan tetapi termasuk kurikulum CCNP.
Packet Tracer biasanya digunakan siswa Cisco Networking
Academy melalui sertifikasi Cisco Certified Network Associate (CCNA).
Dikarenakan batasan pada beberapa fiturnya, software ini digunakan
hanya sebagai alat bantu belajar, bukan sebagai pengganti
Cisco routers dan switches. Dengan adanya alat simulasi (simulator)
seperti Packet Tracer ini, maka pembelajaran dan pelatihan yang
berhubungan dengan komponen jaringan komputer baik alat dan
pengaturan instalasi jaringan komputer akan jauh lebih praktis dan mudah
karena tidak memakai biaya sedikit pun dalam membuat pola desain serta
mahasiswa memiliki peran seolah-olah berada pada kondisi nyata di
lapangan tanpa harus terbebani resiko kesalahan atau kelalaian dalam
melakukan simulasi jaringan.
63
B. Landasan Teori
Adapun landasan teori yang digunakan peneliti dalam mengkaji
penelitian ini adalah Teori New Media, Teori Construktivism, dan Teori
Cognitivism.
1. Teori Difusi Inovasi
Everett M. Rogers seorang pakar Sosiologi Pedesaan
Amerika yang telah banyak memberi perhatian pada studi riset
komunikasi, khususnya dalam hal penyebaran inovasi membuat
definisi bahwa, “Komunikasi adalah proses dimana suatu ide
dialihkan dari sumber kepada satu penerima atau lebih, dengan
maksud untuk mengubah tingkah laku mereka” (Cangara, 2014).
Salah satu aplikasi komunikasi massa terpenting adalah
berkaitan dengan proses adopsi inovasi. Hal ini relevan di bidang
pendidikan khususnya bagi masyarakat yang ingin belajar, karena
terdapat kebutuhan terus menerus dalam perubahan sosial dan
teknologi untuk mengganti cara lama dengan cara atau teknik yang
baru. Teori difusi inovasi ini menekankan perubahan perilaku
melalui penyebaran informasi dan upaya mempengaruhi motivasi
dan sikap. Dalam teori ini terdapat asumsi terkait difusi inovasi
yakni:
a. Pengetahuan, kesadaran individu akan adanya inovasi dan
adanya pemahaman tertentu tentang bagaimana teori itu
berfungsi.
64
b. Persuasi, individu memiliki sikap yang menyetujui atau tidak
menyetujui inovasi tersebut.
c. Keputusan, individu terlibat dalam aktivitas yang membawa
pada suatu pilihan mengadopsi atau tidak.
d. Konfirmasi, individu akan mencari pendapat yang menguatkan
keputusan yang telah diambilnya. Namun dia dapat berubah
dari keputusan sebelumnya jika pesan mengenai inovasi yang
diterimanya berlawanan satu dengan yang lainnya.
Menurut Everett M.Rogers bahwa ada empat (4) unsur utama
dalam proses difusi inovasi yaitu:
a. Inovasi, merupakan suatu ide, praktik, atau objek yang dianggap
sebagai suatu yang baru.
b. Kompatibilitas, derajat di mana inovasi tersebut dianggap
konsisten dengan nilai-nilai yang berlaku.
c. Kerumitan, merupakan derajat di mana inovasi dianggap
sebagai sesuatu yang sulit dipahami.
d. Kemampuan diujicobakan, yakni suatu inovasi harus mampu
diujicobakan pada realita sesungguhnya.
Dalam pembelajaran yang melibatkan komputer dan
software, pengalaman siswa diharapkan mampu menjadi lebih
meningkat dengan adanya adopsi dari inovasi model belajar yang
baru berupa simulasi. Eksistensi software pendukung pembelajaran
diharapkan mampu diadopsi oleh guru/dosen dalam memberikan
65
pengalaman belajar yang lebih baik kepada siswa melalui inovasi
teknologi.
2. Teori Contructivism
Teori konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran
yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari
apa yang dipelajari. Beda dengan behavioristik yang memahami
hakikat belajar sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antara
stimulus respon, konstruktivisme lebih memahami belajar sebagai
kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan
dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan
pengalamannya.
Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan
yang baru, namun himpunan dari pengalaman demi pengalaman
yang dilalui oleh manusia sehingga pengetahuan manusia bersifat
dinamis. Menurut teori ini bahwa secara mendasar guru tidak hanya
memberikan pengetahuan kepada siswa, namun siswa berperan
aktif dalam membangun sendiri pengetahuannya.
Teori konstruktivisme menunjukkan bahwa teori ini bukan
teori mengajar, tetapi lebih kepada teori belajar. Seorang manusia
akan bertambah pengetahuannya jika selalu belajar dari
lingkungannya sehingga dapat menambah pengetahuan dan
belajar makna pengetahuan dari pengalaman belajarnya serta
lingkungannya. Dalam proses pembelajaran menggunakan model
66
simulasi, teori konstruktivisme ini sangat tepat digunakan karena
dalam teori ini siswa menjadi faktor utama dalam merekonstruksi
materi belajar mereka menggunakan aplikasi atau alat peraga
tiruan, bukan guru/dosen. Dosen/guru hanya menjadi seorang
mediator dan fasilitator saja. Siswa diharapkan mampu mengolah
dan mengeluarkan segala potensi dirinya dalam
mengimplementasikan serta berimajinasi dalam menerapkan
pelajaran yang diberikan guru/dosen ke dalam suatu pembelajaran
yang menyerupai lingkungan sebenarnya.
Adapun ciri-ciri Pembelajaran Konstruktivisme adalah:
a. Menekankan pada proses belajar, bukan pada proses mengajar.
b. Mendorong terjadinya kemandirian dan inisiatif belajar pada
siswa.
c. Memandang siswa sebagai pencipta kemauan dan tujuan yang
ingin dicapai.
d. Berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses, bukan
menekankan pada hasil.
e. Mendorong siswa untuk melakukan penyelidikan.
f. Menghargai peranan pengalaman kritis dalam belajar.
g. Mendorong berkembangnya rasa ingin tahu secara alami pada
siswa.
h. Penilaian belajar lebih menekankan pada kinerja dan
pemahaman siswa.
67
i. Berdasarkan proses belajarnya yakni memakai prinsip teori
kognitif.
j. Banyak menggunakan terminologi kognitif untuk menjelaskan
proses pembelajaran seperti prediksi, infersi, dan analisis.
k. Menekankan bagaimana siswa belajar.
l. Mendorong siswa untuk berpartisipasi aktif dalam dialog atau
diskusi.
m. Sangat mendukung terjadinya belajar kooperatif.
n. Melibatkan siswa dalam situasi nyata.
o. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun
pengetahuan dan pemahaman baru yang didasarkan pada
pengalaman nyata dalam belajar.
3. Teori Cognitivism
Teori ini mengatakan bahwa belajar menekankan pada
pentingnya proses internal, yaitu mental manusia. Tingkah laku
manusia tidak cukup bisa dijelaskan oleh perilaku yang tampak,
namun selalu melalui proses mental seperti, motivasi, kesengajaan,
minat dan lain sebagainya.
Teori ini dikembangkan oleh seorang psikolog
berkebangsaan Swiss bernama Jean Piaget. Teori ini lebih kepada
konsep pada sektor psikologi perkembangan kecerdasan. Secara
umum, teori ini menunjukkan bahwa kemampuan seseorang dalam
merepresentasikan dunia dan melakukan operasi logis dalam
68
representasi konsep yang berdasar pada kenyataan. Teori ini juga
membahas tentang skema seseorang dalam merepresentasikan
lingkungannya dalam tahap perkembangan di mana seseorang
menemukan cara baru dalam merepresentasikan informasi.
Teori belajar Kognitif lebih mementingkan proses belajar
daripada hasil belajar. Belajar tidak sekedar melibatkan hubungan
antara stimulus dan respon, lebih dari itu belajar melibatkan proses
berfikir yang sangat kompleks. Belajar adalah perubahan persepsi
dan pemahaman. Perubahan persepsi dan pemahaman tidak
selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang dapat diamati.
Tokoh-tokoh yang terkenal dalam Teori Kognitif di antaranya
adalah:
a. Jean Piaget, yang terkenal dengan Teori “Cognitive
Developmental”.
b. Jerome Bruner, yang terkenal dengan Teori “Discovery
Learning”.
Dalam penerapan model simulasi ini, siswa berada pada
posisi sebagai subjek yang siap menerima proses belajar. Semakin
dekat pengalaman belajar seseorang dengan lingkungannya, maka
hasil belajar siswa akan semakin konkret, begitupun mental siswa
akan lebih baik dari segi minat dan motivasi belajarnya. Ini
disebabkan karena proses kognitif seorang siswa akan cenderung
lebih menarik jika diberikan pembelajaran menyerupai bentuk
69
aslinya. Olehnya itu model pembelajaran seperti ini menunjukkan
bahwa proses simulasi dapat meningkatkan kognitif peserta didik.
C. Hasil Penelitian Relevan
Adapun hasil penelitian yang relevan terkait pengaruh penerapan
metode simulasi khususnya pembelajaran yang dilakukan berbantukan
komputer (CBI) telah banyak dilakukan sebelumnya oleh beberapa periset
di antaranya:
1. An Exploratory Study of Computer Based Instruction Utilizing
iFARM Modules in a Collage Introductory Agronomy Course
(NACTA Journal Desember 2012, Vol.2, Hal.36-43)
Penelitian ini menggambarkan sebuah kurikulum edukasi
agronomi yang dikembangkan untuk suatu pengenalan jurusan
produksi hasil panen. Modul iFARM diciptakan untuk menampilkan
platform pengajaran yang serupa dengan pengajaran agronomi. Modul
ini dibuat karena terbatasnya laboratorium pada musim semi dan
cuaca buruk sehingga iFARM ini dibuat terdiri dari 13 modul yang
relevan sebagai alternatif guru untuk memberikan pelajaran dan
pengalaman siswa. Dari 226 mahasiswa, 79% melaporkan bahwa
modul berguna bagi pembelajaran mereka, sementara 21% berfikir
bahwa modul tidak berkontribusi terhadap pembelajaran selama
kuliah. Terjadi perubahan skor rata-rata post-tes yang dilakukan
setelah musim gugur ke musim semi (d=0,83) efek. Studi ini
70
menyimpulkan pengalaman belajar lebih positif ketika menggunakan
iFARM module dalam pengajaran. Penelitian ini memiliki relevansi
dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti dari aspek
instruksionalnya yakni sama-sama melibatkan komputer sebagai alat
(tool) dalam memberikan pembelajaran, pemanfaatan modul
pembelajaran, software sebagai modul pembelajaran sekaligus
pengganti keberadaan laboratorium, serta memiliki teknik eksperimen
dengan perbandingan dua kelas/grup. Objek penelitian yang sama di
level perguruan tinggi dengan subjek penelitian mahasiswa.
2. Comparison of Computer Based Instruction to Behavior Skill
Training for Teaching Staff Implementation of Discrete-Trial
Instruction with an Adult with Autism (Research in Developmental
Disabilities, Tahun 2013, Vol.2, Hal.461-468)
Studi ini menunjukkan bahwa pelatihan keterampilan perilaku
(BST) dibandingkan dengan paket pelatihan berbasis komputer untuk
pengajar yang mengajar seorang dewasa yang autis. Paket pelatihan
berbasis komputer terdiri dari instruksi, modelling video, dan feedback.
BST terdiri dari instruksi, modelling, gladi resik, dan umpan balik.
Training selanjutnya, peserta dievaluasi terkait akurasi mereka dalam
menyelesaikan keterampilan kritis dalam menjalankan sebuah
program percobaan secara terpisah. 6 orang peserta menyelesaikan
pelatihan, 3 orang menerima pelatihan BST, sementara 3 orang
71
menerima pelatihan berbasis komputer (CBI). Peserta dalam grup
BST menunjukkan keseluruhan lebih baik setelah pelatihan selama 6
minggu dibandingi pelatihan berbasis komputer. Sementara pada riset
ini, peneliti membandingkan dua pola pelatihan yakni pelatihan
berbasis keterampilan perilaku konvensional dengan pelatihan
perilaku berbasis komputer. Relevansinya terdapat pada aspek
instruksionalnya yakni sama-sama melibatkan komputer sebagai alat
(tool) dalam pelatihan, dan respondennya adalah Pengajar/staf.
3. Using Computer Based Instruction to Improve Indigenous Early
Literacy in Northern Australia: A quasi-experimental Study
(Australasian Journal of Educational Technologhy, Tahun 2011, Vol.4,
Hal.727-750)
Penelitian ini menunjukkan bahwa efektifitas dari sebuah alat
pendukung (ABRACADABRA) dalam membaca menggunakan
website untuk meningkatkan hasil literasi dari siswa Pribumi dan Non
Pribumi yang dievaluasi selama 1 semester di salah satu sekolah
dasar di wilayah utara secara umum tahun 2009. ABRACADABRA
ditujukan sebagai sebuah bantuan untuk guru pada tahun-tahun awal
sekolah dengan memberikan alat yang ramah berupa game
(permainan) serta alat berbasis bukti/fakta untuk melengkapi instruksi
literasi mereka. Implementasi kelas ABRACADABRA dengan latihan
secara singkat dan intensif dukungan guru dievaluasi menggunakan
72
eksperimen kuasi Pre-test (tes sebelum) dan Post-test grup kontrol
didesain 118 anak dalam kelas eksperimen dan 48 anak di kelas
kontrol. Anak menerima minimum 20 jam intervensi berbasis
komputer. Hasil menunjukkan bahwa siswa pribumi dan non pribumi
yang menerima instruksi ABRACADABRA secrara signifikan memiliki
nilai kesadaran fonologi lebih tinggi dibandingkan grup kontrol yang
sebaya. Ukuran efek dari perbedaan ini adalah besar (n2=14).
Penemuan ini juga tetap ketika mengontrol kehadiran siswa dan
kualitas instruksi umum literasi berbasis non komputer. Keterbatasan
penelitian ini karena terpencil/ jauh dalam konteks regional (biaya).
Penelitian ini memiliki relevansi dengan penelitian yang akan
dilakukan peneliti dari aspek instruksionalnya yakni sama-sama
melibatkan komputer sebagai alat (tool) dalam memberikan
pembelajaran, pemanfaatan software sebagai bahan baku utama
pembelajaran serta memiliki metode penelitian yang serupa dalam
lingkup eksperimen. Perbedaannya terletak pada responden dan level
pendidikan. Sementara pada penelitian ini periset meneliti level
perguruan tinggi dengan responden mahasiswa.
73
4. Using Postfeedback Delays to Improve Retention of Computer
Based Instruction (The Psychological Record, Tahun 2012, Vol.62,
Hal.485-496)
Penelitian ini menggambarkan bahwa terjadi masalah ketika
instruksi berbasis komputer dilakukan dengan cepat. Racing berbasis
komputer yang dimaksud adalah ketika siswa merespon terlalu cepat
dalam CBI sehingga kesalahan dapat terjadi bahkan dalam materi
yang dikuasai dengan baik. Studi ini membandingkan 2 bentuk desain
CBI untuk mengurangi racing berbasis komputer yakni
insentif/disinsentif dan post-umpan balik yang tertunda. Semua 3
format dievaluasi dalam masa dari kedua penampilan dan kepuasan
menggunakan grup antara desain penilaian berulang dengan test
sebelum dan sesudah. Penilaian dependen termasuk skor post test
dan rating kuisioner kepuasan. Skor test sesudah menguntungkan
penggunaan post umpan balik tertunda untuk meningkatkan
pembelajaran melalui insentif/disinsentif dan kontrol kondisi. Penelitian
ini memiliki relevansi dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti
dari aspek instruksionalnya yakni sama-sama melibatkan komputer
sebagai alat (tool) dalam meminimalisir umpan balik yang tertunda
akibat racing atau terburu-buru siswa dalam belajar.
74
D. Kerangka Pikir
Dasar pemikiran atau kerangka pikir yang menjadi landasan dalam
meneliti tingkat pengaruh penerapan model simulasi Cisco Packet Tracer
(CBI) sebagai pembelajaran mahasiswa di STKIP Muhammadiyah Bone
dapat dilihat pada gambar 4 di bawah. Dari bagan kerangka pikir dilihat
bahwa proses pembelajaran yang berbasis simulasi berupa program
Cisco Packet Tracer (CPT) kemudian diadopsi oleh kampus STKIP
Muhammadiyah Bone. Proses adopsi tidak berlangsung begitu saja, ada
beberapa faktor yang menjadi indikator. Faktor pertama adalah
karakteristik adopter, dalam hal ini mahasiswa STKIP Muhammadiyah
Bone. Faktor kedua adalah karakteristik inovasi, dalam hal ini Cisco
Packet Tracer yang merupakan bentuk inovasi dalam proses
pembelajaran berbasis simulasi. Faktor ketiga adalah karakteristik sistem
sosial, dalam hal ini lingkungan kampus atau semua pihak yang ada
dalam kampus STKIP Muhammadiyah Bone.
Berikut gambaran umum kerangka pikir penelitian yang akan
dilakukan oleh periset terkait konsep penelitian.
75
Gambar 7. Bagan kerangka pikir
COMPUTER BASED
INSTRUCTION
MATAKULIAH
JARINGAN
KOMPUTER
CAPAIAN BELAJAR
MAHASISWA
PENGETAHUAN (NILAI)
KETERAMPILAN
SIMULASI
CISCO PACKET
TRACER
MINAT
76
E. Hipotesis
Hipotesis berasal dari kata hypo dan thesis. Hypo berarti sebelum
dan thesis berarti pendapat. Dari kedua kata itu dapat diartikan bahwa
hipotesis adalah pendapat yang kurang, maksudnya bahwa hipotesis ini
merupakan pendapat atau pernyataan awal yang masih belum tentu
kebenarannya, masih harus diuji lebih dulu dan karenanya bersifat
sementara atau dugaan awal atau argumentasi awal (Kriyantono, 2006).
Mengacu pada tinjauan pustaka dan kerangka pemikiran yang telah
dikemukakan, maka diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut:
1. Bahwa hasil pretest (pengetahuan/nilai, minat, dan
keterampilan) pada kelompok Eksperimen dan Kontrol adalah
“Sama (tidak berbeda)”.
2. Bahwa hasil posttest (pengetahuan/nilai, minat, dan
keterampilan) pada kelompok Eksperimen dan Kontrol adalah
“Tidak sama (berbeda)”.
Artinya diharapkan ada pengaruh dari “Penerapan Model Simulasi
Cisco Packet Tracer (CPT) terhadap Capaian Belajar Matakuliah
“Jaringan Komputer” di Kalangan Mahasiswa di STKIP Muhammadiyah
Bone.”
77
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Desain Penelitian
Sesuai dengan permasalahan dan objek yang dikaji, penelitian ini
menggunakan jenis penelitian Kuantitatif. Menurut Kriyantono (2006)
bahwa riset kuantitatif merupakan riset yang menggambarkan atau
menjelaskan suatu masalah yang hasilnya dapat digeneralisasikan.
Dengan demikian riset ini tidak terlalu mengutamakan kedalaman
data atau analisis. Peneliti lebih mementingkan aspek keluasan data
sehingga data atau hasil riset dianggap merupakan representase dari
subjek penelitian.
Adapun desain penelitian yang digunakan adalah
Eksperimental Design dengan menggunakan jenis Quasi-
Experimental model Nonrandomized Control Group Prestest-Posttest
Design yang merupakan bagian dari penelitian berjenis kuantitatif.
Eksperimen ini disebut juga eksperimen semu. Tujuannya adalah
untuk memprediksi keadaan yang dapat dicapai melalui eksperimen
sebenarnya, tetapi tidak ada pengontrolan atau manipulasi terhadap
seluruh variabel yang relevan.
Model desain penelitian ini merupakan salah satu bagian dari
metode experimental-quasi yang hanya membutuhkan satu variabel
78
atau biasa juga dikenal dengan istilah Desain Kelompok Kontrol Tak
Ekuivalen artinya model ini cocok digunakan ketika peneliti hanya
membutuhkan subjek penelitian yang sesuai dengan kondisi alamiah
atau tatanan yang sudah permanen.
B. Lokasi Penelitian
Adapun lokasi penelitian dilakukan di Sekolah Tinggi Keguruan dan
Ilmu Pendidikan (STKIP) Muhammadiyah Bone. Penetapan lokasi
penelitian ini didasarkan pada pertimbangan bahwa STKIP
Muhammadiyah Bone merupakan Perguruan Tinggi Swasta Tertua
sekaligus salah satu Perguruan Tinggi penghasil “Pendidik/Guru” di
Kabupaten Bone yang diharapkan nantinya mampu memiliki integritas dan
kemampuan profesional dalam mendidik siswa disertai kemampuan
penguasaan metode-metode pembelajaran berbasis ICT. Namun di sisi
lain pengamatan awal peneliti menemukan bahwa capaian belajar
mahasiswa khususnya pada matakuliah Jaringan Komputer masih sangat
rendah.
C. Eksperimentasi
Pada bagian ini disebutkan alat dan bahan yang digunakan dalam
melakukan eksperimen pada penerapan model simulasi berbantukan
komputer (ICT) pada matakuliah jaringan komputer di STKIP
79
Muhammadiyah Bone untuk menunjukkan pengaruh penerapan model
simulasi tersebut. Berikut alat dan bahannya:
Tabel 2. Alat dan Bahan
Jenis Nama Jumlah Keterangan
Alat
Desktop PC/Laptop
Cisco Packet Tracer
ver.5 (ke atas)
Spesifikasi : Windows
XP, 7, 8, dan 10
RAM 1 GB (min. 512
MB)
LCD Projector
35 unit
35 unit
1 unit
Hardware
Software-
Intelligent
Software-
Hardware
Hardware
Bahan
-
-
-
Alat di atas digunakan untuk melakukan eksperimen terhadap
mahasiswa kelas eksperimen untuk menunjukkan pengaruh penggunaan
model pembelajaran simulasi pada matakuliah Jaringan Komputer di
STKIP Muhammadiyah Bone. Cisco Packet Tracer merupakan aplikasi
atau kategori software intelligent yang berfungsi sebagai simulator pada
eksperimen ini.
81
Cisco Packet Tracer (CPT) memiliki dua versi yaitu Cisco Packet
Tracer untuk Instruktur (Cisco Packet Tracer 5.1 ke atas) dan Cisco
Packet Tracer Student untuk versi yang digunakan oleh siswa atau
peserta didik. Meskipun memiliki dua varian namun Cisco Packet Tracer
dalam hal penggunaan tidak memiliki spesifikasi yang berbeda dalam arti
tidak ada perbedaan yang signifikan antara versi instruktur dengan versi
yang digunakan oleh siswa.
Cisco Packet Tracer versi instruktur memiliki tampilan atau user
interface yang sama dengan versi lain termasuk versi siswa yang
digunakan peserta didik dalam pembelajaran. Aplikasi ini merupakan
software intelligent yang bersifat user friendly yang berarti tampilan tatap
muka yang sangat familiar dan mudah digunakan oleh siapapun termasuk
orang awam sekalipun serta kemampuan yang sama pula.
Gambar 10. Tampilan halaman utama (worksheet)
82
D. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas
obyek/subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari, diproses, dan diolah kemudian
ditarik kesimpulannya (Sugiyono dalam Kriyantono, 2006).
Adapun subjek dari penelitian ini adalah seluruh mahasiswa
Jurusan Teknologi Pendidikan Tahun Ajaran 2014/2015 atau semester
empat (IV) yang berjumlah 70 orang.
Peneliti melihat bahwa subjek penelitian ini homogen karena
dari 70 orang mahasiswa semester IV (empat): laki-laki 37 orang dan
perempuan 33 orang perbandingannya relatif sama, kemudian pada
observasi awal peneliti, tidak ditemukan secara jelas atau pasti, baik lewat
hasil penelitian maupun lewat dokumen yang ada pada STKIP
Muhammadiyah Bone tersebut mengenai strata sosial mahasiswa. Hal
lain yang menjadi pertimbangan peneliti bahwa populasi penelitian ini
homogen adalah semua mahasiswa semester IV (empat) berasal dari
keluarga muslim serta tingkat sosial ekonominya relatif sama.
Menurut Beiley dalam Soehartono (1999), bila suatu populasi
diasumsikan dalam keadaan homogen dan model analisisnya
menggunakan analisis data dengan statistik, maka besarnya sampel
paling kecil 30 individu. Sedangkan menurut Suparmoko (1987), bila
suatu populasi penelitian homogen, maka cukup dengan mengambil
prosentase tertentu dari besarnya populasi, misalnya 5%, 10% atau 50%.
83
Pendapat yang hampir senada dikemukakan oleh Arikunto (1998), bila
populasi berjumlah lebih besar atau di atas 100 orang, maka besar
sampel disarankan antara 10%-25%. Pendapat ini didukung oleh Tiro
(l999) dengan alasan: untuk memperkecil biaya, mempercepat proses,
dapat memperbesar cakupan, dapat meningkatkan ketelitian.
Namun pada penelitian eksperimental ini, peneliti ingin semua
responden menjadi subjek penelitian sehingga tidak memungkinkan untuk
menggunakan sampel. Peneliti melihat bahwa responden yang ada
merupakan subjek yang akan dijadikan responden secara menyeluruh
sebanyak 70 mahasiswa dan terbagi ke dalam dua kelompok. Dalam
penelitian eksperimental populasi yang dianggap tidak terlalu besar atau
di bawah 100 maka peneliti boleh tidak mengambil sampel dikarenakan
populasi yang ada dianggap tidak cukup terlalu besar dan tidak
merepotkan.
E. Variabel Penelitian
Variabel adalah konstruk yang sifat-sifatnya sudah diberi nilai
dalam bentuk bilangan. Menurut Sugiyono (2011) Variabel penelitian
adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut,
kemudian ditarik kesimpulan.
Penelitian ini mengkaji dua variabel yaitu “Model simulasi Cisco
Packet Tracer (CPT)” sebagai variabel bebas (independent variable) yang
84
diberi simbol (X) dan “Capaian belajar mahasiswa menggunakan metode
simulasi Cisco Packet Tracer (CPT)” sebagai variabel terikat (dependent
variable) yang diberi simbol (Y).
F. Definisi Operasional Variabel
Untuk kepentingan pengembangan instrumen atau alat ukur, maka
dikemukakan definisi operasional variabel sebagai berikut:
1. Model simulasi Cisco Packet Tracer (CPT) adalah software
intelligent atau perangkat lunak yang akan digunakan atau
diterapkan dalam pembelajaran yang menjadi faktor yang
mempengaruhi capaian belajar mahasiswa khususnya pada
matakuliah Jaringan Komputer di STKIP Muhammadiyah Bone.
2. Capaian belajar mahasiswa mengunakan metode simulasi Cisco
Packet Tracer (CPT) yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
semua instrumen atau alat ukur berupa: (a) Pengetahuan/Nilai
mahasiswa pada Matakuliah Jaringan Komputer; (b) Minat
mahasiswa terhadap penggunaan metode pembelajaran
Jaringan Komputer mengunakan model simulasi Cisco Packet
Tracer (CPT); dan (c) Keterampilan mahasiswa pada Matakuliah
Jaringan Komputer menggunakan Cisco Packet Tracer.
85
G. Instrumen Penelitian
Untuk memperoleh skor dari variabel penerapan metode belajar
simulasi Cisco Packet Tracer (CBI) sebagai variabel bebas (X) tidak
digunakan perangkat instrumen. Sedangkan variabel terikat (Y) u n t u k
i n d i k a t o r P e n g e t a h u a n / Nilai diukur dengan Soal Ujian atau Test
yang dibuat peneliti terkait matakuliah jaringan komputer dengan skala
penilaian dapat dilihat dari tabel berikut:
Tabel 3. Daftar skala nilai (rating scale)
Nilai (Huruf) Nilai (Angka) Keterangan
A 85 – 100 Sangat Baik
B 75 – 84 Baik
C 60 – 74 Sedang
D 50 – 59 Buruk
E 0 – 49 Sangat Buruk
Tes ini diberikan sebanyak dua kali yakni sebelum diberikan
perlakuan atau manipulasi (pre-test) dan setelah diberikannya perlakuan
atau manipulasi (post-test) yang dikembangkan secara khusus untuk
86
penelitian ini. Sementara untuk indikator Minat dalam mengukur variabel
tersebut digunakan pengukuran yang disebut skala yang mengukur
setiap dimensi belajar yakni Metode Rating Likert. Skala Likert berisi
serangkaian pernyataan pendapat yang positif dan negatif tentang suatu
konstruk. Dengan demikian Skala Likert merupakan instrumen yang
mengharuskan responden untuk memilih satu jawaban dari seperangkat
jawaban yang telah disediakan peneliti (Buleang, 2004).
Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan
persepsi seseorang atau kelompok tentang kejadian atau gejala sosial.
Dengan menggunakan skala likert maka variabel yang akan diukur
dijabarkan menjadi dimensi, dimensi dijabarkan menjadi sub variabel, dan
kemudian sub variabel dijabarkan menjadi indikator. Akhirnya indikator
inilah yang akan dijadikan tolok ukur untuk membuat instrumen berupa
pertanyaan atau pernyataan yang perlu dijawab oleh responden. Untuk
indikator berupa pernyataan atau pertanyaan sedapat mungkin sesuai
dengan indikator yang telah ditetapkan oleh peneliti dalam menyiapkan
instrumen penilaian. Jika angket atau kuesioner tidak berkaitan dengan
apa yang akan diukur maka hal tersebut akan mempengaruhi tingkat
analisis data peneliti pada tahap pengolahan data. Setiap jawaban
dihubungkan dengan bentuk pernyataan atau dukungan sikap yang
diungkapkan dengan kata-kata (skala 5-1) pada tabel berikut:
87
Tabel 4. Daftar skala likert (Rating Likert)
Skala (Angka) Skala (Huruf)
5 Sangat Tinggi
4 Tinggi
3 Sedang
2 Rendah
1 Sangat Rendah
Dan terakhir untuk indikator Keterampilan akan dilakukan secara
langsung dengan kata lain dilakukan praktikum sesuai dengan tes
praktik yang disediakan peneliti dan diukur menggunakan
pengukuran Rating Scale (skala penilaian) menggunakan
menggunakan Lembar Observasi Keterampilan (LOK). Penilaian
pengamatan keterampilan menggunakan pengamatan langsung oleh
seorang penilai (orang eksternal) untuk menjaga objektifitas nilai
pada mahasiswa baik di kelas kontrol maupun kelas eksperimen
Untuk skala atau interval penilaian dapat dilihat sebagaimana dalam
tabel berikut:
88
Tabel 5. Daftar skala penilaian (Rating Scale)
Skala (Angka) Skala (Huruf)
5 Sangat Kompeten
4 Kompeten
3 Cukup Kompeten
2 Kurang Kompeten
1 Tidak Kompeten
Periset harus membagi responden dalam dua kelompok.
Kelompok pertama dimanipulasi dengan pesan-pesan tertentu
(eksperimen), sementara kelompok kedua tidak dimanipulasi atau
diperlakukan (kontrol).
Secara umum prosedur metode eksperimen meliputi:
1. Periset membagi responden ke dalam dua kelompok, yaitu kelompok
eksperimen, yaitu kelompok yang diberikan perlakuan, stimulus, atau
dimanipulasi serta kelompok kontrol yaitu kelompok yang tidak diberi
perlakuan atau manipulasi.
2. Pemilihan anggota kelompok tidak melalui randomisasi (acak).
89
3. Melakukan Pre-test. Pada tahap ini periset menentukan variabel
pengaruh (bebas) dan variabel tak bebas (terpengaruh/tergantung).
4. Periset memberikan atau memperkenalkan satu atau lebih variabel
independen kepada kelompok eksperimental.
5. Melakukan Post-test. Periset meneliti apakah ada pengaruh yang
signifikan terhadap variabel dependen (terikat) antara kelompok
eksperimen dengan kelompok kontrol.
Adapun Desain penelitian ini dapat dilihat dari skema berikut:
E = 1 X 2
C = 1 2
Keterangan:
E : Kelas Experimen (grup yang diberikan perlakuan)
C : Kelas Control (grup yang tidak diberi perlakuan)
O1 : Pre-test
O2 : Post-test
90
H. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan
adalah teknik sebagai berikut:
1. Pre-test, merupakan teknik pengumpulan data untuk
memperoleh informasi dengan cara memberikan soal ujian atau
test kepada seluruh reponden sebelum diberikan perlakuan atau
stimulus.
2. Post-test, merupakan teknik pengumpulan data untuk
memperoleh informasi dengan cara memberikan soal ujian atau
test kepada seluruh reponden setelah diberikan perlakuan atau
stimulus.
3. Kuesioner (Angket), yaitu pengumpulan data yang dilakukan
peneliti melalui penyebaran angket kepada mahasiswa. Angket
ini berisi pertanyaan-pertanyaan tentang identitas responden
dan variabel-variabel penelitian untuk mencari informasi yang
lengkap dari permasalahan yang dikaji.
4. Lembar Observasi Keterampilan (LOK), yaitu pengumpulan data
yang dilakukan berupa pengamatan langsung kepada
mahasiswa dalam melakukan praktikum (keterampilan).
91
I. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik analisis hubungan (korelasi) untuk mengetahui derajat hubungan
antar variabel penelitian.
1. Uji Validitas
Suatu tes dapat dikatakan memiliki validitas yang tinggi jika
tes tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil
ukur yang tepat dan akurat sesuai dengan maksud
dikenakannya tes tersebut. Suatu tes menghasilkan data yang
tidak relevan dengan tujuan diadakannya pengukuran dikatakan
sebagai tes yang memiliki validitas rendah.
Sisi lain dari pengertian validitas adalah aspek kecermatan
pengukuran. Suatu alat ukur yang valid dapat menjalankan
fungsi ukurnya dengan tepat, juga memiliki kecermatan tinggi.
Arti kecermatan disini adalah dapat mendeteksi perbedaan-
perbedaan kecil yang ada pada atribut yang diukurnya.
Dalam pengujian validitas terhadap kuesioner, dibedakan
menjadi 2, yaitu validitas faktor dan validitas item. Validitas faktor
diukur bila item yang disusun menggunakan lebih dari satu faktor
(antara faktor satu dengan yang lain ada kesamaan).
Pengukuran validitas faktor ini dengan cara mengkorelasikan
92
antara skor faktor (penjumlahan item dalam satu faktor) dengan
skor total faktor (total keseluruhan faktor).
Validitas item ditunjukkan dengan adanya korelasi atau
dukungan terhadap item total (skor total), perhitungan dilakukan
dengan cara mengkorelasikan antara skor item dengan skor total
item. Bila kita menggunakan lebih dari satu faktor berarti
pengujian validitas item dengan cara mengkorelasikan antara
skor item dengan skor faktor, kemudian dilanjutkan
mengkorelasikan antara skor item dengan skor total faktor
(penjumlahan dari beberapa faktor).
Dari hasil perhitungan korelasi ditemukan suatu koefisien
korelasi yang digunakan untuk mengukur tingkat validitas suatu
item dan untuk menentukan apakah suatu item layak digunakan
atau tidak. Dalam penentuan layak atau tidaknya suatu item
yang akan digunakan, biasanya dilakukan uji signifikansi
koefisien korelasi pada taraf signifikansi 0,05, artinya suatu item
dianggap valid jika berkorelasi signifikan terhadap skor total.
Berikut persamaan rumus validitas.
Uji validitas digunakan untuk menguji validnya setiap butir
pertanyaan pada kuosioner. Untuk mengetahui kevalidan suatu
item maka dapat dilakukan dengan menguji korelasi antara
masing-masing butir pertanyaan dengan jumlah nilai (total) yang
93
diperoleh dari semua pertanyaan. Cara yang dilakukan dengan
membandingkan nilai sig(2-tailed) dengan taraf kepercayaanya
dalam hal ini 𝛼=0.05. Hipotesis yang dapat disusun untuk
menguji validitas yaitu:
H0 : Butir pertanyaan tidak valid (tidak ada korelasi antara
butir pertanyaan dengan jumlah kumulatifnya) dengan
kata lain tidak ada hubungan antar pertanyaan dengan
total.
H1 : Butir pertanyaan valid (terdapat korelasi antara butir
pertanyaan dengan jumlah kumulatifnya) atau dengan
kata lain ada hubungan antar pertanyaan dengan total.
Adapun kriteria pengujiannya yaitu Jika nilai sig(2-tailed) ≤
𝛼=0.05 maka H0 ditolak atau H1 diterima begitupun sebaliknya
jika nilai sig(2-tailed) ≥ 𝛼=0.05 maka H1 ditolak atau H0 diterima.
Persamaan Rumus Validitas:
𝒓 =𝒏 ∑𝒙𝒚 − ∑𝒙 (∑𝒚)
[𝒏∑𝒙 𝟐 − ∑𝒙) 𝟐 [𝒏∑𝒚 𝟐 − (∑𝒚) 𝟐]
94
Keterangan:
R : Koefisien korelasi
∑ x : Jumlah skor item
∑ y : Jumlah skor total item
𝑛 : Jumlah responden
2. Uji Reliabilitas
Menurut Masri Singarimbun, realibilitas adalah indeks yang
menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya atau
dapat diandalkan. Bila suatu alat pengukur dipakai dua kali –
untuk mengukur gejala yang sama dan hasil pengukuran yang
diperoleh relative konsisten, maka alat pengukur tersebut
reliable. Dengan kata lain, realibitas menunjukkan konsistensi
suatu alat pengukur di dalam pengukur gejala yang sama.
Reliabilitas, atau keandalan, adalah konsistensi dari
serangkaian pengukuran atau serangkaian alat ukur. Hal
tersebut bisa berupa pengukuran dari alat ukur yang sama (tes
dengan tes ulang) akan memberikan hasil yang sama, atau
untuk pengukuran yang lebih subjektif, apakah dua orang penilai
memberikan skor yang mirip (reliabilitas antar penilai).
Reliabilitas tidak sama dengan validitas. Artinya pengukuran
yang dapat diandalkan akan mengukur secara konsisten, tapi
95
belum tentu mengukur apa yang seharusnya diukur. Dalam
penelitian, reliabilitas adalah sejauh mana pengukuran dari suatu
tes tetap konsisten setelah dilakukan berulang-ulang terhadap
subjek dan dalam kondisi yang sama. Penelitian dianggap dapat
diandalkan bila memberikan hasil yang konsisten untuk
pengukuran yang sama. Tidak bisa diandalkan bila pengukuran
yang berulang itu memberikan hasil yang berbeda-beda.
Tinggi rendahnya reliabilitas, secara empirik ditunjukan oleh
suatu angka yang disebut nilai koefisien reliabilitas. Reliabilitas
yang tinggi ditunjukan dengan nilai rxx mendekati angka 1.
Kesepakatan secara umum reliabilitas yang dianggap sudah
cukup memuaskan jika ≥ 0.60.
Pengujian reliabilitas instrumen dengan menggunakan rumus
Alpha Cronbach karena instrumen penelitian ini berbentuk
angket dan skala bertingkat. Berikut persamaan yang ada untuk
Rumus Alpha Cronbach sebagai berikut :
Persamaan Rumus Realibilitas:
𝒓𝟏𝟏 = 𝒏
𝒏 − 𝟏 𝟏 −
∑𝜹𝒕𝟐
𝜹𝒕𝟐
96
Keterangan :
R11 : Reabilitas yang dicari
n : Jumlah item pernyataan yang diuji
∑𝛿𝑡2 : Jumlah varians skor tiap item
𝛿𝑡2 : Varians total
Jika alpha > 0.60 maka reliabilitas sempurna. Jika alpha antara
0.60 – 0.90 maka reliabilitas tinggi. Jika alpha 0.50 – 0.60 maka
reliabilitas moderat. Jika alpha < 0.50 maka reliabilitas rendah.
Jika alpha rendah, kemungkinan satu atau beberapa item tidak
reliabel.
3. Uji Normalitas
Uji Normalitas berguna untuk menentukan data yang telah
dikumpulkan berdistribusi normal atau diambil dari populasi
normal. Metode klasik dalam pengujian normalitas suatu data
tidak begitu rumit. Berdasarkan pengalaman empiris beberapa
pakar statistik, data yang banyaknya lebih dari 30 angka (n> 30),
maka sudah dapat diasumsikan berdistribusi normal. Biasa
dikatakan sebagai sampel besar.
Namun untuk memberikan kepastian, data yang dimiliki
berdistribusi normal atau tidak, sebaiknya digunakan uji
normalitas. Karena belum tentu data yang lebih dari 30 bisa
97
dipastikan berdistribusi normal, demikian sebaliknya data yang
banyaknya kurang dari 30 belum tentu tidak berdistribusi normal,
untuk itu perlu suatu pembuktian. uji statistik normalitas yang
dapat digunakan diantaranya Chi-Square, Kolmogorov
Smirnov, Lilliefors, Shapiro Wilk, Jarque Bera.
Persamaan Rumus Normalitas (Chi-square):
𝒙𝟐 = ∑( 𝑶𝒊−𝑬𝒊)
𝑬𝒊
Keterangan :
X2 : Nilai X2
Oi : Nilai Observasi
Ei : Nilai Expected/harapan
Luasan interval kelas berdasarkan tabel normal
dikalikan (n) / total frekuensi (pi x n)
N : Banyaknya angka pada data (total frekuensi)
4. Uji-T (Beda)
Uji-T (Beda) adalah merupakan teknik uji untuk mengetahui
sejauh mana hubungan perbedaan hasil pengaruh yang
diperoleh setelah melakukan pengujian. Uji-T (Beda) satu
sampel ini tergolong hipotesis deskriptif. Uji-T ini terdapat dua
rumus yang dapat digunakan, yaitu:
98
a. Jika standar deviasi populasi diketahui, maka digunakan
Rumus Zhitung.
b. Jika standar deviasi tidak diketahui maka yang digunakan
adalah Rumus thitung.
99
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu
Pendidikan (STKIP) Muhammadiyah Bone. Secara letak geografis
kampus ini berada tepat di wilayah strategis di jantung kota Kabupaten
Bone yang berlokasi di jalan Jendral sudirman dengan poros trans sinjai-
bone tepat berada di KM 4. Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan
(STKIP) Muhammadiyah Bone ini merupakan perguruan tinggi swasta
paling tua yang ada di kabupaten Bone. STKIP Muhammadiyah Bone
berdiri pada tanggal 1 Desember 1973. Kampus ini berawal sebagai
cabang Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah (Unismuh)
Makassar berdasarkan Akta Notaris Nomor 71 tanggal 19 Juni 1963 oleh
Notaris R.Surojo W.(Jakarta) yang dikelola oleh Majelis Pendidikan
Muhammadiyah.
Perguruan Tinggi ini merupakan salah satu perguruan tinggi swasta
di bawah naungan Muhammadiyah yang memiliki koordinasi vertikal dari
pusat di mana segala sesuatunya harus melalui mekanisme dan prosedur
yang ada di pengurus pusat muhammadiyah minimal pimpinan wilayah
yang berdomisili di provinsi sulawesi selatan. Hingga tahun 2016 kampus
100
STKIP Muhammadiyah Bone telah menghasilkan 3.215 alumni strata 1
(S1).
Berdasarkan titik koordinat lokasi penelitian yakni berlokasi di Jalan
Abu Dg.Pasolong Kota Watampone Kabupaten Bone, sebelah selatan
kota tepatnya di Kilometer 4 bersebelahan dengan Jalan protokol Jalan
Jendral Sudirman Watampone. Adapun lokasi kordinat penelitian
ditunjukkan oleh peta (map) diunduh dari Google Maps milik perusahaan
Google.inc berikut:
Gambar 11. Lokasi Koordinat Penelitian
101
2. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama empat minggu atau satu bulan
sejak bulan Mei sampai Juni 2017. Kegiatan ini mulai dilakukan dari tahap
persiapan, observasi, eksperimen, hingga penyusunan dan pelaporan.
Tahap awal meliputi persiapan, dengan langkah yang dilakukan adalah:
persiapan dan pembuatan perangkat pembelajaran berupa instrumen dan
melakukan uji validitas instrumen untuk penelitian. Adapun responden
pada penelitian ini adalah mahasiswa Teknologi Pendidikan semester IV
berjumlah 70 orang (terbagi dalam 2 kelas) pada matakuliah Jaringan
Komputer. Untuk materi ajar yang diberikan disesuaikan dengan Silabus
dan RPP yang digunakan di kampus tersebut.
Adapun instrumen yang dibuat adalah berupa soal pretest dan soal
posttest, angket, dan Lembar pengamatan keterampilan mahasiswa.
Kelas Kontrol dan kelas Eksperimen ditentukan oleh peneliti berdasarkan
observasi pada tahap awal pra penelitian. Penelitian ini tidak
menggunakan sampel karena populasi dianggap terjangkau untuk diteliti.
Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan Quasi Eksperimen yang
berarti eksperimen semu (tidak sesungguhnya) dimana pengelompokan
kelas tidak dilakukan secara random (acak) melainkan
pengelompokannya telah terjadi secara alami (grup).
Pada penelitian ini, telah dijelaskan oleh peneliti di bab
sebelumnya bahwa penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen
atau eksperimen semu. Penelitian eksperimen semu secara langsung
102
bertujuan untuk menjelaskan hubungan-hubungan, mengklarifikasi
penyebab terjadinya suatu peristiwa, atau keduanya. Walaupun terdapat
kelas kontrol sebagai kelas pembanding tetapi populasi tidak dikontrol
secara ketat. Sesuai desain eksperimen yang digunakan peneliti, dalam
penelitian ini sampel diberikan tes awal (pretest) dahulu sebelum
memperoleh pembedaan perlakuan, kemudian pada akhir perlakuan
peneliti memberi (posttest). Hasil dari pretest dan posttest penelitian ini
dapat dilihat pada bagian hasil dan lampiran.
Adapun pelaksanaan instrumen untuk kelas Kontrol diberikan
perlakukan dengan cara konvensional yakni pembelajaran menggunakan
buku pegangan, alat bantu media power point, dan sistem ceramah.
Sementara untuk kelas Eksperimen dilakukan dengan pembelajaran
berbantukan media simulasi bernama Cisco Packet Tracer dan dilakukan
di laboratorium komputer dasar. Untuk memulai penelitian terlebih dahulu
peneliti memberikan ujian berupa pretest kepada kelas kontrol yang
berjumlah 35 orang. Sementara di kelas eksperimen juga dilakukan hal
yang sama untuk mengukur pemahaman awal mahasiswa dengan pretest
yang sama. Hal ini dilakukan agar peneliti tahu kondisi awal responden
atau mahasiswa serta berguna untuk penyamaan wawasan sebelum
dilakukan eksperimen. Penelitian ini dilakukan selama 8 kali pertemuan
dengan pembagian 4 pertemuan di kelas kontrol dan 4 pertemuan di kelas
eksperimen dimana pretest dan posttest dilakukan di awal dan akhir
pembelajaran. Sementara untuk instrumen berupa Angket atau kuosioner
103
dilakukan setelah dilakukan pretest dan posttest untuk masing-masing
kelas. Langkah berikutnya atau tahap akhir yang dilakukan adalah
melakukan pengamatan terhadap keterampilan mahasiswa dengan
menggunakan Lembar Observasi Keterampilan baik di kelas kontrol
maupun kelas eksperimen sesuai dengan konsep pembelajaran yang
telah ditetapkan peneliti sebelumnya.
Sementara untuk teknis pemberian nilai/skor pada soal pretest dan
posttest, peneliti memberi wewenang kepada salah satu dosen Matakuliah
Jaringan Komputer untuk memberikan penilaian (sebagai ahli media)
sesuai standar jawaban. Sementara untuk penilaian Lembar Observasi
Keterampilan mahasiswa, peneliti menggunakan satu orang penilai
eksternal (laboran) untuk memberikan penilaian langsung kepada
mahasiswa dalam melakukan praktikum. Jadi dalam hal ini peneliti
menggunakan dua orang dalam memberikan penilaian untuk soal tes dan
lembar keterampilan mahasiswa.
3. Eksperimentasi
Pada bagian eksperimentasi ini dijelaskan bagaimana proses
penelitian di lapangan oleh peneliti yang meliputi pemberian dan
pelaksanaan proses belajar mengajar dengan materi matakuliah secara
konvensional di kelas kontrol yang terdiri dari proses awal hingga
pemilihan materi yang akan diberikan, serta pelaksanaan dan
pemberian materi ajar matakuliah berbasis simulasi dengan
memanfaatkan teknologi komputer di kelas eksperimen.
104
Tabel 6. Tahapan Eksperimentasi Kelas Kontrol
Pertemuan,
Hari/Tanggal Waktu
Materi
Pokok Kegiatan
Sumber
Belajar
I
Senin, 5 Juni 2017
90
menit
Topologi Jaringan
Bus
Pendahuluan
1. Berdoa menurut keyakinan masing-masing.
2. Cek kesiapan mahasiswa.
3. Motivasi (mengungkapkan) manfaat mempelajari topik.
4. Menginformasikan tujuan yang akan dicapai dalam kegiatan pembelajaran.
5. Peneliti memberikan soal tes yang pertama (pretest).
Mengamati 6. Mahasiswa
menentukan pengertian topologi jaringan Bus.
7. Mahasiswa mengamati berbagai jenis konfigurasi yang menggunakan topologi Bus.
Mengeksplorasi 8. Mahasiswa
mengeksplorasi berbagai jenis konfigurasi jaringan yang menerapkan topologi Bus.
Mengasosiasi 9. Mahasiswa
mendiskusikan dan menyimpulkan hasil
1. Buku Teks Pelajaran.
2. Buku Panduan Dosen.
3. Buku dan referensi lainnya.
105
materi dan pengamatan terkait dengan konfigurasi jaringan menggunakan topologi Bus.
Mengkomunikasikan 10. Mahasiswa
menyampaikan hasil berbagai macam percobaan dan pengamatan terkait konfigurasi jaringan yang menggunakan topologi Bus.
Penutup 11. Mahasiswa
menyimpulkan materi pembelajaran.
12. Peneliti merencanakan materi selanjutnya.
13. Mahasiswa berdoa dan menutup pertemuan.
II
Senin, 12 Juni 2017
90
menit
Topologi Jaringan Ring &
Star
Pendahuluan 1. Berdoa menurut
keyakinan masing-masing.
2. Cek kesiapan mahasiswa.
3. Motivasi (mengungkapkan) manfaat mempelajari topik.
4. Menginformasikan tujuan yang akan dicapai dalam kegiatan pembelajaran.
5. Peneliti memberikan materi terkait topologi Ring dan Star.
1. Buku Teks
Pelajaran.
2.Buku
Panduan
Dosen.
3.Buku dan
referensi
lainnya.
106
Mengamati 6. Mahasiswa
menentukan pengertian topologi jaringan Ring & Star.
7. Mahasiswa mengamati berbagai jenis konfigurasi yang menggunakan topologi Ring & Star.
Mengeksplorasi 8. Mahasiswa
mengeksplorasi berbagai jenis konfigurasi jaringan yang menerapkan topologi Ring & Star.
Mengasosiasi 9. Mahasiswa
mendiskusikan dan menyimpulkan hasil materi dan pengamatan terkait dengan konfigurasi jaringan menggunakan topologi Ring & Star.
Mengkomunikasikan 10. Mahasiswa
menyampaikan hasil berbagai macam percobaan dan pengamatan terkait konfigurasi jaringan yang menggunakan topologi Ring & Star.
Penutup 11. Mahasiswa
menyimpulkan materi pembelajaran.
12. Peneliti dan mahasiswa merencanakan materi selanjutnya.
107
13. Peneliti dan
Mahasiswa berdoa dan menutup pertemuan.
III
Senin, 19 Juni 2017
90
menit
Topologi Jaringan Extended Star dan
Mesh
Pendahuluan
1. Berdoa menurut keyakinan masing-masing.
2. Cek kesiapan mahasiswa.
3. Motivasi (mengungkapkan) manfaat mempelajari topik.
4. Menginformasikan tujuan yang akan dicapai dalam kegiatan pembelajaran.
5. Peneliti memberikan materi terkait topologi Ext Star dan Mesh.
Mengamati 6. Mahasiswa
menentukan pengertian topologi jaringan Ext Star & Mesh.
7. Mahasiswa mengamati berbagai jenis konfigurasi yang menggunakan topologi Ext Star dan Mesh.
Mengeksplorasi 8. Mahasiswa
mengeksplorasi berbagai jenis konfigurasi jaringan yang menerapkan topologi Ext Star dan Mesh.
1.Buku Teks
Pelajaran.
2.Buku
Panduan
Dosen.
3.Buku dan referensi lainnya.
108
Mengasosiasi 9. Mahasiswa
mendiskusikan dan menyimpulkan hasil materi dan pengamatan terkait dengan konfigurasi jaringan menggunakan topologi Ext Star dan Mesh.
Mengkomunikasikan 10. Mahasiswa
menyampaikan hasil berbagai macam percobaan dan pengamatan terkait konfigurasi jaringan yang menggunakan topologi Ext Star dan Mesh.
Penutup 11. Mahasiswa
menyimpulkan materi pembelajaran.
12. Peneliti dan mahasiswa merencanakan materi selanjutnya.
13. Peneliti dan Mahasiswa berdoa dan menutup pertemuan.
IV
Senin, 26 Juni 2017
90
menit
Topologi Jaringan
Tree
Pendahuluan 1. Berdoa menurut
keyakinan masing-
masing.
2. Cek kesiapan
mahasiswa.
3. Motivasi
1. Buku Teks
Pelajaran.
2.Buku
Panduan
Dosen.
3. Buku dan
referensi
lainnya.
109
(mengungkapkan)
manfaat mempelajari
topik.
4. Menginformasikan
tujuan yang akan
dicapai dalam
kegiatan
pembelajaran.
5. Peneliti memberikan
materi terkait
topologi Tree.
Mengamati 6. Mahasiswa
menentukan
pengertian topologi
jaringan Tree.
7. Mahasiswa
mengamati berbagai
jenis konfigurasi
yang menggunakan
topologi Tree.
Mengeksplorasi 8. Mahasiswa
mengeksplorasi
berbagai jenis
konfigurasi jaringan
yang menerapkan
topologi Tree.
Mengasosiasi 9. Mahasiswa
mendiskusikan dan
menyimpulkan hasil
materi dan
pengamatan terkait
dengan konfigurasi
jaringan
menggunakan
topologi Tree.
110
Mengkomunikasikan 10. Mahasiswa
menyampaikan hasil
berbagai macam
percobaan dan
pengamatan terkait
konfigurasi jaringan
yang menggunakan
topologi Tree.
Penutup 11. Mahasiswa
menyimpulkan
materi
pembelajaran.
12. Peneliti dan
mahasiswa
melakukan refleksi
terhadap kegiatan
yang sudah
dilakukan.
13. Peneliti
memberikan soal
tes yang terakhir
(posttest) dengan
membagikan soal
tes.
14. Peneliti dan
Mahasiswa berdoa
dan menutup
pertemuan.
111
Tabel 7. Tahapan Eksperimentasi Kelas Eksperimen
Pertemuan,
Hari/Tanggal Waktu
Materi
Pokok Kegiatan
Sumber
Belajar
I
Selasa, 6 Juni 2017
90 menit
Topologi Jaringan
Bus
Pendahuluan
1. Membuka dan Berdoa menurut keyakinan masing-masing.
2. Cek kesiapan mahasiswa dan perangkat komputer.
3. Motivasi (mengungkapkan) manfaat menggunakan simulator komputer.
4. Menginformasikan tujuan yang akan dicapai dalam kegiatan pembelajaran.
5. Peneliti memberikan arahan terkait prosedur penggunaan simulator komputer.
6. Peneliti memberikan arahan terkait materi simulasi topologi Bus.
Mengamati/desain 7. Mahasiswa
membuka aplikasi cisco packet tracer versi student
8. Mahasiswa menyiapkan lembar kosong untuk desain simulasi.
1. Power
Point 2. Aplikasi
Cisco Packet Tracer
3. Perangkat Komputer
112
9. Memilih switch dan tata sedemikian rupa agar terlihat rapi dan mudah dikerjakan.
10. Pilih end device dan pilih Generic (tata komputer secara selang seling).
11. Pilih Connection dan pilih Automatically Choose Connection Type.
12. Beri kabel pada Switch dan Komputer (kabel sama).
13. Berikan IP masing-masing komputer.
14. Pilih komputer 1 sebagai IP pertama dan seterusnya.
15. Pilih Desktop > IP Configuration dengan mengisi IP Adress 192.168.1.1
16. Komputer siap dihubungkan.
Simulasi 17. Mahasiswa
mengaktifkan Auto Capture.
18. Mahasiswa melihat animasi hasil desain pada simulator.
113
Penutup 19. Mahasiswa
menyimpulkan materi.
20. Mahasiswa melakukan refleksi hasil simulasi.
21. Peneliti dan mahasiswa menyiapkan materi selanjutnya.
22. Peneliti menutup pertemuan.
II
Selasa, 13 Juni 2017
90
menit
Topologi Jaringan Ring &
Star
Pendahuluan 1. Membuka dan
Berdoa menurut keyakinan masing-masing.
2. Cek kesiapan mahasiswa dan perangkat komputer.
3. Motivasi (mengungkapkan) manfaat menggunakan simulator komputer.
4. Menginformasikan tujuan yang akan dicapai dalam kegiatan pembelajaran.
5. Peneliti memberikan arahan terkait prosedur penggunaan simulator komputer.
6. Peneliti memberikan arahan terkait
1. Power Point
2. Aplikasi Cisco Packet Tracer
3. Perangkat Komputer
114
materi simulasi topologi Ring dan Star.
Mengamati/desain 7. Mahasiswa
membuka aplikasi cisco packet tracer versi student
8. Mahasiswa menyiapkan lembar kosong untuk desain simulasi.
9. Memilih switch dan komputer dan tata sedemikian rupa agar terlihat rapi dan mudah dikerjakan.
10. Pilih end device dan pilih Generic (tata komputer secara selang seling).
11. Pilih Connection dan pilih Automatically Choose Connection Type.
12. Beri kabel pada Switch dan Komputer (kabel sama).
13. Berikan IP masing-masing komputer.
14. Pilih komputer 1 sebagai IP pertama dan seterusnya.
15. Pilih Desktop > IP Configuration dengan mengisi
115
IP Adress 192.168.1.20
16. Komputer siap dihubungkan dengan melakukan Ping menggunakan Command Prompt.
Simulasi 17. Mahasiswa
mengaktifkan Auto Capture.
18. Mahasiswa melihat animasi hasil desain pada simulator.
Penutup 19. Mahasiswa
menyimpulkan materi.
20. Mahasiswa melakukan refleksi hasil simulasi.
21. Peneliti dan mahasiswa menyiapkan materi selanjutnya. Peneliti menutup pertemuan.
III
Selasa, 20 Juni 2017
90 menit
Topologi Jaringan Extended Star dan
Mesh
Pendahuluan 1. Membuka dan
Berdoa menurut keyakinan masing-masing.
2. Cek kesiapan mahasiswa dan perangkat komputer.
1. Power
Point 2. Aplikasi
Cisco Packet Tracer
3. Perangkat Komputer
116
3. Motivasi
(mengungkapkan) manfaat menggunakan simulator komputer.
4. Menginformasikan tujuan yang akan dicapai dalam kegiatan pembelajaran.
5. Peneliti memberikan arahan terkait prosedur penggunaan simulator komputer.
6. Peneliti memberikan arahan terkait materi simulasi topologi Ext Star dan Mesh.
Mengamati/desain 7. Mahasiswa
membuka aplikasi cisco packet tracer versi student
8. Mahasiswa menyiapkan lembar kosong untuk desain Ext Star dan Mesh.
9. Memilih switch dan komputer dan tata sedemikian rupa agar terlihat rapi dan mudah dikerjakan.
10. Pilih end device dan pilih Generic (tata komputer secara selang seling).
11. Pilih Connection dan pilih
117
Automatically Choose Connection Type.
12. Beri kabel pada Switch dan Komputer (kabel sama).
13. Berikan IP masing-masing komputer.
14. Pilih komputer 1 sebagai IP pertama dan seterusnya.
15. Pilih Desktop > IP Configuration dengan mengisi IP Adress 192.168.1.20
16. Komputer siap dihubungkan dengan melakukan Ping menggunakan Command Prompt.
Simulasi 17. Mahasiswa
mengaktifkan Auto Capture.
18. Mahasiswa melihat animasi hasil desain pada simulator.
Penutup 19. Mahasiswa
menyimpulkan materi.
20. Mahasiswa melakukan refleksi hasil simulasi.
118
21. Peneliti dan mahasiswa menyiapkan materi selanjutnya. Peneliti menutup pertemuan.
IV
Selasa, 27 Juni 2017
90 menit
Topologi Jaringan
Tree
Pendahuluan 1. Membuka dan
Berdoa menurut keyakinan masing-masing.
2. Cek kesiapan mahasiswa dan perangkat komputer.
3. Motivasi (mengungkapkan) manfaat menggunakan simulator komputer.
4. Menginformasikan tujuan yang akan dicapai dalam kegiatan pembelajaran.
5. Peneliti memberikan arahan terkait prosedur penggunaan simulator komputer.
6. Peneliti memberikan arahan terkait materi simulasi topologi Tree.
Mengamati/desain 7. Mahasiswa
membuka aplikasi cisco packet tracer versi student
1. Power Point 2. Aplikasi
Cisco Packet Tracer
3. Perangkat Komputer
119
8. Mahasiswa menyiapkan lembar kosong untuk desain simulasi.
9. Memilih switch dan komputer dan tata sedemikian rupa agar terlihat rapi dan mudah dikerjakan.
10. Pilih end device dan pilih Generic (tata komputer secara selang seling).
11. Pilih Connection dan pilih Automatically Choose Connection Type.
12. Beri kabel pada Switch dan Komputer (kabel sama).
13. Berikan IP masing-masing komputer.
14. Pilih komputer 1 sebagai IP pertama dan seterusnya.
15. Pilih Desktop > IP Configuration dengan mengisi IP Adress 192.168.1.20
16. Komputer siap dihubungkan dengan melakukan Ping menggunakan Command Prompt.
120
Simulasi 17. Mahasiswa
mengaktifkan Auto Capture.
18. Mahasiswa melihat animasi hasil desain pada simulator.
Penutup 19. Mahasiswa
menyimpulkan materi.
20. Mahasiswa melakukan refleksi hasil simulasi.
21. Peneliti menyiapkan soal tes setelah proses eksperimen dengan penggunaan simulator komputer (posttest).
22. Peneliti dan mahasiswa menyiapkan materi selanjutnya. Peneliti menutup pertemuan.
121
4. Deskripsi Data Penelitian
a. Hasil Pretest Kelas Kontrol dan Eksperimen
Pretest digunakan untuk mengetahui apakah kemampuan awal
mahasiswa pada kelas kontrol dan kelas eksperimen berbeda atau
sama. Adapun hasil pretest yang diperoleh dari pemberian tes
berupa soal-soal baik di kelas kontrol maupun di kelas eksperimen
dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Data hasil yang diperoleh dari
pemberian tes berupa soal adalah berupa skor tes. Dari data yang
diperoleh melalui soal tes ini diketahui bahwa nilai rata-rata pretest
di kelas kontrol adalah 52,29 dengan standar deviasi adalah 12,026
sementara di kelas eksperimen adalah rata-rata 51,14 dengan
standar deviasi sebesar 10,367 di mana secara kasat mata terlihat
ada perbedaan. Namun dalam ilmu statistik, hasil yang terlihat
berbeda secara langsung belum tentu dikatakan berbeda sehingga
harus melalui proses pengujian terlebih dahulu.
Untuk nilai Min Pretest (skor terendah) yang diperoleh
mahasiswa di kelas kontrol adalah skor 35 sementara di kelas
eksperimen mendapatkan nilai 30. Sementara nilai Max Pretest
(skor tertinggi) diperoleh mahasiswa untuk kelas kontrol adalah 80
dan kelas eksperimen diperoleh nilai hanya 65. Dalam studi
kuantitatif, data yang diperoleh dari skor hasil dari tes tersebut
harus melalui pengujian terlebih dahulu untuk menentukan apakah
betul ada perbedaan secara signifikan ataupun sebaliknya tidak
122
terdapat perbedaan yang signifikan.
Untuk lebih mudah dalam membaca data hasil pretest kedua
kelas yaitu kelas kontrol dan kelas eksperimen, maka terlebih
dahulu disajikan data hasil pengolahan program SPSS yang
meliputi data di bawah ini dalam bentuk deskripsi statistik berikut
ini.
Tabel 8. Deskripsi Pretest Kontrol dan Eksperimen
Kelas Mean Std. Deviasi Min Max
Pretest Kontrol Eksperimen
52.29 51.14
12.026 10.367
35 30
80 65
Posttest Kontrol Eksperimen
65.42 70.71
10.027 10.300
45 50
85 90
Untuk melihat hasil pengujian secara seksama menggunakan
program Statistical Package for the Social Sciences (SPSS) dapat
dilihat dari tabel Descriptive Statistics di bawah ini khusus untuk
Nilai Pretest kelas Kontrol.
123
Tabel 9. Descriptive Statistics Pretest Kontrol
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
PRETEST KELAS
KONTROL
35 35 80 52.29 12.026
Valid N (listwise) 35
Tabel di atas menunjukkan bahwa jumlah responden ada 35
orang dengan rata-rata skor hasil nilai sebelum perlakuan adalah
sebesar 52,29 dengan standar deviasi sebesar 12,026.
Untuk melihat hasil pengujian secara seksama menggunakan
program Statistical Package for the Social Sciences (SPSS) dapat
dilihat dari tabel Descriptive Statistics di bawah ini khusus untuk
Nilai Pretest kelas Eksperimen.
Tabel 10. Descriptive Statistics Pretest Experimen
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
PRETEST KELAS
EKSPERIMEN
35 30 65 51.14 10.367
Valid N (listwise) 35
Tabel di atas menunjukkan bahwa jumlah responden berjumlah
35 orang dengan rata-rata skor hasil nilai sebelum perlakuan
adalah sebesar 51,14 dengan standar deviasi sebesar 10,367.
124
b. Hasil Posttest Kelas Kontrol dan Eksperimen
Posttest digunakan untuk mengukur kemampuan akhir dari
mahasiswa itu sendiri, baik di kelas kontrol dan kelas eksperimen.
Adapun hasil posttest diperoleh setelah diberikannya perlakuan di
kelas kontrol dan kelas eksperimen. Data hasil tersebut diketahui
bahwa rata-rata skor nilai yang diperoleh mahasiswa di kelas
kontrol setelah diberikan perlakuan (pembelajaran) adalah 65,42
dengan standar deviasi sebesar 10,027. Sementara di kelas
eksperimen diperoleh nilai rata-rata 70,71 dengan standar deviasi
sebesar 10.300. Berikut penyajian data tabel.
Tabel 11. Deskripsi Posttest Kontrol
dan Eksperimen
Kelas Mean Std. Deviasi Min Max
Posttest Kontrol
65.42
10.027
45
85
Posttest Eksperimen
70.71
10.300
50
90
Untuk melihat hasil pengujian secara seksama menggunakan
program Statistical Package for the Social Sciences (SPSS) dapat
dilihat dari tabel Descriptive Statistics di bawah ini khusus untuk
Nilai Posttest kelas Kontrol.
125
Tabel 12. Descriptive Statistics Posttest Kontrol
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
POSTTEST KELAS
KONTROL
35 45 85 65.43 10.027
Valid N (listwise) 35
Tabel di atas menunjukkan bahwa jumlah responden ada 35
orang dengan rata-rata skor hasil nilai setelah perlakuan adalah
sebesar 65,43 dengan standar deviasi sebesar 10,027.
Untuk melihat hasil pengujian secara seksama menggunakan
program Statistical Package for the Social Sciences (SPSS) dapat
dilihat dari tabel Descriptive Statistics di bawah ini khusus untuk
Nilai Posttest kelas Eksperimen.
Tabel 13. Descriptive Statistics Posttest Experimen
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
POSTTEST KELAS
EXPERIMEN
35 50 90 70.71 10.300
Valid N (listwise) 35
Tabel di atas menunjukkan bahwa jumlah responden berjumlah
35 orang dari hasil posttest kelas eksperimen dengan rata-rata skor
hasil nilai setelah perlakuan adalah sebesar 70,71 dengan standar
deviasi sebesar 10,300.
126
Tabel 14. Crosstabulation Nilai
Nilai * Kelas Crosstabulation
Count
Kelas
Total Kelas Kontrol
Kelas
Eksperimen
Nilai
41-50 5 1 6
51-60 5 8 13
61-70 17 8 25
71-80 6 13 19
81-90 2 5 7
Total 35 35 70
Berdasarkan tabel silang di atas, dapat dilihat bahwa skor nilai
antara 41 sampai 50 ada 5 orang di kelas kontrol sementara di
kelas eksperimen hanya ada 1 orang saja. Untuk skor 51 sampai
60 terdapat 5 mahasiswa di kelas kontrol dan ada 8 mahasiswa di
kelas eksperimen. Jika melihat nilai terendah dari dua kelas
tersebut ada pada kelas eksperimen sementara nilai tertinggi ada
pada dua kelas tersebut. Untuk memahami kedua kelas tersebut
dari aspek pengetahuan (nilai) mahasiswa, dapat memperhatikan
grafik bar (bar chart) berikut:
127
Gambar 12. Grafik Frekuensi Posttest
Bar chart atau diagram batang di atas menunjukkan frekuensi
atau interval dari aspek pengetahuan (nilai) perbandingan hasil
belajar mahasiswa menggunakan model belajar konvensional
dengan model simulasi berbasis komputer. Nilai perolehan tertinggi
antara skor 61 sampai 70 berasal dari kelas kontrol sebanyak 17
orang sementara kelas eksperimen hanya ada 8 orang. Untuk skor
antara 71 sampai 80 didapatkan berasal dari kelas eksperimen
sebanyak 13 orang. Selebihnya berasal dari kelas kontrol sebanyak
6 orang mahasiswa.
128
c. Minat Belajar Kelas Kontrol dan Eksperimen
Adapun variabel Minat Belajar mahasiswa digunakan untuk
mengukur sejauh mana persepsi mahasiswa terhadap keinginan
belajar mahasiswa (minat) terhadap pola pembelajaran di kelas
kontrol dengan cara konvensional. Sementara di kelas eksperimen
juga dilakukan pengukuran persepsi mahasiswa terhadap keinginan
belajar mahasiswa (minat) terhadap pola pembelajaran
menggunakan model simulasi Cisco Packet Tracer. Pengukuran
variabel ini dilakukan dengan menggunakan Angket atau Kuesioner
yang dibuat sebelumnya oleh peneliti dalam menetapkan indikator
minat mahasiswa.
Berdasarkan data yang diperoleh dari data kuesioner ataupun
angket kepada 35 responden mahasiswa di kelas kontrol dan kelas
eksperimen, diperoleh nilai rata-rata di kelas kontrol sebesar 52,22
dan di kelas eksperimen diperoleh nilai rata-rata 60,70.
Tabel 15. Descriptive Statistics Minat Kontrol
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Minat Kelas Kontrol 35 35 72 52.22 8.084
Minat Kelas
Eksperimen
34 48 69 60.70 7.077
Valid N (listwise) 34
129
Tabel di atas menunjukkan bahwa jumlah responden berjumlah
35 orang dari hasil angket/kuesioner kelas kontrol dengan rata-rata
skor minat setelah dilakukan perlakuan atau pembelajaran
konvensional adalah sebesar 52,22 dengan standar deviasi
sebesar 8,084. Sementara untuk minat kelas eksperimen diperoleh
nilai rata-rata minat sebesar 60,70 dengan standar deviasi sebesar
7,077. Untuk nilai terendah (skor) atau Min minat kelas kontrol
adalah skor 35 dan nilai tertinggi (Max) minat sebesar 72. Untuk
nilai terendah (Min) minat skor pada kelas eksperimen sebesar 48
dan nilai tertinggi (Max) sebesar 69.
Tabel 16. Crosstabulation Minat
Kelas * Tingkat Minat Crosstabulation
Count
Tingkat Minat
Total Rendah Sedang Tinggi
Kelas Kelas Kontrol 10 25 0 35
Kelas Eksperimen 0 0 35 35
Total 10 25 35 70
Dari hasil penelitian ditemukan bahwa antara kelas kontrol dan
kelas eksperimen masing-masing menunjukkan daya tarik
mahasiswa terhadap pembelajaran konvensional dan model
simulasi, namun secara umum metode simulasi berbasis komputer
jauh lebih menarik daya minat mahasiswa dibanding model
konvensional. Pada tabel silang di atas dibagi menjadi tiga kategori
130
minat yakni kategori rendah, sedang, dan tinggi. Hal tersebut dapat
dilihat dari Tabel silang di atas yang menunjukkan bahwa ada 10
orang mahasiswa yang memiliki minat rendah di kelas kontrol, 25
orang mahasiswa yang memiliki minat sedang, serta tak ada
satupun mahasiswa yang memiliki minat tinggi terhadap metode
pembelajaran konvensional. Untuk kelas eksperimen yang
menggunakan metode pembelajaran berbasis simulasi komputer
dikategorikan memiliki minat yang sangat tinggi terhadap
penerapan model simulasi berbasis komputer. Hal ini dibuktikan
dengan data hasil penelitian yang menunjukkan adanya 35
mahasiswa kelas eksperimen yang memiliki minat tinggi.
Untuk dapat melihat lebih jelas perbedaan minat atau daya tarik
mahasiswa terhadap pembelajaran yang digunakan pada kedua
kelas kontrol dan eksperimen adalah dengan melihat bentuk
diagram batang atau bar chart di bawah ini.
131
Gambar 13. Grafik Frekuensi Minat
d. Keterampilan Belajar Kelas Kontrol dan Eksperimen
Adapun variabel Keterampilan Belajar mahasiswa digunakan
untuk mengukur sejauh mana keterampilan atau skill mahasiswa
terhadap metode belajar mahasiswa yang diterima baik
pembelajaran di kelas kontrol dengan cara konvensional maupun
metode belajar menggunakan bantuan komputer menggunakan
model simulasi Cisco Packet Tracer (CPT) di kelas eksperimen.
Proses pengukuran variabel ini dilakukan dengan menggunakan
132
Lembar Observasi Pengamatan yang dibuat sebelumnya oleh
peneliti dalam menetapkan indikator keterampilan mahasiswa.
Pengukuran ini dilakukan setelah semua proses perlakuan atau
pemberian metode pembelajaran dilakukan dengan kata lain
pengukuran ini dilakukan pada akhir pembelajaran.
Berdasarkan data yang diperoleh dari data Lembar Observasi
Pengamatan Keterampilan yang dilakukan kepada 35 responden
mahasiswa di kelas kontrol dan kelas eksperimen, diperoleh nilai
rata-rata di kelas kontrol sebesar 2,88 sementara hasil
keterampilan di kelas eksperimen menunjukkan nilai rata-rata 3,62.
Deskripsi variabel ini menunjukkan bahwa terdapat nilai terendah
(Min) pada kelas kontrol sebesar 1 dan nilai tertinggi (Max) adalah
5. Sementara di kelas eksperimen diperoleh nilai terendah (Min)
sebesar 3 dan nilai tertinggi (Max) adalah 5.
Berikut deskripsi data perolehan lembar observasi pengamatan
baik kelas kontrol maupun kelas eksperimen yang ditunjukkan
melalui descriptive statics menggunakan aplikasi Statistical
Package for the Social Sciences atau SPSS.
133
Tabel 17. Descriptive Statistics Keterampilan Kelas Kontrol dan Eksperimen
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
KETERAMPILAN
KONTROL
35 1 5 2.88 1.105
KETERAMPILAN
EKSPERIMEN
35 3 5 3.62 .546
Valid N (listwise) 35
Tabel 18. Crosstabulation Keterampilan
Kelas * Keterampilan Crosstabulation
Count
Keterampilan
Total Tidak
Kompeten
Kurang
Kompeten
Cukup
Kompeten Kompeten
Sangat
Kompeten
Kelas Kelas Kontrol 5 5 17 5 3 35
Kelas
Eksperimen 0 0 14 20 1 35
Total 5 5 31 25 4 70
Pada tabel 16 di atas menunjukkan hasil pengolahan data
penelitian di mana pada kategori keterampilan ini digunakan 5 level
frekuensi yakni Tidak Kompeten, Kurang Kompeten, Cukup
Kompeten, Kompeten, dan Sangat Kompeten. Dari sajian data di
atas membuktikan bahwa penyebaran kategori hampir berimbang.
Artinya hanya kategori Tidak kompeten dan Kurang kompeten yang
kosong, selebihnya berada pada kategori Cukup Kompeten,
134
Kompeten, dan Sangat Kompeten dengan masing-masing
perolehan 14, 20, dan 1 untuk kelas eksperimen. Hal ini
membuktikan bahwa metode yang diterapkan di kelas eksperimen
berupa pembelajaran berbasis simulasi dengan bantuan komputer
telah sesuai dengan teori kontruktivisme di mana peserta didik
diharapkan mampu mengolah, menyusun kembali, dan
merekonstruksi proses pembelajaran dengan baik dan benar
sehingga dengan penyajian materi secara audio visual dengan
memanfaatkan komputer mampu merangsang daya ingat sehingga
stimulus yang mereka dapatkan dan rasakan akan menghasilkan
suatu respon yang terkoordinasi di dalam dirinya.
Untuk lebih memahami perbandingan secara statistik dari
perolehan tingkat keterampilan mahasiswa tersebut baik di kelas
kontrol maupun di kelas eksperimen, maka disajikan suatu bagan
atau diagram batang (bar chart) sebagai berikut.
135
Gambar 14. Grafik Frekuensi Keterampilan
5. Uji Pra-syarat Analisis
a. Uji Homogenitas
Uji Homogenitas merupakan jenis uji pra-syarat asumsi yang
dilakukan sebelum melakukan analisis Independent Sample T-test.
Adapun asumsi yang mendasari analisis varian adalah bahwa
varian dari populasi adalah sama. Sebelum melakukan uji-t (beda)
terlebih dahulu dilakukan uji pra-syarat yaitu uji homogenitas. Uji
homogenitas digunakan untuk menguji kesamaan variansi dari dua
variabel.
136
1. Uji Homogenitas Pretest Kontrol & Eksperimen
Sebelum melakukan pengujian selanjutnya berupa pengujian
independent sample T-test atau uji-T (beda), maka terlebih
dahulu dilakukan pengujian homogenitas nilai pretest di kelas
kontrol dan kelas eksperimen.
Adapun hipotesis untuk pengujian homogenitas sebagai
berikut:
H0 : Kedua variansi adalah sama
H1 : Kedua variansi adalah tidak sama
Kriteria pengujiannya ada 2 cara, yaitu pertama
membandingkan nilai F-hitung dan F-tabel. selanjutnya yang
kedua dengan membandingkan nilai sig(2-tailed).
Untuk memudahkan dalam pengujian, digunakan cara kedua.
Berikut sajian data menggunakan cara kedua yaitu
membandingkan nilai sig(2-tailed) pada tabel.
Jika nilai sig(2-tailed) ≤ 𝛼=0.05 maka H0 ditolak atau H1
diterima begitupun sebaliknya jika nilai sig(2-tailed) ≥ 𝛼=0.05
maka H1 ditolak atau H0 diterima.
137
Tabel 19. Uji Homogenitas Pretest Kelas Kontrol dan Eksperimen
Levene's Test for Equality of Variances
F Sig.
PRETEST Equal
variances
assumed
1.172 .283
Equal
variances not
assumed
Berdasarkan tabel nilai pretest kelas kontrol dan eksperimen
di atas diperoleh nilai sig.= 0,283 > 𝛼 = 0,05.
Kesimpulan data di atas bahwa H0 diterima dengan kata lain
nilai pretest kontrol dan eksperimen adalah memiliki nilai variansi
yang sama.
2. Uji Homogenitas Posttest Kontrol & Eksperimen
Sebelum melakukan uji-t (beda) terlebih dahulu dilakukan uji
pra-syarat yaitu uji homogenitas. Uji homogenitas digunakan
untuk menguji kesamaan variansi dari dua variabel.
Adapun hipotesis untuk pengujian homogenitas sebagai
berikut:
138
H0 : Kedua variansi adalah sama
H1 : Kedua variansi adalah tidak sama
Kriteria pengujiannya ada 2 cara. Pertama dengan cara
membandingkan nilai F-hitung dan F-tabel . Kedua dengan cara
membandingkan nilai sig(2-tailed). Agar lebih memudahkan
maka digunakan cara kedua .
Jika nilai sig(2-tailed) ≤ 𝛼=0.05 maka H0 ditolak atau H1
diterima begitupun sebaliknya Jika nilai sig(2-tailed) ≥ 𝛼=0.05
maka H1 ditolak atau H0 diterima.
Tabel 20. Uji Homogenitas Posttest Kelas Kontrol dan Eksperimen
Levene's Test for Equality of Variances
F Sig.
POSTTEST Equal variances
assumed
.813 .370
Equal variances not
assumed
Berdasarkan tabel nilai posttest kontrol dan eksperimen di
atas diperoleh nilai sig.= 0,370 > 𝛼 = 0,05.
Jadi disimpulkan bahwa H0 diterima atau nilai posttest
kontrol dan eksperimen memiliki nilai variansi yang sama.
139
3. Uji Homogenitas Keterampilan Kontrol & Eksperimen
Sebelum melakukan uji-t (beda) terlebih dahulu dilakukan uji
pra-syarat yaitu uji homogenitas. Uji homogenitas digunakan
untuk menguji kesamaan variansi dari dua variabel.
Adapun hipotesis untuk pengujian homogenitas sebagai
berikut:
H0 : Kedua variansi adalah sama
H1 : Kedua variansi adalah tidak sama
Kriteria pengujiannya ada 2 cara, Pertama dengan cara
membandingkan nilai F-hitung dan F-tabel. Kedua dengan cara
membandingkan nilai sig(2-tailed). Agar lebih memudahkan kita
gunakan cara kedua.
Jika nilai sig(2-tailed) ≤ 𝛼=0.05 maka H0 ditolak atau H1
diterima begitupun sebaliknya jika nilai sig(2-tailed) ≥ 𝛼= 0.05
maka H1 ditolak atau H0 diterima.
Untuk pengujian homogenitas pada variabel keterampilan
belajar mahasiswa untuk kelas kontrol dan eksperimen dapat
dilakukan dengan menggunakan aplikasi Statistical Package for
the Social Sciences (SPSS) seperti yang diperoleh pada tabel
hasil pengujian berikut ini.
140
Tabel 21. Uji Homogenitas Keterampilan Kelas Kontrol dan Eksperimen
Levene's Test for Equality of
Variances
F Sig.
KETERAMPILAN Equal variances
assumed
4.751 .033
Equal variances not
assumed
Berdasarkan tabel nilai uji homogenitas keterampilan kontrol
dan eksperimen di atas diperoleh nilai sig.= 0,033 < 𝛼 = 0,05.
Kesimpulannya bahwa H0 ditolak atau keterampilan kontrol
dan eksperimen memiliki nilai variansi yang tidak sama.
b. Uji Normalitas
Uji Normalitas berguna untuk menentukan data yang telah
dikumpulkan berdistribusi normal atau diambil dari populasi normal.
Metode klasik dalam pengujian normalitas suatu data tidak begitu
rumit. Berdasarkan pengalaman empiris beberapa pakar statistik,
data yang banyaknya lebih dari 30 angka (n> 30), maka sudah
dapat diasumsikan berdistribusi normal. Biasa dikatakan sebagai
sampel besar.
141
Namun untuk memberikan kepastian, data yang dimiliki
berdistribusi normal atau tidak, sebaiknya digunakan uji normalitas.
Karena belum tentu data yang lebih dari 30 bisa dipastikan
berdistribusi normal, demikian sebaliknya data yang banyaknya
kurang dari 30 belum tentu tidak berdistribusi normal, untuk itu
perlu suatu pembuktian. uji statistik normalitas yang dapat
digunakan di antaranya Chi-Square, Kolmogorov
Smirnov, Lilliefors, Shapiro Wilk, Jarque Bera.
Pada bagian ini, pengujian normalitas dilakukan dengan cara
menghitung semua variabel dalam penelitian secara bersamaan
untuk menghindari data yang tidak berdistribusi normal. Pakar
statistik cenderung melakukan pengukuran secara keseluruhan
terhadap semua variabel yang ada dalam pengujian normalitas
karena tidak semua data menghasilkan data yang berdistribusi
normal jika dilakukan uji masing-masing variabel.
Untuk menguji normalitas diperlukan dua cara yaitu pertama
menggunakan grafik dan kedua menggunakan pengujian statistik
dalam hal ini digunakan adalah uji kolmogorov-smirnov.
Adapun hipotesis yang berlaku dalam pengujian distribusi
normal adalah sebagai berikut:
H0 : Data berdistribusi normal
H1 : Data tidak berdistribusi normal
142
Kriteria pengujiannya ada 2 cara. Yang pertama
membandingkan nilai F-hitung dan F-tabel. Kedua dengan cara
membandingkan nilai sig(2-tailed). Agar lebih memudahkan maka
digunakan cara kedua.
Jika nilai sig(2-tailed) ≤ 𝛼=0.05 maka H0 ditolak atau H1
diterima begitupun sebaliknya jika nilai sig(2-tailed) ≥ 𝛼=0.05 maka
maka H1 ditolak atau H0 diterima.
Cara pertama dilakukan dengan cara menampilkan Grafik hasil
pengujian normalitas terhadap semua variabel yang ada. Dari data
grafik hasil pengujian normalitas diperoleh hasil berikut.
Gambar 15. Grafik Normalitas
143
Berdasarkan grafik di atas, maka diperoleh data semua titik-titik
data berkumpul di dalam garis lurus (garis singgung) sehingga
dapat disimpulkan bahwa data dinyatakan berdistribusi normal.
Cara kedua dilakukan dengan cara melakukan pengujian
normalitas terhadap semua variabel yang ada dengan
menggunakan uji kolmogorov-smirnov dengan menggunakan
program SPSS. Berikut hasil uji kolmogorov-smirnov untuk semua
variabel.
Tabel 22. Uji Normalitas Kolmogorov-smirnov
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Residual
N 70
Normal Parametersa,b
Mean .0000000
Std. Deviation 10.81809209
Most Extreme Differences Absolute .106
Positive .106
Negative -.091
Kolmogorov-Smirnov Z .886
Asymp. Sig. (2-tailed) .412
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Berdasarkan tabel One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test di
atas, maka diperoleh nilai sig.(2-tailed) =0.412 > 𝛼=0.05 sehingga
dalam hal ini disimpulkan bahwa H0 diterima atau data berdistribusi
secara normal.
144
6. Uji Hipotesis
a. Uji Validitas dan Reliabilitas
1. Uji Validitas dan Reliabilitas Minat Kelas Kontrol
Pada bagian ini, uji validitas yang dilakukan adalah
pengujian validitas item soal pertanyaan untuk variabel minat
kelas kontrol dengan taraf kepercayaan 95% atau 𝛼=0.05.
Untuk mengetahui kevalidan suatu item maka dapat dilakukan
dengan menguji korelasi antara masing-masing butir
pertanyaan dengan jumlah nilai (total) yang diperoleh dari
semua pertanyaan. Cara yang dilakukan dengan
membandingkan nilai sig(2-tailed) dengan taraf kepercayaan
dalam hal ini 𝛼=0.05. Hipotesis yang dapat disusun untuk
menguji validitas yaitu:
H0 : Butir pertanyaan tidak valid (tidak ada korelasi antara
butir pertanyaan dengan jumlah kumulatifnya) dengan
kata lain tidak ada hubungan antar pertanyaan dengan
total.
H1 : Butir pertanyaan valid (terdapat korelasi antara butir
pertanyaan dengan jumlah kumulatifnya) atau dengan
kata lain ada hubungan antar pertanyaan dengan total.
145
Adapun kriteria pengujiannya yaitu:
Jika nilai sig(2-tailed) ≤ 𝛼=0.05 maka H0 ditolak atau H1
diterima begitupun sebaliknya jika nilai sig(2-tailed) ≥ 𝛼=0.05
maka H1 ditolak atau H0 diterima.
146
Tabel 23. Uji Validitas Minat Kelas Kontrol
Butir Soal Pearson
Correlations Hasil Uji
1 0,561 Valid
2 0,516 Valid
3 0,583 Valid
4 0,395 Valid
5 0,818 Valid
6 0,821 Valid
7 0,571 Valid
8 0,760 Valid
9 0,640 Valid
10 0,786 Valid
11 0,555 Valid
12 0,656 Valid
13 0,726 Valid
14 0,778 Valid
15 0,649 Valid
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
147
Berdasarkan tabel di atas diperlihatkan korelasi atau
hubungan antar masing-masing variabel. Untuk melihat valid
tidaknya butir pertanyaan yaitu dengan cara melihat korelasi
antara butir pertanyaan dengan totalnya. Semua nilai sig(2-
tailed) ≤ 𝛼=0.05 sehingga H0 ditolak yang artinya semua butir
pertanyaan dinyatakan valid.
Sementara untuk Realibilitas adalah indeks yang
menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya
atau dapat diandalkan. Bila suatu alat pengukur dipakai dua kali
untuk mengukur gejala yang sama dan hasil pengukuran yang
diperoleh relatif konsisten, maka alat pengukur tersebut
reliable. Dengan kata lain, realibitas menunjukkan konsistensi
suatu alat pengukur di dalam mengukur gejala yang sama.
Kriteria pengujian dalam uji reliabilitas adalah
membandingkan nilai alpha cronbach dengan nilai r- tabel
atau bisa juga dengan membandingkannya dengan nilai 0.60.
Untuk penelitian ini dibandingkan dengan 0.60, jika lebih besar
dari 0.60 maka dianggap reliabel.
Setelah melakukan pengujian validitas item pertanyaan,
maka selanjutnya dilakukan pengukuran reliabilitas untuk
mengetahui sejauh mana tingkat kekonsistenan item tersebut.
148
Berikut data hasil pengujian Reliability Statics menggunakan
program SPSS.
Tabel 24. Uji Reliabilitas Minat Kelas Kontrol
Berdasarkan perolehan pengujian reliabilitas minat kelas
kontrol pada tabel di atas, maka diperoleh nilai cronbach
alpha =0,904 > 0,60. Artinya data di atas menunjukkan bahwa
data dinyatakan reliable atau konsisten.
2. Uji Validitas dan Reliabilitas Minat Kelas Eksperimen
Selanjutnya pada bagian ini dilakukan pengujian yang
sama terhadap minat (daya tarik) belajar kelas eksperimen di
mana untuk mengetahui nilai validitas item harus melalui
pengujian yang sama yakni uji validitas dan uji reliabilitas
terhadap variabel minat.
Kedua instrumen ini akan diberikan pengukuran untuk
mengetahui sejauh mana kevalidan suatu alat tes serta sejauh
mana tingkat reliabilitas masing-masing item untuk digunakan
dalam pengukuran.
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.904 15
149
Uji validitas digunakan untuk menguji validnya setiap butir
pertanyaan pada kuosioner. Untuk mengetes kevalidan yaitu
dengan menguji korelasi antara masing-masing butir
pertanyaan dengan jumlah nilai yang diperoleh dari semua
pertanyaan. Cara yang dilakukan dengan membandingkan nilai
sig(2-tailed) dengan taraf kepercayaan dalam hal ini 𝛼=0.05.
Hipotesis yang dapat disusun untuk menguji validitas yaitu:
H0 : Butir pertanyaan tidak valid (tidak ada korelasi antara
butir pertanyaan dengan jumlah kumulatifnya) dengan
kata lain tidak ada hubungan antar pertanyaan dengan
total.
H1 : Butir pertanyaan valid (terdapat korelasi antara butir
pertanyaan dengan jumlah kumulatifnya) atau dengan
kata lain ada hubungan antar pertanyaan dengan total.
Adapun kriteria pengujiannya yaitu:
Jika nilai sig(2-tailed) ≤ 𝛼=0.05 maka H0 ditolak atau H1
diterima begitupun sebaliknya jika nilai sig(2-tailed) ≥ 𝛼=0.05
maka H1 ditolak atau H0 diterima.
150
Tabel 25. Uji Validitas Minat Kelas Eksperimen
Butir Soal Pearson
Correlations Hasil Uji
1 -0,396 Valid
2 0,623 Valid
3 0,633 Valid
4 0,877 Valid
5 0,950 Valid
6 0,976 Valid
7 0,950 Valid
8 0,830 Valid
9 0,766 Valid
10 0,852 Valid
11 0,787 Valid
12 0,688 Valid
13 0,688 Valid
14 0,441 Valid
15 0,599 Valid
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
151
Berdasarkan tabel di atas diperoleh hubungan antara
masing-masing variabel. Untuk melihat valid tidaknya butir
pertanyaan yaitu dengan cara melihat korelasi antara butir
pertanyaan dengan totalnya. Semua nilai sig(2-tailed) adalah
≤ 𝛼=0.05 sehingga H0 ditolak yang artinya semua butir
pertanyaan dinyatakan valid.
Sementara untuk mengetahui reliabilitas item pertanyaan,
maka digunakan uji reliabilitas untuk menguji tingkat
kekonsistenan angket yang digunakan oleh peneliti sehingga
dapat dihandalkan walaupun penelitian dilakukan berulang kali
dengan angket yang sama. Kriteria pengujian dalam uji
reliabilitas adalah membandingkan nilai alpha cronbach
dengan nilai r-tabel atau bisa juga dengan membandingkannya
dengan nilai 0.60. Untuk penelitian ini dibandingkan dengan
0.60, jika lebih besar dari 0.60 maka dianggap reliabel.
Tabel 26. Uji Reliabilitas Minat Kelas Eksperimen
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha
N of
Items
.928 15
Berdasarkan tabel di atas maka diperoleh nilai cronbach
alpha =0,928 > 0,60 yang artinya data dinyatakan reliable.
152
b. Uji-Test (Beda)
Uji-T (Beda) merupakan metode pengujian yang dilakukan untuk
mengetahui apakah ada perbedaan rata-rata dari sampel yang
diambil atau diteliti. Uji-Test (Beda) memiliki tiga macam metode
yaitu one sampleT-test, Paired sampleT-test, dan Independent
sampleT-test. Pada variabel ini yang digunakan adalah metode
Independent sampleT-test.
Uji-T (Beda) satu sampel ini tergolong hipotesis deskriptif. Uji-T
ini terdapat dua rumus yang dapat digunakan, yaitu:
a. Jika standar deviasi populasi diketahui, maka digunakan
Rumus Zhitung.
b. Jika standar deviasi tidak diketahui maka yang digunakan
adalah Rumus thitung.
1. Uji-T sample Independent Nilai Pretest
Adapun Uji-T sample Independent dilakukan untuk
mengetahui apakah ada perbedaan nilai rata-rata yang terdapat
pada kelas kontrol dengan kelas eksperimen pada saat
dilakukannya Pretest. Untuk menguji hal tersebut maka
dilakukanlah pengujian sampel independent dari data hasil Nilai
(skor) pretest mahasiswa di kedua kelas tersebut. Dari data
olahan tersebut diperoleh data sebagai berikut.
153
Tabel 27. Group Statistic Nilai Pretest
Group Statistics
KELAS
N Mean Std. Deviation
Std. Error
Mean
PRETEST KONTROL 35 52.29 12.026 2.033
EXPERIMENT 35 51.14 10.367 1.752
Berdasarkan nilai mean pada tabel Group Statistics di atas
bahwa diperoleh nilai rata-rata nilai pretest di kelas kontrol lebih
besar dari nilai pretest kelas eksperimen dengan besaran nilai
mean kontrol= 52,29 > eksperimen = 51,14.
Selanjutnya uji-t sampel independent digunakan untuk
membandingkan nilai pretest kedua kelas kontrol dan
eksperimen. Akan tetapi terlebih dahulu disusun hipotesis
sebagai berikut:
H0 : Tidak terdapat perbedaan rata-rata nilai pretest kelas
kontrol dan kelas eksperimen.
H1 : Terdapat perbedaan rata-rata nilai pretest kelas kontrol
dan kelas eksperimen.
154
Kriteria pengujiannya ada 2 yaitu pertama membandingkan
nilai t-hitung dan t-tabel. Kedua dengan cara membandingkan
nilai sig(2-tailed). Agar lebih mudah kita gunakan cara kedua.
Jika nilai sig(2-tailed) ≤ 𝛼=0.05 maka H0 ditolak atau H1
diterima begitupun sebaliknya jika nilai sig(2-tailed) ≥ 𝛼=0.05
maka H1 ditolak atau H0 diterima.
Tabel 28. Independent Sample Test Nilai Pretest
Independent Samples Test
Levene's Test
for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig. (2-
tailed)
PRETEST Equal variances
assumed
1.172 .283 .426 68 .672
Equal variances
not assumed
.426 66.555 .672
Berdasarkan tabel Independent Samples Test diperoleh
nilai sig(2-tailed)=0.672 > 𝛼=0.05 sehingga kesimpulannya H0
diterima dan H1 ditolak yang artinya Tidak Terdapat Perbedaan
rata-rata nilai pretest di kelas kontrol dan kelas eksperimen.
155
2. Uji-T sample Independent Nilai Posttest
Adapun Uji-T sample Independent dilakukan untuk
mengetahui apakah ada perbedaan nilai rata-rata yang terdapat
pada kelas kontrol dengan kelas eksperimen pada saat
dilakukannya Posttest. Untuk menguji hal tersebut maka
dilakukanlah pengujian sampel independent dari data hasil Nilai
(skor) posttest mahasiswa di kedua kelas tersebut. Dari data olahan
tersebut diperoleh data sebagai berikut.
Tabel 29. Group Statistic Nilai Posttest
Group Statistics
KELAS N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
POSTTEST KONTROL 35 65.4286 10.02727 1.69492
EXPERIMENT 35 70.7143 10.30012 1.74104
Berdasarkan nilai mean pada tabel Group Statistics
diperlihatkan bahwa nilai rata-rata nilai posttest di kelas kontrol
lebih kecil dari nilai posttest kelas eksperimen karena nilai mean
kontrol= 65,4286 < eksperimen =70,7143.
Selanjutnya uji-t sampel independent digunakan untuk
membandingkan nilai posttest kelas kontrol dan eksperimen. Akan
tetapi terlebih dahulu disusun hipotesis sebagai berikut:
156
H0 : Tidak terdapat perbedaan rata-rata nilai posttest kelas
kontrol dan kelas eksperimen.
H1 : Terdapat perbedaan rata-rata nilai posttest kelas
kontrol dan kelas eksperimen.
Kriteria pengujiannya ada 2 yaitu pertama membandingkan nilai
t-hitung dan t-tabel. Kedua dengan cara membandingkan nilai
sig(2-tailed). Agar lebih mudah digunakan cara kedua.
Jika nilai sig(2-tailed) ≤ 𝛼=0.05 maka H0 ditolak atau H1
diterima begitupun sebaliknya jika nilai sig(2-tailed) ≥ 𝛼=0.05 maka
H1 ditolak atau H0 diterima.
Tabel 30. Independent sample Test Nilai Posttest
Independent Samples Test
Levene's Test
for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig. (2-
tailed)
POSTTEST Equal variances
assumed
.813 .370 -2.175 68 .033
Equal variances not
assumed
-2.175 67.951 .033
157
Berdasarkan tabel Independent Samples Test diperoleh nilai
sig(2-tailed) =0.033 ≤ 𝛼=0.05 sehingga kesimpulannya H0 ditolak
atau H1 diterima yang artinya Terdapat Perbedaan rata-rata nilai
posttest kelas kontrol dan kelas eksperimen.
3. Uji-T Minat Kelas Kontrol dan Eksperimen
Adapun Uji-T sample Independent dilakukan untuk
mengetahui apakah ada perbedaan nilai rata-rata Minat Belajar
mahasiswa yang terdapat pada kelas kontrol dengan kelas
eksperimen pada saat diberikannya angket atau kuesioner. Untuk
menguji hal tersebut maka dilakukanlah pengujian sampel
independent dari data hasil Minat Belajar mahasiswa di kedua kelas
tersebut. Dari data olahan tersebut diperoleh data sebagai berikut.
Tabel 31. Group Statistic Minat Belajar
Group Statistics
KELAS N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Minat KONTROL 35 52.2286 9.04266 1.52849
EXPERIMENT 35 61.4571 8.37834 1.41620
Berdasarkan nilai mean pada tabel Group Statistics diperoleh
bahwa nilai rata-rata Minat mahasiswa di kelas kontrol lebih kecil
dari nilai minat kelas eksperimen karena nilai mean dari control
adalah = 52,2286 < eksperimen = 61,4571.
158
Selanjutnya uji-t sampel independent digunakan untuk
membandingkan Minat mahasiswa di kelas kontrol dan
eksperimen. Akan tetapi terlebih dahulu disusun hipotesis sebagai
berikut:
H0 : Tidak terdapat perbedaan rata-rata Minat mahasiswa di
kelas kontrol dan kelas eksperimen.
H1 : Terdapat perbedaan rata-rata Minat mahasiswa di
kelas kontrol dan kelas eksperimen.
Kriteria pengujiannya ada 2 yaitu pertama membandingkan nilai
t-hitung dan t-tabel. Kedua dengan cara membandingkan nilai
sig(2-tailed). Agar lebih mudah digunakan cara kedua.
Jika nilai sig(2-tailed) ≤ 𝛼=0.05 maka H0 ditolak atau H1
diterima begitupun sebaliknya jika nilai sig(2-tailed) ≥ 𝛼=0.05 maka
H1 ditolak atau H0 diterima.
159
Tabel 32. Independent sample Test Minat Mahasiswa
Independent Samples Test
Levene's Test
for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig. (2-
tailed)
MINAT Equal variances
assumed
.002 .962 -4.429 68 .000
Equal variances not
assumed
-4.429 67.608 .000
Berdasarkan tabel Independent Samples Test diperoleh nilai
sig(2-tailed)=0.000 ≤ 𝛼=0.05 sehingga ditarik kesimpulan H0 ditolak
atau H1 diterima yang artinya Terdapat Perbedaan rata-rata Minat
Belajar mahasiswa di kelas kontrol dan kelas eksperimen.
4. Uji-T Keterampilan Kelas Kontrol dan Eksperimen
Adapun Uji-T sample Independent dilakukan untuk
mengetahui apakah ada perbedaan nilai rata-rata Keterampilan
Belajar mahasiswa yang terdapat pada kelas kontrol dengan kelas
eksperimen pada saat dilakukannya Pengamatan (praktikum)
secara langsung. Untuk menguji hal tersebut maka dilakukanlah
pengujian sampel independent dari data hasil Keterampilan Belajar
mahasiswa di kedua kelas tersebut. Dari data olahan tersebut
diperoleh data sebagai berikut.
160
Tabel 33. Group Statistic Keterampilan Belajar
Group Statistics
KELAS N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
KETERAMPILAN Kontrol 35 2.8857 1.10537 .18684
Experiment 35 3.6286 .54695 .09245
Berdasarkan nilai mean pada tabel Group Statistics diperoleh
bahwa nilai rata-rata Keterampilan mahasiswa di kelas kontrol
lebih kecil dari Keterampilan kelas eksperimen karena nilai mean
kontrol= 2,8857 < eksperimen =3,6286.
Selanjutnya uji-t sampel independent digunakan untuk
membandingkan Nilai Keterampilan mahasiswa di kelas kontrol
dan eksperimen. Akan tetapi terlebih dahulu disusun hipotesis
sebagai berikut:
H0 : Tidak terdapat perbedaan rata-rata Keterampilan
mahasiswa di kelas kontrol dan kelas eksperimen.
H1 : Terdapat perbedaan rata-rata Keterampilan
mahasiswa di kelas kontrol dan kelas eksperimen.
Kriteria pengujiannya ada 2 yaitu pertama membandingkan nilai
t-hitung dan t-tabel. Kedua dengan cara membandingkan nilai
sig(2-tailed). Agar lebih mudah digunakan cara kedua.
161
Jika nilai sig(2-tailed) ≤ 𝛼=0.05 maka H0 ditolak atau H1
diterima begitupun sebaliknya jika nilai sig(2-tailed) ≥ 𝛼=0.05 maka
H1 ditolak atau H0 diterima.
Tabel 34. Independent sample Test Keterampilan
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig. (2-
tailed)
KETERAMPILAN Equal variances
assumed
4.751 .033 -3.563 68 .001
Equal variances
not assumed
-3.563 49.708 .001
Berdasarkan tabel Independent Samples Test diperoleh nilai
sig(2-tailed)=0.001 ≤ 𝛼=0.05 sehingga ditarik kesimpulan bahwa
H0 ditolak atau H1 diterima yang artinya Terdapat Perbedaan rata-
rata nilai KETERAMPILAN baik di kelas kontrol maupun kelas
eksperimen.
162
B. Pembahasan
1. Pengaruh Model Pembelajaran Simulasi Cisco Packet Tracer
(CPT) terhadap Capaian Belajar Mahasiswa
Berdasarkan kajian teori, peneliti mengasumsikan bahwa hasil
belajar siswa yang menggunakan metode CPT lebih tinggi dari hasil
belajar siswa yang menggunakan metode konvensional. Pada hasil
penelitian menunjukkan pada saat pretest hasil belajar siswa di kelas
kontrol lebih tinggi dari kelas eksperimen. Ini terlihat dari data yang
diperoleh peneliti dengan menggunakan perangkat instrumen penelitian
bahwa di kelas kontrol diperoleh rata-rata nilai sebesar 52,29 dan di kelas
eksperimen sebesar 51,14. Sementara pada saat dilakukannya Posttest
baik di kelas kontrol maupun di kelas eksperimen diperoleh nilai rata-rata
65,42 di kelas kontrol dan 70,71 di kelas eksperimen. Meskipun secara
angka nilai rata-rata pada kelas kontrol dan kelas eksperimen berbeda,
namun untuk menarik kesimpulan bahwa hal tersebut dikatakan berbeda
atau berpengaruh, terlebih dahulu harus melalui pengujian secara statistik.
Dalam hal indikator Minat (daya tarik) belajar mahasiswa, data
penelitian ini menunjukkan bahwa minat pada kelas kontrol lebih rendah
dibandingkan dengan kelas eksperimen dimana pada kelas kontrol
diperoleh nilai rata-rata 52,22 dan kelas eksperimen 60,70. Selanjutnya
pada indikator Keterampilan mahasiswa baik di kelas kontrol maupun
163
kelas eksperimen diperoleh nilai rata-rata 2,88 di kelas kontrol dan 3,62
untuk kelas eksperimen.
Pada pengujian selanjutnya dilakukan uji pra-syarat terhadap asumsi
sebelum dilakukannya analisis hipotesis yakni dilakukan uji homogenitas
terhadap variansi atau sebaran data pada kelas kontrol maupun kelas
eksperimen apakah terdapat nilai variansi yang sama atau tidak sama.
dari hasil uji homogenitas pretest kelas kontrol dan eksperimen diperoleh
data nilai sig.=0,283 > 𝛼=0,05 yang menunjukkan bahwa nilai pretest di
kelas kontrol dan kelas eksperimen adalah memiliki nilai variansi yang
sama. Selanjutnya hasil uji homogenitas posttest kelas kontrol dan
eksperimen diperoleh nilai sig.=0,370 > 𝛼=0,05 yang menunjukkan bahwa
nilai posttest di kelas kontrol dan kelas eksperimen adalah memiliki nilai
variansi yang sama. Selanjutnya hasil uji homogenitas keterampilan
kelas kontrol dan eksperimen diperoleh nilai sig.=0,033 < 𝛼=0,05 yang
menunjukkan bahwa nilai homogenitas variabel keterampilan di kelas
kontrol dan kelas eksperimen adalah memiliki nilai variansi yang tidak
sama.
Selanjutnya dilakukan pengujian normalitas untuk mengetahui
apakah data berdistribusi normal atau tidak. Pada tahap ini ada dua cara
untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal atau tidak, pertama
dengan cara membaca grafik distribusi dan kedua dengan cara
melakukan pengujian SPSS menggunakan metode Kolmogorov-smirnov.
164
Data hasil pengujian ini diperoleh nilai sig.=0,412 > 𝛼=0,05 yang
menunjukkan bahwa data berdistribusi normal.
Setelah melakukan uji pra-syarat meliputi uji homogenitas dan uji
normalitas, maka selanjutnya dilakukanlah uji hipotesis. Uji hipotesis ini
meliputi uji validitas, reliabilitas, dan uji-T (beda). Untuk pengujian ini
diperoleh data hasil uji validitas dan reliabilitas variabel minat di kelas
kontrol yang menunjukkan bahwa semua butir soal/pertanyaan dinyatakan
“Valid”. Sementara nilai reliabilitasnya menunjukkan data 0,924 > 0,60
yang artinya bahwa data tersebut reliabel atau konsisten. Untuk minat
kelas eksperimen diperoleh data yang menunjukkan bahwa semua butir
soal/pertanyaan dinyatakan “Valid”. Sementara nilai reliabilitasnya
menunjukkan data 0,928 > 0,60 yang artinya bahwa data tersebut reliabel
atau konsisten.
Setelah melakukan pengujian validitas dan reliabilitas terhadap
variabel minat belajar mahasiswa, maka langkah selanjutnya adalah
dengan melakukan uji beda atau uji-T (beda) untuk mengetahui
perbedaan rata-rata dari populasi yang diteliti. Uji-T pertama dilakukan
terhadap nilai pretest kelas kontrol dan eksperimen yang menunjukkan
data 0,033 < 𝛼=0,05 yang artinya bahwa “tidak terdapat perbedaan nilai
rata-rata di kelas kontrol maupun kelas eksperimen”. Selanjutnya
dilakukan uji-T terhadap nilai posttest kelas kontrol dan eksperimen yang
menunjukkan data 0,672 > 𝛼=0,05 yang artinya bahwa “terdapat
perbedaan nilai rata-rata di kelas kontrol dan kelas eksperimen”.
165
Kemudian untuk variabel Minat dilakukan uji-T untuk mengetahui berapa
besar perbedaan nilai rata-rata minat mahasiswa di kelas kontrol maupun
kelas eksperimen. Olehnya itu diperoleh data 0,000 < 𝛼=0,05 sehingga
ditarik kesimpulan bahwa “terdapat perbedaan nilai rata-rata minat
mahasiswa di kelas kontrol dan kelas eksperimen”. selanjutnya untuk
variabel Keterampilan mahasiswa diperoleh data hasil nilai rata-rata
keterampilan mahasiswa di kelas kontrol sebesar 2,8857 dan kelas
eksperimen sebesar 3,6286 artinya nilai rata-rata keterampilan mahasiswa
kelas kontrol lebih kecil dari nilai rata-rata keterampilan kelas eksperimen.
Dari penyajian data tersebut ditarik kesimpulan bahwa hipotesis yang
diajukan peneliti sebelumnya telah terpenuhi. Hipotesis yang
menunjukkan bahwa “tidak terdapat perbedaan nilai rata-rata pada kelas
kontrol dan kelas eksperimen” telah dijawab dengan proses pengujian
menggunakan pretest dalam mengukur tingkat pengetahuan awal
mahasiswa. Kemudian pada hipotesis kedua yang mengatakan bahwa
“terdapat perbedaan nilai rata-rata pada kelas kontrol dan kelas
eksperimen” telah dijawab dengan proses pengujian menggunakan
posttest dalam mengukur tingkat pengetahuan mahasiswa setelah
diberikannya perlakuan baik berupa metode pembelajaran model
konvensional maupun model simulasi berbasis komputer.
Pada dasarnya, baik kelas kontrol maupun kelas eksperimen
mengalami peningkatan pengetahuan (nilai) dari pretest ke posttest,
minat, dan keterampilan. Data menunjukkan peningkatan di kelas
166
eksperimen lebih besar daripada kelas kontrol meskipun perbedaannya
tidak terlalu besar atau signifikan. Dari hasil penelitian ini tampak bahwa
metode pembelajaran, baik CPT maupun konvensional memiliki pengaruh
dalam peningkatan hasil belajar siswa. Namun pada kenyataannya bahwa
metode berbasis komputer memiliki pengaruh yang lebih besar daripada
metode konvensional dan tradisional. Pengaruh metode pembelajaran
CPT terhadap hasil belajar mahasiswa ditunjukkan dengan pengetahuan
(nilai) signifikansi (p) 0,672 > 0,05. Hasil uji hipotesis ini sesuai dengan
pendapat Slameto (2010) yang menyatakan bahwa metode pembelajaran
berpengaruh terhadap hasil belajar sebagai faktor eksternal atau faktor
yang ada di luar individu. Metode pembelajaran merupakan faktor yang
perlu diperhatikan oleh pendidik agar pembelajaran dapat berjalan efektif.
Untuk memilih metode pembelajaran tidak bisa sembarangan. Banyak
faktor yang patut dipertimbangkan, sebagaimana yang dikemukakan oleh
Winarno dalam Syaiful Bahri (2000) yakni tujuan dengan berbagai jenis
dan fungsinya, anak didik dengan berbagai tingkat kematangannya,
situasi dengan berbagai keadaannya, serta fasilitas dengan berbagai
kualitas dan kuantitasnya. Cerminan tingkat keberhasilan dari metode
pembelajaran yang telah dilaksanakan adalah dengan melihat hasil
belajar siswa.
Kualitas dan kuantitas yang dimiliki oleh peserta didik setelah
memilih metode pembelajaran yang akan digunakan diharapkan mampu
memberikan nilai positif. Penggunaan model simulasi CPT diharapkan
167
mampu memberikan hasil belajar yang maksimal bagi peserta didik sesuai
dengan teori “Difusi Inovasi” oleh Everett M.Rogers yang mengatakan
bahwa salah satu aplikasi komunikasi massa terpenting adalah berkaitan
dengan proses adopsi inovasi. Hal ini relevan di bidang pendidikan
khususnya bagi masyarakat yang ingin belajar, karena terdapat kebutuhan
terus menerus dalam perubahan sosial dan teknologi untuk mengganti
cara lama dengan cara atau teknik yang baru.
CPT merupakan model pembelajaran yang dianggap sebagai
inovasi dalam perubahan sosial dalam hal belajar karena aspek di
dalamnya telah memenuhi aspek teknologi dan mempengaruhi motivasi
dan sikap. Sementara itu aspek konstruksi dari teori “Contructivisme” yang
menekankan pada pola perilaku peserta didik dalam hal mengikuti atau
merekonstruksi sehingga mampu mencipta segala sesuatu yang
dipelajari. Dengan metode CPT ini diharapkan mampu memberi energi
positif dalam belajar baik secara kolektif maupun secara individu (mandiri).
Pemanfaatan media dalam bidang pendidikan terus digalakkan hingga
saat ini dengan maksud dan tujuan yang jelas yaitu memberikan
pengalaman belajar kepada peserta didik yang lebih baik dari model
pembelajaran yang lain. Dari sisi kognitifnya, mahasiswa diharapkan
mampu meningkatkan minat dan motivasinya dalam belajar sehingga
mampu membentuk pola dengan sendirinya. Hal ini sesuai dengan teori
“Cognitivisme” yang menekankan pada sikap atau nilai yang tak nampak
(proses mental). Dengan adanya model simulasi seperti CPT ini
168
diharapkan mental peserta didik baik berupa motivasi atau minat dapat
meningkat secara signifikan.
2. Perbedaan Hasil Belajar Mahasiswa di Kelas Kontrol dan
Eksperimen dari Aspek Pengetahuan (Nilai)
Adapun perbedaan hasil atau capaian belajar mahasiswa baik di
kelas kontrol maupun kelas eksperimen dari aspek pengetahuan (Nilai)
rata-rata yang diperoleh mahasiswa pada saat pretest di kelas kontrol
adalah 52,29 dengan tingkat deviasi 12,026 sementara di kelas
eksperimen diperoleh 51,14 dengan tingkat deviasi 10,367. Dalam hal
skor penilaian diketahui bahwa terdapat skor minimal (terendah) di kelas
kontrol sebesar 35 dan di kelas eksperimen sebesar 30. Untuk nilai
maksimal (tertinggi) di kelas kontrol diketahui sebesar 80 dan di kelas
eksperimen sebesar 65. Sementara setelah pemberian perlakuan maka
dilakukan posttest di kelas kontrol dan kelas eksperimen di mana nilai
rata-rata masing-masing kelas adalah 65,42 untuk kelas kontrol dengan
tingkat deviasi 10,027 dan 70,71 untuk kelas eksperimen dengan standar
deviasi sebesar 10,300. Pengujian secara statistik dengan hasil uji-T
(beda) setelah perlakuan adalah sebesar 0,672 > 0,05 menunjukkan
adanya pengaruh penerapan CPT terhadap capaian belajar mahasiswa
Dari pemaparan tersebut peneliti melihat suatu fakta di lapangan
bahwa salah satu daya tarik mahasiswa dalam belajar adalah dengan
adanya pemanfaatan ide-ide baru dalam proses pembelajaran. Salah satu
169
aspek mendasar yang perlu diperhatikan adalah pemilihan metode belajar
yang berkontribusi secara langsung dengan daya tangkap peserta didik.
Menurut Edgar Dale dari pengalaman belajar yang ditelitinya bahwa 90%
tingkat pemahaman siswa atau peserta didik diperoleh dari pengalaman
belajar berupa “what they see and do” yaitu apa yang mereka lihat dan
apa yang mereka lakukan secara langsung. Dari perspektif yang diberikan
Rogers bahwa empat komponen pokok dalam difusi meliputi (1) inovasi
yakni gagasan, tindakan, atau barang yang dianggap baru oleh
seseorang; (2) saluran komunikasi yakni alat untuk menyampaikan pesan-
pesan inovasi dari sumber kepada penerima; (3) jangka waktu yakni
proses keputusan inovasi, sejak seseorang mulai mengetahui hingga
memutuskan untuk menerima atau menolaknya; (4) sistem sosial yakni
sekumpulan orang-orang yang berbeda dan saling bekerjasama dalam
menghasilkan keputusan bersama. CPT merupakan model pembelajaran
yang dianggap sebagai inovasi dalam perubahan sosial dalam hal belajar
karena aspek di dalamnya telah memenuhi aspek teknologi dan
mempengaruhi motivasi dan sikap. Dalam hal ini gagasan utamanya
adalah berupa tindakan atau ide yang muncul sebagai sesuatu yang baru.
Dalam pembelajaran dikenal dengan istilah Computer Based Instruction
(CBI) atau pembelajaran instruksional berbasis komputer di mana proses
pembelajaran dilakukan dengan memanfaatkan bantuan komputer. Hal
inilah yang menurut Rogers dianggap sebagai suatu gagasan atau ide
yang baru. Dalam hal saluran komunikasi yang dimaksud Rogers adalah
170
alat yang digunakan dalam pola difusi yakni penggunaan aplikasi atau
software Cisco Packet Tracer (CPT) sebagai alat atau sesuatu yang baru
digunakan oleh peserta didik atau mahasiswa. Dalam hal jangka waktu
yang diberikan yakni sejak mahasiswa mengetahui adanya Cisco Packet
Tracer (CPT) sebagai alat yang mampu mengatasi masalah
pembelajarannya sampai mereka betul-betul memutuskan dan menerima
alat atau software tersebut. Dan terakhir sistem sosial di sini menunjukkan
semua komponen yang terlibat dalam proses difusi yakni baik dosen,
mahasiswa, maupun pihak perguruan tinggi dalam hal ini STKIP
Muhammadiyah Bone memiliki tujuan dan kepentingan yang sama yakni
bekerjasama memperbaiki capaian atau hasil belajar mahasiswa atau
peserta didik.
Dengan demikian ditinjau dari teori dan praktik di lapangan terlihat
bahwa dengan metode simulasi ini mahasiswa secara psikis mampu
merangsang dan merubah cara belajar mereka baik di kampus maupun di
luar kampus. Hal tersebut dikarenakan mahasiswa mampu mengingat
materi pelajaran (matakuliah) lebih cepat dengan proses penyajian yang
betul-betul menarik perhatian mereka secara audio visual dan karena
dilakukan seolah berada pada kondisi yang nyata (real) sehingga kognitif
mereka berjalan dengan baik. Bahkan mahasiswa mampu melakukan
proses belajar tanpa harus didampingi langsung oleh dosen matakuliah
jaringan komputer.
171
Sementara itu aspek konstruksi dari teori “Contructivisme” yang
merupakan pengembangan dari teori belajar kognitif piaget yang
menekankan pada pola perilaku peserta didik dalam hal mengikuti atau
merekonstruksi sehingga mampu mencipta segala sesuatu yang
dipelajari. Dalam hal ini teori ini menitikberatkan pada proses asimilasi dan
akomodasi pada peserta didik. Mahasiswa mampu melakukan proses
asimilasi atau penyerapan materi atau pola pembelajaran instruksional
(CPT) terlebih dahulu lalu kemudian sampai ke proses akomodasi yakni
penyusunan kembali proses belajar instruksional yang diinginkan. Melalui
teori ini belajar diartikan sebagai proses mengkonstruksi makna atas
informasi yang masuk ke dalam otak, sehingga apa yang mahasiswa
rasakan, lakukan, dan pahami dapat dikonstruksi secara langsung tanpa
ada dosen atau pendidik yang mendampingi pada proses
pembelajarannya kelak. Dengan metode pembelajaran instruksional ini,
model simulasi CPT ini diharapkan mampu memberi energi positif dalam
mempelajari matakuliah jaringan komputer yang selama ini sulit dipahami
mahasiswa, baik secara kolektif maupun secara individu (mandiri).
(rumusan masalah kesatu).
3. Perbedaan Hasil Belajar Mahasiswa di Kelas Kontrol dan
Eksperimen dari Aspek Minat (Daya Tarik)
Aspek minat merupakan rangkaian dari salah satu bagian dalam
psikologi. Aspek pada kognitif peserta didik (mahasiswa) di mana daya
172
tarik ataupun minat merupakan bagian dari komponen dalam bidang
psikologi atau kejiwaan. Secara langsung minat atau daya tarik tak dapat
diukur atau dilihat proses pertumbuhannya, namun hanya dapat
dirasakan. Itu sebabnya mengapa daya tarik siswa dalam belajar sangat
dibutuhkan dalam proses belajar mengajar. Proses mental yang dialami
oleh peserta didik sangat berpengaruh pada hasil akhir dalam proses
pembelajaran. Komunikasi yang terjalin antara otak kanan dan kiri serta
semua indera pada manusia adalah bukti bahwa hal tersebut mampu
merangsang dan menghidupkan minat atau ketertarikan seseorang untuk
melakukan sesuatu. Peserta didik akan merasa puas, tertarik, dan rasa
ingin memiliki jika dalam dirinya muncul daya tarik. Bahkan dalam dunia
pendidikan sekalipun dapat dilihat bahwa metode pembelajaran yang
diberikan oleh guru atau dosen sangat menentukan capaian belajar dari
peserta didik tersebut. Hal ini memungkinkan karena adanya pemanfaatan
media dalam proses pembelajaran. Dalam aspek psikologi pendidikan
dikatakan bahwa psikologi diharapkan mampu membawa perubahan
tingkah laku sehingga akan mempengaruhi pertumbuhan dan kematangan
peserta didik dalam belajar.
Pada penelitian ini dikemukakan bahwa capaian belajar mahasiswa
baik di kelas kontrol maupun kelas eksperimen dari aspek Minat atau daya
tarik, diperoleh nilai mahasiswa di kelas kontrol sebesar 52,2286 dengan
standar deviasi sebesar 9,0426 sementara di kelas eksperimen di mana
nilai rata-rata adalah 61,4571 dengan standar deviasi sebesar 8,3783.
173
Pengujian secara statistik dengan hasil uji-T (beda) setelah melihat minat
mahasiswa adalah sebesar 52,2286 < 61,4571 menunjukkan adanya
pengaruh dari penerapan simulasi CPT terhadap minat aatau daya tarik
belajar mahasiswa.
Dengan metode simulasi Cisco Packet Tracer (CPT) ini dapat
dikatakan sebagai suatu model pembelajaran yang mampu
mempengaruhi psikologi atau kejiwaan peserta didik dalam hal ini
mahasiswa. Ketika model ini mulai diperlihatkan oleh peneliti di lapangan,
spontan mahasiswa mengatakan bagus dan keren. Bahkan tidak sedikit
dari mahasiswa yang menawarkan agar CPT ini digunakan dalam
pembelajaran matakuliah Jaringan Komputer di jurusan mereka. Salah
satu kelebihan yang didapatkan mahasiswa ketika menggunakan aplikasi
ini adalah kemampuan mengolah dan merekonstruksi materi kuliah yang
mereka dapatkan di kampus serta CPT ini mudah dan sangat user friendly
oleh siapa saja yang menggunakannya.
Jika melihat hasil penelitian di lapangan serta hasil yang dicapai
oleh mahasiswa dalam melakukan eksperimen (uji coba) baik di kelas
kontrol maupun di kelas eksperimen, maka terjadi perbedaan angka
secara statistik di mana mahasiswa yang belajar dengan cara
konvensional atau dengan cara lama memiliki ketertarikan atau minat
yang biasa-biasa saja bahkan cenderung membosankan peserta sehingga
mempengaruhi daya tarik serta pengalaman belajarnya. Sementara bagi
mahasiswa yang belajar dengan memanfaatkan software intelligent
174
(aplikasi) pembelajaran dengan teknologi audio visual dapat
mempengaruhi peserta didik dalam belajar serta mampu mempengaruhi
daya tarik mereka untuk belajar sehingga pelajaran atau matakuliah yang
selama ini menjadi sesuatu yang membosankan dan menakutkan menjadi
menarik. Hal ini juga membuat para mahasiswa berani bereksperimen dan
melakukan proses konstruksi materi matakuliah di luar kampus karena
pengalaman belajar mereka jauh lebih baik dari metode belajar yang
didapatkan oleh mahasiswa kelas kontrol dengan cara konvensional.
Meskipun data statistik yang diperoleh tidak terlalu jauh, namun
data tersebut sudah menunjukkan perbedaan daya tarik mahasiswa dari
cara mereka belajar dengan cara konvensional dan cara modern (software
intelligent) atau dengan kata lain menggunakan simulasi sebagai sesuatu
yang dapat memberikan pengalaman secara tidak langsung kepada
mahasiswa.
Perbedaan hasil belajar mahasiswa antara kelas kontrol yang
menggunakan pola pembelajaran konvensional memiliki kelebihan dan
kekurangan jika dibandingkan dengan pola atau metode pembelajaran
secara modern berbasis komputer (CBI). Pola pembelajaran konvensional
hanya menitikberatkan komunikasi satu arah saja di mana mahasiswa
hanya menjadi tujuan informasi. Di sisi lain model konvensional atau face
to face juga memberikan ruang kepada pendidik untuk mendikte dan
menjadikannya hanya satu-satunya sumber belajar ditambah buku
sebagai suatu pendamping pada pola pembelajaran. Sementara pada
175
proses pembelajaran modern dalam hal ini audio visual dan simulasi
memberikan suatu pengalaman yang tidak langsung kepada mahasiswa
dalam merekonstruksi, menyusun, melakukan manipulasi, serta menyusun
kembali alat peraga yang digunakan untuk belajar. Kemampuan ini akan
terus bertambah seiring pengalaman belajarnya. Olehnya itu terjadi
perbedaan secara mendasar bagi mahasiswa yang hanya belajar secara
konvensional dengan mahasiswa yang belajar secara modern dengan
memanfaatkan pola pembelajaran instruksional berbasis komputer.
Belajar menurut teori kognitif merupakan suatu proses mental yang
aktif untuk mencapai, mengingat, dan menggunakan pengetahuan yang
dimiliki oleh mahasiswa, sehingga perilaku yang tampak tidak dapat diukur
dan diamati tanpa melibatkan proses mental seperti motivasi,
kesengajaan, keyakinan, dan sebagainya. Aliran teori ini lebih
mengutamakan aspek berpikir (thinking) dan mental yang berkaitan
dengan ingatan (memory). Pola pembelajaran instruksional seperti model
simulasi CPT ini diharapkan mampu meningkatkan minat dan motivasi
belajar mahasiswa sehingga mampu membentuk pola dengan sendirinya.
Hal ini sesuai dengan teori “Cognitivisme” yang menekankan pada sikap
atau nilai yang tak nampak (proses mental). Dengan adanya model
simulasi seperti CPT ini diharapkan mental peserta didik baik berupa
motivasi atau minat dapat meningkat secara signifikan. Dalam proses
pembelajarannya, mahasiswa harus mampu memahami materi pelajaran
dengan cara berfikir (thinking) agar menghasilkan suatu hasil yang
176
maksimal. Pengalaman juga dibutuhkan dalam hal proses pembelajaran
dan pengimplementasian. Mahasiswa sebagai objek penerima informasi
harus memiliki kemampuan akibat dari proses kognitif tersebut. Secara
tidak langsung metode simulasi CPT yang diterapkan di lembaga
pendidikan akan berakibat adanya pengaruh yang dirasakan oleh
mahasiswa dalam mempelajari dan mengatasi kesulitan belajar siswa
berupa pengalaman secara tidak langsung (simulasi) dan perubahan
perilaku akan tampak ke arah tujuan pembelajaran tersebut. (rumusan
masalah kedua).
4. Perbedaan Hasil Belajar Mahasiswa di Kelas Kontrol dan
Eksperimen dari Aspek Keterampilan (Skill)
Aspek keterampilan merupakan bagian dari kemampuan
psikomotorik seorang peserta didik (mahasiswa). Setiap peserta didik
memiliki kemampuan untuk melakukan pengamatan, rekonstruksi, dan
menyusun alat pada proses pembelajaran. Ketika seorang mahasiswa
menerima suatu stimulus dari hasil pembelajaran yang diberikan berupa
audio visual atau simulasi tiruan, maka secara spontanitas akan
memberikan respon terhadap stimulus tersebut berupa gerak (motor).
Ketiga hal tersebut yakni stimulus, respon, dan motor secara bersama-
sama akan membentuk sebuah pola gerakan yang terstruktur dan
terorganisasi pada diri peserta didik.
177
Hasil penelitian ini menunjukkan capaian belajar mahasiswa baik di
kelas kontrol maupun kelas eksperimen dari aspek Keterampilan atau skill
di mana rata-rata yang diperoleh mahasiswa pada kelas kontrol sebesar
2,8857 dengan standar deviasi sebesar 1,1053 sementara di kelas
eksperimen di mana nilai rata-rata adalah 3,6286 dengan standar deviasi
sebesar 0,5469. Pengujian secara statistik dengan hasil uji-T (beda)
setelah melihat keterampilan mahasiswa adalah sebesar 2,8857 < 3,6286
menunjukkan bahwa terdapat pengaruh akibat penerapan CPT terhadap
keterampilan atau skill mahasiswa. Akibat dari penerapan model simulasi
tersebut memberikan perhatian yang baik kepada peserta didik
bahwasanya seorang peserta didik akan jauh lebih tertarik jika diberikan
pola pembelajaran yang sifatnya audio visual di mana semua potensi yang
ada pada diri peserta didik akan mengalami rangsangan positif. Hal itu
disebabkan karena motor (sensorik) yang ada pada manusia akan terbuka
dan memberikan respon yang positif. Akibat sensor itu maka semua
gerakan yang diakibatkan oleh stimulus respon akan menghasilkan suatu
keterampilan atau skill yang terstruktur dan terpola.
Di lain sisi, teori difusi yang digunakan peneliti menunjukkan
adanya ide dan gagasan baru pada pola pembelajaran instruksional, teori
konstruksi juga memiliki peran yang signifikan kepada peserta didik dalam
mengembangkan sendiri pola belajarnya, serta teori kognitif berpengaruh
pada aspek mental berupa minat atau daya tarik belajar mahasiswa.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terjadi pengaruh akibat
178
penerapan model simulasi Cisco Packet Tracer (CPT) terhadap capaian
belajar matakuliah Jaringan Komputer di Kalangan Mahasiswa di STKIP
Muhammadiyah Bone ditinjau dari aspek hasil belajar meliputi
Pengetahuan (Nilai) yang diukur dengan pretest dan posttest, Minat
Belajar diukur menggunakan angket/kuesioner, dan Keterampilan Belajar
yang diukur dengan lembar observasi pengamatan mahasiswa dari data
statistik yang diperoleh dari nilai rata-rata tiap variabel dan ditunjukkan
melalui proses pengujian secara statistik dengan menggunakan program
Statistical Package for the Social Sciences atau SPSS. (rumusan
masalah ketiga).
Dari hasil penelitian yang dikemukakan peneliti sebelumnya, maka
dapat dikatakan bahwa pengaruh akibat penerapan model simulasi Cisco
Packet Tracer (CPT) ini terhadap capaian belajar matakuliah Jaringan
Komputer di Kalangan Mahasiswa di STKIP Muhammadiyah Bone yang
ditinjau dari aspek hasil belajar meliputi pengetahuan (Nilai) yang diukur
dengan pretest dan posttest, Minat Belajar diukur menggunakan
angket/kuesioner, dan Keterampilan Belajar yang diukur dengan lembar
observasi pengamatan mahasiswa menunjukkan “Ada pengaruh yang
signifikan” berdasarkan data statistik yang diambil dari nilai rata-rata tiap
variabel dan ditunjukkan melalui proses pengujian secara statistik dengan
menggunakan program Statistical Package for the Social Sciences atau
SPSS.
179
Sementara itu dilihat dari aspek konstruksi dari teori
“Contructivisme” yang merupakan pengembangan dari teori belajar
kognitif piaget yang menekankan pada pola perilaku peserta didik dalam
hal mengikuti atau merekonstruksi sehingga mampu mencipta segala
sesuatu yang dipelajari. Implementasi teori ini salah satunya terdapat
pada penelitian ini di mana peserta didik atau mahasiswa mampu
mengulang dan menyusun kembali apa yang mereka lihat dan kerjakan
pada saat simulasi sehingga aspek konstruksi masuk dalam proses ini.
Dalam hal ini teori ini menitikberatkan pada proses asimilasi dan
akomodasi pada peserta didik. Mahasiswa diharapkan mampu melakukan
proses asimilasi atau penyerapan materi atau pola pembelajaran
instruksional (CPT) terlebih dahulu lalu kemudian sampai ke proses
akomodasi yakni penyusunan kembali proses belajar instruksional yang
diinginkan. Melalui teori ini belajar diartikan sebagai proses
mengkonstruksi makna atas informasi yang masuk ke dalam otak,
sehingga apa yang mahasiswa rasakan, lakukan, dan pahami dapat
dikonstruksi secara langsung tanpa ada dosen atau pendidik yang
mendampingi pada proses pembelajarannya kelak. Dengan metode
pembelajaran instruksional ini, model simulasi CPT ini diharapkan mampu
memberi energi positif dalam mempelajari matakuliah jaringan komputer
yang selama ini sulit dipahami mahasiswa, baik secara kolektif maupun
secara individu (mandiri). Pemanfaatan media dalam bidang pendidikan
terus digalakkan hingga saat ini dengan maksud dan tujuan yang jelas
180
yaitu memberikan pengalaman belajar kepada peserta didik yang lebih
baik dari model pembelajaran yang lain.
Dari aspek teori kognitif, belajar merupakan suatu proses sadar
yang dilakukan secara sistematis. Mulai mahasiswa berada di ruangan,
mempersiapkan alat dan bahan belajar, menyusun rencana belajar,
hingga mahasiswa disuguhi proses dan prosedur penggunaan CPT
dilakukan hingga selesai adalah merupakan sebuah proses sistematis
yang dilakukan oleh dua pihak antara mahasiswa dan dosen. Belajar
menurut teori kognitif merupakan suatu proses mental yang aktif untuk
mencapai, mengingat, dan menggunakan pengetahuan yang dimiliki oleh
mahasiswa, sehingga perilaku yang tampak tidak dapat diukur dan diamati
tanpa melibatkan proses mental seperti motivasi, kesengajaan, keyakinan,
dan sebagainya. Aliran teori ini lebih mengutamakan aspek berpikir
(thinking) dan mental yang berkaitan dengan ingatan (memory). Pola
pembelajaran instruksional seperti model simulasi CPT ini diharapkan
mampu meningkatkan minat dan motivasi belajar mahasiswa sehingga
mampu membentuk pola dengan sendirinya. Hal ini sesuai dengan teori
“Cognitivisme” yang menekankan pada sikap atau nilai yang tak nampak
(proses mental). Dengan adanya model simulasi seperti CPT ini
diharapkan mental peserta didik baik berupa motivasi atau minat dapat
meningkat secara signifikan. Dalam proses pembelajarannya, mahasiswa
harus mampu memahami materi pelajaran dengan cara berfikir (thinking)
agar menghasilkan suatu hasil yang maksimal. Pengalaman juga
181
dibutuhkan dalam hal proses pembelajaran dan pengimplementasian.
Mahasiswa sebagai objek penerima informasi harus memiliki kemampuan
akibat dari proses kognitif tersebut. Secara tidak langsung metode
simulasi CPT yang diterapkan di lembaga pendidikan akan berakibat
adanya pengaruh yang dirasakan oleh mahasiswa dalam mempelajari dan
mengatasi kesulitan belajar siswa berupa pengalaman secara tidak
langsung (simulasi) dan perubahan perilaku akan tampak ke arah tujuan
pembelajaran tersebut.
Teori difusi inovasi juga memiliki peran penting di mana penerapan
model simulasi ini memiliki unsur sebagai sesuatu yang baru. Artinya CPT
ini sebagai salah satu pembelajaran instruksional berbasis teknologi
komputer yang menunjukkan adanya ide dan gagasan baru pada pola
pembelajaran instruksional, teori konstruksi juga memiliki peran yang
signifikan kepada peserta didik dalam mengembangkan sendiri pola
belajarnya, serta teori kognitif berpengaruh pada aspek mental berupa
minat belajar mahasiswa. Hal ini dapat dilihat dari respon mahasiswa di
mana pola pembelajaran simulasi ini mampu merubah semua aspek yang
menjadi kekurangan mahasiswa pada hasil belajar terdahulu di matakuliah
jaringan komputer tersebut, sehingga peneliti meyakini bahwa aspek
pengetahuan (nilai), minat, dan keterampilan akan mempengaruhi capaian
belajar mereka. Namun yang paling berpengaruh di antara ketiga aspek
tersebut adalah aspek keterampilan atau skill mahasiswa itu sendiri.
Mengapa? Karena pada metode simulasi ini, mahasiswa disuguhi materi
182
yang bersifat software intelligent dan digital di mana mahasiswa bisa
melihat secara langsung proses-proses yang ada pada simulasi jaringan
lengkap dengan gambar dan objek sesuai dengan objek sesungguhnya.
Konstruksi materi dengan benda asli sangat persis sama sehingga
mahasiswa tertarik melakukan uji coba baik secara kolektif (kerjasama)
maupun secara mandiri. Dengan demikian disimpulkan bahwa terjadi
pengaruh akibat penerapan model simulasi Cisco Packet Tracer (CPT)
terhadap capaian belajar matakuliah Jaringan Komputer di Kalangan
Mahasiswa di STKIP Muhammadiyah Bone ditinjau dari aspek hasil
belajar meliputi Pengetahuan (Nilai) yang diukur dengan pretest dan
posttest, Minat Belajar diukur menggunakan angket/kuesioner, dan
Keterampilan Belajar yang diukur dengan lembar observasi pengamatan
mahasiswa dari data statistik yang diperoleh dari nilai rata-rata tiap
variabel dan ditunjukkan melalui proses pengujian secara statistik dengan
menggunakan program Statistical Package for the Social Sciences atau
SPSS. (rumusan masalah keempat dan kelima).
183
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai pengaruh
penerapan model simulasi Cisco Packet Tracer (CPT) terhadap capaian
belajar matakuliah “Jaringan Komputer” di Kalangan Mahasiswa di STKIP
Muhammadiyah Bone, maka disimpulkan bahwa:
1. Pengaruh penerapan CPT terhadap capaian belajar mahasiswa baik
di kelas kontrol maupun kelas eksperimen dari aspek Nilai, diperoleh
saat pretest di kelas kontrol adalah 52,29 dan di kelas eksperimen
diperoleh 51,14. Artinya tidak berbeda secara signifikan yang berarti
bahwa kemampuan awal kedua kelompok adalah sama. Sementara
nilai posttest di kelas kontrol adalah 65,42 dan 70,71 untuk kelas
eksperimen. Pengujian secara statistik dengan hasil uji-T (beda)
setelah perlakuan adalah sebesar 0,672 > 0,05 Artinya ada perbedaan
yang signifikan hasil belajar kelompok kontrol dengan kelompok
eksperimen di mana selisih atau jarak dari pretest dan posttest adalah
5,29 yang menunjukkan adanya pengaruh penerapan CPT terhadap
capaian belajar mahasiswa.
2. Pengaruh penerapan CPT terhadap capaian belajar mahasiswa baik
di kelas kontrol maupun kelas eksperimen dari aspek Minat, diperoleh
184
rata-rata pada kelas kontrol sebesar 52,2286 sementara di kelas
eksperimen rata-rata adalah 61,4571. Pengujian secara statistik
dengan hasil uji-T (beda) setelah melihat minat mahasiswa adalah
sebesar 52,2286 < 61,4571 Artinya ada perbedaan yang signifikan
hasil belajar kelompok kontrol dengan kelompok eksperimen di mana
peningkatan minat antara kontrol dan eksperimen adalah 9,2285 yang
menunjukkan adanya pengaruh penerapan CPT terhadap capaian
belajar mahasiswa.
3. Pengaruh penerapan CPT terhadap capaian belajar mahasiswa baik
di kelas kontrol maupun kelas eksperimen dari aspek Keterampilan,
menunjukkan bahwa mahasiswa pada kelas kontrol memiliki nilai
rata-rata sebesar 2,8857 dan di kelas eksperimen rata-rata adalah
3,6286. Pengujian secara statistik dengan hasil uji-T (beda) setelah
melihat keterampilan mahasiswa adalah sebesar 2,8857 < 3,6286
Artinya ada perbedaan yang signifikan hasil belajar kelompok kontrol
dengan kelompok eksperimen di mana selisih atau jarak dari
keduanya adalah hanya 0,7429 yang menunjukkan adanya pengaruh
penerapan CPT terhadap capaian belajar mahasiswa.
4. Pengaruh penerapan model simulasi Cisco Packet Tracer (CPT)
terhadap capaian belajar matakuliah Jaringan Komputer di Kalangan
Mahasiswa di STKIP Muhammadiyah Bone ditinjau dari aspek hasil
belajar meliputi Nilai yang diukur dengan pretest dan posttest, Minat
Belajar diukur menggunakan angket/kuesioner, dan Keterampilan
185
Belajar yang diukur dengan lembar observasi pengamatan atau LOK
mahasiswa menunjukkan “Adanya pengaruh yang signifikan”.
B. Saran
Berdasarkan uraian dan kesimpulan di atas, maka untuk
meningkatkan capaian belajar mahasiswa, maka:
1. Disarankan kepada Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu
Pendidikan (STKIP) Muhammadiyah Bone menggunakan model
simulasi CPT untuk meningkatkan Hasil Belajar (Nilai)
mahasiswa.
2. Disarankan kepada STKIP Muhammadiyah Bone menggunakan
model simulasi CPT untuk meningkatkan Minat Belajar
mahasiswa.
3. Disarankan kepada STKIP Muhammadiyah Bone menggunakan
model simulasi CPT untuk meningkatkan Keterampilan Belajar
mahasiswa.
186
DAFTAR PUSTAKA
Abdulhak, Ishak dan Darmawan, Deni. 2013. Teknologi Pendidikan. PT.
Remaja Rosdakarya: Bandung.
Ali, Muhammad. 2002. Guru dalam Proses Belajar Mengajar. Sinar Baru
Algensindo: Bandung.
Arifin, Zainal. 2014. Penelitian Pendidikan Metode dan Paradigma Baru.
PT. Remaja Rosdakarya: Bandung.
Arikunto. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Rineka
Cipta: Yogyakarta.
Arsyad, Azhar. 2010. Media Pembelajaran. Raja Grafindo Persada:
Jakarta.
Arsyad, Azhar. 2013. Media Pembelajaran (edisi revisi). Raja Grafindo
Persada: Jakarta.
Bulaeng, Andi. 2004. Metode Penelitian Komunikasi Kontemporer. Andi
Offset: Yogyakarta.
Cangara, Hafied. 2014. Pengantar Ilmu Komunikasi (edisi kedua). Raja
Grafindo Persada: Jakarta.
Criswell, Eleanor L. 1989. The Design of Computer Based Instruction.
New York: Macmilan Publishing Company.
Darmawan, Deni. 2015. Teknologi Pembelajaran. PT. Remaja
Rosdakarya: Bandung.
Davis.A.et al. 2012. An Exploratory Study of Computer Based Instruction
Utilizing iFARM Modules in a Collage Introductory Agronomy
Course. NACTA Journal. (2):36-43
Djamarah, Syaiful Bahri. 2000. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi
Edukatif. Rineka Cipta: Jakarta.
Effendi, Onong Uchayana. 1993. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi.
Citra Aditya Bakti: Bandung.
Faisal. 2012. Teknologi Informasi. Alauddin University Press: Makassar.
187
Hamalik, Oemar. 2009. Proses Belajar Mengajar. Bumi aksara: Jakarta.
Ilyas, 2004. Pengaruh Komunikasi Orang Tua Terhadap Prestasi Belajar
Siswa Pada MTsN Model Makassar (Suatu Studi Komunikasi
Pendidikan). Tesis tidak diterbitkan. Makassar: Pascasarjana Ilmu
Komunikasi UNHAS.
Irawan, Soehartono.1999. Metode Penelitian Sosial Suatu Tehnik
Penelitian Bidang Kesejahteraan Sosial Lainnya. PT. Remaja
Rosdakarya: Bandung.
Johnson. A.Douglas. et al. 2012. Using Postfeedback Delays to Improve
Retention of Computer Based Instruction. The Psychological
Record. (62):485-496
Kerlinger, Fred N. 1973. Foundation of Behavioral Research, an Introduction. Holt Rinehart and Winston, Inc. New York.
Kriyantono, Rachmat. 2006. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Kencana
Prenada Media Group: Jakarta. Kustandi, Cecep, Bambang. Tanpa Tahun. Media Pembelajaran Manual
dan Digital. Ghalia Indonesia: Bogor.
M, Suparmoko. 1987. Ekonomi Pembangunan (Edisi Keenam).
Yogyakarta: BPFE Fakultas Ekonomi UGM
Munadi, Yudhi. 2008. Media Pembelajaran (Sebuah Pendekatan Baru).
Gaung Persada Press: Ciputat.
Munir, 2015. Multimedia Konsep & Aplikasi dalam Pendidikan. Alfabeta:
Bandung.
Nosik.R.Melissa. et al. 2013. Comparison of Computer Based Instruction
to Behavior Skill Training for Teaching Staff Implementation of
Discrete-Trial Instruction with an Adult with Autism. Research in
Developmental Disabilities Journal. (2):461-468
Pananrangi, A.R. 2013. Belajar dan Pembelajaran. Rayhan Intermedia:
Makassar
Rakmat, Jalaluddin. 2004. Metode Penelitian Komunikasi. PT. Remaja
Rosdakarya: Bandung.
Riduwan. 2012. Dasar-dasar Statistika. Alfabeta: Bandung.
188
Sahid, Muh. 2016. Hubungan Antara Karakteristik Inovasi Quipper School
dengan Tingkat Adopsi Inovasi Quipper School Sebagai Media
Pembelajaran Mandiri Pada Siswa di Kabupaten Sidenreng
Rappang. Tesis tidak diterbitkan. Makassar. Pascasarjana Ilmu
Komunikasi UNHAS.
Said, Alamsyah., Budimanjaya, Andi., 2015. 95 Strategi Mengajar Multiple
Intelligences. Prenada Media Grup: Jakarta.
Sanaky, Hujair. 2009. Media Pembelajaran. Safiria Insania Press: Yogyakarta.
Sanjaya, Wina. 2012. Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik
Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Kencana Prenada Media Group: Jakarta.
Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Rineka
Cipta: Jakarta.
Smaldino, Sharon, E., Lowther, Deborah, L., Russel, James, D. 2014.
Instructional Technology & Media For Learning. Kencana
Prenadamedia Grup: Jakarta
Sudjana, Nana. dan Rivai, Ahmad. 2005. Media Pengajaran. Sinar Baru
Algensindo: Bandung.
Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Alfabeta: Bandung.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D (Edisi
Revisi). Alfabeta: Bandung. Sunyoto, Danang. 2011. Analisis Regresi dan Uji Hipotesis. Penerbit
CAPS: Yogyakarta.
Suyono dan Hariyanto. 2015. Implementasi Belajar Dan Pembelajaran.
PT. Remaja Rosdakarya: Bandung.
Wang S dan Sleeman, P.J. 1994. The Effectiveness Of Computer
Assisted Instruction: A Theoritical Explanation. Journal of
Instructional Media. 21(1):61-77
Wolgemuth. Jennifer. et al. 2011. Using Computer Based Instruction to
Improve Indigenous Early Literacy in Northern Australia: A quasi-
189
experimental Study. Australasian Journal of Educational
Technologhy. (4):727-750
Sumber Internet:
https://www.google.com/amp/s/tatangmanguny.wordpress.com/2009/06/2
8/sampel-sampling-dan-populasi-penelitian-bagian-teknik-
pengambilan-sampel diakses pada tanggal 5 maret 2017.
https://haeryn.wordpress.com/2012/05/30/makalah-metodologi-penelitian-
quasi-eksperimen-design diakses pada tanggal 4 april 2017.
https://id.wikipedia.org/wiki/Packet_Tracer diakses pada tanggal 26 Juli
2017.