KEHIDUPAN KESEHARIAN SUKU ANAK DALAM DI JAMBI DALAM MEDIA KOMIK

68
KEHIDUPAN KESEHARIAN SUKU ANAK DALAM DI JAMBI DALAM MEDIA KOMIK KARYA AKHIR Diajukan kepada Universitas Negeri Padang untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Sarjana Pendidikan Seni Rupa Oleh: Sonde Martadireja 83712/ 2007 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SENI RUPA JURUSAN SENI RUPA FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI PADANG 2011

Transcript of KEHIDUPAN KESEHARIAN SUKU ANAK DALAM DI JAMBI DALAM MEDIA KOMIK

KEHIDUPAN KESEHARIAN SUKU ANAK DALAM DI

JAMBI DALAM MEDIA KOMIK

KARYA AKHIR

Diajukan kepada Universitas Negeri Padang

untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan

Program Sarjana Pendidikan Seni Rupa

Oleh:

Sonde Martadireja

83712/ 2007

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SENI RUPA

JURUSAN SENI RUPA

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2011

ABSTRAK

Sonde Martadireja. 2011. “ Kehidupan Keseharian Suku Anak Dalam di Jambi

dalam Media Komik”. Karya Akhir. Jurusan Seni Rupa Fakultas Bahasa dan Seni

Universitas Negeri Padang.

Suku Anak Dalam atau dikenal juga dengan Suku Kubu atau Orang

Rimba, merupakan salah satu suku yang masih sangat tradisional

(mempertahankan tradisi/ kebiasaan nenek moyang) dalam berprilaku dan

kehidupan lingkungannya. Suku Anak Dalam tinggal di Taman Nasional Bukit

Duabelas (TNBD) dan sebagian berbaur dengan masyarakat umum diluar suku

mereka. Perilaku kehidupan keseharian Suku Anak Dalam mempunyai berbagai

keunikan seperti kegiatan melangun (berpindah-pindah tempat tinggal),

kepercayaan, cara berpakaian, cara berburu, tempat tinggal, dan lainnya.

Keunikan-keunikan tersebut akan sangat menarik bila diteliti atau dijadikan objek

dalam karya seni.

Tujuan penelitian ini adalah: (a) Mengungkapkan kondisi sosial tentang

kehidupan masyarakat Suku Anak Dalam daerah Jambi dalam media komik. (b)

Pengenalan ragam perilaku keseharian Suku Anak Dalam melalui karya komik.

(c) Menambah referensi dalam bentuk komunikasi visual berupa komik dalam

bentuk perilaku Suku Anak Dalam daerah Jambi.

Proses mewujudkan karya akhir ini menggunakan beberapa tahapan, yaitu:

pertama persiapan, mencari ide-ide seni berdasarkan pada referensi tentang

kehidupan Suku Anak Dalam dari berbagai media dan survey langsung ke

lingkungan Suku Anak Dalam tinggal. Kedua elabosari, menganalisis data.

Ketiga sintesis, menyusun jadwal pelaksanaan. Keempat Realisasi konsep,

menyusun skenario cerita. Kelima Penyelasaian, melanjutkan skenario menjadi

sebuah karya komik.

Kesimpulan dari dari karya akhir ini adalah Suku Anak Dalam merupakan

salah satu kelompok masyarakat di Taman Nasiona Bukit Duabelas (TNBD)

Provinsi Jambi, yang sampai saat ini masih hidup dengan kebudayaan sangat

tradisional. Sebagian besar dari mereka belum mengenal pendidikan formal

sebagai mana layaknya masyarakat pada umumnya, hidup nomaden atau

berpindah-pindah (disebut dengan istilah melangun), bagi kaum laki-laki memakai

cawat penutup kemaluan dan bagi kaum perempuan memakai kain sebatas pusar

sampai lutut (bagi yang telah bersuami) sedangkan untuk para gadis memakai kain

dari dada sampai batas lutut, dan kebudayaan lainnya yang membedakan dengan

masyarakat luar suku mereka.

Saat ini kehidupan sosial Suku Anak Dalam terbagi menjadi dua yaitu:

masyarakat yang sudah dipengaruhi oleh pendatang (mengalami akulturasi), dan

masyarakat yang masih mempertahankan lingkungan dan kebudayaan asli warisan

nenek moyang.

KATA PENGANTAR

Segala pujian dan syukur kepada Allah SWT, karena dengan rahmat, kasih

sayang, serta keluasan ilmu-Nya penulis dapat menyelesaiakan karya akhir yang

berjudul “Kehidupan Suku Anak Dalam di Jambi dalam Media Komik”. Shalawat

dan salam pada Nabi Muhammad SAW, teladan manusia. Karya akhir ini

bertujuan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan program

sarjana pendidikan seni rupa.

Dalam penulisan karya akhir ini, penulis banyak mendapatkan

bantuan, bimbingan, dan motivasi dari berbagai fihak. Penulis mengucapkan

terima kasih kepada: (1). Dr. Ramais Hakim, M. Pd. Selaku ketua Jurusan Seni

Rupa FBS UNP padang (2). Drs. Syafril R, M. Sn. Sebagai sekertaris jurusan (3).

Drs. M. Nasrul kamal, M.Sn. sebagai penasehat akademis (4) Drs. Syafwan, M.Si.

sebagai pembimbing I (5) Drs. Muzni Ramanto sebagai pembimbing II.(6)

Dra.Zubaidah A, M.Sn. sebagai penguji. (7) Drs, Mediagus sebagai penguji. (8)

Drs. H. Achyar Sikumbang sebagai penguji. (9) dan, seluruh sahabat.

Semoga segala bentuk bantuan yang diberikan menjadi catatan amal baik

disisi Allah SWT. Penulis mengharapkan karya akhir ini dapat bermanfaat bagi

pembaca.

Padang, juli 2011

Penulis

DAFTAR ISI

PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING

PENGESAHAN DOSEN PENGUJI

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN NASKAH

ABSTRAK................................................................................................................ i

KATA PENGANTAR.............................................................................................. ii

DAFTAR ISI............................................................................................................. iii

DAFTAR GAMBAR................................................................................................ v

DAFTAR TABEL..................................................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penciptaan........................................................................ 1

B. Rumusan Ide Penciptaan........................................................................... 5

C. Orisinalitas................................................................................................. 6

D. Tujuan dan Manfaat.................................................................................. 7

BAB II KONSEP PENCIPTAAN

A. Kajian Sumber Penciptaan

1. Komik................................................................................................. 9

2. Karikatur............................................................................................. 12

3. Kartun................................................................................................. 13

4. Suku Anak Dalam

a. Sejarah Suku Anak Dalam............................................................. 15

b. Seluruh Hutan Adalah Milik Mereka............................................. 19

c. Melangun....................................................................................... 20

d. Berladang....................................................................................... 21

e. Berkebun........................................................................................ 22

f. Berburu.......................................................................................... 22

g. Meramu.......................................................................................... 23

h. Kematian........................................................................................ 23

i. Religi.............................................................................................. 24

B. Kajian Sumber Penciptaan………………………………………….… 25

C. Tema/ Ide/ Judul...................................................................................... 27

D. Konsep Perwujudan/ Panggarapan.......................................................... 28

BAB III METODE/ PROSES PENCIPTAAN

A. Perwujudan Ide-Ide Seni......................................................................... 29

B. Jadual Pelaksanaan Karya Akhir............................................................. 32

BAB IV DESKRIPSI DAN PEMBAHASAN KARYA

A. Skenario

1. Cerita.................................................................................................. 34

a. Sejarah Suku Anak Dalam……………………………………… 35

b. Hutan Adalah Tempat Tinggal Mereka………………………… 37

c. Melangun……………………………………………………….. 38

d. Berburu…………………………………………………………. 40

2. Sketsa Manual.....................................................................................42

B. Deskripsi dan Pembahasan Karya........................................................... 46

1. Sampul, Kata Pengantar, dan Daftar Isi…………………………… 46

2. Sejarah Suku Anak Dalam………………………………………… 49

3. Hutan Adalah Tempat Tinggal Mereka…………………………… 68

4. Melangun…………………………………………………………... 91

5. Berburu…………………………………………………………….. 101

BAB V PENUTUP

A. Simpulan.................................................................................................. 118

B. Saran........................................................................................................ 118

DAFTAR RUJUKAN

LAMPIRAN

DAFTAR GAMBAR

1. Gambar 3, Dragon Ball z (komik Jepang/ manga)...................................... 11

2. Gambar 4, SBY oh SBY..(karikatur politik)................................................ 13

3. Gambar 5, Hukuman Buat Sang Tikus........................................................ 15

4. Gambar 1, kelompok Gera di Bukit Duabelas. Kelompok Suku Anak

Dalam yang masih mempertahankan kebudayaan dan lingkungan asli

mereka.......................................................................................................... 26

5. Gambar 2, seorang warga Suku Anak Dalam (SAD) atau Orang Rimba di

Desa Makkekal Hulu, Kabupaten Sarolangun sudah dapat mengendarai

sepeda motor. Kini sad mulai mengadopsi kehidupan masyarakat biasa

akibat semakin sempinya areal hutan sebagai tempat mereka

berdomisili................................................................................................... 26

6. Gambar 6, Dialog Putri Selaras Pinang Masak Dengan Utusan

(halaman10a)................................................................................................ 42

7. Gambar 7, Dialog Putri Selaras Pinang Masak Dengan Utusan

(halaman10b)............................................................................................... 43

8. Gambar 8, Pasukan Kerajaan Pagaruyung (halaman 14)............................. 43

9. Gambar 9, Suku Anak Dalam Mengolah Kebun Karet (halaman

30)................................................................................................................ 44

10. Gambar 10, Melangun (halaman 35)........................................................... 44

11. Gambar 11, Upacara Basale (halaman 40).................................................. 45

12. Gambar 12, Berburu (halaman 47).............................................................. 45

13. Gambar 13, Sampul...................................................................................... 46

14. Gambar 14, Kata Pengantar......................................................................... 47

15. Gambar 15, Pembukaan Bab 1..................................................................... 51

16. Gambar 16, Pembukaan Perang................................................................... 53

17. Gambar 17, Narasi Pembukaan Asal Usul Peperangan............................... 55

18. Gambar 18, Dialog Putri Selaras Pinang Masak dengan

Utusan.......................................................................................................... 57

19. Gambar 19, Dialog Raja Pagaryung dengan Utusan.................................... 58

20. Gambar 20, Pasukan Pagaruyung berangkat ke Kerajaan

Jambi............................................................................................................ 60

21. Gambar 21, Pasukan Kerajaan Pagaruyung................................................. 62

22. Gambar 22, Pasukan Kerajaan Pagaruyung................................................. 64

23. Gambar 23, Hutan Tempat Tinggal Suku Anak Dalam............................... 66

24. Gambar 24, Pembukaan Bab 2..................................................................... 69

25. Gambar 25, Narasi Hutan Adalah Tempat Tinggal Mereka........................ 70

26. Gambar 26, Keluarga Suku Anak Dalam..................................................... 72

27. Gambar 27, Anak-Anak Bermain dan Ibu-Ibu Memasak............................ 74

28. Gambar 28, Hasil Masakan.......................................................................... 76

29. Gambar 29, Kehidupan Suku Anak Dalam.................................................. 77

30. Gambar 30, Kehidupan Suku Anak Dalam.................................................. 79

31. Gambar 31, Kehidupan Suku Anak Dalam.................................................. 81

32. Gambar 32, Pendatang................................................................................. 83

33. Gambar 33, Hutan Tandus........................................................................... 85

34. Gambar 34, Berkebun Karet........................................................................ 86

35. Gambar 35, Pasar......................................................................................... 88

36. Gambar 36, Kebutuhan Manusia................................................................. 89

37. Gambar 37, Pembukaan Bab 3..................................................................... 92

38. Gambar 38, Melangun.................................................................................. 93

39. Gambar 39, Persiapan Berburu.................................................................... 95

40. Gambar 40, Berburu..................................................................................... 96

41. Gambar 41, Musim Buah-buahan................................................................ 97

42. Gambar 42, Berobat..................................................................................... 98

43. Gambar 43, Upacara Basale......................................................................... 99

44. Gambar 44, Kematian.................................................................................. 100

45. Gambar 45, Pembukaan Bab 4..................................................................... 102

46. Gambar 46, Hutan Karet.............................................................................. 103

47. Gambar 47, Mengintai................................................................................. 105

48. Gambar 48, Berburu..................................................................................... 106

49. Gambar 49, Sumpit...................................................................................... 107

50. Gambar 50, Jejak.......................................................................................... 108

51. Gambar 51, Memasang Jebakan.................................................................. 110

52. Gambar 52, Memasang Jebakan.................................................................. 111

53. Gambar 53, Jebakan..................................................................................... 112

54. Gambar 54, Menuba Ikan............................................................................. 113

55. Gambar 55, Memasang Bubu....................................................................... 114

56. Gambar 56, Penjelasan Kerja Bubu............................................................. 115

57. Gambar 57, Gallery...................................................................................... 116

58. Gambar 58, Pameran Karya Akhir “ Kehidupan Keseharian Suku Anak

Dalam di Jambi dalam Media Komik”........................................................ 121

DAFTAR TABEL

1. Tabel 1, Jadual Pelaksanaan Karya Akhir............................................ 32

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penciptaan

Indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki banyak suku

bangsa yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Suku-suku bangsa

tersebut mempunyai perilaku kehidupan yang sangat berbeda antara satu

dengan yang lainnya. Disamping hal itu mereka mempunyai identitas yang

berbeda dan mempunyai bahasa yang memiliki kekhasan masing-masing.

Lebih dari separuh suku-suku yang ada di Indonesia masih

menggunakan tata cara hidup yang tradisional, contohnya dapat dilihat

dalam hal kebiasaan dari kebudayaan nenek moyang dan adanya akulturasi

kepercayaan. Akulturasi kepercayaan biasanya adanya sangkut paut antara

Islam dengan Hindu, Budha, Animisme, Dinamisme dan Kristen dengan

Hindu, Budha, Animisme dan Dinamisme. Hal ini disebabkan karena

kepercayaan bangsa Indonesia yang sangat kuat terhadap kepercayaan

nenek moyang mereka sehingga saat masuknya agama Islam dan Kristen

sebagian kepercayaan yang sudah tertanam kuat dalam hati mereka tetap

tidak bisa ditinggalkan. Hasil akulturasi kepercayaan ini tampak pada

kebudayaan setempat yang mengalami akulturasi tersebut. Seperti

bangunan-bangunan, upacara adat, dan mitos.

Di Sumatra dikenal beberapa suku yaitu Aceh, suku Batak, suku

Minangkabau, dan suku-suku lainnya. Selain itu ada sejumlah suku-suku

minoritas di kawasan hutan luas diantara sungai-sungai besar, maupun

rawa-rawa pantai dan pulau-pulau lepas pantai. Diantara suku-suku

tersebut, banyak yang masih menggunakan tata cara kehidupan yang

sangat tradisional (sangat pribumi) yang juga tersebar di daerah-daerah

terpencil dalam kepulauan di Indonesia.

Pada tulisan ini penulis terfokus kepada salah satu suku yang

sangat tradisional yang ada di Provinsi Jambi. Suku ini terkenal dengan

sebutan Suku Kubu atau Orang Rimba atau Suku Anak Dalam. Suku Anak

Dalam (SAD) atau lebih dikenal dengan julukan Orang Rimba, merupakan

salah satu suku yang masih sangat tradisional (mempertahankan tradisi/

kebiasaan nenek moyang) dalam berperilaku dan kehidupan

lingkungannya. Suku Anak Dalam merupakan suku asli pribumi rimba

Jambi yang masih bertahan hingga saat ini. Suku Anak Dalam/ Suku Kubu

bertempat tinggal di Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD). Tapi,

walaupun Suku Anak Dalam ini mempunyai tempat di Taman Nasional

bukan berarti mereka hanya hidup di daerah tersebut. Suku Anak Dalam

juga menyebar diseluruh hutan-hutan di Povinsi Jambi bahkan ada

beberapa yang berbaur dengan masyarakat umum di kota-kota maupun

desa-desa di Jambi. Rata-rata diseluruh kabupaten di Provinsi Jambi

terdapat sekelompok Suku Anak Dalam yang tinggal disana.

Rafi’i dalam http://www.warsi.or.id/Action/Action_Rafii.htm,

menjelaskan bahwa:

Suku ini lebih menyukai bila disebut sebagai orang Rimba atau Suku Anak

Dalam ketimbang suku Kubu. Karena kata “kubu” mempunyai konotasi

mengejek dan merendahkan martabat suku tersebut. Kata kubu dapat

berarti rendah, kotor, dan terbelakang.

Suku Anak Dalam (SAD) bertempat tinggal di dalam hutan

ataupun di Daerah Aliran Sungai (DAS) yang ada di Provinsi Jambi

seperti di pinggiran sungai Batanghari, sungai Merangin, sungai Tembesi,

sungai Sarolangun dan Bukit Bulan Kecamatan Singkut. Tempat tinggal di

daerah sepanjang aliran sungai menjadi alternatif mereka karena sungai

merupakan sumber yang dapat menyediakan air untuk berbagai keperluan

sehari-hari dan sarana transportasi.

Suku Anak Dalam menyebut orang lain selain suku mereka dengan

sebutan Orang melayu (Orang Terang) Weintre (2003:iv). Banyak cara

yang digunakan oleh Suku Anak Dalam untuk membedakan antara orang

diluar suku mereka dengan suku mereka sendiri.

Kepercayaan sebagian besar masyarakat Suku Anak Dalam adalah

Animisme (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,1996:86).

Kepercayaan Animisme adalah kepercayaan yang muncul pada

masyarakat primitif yaitu dengan mempercayai adanya kekuatan roh atau

jiwa. Kawasan, maupun benda dianggap memiliki roh atau jiwa yang

harus dihormati, karena bila tidak maka roh-roh yang bersemayam disana

akan mengganggu masyarakat yang tidak menghormatinya.

Perilaku kehiduan sehari-hari Suku Anak Dalam mempunyai

berbagai keunikan. Seperti kegiatan melangun (berpindah tempat jika ada

anggota keluarganya yang meninggal atau yang lainnya), sistem

kepemimpinan yang tradisional, cara berpakaian, cara berburu, tempat

tinggal, dan lainnya. Keunikan–keunikan tersebut akan sangat menarik

bila diteliti atau dijadikan objek dalam karya seni.

Mengangkat tema tentang kehidupan sehari-hari Suku Anak Dalam

dapat berarti juga mengupas apa saja kebudayaan atau tata cara kehidupan

masyarakat Suku Anak Dalam ini. Kehidupan masyarakat Suku Anak

Dalam terbagi menjadi 2 yaitu, pertama, Suku Anak Dalam yang sudah

sering berinteraksi dengan orang diluar suku mereka dan telah mengalami

akulturasi, dan kedua, Suku Anak Dalam yang jarang berinteraksi dengan

orang diluar suku mereka dan tetap mempertahankan kebudayaan asli

orang rimba.

Pilihan media komik sebagai wujud karya tentang kehidupan

keseharian Suku Anak Dalam ini adalah karena media komik merupakan

salah satu media komunikasi visual yang digemari oleh masyarakat umum

dan komik secara visual mudah difahami dan dimengerti maksud dan

tujuannya dibandingkan dengan tulisan lainya yang bersifat ilmiah, karena

pada dasarnya tulisan ilmiah hanya dapat dimengerti oleh sebagian orang

saja, sedangkan untuk anak-anak, dan masyarakat umum tidak begitu

tertarik dan memahami apa yang tertulis di dalam tulisan ilmiah tersebut.

Media komik sebagai salah satu media komunikasi visual dapat

digunakan untuk mengekspresikan dan memberikan informasi kepada

masyarakat tentang tata cara kehidupan dan kebudayaaan Suku Anak

Dalam. Dengan tujuan agar masyarakat Jambi untuk turut melestarikan

kebudayaan mereka agar tidak punah ,dan untuk masyarakat Indonesia

dan masyakat luar negeri pada umumnya dapat memahami bahwa

Indonesia merupakan bangsa yang yang kaya akan kebudayaan dan

peradaban sehingga dapat menaikan martabat bangsa, selain itu diharapkan

juga melalui hasil karya ini dapat menambah khazanah dan sumber

referensi dalam memahami kebudayan Suku Anak Dalam ini. Oleh karena

itu judul karya akhir ini adalah Kehidupan Keseharian Suku Anak

Dalam di Jambi dalam Media Komik.

B. Rumusan Ide Penciptaan

Berdasarkan uraian latar belakang penciptaan maka penulis dapat

mengemukakan rumusan ide penciptaan sebagai berikut:

a. Masih sedikitnya orang/ seniman yang mengangkat Suku Anak Dalam

dalam bentuk karya komik.

b. Karya komik diharapkan dapat mempermudah pemahaman

masyarakat tentang kehidupan Suku Anak Dalam.

c. Sedikit sekali pihak birokrasi yang berwenang punya perhatian

terhadap kondisi dan struktur sosial serta prilaku kehidupan Suku

Anak Dalam.

d. Kurangnya referensi tentang kehidupan Suku Anak Dalam di daerah

Kabupaten atau Provinsi tempat Suku Anak Dalam tinggal.

C. Orisinalitas

Mengangkat judul “Perilaku Keseharian Suku Anak Dalam di

Jambi dalam Media Komik”, penulis mencoba mengungkapkan tentang

kehidupan keseharian Suku Anak Dalam tersebut yang meliputi rangkaian

perilaku, seperti, sejarah awal Suku Anak Dalam, berburu makanan,

tempat tinggal, dan lainnya. Untuk hasil dari karya komik ini dalam hal isi

tentang kehidupan keseharian Suku Anak Dalam nantinya tidak

diungkapkan secara mendetail dalam setiap gambaran rangkaiannya. Hal

ini disebabkan karena topik yang akan digambarkan meliputi banyak

kegiatan dan waktu yang terbatas sehingga penulis hanya membatasi

tentang inti dari perilaku tersebut.

Menurut sepengetahuan penulis, untuk karya akhir tentang perilaku

keseharian Suku Anak Dalam (SAD) di Jambi dalam bentuk komik sangat

sedikit, bahkan penulis pun belum pernah sekalipun menemukan karya

komik yang dimaksud baik di Jambi maupun di internet (yang

menyediakan informasi secara mengglobal). Kebanyakan para peneliti-

peneliti terdahulu menuangkan hasil penelitiannya dalam bentuk tulisan

(skripsi, thesis, makalah, dan artikel) dan film dokumenter. Bahkan untuk

perpustakaan daerah di Kabupaten Sarolangun Provinsi Jambi yang

merupakan daerah tempat tinggal Suku Anak Dalam (Taman Nasional

Bukit Duabelas) buku yang memberikan informasi tantang Suku Anak

Dalam belum ada, hanya di perpustakaan daerah di kota Jambi dan

perpustakaan milik LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) informasi ini

dapat ditemukan. Berdasarkan permasalahan ini penulis berinisiatif untuk

mengangkatnya dalam bentuk komik yang orisinil karya penulis sendiri.

D. Tujuan dan Manfaat

1. Tujuan

a. Mengungkapkan kondisi sosial tentang kehidupan masyarakat Suku

Anak Dalam daerah Jambi dalam media komik.

b. Pengenalan ragam perilaku keseharian Suku Anak Dalam melalui

karya komik.

c. Menambah referensi dalam bentuk komunkasi visual berupa komik

dalam bentuk perilaku Suku Anak Dalam daerah Jambi.

2. Manfaat

Apabila tujuan dapat tercapai maka manfaat yang akan diperoleh

antara lain:

a. Meningkatkan kemampuan penulis dalam berkarya seni khusus

dibidang komik.

b. Memperkaya khasanah kreativitas tentang keunikan budaya dan

prilaku Suku Anak Dalam daerah Jambi

c. Meningkatkan apresiasi tentang kekayaan budaya suku-suku di

Indonesia khususnya tentang perilaku Suku Anak Dalam Jambi.

BAB II

KONSEP PENCIPTAAN

A. Kajian Sumber Penciptaan

1. Komik

Menurut http://id.wikipedia.org/wiki/komik menyebutkan

bahwa:

Komik adalah suatu bentuk seni yang

menggunakan gambar-gambar tidak bergerak yang

disusun sedemikian rupa sehingga membentuk jalinan

cerita. Biasanya komik dicetak diatas kertas dan

dilengkapi dengan teks. Dapat juga dalam percetakan

komik tidak diikuti dengan teks tetapi tetap membentuk

jalinan cerita. Komik dapat diterbitkan dalam berbagai

bentuk, mulai dari strip dalam koran, dimuat dalam

majalah, hingga berbentuk buku tersendiri. Komik

sendiri merupakan bagian dari seni ilustrasi (sebagian

yang lainnya adalah seni kartun, karikatur, dan

sebagainya).

Di tahun 1996, Eisner menerbitkan buku

Graphic Storytelling, di mana ia mendefinisikan komik

sebagai "tatanan gambar dan balon kata yang berurutan,

dalam sebuah buku komik." Sebelumnya, di tahun 1986,

dalam buku Comics and Sequential Art, Eisner

mendefinisikan teknis dan struktur komik sebagai

sequential art, "susunan gambar dan kata-kata untuk

menceritakan sesuatu atau mendramatisasi suatu ide".

Untuk lingkup Nusantara, seorang penyair dari

semenanjung Melayu (sekarang Malaysia) Harun

Amniurashid (1952) pernah menyebut 'cerita bergambar'

sebagai rujukan istilah cartoons dalam bahasa Inggris.

Di Indonesia terdapat sebutan tersendiri untuk komik

seperti diungkapkan oleh pengamat budaya Arswendo

Atmowiloto (1986) yaitu cerita gambar atau disingkat

menjadi cergam yang dicetuskan oleh seorang komikus

Medan bernama Zam Nuldyn sekitar tahun 1970.

Sementara itu Seno Gumira Ajidarma (2002), jurnalis

dan pengamat komik, mengemukakan bahwa komikus

Teguh Santosa dalam komik Mat Romeo (1971) pernah

mengiklankan karya mereka dengan kata-kata

"disadjikan setjara filmis dan kolosal" yang sangat

relevan dengan novel bergambar.

Pada zaman mesir kuno sekitar 32 abad lalu didalam

perkuburan “menna” ditemukan sebuah lukisan yang becerita tentang

proses pertanian dibawah pengawasan menna, dan lukisan seperti itu

dapat dianggap sebagai komik (McCloud, 2001:14).

Dalam buku Understanding Comics (2001:9-10) McCloud

mendefinisikan komik sebagai gambar-gambar serta lambang-lambang

lain yang terjukstaposisi (berdekatan, bersebelahan) dalam turutan

tertentu. Kehadiran teks bukan lagi suatu keharusan karena ada unsur

emosi yang bisa dipertimbangkan sebagai jati diri komik lainnya.

Dari data di atas dapat diartikan bahwa para ahli masih belum

sependapat mengenai definisi komik. sebagian diantaranya

berpendapat bahwa bentuk cetaknya perlu ditekankan, yang lain lebih

mementingkan kesinambungan gambar dan teks, dan sebagian lain

lebih menekankan sifat kesinambungannya gambarnya saja.

Salah satu tokoh komikus Indonesia yang terkenal adalah

Ganes Th, beliau menciptakan tokoh superhero ala Indonesia yang

begitu legendaris “ Si Buta Dari Gua Hantu” dan masih dikenang oleh

masyarakat Indonesia sampai sekarang. Komikus tua Indonesia yang

masih produktif hingga saat ini adalah Tatang Suhendra (Tatang S)

yang menceritakan kehidupan tokoh pewayangan Jawa yaitu, Semar,

Gareng, Petruk, dan Bagong dengan latar belakang kehidupan sosial

yang disesuaikan dengan jaman dan peristiwa sekarang.

Dewasa ini komik telah terbagi menjadi beberapa bagian

menurut tempat dimana komik tersebut telah banyak berkembang.

Jepang, merupakan negara yang menjadikan komik sebagai salah satu

ikon negara, menyebut komik dengan sebutan manga. Komik jepang

yang disebut sebagai manga juga berpengaruh sekali terhadap

perkembangan komik dunia (Maharsi, 2011:63). Hal yang diperkuat

dalam karya manga ini adalah campur tangan komputer grafis yang

sangat kental. Begitu juga Eropa, dan Asia, bahkan Indonesia sendiri

juga mempunyai ciri komik yang khas baik itu ditinjau dari segi

anatomis, cerita, dan finishingnya.

Gambar 3. Dragon Ball z (komik jepang/ manga)

Sumber: Sonde, 2011

2. Karikatur

Menurut Waluyanto (2000:128) Gambar karikatur adalah suatu

media penyampai pesan yang digambar secara sederhana dan

menyalahi anatomi. Walaupun sesungguhnya untuk mencapai

kesederhanaan tersebut perlu mempelajari secara tekun dan jeli,

sekaligus dituntut memiliki wawasan humoristik yang cukup.

Menurut http://hamka.student.umm.ac.id/category/karikatur/

menjelaskan bahwa:

Sebuah karikatur mesti dilukiskan dengan

mengandung dua ciri: (1) adanya satire dan (2) adanya

distorsi. “Satire” di sini diartikan sebagai sebuah ironi,

suatu tragedi-komedi atau suatu parodi. Karena itu, di

dalamnya dapat mengandung sesuatu yang janggal yang

bisa menertawakan, tapi bisa juga memprihatinkan atau

menyedihkan.

Tentang sifat karikatur, karikatur dapat dibagi

menjadi 3 macam: karikatur orang-pribadi, karikatur

sosial, dan krikatur poloitik. Karikatur orang-pribadi

mengambarkan seseorang (biasanya tokoh yang dikenal)

dengan mengekspose ciri-cirinya dalam bentuk wajah

ataupun kebiasaannya tanpa objek lain atau situasi

disekelilingnya secara karikatural. Karikatur sosial

sudah tentu mengemukakan dan menggambarkan

persoalan-persoalan masyarakat yang menyinggung rasa

keadilan sosial. Karikatur politik menggambarkan suatu

situasi politik sedemikian rupa agar kita dapat

melihatnya dari segi humor dengan menampilkan para

tokoh politik diatas panggung dan mementaskannya

dengan lucu. karikatur yang baik adalah karikatur yang

paling hemat kata, bahkan kalau bisa tanpa kata sama

sekali. Sebab karikatur berbeda dengan poster yang bisa

saja (bahkan lazim) boros kata-kata.

Gambar 4. SBY oh SBY...(karikatur politik)

Sumber: http://bat-

style.blogspot.com/2009_01_01_archive.html

Dari dua sumber di atas disimpukan bahwa karikatur adalah

gambar suatu objek dengan cara pengolahan bentuk anatomi tubuh

tanpa meninggalkan karakter dari objek yang dibuat. Karikatur dibuat

dengan maksud tertentu dan disampaikan secara jenaka.

3. Kartun

Menuruthttp://awanbiruawan.blogspot.com/2009/10/pengertian-

kartun.html menjelaskan bahwa:

Kartun (cartoon dalam Bahasa Inggris) berasal

dari bahasa Italia, cartone, yang berarti kertas. Kartun

pada mulanya adalah penamaan bagi sketsa pada kertas

alot (stout paper) sebagai rancangan atau desain untuk

lukisan kanvas atau lukisan dinding, gambar arsitektur,

motif permadani, atau untuk gambar pada mozaik dan

kaca. Namun seiring perkembangan waktu, pengertian

kartun pada saat ini tidak sekadar sebagai sebuah

gambar rancangan, tetapi kemudian berkembang

menjadi gambar yang bersifat dan bertujuan humor.

Sebagai salah satu bentuk komunikasi grafis, kartun

merupakan suatu gambar interpretatif yang

menggunakan simbol-simbol untuk menyampaikan

suatu pesan secara cepat dan ringkas, atau sesuatu sikap

terhadap orang, situasi, atau kejadian-kejadian tertentu.

Kartun biasanya hanya mengungkap esensi pesan yang

harus disampaikan dan menuangkannya ke dalam

gambar sederhana, tanpa detail, dengan menggunakan

simbol-simbol, serta karakter yang mudah dikenal dan

dimengerti secara cepat.

Kartun mempunyai sisi menarik yang memiliki

keunggulan lebih dibandingkan dengan media

komunikasi yang lain. Ketertarikan seseorang terhadap

kartun menurut penelitian Priyanto Sunarto yang

berjudul Metafora Visual Kartun Editorial pada Surat

Kabar Jakarta 1950-1957 disebabkan dalam

mengungkapkan komentar, kartun menampilkan

masalah tidak secara harfiah tetapi melalui metafora

agar terungkap makna yang tersirat di balik peristiwa.

Metafora merupakan pengalihan sebuah simbol (topik)

ke sistem simbol lain (kendaraan). Penggabungan dua

makna kata/situasi menimbulkan konflik antara

persamaan dan perbedaan, hingga terjadi perluasan

makna menjadi makna baru.

Menurut http://desaingrafisindonesia.files.wordpress.com

menjelaskan bahwa:

Karena dirasakan lebih luwes untuk menandai

gambar lucu dengan cara gambar garis untuk maksud

apapun, sejak awal abad-XX istilah “cartoon” makin

meluas penggunaannya. Kata tersebut menandai

kegiatan gambar lucu dalam cakupan yang lebih luas.

Dalam The Encyclopedia of Cartoons (Horn, 1980: 15-

24) pengertian cartoon dipilah lebih khusus sesuai

dengan kegiatan yang ditandainya: Comic Cartoon atau

Gag Cartoon untuk yang lelucon sehari-hari, Political

Cartoon untuk gambar sindir politik, Animated Cartoon

untuk filem kartun. Istilah Editorial Cartoon digunakan

khusus untuk kartun media pers cetak (surat kabar,

tabloid, majalah) yang berisi komentar dan sindiran

terhadap peristiwa, berita ataupun isu yang hangat di

masyarakat. Kata Cartoon ini yang dalam bahasa

Indonesia diterjemahkan menjadi “Kartun”.

Kesimpulan dari data di atas adalah gambar kartun merupakan

salah satu komunikasi grafis yang berbentuk gambar sederhana dan

lucu yang menyampaikan suatu pesan dengan ringkas.

Contoh gambar kartun:

Gambar 5. Hukuman Buat Sang Tikus

Sumber: http://hamka.student.umm.ac.id/category/kartun/

4. Suku Anak Dalam

a. Sejarah Suku Anak Dalam

Sejarah Suku Anak Dalam masih penuh misteri, bahkan

hingga kini tak ada yang bisa memastikan asal-usul mereka. Hanya

beberapa teori, dan cerita dari mulut kemulut para keturunan yang

bisa menguak sedikit sejarah mereka.

Mereka hidup nomaden, karena kebiasaannya berpindah

dari satu tempat ke tempat lainnya. Tujuannya, bisa jadi melangun

atau pindah ketika ada warga meninggal, berkurangnya hewan

buruan, dan pergantian musim buah-buahan. Suku Anak Dalam

tinggal di pondok-pondok, yang disebut sesudungon, yaitu

bangunan dari kayu hutan, berdinding kulit kayu, dan beratap daun

pakis hutan yang besar dan keras (sikai), ataupun terpal.

Dalam wawancara terhadap Mijak (25 tahun, tanggal 21

Agustus 2010) wakil dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)

Komunitas Makekal Bersatu (KMB), yang giat memperjuangkan

hak-hak Orang Rimba didaerah Air Hitam, Makekal Hulu,

Kabupaten Merangin, mengatakan bahwa tahun 2010 ini ada

sekitar 3.000 jiwa yang tinggal di kawasan Taman Nasional Bukit

Duabelas. Kawasan ini terletak di perbatasan empat Kabupaten,

yaitu Batanghari, Tebo, Merangin, dan Sarolangun, dengan luas

sekitar 60.500 ha. Beberapa ada yang mulai hidup dan menyatukan

diri dengan kehidupan desa sekitarnya. Namun sebagian besar

masih tinggal di hutan dan menerapkan hukum adat sebagaimana

nenek moyang dahulu.

Suku Anak Dalam memiliki sendiri hukum rimba. Mereka

menyebutnya dengan seloka adat. Ada satu seloka adat yang dapat

menjelaskan tentang kehidupan Suku Anak Dalam. Karena tidak

dekat dengan peradaban dan hukum modern, Suku Anak Dalam

memiliki sendiri hukum rimba.. Ada satu seloka adat yang dapat

menjelaskan tentang kehidupan Suku Anak Dalam:

Hidup ba-kambing kijang

Ba-ayam kuaw

Ba-atap sikai

Ba-dinding banir

Ba-lantai lumut

Ba-kalambu resam

Artinya : Mereka hidup dihutan berkambing kijang,

berayam kuaw (gambaran hewan buruan dan makanan Suku Anak

Dalam), rumah mereka beratap sikai (sejenis pakis hutan yang

besar dan keras), berlantai lumut, dan berkelambu resam.

Mereka sehari-harinya tanpa baju, kecuali cawat penutup

kemaluan. Rumahnya beratap rumbia dan dinding dari kayu atau

bahkan tidak memakai dinding sama sekali. Cara hidup dengan

makan buah-buahan di hutan, berburu, dan mengonsumsi air dari

sungai. Makanan mereka bukan hewan ternak, tetapi kijang, ayam

hutan, dan rusa. Identitas Orang Rimba yang tertuang lewat seloka,

membedakannya dengan orang diluar suku mereka.

Berpinang gayur

Bermah tanggo

Berdusun beralaman

Beternak angso

Artinya : Masyarakat di luar Suku Anak Dalam sudah

mengenal keluarga modern, mempunyai dusun, rumahnya ada

halaman, dan kebanyakan mempunyai hewan ternak (Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan, 1996:41).

Tumenggung Ngandun (54 tahun, 21 agustus 2010) ,

pimpinan salah satu rombongan SAD didaerah Makekal Hulu Air

Hitam, Kabupaten Merangin dan masih termasuk dalam kawasan

Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD), mengemukakan bahwa

mereka adalah keturunan Kerajaan Pagaruyung yang merantau ke

Jambi.

Dalam http://mamas86.info/prop-Jambi/suku-anak-dalam-

jambi-suku-kubu menjelaskan bahwa:

Asal usul Suku Anak Dalam ini juga dimuat pada

seri Profil masyarakat Terasing (BMT, Depsos, 1988 )

dengan kisah sebagai berikut:

Pada zaman dahulu kala terjadi peperangan antara

kerajaan Jambi yang di pimpin oleh Puti Selaras

Pinang Masak dan Kerajaan Tanjung Jabung yang

dipimpim oleh Rangkayo Hitam. Peperangan ini

semakin berkobar, hingga akhirnya di dengar oleh Raja

Pagar Ruyung, yaitu ayah dari Putri Selaras Pinang

Masak.

Untuk menyelesaikan peperangan tersebut Raja

Pagar Ruyung mengirimkan prajurit prajurit yang

gagah berani untuk membantu kerajaan Jambi yang

dipimpin oleh Putri Selaras Pinang Masak. Raja Pagar

Ruyung memerintah agar dapat menaklukkan Kerajaan

Rangkayo Hitam, mereka menyanggupi dan

bersumpah tidak akan kembali sebelum menang.

Jarak antara kerajaan Pagaruyung dengan kerajaan

Jambi sangat jauh, harus melalui hutan rimba belantara

dengan berjalan kaki. Perjalanan mereka sudah

berhari-hari lamanya, kondisi mereka sudah mulai

menurun sedangkan persediaan bahan makanan sudah

habis, mereka sudah kebingungan. Perjalanan yang

ditempuh masih jauh, untuk kembali ke kerajaan

Pagaruyung mereka merasa malu. Sehingga mereka

bermusyawarah untuk mempertahankan diri hidup

didalam hutan. Untuk menghindarkan rasa malu,

mereka mencari tempat tempat sepi dan jauh kedalam

rimba raya. Keadaan kehidupan mereka makin lama

makin terpencil, keturunan mereka menamakan dirinya

Suku Anak Dalam.

Dari uraian di atas sejalan dengan apa yang

dikemukakan (Koentjaraningrat, 1993) bahwa asal

mula adanya masyarakat terasing dapat di bagi dua

yaitu pertama, dengan menganggap bahwa masyarakat

terasing itu merupakan sisa sisa dari suatu produk lama

yang tertinggal di daerah daerah yang tidak dilewati

penduduk sekarang, kedua bahwa mereka merupakan

bagian dari penduduk sekarang yang karena peristiwa

peristiwa tertentu diusir atau melarikan diri ke daerah

daerah terpencil sehingga mereka tidak mengikut

perkembangan dan kemajuan penduduk sekarang.

b. Seluruh Hutan Adalah Milik Mereka

Mulanya Suku Anak Dalam beranggapan bahwa semua

hutan itu adalah milik mereka. Konsepsi dan anggapan tersebut

telah ada sejak lama dan terus diturunkan kepada generasi

bawahnya. Kosepsi ini sesuai dengan seloka mereka: hidup

bakambing kijang, ba-ayam kuaw, ba-atap sikai, ba-dinding sikai,

berdinding banir, berlantai lumut, berkelambu resam. Ungkapan

ini menyataan bahwa hutan ini adalah milik mereka. Karena

menurut mereka semua yang ada dihutan merupakan tempat hidup,

dan mencari kehidupan. Berdasarkan konsepsi tersebut maka

mereka terbiasa hidup lepas di hutan dan hidup secara

berkelompok kecil maupun besar. Kelompok kecil terdiri dari 3

sampai 15 kepala keluarga, sedangkan kelompok besar terdiri

lebih dari 15 kepala keluarga (Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan, 1996:41).

Masyarakat Suku Anak Dalam tinggal di daerah sekitar

sungai dan sekitar perbukitan. Saat ini wilayah hunian Suku Anak

Dalam semakin menyempit. Hal ini disebabkan penebangan liar

(ilegal loging). Beberapa kawasan hutan dijadikan pula lahan

perkebunan oleh perusahaan terbatas yang bergerak dibidang

perkebunan. Dilain fihak masyarakat terus membuka hutan untuk

perkebunan rakyat dan usaha lainnya.

c. Melangun

Suku Anak Dalam suka berpindah-pindah, kebiasaan ini

mereka sebut dengan istilah melangun. Kebiasaan melangun ini

mereka lakukan disebabkan oleh beberapa alasan.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1996:41-44)

menjelaskan bahwa:

Kepindahan dari satu tempat ke tempat lain

disebabkan oleh beberapa alasan mereka,yaitu:

1) Adanya pergantian musim menyebabkan

mereka berpindah. Hal ini mereka lakukan karena

mereka tahu benar akan keadaan lokasi/tempat,

jenis dan manfaat tumbuhan dan pepohonan yang

bermanfaat unutuk kebutuhan hidup mereka.

Tumbuhan dan pepohonan ini ada kalanya tumbuh

berdasarkan musim tertentu pula. Bila kebutuhan

tersebut tidak lagi ada sesuai dengan kebutuhan

mereka , maka mereka akan pindah mencari tempat

yang lainnya (melangun).

2) Kesulitan mendapatkan kebutuhan

makanan dan hewan buruan. Bila binatang

buruan sudah mulai sulit untuk didapatkan dalam

lingkungan mereka, maka mereka akan melakukan

kegiatan melangun. Hewan buruan Suku Anak

Dalam adalah Rusa, Babi, Tenuk, Napuh, Ular,

Labi-Labi, dan lainnya. Begitu juga bila kebutuhan

pokok untuk makanan mereka seperti umbi-

umbian, buah-buahan, dan rempah-rempah mulai

sedikit maka mereka akan melakukan kegiatan

melangun.

3) Kematian adalah salah satu penyebab

kepindahan Suku Anak Dalam. Bila salah satu dari

anggota keluarga mereka meninggal maka tempat

itu mereaka tinggalkan. Seseorang yang meninggal

mayatnya tidak dikuburkan melainkan

ditinggalkan. Yaitu dengan membuat bale-bale

deangan ketiggian atap kurang lebih 1,5 meter.

Pada bagian bale-bale yang mereka sebut dengan

taratak inilah mereka meletakkan si mayat dengan

mengikatkan peralatan ringan almarhum ketika

masih hidup. Apabila laki-laki maka yang

diikatkan adalah alat berburu, seperti sumpitan, dan

sebagainya. Apabila perempuan maka peralatan

yang diikatkan adalah bakul wadah air dan

sebagainya. Menurut anggapan mereka peralatan

yang ditinggalkan pada jenazah akan digunakan

nanti dalam kehidupan barunya. Dan apabila

almarhum memiliki Anjing maka akan diikatkan

pula di taratak tempat jenazah ditinggalkan.

Rotasi perpindahan suku anak dalam dari satu

tempat ke tempat lain mempunyai tenggat waktu.

a). Bila disebabkan kerena pergatian musim dan

kesulitan mendapatkan hewan buruan maka

mereka akan pindah selama 3-5 hari, 1-3 minggu,

atau bahkan sampai 1-3 bulan.

b). Bila disebabkan oleh kematian maka kegiatan

melangun dilakukan dengan jarak perpidahan yang

jauh yaitu mencapi 10 kilometer, dan akan

kembali paling cepat tiga musim atau 3 tahun, atau

lebih dari itu.

d. Berladang

Saat ini binatang buruan sulit mereka dapati. Kenyataan

demikian mereka mulai meniru tata kehidupan masyarakat desa

dengan cara berladang mencoba menanam umbi-umbian , sayuran

dan sebagainya, mulanya mereka hanya sekedar mencontoh saja,

tetapi lama-kelamaan mereka mereka menerima pengetahuan baru

itu. Peralatan yang mereka pergunakan dalam mengolah ladang,

seperti beliung, parang panjang, dan golok.

e. Berkebun

Karet merupakan usaha perkebunan yang juga dilakukan

oleh Suku Anak Dalam. Pegenalan ini karena adanya kontak

dengan suku di luar Suku Anak Dalam. Mereka menanam karet di

antara pepohonan liar tanpa adanya pengolahan lahan terlebih

dahulu. Suku Anak Dalam tidak membenarkan berkebun kelapa

sawit. Karena tanaman kelapa sawit akan merusak kesuburan

tanah, tanaman kelapa sawit akan membuat air tanah cepat habis

dan menjadi lahan kering dan tandus.

f. Berburu

Sejak lama pengetahuan berburu diketahui oleh Suku Anak

Dalam. Pengetahuan ini mereka peroleh dengan proses sosialisasi

yang diturunkan oleh orang tua mereka. Berburu merupakan salah

satu kegiatan yang mereka tekuni unutk mencari kebutuhan hidup,

perbaikan gizi, dan upaya melatih anak-anak mereka yang laki-laki

dalam strategi. Jenis binatang yang mereka buru antara lain rusa,

babi hutan, labi-labi , unggas, kancil dan lainya. Seperti gajah,

harimau, dan burung ondan tidak mereka buru karena menurut

mereka hewan tersebut merupakan titisan nenek moyang.

g. Meramu

Menurut Suku Anak Dalam meramu adalah memanfaatkan

kekayaan hasil hutan yang disediakan oleh Tuhan. Kekayaan hutan

harus dimanfaatkan bagi kebutuhan hidup dan kebutuhan sosial

lainnya. Biasanya mereka meramu terbatas pada wilayah

perburuannya. Jenis hasil hutan yang mereka ramu antara lain yang

dapat untuk kebutuhan mereka seperti rebung, gadung, nira enau,

dan sebagainya. Selain itu buah-buahan yang tumbuh dihutan

mereka ambil seperti cempedak, rambai, madu hutan, dan lainnya.

Mereka meramu untuk keperluan bahan ramuan obat-obatan,

seperti berbagai jenis akar-akaran, dedaunan, dan buah-buahan.

Hasil ini selain untuk kebutuhan keluarga juga mereka jual untuk

memenuhi kebutuhan keluarga lainnya seperti membeli minyak,

garam, dan lain sebagainya.

h. Kematian

Bilamana seorang anggota dalam Suku Anak Dalam

meninggal maka mereka akan melakukan pengobatan terlebih

dahulu. Upaya pengobatan ini mereka lakukan dengan ramuan

yang mereka temukan di dalam hutan. Bila pengobatan semacam

ini tidak menyembuhkan si sakit maka masyarakat Suku Anak

Dalam akan melakukan upacara basale. Upacara ini adalah ritual

yang melibatkan beberapa orang dengan bagian tanggung jawab

tertentu.

Pengobatan seperti ini merupakan upaya yang mereka

lakukan untuk meminta obat kepada roh halus dan dewa penunggu

hutan. Upacara ini merupakan cara terakhir yang dilakukan saat si

sakit sekarat. Bila upaya ini tidak juga menyembuhkan maka

kelompok suku akan membuat suatu bangunan bagan (taratak)

untuk meletakkan si sakit di atasnya kemudian diikat bersamaan

dengannya senjata ringan, dan anjing miliknya (Depatemen

Pendidikan dan Kebudayaan, 1996:80), lalu anggota kelompok

yang lain akan melakukan kegiatan melangun. Tapi saat ini setelah

ada yang memeluk agama Islam maka upacara kematian akan

dilakukan dengan cara-cara Islam.

Untuk saat ini sebagian dari Suku Anak Dalam juga telah

mengkonsumsi obat-obatan modern seperti Paramex, Oskadon,

Recohin, dan lainnya. Bahkan sebagian dari mereka juga membawa

anggota keluarga yang sakit parah kerumah sakit maupun Pusat

Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS) terdekat.

i. Religi

Dalam keyakinan Suku Anak Dalam manusia dipercaya

terbuat dari 4 unsur, yaitu air, tanah, api, dan angin. Sesuai dengan

seloka mereka : “ bangsa ayer pulang ke ayer, bangsa tanah

pulang ke tanah, bangsa api balik ke api, bangsa angin pulang ke

angin “(air kembali ke air, tanah kembali tanah, api kembali ke api,

angin kembali ke angin) (Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan,1996:86). Orang yang meninggal rohnya akan pergi

ke syurga dan diterima oleh Raja Nyawa. Oleh sebab itu orang

yang mati tidak dipedulikan lagi, tetapi masih dihormati agar

rohnya tidak mengganggu manusia yang masih hidup.

B. Kajian Sumber Penciptaan

Lingkungan sosial suatu kelompok masyarakat telah memberikan

sumber inspirasi dalam menciptakan karya akhir ini. Yakni segala perilaku

kehidupan kehidupan masyarakat Suku Anak Dalam yang unik dan sangat

tradisional telah memberikan ide kepada penulis untuk mengangkatnya

kedalam bentuk karya komik. Karena komik mudah difahami oleh semua

lapisan masyarakat sehingga proses sosialisasi tentang perilaku kehidupan

keseharian Suku Anak Dalam dapat tersampaikan kepada semua lapisan

masyarakat.

Kehidupan sosial Suku Anak Dalam terbagi manjadi dua yaitu,

masyarakat yang sudah dipengaruhi oleh masyarakat pendatang atau sudah

mengalami akulturasi (penyerapan dan pengolahan unsur kebudayaan

asing oleh suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu untuk

kemudian menjadi bagian dari kebudayaannya sendiri secara bertahap

tanpa menghilangkan unsur kebudayaan kelompok mereka sendiri)

(http://id.wikipedia.org/wiki/Akulturasi), dan masyarakat yang masih

mempertahankan lingkungan dan kebudayaan asli mereka. Berikut

gambaran antara masyarakat Suku Anak Dalam yang telah mengalami

akulturasi dan yang belum mengalami akulturasi.

Gambar 1, Kelompok Gera di Bukit Duabelas. Kelompok

Suku Anak Dalam yang masih mempertahankan kebudayaan dan

lingkungan asli mereka.

Sumber : Weintre (2003:86)

Gambar 2, Seorang Warga Suku Anak Dalam (SAD) atau

Orang Rimba di Desa Makekal Hulu, Kabupaten Sarolangun

Sudah Dapat Mengendarai Sepeda Motor. Kini SAD mulai

mengadopsi kehidupan masyarakat biasa akibat semakin

sempitnya areal hutan sebagai tempat mereka berdomisili.

Sumber:

http://rosenmanmanihuruk.blogspot.com/2010_07_24_archive.html

Pada karya komik ini penulis akan menjelaskan sedikit lebih

banyak mengenai kehidupan keseharian Suku Anak Dalam yang masih

mempertahankan lingkungan dan kebudayaan asli mereka. Hal ini

dikarenakan masyarakat yang masih memiliki perilaku khas inilah yang

membedakan masyarakat Suku Anak Dalam dengan suku-suku yang

lainnya.

C. Tema/ Ide/ Judul

Karya yang bertemakan tentang kehidupan sosial ini menggunakan

ide untuk mensosialisasikan kepada masyarakat tentang kehidupan

keseharian Suku Anak Dalam dan memilih media komik karena media ini

mudah difahami dan lebih disukai oleh kalangan banyak, sehingga tujuan

sosialisasi tentang tema yang akan diangkat lebih mudah tercapai. Judul

yang diambil penulis adalah Kehidupan Keseharian Suku Anak Dalam

di Jambi dalam Media Komik.

D. Konsep Perwujudan/ Penggarapan

Dalam mewujudkan ide tantang perilaku keseharian Suku Anak

Dalam, penulis mencoba untuk lebih terfokus pada pemahaman tentang

seluk-beluk kehidupan Suku Anak Dalam dengan cara banyak mencari

sumber-sumber bacaan tentang kahidupan keseharian Suku Anak Dalam,

melihat secara langsung kehidupan mereka, dan selain itu penulis juga

melakukan wawancara kepada para peneliti terdahulu yang telah

berpengalaman dalam meneliti kehidupan Suku Anak Dalam.

Pemahaman tentang tokoh komik yang kebanyakan adalah

peminimalisiran bentuk fisik (alam, dan tubuh) penulis coba dengan

mengurangi dan menambah beberapa bagian tubuh asli sosok Suku Anak

Dalam dengan gaya gambar komik. Sehingga didapatkan sosok tokoh

seperti yang diinginkan.

BAB III

METODE/ PROSES PENCIPTAAN

A. Perwujudan Ide-Ide Seni

Dalam proses mewujudkan ide-ide seni ini menggunakan beberapa

tahapan, yaitu: persiapan, elaborasi, sintesis, realisasi konsep, dan

penyelesaian (finishing).

1. Persiapan, tahapan ini terbagi menjadi:

a. Persiapan Bahan.

1) Data.

penulis mencari ide-ide seni dengan melakukan survey

terhadap karya-karya terdahulu dan dengan melihat kondisi

alam ditempal tinggal Suku Anak Dalam. Lalu penulis

menyimpulkan masalah yang akan menjadi dasar penciptaan

karya ini. Setelah ide-ide seni didapatkan maka penulis akan

melakukan survey secara langsung maupun tidak langsung.

Contoh survey langsung adalah penulis akan meneliti

kehidupan Suku Anak Dalam secara langsung. Contoh survey

secara tidak langsung adalah penulis akan mencari referensi

tantang kehidupan Suku Anak Dalam melalui internet maupun

dari buku-buku yang ada di perpustakaan daerah.

2) Kertas A4 80 gram

3) Kertas Double Side 110 gram.

b. Persiapan Alat

1) Pensil H, dan 2B

2) Pengaris/ rol

3) Pena PILOT-BPT warna hitam

4) Pena zebra F-301

5) Penghapus

6) Scanner Canon Scanlide 200 dengan kemampuan resolusi

antara 400- 600 dpi.

7) Inkjet printer Epson Stylus T20E

8) 1 set komputer

9) Softwere Adobe Phothoshop cs4 exstended

10) Softwere Corel Draw x3

Kedua elaborasi, penulis melakukan analisis terhadap data yang

telah didapat lalu menyimpulkan sesuai dengan keperluan.

Ketiga sintesis, setelah menganalisis data penulis membuat konsep

tentang karya yang akan dibuat dengan jalan menyusun jadwal tentang

pelaksanaan pengerjaan karya akhir ini.

Keempat realisasi konsep, penulis lalu menyusun skenario tentang

jalan cerita komik yang akan dibuat. Dalam hal ini penulis akan membuat

karya komik dalam bentuk cerita documenter, bukan jenaka. Sehingga

nama-nama pelaku dalam komik tidak ada, yang ada hanya perwakilan

sosok dari masyarakat Suku Anak Dalam saja dan tokoh-tokoh lain yang

terlibat dalam cerita keseharian Suku Anak Dalam ini.

Kelima penyelesaian, pembuatan sketsa tentang tokoh yang akan

mewakili keadaan Suku Anak Dalam. Setelah didapatkan sketsa yang

sesuai dengan yang diinginkan lalu dilanjutkan dengan pembuatan sketsa

yang sesuai dengan alur skenario yang telah dibuat di kertas HVS biasa

ukuran A4. Rangkaian adegan dalam komik ini menggunakan panel jenis

konvensional. Menurut McCloud (2001: 99) panel merupakan petunjuk

umum untuk waktu dan ruang yang terpisah. Keberadaan panel ini sangat

berguna untuk mempresentasikan keadaan waktu, tempat, adegan, dan

maksud dari komik yang dibuat. Lalu sketsa yang telah selesai dihitamkan

dengan menggunakan pena Zebra F-301 warna hitam dan pena PILOT-

BPT warna hitam. Menscan sketsa untuk merubahnya menjadi file

computer dengan resolusi 400-600 dpi, dianjutkan dengan mengolah garis

dan pewarnaan menggunakan program adobe photoshop CS4 exstended.

Untuk pengolahan warna, penulis sengaja memilih warna-warna cerah

dengan gradasi warna yang mempunyai batasan jelas. Artinya antara

warna asli dan warna turunan terlihat mempunyai batasan berupa garis

(tidak blur sebagaimana gabungan warna asli dengan warna turunan pada

gamar-gambar realis). Lay out halaman dan gambar dengan menggunakan

program corel draw X3. Lalu hasil olahan diprint di kertas double side 110

gram dengan menggunakan inkjet printer Epson Stylus T20E kemudian

dilanjutkan dengan proses penjilidan yang dikerjakan oleh tenaga

percetakan.

B. Jadual Pelaksanaan Karya Akhir

Tabel 1: Jadual Pelaksanaan Karya Akhir

N

O

KEGIATAN 2010

AGUSTUS SEPTEMBER OKTOBER NOVEMBeR DESEMB

ER

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Persiapan

a.mencari ide

b.survey

2 Elaborasi

a.menganalisi

s data

3 Sintesis

a.penyusunan

jadwal

4 Realisasi

konsep

a.penyusunan

scenario

konsep

b. bimbingan

karya akhir

5 Penyelesaian

a.pembuatan

sketsa.

b.finishing

sketsa

c.bimbingan

karya akhir

d.mengolah

gambar di

kompter

e. bimbingan

karya akhir

d.penjilidan

NO KEGIATAN 2011

JANUARI FEBRUARI MARET APRIL MEI

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

6 Penyelesaian

a.pembuatan

sketsa

b.finishing

sketsa

c.bimbingan

karya akhir

d.mengolah

gambar di

komputer

f.penjilidan

BAB IV

DESKRIPSI DAN PEMBAHASAN KARYA

A. Skenario

1. Cerita

Hasil karya akhir yang berjudul ”Kehidupan Keseharian Suku

Anak Dalam di Jambi dalam Media Komik ” ini menceritakan

rangkaian kisah dalam bentuk dokumenter tentang kehidupan

keseharian Suku Anak Dalam. Komik ini terbagi menjadi 4 bab yaitu:

1. Sejarah Suku Anak Dalam

2. Hutan Adalah Tempat Tinggal Mereka

3. Melangun

4. Berburu

Setiap bab pada karya ini menceritakan kisah dokumenter

sesuai dengan judul bab yang ada. Kisah-kisah pada setiap bab dibuat

berdasarkan data yang penulis peroleh dari penelitian secara langsung

maupun tidak langsung. Data tersebut berupa gambar, foto, video,

hasil wawancara, artikel, makalah, buku, dan pengamatan langsung ke

dalam kelompok Suku Anak Dalam tinggal yang kemudian

kesemuanya itu diolah menjadi sebuah karya.

a. Sejarah Suku Anak Dalam

Diawali dengan narasi yang menggambarkan tantang

pembukaan perang. Perang yang dimaksud adalah perang antara

kerajaan Jambi yang dipimpin oleh Putri Selaras Pinang Masak

dengan kerajaan Tanjung Jabung yang dipimpin oleh Rangkayo

Hitam. Karena kerajaan Jambi yang terus terdesak oeh pasukan

Rangkayo Hitam, maka Putri Selaras Pinang Masak pun

mengirimkan utusan ke kerajaan Pagaruyung untuk meminta

bantan tambahan pasukan (narasi).

”Tolong sampaikan pada ayahku, Raja Pagaruyung untuk

segera mengirimkan bantuan pasukan. Kita sudah sangat terdesak

disini”. Perintah Putri Selaras Pinang Masak.

”Baik paduka Putri”. Jawab utusan.

Maka dengan ditemani beberapa pasukan, sang utusanpun

pergi ke kerajaan Pagaruyung untuk menyampaikan titah Putri

Selaras Pinang Masak (narasi).

”Kami memohon do’a restu paduka untuk segera berangkat”

”ya..” jawab putri Selaras Pinang Masak.

Maka sang utusan pun tiba di kerajaan Pagaruyung dan

segera menyampaikan titah dari Putri Selaras Pinang Masak.

”Paduka Raja, hamba diperintahkan oleh Paduka Putri

Selaras Pinang Masak untuk meminta kiriman pasukan dari

kerajaan Pagaruyung untuk membantu kerajaan Jambi”.

”Baiklah, sampaikan pada putriku semua akan baik-baik

saja.., aku akan mengirimkan pasukan terbaikku untuk membantu

kerajaan Jambi mengalahkan Rangkayo Hitam”. Kata Raja

Pagaruyung.

”Sampaikan salamku pada Rajamu..”

”Baik Paduka, hamba akan segera kembali ke kerajaan

Jambi”. Kata si utusan.

Maka pasukan terbaik dari kerajaan Pagaruyung pun segera

berangkat ke kerajaaan Jambi (narasi).

Jarak antara kerajaan Pagaruyung dengan kerajaan Jambi

sangat jauh, harus melaui hutan rimba belantara dengan berjalan

kaki. Perjalanan mereka sudah berhari-hari lamanya, kondisi

kesehatan semakin menurun sedangkan persediaan bahan

makanan sudah habis, mereka muai kebingungan (narasi).

”Ketua persedian perbekalan kita sudah habis, prajurit

banyak yang sakit dan kelaparan” salah satu prajurit Pagaruyung

mengadu kepada pimpinan pasukan.

Persoalan terus berlanjut dari hari-kehari, sedangkan

masalah yang dihadapi semakin parah. Merekapun

bermusyawarah mencari solusi pemecahnya.

”Keadaan sudah tidak memungkinkan lagi untuk

melanjutkan perjalanan apalagi untuk pertempuran”.

”Ya... tampaknya pilihan kita adalah bertahan di hutan ini,

tidak mungkin rasanya kita berperang.” putus ketua Pasukan.

Keadaan mereka makin lama makin terpencil, keturunan

mereka menamakan dirinya Suku Anak Dalam atau Orang Rimba.

b. Hutan Adalah Tempat Tinggal Mereka

Jauh dipedalaman Provinsi Jambi terdapat sekelompok

masyarakat yang masih menggunakan tata cara kehidupan

tradisional. Mereka mempunyai keahlian bertahan di hutan yang

ganas, yang nyaris belum pernah terjamah oleh orang-orang luar.

Keras dan ganasnya hutan merupakan saudara yang selalu setia

menemani mereka.

Kebudayaan mereka yang masih mempertahankan warisan

nenek moyang telah menjadi sekat antara mereka dengan

masyarakat lainnya. Kehidupan mereka seolah-olah mempunyai

dimensi tersendiri dengan kondisi ruang dan waktu yang berbeda.

Suku Anak Dalam , sebutan yang diberikan Orang Terang

Kepada mereka (narasi). Narasi ini digabungkan dengan

gambaran hutan secara luas dengan perspektif atas.

Gambar sebuah keluarga dengan segala kesibukan

didalamnya, kaum laki-laki mempersiapkan peralatan berburu.

Kaum wanita memasak, dan anak-anak bermain-main. Lalu

datanglah para penebang liar (illegal loging) dan para

transmigran. Pembukaan lahan besar-besaran menyebabkan

berkurangnya hutan murni yang merupakan lingkungan asli Suku

Anak Dalam. Bahkan sebagian masyarakat Suku Anak Dalam

mulai mengalami akulturasi budaya, mereka mulai mengenal

uang sebagai alat tukar segala kebutuhan manusia seperti

transportasi, pendidikan, kesehatan, dan lain sebagainya. Terlebih

lagi banyak dari hasil produk masyarakat diluar suku mereka yang

mudah, simpel, dan tidak merepotkan. Karena kebutuhan akan

uang inilah masyarakat Suku Anak Dalam mau tidak mau harus

berusaha mendapatkan uang. Mulai dari mengenal perkebunan

karet hingga menjual hasil buruan pun mereka lakukan.

c. Melangun

Melangun atau berpindah-pindah tempat merupakan salah

satu ciri khas masyarakat Suku Anak Dalam. Perpindahan ini

disebabkan oleh kelangkaan hewan buruan, pergantian musim

buah-buahan, dan kematian salah satu anggota kelompok

masyarakatnya.

Di hutan terdapat lelaki separuh baya sedang bercakap-

cakap.

”Dimana lagi kita akan berburu?”

”Entahlah..semakin sulit saja mencari hewan buruan. Ditambah

lagi penebangan liar.. yahh semakin susah saja hidup kita..”

”Tapi kita harus tetap berburu, walaupun wilayah

perburuan yang semakin sempit, aku yakin masih ada hewan

disana”.

Maka lelaki tersebut pun pergi berburu dan berhasil

mendapatkan seekor Babi hutan.

Pergantian musim buah-buahan merupakan salah satu

faktor penyebab terjadinya melangun. Pisang, Rambutan, Duku,

dan buah-buahan lainnya banyak tersedia didalam hutan dan

masing-masing jenis buah-buahan tersebut mempunyai musim

petik yang berbeda.

Di dalam hutan terlihat seorang yang sedang sekarat,

dengan ditemani adiknya ia meminta pertolongan kepada tabib.

” Mmm.. kasihan, penyakitnya sudah semakin parah”. Kata

Tabib.

”Tolong sembuhkan kakak saya”.

”Ya..”

”Besok kita adakan upacara basale untuk kakakmu semoga

saja bisa sembuh”.

”..Terima kasih tabib”.

Lalu merekapun melakukan upacara basale. Upacara basale

ini dilakukan apabila ramuan tradisional tidak berhasil dan tidak

ada lagi cara lannya. Bila upacara basale ini tidak menyembuhkan

maka si sakit diletakkan di atas bale-bale bersamaan dengan

senjata ringan dan Anjing miliknya sebagai bekal dikehidupan

akhirat kelak.

d. Berburu

Gambaran seorang laki-laki Suku Anak Dalam berburu

Rusa dengan senjata tombak. Selain menggunakan tombak,

masyarakat Suku Anak Dalam saat berburu juga menggunakan

sumpit dan jebakan-jebakan hewan.

Sumpit adalah sejenis senjata tiup untuk menangkap

mangsa yang jaraknya tidak terlalu jauh. Biasanya isi sumpit

(peluru) menggunakan jarum beracun yang dililit kapas bagian

pangkalnya (narasi dan penjelasan gambar).

Selain tombak, sumpit dan panah mereka juga mengenal

peralatan lain seperti perangkap atau jerat binatang yang terbuat

dari bahan-bahan yang ada di alam seperti ranting, akar, getah,

dll. Perangkap/ jebakan ini merupakan alat yang efektif untuk

mengisi waktu saat pemburu sedang melakukan pemburuan

hewan lain yang memerlukan pengintaian ekstra (narasi).

Digambarkan seorang Ayah dan Anak sedang memasang

perangkap burung.

”Bagaimana cara memasangnya Ayah?”

”Gampang... nah perhatikan ya..”

Sambil memasang jebakan burung lelaki itu menjelaskan

kepada Anaknya teknik memasang jebakan burng yang baik dan

benar.

”Umpannya sudah dibawa kan?”

”Ya... sudah, bagaimana cara memasangnya?”

”Nah, pengaitnya diselipkan disini, supaya saat nanti ada

Burung yang menginjak jebakan ini lalu... PLASTT!! Kena...

hahaha”

”Bagaimana? Mudahkan masangnya? Nah sambil

menunggu perangkap kita berburu Kijang.”

”Ya Ayah.. moga-moga dapat burung yang besar ya...

hehehe asyiik makaan enaaak,”

Begitu juga saat menangkap ikan. Suku Anak Dalam lebih

memilih tuba ikan dari pada menggunakan pancingan. Karena

selain dapat menangkap ikan dalam jumlah besar, juga dapat

mempersingkat waktu. Tuba yang digunakan berasal dari kulit

pohon Berikil yang kemudian dipukul-pukul utnuk mengeluarkan

saripatinya. Cairan atau saripati yang keluar dari kulit pohon ini

lah yang menjadi tuba ikan. Tuba ikan dari kulit Berikil bisa

membuat ikan pusing sementara dan tidak mempengaruhi

kesehatan Manusia. Oleh karena itu tuba jenis ini sering

digunakan oleh masyarakat Suku Anak Dalam.

Selain tuba Ikan, bubu juga merupakan perangkap yang

digemari Suku Anak Dalam. Sama halnya dengan jebakan

burung, bubu juga bersifat tidak membuang-buang waktu. Bubu

yang dipasang sekarang, bisa dilihat keesokan harinya oleh karena

itu tidak menyita perhatian yang besar, asalkan dipasang dengan

teknik yang benar dan tempat pemasangannya strategis maka

kemungkinan besar ikan yang masuk dalam bubu akan besar

jumlahnya.

2. Sketsa Manual

Berikut beberapa contoh sketsa manual komik keseharian Suku

Anak Dalam di Jambi

Gambar 6. Dialog Putri Selaras Pinang Masak dengan Utusan

(halaman 10a)

Sumber: Sonde, 2011

Gambar 7. Dialog Putri Selaras Pinang Masak dengan Utusan

(halaman 10b)

Sumber: Sonde, 2011

Gambar 8. Pasukan Kerajaan Pagaruyung (halaman 14)

Sumber: Sonde, 2011

Gambar 9. Suku Anak Dalam Mengolah Kebun Karet (halaman

30) Sumber: Sonde, 2011

Gambar 10. Melangun (halaman 35)

Sumber: Sonde, 2011

Gambar 11. Upacara Basale (halaman 40)

Sumber: Sonde, 2011

Gambar 12. Berburu (halaman 47)

Sumber: Sonde, 2011

B. Deskripsi dan Pembahasan Karya

1. Sampul, Kata Pengantar, dan Daftar Isi

a. Sampul

Gambar 13. Sampul

18,5 cm x 25,4 cm

Print on paper

Pada bagian sampul ini penulis menggunakan latar belakang

gambar salah satu adegan komik yang menggambarkan hutan

murni dengan aksentuasi ular hutan. Pilihan font judul

menggunakan gabungan antara sogoe print (kata “kehidupan

keseharian Suku Anak Dalam di Jambi) dengan Komika Axis (kata

“Sonde Martadireja”). Tata letak huruf adalah rata kanan yang

kemudian diseimbangkan dengan warna dan letak latar belakang.

b. Kata Pengantar

Gambar 14. Kata Pengantar

18,5 cm x 25,4 cm

Print on paper

Pada kata pengantar disebutkan bahwa komik yang dibuat ini

adalah komik dokumenter. Artinya, komik ini sama halnya dengan

film dokumenter tatapi dalam wujud komik atau gambar yang tidak

bergerak. Tokoh, dialog, dan adegan-adegan yang banyak tidak

banyak ditampilkan dalam komik ini, karena yang banyak

ditonjolkan adalah narasi dan ilustrasi pendukung. Sedangkan

untuk dialog digunakan sebagai alat bantu agar cerita yang

disampaikan lebih terkesan hidup.

2. Sejarah Suku Anak Dalam

Pada bab ini gambar yang dibuat berdasarkan pada naskah

cerita asal Usul Suku Anak Dalam versi Departemen Sosial tahun

1988.

Pada zaman dahulu kala terjadi peperangan antara kerajaan

Jambi yang di pimpin oleh Puti Selaras Pinang Masak dan Kerajaan

Tanjung Jabung yang dipimpim oleh Rangkayo Hitam. Peperangan ini

semakin berkobar, hingga akhirnya didengar oleh Raja Pagaruyung,

yaitu ayah dari Putri Selaras Pinang Masak.

Untuk menyelesaikan peperangan tersebut Raja Pagar Ruyung

mengirimkan prajurit-prajurit yang gagah berani untuk membantu

kerajaan Jambi yang dipimpin oleh Putri Selaras Pinang Masak. Raja

Pagaruyung memerintah agar dapat menaklukkan Kerajaan Rangkayo

Hitam, mereka menyanggupi dan bersumpah tidak akan kembali

sebelum menang.

Jarak antara kerajaan Pagaruyung dengan kerajaan Jambi

sangat jauh, harus melalui hutan rimba belantara dengan berjalan kaki.

Perjalanan mereka sudah berhari hari lamanya, kondisi mereka sudah

mulai menurun sedangkan persediaan bahan makanan sudah habis,

mereka sudah kebingungan. Perjalanan yang ditempuh masih jauh,

untuk kembali ke kerajaan Pagaruyung mereka merasa malu. Sehingga

mereka bermusyawarah untuk mempertahankan diri hidup di dalam

hutan. Untuk menghindarkan rasa malu, mereka mencari tempat

tempat sepi dan jauh ke dalam rimba raya. Keadaan kehidupan mereka

makin lama makin terpencil, keturunan mereka menamakan dirinya

Suku Anak Dalam.

Dasar cerita ini diambil karena sumbernya lebih jelas, dan

dapat dipercara, dan telah teruji secara ilmiah. Cerita pada karya tidak

menjelaskan secara detail dengan adegan-adegan yang banyak. Karena

komik ini bersifat dokumenter, maka penulis hanya menggambarkan

beberapa adegan penting dengan beberapa dialog-dialog untuk

menghidupkan cerita yang akan disampaikan.

a. Halaman 7

Gambar 15. Pembukaan bab 1

18,5 cm x 25,4 cm

Print on paper

Halaman ini adalah pembuka untuk bab 1, sejarah Suku Anak

Dalam. Pilihan font atau huruf anudraw karena jenis ini mempunyai

karakter judul, dan karakter ini sangat cocok sekali bila dipilih untuk

halaman pembuka ini. Untuk tambahan ilustrasi pada halaman ini

adalah sesosok individu Suku Anak Dalam yang lagi menggunakan

sumpit (senjata yang digunakan untuk berburu, kegunaan sumpit

dijelaskan pada halaman 44).

Untuk pilihan tata letak tulisan dan ilustrasi, warna tullisan dan

ilustrasi semua mempertimbangkan unsur-unsur dan prinsip-prinsip

senirupa. Sehingga terliha sesuai dan menarik.

b. Halaman 8

Gambar 16. Pembukaan Perang

18,5 cm x 25,4 cm

Print on paper

Pada halaman pembukaan bab pertama ini, penulis

menggambarkan pemimpin pasukan yang sedang meniup terompet di

depan barisan pasukannya pertanda bahwa perang antara kerajaan

Jambi yang dipimpin oleh Putri Selaras Pinang Masak dengan kerajaan

Tanjung Jabung yang dipimpin oleh Rangkayo Hitam akan segera

dimulai. Setting kerajaan prajurit jaman dahulu terlihat pada pakaian

dan atribut perang pasukan ini. Warna hitam putih pada halam ini

dipilih karena lebih menggambarkan sifat klasik. Sehingga

menimbukan kesan tersendiri dibandingkan bila halaman ini berwarna

penuh (full color).

Bila ditinjau dari unsur-unsur seni rupa maka secara visual akan

terlihat unsur garis, bangun, dan warna ( untuk bagain warna seperti

yang telah dijelaskan di atas juga dapat merangkap sebagai pembentuk

imajinasi ruang dan waktu). Untuk tata letak atau lay out saat gambar

masih dalam keadaan file komputer (.JPG File) maupun setelah di print,

penulis juga memperhatikan prinsip-prinsip seni rupa yaitu kesatuan,

keserasian, irama keseimbangan dan aksentuasi dari objek. Kesatuan,

keserasian, irama dan keseimbangan tercipta dari objek gamabr

(pasukan kerajaan yang siap berperang) sedangkan aksentuasi terletak

pada warna dan posisi pemimpin pasukan yang sedang meniup

terompet peperangan.

c. Halaman 9

Gambar 17. Narasi Pembukaan Asal Usul Peperangan

18,5 cm x 25,4 cm

Print on paper

Narasi yang tertulis pada gambar ini diambil berdasarkan

pada sejarah Suku Anak Dalam versi Departemen Sosial tahun 1988.

Narasi pada halam ini bertujuan sebagai awal pembuka atau pengantar

halaman-halaman selanjutnya. Font atau huruf yang dipilih adalah jenis

Angelina, dengan pertimbangan font jenis ini mempunyai karakter

seperti tulisan tangan sehingga kesan catatan cerita lebih terasa. Pada

bagian background teks, digambarkan sebuah gulungan naskah tua

yang sudah sobek-sobek, berwarna abu-abu dengan pegangan sisi atas

dan bawah terbuat dari kayu.

Seperti halnya halaman pembuka .halaman ini juga

mempertimbangkan unsur-unsur seni rupa maka secara visual akan

terlihat unsur garis, bangun, dan warna. Untuk tata letak atau lay out

saat gambar masih dalam keadaan file komputer (.JPG File) maupun

setelah di print, penulis juga memperhatikan prinsip-prinsip seni rupa

yaitu kesatuan, keserasian, irama keseimbangan dan aksentuasi dari

objek. Aksentuasi objek diperkuat dengan pilihan jenis font dan warna

penuh pada background.

d. Halaman 10

Gambar 18. Dialog Putri Selaras Pinang Masak dengan

Utusan

18,5 cm x 25,4 cm

Print on paper

Halaman ini menceritakan tentang Putri Selaras Pinang masak

yang mengutus salah satu prajuritnya untuk meminta tambahan pasukan

ke kerajaan Pagaruyung. Karena kerajaan Jambi terdesak oleh kekuatan

kerajaan Tanjung Jabung yang dipimpin oleh Rangkayo Hitam.

Pewarnaan motif gradasi baju setiap tokoh menggunakan seleksi

polygonal lasso tool pada program photoshop cs4 extended, sehingga

warna gradasi yang dihasilkan memiliki karakter tersendiri.

e. Halaman 11

Gambar 19. Dialog Raja Pagaruyung dengan Utusan

18,5 cm x 25,4 cm

Print on paper

Halaman ini menceritakan dialog antara utusan dari kerajaan

Jambi dengan Raja Pagaruyung. Utusan dari kerajaan Jambi meminta

tambahan pasukan kepada Raja Pagaruyung untuk membantu dalam

peperangan melawan kerajaan Tanjung Jabung.

Untuk pewarnaan kostum setiap tokoh, penulis menggunakan

gradasi warna Pewarnaan motif gradasi baju menggunakan seleksi

polygonal lasso tool pada program photoshop cs4 extended, sehingga

warna gradasi yang dihasilkan memiliki karakter tersendiri.

Pilihan warna-warna cerah dengan gradasi sederhana dipilih

dengan tujuan agar gambar yang terlihat lebih simpel. Gambar ini

mempertimbangkan unsur-unsur seni rupa maka secara visual akan

terlihat unsur garis, bangun, dan warna. Untuk tata letak atau lay out

saat gambar masih dalam keadaan file komputer (.JPG File) maupun

setelah di print, penulis juga memperhatikan prinsip-prinsip seni rupa

yaitu kesatuan, keserasian, irama keseimbangan dan aksentuasi dari

objek. Aksentuasi objek diperkuat dengan pilihan jenis font dan warna

penuh pada background.

f. Halaman 12 dan 13

Gambar 20. Pasukan Pagaruyung Berangkat ke

Kerajaan Jambi

18,5 cm x 25,4 cm

Print on paper

Halaman ini menggambarkan tentang prajurit kerajaan

Pagaruyung yang berangkat ke kerajaan Jambi untuk membantu

mengalahkan kerajaan Tanjung Jabung. Gambar ini dicetak pada dua

halaman dalam bentuk poster dengan tujuan memberikan kesan adegan

yang penting dalam cerita ini.

Untuk teknik pewarnaan tetap menggunakan software adobe

photoshop cs4 extended dengan teknik gradasi memakai plygonal lasso

tool digabung dengan jenis brush, colored pencil brushes. Teknik

pewarnaa pada haaman ini memang berbeda dengan halam-halaman

ainnya, karena memang halaman ini bertujuan sebagai poster page

(halaman poster).

Pilihan warna-warna cerah dengan gradasi sederhana dipilih

dengan tujuan agar gambar yang terlihat lebih simpel. Gambar ini

mempertimbangkan unsur-unsur seni rupa maka secara visual akan

terlihat unsur garis, bangun, dan warna. Untuk tata letak atau lay out

saat gambar masih dalam keadaan file komputer (.JPG File) maupun

setelah di print, penulis juga memperhatikan prinsip-prinsip seni rupa

yaitu kesatuan, keserasian, irama keseimbangan dan aksentuasi dari

objek. Aksentuasi objek diperkuat dengan pilihan jenis font dan warna

penuh pada background.

UNTUK VERSI LENGKAP SILAHKAN KUNJUNGI

PERPUSTAKAAN JURUSAN SENI RUPA, UNIVERSITAS NEGERI

PADANG