KEBUDAYAAN SUKU DAYAK

30
KEBUDAYAAN SUKU DAYAK Makalah ini disusun sebagai Tugas mata kuliah Pengantar Ilmu Antropologi Fakultas Psikologi UNIVERSITAS AZZAHRA Jl. Jatinegara Barat No 144 , Jakarta Timur 11220, DKI Jakarta Indonesia

Transcript of KEBUDAYAAN SUKU DAYAK

KEBUDAYAAN SUKU DAYAK

Makalah ini disusun sebagai Tugas mata kuliah

Pengantar Ilmu Antropologi

Fakultas Psikologi

UNIVERSITAS AZZAHRAJl. Jatinegara Barat No 144 , Jakarta Timur 11220, DKI Jakarta

Indonesia

Oleh : Dady Ramdani (2012611035 )

Kata Pengantar

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kami sehingga kami

berhasil menyelesaikan tugas makalah pengantar ilmu Antropologi

yang bertemakan “KEBUDAYAAN SUKU DAYAK” tepat pada waktunya.

Makalah ini berisikan materi tentang suku dayak. Dimana dalam

makalah ini akan kami bahas pembahasan tentang hal-hal yang

mengenai kebudayaan suku dayak. Dari mulai geografi sampai

senjata suku tersebut, beserta hal-hal lainnya.

Disini kami menyadari bahwa isi makalah ini masih jauh dari

sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang

bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah

ini.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang

telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal

sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha

kita. Amin.

Jakarta 16 Februari 2013

Penyusun

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara multikultural terbesar

di dunia. Hal ini dapat dilihat dari kondisi sosio-kultural,

agama maupun geografis yang begitu beragam dan luas. Sekarang

ini, jumlah pulau yang ada di wilayah Negara kesatuan republik

indonesia (NKRI) sekitar 13.000 pulau besar dan kecil. Populasi

penduduknya berjumlah lebih dari 200 juta jiwa, terdiri dari 300

suku yang menggunakan hampir 200 bahasa yang berbeda. Selain itu

mereka juga menganut agama dan kepercayaan yang beragam seperti

Islam, Katolik, Kristen Protestan, Hindu, Budha, Konghucu serta

berbagai macam aliran kepercayaan .

Kebudayaan adalah salah satu aset penting bagi sebuah Negara

berkembang, kebudayaan tersebut untuk sarana pendekatan sosial,

simbol karya daerah, asset kas daerah dengan menjadikannya tempat

wisata, karya ilmiah dan lain sebagainya. Dalam hal ini suku

Dayak Kalimantan yang mengedepankan budaya leluhurnya, sehingga

kebudayaan tersebut sebagai ritual ibadah mereka dalam menyembah

sang pencipta yang dilatarbelakangi kepercayaan tradisional yang

disebut Kaharingan.

Sebagai bukti ragam budaya Indonesia yaitu tradisi Tiwah

sebagai salah satu kebudayaan masyarakat Dayak Ngaju Propinsi

Kalimantan Tengah yangpada mulanya sebuah tradisi kepercayaan

masyarakat Kaharingan. Berbagaimacam prosesi yang terjadi pada

acara tersebut, diantaranya: Ngayau (penggalkepala), ritual Tabuh

(tidak tidur selama dua malam dengan diselingi minum.

Dari uraian di atas kami tertarik untuk membuat makalah yang

terkait  lebih  dengan mengambil judul "Kebudayaan Suku Dayak".

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, dan mengacu pada judul

yang ada, kami merumuskan masalah dalam penulisan makalah adalah

ini sebagai berikut :

1.      Mengapa masyarakat suku Dayak Ngaju masih melaksanakan

Upacara Tiwah ?

2.      Bagai mana system kekerabatan ssuku dayak ?

C.    Tujuan Penulisan Makalah

Secara umum penelitian ini berusaha mengungkap prosesi tiwah

dalam perspektif hukum Islam dan Hukum Negara. Sedangkan secara

rincinya sebagai berikut:

1.      Mengetahui kebudayaan suku dayak.

2.      Mengetahui jenis-jenis suku dayak .

BAB II

PEMBAHASAN

A.    Pengertian Suku Dayak

Dayak atau Daya adalah nama yang oleh penduduk pesisir pulau

Borneo diberi kepada penghuni pedalaman yang mendiami Pulau

Kalimantan yang meliputi Brunei, Malaysia yang terdiri dari Sabah

dan Sarawak, serta Indonesia yang terdiri dari Kalimantan Barat,

Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan .

Budaya masyarakat Dayak adalah Budaya Maritim atau bahari. Hampir

semua nama sebutan orang Dayak mempunyai arti sebagai sesuatu

yang berhubungan dengan "perhuluan" atau sungai, terutama pada

nama-nama rumpun dan nama kekeluargaannya.

Ada yang membagi orang Dayak dalam enam rumpun yakni rumpun

Klemantan alias Kalimantan, rumpun Iban, rumpun Apokayan yaitu

Dayak Kayan, Kenyah dan Bahau, rumpun Murut, rumpun Ot Danum-

Ngaju dan rumpun Punan. Namun secara ilmiah, para linguis melihat

5 kelompok bahasa yang dituturkan di pulau Kalimantan dan masing-

masing memiliki kerabat di luar pulau Kalimantan:

"Barito Raya (33 bahasa, termasuk 11 bahasa dari kelompok

bahasa Madagaskar, dan Sama-Bajau),

"Dayak Darat" (13 bahasa)

"Borneo Utara" (99 bahasa), termasuk bahasa Yakan di

Filipina.

"Sulawesi Selatan" dituturkan 3 suku Dayak di pedalaman

Kalbar: Dayak Taman, Dayak Embaloh, Dayak Kalis disebut

rumpun Dayak Banuaka.

"Melayik" dituturkan 3 suku Dayak: Dayak Meratus/Bukit

(alias Banjar arkhais yang digolongkan bahasa Melayu), Dayak

Iban dan Dayak Kendayan (Kanayatn). Tidak termasuk Banjar,

Kutai, Berau, Kedayan (Brunei), Senganan, Sambas yang

dianggap berbudaya Melayu. Sekarang beberapa suku berbudaya

Melayu yang sekarang telah bergabung dalam suku Dayak adalah

Tidung, Bulungan (keduanya rumpun Borneo Utara) dan Paser

(rumpun Barito Raya).

B.    Geografi

Antara daratan Asia dan Australia terletak Nusa Tenggara

Indonesia termasuk pulau Borneo yang oleh orang Indonesia

dinamakan Kalimantan. Nama Borneo mungkin berasal dari nama

Brunei dan sering digunakan untuk menamai seluruh pulau sedangkan

nama Kalimantan mungkin berasal dari keadaan pulau yang punya

banyak kali, banyak mas, dan banyak intan, sehingga menjadi

Kalimantan. Menurut beberapa pihak lain mungkin nama Kalimantan

berasal dari nama Lamanta. Lamanta adalah sagu dari pohon yang

baru ditebang, yang masih mentah. Pada umumnya nama Kalimantan

digunakan untuk bagian geografis tanah di bawah pemerintahan

Indonesia dan West Malaysia atau nama Borneo untuk bagian di

bawah pemerintahan Malaysia.

C.     Persebaran suku-suku Dayak di Pulau Kalimantan.

Dikarenakan arus migrasi yang kuat dari para pendatang, Suku

Dayak yang masih mempertahankan adat budayanya akhirnya memilih

masuk ke pedalaman. Akibatnya, Suku Dayak menjadi terpencar-

pencar dan menjadi sub-sub etnis tersendiri.

Kelompok Suku Dayak, terbagi dalam sub-sub suku yang kurang

lebih jumlahnya 405 sub (menurut J. U. Lontaan, 1975). Masing-

masing sub suku Dayak di pulau Kalimantan mempunyai adat istiadat

dan budaya yang mirip, merujuk kepada sosiologi kemasyarakatannya

dan perbedaan adat istiadat, budaya, maupun bahasa yang khas.

Masa lalu masyarakat yang kini disebut suku Dayak, mendiami

daerah pesisir pantai dan sungai-sungai di tiap-tiap pemukiman

mereka.

Etnis Dayak Kalimantan menurut seorang antropologi J.U.

Lontaan, 1975 dalam Bukunya Hukum Adat dan Adat Istiadat

Kalimantan Barat, terdiri dari 6 suku besar dan 405 sub suku

kecil, yang menyebar di seluruh Kalimantan.

D.    Sejarah Suku Dayak

Suku Dayak adalah suku asli Kalimantan yang hidup

berkelompok yang tinggal di pedalaman, gunung, dan sebagainya.

Kata Dayak itu sendiri sebenarnya diberikan oleh orang-orang

Melayu yang datang ke Kalimantan. Orang-orang Dayak sendiri

sebenarnya keberatan memakai nama Dayak, sebab lebih diartikan

agak negatif. Padahal, semboyan orang Dayak adalah “Menteng Ueh

Mamut”, yang berarti seseorang yang memiliki kekuatan gagah

berani, serta tidak kenal menyerah atau pantang mundur.

Pada tahun 1977-1978 saat itu, benua Asia dan pulau

Kalimantan yang merupakan bagian nusantara yang masih menyatu,

yang memungkinkan ras mongoloid dari asia mengembara melalui

daratan dan sampai di Kalimantan dengan melintasi pegunungan yang

sekarang disebut pegunungan “Muller-Schwaner”. Suku Dayak

merupakan penduduk Kalimantan yang sejati. Namun setelah orang-

orang Melayu dari Sumatra dan Semenanjung Malaka datang, mereka

makin lama makin mundur ke dalam.

Belum lagi kedatangan orang-orang Bugis, Makasar, dan Jawa

pada masa kejayaan Kerajaan Majapahit. Suku Dayak hidup

terpencar-pencar di seluruh wilayah Kalimantan dalam rentang

waktu yang lama, mereka harus menyebar menelusuri sungai-sungai

hingga ke hilir dan kemudian mendiami pesisir pulau Kalimantan.

Suku ini terdiri atas beberapa suku yang masing-masing memiliki

sifat dan perilaku berbeda.

Suku Dayak pernah membangun sebuah kerajaan. Dalam tradisi

lisan Dayak, sering disebut ”Nansarunai Usak Jawa”, yakni sebuah

kerajaan Dayak Nansarunai yang hancur oleh Majapahit, yang

diperkirakan terjadi antara tahun 1309-1389 . Kejadian tersebut

mengakibatkan suku Dayak terdesak dan terpencar, sebagian masuk

daerah pedalaman. Arus besar berikutnya terjadi pada saat

pengaruh Islam yang berasala dari kerajaan Demak bersama masuknya

para pedagang Melayu sekitar tahun 1608 .

Sebagian besar suku Dayak memeluk Islam dan tidak lagi

mengakui dirinya sebagai orang Dayak, tapi menyebut dirinya

sebagai orang Melayu atau orang Banjar. Sedangkan orang Dayak

yang menolak agama Islam kembali menyusuri sungai, masuk ke

pedalaman di Kalimantan Tengah, bermukim di daerah-daerah Kayu

Tangi, Amuntai, Margasari, Watang Amandit, Labuan Lawas dan

Watang Balangan. Sebagain lagi terus terdesak masuk rimba. Orang

Dayak pemeluk Islam kebanyakan berada di Kalimantan Selatan dan

sebagian Kotawaringin, salah seorang Sultan Kesultanan Banjar

yang terkenal adalah Lambung Mangkurat sebenarnya adalah seorang

Dayak (Ma’anyan atau Ot Danum).

Tidak hanya dari nusantara, bangsa-bangsa lain juga

berdatangan ke Kalimantan. Bangsa Tionghoa diperkirakan mulai

datang ke Kalimantan pada masa Dinasti Ming tahun 1368-1643. Dari

manuskrip berhuruf kanji disebutkan bahwa kota yang pertama di

kunjungi adalah Banjarmasin. Tetapi masih belum jelas apakah

bangsa Tionghoa datang pada era Bajarmasin (dibawah hegemoni

Majapahit) atau di era Islam.

Kedatangan bangsa Tionghoa tidak mengakibatkan perpindahan

penduduk Dayak dan tidak memiliki pengaruh langsung karena

langsung karena mereka hanya berdagang, terutama dengan kerajaan

Banjar di Banjarmasin. Mereka tidak langsung berniaga dengan

orang Dayak. Peninggalan bangsa Tionghoa masih disimpan oleh

sebagian suku Dayak seperti piring malawen, belanga (guci) dan

peralatan keramik.

Sejak awal abad V bangsa Tionghoa telah sampai di

Kalimantan. Pada abad XV Raja Yung Lo mengirim sebuah angkatan

perang besar ke selatan (termasuk Nusantara) di bawah pimpinan

Chang Ho, dan kembali ke Tiongkok pada tahun 1407, setelah

sebelumnya singgah ke Jawa, Kalimantan, Malaka, Manila dan Solok.

Pada tahun 1750, Sultan Mempawah menerima orang-orang Tionghoa

(dari Brunei) yang sedang mencari emas. Orang-orang Tionghoa

tersebut membawa juga barang dagangan diantaranya candu, sutera,

barang pecah belah seperti piring, cangkir, mangkok dan guci

(Sarwoto kertodipoero,1963)

E.     Sistem Religi

Religi asli suku Dayak tidak terlepas dari adat istiadat

mereka. Bahkan dapat dikatakan adat menegaskan identitas religius

mereka. Dalam praktik sehari-hari, orang dayak tidak pernah

menyebut agama sebagai normativitas mereka, melainkan adat.

Sistem religi ini bukanlah sistem hindu Kahuringan seperti yang

dikenal oleh orang-orang pada umumnya.

Orang Dayak Kanayatn menyebut Tuhan dengan istilah Jubata.

Jubata inilah yang dikatakan menurunkan adat kepada nenek moyang

Dayak Kanayatn yang berlokasi di bukit bawakng . Dalam

mengungkapkan kepercayaan kepada Jubata, mereka memiliki tempat

ibadah yang disebut panyugu atau padagi. Selain itu diperlukan

juga seorang imam panyangahatn yang menjadi seorang penghubung,

antara manusia dengan Tuhan ( Jubata ).

Sekarang ini banyak orang Dayak Kanayatn yang menganut agama

Kristen dan segelintir memeluk Islam. Kendati sudah memeluk

agama, tidak bisa dikatakan bahwa orang Dayak Kanayatn

meninggalkan adatnya. Hal menarik ialah jika seorang Dayak

Kanayan memeluk agama Islam, ia tidak lagi disebut Dayak,

melainkan Melayu atau orang Laut .

F.     Bahasa

Dayak Kanayatn memakai bahasa ahe/nana' serta damea/jare dan

yang serumpun. Sebenarnya secara isologis (garis yang

menghubungkan persamaan dan perbedaan kosa kata yang serumpun)

sangat sulit merinci khazanah bahasanya. Ini dikarenakan bahasa

yang dipakai sarat dengan berbagai dialek dan juga logat

pengucapan. Beberapa contohnya ialah : orang Dayak Kanayatn yang

mendiami wilayah Meranti (Landak) yang memakai bahasa ahe/nana'

terbagi lagi ke dalam bahasa behe, padakng bekambai, dan bahasa

moro. Dayak Kanayatn di kawasan Menyuke (Landak) terbagi dalam

bahasa satolo-ngelampa', songga batukng-ngalampa' dan angkabakng-

ngabukit. selain itu percampuran dialek dan logat menyebabkan

percampuran bahasa menjadi bahasa baru.

Banyak Generasi Dayak Kanayatn saat ini tidak mengerti akan

bahasa yang dipakai oleh para generasi tua. Dalam komunikasi saat

ini, banyak kosa kata Indonesia yang diadopsi dan kemudian "di-

Dayak-kan". Misalnya ialah :bahasa ahe asli : Lea ,bahasa

indonesia : seperti ,bahasa ahe sekarang : saparati .Bahasa yang

dipakai sekarang oleh generasi muda mudah dimengerti karena mirip

dengan bahasa indonesia atau melayu.

G.    Lembaga Adat

Suku Dayak merupakan bagian dari masyarakat adat. Masyarakat

adat adalah komunitas-komunitas yang hidup berdasarkan asal usul

keturunan diatas suatu wilayah adat, yang memiliki kedaulatan

atas tanah dan kekayaan alam, kehidupan sosial-budayanya diatur

oleh hukum adat dan lembaga adat yang mengelola keberlangsungan

hidup masyarakatnya.

Hukum adat Dayak Kanayatn mempunyai satuan wilayah

teritorial yang disebut Binua. Binua merupakan wilayah yang

terdiri dari beberapa kampong . Masing-masing binua punya

otonominya sendiri, sehingga komunitas binua yang satu tidak

dapat mengintervensi hukum adat di binua lain.

Setiap binua dipimpin oleh seorang timanggong (kepala desa).

timanggong memiliki jajaran-bawahan yaitu pasirah (kepala dusun)

dan pangaraga (ketua RW/RT). Ketiga pilar inilah yang menjadi

lembaga adat Dayak Kanayatn

H.    Sistem Kekerabatan

Sistem pertalian darah suku Dayak Kanayatn menggunakan

sistem bilineal/parental (ayah dan ibu). Dalam mengurai hubungan

kekerabatan, seorang anak dapat mengikuti jalur ayah maupun ibu.

Hubungan kekerabatan terputus pada sepupu delapan kali. Hubungan

kekerabatan ini penting karena hubungan ini menjadi tinjauan

terutama pada perkara perkawinan. Mungkin hal ini dimaksudkan

agar tidak merusak keturunan.

I.       Adat Istiadat Suku Dayak

Di bawah ini ada beberapa adat istiadat suku dayak yang

masih terpelihara hingga kini, dan dunia supranatural Suku Dayak

pada zaman dahulu maupun zaman sekarang yang masih kuat sampai

sekarang. Adat istiadat ini merupakan salah satu kekayaan budaya

yang dimiliki oleh Bangsa Indonesia, karena pada awal mulanya

Suku Dayak berasal dari pedalaman Kalimantan.

1.       Upacara Tiwah

Upacara Tiwah merupakan acara adat suku Dayak. Tiwah

merupakan upacara yang dilaksanakan untuk pengantaran tulang

orang yang sudah meninggal ke Sandung yang sudah di buat. Sandung

adalah tempat yang semacam rumah kecil yang memang dibuat khusus

untuk mereka yang sudah meninggal dunia.

2.      Dunia Supranatural

Dunia Supranatural bagi Suku Dayak memang sudah sejak jaman

dulu merupakan ciri khas kebudayaan Dayak. Karena supranatural

ini pula orang luar negeri sana menyebut Dayak sebagai pemakan

manusia ( kanibal ). Namun pada kenyataannya Suku Dayak adalah

suku yang sangat cinta damai asal mereka tidak di ganggu dan

ditindas semena-mena. Kekuatan supranatural Dayak Kalimantan

banyak jenisnya, contohnya Manajah Antang. Manajah Antang

merupakan cara suku Dayak untuk mencari petunjuk seperti mencari

keberadaan musuh yang sulit di temukan dari arwah para leluhur

dengan media burung Antang, dimanapun musuh yang di cari pasti

akan ditemukan.

Mangkok merah. Mangkok merah merupakan media persatuan Suku

Dayak. Mangkok merah beredar jika orang Dayak merasa kedaulatan

mereka dalam bahaya besar. “Panglima” atau sering suku Dayak

sebut Pangkalima biasanya mengeluarkan isyarat siaga atau perang

berupa mangkok merah yang di edarkan dari kampung ke kampung

secara cepat sekali. Dari penampilan sehari-hari banyak orang

tidak tahu siapa panglima Dayak itu. Orangnya biasa-biasa saja,

hanya saja ia mempunyai kekuatan supranatural yang luar biasa.

Percaya atau tidak panglima itu mempunyai ilmu bisa terbang kebal

dari apa saja seperti peluru, senjata tajam dan sebagainya.

Mangkok merah tidak sembarangan diedarkan. Sebelum diedarkan

sang panglima harus membuat acara adat untuk mengetahui kapan

waktu yang tepat untuk memulai perang. Dalam acara adat itu roh

para leluhur akan merasuki dalam tubuh pangkalima lalu jika

pangkalima tersebut ber “Tariu” ( memanggil roh leluhur untuk

untuk meminta bantuan dan menyatakan perang ) maka orang-orang

Dayak yang mendengarnya juga akan mempunyai kekuatan seperti

panglimanya. Biasanya orang yang jiwanya labil bisa sakit atau

gila bila mendengar tariu.

Orang-orang yang sudah dirasuki roh para leluhur akan

menjadi manusia dan bukan. Sehingga biasanya darah, hati korban

yang dibunuh akan dimakan. Jika tidak dalam suasana perang tidak

pernah orang Dayak makan manusia. Kepala dipenggal, dikuliti dan

di simpan untuk keperluan upacara adat. Meminum darah dan memakan

hati itu, maka kekuatan magis akan bertambah. Makin banyak musuh

dibunuh maka orang tersebut makin sakti.

Mangkok merah terbuat dari teras bambu (ada yang mengatakan

terbuat dari tanah liat) yang didesain dalam bentuk bundar segera

dibuat. Untuk menyertai mangkok ini disediakan juga perlengkapan

lainnya seperti ubi jerangau merah (acorus calamus) yang

melambangkan keberanian (ada yang mengatakan bisa diganti dengan

beras kuning), bulu ayam merah untuk terbang, lampu obor dari

bambu untuk suluh (ada yang mengatakan bisa diganti dengan

sebatang korek api), daun rumbia (metroxylon sagus) untuk tempat

berteduh dan tali simpul dari kulit kepuak sebagai lambang

persatuan. Perlengkapan tadi dikemas dalam mangkok dari bambu itu

dan dibungkus dengan kain merah.

Menurut cerita turun-temurun mangkok merah pertama beredar

ketika perang melawan Jepang dulu. Lalu terjadi lagi ketika

pengusiran orang Tionghoa dari daerah-daerah Dayak pada tahun

1967. pengusiran Dayak terhadap orang Tionghoa bukannya perang

antar etnis tetapi lebih banyak muatan politisnya. Sebab saat itu

Indonesia sedang konfrontasi dengan Malaysia.

Menurut kepercayaan Dayak, terutama yang dipedalaman

Kalimantan yang disampaikan dari mulut ke mulut, dari nenek

kepada bapak, dari bapak kepada anak, hingga saat ini yang tidak

tertulis mengakibatkan menjadi lebih atau kurang dari yang

sebenar-benarnya, bahwa asal-usul nenek moyang suku Dayak itu

diturunkan dari langit yang ke tujuh ke dunia ini dengan

“Palangka Bulau” ( Palangka artinya suci, bersih, merupakan

ancak, sebagai tandu yang suci, gandar yang suci dari emas

diturunkan dari langit, sering juga disebutkan “Ancak atau

Kalangkang” ).

J.      Seni Tari Dayak

1.      Tari Gantar

Tarian yang menggambarkan gerakan orang menanam padi.

Tongkat menggambarkan

kayu penumbuk sedangkan bambu serta biji-bijian didalamnya

menggambarkan benih padi

dan wadahnya.

Tarian ini cukup terkenal dan sering disajikan dalam

penyambutan tamu dan acara-acara

lainnya.Tari ini tidak hanya dikenal oleh suku Dayak Tunjung

namun juga dikenal oleh

suku Dayak Benuaq. Tarian ini dapat dibagi dalam tiga versi yaitu

tari Gantar Rayatn,

Gantar Busai dan Gantar Senak/Gantar Kusak.

2.      Tari Kancet Papatai / Tari Perang

Tarian ini menceritakan tentang seorang pahlawan Dayak

Kenyah berperang melawan musuhnya. Gerakan tarian ini sangat

lincah, gesit, penuh semangat dan kadang-kadang diikuti oleh

pekikan si penari.

Dalam tari Kancet Pepatay, penari mempergunakan pakaian

tradisionil suku Dayak Kenyah dilengkapi dengan peralatan perang

seperti mandau, perisai dan baju perang. Tari ini diiringi dengan

lagu Sak Paku dan hanya menggunakan alat musik Sampe.

3.      Tari Kancet Ledo / Tari Gong

Jika Tari Kancet Pepatay menggambarkan kejantanan dan

keperkasaan pria Dayak Kenyah, sebaliknya Tari Kancet Ledo

menggambarkan kelemahlembutan seorang gadis bagai sebatang padi

yang meliuk-liuk lembut ditiup oleh angin.

Tari ini dibawakan oleh seorang wanita dengan memakai

pakaian Tari Kancet Ledo tradisional suku Dayak Kenyah dan pada

kedua tangannya memegang rangkaian bulu-bulu ekor burung Enggang.

Biasanya tari ini ditarikan diatas sebuah gong, sehingga Kancet

Ledo disebut juga Tari Gong.

4.      Tari Kancet Lasan

Menggambarkan kehidupan sehari-hari burung Enggang, burung

yang dimuliakan oleh

suku Dayak Kenyah karena dianggap sebagai tanda keagungan dan

kepahlawanan. Tari Kancet Lasan merupakan tarian tunggal wanita

suku Dayak Kenyah yang sama gerak dan posisinya seperti Tari

Kancet Ledo, namun si penari tidak mempergunakan gong dan

bulubulu burung Enggang dan juga si penari banyak mempergunakan

posisi merendah dan berjongkok atau duduk dengan lutut menyentuh

lantai.

                                                                  

   

            Tarian ini lebih ditekankan pada gerak-gerak burung

Enggang ketika terbang melayang dan hinggap bertengger di dahan

pohon. Posisinya seperti Tari Kancet Ledo, namun si penari tidak

mempergunakan gong dan bulubulu burung Enggang dan juga si penari

banyak mempergunakan posisi merendah dan berjongkok atau duduk

dengan lutut menyentuh lantai. Tarian ini lebih ditekankan pada

gerak-gerak burung Enggang ketika terbang melayang dan hinggap

bertengger di dahan pohon.

5.      Tari Leleng

Tarian ini menceritakan seorang gadis bernama Utan Along

yang akan dikawinkan secara paksa oleh orangtuanya dengan pemuda

yang tak dicintainya. Utan Along akhirnya melarikan diri kedalam

hutan. Tarian gadis suku Dayak Kenyah ini ditarikan dengan

diiringi nyanyian lagu Leleng.

6.      Tari Hudoq

Tarian ini dilakukan dengan menggunakan topeng kayu yang

menyerupai binatang buas serta menggunakan daun pisang atau daun

kelapa sebagai penutup tubuh penari. Tarian ini erat hubungannya

dengan upacara keagamaan dari kelompok suku Dayak Bahau dan

Modang. Tari Hudoq dimaksudkan untuk memperoleh kekuatan dalam

mengatasi gangguan hama perusak tanaman dan mengharapkan

diberikan kesuburan dengan hasil panen yang banyak.

7.      Tari Hudoq Kita'

Tarian dari suku Dayak Kenyah ini pada prinsipnya sama

dengan Tari Hudoq dari suku Dayak Bahau dan Modang, yakni untuk

upacara menyambut tahun tanam maupun untuk menyampaikan rasa

terima kasih pada dewa yang telah memberikan hasil panen yang

baik. Perbedaan yang mencolok anatara Tari Hudoq Kita' dan Tari

Hudoq ada pada kostum, topeng, gerakan tarinya dan iringan

musiknya. Kostum penari Hudoq Kita' menggunakan baju lengan

panjang dari kain biasa dan memakai kain sarung, sedangkan

topengnya berbentuk wajah manusia biasa yang banyak dihiasi

dengan ukiran khas Dayak Kenyah. Ada dua jenis topeng dalam tari

Hudoq Kita', yakni yang terbuat dari kayu dan yang berupa cadar

terbuat dari manik-manik dengan ornamen Dayak Kenyah.

8.      Tari Serumpai

Tarian suku Dayak Benuaq ini dilakukan untuk menolak wabah

penyakit dan mengobati

orang yang digigit anjing gila. Disebut tarian Serumpai karena

tarian diiringi alat musik Serumpai (sejenis seruling bambu).

9.       Tari Belian Bawo

Upacara Belian Bawo bertujuan untuk menolak penyakit,

mengobati orang sakit, membayar nazar dan lain sebagainya.

Setelah diubah menjadi tarian, tari ini sering disajikan pada

acara-acara penerima tamu dan acara kesenian lainnya. Tarian ini

merupakan tarian suku

Dayak Benuaq.

10.   Tari Kuyang

Sebuah tarian Belian dari suku Dayak Benuaq untuk Tari Hudoq

Tari Belian Bawo mengusir hantu-hantu yang menjaga pohon-pohon

yang besar dan tinggi agar tidak mengganggu manusia atau orang

yang menebang pohon tersebut.

11.   Tari Pecuk Kina

Tarian ini menggambarkan perpindahan suku Dayak Kenyah yang

berpindah dari daerah Apo Kayan (Kab. Bulungan) ke daerah Long

Segar (Kab. Kutai Barat) yang memakan waktu bertahun-tahun.

12.   Tari Datun

Tarian ini merupakan tarian bersama gadis suku Dayak Kenyah

dengan jumlah tak pasti,

boleh 10 hingga 20 orang. Menurut riwayatnya, tari bersama ini

diciptakan oleh seorang kepala suku Dayak Kenyah di Apo Kayan

yang bernama Nyik Selung, sebagai tanda syukur dan kegembiraan

atas kelahiran seorang cucunya. Kemudian tari ini berkembang ke

segenap daerah suku Dayak Kenyah.

13.   Tari Ngerangkau

Tari Ngerangkau adalah tarian adat dalam hal kematian dari

suku Dayak Tunjung dan

Benuaq. Tarian ini mempergunakan alat-alat penumbuk padi yang

dibentur-benturkan secara teratur dalam posisi mendatar sehingga

menimbulkan irama tertentu.

14.   Tari Baraga' Bagantar

Awalnya Baraga' Bagantar adalah upacara belian untuk merawat

bayi dengan memohon

bantuan dari Nayun Gantar. Sekarang upacara ini sudah digubah

menjadi sebuah tarian oleh suku Dayak Benuaq.

J. Macam-macam suku dayak

Layaknya suku lain diindonesia, suku dayak juga terbagi

menjadi beberapa golongan, yaitu sebagai berikut:

Suku Dayak Abal

Suku Dayak Bakumpai

Suku Dayak Bentian

Suku Dayak Benuaq

Suku Dayak Bidayuh

Suku Dayak Bukit

Suku Dayak Darat:Dayak Mali

Suku Dayak Dusun

Suku Dayak Dusun Deyah

Suku Dayak Dusun Malang

Suku Dayak Dusun Witu

Suku Dayak Kadazan

Suku Dayak Lawangan

Suku Dayak Maanyan

Suku Dayak Mali

Suku Dayak Mayau

Suku Dayak Meratus

Suku Dayak Mualang

Suku Dayak Ngaju

Suku Dayak Ot Danum

Suku Dayak Samihim

Suku Dayak Seberuang

Suku Dayak Siang Murung

Suku Dayak Tunjung

Suku Dayak Kebahan

Suku Dayak Keninjal

Suku Dayak Kenyah

Suku Dayak Simpangk

Suku Dayak Kualant

Suku Dayak Ketungau

Suku Dayak Sebaruk

Suku Dayak Undau

Suku Dayak Desa

Suku Dayak Iban

Suku Dayak Pesaguan

Suku Dayak Lebang

K.    Senjata Tradisional Suku Dayak

Pada zaman penjajahan di Kalimantan dahulu kala, serdadu

Belanda bersenjatakan senapan dengan teknologi mutakhir pada

masanya, sementara prajurit Dayak umumnya hanya mengandalkan

sumpit. Akan tetapi, serdadu Belanda ternyata jauh lebih takut

terkena anak sumpit ketimbang prajurit Dayak diterjang peluru.

Berikut ini adalah senjata-senjata tradisional suku dayak :

1. Sipet / Sumpitan. Merupakan senjata utama suku dayak.

Bentuknya bulat dan berdiameter 2-3 cm, panjang 1,5 - 2,5

meter, ditengah-tengahnya berlubang dengan diameter lubang ¼

- ¾ cm yang digunakan untuk memasukan anak sumpitan (Damek).

Ujung atas ada tombak yang terbuat dari batu gunung yang

diikat dengan rotan dan telah di anyam. Anak sumpit disebut

damek, dan telep adalah tempat anak sumpitan.

2. Lonjo / Tombak. Dibuat dari besi dan dipasang atau diikat

dengan anyaman rotan dan bertangkai dari bambu atau kayu

keras.

3. Telawang / Perisai. Terbuat dari kayu ringan, tetapi liat.

Ukuran panjang 1 – 2 meter dengan lebar 30 – 50 cm. Sebelah

luar diberi ukiran atau lukisan dan mempunyai makna

tertentu. Disebelah dalam dijumpai tempat pegangan.

4. Mandau. Merupakan senjata utama dan merupakan senjata turun

temurun yang dianggap keramat. Bentuknya panjang dan selalu

ada tanda ukiran baik dalam bentuk tatahan maupun hanya

ukiran biasa. Mandau dibuat dari batu gunung, ditatah,

diukir dengan emas/perak/tembaga dan dihiasi dengan bulu

burung atau rambut manusia. Mandau mempunyai nama asli yang

disebut “Mandau Ambang Birang Bitang Pono Ajun Kajau”,

merupakan barang yang mempunyai nilai religius, karena

dirawat dengan baik oleh pemiliknya. Batu-batuan yang sering

dipakai sebagai bahan dasar pembuatan Mandau dimasa yang

telah lalu yaitu: Batu Sanaman Mantikei, Batu Mujat atau

batu Tengger, Batu Montalat.

5. Dohong. Senjata ini semacam keris tetapi lebih besar dan

tajam sebelah menyebelah. Hulunya terbuat dari tanduk dan

sarungnya dari kayu. Senjata ini hanya boleh dipakai oleh

kepala-kepala suku, Demang, Basir.

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

A.    Kesimpulan

Berdasarkan paparan dan analisis data pada bab sebelumnya,

maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai jawaban atas

permasalahan yang diangkat yaitu antara lain:

1. Sebagian masyarakat suku dayak pada dasarnya masih sangat

menghargai kebudayaan tersebut dan juga sangat menghormati

leluhur mereka, karena dalam kehidupan mereka sangat percaya pada

leluhur mereka, apapun yang ditinggalkan oleh leluhur mereka

itulah yang wajib dikerjakan dan mereka beranggapan bahwa bila

ini tidak dijalankan maka aka nada bencana bagi keluarga mereka

dan juga orang yang ada disekitar mereka .

2.  Sistem kekerabatan suku dayak yaitu menggunakan system

parental ( ayah dan ibu) .

B.  Kritik Dan Saran

Sebagai warga Negara Indonesia kita perlu mengetahui

kebudayaan-kebudayaan yang ada di Negara kita sendiri. Kadang

kita lebih mengenal budaya yang ada di Negara barat melainkan

budaya kita sendiri. Salah satu budaya dari Negara kita adalah

budaya suku dayak . Tentu bukan hanya budaya dayak yang ada di

negara Indonesia, melainkan masih banyak budaya-budaya yang belum

kita ketahui . Maka dari itu kita harus mengenal budaya kita

sendiri mulai memberikan wawasan kepada anak-anak sejak dini agar

memahami beragam budaya yang ada di Negeri cercinta ini.

Agar dimasa mendatang kita bisa jauh lebih baik lagi, kita

harus lebih banyak lagi belajar dan terus melatih ilmu yang kita

peroleh. Kami sadari dalam penulisan makalah ini masih banyak

terdapat kekurangan baik dari segi penulisan maupun dari susunan

kalimatnya. Maka dari itu,penulis sangatlah butuh kritik dan

saran yang membangun dari para pembaca. Agar penulisan makalah

dilain kesempatan bisa jauh lebih baik lagi. Pesan dari

kami jangan pernah berhenti untuk belajar, karena kunci

kesuksesan adalah dengan cara terus belajar dan terus berusaha.

Sekian dari saya. Semoa makalah ini berguna bagi penulis

pada khususnya juga bagi para pembaca yang budiman.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

DAFTAR PUSTAKA

http://id.m.wikipedia.org/wiki/suku_dayak. (diakses tanggal 15

februari 2013)

http://www.ceritadayak.com/2012/01/mengenal-dan-memahami-sejarah-asal-

usul.html?m=1. (diakses tanggal 16 februari 2013)