keefektifan penerapan model sinektik pada pembelajaran ...
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
0 -
download
0
Transcript of keefektifan penerapan model sinektik pada pembelajaran ...
KEEFEKTIFAN PENERAPAN MODEL SINEKTIKPADA PEMBELAJARAN MENULIS PUISI SISWA
KELAS VII SMP NEGERI 19 MAKASSAR
TESIS
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Magister
Disusun dan Diajukan oleh:
A. ROSNANINomor Induk Mahasiswa: 04.07. 775. 2012
PROGRAM PASCASARJANAUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
TAHUN 2014
i
KEEFEKTIFAN PENERAPAN MODEL SINEKTIKPADA PEMBELAJARAN MENULIS PUISI SISWA KELAS VII
SMP NEGERI 19 MAKASSAR
TESIS
Sebagai Salah satu Syarat untuk Mencapai Magister
Program Studi
Magister Pendidikan Bahasa Indonesia
Disusun dan Diajukan oleh
A. ROSNANINomor Induk Mahasiswa : 04. 07. 775. 2012
Kepada
PROGRAM PASCASARJANAMAGISTER PENDIDIKAN BAHASA INDONESIAUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2014
iii
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Tesis : KEEFEKTIFAN PENERAPAN MODEL SINEKTIKPADA PEMBELAJARAN MENULIS PUISI SISWAKELAS VII SMP NEGERI 19 MAKASSAR
Nama Mahasiswa : A. ROSNANINIM : 04. 07. 775. 2012Program : Magister Pendidikan Bahasa Indonesia
Telah diuji dan dipertahankan di depan panitia penguji tesis pada tanggal dandinyatakan telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelarMagister Pendidikan Bahasa Indonesia (M.Pd) pada program PascasarjanaUniversitas Muhammadiyah Makassar.
Penguji I : Dr. A. Rahman Rahim, M. Hum. (……………………..)
Penguji II : Dr. St. Aida Azis, M.Pd. (……………………..)
Pembimbing I : Prof. Dr. H. M. Ide Said, D. M., M. Pd. (……………………..)
Pembimbing II : Dr. Munirah, M. Pd. (……………………..)
Mengetahui
Ketua Program Studi PascasarjanaPendidikan Bahasa Indonesia
Dr. A. Rahman Rahim, M. Hum.NBM. 922 699
Direktur ProgramStudi Pascasarjana
Prof. Dr. H. M. Ide Said, D. M., M. Pd.NBM. 988 463
iv
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : A. Rosnani
NIM : 04. 07. 775. 2012
Program Studi :Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Judul Tesis :Keefektifan Penerapan Model Sinektik pada
Pembelajaran Menulis Puisi Siswa Kelas VII
SMP Negeri 19 Makassar.
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini benar-
benar merupakan hasil karya sendiri, bukan merupakan pengambil alihan
tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila dikemudian hari terbukti atau
dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis ini hasil karya
orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Makassar, November 2014
Yang membuat pernyataan,
A. Rosnani
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, penulis panjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah
subhanahu wata’ala berkat rahmat dan hidayah-Nya. Penulisan tesis ini
yang berjudul “ Keefektifan Penerapan Model Sinektik pada Pembelajaran
Menulis Puisi Siswa Kelas VII SMP Negeri 19 Makassar”, ini dapat
diselesaikan. Tesis ini diajukan guna memenuhi salah satu syarat utama
untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan pada Jurusan Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia, Pascasarjana, Universitas Muhammadiyah
Makassar.
Banyak kendala yang penulis hadapi selama menyusun tesis ini.
Namun, berkat bantuan dan bimbingan yang tulus dari berbagai pihak,
semua masalah dapat teratasi dengan baik. Penulis mengucapkan terima
kasih kepada; Prof. Dr. M. Ide Said, D. M., M. Pd., dosen pembimbing I,
dan Dr. Munirah, M. Pd., dosen pembimbing II yang telah memberikan
nasihat serta membimbing dengan penuh kesabaran dan mengarahkan
penulis untuk menyelesaikan tesis ini.Penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada Dr. A. Rahman Rahim, M.Hum., Ketua Program Studi
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, atas segala bantuan,
bimbingan, dan arahan yang tulus ikhlas dan kemurahan hati membantu
penulis beserta staf.
Ucapan terima kasih pula kepada Kepala Sekolah SMP Negeri 19
Makassar yang telah memberikan dorongan, masukan, komentar, nasihat,
vi
dan saran sampai terwujudnya tesis ini serta teman mengajar di sekolah
SMP Negeri 19 Makassar. Secara khusus, penulis mengucapkan terima
kasih kepada suami dan anak-anakku tercinta, yang telah memberikan
dorongan moril dalam perkulihan dan penyusunan tesis ini.
Akhirnya, penulis berharap semoga segala bantuan yang telah
diberikan oleh berbagai pihak dapat bernilai ibadah dan mendapat pahala
dari Allah swt.Amin Ya Rabbal Alamin
Makassar, November 2014
Penulis
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .................................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN..................................................................... ii
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS.......................................................... iii
KATA PENGANTAR ............................................................................... iv
DAFTAR ISI ............................................................................................ vi
ABSTRAK .............................................................................................. ix
ABSTRACT ............................................................................................ x
BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................ 1
A. Latar Belakang....................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................. 9
C. Tujuan Penelitian ................................................................... 10
D. Manfaat Penelitian ................................................................ 10
BAB II. KAJIAN PUSTAKA ..................................................................... 12
A. Landasan Teori dan Konsep .................................................. 12
1. Penelitian yang Relevan .................................................... 12
2. Hakikat Model Pembelajaran ............................................. 12
3. Konsep Model Pembelajaran Sinektik................................ 16
a. Pengertian Model Sinektik ............................................. 18
b. Strategi Model Pembelajaran Sinektik ........................... 20
c. Langkah-langkah Model Pembelajaran Sinektik ............ 26
d. Kelebihan/Kelemahan Model Pembelajaran Sinektik.....27
ix
4. Keterampilan Menulis ......................................................... 29
a. Pengertian Menulis ........................................................ 29
b. Fungsi dan Tujuan Menulis............................................ 32
5. Menulis Puisi ...................................................................... 37
a. Keterampilan Menulis Puisi............................................ 33
b. Pengertian Puisi............................................................. 39
c. Jenis-jenis Puisi ............................................................. 36
d. Ciri-ciri Puisi ................................................................... 41
e. Unsur-unsur yang Terdapat dalam Puisi........................ 48
f. Pembelajaran Menulis Puisi............................................ 51
g. Penilaian Menulis Puisi .................................................. 55
B. Kerangka Pikir........................................................................ 59
C. Hipotesis Penelitian ............................................................... 61
BAB III. METODE PENELITIAN............................................................ 62
A. Desain Penelitian ................................................................... 63
B. Variabel Penelitian ................................................................. 63
C. Definisi Operasional Variabel................................................. 63
D. Tempat dan Waktu Penelitian................................................ 64
E. Populasi dan Sampel ............................................................. 64
F. Teknik Pengumpulan Data..................................................... 66
G. Teknik Analisis Data .............................................................. 67
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN................................ 72
A. Penyajian Hasil Analisis Data ................................................ 72
ix
B. Pembahasan Hasil Penelitian ................................................ 86
BAB V. SIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 97
A. Simpulan .............................................................................. 97
B. Saran ..................................................................................... 98
DAFTAR PUSTAKA................................................................................ 99
RIWAYAT HIDUP
LAMPIRAN
x
ABSTRAK
A. Rosnani. 2014. Keefektifan Penerapan Model Sinektik padaPembelajaran Menulis Puisi Siwa Kelas VII SMP Negeri 19Makassar, dibimbing oleh, M. Ide Said D. M., dan Munirah.
Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan kemampuanmenulis puisi siswa sebelum menggunakan model pembelajaranSinektik, menggambarkan kemampuan menulis puisi siswasesudah menggunakan model pembelajaran Sinektik, danmendeskripsikan keefektifan model sinektik pada pembelajaranmenulis puisi siswa VII kelas SMP Negeri 19 Makassar.
Disain atau model penelitian yang digunakan adalah disainpenelitian yang bersifat eksperimen dengan model trueexperimental design bentuk posttest-only control design. Populasipenelitian ini adalah keseluruhan siswa kelas VII SMP Negeri 19Makassar, yang berjumlah 56 orang siswa telah terbagi dalam duakelas. Sampel penelitian ini dikelompokkan menjadi dua kelompok,yaitu siswa VII.A sebanyak 28 orang sebagai kelas eksperimen dansiswa kelasVII.B sebanyak 28 orang siswa sebagai kelas kontrol.
Berdasarkan hasil analisis deskriptif dan hasil analisisinferensial menggunakan uji t menunjukkan bahwa penerapanmodel sinektik efektif pada pembelajaran menulis puisi siswa kelasVII SMP Negeri 19 Makassar. Hal ini dapat dilihat berdasarkanperolehan nilai rata-rata siswa kelas eksperimen berada pa dakategori tinggi dengan nilai 8,36 pada rentang 7,0-8,4 sedangkanrata-rata nilai kelas control berada pada kategori cukup dengannilai 6,96 pada rentang 5,5-6,9 Selanjutnya, berdasarkan hasil uji tdidapatkan hasil t hitung>t table Sebesar 4.43> 0,848 yang berarti Hoditolak dan H1 diterima.
Kata Kunci: Menulis, Puisi, Sinektik
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Memasuki milenium ketiga, lembaga pendidikan dihadapkan
pada tantangan yang sangat krusial, berkaitan dengan penyiapan dan
pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu
berkompetisi dalam masyarakat global, yang diwarnai oleh ketatnya
kompetisi dan revolusi informasi sebagai dampak dari kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Perbaikan mutu pendidikan dan pembelajaran senantiasa
diupayakan dan dilaksanakan dengan jalan meningkatkan kualitas
pembelajaran. Melalui peningkatan kualitas pembelajaran, siswa akan
termotivasi untuk belajar, daya kreativitasnya makin meningkat,
semakin bertambah jenis pengetahuan, dan keterampilan yang
memiliki serta semakin mantap pemahaman terhadap materi yang
dipelajari.
Pendidikan diselenggarakan untuk menyiapkan peserta didik
menjadi pribadi-pribadi anggota masyarakat yang mandiri. Pribadi
yang mandiri adalah pribadi yang secara mandiri mampu berpikir,
menemukan dan menciptakan sesuatu yang baru, melihat
permasalahan serta menemukan cara pemecahan baru yang bernalar
dan dapat dipertanggungjawabkan. Dengan kata lain, pendidikan
dapat dimaknai sebagai proses mengubah tingkah laku anak didik
2
o
agar menjadi manusia dewasa yang mampu hidup mandiri dan
sebagai anggota masyarakat dalam lingkungan alam sekitar di mana
individu itu berada (Santrock, 2008: 35), melainkan juga mampu
melakukan perubahan dan menciptakan sesuatu yang baru.
Kemandirian ini terbentuk melalui kemampuan berpikir nalar dan
kemampuan berpikir kreatif yang mewujudkan kreativitas.
Keterampilan menulis merupakan salah satu dari empat aspek
keterampilan berbahasa. Ketrampilan ini merupakan keterampilan
yang tidak lagi dipahami hanya sekadar proses pengungkapan
gagasan atau cara berkomunikasi melalui tulisan. Menulis telah
menjadi gaya dan pilihan untuk mengaktualisasikan diri, alat untuk
membebaskan diri dari berbagai tekanan emosi, sarana
membangun rasa percaya diri, dan sarana untuk berkreasi dan
rekreasi. Di sekolah, keterampilan menulis diajarkan dengan
tujuan agar siswa mampu menulis dan menghasilkan tulisan yang
dapat membangun dan menunjukkan identitasnya. Selain itu, Tarigan
(2008:3) menyatakan bahwa menulis merupakan keterampilan
berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak
langsung atau tidak tatap muka dengan orang lain.
Keterampilan menulis merupakan salah satu aspek keterampilan
berbahasa pada umumnya keterampilan menulis diperoleh seseorang
melalui sekolah formal. Sebagai salah satu aspek keterampilan
berbahasa, keterampilan menulis harus dilatihkan agar siswa dapat
3
mengungkapkan ide atau gagasan tertulisnya secara kohesif dan
koherensif.
Keterampilan menulis siswa perlu diperhatikan oleh para
pendidik. Hal ini untuk menunjang keberhasilan dalam prestasi
akademik di sekolahnya. Keterampilan menulis siswa harus dimotivasi
sejak dini, agar siswa terdorong untuk terampil dalam menulis.
Kemauan siswa untuk menulis akan mendorong kualitas siswa dalam
menulis. Meskipun keterampilan menulis sulit, namun perannya dalam
kehidupan manusia sangat penting. Kegiatan menulis dapat
ditemukan dalam aktivitas manusia setiap hari, seperti menulis surat,
laporan buku, artikel, dan sebagainya. Dapat dikatakan, bahwa
kehidupan manusia hampir tidak bisa dipisahkan dengan kegiatan
menulis.
Kenyataan di atas mengharuskan pembelajaran keterampilan
menulis digalakkan sedini mungkin. Tidak mengherankan jika dalam
kurikulum mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi,
pembelajaran keterampilan menulis menjadi aspek pembelajaran
bahasa Indonesia yang mendapat perhatian yang cukup besar. Hal ini
terlihat pada banyaknya kegiatan keterampilan menulis dalam
pembelajaran bahasa Indonesia.
Menulis juga merupakan suatu kegiatan yang produktif dan
ekspresif. Keterampilan menulis tidak akan datang secara otomatis,
tetapi harus melalui latihan dan praktik yang banyak dan teratur.
4
o
Dalam kehidupan modern ini, jelas bahwa keterampilan menulis
sangat dibutuhkan. Kiranya tidaklah terlalu berlebihan bila dikatakan
bahwa keterampilan menulis merupakan suatu ciri dari orang yang
terpelajar atau bangsa yang terpelajar.
Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Morsey, “Menulis
dipergunakan oleh orang terpelajar untuk mencatat/merekam,
meyakinkan, melaporkan/memberitahukan, dan mempengaruhi; dan
maksud serta tujuan seperti itu hanya dapat dicapai dengan baik
oleh orang-orang yang dapat menyusun pikirannya dan
mengutarakannya dengan jelas. Kejelasan ini tergantung pada pikiran,
organisasi, pemakaian kata-kata, dan struktur kalimat.” (Morsey,
2002:122) dalam Tarigan (2008: 83).
Berdasarkan uraian di atas, jelas bahwa kegiatan berbahasa
yang produktif merupakan kegiatan yang berisikan tentang gagasan,
pikiran, atau perasaan oleh pihak penutur. Sehingga, dalam KTSP
diatur tentang Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD)
menulis. Salah satunya kemampuan menulis puisi. Di dalam proses
kreatif sastra, terdapat aktivitas berupa munculnya ide dalam benak
penulis; menangkap dan merenungkan ide dengan mencatatnya;
mematangkan ide agar lebih jelas dan utuh; membahasakan ide
dan menatanya; menulis ide dalam bentuk karya sastra (Purba,
2011: 70). Puisi merupakan salah satu dari karya sastra yang
merupakan suatu kegiatan yang berkaitan dengan keterampilan
5
menulis, melalui puisi siswa diberi kebebasan untuk menuangkan
pikiran atau idenya dalam bentuk uraian dengan kalimat sederhana
tetapi tidak menyimpang dari tema atau makna dan unsur-unsur yang
membangun puisi. Dengan keterampilan menulis puisi, siswa mampu
menikmati dan memanfaatkannya untuk mengembangkan
kepribadian, memperluas wawasan kehidupan serta meningkatkan
pengetahuan dan kemampuan berbahasa. Seperti pengertianya, puisi
adalah karya sastra dengan bahasa yang dipadatkan, dipersingkat
dan diberi irama dengan bunyi yang padu dan pemilihan kata-kata
kias (imajinatif) (Waluyo, 2005:1). Pada Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) kelas VII semester genap disebutkan bahwa
keterampilan menulis puisi merupakan salah satu kompetensi yang
harus dicapai oleh siswa. Menulis puisi tidak lagi menjadi mata
pelajaran yang asing bagi siswa, sebab materi tersebut telah
diajarkan kepada siswa hampir di setiap jenjang pendidikan. Namun,
kenyatannya siswa cenderung mengalami kesulitan dalam menulis
puisi.
Selama ini dalam pembelajaran menulis puisi, guru memberi
tugas menulis puisi dengan cara meramu dan mengolah pengalaman
dengan baik, kemudian melakukan kegiatan pemilihan dan
penempatan kata yang selektif. Setelah memilih kata, kata-kata
tersebut dipadukan dengan kata lain dengan variasi makna kata
konotatif dan denotatif sehingga akan melahirkan puisi yang bagus.
6
Cara pembelajaran seperti ini kadang-kadang memberikan
dampak kemalasan dan kurang berminatnya siswa untuk mengikuti
pelajaran menulis puisi. Dapat dikatakan pembelajaran tersebut
kurang variatif sehingga berdampak pada minat siswa dalam menulis
menjadi rendah dan secara tidak langsung akan mengakibatkan
kemampuan menulis siswa menjadi rendah. Hal ini dibuktikan saat
mereka diberi tugas menulis puisi, hasilnya kurang maksimal, sedikit
yang mampu mencapai kriteria ketuntasan minimal yaitu nilai 70 yang
telah ditetapkan oleh sekolah.
Kenyataan dilapangan khususnya siswa kelas VII SMP Negeri
19 Makassar bahwa pembelajaran menulis puisi di sekolah masih
mengalami kendala dan cenderung dihindari oleh siswa. Hal ini
disebabkan oleh tidak adanya pemahaman nilai dan manfaat lainnya
yang dapat diperoleh siswa ketika menulis puisi. Selain itu, siswa
mengalami kesulitan menemukan ide, kesulitan menentukan kata-kata
dalam menulis puisi, kesulitan dalam memulai tulisan,
mengembangkan ide menjadi puisi, karena minimnya penguasaan
kosakata. Kesulitan menulis puisi disebabkan karena tidak terbiasa
mengemukakan perasaan, pemikiran, imajinasinya, serta kurang
mampu menghubungkan antara dunia khayal dengan dunia nyata ke
dalam puisi. Hal lain yang memengaruhi rendahnya kemampuan
siswa menulis puisi disebabkan oleh strategi yang digunakan kurang
7
variatif. Hasilnya siswa kurang mencintai kegiatan menulis puisi
karena dianggap sebagai kegiatan menulis yang paling sulit.
Fenomena yang sering terjadi dalam pembelajaran menulis puisi
tersebut harus diatasi. Untuk mengatasi kendala pembelajaran
menulis puisi. Hendaknya lebih kreatif dan inovatif dalam memilih
strategi pembelajaran sehingga minat dan motivasi siswa dalam
menulis puisi semakin meningkat.
Rendahnya hasil belajar menulis puisi disebabkan oleh siswa
kurang memahami setiap materi dalam pembelajaran menulis puisi.
Kurangnya minat belajar siswa dalam menulis puisi merupakan hal
yang perlu diperhatikan sebagai bahan atau acuan untuk
meningkatkan hasil belajar sehingga dapat ditindak lanjuti oleh setiap
tenaga pendidik. Oleh karena itu, guru diharapkan mengupayakan
siswa dapat menggunakan waktunya dengan seefisien mungkin.
Pengaruh guru dalam dunia pendidikan sangat diperlukan. Guru dapat
membantu siswanya untuk mendapatkan informasi, ide, keterampilan,
nilai dan cara berpikir serta mengemukakan pendapat.
Perlunya peran guru dalam memecahkan masalah tersebut
sangat diharapkan sehingga masalah tersebut dapat taratasi. Oleh
karena itu, seorang guru haruslah mewujudkan tujuan pembelajaran
dengan menggunakan komponen, pedoman, dan berbagai metode
pembelajaran. Penilaian model, metode, strategi, dan pendekatan
dalam situasi kelas sangat penting. Keanekaragaman model
8
pembelajaran yang hendak disampaikan pada bahan ajar merupakan
upaya bagaimana menyediakan berbagai alternatif dalam strategi
pembelajaran bahasa Indonesia yang hendak disampaikan dan
selaras dengan tingkat perkembangan kognitif, afektif, dan
psikomotorik peserta didik.
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi faktor
penyebab rendahnya hasil belajar menulis puisi adalah dengan cara
Model Belajar Sinektik, sebab jawaban yang ditemukan oleh siswa
lebih lama bertahan diingat daripada pembelajaran yang lebih banyak
metode ceramah. Dengan penilaian proses belajar ini secara
langsung dapat diketahui siswa yang belum mengerti atau masih
mengalami kesulitan belajar, maka siswa dibimbing untuk memahami
materi pelajaran yang diberikan.
Berdasarkan uraian masalah di atas penulis memberikan
alternatif pembelajaran yang lebih efektif yaitu Model Pembelajaran
sinektik. Model Sinektik merupakan suatu pendekatan baru yang
diharapkan mampu untuk mengembangkan daya kreativitas siswa
yang telah dirancang oleh Gordon tahun 1961. Ia menawarkan
strategi mengajar yaitu menciptakan sesuatu yang baru dan
memperkenalkan produk baru yang dapat membantu para siswa
memahami masalah ide dan menambah pemahaman untuk
memperdalam hal-hal baru yang dapat membangun kreativitas siswa.
9
Model sinektik dapat digunakan untuk menghasilkan solusi-solusi
kreatif pada suatu masalah, ekspresi kreatif dalam suatu seni atau
sastra, empati terhadap orang lain tentang situasi-situasi yang
melibatkan hubungan-hubungan sosial. Dasar aktivitas dari model ini
adalah kesederhanaan berpikir dan suasana yang menyenangkan
yang dapat mendorong kemantapan sebagian besar partisipan yang
takut atau malu.
Bertitik tolak dari uraian-uraian sebelumnya, peneliti tertarik
melakukan penelitian dengan judul “Keefektifan Penerapan Model
Sinektik pada Pembelajaran Menulis Puisi Siswa Kelas VII SMP
Negeri 19 Makassar”. Sebagai langkah awal untuk meningkatkan
prestasi belajar siswa dengan model pembelajaran yang bervariasi.
B. Rumusan Masalah
Sesuai dengan ruang lingkup masalah seperti yang telah
dituangkan di atas, maka masalah pokok penelitian ini dirumuskan
sebagai berikut:
1. Bagaimanakah kemampuan menulis puisi siswa sebelum
menggunakan model pembelajaran Sinektik?
2. Bagaimanakah kemampuan menulis puisi siswa sesudah
menggunakan model pembelajaran Sinektik?
3. Apakah model sinektik efektif digunakan dalam pembelajaran
menulis puisi siswa kelas VII SMP Negeri 19 Makassar?
10
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah disampaikan di atas,
maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut; Berdasarkan
rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan
penelitian ini adalah.
1. Untuk menggambarkan kemampuan menulis puisi siswa sebelum
menggunakan model pembelajaran Sinektik.
2. Untuk menggambarkan kemampuan menulis puisi siswa sesudah
menggunakan model pembelajaran Sinektik.
3. Untuk mendeskripsikan keefektifan model sinektik pada
pembelajaran menulis puisi siswa VII kelas SMP Negeri 19
Makassar.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang akan diharapkan dari penelitian ini ada
dua yaitu:
1. Manfaat Teoretis
Hasil penelitian diharapkan bermanfaat mengembangkan prinsip-
prinsip mengenai pengaruh model sinektik dalam meningkatkan
kemampuan menulis puisi.
2. Manfaat Praktis:
a. Bagi Siswa, memperoleh pengalaman baru dan dapat terbantu
dalam proses pembelajaran menulis puisi dengan model
pembelajaran sinektik.
11
b. Bagi Guru, penelitian ini sebagai masukan untuk guru bidang
studi bahasa Indonesia khususnya di Sekolah Menengah
Pertama (SMP) tentang pemanfaatan model pembelajaran
sinektik dalam kegiatan menulis puisi.
c. Bagi Peneliti Selanjutnya, dapat menambah wawasan
pengetahuan, pemahaman, dan menjadi refrensi sehingga
dapat melihat dan menerapkan strategi pembelajaran quantum
learning tipe show not tell dalam keterampilan menulis.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teori dan Konsep
Tinjauan Pustaka yang diuraikan pada penelitian ini merupakan
landasan teori dan penelitian ini yang dijadikan acuan untuk
mendukung dan memperjelas penelitian, baik dalam pengumpulan
data, pengolahan data maupun penarikan simpulan.
1. Penelitian yang Relevan
Penelitian tentang efektivitas penerapan model sinektik pada
pembelajaran menulis puisi siswa kelas VII SMP Negeri 19
Makassar, mengacu kepada penelitian sebelumnya, yaitu:
1) Penelitian yang dilakukan oleh Siregar yang berjudul
“Hubungan Penguasaan Idiom dengan Kemampuan Menulis
Puisi oleh Siswa Kelas II SMA Negeri 1 Tanjung Balai
Tahun Pembelajaran 2005/2006”. Dalam penelitian tersebut
terlihat bahwa kemampuan awal menulis puisi siswa masih
rendah. Hal ini terlihat dari nilai rata-ratanya yaitu 63,34.
2) Penelitian yang dilakukan Ilham Purba pada tahun 2011 tentang,
“Kontribusi Penguasaan Teori Puisi terhadap Kemampuan
Menulis Puisi oleh Siswa Kelas VII SLTP Negeri 1 Kajuara
Tahun Pelajaran 2011/2012” berkesimpulan penelitian tersebut
menunjukkan bahwa penguasaan teori menulis puisi siswa kelas
13
VII SLTP Negeri 1 Kajuara Tahun Pembelajaran 2011/2012
adalah dengan skor rata-rata 70,16 atau cukup. Sedangkan
kemampuan menulis puisi siswa adalah 60,12 atau kurang
memuaskan.
3) Penelitian yang dilakukan oleh La’ Ambo pada tahun 2010
tentang ” Strategi Pembelajaran Menulis Puisi pada Madrasah
Aliyah di Kota Kendari” berkesimpulan bahawa; skor rata-rata
70,12 atau cukup. Penelitian tersebut menunjukkan
pembelajaran menulis puisi siswa adalah 60,12 atau kurang
memuaskan.
4) Penelitian yang dilakukan oleh Kasma pada tahun 2012 tentang
“ Peningkatan Pembelajaran Menulis Puisi melalui Strategi
Quantum Learning Tipe Show Not Tell pada Siswa Kelas VII
SMPN Galesong Utara Kabupaten Takalar” berkesimpulan
bahwa; pembelajaran menulis puisi melalui Model Sinektik pada
Siswa Kelas VII SMPN Galesong Utara Kabupaten Takalar
mengalami peningkatan terbukti dengan skor rata-rata 75,13
cukup memuaskan.
5) Penelitian yang dilakukan oleh Aep Suryana pada tahun 2013
denga judul “Keefektifan Model Sinektik Berorientasi Berpikir
Imajinatif dalam Pembelajaran Menulis Puisi: Eksperimen Semu
pada Siswa Kelas V SD Kec. Pamulihan Kabupaten Sumedang,
erkesimpulan bahwa model sinektik efektif diterapkan dalam
14
pembelajaran menulis puisi. Hal ini terbukti dengan adanya
peningkatan hasil belajar bahasa Indonesia dalam menulis puisi
dengan nilai di atas rata-rata 70, 25. Jauh berbedah sebelum
diterapkannya model sinektik.
2. Hakikat Model Pembelajaran
Pada hakikatnya kata “model” memiliki definisi yang berbeda-
beda sesuai dengan bidang ilmu atau pengetahuan yang
mengadopsinya. Model merupakan representasi abstrak dari
proses, sistem, atau subsistem yang konkret. Model digunakan
dalam seluruh aspek kehidupan. Model bermanfaat dalam
mendeskripsikan pilihan-pilihan dan dalam menganalisis tampilan-
tampilan pilihan tersebut.
Model secara harifah diartikan sebagai bentuk, strategi taktik
untuk mencapai suatu tujuan. Pembelajaran adalah kegitan
menstransfer ilmu pengetahuan kepada peserta didik, baik melalui
lembaga formal, nonformal, maupun informal agar terjadi
perubahan tingkah laku pada peserta didik tersebut. Dengan
demikian secara operasional, model pembelajaran diartikan
sebagai bentuk, cara-cara metode-metode atau taktik yang dapat
dilakukan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Menurut Uno
(2008: 1) model pembelajaran berkonotasi sebagai suatu patron
atau pola yang dapat digunakan dalam melaksanakan
pembelajaran, isinya tentu tidak lepas dari berbagai teori yang
15
digunakan dalam melaksanakan pembelajaran, khususnya
berbagai teori yang berkenan dengan strategi pembelajaran, teknik
pembelajaran.
Dalam pembelajaran, istilah model diartikan sebagai kerangka
konseptual yang melukiskan produser yang sistematis dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan
belajar tertentu, Model berfungsi sebagai pedoman bagi siswa
dalam merencanakan dalam melaksanakan aktivitas pembelajaran.
Menurut Slameto (2003: 2) belajar adalah suatu proses usaha
yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebegai hasil
pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya,
sedangkan menurut Syah (2003:67) belajar adalah kegiatan
pengembangan kemampuan kognitif dengan fakta sebanyak-
banyaknya. Jadi, belajar dalam hal ini dipandang dari sudut
beberapa banyak materi yang dikuasai oleh siswa.
Menurut Skainner (dalam Dimyati dan Mudjiono, 2006:9)
belajar adalah suatu perilaku pada saat orang belajar, maka
responsnya menurun. Sedangkan menurut Gagne (dalam Dimyati)
berupa kapabilitas. Setelah belajar orang memiliki keterampilan,
pengetahuan, sikap, dan nilai. Menurut Sahabuddin (2007:79)
belajar adalah perubahan perilaku yang diamati, sedangkan tingkah
laku ini adalah tindakan yang diamati.
16
Menurut Santrock (2008:265) proses belajar atau
pembelajaran adalah fokus utama dalam dunia pendidikan, ketika
orang ditanya apa fungsi sekolah itu, mereka biasanya akan
menjawab “membantu murid untuk belajar”. Pembelajaran
(learning) dapat didefenisikan sebagai pengaruh permanen atas
perilaku, pengetahuan, dan keterampilan melalui pengalaman.
Pembelajaran dapat diartikan sebagai setiap upaya yang
sistematik dan disengaja untuk menciptakan kondisi-kondisi agar
kegiatan pembelajaran dapat berjalan secara efektif dan efisien
(Sodiqin dan Badruzaman, 2004:10). Djamarah dan Zein (1996:
179) berpendapat bahwa pembelajaran adalah suatu kombinasi
yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas,
perlengkapan dan produser yang saling mempengaruhi mencapai
tujuan pembelajaran. Menurut Sadiman (dalam Sutikno, 2005:27),
pembelajaran adalah usaha-usaha yang terencana dalam diri
peserta didik.
Menurut Degeng (dalam Djamarah dan Zein, 1996: 82)
pembelajaran adalah upaya untuk membelajarkan peserta didik.
Dalam kegiatan pembelajaran tersebut tidak dapat lepas dari
interaksi antara sumber belajar, sehingga dalam interaksi tersebut
diperlukan berbagai cara dalam pelaksanaannya. Dalam interaksi
tersebut terlibat beberapa orang di antaran siswa, guru, dan tenaga
ahli lainnya, misalnya tenaga laboratorium. Sumber belajar di
17
antara buku-buku, papan tulis, kapur, film, fotografi, dan lain-lain.
Model pembelajaran tidak hanya berfungsi cara untuk
menyampaikan materi saja, sebab sumber belajar dalam kegiatan
pembelajaran mempunyai tiga cakupan yang luas yaitu di samping
sebagai penyampaian informasi juga mempunyai tugas untuk
mengolah kegiatan pembelajaran sehingga siswa dapat belajar
untuk mencapai tujuan secara cepat.
Menurut Sutikno (2005:27) bahwa model pembelajaran yang
bervariasi akan mengairahkan belajar anak didik. Variasi dalam
kegiatan pembelajaran adalah perubahan dalam peroses kegiatan
yang bertujuan untuk meningkatkan motivasi para peserta didik
serta mengurangi kejenuhan dan kebosanan. Pada suatu kondisi
tertentu anak didik akan merasa bosan dengan model ceramah,
disebabkan mereka harus dangan setia dan tenang mendengarkan
penjelasan guru tentang suatu masalah. Kegiatan pembelajaran
seperti itu harus guru alihkan dengan model pembelajaran yang
lain, karena kemampuan setiap model pembelajaran tersebut
berbeda-beda kemampuan yang dihasilkan oleh model
pembelajaran yang lain. Demikian juga dengan penggunaan model
pembelajaran lainnya.
Dalam pendidikan dan pembelajaran yang terjadi meliputi tiga
domain yaitu domain kognitif, afektif, dan psikomotor. Belajar
bergantung pada kebutuhan dan motivasi, dan terarah kepada
18
pencapaian tujuan. Pada dasarnya perubahan di sekolah
memerlukan dalam tiga bidang tersebut, hanya perubahan di
tingkat masing-masing disesuaikan dengan bidang ilmu yang
dipelajarinya. Diharapkan dengan perubahan yang terjadi dalam
tiga bidang tersebut akan berpangaruh dalam cara berfikir, merasa
dan membentuk kebiasaan perilaku.
Selanjutnya, Suryabrata berpendapat bahwa; (1) teori
pembelajaran dalam golongan besar yaitu: (1) teori behavioristik-
elementaristik; dan (2) tori kognitif holistik Thorndike dalam
Suryabrata (1995:51) lebih jauh mengemukakan bahwa
pembelajaran berlangsung melalui tiga macam belajar yaitu: (1)
low of readness yang menunjukkan kesiapan seseorang untuk
bertindak; (2) low of exercise mengatakan bahwa meningkatnya
kemungkinan untuk merespon sesuatu bia situasi itu telah
dihadapinya dan diulang lagi; (3) low of effect yang teori yang
mengatakan bahwa apabila koneksi yang dibuat dan disertai oleh
keadaan yang memuaskan, maka kekuatan hubungan akan
bertambah.
3. Konsep Model Pembelajaran Sinektik
Model pembelajaran sinektik pertama kali diperkenalkan dan
diujicobakan oleh William Gordon untuk meningkatkan kinerja
perusahaan melalui pengembangan pribadi yang terintegrasi
dengan kepribadian yang kompeten, (Sudding, 2011: 69). Model
19
sinektik ini berorientasi pada pengembangan pribadi dan keunikan
individu, diutamakan penekanannya pada proses membantu
individu dalam membentuk dan mengorganisasikan realita yang
unik. Dalam hal ini, sinektik diterapkan untuk membantu kita
mengembangkan cara-cara berpikir yang “segar” (bukan sekadar
logis) tentang siswa, motif-motif mereka, sifat hukuman, tujuan kita
dan sifat masalah. Kita perlu mengembangkan empati pada
seseorang yang berkonflik dengan kita dan mengakui bahwa kita
mungkin memiliki pendapat yang berbeda dengannya tentang
sumber konflik tersebut. Selain itu, dan yang terpenting, kita perlu
berempati karena mungkin kita terlalu memaksakan diri untuk
menggunakan solusi yang “logis” sehingga membutakan kita
melihat kemungkinan-kemungkinan lain yang lebih kreatif (Joyce
dkk, 2009:249).
Endraswara (2005:97) mengatakan bahwa model sinektik
disebut juga model Gordon, karena ditawarkan oleh William J.J.
Gordon. Menurut Endraswara, model sinektik sebagai upaya
pemahaman (apresiasi) karya puisi melalui proses metaforik dan
analogi.
Hamalik (2001:83) berpendapat bahwa strategi pengajaran
sinektik merupakan suatu strategi untuk menciptakan kelas menjadi
suatu masyarakat intelektual, yang menyediakan berbagai
kesempatan bagi siswa untuk bertindak kreatif dan menjelajahi
20
gagasan-gagasan baru dalam bidang-bidang ilmu pengetahuan
alam, teknologi, dan seni.
Pada dasarnya, kreativitas seseorang dapat dideskripsikan,
didorong, dan dapat ditingkatkan dengan sengaja. Proses
kreativitas memiliki dua komponen utama, ialah komponen proses
intelektual dan komponen emosional, namun komponen emosional
ini memiliki peranan yang lebih penting, karena kreativitas pada
dasarnya adalah proses emosional. Kreativitas pada diri seseorang
atau pada kelompok dapat ditingkatkan dengan cara menyadari
proses kreatif dan memberikan bantuan secara sadar ke arah
terjadinya kreativitas.
a. Pengertian Model SinektikKata sinektik berasal dari bahasa Yunani yang berarti
penggabungan unsur-unsur atau gagasan-gagasan yang
berbeda-beda. Model Sinektik dapat dipahami sebagai strategi
mempertemukan berbagai macam unsur, dengan menggunakan
kiasan untuk memperoleh satu pandangan baru
(Gordon,1980:168).
Model Pembelajaran Sinektik. Menurut Joyce dkk
(2009:135) semua model mengajar mengandung unsur model
berikut (1) orientasi model, (2) urutan kegiatan (syntax), sistem
sosial (social system), (4) prinsip reaksi (principle of reaction), (5)
sistem penunjang (support system), dan (6) dampak
instruksional dan penyerta (instructional and nurturant effect).
21
Dalam hal ini model pembelajaran sinektik juga harus mencakup
semua unsur. Dalam hal ini model pembelajaran sinektik juga
harus mencakup semua unsur tersebut.
1) Orientasi Model. Istilah sinektik berasal dari bahasa Yunani
yang berarti penggabungan unsur-unsur atau gagasan-
gagasan yang berbeda-beda yang tampaknya tidak relevan.
Menurut William J.J. Gordon (1980:168), sinektik berarti
strategi mempertemukan berbagai macam unsur, dengan
menggunakan kiasan untuk memperoleh satu pandangan
baru. Selanjutnya, Model Sinektik yang ditemukan dan
dirancang oleh William JJ Gordon ini berorientasi
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah, ekspresi
kreatif, empati, dan wawasan dalam hubungan sosial.
2) Rangkaian Kegiatan. Unsur kegiatan atau sintaksis merujuk
pada rincian atau tahapan kegiatan model sehingga fase-fase
kegiatan model tersebut teridentifikasi dengan jelas. Unsur
kedua pembangun model sinektik ini adalah proses belajar
mengajar sebagai struktur model pembelajaran. Ada dua
strategi dari model pembelajaran sinektik, yaitu strategi
pembelajaran untuk menciptakan sesuatu yang baru (creating
something new) dan strategi pembelajaran untuk melazimkan
terhadap sesuatu yang masih asing (making the strange
22
familiar). Kedua strategi dari model pembelajaran sinektik
dapat dilihat pada tabel berikut.
3) Sistem Sosial. Sistem sosial menandakan hubungan yang
terjalin antara guru dan siswa, termasuk norma atau prinsip
yang harus dianut dan dikembangkan untuk pelaksanaan
model. Model ini menuntut agar antara guru dan siswa
terdapat hubungan yang kooperatif di mana guru menjalankan
dwifungsi sebagai pemrakarsa dan pengontrol aktivitas siswa
pada setiap tahap. Selain itu, guru menjadi fasilitator bagi
kegiatan siswa dalam proses belajar mengajar.
4) Prinsip Reaksi. Prinsip reaksi bermakna sikap dan perilaku
guru untuk menanggapi dan merespons bagaimana siswa
memproses informasi, menggunakannya sesuai pertanyaan
yang diajukan oleh guru. Tugas penting yang diemban guru
pada tahap ini adalah menangkap kesiapan siswa menerima
informasi baru dan aktivitas mental baru untuk dipahami dan
diterapkan.
5) Sistem Pendukung. Sarana yang diperlukan untuk
melaksanakan model ini ialah adanya pengajar yang
kompeten menjadi pemimpin dalam proses sinektiks. Kadang-
kadang diperlukan pula sejumlah alat dan bahan atau tempat
untuk membuat analogi yang bersifat fisik. Kelas yang
diperlukan, berupa ruangan yang lebih besar yang
23
memungkinkan terciptanya lingkungan yang kreatif melalui
aktivitas yang bervariasi.
6) Dampak Instruksional dan Pengirin. Sinektik dirancang
untuk membimbing kita masuk ke dalam dunia yang hampir
tidak masuk akal untuk memberikan pada kita kesempatan
menciptakan cara baru dalam memandang sesuatu,
mengekspresikan diri dan mendekati permasalahan. Dalam
hal ini, sinektik diterapkan untuk membantu kita
mengembangkan cara-cara berpikir yang “segar” (bukan
sekedar logis).
b. Strategi Model Pembelajaran SinektikJoyce dkk (2009:257) mengatakan, ada dua strategi dalam
model pengajaran yang didasarkan pada prosedur-prosedur
sinektik. Dua strategi tersebut, yakni membuat sesuatu yang
baru (creating something new), dirancang untuk membuat hal-hal
yang familiar menjadi asing, untuk membantu siswa melihat
masalah-masalah, gagasan-gagasan, dan hasil-hasil yang lama
dengan cara yang baru, pandangan yang lebih kreatif.
Sedangkan strategi yang kedua, yakni membuat yang asing
menjadi familiar (making the strange familiar), dirancang untuk
membuat gagasan-gagasan yang baru dan tidak familiar menjadi
lebih bermakna. Meskipun dua strategi ini menggunakan tiga
jenis analogi tadi, akan tetapi sasaran, struktur, dan prinsip-
prinsip tanggapan, keduanya berbeda.
24
Strategi pertama membantu siswa melihat sesuatu yang
biasa dengan cara-cara tidak biasa dengan menggunakan
analogi-analogi untuk membuat jarak konseptual. Kecuali pada
langkah terakhir, karena siswa kembali pada masalah yang
semula, mereka tidak membuat perbandingan-perbandingan
sederhana. Sasaran strategi ini adalah untuk mengembangkan
pemahaman baru: berempati dengan atau pada sikap yang
sedikit berlagak dan menggertak; merancang jalan masuk yang
baru; memecahkan masalah-masalah sosial atau interpersonal,
seperti sampah atau dua siswa yang saling berkelahi, atau
memecahkan masalah-masalah pribadi, seperti bagaimana
berkonsentrasi dengan lebih baik saat membaca buku. Peran
guru adalah berhati-hati terhadap analisis atau kesimpulan yang
terlalu dini.
Strategi kedua, membuat sesuatu yang asing menjadi
familiar, menurut Joyce dkk (2009:264-265) untuk meningkatkan
pemahaman siswa dan internalisasi materi yang baru dan yang
sulit secara substansif. Dalam strategi ini, metafora digunakan
untuk menganalisis, tidak untuk membuat jarak konseptual
sebagaimana dalam strategi pertama. Contoh, guru mungkin
menyajikan konsep kebudayaan pada siswa-siswanya.
Dengan menggunakan analogi-analogi familiar, siswa mulai
menjabarkan/membatasi/menjelaskan karakteristik-karakteristik
25
yang hadir dan tidak ada dalam konsep. Strategi ini bersifat
analitis dan konvergen: siswa secara terus-menerus bergantian
antara mendefinisikan karakteristik subjek yang lebih familiar
dengan membandingkan subjek-subjek tersebut dengan
karakteristik-karakteristik topik yang tidak familiar. Strategi
tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Menjelaskan topik baru, siswa disediakan informasi;
2. Guru atau siswa mengusulkan analogi langsung.
3. Meminta siswa untuk “menjadi hal-hal yang familiar”
(mempersonalisasi analogi langsung).
4. Siswa mengidentifikasi dan menjelaskan butir kesamaan
antara analogi dengan materi substantif.
5. Siswa menjelaskan perbedaan-perbedaan di antara analogi-
analogi.
Untuk mengukur pemerolehan informasi baru, siswa dapat
mengusulkan dan menganalisis analogi-analogi familiarnya pada
tahap keenam dan tahap ketujuh.
c. Langkah-langkah Model Pembelajaran Sinektik
Senada dengan Hamalik (2001:85) mengungkapkan
pelaksanaan strategi pengajaran sinektik dapat dikembangkan
dalam dua bentuk, dan masing-masing memiliki langkah-langkah
kegiatan yang relatif berbeda, sebagai berikut.
Sinektik bentuk pertama, adalah:
26
1) Guru mendeskripsikan suatu topik atau suatu situasi/kondisi
yang sedang dihadapi ;
2) Analogi langsung, siswa diminta mengidentifikasi situasi lain
yang sebanding dengan situasi/topik yang disajikan oleh guru,
dan selanjutnya siswa diminta juga untuk mendeskripsikan
situasi/topik tersebut.
3) Analogi personal, Siswa diminta untuk “mengandaikan dirinya”
seolah-olah berada dalam situasi itu secara empatik (dalam
bentuk kegiatan kiasan atau metamorphic activity), dan
kemudian mendeskripsikannya, yakni mendeskripsikan diri
sebagai fakta, secara emosional dan sebagai benda hidup.
4) Mempertentangkan, Siswa diminta untuk memilih suatu
situasi/topik yang bertentangan dengan situasi-situasi yang
telah dideskripsikan pada langkah kesatu dan kedua diatas.
5) Analogi langsung, Siswa diminta mengadakan analogi
langsung yang lain berdasarkan analogi yang
mempertentangkan.
6) Uji ulang atau tugas yang sesungguhnya, Siswa diminta
kembali ke masalah yang sebenarnya, yang harus dipecahkan
dengan memanfaatkan pengalaman-pengalaman sinektik.
Sinektik bentuk kedua, adalah:
1) Masukan substantive, guru memberikan informasi tentang
topik baru
27
2) Analogi langsung, guru mengajak siswa untuk beranalogi
langsung dan kemudian mendeskripsikannya.
3) Analogi personal, siswa diminta untuk menjadikan dirinya
sebagai objek analogi.
4) Analogi perbandingan, siswa diminta menjelaskan hal-hal
yang sama antara topik baru dan objek analogi
5) Menjelaskan perbedaan, siswa diminta menjelaskan
perbedaan antara hal-hal yang telah dianalogikan
sebelumnya.
6) Eksplorasi, siswa menyelidiki kembali topik semua/asli
dengan bahasanya sendiri.
7) Siswa mencari analogi-analogi lainnya dan menyelidiki
persamaan dan perbedaan setiap kata yang dipilih.
d. Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Sinektik
Menurut Hamalik (2001:84). Strategi pembelajaran sinektik
mempunyai beberapa kelebihan antara lain;
1) Strategi ini bermanfaat untuk mengembangkan pengertian
baru pada diri siswa tentang sesuatu masalah sehingga dia
sadar bagaimana bertingkah laku dalam situasi tertentu,
2) Strategi ini bermanfaat karena dapat mengembangkan
kejelasan pengertian dan internalisasi pada diri siswa tentang
materi baru,
28
3) Strategi ini dapat mengembangkan berfikir kreatif, baik pada
diri siswa maupun pada guru,
4) Strategi dilaksanakan dalam suasana kebebasan intelektual
dan kesamaan martabat antar siswa,
5) Strategi ini membantu siswa menemukan cara berfikir baru
dalam memecahkan suatu masalah.
Selain kelebihan-kelebihan yang telah dijelaskan di atas,
strategi sinektik juga memiliki beberapa kekurangan, antara lain:
1) Strategi ini sulit dilaksanakan bagi guru dan siswa sudah biasa
melaksanakan pada penyampaian informasi, yang terutama
tertuju pada pengembangan aspek intelektual.
2) Karena strategi ini menitikberatkan pada berfikir reflektif dan
imajinatif dalam kegiatan yang terjadi dalam situasi tertentu,
maka ada kemungkinan siswa kurang menguasai fakta-fakta
dan prosedur melaksanakan sesuatu ketrampilan,
3) Untuk memecahkan masalah-masalah ilmiah, maka sangat
diperlukan lingkungan yang memadai dan laboratorium atau
sumber-sumber yang serasi dan memadai, yang mungkin
belum terjangkau oleh sekolah-sekolah yang belum maju.
4) Strategi menuntut agar guru mampu menempatkan diri
sebagai prakarsa dan pembimbing, kemampuan mana belum
tentu dimiliki oleh semua guru.
29
4. Keterampilan Menulis
a. Pengertian Menulis
Keterampilan menulis merupakan salah satu dari
komponen bahasa yang mempunyai peranan penting dalam
kehidupan manusia. Dengan menulis seseorang dapat
mengungkapkan pikiran dan gagasan untuk mencapai maksud
dan tujuannya. Menulis dapat diartikan sebagai menempatkan
simbol-simbol grafis yang menggambarkan suatu bahasa yang
dimengerti oleh seseorang, kemudian dapat dibaca oleh orang
lain yang memahami bahasa tersebut serta simbol-simbol
grafisnya. Dengan kata lain, menulis merupakan kegiatan
melahirkan pikiran dan perasaan dengan tulisan (Roekhan,
1991:3). Pendapat berbeda ditemukan oleh Targian (2008: 3),
menurutnya menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa
yang digunakan untuk berkomunikasi secara langsung, tidak
secara tatap muka dengan orang lain.
Menulis pikiran suatu proses melahirkan tulisan yang berisi
gagasan. Banyak yang melakukannya secara spontan, tetapi
ada juga yang berkali-kali mengadakan koreksi dan penulisan
kembali (Sumardjo dan Saini 2001:30). Senada dengan hal itu,
California writing project dalam Deporter & Hernacki, 2007: 50)
menyatakan bahwa proses menulis itu meliputi (1) persiapan,
mengelompokkan, dan menulis cepat (2) draf kasar, gagasan
30
deiksplorasi dan dikembangkan, (3) berbagi, sang rekan
membaca draf tersebut dan memberikan umpan balik, (4)
memperbaiki, dan umpan balik, perbaiki tulisan tersebut dan
bagikan lagi, (5) penyuntingan, perbaiki semua kesalahan, tata
bahasa, dan tanda baca, (6) penulisan kembali, memasukkan isi
yang baru dan perubahan penyuntingan, dan (7) evaluasi,
periksalah apakah tugas ini sudah selesai.
Sementara itu, Akhadiah dkk. (1996:8) mengemukakan
beberapa pengertian menulis, yaitu: (1) menulis merupakan
suatu bentuk komunikasi; (2) menulis merupakan suatu proses
pemikiran yang dimulai dengan pikiran tentang gagasan yang
akan disampaikan; (3) menulis adalah bentuk komunikasi yag
berbeda dengan bercakap-cakap (dalam tulisan yang tidak
inotasi ekspresi wajah, gerakan fisik, serta situasi yang
menyertai percakapan, (4) menulis merupakan suatu ragam
komunikasi yang perlu dilengkapi dengan “alat-alat” penjelasan
serta aturan ejaan dan tanda baca; dan (5) menulis merupakan
bentuk komunikasi untuk menyampaikan gagasan penulis
kepada khalayak pembaca yang diatasi jarak tempat dan waktu.
Pada waktu proses menulis, setiap orang melewati tahapan
menulis yang sama, yaitu pramenulis, pemburaman/
pengendrafan, dan perefisien untuk memperbaiki tulisan yang
sudah dihasilkan. Pada dasarnya ada lima tahap proses kreatif
31
menulis, yaitu : (1) persiapan, pada tahap ini penulis menyadari
yang akan ditulis, (2) inkubasi, pada tahap ini gagasan yang
telah muncul tadi direnungkan kembali oleh penulis, (3)
insprirasi, pada tahap ini penulis mengungkapkan apa yang akan
ditulis, (4) penulisan pada tahap ini penulis mengungkapkan apa
yang ingin ditulis, dan (5) revisi (Widyawartaya, 1996: 11).
Berdasarkan pendapat-pendapat yang diuraikan di atas
dapat disimpulkan bahwa menulis merupakan sebuah proses
berfikir yang menghasilkan kegiatan menyusun dan
mengorganisasikan ide, gagasan dan pengalaman dalam bentuk
bahasa tulis yang baik dan benar. Selain itu, menulis merupakan
salah satu cara berkomunikasi secara tertulis, di samping
adanya komunikasi secara lisan karena pada dasarnya tidak
semua orang dapat mengungkapkan perasaan dan maksud
secara lisan saja.
b. Fungsi dan Tujuan Menulis
Tarigan (2008: 22) mengemukakan pada prinsipnya fungsi
utama dari tulisan adalah sebagai alat komunikasi tidak
langsung. Hal ini mengandung pengertian bahwa dengan tulisan
dapat membantu menjelaskan pikiran-pikiran kita melalui sebuah
tulisan tanpa saling bertatap muka.
Dalam dunia pendidikan menulis mempunyai fungsi
sebagai alat bantu dalam berfikir bagi para pelajar. Selain itu
32
menulis dapat memudahkan kita merasakan dan menikmati
hubungan-hubungan, memperdalam daya tanggap persepsi kita,
memecahkan masalah-masalah yang kita hadapi, menyusun
urutan bagi pengalaman. Tulisan dapat membantu kita
menjelaskan pikiran-pikiran dan perasaan mengenai orang-
orang, gagasan-gagasan, masalah-masalah, dan kejadian-
kejadian hanya dalam proses menulis yang faktual (Tarigan,
2008: 23). Akhadiah, dkk (1996: 4) mengemukakan delapan
fungsi menulis bagi penulis sebagai berikut:
1. Penulis dapat mengenali kemampuan dan potensi dirinya.
2. Penulis dapat terlatih dalam mengembangkan berbagai
gagasan.
3. Kegiatan menulis dapat memperluas wawasan penulisan
secara teoretis mengenai fakta-fakta yang berhubungan.
4. Penulis dapat terlatih dalam mengorganisasikan gagasan
secara sistematis serta mengungkapkannya secara tersurat.
5. Penulis dapat meninjau serta menilai gagasannya sendiri
serta objektif.
6. Dengan menulis, penulis akan lebih mudah memecahkan
permasalahan yang ada.
7. Penulis terdorong untuk terus belajar secara efektif.
8. Membiasakan penulis berfikir serta berbahasa secara tertib
dan teratur.
33
Selain mempunyai fungsi, menulis juga mempunyai tujuan,
Higo Hartig (dalam Tarigan, 1990: 24) merangkumkan beberapa
tujuan penulisan suatu tulisan sebagai berikut.
1. Tujuan penugasan (assignment purpose), tujuan penugasan
ini sebenarnya tidak mempunyai tujuan sama sekali. Penulis
menulis suatu karena ditugaskan, bukan atas kemauan
sendiri.
2. Tujuan altruistik (altruistic purpose), penulis bertujuan untuk
menyenangkan para pembaca, ingin menolong para pembaca
memahami, menghargai perasaan dan penalarannya, ingin
membuat hidup pembaca lebih mudah dan lebih
menyenangkan dengan karyanya itu.
3. Tujuan persuasif (persuasive purpose), tulis yang bertujuan
meyakinkan para pembaca akan kebenaran gagasan yang
diutarkan.
4. Tujuan informasi (informational purpose) , tulisan bertujuan
memberi informasi atau keterangan/penerangan kepada
pembaca.
5. Tujuan pernyataan diri (self-expressiva purpose), tulisan
bertujuan memperkenalkan atau menyatakan diri sang
pengarang kepada pembaca.
34
6. Tujuan kreatif (creative purpose), tujuan ini erat dengan tujuan
diri. Tulisan yang bertujuan mencapai nilai-nilai artistik, nilai-
nilai kesenian.
7. Tujuan pemecahan masalah (problem-solving purpose),
dalam tulisan seperti ini sang penulis ingin memecahkan
masalah yang dihadapi.
Muchlisoh, dkk. (1991: 233) menyatakan bahwa fungsi
utama menulis adalah sebagai alat komunikasi yang tidak
langsung. Penulis dan pembaca dapat berkomunikasi melalui
tulisan. Oleh karena itu, pada prinsipnya hasil menulis (tulisan)
yang paling utama ialah dapat menyampaikan pesan penulis
kepada pembaca memahami maksud menulis yang dituangkan
dalam tulisannya.
Dalam kehidupan modern ini jelas bahwa kerampilan
menulis sangat dibutuhkan. Kiranya tidaklah terlalu berlebihan
bila dinyatakan bahwa keterampilan menulis merupakan ciri yang
terpelajar. Terkait dengan hal itu, Morsey (dalam Tarigan 1990:
4) mengemukakan bahwa menulis dipergunakan oleh orang-
orang terpelajar untuk merekam, menyakinkan,
melaporkan/memberitahukan, mempengaruhi; dan maksud serta
tujuan seperti itu hanya dapat dicapai dengan baik oleh orang-
orang yang dapat menyusun pikirannya dan mengutarakannya
35
dengan jelas, kejelasan ini tergantung pada pikiran, organisasi,
pemakaian kata-kata, struktur kalimat.
Secara keseluruhan, fungsi atau pentingnnya
menulis/mengarang menurut Lubis (1960: 25) dapat dilihat pada
uraian berikut ;
1. Menulis merupakan suatu keterampilan yang penting di
sekolah dan sesudah sekolah.
2. Bagi kebanyakan siswa, menulis merupakan keterampilan
yang dapat menguasai keterampilan berbahasa.
3. Menulis adalah berfikir.
4. Menulis merupakan perbuatan etis karena kualitas tunggal
yang terpenting dalam menulis adalah kejujuran.
5. Menulis adalah suatu proses menemukan diri/kepribadian.
6. Menulis memberikan kepuasan pada kebutuhan dasar
manusia untuk berkomunikasi.
7. Menulis adalah seni dan seni adalah suatu permainan yang
menyehatkan.
Tujuan menulis menurut Tarigan (1990: 23) ialah (a)
memberitahukan atau mengajar, (b) menyakinkan atau
mendesak, (c) menghibur dan menyenangkan, dan (d)
mengutarakan/mengekpresikan perasaan dan emosi yang
berapi-api. Sehubungan dengan hal tersebut, Syafi’ie (1998: 56)
mengemukakan tujuan menulis sebagai berikut :
36
1. Mengubah keyakinan membaca, yaitu pembaca diharapkan
mempunyai suatu hal yang berkaitan dengan perihal pokok
tulisan atau menyetujui apa yang kita kemukakan dalam
tulisan dalam tulisan yang kita sajikan.
2. Menanamkan pemahaman terhadap suatu pada pembaca,
yaitu pembaca diharap memahami per hal pokok yang kita
sajikan.
3. Merangsang proses berfikir pembaca, yaitu pembaca
diharapkan dapat terangsang memikirkan hal-hal yang
berkaitan dengan perihal pokok yang kita sajikan.
4. Menyenangkan atau menghibur pembaca.
5. Memberitahu pembaca.
6. Motivasi pembaca.
Dari segi pemanfaatannya dalam pembelajaran. Ahmadi
(1990: 29) mengemukakan bahwa pada dasarnya program
pengajaran menulis dilaksanakan untuk mencapai tujuan
sebagai berikut :
1. Mendorong siswa untuk menulis dengan jujur, bertanggung
jawab, dalam kaitannya dengan penggunaanya bahwa secara
hati-hati, integritas, dan sensitif.
2. Merangsang imajinasi dan daya fikir atau intelek
siswa/mahasiswa.
37
3. Menghasilkan tulisan yang bagus organisasinya, cepat,jelas,
dan ekonomis penggunaannya bahasanya dalam
membebaskan segala sesuatu yang terkandung dalam hati
dan pikiran (The, 2002: 12).
5. Menulis Puisi
a. Keterampilan Menulis Puisi
Puisi merupakan bentuk ekspresi yang dominan dalam
sastra, dominasi itu bukan hanya karena bentuk syairnya yang
mudah dihafal, tetapi juga kerena memang penuh arti yang
sangat digemari oleh mereka yang berfikir dalam. Pentingnya
latihan menulis puisi tidak hanya untuk mempertajam dan
meningkatkan kemampuan bahasa, tetapi dengan latihan
penulisan puisi siswa diharapkan dapat memperoleh minat segar
yang muncul dari kedalaman puisi itu sendiri (Gani, 1981: 118).
Dalam pembinaan keterampilan menulis puisi dapat melalui
pemanfaatan model yang cocok serta mudah untuk ditiru. Dalam
pembelajaran sastra mungkin siswa telah mendapat contoh puisi
dengan unsur yang cukup rumit seperti rima irama, sarana
retorika, dan citraan, namun dalam latihan menulis puisi saat ini
siswa belum perlu menuliskan puisi semacam itu. Puisi yang
cocok sebagai model untuk latihan menulis puisi adalah puisi
yang berbentuk bebas dan sederhana, berisi hasil
38
pengamatannya yang berupa imbauan atau penyataan (Gani,
1981: 118).
Dengan latihan yang intensif, seseorang akan memperoleh
pengalaman bagaimana menggunakan daya pikir secara efektif,
menguasai struktur bahasa dan kosakata sastra meyakinkan.
Latihan-latihan ini secara bertahap dan rutin akan meyakinkan
seseorang malahirkan ide, pengetahuan, dan perasaan dalam
bentuk bahasa yang baik dan logis sesuai dengan norma-norma
estetis yang ingin dicapai.
Kemampuan seseorang atau penyair menulis puisi sangat
dipengaruhi oleh pengalaman dan tingkat kreativitasnya.
Seorang penulis yang berpengalaman dan kreatif, akan mampu
mengsilkan puisi yang baik dan monumental. Hal itu akan di
capai dengan banyak membaca dan latihan menulis. Sebab
aktivitas membaca, akan banyak diperoleh pengalaman yang
berharga untuk melahirkan puisi. Misalnya, sesorang penyair
terkemuka pernah menulis bahwa pengalaman puisi adalah
sesuatu yang unik, dan koetentikannya hanya akan terjamin
apabila penyair berhasil melahirkan bahasa yang unik Damono,
1983: 12).
b. Pengertian Puisi
Secara etimologis, kata puisi berasal dari bahasa Yunani
yaitu dari kata Poesis yang artinya penciptaan. Dalam bahasa
39
Inggris, padanan kata puisi ini adalah poetry yang erat
dengan poet dan poem. Mengenai kata poet, Coluter (dalam
Tarigan, 1986: 4) menjelaskan bahwa kata poet berasal dari
Yunani yang berarti membuat atau mencipta.
Dalam bahasa Yunani sendiri, kata poet berarti
imajinasinya, orang yang hampir-hampir menyerupai dewa atau
yang amat suka kepada dewa-dewa. Dia adalah orang yang
berpenglohatan tajam, orang suci, yang sekaligus merupakan
filsuf, negarawan, guru, orang yang dapat menebak kebenaran
yang tersembunyi.
Puisi merupakan salah satu bentuk karya sastra secara
etomologis, kata puisi dalam bahasa Yunani berasal dari poesis
yang artinya berarti penciptaan. Dalam bahasa indonesia
(melayu) dikenal istilah poezie (puisi) yaitu jenis sastra (gendre)
yang berpasangan dengan istilah prosa. Sementara dalam
bahasa inggris adalah istilah poetry yang artinya adalah puisi
(Pradopo, 1999: 306).
Waluyo (2005: 23) menyatakan bahwa puisi adalah bentuk
kesusastraan yang menggunakan pengulangan kata sebagai ciri
khasnya, pengulan kata itu menghasilkan rima, ritme, dan
musikalitas. Reefes (dalam Waluyo, 2005: 23) memberikan
batasan yang berkaitan dengan struktur fisik dan menyatakan
40
bahwa puisi adalah ekspresi bahasa yang kaya dan penuh daya
pikat.
Pradopo (1999: 7) mengemukakan bahwa puisi adalah
mengekspresikan pemikiran yang membangkitkan perasaan
yang merangsang imajinasi panca indra dalam susunan yang
berirama. Semua itu merupakan sesuatu yang penting, yang
direkam dan diekspresikan dinyatakan dengan menarik dan
memberi kesan puisi itu merupakan rekaman dan interprestasi
pengalaman manusia yang penting kemudian diubah dalam
wujud yang paling berkesan. Pendapat berbeda di kemukakan
Wirjosoedarmo (dalam Pradopo, 1999: 309), yaitu puisi
merupakan karangan yang terikat oleh banyak baris dalam tiap
barit, banyak kata dalam tiap baris, banyak suku kata dalam tiap
baris, rima dan irama.
Dari beberapa pengertian puisi di atas dapat disimpulkan
bahwa puisi merupakan rangkaian tata yang indah hasil
kreativitas seseorang berdasarkan pengalaman imajinatif
emosional dan intelektual yang mampu membangkitkan
perasaan dan panca indra yang kemudian di susun secara
berirama dengan teknik tertentu sehingga berkesan keindahan
kepada pembaca.
41
c. Jenis- jenis Puisi
Menurut zamannya, puisi dibedakan atas puisi lama dan
puisi baru.
1. Puisi Lama
Puisi lama adalah puisi yang terikat oleh aturan-aturan.
Aturan- aturan itu antara lain :
1) Jumlah kata dalam 1 baris
2) Jumlah baris dalam 1 bait
3) Persajakan (rima)
4) Banyak suku kata tiap baris
5) Irama
Jenis-jenis puisi lama :
1) Mantra adalah ucapan-ucapan yang dianggap memiliki
kekuatan gaib.
2) Pantun adalah puisi yang bercirikan bersajak a-b-a-b, tiap
bait 4 baris, tiap baris terdiri dari 8-12 suku kata, 2 baris
awal sebagai sampiran, 2 baris berikutnya sebagai isi.
Pembagian pantun menurut isinya terdiri dari pantun anak,
muda-mudi, agama/nasihat, teka-teki, jenaka.
3) Karmina adalah pantun kilat seperti pantun tetapi pendek.
4) Seloka adalah pantun berkait.
5) Gurindam adalah puisi yang berdirikan tiap bait 2 baris,
bersajak a-a-a-a, berisi nasihat.
6) Syair adalah puisi yang bersumber dari Arab dengan ciri
tiap bait 4 baris, bersajak a-a-a-a, berisi nasihat atau cerita.
42
7) Talibun adalah pantun genap yang tiap bait terdiri dari 6, 8,
ataupun 10 baris.
2. Puisi Baru
Puisi baru bentuknya lebih bebas daripada puisi lama
baik dalam segi jumlah baris, suku kata, maupun rima.
Jenis-jenis Puisi Baru Menurut isinya, puisi dibedakan
atas :
1) Balada adalah puisi berisi kisah atau cerita. Balada jenis ini
terdiri dari 3 bait, masing-masing dengan 8 larik dengan
skema rima a-b-a-b-b-c-c-b. Kemudian skema rima berubah
menjadi a-b-a-b-b-c-b-c. Larik terakhir dalam bait pertama
digunakan sebagai refren dalam bait-bait berikutnya.
2) Himne adalah puisi pujaan untuk Tuhan, tanah air,
atau pahlawan.
3) Ode adalah puisi sanjungan untuk orang yang berjasa.
Nada dan gayanya sangat resmi (metrumnya ketat),
bernada anggun, membahas sesuatu yang mulia, bersifat
menyanjung baik terhadap pribadi tertentu atau peristiwa
umum.
4) Romansa adalah puisi yang berisi luapan perasaan cinta
kasih. Berasal dari bahasa Perancis Romantique yang
berarti keindahan perasaan; persoalan kasih sayang, rindu
dendam, serta kasih mesra.
43
5) Elegi adalah puisi yang berisi ratap tangis/kesedihan. Berisi
sajak atau lagu yang mengungkapkan rasa duka atau keluh
kesah karena sedih atau rindu, terutama karena
kematian/kepergian seseorang.
6) Satire adalah puisi yang berisi sindiran/kritik. Berasal
dari bahasa Latin Satura yang berarti sindiran; kecaman
tajam terhadap sesuatu fenomena; tidak puas hati satu
golongan (ke atas pemimpin yang pura-pura, rasuah, zalim,
dan lain-lain.
Sedangkan macam-macam puisi baru dilihat dari
bentuknya antara lain:
1) Distikon, adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas dua
baris (puisi dua seuntai).
2) Terzina, puisi yang tiap baitnya terdiri atas tiga baris (puisi
tiga seuntai).
3) Kuatrain, puisi yang tiap baitnya terdiri atas empat baris
(puisi empat seuntai).
4) Kuint, adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas lima baris
(puisi lima seuntai).
5) Septime, adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas tujuh
baris (tujuh seuntai).
6) Oktaf/Stanza, adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas
delapan baris.
44
7) Soneta, adalah puisi yang terdiri atas empat belas baris
yang terbagi menjadi dua, dua bait pertama masing-masing
empat baris dan dua bait kedua masing-masing tiga baris.
3. Puisi Kontemporer
Kata kontemporer secara umum bermakna masa kini
sesuai dengan perkembangan zaman atau selalu
menyesuaikan dengan perkembangan keadaan zaman. Selain
itu, puisi kontemporer dapat diartikan sebagai puisi yang lahir
dalam kurun waktu terakhir. Puisi kontemporer berusaha lari
dari ikatan konvensional puisi iti sendiri. Puisi kontemporer
seringkali memakai kata-kata yang kurang memperhatikan
santun bahasa, memakai kata-kata makin kasar, ejekan, dan
lain-lain. Pemakaian kata-kata simbolik atau lambing intuisi,
gaya bahasa, irama, dan sebagainya dianggapnya tidak
begitu penting lagi.
Puisi kontemporer dibedakan menjadi 3 macam, yaitu :
1) Puisi mantra adalah puisi yang mengambil sifat-sifat
mantra. Sutardji Calzoum Bachri adalah orang yang
pertama memperkenalkan puisi mantra dalam puisi
kontemporer.
2) Puisi mbeling adalah bentuk puisi yang tidak mengikuti
aturan. Aturan puisi yang dimaksud ialah ketentuan-
ketentuan yang umum berlaku dalam puisi. Puisi ini muncul
45
pertama kali dalam majalah Aktuil yang menyediakan
lembar khusus untuk menampung sajak, dan oleh
pengasuhnya yaitu Remy Silado, lembar tersebut diberi
nama "Puisi Mbeling". Kata-kata dalam puisi mbeling tidak
perlu dipilih-pilih lagi.
3) Puisi konkret adalah puisi yang disusun dengan
mengutamakan bentuk grafis berupa tata wajah hingga
menyerupai gambar tertentu. Puisi seperti ini tidak
sepenuhnya menggunakan bahasa sebagai media. Di
dalam puisi konkret pada umumnya terdapat lambang-
lambang yang diwujudkan dengan benda dan/atau gambar-
gambar sebagai ungkapan ekspresi penyairnya.
d. Ciri- ciri Puisi
Puisi dibangun oleh dua unsur pokok yaitu bentuk atau
struktur puisi dan isi atau tema/amanat puisi. Bentuk puisi
terutama dibangun oleh unsur-unsur musikalitas, pertautan atau
korespondensi, dan gaya isi puisi terutama dibangun dan
kekayaan imajinasi, kearifan, keaslian (Tarigan, 1990: 12).
Secara umum puisi itu dibedakan dengan prosa, diantaranya
karena ciri-ciri sebagai berikut :
1. Puisi terikat oleh adanya persajakan (persamaan bunyi) ;
2. Puisi terikat oleh adanya bait (kouplet);
3. Puisi terikat oleh adaya oleh irama tertentu; dan
46
4. Puisi terikat oleh adanya pertautan atau korespindensi.
Ciri-ciri tersebut sifatnya tidak mutlak. Hal ini terutama
terasa pada puisi-puisi modern yang hanya mementingkan
kepadatan isi atau maksud yang dikandung (konsentrasi dan
intensivikasi). Ciri puisi yang paling mencolok adalah
penampilan tepografik. Jika melihat sebuah teks yang larik-
lariknya tidak terus sampai ketepi halaman, asumsinya adalah
sebuah puisi . ciri yang umum dalam sebuah puisi adalah
tematik-tematik itu dijumpai dalam lirik. Situasi bahas yang
bersifat monolog dikembangkan menjadi ungkapan (Hartoko,
1989: 174).
Ciri-Ciri puisi lama:
1) Merupakan puisi rakyat yang tak dikenal nama pengarangnya.
2) Disampaikan lewat mulut ke mulut, jadi merupakan sastra
lisan.
3) Sangat terikat oleh aturan-aturan seperti jumlah baris tiap bait,
jumlah suku kata maupun rima.
Ciri-ciri Puisi Baru:
1) Bentuknya rapi, simetris;
2) Mempunyai persajakan akhir (yang teratur);
3) Banyak mempergunakan pola sajak pantun dan syair
meskipun ada pola yang lain;
4) Sebagian besar puisi empat seuntai;
5) Tiap-tiap barisnya atas sebuah gatra (kesatuan sintaksis)
47
6) Tiap gatranya terdiri atas dua kata (sebagian besar) : 4-5 suku
kata.
Ciri-ciri puisi Kontemporer,
Puisi Kontemporer terbagi atas tiga yaitu;
1) Mantra, ciri-ciri mantra adalah:
Mantra bukanlah sesuatu yang dihadirkan untuk dipahami
melainkan sesuatu yang disajikan untuk menimbulkan
akibat tertentu.
Mantra berfungsi sebagai penghubung manusia dengan
dunia misteri.
Mantra mengutamakan efek atau akibat berupa kemanjuran
dan kemanjuran itu terletak pada perintah.
2) Ciri-ciri mbeling
Mengutamakan unsur kelakar; pengarang memanfaatkan
semua unsur puisi berupa bunyi, rima, irama, pilihan kata
dan tipografi untuk mencapai efek kelakar tanpa ada
maksud lain yang disembunyikan (tersirat).
Menyampaikan kritik sosial terutama terhadap sistem
perekonomian dan pemerintahan.
Menyampaikan ejekan kepada para penyair yang bersikap
sungguh-sungguh terhadap puisi.
3) Ciri-ciri puisi konkret, yaitu di dalam puisi konkret pada
umumnya terdapat lambang-lambang yang diwujudkan
48
dengan benda dan/atau gambar-gambar sebagai ungkapan
ekspresi penyairnya.
e. Unsur-unsur yang terdapat dalam PuisiUnsur-unsur puisi meliputi struktur fisik dan struktur batin
puisi (Waluyo, 1995: 54).
1. Struktur Fisik Puisi terdiri dari;
a) Perwajahan puisi (tipografi), yaitu bentuk puisi seperti
halaman yang tidak dipenuhi kata-kata, tepi kanan-kiri,
pengaturan barisnya, hingga baris puisi yang tidak selalu
dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik.
Hal-hal tersebut sangat menentukan pemaknaan terhadap
puisi.
b) Diksi, yaitu pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair
dalam puisinya, karena puisi adalah bentuk karya sastra
yang sedikit kata-kata dapat mengungkapkan banyak hal,
maka kata-katanya harus dipilih secermat mungkin.
Pemilihan kata-kata dalam puisi erat kaitannya dengan
makna, keselarasan bunyi, dan urutan kata.
c) Imaji, yaitu kata atau susunan kata-kata yang dapat
mengungkapkan pengalaman indrawi, seperti penglihatan,
pendengaran, dan perasaan. Imaji dapat dibagi menjadi
tiga, yaitu imaji suara (auditif), imaji penglihatan (visual),
dan imaji raba atau sentuh (imaji taktil). Imaji dapat
49
mengakibatkan pembaca seakan-akan melihat, medengar,
dan merasakan seperti apa yang dialami penyair.
d) Kata konkret, yaitu kata yang dapat ditangkap dengan
indera yang memungkinkan munculnya imaji. Kata-kata ini
berhubungan dengan kiasan atau lambang. Misalnya kata
kongkret “salju: melambangkan kebekuan cinta,
kehampaan hidup, dan lain-lain, sedangkan kata kongkret
“rawa-rawa” dapat melambangkan tempat kotor, tempat
hidup, bumi, kehidupan, dan lain-lain.
e) Gaya bahasa, yaitu penggunaan bahasa yang dapat
menghidupkan/meningkatkan efek dan menimbulkan
konotasi tertentu. Bahasa figuratif menyebabkan puisi
menjadi prismatis, artinya memancarkan banyak makna
atau kaya akan makna. Gaya bahasa disebut juga majas.
Adapun macam-macam majas antara lain :
Metafora, simile, personifikasi, litotes, ironi, sinekdoke, eufe
misme, repetisi,anafora, pleonasme, antitesis, alusio, klima
ks, antiklimaks, satire, pars pro toto, totem pro parte,
hingga paradoks.
f) Rima adalah persamaan bunyi pada puisi, baik di awal,
tengah, dan akhir baris puisi. Rima mencakup:
1) Onomatope (tiruan terhadap bunyi, misal /ng/ yang
memberikan efek magis.),
50
2) Bentuk intern pola bunyi (aliterasi, asonansi, persamaan
akhir, persamaan awal, sajak berselang, sajak berparuh,
sajak penuh, repetisi bunyi [kata], dan sebagainya
3) Pengulangan kata/ungkapan. Ritma merupakan tinggi
rendah, panjang pendek, keras lemahnya bunyi. Rima
sangat menonjol dalam pembacaan puisi.
2. Struktur Batin Puisi
Struktur batin puisi terdiri dari :
a) Tema (sense); media puisi adalah bahasa. Tataran
bahasa adalah hubungan tanda dengan makna, maka
puisi harus bermakna, baik makna tiap kata, baris, bait,
maupun makna keseluruhan.
b) Rasa (feeling), yaitu sikap penyair terhadap pokok
permasalahan yang terdapat dalam puisinya.
Pengungkapan tema dan rasa erat kaitannya dengan
latar belakang sosial dan psikologi penyair, misalnya
latar belakang pendidikan, agama, jenis kelamin, kelas
sosial, kedudukan dalam masyarakat, usia, pengalaman
sosiologis dan psikologis, dan pengetahuan. Kedalaman
pengungkapan tema dan ketepatan dalam menyikapi
suatu masalah tidak bergantung pada kemampuan
penyairmemilih kata-kata, rima, gaya bahasa, dan
bentuk puisi saja, tetapi lebih banyak bergantung pada
wawasan, pengetahuan, pengalaman, dan kepribadian
yang terbentuk oleh latar belakang sosiologis dan
psikologisnya.
c) Nada (tone), yaitu sikap penyair terhadap pembacanya.
Nada juga berhubungan dengan tema dan rasa. Penyair
51
dapat menyampaikan tema dengan nada menggurui,
mendikte, bekerja sama dengan pembaca untuk
memecahkan masalah, menyerahkan masalah begitu
saja kepada pembaca, dengan nada sombong,
menganggap bodoh dan rendah pembaca, dan lain-lain.
d) Amanat (itention); yaitu pesan yang ingin disampaikan
penyair kepada pembaca.
f. Pembelajaran Menulis Puisi
Pembelajaran merupakan upaya yang dilakukan dengan
sengaja oleh didik untuk menyiapkan ilmu pengetahuan,
mengorganisasi dan menciptakan sistem lingkungan dengan
berbagai metode sehingga siswa dapat melakukan kegiatan
belajar secera efektif dan efisien dengan hasil yang optimal
Sutikno (2005: 8). Jadi dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
merupakan suatu proses penyampaian ilmu pengetahuan
sehingga siswa dapat belajar secara efektif untuk mencapai hasil
belajar yang optimal.
Dalam hal ini pembelajaran dimaksudkan pada
pembelajaran menulis puisi. Pembelajaran menulis puisi
merupakan penyampaian informasi tentang teori-teori penulisan
puisi dengan tujuan siswa akan memiliki kemampuan menulis
puisi yang baik. Pembelajaran menulis memilki fungsi untuk
meningkatkan kemampuan menulis puisi sebagai salah satu cara
untuk meningkatkan mutu kehidupan manusia.
52
Pembelajaran menulis puisi dalam penelitian ini adalah
pembelajaran menulis puisi pada siswa kelas VII SMP Negeri 19
Makassar semester genap. Pembelajaran menulis puisi dalam
standar isi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SMP semester
genap meliputi standar kompetensi mengungkapkan pikiran,
perasaan, informasi, dan fakta secara tertulis dalam bentuk
ringkasan, laporan, dan puisi bebas. Kompetensi dasar terkait
adalah menulis puisi bebas dengan pilihan kata yang tepat.
Dalam kegiatan pembelajaran menulis puisi siswa dituntut
untuk dapat menentukan topik hubungan dengan pengalaman
yang pernah terjadi, menemukan gagasan dalam peristiwa
tersebut, yang merangkainya di dalam bentuk puisi dengan
memperhatikan pilihan kata, gaya bahasa, irama, pengimajian,
isi, dan amanat.
Pengajaran puisi bukanlah sekedar memindahkan
pengetahuan guru kepada anak didik. Ketidak mantapan
pengajaran puisi selama ini disebabkan oleh pengajaran tersebut
hanya sampai pada pengetahuan kesuastraan atau pengetahuan
puisi. Padahal, yang penting bagaimana menanamkan apresiasi
pada anak didik.
Tujuan pengajaran puisi menurut Sutjarso 2001: 39) dapat
dirangkum dalam rumusan-rumusan sebagai berikut.
53
a. Membina dan mengembangkan keirfan mengkap isyarat-
isyarat kehidupan dengan Sekurang - kurangnya mencakup
(menunjang):
1. Keterampilan berbahasa,
2. Meningkatkan pengetahuan budaya,
3. Menimbangkan rasa karsa dan pembentukan watak.
b. Menghibahkan pandangan komprehansif tentang cipta budaya
nasional dan membina siswa untuk memiliki rasa bangga,
keyakinan mandiri dan rasa memiliki:
Adapun tujuan khusus pembelajaran puisi diajarkan
sebagai berikut :
1. Siapakah si pencipta dalam puisi (proyeksi pribadi penyair
ataukah yang diciptakan oleh penyair).
2. Dapatkah siswa menyebutkan diksi atau nada suara yang
menyatakan pribadi penyair ataukah pribadi si pembicara
tersebut.
3. Siapakah yang dituju oleh penyair dengan puisinya tersebut?
4. Apakah setting, waktu, dan tempatnya?
5. Apakah intensi dan tujuan penyair dengan puisinya tersebut?
6. Apakah tema yang mendasari gagasan utamanya?
Tujuan khusus pengajaran isi menurut Sutjarso (2001: 2)
yaitu pembina apresiasi puisi dan pengembangan kearifan
menangkap isyarat- isyarat kehidupan. Sastra dalam keutuhan
54
bentuknya merupakan perwujudan pengalaman indra dan
pengalaman nalar para sastrawan atau pujangga yang di
ungkapkan dengan sungguh-sungguh atau intensif. Demikian
juga halnya dengan puisi. Dalam keintensifan pengungkapan
inilah ditemukan dan berkenelan dengan beraneka warna
pengalaman manusia: kegelisahan, pengertian, ketenteraman,
kegembiraan, kekaguman, kebahagiaan, dan lain-lain.
Tujuan khusus yang hendak dicapai dalam pengajaran
puisi menurut Effendi (dalam Sutjarso, 2001:3) antara lain :
1. Anak didik hendaknya memperoleh kesadaran yang lebih baik
terhadap diri sendiri, orang lain, dan kehidupan sekitarnya
hingga mereka bersikap terbuka, rendah hati, peka perasaan
dan pikiran kritisnya terhadap tingkah laku pribadi, orang lain
serta masalah-masalah kehidupan sekitarnya.
2. Anak didik hendaknya memperoleh kesenangan dari
membaca dan mempelajari puisi sehingga tumbuh keinginan
membaca dan mempelajari puisi pada waktu senggangnya.
3. Anak didik hendaknya memperoleh pengetahuan dan
pengertian dasar tentang puisi sehingga tumbuh keinginan
yang didukung oleh pengalaman pribadinya yang diperoleh
disekolah kini masa yang akan datang.
55
g. Penilaian Menulis puisi
Skor yang ditetapkan berdasarkan aspek yang dinilai dari
dari pekerjaan siswa. Penentuan aspek yang dinilai dalam puisi
yang dibuat oleh siswa berdasarkan teori tentang struktur batin
puisi yang ditemukan oleh Nurgiantoro (2008) dan waluyo (1995:
27). Adapun aspek yang dinilai beserta bobotnya masing-
masung dapat diuraikan berikut ini.
a. Aspek tema Berskor I s.d.15, dengan perincian sebagai
berikut:
1) Tema dinyatakan dengan tempat berskor 13 s.d.15;
2) Temanya, tetapi perlambangannya kurang tepat, berskor
10 s.d. 12;
3) Tepatnya kurang jelas tetapi masih bisa dipahami, berskor
7 s.d. 9;
4) Pengungkapan temanya tidak jelas, berskor 4 s.d. 6;
5) Temanya tidak jelas dan menyimpang dari isi berskor 4
s.d.3.
b. Aspek amanat, berskor 1 s.d.15 dengan perincian sebagai
berikut:
1) Amanat diungkapkan secara jelas, tetapi tidak dipahami,
berskor 13 s.d.15;
2) Amanat baik, tetapi terlalu bertele-tele, berskor 10 s.d.12;
56
3) Amanat pengungkapanya kurang jelas, tetapi bisa dipahami
berskor 7 s.d.9;
4) Amanat tidak jelas dan penyampaiannya kacau berskor
s.d.6;
5) Amanat benar-benar tidak jelas sehingga tidakdapat
dipahami berskor 4 s.d.6.
c. Aspek pengimajian, berskor 1 s.d.15 dengan perincian
sebagai berikut:
1) Pengimajian yepat sehingga menggambarkan sabagai puisi
yang starat dengan penggambaran fenomena alam,
berskor 13 s.d.15;
2) Imaji yang digunakan kurang sehingga penggambaran
realita kehidupan kurang tampak, berskor 10 s.d.13;
3) Pemgimajiankurang bermakna, tetapi masih bisa dipahami,
bersskor 7 s.d.9;
4) Tidak ada usaha pengembangan daya khayal penulis
sehingga pengungkapanya tidak hidup, berskor 4 s.d. 6;
5) Sama sekali tidak menggunakan imajinasi, berskor 1 s.d. 3.
d. Aspek diksi, berskor s.d.15 dengan perincian sebagai berikut:
1) Pemilihan dan penggunaan kata sangat tepat, berskor 13
s.d. 15
2) Sedikit sekali melakukan kesalahan dlam memiluh dan
menggunakan kata, berskor 10 s.d.13;
57
3) Sering menggunakan kata yang kurang tepat, berskor 7
s.d. 9;
4) Sslsh menggunakan kata dan sangat sukar menggunakan
kata secara tepat, berskor 4 s.d. 6;
5) Kata-kata yang digunakan tidak terpilih sehingga makna
yang diungkapkan tidak bisa dipahami berskor 1 s.d. 3;
e. Aspek kata konkret, berskor 1 s.d. 10 dengan perincian
sebagai berikut:
1) Penulis menggambarkan suatu kiasan keadaan atau
suasana betin sehingga membengkitkan imaji pembaca,
berskor 9 s.d.10;
2) Ada usaha penulis mengkonkretkan kata-kata sehingga
dapat menyaran kepada arti yang menyeluruh, berskor 7
s.d. 8;
3) Ada usaha penulis mengkonkretkan kata-kata, teyapi
sedikit menyaran kepada arti yang menyeluruh, berskor 5
s.d. 6;
4) Ada usaha penulis mengkonkretkan kata-kata, teyapi idak
menyaran kepada arti yang menyeluruh, berskor 3 s.d. 4;
5) Tidak ada sama sekali usaha penulis menkonkretkan kata-
kata, sehingga tidak menyaran kepada arti yang
menyeluruh, berskor 1 s.d. 2.
58
f. Aspek tipografi, berskor 1 s.d.10 dengan perincian sebagai
berikut:
1) Unsur tipografi dijalin sangat tepat, berskor 9 s.d.10;
2) Unsur tipografi kurang dijalin dengan baiki, berskor 7 s.d.8;
3) Penggunaan unsur tipografi sudah ada ada, tetapi kadang-
kadang jalinannya tidak jelas, berskor5 s.d. 6;
4) Unsur tipografi mesih lemah, berskor 3 s.d. 4;
5) Penggunaan unsur tipografi sama sekali belum dapat
diwujudkan, berskor 1 s.d. 2;
g. Aspek gaya bahasa, berskor 1 s.d. 10 dengan perincian
sebagai berikut:
1) Ide gagasan diungkapkan dalam bahasa yang sangat tepat,
berskor 9 s.d.10;
2) Sedikit sekali penggunaan gaya bahasa yang tidak tepat,
berskor 7 s.d. 8;
3) Sering menggunakan gaya bahasa yang tepat, berskor 5
s.d. 6;
4) Gaya bahasa yang digunakan kurang tepat
mengungkapkan suatu mekna, berskor 3 s.d. 4;
5) gaya bahasa yang diungkapkan sangat terbatas, sehingga
makna yang diungkapkan kacau, berskor 1 s.d. 2.
h. Aspek nada, berskor 1 s.d. 10 dengan perincian perincian
sebagai berikut:
59
1) penggunaan mesikalitas dalam puisinya sangat tepat,
berskor 9 s.d. 10;
2) sedikit sekali menggunakan musikalitas, berskor 7 s.d. 8;
3) peenggunaan musikalitas dalam puisinya kurang
diperhatikan, tetapi sebaguan sudah ada, berskor 5 s.d. 6;
4) penggunaan musikalitas dalam pengungkapannya tidak
beraturan sehingga tidak menghidupkan makna yang
disampaikan, berskor 3 s.d. 4;
5) unsur musikalitas benar-benar diperoleh tidak diperhatikan,
berskor 1 s.d. 2.
B. Kerangka Pikir
Salah satu model yang tepat untuk membantu memudahkan
siswa dalam mencipta sebuah karya sastra puisi adalah model
sinektik. Melalui model ini, siswa akan lebih muda menemukan ide
dan gagasannya, kemudian menuangkannya dalam bentuk puisi.
Pembelajaran menulis puisi dapat membentuk siswa untuk
mengekspresikan gagasan, perasaan, dan pengalamannya. Dengan
melatih siswa menulis puisi seorang guru daparr membntu siswa
mencurahkan isi hatinya, ide, dan pengalamanya melalui bahasa yang
indah. Dengan menulis puisi, akan mendorong siswa untuk belajar
bermain dengan kata-kata manfsirkan dunianya dengan suatu cara
baru yang khas, dan menghayati bahwa imajinasinya dapat menjadi
60
konkret bila ia dapat memilih kata-kata dengan cermat untuk ditulis
dalam puisi.
Penelitian ini difokuskan pada kemampuan menulis puisi siswa
Kelas VII SMP Negeri 19 Makassar, dengan model sinektik. Untuk
penerapan model sinektik dalam pembelajaran menulis puisi, maka
penelitian ini dirancang melalui penelitian eksperimen.
Pelaksanaannya dilakukan dengan membelajarkan siswa menulis
puisi dengan mengguankan model sinektik pada kelas eksperimen
dan menggunakan model konfensional (ceramah dan penugasan)
pada kelas kontrol ada pun alur kerangka pikir penelitian tampak
berikut ini:
61
Gambar 2.1. Bagan Kerangka Pikir
C . Hipotesis Penelitian
Berdasarkan uraian yang terdapat dalam latar belakang dan
kajian pustaka hipotesis penelitian ini yaitu “Model sinektik efektif
diterapkan dalam pebelajaran menulis puisi siswa kelas VII SMP
Negeri 19 Makassar (H1).
Pembelajaran Bahasa danSastra Indonesia
Pembelajaran Menulis Puisi
Menerapkan Model Sinektikdalam PembelajaranMenulis Puisi Kelas
Eksperimen
Motode Ceramah dalamPembelajaran Menulis puisi
Kelas Kontrol
Kemampuan MenulisPuisi
Efektif Tidak Efektif
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Disain yang digunakan dalam penelitian eksperimen ini adalah
pre test dan post test one group. Dalam desain ini terdapat satu
kelompok kontrol dan satu kelompok eksperimen. Kedua kelompok ini
diberi tes yang sama sebelum perlakuan (pre test) dan setelah
perlakuan (post test) pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah pendekatan kuantitatif. Penelitian bertolak dari anggapan
tentang semua gejala yang diamati dapat diukur dan diubah dalam
bentuk angka sehingga memungkinkan digunakan teknik analisis
statistik. Pada penelitian ini diberikan perlakuan yang berbeda kepada kedua
kelas sampel, kelas pertama diberi perlakuan berupa metode sinektik
kelompok tutor sebaya dan kelas ini disebut kelas eksperimen. Kelas kedua
yaitu kelas kontrol menggunakan pembelajaran yang biasa dilakukan di
sekolah yaitu metode ceramah.
Apa bila digambarkan, disain tersebut adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1 Disain Penelitian
Kelompok Tes awal Treatment Tes akhir
E Y1 X Y2
K Y1 - Y2
Keterangan :
63
E= Kelopek eksperimen yang diberi perlakuan metode sinektik
K= Kelompok kontrol yang tidak diberi perlakuan
Y1= Pre test (tes awal)
X= Pembelajaran menulis puisi dengan menggunakan metode
sinektik
Y2= Post test (tes akhir)
B. Variabel Penelitian
Variabel adalah gejala yang membedakan objek-objek yang
menjadi anggota populasi. Berdasarkan kedudukannya variabel
dibedakan menjadi dua yaitu variabel bebas dan variabel terikat.
Variabel bebas adalah variabel yang nilainya mempengaruhi variabel
terikat. Sebaliknya, variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi
oleh variabel bebas (Purwanto, 1994: 88).
Dalam penelitian ini terdiri atas 2 (dua) variabel yang meliputi :
1. Variabel bebas ( X ) : efektivitas penerapan metode sinektik.
2. Variabel terkait (Y) : pembelajaran menulis puisi siswa kelas VII
SMP Negeri 19 Makassar.
C. Definisi Operasional Variabel
Pemahaman penelitian ini dilakukan melalui definisi operasional
berikut :
64
1. Model sinektik adalah cara pemahaman karya sastra puisi melalui
kegiatan menggabungkan unsur-unsur dan berbagai pengetahuan,
kegiatan analogi.
2. Pembelajaran menulis puisi adalah suatu proses/kegiatan belajar
menuangkan imajinasi dalam bentuk bait per bait dengan
menggunakan lambang-lambang atau simbol yang dapat dibaca.
D. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 19 Makassar yang
terletak di jalan Tamangapa Raya III/35 Makassar.
2. Waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran
2014/2015. Jangka waktu tersebut meliputi tiga tahap, yaitu 1)
pengukuran awal kemampuan menulis puisi (pre test), 2) perlakuan
pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen, dan 3)
pengukuran akhir kemampuan menulis puisi (post test).
E. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah sekumpulan dan keseluruhan objek yang
deteliti. Populasi penelitian ini adalah keseluruhan siswa kelas VII
SMP Negeri 19 Makassar yang berjumlah 56 yang terbagi ke dalam
dua kelas. Sifat dan karakteristik populasi penelitian ini bervariasi
65
(heterogen) setiap kelas karena penempatan siswa dalam suatu
kelas tidak didasarkan peda tingkat prestasi belajar. Untuk lebih
jelasnya, keadaan populasi dapat dilihat pada Tabel berikut ini.
Tabel 3.2 Keadaan Populasi
No Kelas Jumlah
1.
2.
VII A
VII B
28
28
Jumlah 56 Orang
Sumber: Kantor Kepala Sekolah SMP Negeri 19 Makassar TahunAjaran 2013/2014.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti
(Arikunto, 2006:131). Adapun cara penarikan sampel Arikunto
(2006: 134) mengemukakan jika subjeknya kurang dari 100 orang,
lebih baik diambil keseluruhan, sehingga penelitian ini bersifat
penelitian populasi. Jadi, yang menjadi sampel dalam penelitian ini
adalah semua siswa VII SMP Negeri 19 Makassar terdiri atas 2
kelas yaitu; VII A dan VII B yang berjumlah 56 orang. Untuk lebih
jelasnya, keadaan sampel dapat dilihat pada tabel 3.3 berikut ini.
Tabel 3.3 Keadaan Sampel
Sampel Kelas Jumlah
Kelas Eksperimen
Kelas Kontrol
VII A
VII B
28
28
Jumlah 56 Orang
66
F. Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam
penelitian adalah observasi (pengamatan) dan tes tertulis.
Maksudnya siswa ditugasi menulis puisi dengan menerapkan model
sinektik. Adapun langkah-langkah (prosedur) pengumpulan data
dalam penelitian ini dalah:
1. Pretes
Kegiatan awal dilakukan sebelum treatment dengan langkah-
langkah sebagai berikut :
(1) Peneliti melakukan pembelajaran pada kelas eksperimen dan
kelas kontrol tanpa menggunakan model sinektik. Model yang
diterapkan bersifat konvensional yang sering diterapkan oleh
guru selama ini, seperti penugasan yang langsung menugasi
siswa menulis puisi berdasarkan pengalaman; dan
(2) Menganalisis hasil observasi awal. Siswa ditugasi menulis puisi
berdasarkan pengalaman, tidak dilakukan melalui penerapan
model sinektik. Tujuan pretes adalah mengetahui dan menarik
simpulan bahwa kedua kelas terteliti memiliki kemampuan yang
sama.
2. Perlakuan (Treatment)
Pembelajaran dilakukan selama 3 kali pertemuan. Langkah-
langkahnya, yaitu peneliti melakukan pembelajaran kepada kelas
67
X 100 = Nilai
eksperimen dengan menerapkan model sinektik dalam
pembelajaran menulis puisi. Langkah yang dilakukan, yaitu;
(1) Peneliti membelajarkan materi puisi;
(2) Guru menggunakan model sinektik dalam pembelajaran menulis
puisi.
3. Postes
Kegiatan akhir dilakukan setelah treatment dengan langkah berikut:
(1) peneliti memberikan tes kepada kedua kelas penelitian. Kelas
eksperimen dites menulis puisi setelah menerapkan model sinektik
dan kelas kontrol juga dites menulis puisi setelah menerapkan
model konvensional untuk memperoleh nilai akhir yang diperoleh
siswa maka digunakan rumus sebagai berikut :
Skor Perolehan Siswa
Skor Maksimal
G. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini, data yang terkumpul dianalisis dengan
menggunakan teknik statistik deskriptif kuantitatif dan analisis
inferensial jenis uji t. Penggunaan teknik analisis statistik inferensial ini
dimaksudkan untuk menguji perbedaan kemampuan menulis puisi
antara kelompok eksprimen yang menggunakan metode sinektik
dengan kelompok kontrol yang tidak menggunakan metode sinektik.
Adapun langkah-langkah menganalisis data sebagai berikut.
68
1. Membuat daftar skor mentah
Skor mentah yang ditetapkan berdasarkan aspek yang dinilai
dari pekerjaan siswa. Penentuan aspek yang dinilai dalam puisi
yang dibuat oleh siswa berdasarkan teori tentang struktur fisik dan
struktur batin puisi yang dikemukakan oleh Waluyo (1995: 27).
Adapun aspek yang dinilai beserta bobotnya masing-masung dapat
diuraikan pada tabel 3.4 berikut ini.
Tabel 3.4 Kriteria Penilaian Menulis Puisi
No Aspek yang Dinilai Skor
1. Tema
a. Ditanyakan dengan tepat
b. Tepat, tetapi perlambangannya kurang
tepat
c. Kurang tepat, tetapi bisa dipahami
3
2
1
2. Amanat
a. Diungkapkan secara jelas, tetapi tidak
dipahami
b. Baik, tetapi terlalu bertele-tele
c. Pengungkapannya kurang jelas, tetapi bisa
dipahami
3
2
1
3. Kosakata dan Diksi
Pemilihan penggunaan kata yang sangat tepat
sedikit sekali melakukan kesalahan dalam
memilih dan sering menggunakan kata
sering menggunakan kata yang kurang tepat
3
2
1
Jumlah 9
69
Penentuan bobot/skor setiap aspek di atas disesuaikan
dengan tingkat keberadaan unsur tersebut dalam puisi. Penentuan
bobot tersebut dimulai dari unsur yang paling dominan dengan
bobot yang paling tinggi. Jadi, skor maksimal penelitian ini adalah
9. Selanjutnya, puisi yang ditulis oleh siswa diperiksa oleh guru.
Yaitu guru bahasa Indonesia yang mengajar di kelas penelitian
sebagai pemeriksa I dan peneliti sendiri sebagai pemeriksa II.
Teknik pemeriksaan dilakukan dengan membuat format penilaian
dalam bentuk tabel yang berisi tentang aspek kesesuaian judul
dengan isi, penggunaan dan penulisan ejaan, dan keterpaduan
antarkalimat.
2. Membuat distribusi frekuensi dari skor mentah.
3. Mencari mean rata-rata dengan menggunakan rumus :
Xi = 60% x Skor maksimal
Keterangan :
Xi = mean ideal (Nurgiantoro, 2008 : 369).
4. Mengukur penyebaran dengan rumus :
Si = ¼ x Xi
Ketetangan :
Si = simpangan baku ideal
5. Membuat klarifikasi kemampuan sampel seperti berikut ini.
70
Tabel 3.5 Kategori dan Persentase Kemampuan Menulis Puisi
No Interval Nilai Kategori
1
2
3
4
5
86 – 100
71 – 85
56 – 70
41 – 55
0 – 40
Baik Sekali
Baik
Cukup
Kurang
Sangat Kurang
Jumah
6. Membuat klarifikasi ketuntasan menulis puisi seperti berikut ini.
Tolok ukur kemampuan siswa disesuaikan dengan KKM di
kelas VII SMP Negeri 19 Makassar, yaitu; jika jumlah sisiwa
mencapai 85% yang mendapat nilai 70 ke atas mampu dan jika
jumlah siswa kurang 85% yang mendapat nilai di bawah 70
dianggap tidak mampu.
7. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan teknik statistik
inferensial ragam t-Test sebagaimana pendapat Arikunto (2006:
309) dengan rumus :
t =
Keterangan :
T = perbandingan nilai rata-rata kelas kontrol dan kelas
eksperimen
N = jumlah frekuensi
∑X1 = jumlah nilai kelas eksperimen
71
∑x2 = jumlah nilai kelas kontrol
∑x12 = jumlah kuadrat nilai kelas eksperimen
∑x22 = jumlah kuadrat nilai kelas kontrol
M1 = nilai rata-rata kelas eksperimen
M2 = nilai rata-rata kelas kontrol
(NU) = jumlah frekuensi (N)-1
72
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Penyajian Hasil Analisis Data
Pada bab ini hasil penelitian kuantitatif yang telah dilakukan
dibahas secara terinci dilakukan berdasarkan data yang diperoleh di
lapangan, sesuai dengan jenis penelitian yang dilakukan, Model
pembelajaran sinektik pertama kali diujicobakan untuk meningkatkan
kinerja perusahaan melalui pengembangan pribadi yang terintegrasi
dengan kepribadian yang kompeten Model sinektik ini berorientasi
pada pengembangan pribadi dan keunikan individu, diutamakan
penekanannya pada proses membantu individu dalam membentuk
dan mengorganisasikan realita yang unik. Dalam hal ini, sinektik
diterapkan untuk membantu siswa mengembangkan cara-cara berpikir
yang “segar” (bukan sekadar logis) tentang siswa, motif-motif mereka,
sifat hukuman, tujuan kita dan sifat masalah.
Data yang diperoleh dan hasil penggunaan model sinektik pada
pembelajaran menulis puisi siswa SMP Negeri 19 Makassar
selanjutnya dianalisis sesuai dengan teknik analisis yang telah
diuraikan pada bab III, yaitu menggunakan analisis statistik deskriptif
jenis uji t. Penerapan model pembelajaran sinektik efektif untuk
diterapkan. Penyajian hasil analisis terdiri atas dua ketegori, yakni
penyajian data diri siswa kemampuan menulis puisi siswa kelas VII
73
SMP Negeri 19 Makassar tanpa penerapan model sinektik dan
kemampuan menulis puisi siswa SMP Negeri 19 Makassar dengan
penerapan model sinektik. Adapun penyajiannya, dapat dilihat
sebagai berikut ini:
1. Analisi Data Kemampuan Menulis Puisi Siswa SMP Negeri 19
Makassar dengan Penerapan Model Sinektik (X1)
Data kemampuan menulis puisi siswa SMP Negeri 19
Makassar dengan penerapan model sinektik diperoleh berdasarkan
pembelajaran yang dilakukan selama tiga tali pertemuan. Langkah-
langkah pembelajaran menulis puisi dengan penerapan model
sinektik yaitu;
a. Guru Mendeskripsikan Suatu Topik
Kegiatan pada tahap ini adalah guru sebagai fasilitator
hendaknya memberikan gambaran situasi yang sedang dihadapi
oleh siswa yang menjadi acuan agar siswa mampu menulis puisi
dari pemaparan suatu topik oleh guru. Siswa diminta
mengidentifikasi situasi lain yang sebanding dengan situasi/topik
yang disajikan oleh guru, dan selanjutnya siswa diminta juga
untuk mendeskripsikan situasi/topik tersebut sebelum menulis
puisi. Dengan penerapan model sinektik dalam pembelajaran
menulis puisi siswa diharapkan mampu membuat sebuah analogi
74
baik secara langsung maupun personal sesuai dengan topik
yang disajikan oleh guru.
b. Penyimpulan Pendapat. Kegiatan pada tahap ini adalah siswa
dan guru menyimpulkan menulis puisi.
Berdasarkan kegiatan tersebut diperoleh data hasil belajar
menulis puisi. Berdasarkan hasil analisis data tes kemampuan
menulis puisi dengan 28 orang siswa yang dianalisis diperoleh
gambaran, yaitu: ada 8 siswa yang mampu memperoleh skor
100 sebagai skor maksimal dan skor terendah yang diperoleh
oleh siswa adalah 66,66 yang dicapai oleh 4 siswa.
Perolehan skor siswa dan skor tertinggi sampai dengan
skor terendah secara berurutan dapat diuraikan sebagai berikut
skor tertinggi yang diperoleh siswa 100 yang diperoleh oleh 8
orang (28,57%); sampel yang mendapat skor 88,88 berjumlah 9
orang (32,14%); sampel yang mendapat skor 77,77 jumlah 7
orang (25%); dan sampel yang mendapat skor 66,66 sebagai
skor rendah berjumlah 4 orang (14,29%).
Gambaran yang lebih jelas dan tersusun rapi dan skor
tertinggi sampai dengan skor terendah yang diperoleh siswa
beserta frekuensinya dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut ini.
2. Deskripsi Hasil Pretes
Pada bagian ini akan dideskripsikan hasil pretes siswa pada
75
masing-masing kelas, yaitu kelas eksperimen (Sinektik) dan kelas
kontrol (Konvensional).
Berdasarkan hasil pretes didapatkan hasil bahwa nilai tertinggi
dan terendah dari kelas eksperimen secara berturut-turut adalah
6,7 dan 1,3 dengan mean/rata-rata 4,67 sedangkan untuk kelas
kontrol secara berturut- turut adalah 9,3 dan 2,0 dengan rata-rata
nilai 5,42. Deskripsi secara lebih lengkap tampak pada Tabel 4.1
berikut ini:
Tabel 4.1. Data Hasil Pretes3.
Data N MaximumNilai
MinimumNilai
Mean Std.Deviasi
Kls. Eksperimen 28 6,7 1,3 4,67 1,33
Kls. Kontrol 28 9,3 2,0 5,42 1,53
3. Hasil Uji Prasyarat Analisis
a. Uji Distribusi Normal
Pada tabel dibawah ini disajikan hasil uji normalitas dari hasil
pretes siswa masing-masing kelompok kelas dengan
menggunakan uji normalitas one-sample kolmogorov-Smirnov
test dengan menggunakan SPSS.
Data hasil uji distribusi normal pada pretes siswa pada
masing- masing kelas tampak pada Tabel 4.2 berikut ini:
76
Tabel 4.2. Hasil Uji Normalitas Pretes
KelasTaraf
Signifikan
(P)
Keterangan
Kls. Eksperimen 0,146 Data Berdistribusi Normal
Kls. Kontrol 0,138 Data Berdistribusi Normal
b. Uji Homogenitas Varians
Berikut ini merupakan deskripsi hasil dari uji homogenitas
varian terhadap hasil pretes dan postes siswa pada masing-
masing kelas dengan menggunakan program SPSS.
Data hasil uji-F dengan menggunakan program SPSS
terhadap hasil pretes dan postes siswa masing-masing kelas
tampak pada Tabel berikut ini:
Tabel 4.3. Hasil Uji Homogenitas Varians Pretes dengan
Levence Test
Data Df P Kesimpulan
Pretest 68 0,403 Varians Homogen
Berdasarkan data pada Tabel 4.2 dan Tabel 4.3, maka
syarat untuk dilakukannya penelitian dengan menggunakan
kedua kelas tersebut terpenuhi, sehingga penelitian
dilanjutkan dengan menggunakan kedua kelas tersebut
sebagai obyek penelitian.
77
4. Deskripsi Hasil Postes
Pada bagian ini akan diuraikan tentang hasil pretes dan postes
siswa pada masing-masing kelas, yaitu kelas eksperimen
(Sinektik) dan kelas kontrol (Konvensional).
Berdasarkan hasil postes didapatkan hasil bahwa nilai tertinggi
dan terendah dari kelas eksperimen secara berturut-turut adalah 10
dan 3,3 dengan mean/rata-rata 6,45 sedangkan untuk kelas kontrol
secara berturut- turut adalah 9,3 dan 3,3 dengan rata-rata nilai
5,56. Deskripsi secara lebih lengkap tampak pada tabel 4 berikut
ini:
Tabel 4.4. Data Hasil Postes
Data N MaximumNilai
MinimumNilai
Mean Std.Deviasi
Kls. Eksperimen 28 10 3,3 6,45 1,5534
Kls. Kontrol 28 9,3 3,3 5,56 1,5521
Berdasarkan data pada Tabel 4.4 didapat bahwa kelas
eksperimen memiliki rata-rata yang lebih tinggi dari pada kelas
kontrol. Untuk mengetahui apakah data hasil postes menyebar
secara normal dan berasal dari data yang variannya homogen
dilakukan uji dengan menggunakan uji distribusi normal dan uji-F,
dan hasil uji dengan menggunakan program SPSS 17 tampak
pada Tabel 4.5 dan Tabel 4.6 berikut:
78
Tabel 4.5. Hasil Uji Normalitas Postes
KelasTaraf
Signifikan
(P)
Keterangan
Kls. Eksperimen 0,870 Data Berdistribusi Normal
Kls. Kontrol 0,655 Data Berdistribusi Normal
Tabel 4.6. Hasil Uji Homogenitas Varians Postes dengan LevenceTest
Data Df P Kesimpulan
Posttest 67 0,747 Varians Homogen
Berdasarkan tabel 4.7 diperoleh gambaran bahwa nilai
yang diperoleh sampel bervariasi. Sebanyak 8 siswa ( 28,57 %)
yang diperoleh nilai sebagai nilai tertinggi dan nilai terendah
adalah 6 yang diperoleh oleh 4 siswa (14,29 %). Selanjutnya,
sampel yang memperoleh nilai 7 berjumlah 7 orang (25 %), dan
sampel yang memperoleh nilai 9 berjumlah 9 siswa (32,14%).
Jadi, nilai yang diperoleh siswa hanya berada pada empat
angka, yaitu 6,7,9, dan 10. Dengan demikian nilai rata-rata
siswa kelas eksperimen adalah 8,36 yang diperoleh dan bagi
jumlah seluruh nilai (∑X1 / N = 234/28 = 8,36).
Berdasarkan perolehan nilai dan persentase di atas, dapat
diketahui jumlah nilai kemampuan menulis puisi siswa SMP
Negeri 19 Makassar dengan penerapan model sinektik, seperti
tampak pada tabel 4.7 berikut ini:
79
Tabel 4.7 Jumlah Nilai Siswa Kelas Eksperimen (∑ X1)
No. Nilai (X1) Frekuensi (N) Jumlah Nilai ∑X1
1.
2.
3.
4.
10
9
8
7
8
9
7
4
80
81
49
24
Jumlah 28 234
5. Hasil Uji
a. Pengujian Terhadap Pencapaian Skor
1) Kelas Eksperimen
Bagian ini mendeskripsikan tentang pencapaian
skor/nilai siswa pada kelas eksperimen, yaitu kelas yang
mendapatkan perlakuan pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan Sinektik berdasarkan hasil pretes
dan postes yang telah dikerjakan.
Pengujian dilakukan dengan menggunakan uji
independent t test dengan menggunakan bantuan program
SPSS.
Hasil analisis yang telah dilakukan adalah seperti
tampak pada Tabel 4.8 berikut ini:
80
Tabel 4.8. Independent T Test Pencapaian Skor Kelas
Eksperimen
Df Sig. (2-tailed)
5,289 68 0,000
Dari Tabel 4.8 didapatkan, sehingga Ho
ditolak, akibatnya terdapat perbedaan yang signifikan pada
capaian skor prestasi belajar siswa antara sebelum dan
sesudah diberikan perlakuan berupa pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan Sinektik, dan karena =
5,289 > ta = 1,67 maka dapat pula diambil kesimpulan
bahwa capaian skor prestasi belajar siswa sesudah
diberikan perlakuan lebih baik daripada sebelum diberikan
perlakuan pembelajaran dengan pendekatan Sinektik.
Nilai siswa tersebut dapat dikonversikan ke dalam tabel
klarifikasi tingkat kemampuan menulis puisi siswa SMP
Negeri 19 Makassar dengan penerapan model sinektik untuk
mengetahui tingkat kemampuan siswa menulis puisi (X),
dapat dilihat tabel 4.9 berikut ini:
Tabel 4.9 Katergori Kemampuan Menulis Puisi Siswa SMP
Negeri 19 Makassar dengan Penerapan Model Sinektik
81
Hasil analisis dekskriptif di atas menunjukkan bahwa
ada 17 siswa yang memperoleh nilai pada kategori yang
sangat tinggi (60,72%). Selanjutnya, sampel yang
memperoleh nilai pada ketegori tinggi sebanyak 7 orang
(25%); sampel yang memperoleh nilai pada kategori cukup
sebanyak 4 orang (14, 28%); dan tidak ada sampel yang
diperoleh nilai pada kategori kurang dan sangat kurang
(0%. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan menulis
puisi siswa SMP Negeri 19 Makassar dengan penerpan
model sinektik dikategorikan sangat tinggi.
2) Kelas Kontrol
Bagian ini mendeskripsikan tentang pencapaian
skor/nilai siswa pada kelas kontrol, yaitu kelas yang
mendapatkan perlakuan pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan Konvensional berdasarkan hasil
pretes dan postes yang telah dikerjakan.
No. Interval Nilai Kategori Frekuensi Persentase (%)
1
2
3
4
5
8,5 – 10
7,0 – 8,4
5,5 – 6,9
4,0 – 5,4
0 – 3,9
Sangat Tinggi
Tinggi
Cukup
Kurang
Sangat Kurang
17
7
4
0
0
60,72
25
14,28
0
0
Jumlah 28 100
82
Pengujian dilakukan dengan menggunakan uji
independent t test dengan menggunakan bantuan program
SPSS.
Hasil analisis yang telah dilakukan adalah seperti
tampak pada tabel 4.10 berikut ini:
Tabel 4.10. Independent T Test Pencapaian Skor Kelas
Kontrol
Df Sig. (2-tailed)
0,382 67 0,704
Dari tabel 4.10 didapatkan, -ttabel = -1,998 < thitung = 0,382<
ttabel = 1,998 sehingga Ho diterima, akibatnya tidak terdapat
perbedaan yang signifikan pada capaian skor prestasi
belajar siswa antara sebelum dan sesudah diberikan
perlakuan berupa pembelajaran dengan menggunakan
pendekatan konvensional.
Berdasarkan hasil analisis data tes kemampuan menulis
puisi dengan 28 orang siswa yang dianalisis diperoleh
gembaran, yaitu: hanya ada 2 siswa yang mampu
memperoleh skor 100 sebagai skor maksimal, dan skor
terendah yang diperoleh oleh siswa adalah 55,55 yang
dicapai oleh 3 siswa.
83
Perolehan skor siswa dan skor tinggi sampai dengan
skor terendah secara berurutan dapat diuraikan sebagai
berikut: skor tinggi yang diperoleh secara 100 yang diperoleh
oleh 2 orang (7,14%); sampel yang mendapat skor 88,88
jumlah 3 orang (10,71%); sampel yang mendapat skor 77,77
jumlah 13 orang (46,43%); sampel yang mendapat skor
66,66 berjumlah 7 orang (25%); dan sampel yang mendapat
skor 55,55 sebagai skor terendah jumlah 3 orang (10,71%).
Gambaran yang lebih jelas dan tersusun rapi dan skor
tertinggi sampai dengan skor terendah yang diperoleh siswa
beserta frekuensinya dapat dilihat pada tabel 4.11 berikut ini:
Tabel 4.11 Distribusi Frekuensi dan Persentase Skor
Siswa Kelas Kontrol (X2).
No. Skor Mentah Frekuensi Persentase(%)
1.
2.
3.
4.
5.
55,55
66,66
77,77
88,88
100
3
7
13
3
2
10,71
25
46,43
10,71
7,14
Jumlah 28 100
84
b. Pengujian Keefektifan Model Sinektik pada Pembelajaran
Menulis Puisi Siswa SMP Negeri 19 Makassar
Pada bagian ini akan diuraikan hasil dari analisis uji-t untuk
membandingkan antara hasil pembelajaran pada kelas
eksperimen yang diberikan perlakuan pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan Sinektik dengan kelas kontrol yang
diberikan perlakuan pembelajaran dengan menggunakan
pendekatan konvensional berdasar hasil dalam menulis puisi
siswa.
Analisis uji-t dilakukan dengan bantuan program SPSS 17.
Dengan menggunakan independent t test diperoleh data
seperti tampak pada tabel 4.12 berikut ini:
Tabel 4.12. Hasil Uji 2 Pihak dengan Independent T Test
df Sig. (2-tailed)
2,385 67 0,020
Dengan menggunakan α = 0,05 dan df = 67 didapat
ta/2 = t0,025 = 1,998 dan ta = t0,05 = 1,67, karena thitung = 2,385
> ta/2 = 1,998 maka Ho ditolak artinya terdapat perbedaan
signifikan pada efektivitas pembelajaran matematika dengan
menggunakan pendekatan Sinektik dengan pembelajaran
dengan menggunakan pendekatan konvensional ditinjau dari
prestasi belajar siswa dan karena thitung = 2,385 > ta = 1,67
85
maka Ho ditolak, artinya pembelajaran menulis puisi dengan
menggunakan pendekatan Sinektik lebih efektif daripada
pembelajaran menulis puisi dengan menggunakan pendekatan
konvensional.
Hipotesis yang diuji dengan statistik uji t adalah model
sinektik efektif diterapkan pada pembelajaran menulis puisi
siswa SMP Negeri 19 Makassar (H1). Dalam penelitian ini,
tertangkap bahwa kelompok siswa menggunakan model
sinektik peda pembelajaran menulis puisi memiliki nilai yang
lebih tinggi dibandingkan dengan nilai siswa yang tidak
menggunakan model sinektik pada pembelajaran menulis puisi
siswa SMP Negeri 19 Makassar, maka pegetesan yang
digunakan adalah pengetesan satu arah.
Dalam pengujian sinektik, hipotesis ini dinyatakan sebagai
berikut :
H0: th ≤ tt lawan H1 : th ≥ tt
Setelah diadakan perhitungan berdasarkan hasil statistik
infersial (eksperimen) jenis ujian t diperoleh nilai hitung : 4,43.
Kriteria pengujinya adalah : H0 diterima jika hitung < t tabel dan H0
ditolak jika t hitung > t tabel.
Dimana t tabel = d.b. – 1 = 55 (angka 55 dikategorikan d.b.
60. Inilah yang dilihat dalam tabel pada taraf signifikan 90%
86
diperoleh t.s.0,90 = 0,848.
Ternyata t hitung (4,43) > t tabel (0,848)
Berdasarkan perhitungan diatas, maka H0 ditolak dan H1
(hipotesis penelitian) diterima. Dengan demikian, model sinektik
efektif diterapkan pada pembelajaran menulis puisi siswa SMP
Negeri 19 Makassar.
B. Pembahasan Hasil Penelitian
Menurut Waluyo (1995: 27) ada 8 aspek penilaian dalam
pembelajaran menulis puisi yaitu aspek amanat, aspek pengimajian,
aspek diksi, aspek kata konkret, aspek tipografi, aspek gata bahasa,
dan aspek nada. Melihat banyaknya aspek penilaian tersebut, maka
penulis hanya membatasinya pada tiga aspek penilaian saja yaitu
aspek tema, aspek amanat, dan aspek diksi.
Hal ini dilakukan karena beberapa pertimbangan bahwa siswa SD
belum begitu paham dengan aspek tipografi, aspek gaya bahasa,
aspek pengimajian dan aspek kata konkret. Selain itu, aspek-aspek
tersebut belum masuk dalam materi pebahasan pembelajaran di SD.
Berdasarkan penyajian hasil analisis data di atas, dapat diketahui
keefektifan model sinektik pada pembelaratan menulis puisi siswa
SMP Negeri 19 Makassar. Berdasarkan hasil analisis data tes kelas
eksperimen diketahui bahwa skor tertinggi yang diperoleh siswa
87
adalah 100 yang dicapai oleh 8 orang dan skor terendah adalah 66,66
yang dicapai oleh 4 orang. Selanjutnya, pada kelas kontrol, skor
tertinggi adalah 100 yang dicapai oleh 2 orang dan skor terendah
adalah 55,55 yang dicapai oleh 3 orang. Perolehan skor tersebut
memberikan gambatan bahwa terdapat perbedaan perolehan skor
siswa yang menggunakan model sinektik dibandingkan dengan
kelompok siswa yang menggunakan model sinektik pada
pembelajaran menulis puisi siswa SMP Negeri 19 Makassar.
Perbedaan perolehan tersebut yang menjadi salah satu indikator
bahwa kelas eksperimen memiliki hasil yang lebih baik tampak pula
melalui perolehan nilai rata-rata. Nilai rata hasil tes kemampuan siswa
menulis puisi dengan menggunakan model sinektik adalah 8,36, nilai
rata-rata kemampuan menulis puisi kelas eksperimen tersebut
tertinggi menggunakan model sinektik yaitu 6,96.
Berdasarkan hasil analisis data perbandingan skor rata-rata
hasil tes siswa antara kelas kontrol dan kelas eksperimen dangen
menggunakan rumus uji t, dapat diketahui pula bahwa nilai t hitung
diperolehan sebesar 4,43. Dalam penelitian ini, peneliti telah
mengungkap bahwa kelompok siswa menggunakan model sinektik
pada pembelajaran menulis puisi memiliki hasil yang lebih baik.
Ujian tersebut menggambarkan keefektifan model sinektik
pada pembelajaran menulis puisi siswa SMP Negeri 19 Makassar.
88
Peningkatannya tampak melalui perolehan skor dan nilai rata-rata
siswa dan 6,96 menjadi 8.36 peningkatannya sebenyak 1,4.
Uji-t yang dilakukan terhadap hasil pretes dan postes pada kelas
eksperimen menunjukkan adanya perbedaan hasil yang cukup
signifikan antara sebelum dan sesudah diberikan perlakuan karena
sehingga Ho ditolak dan karena thitung < -ta/2 atau thitung > ta/2
sehingga Ho ditolak dan karena thitung > ta maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa capaian skor prestasi belajar siswa sesudah
diberikan perlakuan lebih baik daripada sebelum diberikan perlakuan,
sedangkan uji yang dilakukan terhadap kelas kontrol menunjukkan
bahwa tidak ada perbedaan capaian skor prestasi belajar siswa yang
signifikan antara sebelum dan sesudah diberikan perlakuan karena
–ta/2 sehingga Ho diterima. Uji-t terhadap hasil postes siswa sendiri
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil pembelajaran
matematika dengan menggunakan pendekatan Sinektik dan
dengan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan
konvensional karena thitung > -ta/2 atau ta /2 < thitung sehingga Ho
ditolak, dan karena maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
matematika dengan menggunakan pendekatan Sinektik lebih efektif
daripada pembelajaran dengan menggunakan pendekatan
konvensional ditinjau dari prestasi belajar siswa.
89
Meningkatnya hasil belajar siswa, khususnya dalam pembelajaran
menulis puisi siswa SMP Negeri 19 Makassar disebabkan oleh
kemampuan siswa menyelesaikan permasalahan yang dihadapi,
termasuk menulis puisi sebagai produktif. Sesuatu yang terlintas
dalam pikiran siswa melahirkan sebuah ide, gagasan untuk
dikembangkan menjadi sebuah tulisan (puisi).
Uraian tentang proses pembelajaran tersebut sesuai dengan apa
yang diungkapkan oleh Dave Meier yang menyatakan bahwa
pembelajaran konvensional cenderung membuat orang menjadi tidak
aktif secara fisik dan belajar pun akan melambat bahkan mungkin
akan berhenti sama sekali, sedangkan dengan menggunakan Sinektik
dalam suatu pembelajaran menjadikan kegiatan belajar menjadi lebih
optimal, siswa menjadi lebih menikmati pembelajaran serta siswa
mampu menyerap materi lebih banyak.
Pembelajaran menulis puisi pada kelas control menjukkan bahwa
siswa kurang termotivasi mengikuti pembelajaran. Rata-rata siswa
hanya sebagai pendengar pasif saat guru menjelaskan materi.
Demikian halnya pada saat berdiskusi yang didominasi oleh siswa
tertentu sehingga semua tidak mendapat giliran bicara. Ditemukan
beberapa hal yang menghambat kekuasaan pembelajaran menulis
puisi sehingga dilakukan beberapa perbaikan kegiatan demi
meningkatkan kemampuan menulis puisi. Perbaikan yang dimaksud
90
seperti metode model pembelajaran lebih dimaksimalkan dan
membantu siswa mengikuti model pembelajaran. Selanjutnya materi
yang ditampilkan sesuai dengan karakter anak, ada hubungannya
dengan kehidupan sehari-hari, mngandung nilai-nilai yang bermanfaat
bagi dirinya.
Demikian halnya dengan perlunya pembentukan kelompok yang
heterogen. Pembentukan kelompok melibatkan siswa dalam
menentukan jumlah dan model kelompok. Selanjutnya, penciptaan ide
dan gagasan terus dibimbing oleh guru dan terjadi sharing pendapat
antara siswa dengan siswa antara kelompok. Pujian dan penguatan
guru selalu menyertai siswa pada setiap aktivitas. Hal ini pula yang
menjadi salah satu pendukung meningkatnya aktivitas siswa dalam
menulis puisi.
Perubahan aktivitas siswa tersebut tampak pada kelas
eksperimen dengan menggunakan pendekatan atau model sinektik.
Siswa memperlihatkan aktivitas yang cukup baik dalam belajar
kelompok. Seperti siswa yang belum mengerti sudah mulai bertanya
kepada teman kelompoknya atau gurunya begitu pula siswa yang
sudah mengerti dengan tulus memberikan bimbingan kepada
temannya sampai mengerti.
Pembelajaran pada kelas eksperimen menunjukkan bahwa
aktivitas dan motivasi siswa dalam menulis mengalami peningkatan.
91
Hal ini dapat dilihat dari keaktifan siswa dalam diskusi kelompok,
bertanya pada waktu pembelajaran berlangsung, keberanian dan
rasa percaya diri siswa. Setelah diberikan tes akhir, nilai rata-rata
yang dicapai siswa berada pada kategori tinggi. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan penggunaan model
sinektik meningkatkan minat menulis puisi.
Pembelajaran menulis puisi dengan penggunaan model sinektik
dapat dilakukan. Sebaliknya, siswa tidak pernah belajar dengan model
tersebut. Model ini bagi siswa merupakan sesuatu yang baru dan
membatu mereka dalam belajar menulis puisi.
Perubahan kemampuan menulis puisi siswa tampak pada paparan
berikut ini. Fenomena awal menunjukkan bahwa siswa menulis puisi
dengan berbagai kendala tampak sebagian siswa mengalami
kebingungan, hanya tinggal diam, dan kurang bersemangat.
Menurutnya, sulit berinspirasi untuk menciptakan tema dan judul untuk
dikembangkan ke dalam tulisan dan estetis dengan gaya bahasa,
diksi, dan rima yang menarik. Fenomena lain yang tampak, yaitu
ketika siswa menulis puisi, waktu yang digunakan rata-rata lama
melewati batas waktu 2x45 menit. Hal ini disebabkan oleh sulitnya
merangkaikan ide demi ide yang membentuk satu kesatuan ide dalam
puisi.
92
Ditinjau dari aspek tema, banyak tema puisi siswa yang belum
mencerminkan judul puisi yang menarik. Selanjutnya, isi puisi siswa
tidak sesuai dengan tema. Isi puisi yang diungkapkan oleh siswa yang
kurang mengunggah rasa dan masih bersifat deskripsi dan naratif.
Dengan demikian, tidak tampak keestetisan yang menarik dalam puisi
siswa.
Pada aspek amanat, masih banyak peneliti dapatkan puisi yang
dibuat oleh siswa pengungkapan amanatnya terlalu bertele-tele,
bahkan tidak jarang ditemukan puisi siswa yang menggambarkan
amanat kurang jelas, sehingga puisi yang dibuat oleh siswa kurang
dipahami.
Kosakata dan diksi yang digunakan oleh siswa masih banyak
yang tidak sesuai. Dengan kata lain kata maupun kalimat yang dibuat
oleh siswa masih banyak tidak beraturan.
Berbeda dengan fenomena dalam pembelajaran menulis puisi
pada kelas eksperimen. Suasana pembelajaran mengalami
perubahan positif yang disignifikan. Terjadi suasana pembelajaran
yang efektif dan menyenangkan bagi siswa. Minat dan motivasi siswa
dalam mengajar sangat tinggi yang ditunjukkan oleh reaksi siswa
dalam belajar.
Fenomena menjukkan dalam pembelajaran menulis puisi siswa
menulis dengan tidak ada kendala yang signifikan yang dihadapi
93
seperti siswa di kelas eksperimen. kendala tersebut dapat diatasi
dengan menerapkan model sinektik yang inovatif dan menarik.
Berdasarkan tanggapan sebagian siswa bahwa ada kemudahan
menciptakan tema dan judul untuk dikembangkan ke dalam puisi
karena suasana yang akan ditulis dalam puisi sudah didiskusikan dan
dirembukkan bersama anggota kelompok. Fenomena lain yang
tampak, yaitu siswa menulis puisi dengan waktu yang efektif. Hal ini
disebabkan oleh kemudahan siswa merangkaikan ide demi ide yang
estetis yang membentuk larik dan mengandung nilai serta pesan
moral yang bermakna.
Ditinjau dari aspek tema, rata-rata puisi siswa mencerminkan tema
yang menarik. Selanjutnya, isi puisi sesuai dengan tema. Isi puisi yang
diungkapkan oleh siswa mengunggah rasa dan mengandung nilai
keindahan. Dengan demikian, tampak keestetisan yang menarik
dalam puisi.
Penggambaran amanat dalam setiap puisi yang dibuat oleh siswa
diungkapkan secara jelas, tidak bertele-tele, dan bisa dipahami oleh
yang membacanya.
Hal yang dipahami oleh siswa dalam menulis puisi dengan
menggunakan model pembelajaran sinektik berdampak positif
terhadap nilai akhir yang diperoleh, yakni siswa sudah dinyatakan
tuntas. Hal ini berarti bahwa nilai siswa berbeda pada kategori sangat
94
tinggi, dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa kompetensi menulis
puisi sangat memadai.
Berdasarkan temuan tersebut dapat disimpulkan bahwa siswa
tampil dan mampu menulis puisi jika guru menggunakan model
pembelajaran, seperti model sinektik. Hal ini sesuai dengan pendapat
Wilianm JJ Gordon (dalam Santyasa, 2005: 168), bahwa sinektik
berarti penggabungan unsur-unsur atau gagasan-gagasan yang
berbeda-beda yang tampaknya tidak relevan. Sinektik model yang
berusaha strategi mempertemukan berbagai unsur dengan
menggunakan kiasan untuk memperoleh satu pandangan baru.
Peranan model sinektik dalam pembelajaran menulis puisi baik
dalam meningkatkan kreativitas siswa. Model sinektik diterapkan
untuk membantu siswa mengembangkan cara-cara berpikir yang
“segar” (bukan sekadar logis) tentang siswa, motif-motif mereka, sifat
hukuman, tujuan kita dan sifat masalah. Kita perlu mengembangkan
empati pada seseorang yang berkonflik dengan kita dan mengakui
bahwa kita mungkin memiliki pendapat yang berbeda dengannya
tentang sumber konflik tersebut. Selain itu, dan yang terpenting, kita
perlu berempati karena mungkin kita terlalu memaksakan diri untuk
menggunakan solusi yang “logis” sehingga membutakan kita melihat
kemungkinan-kemungkinan lain yang lebih kreatif Hal ini telah
dinyatakan oleh Endraswara (2005: 97), bahwa melalui model sinektik,
95
maka siswa (subjek didik) dituntun untuk (1) beranalogi personal.
Artinya subjek didik diajak mengidentifikasi unsur-unsur masalah yang
ada dalam puisi. Siswa diminta merasakan bagaimana seandainya
menjadi sastrawan penyair, andai kata dapat menulis seperti karya itu,
andai kata dapat hadiah menulis puisi, (2) beranalogi langsung,
dalam hal ini. Artinya, masalah puisi yang diperoleh disejajarkan
dengan kondisi lingkungan sosial budaya subjek didik.
Meningkatnya motivasi dan kreativitas siswa menulis melalui
model sinektik sebab ini membentuk kepercayaan diri siswa. Hal ini
sesuai dengan prinsip model sinektik yang menurut Endraswara
(2005: 97) bahwa (a) jangan membatasi pengalaman yang mungkin
diperoleh subjek didik, (b) hormati gagasan-gagasan yang muncul, (c)
jangan takuti subjek didik dengan ujian, (d) biarlah subjek didik
berproses secara “liar” , (e) biarlah ruang untuk mengadu pendapat
karena perbadaan individual sangat mungkin terjadi, (f) gugahlah
mereka sehingga timbul ide-ide kreatif dan produktif. Singkatnya
model tersebut harus mampu “menggiring” subjek didik pada strategi
pemecahan masalah secara efektif. Oleh karena itu, inisiatif dan
keterlibatan subjek didik untuk mendalami masalah sastra harus
diperkaya.Berdasarkan uraian di atas, dapat diuraikan perbandingan
secara umum hasil analisis data kelas eksperimen dan kelas kontrol
seperti tampak pada berikut ini:
96
Perbandingan Hasil Analisis Data Nilai Kelas Eksperimen dan
Kelas Kontrol.
Sapek Perbandingan Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
Skor tertinggi
Skor terendah
Nilai tertinggi
Nilai terendah
Jumlah nilai
Nilai rata-rata
100
66,66
10
6
234
6,7
100
55,55
10
5
195
4,8
tersebut menggambarkan perbandingan di atas menggambarkan
hasil yang diperoleh siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol dalam
menulis puisi. Sesuai dengan tabel tersebut tampak jelas bahwa
semua komponen yang dianalisis menunjukkan bahwa hasil penilaian
kelas eksperimen lebih baik dibandingkan dengan kelas kontrol.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan dapat
disimpulkan keefektifan model sinektik pada pembelajaran menulis
puisi siswa SMP Negeri 19 Makassar. Hasil penelitisn menujukkan
bahwa:
1. Kemampuan siswa SMP Negeri 19 Makassar dalam menulis puisi
sebelum menggunakan model pembelajaran sinektik sangatlah
memperihatinkan. Nilai rata-rata di bawah dari kriteria ketuntasan
minimal atau di bawah 70 rata-rata.
2. Kemampuan keterampilan menulis puisi siswa kelas VII SMP
Negeri 19 Makassar mengalami peningkatan dengan diterapkannya
pembelajaran sinektik. Hal ini terlihat dari perolehan nilai rata-rata
siswa kelas eksperimen pada kategori tinggi dengan nilai 8,36 yang
berada pada rentang nilai 7,0 – 8,4. Kemampuan siswa kelas
kontrol berada pada kategori cukup dengan nilai 6,96 yang berada
pada rentang nilai 5,5 – 6,9.
3. Pembelajaran keterampilan menulis puisi dengan menggunakan
pendekatan Sinektik lebih efektif daripada pembelajaran
keterampilan menulis puisi dengan menggunakan pendekatan
konvensional.
98
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini diajukan saran, yaitu :
1. Guru hendaknya merencanakan dan menyiapkan perangkat
pembelajaran sebelum mengajar, lalu melaksanakan petunjuk yang
telah disusun pada perencanaan, serta intens dalam melakukan
penilaian sebagai upaya meningkatkan hasil belajar menulis puisi.
2. Guru bahasa Indonesia, khususnya guru SMP Negeri 19 Makassar
menerapkan model sinektik dalam pembelajaran menulis puisi
karena model ini dapat meningkatkan proses (terutama pada
kepercayaan diri) dan hasil belajar siswa.
3. Dalam pembelajaran menulis puisi, guru hendaknya tidak terfokus
pada satu model pembelajaran, tetapi perlu menemukan model
yang lebih inovatif yang dapat menciptakan suasana belajar yang
menyenangkan sihingga belajar siswa lebih meningkat.