MAKALAH SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM

37
MAKALAH SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM Oleh: Kelompok 6 Nama Anggota: *Aditya Adidaya *Muliana *Sri Hardiyanti *Yandi Firdaus *Yaumil Oktarina KEMENTERIAN AGAMA MADRASAH ALIYAH NEGERI MODEL PALANGKA RAYA 2014-2015

Transcript of MAKALAH SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM

MAKALAH SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM

Oleh:

Kelompok 6

Nama Anggota: *Aditya Adidaya

*Muliana

*Sri Hardiyanti

*Yandi Firdaus

*Yaumil Oktarina

KEMENTERIAN AGAMA

MADRASAH ALIYAH NEGERI MODEL PALANGKA RAYA 2014-2015

ISLAM DI INDONESIA Proses Masukya Agama Islam ke IndonesiaA.       Teori-teori Masukya Agama Islam ke Indonesia.

Proses masuk dan berkembangnya agama Islam di Indonesia menurut

Suryanegara dalam bukunya yang berjudul Menemukan Sejarah, terdapat 3 teori

yaitu:

1)    Teori Gujarat

Teori berpendapat bahwa agama Islam masuk ke Indonesia pada abad 13 dan

pembawanya berasal dari Gujarat (Cambay), India. Dasar dari teori ini

adalah:

a.         Kurangnya fakta yang menjelaskan peranan bangsa Arab

dalam penyebaran Islam di Indonesia.

b.     Hubungan dagang Indonesia dengan India telah lama melalui

jalur Indonesia – Cambay – Timur Tengah – Eropa.

c.         Adanya Batu nisan Sultan Samudra Pasai yaitu Sultan

Malik Al-Shaleh pada tahun 1297 yang bercorak khas Gujarat

Pendukung teori Gujarat adalah Snouck Hurgronye,W.F. Stutterheim dan

Bernard H. M. Vlekke. Para ahli yang mendukung teori Gujarat, lebih memusatkan

perhatiannya pada saat timbulnya kekuasaan politik  Islam yaitu adanya

kerajaan Samudra Pasai.

Hal ini juga bersumber dari keterangan Marcopolo dari Venesia. (Italia)

yang pernah singgah di Perlak ( Perureula) tahun 1292. Ia menceritakan

bahwa di Perlak sudah banyak penduduk yang memeluk Islam dan banyak

pedagang Islam dari India yang menyebarkan ajaran Islam

2)    Teori Mekkah

Teori ini merupakan teori baru yang muncul sebagai sanggahan terhadap

teori lama yaitu teori Gujarat.Teori Makkah berpendapat bahwa Islam masuk

ke Indonesia pada abad ke 7 dan pembawanya berasal dari Arab (Mesir).

Dasar teori ini adalah:

a.         Pada abad ke-7 yaitu tahun 674 di pantai barat Sumatera

sudah terdapat perkampungan Islam, dengan pertimbangan bahwa pedagang Arab

sudah mendirikan perkampungan sejak abad ke-4. Hal ini juga sesuai dengan

berita dari Cina.

b.        Kerjaan Samudera Pasai penganut aliran mahzab Syafi’i, dimana

pengaruh mahzab  Syafi’i terbesar pada waktu itu adalah Mesir dan Mekah.

Sedangkan Gujarat/India adalah penganut mahzab Hanafi.

c.         Raja-raja Samudera Pasai menggunakan gelar Al-Malik yaitu

gelar tersebut berasal dari Mesir.

Pendukung Teori Makkah ini adalah Hamka, Van Leur dan T.W. Arnold. Para

ahli yang mendukung teori menyatakan bahwa abad 13 sudah berdiri kekuasaan

polotik Islam, jadi masuknya ke Inonesia terjadi jauh sebelumnya abad ke-7

dan berperan besar terhadap proses penyebarannya adalah bangsa Arab

sendiri.

3)    Teori Persia

Teori ini berpendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia abad 13 dan

pembawanya berasal dari Persia (Iran). Dari teori ini adalah kesamaan

budaya Persia dengan budaya masyarakat IslamIndonesia seperti:

1)        Peringatan 10 Muharram atau Asyura atas meninggalnya Hasan dan

Husein, cucu Nabi Muhammad, yang sangat di junjung oleh orang Syiah/Islam

Iran. DiSumatra Barat peringatan tersebut disebut dengan upacara

Tabuik/Tabut.Sedangkan di pulau Jawa ditandai dengan pembuatan bubur

Syuro.

2)        Kesamaan ajaran Sufi yang dianut Syaikh Siti Jennar

dengan sufi dari Iran yaituAl – Hallaj.Penggunaan istilah bahasa

Iran dalam sistem mengeja huruf Arab untuk tanda-tanda bunyi Harakat.

3)        Ditemukannya makam Maulana Malik Ibrahim tahun 1419 di Gresik.

4)        Adanya perkampungan Leren/Leran di Giri daerah Gresik.

Leren adalah namasalah satu Pendukung teori ini yaitu Umar Amir Husen

dan P.A. Hussein Jayadiningrat.

Ketiga teori tersebut, pada dasarnya masing-masing memiliki kebenaran

dankelemahannya. Maka itu berdasarkan teori tersebut dapatlah disimpulkan

bahwaIslam masuk ke Indonesia dengan jalan damai pada abad ke – 7 dan

mengalami perkembangannya pada abad 13. Sebagai pemegang peranan dalam

penyebaranIslam adalah bangsa Arab, bangsa Persia dan Gujarat (India).

Sumber-sumber yang menerangkan masuk dan berkembangnya agama Islam ke

nusantara.

a.         Sumber dari luar negeri.

1.        Berita dari bangsa Arab yang melakukan perdagangan dengan

Indonesia sekitar abad ke-7 pada masa kerajaan Sriwijaya.

2.        Berita dari Marco Polo tentang adanya kerajaan Islam yang

pertama di Nusantara yaitu Samudera Pasai.

3.        Berita dari India bahwa para pedagang India dari Gujarat

telah melakukan penyebaran Islam di Nusantara.

4.        Catatan Ma-Huan dari Cina, yang menceritakan bahwa kira-kira

sekitar tahun 1400 telah ada saudagar-saudagar Islam yang tinggal di

pesisir pantai utara Pulau Jawa.

b.        Sumber dari dalam negeri.

1.        Penemuan batu di Lenan Gresik yang telah menggunakan bahsa

Arab dan diduga telah adalah makam dari Fatimah Binti Maimun (1028).

2.        Makam Sultan Malik As-Shaleh di Sumatera Utara yang meninggal

pada bulan Ramadhan 676 H atau1297 M.

3.        Makam Syekh Maulana Malik Ibrahim di Gresik yang Wafat tahun

1419 M.

Ditengah perbedaan penafsiran proses masuk dan berkembangannya agama

Islam di Nusantara tersebut, para ahli sepakat bahwa golongan pembawa

agama Islam di Nusantara adalah kaum pedagang, selain sebagai kewajiban

seorang Muslim, penyebaran agama melalui perdgangan ketika itu merupakam

jalan yang paling efisien. Pada saat itu pelayaran dan perdgangan

internasional sangant berkembang. Tidak heran jika daerah pesisir pantai

terlebih dahulu memeluk agama Islam adalah daerah Pesisir. Selain itu,

kaum mubaligh atau guru agama juga datang untuk mengajarkan dan

menyebarkan agama Islam. Kedatangan para mubaligh ini mempercepat

islamisasi daerah-daerah di Nusantara. Mereka mendirikan banyak pesantren

yang mencetak kader-kader ulama atau guru agama lokal. Golongan lain yang

juga disebut sebagai pembawa agama Islam adalah penganut Tasawuf  (kaum

sufi). Mereka diperkirakan masuk ke Nusantara pada abad ke-13.

Selain golongan pembawa tentu terdapat pula golongan penerima agama

Islam. Diantaranya adalah

1.           Para adipati pesisir yang langsung berhubungan denagn

pedagang muslim,

2.           Raja dan bangsawan yang ikut mempercepat perkembangan

Islam,

3.           Para pedagang muslim yang terlibat langsung dengan

pedagang Islam dari luar,

4.           Para wali songo,

5.           Rakyat yang di Islamkan Wali songo.

Saluran dan Proses Islamisasi di Nusantara

Islamisasi di nusantara pada umumnya berjalan damai, melalui

perdagangan dan dakwah oleh para mubaligh dan sufi. Namun, ada kalanya

penyebaran diwarnai dengan penaklukan, misalnya jika situasi politik

dikerajaan-kerajaan itu mengalami kekacauan akibat perebutan kekuasaan.

Disamping itu, islam juga berfungsi sebagai alat untuk mempersatukan

kekuasaan dalam menghadapi lawan.

a.    Perdagangan

Islamisai melaluai jalur perdagangan terjadi pada tahap awal, yaitu

sejalan dengan ramainya lalu lintas perdagangan laut pada abad ke-7 hingga

abad ke-16. Pada saat iti, pedagang muslim yang berdagang ke nusantara

semakin banyak sehingga akhirnya membentuk pemukiman yang disebut pekojan.

Dari tempat ini, mereka berinteraksi dan berasimilasi dengan masyarakat

asli sambil menyebarkan agama Islam.

b.    Perkawinan

Para pedagang yang datang ke nusantara danyak yang menikah dengan

wanita pribumi. Sebelum perkawinan berlangsung, wanita-wanita pribumi yang

belum beragama Islam diminta mengucapkan syahadat sebagai tanda menerima

Islam sebagai agamanya. Dengan proses seperti ini, kelompok mereka semakin

besar dan lambat laun berkembang dari komunitas kecil menjadi kerajaan-

kerajaan Islam.

c.    Tasawuf

Saluran penyebaran Islam yang tidak kalah pentingnya adalah melalui

tasawuf. Tasawuf adalah ajaran atau cara untuk mendekatkan diri kepada

Tuhan. Ajaran tasawuf ini banyak dijumpai dalam cerita babad dan hikayat

masyarakat setempat. Beberapa tokoh penyebar tasawuf yang terkenal adalah

Hamzah Fansuri, Syamsudin, Syekh Abdul Shamad dan Nuruddin Ar-Ranirry.

d.    Kesenian

Saluran penyebaran agama Islam di Nusantara terlihat pula dalam

kesenian Islam, seperti peninggalan seni bangunan, seno pahat, seni musik,

dan seni sastra. Hasil-hasil tersebut dapat pula dilihat pada masjid-

masjid kuno di Demak, Cirebon, Banten, dan Aceh.

e.    Dakwah Wali Songo

Proses penyebaran Islam di Nusantara khususnya di pulau Jawa tidak

lepas dari peranan para wali. Para wali bertindak sebagai juru dakwah,

penyebar dan perintis agama Islam. Dengan bekalpengetahuan agama dan

keahlian tersebut,para wali mendapat banyak pengikut dan sangat dihormati.

Di Jawa, terdapat sembilan wali yang sangat terkenal. Para wali ini

kemudian dikemal dengan sebutan Wali Songo ( wali sembilan, karena jumlah

wali ada sembilan orang). Mereka adalah sebagai berikut.

1.        Sunan Ampel (Raden Rahmat), di Ampel, Surabaya.

2.        Sunan Maulana Malik Ibrahim di Gresik.

3.        Sunan Giri (Raden Paku), di Bukit Giri, Surabaya.

4.        Sunan Drajat, di Drajat, Surabaya.

5.        Sunan Bonan (Makdum Ibrahim), di Bonang, Tuban

6.        Sunan Muria, yang tinggal di lereng gunung Muria, Kudus.

7.        Sunan Kalijaga (Joko Said), di Kalidangu, Demak.

8.        Sunan Kudus, yang bertempat tinggal di Kudus.

9.        Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah), di Gunung Jati,

Cirebon

Perkembangan Islam di Nusantara

Ada beberapa faktor yang menyebabkan agama Islam dapat berkembang

dengan cepat di Indonesia. Diantaranya sebagai berikut.

1.         Syarat masuk agama Islam sangatlah mudah. Seseorang hanya

butuh mengucapkan kalimat syahadat untuk bisa secara resmi masuk Islam.

2.         Agama Islam tidak mengenal sistem pembagian masyarakat

berdasarkan perbedaan kasta. Setiap anggota masyarakat memiliki kedudukan

yang sama sebagai hamba Allah SWT. Kenyataan ini berbeda dengan kondisi

sebelumnya dimana masyarakat terbagi dalam kasta-kasta.

3.         Penyebaran agama Islam dilakukan dengan jalan yang relatif

damai (tanpa melalui kekerasan)

4.         Sifat masyarakat Nusantara yang ramah tamah memberi peluang

untuk bergaul lebih erat dengan bangsa lain. Di dalam pergaulan itu,

terjadi saling mempengaruhi dan saling pengertian.

5.         Upacara-upacara ke agamaan dalam Islam lebih sederhana, dan

di padankan dengan upacara-upacara yang telah ada sebelumnya.

Faktor-faktor diatas, didikung pula dengan semangat para penganut Islam

untuk terus menyebarkan agama yang telah dianutnya. Bagi penganut agama

Islam, menyebarkan agama Islam adalah sebuah kewajiban.

Kerajaan-kerajaan islam di

indonesia (SEJARAH)

KERAJAAN SAMUDERA PASAI

1. Awal Perkembangan Kerajaan Samudera Pasai

Kerajaan Samudera Pasai terletak di pantai utara Aceh, pada muara

Sungai Pasangan (Pasai). Pada muara sungai itu terletak dua kota, yaitu

samudera (agak jauh dari laut) dan Pasai (kota pesisir). Kedua kota yang

masyarakatnya sudah masuk Islam tersebut disatukan oleh Marah Sile yang

masuk Islam berkat pertemuannya dengan Syekh Ismail, seorang utusan Syarif

Mekah. Merah Selu kemudian dinobatkan menjadi sultan (raja) dengan

gelar Sultan Malik al Saleh.

Setelah resmi menjadi kerajaan Islam, Samudera Pasai berkembang pesat

menjadi pusat perdagangan dan pusat studi Islam yang ramai. Pedagang

dari India, Benggala, Gujarat, Arab, Cina serta daerah di sekitarnya

banyak berdatangan di Samudera Pasai.

Samudera Pasai setelah pertahanannya kuat segera meluaskan kekuasaan ke

daerah pedalaman meliputi Tamiang, Balek Bimba, Samerlangga, Beruana,

Simpag, Buloh Telang, Benua, Samudera, Perlak, Hambu Aer, Rama Candhi,

Tukas, Pekan, dan Pasai.

2. Aspek Kehidupan Politik

Ada beberapa raja yang pernah memerintah Samudera Pasai, antara lain:

1)     Sultan Malik al Saleh ( 1290 – 1297)

2)     Muhammad Malik az Zahir ( 1297 – 1326 )

3)     Mahmud Malik az Zahir ( 1326 – 1345)

4)     Mansur Malik az Zahir ( …. – 1346 )

5)     Ahmad Malik az Zahir ( 1346 – 1383 )

6)     Zain al Abidin Malik az Zahir ( 1383 – 1405 )

7)     Nahrasiyah ( 1405 – 1412 )

8)     Sallah ad Din ( 1412 – … )

9)     Abu Zaid Malik az Zahir ( … – 1455 )

10) Mahmud Malik az Zahir ( 1455 – 1477 )

11) Zain al Abidin ( 1477 – 1500 )

12) Abdullah Malik az Zahir ( 1501 – 1513 )

13) Zain al Abidin ( 1513 – 1524 )

Kehidupan politik yang terjadi di Kerajaan Samudera Pasai dapat dilihat

pada masa pemerintahan raja-raja berikut ini:

1. Sultan Malik al Saleh

Sultan Malik al Saleh merupakan raja pertama di Kerajaan Samudera

Pasai. Dalam menjalankan pemerintahannya, Beliau berhasil menyatukan

dua kota besar di Kerajaan Samudera Pasai, yakni kota Samudera dan kota

Pasai

dan menjadikan masyarakatnya sebagai umat Islam. Setelah beliau mangkat

pada tahun 1297, jabatan beliau diteruskan oleh putranya, Sultan Malik

al Thahir. Lalu takhta kerajaan dilanjutkan lagi oleh kedua cucunya

yang bernama Malik al Mahmud dan Malik al Mansur.

2. Malik al Mahmud dan Malik al Mansur.

Dalam menjalankan pemerintahannya, Malik al Mahmud dan Malik al Mansur

pernah memindahkan ibu kota kerajaan ke Lhok Seumawe dengan dibantu

oleh kedua perdana menterinya.

3. Sultan Ahmad Perumadal Perumal

Pada masa pemerintahan Sultan Ahmad Perumadal Perumal inilah, Kerajaan

Samudera Pasai pertama kalinya menjalin hubungan dengan Kerajaan /

Kesultanan lain, yakni Kesultanan Delhi (India).

3. Aspek Kehidupan Ekonomi dan Sosial

Kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat Samudera Pasai dititikberatkan

pada kegiatan perdagangan, pelayaran dan penyebaran agama. Hal ini

dikarenakan, banyaknya pedagang asing yang sering singgah bahkan

menetap di daerah Samudera Pasai, yakni Pelabuhan Malaka. Mereka yang

datang dari berbagai negara seperti Persia, Arab, dan Gujarat kemudian

bergaul dengan penduduk setempat dan menyebarkan agama serta

kebudayaannya masing-masing. Dengan demikian, kehidupan sosial dan

ekonomi masyarakat Samudera Pasai bertambah maju, begitupun di bidang

perdagangan, pelayaran dan keagamannya.

Keberadaan agama Islam di Samdera Pasai sangat dipengaruhi oleh

perkembangan di Timur Tengah. Hal itu terbukti pada saat perubahan

aliran  Syi’ah menjadi Syafi’i di Samudera Pasai. Perubahan aliran tersebut

ternyata mengikuti perubahan di Mesir. Pada saat itu, di Mesir sedang

terjadi pergantian kekuasaan dari Dinasti Fatimah yang beraliran Syi’ah

kepada Dinasti Mameluk yang beraliran Syafi’i.

Aliran Syafi’i dalam perkembangannya di samudera Pasai menyesuaikan dengan

adat istiadat setempat. Oleh karena itu kehidupan sosial masyarakatnya

merupakan campuran Islam dengan adat istiadat setempat.

4. Kemunduran Kerajaan Samudera Pasai

Pada waktu Samudera Pasai berkembang, Majapahit juga sedang

mengembangkan politik ekspansi. Majapahit setelah meyakini adanya

hubungan antara Samudera Pasai dan Delhi yang membahayakan

kedudukannya, maka

pada tahun 1350 M segera menyerang Samudera Pasai. Akibatnya, Samudera

Pasai mengalami kemunduran. Pusat perdagangan Samudera Pasai pindah ke

pulau Bintan dan Aceh Utara (Banda Aceh). Samudera Pasai runtuh

ditaklukkan Aceh

KERAJAAN ACEH

1. Awal Perkembangan Kerajaan Aceh

Aceh semula menjadi daerah taklukkan Kerajaan Pedir. Akibat Malaka jatuh

ke tangan Portugis, pedagang yang semula berlabuh di pelabuhan Malaka

beralih ke pelabuhan milik Aceh. Dengan demikian, Aceh segera

berkembang dengan cepat dan akhirnya lepas dari kekuasaan Pedir. Aceh

berdiri sebagai kerajaan merdeka. Sultan pertama yang memerintah dan

sekaligus pendiri Kerajaan Aceh adalah Sultan Ali Mughayat Syah (1514-

1528 M).

2. Aspek Kehidupan Politik dan Pemerintahan

Aceh cepat tumbuh menjadi kerajaan besar karena didukung oleh faktor

sebagai berikut:

1)     Letak Ibu kota Aceh yang sangat strategis.

2)     Pelabuhan Aceh ( Olele ) memiliki persyaratan yang baik sebagai

pelabuhan dagang.

3)     Daerah Aceh kaya dengan tanaman lada sebagai mata dagangan

ekspor yang penting.

4)     Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis menyebabkan pedagang Islam

banyak yang singgah ke Aceh.

Sultan Ali Mughayat Syah merupakan Raja pertama di Aceh sekaligus

beliau merupakan pendiri Kerajaan Aceh. Setelah beliau mangkat, raja

selanjutnya adalah Sultan Ibrahim. Dalam pemerintahannya beliau

berhasil menaklukkan Pedir. Raja berikutnya adalah Iskandar Muda. Pada

masa pemerintahan beliau, Aceh mencapai puncak kejayaan dan menjadi

sumber komoditas lada dan emas. Beliau mangkat pada tahun 1636 M dan

digantikan oleh menantunya Iskandar Thani yang tidak memiliki

kecakapan. Dalam pemerintahannya, Kerajaan Aceh terus-menerus mengalami

kemunduran.

3. Aspek Kehidupan Kebudayaan

Letak Aceh yang strategis menyebabkan perdagangannya maju pesat. Dengan

demikian, kebudayaan masyarakatnya juga makin bertambah maju karena

sering berhubungan dengan bangsa lain. Contohnya, yaitu tersusunnya

hukum adat yang dilandasi ajaran Islam yang disebut Hukum Adat Makuta

Alam. Dengan hukum adat Makuta Alam itulah, sehingga tata kehidupan dan

segala aktivitas masyarakat Aceh didasarkan pada aturan Islam. Dengan

demikian, keadaan Aceh seolah-olah identik dengan Mekah, Arab Saudi.

Atas dasar itulah, Aceh mendapat julukan Serambi Mekah.

4. Aspek Kehidupan Ekonomi dan Sosial

Bidang perdagangan yang maju menjadikan Aceh makin makmur. Setelah

Sultan Ibrahim dapat menaklukkan Pedir yang kaya akan lada putih, Aceh

makin bertambah makmur dan menjadi sumber komoditas lada dan emas.

Dengan kekayaan melimpah, Aceh mampu membangun angkatan bersenjata yang

kuat. 

5. Kemunduran Kerajaan Aceh

Kemunduran Kerajaan Aceh ketika itu disebabkan oleh hal-hal sebagai-

berikut:

1. Kekalahan perang antara Aceh melawan Portugis di Malaka pada

tahun 1629 M.

2. Tokoh pengganti Iskandar Muda tidak secakap pendahulunya.

3. Permusuhan yang hebat di antara kaum ulama yang menganut ajaran

berbeda.

4. Daerah-daerah yang jauh dari pemerintahan pusat melepaskan diri

dengan Aceh.

5. Pertahanan Aceh lemah sehingga bangsa-bangsa Eropa lainnya

berhasil mendesak dan menggeser daerah-daerah perdagangan Aceh.

Akibatnya perekonomian semakin melemah.

KERAJAAN DEMAK

1. Awal Perkembangan Kerajaan Demak

Kerajaan Demak merupakan kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa. Demak

sebelumnya merupakan daerah vasal atau bawahan dari Majapahit. Daerah

ini diberikan kepada Raden Patah, keturunan Raja Majapahit yang terakhir.

Ketika kekuasaan kerajaan Majapahit melemah, Raden Patah memisahkan

diri sebagai bawahan Majapahit pada tahun 1478 M. Dengan dukungan dari

para bupati, Raden Patah mendirikan kerajaan Islam Demak dengan gelar

Senopati Jimbung Ngabdurrahman Panembahan Palembang Sayidin Panatagama. Sejak

saat itu, kerajaan Demak berkembang menjadi kerajaan maritim yang kuat.

Wilayahnya cukup luas, hampir meliputi sepanjang pantai utara Pulau

Jawa. Sementara itu, daerah pengaruhnya sampai ke luar Jawa, seperti ke

Palembang, Jambi, Banjar, dan Maluku.

2. Aspek Kehidupan Politik dan Pemerintahan

Pada tahun 1507 M, Raja Demak pertama, Raden Patah mangkat dan

digantikan oleh putranya Pati Unus. Pada masa pemerintahan Pati Unus,

Demak dan Portugis bermusuhan, sehingga sepanjang pemerintahannya, Pati

Unus hanya memperkuat pertahanan lautnya, dengan maksud agar Portugis

tidak masuk ke Jawa. Setelah mangkat pada tahun 1521, Pati unus

digantikan oleh adiknya Trenggana. Setelah naik takhta, Sultan Trenggana

melakukan usaha besar membendung masuknya portugis ke Jawa Barat dan

memperluas kekuasaan Kerajaan Demak. Beliau mengutus Faletehan beserta

pasukannya untuk menduduki Jawa Barat. Dengan semangat juang yang

tinggi, Faletehan berhasil menguasai Banten dan Sunda Kelapa lalu

menyusul Cirebon. Dengan demikian, seluruh pantai utara Jawa akhirnya

tunduk kepada pemerintahan Demak. Faletehan kemudian diangkat menjadi

raja di Cirebon. Pasukan demak terus bergerak ke daerah pedalaman dan

berhasil menundukkan Pajang dan Mataram, serta Madura. Untuk memperkuat

kedudukannya, Sultan Trenggana melakukan perkawinan politik dengan Bupati

Madura, yakni mengawinkan Putri Sultan Trenggana dengan Putra Bupati

Madura, Jaka Tingkir. Sultan Trenggana mangkat pada tahun 1546 M.

Mangkatnya Beliau menimbulkan kekacauan politik yang hebat di Demak.

Negara bagian banyak yang melepaskan diri, dan para ahli waris Demak

juga saling berebut tahta sehingga timbul perang saudara dan muncullah

kekuasaan baru, yakni Kerajaan Pajang.

3. Aspek Kehidupan Sosial dan Budaya

Kehidupan sosial masyarakat Kerajaan Demak telah berjalan teratur.

Pemerintahan diatur dengan hukum Islam tanpa meninggalkan norma-norma

lama begitu saja. Hasil kebudayaan Demak merupakan kebudayaan yang

berkaitan dengan Islam. Seperti ukir-ukiran Islam dan berdirinya Masjid

Agung Demak yang masih berdiri sampai sekarang. Masjid Agung tersebut

merupakan lambang kebesaran Demak sebagai kerajaan Islam.

4. Aspek Kehidupan Ekonomi

Dalam bidang ekonomi, Demak berperan penting karena mempunyai daerah

pertanian yang cukup luas dan sebagai penghasil bahan makanan, terutama

beras. Selain itu, perdagangannya juga maju. Komoditas yang diekspor,

antara lain beras, madu, dan lilin.

5. Keruntuhan Kerajaan Demak

Keruntuhan Kerajaan Demak disebabkan karena pembalasan dendam yang

dilakukan oleh Ratu Kalinyamat yang bekerja sama dengan Bupati Pajang

Hadiwijaya (Jaka Tingkir). Mereka berdua ingin menyingkirkan Aria

Penansang sebagai pemimpin Kerajaan Demak karena Aria Penansang telah

membunuh suami dan adik suami dari Ratu Kalinyamat. Dengan tipu daya

yang tepat mereka berhasil meruntuhkan pemerintahan dari Bupati Jipang

yang tidak lain adalah Aria Penansang. Aria Penansang sendiri berhasil

dibunuh Sutawijaya. Sejak saat itu pemerintahan Demak pindah ke Pajang

dan tamatlah riwayat Kerajaan Demak.

KERAJAAN BANTEN

1. Awal Perkembangan Kerajaan Banten

Semula Banten menjadi daerah kekuasaan Kerajaan Pajajaran. Rajanya (Samiam)

mengadakan hubungan dengan Portugis di Malaka untuk membendung

meluasnya kekuasaan Demak. Namun melalui, Faletehan, Demak berhasil

menduduki Banten, Sunda Kelapa, dan Cirebon. Sejak saat itu, Banten

segera tumbuh menjadi pelabuhan penting menyusul kurangnya pedagang

yang berlabuh di Pelabuhan Malaka yang saat itu dikuasai oleh Portugis.

Pada tahun 1552 M, Faletehan menyerahkan pemerintahan Banten kepada

putranya, Hasanuddin. Di bawah pemerintahan Sultan Hasanuddin (1552-1570

M), Banten cepat berkembang menjadi besar. Wilayahnya meluas sampai ke

Lampung, Bengkulu, dan Palembang.

2. Aspek Kehidupan Politik dan Pemerintahan

Raja Banten pertama, Sultan Hasanuddin mangkat pada tahun 1570 M dan

digantikan oleh putranya, Maulana Yusuf. Sultan Maulana Yusuf memperluas

daerah kekuasaannya ke pedalaman. Pada tahun 1579 M kekuasaan Kerajaan

Pajajaran dapat ditaklukkan, ibu kotanya direbut, dan rajanya tewas

dalam pertempuran. Sejak saat itu, tamatlah kerajaan Hindu di Jawa

Barat.

Pada masa pemerintahan Maulana Yusuf, Banten mengalami puncak kejayaan.

Keadaan Banten aman dan tenteram karena kehidupan masyarakatnya

diperhatikan, seperti dengan dilaksanakannya pembangunan kota. Bidang

pertanian juga diperhatikan dengan membuat saluran irigasi.

Sultan Maulana Yusuf mangkat pada tahun 1580 M. Setelah mangkat,

terjadilah perang saudara untuk memperebutkan tahta di Banten. Setelah

peristiwa itu, putra Sultan Maulana Yusuf, Maulana Muhammad yang baru

berusia sembilan tahun diangkat menjadi Raja dengan perwalian

Mangkubumi.

Masa pemerintahan Maulana Muhammad berlangsung tahun 1508-1605 M.

Kemudian digantikan oleh Abdulmufakir yang masih kanak-kanak didampingi

oleh Pangeran Ranamenggala. Setelah pangeran Rana Menggala wafat,

Banten mengalami kemunduran.

3. Aspek Kehidupan Ekonomi dan Sosial

Banten tumbuh menjadi pusat perdagangan dan pelayaran yang ramai karena

menghasilkan lada dan pala yang banyak. Pedangang Cina, India, gujarat,

Persia, dan Arab banyak yang datang berlabuh di Banten. Kehidupan

sosial masyarakat Banten dipengaruhi oleh sistem kemasyarakatan Islam.

Pengaruh tersebut tidak terbatas di lingkungan daerah perdagangan,

tetapi meluas hingga ke pedalaman.

4. Kemunduran Kerajaan Banten

Penyebab kemunduran Kerajaan Banten berawal saat mangkatnya Raja Besar

Banten Maulana Yusuf. Setelah mangkatnya Raja Besar terjadilah perang

saudara di Banten antara saudara Maulana Yusuf dengan pembesar Kerajaan

Banten. Sejak saat itu Banten mulai hancur karena terjadi peang

saudara, apalagi sudah tidak ada lagi raja yang cakap seperti Maulana

Yusuf.

KERAJAAN MATARAM ISLAM

1. Awal Perkembangan Kerajaan Mataram Islam

Pada waktu Sultan Hadiwijaya berkuasa di Pajang, Ki Ageng Pemanahan

dilantik menjadi Bupati di Mataram sebagai imbalan atas keberhasilannya

membantu menumpas Aria Penangsang. Sutawijaya, putra Ki Ageng Pemanahan

diambil anak angkat oleh Sultan Hadiwijaya. Setelah Ki Ageng Pemanahan

wafat pada tahun 1575 M, Sutawijaya diangkat menjadi bupati di Mataram.

Setelah menjadi bupati, Sutawijaya ternyata tidak puas dan ingin

menjadi raja yang menguasai seluruh Jawa, sehingga terjadilah

peperangan sengit pada tahun 1528 M yang menyebabkan Sultan Hadiwijaya

mangkat. Setelah itu terjadi perebutan kekuasaan di antara para

Bangsawan Pajang dengan pasukan Pangeran Pangiri yang membuat Pangeran

Pangiri beserta pengikutnya diusir dari Pajang, Mataram. Setelah

suasana aman, Pangeran Benawa (putra Hadiwijaya) menyerahkan takhtanya

kepada Sutawijaya yang kemudian memindahkan pusat pemerintahannya ke

kotagede pada tahun 1568 M. Sejak saat itu berdirilah Kerajaan Mataram.

2. Aspek Kehidupan Politik dan Pemerintahan

Dalam menjalankan pemerintahannya, Sutawijaya, Raja Mataram banyak

menghadapi rintangan. Para bupati di pantai utara Jawa seperti Demak,

Jepara, dan Kudus yang dulunya tunduk pada Pajang memberontak ingin

lepas dan menjadi kerajaan merdeka. Akan tetapi, Sutawijaya berusaha

menundukkan bupati-bupati yang menentangnya dan Kerajaan Mataram

berhasil meletakkan landasan kekuasaannya mulai dari Galuh (Jabar)

sampai pasuruan (Jatim).

Setelah Sutawijaya mangkat, tahta kerajaan diserahkan oleh putranya,

Mas Jolang, lalu cucunya Mas Rangsang atau Sultan Agung. Pada masa

pemerintahan Sultan Agung, muncul kembali para bupati yang memberontak,

seperti Bupati Pati, Lasem, Tuban, Surabaya, Madura, Blora, Madiun, dan

Bojonegoro.

Untuk menundukkan pemberontak itu, Sultan Agung mempersiapkan sejumlah

besar pasukan, persenjataan, dan armada laut serta penggemblengan fisik

dan mental. Usaha Sultan Agung akhirnya berhasil pada tahun 1625 M.

Kerajaan Mataram berhasil menguasai seluruh Jawa, kecuali Banten,

Batavia, Cirebon, dan Blambangan. Untuk menguasai seluruh Jawa, Sultan

Agung mencoba merebut Batavia dari tangan Belanda. Namun usaha Sultan

mengalami kegagalan.

3. Aspek Kehidupan Sosial

Kehidupan masyarakat di kerajaan Mataram, tertata dengan baik

berdasarkan hukum Islam tanpa meninggalkan norma-norma lama begitu

saja. Dalam pemerintahan Kerajaan Mataram Islam, Raja merupakan

pemegang kekuasaan tertinggi, kemudian diikuti oleh sejumlah pejabat

kerajaan. Di bidang keagamaan terdapat penghulu, khotib, naid, dan

surantana yang bertugas memimpin upacara-upacara keagamaan. Di bidang

pengadilan, dalam istana terdapat jabatan jaksa yang bertugas

menjalankan pengadilan istana. Untuk menciptakan ketertiban di seluruh

kerajaan, diciptakan peraturan yang dinamakan anger-anger yang harus

dipatuhi oleh seluruh penduduk.

4. Aspek Kehidupan Ekonomi dan Kebudayaan

Kerajaan Mataram adalah kelanjutan dari Kerajaan Demak dan Pajang.

Kerajaan ini menggantungkan kehidupan ekonominya dari sektor agraris.

Hal ini karena letaknya yang berada di pedalaman. Akan tetapi, Mataram

juga memiliki daerah kekuasan di daerah pesisir utara Jawa yang

mayoritas sebagai pelaut. Daerah pesisir inilah yang berperan penting

bagi arus perdagangan Kerajaan Mataram. Kebudayaan yang berkembang

pesat pada masa Kerajaan Mataram berupa seni tari, pahat, suara, dan

sastra. Bentuk kebudayaan yang berkembang adalah Upacara Kejawen yang

merupakan akulturasi antara kebudayaan Hindu-Budha dengan Islam. Di

samping itu, perkembangan di bidang kesusastraan memunculkan karya

sastra yang cukup terkenal, yaitu Kitab Sastra Gending yang merupakan

perpaduan dari hukum Islam dengan adat istiadat Jawa yang disebut Hukum

Surya Alam.

5. Kemunduran Mataram Islam

Kemunduran Mataram Islam berawal saat kekalahan Sultan Agung merebut

Batavia dan menguasai seluruh Jawa dari Belanda. Setelah kekalahan itu,

kehidupan ekonomi rakyat tidak terurus karena sebagian rakyat

dikerahkan untuk berperang.

KERAJAAN MAKASSAR

1. Awal Perkembangan Kerajaan Makassar

Di Sulawesi Selatan pada awal abad ke-16 terdapat banyak kerajaan,

tetapi yang terkenal adalah Gowa, Tallo, bone, Wajo, Soppeng, dan Luwu. Berkat

dakwah dari Datuk ri Bandang dan Sulaeman dari Minangkabau, akhirnya Raja

Gowa dan Tallo masuk Islam (1605) dan rakyat pun segera mengikutinya.

Kerajaan Gowa dan Tallo akhirnya dapat menguasai kerajaan lainnya. Dua

kerajaan itu lazim disebut Kerajaan Makassar. Dari Makasar, agama Islam

menyebar ke berbagai daerah sampai ke Kalimantan Timur, Nusa Tenggara

Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Makassar merupakan salah satu kerajaan

Islam yang ramai akan pelabuhannya. Hal ini, karena letaknya di tengah-

tengah antara Maluku, Jawa, Kalimantan, Sumatera, dan Malaka.

2. Aspek Kehidupan Politik dan Pemerintahan

Kerajaan Makassar mula-mula diperintah oleh Sultan Alauddin (1591-1639 M).

Raja berikutnya adalah Muhammad Said (1639-1653 M) dan dilanjutan oleh

putranya, Hasanuddin (1654-1660 M). Sultan Hasanuddin berhasil

memperluas daerah kekuasaannya dengan menundukkan kerajaan-kerajaan

kecil di Sulawesi Selatan, termasuk Kerajaan Bone. VOC setelah

mengetahui Pelabuhan Makassar, yaitu Sombaopu cukup ramai dan banyak

menghasilkan beras, mulai mengirimkan utusan untuk membuka hubungan

dagang. Setelah sering datang ke Makassar, VOC mulai membujuk Sultan

Hasanuddin untuk bersama-sama menyerbu Banda (pusat rempah-rempah).

Namun, bujukan VOC itu ditolak. Setelah peristiwa itu, antara Makassar

dan VOC mulai terjadi konflik. Terlebih lagi setelah insiden penipuan

tahun 1616. Pada saat itu para pembesar Makassar diundang untuk suatu

perjamuan di atas kapal VOC, tetapi nyatanya malahan dilucuti dan

terjadilah perkelahian yang menimbulkan banyak korban di pihak

Makassar. Keadaan meruncing sehingga pecah perang terbuka. Dalam

peperangan tersebut, VOC sering mengalami kesulitan dalam menundukkan

Makassar. Oleh karena itu, VOC memperalat Aru Palakka (Raja Bone) yang

ingin lepas dari kerajaan Makassar dan menjadi kerajaan merdeka.

3. Aspek Kehidupan Ekonomi, Sosial, dan Kebudayaan

Kerajaan Makassar berkembang menjadi kerajaan maritim. Hasil perekonomian

terutama diperoleh dari hasil pelayaran dan perdagangan. Pelabuhan

Sombaupu ( Makassar ) banyak didatangi kapal-kapal dagang sehingga

menjadi pelabuhan transit yang sangat ramai. Dengan demikian,

masyarakatnya hidup aman dan makmur. Dalam menjalankan pemerintahannya,

Raja dibantu oleh Bate Salapanga (Majelis Sembilan) yang diawasi oleh

seorang paccalaya (hakim). Sesudah sultan, jabatan tertinggi dibawahnya

adalah pabbicarabutta (mangkubumi) yang dibantu oleh tumailang matoa dan

malolo. Panglima tertinggi disebut anrong guru lompona tumakjannangan.

Bendahara kerajaan disebut opu bali raten yang juga bertugas mengurus

perdagangan dan hubungan luar negeri. Pejabat bidang keagamaan dijabat

oleh kadhi yang dibantu imam, khatib, dan bilal. Hasil kebudayaan yang

cukup menonjol dari Kerajaan Makassar adalah keahlian masyarakatnya

membuat perahu layar yang disebut pinisi dan lambo.

4.   Kemunduran Kerajaan Makassar

Kemunduran Kerajaan Makassar disebabkan karena permusuhannya dengan VOC

yang berlangsung sangat lama. Ditambah dengan taktik VOC yang

memperalat Aru Palakka ( Raja Bone) untuk mengalahkan Makassar.

Kebetulan saat itu Kerajaan Makassar sedang bermusuhan dengan Kerajaan

Bone sehingga Raja Bone setuju bekerja sama dengan VOC.

KERAJAAN TERNATE

1. Awal Perkembangan Kerajaan Ternate

Pada abad ke-13 di Maluku sudah berdiri Kerajaan Ternate. Ibu kota

Kerajaan Ternate terletak di Sampalu (Pulau Ternate). Selain Kerajaan

Ternate, di Maluku juga telah berdiri kerajaan lain, seperti Jaelolo,

Tidore, Bacan, dan Obi. Di antara kerajaan di Maluku, Kerajaan Ternate

yang paling maju. Kerajaan Ternate banyak dikunjungi oleh pedagang,

baik dari Nusantara maupun pedagang asing.

2. Aspek Kehidupan Politik dan Pemerintahan

Raja Ternate yang pertama adalah Sultan Marhum (1465-1495 M). Raja

berikutnya adalah putranya, Zainal Abidin. Pada masa pemerintahannya,

Zainal Abidin giat menyebarkan agama Islam ke pulau-pulau di

sekitarnya, bahkan sampai ke Filiphina Selatan. Zainal Abidin

memerintah hingga tahun 1500 M. Setelah mangkat, pemerintahan di

Ternate berturut-turut dipegang oleh Sultan Sirullah, Sultan Hairun, dan Sultan

Baabullah. Pada masa pemerintahan Sultan Baabullah, Kerajaan Ternate

mengalami puncak kejayaannya. Wilayah kerajaan Ternate meliputi

Mindanao, seluruh kepulauan di Maluku, Papua, dan Timor. Bersamaan

dengan itu, agama Islam juga tersebar sangat luas.

3. Aspek Kehidupan Ekonomi, Sosial, dan Kebudayaan

Perdagangan dan pelayaran mengalami perkembangan yang pesat sehingga

pada abad ke-15 telah menjadi kerajaan penting di Maluku. Para pedagang

asing datang ke Ternate menjual barang perhiasan, pakaian, dan beras

untuk ditukarkan dengan rempah-rempah. Ramainya perdagangan memberikan

keuntungan besar bagi perkembangan Kerajaan Ternate sehingga dapat

membangun laut yang cukup kuat. Sebagai kerajaan yang bercorak Islam,

masyarakat Ternate dalam kehidupan sehari-harinya banyak menggunakan

hukum Islam . Hal itu dapat dilihat pada saat Sultan Hairun dari

Ternate dengan De Mesquita dari Portugis melakukan perdamaian dengan

mengangkat sumpah dibawah kitab suci Al-Qur’an. Hasil kebudayaan yang

cukup menonjol dari kerajaan Ternate adalah keahlian masyarakatnya

membuat kapal, seperti kapal kora-kora.

4. Kemunduran Kerajaan Ternate

Kemunduran Kerajaan Ternate disebabkan karena diadu domba dengan

Kerajaan Tidore yang dilakukan oleh bangsa asing ( Portugis dan Spanyol

) yang bertujuan untuk memonopoli daerah penghasil rempah-rempah

tersebut. Setelah Sultan Ternate dan Sultan Tidore sadar bahwa mereka

telah diadu domba oleh Portugis dan Spanyol, mereka kemudian bersatu

dan berhasil mengusir Portugis dan Spanyol ke luar Kepulauan Maluku.

Namun kemenangan tersebut tidak bertahan lama sebab VOC yang dibentuk

Belanda untuk menguasai perdagangan rempah-rempah di Maluku berhasil

menaklukkan Ternate dengan strategi dan tata kerja yang teratur, rapi

dan terkontrol dalam bentuk organisasi yang kuat.

KERAJAAN TIDORE

1. Awal Perkembangan Kerajaan Tidore

Kerajaan tidore terletak di sebelah selatan Ternate. Menurut silsilah

raja-raja Ternate dan Tidore, Raja Ternate pertama adalah Muhammad

Naqal yang naik tahta pada tahun 1081 M. Baru pada tahun 1471 M, agama

Islam masuk di kerajaan Tidore yang dibawa oleh Ciriliyah, Raja Tidore

yang kesembilan. Ciriliyah atau Sultan Jamaluddin bersedia masuk Islam

berkat dakwah Syekh Mansur dari Arab.

2. Aspek Kehidupan Politik dan Kebudayaan

Raja Tidore mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Nuku

(1780-1805 M). Sultan Nuku dapat menyatukan Ternate dan Tidore untuk

bersama-sama melawan Belanda yang dibantu Inggris. Belanda kalah serta

terusir dari Tidore dan Ternate. Sementara itu, Inggris tidak mendapat

apa-apa kecuali hubungan dagang biasa. Sultan Nuku memang cerdik,

berani, ulet, dan waspada. Sejak saat itu, Tidore dan Ternate tidak

diganggu, baik oleh Portugis, Spanyol, Belanda maupun Inggris sehingga

kemakmuran rakyatnya terus meningkat. Wilayah kekuasaan Tidore cukup

luas, meliputi Pulau Seram, Makean Halmahera, Pulau Raja Ampat, Kai,

dan Papua. Pengganti Sultan Nuku adalah adiknya, Zainal Abidin. Ia juga

giat menentang Belanda yang berniat menjajah kembali.

3. Aspek Kehidupan Ekonomi dan Sosial

Sebagai kerajaan yang bercorak Islam, masyarakat Tidore dalam kehidupan

sehari-harinya banyak menggunakan hukum Islam . Hal itu dapat dilihat

pada saat Sultan Nuku dari Tidore dengan De Mesquita dari Portugis

melakukan perdamaian dengan mengangkat sumpah dibawah kitab suci Al-

Qur’an.

Kerajaan Tidore terkenal dengan rempah-rempahnya, seperti di daerah

Maluku. Sebagai penghasil rempah-rempah, kerajaan Tidore banyak

didatangi oleh Bangsa-bangsa Eropa. Bangsa Eropa yang datang ke Maluku,

antara lain Portugis, Spanyol, dan Belanda.

4. Kemunduran Kerajaan Tidore

Kemunduran Kerajaan Tidore disebabkan karena diadu domba dengan

Kerajaan Ternate yang dilakukan oleh bangsa asing ( Spanyol dan

Portugis ) yang bertujuan untuk memonopoli daerah penghasil rempah-

rempah tersebut. Setelah Sultan Tidore dan Sultan Ternate sadar bahwa

mereka telah diadu domba oleh Portugis dan Spanyol, mereka kemudian

bersatu dan berhasil mengusir Portugis dan Spanyol ke luar Kepulauan

Maluku. Namun kemenangan tersebut tidak bertahan lama sebab VOC yang

dibentuk Belanda untuk menguasai perdagangan rempah-rempah di Maluku

berhasil menaklukkan Ternate dengan strategi dan tata kerja yang

teratur, rapi dan terkontrol dalam bentuk organisasi yang kuat.

NAMA-NAMA ULAMA AWAL DI INDONESIA

Ulama adalah sebutan bagi para mubaligh yang pekerjaannya lebih khususu

mengajarkan agama Islam dan benar-benar menguasai dan memahami mengenai

seluk beluk agam dan ajaran Islam. Dengan adanya para ulama ini tentu

akan lebih mudah dalam proses Islamisasi dan memperdalam tentang agama

Islam. Ada dua cara yang dilskuksn oleh para ulama untuk menyebarkan

agama dan ajaran Islam, yakni

Membentuk kader-kader ulama, yaitu dengan menyelenggarakan pengajaran

dan pendidikan Islam melalui Pendidikan pesantren-pesantren di Jawa,

dayah di Aceh, dan surau Minangkabau yang akan bertugas sebagai

mubaligh ke daerah-daerah.

Melalui karya-karya yang tersebar dan dibasa di berbagai tempat yang

jauh. Karya-karya tersebut menggambarkan perkembangan pemikiran dan

ilmu-illmu keagamaan di Indonesia pada masa itu. Para ulama di

Indonesia banyak bermunculan sekitar abad ke-16 dan 17 Masehi.

Berikut adalah nama-nama ulama awal di Indonesia serta beberapa

penjelasannya.

1). Hamzah Fansuri

Hamzah Fansuri dilahirkan pada akhir abad ke-16 di Barus, Sumatra

Utara. Pada tahun 1726, Francois Valentijn dalam bukunya Oud en Nieuw

Oost-Indie pada bab mengenai Sumatra menyebutkan banwa Hamzah Fansuri

adalah sebagai penyair yang dilahirkan di Fansur. Hamzah Fansuri telah

mengembara ke berbagai tempat untuk menambah pengeteahuannya seperti

Mekah, Madinah, Baghdad, Kudus, dan tempat-tempat jawa lainnya. Ia

menguasai bahasa Arab dan Parsi di samping bahasa Melayu yang memang

menjadi bahasa ibunya. Hamzah Fansuri adalah mengembang tarekat

wujudiyah atau Martabat Tujuh. Menurutnya yang disebut wujud iru hanya

satu, walaupun kelihatannya banyak. Wujud yang satu itu mempunyai dua

dimensi, yang meliputi dimensi batin (isi) dan dimensi lahir (kulit).

Semua benda yang tampak itu merupakan perwujudan dari dimensi batin,

yaitu waujud yang hakiki, yang tiada lain adalah Allah. Wujud yang

hakiki tersebut mempunyai tujuh martabat, yakni

1. Ahadiyah, hakikat sejati Allah.

2. Wahdah, hakikat Muhammad.

3. Wahidiyah, hakikat Nabi Adam.

4. Alam Arwah, hakikat nyawa.

5. Alam Mistad, hakikat segala bentuk.

6. Alam Ajsam, hakikat tubuh.

7. Alam Ihsan, hakikat manusia.

Semua martabat tersebut bermuara pada yang satu, yaitu ahadiyah, itulah

Allah. Pemikiran tasawufnya ini dipengaruhi oleh paham wahdat al wujud

dari Ibnu Arabi dan al Hallaj, ahli tasawuf yang masyhur pada akhir

abad ke-12 dan awal abad ke-13. Dibawah ini adalah karya-karya Hamzah

Fansuri;

1. Asrar all-Arifin (Rahasia Orang yang bijaksana)

2. Syarab al-Asyikin (Minuman Segala Orang yang Berani)

3. Zinat al-Muwahidin (Perhiasan Sekalian Orang yang Mengesakan)

4. Syair si Burung Pingai

5. Syair si Burung Pinggak

6. Syair Sidang Fakir

7. Syair Dagang

8. Syair Perahu

Hamzah Fansuri menghasilkan karyanya itu ketika masa Sultan Iskandar

Muda,

1606-1636 M (abad ke-17, meghasilkan beberapa buah syair dan prosa).

Berikut ini merupakan syair karyanya;

Syair Perahu

Inilah gerangan suatu madah

Mengarangkan syair terlalu indah

Membetuli jalan tempat berpindah

Disanalah i’tikad diperbetuli sudah

Wahai muda kenali dirimu

Ialah perahu tamsil tubuhmu

Tiadalah berapa lama hidupmu

Ke akhirat jua kekal diammu

Hai muda arif budiman

Hasilkan kemudi dengan pedoman

Alat perahumu jua kerjaka

Itulah jalan membetuli insane

2). Syeikh Abdul Qadir Al Fathani

Kedudukan Syeikh Abdul Qadir bin Abdur Rahman al-Fathani dari sudut

ilmu pengetahuan adalah setaraf dengan ulama-ulama besar yang berada di

Mekah dan Madinah pada zaman itu. Syeikh Abdul Qadir bin Abdur Rahman

al-Fathani menjalankan tugas ulama dengan aktivitis pengajarannya di

Masjidil Haram, Mekah dan di rumahnya sendiri.

Syeikh al-Fathani menyebut bahwa ayahnya, Syeikh Wan Muhammad Zain al-

Fathani lahir dalam tahun 1233 H/1817 M. Diriwayatkan bahawa Syeikh

Abdul Qadir al-Fathani itu lebih tua daripada Syeikh Muhammad Zain al-

Fathani. Riwayat lain menyebut bahwa usia Syeikh Abdul Qadir al-Fathani

lebih tua sekitar lima tahun daripada Syeikh Wan Muhammad Zain al-

Fathani. Jadi bererti Syeikh Abdul Qadir al-Fathani lahir dalam tahun

1228 H/1813 M. Diriwayatkan pula bahawa Syeikh Abdul Qadir al-Fathani

lebih tua daripada Syeikh Nawawi al-Bantani (Imam Nawawi Tsani).

Syeikh Nawawi al-Bantani lahir dalam tahun 1230 H/1814 M. Kedua-dua

ulama yang berasal dari Patani dan Banten itu bersahabat ketika kedua-

duanya belajar di Mekah. Kedua-duanya menerima bai`ah Thariqat

Qadiriyah-Naqsyabandiyah daripada Syeikh Ahmad Khatib Sambas (1217

H/1802 M-1289 H/1872 M). Dalam beberapa hal Syeikh Nawawi Banten

belajar kepada Syeikh Abdul Qadir al-Fathani, di antaranya ilmu qiraah.

Dan demikian sebaliknya dalam beberapa hal Syeikh Abdul Qadir al-

Fathani belajar pula kepada Syeikh Nawawi al-Bantani. Syeikh Abdul

Qadir bin Abdur Rahman al-Fathani telah menyelamatkan cukup banyak

karya yang masih dalam bentuk tulisan tangan (manuskrip) yang dikarang

oleh ulama dunia Melayu, terutama sekali karya-karya Syeikh Daud bin

Abdullah al-Fathani. Selain memelihara manuskrip dengan rapi, Syeikh

Abdul Qadir bin Abdur Rahman al-Fathani pula telah melakukan

pentahqiqan dan pentashhihan beberapa buah kitab yang dianggap penting,

yang secara tradisinya banyak diajarkan dari sebelum hingga zaman

beliau. Syeikh Abdul Qadir bin Abdur Rahman al-Fathani ini sangat

penting bagi orang-orang Melayu yang berada di Mekah pada zamannya.

Beliau adalah guru bagi seluruh ulama Asia Tenggara, pakar tempat

rujukan dalam semua bidang keilmuan keislaman. Telah disebutkan bahawa

Syeikh Abdul Qadir bin Abdur Rahman al-Fathani adalah keluarga dekat

kepada Syeikh Daud bin Abdullah al-Fathani, maka Syeikh Abdul Qadir bin

Abdur Rahman al-Fathani inilah yang pertama mengambil tempat

kemasyhuran Syeikh Daud bin Abdullah al-Fathani setelah beliau

meninggal dunia. Pengetahuan Islam dan predikat ulama pada peribadi

Syeikh Abdul Qadir bin Abdur Rahman al-Fathani tidak pernah diragukan

oleh para ulama yang sezaman dengan beliau. Kedudukan Syeikh Abdul

Qadir bin Abdur Rahman al-Fathani dari sudut ilmu pengetahuan adalah

setaraf dengan ulama-ulama besar yang berada di Mekah dan Madinah pada

zaman itu. Syeikh Abdul Qadir bin Abdur Rahman al-Fathani menjalankan

tugas ulama dengan aktiviti pe-

ngajarannya di Masjidil Haram, Mekah dan di rumahnya sendiri. Suatu hal

yang menarik disebut di sini bahawa Syeikh Abdul Qadir bin Abdur Rahman

al-Fathani adalah seorang ulama yang besar pengaruhnya di kalangan

Thariqat Syathariyah. Syeikh Abdul Qadir bin Abdur Rahman al-Fathani

adalah seorang Mursyid dalam Thariqat Syathariyah tersebut. Syeikh

Abdul Qadir bin Abdur Rahman al-Fathani menerima Thariqat Syathariyah

adalah secara langsung kepada Syeikh Daud bin Abdullah al-Fathani.

Oleh sebab Syeikh Abdul Qadir bin Abdur Rahman al-Fathani telah

diperbolehkan mentawajjuh, membai'ah, dan mengijazahkan Thariqat

Syathariyah tersebut, maka pengaruh beliau lebih besar di kalangan

masyarakat pengamal sufi Islami. Syeikh Wan Ali Kutan al-Kalantani

dipercayai telah menerima Thariqat Syathariyah daripada Syeikh Abdul

Qadir bin Abdur Rahman al-Fathani kerana ulama yang berasal dari

Kelantan itu tidak bertemu ketika dewasa dengan Syeikh Daud bin

Abdullah al-Fathani.

Syeikh Abdul Qadir al-Fathani bin Abdur Rahman al-Fathani sekurang-

kurangnya telah menghasilkan 14 buah karangan, namun kerana kekurangan

ruangan perbicaraan tentangnya terpaksa ditangguhkan.

3). Syeikh Muhammad Mukhtar (Tuan Mukhtar Bogor)

Nama lengkap beliau ialah Syeikh Muhammad Mukhtar bin Atharid al-Bughri

al-Batawi al-Jawi. Lahir di Bogor, Jawa Barat, pada hari Khamis, 14

Sya’ban 1278 H/14 Februari 1862 M, wafat di Mekah, 17 Shafar 1349 H/13

Juli 1930 M. Tuan Mukhtar Bogor menguasai banyak bidang disiplin ilmu

termasuk ilmu-ilmu hadis, beliau berpegang dengan Mazhab Syafi’ie,

pengikut setia Mazhab Ahlis Sunnah wal Jamaah aliran Imam Abu Hasan al-

Asy'ari dan Imam Abu Manshur al-Maturidi. Beliau memperoleh pendidikan

dari orang tuanya sendiri. Dalam tahun 1299 H/1881 M melanjutkan

pelajarannya di Betawi/Jakarta, belajar kepada al-Allamah al-Habib

Utsman bin Aqil bin Yahya, Mufti Betawi. Melalui ulama Arab keturunan

Rasulallah s.a.w tersebut Tuan Mukhtar Bogor hafal matan-matan ilmu.

Syeikh Muhammad Mukhtar Bogor menghasilkan karya yang tersebar berupa

cetakan ada yang ditulis dalam bahasa Arab dan bahasa Melayu. Yang

telah diketahui dan dijumpai adalah sebagai yang tersebut di bawah ini:

1. Taqribul Maqshad fil Amali bir Rub'il Mujaiyab ( ilmu falakiyah)

2. Ushulud Din I'tiqad Ahlis Sunnah wal Jamaah ( akidah, sifat dua

puluh)

3. Ar-Risalatul Wahbatil Ilahiyah fi Bayani Itsqati ma'alal Maiyiti

minal Huquqi was Shiyam was Shalati ( membicarakan fidiyah sembahyang,

puasa dan lain-lain)

4. As-Shawa'iqul Muhriqah lil Auhamil Kazibah fi Bayani Hillil Baluti

war Raddu `ala man Harramahu (membicarakan hukum boleh makan belut )

Dan sebagainya.

4). Syeikh Abdul Hamid

Nama lengkapnya ialah Syeikh Abdul Hamid bin Mahmud. Ayah dan datuk

neneknya berasal dari Talu, Minangkabau. Abdul Hamid dilahirkan di

Tanjung Balai Asahan tahun 1298 H/1880 M. Wafat pada hari Khamis,

petang Jumaat pada 10 Rabiulakhir 1370 H/18 Februari 1951 M. Menjelang

perang dunia kedua, sekitar tahun 1930an, Abdul Hamid menyelesaikan

beberapa buah karangan, yang dapat diketahui ialah:

1. Ad-Durusul Khulasiyah, pernah dicetak di Mekah.

2. Al-Mathalibul Jamaliyah, pernah dicetak di Mekah.

3. Al-Mamlakul `Arabiyah.

4. Nujumul Ihtiba.

5. Tamyizut Taqlidi minal Ittiba.

6. Al-Ittiba.

7. Al-Mufradat.

8. Mi'rajun Nabi.

Selain mengarang kitab, Abdul Hamid juga pernah menerbitkan majalah

bahasa Arab dan Melayu yang diberi judul Majallah `Ulumil Islamiyah.

5) Syamsudin al Sumatrani

Ilmuwan muslim yang merupakan murid Hamzah Fansuri. Syamsudin menulis

buku yang berjudul Mir’atul Mu’minin (Cermin Orang beriman), 1601 M.

6) Nuruddin al Raniri

Ulama yang berasal dari aceh yang banyak menuangkan hasi pemikirannya

tentang ajaran Islam dalam berbagai buku. Ia berasal dari Ranir,

Gujarat (India) dan keturunan bangsa quraisy Hadramaut. Raniri dikenal

sebagai orang yang giat membela ajaran Ahlussunah Waljamaah. Menurut

catatan Ahmad Daudi, karyanya yang sudah diketahui yaitu 29 buah.

Diantara karya-karyanya adalah:

1. Al Shirat dan Al Mustaqim berisi uraian tentang hokum.

2. Bustan Al Salathin, berisi sejarah dan tuntunan bagi para raja.

3. Asrar Al Insani fi Ma’rifati al Ruh wa al Rahman, karyanya dalam

ilmu kalam.

4. Tibyan fi Ma’rifat al Adyan, yang berisikan perdebatan dengan kaum

wujudiyah.

5. Al lama’ah fi Takfir an qala bi Khalq al qur’an, yang juga merupakan

bantahan terhadap pendapat Hamzah Fansuri bahwa al Qur’an itu makhluk.

Raniri berusaha melenyapkan pemikiran Hamzah Fansuri. Dalam dunia

tasawuf, paham Raniri dalam banyak hal lebih cocok dengan ilmu kalam.

7) Syeikh Kuala (Abdurauf)

Berasal dari kerajaan Aceh dari Singkel. Dilahirkan kira-kira tahun

1620. Abdurauf mendalami ilmu pengetahuan di Mekkah dan Madinah. Dia

menghidupakan kembali ajaran tasawuf yang sebelumnya dikembangkan oleh

Hamzah Fansuri. Abduraug juga membuat tafsir AlQur’an dalam bahasa

Melayu dan Jawa.

8) Syeikh Yusuf Makasar

Di Sulawesi, pemikiran tasawuf juga berkembang melalui Syeikh Yusuf

Makasar (1626-1699) yang lama belajar di Timur Tengah. Karya-karyanya

diperkirakan berjumlah 20 buah dan masih dalam bentuk naskah yang belum

diterbitkan.

9) Syeikh Muhammad Arsyad al Banjari (1710-1812 M)

Ulama yang muncul sekitar abad ke-19 M, pemikirannya tidak mengenai

tasawuf, tetapi pemikiran fiqih. Ia menulis kitab Sabilul Muhtadin,

sebuah kitab fiqih dan kitab Perukunan Melayu.

10) Haji Ahmad Rifangi (1786-1875 M)

Berasal dari kalisasak yang menuis banyak buku, diantaranya Husnul

Mathalib, asnal Maqashid, Jam’u l Masa’ilAbyanul Hawa’ij, dan Ri’ayatul

Himmah, yang umumnya membahas ushuluddin, fiqih, dan tasawuf.

11) Syeikh Nawawi

Syeikh Nawawi berasal dari Banten menulis tidak kurang dari 26 buah

kitab, yang terkenal diantaranya adalah al Tafsir al Munir.

WALI SONGO DALAM ISLAMISASI DI INDONESIAA. Wali Songo dalam Islamisasi di indonesia.

Ada 9 ulama yang sangat berjasa dalam penyabaran islam di jawa. Wali

Songo mengembangkan agama islam antara abad ke 14 sampai 16, menjelang

dan setelah runtuhnya kerajaan majapahit. Dalam babad tanah jawi dalam

berdakwah para wali dianggap sebagai kepala sekelompok mubalig untuk

daerah penyiaran tertentu. Selain dikenal sebagai ulama, mereka juga

berpengaruh besar dalam kehidupan politik pemerintahan. Karena itu,

mereka diberi gelar “Sunan” (Susuruhan, junjungan).

a. Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik.

Dikenal juga dengan nama Maulana Magribi (syekh magribi). Ia juga

berasal dari magribi (afrika utara). Ia berasal dari keluarga muslim

yang taat, dan belajar agama islam sejak kecil. Ia berdakwah secara

intensif dan bijaksana. Upaya menghilangkan sistem kasta dalam

masyarakat pada masa itu menjadi objek berdakwah. Cita – cita dan

perjuangannya dilanjutkan oleh anaknya, Sunan Ampel.

b. Raden Rahmat atau Sunan Ampel.

Memulai dakwahnya dari sebuah pesantren yang didirikan di Ampel Denta (

dekat surabaya ) Jawa Timur. Sunan Giri, Raden Patah, Sunan Bonang dan

Sunan Drajat adalah murid – muridnya. Sunan Ampel dikenal sebagai wali

yang tidak setuju terhadap adat istiadat masyarakat jawa misalnya,

kebiasaan mengadakan sesaji dan selamatan. Namun para wali lain

berpendapat bahwa hal itu tidak dapat dihilangkan dengan segera. Mereka

mengusulkan agar adat istiadat itu diberi warna islam. Akhirnya Sunan

Ampel menyetujui bahwa hal itu akan berkembang menjadi bid’ah.

c. Raden Paku ( Raden Ainul Yaqin ) atau Sunan Giri.

Raden Paku adalah putra Maulana Ishak. Ia di tugaskan Sunan Ampel untuk

menyiarkan agama islam di Blambangan. Sunan Giri pernah belajar di

pesantren ampel denta. Setelah dewasa, pada suatu perjalanan haji

bersama Sunan Bonang, ia singgah di pasai untuk memperdalam ilmu agama.

Sekembalinya ke jawa, Sunan Giri mendirikan pesantren di daerah giri.

Ia juga banyak mengirim juru dakwah ke Bawean.

d. Raden Makdum Ibrahim atau Sunan Bonang.

Menyebarkan agama islam dengan cara menyesuaikan diri dengan corak

kebudayaan masyarakat jawa yang menggemari wayang dan musik gamelan.

Untuk itu, ia menciptakan gending – gending yang memiliki nilai

keislaman. Setiap bait lagu diselingi dengan ucapan dua kalimah

syahadat sehingga musik gamelan yang mengiringinya kian dikenal dengan

istilah sekaten. Sunan Bonang pernah belajar islam di Pasai, Aceh.

Sekembalinya dari pasai, ia memusatkan kegiatan dakwahnya di Tuban yang

mendirikan pondok pesantren.

e. Sunan Drajat (Raden Qosim Syarifudin )

Dikenal sebagai seorang wali yang dermawan. Ia banyak memberikan

pertolongan kepada yatim piatu, fakir miskin, orang sakit dan orang

sengsara. Perhatiannya yang besar terhadap masalah sosial sangat tepat

pada masa itu. Ia hidup pada saat kerajaan majapahit runtuh ( 1428 M )

dan rakyat mengalami suasana kritis serta prihatin.

f. Syarif hidayatullah atau Sunan Gunung Jati.

Adalah wali yang sangat berperan dalam penyebaran islam di jawa barat,

khususnya Cirebon. Ia pendiri dinasti kesultanan Banten. Kesultanan

Banten dimulai dari putranya, Sultan Maulana Hasanudin. Sunan Gunung

Jati memprakarsai penyerangan ke sunda kelapa pada tahun 1527 m dibawah

pimpinan fatahillah, panglima perang Kesultanan Demak yang juga menantu

Sunan Gunung Jati.

g. Raden Jafar Sadiq atau Sunan Qudus.

Sunan Qudus membangun masjid di daerah loran pada tahun 1549 m namanya

masjid Al-Aqsa atau Al-Manar, wilayah sekitarnya disebut qudus. Sunan

Qudus digelari wali Al-Ilmi ( orang berilmu luas ) oleh para wali songo

karena memiliki keahlian khusus dalam bidang agama.

h. Raden Mas Syahid atau Sunan Kalijaga

Dikenal sebagai budayawan dan seniman ( seni suara, ukir dan busana ).

Ia menciptakan aneka cerita wayang yang bernafaskan islam yang dibuat

dari kulit kambing ( wayang kulit ). Pada masa itu wayang populer

dilukis pada semacam kertas lebar ( wayang beber ). Dalam seni suara,

ia adalah pencipta lagu dandang gula. Sunan kalijaga berasal dari suku

jawa asli. Ia melakukan dakwahnya dengan cara berkelana. Karena

wawasannya luas dan pemikirannya tajam, Sunan Kalijaga tidak hanya

disukai rakyat, tetapi juga oleh para cendikiawan dan penguasa.

i. Raden Said ( Raden Prawoto ) atau Sunan Muria.

Adalah salah seorang wali yang sangat berjasa bagi penyebaran islam di

daerah pedesaan. Sunan Muria pun menggunakan kesenian sebagai sarana

berdakwah. Dua tembang yang diciptakannya dan sangat terkenal adalah

sinom dan kinanti. Tembang sinom umumnya melukiskan suasana ramah tamah

dan berisi nasihat. Adapun tembang kinanti yang bernada gembira

digunakan untuk menyampaikan ajaran agama, nasihat dan filsafat