ISLAM DAN KEBUDAYAAN
-
Upload
independent -
Category
Documents
-
view
0 -
download
0
Transcript of ISLAM DAN KEBUDAYAAN
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia dalam kesehariannya tidak akan lepas dari
kebudayaan, karena manusia adalah pencipta dan pengguna
kebudayaan itu sendiri. Manusia hidup karena adanya kebudayaan,
sementara itu kebudayaan akan terus hidup dan berkembang manakala
manusia mau melestarikan kebudayaan dan bukan merusaknya. Dengan
demikian manusia dan kebudayaan tidak dapat dipisahkan satu sama
lain, karena dalam kehidupannya tidak mungkin tidak berurusan
dengan hasil-hasil kebudayaan, setiap hari manusia melihat dan
menggunakan kebudayaan, bahkan kadang kala disadari atau tidak
manusia merusak kebudayaan.
Manusia, agama dan kebudayaan mempunyai hubungan yang erat
dalam kehidupan. Seperti hal nya pengaruh Islam dalam kebudayaan
Indonesia. Islam dapat diterima oleh masyarakat Indonesia salah
satunya adalah dalam penyebarannya dengan menggunakan pendekatan
terhadap kebudayaan yang ada di Indonesia. Contohnya wayang yang
dijadikan media dakwah Islam oleh para wali di zamannya.
Memang agama bukan budaya, tetapi kehidupan keagamaan tidak
dapat dilepaskan dari kehidupan kebudayaan. Agama berisi aturan
dan norma yang mengatur kehidupan dan kematian manusia sebagai
makhluk individ dan social agar berperilaku baik dan bertujuan
untuk mencapai keselamatan di dunia dan akhirat.
[1]
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian, unsur dan fungsi kebudayaan?
2. Jelaskan Islam dan kebudayaan Arab pra Islam!
3. Jelaskan Islam sebagai gejala budaya dan gejala social!
4. Jelaskan Islam sebagai wahyu dan produk sejarah!
1.3 Tujuan
1. Mengetahui dan dapat menjelaskan pengertian, unsur dan
fungsi kebudayaan.
2. Mengetahui dan dapat menjelaskan Islam dan kebudayaan Arab
pra Islam.
3. Mengeahui dan dapat menjelaskan Islam sebagai gejala budaya
dan gejala social.
4. Mengetahui dan dapat menjelaskan Islam sebagai wahyu dan
produk sejarah.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian, Unsur dan Fungsi Kebudayaan
A. Pengertian Kebudayaan
Istilah kebudayaan merupakan tejemahan dari istilah
culture dari bahasa Inggris.Kata culture berasal dari bahasa
latin colore yang berarti mengolah, mengerjakan, menunjuk
pada pengolahan tanah, perawatan dan pengembangan tanaman
dan ternak. Upaya untuk mengola dan mengembangkan tanaman
dan tanah inilah yang selanjutnya dipahami sebagai culture.
[2]
Sementara itu, kata kebudayaan berasal dari bahasa
sansekerta, buddhayah yang merupakan bentuk jamak dari kata
buddhi. Kata buddhi berarti budi dan akal. Kamus besar Bahasa
Indonesia mengartikan kebudayaan sebagai hasil kegiatan dan
penciptaan batin (akal budaya) manusia seperti kepercayaan,
kesenian, dan adat – istiadat.
Berikut akan dijelaskan beberapa pengertian Kebudayaan
yang dikemukakan oleh para ahli:
a. Prof.Dr.Koentjoroningrat (1985: 180): Kebudayaan adalah
keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya
manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang
dijadikan milik dari manusia dengan belajar.
b. Ki Hajar Dewantara: Kebudayaan berarti buah budi manusia
adalah hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh
kuat, yakni zaman dan alam yang merupakan bukti
kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai
rintangan dan kesukaran didalam hidup dan
penghidupannya guna mencapai keselamatan dan
kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib dan
damai.
c. Edward B. Taylor: Kebudayaan merupakan keseluruhan yang
kompleks, yang didalamnya terkandung pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adapt istiadat,
dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat oleh
seseorang sebagai anggota masyarakat.
[3]
d. b. M. Jacobs dan B.J. Stern: Kebudayaan mencakup
keseluruhan yang meliputi bentuk teknologi social,
ideologi, religi, dan kesenian serta benda, yang
kesemuanya merupakan warisan social.
B. Unsur Kebudayaan
Koentjaraningrat (1985) menyebutkan ada tujuh unsur-
unsur kebudayaan. Ia menyebutnya sebagai isi pokok
kebudayaan. Ketujuh unsur kebudayaan universal tersebut
adalah :
1. Kesenian.
2. Sistem teknologi dan peralatan.
3. Sistem organisasi masyarakat.
4. Bahasa.
5. Sistem mata pencaharian hidup dan sistem ekonomi.
6. Sistem pengetahuan.
7. Sistem religi.
Pada jaman modern seperti ini budaya asli negara kita
memang sudah mulai memudar, faktor dari budaya luar memang
sangat mempengaruhi pertumbuhan kehidupan di negara kita
ini. Contohnya saja anak muda jaman sekarang, mereka sangat
antusias dan up to date untuk mengetahui juga mengikuti
perkembangan kehidupan budaya luar negeri. Sebenarnya bukan
hanya orang-orang tua saja yang harus mengenalkan dan
melestarikan kebudayaan asli negara kita tetapi juga para
anak muda harus senang dan mencintai kebudayaan asli negara
[4]
sendiri. Banyak faktor juga yang menjelaskan soal 7 unsur
budaya universal yaitu :
1. Kesenian
Setelah memenuhi kebutuhan fisik manusia juga
memerlukan sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhan psikis
mereka sehingga lahirlah kesenian yang dapat memuaskan.
2. Sistem teknologi dan peralatan
Sistem yang timbul karena manusia mampu menciptakan
barang – barang dan sesuatu yang baru agar dapat memenuhi
kebutuhan hidup dan membedakan manusia dengam makhluk hidup
yang lain.
3. Sistem organisasi masyarakat
Sistem yang muncul karena kesadaran manusia bahwa
meskipun diciptakan sebagai makhluk yang paling sempurna
namun tetap memiliki kelemahan dan kelebihan masing – masing
antar individu sehingga timbul rasa utuk berorganisasi dan
bersatu.
4. Bahasa
Sesuatu yang berawal dari hanya sebuah kode, tulisan
hingga berubah sebagai lisan untuk mempermudah komunikasi
antar sesama manusia. Bahkan sudah ada bahasa yang dijadikan
bahasa universal seperti bahasa Inggris.
5. Sistem mata pencaharian hidup dan sistem ekonomi
Sistem yang timbul karena manusia mampu menciptakan
barang – barang dan sesuatu yang baru agar dapat memenuhi
[5]
kebutuhan hidup dan membedakan manusia dengam makhluk hidup
yang lain.
6. Sistem pengetahuan
Sistem yang terlahir karena setiap manusia memiliki
akal dan pikiran yang berbeda sehingga memunculkan dan
mendapatkan sesuatu yang berbeda pula, sehingga perlu
disampaikan agar yang lain juga mengerti.
7. Sistem religi
Kepercayaan manusia terhadap adanya Sang Maha Pencipta
yang muncul karena kesadaran bahwa ada zat yang lebih dan
Maha Kuasa.
C. Fungsi Kebudayaan
Fungsi kebudayaan yaitu untuk mengatur manusia agar
dapat mengerti bagaimana seharusnya bertindak dan berbuat
untuk menentukan sikap kalau akan berbehubungan dengan
orang lain didalam menjalankan hidupnya. Kebudayaan
berfungsi sebagai:
1. Suatu hubungan pedoman antar manusia atau kelompok,
contohnya: norma. Normama adalah kebiasaan yang
dijadikan dasar bagi hubungan antara orang-orang
tersebut sehingga tingkah laku masing-masing bisa
diatur. Norma sifatnya tidak tertulis dan berasal dari
masyarakat. Makan apabilsa dilanggar, sangsinya berupa
semoohan dari masyarakat.
[6]
2. Wadah untuk menyalurkan perasaan-perasaan dan
kehidupan lainnya, contoh: kesenian.
3. Melindungi diri kepada alam. Hasil karya masyarakat
melahirkan teknologi atau kebudayaan kebendaan yang
mempunyai kegunaan utama di dalam melindungi
masyarakat terhadap lingkungan alamnya.
4. Pembimbing kehidupan manusia.
5. Pembeda antar manusia dan binatang.
2.2. Islam dan Kebudayaan Arab pra Islam
A. Kehidupan Masyarakat Arab pra Islam
Kehidupan masyarakat Arab pada masa pra islam dikenal
dengan sebutan zaman jahiliyah. Zaman jahiliyah adalah
zaman kebodohan atau kegelapan terhadap kebenaran. Tatanan
sosial dan akhlak tidak berjalan semestinya, yang kuat
senantiasa menindas yang lemah, kaum wanita menjadi sasaran
tindak kejahatan dan masih banyak lagi pelanggaran-
pelanggaran yang terjadi pada masa itu. Kehidupan mereka
belum teratur seperti sekarang. Pada waktu itu kehidupan
mereka sangat keras, hidup bersuku-suku, dan suka
berperang. Masyarakat Arab kehilangan kendali, tidak ada
panutan yang dapat menuntun ke arah kebaikan, yang ada
hanyalah kehidupan jahiliyah. Perilaku masyarakat
senantiasa bertentangan dengan nilai-nilai kebaikan dan
tidak ada yang menyembah Allah SWT.
Mereka tidak mengenal perikemanusiaan dan hidup tanpa
dasar keimanam. Kaum wanita dipandang makhluk yang lemah
[7]
dan hidup tertindas di bawah kekuasaan kaum pria. Bahkan
bila bayi lahir wanita maka akan dikubur hidup-hidup.
Mereka menyembah berhala dan kalau sudah jemu/bosan berhala
itu pun diperjual-belikan, menurut mereka sikap kejujuran
adalah merupakan suatu keanehan bagi mereka sedangkan
kemunafikan menjadi hal yang biasa, dan perzinaan, minum-
minuman keras,berfoya-foya merupakan suatu kesenangan bagi
orang-orang jahiliyah. Mencuri dan merampok merupakan
bagian dari kehidupan mereka. Bagi mereka yang penting
adalah hidup untuk makan, sekalipun harus megorbankan orang
lain. Peradaban mereka sendiri tidak berkembang dan hidup
dalam kebodohan. Keadaan semacam itu dapat diselamatkan
dengan lahir dan tumbuhnya agama islam di Jazirah Arab.
B. Sistem Kepercayaan dan Kebudayaan Arab pra Islam
Dalam hal kepercayaan (Aqidah), bangsa Arab pra Islam
percaya kepada Allah sebagai pencipta. Mereka sudah
memahami keesaan Allah dan mengikuti agama yang menuhankan
Allah. Sebelum Nabi Muhammad Saw. diutus, mereka sudah
kerap kali kedatangan dakwah dari para nabi utusan Allah,
yang menyampaikan seruan agar menyembah kepada Tuhan Yang
Maha Esa semata-mata, jangan sampai mempersekutukan sesuatu
dengan-Nya.
Nabi-nabi utusan Allah yang datang dan berdakwah kepada
bangsa Arab diantaranya Nabi Nuh as diutus untuk kaum ‘Ad
dan Nabi Shaleh diutus untuk kaum Tsamud. Mereka tidak mau
menerima seruan para nabi Allah itu hingga diutusnya Nabi
[8]
Ibrahim as dan Nabi Ismail as. Seruan Nabi Ibrahim dan Nabi
Ismail diterima baik di sekitar Jazirah Arab. Namun
beberapa puluh tahun kemudian, kesucian agama Nabi Ibrahim
dan Nabi Ismail diputarbalikkan, diubah, direka, ditambah,
dan dikurangi oleh para pengikutnya.
Menurut Munawar Chaili, yang dikutip oleh Maslani dan
Ratu Suntiah bangsa Arab percaya dan yakin bahwa tuhan itu
ada dan tuhan itu Maha Esa. Dia yang menciptakan segenap
makhluk, yang mengurus, yang mengatur, dan pemberi sesuatu
yang dihajatkan oleh segenap makhluk. Akan tetapi, dalam
menyembah (beribadah) kepadanya, mereka membuat atau
mengadakan berbagai perantara, dengan tujuan untuk
mendekatkan diri mereka kepada tuhan.
Sebagian bangsa Arab pra Islam adalah menyembah
berhala. Setiap kabilah memiliki patung sendiri, sehingga
ada 360 buah patung berada di dalam dan si sekeliling
Ka’bah ketika Nabi Muhammad Saw. melakukan Futuh Mekkah
pada tahun delapan hijriah. Empat patung yang terpenting di
Jazirah Arab pada masa itu adalah Hubal di Ka’bah, Latta di
Thaif, ‘Uzza di Hijaz, dan Manat di Yastrib. Menurut Jaih
Mubarok, mereka pada umumnya tidak percaya pada hari kiamat
dan tidak pula percaya kepada kebangkitan setelah kematian.
Walaupun sebagian besar bangsa Arab melakukan penyimpangan,
namun masih ada yang mempertahankan faham al-Hanifiyyah,
ajaran Nabi Ibrahim as. Dan Nabi Ismail as. (Q.S. Ali
[9]
Imran: 67), diantaranya ‘Umar ibn Nufai dan Zuhair ibn Abi
Salma.
Dalam rangka menghormati Ka’bah (kegiatan haji dan
umrah), ada larangan berperang pada bulan Zulqaidah,
Zulhijjah, Muharram (mengerjakan haji) dan Rajab
(mengerjakan umrah). Bulan-bulan itu dinamai Asyhuru’l Hurum
(bulan-bulan yang terlarang). Namun, penduduk padang pasir
sangat berat menghentikan peperangan selama tiga bulan
berturut-turut, karena perang sudah menjadi bagian dari
kegemaran (hobi) mereka, maka bulan Muharram (berperang)
ditukar dengan bulan Safar (dilarang berperang)yang dinamai
an-Nasi (pengunduran).
Mengenai kebudayaan, penduduk padang pasir (Ahl al-Badwi)
Jazirah Arab pra Islam hidup dalam budaya kesukuan Badui.
Akibat peperangan yang terus-menerus, kebudayaan mereka
tidak berkembang. Bila mereka bekerja, mencipta, dan
menegakkan suatu kebudayaan, datanglah orang lain memerangi
dan meruntuhkan. Sejarah mereka hanya dapat diketahui kira-
kira 150 tahun menjelang lahirnya islam. Itupun hanya dapat
diketahui melalui kitab-kitab suci, syair-syair atau
ceritera-ceritera yang diterima dari perawi-perawi karena
tidak ada bangunan yang dapat melukiskan sejarah mereka
ataupun tulisan-tulisan yang dapat menjelaskan sejarahnya
itu.
Berbeda dengan penduduk negeri (Ahl al-Hadhlar), mereka
telah berbudaya dan sejarahnya dapat diketahui 1200 tahun
[10]
SM. Menurut Badri Yatim, mereka selalu mengalami perubahan
sasuai dengan situasi dan kondisi yang mengitarinya. Mereka
mampu membuat alat-alat dari besi hingga mendirikan
kerajaan-kerajaan. Bendungan Ma’rib di kerajaan Saba Yaman,
istana Khawarnaq dan istana Sadir di kerajaan Hirah merupakan
bukti hasil kebudayaan mereka, di samping yang lain di
antaranya seperti mahir pengubah syair, sebagaimana
masyarakat Badui. Syair-syair itu biasanya dibacakan,
semacam pagelaran pembacaan syair di pasar-pasar syair
seperti Ukaz, Majinah, dan Zul Majaz.
Selain itu dalam bidang arsitektur, bangunan-bangunan
purba di kawasan Arab memiliki bangunan bercorak
megalitikum maupun mesolitikum. Ka’bah barangkali dapat
dimasukkan kedalam bangunan bercorak mesolitikum. Karena
berbentuk bangunan dengan batu-batu kasar yang dicampur
dengan lepa seadanya. Di Arab utara kota-kota petra dan
Palmyra, meskipun sudah tinggal puing-puing, masih
menunjukkan hal itu. Demikian juga yang terdapat di Arab
selatan, bahkan bekas-bekas bendungan dimasa ratu
Saba’(ratu Bilqist istri Nabi Sulaiman a.s.) di abad V SM.
Bisa disaksikan keunggulan arsitektur bangsa Arab masa
lalu.
Jazirah Arab terletak pada jalur perdagangan antara
Syam dan Tiongkok (Cina). Kota-kota mereka masih menjadi
kota-kota perniagaan sampai kehadiran Nabi Muhammad Saw.
Bernad Lewis mengungkapkan bahwa sejak zaman dahulu kala,
[11]
Negeri Arab telah tumbuh menjadi daerah transit antara
negari-negeri di Laut Merah dan Timur Jauh, dan sejarahnya
berkembang semakin meluas disebabkan oleh kesibukan lalu
lintas antara Timur dan Barat. Komunikasi ke dalam dan ke
luar Jazirah Arab didukung oleh bentuk geografisnya,
melewati jalur-jalur tertentu yang terencana dengan baik.
Yang pertama dari jalur-jalur itu ialah jalan raya Hijaz,
mulai dari pelabuhan-pelabuhan laut dan pos-pos perbatasan
Palestina dan Transyordania, menelusur bagian tengah
pantai-pantai Laut Merah terus menuju ke Yaman. Jalan
inilah yang dari masa ke masa ramai oleh daratan kafilah,
antara kerajaan Alexandria dan pengganti-penggantinya di
Timur dekat dengan negeri-negeri Asia Jauh. Di daerah itu
pulalah terletak jalan kereta api Hijaz.
Sumber ekonomi utama yang menjadi penghasilan orang
Arab di masa jahiliyah sangat dikenal dengan bisnis dan
perdagangannya. Perdagangan menjadi darah daging orang-
orang Quraisy.
Firman Allah SWT
karena kebiasaan orang-orang Quraisy, (yaitu) kebiasaan mereka bepergian
pada musim dingin dan musim panas. (Q.S. Quraisy :1-2).
Tafsir ayat,
[12]
“Orang Quraisy biasa Mengadakan perjalanan terutama
untuk berdagang ke negeri Syam pada musim panas dan ke
negeri Yaman pada musim dingin. dalam perjalanan itu
mereka mendapat jaminan keamanan dari penguasa-penguasa
dari negeri-negeri yang dilaluinya. ini adalah suatu
nikmat yang Amat besar dari Tuhan mereka. oleh karena itu
sewajarnyalah mereka menyembah Allah yang telah memberikan
nikmat itu kepada mereka”.
Jalan kedua melewati Wadi’d Dawasir, mulai dari
penghujung timur-laut Yaman ke pusat negeri Arab, yang
menghubungkannya dengan jalur-jalur lain, yaitu Wadi’s
Rumma, ke selatan Mesopotamia. Jalur tersebut adalah
penghubung (medium) yang utama pada masa dulu, antara
Yaman dengan kebudayaan-kebudayaan Asyiria dan Babilonia.
Akhirnya Wadi’s Sirhan yang mengkaitkan Arab tengah dengan
tenggara Syiria via oasisi Jawf.
C. Hukum yang Berlaku di Arab pra Islam
Sebelum datang istilah yang dikenal untuk sebutan hukum
orang Arab, yaitu hukum jahiliyah. Jahiliyah secara bahasa
artinya: kebodohan, kejam, marah atau berlebihan dalam
menilai sesuatu. Pengertian sesuai dengan keadaan bangsa
Arab sebelum Islam datang di mana fatrah (kevakuman) antara
Nabi Isa as kepada Nabi Muhammad saw. Ketika itu sering
terjadi perlakuan kejam, perbuatan yang berlebihan, seperti
[13]
sikap congkak, pemujaan berhala, peperangan antar suku
karena persoalan sepele, mengubur bayi perempuan hudup-
hidup dan sebagainya.
Hamka berpendapat, hukum jahiliyah juga diistilahkan
sekarang dengan hukum rimba, yaitu menegakkan yang salah
dan mengalahkan yang benar. Hukum bukan berdasarkan kepada
kedilan, tetapi kepada kekuatan. Siapa yang kuat dialah
yang dimenangkan meskipun dipihak yang salah. Yang lemah
dikalahkan meskipun berada di pihak benar. Hukum jahilliyah
dalam prakteknya sangat dipengaruhi oleh kedudukan. Orang
Yahudi mau masuk Islam jika mereka dimenangkan. Di zaman
jahiliyah sangatlah tepat kalau praktek hukumnya dikatakan
memakai hukum rimba, sebab tidak ada perlindungan dari yang
kuat terhadap yang lemah. Hal ini mengakibatkan seringnya
perang antar suku.
Berikut ini kita akan melihat praktek hukum yang
lainnya yang disebut di atas yang dilakukan oleh orang
jahiliyah sebelum Islam. Dan semua hukum tersebut direform
oleh Islam menjadi hukum yang Islami :
1. Dalam Perkawinan
Sebelum Islam datang orang-orang Arab melakukan
praktek hubungan sex dengan cara binatang yang
menjijikan. Pada zaman jahiliyah telah dikenal beberapa
praktek perkawinan yang merupakan warisan turun-temurun
dari perkawinan Romawi dan Persia. Pertama, perkawinan
pacaran (khidn), yaitu berupa pergaulan bebas pria dan
[14]
wanita sebelum perkawinan yang resmi dilangsungkan yang
tujuannya untuk mengetahui kepribadian masing-masing
pasangan. Kedua, nikah (badl), yaitu seorang suami minta
kepada laki-laki lain untuk saling menukar istrinya.
Ketiga, nikah (istibdha), yaitu seorang suami minta kepada
laki-laki kaya, bangsawan atau yang pandai agar
bersedia mengumpuli istrinya yang dalam keadaan suci
sampai hamil. Setelah itu baru si suami mengumpulinya.
Keempat, nikah (raht-turunan), yaitu seorang wanita
dikumpuli oleh beberapa pria sampai hamil. Ketika
anaknya lahir, lalu wanita itu menunjuk salah satu pria
yang telah mengumpulinya untuk mengakui bayi yang telah
dilahirkannya sebagai anaknya. Nikah ini sama dengan
nikah baghaaya (menikahi para pelacur).
Islam datang menghapus semua bentuk pernikahan di
atas. Karena dipandang tidak sejalan dengan naluri dan
kehormatan laki-laki dan prempuan dalam Islam serta
dapat dikatakan cara binatang yang tidak mengenal
aturan.
2. Dalam Hal Riba
Riba nasiah (jahiliyah) ini terjadi dalam hutang
piutang. Kenapa disebut juga riba jahiliyah, sebab
masyarakat Arab sebelum Islam telah dikenal melakukan
suatu kebiasaan membebankan tambahan pembayaran atau
semua jenis pinjaman yang dikenal dengan sebutan riba.
Juga disebut dengan riba jali atau qat’i, sebab jelas dan
[15]
pasti diharamkannya oleh Alquran. Praktek riba nasiah
ini pernah dipraktekkan oleh kaum Thaqif yang biasa
meminjamkan uang kepada Bani Mughirah. Setelah waktu
pembayaran tiba, kaum Mughirah berjanji akan membayar
lebih banyak apabila mereka diberi tenggang waktu
pembayaran. Sebagian tokoh sahabat nabi, seperti paman
Nabi, Abbas dan Khalid bin Walid, pernah
mempraktekkannya, sehingga turun ayat yang
mengharamkannya. Ayat pengharaman riba ini membuat
heran orang musyrik terhadap larangan riba, karena
telah menganggap jual beli itu sama dengan riba.
3. Dalam hal Anak Angkat
Sebelum Islam datang, orang-orang Arab Jahiliyah
telah mempraktekkan mengangkat anak. Namun praktek
pengangkatan anak ketika itu merupakan sebuah budaya
yang jauh dari norma-norma Islam. Orang Jahiliyah
mengangkat anak dengan menjadikannya sebagai anak
sendiri, menghilangkan nasab aslinya dan menggantikan
nasabnya kepada dirinya (Bapak Asuh). Dengan demikian
tidak ada batasan pergaulan atara anak angkatnya yang
laki-laki dengan anak asli perempuannya. Orang
jahiliyah menyamakan hak anak angkat dengan anak
aslinya dalam hal warisan dan mengharamkan kawain
dengan anak perempuan aslinya atau dengan istrinya jika
ia sudah mati. Budaya seperti ini, sebelum Islam datang
sudah kebiasaan yang ramai dilakukan oleh orang-orang
[16]
jahiliyah. Sampai-sampai sebelum ada hukum yang
ditegaskan oleh Islam Nabi Muhammad saw pernah
mengangkat Zaid bin Haritssah. Maka ketika itu orang-
orang jahiliyah memanggilnya Zaid dengan Zaid bin
Muhammad, ketika itulah Allah swt memerintahkan kepada
Nabi untuk menerapkan hukum Islam yang baru dan
menghilangkan kebiasaan mengangkat anak pada zaman
jahiliyah yang menisbatkan nasab kepada bapak
angkatnya.
4. Dalam hal Warisan
Warisan dalam zaman jahiliyah tidak memiliki
aturan. Anak yang paling dewasa pada zaman Jahiliyah.
Adakalanya harta warisan diwasiatkan kepada orang yang
dikehendaki. Anak perempaun tidak mendapatkan bagian
sedikit pun dari harta warisan. Maka turunlah ayat yang
mengharuskan wasiat yang dilakukan oleh orangtua atau
kerabat tanpa membatasi orang yang diwasiatkan. Setelah
itu turunlah ayat tentang warisan yang menetapkan
pembagian harta warisan secara adil, yaitu ayat yang
berbunyi “Bagi perempuan ada bagian harta pusaka…” Dan
saudara dari pihak ibu juga mendapat warisan
sebagaimana pihak dari ayah meskipun kerabat lebih
besar. (Zahra, h. 188).
5. Tentang Haji
Orang Arab sebelum Islam datang merekapun
melakukan ibadah haji sebagai warisan Nabi Ibrahim dan
[17]
Ismail. Akan tetapi mereka merubah cara haji yang
pernah dipraktekkan oleh Nabi Ibrahim dan putranya.
Mereka menyekutukan Allah dengan berhala dan patung-
patung dan mereka letakkan patung itu di sekitar Ka’bah
dan di atara Safa dan Marwah. Mereka mendekatkan diri
kepada Allah melalui berhala. Mereka juga merubah
syair-syair haji. Mereka menyebut nama selain nama
Allah swt.
6. Tentang Qisas
Dalam tradisi jahiliyah hulum qisas ditentukan
oleh adat. Anggota semua suku bertanggung jawab atas
penganiayaan yang dilakukan oleh seseorang yang berasal
dari suku lain. Seandainya ada satu orang suku tertentu
dianiaya oleh seseorang yang berasal dari suku lain
maka belasannya tidak cukup menghukum kepada pelaku
penganiaya sesuai dengan pelanggarannya. Tapi orang
lain yang termasuk dari suku yang menganiaya juga
mendapatkan resikonya. Akibatnya terjadilah peperangan
dua kabilah (kabilah dari pihak penganiaya dan yang
teraniaya) gara-gara penganiayaan yang hanya dilakukan
secara perorangan. Maka Islam datang menghapus tradisi
ini dengan tradisi yang memenuhi keadilan bahwa qisas
(hukum balasan) hanya dikenakan kepada pelaku
penganiayaan (kriminal saja) sedangkan orang lain yang
tidak melakukan penganiayaan mereka teelindungi dari
penganiayaan.
[18]
2.3. Islam sebagai Gejala Budaya dan Gejala Sosial
1. Agama Sebagai Gejala Budaya
Menurut Edward B. Tylor, kebudayaan merupakan
keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung
pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat
istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat
seseorang sebagai anggota masyarakat. Sedangkan menurut selo
soemardjan dan soelaiman soemardi, kebudayaan adalah sarana
hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
Dari beberapa definisi di atas dapat diperoleh
pengertian, yaitu kebudayan adalah suatu hasil dari sebuah
pemikiran dan sikap manusia secara lahir, yaitu gabungan
dari fikiran dan tenaga lahir manusia. Maksudnya, apa yang
difikirkan oleh manusia kemudian diaktualisasikan dalam
kegiatan sehari-hari dan dijadikan sebagai kebiasaan, hal
yang lumrah dan bisa dikategorikan sebagai suatu hal yang
wajib bagi setiap kelompok atau wilayah tertentu.
Dan islam bukanlah sebuah kebudayaan, salah jika
seseorang berpendapat bahwa islam adalah sebuah kebudayaan.
Seperti yang telah disebutkan diatas bahwa kebudayaan adalah
hasil dari pemikiran manusia. Sedangkan islam merupakan
wahyu dari Allah untuk umat manusia, bukan hasil pemikiran
manusia atau bahkan hasil pemikiran rasul.
Jadi, agama selain islam merupakan sebuah kebudayaan.
Dikarenakan agama selain islam didunia, adalah hasil
[19]
pemikiran dan atau perubahan-perubahan yang sangat mencolok.
Seperti hindu, budha yang merupakan agama kebudayaan, dan
yahudi dan nasrani yang juga merupakan agama yang telah
direvisi sehingga menjadi agama kebudayaan.
Akan tetapi, islam adalah agama yang mendorong umatnya
untuk berkebudayaan. Karena tutunan islam dalam al-qur’an,
maka manusia yang menjalankan tuntunan tersebutlah akan
terdorong untuk berkebudayaan. Misalnya, islam atau al-
qur’an memerintahkan untuk mendirikan shalat “dirikanlah
sembahyang”, karena perintah shalat dikehendaki ditempat
yang bersih, bersih dari najis dan dari pandangan yang dapat
mengganggu kekhusyuan shalat. Maka manusia berfikir untuk
membangun tempat-tempat yang nyaman dan bersih, oleh karena
itu terciptalah bangunan-bangunan mesjid yang beraneka ragam
bentuk dan arsitektur yang berbeda dari setiap wilayah dan
negara. Itulah mengapa islam disebut sebagai wahyu akan
tetapi mendorong manusia untuk berkebudayaan. Dan dari segi
itulah maka berbagai bentuk alat-alat beribadah dan sarana-
sarana dalam islam bisa dikatakan sebagai gejala budaya.
2. Agama Sebagai Gejala Sosial
Mengenai agama sebagai gejala sosial, pada dasarnya bertumpu
pada sosiologi agama. Pada zaman dahulu, sosiologi agama
mempelajari hubungan timbal-balik antar agama dan masyarakat.
Artinya, masyarakat mempengaruhi agama dan agama mempengaruhi
masyarakat. Para ahli sosiologi agama, mulai mempelajari bukan
[20]
hanya pada soal hubungan timbal-balik saja, melainkan lebih
kepada pengaruh agama terhadap perilaku atau tingkah laku
masyarakat, artinya bagaimana agama sebagai sistem nilai dapat
mempengaruhi tingkah laku masayarakat dan bagaimana pengaruh
masyarakat terhadap pemikiuran-pemikiran keagamaan. Lahirnya
teologi Khawarij, Syiah dan Ahli Sunnah wal Jamaah sebagai produk
atau hasil pertikaian politik dan bukan poroduk teologi.
Tauhidnya sama, satu dan asli, tetapi anggapan bahwa Ali sebagai
imam adalah produk perbedaan pandangan politik. Maka dapat
dikatakan, bahwa pergeseran perkembangan pemikiran masyarakat
dapat mempengaruhi pemikiran teologi atau keagamaan.
Saat sekarang ini, mungkin kita dapat meneliti bagaimana
perkembangan pemikiran keagamaan masyarakat Indonesia terhadap
krisis sosial yang meluas yang dapat disaksikan dalam berbagai
bentuk, misalnya; budaya korupsi dan nepotisme sebagai budaya,
lenyapnya kesabaran sosial [social temper] dalam menghadapi
realitas kehidupan yang semakin sulit sehingga mudah mengamuk dan
melakukan berbagai tindakan kekerasan dan anarki; merosotnya
penghargaan dan kepatuhan terhadap hukum, etika, moral, dan
kesantunan sosial; semakin meluasnya penyebaran narkotika dan
penyakit-penyakit sosial lainnya. Berlanjutnya konflik dan
kekerasan yang bersumber—atau sedikitnya bernuansa politis, etnis
dan agama seperti terjadi di berbagai wilayah Aceh, Kalimantan
Barat dan Tengah, Maluku Sulawesi Tengah, dan lain-lain.
Contoh lain, dan ini sekaligus menjadi tantangan bagi para
pemeluk agama adalah munculnya program tayangan stasiun televisi
[21]
yang mengusung unsur-usnsur mistik yang dikemas sebagai suatu
tontonan yang menarik, penggunaan ayat-ayat Qur’an untuk mengusir
setan yang ditayangkan melalui program siaran televisi, pameran
busana mewah dengan memperlihatkan bagian tubuh [aurat] yang
seharusnya ditutup rapat dan tidak ditontonkan, munculnya kiai
yang salat dengan menggunakan bahasa Indonesia, kiai yang
menganggap sah menggauli para santrinya, para intelektual Islam
para era reformasi, globalisasi dan internet mulai berbicara
”tauhid sosial” dan ”kesalehan sosial”, bagaimana bentuk dan
karakteristik tauhid sosial dan kesalehan sosial, mucul ”tokoh
muslimah Amerika” yang memimpin salat jum’at, itu semua dapat
menjadi fenomena atau gejala sosial keagamaan dan menjadi sasaran
penenlitian agama.
Persoalan lain adalah interaksi antar pemeluk suatu agama
dan antar pemeluk suatu agama dengan pemeluk agama lainnya,
kurukunan antar umat beragama, ”interaksi antara orang-orang
Islam ada yang menggunakan norma-norma Islam, tetapi ada juga
yang tidak menggunakannya. Maka, pengamatan terhadap apakah
mereka menggunakan norma-norma Islam atau tidak, termasuk
penelitian ke-Islaman. Demikian juga pengamatan terhadap para
pemeluk Islam dalam interaksinya dengan pemeluk agama lain.
Bagaimana karakteristik interaksi itu, bagaimana mereka memahami
dan mengeskpresikan nilai-nilai Islam dalam interaksi antara
pemeluk agama-agama yang berbeda, itu semua dapat menjadi sasaran
penelitian agama”. [M.Atho Mudzhar, 1998:18]. Perubahan-perubahan
dramatis yang menempa hubungan antara "Barat" dan dunia Islam
[22]
sebagai akibat dari peristiwa terorisme internasional, perang
Iraq-Amerika, tuduhan Barat terhadap tokoh-tokoh muslim radikal
sebagai pemimpin terorisme, secara alami juga membawa dampak pada
pengajaran dan riset yang terkait dengan studi Islam.
Dari pandangan tentang agama sebagai gejala budaya dan
sebagai gejala sosial, elemen-elemen yang harus diketahui
dalam Islam adalah persoalan teologi, komsmologi, dan antropologi yang
tentu menyangkut dengan persoalan sosial kemanusian dan
budaya. Agama Islam merupakan suatu agama yang membentuk suatu
masyarakat dan berperadaban. Maka pendekatan yang digunakan
dalam memahami Islam, menurut Mukti Ali adalah metode
filosofis, karena mengkaji hubungan manusia dan Tuhan yang
dibahas dalam filsafat. Dalam arti pemikiran “metafisik” yang umum
dan bebas. Selain itu metode-metode ilmu manusia juga perlu
digunakan, karena dalam agama Islam masalah kehidupan manusia
di bumi ini dibahas. Metode lain, yaitu metode sejarah dan
sosiologi yang Islam juga merupakan agama yang membentuk suatu
masyarakat dan peradaban serta mengatur hubungan manusia
dengan manusia.
2.4. Islam sebagai Wahyu dan Produk Sejarah
1. Islam sebagai Wahyu
Beriman kepada Nabi Muhammad merupakan salah satu rukun
islam dan rukun iman. Seseorang tidak dapat dikatakan
sebagai mukmin dan muslim jika ia tidak mengimani akan
kenabian Nabi Muhammad dan tidak mengucapkan dua kalimat
[23]
syahadat. Dalam kitab hadits Al-arba’in Al-Nawawiyah
karangan Imam Nawawi, menyebutkan definisi islam, yaitu,
“islam adalah bahwasannya engkau bersaksi bahwa sesungguhnya tiada Tuhan
selain Allah dan bahwa sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah, engkau
menegakkan shalat, menunaikan zakat, melaksanakan shaum ramadhan dan
menunaikan ibadah haji ke Baitullah jika engkau berkemampuan
melaksanakannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Beriman kepada nabi merupakan kunci kemukminan seorang
muslim terhadap seluruh keimanan yang lain. karena Allah
menurunkan wahyu-wahyunya melalui para utusannya, seperti
Al-Qur’an yang diturunkan melalui Nabi Muhammad SAW. Manusia
diperintahkan untuk beribadah dan hanya menyembah Allah SWT.
Dan melalui Nabi Muhammad lah, kita dituntun beribadah dan
bagaimana cara menyembah Allah dengan aturan yang telah
ditentukan.
Islam merupakan satu-satunya agama samawi yang masih
dan akan terus diridhoi oleh Allah SWT. Dikatakan demikian
karena, agama samawi atau agama yang diwahyukan Allah SWT
yang lain telah dilakukan perubahan-perubahan oleh para
penganutnya yaitu, Yahudi dan Nashrani. Islam juga merupakan
agama yang namanya diberikan langsung oleh Allah SWT dalam
wahyunya. Seperti yang disebutkan dalam qur’an surat 5 ayat
3 :
“pada hari ini telah aku sempurnakan bagimu agamamu, dan aku
cukupkan bagimu nikmat-Ku, dan Aku ridhoi Islam sebagai agamamu.”
[24]
Beberapa indikasi mengapa islam dikatakan sebagai satu-
satunya agama yang diturunkan Allah atau satu-satunya agama
wahyu, yaitu karena islam menjaga kontinuitas wahyu dari
nabi Adam as. Sampai nabi Muhammad SAW, juga beberapa
diantaranya adalah :
Diantara agama-agama yang lain, hanya islam lah yang
namanya diberikan langsung oleh Allah dan tertulis dalam
kitab sucinya. Tidak seperti agama Yahudi (Judaisme),
Hindu (Hinduisme), Budha (Budhaisme) dll. Allah Bersabda
dalam Qur’an Surat 3 ayat 19 :
“Sesungguhnya agama yang diridoi oleh Allah adalah Islam.”
Walaupun nama tuhan dalam islam sama dengan kaum
kristen Arab, namun itu hanya sama dalam penulisan
semata. Sudah jelas bahwa nama Tuhan Islam “Allah” adalah
satu-satunya Dzat Maha Kuasa yang tiada beranak dan
diperanakan. Sedangkan nama Tuhan kristen Arab “Allah”
hanyalah salah satu dari sebagian Tuhan mereka yang ada
puluhan bahkan ribuan Tuhan.
Bagi kaum Pluralisme islam dengan agama lainya adalah
sama. Mereka menganggap bahwa setiap agama sama benar,
karena menuju satu tujuan yaitu satu Tuhan namun dengan
cara yang berbeda-beda. Namun MUI mengharamkan faham
pluralisme tersebut. Walaupun Amin Abdullah menyebutkan
dalam bukunya (Studi Agama : Normatifitas atau
[25]
Historisitas) bahwa menyambut baik terhadap sikap
pluralitas tersebut. Karena dalam Al-Qur’an sendiri telah
menyebutkan dalam Qur’an Surat 109 :
"Katakan, hai orang-orang kafir!
Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah.
Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah.
Dan aku tidak pernah menjadi peyembah apa yang kamu sembah.
Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah.
Untukmulah agamamu, dan untukkulah agamaku."
Surat tersebut menyatakan bahwa apa yang dituju dan
disembah oleh islam dan agama lain sangatlah berbeda, maka
faham kaum pluralis tersebut salah. Lagi pula, kaum pluralis
tidak secara nyata menjalakan fahamnya dalam kehidupan
sehari-hari, yakni mereka meyakini bahwa faham yang mereka
[26]
yakini benar dan agama lain yang menyatakan agama benar
sendiri-sendiri adalah salah.
2. Islam sebagai Produk Sejarah
Ada beberapa bagian islam yang merupakan produk
sejarah. Seperti diantaranya, hijrahnya nabi dan pengikutnya
ke Madinah. Hal tersebut merupakan sebuah pergerakan yang
menjadikan sebagai negara dimana sejarah terjadi didalamnya.
Dengan islam sebagai pegangan hidup maka islam telah
memanusiakan manusia dan memasyarakatkan mereka. Secara
perlahan nabi menjadikan masyarakat tersebut menjadi
menegara dan secara perlahan pula nabi membangun sarana
infrastruktur sebagai sebuah simbol atas keislaman
pengikutnya.
Contoh lainya adalah piagam Madinah, dimana produk
sejarah kembali terjadi, nabi memberikan ikatan yang sangat
kuat dan solid bukan atas kesukuan atau golongan akan tetapi
atas dasar keimanan yang sama dan tentu lebih erat
hubungannya dari sekedar kesukuan. Dan untuk pertama kalinya
nabi sebagai manusia yang membebaskan dan memberikan
kedamaian bagi para pemeluk agama yang berbeda-beda dalam
suatu wilayah. Sehingga tercipta pula kedamaian untuk saling
beragama sesuai kehendak.
Kemudian Khulafa Urrasyiddin, yang juga merupakan
produk sejarah. Saat nabi Muhammad wafat, beliau tidak
menunjuk siapapun untuk meneruskan perjuangannya. Akhirnya
[27]
secara musyawarah Abu Bakar dipilih sebagai penerus, dengan
berjuang penuh Abu Bakar melanjutkan perang yang sedang
berlangsung saat itu. Walau ia hanya memerintah selama dua
tahun, tidak berarti pemerintahan beliau tidak bertindak
apa-apa, banyak jasa yang beliau torehkan. Dan saat-saat
ajal menjemput Abu Bakar menunjuk Umar sebagai penerusnya
karena ia takut pergolakan akan terjadi pada umat sehingga
ia menunjuk Umar. Setelah Umar, Usman pun dijadikan Khalifah
ketiga, walau cara pemerintahannya sangatlah berbeda dari
khalifah sebelumnya, Usman cukup berjasa dalam pengumpulan
Al-Qur’an. Terakhir Ali bin Abi Thalib, saat Ali dijadikan
sebagai Khalifah konflik banyak terjadi dari berbagai
golongan karena mereka yang menentang Ali merasa bahwa
pandangan politik mereka untuk menjadikan Ali sebagai
Khalifah. Akan tetapi Ali tetap menjadi Khalifah walau ia
harus terbunuh oleh salah satu kaum yang menentang
kepemimpinannya. Masa Khulafa Urrasyiddin inilah disebut
sebagai produk sejarah.
[28]
KESIMPULAN
Istilah kebudayaan merupakan tejemahan dari istilah culture
dari bahasa Inggris.Kata culture berasal dari bahasa latin colore
yang berarti mengolah, mengerjakan, menunjuk pada pengolahan
tanah, perawatan dan pengembangan tanaman dan ternak. Upaya untuk
mengola dan mengembangkan tanaman dan tanah inilah yang
selanjutnya dipahami sebagai culture.
Adapun diantaranya tujuh unsure kebudayaan yang universal,
yaitu :
1. Kesenian.
2. Sistem teknologi
dan peralatan.
3. Sistem organisasi
masyarakat.
4. Bahasa.
5. Sistem mata
pencaharian hidup
dan sistem
ekonomi.
6. Sistem
pengetahuan.
7. Sistem religi.
[29]
Fungsi kebudayaan yaitu untuk mengatur manusia agar
dapat mengerti bagaimana seharusnya bertindak dan berbuat
untuk menentukan sikap kalau akan berbehubungan dengan orang
lain didalam menjalankan hidupnya.
Kehidupan masyarakat Arab pada masa pra islam dikenal dengan
sebutan zaman jahiliyah, yaitu zama kebodohan atau kegelapan
terhadap kebenaran. Mereka tidak mengenal perikemanusiaan dan
hidup tanpa dasar keimanan.
Islam adalah agama yang mendorong umatnya untuk
berkebudayaan. Karena tutunan islam dalam al-qur’an, maka manusia
yang menjalankan tuntunan tersebutlah akan terdorong untuk
berkebudayaan. Selain itu Islam juga mengajak untuk berinteraksi
antara masyarakat dengan agama dan agama dengan masyarakat.
Islam merupakan satu-satunya agama samawi yang masih dan
akan terus diridhoi oleh Allah SWT. Dikatakan demikian karena,
agama samawi atau agama yang diwahyukan Allah SWT yang lain telah
dilakukan perubahan-perubahan oleh para penganutnya yaitu, Yahudi
dan Nashrani. Islam juga merupakan agama yang namanya diberikan
langsung oleh Allah SWT dalam wahyunya. Ada beberapa bagian islam
yang merupakan produk sejarah. Seperti diantaranya, hijrahnya
nabi dan pengikutnya ke Madinah. Hal tersebut merupakan sebuah
pergerakan yang menjadikan sebagai negara dimana sejarah terjadi
didalamnya. Dengan islam sebagai pegangan hidup maka islam telah
memanusiakan manusia dan memasyarakatkan mereka.
DAFTAR PUSTAKA
[30]
http://masfadlul.blogspot.com/2013/10/makalah-tentang-sejarah-arab-pra-islam.html
http://mmiftah09.blogspot.com/2013/09/kondisi-masyarakat-arab-pra-islam.html
http://wendisaja.wordpress.com/2014/02/19/islam-sebagai-produk-budaya/
http://muhammadden1.blogspot.com/2014/05/sistem-kepercayaan-masyarakat-arab-pra.html
http://manchesterunitedisneverdie.blogspot.com/2013/04/pendekatan-dalam-study-agama-sebagai.html
http://agussuryanalaga.blogspot.com/2013/10/masyarakat-arab-pra-islam.html
http://www.bisosial.com/2012/05/kebudayaan.html
http://esrastephani.blogspot.com/2009/11/definisi-fungsi-dan-unsur-kebudayaan.html
http://jokosaputroblog.blogspot.com/makalah-kebudayaan-dan-agama.html
[31]