SUKU TENGGER DAN KEHIDUPAN SOSIAL

23
SUKU TENGGER DAN KEHIDUPAN SOSIALNYA Suku Tengger kaya akan kepercayaan dan upacara adat, diantaranya ialah: 1. Upacara Adat Karo : Dilakukan pada bulan Puso, yang merupakan hari raya terbesar masyarakat Tengger, tujuan penyelenggaraan upacara karo adalah Mengadakan pemujaan terhadap Sang Hyang Widi Wasa dan menghormati leluhurnya, memperingati asal usul manusia, untuk kembali pada kesucian. 1

Transcript of SUKU TENGGER DAN KEHIDUPAN SOSIAL

SUKU TENGGER DAN KEHIDUPAN SOSIALNYA

Suku Tengger kaya akan kepercayaan dan upacara adat,

diantaranya ialah:

1. Upacara Adat Karo : Dilakukan pada bulan Puso, yang

merupakan hari raya terbesar masyarakat Tengger,

tujuan penyelenggaraan upacara karo adalah Mengadakan

pemujaan terhadap Sang Hyang Widi Wasa dan

menghormati leluhurnya, memperingati asal usul

manusia, untuk kembali pada kesucian.

1

2. Upacara Pujan Kapat : Jatuh pada bulan keempat menurut

tahun saka, bertujuan untuk memohon berkah

keselamatan serta selamat kiblat, yaitu pemujaan

terhadap arah mata angin.

3. Upacara Pujan Kawolu : Jatuh pada bulan kedelapan tahun

saka. Masyarakat mengirimkan sesaji ke kepala desa,

dengan tujuan untuk keselamatan bumi, air, api,

angin, matahari, bulan dan bintang.

4. Upacara Pujan Kasanga : Jatuh pada bulan sembilan tahun

saka. Masyarakat berkeliling desa dengan membunyikan

kentongan dengan membawa obor. Tujuan upacara ini

adalah memohon kepada Sang Hyang Widi Wasa untuk

keselamatan Masyarakat Tengger.

5. Upacara Pujan Kasada : Upacara ini disebut juga sebagai

Hari Raya Kurban. Biasanya lima hari sebelum upacara

Yadnya Kasada.

6. Upacara Bari’an : Upacara ini dilakukan setelah terjadi

bencana alam, dilaksanakan 5-7 hari setelah bencana

itu terjadi. Upacara Bari’an juga dilaksanakan

sebagai wujud ungkapan syukur kepada Sang Hyang Widi.

7. Upacara Unan-unan : Diadakan hanya setiap lima tahun

sekali. Tujuannya untuk melalukakan penghormatan

terhadap Roh Leluhur. Dalam upacara ini selalu

diadakan penyembelihan binatang ternak yaitu Kerbau.

Kepala Kerbau dan kulitnya diletakkan diatas ancak

besar yang terbuat dari bambu, diarak ke sanggar

pamujan.

2

8. Upacara Entas-entas : Dimaksudkan untuk menyucikan arwah

(roh) orang yang telah meninggal dunia supaya orang

tersebut masuk surga, dilakukan pada hari ke 1000

setelah orang tersebut meninggal.

A. KEADAAN GEOGRAFIS 

Luas daerah Tengger kurang lebih 40km dan utara ke

selatan; 20-30 km dan timur ke barat, di atas ketinggian

antara 1000m - 3675 m. Daerah Tengger teletak pada bagian

dari empat kabupaten, yaitu : Probolinggo, Pasuruan, Malang

dan Lumajang. Tipe permukaan tanahnya bergunung-gunung

dengan tebing-tebing yang curam. Kaldera Tengger adalah

lautan pasir yang terluas, terletak pada ketinggian 2300 m,

dengan panjang 5-10 km. Kawah Gunung Bromo, dengan

ketinggian 2392 m, dan masih aktif .Di sebelah selatan

menjulang puncak Gunung Semeru dengan ketinggian 3676 m.

B. WILAYAH ADAT

Wilayah Adat Suku Tengger terbagi menjadi dua wilayah

yaitu Sabrang Kulon (Brang Kulon diwakili oleh Desa Tosari

Kecamatan Tosari Kabupaten Pasuruan )dan Sabrang Wetan

( Brang Wetan diwakili oleh Desa Ngadisari,Wanantara,Jetak

Kecamatan Sukapura Kabupaten Probolinggo ). Perwakilan oleh

Desa T osari dan tiga Desa tersebut mengacu pada Prosesi

Pembukaan Upacara Karo yang sekaligus membukla Jhodang

Wasiat / Jimat Klontong.

3

Adapun Desa – Desa yang merupakan Komunitas Suku

Tengger adalah Sebagai Berikut:

Desa Ngadas, Wanatara, Jetak, dan Ngadisari ( Kecamatan

Sukapura Kabupaten Probolinggo ), Desa Wanakersa, Ledokombo,

Pandansari ( Kecamatan Sumber Kabupaten Probolinggo ), Desa

Tosari, Baledono, Sedaeng, Wonokitri, Ngadiwono, Kandangan,

Mororejo ( Kecamatan Tosari Kabupaten Pasuruan ), Desa

Keduwung ( kecamatan Puspo Kabupaten Pasuruan ), Desa

Ngadirejo, Ledok Pring ( Kecamatan Tutur Kabupaten

Pasuruan ), Desa Ngadas ( Kecamatan Poncokusumo Kabupaten

Malang),dan Desa Ranupani ( Kecamatan Senduro Kabupaten

Lumajang).

C. KEADAAN TANAH DAN TANAM-TANAMAN

Keadaan tanah daerah Tengger gembur seperti pasir,

namun cukup subur. Tanaman keras yang tumbuh terutama adalah

agathis laranthifolia, pinus merkusii, tectona, grandis

leucaena, dan swietenia altingia excelsa, anthocepalus

cadamba. Di kaki bukit paling atas ditumbuhi pohon cemara

sampai di ketinggian 3000 dpl yaitu lereng Gunung Semeru.

Tumbuhan utamanya adalah pohon-pohonan yang tinggi, pohon

elfin dan pohon cemara, sedangkan tanam-tanaman pertanian

terutama adalah kentang, kubis, wortel, jagung,bawang

prei(plompong tengger) dsb.

D. JENIS HEWAN 

4

Jenis hewan piaraan yang ada antara lain lembu,

kambing, babi dan ayam kampung. Jenis binatang yang hidup

secara liar di hutan-hutan adalah babi hutan (sus scrofa)

rusa timur (cervus timorensis), serigala atau (muncak

muntiacus), dan berkembang pula jenis macam tutul (panthera

pardus), terdapat pula species burung-burungan, misalnya

burung air.

E. IKLIM DAN CUACA 

Iklim daerah Tengger adalah hujan dan kemarau. Musim

kemarau terjadi antara bulan Mei-Oktober. Curah hujan di

Sukapura sekitar 1800 mm, sedangkan musim hujan terjadi pada

bulan November-April, dengan persentase 20 hari/lebih hujan

turun dalam satu bulan. Suhu udara berubah-ubah, tergantung

ketinggian, antara 3º - 18º Celsius. Selama musim hujan

kelembaban udara rata-rata 80%. Temperaturnya sepanjang hari

terasa sejuk, dan pada malam hari terasa dingin. Pada musim

kemarau temperatur malam hari terasa lebih dingin daripada

musim hujan. Pada musim dingin biasanya diselimuti kabut

tebal. Di daerah perkampungan, kabut mulai menebal pada sore

hari. Di daerah sekitar puncak Gunung Bromo kabut mulai

menebal pada pagi hari sebelum fajar menyingsing.

F. AGAMA SUKU TENGGER

Masyarakat Suku Tengger menganut empat agama dari lima

agama yang diakui oleh Pemerintah Indonesia. Yaitu Agama

Hindu , Islam ,Kristen dan Budha.

5

G. MATA PENCAHARIAN SUKU TENGGER

Penduduk di sekitar Taman Nasional Bromo kurang lebih

sebanyak 128.181 jiwa dengan distribusi sebagai berikut:

petani penggarap 48.625 orang (37,93%), buruh tani 10.461

orang (8,16%), karyawan dan ABRI 1.595 orang (1,24%),

pedagang 3.009 orang (2,38%), pengrajin/industri kecil 343

orang (0,01%), dan lain-lain sekitar 64.140 orang (50,05%).

Penduduk masyarakat Tengger pada umumnya bertempat tinggal

berkelompok di bukit-bukit mendekati lahan pertanian. Mereka

hidup dari bercocok tanam di ladang, dengan pengairan tadah

hujan. Pada mulanya mereka menanam jagung sebagai makanan

pokok, akan tetapi saat ini sudah berubah. Pada musim hujan

mereka menanam sayuran seperti kentang, kubis, bawang, dan

wortel sebagai tanaman perdagangan. Pada penghujung akhir

musim hujan mereka menanam jagung sebagai cadangan makanan

pokok.

Sejak zaman pemerintahan Majapahit, tingkat

perkembangan penduduk Tengger tergolong lambat. Sejarah

perkembangan masyarakat Tengger tidak diketahui dengan

jelas, kecuali secara samar sebagai hasil penelitian Nancy

(1985).

Masyarakat Tengger saat ini sudah ada yang membuka usaha

Jasa ( Persewaan Home Stay dan Jeep Hard Top sebagai

transportasi ke Bromo ),hal ini di lakukan semenjak Bromo di

buka sebagai obyek wisata.

H. PEMIMPIN SUKU TENGGER

6

Masyarakat Suku Tengger tidak mengenal dualisme

kepemimpinan ,walaupun ada yang namanya Dukun adat. Tetapi

secara formal pemerintahan dan adat , Suku Tengger dipimpin

oleh seorang Kepala Desa ( Petinggi ) yang sekaligus adalah

Kepala Adat. Sedangkan Dukun diposisikan sebagai pemimpin

Ritual / Upacara Adat.

Proses pemilihan seorang Petinggi ,dilakukan dengan cara

pemilihan langsung oleh masyarakat , melalui proses

pemilihan petinggi. Sedang untuk pemilihan Dukun ,dilakukan

melalui beberapa tahapan – tahapan ( menyangkut diri pribadi

calon Dukun ).yang pada akhirnya akan diuji melalui ujian

Mulunen ( ujian pengucapan mantra yang tidak boleh terputus

ataupun lupa ) yang waktunya pada waktu Upacara Kasada

bertempat di Poten Gunung Bromo.

I. KESENIAN 

Tari sodor dan tari ujung,peralatan

musik:gamelan ,musik ketepung & terompet

J. MAKANAN KHAS

Nasi ARON ( nasi yang terbuat dar jagung tengger dengan

masa tanam kurang lebih 8 bulan ).dan sambal Krangean

bahannya terbuat dari bahan sambal terasi seperti

biasanya,hanya saja di tambah buah Krangean ( hanya tumbuh

di Tengger) bentuknya kecil seperti buah merica dan baunya

harum seperti daun kemangi,wananya hijau masih segar (baru

petik) dan hitam (klau sudah layu atau kering).

7

K. SISTIM KALENDER SUKU TENGGER

Suku Tengger sudah mengenal dan mempunyai sistem

kalender sendiri yang mereka namakan Tahun Saka atau Saka

Warsa., jumlah usia kalender suku tengger berjumlah 30 hari

(masing-masing bulan dibulatkan),tetapi ada perbedaan

penyebutan usia hari yaitu antara tanggal 1 sampai dengan 15

disebut tanggal hari,dan 15 sampai 30 disebut Panglong Hari

(penyebutannya adalah Panglong siji,panglong loro dan

seterusnya) . Pada tanggal dan bulan tertentu terdapat

tanggal yang digabungkan yaitu tumbuknya dua tanggal. Pada

tanggal Perhitungan Tahun Saka di Indonesia jatuh pada

tanggal 1 (sepisan) sasih kedhasa (bulan ke sepuluh), yaitu

sehari setelah bulan tilem (bulan mati), tepatnya pada bulan

Maret dalam Tahun Masehi (Supriyono, 1992). Cara

menghitungnya dengan rumus : tiap bulan berlangsung 30 hari,

sehingga dalam 12 bulan terdapat 360 hari. Sedangkan untuk

wuku dan hari pasaran tertentu dianggap sebagai wuku atau

hari tumbuk, sehingga ada dua tanggal yang harus disatukan

dan akan terjadi pengurangan jumlah hari pada tiap tahunnya.

Untuk melengkapi atau menyempurnakannya diadakan perhitungan

kembali setiap lima tahun, atau satu windu tahun wuku. Pada

waktu itu ada bulan yang ditiadakan, digunakan untuk

mengadakan perayaan Unan-unan, yang kemudian tanggal dan

bulan seterusnya digunakan untuk memulai bulan berikutnya,

yaitu bulan Dhesta atau bulan ke-sebelas.

MECAK (Perhitungan Kalender Tengger ),istilah mecak

biasanya digunakan untuk menghitung atau mencari tanggal

8

yang tepat untuk melaksankan Upacara-upacara besar seperti

Karo,Kasada maupun Upacara Unan-unan. Setiap Dukun Sepuh

telah mempunyai persiapan atau catatan tanggal hasil Mecak

untuk tiap – tiap Upacara yang akan dilaksanakan sampai lima

tahun ke depan.

NAMA – NAMA HARI SUKU TENGGER.

1. DHITE : MINGGU

2. SHOMA : SENIN

3. ANGGARA : SELASA

4. BUDHA : R A B U

5. RESPATI : KAMIS

6. SUKRA : JUM’AT

7. TUMPEK : SABTU

NAMA – NAMA BULAN SUKU TENGGER

1. KARTIKA : KASA

2. PUSA : KARO

3. MANGGASTRI : KATIGA

4. SITRA : KAPAT

5. MANGGAKALA : KALIMA

6. NAYA : KANEM

7. PALGUNO : KAPITU

8. WISAKA : KAWOLU

9. JITO : KASANGA

10. SERAWANA : KASEPOLOH

11. PANDRAWANA : DESTHA

12. ASUJI : KASADA

9

ADAPUN TAHUN YANG DIGUNAKAN ADALAH TAHUN SAKA ( CAKA ).

L. SIFAT DAN SIKAP SUKU TENGGER

Konsep tentang Manusia Menurut Falsafah TenggerSifat

Umum Di dalam kehidupan sehari-hari orang Tengger mempunyai

kebiasaan hidup sederhana, rajin dan damai. Mereka adalah

petani. Ladang mereka di lereng-lereng gunung dan puncak-

puncak yang berbukit-bukit. Alat pertanian yang mereka pakai

sangat sederhana, terdiri dari cangkul,sabit dan semacamnya.

Hasil pertaniannya itu terutama adalah jagung, kopi,

kentang, kubis, bawang prei, Wortel dsb. Kebanyakan mereka

bertempat tinggal jauh dari ladangnya, sehingga harus

membuat gubuh-gubuk sederhana di ladangnya untuk berteduh

sementara waktu siang hari. Mereka bekerja sangat rajin dan

pagi hingga petang hari di ladangnya.

Pada umumnya masyarakat Tengger hidup sangat sederhana

dan hemat. Kelebihan penjualan hasil ladang ditabung untuk

perbaikan rumah serta keperluan memenuhi kebutuhan rumah

tangga lainnya. Kehidupan masyarakat Tengger sangat dekat

dengan adat- istiadat yang telah diwariskan oleh nenek

moyangnya secara turun-temurun. Dukun berperan penting dalam

melaksanakan upacara Adat. Dukun berperan dalam segala

pelaksanaan adat, baik mengenai perkawinan, kematian atau

kegiatan-kegiatan lainnya. Dukun sebagai tempat bertanya

10

untuk mengatasi kesulitan ataupun berbagai masalah

kehidupan.

Kehidupan pada masyarakat Tengger penuh dengan

kedamaian dan kondisi masyarakatnya sangat aman. Segala

masalah dapat diselesaikan dengan mudah atas peranan orang

yang berpengaruh pada masyarakat tersebut dengan sistem

musyawarah. Pelanggaran yang dilakukan cukup diselesaikan

oleh Petinggi ( Kepala Desa) dan biasanya mereka patuh.

Apabila cara ini tidak juga menolong, maka si pelaku

pelanggaran itu cukup disatru (tidak diajak bicara) oleh

seluruh penduduk. Mereka juga sangat patuh dengan segala

peraturan pemerintah yang ada, seperti kewajiban membayak

pajak, kerja bakti dan sebagainya.

M. Bahasa Tengger

Bahasa daerah yang digunakan adalah bahasa Jawa yang

masih berbau Jawa Kuno. Mereka menggunakan dua tingkatan

bahasa yaitu ngoko, bahasa sehari-hari terhadap sesamanya,

dan krama untuk komunikasi terhadap orang yang lebih tua

atau orang tua yang dihormati. Pada masyarakat Tengger tidak

terdapat adanya perbedaan kasta, dalam arti mereka

berkedudukan sama.

Contoh: Aku ( Laki-laki) = Reang , Aku ( wanita ) = Isun ,

Kamu ( untuk seusia)= Sira , Kamu ( untuk yang lebih tua) =

Rika, Bapak/Ayah= Pak , Ibu = Mak , Kakek=Wek , Kakak=

Kang , Mbak= Yuk

11

N. Asal-Usul Manusia menurut Falsafah Tengger

Ajaran tentang asal-usul manusia adalah seperti

terdapat pada mantra purwa bhumi. Sedangkan tugas manusia di

dunia ini dapat dipelajari melalui cara masyarakat Tengger

memberi makna kepada aksara Jawa yang mereka kembangkan.

Adapun makna yang dimaksudkan adalah seperti tersebut

dibawah ini.

h.n.c.r.k : hingsun nitahake cipta, rasa karsa,

d,t,s,w,l : dumadi tetesing sarira wadi laksana,

p, dh, j, y, ny : panca dhawuh jagad yekti nyawiji,

m, g, b, th, ng : marmane gantia binuka thukul ngakasa.

Apabila diartikan secara harfiah kurang lebih sebagai

berikut: “Tuhan Yang Maha Esa menciptakan cahaya, rasa dan

kehendak pada manusia, (manusia) dijadikan melalui badan

gaib untuk melaksanakan lima perintah di dunia dengan

kesungguhan hati, agar saling terbuka tumbuh (berkembang)

penuh kebebasan (ngakasa ‘menuju alam bebas angkasa’)”.

Pada hakikatnya manusia adalah ciptaan Tuhan, yang

dilahirkan dari tidak ada menjadi ada atau dari alam gaib,

untuk mengemban tugas di dunia ini melaksanakan lima

perintah-Nya dengan menyatukan diri pada tugasnya, agar di

dunia ini tumbuh keterbukaan dan perkembangan menuju

kesempurnaan.

Masih ada lagi tafsiran tentang aksara Jawa yang

dikaitkan dengan cerita tentang Aji Saka, yaitu bahwa ada

utusan, yang keduanya saling bertengkar (berebut kebenaran).

Keduanya sama kuatnya (sama-sama berjaya), yang akhirnya

12

keduanya mengalami nasib yang sama, yaitu menjadi mayat. Hal

ini mengandung makna bahwa baik-buruk, senang-susah, sehat-

sakit, adalah ada pada manusia dan tak dapat dihindari.

Kesempurnaan hidup manusia apabila dapat menyeimbangkan

kedua hal itu.

O. Hubungan Badan dan Roh Menurut Falsafah Tengger

Masyarakat Tengger beranggapan bahwa badan manusia itu

hanya merupakan pembungkus sukma (roh). Sukma adalah badan

halus yang bersifat abadi. Jika orang meninggal, badannya

pulang ke pertiwi (bumi), sedangkan sukmanya terbebas dari

mengalami suatu proses penyucian di dalam neraka, dan selama

itu mereka mengembara tidak mempunyai tempat berhenti.

Cahaya, api dan air dari arah timur akan melenyapkan semua

kejahatan yang dialami sukma sewaktu berada di dalam badan.

Masyarakat Tengger percaya bahwa neraka itu terdiri dari

beberapa bagian. Bagian terakhir ialah bagian timur yang

disebut juga kawah candradimuka, yang akan menyucikan sukma

sehingga menjadi bersih dan suci serta masuk surga. Hal ini

terjadi pada hari ke-1000 sesudah kematian dan melalui

upacara Entas-entas.

P. Hubungan Antar-manusia Menurut Falsafah Tengger

13

Sesuai dengan ajaran yang hidup di masyarakat Tengger

seperti terkandung dalam ajaran tentang sikap hidup dengan

sesanti panca setia, yaitu:

i. setya budaya artinya, taat, tekun, mandiri;

ii. setya wacana artinya setia pada ucapan;

iii. setya semàya artinya setia padajanji;

iv. setya laksana artinya patuh, tuhu, taat;

v. setya mitra artinya setia kawan.

Ajaran tentang kesetiaan berpengaruh besar terhadap

perilaku masyarakat Tengger. Hal ini tampak pada sifat taat,

tekun bekerja, toleransi tinggi, gotong-royong, serta rasa

tanggung jawab. umpamanya menunjukkan bahwa pada umumnya

mereka bekerja di ladangnya dari jam 6 pagi sampai jam 6

sore setiap hari secara tekun. Sikap gotong-royongnya

terlihat pula pada waktu mendirikan pendopo agung di Tosari,

adalah sebagai hasil jerih payah rakyat membuat jalan

sepanjang 15 km dari Tosari menuju Bromo (tahun 1971-1976).

Demikian pula tanggung jawab mereka terhadap lingkungan

sosial tercermin pada kesadaran rakyat untuk ikut serta

menjaga keamanan, serta merelakan sebagian tanahnya apabila

terkena pembangunan jalan.

Sifat lain yang positif adalah kemampuan menyesuaikan

diri terhadap perkembangan, yaitu kesediaan mereka untuk

menerima orang asing atau orang lain, meskipun mereka tetap

pada sikap yang sesuai dengan identitasnya sebagai orang

Tengger. Hubungan antara pria dan wanita tercermin pada

sikap bahwa pria adalah sebagai pengayom bagi wanita, yaitu

14

ngayomi, ngayani, ngayemi, artinya memberikan perlindungan,

memberikan nafkah, serta menciptakan suasana tenteram dan

damai.

Q. Sikap dan Pandangan Hidup

Pandangan tentang Perilaku

Sikap dan pandangan hidup orang Tengger tercermin pada

harapannya, yaitu waras (sehat), wareg (kenyang), wastra

(memiliki pakaian, sandang), wisma (memiliki rumah, tempat

tinggal), dan widya (menguasai ilmu dan teknologi,

berpengetahuan dan terampil).

Mereka mengembangkan pandangan hidup yang disebut

pengetahuan tentang watak yaitu:

i. prasaja berarti jujur, tidak dibuat-buat apa adanya;

ii. prayoga berarti senantiasa bersikap bijaksana;

iii. pranata berarti senantiasa patuh pada raja, berarti

pimpinan atau pemerintah;

iv. prasetya berarti setya;

v. prayitna berarti waspada.

Atas dasar kelima pandangan hidup tersebut, masyarakat

Tengger mengembangkan sikap kepribadian tertentu sesuai

dengan kondisi dan perkembangan yang ada. Antara lain

mengembangkan sikap seperti kelima pandangan hidup tersebut,

di samping dikembangkan pula sikap lain sebagai

perwujudannya.

15

Mereka mengembangkan sikap rasa malu dalam arti

positif, yaitu rasa malu apabila tidak ikut serta dalam

kegiatan sosial. Begitu mendalamnya rasa malu itu, sehingga

pernah ada kasus (di Tosari) seorang warga masyarakat yang

bunuh diri hanya karena tidak ikut serta dalam kegiatan

gotong-royong.

Sikap toleransi mereka tercermin pada kenyataan bahwa

mereka dapat bergaul dengan orang beragama lain, ataupun

kedatangan orang beragama lain. Dalam keagamaan mereka tetap

setia kepada agama yang telah dimiliki namun toleransi tetap

tinggi, sebab mereka lebih berorientasi pada tujuan, bukan

pada cara mencapai tujuan. Pada dasarnya manusia itu

bertujuan satu, yaitu mencapai Tuhan, meskipun jalannya

beraneka warna. Sikap toleransi itu tampak pula dalam hal

perkawinan, yaitu sikap orang tua yang memberikan kebebasan

bagi para putra-putrinya untuk memilih calon istri atau

suaminya. Pada dasarnya perkawinan bersifat bebas. Mereka

tetap dapat menerima apabila anak-anaknya ada yang berumah

tangga dengan wanita atau pria yang berlainan agama

sekalipun. Namun dalam hal melaksanakan adat, pada umumnya

para generasi muda masih tetap melakukannya sesuai dengan

adat kebiasaan orang tuanya.

Sikap hidup masyarakat Tengger yang penting adalah tata

tentrem (tidak banyak risiko), aja jowal-jawil (jangan suka

mengganggu orang lain), kerja keras, dan tetap

mempertahankan tanah milik secara turun-temurun. Sikap

terhadap kerja adalah positif dengan titi luri-nya, yaitu

16

meneruskan sikap nenek moyangnya sebagai penghormatan kepada

leluhur.

Sikap terhadap hasil kerja bukanlah semata-mata hidup

untuk mengumpulkan harta demi kepentingan pribadi, akan

tetapi untuk menolong sesamanya. Dengan demikian, dalam

masyarakat Tengger tidak pernah terjadi kelaparan. Untuk

mencapai keberhasilan dalam hidup semata-marta diutamakan

pada hasil kerja sendiri, dan mereka menjauhkan diri dari

sikap nyadhang (menengadahkan telapak tangan ke atas).

Masyarakat Tengger mengharapkan generasi mudanya mampu

mandiri seperti ksatria Tengger. Orang tua tidak ingin

mempunyai anak yang memalukan, dengan harapan agar anak

mampu untuk mikul dhuwur mendhem jero, yaitu memuliakan

orangtuanya.

Sikap mereka terhadap perubahan cukup baik, terbukti mereka

dapat menerima pengaruh model pakaian, dan teknologi, serta

perubahan lain yang berkaitan dengan cara mereka

mengharapkan masa depan yang lebih baik dan berkeyakinan

akan datangnya kejayaan dan kesejahteraan masyarakatnya.

R. Siklus Hidup Menurut Falsafah Tengger

Ada 3 (tiga) tahap penting siklus kehidupan menurut

pandangan masyarakat Tengger, yakni:

1. umur 0 sampal 21 (wanita) atau 27 (pria), dengan lambang

bramacari yaitu masa yang tepat untuk pendidikan;

2. usia 21 (wanita) atau 27 (pria) sampai 60 tahun lambing

griasta, masa yang tepat untuk

membangun rumah dan mandiri;

17

3. 60 tahun ke atas, dengan lambang biksuka, membangun diri

sebagai manusia usia lanjut untuk lebih mementingkan masa

akhir hidupnya.

Pada masa griasta ada ungkapan yang berbunyi kalau

masih mentah sama adil, kalau sudah masak tidak ada harga,

yang dimaksudkan adalah hendaklah manusia itu pada waktu

mudanya bersikap adil dan masa dewasa menyiapkan dirinya

untuk masa tuanya dan hari akhirnya.

S. Pertunangan dan Perkawinan 

Pada umumnya masyarakat Tengger mempunyai pendirian

yang cukup bermoral atas perkawinan. Poligami dan perceraian

boleh dikatakan tidak pernah terjadi. Perkawinan di bawah

umur juga jarang terjadi. Dalam pertunangan (pacangan),

lamaran dilakukan oleh orangtua pria. Sebelumnya didahului

dengan pertemuan antara kedua calon, atas dasar rasa senang

kedua belah pihak. Apabila kedua belah pihak telah sepakat,

maka orangtua pihak wanita (sebagai calon) berkunjung ke

orangtua pihak pria untuk menanyakan persetujuannya atau

notok. Selanjutnya apabila orangtua pihak pria telah

menyetujui, diteruskan dengan kunjungan dari pihak orangtua

pria untuk menyampaikan ikatan (peningset) dan menentukan

hari perkawinan yang disetujui oleh kedua belah pihak.

Sesudah itu barulah upacara perkawinan dilakukan.

Sebelum acara perkawinan biasanya telah dimintakan

nasihat kepada dukun mengenai kapan sebaiknya hari

perkawinan itu dilaksanakan. Dukun akan memberikan saran

(menetapkan) hari yang baik dan tepat, ‘papan’ tempat

18

pelaksanaan perkawinan, dan sebagainya. Setelah hari untuk

upacara perkawinan ditentukan, maka diawali selamatan kecil

(dengan sajian bubur merah dan bubur putih). Sebagai

kelengkapan upacara perkawinan, maka pasangan pengantin

diarak (upacara ngarak) keliling, diikuti oleh empat gadis

dan empat jejaka dengan diiringi gamelan. Pada upacara

perkawinan pengantin wanita memberikan hadiah bokor tembaga

berisi sirih lengkap dengan tembakau, rokok dan lain,

sedangkan pengantin pria memberikan hadiah berupa sebuah

keranjang berisi buah-buahan, beras dan mas kawin.

Pada upacara asrah pengantin, masing-masing pihak

diwakili oleh seorang utusan. Para wakil mengadakan

pembicaraan mengenai kewajiban dalam perkawinan dengan

disaksikan oleh seoran dukun. Pada upacara pernikahan

dibuatkan petra (petara: boneka sebagai tempat roh nenek

moyang) supaya roh nenek moyangnya bisa hadir menyaksikan.

Biasanya setelah melakukan perkawinan kemanten pria harus

tinggal dirumah (mengikuti) kemanten wanita.

Hak Waris

Pada dasarnya masyarakat Tengger mempertahankan hak

waris tanah untuk anak keturunan mereka saja. Apabila ada

keluarga yang terpaksa menjual hak tanah, diusahakan untuk

dibeli oleh keluarga yang terdekat. Pewarisan kepada anak-

turunannya ditentukan oleh kerelaan pihak orang tua, bukan

atas dasar aturan ketat yang dibakukan.

T. Tata Rumah 

19

Rumah penduduk Tengger dibangun di atas tanah, yang

sedapat mungkin dipilih pada daerah datar, dekat air, atau

kalau terpaksa dipilih tanah yang dapat dibuat teras, dan

jauh dan gangguan angiñ. Rumah-rumah letaknya berdekatan

atau menggerombol pada suatu tempat yang dapat dimasuki dan

berbagaf jurusany yang dihubungkan dengan jalan sempit atau

gak lebar antara satu desa dengan desa lain. Desa induk yang

disebut Jcrajan biasa-nya terletak di tengah dengan jaringan

jalan-jalan yang menghubungkan dengan desa lain.

Pembangunan sebuah rumah selalu diawali dengan

selamatan, demikiah pula apabila bangunan telah selesai

diadakan selamatan lagi. Pada setiap bangunan yang sedang

dikejakan selalu terdapat sesajen, yang digantungkan pada

tiang-tiang, berupa makanan, ketupat, lepet, pisang raja dan

lain-lain. Bangunan rumah orang Tengger biasanya luas sebab

pada umumnya dihuni oleh beberapa keluarga bersama-sama, Ada

kebiasaan bahwa seorang pria yang baru saja kawin akan

tinggal bersama mertuanya.

Tiang dan dinding rumahnya terbuat dan kayu dan atapnya

terbuat dan bambu yang dibelah. Setelah bahan itu sulit

diperoleh, dewasa ini masyarakat telah mengubah kebiasaan

itu dengan menggunakan atap dan seng, papan atau genteng.

Alat rumah tangga tradisional yang hingga sekarang pada

umumnya masih tetap ada adalah balai-balai, semacam dipan

yang ditaruh di depan rumah. Di dalam ruangan rumah itu

disediakan pula tungku perapian (pra pen) yang terbuat dan

batu atau semen. Perapian ini kurang lebih panjangnya 1/4

dari panjang ruangan yang ada. Di dekat perapian terdapat

20

tempat duduk pendek terbuat dari kayu (dingklik bhs jawa)

yang meliputi kurang lebih separuh dan seluruh ruangan.

Apabila seorang tamu di terima dan dipersilakan duduk di

tempat ini menunjukkan bahwa tamu tersebut diterima dengan

hormat.

Selain digunakan untuk penghangat tubuh bagi penghuni

rumah, perapian juga dimanfaatkan untuk mengeringkan jagung,

atau bahan makan lainnya yang memerlukan pengawetan dan

ditaruh di atas paga. Dekat tempat perapian itu terdapat

pula alat-alat dapur, lesung, dan tangga. Halaman rumah

mereka pada umumnya sempit (kecil) dan tidak ditanami pohon-

pohonan. Di halaman itu pula terdapat sigiran, tempat untuk

menggantungkan jagung yang belum dikupas. Selain itu,

sigiran dimanfaatkan untuk menyimpan jagung, sehingga juga

berfungsi sebagai lumbung untuk menyimpan sampai panen

mendatang.

PUSAKA YANGDI MILIKI OLEH SUKU TENGGER

Jimat Klonthongan / Jodang Wasiat

Jimat Klonthong / Jodang wasiat jumlahnya ada dua, yang

pertama disimpan oleh masyarakat Suku Tengger Brang Wetan

tepatnya di Desa Ngadisari Kecamatan Sukapura Kabupaten

Probolinggo.bentuknya berupa kotak terbuat dari kayu.Sedang

Jimat Klonthong / Jodang Wasiat yang kedua disimpan di

wilayah Brang Kulon yaitu di Desa Tosari Kecamatan Tosari

Kabupaten Pasuruan dan bentuknya berbeda dengan yang ada di

wilayah brang wetan yaitu berbentuk bumbung terbuat dari

kayu.

21

Kedua Jimat Klonthong / Jodang Wasiat tersebut merupakan

benda warisan nenek moyang ( Joko Seger dan Loro Anteng )

berisi gayung, sarak, sodar, tumbu, cepel, Ontokusumo

sejenis pakaian nenek moyang, dan sejumlah uang satak (uang

logam kuno). Termasuk mantra-mantra yaitu mantra Purwobumi

dan mantra Mandala Giri.

Lontar (keropak) 

Di Tengger masih terdapat lontar (keropak) sebanyak 21

ikat, berisi tulisan Jawa lama, yang orang Tengger sendiri

tidak bisa membacanya.

Pusaka TRISULA yaitu berbentuk Tombak yang mempunyai ujung

mata tiga.

U. PERALATAN UPACARA

Baju Adat Tengger Hitam, sehelai kain baju tanpa

jahitan,Udeng dan kain Selempang berwarna kuning. Hal ini

sesuai dengan yang diperoleh sebagai warisan dari nenek

moyang Suku Tengger. Prasen, berasal dari kata rasi atau

praci (Sansekerta) yang berarti zodiak. Prasen ini berupa

mangkuk bergambar binatang dan zodiak. Beberapa prasen yang

dimiliki oleh para dukun berangka tahun Saka: 1249, 1251,

1253, 1261; dan pada dua prasen lainnya terdapat tanda tahun

Saka 1275. Tanda tahun ini menunjukkan masa berkuasanya

pemerintahan Tribhuwana Tunggadewi di Majapahit.

Tali sampet, terbuat dari kain batik, atau kain berwarna

kuning yang dipakai oleh Dukun Tengger. Genta, keropak dan

prapen, sebagai pelengkap upacara.

22

V. LAIN – LAIN

Masyarakat Suku Tengger tidak mengenal nama Marga

( keluarga ) karena di dalam Suku Tengger tidak mengenal

Kasta,namun biasanya cara memanggil nama orang yang sudah

berkeluarga dan mempunyai keturunan ,mereka memanggil nama

yang bersangkutan dengan nama anak pertamanya.

SUMBER :

Suara Kebebasan http://capsulx368.blogspot.com/2010/11/suku-

tengger-dan-kehidupan-sosialnya.html#ixzz1u4BkUFi5 

http://capsulx368.blogspot.com/2010/11/suku-tengger-dan-

kehidupan-sosialnya.html

http://d16do.blogdetik.com/about-suku-tengger/

23