PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL ...
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
0 -
download
0
Transcript of PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL ...
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA MATA
PELAJARAN FIQIH KELAS ULA DI PONDOK PESANTREN DAARUL
MUTTAQIIN JOTANG BERU SUMBAWA
Oleh Iman Hendra Yani NIM 150.101.016.5
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM
MATARAM
2019
MOTTO
ن فسهم وا ما ي غ ما بقوم ح ي غ إن ا
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sebelum kaum itu sendiri
mengubah apa yang ada pada diri mereka” (Q.S. Ar-Ra’d [13]: 11).1
1 Kementrian Agama RI, Al-Qur’anul Karim (Jakarta: Yayasan Syekh Ali Jaber, 2012), h. 250
PERSEMBAHAN
Rasa syukur tak terhingga ku panjatkan kepada Allah SWT, pemberi nikmat tanpa batas dan Rasulullah SAW guru semua ummat yang terbaik di setiap waktu “Isyfa’ Ianaa Ya Rasulullah.” Skripsi ini saya persembahkan untuk: 1. Kedua orang tuaku yang tersayang dan tercinta yaitu almarhum ayahandaku (Masuana) dan
ibundaku (Nurhayati), terima kasih untuk curahan cinta dan kasih sayang, yang selalu mendo’akan setiap langkahku dan selalu memberikan dukungan serta dorongan, bantuan baik dari segi moril maupun material demi menyelesaikan studi di UIN Mataram lebih – lebih dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.
2. Saudara dan saudari ku serta semua keluargaku, yang selalu memberikan ku semangat, dorongan selama ku menempuh ilmu di bangku kuliah.
3. Untuk guru ku Kyai Taslim M.Ag dan Ibu Nyai Mufidah S.Pd yang selalu mendukung langkah saya dalam menuntut ilmu dan juga mendoakan saya agar bisa menyelsaikan Pendidikan dengan baik.
4. Kepada sahabat-sahabat saya yang selalu medukung dan menemani langkah saya dalam menuntut ilmu.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah peneliti panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang maha Esa karena
dengan izin-Nya, peneliti bisa menyelesaikan penyusunan skripsi ini, dan tidak lupa peneliti
haturkan shalawat serta salam kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW yang telah
membawa umatnya dari alam kegelapan menuju alam yang terang menderang dan tak pula peneliti
haturkan salam kepada keluarga, sahabat dan pengikutnya sampai akhir zaman.
Atas berkat rahmat dan hidayah-Nya penulisan skripsi yang berjudul “Penerapan Model
Pembelajaran Kontekstual Pada Mata Pelajaran Fiqih Kelas Ula Di Pondok Pesantren Daarul
Muttaqiin Jotang Beru Empang Sumbawa” dapat terselesaikan pada waktunya.
Dengan selesainya skripsi ini, maka peneliti menyampaikan rasa terima kasih sebesar -
besarnya kepada semua belah pihak yang telah banyak memberikan bimbingan, saran – saran dan
informasi yang sangat berharga. Ucapan peneliti sampaikan terutama kepada yang terhormat :
1. Drs H. Baehaqi M.Pd selaku dosen pembimbing I dan kepada H. M. Taisir M.Ag, selaku
pembimbing II, yang telah meluangkan waktu dan tenaganya untuk membimbing dan
mengarahkan peneliti dalam penyusunan skripsi ini.
2. Bapak Prof. Dr. H. Mutawalli. M.Ag selaku rektor UIN Mataram, Ibu Dr. Hj. Lubna, M.Pd,
selaku dekan fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Bapak Dr. Saparudin, M.Ag selaku ketua
jurusan Pendidikan Agama Islam beserta Bapak/Ibu dosen Fakultas Tarbiyah UIN Mataram
dan pegawai UIN Mataram yang telah mengajarkan berbagai disiplin ilmu pengetahuan dan
bantuan pada studi di UIN Mataram, semoga dengan ilmu yang telah diajarkan dapat
bermanfaat bagi peneliti, masyarakat dan bangsa.
3. Tidak lupa kepada pimpinan pondok pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru, serta ustadz-
ustadzah dan santri-santriwati yang telah membantu peneliti dalam menyelesaikan penelitian.
4. Ibu dan Ayahandaku tercinta, semoga Allah selalu melimpahkan rahmatNya dan selalu
menuntun engkau kejalan yang di ridhoi-Nya.
Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skirpsi ini tidak jauh dari
kekurangan, kekeliruan dan kejanggalan. Oleh karena itu peneliti mengharapkan segala saran dan
kritik yang sifatnya membangun demi penyempurnaan skripsi ini.
Akhirnya kepada Allah SWT peneliti kembalikan semua urusan dan semoga skripsi ini
bermanfaat bagi semua pihak dan semoga Allah SWT meridhoiNya. Amiin
Mataram, 2 Juni 2019
Peneliti,
Iman Hendra yani
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA MATA PELAJARAN FIQIH KELAS ULA DI PONDOK PESANTREN DAARUL MUTTAQIIN JOTANG BERU
EMPANG SUMBAWA
Iman Hendra Yani
NIM. 1501010165
ABSTRAK
Penelitian ini digunakan untuk mengetahui sejauh mana penerapan model pembelajaran kontekstual pada mata pelajaran fiqih kelas ula di pondok pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru Empang Sumbawa. Kegiatan ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana penerapan model pembelajaran kontekstual pada mata pelajaran fiqih kelas ula di pondok pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru Empang Sumbawa. Fokus yang dikaji dalam penelitian ini adalah (1) penerapan model pembelajaran kontekstual pada mata pelajaran fiqih kelas ula di pondok pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru Empang Sumbawa? (2) apa sajakah faktor pendorong dan faktor penghambat model pembelajaran kontekstual pada mata pelajaran fiqih kelas ula di pondok pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru.
Jenis dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang besifat deskriptif yaitu berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Alasan peneliti menggunakan pendekatan ini untuk mengembangkan suatu teori yang dibangun melalui data yang diperoleh berdasarkan hasil temuan di lapangan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran kontekstual pada mata pelajaran fiqih kelas ula di pondok pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru Empang Sumbawa telah diterapkan. Dilihat dari langkah yang dilakukan: (1) mengembangkan pemikiran santri agar belajar lebih bermakna. (2) mengembangkan sifat ingin tahu santri dengan bertanya. (3) menghadirkan model sebagai contoh.
Adapun faktor pendorong dan penghambat dalam penerapan model pembelajaran kontekstual pada mata pelajaran fiqih kelas ula di pondok pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru Empang Sumbawa. faktor pendorong dalam penerapan model pembelajaran kontekstual pada mata pelajaran fiqih kelas ula di pondok pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru Empang Sumbawa : (1) kepemimpinan yang baik dari pimpinan pondok. (2) wawasan yang luas dan terbuka dari pengajar fiqih (3) ketersediaan sarana dan prasarana. faktor penghambat dalam penerapan model pembelajaran kontekstual pada mata pelajaran fiqih kelas ula di pondok pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru Empang Sumbawa yakni perbedaan latar belakang pendidikan Santri.
Kata Kunci: CTL (Contextual Teaching And Learning). Pembelajaran Fiqih
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL.......................................................................................... i
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ....................................................................... iii
NOTA DINAS PEMBIMBING ........................................................................... iv
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI .............................................................. v
PENGESAHAN DEWAN PENGUJI .................................................................. vi
HALAMAN MOTTO ........................................................................................... vii
HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................... viii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ix
DAFTAR ISI.......................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ................................................................................................. xv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xvi
ABSTRAK ............................................................................................................. xvii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................... 6
C. Tujuan dan Manfaat Penilitian .................................................................... 6
D. Ruang Lingkup dan Setting Penelitian ....................................................... 7
E. Kajian Pustaka ............................................................................................ 8
F. Kerangka Teori ........................................................................................... 11
1. Pembelajaran kontekstual ..................................................................... 11
a. Pengertian Pembelajaran kontekstual ............................................. 11
b. Karakteristik Pembelajaran kontekstual ......................................... 14
c. Prinsip-prinsip Model Pembelajaran kontekstual ........................... 16
d. Tujuan Pembelajaran kontekstual ................................................... 19
e. Langkah-langkah Pembelajaran kontekstual .................................. 21
f. Kelebihan dan kekurangan Pembelajaran kontekstual ................... 22
2. Pembelajaran fiqih ............................................................................... 23
a. Pengertian Pembelajaran fiqih ....................................................... 23
b. Tujuan Pembelajaran fiqih .............................................................. 25
c. Materi dan ruang lingkup Pembelajaran fiqih ................................ 27
d. Model Pembelajaran fiqih ............................................................... 31
3. Pesantren .............................................................................................. 37
a. Pengertian pesantren ...................................................................... 37
b. Unsur-unsur dan karakteristik pesantren ........................................ 38
c. Tujuan pesantren ............................................................................ 39
d. Kajian kitab fiqih di pesantren ........................................................ 42
G. Metode Penelitian ....................................................................................... 43
H. Sistematika Pembahasan ............................................................................. 53
BAB II PAPARAN DATA DAN TEMUAN ....................................................... 54
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ........................................................... 54
1. Sejarah Berdirinya pondok pesantren Daarul Muttaqiin ..................... 54
2. Letak Geografis pondok pesantren Daarul Muttaqiin ........................... 55
3. Keadaan Santri pondok pesantren Daarul Muttaqiin ............................ 56
4. Keadaan ustadz pondok pesantren Daarul Muttaqiin ........................... 57
5. Keadaan Sarana dan Prasarana pondok pesantren Daarul Muttaqiin ... 59
6. Struktur Organisasi pondok pesantren Daarul Muttaqiin ..................... 60
7. Visi dan Misi pondok pesantren Daarul Muttaqiin ............................... 61
B. Penerapan model pembelajaran kontekstual pada mata pelajaran fiqih kelas ula di pondok
pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru ................................................... 62
C. Faktor pendorong dan penghambat Penerapan model pembelajaran kontekstual pada mata
pelajaran fiqih kelas ula di pondok pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru 74
BAB III PEMBAHASAN ..................................................................................... 81
A. Penerapan model pembelajaran kontekstual pada mata pelajaran fiqih kelas ula di pondok
pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru .................................................... 81
B. Faktor pendorong dan penghambat Penerapan model pembelajaran kontekstual pada mata
pelajaran fiqih kelas ula di pondok pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru 88
BAB IV PENUTUP ............................................................................................... 92
A. Kesimpulan ................................................................................................. 92
B. Saran-Saran ................................................................................................. 93
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pesantren mempunyai tiga fungsi terkait dengan ilmu-ilmu keIslam an. Pertama,
pesantren sebagai pusat persemaian dan dipraktikannya ilmu-ilmu keIslaman. Kedua, sebagai
pusat pembakuan dan penyebarannya. Ketiga, sebagai lembaga dalam meneruskan tradisi
keilmuan Islam .2
Ilmu-ilmu keIslam an yang berporos pada paradigma kalam, fiqih dan tasawuf
dengan berbagai variasinya yang menjadi ciri khas masing-masing pesantren merupakan media
pelestarian dan pengamalan ajaran dan tradisi Islam .3 Salah satu dari ketiga paradigma tersebut
adalah paradigma fiqih. Ketika pesantren menggunakan paradigma ini, maka materi yang
diajarkan dan diterapkan di pesantren tersebut mengarah ke fiqih.
Fiqih di pesantren merupakan tradisi keilmuan yang coraknya mu’tabarah.4 Ilmu ini
juga dijadikan tolak ukur dalam menentukan corak tata perilaku.5 Ketika fiqih diartikan sebagai
pengetahuan tentang hukum-hukum syari'at Islam mengenai perbuatan manusia yang diambil
dari dalil-dalil secara terperinci,6 maka fiqih dapat dipahami sebagai paham mengenai sesuatu
sebagai hasil dari kesimpulan pikiran mujtahid pada saat itu.7 Dengan kata lain, fiqih
merupakan produk mujtahid yang tidak terlepas dari sosio-historis ketika hukum itu lahir.
2 M. Amin Abdullah, Islamic Studies di Perguruan Tinggi; Pendekatan Integratif- Interkonektif,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), hlm. 291. 3 Ibid., hlm. 292. 4 Mu’tabarah adalah istilah untuk kitab-kitab standar yang ada di pesantren tradisional. Sehingga kitab-kitab
ini disebut al-kutub al-mu’tabarah sebagai sumber rujukan dan pertimbangan. 5 Mahmud Arif, Involusi Pendidikan Islam : Mengurai Problematika dalam Perspektif Historis-Filosofis,
(Yogyakarta: Idea Press, 2006), hlm. 8 6 Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul Fiqih, terj. Masdar Helmy, (Bandung : Gema Risalah Press, 1997), hlm.
21. 7 A. Syafi’i Karim, Fiqih Ushul Fiqih; untuk UIN, STAIN, PTAIS, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2006), hlm.
11
Karya fiqih dituangkan oleh para Ulama dalam kitab-kitab kuning.8 Kitab-kitab inilah
yang dijadikan rujukan materi dalam proses pembelajaran fiqih di pesantren. Jika dikaitkan
dengan era sekarang, maka fiqih yang terdapat dalam kitab tersebut terdapat materi yang
relevan dan materi yang tidak relevan. Hal ini didasarkan pada ”Tagayyur Al-Ahkam Bi
Tagayyur Al-Amkinah Wa Al- Azminah” yang artinya, hukum selalu berubah sesuai kondisi
tempat dan waktu.9 Dari prinsip tersebut sudah selayaknya dilaksanakan pemahaman kitab-
kitab fiqih secara kontekstual dengan cara menghubungkan uraian-uraian kitab dengan hal-hal
konkret, atau situasi kontemporer. Sehingga dapat diketahui relevansi kitab-kitab fiqih dengan
era sekarang ini.
Namun, selama ini masyarakat pesantren masih menganggap bahwa kitab- kitab
tersebut sudah bulat kebenarannya, tidak bisa diubah, hanya bisa diperjelas dan dirumuskan
kembali.10 Padahal keilmuan dalam kitab-kitab tersebut termasuk wilayah keilmuan yang
sifatnya relatif-historis, bukan kebenaran mutlak yang tidak dapat diubah, dikritisi dan
dianalisa.
Selain itu, akhir-akhir ini para warga pesantren sering kali gagap dalam menghadapi
persoalan masyarakat modern. Hukum-hukum yang dipelajari lebih sebagai pelegitimasi atau
judgement terhadap realitas bukan sebagai sarana kritik dan transformasi sosial. Hal ini
sebagaimana yang telah disampaikan MA. Sahal Mahfudh, yaitu;
Seiring dengan perkembangan zaman, bukan mustahil kalau nanti akan terdapat banyak kasus hukum yang tidak bisa diselesaikan jika pemahaman terhadap kitab kuning masih tetap dalam pola-pola pemahaman tekstual. Jika pola ini tidak segera diimbangi dengan pola-pola pemahaman kontekstual, maka bukan mustahil jika kitab
8 Kitab kuning adalah sebutan untuk kitab klasik bahan kajian pokok di pesantren-pesantren tradisional.
Namanya merujuk pada warna kertas yang digunakan untuk mencetak di masa lalu (berabad-abad lalu), yaitu kekuningan.
9 Ali Sobirin, "Menuju Kerjasama Lintas Agama", http://www.Islam emansipatoris.com/artikel.php?id=405, diakses pada tanggal 24 Maret 20019.
10 M. Amin Abdullah, Islam ic Studies…, hlm. 289.
kuning akan menjadi harta pusaka yang hanya bisa dimiliki tetapi tidak banyak memberikan manfaat bagi solusi permasalahan aktual. Akibat yang lebih tragis lagi adalah pemahaman tekstual ini bisa menyeret kaum muslimin memperlakukan fiqih sebagai dogma yang tidak bisa diganggu gugat. Tidak jarang, fiqih dalam hal ini kitab kuning yang dianggap sebagai kitab suci kedua setelahAl-Qur'an.11
Dengan demikian, maka pendapat di atas dapat dijadikan indikator, bahwa materi
fiqih yang ada di pesantren terdapat materi-materi yang sudah tidak relevan lagi dengan zaman
sekarang. Apalagi sekarang ini banyak perubahan sosial, perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, dan gaya hidup masyarakat modern.
Untuk memperbaiki keadaan tersebut, diperlukan kesadaran untuk memperhatikan
pembelajaran fiqih di pesantren dan relevansinya dengan isu-isu sekitar. Karena selama ini
pembelajaran fiqih yang digunakan di pesantren adalah masih dengan model tradisional yang
bersifat tekstualis.12 Santri boleh jadi mengajukan pertanyaan, tetapi biasanya terbatas pada
konteks sempit kitab itu. Jarang sekali ada usaha menghubungkan uraian-uraian kitab dengan
hal- hal konkret atau situasi kontemporer. Ustadz jarang menanyakan apakah santri benar-
benar memahami kitab yang dibacakan untuknya, kecuali pada tingkat pemahaman lughawi13
Apabila fiqih kehilangan aktualisasinya dalam memberikan suatu kajian yang selaras
dengan permasalahan-permsalahan yang timbul di tengah-tengah masyarkat, maka akan
dikhawatirkan suatu ketika umat Islam akan meragukan eksistensi terhadap Islam itu sendiri.
14
Oleh karena itu, dalam hal ini peneliti melihat ada suatu upaya penerapan model
11 Sahal Mahfudh, Nuansa Fiqih Sosial, (Yogyakarta: LKiS, 2004), hlm. 37. 12 M. Sulthon Masyhud dan Moh. Khusnurdilo, Manajemen Pondok Pesantren, (Jakarta: Diva Pustaka,
2003), hlm. 89. 13 Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning, Pesantren, dan Tarekat: Tradisi-tradisi Islam di Indonesia,
(Bandung: Mizan, 1995), hlm. 18. 14 Abdullah Ahmed An Na’im, Dekonstruksi Syariah: Wacana Kebebasan Hak Sipil, Hak Asasi Manusia
Dan Hubungan Internasional Dalam Islam (Toward An Islam ic Reformation: Civil Liberties, Human Right and International Law), diterjemahkan oleh Ahmad Suaedi and Amirudin Arrani (Jogyakarta: LKIS, 1994), hlm 54
pembelajaran kontekstual pada mata pelajaran fiqih yang diterapkan di pondok pesantren
Daarul Muttaqiin Jotang Beru Empang Sumbawa yang prospek kedepannya akan dapat
meminimalisir komplik di atas serta menghasilkan kajian yang kontekstual dengan isu-isu
kehidupan saat ini.
Penerapan model pembelajaran kontektual pada mata pelajaran fiqih tersebut tidak
terlepas dari peran dari seorang pimpinan pondok pesantren yakni, Al Mukarrom Kyai Taslim
M.Ag. Beliau merupakan seorang ulama yang pernah belajar di pondok pesantren Modern
Gontor selama 14 tahun.15 Masyarakat sekitar mengenal beliau sebagai seorang ulama yang
ahli dalam bidang ilmu fiqih dan ilmu Bahasa Arab.
Selain itu penerapan model pembelajaran kontekstual pada mata pelajaran fiqih di
pondok pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru tidak terlepas pula dari peran seorang ustadz.
Beliau adalah Ustadz Abdul Kholiq Fajduani Az Zikri S.Pd.I, yang pernah mengaji kitab
kuning selama 4 tahun di pondok pesantren Al Falah Ploso Kediri dan melanjutkan S1 di
Universitas Daarussalam Gontor.16
Terlaksannya model pembelajaran kontekstual pada mata pelajaran fiqih di pondok
pesantren tersebut merupakan hasil dari sikap kritis dan jiwa peduli dari tokoh-tokoh tersebut
terhadap kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu pembelajaran di pondok pesantren Daarul
Muttaqiin Jotang Beru Empang Sumbawa dalam mengkaji kitab fiqih menggunakan model
pembelajaran tradisional yang dipadukan dengan sebuah model pembelajaran yang
kontekstual. Pembelajaran fiqih tetap dilakukan dengan sistem halqoh, yakni sebuah sistem
pembelajaran lama dimana seorang Kyai atau Ustadz membacakan kitabnya, lalu memberikan
makna yang terkandung dalam kitab. Namun dalam hal ini tidak berhenti dengan konteks kitab
15 Wawancara, Kyai Taslim (Pimpinan Pondok), Pada Tanggal 02 April 2019. 16 Wawancara, Abdul Kholiq Fajduani Az Zikri (Pengajar Fiqih), Pada Tanggal 03 April 2019.
saja. Kyai atau Ustadz selalu menarik fenomena kongkrit yang benar-benar terjadi di tengah
masyarakat saat ini.
Hal yang demikian dilakukan agar pembelajaran fiqih menjadi tepat sasaran dengan
konteks zaman fiqih tersebut diajarkan. Dengan sistem atau nuansa kontekstual yang diberikan
dalam pembelajaran fiqih tersebut juga membuat santri merasa antusias untuk mengikuti
pembelajaran dengan baik. Hal itu dikarenakan para santri merasa bahwa apa yang mereka
pelajari ada kaitan yang erat dengan kehidupan nyata yang mereka sedang alami pada zaman
ini. Maka, dari sini peneliti ingin meneliti lebih dalam lagi tentang Penerapan model
pembelajaran kontekstual pada mata pelajaran fiqih kelas Ula di Pondok Pesantren Daarul
Muttaqiin Jotang Beru.
Kelas ula adalah tingkatan dasar pada pembelajaran di pondok pesantren yang sering
disebut dengan diniyah. Tingkatan ini tidak berpatokan pada usia atau Pendidikan formal,
namu yang menjadi patokan santri yang masuk ke kelas ula adalah tingkat kepahaman santri.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi pokok permasalahan
dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah penerapan model pembelajaran kontekstual pada mata pelajaran fiqih kelas
ula di pondok pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru?
2. Apa sajakah faktor pendorong dan penghambat model pembelajaran kontekstual pada mata
pelajaran fiqih kelas ula di pondok pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui penerapan model pembelajaran kontekstual pada mata pelajaran
fiqih kelas ula di pondok pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru
b. Untuk mengetahui faktor pendorong dan penghambat model pembelajaran kontekstual
pada mata pelajaran fiqih kelas ula di pondok pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru
2. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara teoritis maupun praktis :
a. Manfaat Teoritis
Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat menambah dan memperkaya
khazanah keilmuan dunia pendidikan Islam dalam meningkatkan kualitas model
pembelajaran fiqih di pondok pesantren.
b. Manfaat Praktis
Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :
1) Bagi para pimpinan pondok pesantren dan para ustadz yang mengajarkan ilmu fiqih di
pondok pesantren agar mendapat kesadaran dalam menerapkan model pembelajaran
kontekstual pada mata pelajaran fiqih di pondok pesantren masing-masing.
2) Bagi santri dan juga masyarakat pada umumnya agar mendapatkan pembelajaran yang
relevan antara keilmuan yang dipelajari dengan situasi dan kondisi perkembangan
zaman dan teknologi yang dirasakan sekarang ini.
D. Ruang lingkup dan Setting Penelitian
1. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini berfokus pada usaha menemukan deskripsi penerapan, urgensi serta
faktor pendorong dan faktor pendorong model pembelajaran kontekstual pada mata
pelajaran fiqih kontekstual di pondok pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru. Dalam hal
ini, dapat diuraikan batasan-batasan sebagai berikut:
a. Model pembelajaran kontekstual pada mata pelajaran fiqih kelas ula di pondok
pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru
b. Faktor pendorong dan penghambat penerapan model pembelajaran kontekstual
pada mata pelajaran fiqih kelas ula di pondok pesantren Daarul Muttaqiin Jotang
Beru
2. Setting Penelitian
Penelitian dilaksanakan mulai bulan Mei sampai Juni tahun 2019 di pondok
pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru. Pondok pesantren ini secara administratif
berlokasi di kecamatan Empang, Kabupaten Sumbawa.
E. Kajian Pustaka
Sejauh pengetahuan peneliti terhadap studi karya-karya ilmiah, sudah banyak tulisan
dan penelitian yang berhubungan dengan tema pembelajaran fiqih. Diantara penelitian tersebut
akan peneliti paparkan yakni :
Penelitian pertama yakni skripsi yang di tulis oleh Sumari dengan judul “Penerapan
Model Pembelajaran Kontekstual Dengan Pendekatan Learning Community Dalam
Meningkatkan Keaktifan Belajar Siswa Pada Bidang Studi Fiqih’ Pokok Bahasan Sholat
Jenazah Di Kelas X MA Nurul Wathon NW Plambik” Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN
Mataram.17 Pada skripsi tersebut dijelaskan tentang bagaimana penerapan pembelajaran
kontekstual yang menggunakan pendekatan learning komunity dalam menigkatkan keaktifan
17 Agus jayadi, Penerapan Model Pembelajaran Kontekstual Dengan Pendekatan Learning Community
Dalam Meningkatkan Keaktifan Belajar Siswa Pada Bidang Studi Fiqih’pokk Bahasan Sholat Jenazah Di Kelas X MA Nurul Wathon Nw Plambik, (Mataram: Fakultas Tarbiyah Uin Mataram, 2014)
belajar pada siswa kelas X Ma Nurul Wathon Nw Plambik. Hasil dari penelitian dalam skripsi
tersebut adalah bahwa pembelajaran yang dilakukan dengan pendekatan learning community
tersebut yang berdampak kepada keaktifan belajar siswa.
Penelitian yang kedua yakni Skripsi yang ditulis oleh Fathuddin dengan judul
“Penerapan Contextual Teaching And Learning Dengan Metode Inquiri Dalam Meningkatkan
Prestasi Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam Kelas III Di SDN 59
Kota Bima” Fakultas Tarbiyah UIN Mataram.18 Pada skripsi tersebut menjelaskan tentang
metode pembelajaran kontekstual menggunakan metode inquiri dalam meningkatkan prestasi
belajar siswa pada mata pelajaran pendidikan agama Islam .
Penelitian yang ketiga adalah jurnal yang ditulis oleh dosen IAIN Sultan Muhammad
Syaifudin Sambas yakni Suriadi yang berjudul “Pendekatan kontekstual dalam pembelajaran
fiqih, studi kasus di MIN Sekuduk Sambas”.19 Pada penelitian tersebut mengungkapkan tentang
penerapan pembelajaran kontekstual pada Lembaga Pendidikan formal Madrasah Ubtidaiyah
Sekuduk Sambas.
Penelitian yang keempat yakni jurnal yang ditulis oleh dosen fakultas ilmu tarbiyah
dan keguruan IAIN Cirebon yakni Djohar Makmun dengan judul “Penerapan pembelajaran
kontekstual untuk meningkatkan literasi dan argumentasi siswa santri pondok pesantren
Daarul Ulum PUI Majalengka”.20 Pada jurnal tersebut menjelaskan tentang metode
pembelajaran kontekstual yang bertujuan untuk meningkatkan literasi dan argumentasi santri.
18 Fathuddin, Penerapan Contextual Teaching And Learning Dengan Metode Inquiri Dalam Meningkatkan
Prestasi Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam Kelas III Di SDN 59 Kota Bima, (Mataram: Fakultas Tarbiyah UIN Mataram, 2014).
19 Suriadi, Pendekatan Kontekstual Dalam Pembelajaran Fiqih, Studi Kasus di MIN Sekuduk Sambas, Vol 3. No. 1 0ktober 2017 (Sambas: IAIN Sultan Muhammad Syaifudin Sambas, 2017)
20 Djohar Makmun, Penerapan Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Literasi Dan Argumentasi Santri Pondok Pesantren Daarul Ulum PUI Majalengka, Vol 21 No. 1 Januari 2014, (Majalengka, Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan IAIN Cirebon, 2014)
Yang mana diharapkan dengan penerapan pembelajran kontekstual akan dapat menjadikan
santri lebih mempunyai jiwa leterasi dan argumentasi yang kuat.
Dari berbagai penelitian di atas terdapa kesamaan namun juga terdapat perbedaan
dari penelitian ini. Letak kesamaannya adalah sama-sama meneliti tentang penerapan
kotekstual namun ada beberapa perbedaan mendasar dengan penelitian peneliti lakukan. Mulai
dari perbedaan pada Lembaga Pendidikan yang diteliti maupu substansi penelitian yang
dilakukan oleh bebrapa penelitian di atas yang menunjukan perbedaan dengan penelitian yang
peneliti lakukan.
Letak perbedaan pertama adalah pada objek yang akan diteliti. pada penelitian yang
peneliti paparkan objek kajiannya adalah pada pendidikan formal yakni Madrasah Aliyah dan
Sekolah Dasar. Yang papa intinya objek kajiannya adalah meneliti tentang penerapan
pembelajaran kontekstual pada Lembaga Pendidikan formal. Namun penelitian yang peneliti
lakukan adalah pada Lembaga Pendidikan di pondok pesantren secara khusus. Yang dimana
kedua Lembaga Pendidikan tersebut memiliki situasi dan kondisi yang berbeda secara
signifikan.
Letak perbedaan kedua adalah pada fokus penelitian dan pembahasan. Beberapa
penelian di atas ada yang fokus penelitiannya adalah pembelajaran kontekstual yang bertujuan
untuk meningkatkan jiwa literasi dan argumentasi santri. Pembahasannya adalah secara umum
dan hanya membahas dampak tanpa menyentuh prinsip pembelajaran kontekstual secara
mendalam pada mata pelajaran fiqih. Kemudian beberapa penelitian di atas 3 dari 4 adalah
penelitian yang menggunakan dua pariabel sedangkan penelitian yang peneliti lakukan adalah
tentang bagamana penerapan pembelajaran kontekstual pada mata pelajaran fiqih secara
mendalam dan hanya menggunakan satu variable bahasan.
F. Kerangka Teori
1. Pembelajaran Kontekstual (CTL)
a. Pengertian Pembelajaran Kontekstual (CTL)
Pembelajaran kontekstual atau contextual teaching and learning (CTL)
adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi pembelajaran
dengan situasi dunia nyata siswa, dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-
hari.21 Strategi pembelajaran kontekstual merupakan strategi pembelajaran yang
menekankan pada proses keterlibatan peserta didik secara penuh untuk dapat
menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan realitas kehidupan nyata,
sehingga mendorong peserta didik untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari-
hari.22
Menurut Elaine B. Johnson pembelajaran kontekstual adalah sebuah proses
pendidikan yang membantu para siswa melihat makna di dalam materi yang mereka
pelajari dengan menghubungkan subjek-subjek akademik dengan konteks dalam
kehidupan sehari-hari.23 Menurut Muhammad Muchlis Solichin pembelajaran
kontekstual merupakan konsepsi pembelajaran yang membantu guru menghubungkan
mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan pembelajaran yang memotivasi siswa
agar menghubungkan pengetahuan dengan kehidupan sehari-hari sebagai anggota
keluarga dan masyarakat.24
21 Masnur Muslih, KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual, (Jakarta: Bumi Aksara. 2014),
hlm. 41 22 Suyadi, Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), hlm. 81. 23 Elaine B. Johnson, Contextual Teaching and Learning, Terj. Ibnu Setiawan, (Bandung: Kaifa, 2010), hlm.
67 24 Muhammad Muchlis Solichin, Psikologi Belajar Aplikasi Teori-teori Belajar dalam Proses Pembelajaran,
(Yogyakarta: Suka Press, 2012), hlm. 96.
Menurut hemat peneliti, pembelajaran kontekstual adalah sebuah
pembelajaran dimana seorang guru mengaitkan materi pembelajaran dengan realitas
kehidupan peserta didik dan memotivasi siswa untuk mendapatkan jawaban dari
pertanyaan-pertanyaan dengan caranya sendiri sehingga pengetahuan yang ia dapatkan
lebih bermakna dan dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan
konsep ini, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses
berlangsung secara alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami,
bukan mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih
dipentingkan daripada hasil.25
Dalam kelas kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai
tujuannya. Guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi.
Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerjasama untuk menemukan
sesuatu yang Beru bagi siswanya. Pengetahuan itu datang dari menemukan sendiri
bukan didapatkan dari guru. Begitulah tugas guru di dalam kelas kontekstual.26
Berdasarkan konsep dasar pembelajaran di atas, maka ada tiga hal yang harus dipahami.
Pertama, pembelajaran kontekstual menekankan pada proses keterlibatan
peserta didik untuk menemukan materi, artinya proses belajar diorientasikan pada
proses pengalaman secara langsung. Proses belajar dalam pembelajaran kontekstual
tidak menginginkan agar siswa hanya menerima pelajaran, tetapi siswa diharapkan
mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran.27
25 Abdul Majid, Strategi Pembelajaran, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014), hlm. 228. 26 Aris Shoimin, 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013 (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media,
2014), hlm 41 27 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan (Jakarta: Kencana, 2011),
hlm. 255.
Kedua, pembelajaran kontekstual mendorong siswa agar dapat menemukan
hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata. Siswa dituntut
untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan
kehidupan nyata, maka materi itu tidak hanya bermakna secara fungsional, tetapi juga
tertanam dalam memori peserta didik sehingga pengetahuan yang ia dapatkan tidak
mudah dilupakan.28
Ketiga, pembelajaran kontekstual mendorong peserta didik untuk dapat
menerapkan dalam kehidupan sehari-hari, artinya siswa bukan hanya memahami
materi yang dipelajarinya, tetapi bagaimana materi tersebut dapat mewarnai
perilakunya dan menjadi bekal dalam mengarungi kehidupan nyata.29
b. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual (CTL)
Dalam pembelajaran kontekstual, tugas guru adalah memberikan kemudahan
belajar kepada peserta didik, dengan menyediakan berbagai sarana dan sumber belajar
yang memadai. Guru bukan hanya menyampaikan materi pembelajaran yang berupa
hafalan, tetapi mengatur lingkungan dan strategi pembelajaran yang memungkinkan
peserta didik belajar.30 Menurut Hamruni, terdapat lima karakteristik penting dalam
proses pembelajaran kontekstual, yaitu:
1) Pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada
(activating knowledge) artinya sesuatu yang akan dipelajari tidak terlepas dari
pengetahuan yang sudah dipelajari. Dengan demikian, pengetahuan yang akan
diperoleh siswa adalah pengetahuan yang utuh yang memiliki keterkaitan satu sama
28 Hamruni, Strategi Pembelajaran, (Yogyakarta: Insan Madani, 2012), hlm. 137. 29 Abdul Majid, Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam , (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2014), hlm. 171. 30
yang lain.
2) Pembelajaran yang dapat menambah pengetahuan Beru (acquiring knowledge).
Pengetahuan Beru itu diperoleh dengan cara deduktif, artinya pembelajaran
dimulai dengan cara mempelajari secara keseluruhan, kemudian memperhatikan
secara detail.
3) Memahami pengetahuan (understanding knowledge). Artinya pengetahuan yang
diperoleh bukan untuk dihafal tetapi untuk dipahami dan diyakini kemudian
dikaitkan dengan realitas kehidupan sehari-hari agar dapat dipraktikkan dan
menjadi kebiasaan.
4) Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge).
Artinya pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh harus dapat
diimplementasikan dalam kehidupan siswa, sehingga tampak perubahan perilaku
siswa.
5) Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan
pengetahuan. Hal ini sebagai umpan balik (feedback) untuk proses perbaikan dan
penyempurnaan strategi.31
Selain karakteristik tersebut, Trianto Ibnu Badar al-Tabany menambahkan
bahwa pembelajaran kontekstual juga memiliki karakteristik yang membedakan
dengan model pembelajaran lainnya, antara lain: (1) kerja sama; (2) saling menunjang;
(3) menyenangkan, tidak membosankan; (4) belajar dengan bergairah; (5)
pembelajaran terintegrasi; (6) memakai berbagai sumber; dan (7) siswa aktif.32
31 Hamruni, Strategi Pembelajaran, (Yogyakarta: Insan Madani, 2012) hlm. 137 32 Trianto Ibnu Badar al-Tabany, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif, Progresif, dan Kontekstual
(Jakarta: Prenada Media Group, 2014), hlm. 144.
c. Prinsip-Prinsip Model Pembelajaran Kontekstual (CTL)
Penerapan pembelajaran kontekstual ini memiliki 7 (tujuh) komponen utama
pembelajaran efektif.33 Ketujuh komponen ini adalah sebagai berikut:
1) Konstruktivisme (Mengkonstruksi)
Konstruktivisme adalah mengembangkan pemikiran siswa akan belajar
lebih bermakna dengan cara belajar sendiri, menemukan sendiri, dan
mengonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan Beru nya. Siswa membangun
pemahaman mereka sendiri dari pengalaman Beru berdasar pada pengetahuan
awal. Dan pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengkonstruksi” bukan
menerima pengetahuan.
Terdapat 5 (lima) elemen belajar yang konstruktivistik, yaitu (1)
pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating knowledge), (2) pemerolehan
pengetahuan Beru (acquiring knowledge), (3) pemahaman pengetahuan
(understanding knowledge), (4) mempraktekkan pengetahuan dan pengalaman
(applying knowledge), dan (5) melakukan refleksi terhadap strategi pengembangan
pengetahuan tersebut (reflecting knowledge).34
2) Inquiry (Menemukan)
Inquiry yaitu melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiry untuk semua
topik. Siswa diminta untuk menangani sendiri permasalahan yang mereka hadapi
ketika berhadapan dengan dunia nyata.35 Dalam pembelajaran ini terdapat proses
33 Rusman, seri menegmen bermutu, model-model pembelajaran mengembangkan profesionalisme guru,
(Jakarta: rajwali perss, 2014), hlm. 193 34 Ramayulis, Metodologi Pendidikan agama Islam , (Jakarta: kalam mulia, 2005), hlm. 328 35 Rudi hartono, ragam model mengajar yang mudah diterima murid, (Jogjakarta: diva perss, 2013) hlm. 91
perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman serta siswa belajar
menggunakan keterampilan berpikir kritis.
3) Questioning (Bertanya)
Bertanya, yaitu mengembangkan sifat ingin tahu siswa dengan cara
bertanya. Melalui cara ini, siswa akan mampu menjadi pemikir yang handal dan
mandiri. Siswa dirangsang untuk mengembangkan idenya dan pengujian Beru
yang inovatif, mengembangkan metode dan teknik untuk bertanya, bertukar
pendapat dan berinteraksi.36 Dengan kegiatan bertanya ini , guru mendorong,
membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa.
4) Learning Community (Masyarakat Belajar)
Masyarakat belajar yaitu menciptakan masyarakat belajar dalam suatu
kelompok. Siswa hidup dalam lingkungan masyarakat dan lingkungan sekolahnya,
sehingga ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber daya untuk mengembangkan
pembahaman pembelajaran kontekstual. Misalnya dalam pembelajaran kontekstual
siswa diajak ke sawah untuk melihat langsung bagai mana proses penanaman padi
hingga panen dan menjadi beras. Dalam pembentukan masyarakat belajar terdapat
konsep bahwa bekerjasama dengan orang lain lebih baik daripada belajar sendiri,
tukar pengalaman, dan berbagi ide.37
5) Modeling (Pemodelan)
Pemodelan adalah menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran.
Siswa menjadi mudah dalam belajar dan memahami jika guru menyajikan baginya
36 Ibid, hlm. 92 37 Ramayulis, Metodologi Pendidikan agama Islam ,,, hlm. 330
sebuah model bukan hanya berbentuk lisan. Siswa akan mampu mengamati dan
mencontoh apa yang ditunjukkan oleh guru.38
6) Reflection (Refleksi)
Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang Beru terjadi atau Beru saja
dipelajari. Dengan kata lain, refleksi adalah berpikir kebelakang tentang apa-apa
yang telah dilakukan di masa lalu, yang merupakan pengayaan atau revisi dari
pengetahuan sebelumnya. Pada saat refleksi, siswa diberi kesempatan untuk
mencerna, menimbang, membandingkan, menghayati, dan melakukan diskusi
dengan dirinya sendiri.39
7) Authentic Assesment (Penilaian yang sebenarnya)
Tahap terakhir dari pembelajaran kontekstual adalah melakukan penilaian.
Penilaian sebenarnya adalah adalah proses yang dilakukan guru untuk
mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa.
Penilaian ini diperlukan untuk mengetahui apakah siswa benar-benar belajar atau
tidak; apakah pengalaman belajar siswa memiliki pengaruh yang positif terhadap
perkembangan baik intelektual maupun mental siswa. Penilaian autentik dilakukan
secara terintegrasi dengan proses pembelajaran. Penilaian ini dilakukan secara
kontinu selama proses pembelajaran berlangsung, oleh karena itu, penilaian
difokuskan pada proses, bukan pada hasil belajar.40
38 Rusman, Seri Menegmen Bermutu, Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru,,,,
hlm. 196 39 Suyadi, Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013) hlm. 95 40 Rusman, Seri Menegmen Bermutu, Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru,,,,
hlm. 198
d. Tujuan Pembelajaran Kontekstual (CTL)
Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) yang digagas
oleh Jhon Dewey pada awal abad 20 merupakan metode yang muncul sebagai reaksi
terhadap teori behavioristik (menekankan hasil daripada proses) yang telah
mendominasi pendidikan selama puluhan tahun. Pendekatan kontekstual menganggap
bahwa belajar merupakan proses yang kompleks dan multi tahap dan terjadi tanpa
prinsip stimulus- respon. Pendekatan kontekstual juga menganggap bahwa manusia
belajar secara alamiah dengan berpikir mencari makna dalam suatu konteks yang
berkaitan dengan lingkungannya. Jadi, pendekatan kontekstual memfokuskan pada
aspek lingkungan belajar, misalnya: lingkungan sekolah, laboratorium, bengkel,
masyarakat, dan sebagainya.
Model pembelajaran kontekstual merupakan suatu proses pembelajaran yang
holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran
yang dipelajarinya dengan mengaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan.
Sedangkan menurut Milan Rianto tujuan pembelajaran kontekstual adalah untuk
meningkatkan minat dan prestasi belajar, di samping membekali peserta didik dengan
pengetahuan yang secara fleksibel dapat diterapkan atau ditransfer antar permasalahan
dan antar konteks. 41
Dari definisi dan tujuan di atas peneliti dapat memberikan kesimpulan bahwa
pembelajaran kontekstual bertujuan, diantaranya:
1) Untuk memotivasi siswa agar dapat memahami makna materi pelajaran yang
dipelajarinya dengan menghubungkan materi tersebut dengan konteks kehidupan
41 Milan Rianto, Pendekatan, Strategi, dan Metode Pembelajaran, (Malang: Departemen Pendidikan
Nasional, 2006), hlm. 15.
mereka sehari-hari sehingga siswa memiliki pengetahuan atau keterampilan yang
secara refleksi dapat diterapkan dari permasalahan kepermasalahan lainya.
2) Untuk memberikan pemahaman dan pengembangan minat pengalaman kepada
peserta didik agar dalam belajar itu tidak hanya sekedar menghafal tetapi perlu
adanya pemahaman yang komprehensif.
3) Untuk melatih peserta didik agar dapat berpikir kritis dan terampil dalam
memproses, menemukan, dan menciptakan pengetahuan secara alamiah sehingga
pembelajaran lebih bermakna dan dapat bermanfaat untuk dirinya sendiri dan orang
lain dalam menjalankan realitas kehidupan sebagai anggota keluarga dan
masyarakat.
e. Langkah-langkah Pembelajaran Kontekstual (CTL)
Pembelajaran kontekstual dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang
studi apa saja, dan kelas bagaimanapun keadaannya. Sebelum melaksanakan
pembelajaran dengan menggunakan kontekstual, tentu saja terlebih dahulu
mempersiapkan desain pembelajarannya, sebagai pedoman umum dan sekaligus alat
kontrol dalam pelaksanaanya.42 Secara garis besar, langkah-langkah yang harus
ditempuh dalam kontekstual adalah sebagai berikut:
1) Mengembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara
bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkontruksi sendiri pengetahuan dan
keterampilan Beru nya.
2) Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik yang diajarkan.
3) Mengembangkan sifat ingin tahu siswa melalui sebuah pertanyaan-pertanyaan.
42 Mulyono, Strategi Pembelajaran Menuju Efektivitas Pembelajaran di Abad Global, (Malang: UIN-Maliki
Press, 2012), hlm. 40
4) Menciptakan masyarakat belajar, seperti melalui kegiatan kelompok diskusi dan
Tanya jawab.
5) Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran.
6) Melakukan refleksi di akhir pertemuan dari setiap kegiatan pembelajaran yang telah
dilakukan.
7) Melakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.
f. Kelebihan dan kekurangan model pemeblajaran kontekstual
1) Kelebihan Pembelajaran kontekstual
a) Pembelajaran kontekstual dapat mendorong siswa menemukan hubungan
antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata.
b) Pembelajaran kontekstual mampu mendorong siswa untuk menerapkan hasil
belajarnya dalam kehidupan sehari-hari.
c) Pembelajaran kontekstual dapat menjadikan siswa belajar bukan dengan
menghafal, melainkan proses berpengalaman dalam kehidupan nyata.
d) Kelas dalam kontekstual bukan merupakan tempat untuk memperoleh
informasi, melainkan tempat untuk menguji data hasil temuannya di lapangan.43
2) Kekurangan pembelajaran kontekstual.
a) Pembelajaran kontekstual membutuhkan waktu yang lama bagi peserta didik
untuk bisa memahami semua materi.
b) Guru harus lebih intensif dalam membimbing, karena dalam metode
pembelajaran kontekstual guru tidak lagi berperan sebagai pusat informasi.
c) Upaya menghubungkan antara materi di kelas dengan realitas kehidupan siswa
43 Kokom Komalasari, Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi, (Bandung: PT Refika Aditama,
2013) hlm. 44
rentan mengalami kesalahan sehingga sulit menemukan hubungan yang tepat,
sering siswa harus mengalami kegagalan berulang kali.44
2. Pemebalajaran Fiqih
a. Pengertian Pembelajaran Fiqih
Pembelajaran merupakan sebuah sistem yang terdiri dari berbagai
komponen yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Komponen tersebut
meliputi : tujuan, materi, metode dan evaluasi. Keempat komponen pembelajaran
tersebut harus diperhatikan oleh guru atau pendidik dalam memilih dan mentukan
model-model pembelajaran yang akan digunakan.45
Menurut bahasa, “fiqih” berasal dari “faqiha yafqahu-fiqihan” yang berarti
mengerti atau paham.46 Paham yang dimaksudkan adalah upaya aqliah dalam
memahami ajaran-ajaran Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Al-
fiqih menurut bahasa adalah mengetahui sesuatu dengan mengerti (al-‘ilm bisyai’i
ma’a al-fahm).47 Ibnu Al-Qayyim mengatakan bahwa fiqih lebih khusus daripada
paham, yakni pemahaman mendalam terhadap berbagai isyarat Al-Qur’an, secara
tekstual maupun kontekstual.48 Tentu saja, secara logika, pemahaman akan diperoleh
apabila sumber ajaran yang dimaksudkan bersifat tekstual, sedangkan pemahaman
dapat dilakukan secara tekstual maupun kontekstual. Hasil dari pemahaman terhadap
teks-teks ajaran Islam disusun secara sistematis agar mudah diamalkan. Oleh karena
itu, ilmu fiqih merupakan ilmu yang mempelajari ajaran Islam yang disebut dengan
44 Suyadi, Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013) hlm. 97 45 Rusman, Seri Menegmen Bermutu, Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru,,,,
hlm. 1 46 Beni Ahmad Saebani dan Januri, Fiqih Ushul Fiqih, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 10 47 Ibid, h. 11 48 Ibid, h. 12
syariat yang bersifat amaliah (praktis) yang diperoleh dari dalil-dalil yang
sistematis.49
Pada awalnya kata fiqih digunakan untuk semua bentuk pamahaman atas
al-Qur’an, hadits, dan bahkan sejarah. Pemahaman atas ayat-ayat dan hadits-hadits
teologi, dulu diberi nama fiqih juga, seperti judul buku Abu Hanifah tentangnya,
Fiqih Al-Akbar. Pemahaman atas sejarah hidup Nabi disebut dengan fiqih al-sira’.
Namun, setelah terjadi spesialisasi ilmu-ilmu agama, kata fiqih hanya digunakan
untuk pemahaman atas syari’at (agama), itupun hanya yang berkaitan dengan hukum-
hukum perbuatan manusia.50
Pembelajaran fiqih berarti proses belajar mengajar tentang ajaran Islam
dalam segi hukum Syara’ yang dilaksanakan disuatu tempat antara guru dan peserta
didik dengan materi dan strategi pembelajaran yang telah direncanakan.
b. Tujuan pembelajaran Fiqih
Secara substansial mata pelajaran Fikih memiliki kontribusi dalam
memberikan motivasi kepada peserta didik untuk mempraktikkan dan menerapkan
hukum Islam dalam kehidupan sehari-hari sebagai perwujudan keserasian,
keselarasan, dan keseimbangan hubungan manusia dengan Allah SWT, dengan diri
manusia itu sendiri, sesama manusia, makhluk lainnya ataupun lingkungannya.51
Tujuan dari fiqih adalah menerapkan aturan-aturan atau hukum-hukum
syari’ah dalam kehidupan. Sedangkan tujuan dari penerapan aturan-aturan itu untuk
49 Ibid, h. 13 50 Ahmad Rofi’i, Pembelajaran Fiqih, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama
RI, 2009), hlm.3 51 Nur Chasanah, “Karakteristik Materi Fiqih dan Macam-Macam Metode Pembelajaran yang Cocok dengan
Materi Fiqih”, http//annuramadhani.blogspot.com/5/2014/html, diakses pada 8 April 2019
mendidik manusia agar memiliki sikap dan karakter taqwa dan menciptakan
kemaslahatan bagi manusia. Kata “taqwa” adalah kata yang memiliki makna luas
yang mencakup semua karakter dan sikap yang baik. Dengan demikian fiqih dapat
digunakan untuk membentuk karakter.52
Imam Asy Syatibi telah melakukan penelitian yang digali dari Al Quran
maupun Sunnah, yang menyimpulkan bahwa tujuan hokum fiqih di dunia ada lima
hal yang dikenal dengan Maqosid Syar’íyah yakni :
1) Memelihara agama (Hifdz Al Din). Yang dimaksud dengan agama disini adalah
hubungan manusia dengan Allah Swt, termasuk di dalamnya aturan tentang
syahadat, sholat, zakat, puasa, haji dan aturan lainnya yang berkaitan dengan
hubungan manusia dengan manusia denga nallah serta larangan yang
meniggalkannya.
2) Memelihara diri (Hifdz Al Nafs). Termasuk dalam bagian ini adalah larangan
membunuh diri sendiridan membunuh orang lain, larangan menghina dan
sebagainya dan kewajiban menjaga diri.
3) Memelihara keturunan dan kehormatan (Hifdz Al Nas). Seperti aturan-aturan
tentang pernikahan, larangan perzinahan dan lainnya.
4) Memelihara harta (Hifdz Al Mal). Termasuk dala hal ini adalah larangan mencuri
dan menghasab harta orang lain.
5) Memelihara akal (Hifdz Al Aql). Yang termasuk dalam hal ini adalah tentang
larangan meminum minuman keras dan kewajiban menuntut ilmu.
c. Materi dan Ruang Lingkup Pembelajaran Fiqih
52 Ahmad Rofi’i, Pembelajaran Fiqih, ,,,,, hlm.6
Hukum yang diatur dalam fiqih Islam itu terdiri dari hukum wajib, sunat,
mubah, makruh dan haram; disamping itu ada pula dalam bentuk yang lain seperti
sah, batal, benar, salah, berpahala, berdosa dan sebagainya.
Meskipun ada perbedaan pendapat para ulama dalam menyusun urutan
pembahasaan dalam membicarakan topik-topik tersebut, namun mereka tidak berbeda
dalam menjadikan Al-Qur’an, Al-Sunnah dan Al-Ijtihad sebagai sumber
hukum.Walaupun dalam pengelompokkan materi pembicaraan mereka berbeda,
namun mereka sama-sama mengambil dari sumber yang sama.
Karena rumusan fiqih itu berbentuk hukum hasil formulasi para ulama yang
bersumber pada Al-Qur’an, Sunnah dan Ijtihad, maka urutan dan luas pembahasannya
bermacam-macam. Setelah kegiatan ijtihad itu berkembang, muncullah imam-imam
madzhab yang diikuti oleh murid-murid mereka pada mulanya, dan selanjutnya oleh
para pendukung dan penganutnya.
Diantara kegiatan para tokoh-tokoh aliran madzhab itu, terdapat kegiatan
menerbitkan topik-topik (bab-bab) kajian fiqih. Menurut yang umum dikenal di
kalangan ulama fiqih secara awam, objek pembahasan fiqih itu adalah empat, yang
sering disebut Bab diantaranya:
1) Bab Ibadat 2) Bab Mu’amala 3) Bab Munakahat 4) Bab Jinayat
Ada lagi yang berpendapat tiga saja; yaitu: bab ibadah, bab mu’amalat, bab ’uqubat. Menurut Prof. T.M. Hasbi Ash Shiddieqy, bila kita perinci lebih lanjut, dapat dikembangkan menjadi 8 (delapan) objek kajian :53
1) Ibadah
53 T.M Hasbi Ash-Shiddieqy, Pengantar Hukum Islam …… hlm. 34
a) Tharah (bersuci) b) Ibadah (sembahyang/sholat) c) Shiyam (puasa) d) Zakat e) Haji
2) Ahwalusy Syakhshiyyah a) Nikah b) Khitbah c) Mu’asyarah d) Talak Fasakh, dan lain-lain.
3) Muamalah Madaniyah
a) Buyu’ (jual-beli) b) Khiyar c) Riba’ d) Sewa- menyewa e) Pinjam meminjam f) Waqaf, dan lain-lain.
4) Muamalah Maliyah a) Status milik bersama baitul mal b) Sumber baitul mal c) Cara pengelolaan baitul mal, dan lain-lain.
5) Jinayah dan ‘Uqubah (Pelanggaran dan Hukum) a) Pelanggaran b) Qishash c) Diyat d) Hukum pelanggaran, kejahatan, dan lain-lain.
6) Murafa’ah atau Mukhashamah a) Peradilan dan pendidikan b) Hakim dan Qadi c) Gugatan d) Pembuktian dakwah e) Saksi, dan lain-lain.
7) Ahkamu Ad Dusturiyyah a) Kepala Negara dan waliyul amri b) Syarat menjadi kepala negara dan Waliyul amri c) Hak dan kewajiban Waliyul amri d) Hak dan kewajiban rakyat e) Musyawarah dan demokrasi; f) Batas-batas toleransi dan persamaan, dan lain-lain.
8) Ahkamu Ad Dualiyah (Hukum Internasional)
a) Hubungan antar negara, sesama Islam , atau Islam dan non-Islam , baik ketika damai atau dalam situasi perang
b) Ketentuan untuk orang dan damai c) Penyerbuan d) Masalah tawanan e) Upeti, Pajak, rampasan f) Perjanjian dan pernyataan bersama g) Perlindungan h) Ahlul ’ahdi, ahluz zimmi, ahlul harb; dan i) Darul Islam , darul harb, darul mustakman.
d. Model Pembelajaran Fiqih
Banyak macam model yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran
Islam yang juga relevan dengan pembelajaran fiqih, diantaranya: metode ceramah,
metode tanya jawab, metode diskusi, metode resitasi (pemberian tugas), metode
demonstrasi, metode pemecahan masalah (problem solving) metode simulasi. Tidak
ada metode mengajar yang lebih baik dari metode yang lain. Tiap-tiap metode memiliki
kelemahan dan kelebihan.
Dalam pelajaran fiqih, seorang guru dapat memilih beberapa metode yang
sesuai dengan materi yang akan disampaikan seperti materi tentang berwudhu. Pada
materi ini seorang guru fiqih bisa memakai metode ceramah, metode kelompok, metode
tanya jawab, demonstrasi atau metode yang lainnya yang menurut guru fiqih bisa
dipakai dan cocok dengan materi yang disampaikan. Karena harus disadari oleh
pendidik tidak semua metode cocok dengan materi yang akan disampaikan.
1) Metode ceramah
Metode ceramah ialah cara menyampaikan sebuah materi pelajaran
dengan cara penuturan lisan kepada siswa atau khalayak ramai. Ini relevan dengan
definisi yang dikemukakan oleh Ramayulis, bahwa metode ceramah ialah
“penerangan dan penuturan secara lisan guru terhadap murid-murid diruangan
kelas”. Zuhairini mendefinisikan bahwa metode ceramah “adalah suatu metode di
dalam pendidikan dimana cara penyampaian materi-materi pelajaran kepada anak
didik dilakukan dengan cara penerangan dan penuturan secara lisan”.54
Metode ceramah adalah teknik penyampaian pesan pengajaran yang
sudah lazim dipakai oleh para guru di sekolah. Ceramah diartikan sebagai suatu
cara penyampaian bahan secara lisan oleh guru dimuka kelas. Para murid sebagai
penerima pesan, mendengarkan, memeprhatikan, dan mencatat keterangan-
keterangan guru bilamana diperlukan.55
Metode ini banyak dipilih guru karena mudah dilaksanakan dan tidak
membutuhkan alat bantu khusus serta tidak perlu merancang kegiatan siswa. Dalam
pengajaran yang menggunakan metode ceramah terdapat unsur paksaan. Dalam hal
ini siswa hanya diharuskan melihat dan mendengar serta mencatat tanpa komentar
informasi penting dari guru yang selalu dianggap benar itu. Padahal dalam diri
siswa terdapat mekanisme psikologis yang memungkinkannya untuk menolak
disamping menerima informasi dari guru. Inilah yang disebut kemampuan untuk
mengatur dan mengarahkan diri.
2) Metode diskusi
Diskusi adalah suatu kegiatan kelompok dalam memecahkan masalah
untuk mengambil kesimpulan. Diskusi tidak sama dengan berdebat. Diskusi
selalu diarahkan kepada pemecahan masalah yang menimbulkan berbagai
macam pendapat dan akhirnya diambil suatu kesimpulan yang dapat diterima
oleh anggota dalam kelompok.
54 Armai Arief, Pengantar Ilmu Dan Metodologi Pendidikan Islam , (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), hlm. 135. 55 Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam , (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), hlm. 34.
Zuhairini, Memberikan pengertian tentang metode diskusi secara umum
sebagai salah satu metoide interaksi edukatif diartikan sebagai metode didalam
mempelajari bahan atau penyampaian bahan pelajaran dengan jalan
mendiskusikannya sehingga menimbulkan pengertian, pemahaman, serta
perubahan tingkah laku murid seperti yang telah dirumuskan dalam tujuan
instruksionalnya.56
Dalam dunia pendidikan metode diskusi ini mendapat perhatian karena
dengan diskusi akan merangsang anak-anak untuk berfikir atau mengeluarkan
pendapatnya sendiri. Oleh karena itu metode diskusi bukanlah hanya
percakapan atau debat biasa saja, tapi diskusi timbul karena ada masalah yang
memerlukan jawaban atau pendapat yang bermacam-macam.
3) Metode Tanya Jawab
Metode tanya jawab adalah salah satu tehnik mengajar yang dapat
membantu kekurangan-kekurangan yang terdapat pada metode ceramah. Ini
disababkan karena guru dapat memperoleh gambaran sejauh mana murid dapat
mengertikan dan mengungkapkan apa yang telah di ceramahkan.
Metode tanya jawab ialah cara penyampaian pelajaran dengan jalan
guru mengajukan pertanyaan dan murid memberikan jawaban, atau sebaliknya
murid yang mengajukan pertanyaan dan guru yang memberikan jawaban.
Metode tanya jawab juga dapat diartikan sebagai suatu metode di dalam
pendidikan dan pengajaran di mana guru bertanya sedangkan murid menjawab
tentang bahan materi yang diperolehnya.
56 Zuhairini dan Abdul Ghofir, Metodologi Pembelajaran, (Malang: UM PRESS, 2004), hlm. 64.
Metode tanya jawab dapat digunakan oleh guru untuk menetapkan
perkiraan secara umum apakah anak didik yang mendapat giliran pertanyaan
sudah memahami bahan pelajaran yang diberikan. Metode tanya jawab juga
diartikan sebagai metode mengajar dimana seorang guru mengajukan beberapa
pertanyaan kepada beberapa murid tentang pelajaran yang telah diajarkan atau
bacaan yang telah mereka baca sambil memperhatikan proses berfikir diantara
murid-murid.
4) Metode Demonstrasi
Metode demonstrasi adalah cara penyajian pelajaran dengan
memeragakan suatu proses kejadian. Metode demonstrasi biasanya
diaplikasikan dengan menggunakan alat-alat bantu pengajaran seperti benda-
benda miniatur, gambar, perangkat alat-alat laboratorium dan lain-lain. Akan
tetapi, alat demonstrasi yang paling pokok adalah papan tulis dan white board,
mengingat fungsinya yang multi proses. Dengan menggunakan papan tulis guru
dan siswa dapat menggambarkan objek, membuat skema, membuat hitungan
matematika, dan lain-lain peragaan konsep serta fakta yang memungkinkan.
5) Metode Resitasi
Adapun pengertian lain dari metode resitasi adalah cara menyajikan
bahan pelajaran di mana guru memberikan sejumlah tugas terhadap murid-
muridnya untuk mempelajari sesuatu, kemudian mereka disuruh untuk
mempertanggungjawabkan. Tugas yang diberikan oleh guru bisa berbentuk
memperbaiki, memperdalam, mengecek, mencari informasi, atau menghafal
pelajaran yang akhirnya membuat kesimpulan tertentu. Buku “pengantar ilmu
dan metodologi pendidikan Islam .
Metode pemberian tugas belajar (resitasi) sering disebut metode
pekerjaan rumah, adalah metode di mana murid diberi tugas khusus di luar jam
pelajaran. Dalam pelaksanaan metode ini anak-anak dapat mengejakan
tugasnya tidak hanya di rumah, tapi dapat dikerjakan juga di perpustakaan, di
laboratorium, di ruang-ruang praktikum dan lain sebagainya untuk dapat
dipertanggungjawabkan kepada guru.
Adapun metode pembelajaran yang biasa digunakan untuk menyampaikan
materi fiqih di pesantren tradisional diantaranya:
1) Metode bandongan
Metode bandongan adalah cara penyampaian materi kitab yang mana
ustadz membacakan dan menjelaskan isi pelajaran dari kitab tersebut,
sementara santri mendengarkan, memaknai dengan bahasa jawa, dan menerima
penjelasannya. Dalam metode ini Ustadz berperan lebih aktif, sementara santri
lebih bersikap pasif. Walaupun demikian, tetapi santri dan ustadz masih ada
komunikasi.
2) Metode sorogan
Metode sorogan merupakan kebalikan dari metode bandongan, yaitu
santri membaca kitab dengan menerjemahkan ke dalam bahasa jawa dan
penjelasannya (bisa dengan bahasa Indonesia dan bahasa jawa) di depan
bimbingan ustadz langsung. Kemudian pada saat itu ustadz menyimaknya,
Beru kemudian ustadz memberikan komentar dan bimbingan yang dianggap
perlu bagi santri.
Kedua metode di atas sangat terkenal di dunia pesantren tradisional.
Sehingga materi fiqih yang relevan dengan kedua metode tersebut adalah
materi-materi fiqih yang terdapat dalam kitab-kitab fiqih klasik.
3. Pesantren
a. Pengertian Pesantren
Pondok pesantren terdapat berbagai variasi, antara lain: Secara etimologis,
pondok pesantren adalah gabungan dari pondok dan pesantren. Pondok, berasal dari
bahasa Arab funduk yang berarti hotel, yang dalam pesantren Indonesia lebih
disamakan dengan lingkungan padepokan yang dipetak-petak dalam bentuk kamar
sebagai asrama bagi para santri. Sedangkan pesantren merupakan gabungan dari kata
pe-santri-an yang berarti tempat santri.57 Sehingga dapat disimpulkan bahwa pondok
pesantren adalah tempat atau asrama bagi santri yang mempelajari agama dari
seorang Kyai atau Ustadz.
Sedangkan dari pendapat para ilmuan, antara lain:
1) Ridlwan Nasir dalam bukunya mengatakan bahwa pondok pesantren adalah
lembaga keagamaan, yang memberikan pendidikan dan pengajaran serta
mengembangkan dan menyebarkan ilmu agama Islam .
2) Nurcholish Madjid menegaskan bahwa pondok pesantren adalah artefak
peradaban Indonesia yang dibangun sebagai institusi pendidikan keagamaan
bercorak tradisional, unik, dan indigenous (asli).58
57 Ridlwan Nasir, Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal, Pondok Pesantren di Tengah Arus Perubahan,
(Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2005), hlm. 80 58 Nurcholish Madjid, Bilik-Bilik Pesantren, Sebuah Potret Perjalanan, (Jakarta: Paramadina, 1997), hlm. 10
3) Zamakhsyari Dhofier, bahwa pesantren berasal dari kata santri dengan awalan
pe di depan dan akhiran an yang berarti tempat tinggal para santri.59
b. Unsur-Unsur dan karakteristik Pesantren
Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan mempunyai karakteristik yang
sangat kompleks. Ciri-ciri secara umum ditandai dengan adanya:
1) Kyai, sebagai figur yang biasanya juga sebagai pemilik
2) Ustadz, yang mengajar yang posisinya berada dibawah Kyai
3) Santri, yang belajar dari Ustadz dan Kyai
4) Asrama, sebagai tempat tinggal para santri dimana Masjid sebagai pusatnya
5) Adanya pendidikan dan pengajaran agama melalui sistem pengajian (weton,
sorogan, dan bandongan), yang sekarang sebagian sudah berkembang dengan
sistem klasikal atau madrasah.60
c. Tujuan Pesantren
Pesantren sebagai sebuah lembaga pendidikan mempunyai tujuan yang
dirumuskan dengan jelas sebagai acuan progam-progam pendidikan yang
diselenggarakannya.
Prof. Mastuhu menjelaskan bahwa tujuan utama pesantren adalah untuk
mencapai hikmah atau wisdom (kebijaksanaan) berdasarkan pada ajaran Islam yang
dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman tentang arti kehidupan serta realisasi
59 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai, (Jakarta: LP3ES, 1982),
hlm. 82 60 HA. Mukti Ali, Pondok Pesantren dalam Sistem Pendidikan Nasional: dalam Pembangunan Pendidikan
dalam Pandangan Islam , (Surabaya: IAIN sunan ampel, 1986), hlm. 73
dari peran-peran dan tanggung jawab sosial.61 Setiap santri diharapkan menjadi orang
yang bijaksana dalam menyikapi kehidupan ini
Secara spesifik, beberapa pondok pesantren merumuskan beragam tujuan
pendidikannya kedalam tiga kelompok; yaitu pembentukan akhlak/kepribadian,
penguatan kompetensi santri, dan penyebaran ilmu.62
1) Pembentukan Akhlak/Kepribadian
Para pengasuh pesantren yang notabene sebagai ulama pewaris para
nabi, terpanggil untuk meneruskan perjuangan Nabi Muhammad SAW dalam
membentuk kepribadian masyarakat melalui para santrinya. Para pengasuh
pesantren mengharapkan santri-santrinya memiliki integritas kepribadian yang
tinggi (shalih). Dalam hal ini, seorang santri diharapkan menjadi manusia yang
seutuhnya, yaitu mendalami ilmu agama serta mengamalkannya dalam
kehidupan pribadi dan masyarakat.
2) Kompetensi Santri
Kompetensi santri dikuatkan melalui empat jenjang tujuan,63 yaitu:
a) Tujuan-Tujuan Awal (Wasail)
Rumusan wasail dapat dikenali dari rincian mata pelajaran yang
masing-masing menguatkan kompetensi santri di berbagai ilmu agama dan
penunjangnnya.
b) Tujuan-Tujuan Antara (Ahdaf)
61 M. Dian Nafi’, dkk, Praksis Pembelajaran Pesantren, (Yogyakarta: Instite for training and development
(ITD) Amherst, 2007), hlm. 49 62 Ibid, hlm. 50 63 Ibid, hlm. 57
Paket pengalaman dan kesempatan pada masing-masing jenjang
(ula, wustha, ‘ulya) terlihat jelas dibanyak pesantren. Di jenjang dasar (ula)
pengalaman dan tanggung jawab terkait erat dengan tanggung jawab
sebagai pribadi. Di jenjang menengah (wustha) terkait dengan tanggung
jawab untuk mengurus sejawat santri dalam satu kamar atau beberapa
kamar asrama. Dan pada jenjang ketiga (‘ulya) tanggung jawab ini sudah
meluas sampai menjangkau kecakapan alam menyelenggarakan
musyawarah mata pelajaran, membantu pelaksanaan pengajaran, dan
menghadiri acara-acara di masyarakat sekitar pesantren guna mengajar di
kelompok pengajian masyarakat.
Lebih jauh lagi rumusan tujuan pendidikan dalam tingkat
aplikasinya, santri diberi skill untuk membentuk insan yang memiliki
keahlian atau kerampilan, seperti ketrampilan mengajar atau berdakwah.64
c) Tujuan-Tujuan Pokok (Maqashid)
Tujuan pokok yang ingin dihasilkan dari proses pendidikan
dilembaga pesantren adalah lahirnya orang yang ahli dalam bidang ilmu
agama Islam . Setelah santri dapat bertanggung jawab dalam mengelola
urusan kepesantrenan dan terlihat kemapanan bidang garapannya, maka
dimulailah karir dirinya. Karir itu akan menjadi media bagi diri santri untuk
mengasaha lebih lanjut kompetensi dirinya sebagai lulusan pesantren.
Disinilah ia mengambil tempat dalam hidup, menekuni, menumbuhkan, dan
mengembangkannya.
64 Hasbi Indra, Pesantren dan Tranformasi Sosial: Studi Atas Pemikiran KH. Abdullah Syafi’ie dalam Bidang
Pendidikan Islam , (Jakarta: Penamadani, 2003), hlm. 170
d) Tujuan-Tujuan Akhir (Ghayah)
Tujuan akhir adalah mencapai ridla Allah SWT. Itulah misteri
kahidupan yang terus memanggil dan yang membuat kesulitan terasa
sebagai rute-rute dan terminal-terminal manusiawi yang wajar untuk dilalui.
3) Penyebaran Ilmu
Penyebaran ilmu menjadi pilar utama bagi menyebarnya ajaran Islam .
Kalangan pesantren mengemas penyebaran ini dalam dakwah yang memuat
prinsip al-amru bi al-ma’ruf wa al-nahyu ‘an al-munkar. Perhatian pesantren
terhadap penyebaran ilmu ini tidak hanya dibuktikan denga otoritasnya
mencetak da’i, akan tetapi juga partisipasinya dalam pemberdayaan
masyarakat.
d. Kajian Kitab Fiqih Di Pesantren
Pada kalangan masyarakat pesantren terdapat sejumlah kitab fiqih yang
paling populer. Kitab-kitab tersebut antara lain adalah: Al Ghayah wa Al Taqrib, ,
Mabadi’ul Fiqih, Safinatu An Najah, Fath Al Qarib Al Mujib, Fath Al Mu’in, Fath
Al Wahab; I’anah Al Thalibin, Kifayat Al Akhyar, Al Iqna’, Safinah Al Naja, dan
Kasyifah Al Syaja.65
Kitab-kitab fiqih salaf tersebut biasanya diajarkan dengan menggunakan
metode-metode sorogan dan bandongan/weton. Metode sorogan merupakan
metode yang bersifat individual. Adapun metode bandongan merupakan metode
yang bersifat kolektif/massal. Metode sorogan merupakan bagian paling sulit dari
keseluruhan sistem pendidikan tradisional Islam karena metode ini menuntut
65 Ibid, hlm. 167
kesabaran, keinginan, ketaatan, dan disiplin.
G. Metode Penelitian
Metode penelitian adalah cara-cara berfikir dan berbuat yang dipersiapkan dengan
baik-baik untuk mengadakan penelitian, dan mencapai suatu tujuan penelitian.66 Dalam metode
penelitian pada dasarnya memuat pendekatan penelitian, kehadiran peneliti, lokasi penelitian,
sumber data, prosedur pengumpulan data, tekhnik analisa data dan pengecekan keabsahan data
penelitian yang akan dijelaskan secara rinci di bawah ini :
1. Pendekatan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. hal ini dikarenakan data yang
diinginkan berupa pemaparan dari suatu peristiwa, kegiatan atau fakta yang diteliti. Metode
kualitatif digunakan untuk memperoleh data deskriptif tentang tingkah laku berdsarkan
pengamatan maupun pengakuan.
Moleong mengatakan bahwa :
Metodologi kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat di amati menurut mereka (perspektif emic). Pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistic (utuh). Jadi dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan individu atau organisasi ke dalam variable dan hipotesis, tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari satu kesatuan.67 Poerwandari dalam alfudin mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah
penelitian yang menghasilkan dan mengelolah data yang sifatnya deskriptif, seperti
transkripsi, wawancara, catatan lapangan, gambar foto, rekaman, video dan lainya.68
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa, pendekatan kualitatif
merupakan penelitian yang berorientasi pada gejala-gejala yang bersifat alamiah yang di
66 Sutrisno Hadi, Metodologi Research II, (Yogyakarta: Yayasan Penerbit Fak. Psikologi UGM, 1993), hlm.
124. 67 Suharsimi arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pndekatan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hlm. 21 68 Alifudin dan beni ahmad Saebani, Metodologi Penelitian Kualitatif….hlm. 130
amati secara langsung dengan panca indra tanpa melakukan rekayasa atau perlakuan
khusus. Dan peneliatian ini bertujuan untuk memperoleh data deskriptif yang bersumber
pada ucapan atau tulisan dan perilaku yang diamati melalui pengamatan pada manusia
sebagai subjek penelitian.
Jadi penelitian dengan pendekatan kuliatatif ini, peneliti gunakan untuk
memperoleh keterangan-ketrangan atau informasi yang bersifat alamiah mengenai
penerapan model pembelajaran kontekstual pada mata pelajaran fiqih kelas ula di pondok
pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru.
2. Kehadiaran Peneliti
Kehadiran peneliti di lokasi penelitian merupakan keharusan dalam rangka
mengumpulkan data yang diperlukan dengan menerapkan metode observasi, wawancara
dan dokumentasi. Dalam pengumpulan data peneliti berkedudukan sebagai intrument
kunci. Agar data yang diperoleh sesuai dengan realita yang terjadi di lapangan dan dapat
dipertanggungjawabkan, data yang terkumpul dengan metode di atas dianalisisa
keabsahannya melalui berbagai cara.
Berkaitan dengan hal itu, maka beberapa hal yang dilakukan oleh peneliti di
lapangan meliputi :
a. Melakukan observasi tentang objek penelitian yaitu tentang upaya pondok pesantren
Daarul Muttaqiin Jotang Berudalam menerapkan model pembelajaran kontekstiual
pada mata pelajaran fiqih serta faktor yang menghambat dan juga mendorong model
tersebut diatas.
b. Melakukan wawancara langsung dengan pihak-pihak terkait yaitu dengan Kyai Taslim
M.Ag selaku pimpinan pondok pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beruyang
mengetahui sejarah berdirinya pondok. Ustadz Abdul Kholiq Fajduani Azzikri S.Pd.I
selaku penegajar fiqih dan juga dengan beberapa santri, untuk mengetahui tentang
upaya pondok pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Berudalam menerapkan model
pembelajaran kontekstiual pada mata pelajaran fiqih serta faktor yang menghambat dan
juga mendorongnya.
c. Selain melakukan observasi dan wawancara, peneliti juga melakukan dokumentasi
data-data yang berkaitan dengan data santri, data ustadz maupun ustadzah, data sarana
dan prasana yang ada di pondok pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru.
d. Sebelum peneliti terjun langsung ke lokasi penelitian. Terlebih dahulu peneliti
mengurus rekomendasi atau surat izin penelitian dari kementrian agama kabupaten
Sumbawa.
3. Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di pondok pesantren Daarul Muttaqiin Jotang
Beru. Lokasi ini dipilih dikarenakan permasalahan yang diangkat pada penelitian ini
ditemukan pada pondok pesantren tersebut sebagaimana diuraikan pada latar belakang.
Selain itu, pondok pesantren ini adalah salah satu pondok pesantren yang
menerapkan model pembelajaran kontekstiual pada mata pelajaran fiqih. Berdasarkan
karakteristik tersebut maka madrasah ini cocok untuk dijadikan lokasi penelitian yang
mengangkat permasalahan penerapan pembelajaran fiqih kontekstual sebagaimana yang
dirumuskan pada penelitian ini.
Peneliti memasuki lokasi ini dengan meminta izin terlebih dahulu pimpinan podnok
dan melakukan pengamatan awal sebagaimana diuraikan pada bagian latar belakang.
Dalam pengamatan awal tersebut terlihat bahwa iklim pembelajaran di pesantren ini cukup
kondusif dan warga pesantren yang ramah.
4. Sumber Data
Metode penentuan subjek merupakan cara yang dipakai untuk prosedur yang
ditempuh dalam menentukan jumlah dan banyaknya subjek yang akan diteliti. Subjek
penelitian adalah orang atau sispa saja yang menjadi sumber penelitian.69 Menurut Lofland
mengemukakan bahwa sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan
tindakan dan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lainya.70
Yang dimaksud dengan sumber data adalah subjek darimana data dapat diperoleh
sedangkan kata-kata dan tindakan adalah kata-kata dan tindakan orang yang akan diamati
atau diwawancarai dicatat melalui catatan tertulis.
Untuk memperoleh data/informasi seperti yang diharapkan, maka dalam penelitian
ini yang peneliti jadikan sebagai sumber data antara lain :
a. Pimpinan Pondok Pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru.
b. Ustadz yang menggajarkan pelajar fiqih di pondok pesantren Daarul Muttaqiin Jotang
Beru.
c. Beberapa santri pondok pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru.
5. Prosedur Pengumpulan Data
Dalam kegiatan penelitian tentunya diperlukan suatu cara yang dapat digunakan
dalam pengumpulan data. Data yang objektif dapat diperoleh hanya dengan alat
69 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pndekatan Praktik,, hlm. 23 70 Ibid, hlm. 144
pengumpulan data yang tepat. Adapun prosedur yang digunakan dalam mengumpulkan
data pada penelitian ini di antara lain yakni :
a) Observasi
Observasi dapat didefinisikan sebagai perhatian yang terfokus terhadap
kejadian, gejala, atau sesuatu. Adapun observasi ilmiah adalah “perhatian terfokus
tehadap gejala, kejadian atau sesuatu dengan maksud menafsirkannya, mengungkapkan
faktor-faktor penyebabnya, dan menemukan kaidah-kaidah yang mengaturnya
Obervasi dapat diklasifikaskan dalam berbagai macam, yang mempunyai
berbagai fungsi sesuai dengan tujuan dan metode penelitian yang digunakan. Observasi
dapat dibagi menjadi dua macam berdasarkan peran peneliti yaitu:
1) Observasi partisipan ( Participant Observation) adalah observasi yang dilakukan
oleh peneliti yang berperan sebagai anggota yng berperan serta dalam kehidupan
masyarakat. Selanjutnya peneliti memainkan dua peran yaitu berperan sebagai
peneliti yang mengumpulkan data tentang perilaku masyarakat dan perilaku
individu.
2) Observasi non patisipan (Perticipant Non Observation) adalah observasi yang
menjadikan peneliti sebagai penonton atau penyaksi terhadap gejala atau kejadian
yang menjadi topik penelitian. Dalam observasi jenis ini peneliti melihat atau
mendengarkan pada situasi social tertentu tanpa partisipasi aktif di dalamnya. 71
Dalam hal ini peneliti menggunakan observasi non patisipan. Karena dalam hal
observasi ini peneliti hanya menjadi penonton atau penyaksi terhadap gejala atau
71 Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif Analisis Data, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010), hlm.
39.
kejadian yang menjadi topik penelitian. Dalam observasi jenis ini peneliti melihat atau
mendengarkan pada situasi social tertentu tanpa partisipasi aktif di dalamnya. 72
b) Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu
dilakkan oleh dua belah pihak, yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyan dan
terwawancara yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.73 Dalam wawancara
digolongkan menjadi tiga golongan diantaranya:
1) Wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpulan data, bila peneliti
atau pengumpul data telah mengetahui dengan pasti informasi yang akan diperoleh.
Oleh karena itu penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis yang alternative
jawabannyapun telah disiapkan. Dengan wawancara tersturktur ini setiap
responden diberikan pertanyaan yang sama dan pengumpul data dapat
menggunakan beberapa pewawancara sebagai pengumpul data.
2) Wawancara semi terstruktur sudah termasuk dalam kategori in-depeth interview
yang pelaksanaanya lebih bebas bila dibandingkan dengan wawancara terstukur.
Tujuan wawancara jenis ini adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih
terbuka dan pihak yang diajak wawancara diminta pendapatnya. Dalam melakukan
wawancara, peneliti perlu mendengarkan secara teliti dan perlu mencatat apa yang
dikemukakan oleh informan.
3) Wawancara tidak tersturktur adalah wawancara yang bebas dimana peneliti tidak
menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan
72Ibid, hlm. 40. 73 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya Offset, 2014), hlm.
186.
lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman wawancara yang digunakan hanya
berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan. 74
Jenis wawancara yang dilakukan oleh peneliti adalah wawancara bebas, yakni
wawancara yang dilakukan peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang
telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya, pedoman
yang digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan.
Dalam wawancara tidak terstruktur ini peneliti belum mengetahui secara pasti data apa
yang diperoleh sehingga peneliti lebih banyak mendengarkan apa yang diceritakan oleh
informan.
c) Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah mencari data yang berupa catatan, transkrip, buku,
surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, legger, agenda dan sebagainya.75
Dokumentasi asal katanya adalah dokumen yang berarti barang-barang tertulis.
Dokumen dalam penelitian kualitatif ada dua yaitu dokumen resmi dan dokumen tidak
resmi dan tidak resmi.
Dalam hal ini, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data dengan cara
mengambil dua dokumen, yaitu dokumen resmi dan tidak resmi.76 Dokumen resmi
misalnya seperti teks tertulis dari materi dakwah yang disampaikan, jadwal pengajian
dan lain sebagainya. Sedangkan dokumen tidak resmi ialah dokumen yang menjadi
tambahan untuk kelengkapan data misalnya seperti dokumentasi dari hasil penelitian
74 Sugiyono, Metodologi Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung:
Alfabeta, 2017), hlm. 194. 75 Suharsimi Arkunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2013), hlm.
274. 76 Salim dan Syahrum, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Cita pustaka media, 2007), hlm. 145.
yang berbentuk foto maupun video selama berada di lokasi penelitian serta jadwal
pembelajaran fiqih.
6. Tekhnik Analisis Data
Anasis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan cara bekerja dengan
data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola,
mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa
yang dipelajari dan apa yang akan diceritakan kepada orang lain.77
Dalam menganalisis data pada penelitian ini, peneliti menggunakan analisa isi
dengan pendekatan analisis induktif. Analisa isi merupakan teknik penelitian untuk
membuat suatu kesimpulan yang diambil dari bukti faktual yang dapat ditiru dengan
memperhatikan konteksnya.78 Dikatakan induktif karena peneliti sebagai peneliti tidak
memaksakan diri untuk membatasi penelitian pada upaya menerima atau menolak dugaan-
dugaannya, melainkan mencoba memahami situasi sesuai dengan bagaimana situasi
tersebut menampilkan diri.79
Metode ini digunakan oleh peneliti untuk menganalisis data yang khusus kemudian
ditarik generalisasi yang mempunyai sifat umum. Dalam hal ini peneliti menganalisis data-
data hasil observasi, dokumentasi, dan wawancara kemudian ditarik kesimpulan secara
umum tentang upaya serta faktor yang menjadi pendorong dan penghambat dalam
penerapan pembelajaran fiqih kelas ula di pondok pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru.
7. Pengecekan Keabsahan Data
77 Lexi J Meleong, Metode Penelitian… hlm. 103 78 Ibid., hlm. 231 79 E. Kristi Peorwandari, Pendekatan Kualitatif Dalam Penelitian Psikologi, (Jakarta: Lembaga
Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3) UI, 1998), hlm. 31.
Adapun teknik pemeriksaan keabsahan data, di sini peneliti menggunakan
triangulasi. Menurut Lexy J. Moleong, triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan
data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Di luar data itu untuk keperluan pengecekan
atau sebagai pembanding terhadap data itu.80 Dengan kata lain, dengan triangulasi, peneliti
dapat me-recheck temuannya dengan jalan membandingkannya dengan berbagai sumber,
metode, atau teori. Untuk itu peneliti dapat melakukannya dengan jalan :
a. Mengajukan berbagai macam variasi pertanyaan
b. Mengeceknya dengan berbagai sumber data
c. Memanfaatkan berbagai metode agar pengecekan kepercayaan data dapat dilakukan.81
E. Sistematika Pembahasan
Penelitian ini terdiri dari empat bab. Setiap bab mencakup beberapa sub bab. Adapun
keempat bab tersebut adalah sebagaimana akan peneliti paparkan pada paragraf berikutnya.
Bab pertama adalah pendahuluan yang mencakup latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kajian pustaka yang terdiri dari telaah pustaka dan
landasan teori, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.
Bab kedua menguraikan tentang letak geografis, sejarah berdiri dan berkembang, visi
dan misi, kurikulum, keadaan ustadz dan santri, struktur organisasi, dan keadaan sarana dan
prasarana.
Bab ketiga menguraikan tentang penerapan metode pembelajaran fiqih di Pondok
Pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beruserta faktor pendorong dan penghambat pembelajaran
fiqih Pondok Pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru.
Bab keempat adalah penutup yang meliputi simpulan, saran, dan kata penutup.
80 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian..., hlm. 330. 81 Ibid, hlm. 332.
BAB II
PAPARAN DATA DAN TEMUAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru
Pondok pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru didirikan oleh seorang Kyai yang
bernama Kyai Taslim. M.Ag. Beliau adalah salah satu dari ribuan santri pondok modern
gontor. Beliau menempuh Pendidikan selama 14 tahun lalu pulang ke tanah kelahirannya
di salah satu desa di pulau Sumbawa yakni Jotang Beru. Pada hari selasa 26 Juni 1990
beliau mendirikan pondok pesantren Daarul Muttaqiin, santri pada angkatan pertama hanya
berjumlah 12 orang, kegiatan pembukaan tersebut juga dihadiri oleh para wali santri.
Kegiatan belajar pertama kali pondok pesantren Daarul Muttaqiin bertempat di
kantor desa Jotang, hal ini dikarenakan pada saat itu kantor desa tersebut tidak difungsikan.
Setelah selang beberapa bulan karena beberapa hal, tepatnya tanggal 10 Oktober 1990
kegiatan belajar mengajar dipindahkan ke rumah pimpinan pondok sendiri di dusun Jotang
Beru. Kegiatan belajar mengajar dilakukan di kolong rumah beliau, karena model rumah
di daerah sumbawa memang dominan adalah merupakan rumah panggung.
Seiring berjalannya waktu jumlah santri meningkat, tempat kegiatan belajar
mengajarpun sudah tidak mencukupi untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Maka
atas usaha dan kerja keras dari pimpinan pondok beserta istri beliau Beru lah pada tanggal
11 November 1990 berpindah ke suatu tempat di dusun panto daya. Lokasi terserbut adalah
tanah yang dihibahkan oleh pihak desa kepada pihak pondok pesantren Daarul Muttaqiin
saat itu sampai dengan saat ini.
Pada masa awal beridirinya pondok pesantren Daarul Muttaqiin hanya diajar oleh
4 orang guru yakni Kyai Taslim selaku pimpinan pondok, ustdzah Boni Mufidah yang
Merupakan istri dari pimpinan pondok, dan dibantu oleh dua guru lainnya yakni ustadz H.
Udin dan Ustdzah Gustianti Farida. Namun semakin tahun santri pun semakin meningkat
jumlahnya begitupun juga dengan pengajarnya.82
2. Letak Geografis Pondok Pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru
Secara gografis pondok pesantren Daarul Muttaqiin berada di Desa Jotang Beru,
Kecamatan Empang Kabupaten Sumbawa Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan batas-
batas sebagai berikut.
- Sebelah Utara : Dusun Panto Daya
- Sebelah Timur : Persawahan Dusun Panto Daya
- Sebelah Selatan : Persawahan Dusun Panto Daya
- Sebelah Barat : Jalan Raya lintas Tero-Jotang Beru
Pondok pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Berumemiliki areal yang luasnya
11.799 m2.
3. Keadaan Santri Pondok Pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru
Dalam proses belajar mengajar di pondok pesantren, santri menduduki peranan
yang sangat penting, karena siswa yang akan menjadi tolak ukur berhasil tidaknya
pendidikan. Disamping itu, santri juga merupakan sasaran tujuan lembaga pendidikan
termasuk Lembaga pondok pesantren dalam pelaksanaan berbagai program pengajaran
dan pendidikan. Santri mempunyai pengaruh besar terhadap lancarnya proses belajar
mengajar, sehingga kemauan santri dalam belajar secara tidak langsung dapat membantu
82 Wawancara, Kyai Taslim (Pimpinan Pondok) Pada Tanggal 21 Mei 2019.
ustadz dalam pencapaian tujuan yang diharapkan.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa Santri yang tinggal dipondok pesantren Daarul
Muttaqiin juga mengikuti sekolah pagi di madrasah dengan tingkatan Pendidikan yang
berbeda-beda. Kebanyakan dari mereka adalah santri yang bersasal dari luar kecamatan
bahhkan ada abeberapa santri yang berasal ari luar kabupaten setempat. Jumlah santri
pondok pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru Tahun 2019 sebanyak 50 santri. Yang
terdiri dari 24 santri laki-laki dan 26 santriwati. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari
tabel berikut:
Tabel 1
Jumlah santri Pondok Pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru
Tahun 2019.83
No Kelas Laki-laki Perempuan Jumlah
1 Ula 11 Orang 13 Orang 24 Orang
2 wustho 9 Orang 8 Orang 17 Orang
3 Aliyah 4 Orang 5 Orang 9 Orang
Jumlah santri 50 orang
4. Keadaan Guru/ustadz
Guru/ustadz adalah orang yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan proses
belajar mengajar. Guru berkewajiban menyajikan dan menjelaskan materi pelajaran,
membimbing dan mengarahkan santri kearah pencapaian tujuan pengajaran yang telah
direncakan. Dalam hal ini dibutuhkan kemampuan dan profesionalisme guru/ustadz dalam
melaksanakan tugasnya. Oleh karena itu kapasitas dan kualitas guru/ustadz merupakan
83 Dokumentasi, Data Buku Induk Santri Pondok Pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru, Pada Tanggal 19
Mei 2019.
faktor yang utama dalam pencapaian tujuan. Untuk lebih jelasnya tentang tenaga
guru/ustadz pada lembaga yang dimaksud dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2 Data Guru/ustadz Pondok Pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru
Tahun 2019.84 No Nama Pendidikan Jabatan Alamat
1 Kyai Taslim
M.Ag
S2 Pendidikan Agama
Islam
Pimpinan Pondok Jotang
Beru
2 Boni Mufidah S1 Pendidikan Agama
Islam
Kepala Asrama
Putri
Jotang
Beru
3 Mufti Al Furqon S2 Pendidikan Bahasa
Ingris
Kepala Asrama
Putra
Jotang
Beru
4 Samudi S1 Pendidikan Bahasa
Arab
Pengajar Bahasa
Arab
Jotang
Beru
5 Furqon S1 Pendidikan Agama
Islam
Pengajar Hadist Jotang
Beru
6 Abdul Kholiq
Fajduani Azzikri
S1 Pendidikan Agama
Islam
Pengajar Fiqih
dan Tahfizh
Jotang
Beru
7 Ikin Kartina S1 Pendidikan Bahasa
Arab
Pengajar Bahasa
arab dan Tahfizh
Lab.
Bontong
8 Robib Muarifah S1 Pendidikan Agama
Islam
Pengajar
Muthola’ah dan
Mafuzot
Sinar Jaya
84 Dokumentasi, Data Guru Pondok Pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru, Pada Tanggal 19 Maret 2019.
9 Nurhirati S1 Pendidikan
Ekonomi
Pengurus SP 2
10 Andi Ihwandi MA Pengajar Tahfizh Jotang
Beru
5. Keadaan Sarana dan Prasarana Pondok Pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru
Setiap lembaga Pendidikan pondok pesantren dalam melaksanakan proses
pembelajaran maka hendaknya didukung oleh berbagai komponen yang terkait dengan
penddikan seperti sarana dan prasarana yang merupakan salah satu komponen dari
beberapa komponen dalam pendidikan dan pengajaran yang membentuk suatu sistem
yaitu suatu kesatuan yang utuh.
Sarana dan prasarana yang memiliki peran dan manfaat yang sangat besar guna
menunjang dan mendukung proses pembelajaran. Adapun sarana dan prasarana yang ada
di Pondok Pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Berudapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 3 Keadaan Sarana dan Prasarana Pondok Pesantren Daarul Muttaqiin Jotang BeruTahun
2019.85
No Jenis Sarpras Jumlah keadaan
1 Masjid 1 Baik
2 Asrama Putra 3 Baik
3 Asrama Putri 2 Baik
4 Perpustakaan 1 Baik
5 Papan tulis 3 Baik
85 Dokumentasi, Data Sarpras Pondok Pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru, Pada Tanggal 20 Mei 2019
6 Berugak Belajar 3 Baik
7 Ruang Kesehatan 1 Baik
8 Kantin Pondok 1 Baik
9 Leptop Pondok 1 Baik
10 Papan Pengumuman 1 Baik
11 Lapangan 3 Baik
12 Tempat Wudhu 2 Baik
13 Wc Santri 4 Baik
14 Wc Ustadz/Ustadzah 4 Baik
15 Sumur 2 Baik
16 Kolam Ikan 2 Baik
6. Struktur Organisasi Pondok Pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru
Sebagai lembaga pendidikan, pengorganisasian dan pengkoordinasian sangat
dibutuhkan dalam pencapaian tujuan. Hal ini penting untuk efektifitas dan efesiensi kerja.
Tabel 4 Bagan Struktur Organisasi Pondok Pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru
Tahun 2019.86 Pimpinan Pondok
Taslim M.Ag
Kepala Asrama Putri Kepala Asrama Putra
Boni Mufidah S.Pd.I M. Mufti Al Furqon M.Pd
86 Dokumentasi, Data Struktur Organisasi Pondok Pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru, pada tanggal 26
Mei 2019
Ustadz/Ustadzah
Mudabbir/Mudabbiroh
Santri/Santriwati
7. Visi dan Misi Pondok Pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru
a) Visi :
“Berkualitas dibidang IMTAQ dan IPTEK yang didasari panca jiwa Pondok Pesantren
yaitu keikhlasan, kesederhanaan, berdikari, kebebasan dan ukhuwah Islam iyah”87
b) Misi :
’’Mendidik kader umat yang bertaqwa kepada Allah SWT. beramal sholeh, berbudi
luhur, berbadan sehat, berpengetahuan luas, berfikir bebas dan berjiwa wiraswasta’’88
B. Penerapan Model Pembelajaran Kontekstual Pada Mata Pelajaran Fiqih Kelas Ula Di
Pondok Pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru
Pembelajaran kontekstual pada mata pelajaran fiqih kelas ula di pondok pesantren
Daarul Muttaqiin Jotang Beru sudah mulai dilakukan sejak tahun 2010 dan berjalan cukup
baik. Pelaksanaan pembelajaran kontekstual tersebut tidak terlepas dari peran serta segenap
ustadz dan ustadzah yang selalu mendukung kegiatan belajar mengajar di pondok pesantren
Daarul Muttaqiin Jotang Beru. Hal ini juga sebagaimana yang disampaikan oleh pimpinan
pondok pesantren Daarul Muttaqin Jotang Beru bahwa :
Pembelajaran kontekstual dipromosikan menjadi alternative model pembelajaran
87 Dokumentasi, Papan Visi Dan Misi Pondok Pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru Pada Tanggal 26 Mei
2019 88 Ibid
yang Beru. Disini (pondok pesantren Daarul Muttaqiin) dicoba diterapkan sejak tahun 2010. Selama ini Pendidikan disini didominasi oleh pandangan bahwa Pengetahuan sebagai seperangkat fakta-fakta yang harus dihafal. Kelas masih berfokus pada guru sebagai sumber utama model pembelajaran. Untuk itu diperlukan model belajar baru yang dapat memberdayakan santri. Sebuah model yang tidak harus monoton menghafal fakta-fakta, tetapi sebuah model yang mendorong siswa mengkonstruksikan keilmuan dibenak mereka sendiri dengan fakta-fakta yang terjadi di sekitar kehidupan nyata.89
Selanjutnya ustadz Zikri yang mengajarkan fiqih mengatakan bahwa :
Selama saya mengajar sudah menerapkan pembelajaran seperti ini (pembelajaran kontekstual). Termasuk pada pelajaran fiqih yang saya ajarkan di pondok ini. Tetapi saya baru tahu kalau pembelajaran seperti ini dinamakan pembelajaran kontekstual. Dalam mengajar saya selalu dan sering menerapkan strategi belajar seperti ini. Karena saya kira ini adalah pembelajaran yang paling menyenangkan. Dari komponen yang ada dalam pembelajaran kontekstual sangat sering bahkan selalu saya terapkan. Secara teori saya tahu dari buku. Buku tentang pembelajaran kontekstual (dari perpustakaan, media masa, media elektronik, dan lain-lain). Sedangkan secara pratek, salah satunya melalui pengajaran yang Anda amati selama ini.”
Fiqih merupakan salah satu pembelajaran agama yang banyak membahas tentang tata
cara beribadah agar sesuai dengan ajaran Islam , sehingga guru haruslah menjadi contoh yang
baik dalam pola beribadahnya. Yang peneliti dapat amati di pondok pesantren Daarul
Muttaqiin Jotang Beru adalah bagaimana komponen dan aspek pembelajaran kontekstual di
terapkan di dalam pembelajaran fiqih kelas ula.
Pembelajaran kontekstual lebih menekankan pada model pembelajaran yang
dikembangkan sendiri oleh guru. Beberapa model tersebut yang dapat peneliti amati pada
pembelajaran fiqih di pondok pesantren Daarul Muttaqin Jotang Beru sebagai berikut:
1. Mengembangkan pemikiran santri agar belajar dengan lebih bermakna.
Sebagaimana hasil obserasi yang peneliti lakukan, proses mengembangkan
pemikiran santri agar belajar dengan lebih bermakna adalah dengan cara merekonstrusksi
89 Wawancara, Kyai Taslim (Pimpinan Pondok), Pada Tanggal 26 Mei 2019
keilmuan yang dipelajari santri dengan kejadian yang ada lingkungan masyarakat skitar.
Contohnya pada saat pembelajaran fiqih, yang kebetulan pada saat itu sedang diajarkan
bab sholat. Ustadz Zikri mengajarkan tentang keutamaan sholat berjamaáh di masjid yang
mendapatkan keutamaan 27 derajat. Hal tersebut beliau ajarkan berdasarkan dalil hadist
Rosululloh yakni : “Sholat berjamaah lebih utama dibandingkan sholat sendiri dengan
perbedaan 27 derajat (pahala)90.
Dari pembelajaran di atas beliau mengkonstruksikan dengan hukum sholat bagi
masyarakat setempat yang berprofesi sebagai petani. Beliau menjelaskan tentang qoidah
fiqhiyyah yakni : “Menolak mudhorot (bahaya) lebih utama daripada mengambil
manfaat.91 Beliau menjelaskan bahwa petani mempunyai pekerjaan yang cukup berat.
Dengan menjadi petani tentunya masyarakat tidak akan bisa berjamaah di masjid. Hukum
tidak sholat berjamaáh bagi petani adalah bedasarkan qoidah fiqih atas bahwa petani tidak
bisa meninggalkan pertaniaanya.
Dengan pembelajaran diatas itu ternasuk dalam salah satu langkah dalam
pembelajaran kontekstual yakni guru mengembangakan pemikiran santri dengan cara
memberikan pengetahuan yang dimiliki dengan konteks kehidupa masyarakat sekitar.
Santri dilatih untuk bisa mengkonstruksikan pengetahuan yang dibenak mereka sendiri
dengan kondisi nyata yang mereka alami disetar kehidupan mereka.92
Informasi di atas di dukung oleh ustadz Zikri, beliau menuturkan :
Setelah saya menjelaskan bahasan ilmu yang tertuang dalam kitab maka saya akan memberikan ruang dan waktu kepada santri agar dapat mengkonstruksikan apa yang ada dalam benak mereka dengan ilmu yang telah mereka pelajari. Agar dari
90 Ibnu Hajar Al Asqalani, Bulughul Marom, Terjemah Ahmah Najieh, (Semarang: Pustaka Nuun, 2014), h.
101 91 Nashr Farid Muhammad Wasil Dan Abdul Aziz Muhammad Azam, Qowaid Fiqhiyyah, (Jakarta:
AMZAH, 2015) h. 86 92 Observasi, Pembelajaran Fiqih Kelas Ula Pondok Pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru, , Pada Tanggal
02 Juni 2019.
hal-hal tersebut mereka dapat merasakan manfaat dari ilmu yang mereka pelajari. Contohnya tentang sholat bagi para petani yang tidak bisa berjamaah di masjid, para santri akan berfikir bahwa sholat yang utama itu adalah berjamaah dimasjid. Namun bagaimana hukumnya dengan para petani yang tidak bisa sholat berjamaah dimasjid ? apakah pertanian yang harus ditinggalkan sehigga tidak mau Bertani lagi ? atau ada hukum yang menjadi pertimbangan sholat bagi para petani ?. Apabila mereka tidak menemukan permasalahan yang dapat mereka konstrusksikan dengan apa yang mereka pelajari maka saya selaku pengajar fiqih akan memberikan beberapa contoh kejadian untuk mereka pikirkan lalu kita pecahkan permasalahan hukumnya secara bersama-sama. Hal yang demikian saya lakukan agar para santri kedepannya dapat terlatih dalam menggunakan pemahaman yang mereka pelajari di pondok ketika nantinya mereka menghadapi berbagai kejadian yang Beru di tengah-tengah masyarakat.93
Zainal Abidin salah satu santri mengatakan :
Sebenarnya saya tidak senang mengikuti pembelajaran fiqih, karena biasanya ustadznya hanya membaca dan menjelasakan isi kitab dan kami hanya duduk diam mendengarkan dan men-dhobit94 kitab. Tapi karena ustadz yang mengajarkan fiqih memberikan keterkaitan antara materi yang kami pejajari dengan yang kami alami ditengah-tengah masyarakat maka bagi saya pembelajaran fiqih menjadi menarik”.95 Dari hasil pengamatan peneliti melihat bahwa guru/ustadz sudah menerapkan
pembelajaran kontekstual dengan salah satu prinsip yaitu konstruktivisme, ustadz
memberikan waktu kepada santri untuk merekonstruksikan apa yang mereka pelajari
dengan kejadian yang mereka alami sehari-hari di tengah-tengah masyarakat.
Salah satu Contohnya adalah pada hukum para petani yang tidak sholat berjamaáh
di masjid. Konsekwensi hukum mengatakan bahwa lebih utama berjamaáh sholat di
masjid, namun karena faktor pekerjaan yang menyebabkan para petani tidak bisa sholat
berjamaáh dimasjid. Hal-hal semacam itulah yang dilatih oleh ustadz untuk dipikirkan
konsekwensi hukum dari kejadian tersebut apakah keutamaan shola yang dikedapankan
93 Wawancara, Abdul Kholiq Fajduani Azzikri (Penggajar Fiqih), Pada Tanggal 02 Juni 2019 94 Dhobit dalam tradisi pesantren adalah proses memberikan sandangan kata dalam sebuah kitab dan
memaknainya dengan cara mengartikan perkata yang diletakkan menggantung di bawahnya. 95 Wawancara, Zainal Abidin, Santri Kelas Ula Pondok Pesantren Daaarul Muttaqiin Jotang Beru , Pada
Tanggal 02 Juni 2019.
sehingga meninggalkan pekerjaan sebagai petani ? atau dengan memberikan konsensus
hukum sholat bagi petani karena karena pekerjaannya.
2. Mengembangkan sifat ingin tahu santri melalu sebuah pertanyaan.
Sebagaimana hasil obserasi yang peneliti lakukan, proses mengembangkan sifat
ingin tahu santri melalui bertanya dilakukan oleh ustadz zikri ketika dalam pembelajaran.
pada saat pembelajaran fiqih, setelah belaiu telah selesai memberikan materi pembelajaran
dan mengkonstruksikan dengan konteks kehidupan masyarakat disekitar maka beliau
memberikan kesempatan kepada santri untuk bertanya tentang masalah apapun yang
berkaitan dengan materi yang di ajarkan. Ketika itu salah satu santri yang bernama
Muhammad Ade bertanya kepada ustadz Zikri yakni “Bagaimana hukum sholat bagi
seseorang yang berpergian atau Musafir ?”96
Dari langkah pembelajaran tersebut merupakan salah satu langkah yang di lakukan
oleh ustadz Zikri dalam rangka mengembangkan sifat ingin tahu santri dengan bertanya.97
Mengenai hal tersebut, ustadz zikri menyampaikan bahwa :
Kegiatan bertanya bagi santri itu tujuannya untuk menggali informasi, mengkompirmasi apa yang sudah diketahuinya. Santri belajar mengajukan pertanyaan tentang-gejala yang ada, belajar bagaimana merumuskan pertanyaan-pertanyaan dan belajar tentang bukti tentang penjelasan yang ada. Dalam pembelajaran produktif itu kegiatan bertanya berguna untuk : (1) menggali informasi baik administrasi maupun akademis (2) mengecek pemahaman santri (3) membangkitkan respon santri (4) mengetahui sejauh mana keingintahuan santri terhadap materi yang diajarkan (5) untuk mengetahui hal-hal yang diketahui santri (6) memfokuskan perhatian santri pada suatu titik fokus yang diinginkan ustadz (7) untuk membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari santri (8) untuk menyegarkan kembali pengetahuan santri.98 Muhammad Ade mengatakan merasa senang dengan pembelajaran fiqih di pondok
96 Observasi, Pembelajaran Fiqih Kelas Ula Pondok Pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru, Pada Tanggal
28 Mei 2019. 97 Ibid 98 Wawancara, Abdul kholiq Fajduani Azzikri (Penggajar Fiqih), Pada Tanggal 30 Mei 2019
pesantren Daarul Muttaqiin karena disetiap pembelajaran pasti diberikan waktu untuk
bertanya tentang permsalahan hukum yang kami temukan dikehidupan sehari-hari yang
belum kami temukan penyelsainnya hukumnya.99
Proses bertanya dalam suatu pembelajaran memang sangat penting untuk
meningkatkan keaktifan santri serta dapat mengukur sampai mana kepahaman para santri
terhadap materi yang diajarkan.
3. Mengahdirkan model sebagai contoh pembelajaran.
Sebagaimana hasil obserasi yang peneliti lakukan, proses menghadirkan model
sebagai contoh pembelajaran dilakukan pada pembelajaran fiqih di pondok pesantren
daarul muttaqiin oleh ustadz zikri sebagai pengajar fiqih. Berdasarkan pengamatan peneliti,
ketika menyampaikan materi tentang sholat subuh ustadz Zikri meminta salah satu santri
yakni Aladin untuk mempraktekkan gerakan sholat subuh yang menjadi materi
pembelajaran pada saat itu. Lalu Aladin maju kedepan dan mempraktekkan gerakan seholat
subuh dari awal hingga salam. Ketika Aladin mempraktekkan gerakan sholat subuh, ustadz
Zikri sambil menjelaskan mana gerakan yang benar dan mana yang salah. Hal tersebut
beliau dilakukan agar para santri melihat langsung bagaimana cara praktik yang benar dari
bab bahasan yang sedang dipelajari.100
Hal ini diperkuat dengan paparan ustadz Zikri;
Ustadz bukan satu-satunya sumber belajar bagi santri, ustadz bisa saja memanfaatkan hal-hal lainnya untuk mendukung terlaksananya pembelajaran yang lebih baik. Selain itu ustadz pasti memiliki keterbatasan yang akan menghambat dalam memberi pelayan yang sesuai dengan keiginan dan kebutuhan santri yang cukup heterogen. Oleh karena itu, tahap pemodelan dapat dijadikan alternative untuk mengembangkan pembelajaran santri, agar santri dapat memenuhi
99 Wawancara, Muhammad Ade, Santri Kelas Ula Pondok Pesantren Daaarul Muttaqiin Jotang Beru, Pada
Tanggal 30 Maret 2019. 100 Observasi, Pembelajaran Fiqih Kelas Ula Pondok Pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru, Pada Tanggal
30 Mei 2019.
harapannya secara menyeluruh dan mengatasi keterbatasan yang dimiliki oleh para ustadz.101
Kharunnisa salah satu santri pondok pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru
memaparkan:
Saya mudah faham dengan pembelajaran fiqih yang diajarkan karena disetiap ada materi yang berupa gerakan maka pembelajaran akan menggunakan salah seorang untuk mempraktekkan materi yang disampaikan. Sehingga apa yang disampai akan lebih saya difahami dengan melihat secara langsung praktiknya yang dilakukan oleh seseorang yang dijadikan sebagai model.102 Proses pemodelan adalah proses mempermudah pembelajaran santri karena santri
bukan hanya akan memahami semata namun para santri juga akan mengamati dan
mencontoh yang dipraktekan oleh model yang ditunjuk.
4. Faktor Pendorong Dan Penghambat Penerapan Model Pembelajaran Kontekstual
Pada Mata Pelajaran Fiqih Kelas Ula Di Pondok Pesantren Daarul Muttaqiin Jotang
Beru
Dalam sebuah penerapan model pembelajaran sudah pasti tidak terlepas dari
beberapa faktor yang terjadi pada prosesnya. Entah itu faktor yang mendorong terlaksananya
suatu pembelajaran atau bahkan juga faktor yang menghambat terlaksanya pembelajaran
tersebut. Diantara faktor-faktor yang terjadi di pondok pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru
yakni :
1) Faktor pendorong
Diantara faktor pendorong terlaksananya penerapan model pembelajaran
kontekstual pada mata pelajaran fiqih kelas ula di pondok pesantren Daarul Muttaqiin
101 Wawancara, Abdul Kholiq Fajduani Azzikri (Penggajar Fiqih), Pada Tanggal 30 Mei 2019 102 Wawancara, Kharunnisa, Santri Kelas Ula Pondok Pesantren Daaarul Muttaqiin Jotang Beru, Pada
Tanggal 30 Maret 2019
Jotang Beru adalah :
a) Kepemimpinan baik dari pimpinan pondok
Kyai Taslim merupakan alumni dari pondok pesantren modern Gontor.
Beliau belajar dan juga mengajar di Gontor selama kurang lebih 14 tahun. Sejak belajar
di pondok beliau sudah dikenal cerdas oleh teman-temannya bahkan sampai sekarang
beliau dikenal oleh masyarakat setempat sebagai orang alim dalam bidang ilmu Bahasa
arab dan juga fiqih.
Dengan kecerdasan beliau yang juga dibantu oleh sang istri beliau
berkomitmen untuk memajukan pondok pesantren Daarul Muttaqin dan terbuka
dengan segala hal apapun yang dapat mendukung manjunya pesantren. Meskipun
beliau bukan seseorang yang aktif menggunakan sosial media namun beliau adalah
orang yang banyak belajar hal-hal Beru dari anak-anak beliau yang menempuh
pendidikan di pulau jawa dan Lombok.
Maka sebagaimana pengamatan yang peneliti lakukan, dari hal tersebut di
atas yang mendasari beliau tidak fanatik terhadap hal-hal Beru yang jarang ada
pembelajaran pesantren.103
Sebagaimana yang beliau tuturkan :
Kemajuan pesantren ataupun pembelajaran di pesantren itu kuncinya kita harus mempersiapkan diri dengan hal-hal Beru yang sesuai dengan konteks zaman kita sekarang ini. Menjadi baik tidak musti menjadi fanatik dan anti tehadap kemajuan zaman. Karena orang hebat bukan dia yang kuat bertahan dengan prinsip lama, namun orang hebat adalah dia yang memegang prinsip lama yang baik dan dapat menaklukan perkembangan zaman yang bernuasa negative menajadi positive. Termasuk pada sistem ataupun model pembelajaran yang ada di pondok pesantren, tidak harus kaku dengan hanya menggunakan gaya lama, apabila ada model pembelajran Beru selama itu baik mengapa tidak kita mengadopsinya menjadi model pembelajaran di
103 Observasi, Pondok Pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru, Pada Tanggal 30 Mei 2019
pensantren.104
Ustadz Zikri mengatakan : Proses pembelajaran yang saya terapkan itu sebenarnya adalah atas dukungan dan respon yang baik dari pimpinan pondok (Kya Taslim). Beliau adalah sosok pemimpin yang baik dan selalu mendukung setiap apapun yang dilakukan oleh para ustadz selama itu membawa dampak positif kepada pembelajran pensantren. Dan beliau selalu mendukung kami para ustadz untuk berinovasi dan berkarya baik itu yang terkait masalah pembelajaran atau apapun yang sekiranya bisa berdampak baik untuk pesantren.105
Maka dari itu dalam hemat peneliti, bahwa telaksananya penerapan model
pembelajaran kontekstual pada mata pelajaran fiqih kelas ula di pondok pesantren
adalah karena kepemimpinan yang baik dari pimpinan pondok pesantren Daarul
Muttaqiin Jotang Beru.
b) Wawasan terbuka dari pengajar fiqih
Ustadz zikri yang merupakan pegajar fiqih kelas ula di pondok pesantren Daarul
Muttaqiin Jotang Beru adalah seorang ustadz yang merupakan anak kedua dari
pimpinan pondok. Beliau pernah belajar di pondok pesantren Al Falah Ploso Kediri
(Jawa) dengan rutinitas pembelajarannya adalah kitab kuning dan itu beliau tempuh
selama 4 tahun. Kemudian dengan ijazah pondok tersebut beliau melanjutkan kuliah
S1 ke Universitas Darussalam Gontor. Beliau mengambil jurusan Pendidikan Agama
Islam . Kemudian kembali ke pondok menjadi pengajar di madrasah dan di dalam
pondok.
Dalam pengamatan peneliti, dengan keilmuan yang ustadz Zikri selaku
pengajar fiqih maka beliau tidak menjadi yang orang yang kaku terhadap sistem
pembelajaran Beru . Selain itu beliau juga orang yang tidak anti sosial media. Jadi
104 Wawancara, Kyai Taslim (Pimpinan Pondok), Pada Tanggal 2 Mei 2019. 105 Wawancara, Abdul Kholiq Fajduani Azzikri (Penggajar Fiqih), Pada Tanggal 30 Mei 2019
dengan gaya tersebut, beliau juga tidak ketinggalan dengan informasi perkembangan
zaman yang terjadi di luar kehidupan pesantren.106
Sebagaimana beliau menegaskan :
Saya tidak pernah tertutup dengan pembaharuan dan perbaikan. Bagi saya, menjadi lebih baik itu harus terbuka dan selalu memperlajari apapun yang akan menambah wawasan kita baik itu strategi belajar, model, metode, media dan lain sebagainya. Temasuk tentang gaya pembelajaran Beru yang ditawarkan oleh para ahli yang sama sekali belum pernah saya liat pada pembelajaran pesantren, saya akan dengan senang hati mempertimbangkannya. Karena bagi saya ilmuan muslim tidak harus menutup diri dari kebaharuan zaman. Seorang muslim hendaknya mempertahankan budaya lama yang baik dan juga mengambil budaya Beru yang juga baik.107
Andin salah satu santriwati mengatakan : Ustadz zikri itu orang yang luas keilmuannya. Buktinya ketika kami belajar, beliau selalu saja memberikan cara berfikir yang Beru bagi kami untuk mengkaitkan pembelajaran yang kami pelajari dengan kejadian-kejadian yang dialami masyarakat. Beliau juga orang kudet dengan media jadi cara beliau mengajar itu modern dengan Bahasa-bahasa yang familiar di zaman sekarang.108 Dari wawancara tersebut di atas mengambarkan bahwa beliau merupakan sosok
pengajar yang berwawasan luas dan terbuka. Selain beliau merupakan lulusan dari dua
pesantren ternama yakni Al Falah Ploso dan Pesantren Moderen Gontor, beliau juga
merupakan sosok yang tidak anti dengan gaya-gaya Beru selama itu baik.
c) Ketersediaan sarpras yang memadai
Keterseidiaan sarana dan prasana adalah salah satu faktor pendukung
terlaksananya suatu pembelajaran yang baik. Hal itu juga berdampak pada penerapan
model pembelajaran kontekstual mata pelajaran fiqih kelas ula di pondok pesantren
106 Observasi, Keadaan Pondok Pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru, Pada Tanggal 30 Mei 2019 107 Wawancara, Abdul Kholiq Fajduani Azzikri (Penggajar Fiqih), Pada Tanggal 30 Mei 2019 108 Wawancara, Andin, Santri Kelas Ula Pondok Pesantren Daaarul Muttaqiin Jotang Beru, Pada Tanggal 30
Maret 2019
Daarul Muttaqiin Jotang Beru.
Sebagaimana yang peneliti amati, bahwa di pondok pesantren Daarul
Muttaqiin Jotang Beru terdapat sarana dan prasarana yang mendukung terlaksananya
proses pembelajaran. Contoh pentingnya adalah ketersediaan perpustakaan yang di
dalamnya terdapat buku-buku yang memadai untuk menjadi bahan bacaan santri.
Ketika beberapa prinsip pembelajaran seperti inquiri harus dilaksanakan sebagai salah
satu prinsip pembelajaran kontekstual maka santri dapat menggunakan perpustakaan
untuk mencari materi yang ditugaskan.109
Ustadz zikri mengatakan :
Ketersediaan perpustakaan memang sangat mendukung penerapan pembelajaran kontekstual disini. Karena perpustakaan itu menjadi sarana yang sangat dibutuhkan oleh santri untuk mencari bahan bacaan atau untuk memenuhi prinsip dari pembelajaran kontekstual disini. Contohnya aja ketika proses inquiri dilakukan, maka ketersediaan perpustakaan itu sangat membantu santri.110
Asvina salah satu santri mengatakan : Kami sangat terbantu dengan adanya perpustakaan di pesantren ini. Bukunya juga cukup memadai untuk dibaca sebagai penambah bacaan kami. Apalagi ketika ada penugasan untuk mencari sendiri materi pembelajaran yang akan kami pelajari kami sangat merasa senang karena ada perpustakaan yang kami tuju untuk mencari buku bacaan terkait tugas yang diberikan kepada kami.111 Ketersediaan sarana dan prasarana memang sangat menunjang untuk
terlaksananya sebuah proses pembelajaran yang baik. Dengan dukungan sarpras yang
memadai akan menambah sumber belajar dan membuat santri bisa membaca lebih
banyak keilmuan lainnya.
109 Observasi, Pembelajaran Fiqih Kelas Ula Pondok Pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru, Pada Tanggal
30 Mei 2019. 110 Wawancara, Abdul Kholiq Fajduani Azzikri (Penggajar Fiqih), pada tanggal 30 Mei 2019 111 Wawancara, Asvina, Santri Kelas Ula Pondok Pesantren Daaarul Muttaqiin Jotang Beru, Pada Tanggal
30 Maret 2019
2) Faktor penghambat
Secara umum dalam penerapan model pembelajaran kontekstual pada mata
pelajaran fiqih kelas ula di pondok pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru tidak terlalu
mendapat penghambat yakni Perbedaan latar belakang Pendidikan santri
Waktu menjadi permasalahan dalam pembelajaran kontekstual, mengingat
ada beberapa prinsip yang perlu dilaksanakan dari konstruktivisme sampai dengan
penilaian. Hal ini tentunya berbeda dengan pembelajaran pesantren pada umumnya.
Ustadz Zikri mengatakan :
Latar belakang santri yang berbeda-beda menjadi kendalanya keberlangsungan pembelajaran kontekstual disini. Dengan hal itu saya sebagai pengajar membutuhkan waktu yang cukup banyak dan juga tenaga ekstra untuk menyamakan pemahaman santri-santri yang belajar dalam satu proses pembelajaran namun latar belakang Pendidikannya berbeda.112
Irfansyah salah seorang santri mengatakan :
Kami disini dari beberapa daerah yang berbeda dan Pendidikan yang berbeda juga. Ada yang dari sekolah dasar negeri dan juga ada yang lulusan dari madrasah Ibtidaiyah. Saya sendiri sebagai salah satu dari santri dengan latar belakang Pendidikan formal SD, karena itu saya kadang-kadang agak ketinggalan dari teman-teman saying yang memang latar belakang pendidikannya adalah Madrasah Ibtidaiyah.113 Dari paparan beliau di atas jelas bahwa kendala yang terjadi di pondok
pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru yaitu tentang latang belakang Pendidikan
santri yang relative berbeda-beda.
112 Wawancara, Abdul Kholiq Fajduani Azzikri (Penggajar Fiqih), Pada Tanggal 30 Mei 2019 113 Wawancara, Andin, Santri Kelas Ula Pondok Pesantren Daaarul Muttaqiin Jotang Beru, Pada Tanggal 30
Maret 2019
BAB III
PEMBAHASAN
A. Penerapan Model Pembelajaran Kontekstual Pada Mata Pelajaran Fiqih Kelas Ula Di
Pondok Pesantren Daarul Muttaqiin
Pembelajaran kontekstual lebih menekankan pada model pembelajaran yang
dikembangkan sendiri oleh guru/ustadz. Penerapan model pembelajaran fiqih kelas ula di
pondok pesantren Daarul Muttaqin Jotang Beru tersebut yang dapat peneliti amati adalah
sebagai berikut :
1. Mengembangkan pemikiran santri agar belajar dengan lebih bermakna (kontruktivisme).
Rudi hartono mengatakan dalam bukunya bahwa konstruktivisme merupakan
proses menyusun pengetahuan Beru dalam struktur kogntif santri melalui pengalaman.
Dalam pandangan ini pengetahuan itu memang berasal dari luar, akan tetapi dikonstruksi
oleh dan dari dalam diri seseorang lewat pengalaman.114
Piaget menyatakan hakikat pengetahuan sebagai berikut :
1. Pengetahuan itu konstruksi kenyataan melalui kegiatan seseorang untuk terus
berkembang.
2. Subjek membentuk skema kognitif, kategori, konsep dan struktur yang perlu untuk
proses dinamika pengetahuan
3. Pengetahuan terbentuk lewat struktur konsepsi. Struktur konsepsi membentuk
pengetahuan bila konsepsi itu berlaku dalam berhadapan dengan pengalaman-
pengalaman seseorang.115
Oleh karena itulah model pemeblajaran kontekstual di pondok pesantren Daarul
114 Rudi Hartono, Ragam Model Mengajar Yang Diterima Murid, (Jogjakarta: Diva Press, 2013) hlm. 89 115 Ibid, hlm. 90
Muttaqiin Jotang Beru selalu mendorong santri selalu mengkonstruksi pengetahuannya
melalui proses pengamatan dan pengalaman.
Sejalan dengan hal tersebut dalam hemat peneliti bahwa pengetahuan akan lebih
bermakna ketika melalui pengalaman. Apabila ada pengetahuan yang didapatkan dari
proses pemberian semata, maka akan menjadi pengetahuan yang kurang bermakna. Atas
dasar itulah, penerapan asas konstrukstivisme dalam pembelajaran fiqih kelas ula di pondok
pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru untuk mendorong santri untuk mampu
mengembangkan pengetahuannya melalui pengalaman yang mereka dapatkan sendiri.
2. Mengembangkan sifat ingin tahu santri melalu sebuah pertanyaan (Questioning)
Bertanya merupakan stimulus efektif yang mendorong kemampuan berfikir.116 Dan
kemampuan mengemukakan pendapat/gagasan/jawaban.117 Bertanya dan menjawab
pertanyaan adalah salah satu proses penting dalam sebuah pembelajaran. Bertanya dapat
dipandang sebagai refleksi keingintahuan dan menjawab pertanyaan mencerminkan
kemampuan seseorang dalam berfikir.118
Oleh karena itu dalam penerapan model pembelajaran kontekstual di pondok
Pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru ustadz tidak hanya menyampaikan informasi atau
pengetahuannya begitu saja, kadang kala ustadz juga meransang santri agar dapat mencari
dan menemukan sendiri dengan cara bertanya.
Rusman berpendapat bahwa bertanya merupakan strategi utama dalam sebuah
pembejaran. Karena melalui bertanya pembelajaran pembelajaran akan lebih hidup, akan
mendorong proses dan hasil dari sebuah pembelajaran akan lebih mendalam, dan akan
116 J. Hasibuan, dkk, Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), hlm. 62 117 Didie Supriadie dan Deni Darmawan, Komunikasi Pembelajaran, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2012), hlm. 155. 118 Rudi Hartono, Ragam Model Mengajar Yang Diterima Murid,,,, hlm. 92
banyak ditemukan unsur-unsur yang terkaityang sebelumnya tidak terpikirkan baik oleh
gur/ustadz maupun siswa/santri.119
3. Mengahdirkan model sebagai contoh pembelajaran (Modeling).
Menghadirkan model atau modeling adalah proses pembelajaran dengan
memeragakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru siswa atau santri, seperti
guru/ustadz mempraktikkan gerakan berwudhu dan sholat. Pada dasarnya, proses modeling
tidak terbatas pada guru saja, akan tetapi dapat juga guru/ustadz memanfaatkan siswa/santri
yang memiliki kempuan lebih untuk mempraktekkan gerakan sholat agar dapat dilihat,
diperhatikan dan dipraktekkan oleh teman-teman yang lain. Dengan demikian siswa dapat
dianggap sebagai model.120
Sebagaimana yang peneliti amati pada pembelajaran fiqih kelas ula di pondok
pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru yakni pada saat pembelajaran yang berupa gerakan
atau praktek, maka pada saat pembelajaran ustadz menghadirkan salah satu dari santri
untuk menjadi model yang mempratekkan materi yang sedang dipelajari.
B. Faktor Pendorong Dan Penghambat Penerapan Model Pembelajaran Kontekstual Pada
Mata Pelajaran Fiqih Kelas Ula Di Pondok Pesantren Daarul Muttaqiin
Setiap proses suatu pembelajaran tidak akan terlepas dari beberapa faktor yang akan
terjadi. Beberapa faktor tersebut seperti faktor pendorong dan faktor penghambat berjalannya
sebuah pembelajaran. Termasuk pada proses pembelajaran kontekstual mat apelajaran fiqih
kelas ula di pondok pesantren daarul muttaqiin jotang beru yang juga menggalami faktor
pendorong dan juga faktor penghambat. Di antara faktor tersebut yakni :
119 Rusman, Seri Managmen Sekolah Bermutu: Mode-Model Pembelajaran Mengembangkan
Profesionalisme Guru,,,, hlm. 195 120 Rudi Hartono, Ragam Model Mengajar Yang Diterima Murid,,,, hlm. 94
1. Faktor pendorong
Faktor pendorong artinya sesuatu hal yang mendukung terlaksananya proses
pembelajaran pada suatu tempat. Adapun faktor tersebut yakni :
a. Kepemimpinan baik dari pimpinan pondok
Sebagaimana yang dapat peneliti amati, bahwa telaksananya model
pembelajaran kontekstual pada mata pelajaran fiqih kelas ula di pondok pesantren
Daarul Muttaqiin Jotang Beru adalah karena kepemimpinan yang baik dari beliau
selaku pimpinan pondok.
Pola kepemimpinan kepala suatu Lembaga Pendidikan harus dapat mendorong
kinerja para guru dengan tetap menunjukan rasa bersahabat, penuh pertimbangan
terhadap guru/ustadz baik sebagai individu maupun kelompok, dekat dan
kekeluargaan. Prilaku dan sikap seorang kepala Lembaga Pendidikan yang positif akan
dapat mendorong kelompok dalam mengarahkan dan memotivasi individu untuk
bekerja sama dalam kelompok tersebut dalam rangka mewujudkan tujuan suatu
lembaga atau organisasi.121
Kepemimpinan yang baik memang harus dimiliki oleh seorang pemimpin suatu
Lembaga Pendidikan. Agar suatu Lembaga Pendidikan dapat berjalan dengan baik
serta dapat mendorong terlaksananya suatu terobosan Beru yang dapat meningkatkan
kualitas suatu Lembaga tersebut.
b. Wawasan luas terbuka dari pengajar fiqih
Frinch dan crunkilton mengaratikan wawasan luas adalah suatu kompetensi
yang harus dimiliki oleh seorang guru. Kompentensi dalam artian penguasaan
121 Mulyasa, Manajmen Berbasis Sekolah, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005) hlm. 130
terhdapat suatu tugas, keterampilan, sikap dan apresiasi yang diperlukan untuk
menunjang keberhasilan. Dalam hal ini bahwa wawasan yang luas adalah merupakan
suatu kompentensi yang harus dimiliki oleh seorang guru untuk menunjang
keberhasilan suatu proses pembelajaran.122
Mc Ahsan berpendapat bahwa kometensi itu adalah seperangkat pengetahuan
atau wawasan yang luas, keterampiran dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang
yang telah menjadi bagian dari dirinya sehingga ia dapat melakukan prilaku-prilaku
kognitif, afektif dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya dalam suatu pembelajaran.123
Wawasan yang luas dan terbuka memang harus dimiliki oleh seorang pengajar.
Hal yang demikian agar proses suatu pembelajaran menjadi terarah dan sistematis.
Suatu pembelajaran yang baik akan terlaksana apabila seorang guru memiliki wawasan
yang baik dan terbuka untuk mengorganisasikan suatu proses pembelajaran.
c. Ketersediaan sarana dan prasarana
Sarana pendidikan merupakan semua fasilitas yang diperlukan dalam proses
belajar mengajar baik yang bergerak maupun tidak bergerak agar pencapaian tujuan
pendidikan dapat berjalan dengan lancar.124 Sedangkan menurut Ibrahim Mufadal
berpendapat prasarana pendidikan di sekolah bisa diklasifikasikan menjadi dua macam,
yaitu: (a) Prasarana pendidikan yang secara langsung digunakan untuk proses belajar
mengajar, seperti ruang teori, ruang perpustakaan, ruang praktik, dan ruang
laboratorium. (b) Prasarana sekolah yang keberadaannya tidak digunakan untuk proses
belajar mengajar, tetapi secara langsung sangat menunjang terjadinya proses belajar
122 Maimun, Kiat Sukses Menjadi Guru Halal, (Mataram, LEPPIM UIN Mataram, 2015) hlm. 19 123 Ibid, hlm. 19 124 Suharsimi Arikunto, dan Lia Yuliana, Manajemen Pendidikan, (Yogyakarta: Ditya Media, 2008), hlm.
273
mengajar, contohnya ruang kantor, kantin sekolah, tanah dan jalan menuju sekolah,
kamar kecil, ruang UKS, ruang guru, ruang kepala sekolah, dan tempat parker
kendaraan.125 Oleh karena itu Pentingnya sarana dan prasarana pendidikan Yaitu untuk
mempengaruhi dan mendukung aktivitas dan proses pembelajaran di sekolah secara
efektif dan efisien.
2. Faktor penghambat
Faktor penghambat adalah suatu yang menghambat terlaksananya sebuah proses
pembelajaran. Diantara faktor penghambat yang ada pada pembelajaran kontekstual pada
mata pelajaran fiqih di pondok pesantren Daarul Muttaqin Jotang Beru Empang Sumbawa
yakni Perbedaan latar belakang Pendidikan santri
Khoirul Anwar berpendapat bahwa perbedaan latar belakang Pendidikan siswa
akan mempengaruhi terjadinya kesuliatan dalam mendapatkan hasil belajar yang baik
dari suatu pembelajaran.126
Perbedaan latar belakang Pendidikan siswa tentunya akan mempengaruhi suatu
proses pembelajaran. jika pada suatu Lembaga Pendidikan memiliki siswa dari latar
belakang Pendidikan yang berbeda maka akan berdampak pada lambatnya proses
pemerataan pengetahuan siswa agar proses pembelajaran tidak memilki ketimpangan.
Faktor perbedaan adalah salah satu faktor yang menjadi penghambat
terlaksanya proses pembelajaran kontekstual di pondok pesantren Daarul Muttaqiin
Jotang Beru sehingga. Sehingga karena faktor tersebut pembelajaran fiqih kelas ula di
pondok pesantren Daarul Muttaiin Jotang Beru menjadi sedikit terhambat.
125 Ibrahim Mufadal, Seri Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan Berbasis Sekolah Manajemen
Perlengkapan Sekolah Teori dan Aplikasinya (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2003) h. 2-3 126 Khoirul Anwar, Pengaruh Latar Belakang Pendidikan Siswa Terhdap Proses Pembelajaran, (Tangerang,
Universitas Muhammadiyah Tangerang, 2013) hlm. 84
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan paparan data dan pembahasan di atas maka penelitil menyimpulkan
sebagai berikut :
1. Penerapan pembelajaran kontekstual pada mata pelajaran fiqih di pondok pesantren Daarul
Muttaqiin Jotang Beru sudah terlaksana dengan cukup baik. Ustadz pengajar fiqih serta
pimpinan pondok telah saling mendukung untuk menerapkan model pembelajaran
kontekstual dengan menjalankan langkah-langkah dan prinsip dasar dari pembelajaran
kontekstual. Adapun langkah-langkah serta prinsip tersebut adalah :
a. Mengembangkan pemikiran anak agar belajar lebih bermakna (Konstruktivisme)
b. Mengembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya (Questioning)
c. Menghadirkan model sesebagai contoh (Modeling)
2. Faktor pendorong dan penghambat penerapan pembelajaran kontekstual mata pelajaran
fiqih kelas ula di pondok pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru.
Faktor pendorong penerapan pembelajaran kontekstual mata pelajaran fiqih kelas
ula di pondok Pesantren Daarul Muttaqiin Jotang Beru yakni :
a. kepemimpinan yang baik dari pimpinan pondok
b. wawasan yang luas daqrn terbuka dari pengajar fiqih
c. ketersedian sarana dan prasarana.
Faktor penghambat penerapan pembelajaran kontekstual pada mata pelajaran fiqih
kelas ula di pondok Pesantren Daarul Muttaqiin yakni perbedaan latar belakang pendidikan
santri sehingga memerlukan waktu yang cukup lama untuk menyamakan keilmuan.
B. Saran
Untuk pimpinan pondok agar kedepannya tetap mempertahankan gaya kepimpinan
yang baik untuk mengelola pesantren. Namun agar kedepannya dapat menigkatkan keadaan
pesantren agar tidak terlalu terkotaminasi dengan kehidupan masyarakat. Salah satu hal yang
bisa dilakukan adalah dengan membuat pagar pembatas pesantren dengan lingkungan
masyarakat. Selanjutnya kedepannya akan lebih baik dengan kualitas pembelajaran yang
cukup baik agar dapat ditunjang dengan kuantitas santri yang ada. Salah satu hal yang dapat
dilakukan adalah merangkul alumni untuk semakin giat mempromosika pesantren.
Untuk pengajar fiqih semoga kedepannya akan dapat mempertahankan atau bahkan
meningkatkan model pembelajaran agar prinsip-prinsip dari pembelajaran kontekstual dapat
terlaksana dengan lebih maksimal. Sehingga dengan pelaksanaan prinsip pembelajaran yang
maksimal akan berdampak kepada pemahan santri yang lebih baik lagi.
Untuk santri semoga selalu diberikan semangat untuk terus belajar dipondok
pesantren agar dapat menjadi penerus bangsa yang berdaya saing dan juga memiliki dasar ilmu
keagamaan yang baik. Dan kedepannya supaya lebih giat lagi dalam belajar serta dapat
menjalankan pembelajaran dengan lebih maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
A. Syafi’i Karim, Fiqih Ushul Fiqih; untuk UIN, STAIN, PTAIS. Bandung: CV. Pustaka Setia,
2006.
Abdul Majid, Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam . Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2014.
Abdul Majid, Strategi Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014.
Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul Fiqih, terj. Masdar Helmy. Bandung : Gema Risalah Press,
1997.
Abdullah Ahmed An Na’im, Dekonstruksi Syariah: Wacana Kebebasan Hak Sipil, Hak Asasi
Manusia Dan Hubungan Internasional Dalam Islam (Toward An Islam ic Reformation:
Civil Liberties, Human Right and International Law). diterjemahkan oleh Ahmad Suaedi
and Amirudin Arrani (Jogyakarta: LKIS, 1994.
Agus jayadi, Penerapan Model Pembelajaran Kontekstual Dengan Pendekatan Learning
Community Dalam Meningkatkan Keaktifan Belajar Siswa Pada Bidang Studi Fiqih’pokk
Bahasan Sholat Jenazah Di Kelas X MA Nurul Wathon Nw Plambik. Mataram: Fakultas
Tarbiyah Uin Mataram, 2014.
Ahmad Rofi’i, Pembelajaran Fiqih. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen
Agama RI, 2009.
Ali Sobirin, "Menuju Kerjasama Lintas Agama", http://www.Islam
emansipatoris.com/artikel.php?id=405, diakses pada tanggal 24 Maret 20019.
Aris Shoimin, 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media, 2014.
Armai Arief, Pengantar Ilmu Dan Metodologi Pendidikan Islam . Jakarta: Ciputat Pers, 2002.
Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam , (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), hlm.
34.
Beni Ahmad Saebani dan Januri, Fiqih Ushul Fiqih. Bandung: Pustaka Setia, 2008.
Didie Supriadie dan Deni Darmawan, Komunikasi Pembelajaran, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2012), hlm. 155.
Djohar Makmun, Penerapan Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Literasi Dan
Argumentasi Santri Pondok Pesantren Daarul Ulum PUI Majalengka. Vol 21 No. 1
Januari 2014, (Majalengka, Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan IAIN Cirebon, 2014.
E. Kristi Peorwandari, Pendekatan Kualitatif Dalam Penelitian Psikologi. Jakarta: Lembaga
Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3) UI, 1998.
Elaine B. Johnson, Contextual Teaching and Learning, Terj. Ibnu Setiawan. Bandung: Kaifa,
2010.
Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif Analisis Data. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010.
Fathuddin, Penerapan Contextual Teaching And Learning Dengan Metode Inquiri Dalam
Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam
Kelas III Di SDN 59 Kota Bima Mataram: Fakultas Tarbiyah UIN Mataram, 2014.
HA. Mukti Ali, Pondok Pesantren dalam Sistem Pendidikan Nasional: dalam Pembangunan
Pendidikan dalam Pandangan Islam . Surabaya: IAIN sunan ampel, 1986.
Hamruni, Strategi Pembelajaran. Yogyakarta: Insan Madani, 2012.
Hasbi Indra, Pesantren dan Tranformasi Sosial: Studi Atas Pemikiran KH. Abdullah Syafi’ie
dalam Bidang Pendidikan Islam . Jakarta: Penamadani, 2003.
Ibnu Hajar Al Asqalani, Bulughul Marom, Terjemah Ahmah Najieh. Semarang: Pustaka Nuun,
2014.
Ibrahim Mufadal, Seri Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan Berbasis Sekolah Manajemen
Perlengkapan Sekolah Teori dan Aplikasinya. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2003.
J. Hasibuan, dkk, Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009.
Khoirul Anwar, Pengaruh Latar Belakang Pendidikan Siswa Terhdap Proses Pembelajaran,
(Tangerang, Universitas Muhammadiyah Tangerang, 2013) hlm. 84
Kokom Komalasari, Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi. Bandung: PT Refika
Aditama, 2013.
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya Offset, 2014.
M. Amin Abdullah, Islam ic Studies di Perguruan Tinggi; Pendekatan Integratif- Interkonektif.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006.
M. Dian Nafi’, dkk, Praksis Pembelajaran Pesantren. Yogyakarta: Instite for training and
development (ITD) Amherst, 2007.
M. Sulthon Masyhud dan Moh. Khusnurdilo, Manajemen Pondok Pesantren. Jakarta: Diva
Pustaka, 2003.
Mahmud Arif, Involusi Pendidikan Islam : Mengurai Problematika dalam Perspektif Historis-
Filosofis. Yogyakarta: Idea Press, 2006.
Maimun, Kiat Sukses Menjadi Guru Halal. Mataram, LEPPIM UIN Mataram, 2015.
Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning, Pesantren, dan Tarekat: Tradisi-tradisi Islam di
Indonesia. Bandung: Mizan, 1995.
Masnur Muslih, KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual. Jakarta: Bumi
Aksara. 2014.
Milan Rianto, Pendekatan, Strategi, dan Metode Pembelajaran. Malang: Departemen Pendidikan
Nasional, 2006.
Muhammad Muchlis Solichin, Psikologi Belajar Aplikasi Teori-teori Belajar dalam Proses
Pembelajaran. Yogyakarta: Suka Press, 2012.
Mulyasa, Manajmen Berbasis Sekolah. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005.
Mulyono, Strategi Pembelajaran Menuju Efektivitas Pembelajaran di Abad Global. Malang: UIN-
Maliki Press, 2012.
Nashr Farid Muhammad Wasil Dan Abdul Aziz Muhammad Azam, Qowaid Fiqhiyyah. Jakarta:
AMZAH, 2015.
Nur Chasanah, “Karakteristik Materi Fiqih dan Macam-Macam Metode Pembelajaran yang
Cocok dengan Materi Fiqih”, http//annuramadhani.blogspot.com/5/2014/html. diakses
pada 8 April 2019
Nurcholish Madjid, Bilik-Bilik Pesantren, Sebuah Potret Perjalanan. Jakarta: Paramadina, 1997.
Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam . Jakarta: Kalam Mulia, 2005.
Ridlwan Nasir, Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal, Pondok Pesantren di Tengah Arus
Perubahan. Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2005.
Rudi hartono, Ragam Model Mengajar Yang Mudah Diterima Murid. Jogjakarta: Diva Perss,
2013.
Rusman, Seri Menegmen Bermutu, Model-Model Pembelajaran Mengembangkan
Profesionalisme Guru. Jakarta: Rajwali Perss, 2014.
Sahal Mahfudh, Nuansa Fiqih Sosial. Yogyakarta: LKiS, 2004..
Salim dan Syahrum, Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Cita pustaka media, 2007.
Sugiyono, Metodologi Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.
Bandung: Alfabeta, 2017.
Suharsimi Arikunto, dan Lia Yuliana, Manajemen Pendidikan. Yogyakarta: Ditya Media, 2008.
Suharsimi arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta, 2010.
Suriadi, Pendekatan Kontekstual Dalam Pembelajaran Fiqih, Studi Kasus di MIN Sekuduk
Sambas. Vol 3. No. 1 0ktober 2017 Sambas: IAIN Sultan Muhammad Syaifudin Sambas,
2017.
Sutrisno Hadi, Metodologi Research II. Yogyakarta: Yayasan Penerbit Fak. Psikologi UGM, 1993.
Suyadi, Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013.
Trianto Ibnu Badar al-Tabany, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif, Progresif, dan
Kontekstual. Jakarta: Prenada Media Group, 2014.
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana,
2011.
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai. Jakarta: LP3ES,
1982.
Zuhairini dan Abdul Ghofir, Metodologi Pembelajaran. Malang: UM PRESS, 2004.