PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL ...

94
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA MATA PELAJARAN FIQIH KELAS ULA DI PONDOK PESANTREN DAARUL MUTTAQIIN JOTANG BERU SUMBAWA Oleh Iman Hendra Yani NIM 150.101.016.5 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM MATARAM 2019

Transcript of PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL ...

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA MATA

PELAJARAN FIQIH KELAS ULA DI PONDOK PESANTREN DAARUL

MUTTAQIIN JOTANG BERU SUMBAWA

Oleh Iman Hendra Yani NIM 150.101.016.5

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM

MATARAM

2019

MOTTO

ن فسهم وا ما ي غ ما بقوم ح ي غ إن ا

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sebelum kaum itu sendiri

mengubah apa yang ada pada diri mereka” (Q.S. Ar-Ra’d [13]: 11).1

1 Kementrian Agama RI, Al-Qur’anul Karim (Jakarta: Yayasan Syekh Ali Jaber, 2012), h. 250

PERSEMBAHAN

Rasa syukur tak terhingga ku panjatkan kepada Allah SWT, pemberi nikmat tanpa batas dan Rasulullah SAW guru semua ummat yang terbaik di setiap waktu “Isyfa’ Ianaa Ya Rasulullah.” Skripsi ini saya persembahkan untuk: 1. Kedua orang tuaku yang tersayang dan tercinta yaitu almarhum ayahandaku (Masuana) dan

ibundaku (Nurhayati), terima kasih untuk curahan cinta dan kasih sayang, yang selalu mendo’akan setiap langkahku dan selalu memberikan dukungan serta dorongan, bantuan baik dari segi moril maupun material demi menyelesaikan studi di UIN Mataram lebih – lebih dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

2. Saudara dan saudari ku serta semua keluargaku, yang selalu memberikan ku semangat, dorongan selama ku menempuh ilmu di bangku kuliah.

3. Untuk guru ku Kyai Taslim M.Ag dan Ibu Nyai Mufidah S.Pd yang selalu mendukung langkah saya dalam menuntut ilmu dan juga mendoakan saya agar bisa menyelsaikan Pendidikan dengan baik.

4. Kepada sahabat-sahabat saya yang selalu medukung dan menemani langkah saya dalam menuntut ilmu.

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah peneliti panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang maha Esa karena

dengan izin-Nya, peneliti bisa menyelesaikan penyusunan skripsi ini, dan tidak lupa peneliti

haturkan shalawat serta salam kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW yang telah

membawa umatnya dari alam kegelapan menuju alam yang terang menderang dan tak pula peneliti

haturkan salam kepada keluarga, sahabat dan pengikutnya sampai akhir zaman.

Atas berkat rahmat dan hidayah-Nya penulisan skripsi yang berjudul “Penerapan Model

Pembelajaran Kontekstual Pada Mata Pelajaran Fiqih Kelas Ula Di Pondok Pesantren Daarul

Muttaqiin Jotang Beru Empang Sumbawa” dapat terselesaikan pada waktunya.

Dengan selesainya skripsi ini, maka peneliti menyampaikan rasa terima kasih sebesar -

besarnya kepada semua belah pihak yang telah banyak memberikan bimbingan, saran – saran dan

informasi yang sangat berharga. Ucapan peneliti sampaikan terutama kepada yang terhormat :

1. Drs H. Baehaqi M.Pd selaku dosen pembimbing I dan kepada H. M. Taisir M.Ag, selaku

pembimbing II, yang telah meluangkan waktu dan tenaganya untuk membimbing dan

mengarahkan peneliti dalam penyusunan skripsi ini.

2. Bapak Prof. Dr. H. Mutawalli. M.Ag selaku rektor UIN Mataram, Ibu Dr. Hj. Lubna, M.Pd,

selaku dekan fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Bapak Dr. Saparudin, M.Ag selaku ketua

jurusan Pendidikan Agama Islam beserta Bapak/Ibu dosen Fakultas Tarbiyah UIN Mataram

dan pegawai UIN Mataram yang telah mengajarkan berbagai disiplin ilmu pengetahuan dan

bantuan pada studi di UIN Mataram, semoga dengan ilmu yang telah diajarkan dapat

bermanfaat bagi peneliti, masyarakat dan bangsa.

3. Tidak lupa kepada pimpinan pondok pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru, serta ustadz-

ustadzah dan santri-santriwati yang telah membantu peneliti dalam menyelesaikan penelitian.

4. Ibu dan Ayahandaku tercinta, semoga Allah selalu melimpahkan rahmatNya dan selalu

menuntun engkau kejalan yang di ridhoi-Nya.

Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skirpsi ini tidak jauh dari

kekurangan, kekeliruan dan kejanggalan. Oleh karena itu peneliti mengharapkan segala saran dan

kritik yang sifatnya membangun demi penyempurnaan skripsi ini.

Akhirnya kepada Allah SWT peneliti kembalikan semua urusan dan semoga skripsi ini

bermanfaat bagi semua pihak dan semoga Allah SWT meridhoiNya. Amiin

Mataram, 2 Juni 2019

Peneliti,

Iman Hendra yani

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA MATA PELAJARAN FIQIH KELAS ULA DI PONDOK PESANTREN DAARUL MUTTAQIIN JOTANG BERU

EMPANG SUMBAWA

Iman Hendra Yani

NIM. 1501010165

ABSTRAK

Penelitian ini digunakan untuk mengetahui sejauh mana penerapan model pembelajaran kontekstual pada mata pelajaran fiqih kelas ula di pondok pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru Empang Sumbawa. Kegiatan ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana penerapan model pembelajaran kontekstual pada mata pelajaran fiqih kelas ula di pondok pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru Empang Sumbawa. Fokus yang dikaji dalam penelitian ini adalah (1) penerapan model pembelajaran kontekstual pada mata pelajaran fiqih kelas ula di pondok pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru Empang Sumbawa? (2) apa sajakah faktor pendorong dan faktor penghambat model pembelajaran kontekstual pada mata pelajaran fiqih kelas ula di pondok pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru.

Jenis dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang besifat deskriptif yaitu berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Alasan peneliti menggunakan pendekatan ini untuk mengembangkan suatu teori yang dibangun melalui data yang diperoleh berdasarkan hasil temuan di lapangan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran kontekstual pada mata pelajaran fiqih kelas ula di pondok pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru Empang Sumbawa telah diterapkan. Dilihat dari langkah yang dilakukan: (1) mengembangkan pemikiran santri agar belajar lebih bermakna. (2) mengembangkan sifat ingin tahu santri dengan bertanya. (3) menghadirkan model sebagai contoh.

Adapun faktor pendorong dan penghambat dalam penerapan model pembelajaran kontekstual pada mata pelajaran fiqih kelas ula di pondok pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru Empang Sumbawa. faktor pendorong dalam penerapan model pembelajaran kontekstual pada mata pelajaran fiqih kelas ula di pondok pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru Empang Sumbawa : (1) kepemimpinan yang baik dari pimpinan pondok. (2) wawasan yang luas dan terbuka dari pengajar fiqih (3) ketersediaan sarana dan prasarana. faktor penghambat dalam penerapan model pembelajaran kontekstual pada mata pelajaran fiqih kelas ula di pondok pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru Empang Sumbawa yakni perbedaan latar belakang pendidikan Santri.

Kata Kunci: CTL (Contextual Teaching And Learning). Pembelajaran Fiqih

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL.......................................................................................... i

HALAMAN JUDUL ............................................................................................. ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ....................................................................... iii

NOTA DINAS PEMBIMBING ........................................................................... iv

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI .............................................................. v

PENGESAHAN DEWAN PENGUJI .................................................................. vi

HALAMAN MOTTO ........................................................................................... vii

HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................... viii

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ix

DAFTAR ISI.......................................................................................................... xi

DAFTAR TABEL ................................................................................................. xv

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xvi

ABSTRAK ............................................................................................................. xvii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ............................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ....................................................................................... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penilitian .................................................................... 6

D. Ruang Lingkup dan Setting Penelitian ....................................................... 7

E. Kajian Pustaka ............................................................................................ 8

F. Kerangka Teori ........................................................................................... 11

1. Pembelajaran kontekstual ..................................................................... 11

a. Pengertian Pembelajaran kontekstual ............................................. 11

b. Karakteristik Pembelajaran kontekstual ......................................... 14

c. Prinsip-prinsip Model Pembelajaran kontekstual ........................... 16

d. Tujuan Pembelajaran kontekstual ................................................... 19

e. Langkah-langkah Pembelajaran kontekstual .................................. 21

f. Kelebihan dan kekurangan Pembelajaran kontekstual ................... 22

2. Pembelajaran fiqih ............................................................................... 23

a. Pengertian Pembelajaran fiqih ....................................................... 23

b. Tujuan Pembelajaran fiqih .............................................................. 25

c. Materi dan ruang lingkup Pembelajaran fiqih ................................ 27

d. Model Pembelajaran fiqih ............................................................... 31

3. Pesantren .............................................................................................. 37

a. Pengertian pesantren ...................................................................... 37

b. Unsur-unsur dan karakteristik pesantren ........................................ 38

c. Tujuan pesantren ............................................................................ 39

d. Kajian kitab fiqih di pesantren ........................................................ 42

G. Metode Penelitian ....................................................................................... 43

H. Sistematika Pembahasan ............................................................................. 53

BAB II PAPARAN DATA DAN TEMUAN ....................................................... 54

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ........................................................... 54

1. Sejarah Berdirinya pondok pesantren Daarul Muttaqiin ..................... 54

2. Letak Geografis pondok pesantren Daarul Muttaqiin ........................... 55

3. Keadaan Santri pondok pesantren Daarul Muttaqiin ............................ 56

4. Keadaan ustadz pondok pesantren Daarul Muttaqiin ........................... 57

5. Keadaan Sarana dan Prasarana pondok pesantren Daarul Muttaqiin ... 59

6. Struktur Organisasi pondok pesantren Daarul Muttaqiin ..................... 60

7. Visi dan Misi pondok pesantren Daarul Muttaqiin ............................... 61

B. Penerapan model pembelajaran kontekstual pada mata pelajaran fiqih kelas ula di pondok

pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru ................................................... 62

C. Faktor pendorong dan penghambat Penerapan model pembelajaran kontekstual pada mata

pelajaran fiqih kelas ula di pondok pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru 74

BAB III PEMBAHASAN ..................................................................................... 81

A. Penerapan model pembelajaran kontekstual pada mata pelajaran fiqih kelas ula di pondok

pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru .................................................... 81

B. Faktor pendorong dan penghambat Penerapan model pembelajaran kontekstual pada mata

pelajaran fiqih kelas ula di pondok pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru 88

BAB IV PENUTUP ............................................................................................... 92

A. Kesimpulan ................................................................................................. 92

B. Saran-Saran ................................................................................................. 93

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pesantren mempunyai tiga fungsi terkait dengan ilmu-ilmu keIslam an. Pertama,

pesantren sebagai pusat persemaian dan dipraktikannya ilmu-ilmu keIslaman. Kedua, sebagai

pusat pembakuan dan penyebarannya. Ketiga, sebagai lembaga dalam meneruskan tradisi

keilmuan Islam .2

Ilmu-ilmu keIslam an yang berporos pada paradigma kalam, fiqih dan tasawuf

dengan berbagai variasinya yang menjadi ciri khas masing-masing pesantren merupakan media

pelestarian dan pengamalan ajaran dan tradisi Islam .3 Salah satu dari ketiga paradigma tersebut

adalah paradigma fiqih. Ketika pesantren menggunakan paradigma ini, maka materi yang

diajarkan dan diterapkan di pesantren tersebut mengarah ke fiqih.

Fiqih di pesantren merupakan tradisi keilmuan yang coraknya mu’tabarah.4 Ilmu ini

juga dijadikan tolak ukur dalam menentukan corak tata perilaku.5 Ketika fiqih diartikan sebagai

pengetahuan tentang hukum-hukum syari'at Islam mengenai perbuatan manusia yang diambil

dari dalil-dalil secara terperinci,6 maka fiqih dapat dipahami sebagai paham mengenai sesuatu

sebagai hasil dari kesimpulan pikiran mujtahid pada saat itu.7 Dengan kata lain, fiqih

merupakan produk mujtahid yang tidak terlepas dari sosio-historis ketika hukum itu lahir.

2 M. Amin Abdullah, Islamic Studies di Perguruan Tinggi; Pendekatan Integratif- Interkonektif,

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), hlm. 291. 3 Ibid., hlm. 292. 4 Mu’tabarah adalah istilah untuk kitab-kitab standar yang ada di pesantren tradisional. Sehingga kitab-kitab

ini disebut al-kutub al-mu’tabarah sebagai sumber rujukan dan pertimbangan. 5 Mahmud Arif, Involusi Pendidikan Islam : Mengurai Problematika dalam Perspektif Historis-Filosofis,

(Yogyakarta: Idea Press, 2006), hlm. 8 6 Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul Fiqih, terj. Masdar Helmy, (Bandung : Gema Risalah Press, 1997), hlm.

21. 7 A. Syafi’i Karim, Fiqih Ushul Fiqih; untuk UIN, STAIN, PTAIS, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2006), hlm.

11

Karya fiqih dituangkan oleh para Ulama dalam kitab-kitab kuning.8 Kitab-kitab inilah

yang dijadikan rujukan materi dalam proses pembelajaran fiqih di pesantren. Jika dikaitkan

dengan era sekarang, maka fiqih yang terdapat dalam kitab tersebut terdapat materi yang

relevan dan materi yang tidak relevan. Hal ini didasarkan pada ”Tagayyur Al-Ahkam Bi

Tagayyur Al-Amkinah Wa Al- Azminah” yang artinya, hukum selalu berubah sesuai kondisi

tempat dan waktu.9 Dari prinsip tersebut sudah selayaknya dilaksanakan pemahaman kitab-

kitab fiqih secara kontekstual dengan cara menghubungkan uraian-uraian kitab dengan hal-hal

konkret, atau situasi kontemporer. Sehingga dapat diketahui relevansi kitab-kitab fiqih dengan

era sekarang ini.

Namun, selama ini masyarakat pesantren masih menganggap bahwa kitab- kitab

tersebut sudah bulat kebenarannya, tidak bisa diubah, hanya bisa diperjelas dan dirumuskan

kembali.10 Padahal keilmuan dalam kitab-kitab tersebut termasuk wilayah keilmuan yang

sifatnya relatif-historis, bukan kebenaran mutlak yang tidak dapat diubah, dikritisi dan

dianalisa.

Selain itu, akhir-akhir ini para warga pesantren sering kali gagap dalam menghadapi

persoalan masyarakat modern. Hukum-hukum yang dipelajari lebih sebagai pelegitimasi atau

judgement terhadap realitas bukan sebagai sarana kritik dan transformasi sosial. Hal ini

sebagaimana yang telah disampaikan MA. Sahal Mahfudh, yaitu;

Seiring dengan perkembangan zaman, bukan mustahil kalau nanti akan terdapat banyak kasus hukum yang tidak bisa diselesaikan jika pemahaman terhadap kitab kuning masih tetap dalam pola-pola pemahaman tekstual. Jika pola ini tidak segera diimbangi dengan pola-pola pemahaman kontekstual, maka bukan mustahil jika kitab

8 Kitab kuning adalah sebutan untuk kitab klasik bahan kajian pokok di pesantren-pesantren tradisional.

Namanya merujuk pada warna kertas yang digunakan untuk mencetak di masa lalu (berabad-abad lalu), yaitu kekuningan.

9 Ali Sobirin, "Menuju Kerjasama Lintas Agama", http://www.Islam emansipatoris.com/artikel.php?id=405, diakses pada tanggal 24 Maret 20019.

10 M. Amin Abdullah, Islam ic Studies…, hlm. 289.

kuning akan menjadi harta pusaka yang hanya bisa dimiliki tetapi tidak banyak memberikan manfaat bagi solusi permasalahan aktual. Akibat yang lebih tragis lagi adalah pemahaman tekstual ini bisa menyeret kaum muslimin memperlakukan fiqih sebagai dogma yang tidak bisa diganggu gugat. Tidak jarang, fiqih dalam hal ini kitab kuning yang dianggap sebagai kitab suci kedua setelahAl-Qur'an.11

Dengan demikian, maka pendapat di atas dapat dijadikan indikator, bahwa materi

fiqih yang ada di pesantren terdapat materi-materi yang sudah tidak relevan lagi dengan zaman

sekarang. Apalagi sekarang ini banyak perubahan sosial, perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi, dan gaya hidup masyarakat modern.

Untuk memperbaiki keadaan tersebut, diperlukan kesadaran untuk memperhatikan

pembelajaran fiqih di pesantren dan relevansinya dengan isu-isu sekitar. Karena selama ini

pembelajaran fiqih yang digunakan di pesantren adalah masih dengan model tradisional yang

bersifat tekstualis.12 Santri boleh jadi mengajukan pertanyaan, tetapi biasanya terbatas pada

konteks sempit kitab itu. Jarang sekali ada usaha menghubungkan uraian-uraian kitab dengan

hal- hal konkret atau situasi kontemporer. Ustadz jarang menanyakan apakah santri benar-

benar memahami kitab yang dibacakan untuknya, kecuali pada tingkat pemahaman lughawi13

Apabila fiqih kehilangan aktualisasinya dalam memberikan suatu kajian yang selaras

dengan permasalahan-permsalahan yang timbul di tengah-tengah masyarkat, maka akan

dikhawatirkan suatu ketika umat Islam akan meragukan eksistensi terhadap Islam itu sendiri.

14

Oleh karena itu, dalam hal ini peneliti melihat ada suatu upaya penerapan model

11 Sahal Mahfudh, Nuansa Fiqih Sosial, (Yogyakarta: LKiS, 2004), hlm. 37. 12 M. Sulthon Masyhud dan Moh. Khusnurdilo, Manajemen Pondok Pesantren, (Jakarta: Diva Pustaka,

2003), hlm. 89. 13 Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning, Pesantren, dan Tarekat: Tradisi-tradisi Islam di Indonesia,

(Bandung: Mizan, 1995), hlm. 18. 14 Abdullah Ahmed An Na’im, Dekonstruksi Syariah: Wacana Kebebasan Hak Sipil, Hak Asasi Manusia

Dan Hubungan Internasional Dalam Islam (Toward An Islam ic Reformation: Civil Liberties, Human Right and International Law), diterjemahkan oleh Ahmad Suaedi and Amirudin Arrani (Jogyakarta: LKIS, 1994), hlm 54

pembelajaran kontekstual pada mata pelajaran fiqih yang diterapkan di pondok pesantren

Daarul Muttaqiin Jotang Beru Empang Sumbawa yang prospek kedepannya akan dapat

meminimalisir komplik di atas serta menghasilkan kajian yang kontekstual dengan isu-isu

kehidupan saat ini.

Penerapan model pembelajaran kontektual pada mata pelajaran fiqih tersebut tidak

terlepas dari peran dari seorang pimpinan pondok pesantren yakni, Al Mukarrom Kyai Taslim

M.Ag. Beliau merupakan seorang ulama yang pernah belajar di pondok pesantren Modern

Gontor selama 14 tahun.15 Masyarakat sekitar mengenal beliau sebagai seorang ulama yang

ahli dalam bidang ilmu fiqih dan ilmu Bahasa Arab.

Selain itu penerapan model pembelajaran kontekstual pada mata pelajaran fiqih di

pondok pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru tidak terlepas pula dari peran seorang ustadz.

Beliau adalah Ustadz Abdul Kholiq Fajduani Az Zikri S.Pd.I, yang pernah mengaji kitab

kuning selama 4 tahun di pondok pesantren Al Falah Ploso Kediri dan melanjutkan S1 di

Universitas Daarussalam Gontor.16

Terlaksannya model pembelajaran kontekstual pada mata pelajaran fiqih di pondok

pesantren tersebut merupakan hasil dari sikap kritis dan jiwa peduli dari tokoh-tokoh tersebut

terhadap kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu pembelajaran di pondok pesantren Daarul

Muttaqiin Jotang Beru Empang Sumbawa dalam mengkaji kitab fiqih menggunakan model

pembelajaran tradisional yang dipadukan dengan sebuah model pembelajaran yang

kontekstual. Pembelajaran fiqih tetap dilakukan dengan sistem halqoh, yakni sebuah sistem

pembelajaran lama dimana seorang Kyai atau Ustadz membacakan kitabnya, lalu memberikan

makna yang terkandung dalam kitab. Namun dalam hal ini tidak berhenti dengan konteks kitab

15 Wawancara, Kyai Taslim (Pimpinan Pondok), Pada Tanggal 02 April 2019. 16 Wawancara, Abdul Kholiq Fajduani Az Zikri (Pengajar Fiqih), Pada Tanggal 03 April 2019.

saja. Kyai atau Ustadz selalu menarik fenomena kongkrit yang benar-benar terjadi di tengah

masyarakat saat ini.

Hal yang demikian dilakukan agar pembelajaran fiqih menjadi tepat sasaran dengan

konteks zaman fiqih tersebut diajarkan. Dengan sistem atau nuansa kontekstual yang diberikan

dalam pembelajaran fiqih tersebut juga membuat santri merasa antusias untuk mengikuti

pembelajaran dengan baik. Hal itu dikarenakan para santri merasa bahwa apa yang mereka

pelajari ada kaitan yang erat dengan kehidupan nyata yang mereka sedang alami pada zaman

ini. Maka, dari sini peneliti ingin meneliti lebih dalam lagi tentang Penerapan model

pembelajaran kontekstual pada mata pelajaran fiqih kelas Ula di Pondok Pesantren Daarul

Muttaqiin Jotang Beru.

Kelas ula adalah tingkatan dasar pada pembelajaran di pondok pesantren yang sering

disebut dengan diniyah. Tingkatan ini tidak berpatokan pada usia atau Pendidikan formal,

namu yang menjadi patokan santri yang masuk ke kelas ula adalah tingkat kepahaman santri.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi pokok permasalahan

dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah penerapan model pembelajaran kontekstual pada mata pelajaran fiqih kelas

ula di pondok pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru?

2. Apa sajakah faktor pendorong dan penghambat model pembelajaran kontekstual pada mata

pelajaran fiqih kelas ula di pondok pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui penerapan model pembelajaran kontekstual pada mata pelajaran

fiqih kelas ula di pondok pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru

b. Untuk mengetahui faktor pendorong dan penghambat model pembelajaran kontekstual

pada mata pelajaran fiqih kelas ula di pondok pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru

2. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara teoritis maupun praktis :

a. Manfaat Teoritis

Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat menambah dan memperkaya

khazanah keilmuan dunia pendidikan Islam dalam meningkatkan kualitas model

pembelajaran fiqih di pondok pesantren.

b. Manfaat Praktis

Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :

1) Bagi para pimpinan pondok pesantren dan para ustadz yang mengajarkan ilmu fiqih di

pondok pesantren agar mendapat kesadaran dalam menerapkan model pembelajaran

kontekstual pada mata pelajaran fiqih di pondok pesantren masing-masing.

2) Bagi santri dan juga masyarakat pada umumnya agar mendapatkan pembelajaran yang

relevan antara keilmuan yang dipelajari dengan situasi dan kondisi perkembangan

zaman dan teknologi yang dirasakan sekarang ini.

D. Ruang lingkup dan Setting Penelitian

1. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini berfokus pada usaha menemukan deskripsi penerapan, urgensi serta

faktor pendorong dan faktor pendorong model pembelajaran kontekstual pada mata

pelajaran fiqih kontekstual di pondok pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru. Dalam hal

ini, dapat diuraikan batasan-batasan sebagai berikut:

a. Model pembelajaran kontekstual pada mata pelajaran fiqih kelas ula di pondok

pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru

b. Faktor pendorong dan penghambat penerapan model pembelajaran kontekstual

pada mata pelajaran fiqih kelas ula di pondok pesantren Daarul Muttaqiin Jotang

Beru

2. Setting Penelitian

Penelitian dilaksanakan mulai bulan Mei sampai Juni tahun 2019 di pondok

pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru. Pondok pesantren ini secara administratif

berlokasi di kecamatan Empang, Kabupaten Sumbawa.

E. Kajian Pustaka

Sejauh pengetahuan peneliti terhadap studi karya-karya ilmiah, sudah banyak tulisan

dan penelitian yang berhubungan dengan tema pembelajaran fiqih. Diantara penelitian tersebut

akan peneliti paparkan yakni :

Penelitian pertama yakni skripsi yang di tulis oleh Sumari dengan judul “Penerapan

Model Pembelajaran Kontekstual Dengan Pendekatan Learning Community Dalam

Meningkatkan Keaktifan Belajar Siswa Pada Bidang Studi Fiqih’ Pokok Bahasan Sholat

Jenazah Di Kelas X MA Nurul Wathon NW Plambik” Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN

Mataram.17 Pada skripsi tersebut dijelaskan tentang bagaimana penerapan pembelajaran

kontekstual yang menggunakan pendekatan learning komunity dalam menigkatkan keaktifan

17 Agus jayadi, Penerapan Model Pembelajaran Kontekstual Dengan Pendekatan Learning Community

Dalam Meningkatkan Keaktifan Belajar Siswa Pada Bidang Studi Fiqih’pokk Bahasan Sholat Jenazah Di Kelas X MA Nurul Wathon Nw Plambik, (Mataram: Fakultas Tarbiyah Uin Mataram, 2014)

belajar pada siswa kelas X Ma Nurul Wathon Nw Plambik. Hasil dari penelitian dalam skripsi

tersebut adalah bahwa pembelajaran yang dilakukan dengan pendekatan learning community

tersebut yang berdampak kepada keaktifan belajar siswa.

Penelitian yang kedua yakni Skripsi yang ditulis oleh Fathuddin dengan judul

“Penerapan Contextual Teaching And Learning Dengan Metode Inquiri Dalam Meningkatkan

Prestasi Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam Kelas III Di SDN 59

Kota Bima” Fakultas Tarbiyah UIN Mataram.18 Pada skripsi tersebut menjelaskan tentang

metode pembelajaran kontekstual menggunakan metode inquiri dalam meningkatkan prestasi

belajar siswa pada mata pelajaran pendidikan agama Islam .

Penelitian yang ketiga adalah jurnal yang ditulis oleh dosen IAIN Sultan Muhammad

Syaifudin Sambas yakni Suriadi yang berjudul “Pendekatan kontekstual dalam pembelajaran

fiqih, studi kasus di MIN Sekuduk Sambas”.19 Pada penelitian tersebut mengungkapkan tentang

penerapan pembelajaran kontekstual pada Lembaga Pendidikan formal Madrasah Ubtidaiyah

Sekuduk Sambas.

Penelitian yang keempat yakni jurnal yang ditulis oleh dosen fakultas ilmu tarbiyah

dan keguruan IAIN Cirebon yakni Djohar Makmun dengan judul “Penerapan pembelajaran

kontekstual untuk meningkatkan literasi dan argumentasi siswa santri pondok pesantren

Daarul Ulum PUI Majalengka”.20 Pada jurnal tersebut menjelaskan tentang metode

pembelajaran kontekstual yang bertujuan untuk meningkatkan literasi dan argumentasi santri.

18 Fathuddin, Penerapan Contextual Teaching And Learning Dengan Metode Inquiri Dalam Meningkatkan

Prestasi Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam Kelas III Di SDN 59 Kota Bima, (Mataram: Fakultas Tarbiyah UIN Mataram, 2014).

19 Suriadi, Pendekatan Kontekstual Dalam Pembelajaran Fiqih, Studi Kasus di MIN Sekuduk Sambas, Vol 3. No. 1 0ktober 2017 (Sambas: IAIN Sultan Muhammad Syaifudin Sambas, 2017)

20 Djohar Makmun, Penerapan Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Literasi Dan Argumentasi Santri Pondok Pesantren Daarul Ulum PUI Majalengka, Vol 21 No. 1 Januari 2014, (Majalengka, Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan IAIN Cirebon, 2014)

Yang mana diharapkan dengan penerapan pembelajran kontekstual akan dapat menjadikan

santri lebih mempunyai jiwa leterasi dan argumentasi yang kuat.

Dari berbagai penelitian di atas terdapa kesamaan namun juga terdapat perbedaan

dari penelitian ini. Letak kesamaannya adalah sama-sama meneliti tentang penerapan

kotekstual namun ada beberapa perbedaan mendasar dengan penelitian peneliti lakukan. Mulai

dari perbedaan pada Lembaga Pendidikan yang diteliti maupu substansi penelitian yang

dilakukan oleh bebrapa penelitian di atas yang menunjukan perbedaan dengan penelitian yang

peneliti lakukan.

Letak perbedaan pertama adalah pada objek yang akan diteliti. pada penelitian yang

peneliti paparkan objek kajiannya adalah pada pendidikan formal yakni Madrasah Aliyah dan

Sekolah Dasar. Yang papa intinya objek kajiannya adalah meneliti tentang penerapan

pembelajaran kontekstual pada Lembaga Pendidikan formal. Namun penelitian yang peneliti

lakukan adalah pada Lembaga Pendidikan di pondok pesantren secara khusus. Yang dimana

kedua Lembaga Pendidikan tersebut memiliki situasi dan kondisi yang berbeda secara

signifikan.

Letak perbedaan kedua adalah pada fokus penelitian dan pembahasan. Beberapa

penelian di atas ada yang fokus penelitiannya adalah pembelajaran kontekstual yang bertujuan

untuk meningkatkan jiwa literasi dan argumentasi santri. Pembahasannya adalah secara umum

dan hanya membahas dampak tanpa menyentuh prinsip pembelajaran kontekstual secara

mendalam pada mata pelajaran fiqih. Kemudian beberapa penelitian di atas 3 dari 4 adalah

penelitian yang menggunakan dua pariabel sedangkan penelitian yang peneliti lakukan adalah

tentang bagamana penerapan pembelajaran kontekstual pada mata pelajaran fiqih secara

mendalam dan hanya menggunakan satu variable bahasan.

F. Kerangka Teori

1. Pembelajaran Kontekstual (CTL)

a. Pengertian Pembelajaran Kontekstual (CTL)

Pembelajaran kontekstual atau contextual teaching and learning (CTL)

adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi pembelajaran

dengan situasi dunia nyata siswa, dan mendorong siswa membuat hubungan antara

pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-

hari.21 Strategi pembelajaran kontekstual merupakan strategi pembelajaran yang

menekankan pada proses keterlibatan peserta didik secara penuh untuk dapat

menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan realitas kehidupan nyata,

sehingga mendorong peserta didik untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari-

hari.22

Menurut Elaine B. Johnson pembelajaran kontekstual adalah sebuah proses

pendidikan yang membantu para siswa melihat makna di dalam materi yang mereka

pelajari dengan menghubungkan subjek-subjek akademik dengan konteks dalam

kehidupan sehari-hari.23 Menurut Muhammad Muchlis Solichin pembelajaran

kontekstual merupakan konsepsi pembelajaran yang membantu guru menghubungkan

mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan pembelajaran yang memotivasi siswa

agar menghubungkan pengetahuan dengan kehidupan sehari-hari sebagai anggota

keluarga dan masyarakat.24

21 Masnur Muslih, KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual, (Jakarta: Bumi Aksara. 2014),

hlm. 41 22 Suyadi, Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), hlm. 81. 23 Elaine B. Johnson, Contextual Teaching and Learning, Terj. Ibnu Setiawan, (Bandung: Kaifa, 2010), hlm.

67 24 Muhammad Muchlis Solichin, Psikologi Belajar Aplikasi Teori-teori Belajar dalam Proses Pembelajaran,

(Yogyakarta: Suka Press, 2012), hlm. 96.

Menurut hemat peneliti, pembelajaran kontekstual adalah sebuah

pembelajaran dimana seorang guru mengaitkan materi pembelajaran dengan realitas

kehidupan peserta didik dan memotivasi siswa untuk mendapatkan jawaban dari

pertanyaan-pertanyaan dengan caranya sendiri sehingga pengetahuan yang ia dapatkan

lebih bermakna dan dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan

konsep ini, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses

berlangsung secara alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami,

bukan mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih

dipentingkan daripada hasil.25

Dalam kelas kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai

tujuannya. Guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi.

Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerjasama untuk menemukan

sesuatu yang Beru bagi siswanya. Pengetahuan itu datang dari menemukan sendiri

bukan didapatkan dari guru. Begitulah tugas guru di dalam kelas kontekstual.26

Berdasarkan konsep dasar pembelajaran di atas, maka ada tiga hal yang harus dipahami.

Pertama, pembelajaran kontekstual menekankan pada proses keterlibatan

peserta didik untuk menemukan materi, artinya proses belajar diorientasikan pada

proses pengalaman secara langsung. Proses belajar dalam pembelajaran kontekstual

tidak menginginkan agar siswa hanya menerima pelajaran, tetapi siswa diharapkan

mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran.27

25 Abdul Majid, Strategi Pembelajaran, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014), hlm. 228. 26 Aris Shoimin, 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013 (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media,

2014), hlm 41 27 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan (Jakarta: Kencana, 2011),

hlm. 255.

Kedua, pembelajaran kontekstual mendorong siswa agar dapat menemukan

hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata. Siswa dituntut

untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan

kehidupan nyata, maka materi itu tidak hanya bermakna secara fungsional, tetapi juga

tertanam dalam memori peserta didik sehingga pengetahuan yang ia dapatkan tidak

mudah dilupakan.28

Ketiga, pembelajaran kontekstual mendorong peserta didik untuk dapat

menerapkan dalam kehidupan sehari-hari, artinya siswa bukan hanya memahami

materi yang dipelajarinya, tetapi bagaimana materi tersebut dapat mewarnai

perilakunya dan menjadi bekal dalam mengarungi kehidupan nyata.29

b. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual (CTL)

Dalam pembelajaran kontekstual, tugas guru adalah memberikan kemudahan

belajar kepada peserta didik, dengan menyediakan berbagai sarana dan sumber belajar

yang memadai. Guru bukan hanya menyampaikan materi pembelajaran yang berupa

hafalan, tetapi mengatur lingkungan dan strategi pembelajaran yang memungkinkan

peserta didik belajar.30 Menurut Hamruni, terdapat lima karakteristik penting dalam

proses pembelajaran kontekstual, yaitu:

1) Pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada

(activating knowledge) artinya sesuatu yang akan dipelajari tidak terlepas dari

pengetahuan yang sudah dipelajari. Dengan demikian, pengetahuan yang akan

diperoleh siswa adalah pengetahuan yang utuh yang memiliki keterkaitan satu sama

28 Hamruni, Strategi Pembelajaran, (Yogyakarta: Insan Madani, 2012), hlm. 137. 29 Abdul Majid, Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam , (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,

2014), hlm. 171. 30

yang lain.

2) Pembelajaran yang dapat menambah pengetahuan Beru (acquiring knowledge).

Pengetahuan Beru itu diperoleh dengan cara deduktif, artinya pembelajaran

dimulai dengan cara mempelajari secara keseluruhan, kemudian memperhatikan

secara detail.

3) Memahami pengetahuan (understanding knowledge). Artinya pengetahuan yang

diperoleh bukan untuk dihafal tetapi untuk dipahami dan diyakini kemudian

dikaitkan dengan realitas kehidupan sehari-hari agar dapat dipraktikkan dan

menjadi kebiasaan.

4) Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge).

Artinya pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh harus dapat

diimplementasikan dalam kehidupan siswa, sehingga tampak perubahan perilaku

siswa.

5) Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan

pengetahuan. Hal ini sebagai umpan balik (feedback) untuk proses perbaikan dan

penyempurnaan strategi.31

Selain karakteristik tersebut, Trianto Ibnu Badar al-Tabany menambahkan

bahwa pembelajaran kontekstual juga memiliki karakteristik yang membedakan

dengan model pembelajaran lainnya, antara lain: (1) kerja sama; (2) saling menunjang;

(3) menyenangkan, tidak membosankan; (4) belajar dengan bergairah; (5)

pembelajaran terintegrasi; (6) memakai berbagai sumber; dan (7) siswa aktif.32

31 Hamruni, Strategi Pembelajaran, (Yogyakarta: Insan Madani, 2012) hlm. 137 32 Trianto Ibnu Badar al-Tabany, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif, Progresif, dan Kontekstual

(Jakarta: Prenada Media Group, 2014), hlm. 144.

c. Prinsip-Prinsip Model Pembelajaran Kontekstual (CTL)

Penerapan pembelajaran kontekstual ini memiliki 7 (tujuh) komponen utama

pembelajaran efektif.33 Ketujuh komponen ini adalah sebagai berikut:

1) Konstruktivisme (Mengkonstruksi)

Konstruktivisme adalah mengembangkan pemikiran siswa akan belajar

lebih bermakna dengan cara belajar sendiri, menemukan sendiri, dan

mengonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan Beru nya. Siswa membangun

pemahaman mereka sendiri dari pengalaman Beru berdasar pada pengetahuan

awal. Dan pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengkonstruksi” bukan

menerima pengetahuan.

Terdapat 5 (lima) elemen belajar yang konstruktivistik, yaitu (1)

pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating knowledge), (2) pemerolehan

pengetahuan Beru (acquiring knowledge), (3) pemahaman pengetahuan

(understanding knowledge), (4) mempraktekkan pengetahuan dan pengalaman

(applying knowledge), dan (5) melakukan refleksi terhadap strategi pengembangan

pengetahuan tersebut (reflecting knowledge).34

2) Inquiry (Menemukan)

Inquiry yaitu melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiry untuk semua

topik. Siswa diminta untuk menangani sendiri permasalahan yang mereka hadapi

ketika berhadapan dengan dunia nyata.35 Dalam pembelajaran ini terdapat proses

33 Rusman, seri menegmen bermutu, model-model pembelajaran mengembangkan profesionalisme guru,

(Jakarta: rajwali perss, 2014), hlm. 193 34 Ramayulis, Metodologi Pendidikan agama Islam , (Jakarta: kalam mulia, 2005), hlm. 328 35 Rudi hartono, ragam model mengajar yang mudah diterima murid, (Jogjakarta: diva perss, 2013) hlm. 91

perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman serta siswa belajar

menggunakan keterampilan berpikir kritis.

3) Questioning (Bertanya)

Bertanya, yaitu mengembangkan sifat ingin tahu siswa dengan cara

bertanya. Melalui cara ini, siswa akan mampu menjadi pemikir yang handal dan

mandiri. Siswa dirangsang untuk mengembangkan idenya dan pengujian Beru

yang inovatif, mengembangkan metode dan teknik untuk bertanya, bertukar

pendapat dan berinteraksi.36 Dengan kegiatan bertanya ini , guru mendorong,

membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa.

4) Learning Community (Masyarakat Belajar)

Masyarakat belajar yaitu menciptakan masyarakat belajar dalam suatu

kelompok. Siswa hidup dalam lingkungan masyarakat dan lingkungan sekolahnya,

sehingga ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber daya untuk mengembangkan

pembahaman pembelajaran kontekstual. Misalnya dalam pembelajaran kontekstual

siswa diajak ke sawah untuk melihat langsung bagai mana proses penanaman padi

hingga panen dan menjadi beras. Dalam pembentukan masyarakat belajar terdapat

konsep bahwa bekerjasama dengan orang lain lebih baik daripada belajar sendiri,

tukar pengalaman, dan berbagi ide.37

5) Modeling (Pemodelan)

Pemodelan adalah menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran.

Siswa menjadi mudah dalam belajar dan memahami jika guru menyajikan baginya

36 Ibid, hlm. 92 37 Ramayulis, Metodologi Pendidikan agama Islam ,,, hlm. 330

sebuah model bukan hanya berbentuk lisan. Siswa akan mampu mengamati dan

mencontoh apa yang ditunjukkan oleh guru.38

6) Reflection (Refleksi)

Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang Beru terjadi atau Beru saja

dipelajari. Dengan kata lain, refleksi adalah berpikir kebelakang tentang apa-apa

yang telah dilakukan di masa lalu, yang merupakan pengayaan atau revisi dari

pengetahuan sebelumnya. Pada saat refleksi, siswa diberi kesempatan untuk

mencerna, menimbang, membandingkan, menghayati, dan melakukan diskusi

dengan dirinya sendiri.39

7) Authentic Assesment (Penilaian yang sebenarnya)

Tahap terakhir dari pembelajaran kontekstual adalah melakukan penilaian.

Penilaian sebenarnya adalah adalah proses yang dilakukan guru untuk

mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa.

Penilaian ini diperlukan untuk mengetahui apakah siswa benar-benar belajar atau

tidak; apakah pengalaman belajar siswa memiliki pengaruh yang positif terhadap

perkembangan baik intelektual maupun mental siswa. Penilaian autentik dilakukan

secara terintegrasi dengan proses pembelajaran. Penilaian ini dilakukan secara

kontinu selama proses pembelajaran berlangsung, oleh karena itu, penilaian

difokuskan pada proses, bukan pada hasil belajar.40

38 Rusman, Seri Menegmen Bermutu, Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru,,,,

hlm. 196 39 Suyadi, Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013) hlm. 95 40 Rusman, Seri Menegmen Bermutu, Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru,,,,

hlm. 198

d. Tujuan Pembelajaran Kontekstual (CTL)

Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) yang digagas

oleh Jhon Dewey pada awal abad 20 merupakan metode yang muncul sebagai reaksi

terhadap teori behavioristik (menekankan hasil daripada proses) yang telah

mendominasi pendidikan selama puluhan tahun. Pendekatan kontekstual menganggap

bahwa belajar merupakan proses yang kompleks dan multi tahap dan terjadi tanpa

prinsip stimulus- respon. Pendekatan kontekstual juga menganggap bahwa manusia

belajar secara alamiah dengan berpikir mencari makna dalam suatu konteks yang

berkaitan dengan lingkungannya. Jadi, pendekatan kontekstual memfokuskan pada

aspek lingkungan belajar, misalnya: lingkungan sekolah, laboratorium, bengkel,

masyarakat, dan sebagainya.

Model pembelajaran kontekstual merupakan suatu proses pembelajaran yang

holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran

yang dipelajarinya dengan mengaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan.

Sedangkan menurut Milan Rianto tujuan pembelajaran kontekstual adalah untuk

meningkatkan minat dan prestasi belajar, di samping membekali peserta didik dengan

pengetahuan yang secara fleksibel dapat diterapkan atau ditransfer antar permasalahan

dan antar konteks. 41

Dari definisi dan tujuan di atas peneliti dapat memberikan kesimpulan bahwa

pembelajaran kontekstual bertujuan, diantaranya:

1) Untuk memotivasi siswa agar dapat memahami makna materi pelajaran yang

dipelajarinya dengan menghubungkan materi tersebut dengan konteks kehidupan

41 Milan Rianto, Pendekatan, Strategi, dan Metode Pembelajaran, (Malang: Departemen Pendidikan

Nasional, 2006), hlm. 15.

mereka sehari-hari sehingga siswa memiliki pengetahuan atau keterampilan yang

secara refleksi dapat diterapkan dari permasalahan kepermasalahan lainya.

2) Untuk memberikan pemahaman dan pengembangan minat pengalaman kepada

peserta didik agar dalam belajar itu tidak hanya sekedar menghafal tetapi perlu

adanya pemahaman yang komprehensif.

3) Untuk melatih peserta didik agar dapat berpikir kritis dan terampil dalam

memproses, menemukan, dan menciptakan pengetahuan secara alamiah sehingga

pembelajaran lebih bermakna dan dapat bermanfaat untuk dirinya sendiri dan orang

lain dalam menjalankan realitas kehidupan sebagai anggota keluarga dan

masyarakat.

e. Langkah-langkah Pembelajaran Kontekstual (CTL)

Pembelajaran kontekstual dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang

studi apa saja, dan kelas bagaimanapun keadaannya. Sebelum melaksanakan

pembelajaran dengan menggunakan kontekstual, tentu saja terlebih dahulu

mempersiapkan desain pembelajarannya, sebagai pedoman umum dan sekaligus alat

kontrol dalam pelaksanaanya.42 Secara garis besar, langkah-langkah yang harus

ditempuh dalam kontekstual adalah sebagai berikut:

1) Mengembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara

bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkontruksi sendiri pengetahuan dan

keterampilan Beru nya.

2) Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik yang diajarkan.

3) Mengembangkan sifat ingin tahu siswa melalui sebuah pertanyaan-pertanyaan.

42 Mulyono, Strategi Pembelajaran Menuju Efektivitas Pembelajaran di Abad Global, (Malang: UIN-Maliki

Press, 2012), hlm. 40

4) Menciptakan masyarakat belajar, seperti melalui kegiatan kelompok diskusi dan

Tanya jawab.

5) Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran.

6) Melakukan refleksi di akhir pertemuan dari setiap kegiatan pembelajaran yang telah

dilakukan.

7) Melakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.

f. Kelebihan dan kekurangan model pemeblajaran kontekstual

1) Kelebihan Pembelajaran kontekstual

a) Pembelajaran kontekstual dapat mendorong siswa menemukan hubungan

antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata.

b) Pembelajaran kontekstual mampu mendorong siswa untuk menerapkan hasil

belajarnya dalam kehidupan sehari-hari.

c) Pembelajaran kontekstual dapat menjadikan siswa belajar bukan dengan

menghafal, melainkan proses berpengalaman dalam kehidupan nyata.

d) Kelas dalam kontekstual bukan merupakan tempat untuk memperoleh

informasi, melainkan tempat untuk menguji data hasil temuannya di lapangan.43

2) Kekurangan pembelajaran kontekstual.

a) Pembelajaran kontekstual membutuhkan waktu yang lama bagi peserta didik

untuk bisa memahami semua materi.

b) Guru harus lebih intensif dalam membimbing, karena dalam metode

pembelajaran kontekstual guru tidak lagi berperan sebagai pusat informasi.

c) Upaya menghubungkan antara materi di kelas dengan realitas kehidupan siswa

43 Kokom Komalasari, Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi, (Bandung: PT Refika Aditama,

2013) hlm. 44

rentan mengalami kesalahan sehingga sulit menemukan hubungan yang tepat,

sering siswa harus mengalami kegagalan berulang kali.44

2. Pemebalajaran Fiqih

a. Pengertian Pembelajaran Fiqih

Pembelajaran merupakan sebuah sistem yang terdiri dari berbagai

komponen yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Komponen tersebut

meliputi : tujuan, materi, metode dan evaluasi. Keempat komponen pembelajaran

tersebut harus diperhatikan oleh guru atau pendidik dalam memilih dan mentukan

model-model pembelajaran yang akan digunakan.45

Menurut bahasa, “fiqih” berasal dari “faqiha yafqahu-fiqihan” yang berarti

mengerti atau paham.46 Paham yang dimaksudkan adalah upaya aqliah dalam

memahami ajaran-ajaran Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Al-

fiqih menurut bahasa adalah mengetahui sesuatu dengan mengerti (al-‘ilm bisyai’i

ma’a al-fahm).47 Ibnu Al-Qayyim mengatakan bahwa fiqih lebih khusus daripada

paham, yakni pemahaman mendalam terhadap berbagai isyarat Al-Qur’an, secara

tekstual maupun kontekstual.48 Tentu saja, secara logika, pemahaman akan diperoleh

apabila sumber ajaran yang dimaksudkan bersifat tekstual, sedangkan pemahaman

dapat dilakukan secara tekstual maupun kontekstual. Hasil dari pemahaman terhadap

teks-teks ajaran Islam disusun secara sistematis agar mudah diamalkan. Oleh karena

itu, ilmu fiqih merupakan ilmu yang mempelajari ajaran Islam yang disebut dengan

44 Suyadi, Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013) hlm. 97 45 Rusman, Seri Menegmen Bermutu, Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru,,,,

hlm. 1 46 Beni Ahmad Saebani dan Januri, Fiqih Ushul Fiqih, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 10 47 Ibid, h. 11 48 Ibid, h. 12

syariat yang bersifat amaliah (praktis) yang diperoleh dari dalil-dalil yang

sistematis.49

Pada awalnya kata fiqih digunakan untuk semua bentuk pamahaman atas

al-Qur’an, hadits, dan bahkan sejarah. Pemahaman atas ayat-ayat dan hadits-hadits

teologi, dulu diberi nama fiqih juga, seperti judul buku Abu Hanifah tentangnya,

Fiqih Al-Akbar. Pemahaman atas sejarah hidup Nabi disebut dengan fiqih al-sira’.

Namun, setelah terjadi spesialisasi ilmu-ilmu agama, kata fiqih hanya digunakan

untuk pemahaman atas syari’at (agama), itupun hanya yang berkaitan dengan hukum-

hukum perbuatan manusia.50

Pembelajaran fiqih berarti proses belajar mengajar tentang ajaran Islam

dalam segi hukum Syara’ yang dilaksanakan disuatu tempat antara guru dan peserta

didik dengan materi dan strategi pembelajaran yang telah direncanakan.

b. Tujuan pembelajaran Fiqih

Secara substansial mata pelajaran Fikih memiliki kontribusi dalam

memberikan motivasi kepada peserta didik untuk mempraktikkan dan menerapkan

hukum Islam dalam kehidupan sehari-hari sebagai perwujudan keserasian,

keselarasan, dan keseimbangan hubungan manusia dengan Allah SWT, dengan diri

manusia itu sendiri, sesama manusia, makhluk lainnya ataupun lingkungannya.51

Tujuan dari fiqih adalah menerapkan aturan-aturan atau hukum-hukum

syari’ah dalam kehidupan. Sedangkan tujuan dari penerapan aturan-aturan itu untuk

49 Ibid, h. 13 50 Ahmad Rofi’i, Pembelajaran Fiqih, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama

RI, 2009), hlm.3 51 Nur Chasanah, “Karakteristik Materi Fiqih dan Macam-Macam Metode Pembelajaran yang Cocok dengan

Materi Fiqih”, http//annuramadhani.blogspot.com/5/2014/html, diakses pada 8 April 2019

mendidik manusia agar memiliki sikap dan karakter taqwa dan menciptakan

kemaslahatan bagi manusia. Kata “taqwa” adalah kata yang memiliki makna luas

yang mencakup semua karakter dan sikap yang baik. Dengan demikian fiqih dapat

digunakan untuk membentuk karakter.52

Imam Asy Syatibi telah melakukan penelitian yang digali dari Al Quran

maupun Sunnah, yang menyimpulkan bahwa tujuan hokum fiqih di dunia ada lima

hal yang dikenal dengan Maqosid Syar’íyah yakni :

1) Memelihara agama (Hifdz Al Din). Yang dimaksud dengan agama disini adalah

hubungan manusia dengan Allah Swt, termasuk di dalamnya aturan tentang

syahadat, sholat, zakat, puasa, haji dan aturan lainnya yang berkaitan dengan

hubungan manusia dengan manusia denga nallah serta larangan yang

meniggalkannya.

2) Memelihara diri (Hifdz Al Nafs). Termasuk dalam bagian ini adalah larangan

membunuh diri sendiridan membunuh orang lain, larangan menghina dan

sebagainya dan kewajiban menjaga diri.

3) Memelihara keturunan dan kehormatan (Hifdz Al Nas). Seperti aturan-aturan

tentang pernikahan, larangan perzinahan dan lainnya.

4) Memelihara harta (Hifdz Al Mal). Termasuk dala hal ini adalah larangan mencuri

dan menghasab harta orang lain.

5) Memelihara akal (Hifdz Al Aql). Yang termasuk dalam hal ini adalah tentang

larangan meminum minuman keras dan kewajiban menuntut ilmu.

c. Materi dan Ruang Lingkup Pembelajaran Fiqih

52 Ahmad Rofi’i, Pembelajaran Fiqih, ,,,,, hlm.6

Hukum yang diatur dalam fiqih Islam itu terdiri dari hukum wajib, sunat,

mubah, makruh dan haram; disamping itu ada pula dalam bentuk yang lain seperti

sah, batal, benar, salah, berpahala, berdosa dan sebagainya.

Meskipun ada perbedaan pendapat para ulama dalam menyusun urutan

pembahasaan dalam membicarakan topik-topik tersebut, namun mereka tidak berbeda

dalam menjadikan Al-Qur’an, Al-Sunnah dan Al-Ijtihad sebagai sumber

hukum.Walaupun dalam pengelompokkan materi pembicaraan mereka berbeda,

namun mereka sama-sama mengambil dari sumber yang sama.

Karena rumusan fiqih itu berbentuk hukum hasil formulasi para ulama yang

bersumber pada Al-Qur’an, Sunnah dan Ijtihad, maka urutan dan luas pembahasannya

bermacam-macam. Setelah kegiatan ijtihad itu berkembang, muncullah imam-imam

madzhab yang diikuti oleh murid-murid mereka pada mulanya, dan selanjutnya oleh

para pendukung dan penganutnya.

Diantara kegiatan para tokoh-tokoh aliran madzhab itu, terdapat kegiatan

menerbitkan topik-topik (bab-bab) kajian fiqih. Menurut yang umum dikenal di

kalangan ulama fiqih secara awam, objek pembahasan fiqih itu adalah empat, yang

sering disebut Bab diantaranya:

1) Bab Ibadat 2) Bab Mu’amala 3) Bab Munakahat 4) Bab Jinayat

Ada lagi yang berpendapat tiga saja; yaitu: bab ibadah, bab mu’amalat, bab ’uqubat. Menurut Prof. T.M. Hasbi Ash Shiddieqy, bila kita perinci lebih lanjut, dapat dikembangkan menjadi 8 (delapan) objek kajian :53

1) Ibadah

53 T.M Hasbi Ash-Shiddieqy, Pengantar Hukum Islam …… hlm. 34

a) Tharah (bersuci) b) Ibadah (sembahyang/sholat) c) Shiyam (puasa) d) Zakat e) Haji

2) Ahwalusy Syakhshiyyah a) Nikah b) Khitbah c) Mu’asyarah d) Talak Fasakh, dan lain-lain.

3) Muamalah Madaniyah

a) Buyu’ (jual-beli) b) Khiyar c) Riba’ d) Sewa- menyewa e) Pinjam meminjam f) Waqaf, dan lain-lain.

4) Muamalah Maliyah a) Status milik bersama baitul mal b) Sumber baitul mal c) Cara pengelolaan baitul mal, dan lain-lain.

5) Jinayah dan ‘Uqubah (Pelanggaran dan Hukum) a) Pelanggaran b) Qishash c) Diyat d) Hukum pelanggaran, kejahatan, dan lain-lain.

6) Murafa’ah atau Mukhashamah a) Peradilan dan pendidikan b) Hakim dan Qadi c) Gugatan d) Pembuktian dakwah e) Saksi, dan lain-lain.

7) Ahkamu Ad Dusturiyyah a) Kepala Negara dan waliyul amri b) Syarat menjadi kepala negara dan Waliyul amri c) Hak dan kewajiban Waliyul amri d) Hak dan kewajiban rakyat e) Musyawarah dan demokrasi; f) Batas-batas toleransi dan persamaan, dan lain-lain.

8) Ahkamu Ad Dualiyah (Hukum Internasional)

a) Hubungan antar negara, sesama Islam , atau Islam dan non-Islam , baik ketika damai atau dalam situasi perang

b) Ketentuan untuk orang dan damai c) Penyerbuan d) Masalah tawanan e) Upeti, Pajak, rampasan f) Perjanjian dan pernyataan bersama g) Perlindungan h) Ahlul ’ahdi, ahluz zimmi, ahlul harb; dan i) Darul Islam , darul harb, darul mustakman.

d. Model Pembelajaran Fiqih

Banyak macam model yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran

Islam yang juga relevan dengan pembelajaran fiqih, diantaranya: metode ceramah,

metode tanya jawab, metode diskusi, metode resitasi (pemberian tugas), metode

demonstrasi, metode pemecahan masalah (problem solving) metode simulasi. Tidak

ada metode mengajar yang lebih baik dari metode yang lain. Tiap-tiap metode memiliki

kelemahan dan kelebihan.

Dalam pelajaran fiqih, seorang guru dapat memilih beberapa metode yang

sesuai dengan materi yang akan disampaikan seperti materi tentang berwudhu. Pada

materi ini seorang guru fiqih bisa memakai metode ceramah, metode kelompok, metode

tanya jawab, demonstrasi atau metode yang lainnya yang menurut guru fiqih bisa

dipakai dan cocok dengan materi yang disampaikan. Karena harus disadari oleh

pendidik tidak semua metode cocok dengan materi yang akan disampaikan.

1) Metode ceramah

Metode ceramah ialah cara menyampaikan sebuah materi pelajaran

dengan cara penuturan lisan kepada siswa atau khalayak ramai. Ini relevan dengan

definisi yang dikemukakan oleh Ramayulis, bahwa metode ceramah ialah

“penerangan dan penuturan secara lisan guru terhadap murid-murid diruangan

kelas”. Zuhairini mendefinisikan bahwa metode ceramah “adalah suatu metode di

dalam pendidikan dimana cara penyampaian materi-materi pelajaran kepada anak

didik dilakukan dengan cara penerangan dan penuturan secara lisan”.54

Metode ceramah adalah teknik penyampaian pesan pengajaran yang

sudah lazim dipakai oleh para guru di sekolah. Ceramah diartikan sebagai suatu

cara penyampaian bahan secara lisan oleh guru dimuka kelas. Para murid sebagai

penerima pesan, mendengarkan, memeprhatikan, dan mencatat keterangan-

keterangan guru bilamana diperlukan.55

Metode ini banyak dipilih guru karena mudah dilaksanakan dan tidak

membutuhkan alat bantu khusus serta tidak perlu merancang kegiatan siswa. Dalam

pengajaran yang menggunakan metode ceramah terdapat unsur paksaan. Dalam hal

ini siswa hanya diharuskan melihat dan mendengar serta mencatat tanpa komentar

informasi penting dari guru yang selalu dianggap benar itu. Padahal dalam diri

siswa terdapat mekanisme psikologis yang memungkinkannya untuk menolak

disamping menerima informasi dari guru. Inilah yang disebut kemampuan untuk

mengatur dan mengarahkan diri.

2) Metode diskusi

Diskusi adalah suatu kegiatan kelompok dalam memecahkan masalah

untuk mengambil kesimpulan. Diskusi tidak sama dengan berdebat. Diskusi

selalu diarahkan kepada pemecahan masalah yang menimbulkan berbagai

macam pendapat dan akhirnya diambil suatu kesimpulan yang dapat diterima

oleh anggota dalam kelompok.

54 Armai Arief, Pengantar Ilmu Dan Metodologi Pendidikan Islam , (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), hlm. 135. 55 Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam , (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), hlm. 34.

Zuhairini, Memberikan pengertian tentang metode diskusi secara umum

sebagai salah satu metoide interaksi edukatif diartikan sebagai metode didalam

mempelajari bahan atau penyampaian bahan pelajaran dengan jalan

mendiskusikannya sehingga menimbulkan pengertian, pemahaman, serta

perubahan tingkah laku murid seperti yang telah dirumuskan dalam tujuan

instruksionalnya.56

Dalam dunia pendidikan metode diskusi ini mendapat perhatian karena

dengan diskusi akan merangsang anak-anak untuk berfikir atau mengeluarkan

pendapatnya sendiri. Oleh karena itu metode diskusi bukanlah hanya

percakapan atau debat biasa saja, tapi diskusi timbul karena ada masalah yang

memerlukan jawaban atau pendapat yang bermacam-macam.

3) Metode Tanya Jawab

Metode tanya jawab adalah salah satu tehnik mengajar yang dapat

membantu kekurangan-kekurangan yang terdapat pada metode ceramah. Ini

disababkan karena guru dapat memperoleh gambaran sejauh mana murid dapat

mengertikan dan mengungkapkan apa yang telah di ceramahkan.

Metode tanya jawab ialah cara penyampaian pelajaran dengan jalan

guru mengajukan pertanyaan dan murid memberikan jawaban, atau sebaliknya

murid yang mengajukan pertanyaan dan guru yang memberikan jawaban.

Metode tanya jawab juga dapat diartikan sebagai suatu metode di dalam

pendidikan dan pengajaran di mana guru bertanya sedangkan murid menjawab

tentang bahan materi yang diperolehnya.

56 Zuhairini dan Abdul Ghofir, Metodologi Pembelajaran, (Malang: UM PRESS, 2004), hlm. 64.

Metode tanya jawab dapat digunakan oleh guru untuk menetapkan

perkiraan secara umum apakah anak didik yang mendapat giliran pertanyaan

sudah memahami bahan pelajaran yang diberikan. Metode tanya jawab juga

diartikan sebagai metode mengajar dimana seorang guru mengajukan beberapa

pertanyaan kepada beberapa murid tentang pelajaran yang telah diajarkan atau

bacaan yang telah mereka baca sambil memperhatikan proses berfikir diantara

murid-murid.

4) Metode Demonstrasi

Metode demonstrasi adalah cara penyajian pelajaran dengan

memeragakan suatu proses kejadian. Metode demonstrasi biasanya

diaplikasikan dengan menggunakan alat-alat bantu pengajaran seperti benda-

benda miniatur, gambar, perangkat alat-alat laboratorium dan lain-lain. Akan

tetapi, alat demonstrasi yang paling pokok adalah papan tulis dan white board,

mengingat fungsinya yang multi proses. Dengan menggunakan papan tulis guru

dan siswa dapat menggambarkan objek, membuat skema, membuat hitungan

matematika, dan lain-lain peragaan konsep serta fakta yang memungkinkan.

5) Metode Resitasi

Adapun pengertian lain dari metode resitasi adalah cara menyajikan

bahan pelajaran di mana guru memberikan sejumlah tugas terhadap murid-

muridnya untuk mempelajari sesuatu, kemudian mereka disuruh untuk

mempertanggungjawabkan. Tugas yang diberikan oleh guru bisa berbentuk

memperbaiki, memperdalam, mengecek, mencari informasi, atau menghafal

pelajaran yang akhirnya membuat kesimpulan tertentu. Buku “pengantar ilmu

dan metodologi pendidikan Islam .

Metode pemberian tugas belajar (resitasi) sering disebut metode

pekerjaan rumah, adalah metode di mana murid diberi tugas khusus di luar jam

pelajaran. Dalam pelaksanaan metode ini anak-anak dapat mengejakan

tugasnya tidak hanya di rumah, tapi dapat dikerjakan juga di perpustakaan, di

laboratorium, di ruang-ruang praktikum dan lain sebagainya untuk dapat

dipertanggungjawabkan kepada guru.

Adapun metode pembelajaran yang biasa digunakan untuk menyampaikan

materi fiqih di pesantren tradisional diantaranya:

1) Metode bandongan

Metode bandongan adalah cara penyampaian materi kitab yang mana

ustadz membacakan dan menjelaskan isi pelajaran dari kitab tersebut,

sementara santri mendengarkan, memaknai dengan bahasa jawa, dan menerima

penjelasannya. Dalam metode ini Ustadz berperan lebih aktif, sementara santri

lebih bersikap pasif. Walaupun demikian, tetapi santri dan ustadz masih ada

komunikasi.

2) Metode sorogan

Metode sorogan merupakan kebalikan dari metode bandongan, yaitu

santri membaca kitab dengan menerjemahkan ke dalam bahasa jawa dan

penjelasannya (bisa dengan bahasa Indonesia dan bahasa jawa) di depan

bimbingan ustadz langsung. Kemudian pada saat itu ustadz menyimaknya,

Beru kemudian ustadz memberikan komentar dan bimbingan yang dianggap

perlu bagi santri.

Kedua metode di atas sangat terkenal di dunia pesantren tradisional.

Sehingga materi fiqih yang relevan dengan kedua metode tersebut adalah

materi-materi fiqih yang terdapat dalam kitab-kitab fiqih klasik.

3. Pesantren

a. Pengertian Pesantren

Pondok pesantren terdapat berbagai variasi, antara lain: Secara etimologis,

pondok pesantren adalah gabungan dari pondok dan pesantren. Pondok, berasal dari

bahasa Arab funduk yang berarti hotel, yang dalam pesantren Indonesia lebih

disamakan dengan lingkungan padepokan yang dipetak-petak dalam bentuk kamar

sebagai asrama bagi para santri. Sedangkan pesantren merupakan gabungan dari kata

pe-santri-an yang berarti tempat santri.57 Sehingga dapat disimpulkan bahwa pondok

pesantren adalah tempat atau asrama bagi santri yang mempelajari agama dari

seorang Kyai atau Ustadz.

Sedangkan dari pendapat para ilmuan, antara lain:

1) Ridlwan Nasir dalam bukunya mengatakan bahwa pondok pesantren adalah

lembaga keagamaan, yang memberikan pendidikan dan pengajaran serta

mengembangkan dan menyebarkan ilmu agama Islam .

2) Nurcholish Madjid menegaskan bahwa pondok pesantren adalah artefak

peradaban Indonesia yang dibangun sebagai institusi pendidikan keagamaan

bercorak tradisional, unik, dan indigenous (asli).58

57 Ridlwan Nasir, Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal, Pondok Pesantren di Tengah Arus Perubahan,

(Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2005), hlm. 80 58 Nurcholish Madjid, Bilik-Bilik Pesantren, Sebuah Potret Perjalanan, (Jakarta: Paramadina, 1997), hlm. 10

3) Zamakhsyari Dhofier, bahwa pesantren berasal dari kata santri dengan awalan

pe di depan dan akhiran an yang berarti tempat tinggal para santri.59

b. Unsur-Unsur dan karakteristik Pesantren

Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan mempunyai karakteristik yang

sangat kompleks. Ciri-ciri secara umum ditandai dengan adanya:

1) Kyai, sebagai figur yang biasanya juga sebagai pemilik

2) Ustadz, yang mengajar yang posisinya berada dibawah Kyai

3) Santri, yang belajar dari Ustadz dan Kyai

4) Asrama, sebagai tempat tinggal para santri dimana Masjid sebagai pusatnya

5) Adanya pendidikan dan pengajaran agama melalui sistem pengajian (weton,

sorogan, dan bandongan), yang sekarang sebagian sudah berkembang dengan

sistem klasikal atau madrasah.60

c. Tujuan Pesantren

Pesantren sebagai sebuah lembaga pendidikan mempunyai tujuan yang

dirumuskan dengan jelas sebagai acuan progam-progam pendidikan yang

diselenggarakannya.

Prof. Mastuhu menjelaskan bahwa tujuan utama pesantren adalah untuk

mencapai hikmah atau wisdom (kebijaksanaan) berdasarkan pada ajaran Islam yang

dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman tentang arti kehidupan serta realisasi

59 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai, (Jakarta: LP3ES, 1982),

hlm. 82 60 HA. Mukti Ali, Pondok Pesantren dalam Sistem Pendidikan Nasional: dalam Pembangunan Pendidikan

dalam Pandangan Islam , (Surabaya: IAIN sunan ampel, 1986), hlm. 73

dari peran-peran dan tanggung jawab sosial.61 Setiap santri diharapkan menjadi orang

yang bijaksana dalam menyikapi kehidupan ini

Secara spesifik, beberapa pondok pesantren merumuskan beragam tujuan

pendidikannya kedalam tiga kelompok; yaitu pembentukan akhlak/kepribadian,

penguatan kompetensi santri, dan penyebaran ilmu.62

1) Pembentukan Akhlak/Kepribadian

Para pengasuh pesantren yang notabene sebagai ulama pewaris para

nabi, terpanggil untuk meneruskan perjuangan Nabi Muhammad SAW dalam

membentuk kepribadian masyarakat melalui para santrinya. Para pengasuh

pesantren mengharapkan santri-santrinya memiliki integritas kepribadian yang

tinggi (shalih). Dalam hal ini, seorang santri diharapkan menjadi manusia yang

seutuhnya, yaitu mendalami ilmu agama serta mengamalkannya dalam

kehidupan pribadi dan masyarakat.

2) Kompetensi Santri

Kompetensi santri dikuatkan melalui empat jenjang tujuan,63 yaitu:

a) Tujuan-Tujuan Awal (Wasail)

Rumusan wasail dapat dikenali dari rincian mata pelajaran yang

masing-masing menguatkan kompetensi santri di berbagai ilmu agama dan

penunjangnnya.

b) Tujuan-Tujuan Antara (Ahdaf)

61 M. Dian Nafi’, dkk, Praksis Pembelajaran Pesantren, (Yogyakarta: Instite for training and development

(ITD) Amherst, 2007), hlm. 49 62 Ibid, hlm. 50 63 Ibid, hlm. 57

Paket pengalaman dan kesempatan pada masing-masing jenjang

(ula, wustha, ‘ulya) terlihat jelas dibanyak pesantren. Di jenjang dasar (ula)

pengalaman dan tanggung jawab terkait erat dengan tanggung jawab

sebagai pribadi. Di jenjang menengah (wustha) terkait dengan tanggung

jawab untuk mengurus sejawat santri dalam satu kamar atau beberapa

kamar asrama. Dan pada jenjang ketiga (‘ulya) tanggung jawab ini sudah

meluas sampai menjangkau kecakapan alam menyelenggarakan

musyawarah mata pelajaran, membantu pelaksanaan pengajaran, dan

menghadiri acara-acara di masyarakat sekitar pesantren guna mengajar di

kelompok pengajian masyarakat.

Lebih jauh lagi rumusan tujuan pendidikan dalam tingkat

aplikasinya, santri diberi skill untuk membentuk insan yang memiliki

keahlian atau kerampilan, seperti ketrampilan mengajar atau berdakwah.64

c) Tujuan-Tujuan Pokok (Maqashid)

Tujuan pokok yang ingin dihasilkan dari proses pendidikan

dilembaga pesantren adalah lahirnya orang yang ahli dalam bidang ilmu

agama Islam . Setelah santri dapat bertanggung jawab dalam mengelola

urusan kepesantrenan dan terlihat kemapanan bidang garapannya, maka

dimulailah karir dirinya. Karir itu akan menjadi media bagi diri santri untuk

mengasaha lebih lanjut kompetensi dirinya sebagai lulusan pesantren.

Disinilah ia mengambil tempat dalam hidup, menekuni, menumbuhkan, dan

mengembangkannya.

64 Hasbi Indra, Pesantren dan Tranformasi Sosial: Studi Atas Pemikiran KH. Abdullah Syafi’ie dalam Bidang

Pendidikan Islam , (Jakarta: Penamadani, 2003), hlm. 170

d) Tujuan-Tujuan Akhir (Ghayah)

Tujuan akhir adalah mencapai ridla Allah SWT. Itulah misteri

kahidupan yang terus memanggil dan yang membuat kesulitan terasa

sebagai rute-rute dan terminal-terminal manusiawi yang wajar untuk dilalui.

3) Penyebaran Ilmu

Penyebaran ilmu menjadi pilar utama bagi menyebarnya ajaran Islam .

Kalangan pesantren mengemas penyebaran ini dalam dakwah yang memuat

prinsip al-amru bi al-ma’ruf wa al-nahyu ‘an al-munkar. Perhatian pesantren

terhadap penyebaran ilmu ini tidak hanya dibuktikan denga otoritasnya

mencetak da’i, akan tetapi juga partisipasinya dalam pemberdayaan

masyarakat.

d. Kajian Kitab Fiqih Di Pesantren

Pada kalangan masyarakat pesantren terdapat sejumlah kitab fiqih yang

paling populer. Kitab-kitab tersebut antara lain adalah: Al Ghayah wa Al Taqrib, ,

Mabadi’ul Fiqih, Safinatu An Najah, Fath Al Qarib Al Mujib, Fath Al Mu’in, Fath

Al Wahab; I’anah Al Thalibin, Kifayat Al Akhyar, Al Iqna’, Safinah Al Naja, dan

Kasyifah Al Syaja.65

Kitab-kitab fiqih salaf tersebut biasanya diajarkan dengan menggunakan

metode-metode sorogan dan bandongan/weton. Metode sorogan merupakan

metode yang bersifat individual. Adapun metode bandongan merupakan metode

yang bersifat kolektif/massal. Metode sorogan merupakan bagian paling sulit dari

keseluruhan sistem pendidikan tradisional Islam karena metode ini menuntut

65 Ibid, hlm. 167

kesabaran, keinginan, ketaatan, dan disiplin.

G. Metode Penelitian

Metode penelitian adalah cara-cara berfikir dan berbuat yang dipersiapkan dengan

baik-baik untuk mengadakan penelitian, dan mencapai suatu tujuan penelitian.66 Dalam metode

penelitian pada dasarnya memuat pendekatan penelitian, kehadiran peneliti, lokasi penelitian,

sumber data, prosedur pengumpulan data, tekhnik analisa data dan pengecekan keabsahan data

penelitian yang akan dijelaskan secara rinci di bawah ini :

1. Pendekatan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. hal ini dikarenakan data yang

diinginkan berupa pemaparan dari suatu peristiwa, kegiatan atau fakta yang diteliti. Metode

kualitatif digunakan untuk memperoleh data deskriptif tentang tingkah laku berdsarkan

pengamatan maupun pengakuan.

Moleong mengatakan bahwa :

Metodologi kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat di amati menurut mereka (perspektif emic). Pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistic (utuh). Jadi dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan individu atau organisasi ke dalam variable dan hipotesis, tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari satu kesatuan.67 Poerwandari dalam alfudin mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah

penelitian yang menghasilkan dan mengelolah data yang sifatnya deskriptif, seperti

transkripsi, wawancara, catatan lapangan, gambar foto, rekaman, video dan lainya.68

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa, pendekatan kualitatif

merupakan penelitian yang berorientasi pada gejala-gejala yang bersifat alamiah yang di

66 Sutrisno Hadi, Metodologi Research II, (Yogyakarta: Yayasan Penerbit Fak. Psikologi UGM, 1993), hlm.

124. 67 Suharsimi arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pndekatan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hlm. 21 68 Alifudin dan beni ahmad Saebani, Metodologi Penelitian Kualitatif….hlm. 130

amati secara langsung dengan panca indra tanpa melakukan rekayasa atau perlakuan

khusus. Dan peneliatian ini bertujuan untuk memperoleh data deskriptif yang bersumber

pada ucapan atau tulisan dan perilaku yang diamati melalui pengamatan pada manusia

sebagai subjek penelitian.

Jadi penelitian dengan pendekatan kuliatatif ini, peneliti gunakan untuk

memperoleh keterangan-ketrangan atau informasi yang bersifat alamiah mengenai

penerapan model pembelajaran kontekstual pada mata pelajaran fiqih kelas ula di pondok

pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru.

2. Kehadiaran Peneliti

Kehadiran peneliti di lokasi penelitian merupakan keharusan dalam rangka

mengumpulkan data yang diperlukan dengan menerapkan metode observasi, wawancara

dan dokumentasi. Dalam pengumpulan data peneliti berkedudukan sebagai intrument

kunci. Agar data yang diperoleh sesuai dengan realita yang terjadi di lapangan dan dapat

dipertanggungjawabkan, data yang terkumpul dengan metode di atas dianalisisa

keabsahannya melalui berbagai cara.

Berkaitan dengan hal itu, maka beberapa hal yang dilakukan oleh peneliti di

lapangan meliputi :

a. Melakukan observasi tentang objek penelitian yaitu tentang upaya pondok pesantren

Daarul Muttaqiin Jotang Berudalam menerapkan model pembelajaran kontekstiual

pada mata pelajaran fiqih serta faktor yang menghambat dan juga mendorong model

tersebut diatas.

b. Melakukan wawancara langsung dengan pihak-pihak terkait yaitu dengan Kyai Taslim

M.Ag selaku pimpinan pondok pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beruyang

mengetahui sejarah berdirinya pondok. Ustadz Abdul Kholiq Fajduani Azzikri S.Pd.I

selaku penegajar fiqih dan juga dengan beberapa santri, untuk mengetahui tentang

upaya pondok pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Berudalam menerapkan model

pembelajaran kontekstiual pada mata pelajaran fiqih serta faktor yang menghambat dan

juga mendorongnya.

c. Selain melakukan observasi dan wawancara, peneliti juga melakukan dokumentasi

data-data yang berkaitan dengan data santri, data ustadz maupun ustadzah, data sarana

dan prasana yang ada di pondok pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru.

d. Sebelum peneliti terjun langsung ke lokasi penelitian. Terlebih dahulu peneliti

mengurus rekomendasi atau surat izin penelitian dari kementrian agama kabupaten

Sumbawa.

3. Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di pondok pesantren Daarul Muttaqiin Jotang

Beru. Lokasi ini dipilih dikarenakan permasalahan yang diangkat pada penelitian ini

ditemukan pada pondok pesantren tersebut sebagaimana diuraikan pada latar belakang.

Selain itu, pondok pesantren ini adalah salah satu pondok pesantren yang

menerapkan model pembelajaran kontekstiual pada mata pelajaran fiqih. Berdasarkan

karakteristik tersebut maka madrasah ini cocok untuk dijadikan lokasi penelitian yang

mengangkat permasalahan penerapan pembelajaran fiqih kontekstual sebagaimana yang

dirumuskan pada penelitian ini.

Peneliti memasuki lokasi ini dengan meminta izin terlebih dahulu pimpinan podnok

dan melakukan pengamatan awal sebagaimana diuraikan pada bagian latar belakang.

Dalam pengamatan awal tersebut terlihat bahwa iklim pembelajaran di pesantren ini cukup

kondusif dan warga pesantren yang ramah.

4. Sumber Data

Metode penentuan subjek merupakan cara yang dipakai untuk prosedur yang

ditempuh dalam menentukan jumlah dan banyaknya subjek yang akan diteliti. Subjek

penelitian adalah orang atau sispa saja yang menjadi sumber penelitian.69 Menurut Lofland

mengemukakan bahwa sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan

tindakan dan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lainya.70

Yang dimaksud dengan sumber data adalah subjek darimana data dapat diperoleh

sedangkan kata-kata dan tindakan adalah kata-kata dan tindakan orang yang akan diamati

atau diwawancarai dicatat melalui catatan tertulis.

Untuk memperoleh data/informasi seperti yang diharapkan, maka dalam penelitian

ini yang peneliti jadikan sebagai sumber data antara lain :

a. Pimpinan Pondok Pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru.

b. Ustadz yang menggajarkan pelajar fiqih di pondok pesantren Daarul Muttaqiin Jotang

Beru.

c. Beberapa santri pondok pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru.

5. Prosedur Pengumpulan Data

Dalam kegiatan penelitian tentunya diperlukan suatu cara yang dapat digunakan

dalam pengumpulan data. Data yang objektif dapat diperoleh hanya dengan alat

69 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pndekatan Praktik,, hlm. 23 70 Ibid, hlm. 144

pengumpulan data yang tepat. Adapun prosedur yang digunakan dalam mengumpulkan

data pada penelitian ini di antara lain yakni :

a) Observasi

Observasi dapat didefinisikan sebagai perhatian yang terfokus terhadap

kejadian, gejala, atau sesuatu. Adapun observasi ilmiah adalah “perhatian terfokus

tehadap gejala, kejadian atau sesuatu dengan maksud menafsirkannya, mengungkapkan

faktor-faktor penyebabnya, dan menemukan kaidah-kaidah yang mengaturnya

Obervasi dapat diklasifikaskan dalam berbagai macam, yang mempunyai

berbagai fungsi sesuai dengan tujuan dan metode penelitian yang digunakan. Observasi

dapat dibagi menjadi dua macam berdasarkan peran peneliti yaitu:

1) Observasi partisipan ( Participant Observation) adalah observasi yang dilakukan

oleh peneliti yang berperan sebagai anggota yng berperan serta dalam kehidupan

masyarakat. Selanjutnya peneliti memainkan dua peran yaitu berperan sebagai

peneliti yang mengumpulkan data tentang perilaku masyarakat dan perilaku

individu.

2) Observasi non patisipan (Perticipant Non Observation) adalah observasi yang

menjadikan peneliti sebagai penonton atau penyaksi terhadap gejala atau kejadian

yang menjadi topik penelitian. Dalam observasi jenis ini peneliti melihat atau

mendengarkan pada situasi social tertentu tanpa partisipasi aktif di dalamnya. 71

Dalam hal ini peneliti menggunakan observasi non patisipan. Karena dalam hal

observasi ini peneliti hanya menjadi penonton atau penyaksi terhadap gejala atau

71 Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif Analisis Data, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010), hlm.

39.

kejadian yang menjadi topik penelitian. Dalam observasi jenis ini peneliti melihat atau

mendengarkan pada situasi social tertentu tanpa partisipasi aktif di dalamnya. 72

b) Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu

dilakkan oleh dua belah pihak, yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyan dan

terwawancara yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.73 Dalam wawancara

digolongkan menjadi tiga golongan diantaranya:

1) Wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpulan data, bila peneliti

atau pengumpul data telah mengetahui dengan pasti informasi yang akan diperoleh.

Oleh karena itu penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis yang alternative

jawabannyapun telah disiapkan. Dengan wawancara tersturktur ini setiap

responden diberikan pertanyaan yang sama dan pengumpul data dapat

menggunakan beberapa pewawancara sebagai pengumpul data.

2) Wawancara semi terstruktur sudah termasuk dalam kategori in-depeth interview

yang pelaksanaanya lebih bebas bila dibandingkan dengan wawancara terstukur.

Tujuan wawancara jenis ini adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih

terbuka dan pihak yang diajak wawancara diminta pendapatnya. Dalam melakukan

wawancara, peneliti perlu mendengarkan secara teliti dan perlu mencatat apa yang

dikemukakan oleh informan.

3) Wawancara tidak tersturktur adalah wawancara yang bebas dimana peneliti tidak

menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan

72Ibid, hlm. 40. 73 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya Offset, 2014), hlm.

186.

lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman wawancara yang digunakan hanya

berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan. 74

Jenis wawancara yang dilakukan oleh peneliti adalah wawancara bebas, yakni

wawancara yang dilakukan peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang

telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya, pedoman

yang digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan.

Dalam wawancara tidak terstruktur ini peneliti belum mengetahui secara pasti data apa

yang diperoleh sehingga peneliti lebih banyak mendengarkan apa yang diceritakan oleh

informan.

c) Dokumentasi

Metode dokumentasi adalah mencari data yang berupa catatan, transkrip, buku,

surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, legger, agenda dan sebagainya.75

Dokumentasi asal katanya adalah dokumen yang berarti barang-barang tertulis.

Dokumen dalam penelitian kualitatif ada dua yaitu dokumen resmi dan dokumen tidak

resmi dan tidak resmi.

Dalam hal ini, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data dengan cara

mengambil dua dokumen, yaitu dokumen resmi dan tidak resmi.76 Dokumen resmi

misalnya seperti teks tertulis dari materi dakwah yang disampaikan, jadwal pengajian

dan lain sebagainya. Sedangkan dokumen tidak resmi ialah dokumen yang menjadi

tambahan untuk kelengkapan data misalnya seperti dokumentasi dari hasil penelitian

74 Sugiyono, Metodologi Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung:

Alfabeta, 2017), hlm. 194. 75 Suharsimi Arkunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2013), hlm.

274. 76 Salim dan Syahrum, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Cita pustaka media, 2007), hlm. 145.

yang berbentuk foto maupun video selama berada di lokasi penelitian serta jadwal

pembelajaran fiqih.

6. Tekhnik Analisis Data

Anasis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan cara bekerja dengan

data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola,

mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa

yang dipelajari dan apa yang akan diceritakan kepada orang lain.77

Dalam menganalisis data pada penelitian ini, peneliti menggunakan analisa isi

dengan pendekatan analisis induktif. Analisa isi merupakan teknik penelitian untuk

membuat suatu kesimpulan yang diambil dari bukti faktual yang dapat ditiru dengan

memperhatikan konteksnya.78 Dikatakan induktif karena peneliti sebagai peneliti tidak

memaksakan diri untuk membatasi penelitian pada upaya menerima atau menolak dugaan-

dugaannya, melainkan mencoba memahami situasi sesuai dengan bagaimana situasi

tersebut menampilkan diri.79

Metode ini digunakan oleh peneliti untuk menganalisis data yang khusus kemudian

ditarik generalisasi yang mempunyai sifat umum. Dalam hal ini peneliti menganalisis data-

data hasil observasi, dokumentasi, dan wawancara kemudian ditarik kesimpulan secara

umum tentang upaya serta faktor yang menjadi pendorong dan penghambat dalam

penerapan pembelajaran fiqih kelas ula di pondok pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru.

7. Pengecekan Keabsahan Data

77 Lexi J Meleong, Metode Penelitian… hlm. 103 78 Ibid., hlm. 231 79 E. Kristi Peorwandari, Pendekatan Kualitatif Dalam Penelitian Psikologi, (Jakarta: Lembaga

Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3) UI, 1998), hlm. 31.

Adapun teknik pemeriksaan keabsahan data, di sini peneliti menggunakan

triangulasi. Menurut Lexy J. Moleong, triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan

data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Di luar data itu untuk keperluan pengecekan

atau sebagai pembanding terhadap data itu.80 Dengan kata lain, dengan triangulasi, peneliti

dapat me-recheck temuannya dengan jalan membandingkannya dengan berbagai sumber,

metode, atau teori. Untuk itu peneliti dapat melakukannya dengan jalan :

a. Mengajukan berbagai macam variasi pertanyaan

b. Mengeceknya dengan berbagai sumber data

c. Memanfaatkan berbagai metode agar pengecekan kepercayaan data dapat dilakukan.81

E. Sistematika Pembahasan

Penelitian ini terdiri dari empat bab. Setiap bab mencakup beberapa sub bab. Adapun

keempat bab tersebut adalah sebagaimana akan peneliti paparkan pada paragraf berikutnya.

Bab pertama adalah pendahuluan yang mencakup latar belakang masalah, rumusan

masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kajian pustaka yang terdiri dari telaah pustaka dan

landasan teori, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.

Bab kedua menguraikan tentang letak geografis, sejarah berdiri dan berkembang, visi

dan misi, kurikulum, keadaan ustadz dan santri, struktur organisasi, dan keadaan sarana dan

prasarana.

Bab ketiga menguraikan tentang penerapan metode pembelajaran fiqih di Pondok

Pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beruserta faktor pendorong dan penghambat pembelajaran

fiqih Pondok Pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru.

Bab keempat adalah penutup yang meliputi simpulan, saran, dan kata penutup.

80 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian..., hlm. 330. 81 Ibid, hlm. 332.

BAB II

PAPARAN DATA DAN TEMUAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru

Pondok pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru didirikan oleh seorang Kyai yang

bernama Kyai Taslim. M.Ag. Beliau adalah salah satu dari ribuan santri pondok modern

gontor. Beliau menempuh Pendidikan selama 14 tahun lalu pulang ke tanah kelahirannya

di salah satu desa di pulau Sumbawa yakni Jotang Beru. Pada hari selasa 26 Juni 1990

beliau mendirikan pondok pesantren Daarul Muttaqiin, santri pada angkatan pertama hanya

berjumlah 12 orang, kegiatan pembukaan tersebut juga dihadiri oleh para wali santri.

Kegiatan belajar pertama kali pondok pesantren Daarul Muttaqiin bertempat di

kantor desa Jotang, hal ini dikarenakan pada saat itu kantor desa tersebut tidak difungsikan.

Setelah selang beberapa bulan karena beberapa hal, tepatnya tanggal 10 Oktober 1990

kegiatan belajar mengajar dipindahkan ke rumah pimpinan pondok sendiri di dusun Jotang

Beru. Kegiatan belajar mengajar dilakukan di kolong rumah beliau, karena model rumah

di daerah sumbawa memang dominan adalah merupakan rumah panggung.

Seiring berjalannya waktu jumlah santri meningkat, tempat kegiatan belajar

mengajarpun sudah tidak mencukupi untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Maka

atas usaha dan kerja keras dari pimpinan pondok beserta istri beliau Beru lah pada tanggal

11 November 1990 berpindah ke suatu tempat di dusun panto daya. Lokasi terserbut adalah

tanah yang dihibahkan oleh pihak desa kepada pihak pondok pesantren Daarul Muttaqiin

saat itu sampai dengan saat ini.

Pada masa awal beridirinya pondok pesantren Daarul Muttaqiin hanya diajar oleh

4 orang guru yakni Kyai Taslim selaku pimpinan pondok, ustdzah Boni Mufidah yang

Merupakan istri dari pimpinan pondok, dan dibantu oleh dua guru lainnya yakni ustadz H.

Udin dan Ustdzah Gustianti Farida. Namun semakin tahun santri pun semakin meningkat

jumlahnya begitupun juga dengan pengajarnya.82

2. Letak Geografis Pondok Pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru

Secara gografis pondok pesantren Daarul Muttaqiin berada di Desa Jotang Beru,

Kecamatan Empang Kabupaten Sumbawa Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan batas-

batas sebagai berikut.

- Sebelah Utara : Dusun Panto Daya

- Sebelah Timur : Persawahan Dusun Panto Daya

- Sebelah Selatan : Persawahan Dusun Panto Daya

- Sebelah Barat : Jalan Raya lintas Tero-Jotang Beru

Pondok pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Berumemiliki areal yang luasnya

11.799 m2.

3. Keadaan Santri Pondok Pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru

Dalam proses belajar mengajar di pondok pesantren, santri menduduki peranan

yang sangat penting, karena siswa yang akan menjadi tolak ukur berhasil tidaknya

pendidikan. Disamping itu, santri juga merupakan sasaran tujuan lembaga pendidikan

termasuk Lembaga pondok pesantren dalam pelaksanaan berbagai program pengajaran

dan pendidikan. Santri mempunyai pengaruh besar terhadap lancarnya proses belajar

mengajar, sehingga kemauan santri dalam belajar secara tidak langsung dapat membantu

82 Wawancara, Kyai Taslim (Pimpinan Pondok) Pada Tanggal 21 Mei 2019.

ustadz dalam pencapaian tujuan yang diharapkan.

Berdasarkan hasil penelitian bahwa Santri yang tinggal dipondok pesantren Daarul

Muttaqiin juga mengikuti sekolah pagi di madrasah dengan tingkatan Pendidikan yang

berbeda-beda. Kebanyakan dari mereka adalah santri yang bersasal dari luar kecamatan

bahhkan ada abeberapa santri yang berasal ari luar kabupaten setempat. Jumlah santri

pondok pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru Tahun 2019 sebanyak 50 santri. Yang

terdiri dari 24 santri laki-laki dan 26 santriwati. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari

tabel berikut:

Tabel 1

Jumlah santri Pondok Pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru

Tahun 2019.83

No Kelas Laki-laki Perempuan Jumlah

1 Ula 11 Orang 13 Orang 24 Orang

2 wustho 9 Orang 8 Orang 17 Orang

3 Aliyah 4 Orang 5 Orang 9 Orang

Jumlah santri 50 orang

4. Keadaan Guru/ustadz

Guru/ustadz adalah orang yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan proses

belajar mengajar. Guru berkewajiban menyajikan dan menjelaskan materi pelajaran,

membimbing dan mengarahkan santri kearah pencapaian tujuan pengajaran yang telah

direncakan. Dalam hal ini dibutuhkan kemampuan dan profesionalisme guru/ustadz dalam

melaksanakan tugasnya. Oleh karena itu kapasitas dan kualitas guru/ustadz merupakan

83 Dokumentasi, Data Buku Induk Santri Pondok Pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru, Pada Tanggal 19

Mei 2019.

faktor yang utama dalam pencapaian tujuan. Untuk lebih jelasnya tentang tenaga

guru/ustadz pada lembaga yang dimaksud dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2 Data Guru/ustadz Pondok Pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru

Tahun 2019.84 No Nama Pendidikan Jabatan Alamat

1 Kyai Taslim

M.Ag

S2 Pendidikan Agama

Islam

Pimpinan Pondok Jotang

Beru

2 Boni Mufidah S1 Pendidikan Agama

Islam

Kepala Asrama

Putri

Jotang

Beru

3 Mufti Al Furqon S2 Pendidikan Bahasa

Ingris

Kepala Asrama

Putra

Jotang

Beru

4 Samudi S1 Pendidikan Bahasa

Arab

Pengajar Bahasa

Arab

Jotang

Beru

5 Furqon S1 Pendidikan Agama

Islam

Pengajar Hadist Jotang

Beru

6 Abdul Kholiq

Fajduani Azzikri

S1 Pendidikan Agama

Islam

Pengajar Fiqih

dan Tahfizh

Jotang

Beru

7 Ikin Kartina S1 Pendidikan Bahasa

Arab

Pengajar Bahasa

arab dan Tahfizh

Lab.

Bontong

8 Robib Muarifah S1 Pendidikan Agama

Islam

Pengajar

Muthola’ah dan

Mafuzot

Sinar Jaya

84 Dokumentasi, Data Guru Pondok Pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru, Pada Tanggal 19 Maret 2019.

9 Nurhirati S1 Pendidikan

Ekonomi

Pengurus SP 2

10 Andi Ihwandi MA Pengajar Tahfizh Jotang

Beru

5. Keadaan Sarana dan Prasarana Pondok Pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru

Setiap lembaga Pendidikan pondok pesantren dalam melaksanakan proses

pembelajaran maka hendaknya didukung oleh berbagai komponen yang terkait dengan

penddikan seperti sarana dan prasarana yang merupakan salah satu komponen dari

beberapa komponen dalam pendidikan dan pengajaran yang membentuk suatu sistem

yaitu suatu kesatuan yang utuh.

Sarana dan prasarana yang memiliki peran dan manfaat yang sangat besar guna

menunjang dan mendukung proses pembelajaran. Adapun sarana dan prasarana yang ada

di Pondok Pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Berudapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 3 Keadaan Sarana dan Prasarana Pondok Pesantren Daarul Muttaqiin Jotang BeruTahun

2019.85

No Jenis Sarpras Jumlah keadaan

1 Masjid 1 Baik

2 Asrama Putra 3 Baik

3 Asrama Putri 2 Baik

4 Perpustakaan 1 Baik

5 Papan tulis 3 Baik

85 Dokumentasi, Data Sarpras Pondok Pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru, Pada Tanggal 20 Mei 2019

6 Berugak Belajar 3 Baik

7 Ruang Kesehatan 1 Baik

8 Kantin Pondok 1 Baik

9 Leptop Pondok 1 Baik

10 Papan Pengumuman 1 Baik

11 Lapangan 3 Baik

12 Tempat Wudhu 2 Baik

13 Wc Santri 4 Baik

14 Wc Ustadz/Ustadzah 4 Baik

15 Sumur 2 Baik

16 Kolam Ikan 2 Baik

6. Struktur Organisasi Pondok Pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru

Sebagai lembaga pendidikan, pengorganisasian dan pengkoordinasian sangat

dibutuhkan dalam pencapaian tujuan. Hal ini penting untuk efektifitas dan efesiensi kerja.

Tabel 4 Bagan Struktur Organisasi Pondok Pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru

Tahun 2019.86 Pimpinan Pondok

Taslim M.Ag

Kepala Asrama Putri Kepala Asrama Putra

Boni Mufidah S.Pd.I M. Mufti Al Furqon M.Pd

86 Dokumentasi, Data Struktur Organisasi Pondok Pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru, pada tanggal 26

Mei 2019

Ustadz/Ustadzah

Mudabbir/Mudabbiroh

Santri/Santriwati

7. Visi dan Misi Pondok Pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru

a) Visi :

“Berkualitas dibidang IMTAQ dan IPTEK yang didasari panca jiwa Pondok Pesantren

yaitu keikhlasan, kesederhanaan, berdikari, kebebasan dan ukhuwah Islam iyah”87

b) Misi :

’’Mendidik kader umat yang bertaqwa kepada Allah SWT. beramal sholeh, berbudi

luhur, berbadan sehat, berpengetahuan luas, berfikir bebas dan berjiwa wiraswasta’’88

B. Penerapan Model Pembelajaran Kontekstual Pada Mata Pelajaran Fiqih Kelas Ula Di

Pondok Pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru

Pembelajaran kontekstual pada mata pelajaran fiqih kelas ula di pondok pesantren

Daarul Muttaqiin Jotang Beru sudah mulai dilakukan sejak tahun 2010 dan berjalan cukup

baik. Pelaksanaan pembelajaran kontekstual tersebut tidak terlepas dari peran serta segenap

ustadz dan ustadzah yang selalu mendukung kegiatan belajar mengajar di pondok pesantren

Daarul Muttaqiin Jotang Beru. Hal ini juga sebagaimana yang disampaikan oleh pimpinan

pondok pesantren Daarul Muttaqin Jotang Beru bahwa :

Pembelajaran kontekstual dipromosikan menjadi alternative model pembelajaran

87 Dokumentasi, Papan Visi Dan Misi Pondok Pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru Pada Tanggal 26 Mei

2019 88 Ibid

yang Beru. Disini (pondok pesantren Daarul Muttaqiin) dicoba diterapkan sejak tahun 2010. Selama ini Pendidikan disini didominasi oleh pandangan bahwa Pengetahuan sebagai seperangkat fakta-fakta yang harus dihafal. Kelas masih berfokus pada guru sebagai sumber utama model pembelajaran. Untuk itu diperlukan model belajar baru yang dapat memberdayakan santri. Sebuah model yang tidak harus monoton menghafal fakta-fakta, tetapi sebuah model yang mendorong siswa mengkonstruksikan keilmuan dibenak mereka sendiri dengan fakta-fakta yang terjadi di sekitar kehidupan nyata.89

Selanjutnya ustadz Zikri yang mengajarkan fiqih mengatakan bahwa :

Selama saya mengajar sudah menerapkan pembelajaran seperti ini (pembelajaran kontekstual). Termasuk pada pelajaran fiqih yang saya ajarkan di pondok ini. Tetapi saya baru tahu kalau pembelajaran seperti ini dinamakan pembelajaran kontekstual. Dalam mengajar saya selalu dan sering menerapkan strategi belajar seperti ini. Karena saya kira ini adalah pembelajaran yang paling menyenangkan. Dari komponen yang ada dalam pembelajaran kontekstual sangat sering bahkan selalu saya terapkan. Secara teori saya tahu dari buku. Buku tentang pembelajaran kontekstual (dari perpustakaan, media masa, media elektronik, dan lain-lain). Sedangkan secara pratek, salah satunya melalui pengajaran yang Anda amati selama ini.”

Fiqih merupakan salah satu pembelajaran agama yang banyak membahas tentang tata

cara beribadah agar sesuai dengan ajaran Islam , sehingga guru haruslah menjadi contoh yang

baik dalam pola beribadahnya. Yang peneliti dapat amati di pondok pesantren Daarul

Muttaqiin Jotang Beru adalah bagaimana komponen dan aspek pembelajaran kontekstual di

terapkan di dalam pembelajaran fiqih kelas ula.

Pembelajaran kontekstual lebih menekankan pada model pembelajaran yang

dikembangkan sendiri oleh guru. Beberapa model tersebut yang dapat peneliti amati pada

pembelajaran fiqih di pondok pesantren Daarul Muttaqin Jotang Beru sebagai berikut:

1. Mengembangkan pemikiran santri agar belajar dengan lebih bermakna.

Sebagaimana hasil obserasi yang peneliti lakukan, proses mengembangkan

pemikiran santri agar belajar dengan lebih bermakna adalah dengan cara merekonstrusksi

89 Wawancara, Kyai Taslim (Pimpinan Pondok), Pada Tanggal 26 Mei 2019

keilmuan yang dipelajari santri dengan kejadian yang ada lingkungan masyarakat skitar.

Contohnya pada saat pembelajaran fiqih, yang kebetulan pada saat itu sedang diajarkan

bab sholat. Ustadz Zikri mengajarkan tentang keutamaan sholat berjamaáh di masjid yang

mendapatkan keutamaan 27 derajat. Hal tersebut beliau ajarkan berdasarkan dalil hadist

Rosululloh yakni : “Sholat berjamaah lebih utama dibandingkan sholat sendiri dengan

perbedaan 27 derajat (pahala)90.

Dari pembelajaran di atas beliau mengkonstruksikan dengan hukum sholat bagi

masyarakat setempat yang berprofesi sebagai petani. Beliau menjelaskan tentang qoidah

fiqhiyyah yakni : “Menolak mudhorot (bahaya) lebih utama daripada mengambil

manfaat.91 Beliau menjelaskan bahwa petani mempunyai pekerjaan yang cukup berat.

Dengan menjadi petani tentunya masyarakat tidak akan bisa berjamaah di masjid. Hukum

tidak sholat berjamaáh bagi petani adalah bedasarkan qoidah fiqih atas bahwa petani tidak

bisa meninggalkan pertaniaanya.

Dengan pembelajaran diatas itu ternasuk dalam salah satu langkah dalam

pembelajaran kontekstual yakni guru mengembangakan pemikiran santri dengan cara

memberikan pengetahuan yang dimiliki dengan konteks kehidupa masyarakat sekitar.

Santri dilatih untuk bisa mengkonstruksikan pengetahuan yang dibenak mereka sendiri

dengan kondisi nyata yang mereka alami disetar kehidupan mereka.92

Informasi di atas di dukung oleh ustadz Zikri, beliau menuturkan :

Setelah saya menjelaskan bahasan ilmu yang tertuang dalam kitab maka saya akan memberikan ruang dan waktu kepada santri agar dapat mengkonstruksikan apa yang ada dalam benak mereka dengan ilmu yang telah mereka pelajari. Agar dari

90 Ibnu Hajar Al Asqalani, Bulughul Marom, Terjemah Ahmah Najieh, (Semarang: Pustaka Nuun, 2014), h.

101 91 Nashr Farid Muhammad Wasil Dan Abdul Aziz Muhammad Azam, Qowaid Fiqhiyyah, (Jakarta:

AMZAH, 2015) h. 86 92 Observasi, Pembelajaran Fiqih Kelas Ula Pondok Pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru, , Pada Tanggal

02 Juni 2019.

hal-hal tersebut mereka dapat merasakan manfaat dari ilmu yang mereka pelajari. Contohnya tentang sholat bagi para petani yang tidak bisa berjamaah di masjid, para santri akan berfikir bahwa sholat yang utama itu adalah berjamaah dimasjid. Namun bagaimana hukumnya dengan para petani yang tidak bisa sholat berjamaah dimasjid ? apakah pertanian yang harus ditinggalkan sehigga tidak mau Bertani lagi ? atau ada hukum yang menjadi pertimbangan sholat bagi para petani ?. Apabila mereka tidak menemukan permasalahan yang dapat mereka konstrusksikan dengan apa yang mereka pelajari maka saya selaku pengajar fiqih akan memberikan beberapa contoh kejadian untuk mereka pikirkan lalu kita pecahkan permasalahan hukumnya secara bersama-sama. Hal yang demikian saya lakukan agar para santri kedepannya dapat terlatih dalam menggunakan pemahaman yang mereka pelajari di pondok ketika nantinya mereka menghadapi berbagai kejadian yang Beru di tengah-tengah masyarakat.93

Zainal Abidin salah satu santri mengatakan :

Sebenarnya saya tidak senang mengikuti pembelajaran fiqih, karena biasanya ustadznya hanya membaca dan menjelasakan isi kitab dan kami hanya duduk diam mendengarkan dan men-dhobit94 kitab. Tapi karena ustadz yang mengajarkan fiqih memberikan keterkaitan antara materi yang kami pejajari dengan yang kami alami ditengah-tengah masyarakat maka bagi saya pembelajaran fiqih menjadi menarik”.95 Dari hasil pengamatan peneliti melihat bahwa guru/ustadz sudah menerapkan

pembelajaran kontekstual dengan salah satu prinsip yaitu konstruktivisme, ustadz

memberikan waktu kepada santri untuk merekonstruksikan apa yang mereka pelajari

dengan kejadian yang mereka alami sehari-hari di tengah-tengah masyarakat.

Salah satu Contohnya adalah pada hukum para petani yang tidak sholat berjamaáh

di masjid. Konsekwensi hukum mengatakan bahwa lebih utama berjamaáh sholat di

masjid, namun karena faktor pekerjaan yang menyebabkan para petani tidak bisa sholat

berjamaáh dimasjid. Hal-hal semacam itulah yang dilatih oleh ustadz untuk dipikirkan

konsekwensi hukum dari kejadian tersebut apakah keutamaan shola yang dikedapankan

93 Wawancara, Abdul Kholiq Fajduani Azzikri (Penggajar Fiqih), Pada Tanggal 02 Juni 2019 94 Dhobit dalam tradisi pesantren adalah proses memberikan sandangan kata dalam sebuah kitab dan

memaknainya dengan cara mengartikan perkata yang diletakkan menggantung di bawahnya. 95 Wawancara, Zainal Abidin, Santri Kelas Ula Pondok Pesantren Daaarul Muttaqiin Jotang Beru , Pada

Tanggal 02 Juni 2019.

sehingga meninggalkan pekerjaan sebagai petani ? atau dengan memberikan konsensus

hukum sholat bagi petani karena karena pekerjaannya.

2. Mengembangkan sifat ingin tahu santri melalu sebuah pertanyaan.

Sebagaimana hasil obserasi yang peneliti lakukan, proses mengembangkan sifat

ingin tahu santri melalui bertanya dilakukan oleh ustadz zikri ketika dalam pembelajaran.

pada saat pembelajaran fiqih, setelah belaiu telah selesai memberikan materi pembelajaran

dan mengkonstruksikan dengan konteks kehidupan masyarakat disekitar maka beliau

memberikan kesempatan kepada santri untuk bertanya tentang masalah apapun yang

berkaitan dengan materi yang di ajarkan. Ketika itu salah satu santri yang bernama

Muhammad Ade bertanya kepada ustadz Zikri yakni “Bagaimana hukum sholat bagi

seseorang yang berpergian atau Musafir ?”96

Dari langkah pembelajaran tersebut merupakan salah satu langkah yang di lakukan

oleh ustadz Zikri dalam rangka mengembangkan sifat ingin tahu santri dengan bertanya.97

Mengenai hal tersebut, ustadz zikri menyampaikan bahwa :

Kegiatan bertanya bagi santri itu tujuannya untuk menggali informasi, mengkompirmasi apa yang sudah diketahuinya. Santri belajar mengajukan pertanyaan tentang-gejala yang ada, belajar bagaimana merumuskan pertanyaan-pertanyaan dan belajar tentang bukti tentang penjelasan yang ada. Dalam pembelajaran produktif itu kegiatan bertanya berguna untuk : (1) menggali informasi baik administrasi maupun akademis (2) mengecek pemahaman santri (3) membangkitkan respon santri (4) mengetahui sejauh mana keingintahuan santri terhadap materi yang diajarkan (5) untuk mengetahui hal-hal yang diketahui santri (6) memfokuskan perhatian santri pada suatu titik fokus yang diinginkan ustadz (7) untuk membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari santri (8) untuk menyegarkan kembali pengetahuan santri.98 Muhammad Ade mengatakan merasa senang dengan pembelajaran fiqih di pondok

96 Observasi, Pembelajaran Fiqih Kelas Ula Pondok Pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru, Pada Tanggal

28 Mei 2019. 97 Ibid 98 Wawancara, Abdul kholiq Fajduani Azzikri (Penggajar Fiqih), Pada Tanggal 30 Mei 2019

pesantren Daarul Muttaqiin karena disetiap pembelajaran pasti diberikan waktu untuk

bertanya tentang permsalahan hukum yang kami temukan dikehidupan sehari-hari yang

belum kami temukan penyelsainnya hukumnya.99

Proses bertanya dalam suatu pembelajaran memang sangat penting untuk

meningkatkan keaktifan santri serta dapat mengukur sampai mana kepahaman para santri

terhadap materi yang diajarkan.

3. Mengahdirkan model sebagai contoh pembelajaran.

Sebagaimana hasil obserasi yang peneliti lakukan, proses menghadirkan model

sebagai contoh pembelajaran dilakukan pada pembelajaran fiqih di pondok pesantren

daarul muttaqiin oleh ustadz zikri sebagai pengajar fiqih. Berdasarkan pengamatan peneliti,

ketika menyampaikan materi tentang sholat subuh ustadz Zikri meminta salah satu santri

yakni Aladin untuk mempraktekkan gerakan sholat subuh yang menjadi materi

pembelajaran pada saat itu. Lalu Aladin maju kedepan dan mempraktekkan gerakan seholat

subuh dari awal hingga salam. Ketika Aladin mempraktekkan gerakan sholat subuh, ustadz

Zikri sambil menjelaskan mana gerakan yang benar dan mana yang salah. Hal tersebut

beliau dilakukan agar para santri melihat langsung bagaimana cara praktik yang benar dari

bab bahasan yang sedang dipelajari.100

Hal ini diperkuat dengan paparan ustadz Zikri;

Ustadz bukan satu-satunya sumber belajar bagi santri, ustadz bisa saja memanfaatkan hal-hal lainnya untuk mendukung terlaksananya pembelajaran yang lebih baik. Selain itu ustadz pasti memiliki keterbatasan yang akan menghambat dalam memberi pelayan yang sesuai dengan keiginan dan kebutuhan santri yang cukup heterogen. Oleh karena itu, tahap pemodelan dapat dijadikan alternative untuk mengembangkan pembelajaran santri, agar santri dapat memenuhi

99 Wawancara, Muhammad Ade, Santri Kelas Ula Pondok Pesantren Daaarul Muttaqiin Jotang Beru, Pada

Tanggal 30 Maret 2019. 100 Observasi, Pembelajaran Fiqih Kelas Ula Pondok Pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru, Pada Tanggal

30 Mei 2019.

harapannya secara menyeluruh dan mengatasi keterbatasan yang dimiliki oleh para ustadz.101

Kharunnisa salah satu santri pondok pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru

memaparkan:

Saya mudah faham dengan pembelajaran fiqih yang diajarkan karena disetiap ada materi yang berupa gerakan maka pembelajaran akan menggunakan salah seorang untuk mempraktekkan materi yang disampaikan. Sehingga apa yang disampai akan lebih saya difahami dengan melihat secara langsung praktiknya yang dilakukan oleh seseorang yang dijadikan sebagai model.102 Proses pemodelan adalah proses mempermudah pembelajaran santri karena santri

bukan hanya akan memahami semata namun para santri juga akan mengamati dan

mencontoh yang dipraktekan oleh model yang ditunjuk.

4. Faktor Pendorong Dan Penghambat Penerapan Model Pembelajaran Kontekstual

Pada Mata Pelajaran Fiqih Kelas Ula Di Pondok Pesantren Daarul Muttaqiin Jotang

Beru

Dalam sebuah penerapan model pembelajaran sudah pasti tidak terlepas dari

beberapa faktor yang terjadi pada prosesnya. Entah itu faktor yang mendorong terlaksananya

suatu pembelajaran atau bahkan juga faktor yang menghambat terlaksanya pembelajaran

tersebut. Diantara faktor-faktor yang terjadi di pondok pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru

yakni :

1) Faktor pendorong

Diantara faktor pendorong terlaksananya penerapan model pembelajaran

kontekstual pada mata pelajaran fiqih kelas ula di pondok pesantren Daarul Muttaqiin

101 Wawancara, Abdul Kholiq Fajduani Azzikri (Penggajar Fiqih), Pada Tanggal 30 Mei 2019 102 Wawancara, Kharunnisa, Santri Kelas Ula Pondok Pesantren Daaarul Muttaqiin Jotang Beru, Pada

Tanggal 30 Maret 2019

Jotang Beru adalah :

a) Kepemimpinan baik dari pimpinan pondok

Kyai Taslim merupakan alumni dari pondok pesantren modern Gontor.

Beliau belajar dan juga mengajar di Gontor selama kurang lebih 14 tahun. Sejak belajar

di pondok beliau sudah dikenal cerdas oleh teman-temannya bahkan sampai sekarang

beliau dikenal oleh masyarakat setempat sebagai orang alim dalam bidang ilmu Bahasa

arab dan juga fiqih.

Dengan kecerdasan beliau yang juga dibantu oleh sang istri beliau

berkomitmen untuk memajukan pondok pesantren Daarul Muttaqin dan terbuka

dengan segala hal apapun yang dapat mendukung manjunya pesantren. Meskipun

beliau bukan seseorang yang aktif menggunakan sosial media namun beliau adalah

orang yang banyak belajar hal-hal Beru dari anak-anak beliau yang menempuh

pendidikan di pulau jawa dan Lombok.

Maka sebagaimana pengamatan yang peneliti lakukan, dari hal tersebut di

atas yang mendasari beliau tidak fanatik terhadap hal-hal Beru yang jarang ada

pembelajaran pesantren.103

Sebagaimana yang beliau tuturkan :

Kemajuan pesantren ataupun pembelajaran di pesantren itu kuncinya kita harus mempersiapkan diri dengan hal-hal Beru yang sesuai dengan konteks zaman kita sekarang ini. Menjadi baik tidak musti menjadi fanatik dan anti tehadap kemajuan zaman. Karena orang hebat bukan dia yang kuat bertahan dengan prinsip lama, namun orang hebat adalah dia yang memegang prinsip lama yang baik dan dapat menaklukan perkembangan zaman yang bernuasa negative menajadi positive. Termasuk pada sistem ataupun model pembelajaran yang ada di pondok pesantren, tidak harus kaku dengan hanya menggunakan gaya lama, apabila ada model pembelajran Beru selama itu baik mengapa tidak kita mengadopsinya menjadi model pembelajaran di

103 Observasi, Pondok Pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru, Pada Tanggal 30 Mei 2019

pensantren.104

Ustadz Zikri mengatakan : Proses pembelajaran yang saya terapkan itu sebenarnya adalah atas dukungan dan respon yang baik dari pimpinan pondok (Kya Taslim). Beliau adalah sosok pemimpin yang baik dan selalu mendukung setiap apapun yang dilakukan oleh para ustadz selama itu membawa dampak positif kepada pembelajran pensantren. Dan beliau selalu mendukung kami para ustadz untuk berinovasi dan berkarya baik itu yang terkait masalah pembelajaran atau apapun yang sekiranya bisa berdampak baik untuk pesantren.105

Maka dari itu dalam hemat peneliti, bahwa telaksananya penerapan model

pembelajaran kontekstual pada mata pelajaran fiqih kelas ula di pondok pesantren

adalah karena kepemimpinan yang baik dari pimpinan pondok pesantren Daarul

Muttaqiin Jotang Beru.

b) Wawasan terbuka dari pengajar fiqih

Ustadz zikri yang merupakan pegajar fiqih kelas ula di pondok pesantren Daarul

Muttaqiin Jotang Beru adalah seorang ustadz yang merupakan anak kedua dari

pimpinan pondok. Beliau pernah belajar di pondok pesantren Al Falah Ploso Kediri

(Jawa) dengan rutinitas pembelajarannya adalah kitab kuning dan itu beliau tempuh

selama 4 tahun. Kemudian dengan ijazah pondok tersebut beliau melanjutkan kuliah

S1 ke Universitas Darussalam Gontor. Beliau mengambil jurusan Pendidikan Agama

Islam . Kemudian kembali ke pondok menjadi pengajar di madrasah dan di dalam

pondok.

Dalam pengamatan peneliti, dengan keilmuan yang ustadz Zikri selaku

pengajar fiqih maka beliau tidak menjadi yang orang yang kaku terhadap sistem

pembelajaran Beru . Selain itu beliau juga orang yang tidak anti sosial media. Jadi

104 Wawancara, Kyai Taslim (Pimpinan Pondok), Pada Tanggal 2 Mei 2019. 105 Wawancara, Abdul Kholiq Fajduani Azzikri (Penggajar Fiqih), Pada Tanggal 30 Mei 2019

dengan gaya tersebut, beliau juga tidak ketinggalan dengan informasi perkembangan

zaman yang terjadi di luar kehidupan pesantren.106

Sebagaimana beliau menegaskan :

Saya tidak pernah tertutup dengan pembaharuan dan perbaikan. Bagi saya, menjadi lebih baik itu harus terbuka dan selalu memperlajari apapun yang akan menambah wawasan kita baik itu strategi belajar, model, metode, media dan lain sebagainya. Temasuk tentang gaya pembelajaran Beru yang ditawarkan oleh para ahli yang sama sekali belum pernah saya liat pada pembelajaran pesantren, saya akan dengan senang hati mempertimbangkannya. Karena bagi saya ilmuan muslim tidak harus menutup diri dari kebaharuan zaman. Seorang muslim hendaknya mempertahankan budaya lama yang baik dan juga mengambil budaya Beru yang juga baik.107

Andin salah satu santriwati mengatakan : Ustadz zikri itu orang yang luas keilmuannya. Buktinya ketika kami belajar, beliau selalu saja memberikan cara berfikir yang Beru bagi kami untuk mengkaitkan pembelajaran yang kami pelajari dengan kejadian-kejadian yang dialami masyarakat. Beliau juga orang kudet dengan media jadi cara beliau mengajar itu modern dengan Bahasa-bahasa yang familiar di zaman sekarang.108 Dari wawancara tersebut di atas mengambarkan bahwa beliau merupakan sosok

pengajar yang berwawasan luas dan terbuka. Selain beliau merupakan lulusan dari dua

pesantren ternama yakni Al Falah Ploso dan Pesantren Moderen Gontor, beliau juga

merupakan sosok yang tidak anti dengan gaya-gaya Beru selama itu baik.

c) Ketersediaan sarpras yang memadai

Keterseidiaan sarana dan prasana adalah salah satu faktor pendukung

terlaksananya suatu pembelajaran yang baik. Hal itu juga berdampak pada penerapan

model pembelajaran kontekstual mata pelajaran fiqih kelas ula di pondok pesantren

106 Observasi, Keadaan Pondok Pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru, Pada Tanggal 30 Mei 2019 107 Wawancara, Abdul Kholiq Fajduani Azzikri (Penggajar Fiqih), Pada Tanggal 30 Mei 2019 108 Wawancara, Andin, Santri Kelas Ula Pondok Pesantren Daaarul Muttaqiin Jotang Beru, Pada Tanggal 30

Maret 2019

Daarul Muttaqiin Jotang Beru.

Sebagaimana yang peneliti amati, bahwa di pondok pesantren Daarul

Muttaqiin Jotang Beru terdapat sarana dan prasarana yang mendukung terlaksananya

proses pembelajaran. Contoh pentingnya adalah ketersediaan perpustakaan yang di

dalamnya terdapat buku-buku yang memadai untuk menjadi bahan bacaan santri.

Ketika beberapa prinsip pembelajaran seperti inquiri harus dilaksanakan sebagai salah

satu prinsip pembelajaran kontekstual maka santri dapat menggunakan perpustakaan

untuk mencari materi yang ditugaskan.109

Ustadz zikri mengatakan :

Ketersediaan perpustakaan memang sangat mendukung penerapan pembelajaran kontekstual disini. Karena perpustakaan itu menjadi sarana yang sangat dibutuhkan oleh santri untuk mencari bahan bacaan atau untuk memenuhi prinsip dari pembelajaran kontekstual disini. Contohnya aja ketika proses inquiri dilakukan, maka ketersediaan perpustakaan itu sangat membantu santri.110

Asvina salah satu santri mengatakan : Kami sangat terbantu dengan adanya perpustakaan di pesantren ini. Bukunya juga cukup memadai untuk dibaca sebagai penambah bacaan kami. Apalagi ketika ada penugasan untuk mencari sendiri materi pembelajaran yang akan kami pelajari kami sangat merasa senang karena ada perpustakaan yang kami tuju untuk mencari buku bacaan terkait tugas yang diberikan kepada kami.111 Ketersediaan sarana dan prasarana memang sangat menunjang untuk

terlaksananya sebuah proses pembelajaran yang baik. Dengan dukungan sarpras yang

memadai akan menambah sumber belajar dan membuat santri bisa membaca lebih

banyak keilmuan lainnya.

109 Observasi, Pembelajaran Fiqih Kelas Ula Pondok Pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru, Pada Tanggal

30 Mei 2019. 110 Wawancara, Abdul Kholiq Fajduani Azzikri (Penggajar Fiqih), pada tanggal 30 Mei 2019 111 Wawancara, Asvina, Santri Kelas Ula Pondok Pesantren Daaarul Muttaqiin Jotang Beru, Pada Tanggal

30 Maret 2019

2) Faktor penghambat

Secara umum dalam penerapan model pembelajaran kontekstual pada mata

pelajaran fiqih kelas ula di pondok pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru tidak terlalu

mendapat penghambat yakni Perbedaan latar belakang Pendidikan santri

Waktu menjadi permasalahan dalam pembelajaran kontekstual, mengingat

ada beberapa prinsip yang perlu dilaksanakan dari konstruktivisme sampai dengan

penilaian. Hal ini tentunya berbeda dengan pembelajaran pesantren pada umumnya.

Ustadz Zikri mengatakan :

Latar belakang santri yang berbeda-beda menjadi kendalanya keberlangsungan pembelajaran kontekstual disini. Dengan hal itu saya sebagai pengajar membutuhkan waktu yang cukup banyak dan juga tenaga ekstra untuk menyamakan pemahaman santri-santri yang belajar dalam satu proses pembelajaran namun latar belakang Pendidikannya berbeda.112

Irfansyah salah seorang santri mengatakan :

Kami disini dari beberapa daerah yang berbeda dan Pendidikan yang berbeda juga. Ada yang dari sekolah dasar negeri dan juga ada yang lulusan dari madrasah Ibtidaiyah. Saya sendiri sebagai salah satu dari santri dengan latar belakang Pendidikan formal SD, karena itu saya kadang-kadang agak ketinggalan dari teman-teman saying yang memang latar belakang pendidikannya adalah Madrasah Ibtidaiyah.113 Dari paparan beliau di atas jelas bahwa kendala yang terjadi di pondok

pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru yaitu tentang latang belakang Pendidikan

santri yang relative berbeda-beda.

112 Wawancara, Abdul Kholiq Fajduani Azzikri (Penggajar Fiqih), Pada Tanggal 30 Mei 2019 113 Wawancara, Andin, Santri Kelas Ula Pondok Pesantren Daaarul Muttaqiin Jotang Beru, Pada Tanggal 30

Maret 2019

BAB III

PEMBAHASAN

A. Penerapan Model Pembelajaran Kontekstual Pada Mata Pelajaran Fiqih Kelas Ula Di

Pondok Pesantren Daarul Muttaqiin

Pembelajaran kontekstual lebih menekankan pada model pembelajaran yang

dikembangkan sendiri oleh guru/ustadz. Penerapan model pembelajaran fiqih kelas ula di

pondok pesantren Daarul Muttaqin Jotang Beru tersebut yang dapat peneliti amati adalah

sebagai berikut :

1. Mengembangkan pemikiran santri agar belajar dengan lebih bermakna (kontruktivisme).

Rudi hartono mengatakan dalam bukunya bahwa konstruktivisme merupakan

proses menyusun pengetahuan Beru dalam struktur kogntif santri melalui pengalaman.

Dalam pandangan ini pengetahuan itu memang berasal dari luar, akan tetapi dikonstruksi

oleh dan dari dalam diri seseorang lewat pengalaman.114

Piaget menyatakan hakikat pengetahuan sebagai berikut :

1. Pengetahuan itu konstruksi kenyataan melalui kegiatan seseorang untuk terus

berkembang.

2. Subjek membentuk skema kognitif, kategori, konsep dan struktur yang perlu untuk

proses dinamika pengetahuan

3. Pengetahuan terbentuk lewat struktur konsepsi. Struktur konsepsi membentuk

pengetahuan bila konsepsi itu berlaku dalam berhadapan dengan pengalaman-

pengalaman seseorang.115

Oleh karena itulah model pemeblajaran kontekstual di pondok pesantren Daarul

114 Rudi Hartono, Ragam Model Mengajar Yang Diterima Murid, (Jogjakarta: Diva Press, 2013) hlm. 89 115 Ibid, hlm. 90

Muttaqiin Jotang Beru selalu mendorong santri selalu mengkonstruksi pengetahuannya

melalui proses pengamatan dan pengalaman.

Sejalan dengan hal tersebut dalam hemat peneliti bahwa pengetahuan akan lebih

bermakna ketika melalui pengalaman. Apabila ada pengetahuan yang didapatkan dari

proses pemberian semata, maka akan menjadi pengetahuan yang kurang bermakna. Atas

dasar itulah, penerapan asas konstrukstivisme dalam pembelajaran fiqih kelas ula di pondok

pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru untuk mendorong santri untuk mampu

mengembangkan pengetahuannya melalui pengalaman yang mereka dapatkan sendiri.

2. Mengembangkan sifat ingin tahu santri melalu sebuah pertanyaan (Questioning)

Bertanya merupakan stimulus efektif yang mendorong kemampuan berfikir.116 Dan

kemampuan mengemukakan pendapat/gagasan/jawaban.117 Bertanya dan menjawab

pertanyaan adalah salah satu proses penting dalam sebuah pembelajaran. Bertanya dapat

dipandang sebagai refleksi keingintahuan dan menjawab pertanyaan mencerminkan

kemampuan seseorang dalam berfikir.118

Oleh karena itu dalam penerapan model pembelajaran kontekstual di pondok

Pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru ustadz tidak hanya menyampaikan informasi atau

pengetahuannya begitu saja, kadang kala ustadz juga meransang santri agar dapat mencari

dan menemukan sendiri dengan cara bertanya.

Rusman berpendapat bahwa bertanya merupakan strategi utama dalam sebuah

pembejaran. Karena melalui bertanya pembelajaran pembelajaran akan lebih hidup, akan

mendorong proses dan hasil dari sebuah pembelajaran akan lebih mendalam, dan akan

116 J. Hasibuan, dkk, Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), hlm. 62 117 Didie Supriadie dan Deni Darmawan, Komunikasi Pembelajaran, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,

2012), hlm. 155. 118 Rudi Hartono, Ragam Model Mengajar Yang Diterima Murid,,,, hlm. 92

banyak ditemukan unsur-unsur yang terkaityang sebelumnya tidak terpikirkan baik oleh

gur/ustadz maupun siswa/santri.119

3. Mengahdirkan model sebagai contoh pembelajaran (Modeling).

Menghadirkan model atau modeling adalah proses pembelajaran dengan

memeragakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru siswa atau santri, seperti

guru/ustadz mempraktikkan gerakan berwudhu dan sholat. Pada dasarnya, proses modeling

tidak terbatas pada guru saja, akan tetapi dapat juga guru/ustadz memanfaatkan siswa/santri

yang memiliki kempuan lebih untuk mempraktekkan gerakan sholat agar dapat dilihat,

diperhatikan dan dipraktekkan oleh teman-teman yang lain. Dengan demikian siswa dapat

dianggap sebagai model.120

Sebagaimana yang peneliti amati pada pembelajaran fiqih kelas ula di pondok

pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru yakni pada saat pembelajaran yang berupa gerakan

atau praktek, maka pada saat pembelajaran ustadz menghadirkan salah satu dari santri

untuk menjadi model yang mempratekkan materi yang sedang dipelajari.

B. Faktor Pendorong Dan Penghambat Penerapan Model Pembelajaran Kontekstual Pada

Mata Pelajaran Fiqih Kelas Ula Di Pondok Pesantren Daarul Muttaqiin

Setiap proses suatu pembelajaran tidak akan terlepas dari beberapa faktor yang akan

terjadi. Beberapa faktor tersebut seperti faktor pendorong dan faktor penghambat berjalannya

sebuah pembelajaran. Termasuk pada proses pembelajaran kontekstual mat apelajaran fiqih

kelas ula di pondok pesantren daarul muttaqiin jotang beru yang juga menggalami faktor

pendorong dan juga faktor penghambat. Di antara faktor tersebut yakni :

119 Rusman, Seri Managmen Sekolah Bermutu: Mode-Model Pembelajaran Mengembangkan

Profesionalisme Guru,,,, hlm. 195 120 Rudi Hartono, Ragam Model Mengajar Yang Diterima Murid,,,, hlm. 94

1. Faktor pendorong

Faktor pendorong artinya sesuatu hal yang mendukung terlaksananya proses

pembelajaran pada suatu tempat. Adapun faktor tersebut yakni :

a. Kepemimpinan baik dari pimpinan pondok

Sebagaimana yang dapat peneliti amati, bahwa telaksananya model

pembelajaran kontekstual pada mata pelajaran fiqih kelas ula di pondok pesantren

Daarul Muttaqiin Jotang Beru adalah karena kepemimpinan yang baik dari beliau

selaku pimpinan pondok.

Pola kepemimpinan kepala suatu Lembaga Pendidikan harus dapat mendorong

kinerja para guru dengan tetap menunjukan rasa bersahabat, penuh pertimbangan

terhadap guru/ustadz baik sebagai individu maupun kelompok, dekat dan

kekeluargaan. Prilaku dan sikap seorang kepala Lembaga Pendidikan yang positif akan

dapat mendorong kelompok dalam mengarahkan dan memotivasi individu untuk

bekerja sama dalam kelompok tersebut dalam rangka mewujudkan tujuan suatu

lembaga atau organisasi.121

Kepemimpinan yang baik memang harus dimiliki oleh seorang pemimpin suatu

Lembaga Pendidikan. Agar suatu Lembaga Pendidikan dapat berjalan dengan baik

serta dapat mendorong terlaksananya suatu terobosan Beru yang dapat meningkatkan

kualitas suatu Lembaga tersebut.

b. Wawasan luas terbuka dari pengajar fiqih

Frinch dan crunkilton mengaratikan wawasan luas adalah suatu kompetensi

yang harus dimiliki oleh seorang guru. Kompentensi dalam artian penguasaan

121 Mulyasa, Manajmen Berbasis Sekolah, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005) hlm. 130

terhdapat suatu tugas, keterampilan, sikap dan apresiasi yang diperlukan untuk

menunjang keberhasilan. Dalam hal ini bahwa wawasan yang luas adalah merupakan

suatu kompentensi yang harus dimiliki oleh seorang guru untuk menunjang

keberhasilan suatu proses pembelajaran.122

Mc Ahsan berpendapat bahwa kometensi itu adalah seperangkat pengetahuan

atau wawasan yang luas, keterampiran dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang

yang telah menjadi bagian dari dirinya sehingga ia dapat melakukan prilaku-prilaku

kognitif, afektif dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya dalam suatu pembelajaran.123

Wawasan yang luas dan terbuka memang harus dimiliki oleh seorang pengajar.

Hal yang demikian agar proses suatu pembelajaran menjadi terarah dan sistematis.

Suatu pembelajaran yang baik akan terlaksana apabila seorang guru memiliki wawasan

yang baik dan terbuka untuk mengorganisasikan suatu proses pembelajaran.

c. Ketersediaan sarana dan prasarana

Sarana pendidikan merupakan semua fasilitas yang diperlukan dalam proses

belajar mengajar baik yang bergerak maupun tidak bergerak agar pencapaian tujuan

pendidikan dapat berjalan dengan lancar.124 Sedangkan menurut Ibrahim Mufadal

berpendapat prasarana pendidikan di sekolah bisa diklasifikasikan menjadi dua macam,

yaitu: (a) Prasarana pendidikan yang secara langsung digunakan untuk proses belajar

mengajar, seperti ruang teori, ruang perpustakaan, ruang praktik, dan ruang

laboratorium. (b) Prasarana sekolah yang keberadaannya tidak digunakan untuk proses

belajar mengajar, tetapi secara langsung sangat menunjang terjadinya proses belajar

122 Maimun, Kiat Sukses Menjadi Guru Halal, (Mataram, LEPPIM UIN Mataram, 2015) hlm. 19 123 Ibid, hlm. 19 124 Suharsimi Arikunto, dan Lia Yuliana, Manajemen Pendidikan, (Yogyakarta: Ditya Media, 2008), hlm.

273

mengajar, contohnya ruang kantor, kantin sekolah, tanah dan jalan menuju sekolah,

kamar kecil, ruang UKS, ruang guru, ruang kepala sekolah, dan tempat parker

kendaraan.125 Oleh karena itu Pentingnya sarana dan prasarana pendidikan Yaitu untuk

mempengaruhi dan mendukung aktivitas dan proses pembelajaran di sekolah secara

efektif dan efisien.

2. Faktor penghambat

Faktor penghambat adalah suatu yang menghambat terlaksananya sebuah proses

pembelajaran. Diantara faktor penghambat yang ada pada pembelajaran kontekstual pada

mata pelajaran fiqih di pondok pesantren Daarul Muttaqin Jotang Beru Empang Sumbawa

yakni Perbedaan latar belakang Pendidikan santri

Khoirul Anwar berpendapat bahwa perbedaan latar belakang Pendidikan siswa

akan mempengaruhi terjadinya kesuliatan dalam mendapatkan hasil belajar yang baik

dari suatu pembelajaran.126

Perbedaan latar belakang Pendidikan siswa tentunya akan mempengaruhi suatu

proses pembelajaran. jika pada suatu Lembaga Pendidikan memiliki siswa dari latar

belakang Pendidikan yang berbeda maka akan berdampak pada lambatnya proses

pemerataan pengetahuan siswa agar proses pembelajaran tidak memilki ketimpangan.

Faktor perbedaan adalah salah satu faktor yang menjadi penghambat

terlaksanya proses pembelajaran kontekstual di pondok pesantren Daarul Muttaqiin

Jotang Beru sehingga. Sehingga karena faktor tersebut pembelajaran fiqih kelas ula di

pondok pesantren Daarul Muttaiin Jotang Beru menjadi sedikit terhambat.

125 Ibrahim Mufadal, Seri Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan Berbasis Sekolah Manajemen

Perlengkapan Sekolah Teori dan Aplikasinya (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2003) h. 2-3 126 Khoirul Anwar, Pengaruh Latar Belakang Pendidikan Siswa Terhdap Proses Pembelajaran, (Tangerang,

Universitas Muhammadiyah Tangerang, 2013) hlm. 84

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan paparan data dan pembahasan di atas maka penelitil menyimpulkan

sebagai berikut :

1. Penerapan pembelajaran kontekstual pada mata pelajaran fiqih di pondok pesantren Daarul

Muttaqiin Jotang Beru sudah terlaksana dengan cukup baik. Ustadz pengajar fiqih serta

pimpinan pondok telah saling mendukung untuk menerapkan model pembelajaran

kontekstual dengan menjalankan langkah-langkah dan prinsip dasar dari pembelajaran

kontekstual. Adapun langkah-langkah serta prinsip tersebut adalah :

a. Mengembangkan pemikiran anak agar belajar lebih bermakna (Konstruktivisme)

b. Mengembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya (Questioning)

c. Menghadirkan model sesebagai contoh (Modeling)

2. Faktor pendorong dan penghambat penerapan pembelajaran kontekstual mata pelajaran

fiqih kelas ula di pondok pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru.

Faktor pendorong penerapan pembelajaran kontekstual mata pelajaran fiqih kelas

ula di pondok Pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru yakni :

a. kepemimpinan yang baik dari pimpinan pondok

b. wawasan yang luas daqrn terbuka dari pengajar fiqih

c. ketersedian sarana dan prasarana.

Faktor penghambat penerapan pembelajaran kontekstual pada mata pelajaran fiqih

kelas ula di pondok Pesantren Daarul Muttaqiin yakni perbedaan latar belakang pendidikan

santri sehingga memerlukan waktu yang cukup lama untuk menyamakan keilmuan.

B. Saran

Untuk pimpinan pondok agar kedepannya tetap mempertahankan gaya kepimpinan

yang baik untuk mengelola pesantren. Namun agar kedepannya dapat menigkatkan keadaan

pesantren agar tidak terlalu terkotaminasi dengan kehidupan masyarakat. Salah satu hal yang

bisa dilakukan adalah dengan membuat pagar pembatas pesantren dengan lingkungan

masyarakat. Selanjutnya kedepannya akan lebih baik dengan kualitas pembelajaran yang

cukup baik agar dapat ditunjang dengan kuantitas santri yang ada. Salah satu hal yang dapat

dilakukan adalah merangkul alumni untuk semakin giat mempromosika pesantren.

Untuk pengajar fiqih semoga kedepannya akan dapat mempertahankan atau bahkan

meningkatkan model pembelajaran agar prinsip-prinsip dari pembelajaran kontekstual dapat

terlaksana dengan lebih maksimal. Sehingga dengan pelaksanaan prinsip pembelajaran yang

maksimal akan berdampak kepada pemahan santri yang lebih baik lagi.

Untuk santri semoga selalu diberikan semangat untuk terus belajar dipondok

pesantren agar dapat menjadi penerus bangsa yang berdaya saing dan juga memiliki dasar ilmu

keagamaan yang baik. Dan kedepannya supaya lebih giat lagi dalam belajar serta dapat

menjalankan pembelajaran dengan lebih maksimal.

DAFTAR PUSTAKA

A. Syafi’i Karim, Fiqih Ushul Fiqih; untuk UIN, STAIN, PTAIS. Bandung: CV. Pustaka Setia,

2006.

Abdul Majid, Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam . Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, 2014.

Abdul Majid, Strategi Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014.

Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul Fiqih, terj. Masdar Helmy. Bandung : Gema Risalah Press,

1997.

Abdullah Ahmed An Na’im, Dekonstruksi Syariah: Wacana Kebebasan Hak Sipil, Hak Asasi

Manusia Dan Hubungan Internasional Dalam Islam (Toward An Islam ic Reformation:

Civil Liberties, Human Right and International Law). diterjemahkan oleh Ahmad Suaedi

and Amirudin Arrani (Jogyakarta: LKIS, 1994.

Agus jayadi, Penerapan Model Pembelajaran Kontekstual Dengan Pendekatan Learning

Community Dalam Meningkatkan Keaktifan Belajar Siswa Pada Bidang Studi Fiqih’pokk

Bahasan Sholat Jenazah Di Kelas X MA Nurul Wathon Nw Plambik. Mataram: Fakultas

Tarbiyah Uin Mataram, 2014.

Ahmad Rofi’i, Pembelajaran Fiqih. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen

Agama RI, 2009.

Ali Sobirin, "Menuju Kerjasama Lintas Agama", http://www.Islam

emansipatoris.com/artikel.php?id=405, diakses pada tanggal 24 Maret 20019.

Aris Shoimin, 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta: Ar-Ruzz

Media, 2014.

Armai Arief, Pengantar Ilmu Dan Metodologi Pendidikan Islam . Jakarta: Ciputat Pers, 2002.

Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam , (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), hlm.

34.

Beni Ahmad Saebani dan Januri, Fiqih Ushul Fiqih. Bandung: Pustaka Setia, 2008.

Didie Supriadie dan Deni Darmawan, Komunikasi Pembelajaran, (Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya, 2012), hlm. 155.

Djohar Makmun, Penerapan Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Literasi Dan

Argumentasi Santri Pondok Pesantren Daarul Ulum PUI Majalengka. Vol 21 No. 1

Januari 2014, (Majalengka, Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan IAIN Cirebon, 2014.

E. Kristi Peorwandari, Pendekatan Kualitatif Dalam Penelitian Psikologi. Jakarta: Lembaga

Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3) UI, 1998.

Elaine B. Johnson, Contextual Teaching and Learning, Terj. Ibnu Setiawan. Bandung: Kaifa,

2010.

Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif Analisis Data. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010.

Fathuddin, Penerapan Contextual Teaching And Learning Dengan Metode Inquiri Dalam

Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam

Kelas III Di SDN 59 Kota Bima Mataram: Fakultas Tarbiyah UIN Mataram, 2014.

HA. Mukti Ali, Pondok Pesantren dalam Sistem Pendidikan Nasional: dalam Pembangunan

Pendidikan dalam Pandangan Islam . Surabaya: IAIN sunan ampel, 1986.

Hamruni, Strategi Pembelajaran. Yogyakarta: Insan Madani, 2012.

Hasbi Indra, Pesantren dan Tranformasi Sosial: Studi Atas Pemikiran KH. Abdullah Syafi’ie

dalam Bidang Pendidikan Islam . Jakarta: Penamadani, 2003.

Ibnu Hajar Al Asqalani, Bulughul Marom, Terjemah Ahmah Najieh. Semarang: Pustaka Nuun,

2014.

Ibrahim Mufadal, Seri Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan Berbasis Sekolah Manajemen

Perlengkapan Sekolah Teori dan Aplikasinya. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2003.

J. Hasibuan, dkk, Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009.

Khoirul Anwar, Pengaruh Latar Belakang Pendidikan Siswa Terhdap Proses Pembelajaran,

(Tangerang, Universitas Muhammadiyah Tangerang, 2013) hlm. 84

Kokom Komalasari, Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi. Bandung: PT Refika

Aditama, 2013.

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya Offset, 2014.

M. Amin Abdullah, Islam ic Studies di Perguruan Tinggi; Pendekatan Integratif- Interkonektif.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006.

M. Dian Nafi’, dkk, Praksis Pembelajaran Pesantren. Yogyakarta: Instite for training and

development (ITD) Amherst, 2007.

M. Sulthon Masyhud dan Moh. Khusnurdilo, Manajemen Pondok Pesantren. Jakarta: Diva

Pustaka, 2003.

Mahmud Arif, Involusi Pendidikan Islam : Mengurai Problematika dalam Perspektif Historis-

Filosofis. Yogyakarta: Idea Press, 2006.

Maimun, Kiat Sukses Menjadi Guru Halal. Mataram, LEPPIM UIN Mataram, 2015.

Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning, Pesantren, dan Tarekat: Tradisi-tradisi Islam di

Indonesia. Bandung: Mizan, 1995.

Masnur Muslih, KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual. Jakarta: Bumi

Aksara. 2014.

Milan Rianto, Pendekatan, Strategi, dan Metode Pembelajaran. Malang: Departemen Pendidikan

Nasional, 2006.

Muhammad Muchlis Solichin, Psikologi Belajar Aplikasi Teori-teori Belajar dalam Proses

Pembelajaran. Yogyakarta: Suka Press, 2012.

Mulyasa, Manajmen Berbasis Sekolah. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005.

Mulyono, Strategi Pembelajaran Menuju Efektivitas Pembelajaran di Abad Global. Malang: UIN-

Maliki Press, 2012.

Nashr Farid Muhammad Wasil Dan Abdul Aziz Muhammad Azam, Qowaid Fiqhiyyah. Jakarta:

AMZAH, 2015.

Nur Chasanah, “Karakteristik Materi Fiqih dan Macam-Macam Metode Pembelajaran yang

Cocok dengan Materi Fiqih”, http//annuramadhani.blogspot.com/5/2014/html. diakses

pada 8 April 2019

Nurcholish Madjid, Bilik-Bilik Pesantren, Sebuah Potret Perjalanan. Jakarta: Paramadina, 1997.

Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam . Jakarta: Kalam Mulia, 2005.

Ridlwan Nasir, Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal, Pondok Pesantren di Tengah Arus

Perubahan. Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2005.

Rudi hartono, Ragam Model Mengajar Yang Mudah Diterima Murid. Jogjakarta: Diva Perss,

2013.

Rusman, Seri Menegmen Bermutu, Model-Model Pembelajaran Mengembangkan

Profesionalisme Guru. Jakarta: Rajwali Perss, 2014.

Sahal Mahfudh, Nuansa Fiqih Sosial. Yogyakarta: LKiS, 2004..

Salim dan Syahrum, Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Cita pustaka media, 2007.

Sugiyono, Metodologi Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.

Bandung: Alfabeta, 2017.

Suharsimi Arikunto, dan Lia Yuliana, Manajemen Pendidikan. Yogyakarta: Ditya Media, 2008.

Suharsimi arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta, 2010.

Suriadi, Pendekatan Kontekstual Dalam Pembelajaran Fiqih, Studi Kasus di MIN Sekuduk

Sambas. Vol 3. No. 1 0ktober 2017 Sambas: IAIN Sultan Muhammad Syaifudin Sambas,

2017.

Sutrisno Hadi, Metodologi Research II. Yogyakarta: Yayasan Penerbit Fak. Psikologi UGM, 1993.

Suyadi, Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013.

Trianto Ibnu Badar al-Tabany, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif, Progresif, dan

Kontekstual. Jakarta: Prenada Media Group, 2014.

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana,

2011.

Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai. Jakarta: LP3ES,

1982.

Zuhairini dan Abdul Ghofir, Metodologi Pembelajaran. Malang: UM PRESS, 2004.

LAMPIRAN-LAMPIRAN

WAWANCARA DENGAN USTADZ/PENGAJAR PONDOK

WAWANCARA DENGAN SANTRI PUTRA

WAWANCARA DENGAN SANTRI PUTRI

KEGIATAN PEMBELAJARAN DI PONDOK