Kebudayaan dalam Kajian Sosiologi

48
KEBUDAYAAN SKRIPSI Ditulis untuk Memenuhi Tugas Terstruktur Matakuliah Sosiologi Oleh: Pamela Sakina 135120201111096 Tiara Amelia 135120201111102 Adryan Dwi K. 135120207111004 Devina Maharani 135120207111046 Galuh Pandu L. 135120207111052 Astika Nurmadioni 135120207111058 Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya Malang 2013 KATA PENGANTAR

Transcript of Kebudayaan dalam Kajian Sosiologi

KEBUDAYAAN

SKRIPSI

Ditulis untuk Memenuhi Tugas Terstruktur

Matakuliah Sosiologi

Oleh:

Pamela Sakina 135120201111096

Tiara Amelia 135120201111102

Adryan Dwi K. 135120207111004

Devina Maharani 135120207111046

Galuh Pandu L. 135120207111052

Astika Nurmadioni 135120207111058

Jurusan IlmuKomunikasi

Fakultas Ilmu Sosialdan Ilmu Politik

Universitas BrawijayaMalang

2013KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang

selalu memberikan limpahan rahmat kesehatan, kekuatan dan

kesabaran, serta petunjuk dan bimbingan-Nya kepada penulis

sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul

“KEBUDAYAAN”.

Dalam upaya penyusunan tugas akhir ini penulis menyadari

bahwa kelancaran penyusunan karya tulis ini adalah berkat

bantuan dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu

penulis menyampaikan terima kasih kepada pihak pihak yang

telah membantu dalam penyusunan tugas akhir ini.

Dalam penyusunan tugas akhir ini, penulis telah berusaha

menyajikan yang terbaik. Penulis berharap semoga tugas akhir

ini dapat memberi manfaat bagi semua pihak.

Malang, 17 Desember 2013

Penulis

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ………………………………………………………………………….i

Daftar Isi ………………………………………………………………………………..ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ………..……………………………………………………..…..1

1.2 Rumusan Masalah …..……………………………………………………….......2

1.3 Tujuan Penelitian …...…………………………………………………………....2

1.4 Manfaat Penelitian …………………………………………………………….....2

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1

Kebudayaan .................................................

.........................................................4

2.1.1

2.1.2

2.1.3

2.1.4

2.1.5

2.1.6

2.1.7 ..................................................

..........................5

2.2

Globalisasi ................................................

............................................................

BAB III PEMBAHASAN

3.1 .......................................................

................................

3.2 .......................................................

................................

3.3 .......................................................

................................

3.4 .......................................................

................................

3.5 .......................................................

................................

BAB IV

5.1 Kesimpulan ………………………………………………..……………….

5.2 Saran .……………………………………………..………………………..

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………..

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebudayaan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia.

Masyarakat tidak mungkin tidak berhubungan dengan hasil-

hasil kebudayaan. Setiap hari masyarakat melihat,

mempergunakan, dan bahkan kadamg-kadang masyarakat merusak

kebudayaan. Masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang

menghasilkan kebudayaan, dengan demikian tak ada masyarakat

yang tidak mempunyai kebudayaan, dan sebaliknya tak ada

kebudayaan tanpa masyarakat sebagai wadah dan pendukungnya.

Rasa saling menghormati dan menghargai akan tumbuh apabila

antar sesama manusia menjujung tinggi kebudayaan sebagai

alat pemersatu kehidupan, alat komunikasi antar sesama dan

sebagai ciri khas suatu kelompok masyarakat. Kebudayaan

berperan penting bagi kehidupan manusia dan menjadi alat

untuk bersosialisasi dengan manusia yang lain dan pada

akhirnya menjadi ciri khas suatu kelompok manusia. Manusia

sebagai mahluk sosial membutuhkan alat sebagai jembatan

yang menghubungkan dengan manusia yang lain yaitu

kebudayaan. Bagi bangsa Indonesia kebudayaan adalah salah

satu kekuatan bangsa yang memilki kekayaan nilai beragam

termasuk keseniannya. Kesenian rakyat adalah salah satu

dari kebudayaan bangsa Indonesia yang tidak luput dari

pengaruh globalisasi.

Globalisasi dalam kebudayaan dapat berkembang dengan

cepat, hal ini tentunya dipengaruhi oleh adanya kecepatan

dan kemudahan dalam memeroleh akses komunikasi dan berita

namun hal ini justru menjadi bumerang tersendiri dan

menjadi suatu masalah yang paling krusial atau penting

dalam globalisasi, yaitu kenyataan bahwa perkembangan ilmu

pengetahuan dikuasai oleh negara-negara maju, bukan negara-

negara berkembang seperti Indonesia. Akibatnya negara

tersebut selalu khawatir akan tergerus arus globalisasi

dalam berbagai bidang khususnya kebudayaan. Globalisasi

secara bertahap menghilangkan budaya asli suatu negara,

terjadi erosi nilai-nilai suatu budaya, menurunkan rasa

nasionalisme, dan patriotisme, hilangnya sifat kekeluargaan

dan gotong-royong, kepercayaan diri hilang, gaya hidup

kebarat-baratan serta masalah dalam eksistensi kebudayaan

daerah yang dapat kita lihat dari menurunnya rasa cinta

terhadap kebudayaan yang menjadi jati diri bangsa. Sebagai

generasi muda, kita seharusnya bisa menyeleksi mana yang

baik dan bermanfaat untuk masa depan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan globalisasi dan kebudayaan?

2. Apa pengaruh globalisasi terhadap kebudayaan bangsa

Indonesia?

3. Siapa yang bertanggung jawab terhadap erosi nilai-nilai

kebudayaan bangsa akibat globalisasi?

4. Mengapa globalisasi dapat memengaruhi nilai-nilai budaya

bangsa?

5. Dimana budaya bangsa dapat ditanamkan sehingga tidak

terkikis oleh pengaruh globalisasi?

6. Bagaimana globalisasi memengaruhi kebudayaan asli bangsa

Indonesia?

7. Bagaimana sikap generasi muda dalam menghadapi arus

globalisasi?

1.3 Tujuan Penulisan

Ada beberapa tujuan dari penulisan makalah ini, diantaranya

adalah:

1. Menjelaskan pengaruh globalisasi terhadap budaya bangsa

Indonesia.

2. Menyebutkan pihak-pihak yang terlibat dalam

penyebarluasan arus globalisasi.

3. Menjelaskan sebab-sebab masuknya arus globalisasi

4. Memaparkan cara-cara masuknya globalisasi kedalam

kebudayaan asli bangsa Indonesia serta bagaimana

menyikapinya.

5. Memberikan penjelasan kepada para generasi muda mengenai

pentingnya kebudayaan termasuk bagaimana mereka harus

bersikap dalam menghadapi arus globalisasi yang menggerus

nilai-nilai budaya bangsa.

1.4 Manfaat Penulisan

Penulisan makalah ini diharap dapat memberikan manfaat

untuk masyarakat terutama generasi muda. Generasi muda

diharapkan memahami secara mendasar mengenai makna

kebudayaan yang merupakan warisan luhur nenek moyang bangsa

Indonesia sehingga perlu dijiwai dan dilestarikan

keberadaannya. Perlunya sikap selektif terhadap berbagai

kebudayaan yang datang dari luar akibat globalisasi sehingga

dapat menghasilkan sikap positif untuk lebih menghargai

khasanah budaya bangsa dan bermanfaat untuk kemajuan bangsa

masa depan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kebudayaan

Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan

dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan

dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak

unsur yang rumit, termasuk sistem agama, politik, adat

istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan

karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya merupakan

bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak

orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis.

Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang

yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-

perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.

Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. Budaya

bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya

turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-

budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial

manusia..

Beberapa alasan mengapa orang mengalami kesulitan

ketika berkomunikasi dengan orang dari budaya lain terlihat

dalam definisi budaya: Budaya adalah suatu perangkat rumit nilai-nilai

yang dipolarisasikan oleh suatu citra yang mengandung pandangan atas

keistimewaannya sendiri."Citra yang memaksa" itu mengambil bentuk-bentuk

berbeda dalam berbagai budaya seperti "individualisme kasar" di Amerika,

"keselarasan individu dengan alam" di Jepang dan "kepatuhan kolektif" di Cina.

Citra budaya yang bersifat memaksa tersebut membekali

anggota-anggotanya dengan pedoman mengenai perilaku yang

layak dan menetapkan dunia makna dan nilai logis yang dapat

dipinjam anggota-anggotanya yang paling bersahaja untuk

memperoleh rasa bermartabat dan pertalian dengan hidup

mereka.

Dengan demikian, budayalah yang menyediakan suatu

kerangka yang koheren untuk mengorganisasikan aktivitas

seseorang dan memungkinkannya meramalkan perilaku orang

lain.

Beberapa pengertian budaya menurut para ahli:

1. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski

mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam

masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh

masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu

adalah Cultural-Determinism. Herskovits memandang kebudayaan

sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke

generasi yang lain, yang kemudian disebut

sebagaisuperorganic.

2. Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan

pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan

serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan

lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan

artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.

3. Menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan

keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung

pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat

istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat

seseorang sebagai anggota masyarakat.

4. Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan

adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.

Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh

pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan

memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide

atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga

dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat

abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda

yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang

berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat

nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan

hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang

kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam

melangsungkan kehidupan bermasyarakat.1

2.1.1 Fungsi Kebudayaan

Kebudayaan mempunyai fungsi yang sangat besar bagi

manusia dan masyarakat. Bermacam kekuatan yang harus

dihadapi masyarakat dan anggota-anggotanya. Manusia dan

masyarakat memerlukan pula kepuasan, baik di bidang

spiritual maupun materiil. Kebutuhan-kebutuhan

masyarakat tersebut di atas, sebagian besar dipenuhi

oleh kebudayaan yang bersumber pada masyarakat itu

sendiri.

Masyarakat melahirkan teknologi atau kebudayaan

kebendaan yang mempunyai kegunaan utama dalam kehidupan

masyarakat sehari-hari. Teknologi pada hakikatnya

meliputi paling sedikit tujuh unsur, yaitu:

1. Alat-alat produktif,

2. Senjata,

3. Wadah,

4. Makanan dan minuman,

5. Pakaian dan perhiasan,

6. Tempat berlindung dan perumahan, 

7. Alat-alat transportasi.

Dalam tindakan-tindakannya untuk melindungi diri

terhadap lingkungan alam, pada taraf permulaan

manusia bersikap menyerah dan semata-mata bertindak

di dalam batas-batas untuk melindungi dirinya. Taraf

tersebut masih banyak dijumpai pada masyarakat-

masyarakat yang hingga kini masih rendah taraf

kebudayaannya. Misalnya suku bangsa Kubu yang

tinggal di pedalaman daerah Jambi, masih bersikap

menyerah terhadap lingkungan alamnya. Rata-rata

mereka itu masih merupakan masyarakat yang belum

mempunyai tempat tinggal tetap, hal mana disebabkan

karena persediaan bahan pangan semata-mata

tergantung dari lingkungan alam. Taraf teknologi

mereka belum mencapai tingkatan dimana manusia

diberikan kemungkinan-kemungkinan untuk memanfaatkan

dan menguasai lingkungan alamnya.

Keadaannya berlainan dengan masyarakat yang sudah

kompleks, di mana taraf kebudayaannya lebih tinggi.

Hasil karya manusia tersebut, yaitu teknologi,

memberikan kemungkinan-kemungkinan yang sangat luas

untuk memanfaatkan hasil-hasil alam dan apabila

mungkin menguasai alam. Perkembangan teknologi di

negara-negara besar seperti Amerika Serikat, Soviet

Rusia, Perancis, Jerman dan sebagainya, merupakan

beberapa contoh dimana masyarakatnya tidak lagi

pasif menghadapi tantangan alam sekitar.

2.1.2 Unsur Kebudayaan Universal

Istilah ini menunjukkan bahwa unsur-unsur

kebudayaan bersifat universal, yaitu dapat dijumpai

pada setiap kebudayaan di manapun di dunia ini.

Tujuh unsur kebudayaan yang dianggap sebagai cultural

universals, yaitu: 

1. Peralatan dan perlengkapan hidup manusia

(pakaian perumahan, alat-alat rumah tangga,

senjata, alat-alat produksi transpor dan

sebagainya).

2. Mata pencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi

(pertanian peternakan, sistem produksi, sistem

distribusi dan sebagainya).

3. Sistem kemasyarakatan (sistern kekerabatan,

organisasi politik, sistem hukum, sistem

perkawinan).

4. Bahasa (lisan maupun tertulis).

5. Kesenian (seni rupa, seni suara, seni gerak dan

sebagainya). 

6. Sistem pengetahuan.

7. Religi (sistem kepercayaan).

2.1.3 Kebudayaan sebagai Sistem Norma

Kebudayaan berarti menyangkut aturan yang harus

diikuti, maka kebudayaan menentukan standar

perilaku. Sebagai contoh untuk bersalaman kita

mengulurkan tangan kanan; untuk menggaruk kepala

boleh menggunakan tangan kiri atau kanan. Istilah

norma memiliki dua kemungkinan arti. Suatu norma

budaya adalah suatu konsep yang diharapkan ada.

Kadang norma statis dianggap sebagai kebudayaan yang

nyata. Norma statis sering disebut sebagai suatu

ukuran dari perilaku yang sebenarnya, disetujui atau

tidak. Norma kebudayaan adalah seperangkat perilaku

yang diharapkan suatu citra kebuadayaan tentang

bagaimana seharusnya seseorang bersikap.  Kejadian

itu diteruskan kepada generasi penerus sebagai salah

satu kebiasaan.

2.1.4 Etnosentrisme

Etnosentrisme bisa diartikan sebagai pandangan

bahwa kelompoknya sendiri adalah pusat dari

segalanya dan semua kelompok lain dibandingkan dan

dinilai sesuai dengan standar kelompok sendiri.

Secara bebas bisa dikatakan etnosentrisme adalah

kebiasaan setiap kelompok untuk menganggap

kebudayaan kelompoknya sebagai kebuadayaan yang

paling baik. Kita mengasumsikan tanpa pikir atau

argumen bahwa masyarakat kita merupakan masyarakat

“progresif” sedangkan masyarakat di luar dunia

“terbelakang”, kesenian kita indah, sedangkan

kesenian lain aneh. 

Etnosentrisme membuat kebuadayaan kita sebagai

patokan untuk mengukur baik buruknya, tinggi

rendahnya dan benar atau ganjilnya kebudayaan lain.

Hal ini sering dinyatakan dalam ungkapkan orang-

orang terpilih, ras unguul, penganut sejati, dsb.

2.1.5 Xenosentrisme

Istilah ini berarti suatu pandangan yang lebih

menyukai hal-hal yang berbau asing. Xenosentrisme

adalah kebailkan yang tepat dari etnosentrisme. Ada

banyak kebanggaan bagi orang-orang tertentu ketika

mereka membayar lebih mahal untuk barang-barang

impor dengan asumsi bahwa segala yang datang dari

luar negeri lebih baik. 

2.1.6 Relativisme Kebudayaan

Kita tidak mungkin memahami perilaku kelompok

lain dengan sudut pandang motif, kebiasaan dan nilai

yang kita anut. Relativisme kebudayaan fungsi dan

arti dari suatu unsur adalah berhubungan dengan

lingkungan atau keadaan kebudayaannya. Motif,

kebiasaan, nilai suatu kebudayaan harus dinilai atau

dipahami dari sudut pandang mereka. Relativisme

kebuadayaan juga bisa diartikan “segala sesuatu

benar pada suatu tempat-tetapi tidak benar pada

semau tempat”.2

2.2 Globalisasi

Globalisasi diartikan sebagai proses yang menghasilkan

dunia tunggal (Robertson, 1992K 396). Masyarakat di seluruh

dunia menjadi saling tergantung di semua aspek kehidupan:

politik, ekonomi, dan kultural. Cakupan saling-tergantungan

ini benar-benar mengglobal. Kini orang dapat berbicara

mengenai strukutur global hubungan politik, ekonomi, dan

kultural yang berkembang melampau batas tradisional dan

mngikat satuan masyarakat yang sebelumnya terpisah ke dalam

satu sistem: sistem global.

Di bidang kultur terlihat kemajuan menuju keseragaman.

Media massa, terutama TV, mengubah dunia menjadi sebuah

“dusun global” (McLuhan, 1964). Informasi dan gambar

peristiwa yang terjadi di tempat yang sangat jauh dapat

ditonton jutaan orang pada waktu bersamaan. Suguhan

pengalaman kultural yang sama itu (Olimpiade, konser rock

sepak bola, dan sebagainya) menyatukan selera, presepsi dan

pilihan mereka. Contoh kecenderungan globalisasi ini adalah

jaringan TV (CNN) dan kotran (Herald Tribune). Aliran

barang konsumsi serupa yang menjangkau seluruh penduduk

dunia adalah Coca-Cola. Pergerakan penduduk – migrasi,

pengiriman tenaga kerja keluar negeri dan pariwisata –

memberikan peluang untuk mengenali pola kehidupan asing

secara langsung. Muncul bahasa global. Bahasa inggris

berperan sebagai alat komunikasi profesional di bidang

iptek, bisnis, komputer, dan untuk komunikasi pribadi dalam

bepergian. Tradisi kulutural pribumi atau lokal semakin

terkikis dan terdesak sehingga menyebabkan kultus konsumen

atau budaya massa model Barat menjadi kultur universal yang

menjalar ke seluruh dunia.

Hannerz melukiskan empat kemungkinan yang akan terjadi

dari penyatuan kultur di masa mendatang. Pertama,

homogenisasi global. Kultur Barat akan mendominasi seluruh

dunia. Seluruh dunia akan menjadi jiplakan gaya hidup, pola

konsumsi, nilai, dan norma, serta gagasan dan keyakinan

masyarakat Barat.

Kedua, versi khusus dari proses homogenisasi global

yang disebut kejenuhan. Tekanannya pada dimensi waktu. Makin

pelan-pelan makin bertahap masyarakat pinggiran menyerap

pola kultur barat, makin menjenuhkan mereka. Dalam jangka

panjang, setelah melewati beberapa generasi maka bentuk,

makna dan penghayatan kultur lokal akan lenyap di kalangan

masyarakat pinggiran

Ketiga, kerusakan kultur pribumi dan krusakan kultur

barat yang diterima. Bentrokan dengan nilai kultur pribumi

makin merusak nilai kultur barat yang diterima.

Keempat, kedewasaan. Berarti penerimaan kultur barat

melalui dialog dan pertukaran yang lebih seimbang ketimbang

penerimaan sepihak. Masyarakat pribumi menerima unsur

kultur Barat secara selektif; memperkayanya dengan nilai

lokal tertentu; dalam menerima gagasan Barat, masyarakat

pinggiran memberikan interpretasi lokal. Rakyat biasa pun

penting perannya. Mereka memberi makna tersendiri dan

mungkin mengubah unsur kultur impor itu serta memasukannya

menjadi unsur kultur mereka sendiri. Hasil akhirnya adalah

pencampuran kultur. 3

Maraknya media-media massa asing yang melanda ke

berbagai kawasan dunia menunjukan betapa tingginya volume

penyebaran budaya antarbangsa. Falsafah orang Jawa pada

zaman dahulu adalah; “Wong Jawa kari separo, Wong Cina kari Sejodho,

Wong Landa gela-gelo”, artinya: orang Jawa tinggal separo,

orang Cina tinggal sejodoh, orang barat geleng-gelen

kepala. Falsafah ini menunjukan betapa lemah sistem nilai

kultural suatu bangsa, sehingga bangsa ini dengan mudah

kehilangan jari diri atau kepribadiannya.

Globalisasi dalam aspek budaya tidak lebih dari ajang

propaganda kultural yang menggunakan berbadai media sebagai

alat untuk “membaratkan dunia”. Dengan demikian juga

menjadi alat untuk menempatkan kultur Barat sebagai

imeprium kultur dunia yang menjadikaan homogenitas kultural

ini sebagai indikator kemenangan kultur Barat atas dunia.4

1http://kistiaulia18.blogspot.com/2013/03/kebudayaan-

sosiologi.html

2 http://pengantar-sosiologi.blogspot.com/2009/04/bab-7-

kebudayaan-dan-masyarakat.html

3Judul buku: Sosiologi Perubahan Sosial

Halaman: 101

Penulis: Piotr Sztompka

Tahun: 2008

Penerbit: Prenada, jakarta

4Judul buku: Pengantar Sosiologi

Halaman: 696

Penulis: Elly M. Setiadi & Usman Kolip

Tahun: 2011

Penerbit: Kencana, Jakarta

BAB III

PEMBAHASAN

Berbicara tentang kebudayaan Indonesia yang ada

dibayangan kita adalah sebuah budaya yang sangat beraneka

ragam. Bagaimana tidak, Indonesia merupakan negara kepulauan

terbesar di dunia, hal inilah yang menyebabkan Indonesia

memiliki kebudayaan yang beraneka ragam.

Kebudayaan yang dimiliki oleh suatu bangsa merupakan

keseluruhan hasil cipta, karsa, dan karya manusia. Indonesia

sendiri sebagai Negara kepulauan dikenal dengan keberagaman

budayanya, yang mana keanekaragaman itulah menunjukkan betapa

pentingnya aspek kebudayaan bagi suatu Negara. Karena jelas

bahwa kebudayaan adalah suatu identitas dan jati diri bagi

suatu bangsa dan Negara.

3.1 Proses Perkembangan Budaya

Proses perkembangan budaya dapat terjadi melalui

penetrasi. Penetrasi kebudayaan adalah masuknya pengaruh

suatu kebudayaan ke kebudayaan lainnya. Penetrasi

kebudayaan dapat terjadi dengan dua cara:

3.1.2 Penetrasi damai (penetration pasifique)

Penetrasi damai merupakan proses masuknya sebuah

kebudayaan dengan jalan damai. Misalnya, masuknya

pengaruh kebudayaan Hindu dan Islam ke Indonesia.

Contoh lainnya seperti kebudayaan Tionghoa, kebudayaan

India dan kebudayaan Arab. Kebudayaan India masuk

melalui proses yang damai yaitu melalui penyebaran

agama Hindu dan Buddha di Nusantara yang jauh sebelum

Indonesia terbentuk. Kerajaan-kerajaan yang bernafaskan

agama Hindu dan Budha sempat mendominasi Nusantara pada

abad ke-5 Masehi ditandai dengan berdirinya kerajaan

tertua di Nusantara, Kutai, sampai pada penghujung abad

ke-15 Masehi.

Kebudayaan Tionghoa masuk dan mempengaruhi

kebudayaan Indonesia karena interaksi perdagangan yang

intensif antara pedagang-pedagang Tionghoa dan

Nusantara (Sriwijaya). Selain itu, banyak pula yang

masuk bersama perantau-perantau Tionghoa yang datang

dari daerah selatan Tiongkok dan menetap di Nusantara.

Mereka menetap dan menikahi penduduk lokal menghasilkan

perpaduan kebudayaan Tionghoa dan lokal yang unik.

Kebudayaan seperti inilah yang kemudian menjadi salah

satu akar daripada kebudayaan lokal modern di Indonesia

semisal kebudayaan Jawa dan Betawi.

Penerimaan kedua macam kebudayaan tersebut tidak

mengakibatkan konflik, tetapi memperkaya khasanah

budaya masyarakat setempat. Pengaruh kedua kebudayaan

ini pun tidak mengakibatkan hilangnya unsur-unsur asli

budaya masyarakat.

Penyebaran kebudayaan secara damai akan menghasilkan

Akulturasi, Asimilasi, atau Sintesis. Akulturasi adalah

bersatunya dua kebudayaan sehingga membentuk kebudayaan

baru tanpa menghilangkan unsur kebudayaan asli.

Contohnya, bentuk bangunan Candi Borobudur yang

merupakan perpaduan antara kebudayaan asli Indonesia

dan kebudayaan India. Asimilasi adalah bercampurnya dua

kebudayaan sehingga membentuk kebudayaan baru.

Sedangkan Sintesis adalah bercampurnya dua kebudayaan

yang berakibat pada terbentuknya sebuah kebudayaan baru

yang sangat berbeda dengan kebudayaan asli.

3.1.2 Penetrasi kekerasan (penetration violante)

Masuknya sebuah kebudayaan dengan cara memaksa dan

merusak. Contohnya, masuknya kebudayaan Barat ke

Indonesia pada zaman penjajahan disertai dengan

kekerasan sehingga menimbulkan goncangan-goncangan yang

merusak keseimbangan dalam masyarakat. Wujud budaya

dunia barat antara lain adalah budaya dari Belanda yang

menjajah selama 350 tahun lamanya. Budaya warisan

Belanda masih melekat di Indonesia antara lain pada

sistem pemerintahan Indonesia.

Secara garis besar kebudayaan Indonesia dapat kita

klasifikasikan dalam dua kelompok besar. Yaitu

Kebudayaan Indonesia Klasik dan Kebudayaan Indonesia

Modern. Para ahli kebudayaan telah mengkaji dengan

sangat cermat akan kebudayaan klasik ini. Mereka

memulai dengan pengkajian kebudayaan yang telah

ditelurkan oleh kerajaan-kerajaan di Indonesia. Sebagai

layaknya seorang pengkaji yang obyektif, mereka

mengkaji dengan tanpa melihat dimensi-dimensi yang ada

dalam kerajaan tersebut. Mereka mempelajari semua

dimensi tanpa ada yang dikesampingkan. Adapun dimensi

yang sering ada adalah seperti agama, tarian, nyanyian,

wayang kulit, lukisan, patung, seni ukir, dan hasil

cipta lainnya.

Beberapa pengamat mengatakan bahwa perkembangan

kebudayaan Indonesia khususnya kebudayaan modern dimulai sejak

bangsa Indonesia merdeka. Bentuk dari deklarasi ini menjadikan

bangsa Indonesia tidak dalam pengaruh dan tekanan bangsa lain

dengan budayanya. Dari sini bangsa Indonesia mampu menciptakan

rasa dan karsa yang lebih sempurna sehingga mulailah

berkembang kebudayaan modern bangsa Indonesia.

Dalam perkembangan kebudayaan bangsa Indonesia ini ada

beberapa faktor yang mempengaruhi berkembangnya sebuah

kebudayaan diantaranya adalah faktor pengaruh budaya dari

luar, apabila budaya asli ini tidak dapat mempertahankan

eksistensinya maka budaya asli yang ada akan tergusur dan

tergantikan dengan budaya asing yang baru tersebut. Pada saat

ini kita semua dapat melihat bahwa bangsa Indonesia dalam

situasi yang mengkhawatirkan, karena banyak sekali budaya

asing yang masuk dan tidak tersaring sehingga mempengaruhi

kebudayaan asli bangsa Indonesia.

3.2 Kondisi Sosial Budaya Indonesia

Kondisi sosial budaya Indonesia saat ini adalah sebagai

berikut :

1.      Bahasa

Dapat kita ketahui bahwa sampai saat Indonesia masih

konsisten dan tetap berpegang teguh dalam satu bahasa yaitu

bahasa Indonesia. Sedangkan bahasa-bahasa daerah merupakan

kekayaan plural yang dimiliki bangsa Indonesia sejak jaman

nenek moyang kita. Bahasa merupakan salah satu unsur budaya

yang terbentuk karena adanya komunikasi antara manusia

Indonesia. Bahasa asing (Inggris, mandarin, dan lan

sebagainya) belum terlihat begitu diminati dalam penggunaan

sehari-hari, hanya mungkin pada acara saat seminar, atau

kegiatan ceramah formal diselingi dengan bahasa Inggris

sekedar untuk menyampaikan kepada penonton kalau penceramah

mengerti akan bahasa Inggris.

2.      Sistem teknologi

Tidak bisa kita pungkiri bahwa perkembangan teknologi

menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan

kebudayaan Indonesia. Perkembangan yang sangat terlihat

adalah teknologi informatika. Dengan perkembangan teknologi

ini tidak ada lagi batas waktu dan negara pada saat ini,

apapun kejadiannya di satu negara dapat langsung dilihat di

negara lain melalui televisi, internet atau sarana lain

dalam bidang informatika. Sehingga, budaya-budaya luar

mampu menyusup kedalam budaya asli Indonesia itu sendiri.

3.      Sistem mata pencarian hidup masyarakat atau ekonomi

masyarakat

Kondisi perekonomian Indonesia saat ini masih dalam

situasi krisis, yang diakibatkan oleh tidak kuatnya

fundamental ekonomi pada era orde baru. Kemajuan

perekonomian pada waktu itu hanya merupakan fatamorgana,

karena adanya utang jangka pendek dari investor asing yang

menopang perekonomian Indonesia.

4.      Organisasi Sosial

Bermunculannya organisasi sosial yang berkedok pada agama

(FPI, JI, MMI, Organisasi Aliran Islam/Mahdi), Etnis (FBR,

Laskar Melayu) dan Ras.

5.      Sistem Pengetahuan

Dengan adanya LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia)

diharapkan perkembangan pengetahuan Indonesia akan terus

berkembang sejalan dengan era globalisasi.

6.      Kesenian

Dominasi kesenian saat ini adalah seni suara dan seni

akting (film, sinetron). Seni tari yang dulu hampir setiap

hari dapat kita saksikan sekarang sudah mulai pudar,

apalagi seni yang berbau kedaerahan. Kejayaan kembali

wayang kulit pada tahun 1995 – 1996 yang dapat kita nikmati

setiap malam minggu, sekarang sudah tidak ada lagi. Seni

lawak model Srimulat sudah tergeser dengan model Overa Van

Java, Pesbuker, dan lain-lain. Untuk kesenian nampaknya

paling dinamis perkembangannya. Namun akibat perkembangan

budaya yang sangat pesat menyebabkan banyak masyarakat

Indonesia yang mulai melupakan kesenian asli bangsa

Indonesia dan akhirnya banyak kesenian Indonesia yang

diakui oleh pihak lain.

7.      Sedang menghadapi suatu pergeseran-pergeseran budaya.

Hal ini mungkin dapat dipahami mengingat derasnya arus

globalisasi yang membawa berbagai budaya baru serta

ketidakmampuan kita dalam membendung serangan itu dan

mempertahankan budaya dasar kita.

Kebudayaan bukan hanya sesuatu yang indah, artistik, atau

agung tetapi juga berarti sesuatu yang sederhana saja. Segala

hal yang berbau tradisional pun seperti nyanyian pantun-pantun

di kampung juga termasuk budaya. Kebudayaan merupakan

keseluruhan dari pernyataan pikiran dan perasaan manusia,

material, dan immaterial untuk menyesuaikan dirinya kepada

lingkungannya dan meningkatkan taraf hidupnya.

Kebudayaan terus tumbuh dari generasi ke generasi dengan

kuantitas dan kualitas yang semakin baik sehingga manusia

sekarang hidup lebih maju dibandingkan nenek moyang karena

kita tidak perlu memelajari terjadinya budaya tetapi secara

langsung mengikuti taraf kebudayaan yang ada. Masyarakat dan

kebudayaan merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.

Proses saling mempengaruhi adalah gejala yang wajar dalam

interaksi antar masyarakat. Melalui interaksi dengan berbagai

masyarakat lain, bangsa Indonesia ataupun kelompok-kelompok

masyarakat yang mendiami nusantara telah mengalami proses

dipengaruhi dan mempengaruhi. Kemampuan berubah merupakan

sifat yang penting dalam kebudayaan manusia. Tanpa itu

kebudayaan tidak mampu menyesuaikan diri dengan keadaan yang

senantiasa berubah. Perubahan yang terjadi saat ini

berlangsung begitu cepat. Hanya dalam jangka waktu satu

generasi banyak negara-negara berkembang telah berusaha

melaksanakan perubahan kebudayaan, padahal di negara-negara

maju perubahan demikian berlangsung selama beberapa generasi.

Pada hakekatnya bangsa Indonesia, juga bangsa-bangsa lain,

berkembang karena adanya pengaruh-pengaruh luar.

Kemajuan bisa dihasilkan oleh interaksi dengan pihak

luar, hal inilah yang terjadi dalam proses globalisasi. Oleh

karena itu, globalisasi bukan hanya soal ekonomi namun juga

terkait dengan  masalah atau isu makna budaya dimana nilai dan

makna yang terlekat di dalamnya masih tetap berarti. Terkait

dengan kebudayaan, kebudayaan  dapat diartikan sebagai nilai-

nilai (values) yang dianut oleh masyarakat ataupun persepsi yang

dimiliki oleh warga masyarakat  terhadap berbagai hal. Atau

kebudayaan juga dapat didefinisikan sebagai wujudnya, yang

mencakup gagasan atau ide, kelakuan dan hasil kelakuan

(Koentjaraningrat), dimana hal-hal tersebut terwujud dalam

kesenian tradisional kita. Oleh karena itu nilai-nilai maupun

persepsi berkaitan dengan aspek-aspek kejiwaan atau

psikologis, yaitu apa yang terdapat dalam alam pikiran. Aspek-

aspek kejiwaan ini menjadi penting artinya apabila disadari,

bahwa tingkah laku seseorang sangat dipengaruhi oleh apa yang

ada dalam alam pikiran orang yang bersangkutan.  Sebagai salah

satu hasil pemikiran dan penemuan seseorang adalah kesenian,

yang merupakan subsistem dari kebudayaan.

3.3 Kondisi Kebudayaan Bangsa Indonesia di Era Globalisasi

Perkembangan keubudayaan Indonesia yang dari masa

kerajaan sampai era globalisasi ini memberikan beberapa

dampak bagi masyarakat. Kebudayaan Indonesia adalah

serangkaian gagasan dan pengetahuan yang telah diterima

oleh masyarakat-masyarakat Indonesia (yang multietnis) itu

sebagai pedoman bertingkah laku dan menghasilkan produk-

produk kebudayaan itu sendiri. Hanya persoalannya, ide-ide

dan pengetahuan masyarakat-masyarakat Indonesia juga

mengalami perubahan-perubahan, baik karena faktor internal

maupun eksternal.

Berikut dampak globbalisasi bagi masyarakat, antara lain:

a)        Pengaruh Positif dapat berupa :

1.    Peningkatan dalam bidang sistem teknologi, Ilmu

Pengetahuan, dan ekonomi.

2.    Terjadinya pergeseran struktur kekuasaan dari otokrasi

menjadi oligarki.

3.    Mempercepat terwujudnya pemerintahan yang demokratis

dan masyarakat madani dalam skala global.

4.    Tidak mengurangi ruang gerak pemerintah dalam kebijakan

ekonomi guna mendukung pertumbuhan ekonomi jangka panjang.

5.    Tidak berseberangan dengan desentralisasi.

6.    Bukan penyebab krisis ekonomi.

b)        Pengaruh Negatif

1.   Menimbulkan perubahan dalam gaya hidup, yang mengarah

kepada masyarakat yang konsumtif komersial. Masyarakat akan

minder apabila tidak menggunakan pakaian yang bermerk (merk

terkenal).

2.    Terjadinya kesenjangan budaya. Dengan munculnya dua

kecenderungan yang kontradiktif. Kelompok yang

mempertahankan tradisi dan sejarah sebagai sesuatu yang

sakral dan penting (romantisme tradisi). Dan kelompok ke

dua, yang melihat tradisi sebagai produk masa lalu yang

hanya layak disimpan dalam etalase sejarah untuk dikenang

(dekonstruksi tradisi/disconecting of culture).

3.   Sebagai sarana kompetisi yang menghancurkan. Proses

globalisasi tidak hanya memperlemah posisi negara melainka

juga akan mengakibatkan kompetisi yang saling

menghancurkan.

4.    Sebagai pembunuh pekerjaan. Sebagai akibat kemajuan

teknologi dan pengurangan biaya per unit produksi, maka

output mengalami peningkatan drastis sedangkan jumlah

pekerjaan berkurang secara tajam.

5.   Sebagai imperialisme budaya. Proses globalisasi membawa

serta budaya barat, serta kecenderungan melecehkan nilai-

nilai budaya tradisional.

6.   Globalisasi merupakan kompor bagi munculnya gerakan-

gerakan neo-nasionalis dan fundamentalis.. Proses

globalisasi yang ganas telah melahirkan sedikit pemenang

dan banyak pecundang, baik pada level individu, perusahaan

maupun negara. Negara-negara yang harga dirinya diinjak-

injak oleh negara-negara adi kuasa maka proses globalisasi

yang merugikan ini merupakan atmosfer yang subur bagi

tumbuhnya gerakan-gerakan populisme, nasionalisme dan

fundamentalisme.

7.    Malu menggunakan budaya asli Indonesia karena telah

maraknya budaya asing yang berada di wilayah Indonesia.

Berbicara globalisasi dalam kebudayaan, yang terlintas

adalah seberapa cepat globalisasi itu dapat berkembang

dimana hal ini yang tentunya dipengaruhi oleh adanya

kecepatan dan kemudahan dalam memperoleh akses komunikasi

dan informasi dalam segala aspek kehidupan. Namun, hal ini

justru malah akan menjadi bumerang tersendiri dan menjadi

suatu masalah yang paling membahayakan atau penting dalam

globalisasi, yaitu kenyataan bahwa perkembangan ilmu

pengetahuan dikuasai oleh negara-negara maju, bukan negara-

negara berkembang seperti Indonesia. Mereka yang memiliki

dan mampu menggerakkan komunikasi internasional justru

negara-negara maju. Akibatnya, negara-negara berkembang

seperti Indonesia selalu khawatir akan tertinggal dalam

arus globalisasi dalam berbagai bidang seperti politik,

ekonomi, sosial, budaya, termasuk kesenian kita. Wacana

globalisasi sebagai sebuah proses ditandai dengan pesatnya

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga ia

mampu mengubah dunia secara mendasar. Komunikasi dan

transportasi internasional telah menghilangkan batas-batas

budaya setiap bangsa. Kebudayaan setiap bangsa cenderung

mengarah kepada globalisasi dan menjadi peradaban dunia

sehingga melibatkan manusia secara menyeluruh. Simon

Kimoni, sosiolog asal Kenya mengatakan bahwa globalisasi

dalam bentuk yang alami akan meninggikan berbagai budaya

dan nilai-nilai budaya. Dalam proses alami ini,setiap

bangsa akan berusaha menyesuaikan budaya mereka dengan

perkembangan baru sehingga mereka dapat melanjutkan

kehidupan dan menghindari kehancuran.

Indonesia merupakan negara yang dapat dikatakan sebagai

negara yang kaya akan budayanya, dengan memiliki keragaman

yang cukup bervariasi, dapat digunakan sebagai penambah

indahnya khasanah sebuah negara. Namun, Indonesia harus

tetap mampu mempertahankan eksistensi kebudayaannya.

Apabila diulang kembali berbagai peristiwa yang terjadi,

banyak kebudayaan Indonesia yang telah dirampas oleh

negara-negara lain. Hal ini dapat membuktikan dengan jelas

bahwa belum adanya kekuatan hukum yang kuat yang dimiliki

oleh bangsa Indonesia tentang kebudayaannya. Sehingga akan

menyebabkan kemudahan bagi bangsa lain untuk mengambil dan

mengakuinya.

Bukan hanya itu saja, kemajuan teknologi informasi pada

masa sekarang ini telah cepatnya merubah kebudayaan

Indonesia menjadi kian merosot. Sehingga menimbulkan

berbagai opini yang tidak jelas, yang nantinya akan

melahirkan sebuah kebingungan di tengah-tengah berbagai

perubahan yang berlangsung begitu rumitnya dan membuat

pusing bagi masyarakatnya sendiri dan yang lebih

memprihatinkan lagi, banyak kesenian dan bahasa Nusantara

yang dianggap sebagai ekspresi dari bangsa Indonesia akan

terancam mati. Sejumlah warisan budaya yang ditinggalkan

oleh nenek moyang sendiri telah hilang entah kemana.

Padahal warisan budaya tersebut memiliki nilai tinggi dalam

membantu keterpurukan bangsa Indonesia pada jaman sekarang.

Sungguh ironis memang apabila ditelaah lebih jauh lagi.

Akan tetapi, kita tidak hanya mengeluh dan menonton saja.

Sebagai warga negara yang baik, mesti mampu menerapkan dan

memberikan contoh kepada anak cucu nantinya, agar

kebudayaan yang telah diwariskan secara turun temurun akan

tetap ada dan senantiasa menjadi salah satu harta berharga

milik bangsa Indonesia yang tidak akan pernah punah.

Globalisasi juga memberikan dampak bagi kebudayaan

Indonesia, Arus globalisasi saat ini telah menimbulkan

pengaruh terhadap perkembangan budaya bangsa Indonesia.

Derasnya arus informasi dan telekomunikasi ternyata

menimbulkan sebuah kecenderungan yang mengarah terhadap

memudarnya nilai-nilai pelestarian budaya. Perkembangan 3T

(Transportasi, Telekomunikasi,dan Teknologi) mengakibatkan

berkurangnya keinginan untuk melestarikan budaya negeri

sendiri.

Budaya Indonesia yang dulunya ramah-tamah, gotong royong

dan sopan berganti dengan budaya barat, misalnya pergaulan

bebas. Bahkan bila kita tinjau Tapanuli (Sumatera Utara)

misalnya, dua puluh tahun yang lalu, anak-anak remajanya

masih banyak yang berminat untuk belajar tari tor-tor dan

tagading (alat musik batak). Hampir setiap minggu dan dalam

acara ritual kehidupan, remaja di sana selalu diundang

pentas sebagai hiburan budaya yang meriah. Namun saat ini,

ketika teknologi semakin maju, ironisnya kebudayaan-

kebudayaan daerah tersebut semakin lenyap di masyarakat,

bahkan hanya dapat disaksikan di televisi dan Taman Mini

Indonesi Indah (TMII). Padahal kebudayaan-kebudayaan daerah

tersebut,bila dikelola dengan baik selain dapat menjadi

pariwisata budaya yang menghasilkan pendapatan untuk

pemerintah baik pusat maupun daerah, juga dapat menjadi

lahan pekerjaan yang menjanjikan bagi masyarakat

sekitarnya.

Hal lain yang merupakan pengaruh globalisasi adalah dalam

pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar (bahasa juga

salah satu budaya bangsa). Sudah lazim di Indonesia untuk

menyebut orang kedua tunggal dengan Bapak, Ibu, Pak, Bu,

Saudara, Anda dibandingkan dengan kau atau kamu sebagai

pertimbangan nilai rasa. Sekarang ada kecenderungan di

kalangan anak muda yang lebih suka menggunakan bahasa

Indonesia dialek Jakarta seperti penyebutan kata gue (saya)

dan lu (kamu). Selain itu kita sering dengar anak muda

menggunakan bahasa Indonesia dengan dicampur-campur bahasa

inggris seperti OK, No problem dan Yes’, bahkan kata-kata

makian (umpatan) sekalipun yang sering kita dengar di film-

film barat, sering diucapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Kata-kata ini disebarkan melalui media TV dalam film-film,

iklan dan sinetron bersamaan dengan disebarkannya gaya

hidup dan fashion. Gaya berpakaian remaja Indonesia yang

dulunya menjunjung tinggi norma kesopanan telah berubah

mengikuti perkembangan jaman. Ada kecenderungan bagi remaja

putri di kota-kota besar memakai pakaian minim dan ketat

yang memamerkan bagian tubuh tertentu. Budaya perpakaian

minim ini dianut dari film-film dan majalah-majalah luar

negeri yang ditransformasikan ke dalam sinetron-sinetron

Indonesia.

Derasnya arus informasi yang juga ditandai dengan

hadirnya internet turut serta menyumbang bagi perubahan

cara berpakaian. Pakaian mini dan ketat telah menjadi trend

di lingkungan anak muda. Salah satu keberhasilan penyebaran

kebudayaan Barat ialah meluasnya anggapan bahwa ilmu dan

teknologi yang berkembang di Barat merupakan suatu yang

universal. Masuknya budaya barat (dalam kemasan ilmu dan

teknologi) diterima dengan baik. Pada sisi inilah

globalisasi telah merasuki berbagai sistem nilai sosial dan

budaya Timur (termasuk Indonesia) sehingga terbuka pula

konflik nilai antara teknologi dan nilai-nilai ketimuran.

Kebudayaan dari barat saat ini sudah mendominasi segala

aspek kehidupan pada masyarakat Indonesia. Peradaban yang

disebarkan oleh barat telah mengacu terhadap segala hal dan

hal itu telah menguasai dunia tak terkecuali bangsa

Indonesia, peradaban bangsa kita saat ini secara perlahan

mulai mengikuti kebudayaan bangsa barat.

Kebudayaan barat masuk ke Indonesia disebabkan oleh

beberapa hal, salah satunya adalah kerana adanya krisis

globalisasi yang telah meracuni sebagian besar masyarakat

Indonesia. Siapa yang bisa menolak segala kemajuan yang

ditawarkan oleh peradaban barat. Pengaruh kebudayaan barat

berjalan sangat cepat dan menyeluruh. Tentunya hal itu akan

menimbulkan pengaruh yang sangat luas pada sistem sosial

dan budaya masyarakat Indonesia. Pengaruh yang berjalan

begitu cepat tersebut menimbulkan terjadinya goncangan

sosial atau culture shock yaitu suatu keadaan dimana

masyarakat tidak mampu menahan berbagai pengaruh kebudayaan

yang dating dari luar sehingga terjadi ketidakseimbangan di

dalam kehidupan masyarakat yang bersangkutan. Adanya

penyerapan unsure budaya dari luar yang dilakukan secara

cepat dan tidak melalui suatu proses internalisasi yang

mendalam dapat menimbulkan ketimpangan antara wujud yang

ditampilkan dan nilai-nilai yang menjadi landasannya atau

yang biasa disebut sebagai ketimpangan budaya. Setiap

peradaban akan saling mempengaruhi. Peradaban yang dianggap

lebih maju cenderung memiliki pengaruh yang lebih luas bagi

peradaban-peradaban yang lain.

Budaya barat yang masuk ke Indonesia menimbulkan multi

efek. Perkembangan teknologi dan masuknya budaya barat ke

Indonesia, tanpa disadari secara perlahan telah

menghancurkan kebudayaan bangsa Indonesia. Rendahnya

pengetahuan menyebabkan akulturasi kebudayaan yang tidak

sesuai dengan nilai-nilai luhur yang terkandung didalam

kebudayaan bangsa Indonesia. Masuknya kebudayaan barat

tanpa disaring oleh masyarakat dan diterima secara

mentah/apa adanya, mengakibatkan terjadinya degredasi yang

sangat luar biasa terhadap kebudayaan asli.

Budaya asli Indonesia secara perlahan mulai punah,

berbagai budaya barat yang menghantarkan kita untuk hidup

modern yang meninggalkan segala hal yang tradisional, hal

ini memicu orang bersifat antara lain sebagai sikap

individualis, matrealistis dan hedonisme.

1. Individualis: Masyarakat merasa dimudahkan dengan

teknologi maju membuat mereka merasa tidak lagi membutuhkan

orang lain dalam beraktivitasnya. Kadang mereka lupa bahwa

mereka adalah makhluk social. Individualisme adalah paham

yang menghendaki kebebasan berbuat dan menganut suatu

kepercayaan bagi setiap orang, paham yang mementingkan hak

perseorangan di samping kepentingan masyarakat.

Dengan adanya sikap individualisme, orang tidak akan peduli

terhadap kehidupan bangsa. Banyak orang yang tidak peduli

terhadap sesama. Prinsip gotong royong di negara kita lama-

kelamaan akan hilang. Dilihat dari sikap, banyak orang yang

kini tidak memiliki sopan santun dan cenderung tidak peduli

terhadap lingkungan. Sebab mereka menganggap bahwa

globalisasi menganut kebebasan dan keterbukaan sehingga

mereka bertindak sesuka hati mereka. Jika pengaruh tersebut

dibiarkan maka, moral bangsa menjadi rusak.

2. Matrialistis: Adalah sebuah faham dimana masyarakat

memandang segalanya dari segi materi. Orang yang memiliki

jabatan dan harta yang melimpah pasti akan lebih dihargai

oeleh masyarakat sekitarnya, walaupun orang tersebut tidak

memiliki intelektual yang bagus. Sebaliknya, orang yang

memiliki intelektual tinggi tetapi tidak memiliki harta dan

jabatan maka orang tersebut akan selalu direndahkan. Orang

yang merasa dirinya kaya maka berhak merendahkan dan

meremehkan orang yang miskin. Itulah yang sekarang terjadi

dimasyarakat kita.

3. Konsumerisme: adalah paham atau ideologi yang menjadikan

seseorang atau kelompok melakukan atau menjalankan proses

konsumsi atau pemakaian barang-barang hasil produksi secara

berlebihan atau tidak sepantasnya secara berkelanjutan. Hal

tersebut menjadikan manusia menjadi pecandu dari suatu

produk, sehingga ketergantungan tersebut tidak dapat atau

susah untuk dihilangkan. Sifat konsumtif yang ditimbulkan

akan menjadikan penyakit jiwa yang tanpa sadar menjangkit

manusia dalam kehidupannya. Di Indonesia hamper semua orang

mempunyai kendaraan bermotor, televisi, computer dan

sebagainya. Indonesia merupakan Negara pembeli motor Honda

yang nomer satu didunia. Mulai dari pejabat hingga

masyarakat kalangan menengah pun berbondong-bondong membeli

dan menggunakan kendaraan bermotor untuk menunjang

aktifitasnya. Misalnya saja yang terlihat dikampus kita,

mahasiswa ,pegawai , dosen sebagian besar menggunakan

kendaraan bermotor untuk ke kampus. Bandingkan saja dengan

Negara yang lebih maju dari pada Indonesia, misalnya yang

terjadi dinegara jepang. Semua kampus di Jepang penuh

dengan sepeda, tak terkecuali dekan atau bahkan Rektorpun

ada yang naik sepeda datang ke kampus. Bagaimana yang

terjadi di kampus kita sungguh berbanding terbalik dengan

hal itu, Rektor selalu menggunakan mobil mewah begitu juga

dengan sebagian pegawai dan mahasisiwa. Ketika beberapa

pengusaha ingin memberi pinjaman kepada pemerintah

Indonesia mereka menjemput pejabat Indonesia di Narita.

Dari Tokyo naik kendaraan umum, sementara yang akan

dijemput, pejabat Indonesia naik mobil dinas kedutaan yaitu

mercy. Sungguh ironis, tapi itulah yang terjadi di

masyarakat kita.

4. Hedonisme: Hedonisme menurut Pospoprodijo (1999:60)

adalah kesenangan atau (kenikmatan) adalah tujuan akhir

hidup dan yang baik yang tertinggi. Namun, kaum hedonis

memiliki kata kesenangan menjadi kebahagiaan. Kemudian

Jeremy Bentham dalam Pospoprodijo (1999:61) mengatakan

bahwasanya kesenangan dan kesedihan itu adalah satu-satunya

motif yang memerintah manusia, dan beliau mengatakan juga

bahwa kesenangan dan kesedihan seseorang adalah tergantung

kepada kebahagiaan dan kemakmuran pada umumnya dari seluruh

masyarakat. Adapun hedonisme menurut Burhanuddin (1997:81)

adalah sesuatu itu dianggap baik, sesuai dengan kesenangan

yang didatangkannya. Disini jelas bahwa sesuatu yang hanya

mendatangkan kesusahan, penderitaan dan tidak menyenangkan,

dengan sendirinya dinilai tidak baik. Orang-orang yang

mengatakan ini, dengan sendirinya, menganggap atau

menjadikan kesenangan itu sebagai tujuan hidupnya. Orang-

orang lebih senang menghabiskan waktu di tempat-tempat

perbelanjaan dan tempat hiburan malam dari pada melakukan

hal-hal yang lebih bermanfaat. Pergaulan bebas, narkotika

dan miras semakin digemari oleh generasi muda saat ini.

3.4 Solusi Mengadapi Pengaruh Negatif Peradaban Global

Globalisasi merupakan sebuah realita yang harus dihadapi

oleh bangsa Indonesia. Globalisasi berpengaruh terhadap

kemajuan bangsa. Persiapkan diri kita untuk menghadapi

adanya globalisasi tanpa menghilangkan jati diri bangsa.

Gunakan globalisasi melalui hal-hal positif. Gunakan

teknologi sebaik mungkin untuk hal-hal yang bermanfaat,

menerima adanya budaya luar yang masuk ke negara kita tanpa

melupakan budaya kita sendiri. Jadikan budaya luar sebagai

motivasi untuk memajukan budaya Indonesia.

Untuk mengatasi pengaruh-pengaruh negatif yang

ditimbulkan karena adanya peradaban global dapat kita

lakukan hal-hal seperti berikut:

1) Memperkuat jati diri bangsa (identitas nasional) dan

memantapkan budaya nasional. Memperkokoh ketahanan nasional

sehingga mampu menangkal penetrasi budaya asing yang

bernilai negatif dan memfasilitasi adopsi budaya asing yang

produktif dan bernilai positif.

2) Pembangunan moral bangsa yang mengedepankan nilai-nilai

yang positif seperti kemandirian, amanah, kedisiplinan,

kejujuran, etos kerja, gotong royong, toleransi, tanggung

jawab dan rasa malu. Dengan aktualisasi nilai moral dan

agama ,transformasi budaya melalui adaptasi dan adopsi

nilai-nilai budaya asing yang positif guna memperkaya

budaya bangsa, revitalisai dan reaktualisasi budaya-budaya

local yang bernilai luhur.

3) Meningkatkan keimanan dan moralitas bangsa karena dengan

adanya keimanan dan moralitas, maka pengaruh negatif dari

globalisasi dapat diatasi. Kita dapat menjaring hal-hal

yang baik dan buruk dari budaya luar yang masuk ke negara

kita.

Dinamika sosial dan kebudayaan selalu melanda semua

bangsa dan negara di dunia demikian pula tidak terkecuali

melanda masyarakat Indonesia, walaupun luas permasalahan

dan tingkat permasalahan itu berbeda-beda. Demikian pula

masyarakat dan kebudayaan Indonesia pernah berkembang

dengan pesatnya di masa lampau, walaupun perkembangannya

dewasa ini bisa dikatakan lebih tertinggal apabila

dibandingkan dengan perkembangan di negera maju lainnya.

Bagaimanapun masalah yang dihadapi, masyarakat dan

kebudayaan Indonesia yang beranekaragam itu tidak pernah

mengalami kondisi kehilangan kebudayaan sebagai perwujudan

tanggapan aktif masyarakat terhadap tantangan yang timbul

akibat perubahan lingkungan dalam arti luas maupun

pergantian generasi.

Ada sejumlah kekuatan yang mendorong terjadinya

perkembangan sosial budaya masyarakat Indonesia. Secara

umum ada dua kekuatan yang menyebabkan timbulnya perubahan

sosial, hal yang pertama adalah kekuatan dari dalam

masyarakat sendiri (internal factor), seperti pergantian

generasi dan berbagai penemuan dan rekayasa setempat. Hal

kedua, adalah kekuatan dari luar masyarakat (external factor),

seperti pengaruh kontak-kontak antar budaya (culture contact)

secara langsung maupun persebaran (unsur) kebudayaan serta

perubahan lingkungan hidup yang pada gilirannya dapat

memacu perkembangan sosial dan kebudayaan masyarakat yang

harus menata kembali kehidupan mereka .

Seberapa cepat atau lambatnya perkembangan sosial budaya

yang melanda, dan faktor apapun penyebabnya, setiap

perubahan yang terjadi akan menimbulkan reaksi pro dan

kontra terhadap masyarakat atau bangsa yang bersangkutan.

Besar kecilnya reaksi pro dan kontra itu dapat mengancam

kemapanan dan bahkan dapat pula menimbulkan disintegrasi

sosial terutama dalam masyarakat majemuk dengan multi

kultur seperti Indonesia.

BAB IV

KESIMPULAN & SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan pada pembahasan di atas maka

kesimpulan yang dapat dipaparkan pada makalah ini adalah

sebagai berikut :

Pertama, rakyat Indonesia yang pluralistik merupakan

kenyataan, yang harus dilihat sebagai aset nasional, bukan

resiko atau beban. Rakyat adalah potensi nasional harus

diberdayakan, ditingkatkan potensi dan produktivitas fisikal,

mental dan kulturalnya.

Kedua, tanah air Indonesia sebagai aset nasional yang

terbentang dari Sabang sampai Merauke dan dari Miangas sampai

Rote, merupakan tempat bersemayamnya semangat kebhinekaan.

Adalah kewajiban politik dan intelektual kita untuk

mentransformasikan “kebhinekaan” menjadi “ketunggalikaan”

dalam identitas dan kesadaran nasional.

Ketiga, diperlukan penumbuhan pola pikir yang dilandasi oleh

prinsip mutualisme, kerjasama sinergis saling menghargai dan

memiliki (shared interest) dan menghindarkan pola pikir persaingan

tidak sehat yang menumbuhkan eksklusivisme, namun sebaliknya,

perlu secara bersama-sama berlomba meningkatkan daya saing

dalam tujuan peningkatan kualitas sosial-kultural sebagai

bangsa.

Keempat, membangun kebudayaan nasional Indonesia harus mengarah

kepada suatu strategi kebudayaan untuk dapat menjawab

pertanyaan, “Akan kita jadikan seperti apa bangsa kita?” yang

tentu jawabannya adalah “menjadi bangsa yang tangguh dan

entrepreneurial, menjadi bangsa Indonesia dengan ciri-ciri

nasional Indonesia, berfalsafah dasar Pancasila, bersemangat

bebas-aktif mampu menjadi tuan di negeri sendiri, dan mampu

berperanan penting dalam percaturan global dan dalam

kesetaraan juga mampu menjaga perdamaian dunia”.

Kelima, yang kita hadapi saat ini adalah krisis budaya. Tanpa

segera ditegakkannya upaya “membentuk” secara tegas identitas

nasional dan kesadaran nasional, maka bangsa ini akan

menghadapi kehancuran.

Saran

Kebudayaan bangsa Indonesia merupakan kebudayaan yang

terbentuk dari berbagai macam kebudayaan suku dan agama

sehingga banyak tantangan yang selalu merongrong keutuhan

budaya itu tapi dengan semangat kebhinekaan sampai sekarang

masih eksis dalam terpaan zaman. Kewajiban kita sebagai anak

bangsa untuk tetap mempertahankannya budaya itu menuju bangsa

yang abadi, luhur, makmur dan bermartabat.

DAFTAR PUSTAKA

Budiono Kusumohamodjojo. 2000.  Kebhinekaan Masyarakat Indonesia.

Jakarta: Grasindo.

Burhanudin Salam. 1997.  Etika Sosial: Asas Moral dalam Kehidupan

Manusia. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Harimanto, Winarno.2009. Ilmu Sosial Budaya Dasar. Jakarta : Bumi

Aksara.

Syukur, Abdul et al. 2005. Ensiklopedia Umum Untuk Pelajar.

Jakarta: PT. Ichtiar Baru

Van Hoeve.

Staf Ensiklopedia Nasional Indonesia. 1989. Ensiklopedia

Nasional Indonesia. Jakarta: Cipta Adi Pustaka.

Tim Dosen ISBD. 2012. Ilmu Sosial Budaya Dasar. Jakarta :

Universitas Negeri Jakarta

Herimanto dan Winarno. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta: Bumi

Aksara, 2010.

Iljas, Mohamad. Pengantar Sosiologi. UNBRA-MALANG: Biro Penerbitan

Fakultas Ketatanegaraan dan Ketataniagaan.

Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali

Pers, 2012.

http://kistiaulia18.blogspot.com/2013/03/kebudayaan-

sosiologi.html

http://pengantar-sosiologi.blogspot.com/2009/04/bab-7-

kebudayaan-dan-masyarakat.html

Judul buku: Sosiologi Perubahan Sosial

Halaman: 101

Penulis: Piotr Sztompka

Tahun: 2008

Penerbit: Prenada, jakarta

Judul buku: Pengantar Sosiologi

Halaman: 696

Penulis: Elly M. Setiadi & Usman Kolip

Tahun: 2011

Penerbit: Kencana, Jakarta