Vol /0 2 / No. 03 / Mei 2013 KAJIAN SOSIOLOGI DALAM KUMPULAN NOVEL REMBULAN NDADARI KARYA BAMBANG...
Transcript of Vol /0 2 / No. 03 / Mei 2013 KAJIAN SOSIOLOGI DALAM KUMPULAN NOVEL REMBULAN NDADARI KARYA BAMBANG...
Vol /0 2 / No. 03 / Mei 2013
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahsa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 66
KAJIAN SOSIOLOGI DALAM KUMPULAN NOVEL REMBULAN
NDADARI KARYA BAMBANG SULANJARI DAN H.R UTAMI DAN
KEMUNGKINAN PEMBELAJARANNYA DI SMA KELAS XI
Yasmiyanti
Universitas Muhammadiyah Purworejo
ABSTRAK
Tujuan yang akan dicapai penulis dalam penelitian ini, yaitu (1)
mendeskripsikan aspek kajian sosiologi yang terdapat dalam kumpulan
novel Rembulan Ndadari yang meliputi Serat Riyanta, Jago Kluruk,
Jaman Kawuri, Ratu Mahadanta dan Rembulan Ndadari, karya Bambang
Sulanjari dan H.R Utami, (2) mendeskripsikan kemungkinan pembelajaran
sastra di SMA kelas XI. Instrumen penelitian berupa peneliti sendiri,
dengan bantuan berupa novel, buku tentang kajian sosiologi, buku tentang
pembelajaran sastra, dan kertas pencatatan data. Selanjutnya teknik
analisis data yaitu metode analisis isi. Penyajian analisis data
menggunakan metode penyajian informal. Hasil penelitian terdapat 6
macam aspek sosial dalam kumpulan novel Rembulan Ndadari karya
Bambang Sulanjari dan H.R Utami, diantaranya (1) Serat Riyanta, terdapat
5 aspek sosiologi yaitu kekerabatan, perekonomian, politik, pendidikan,
dan cinta kasih, (2) Jago Kluruk, terdapat 4 aspek sosiologi yaitu
kekerabatan, pendidikan, perekonomian dan keagamaan, (3) Jaman
Kawuri, terdapat 4 aspek sosiologi sastra yaitu kekerabatan,
perekonomian, politik, dan keagamaan, (4) Ratu Mahadanta, terdapat 4
aspek sosiologi, yaitu kekerabatan, perekonomian, politik dan pendidikan,
5) Rembulan Ndadari, terdapat 5 aspek sosiologi yaitu kekerabatan,
perekonomian, politik, pendidikan, dan kegamaan. Sedangkan
kemungkinan pembelajaran di SMA dengan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP), menggunakan model pembelajaran Jigsaw.
Kata kunci: Sosiologi sastra , novel, dan pembelajaran.
A. PENDAHULUAN
Kumpulan novel Rembulan Ndadari menyajikan beragam cerita
yang menarik, dan dapat dijadikan pembelajaran kehidupan. Bambang
Sulanjari, menggabungkan kelima cerita dalam satu novel, diantaranya
Serat Riyanta karya RB. Sulardi, Jago Kluruk karya Hilda Hananti, Jaman
Kawuri karya Dyah Sulistyorini, Ratu Mahadanta karya Ahmad Syukur,
dan Rembulan Ndadari karya Yuliani. Gaya penulisannya mengisahkan
kehidupan masa lampau dengan istilah-istilah yang kurang familiar dengan
Vol /0 2 / No. 03 / Mei 2013
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahsa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 67
kehidupan sekarang ini. Serta hubungan antar tokoh yang mempunyai latar
belakang berbeda-beda. Itu menjadikan sebuah cerita yang menarik dan
banyak ilmu yang dapat diserap oleh pembacanya, serta pesan-pesan
pengarang yang tersirat dalam kumpulan novel tersebut, sangat bermanfaat
bagi pembacanya. Misal dalam Rembulan Ndadari karya Yuliani,
menceritakan perjuangan hidup seorang lelaki bernama Jupri, ia merantau
ke Kediri, disana ia kecopetan uang dan barang yang ia bawa hilang
semua. Untuk mememuhi kebutuhan sehari-harinya dia pun mengamen
dari rumah ke rumah dengan berjalan kaki menuju kota Tulungagung, kota
yang ia tuju.
Peneliti memilih kumpulan novel Rembulan Ndadari sebagai bahan
pembelajaran di SMA kelas XI karena dalam standar kompetensi tertulis
siswa mampu membaca dan memahami bacaan sastra maupun nonsastra
berhuruf latin maupun Jawa dengan berbagai keterampilan dan teknik
membaca. Kumpulan novel Rembulan Ndadari merupakan sebuah bacaan
sastra dengan lima buah judul cerita didalamnya antara lain, Serat Riyanta,
Jago Kluruk, Jaman Kawuri, Ratu Mahadanta, dan Rembulan Ndadari.
Masing-masing novel mempunyai jalan cerita yang berbeda-beda, tentunya
akan memperkaya gaya bahasa serta kosa kata siswa. Dengan dibuatnya
kelompok-kelompok dalam mengkaji kumpulan novel Rembulan Ndadari
ini, diharapkan tiap siswa dapat memahami kelebihan dan kelemahan
masing-masing kelompok dalam mengkaji novel serta siswa mampu
memahami aspek-aspek yang terkandung dalam masing-masing novel
tersebut, dan dapat menceritakan kembali isi novel dengan gaya bahasa
mereka sendiri. Pengenalan siswa terhadap novel jawa sangatlah penting
karena, sastra tidak seperti halnya ilmu kimia atau fisika, tidak
menyuguhkan ilmu pengetahuan dalam bentuk jadi. Sastra berkaitan erat
dengan semua aspek manusia dan alam dengan keseluruhannya. Dengan
demikian peneliti mengambil judul “Kajian Sosiologi dalam Kumpulan
Novel Rembulan Ndadari Karya Bambang Sulanjari dan HR Utami dan
Kemungkinan pembelajarannya di SMA Kelas XI”.
Vol /0 2 / No. 03 / Mei 2013
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahsa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 68
B. TINJAUAN PUSTAKA
1. Novel
a. Pengertian Novel
Novel berasal dari kata Latin novellus yang diturunkan pula
dari kata novies yang berarti “baru”. Dikatakan baru karena jika
dibandingkan dengan jenis-jenis sastra lainnya seperti puisi, drama,
dan lain-lain, maka jenis novel ini muncul kemudian (Tarigan,
1984: 164).
b. Unsur-unsur Pembangun Novel
Unsur-unsur pembangun novel, terdiri dari plot, tema,
penokohan, latar, Kepaduan, sudut pandang, dialog, dan gaya
bercerita (Nurgiantoro, 1994: 12).
2. Sosiologi sastra
a. Pengertian Sosiologi
Sosiologi merupakan studi yang ilmiah dan objektif mengenai
manusia dalam masyarakat, studi mengenai lembaga sosial dan
proses-proses sosial (Swingewood dalam Faruk, 2010: 1).
b. Aspek-Aspek Sosiologi
Sosiologi berusaha menjawab pertanyaan mengenai bagaimana
masyarakat dimungkinkan, bagaimana cara kerjanya dan mengapa
masyarakat itu bertahan hidup. Lewat penelitian yang ketat
mengenai lembaga-lembaga sosial, agama, ekonomi, politik, dan
keluarga yang secara bersama-sama membentuk apa yang disebut
sebagai struktur sosial, sosiologi dikatakan memperoleh gambaran
mengenai cara-cara manusia menyesuaikan dirinya dan ditentukan
oleh masyarakat-masyarakat tertentu, gambaran mengenai
mekanisme sosialisasi, proses belajar secara kultural, yang
dengannya individu-individu dialokasikan pada dan menerima
peranan-peranan tertentu dalam struktur sosial itu (Swingewood
dalam Faruk, 2010: 1).
Vol /0 2 / No. 03 / Mei 2013
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahsa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 69
3. Pembelajaran Sastra
a. Pengertian pembelajaran sastra
Kegiatan membaca dan mendengar karya sastra atau
kegiatan resepsi sastra. Penafsiran apapun boleh dan sah dengan
dilandasi dengan argumen yang logis. Oleh karena itu, didalam
pembelajaran apresiasi sastra sangat memungkinkan terjadi
perbedaan pendapat, perbedaan penafsiran, sehingga juga
menimbulkan perbedaan penghargaan terhadap karya sastra
(Sufanti, 2012: 22).
b. Tujuan Pembelajaran Sastra
Pembelajaran sastra bertujuan mengembangkan kepekaan
siswa terhadap nilai-nilai indrawi, nilai akal, nilai afektif, nilai
keagamaan dan nilai sosial, secara sendiri-sendiri atau gabungan
dari keseluruhan itu (Purwo, 1991: 61).
C. METODE PENELITIAN
Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian tentang kajian
sosiologi dalam kumpulan novel Rembulan Ndadari karya Bambang
Sulanjari dan H.R Utami dan kemungkinan pembelajarannya di SMA
kelas XI, adalah penelitian deskriptif kualitatif.
Subjek penelitian peneliti adalah kumpulan novel berbahasa Jawa
Rembulan Ndadari, diantaranya Serat Riyanta, Jago Kluruk, Jaman
Kawuri, Ratu Mahadanta dan Rembulan Ndadari. Karya Bambang
Sulanjari dan H.R Utami, tahun 2009, diterbitkan oleh Panji Pustaka, kota
Yogyakarta, panjang buku 14 × 21 cm, dan tebal 268 halaman.
Fokus Penelitian ini adalah aspek sosiologi terdapat dalam kumpulan
novel Jawa Rembulan Ndadari, diantaranya Serat Riyanta, Jago Kluruk,
Jaman Kawuri, Ratu Mahadanta dan Rembulan Ndadari. Karya Bambang
Sulanjari dan H.R Utami, meliputi: kekerabatan, perekonomian, politik,
pendidikan, cinta kasih dan agama, serta kemungkinan pembelajarannya di
SMA kelas XI.
Vol /0 2 / No. 03 / Mei 2013
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahsa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 70
Dalam penelitian kualitatif, kualitas instrumen penelitian berkenaan
dengan validitas dan reliabilitas instrumen, dan kualitas pengumpulan data
berkenaan ketepatan cara-cara yang digunakan untuk mengumpulkan data
(Sugiyono, 2009: 222). Instrumen dalam skripsi ini adalah peneliti sendiri,
kumpulan novel Rembulan Ndadari dan alat pencatat.
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi, yaitu
membaca secara kritis dan teliti. Menurut Arikunto (2010: 272), pedoman
observasi berisi sebuah daftar jenis kegiatan yang mungkin timbul dan
akan diamati. Langkah-langkah yang ditempuh dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Menentukan objek penelitian, yaitu kumpulan novel;
2. Mencari referensi-referensi tambahan;
3. Membaca keseluruhan teks kumpulan novel Rembulan Ndadari,
diantaranya Serat Riyanta, Jago Kluruk, Jaman Kawuri, Ratu
Mahadanta dan Rembulan Ndadari;
4. Mencatat hasil observasi teks dalam kartu pencatat data;
5. Mengelompokkan data sesuai dengan teori sosiologi sastra dan diksi,
dalam kumpulan novel Rembulan Ndadari, diantaranya Serat Riyanta,
Jago Kluruk, Jaman Kawuri, Ratu Mahadanta dan Rembulan
Ndadari;
6. Menganalisis data dengan teori sosiologi sastra, yang menekankan
pada aspek-aspek sosialnya;
7. Merangkum hasil analisis.
Penelitian dilakukan dengan menggunakan teknik Analisis isi.
Peneliti menekankan bagaimana memaknakan isi komunikasi,
memaknakan isi interaksi simbolik yang terjadi dalam peristiwa
komunikasi (Ratna, 2004: 49).
Peneliti menganalisis data dengan menggunakan langkah-langkah
sebagai berikut:
1. Mengklasifikasikan kumpulan novel sesuai dengan aspek-aspek
sosiologi;
Vol /0 2 / No. 03 / Mei 2013
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahsa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 71
2. Menganalisis data menggunakan sosiologi sastra, berupa aspek
kekerabatan, perekonomian, politik, pendidikan, cinta kasih dan
keagamaan;
3. Mendeskripsikan kemungkinan pembelajaran kumpulan novel
Rembulan Ndadari di SMA kelas XI;
4. Membuat kesimpulan.
Teknik penyajian data dalam penelitian ini adalah dengan
mengunakan metode penyajian informal. Metode penyajian informal
adalah perumusan dengan kata-kata biasa (Sudaryanto, 1993: 145).
D. PEMBAHASAN DATA
1. Aspek Sosiologi dalam Kumpulan Novel Rembulan Ndadari, Karya
Bambang Sulanjari dan H.R Utami
a. Serat Riyanta
1) Aspek Kekerabatan
1). Hubungan yang erat antara Raden Ayu Natasewaya dengan
Raden Ayu Pramayoga.
Hubungan Raden Ayu Natasewaya dengan Raden Ayu
Pramayoga sangat erat. Keduanya saling memberi motivasi
saat saudaranya tertimpa musibah.
“Kakang, anane saliramu sakaloron dakaturi mrene
kajaba aku kangen, iya ana prelune sethithik”.
“Raden Ayu Pramayoga sumambung, “Gusti, dalem
inggih sanget kangen, watawis dereng dangu dalem inggih
mentas raosan kaliyan pun kakang, badhe sowan mriki,
nanging sareng badhe mangkat lajeng boten estu, amargi
pun kakang angot napasipun” (Rembulan Ndadari, 2009:
10).
Terjemahan
“Kakak, kalian berdua saya suruh untuk datang
kesini, selain aku rindu dengan kalian, aku juga ada
kepentingan sedikit dengan kalian”.
Vol /0 2 / No. 03 / Mei 2013
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahsa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 72
“Raden Ayu Pramoyoga menjawab, “Gusti dalem
juga sangat rindu, karena belum lama bertemu dengan
Kakak, ingin berkunjung kesini, namun tidak jadi
berangkat, karena sesak nafas.
2) Hubungan yang baik antara R. Ng. Kartamardika dengan
Martini anaknya.
Hubungan keduanya sangat erat. R. Ng. Kartamardika
memberi kebebasan kepada Martini dalam menentukan
pilihan hatinya. Martini juga mempunyai pemikiran yang
dewasa sehingga tidak gegabah dalam mengambil
keputusan”.
“R. Ng. Kartamardika, “linggiha kene, aku arep
takon, saka kandhamu, Sindhu lan Endra pada duwe
panembung marang kowe kang nunggak maksud. Kepriye
karepmu, sabab awakmu mung siji, mangka kang njaluk
ana loro, apa disigar, kang sasigar diwenehake Sindhu, lan
kang separo diwenehake marang Endra”.
“Martini “Aku uga wis mangsuli panjaluke bocah
loro mau yen wektu iki aku durung bisa mangsuli apa-apa.
Karuhane besuk patang taun maneh, aku lagi bisa mangsuli
iya utawa ora” (Rembulan Ndadari, 2009: 26).
Terjemahan
“R. Ng. Kartamardika, “duduklah sisi, aku ingin tanya,
katamu Sindhu dan Endra sama-sama ingin menikahimu.
Bagaimana pendapatmu. Bagaimana, apa kamu dibelah jadi
dua, yang sebelah untuk Sindhu dan yang sebelah lagi untuk
Endra”
“Martini” saya sudah menjawab keinginan mereka, jika
dalam waktu ini aku belum bisa menjawab apa-apa. Besok
4 tahun lagi aku akan menjawab iya atau tidak”.
Vol /0 2 / No. 03 / Mei 2013
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahsa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 73
2) Aspek Perekonomian
Sindu termasuk masyarakat berstatus perekonomian menengah
ke atas. Dengan uang yang dia punya, dia berusaha untuk
memenangkan permainan. Dari hasil taruhan tersebut siapa yang
dapat keuntungan besar, tidak segan-segan untuk menaikkan
taruhannya kembali sebelum pada akhirnya uangnya habis untuk
membayar kemenangan orang lain.
“Dhayohe padha seneng-seneng, ana kang padha kretu,
bakaran, ceki, omber, setoteran, dhomino, lan ana uga kang
melu bakaran. Kang dadi bankire si Sukarna. Wiwit sore
kretune si Sindu urip banget, mulane sedhela wae Sindu bisa
menang satus rupiyah luwih. Nanging bareng wis rada wengi,
kretune mati (peh) nganti pirang dhuwit nang-nangan mau
entek kabeh. Saya suwe kretune saya apes, dhuwite pawitan
tansah kalong” (Rembulan Ndadari, 2009: 48).
Terjemahan
“Semua tamu bersenang-senang, ada yang main kartu, ceki,
omber, setoteran, dhomino, dan ada pula yang ikut bakar-
bakaran. Yang menjadi bankier adalah Sukarna. Sejak sore hari
kartunya Sindu bagus, oleh karena itu dalam sekejap dia menang
seratus rupiah lebih. Namun, setelah hari mulai malam, kartu
Sindu tidak seperti sebelumnya, semua taruhan habis semua.
Semakin lama kartunya semakin jelek, uang taruhan berkurang”.
3) Aspek Pendidikan
Osvia atau Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren adalah
sekolah pendidikan bagi calon pegawai-pegawai bumiputra pada
zaman Hindia Belanda. Setelah lulus mereka dipekerjakan dalam
pemerintahan kolonial sebagai pamong praja. Sekolah ini dimasukkan
ke dalam sekolah ketrampilan tingkat menengah dan mempelajari
soal-soal administrasi pemerintahan. Soal keturunan merupakan faktor
penting dalam penerimaan siswa di Osvia.
Vol /0 2 / No. 03 / Mei 2013
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahsa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 74
“Mangka kajeng kula, manawi Gusti Allah nyembadani,
badhe kula rembagaken kaliyan putranipun ndara patih pensiyun,
ingkang sapunika sampun dados ambtenaar ter beschikking
wonten ing kontroliran. Inggih leres warninipun radi kuciwa,
nanging rak inggih sampun gadhah pedamel nyekapi ta, tur
wedalan “Osvia”, dados gadhah pangajeng-ajeng daos ageng.
Dene ingkang dados dhandhanipun jeng mantri, awit punika
taksih radi sanakipin” (Rembulan Ndadari, 2009: 27).
Terjemahan
“Keinginan saya, jika Allah menghendaki, Martini akan saya
jodohkan dengan anak ndara patih, yang sudah mejadi ambtenaar
ter beschikking wonten ing kontroliran. Iya memang dia tidak
gagah, tetapi setidaknya sudah mendapat pekerjaan, dan lulusan
“Osvia”, jadi mempunyai masa depan yang cerah. Dia masih ada
hubungan saudara dengan jeng mantri”
4) Aspek Cinta Kasih
Endra sangat mencintai Martini. Dia sadar bahwa status
perekonomian mereka berdua berbeda. Oleh karena itu dengan
keterbatasannya, Endra ingin hidup berdagang dan dengan cara itu
berharap akan membuat Martini bahagia.
“Mar, jantung atiku, geneya kowe kok katon susah? Dhuh
wong kuning, aja nusahake awakku, dumeh aku durung duwe
pagawean, ing mangka kanca-kancaku kabeh wis padha
cemanthel. Kawruhana, Ning, anane aku durung cemanthel
amarga taksengaja, aku ora niyat arep beburuh utawa dadi
priyayi, aku seneng dedagangan supaya panguripanku mredika.
Mula kowe ora susah mikir kang akeh-akeh, mung panyuwunku
wae, kowe gelema takladeni nganti tekan patiku” (Rembulan
Ndadari, 2009: 40).
Terjemahan
Vol /0 2 / No. 03 / Mei 2013
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahsa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 75
“Mar, jantung hatiku, mengapa kamu kelihatan sedih?
Jangan menyusahkan diriku, karena aku belum juga mendapat
pekerjaan, apalagi teman-temanku sudah bekerja semua, saya
sengaja belum mencari pekerjaan, saya tidak berniat menjadi
orang terhormat. Saya senang berdagang agar hidup bebas. Oleh
karena itu, kamu bersedia saya cintai sampai mati”.
2) Jago Kluruk (Hilda Hananti)
a) Aspek Kekerabatan
Mbah Podho mempunyai hubungan yang erat dengan cucunya.
Mbah Podho selalu mengajarkan kebaikan kepada cucunya, dan
cucunya selalu menuruti nasehatnya.
“Le, urip kuwi apike sing prasaja wae?” pituture Mbah
Podho.
“Kok ngaten. La tujuane pripun Mbah?”
“Supaya ora gampang dakwen lan open marang liyan.
Patrap dakwen open iku ngono cedhak karo ati drengki srei. Yen
wis menkono banjur panesten. Pikirane cepet banget kobong,
muntab lan nesu. Apa maneh yen wong liya pikantuk kamulyan,
age-age anggone ora nyarajuki. Atine sajak gela. Mrena-mrene
tansah metani alane” (Rembulan Ndadari, 2009: 64).
Terjemahan
“Le, hidup itu lebih baik yang rukun? Kata Mbah Podho
“Kenapa, begitu. Tujuannya apa Mbah?”
“Agar tidak mudah iri dan peduli terhadap orang lain.
Perilaku iri dekat dengan dengki. Jika terlanjur sudah pasti,
pikiran cepat terbakar emosi, gampang tersinggung dan cepat
marah. Apalagi jika orang lain mendapat kebahagiaan, pasti rasa
iri yang dirasakan. Hatinya kecewa yang ada hanya mencari
kesalahan-kesalahan orang lain”.
Vol /0 2 / No. 03 / Mei 2013
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahsa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 76
b) Aspek Perekonomian
Majunya desa Mojodhuwur membuat sistem perekonomian di
desa tersebut semakin berkembang pesat, terbukti terdapat banyak
pendatang yang tinggal di desa tersebut. Masyarakat memanfaatkan
sumber daya alam dan sumber daya manusia yang ada dengan
sebaik-baiknya. Sumber daya alam yang ada didaerah tersebut
diolah menjadi alat-alat kebutuhan rumah tangga, yang sangat
berguna bagi masyarakat pedesaan.
“Babad alas mojodhuwur wis rampung. Kayu jati sing
wis umur ditegor kanggo piranti mbangun omah. Kayu sana
ditegor kanggo kayu bakar. Saperangan digawe areng, rencek-
rencek ditaleni tumuli didol ing desa sing duwe pagaweyang
ngobong bata, gendheng, kuwali, maron, jua lan jambangan.
Kayu rajeg dibabati lan ditata pada saperlu kanggo pager”
(Rembulan Ndadari, 2009: 85).
Terjemahan
“Membuka hutan mojodhuwur sudah selesai. Kayu jati
yang sudah berumur ditebang sebagai bahan untuk
membangun rumah. kayu sana ditebang sebagai kayu bakar.
Yang lainnya dibuat arang, rencek-rencek diikat lalu dijual ke
desa yang sering membuat batu bata, genteng, kuwali, maron,
jua, jambangan. Kayu rajeg ditebangi dan di atur untuk dibuat
pagar”.
c) Aspek Pendidikan
Anak-anak desa Mojodhuwur rata-rata anak pintar dan
membanggakan. Guru-guru mereka sering membicarakan dan
memamerkan kepandaian mereka kepada masyarakat lain. Hal
tersebut tampak dalam kutipan berikut:
“Bocah-bocah sekolah sing asale Mojodhuwur kondhang
pinter. Ing kelas akeh sing nomer siji. Bijine apik-apik.
Semange gumregah. Guru-gurune kepranan. Bombonge ati
Vol /0 2 / No. 03 / Mei 2013
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahsa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 77
malah guru-guru mau seneng nduduhake kewarisane murid
Mojodhuwur. Jan ora nggumunake. Turun darah biru”
(Rembulan Ndadari, 2009: 87).
Terjemahan
Anak-anak sekolah yang berasal dari Mojodhuwur terkenal
karena kepandaiannya. Di kelas banyak yang nomer satu.
Nilainya bagus-bagus. Semangatnya menggebu-nggebu. Guru-
guru merasa bahagia. Mereka senang memberitahukan
kepintaran anak-anak Mojodhuwur. Memang membanggakan.
Keturunan darah biru.
d) Aspek Keagamaan
Masyarakat menganggap kemakmuran berkah itu berasal dari
Ratu, bukan dari Tuhan Yang Maha Esa.
“Apa maneh yen sing maringi mau Narendra Majapahit
kang sayekti kalaka misuwun. Wong-wong padesan mau
mesthi banjur mongkok. Rumangsa oleh kanugrahan. Malah
ana kang nyebut kewahyon. Raja agung kang lumaksana
tarlamtanggawa berkah kang utama. Wong-wong percaya
yen ratu iku wakiking Hyang Sukma kang mangejawantah
ing marcapande. Desa sing dilewati tindake ratu mesthi
mbanyu mili rejekine, mencorong prebawane” (Rembulan
Ndadari, 2009: 81).
Terjemahan
“Apalagi jika yang memberi adalah Ratu/Raja Majapahit.
Orang-orang desa menjadi sombong. Merasa mendapat
berkah. Ada yang menyebut itu adalah berkah Tuhan. Raja
adalah pemberi berkah seperti Tuhan. Desa yang dilewati
Raja akan mendapat rejeki yang melimpah”.
Vol /0 2 / No. 03 / Mei 2013
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahsa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 78
3) Jaman Kawuri (Dyah Sulistyorini)
a) Aspek Kekerabatan
Sumatanaya dengan Jarot anaknya baik. Sumatanya
mengajarkan sikap baik kepada anaknya dalam bersosialisasi
dengan orang lain.
“Le, Jarot, bok kok ajak linggih ngomah kana. Aku tak
menyang sumur dhisik, ya, bah bandar. Delengen, awakku isih
waras” (Rembulan Ndadari, 2009: 180).
Terjemahan
“Le, Jarot, kamu ajak Bah bandar duduk di dalam rumah sana.
Aku mau ke sumur sebentar, ya, Bah bandar. Lihat, badanku
masih sehat”.
b) Aspek Perekonomian
Bangsa Cina adalah bangsa penyedia ganja, lalu masyarakat
menjualnya. Bah bandar adalah salah seorang yang menekuni bisnis
ganja.
“Lah, kepriye, den Suma, ngepakanku ing Gemolong,
sajrone telung sasi iki suda akeh banget papayune. Wis mesthi
bae, lah wongsing padha nyeret padha tuku candu peteng
dodolane den Dira sakancane, enggone kulak saka bawah
Demak”(Rembulan Ndadari, 2009: 181).
Terjemahan
“Lah, bagaimana, Den Suma, pekerjaan saya di
Gemolong, tiga bulan ini dagangan saya banyak yang tidak
laku. Sudah pasti orang mereka membeli melalui perdagangan
gelapnya Den Dira dan teman-teman, membeli dari Demak.
c) Aspek Politik
Vol /0 2 / No. 03 / Mei 2013
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahsa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 79
Kanjeng Prabu pergi tanpa meminta izin kepada Residen.
Kepergian Kanjeng Prabu membuat keraton kosong tanpa
pemimpin. Setelah Kanjeng Aprabu kembali, para Adipati meminta
kepada residen agar Kanjeng Aprabu dipindahkan saja ke Semarang
dan tidak pulang kembali ke keraton Surakarta.
“Enggalipun sareng wanci sonten raden adipati
Sastradiningrat sowan ing kanjeng tuwan residen, matur,
“Dhuh, kanjeng tuwan residen, manawi andadosaken
condhonging panggalihipun kanjeng tuwan residen, kula
darbe atur rembag sampun pinanggih, sampun ngantos
kakundhuraken dhateng karaton, mugi kalajengaken dhateng
ing kitha Semarang kemawon, karana saking panggagas kula,
sang nata bilih ngantos lami anggenipun jumeneng nata,
sampun temtu risak nagari Surakarta, punapa malih temtu
saged anuwuhaken reresah ingkang badhe damel kapitunan
ageng ing kanjeng Gupremen, kados dene prang
Dipanagaran” (Rembulan Ndadari, 2009: 107).
Terjemahan
“Raden Adipati Sastradiningrat menemui tuan residen,
kemudian berkata, “Dhuh, tuan residen, jika tuan residen
setuju, saran saya, raja jangan sampai pulang ke keraton, lebih
baik dibawa ke Semarang saja, karena menurut saya, raja
sudah lama tidak bertahta menjadi raja, sudah pasti negara
menjadi rusak, dan lagi dapat membuat rugi besar di kanjeng
Gupremen, seperti perang Dipanagaran”
d) Aspek Keagamaan
Kanjeng Prabu beragama islam, namun sering ada tradisi jika
sedang mengalami kesulitan, ziarah ke makam-makan leluhur.
“Saking pamanggihipun dalem prayogi panjenengan
dalem anungku muja semedi anedha ing Gusti Allah, sanadyan
ing kedhaton ngriki inggih wonten Allahutangla, kadoa boten
Vol /0 2 / No. 03 / Mei 2013
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahsa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 80
wonten bedanipun ngrika kaliyan ngriki, janji temen-temen ing
panedhanipun, ing saestu ingkang Mahakuwasa angabulaken”
(Rembulan Ndadari, 2009: 99).
Terjemahan
“Sebaiknya Kanjeng berdo’a kepada Gusti Allah di
Magiri saja Gusti Allah itu, walaupun di keraton ini ada
Allahtangla, sebenarnya tidak ada bedanya disini dan disana,
bersungguh-sungguhlah, insya Allah yang maha kuasa
mangabulkan.
4) Ratu Mahadanta (Ahmad Syukur)
a) Aspek Perekonomian
Sistem yang digunakan Juru Boga dalam mengatur makanan,
membuat penghuni Wanarapraja merasa terlindungi.
“Pagaweane Juru Boga kuwi manggedeni kethek kang
kuwajibane golek pangan. Yen wis padha oleh pangan, banjur
diladekake marang Juru Boga marang kethek. Sing akeh dewe
Mahadanta, banjur para juru, bajur para bekel lan
prabot”(Rembulan Ndadari, 2009: 194).
Terjemahan
“Tugas Juru Boga adalah mangatur kera yang bertugas
mencari makanan. Jika semua sudah mendapat makanan,
kemudian diberikan ke Juru Boga. Paling banyak adalah
Mahadanta, kemudian juru, dan perangkatnya”.
b) Aspek Politik
Cara mengambil keputusan didasarkan untuk kepentingan
bersama tanpa merugikan siapapun. Karena jika Mahadanta tidak
mengangkat Anantaswara menjadi Juru susila, dia berhadapan
dengan seluruh penghuni Wanapraja. Dan setelah Anantaswara
diangkat menjadi juru susila, kebiasaannya berpidato untuk menarik
simpati penghuni Wanarapraja sudah tidak dilakukan lagi serta tugas
yang diberikan mampu dia jalankan dengan baik
Vol /0 2 / No. 03 / Mei 2013
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahsa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 81
“Kethek sing padha nemoni dietung cacahe:’siji, loro,
telu. Telu. Senadyan bener penemune, nanging cacahe mung
telu. Mangka sing ngajoni Anantaswara ana siji,
lor.....sepuluh. Ana sepuluh. Yen Anantaswara sida
takdadekake Juru, kethek telu iki mesthi ora nrima. Nanging
senadyana ora nrima, cacahe mung sethithik. Upamane arep
bangga, gampang oleh nyembadani. Kosok baline, upamane
Anantaswara ora takdadekake Juru, kethek sing rada pinter-
pinter mesthine bungah, ananging sakabehing kethek sing ora
bisa turu amarga kebrebegan sesorah, mesthine banjur padha
muring-muring. Sing diuring-uring aku!” (Rembulan Ndadari,
2009: 203).
Terjemahan
“Kera yang datang dihitung ada: satu, dua, tiga. Tiga.
Walaupun pendapat mereka bertiga benar, namun jumlahnya
hanya tiga. Dan yang mendukung Anantaswara ada, sayu,
dua......sepuluh. Jika Anantaswara jadi diangkat menjadi Juru,
tiga kera tersebut pasti tidak menerimanya. Namun, jika
mereka tidak menerima, jumlahnya hanya sedikit. Apabila
mereka melawan, gampang mengatasinya. Sebaliknya, jika
Anantaswara tidak dijadikan Juru, kera yang pintar-pintar pasti
senang, tetapi semua kera tidak bisa tidur karena bising dengan
pidato Anantaswara, pastinya semua marah. Dan saya yang
dimarahi!”.
c) Aspek Pendidikan
Bahwa juru susila merupakan kera yang paling pintar diantara
kera-kera lainnya karena dia adalah guru bagi kera-kera yang lain.
Dia yang mengajarkan pendidikan dan kesusilaan kepada para kera.
“Panggaweane juru susila menggedheni para kethek sing
diwajibke mulang muruk ing bab kasusilaan lan kapinteran.
Sakabehing kethek kang umure wis genep nem sasi kudu wiwit
Vol /0 2 / No. 03 / Mei 2013
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahsa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 82
sinau bab kasusilaan utawa tatakrama”. (Rembulan Ndadari,
2009: 93)
Terjemahan
“Pekerjaan juru susila sebagai yang tetua diantara para
kera diwajibkan mengajar bab kesusilaan dan kepintaran.
Semua kera yang berumur enam bulan harus belajar bab
kesusilaan atau tatakrama”.
5) Rembulan Ndadari (Yuliani)
a) Aspek Perekonomian
Tidak terpikir sebelumnya jika Jupri akan bekerja sebagai
pengamen. Sejak dulu dia tahu pekerjaan seperti itu tidak baik
apalagi umur Jupri masih muda, masih banyak hal yang dapat Jupri
lakukan selain mengamen. Namun itu hanya karena keterpaksaan
sehingga Jupri mau melakukan pekerjaan tersebut.
“Jupri pancen wiwit rumiyin mila sampun gadhah
panginten utawi pamanggih bilih mbarang makaten pancen
kagolong padamelan ingkang nistha, ewa semanten nglampahi,
jalaran kapeksa, saupami botena kepeksa tamtu boten purun”
(Rembulan Ndadari, 2010: 224).
Terjemahan
Sejak dulu Jupri memang sudah pemikiran jika mengamen
merupakan pekerjaan yang tidak bagus, dia melakukan
pekerjaan tersebut karena keterpaksaan, jika bukan karena
keterpaksaan dia tidak bersedia melakukannya.
Vol /0 2 / No. 03 / Mei 2013
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahsa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 83
b) Aspek Pendidikan
Jupri menegaskan adanya persamaan hak dan kewajiban dalam
memperdalam pendidikan. Pendidikan itu tidak hanya untuk kaum
pria, namun wanita juga harus mendapatkan pendidikan.
Jupri, “Mekaten, sing perlu pinter niku dede lare jaler
mawon, lare estri enggih perlu ugi, awit lare estri yen empun
emah-emah lajeng nglenggahi pangkat rupi-rupi, ringkesane
ingkang ageng kalih, enggih niku guru lan patih. Guru
gurunipun para anak-anakipun, kajibah mulang kautaman lan
kataberen. Patih dados pepatihing ingkang jaler, kewajiban
ngreka mbudidaya teng saening bale griya lan saening
sadayane. Padamelan kalih warni wau dede padamelan ingkang
gampil nanging angel, ingkang saged nindakaken namung
tiyang ing empun dados sesanggene sedaya tiyang estri inggih
perlu pinter, sagede pinter sarana sekolah (Rembulan Ndadari,
2010: 221).
Terjemahan
Jupri, “yang harus pintar tidak hanya kaum pria saja, tetapi
kaum wanita juga harus pintar, karena wanita bila sudah
menikah akan menduduki bermacam-macam jabatan, secara
ringkas ada dua, yaitu guru dan patih. Guru yang dimaksud
adalah guru dari anak-anaknya, mengajarkan kebaikan dan
kerajinan. Patih yang dimaksud adalah menjadi patih suami,
berkewajiban menjaga keadaan rumah agar tetap baik dan
menjaga urusan yang lainnya. Dua tugas tersebut menjadi tugas
yang mudah namun juga susah. Oleh karena itu wanita juga
harus pintar, pintar karena sekolah.
c) Aspek Politik
Vol /0 2 / No. 03 / Mei 2013
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahsa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 84
Prabu Aji Jayabaya selaku pemimpin kerajaan berhak untuk
mengadili siapa saja yang telah membuat kekacauan di wilayahnya.
Tidak memperdulikan status atau jabatannya.
Sang Prabu ngendika semu duka, “E, Sedhah, rehne wus
terang dumununge dosa ana titihan ingsun si Barongseta, marga
wus wani nggelarake aji macan gadhungan marang si umbul
Jagawana ing Jatisari, nganti tular-tumular wong akeh bisa dadi
macan gadhungan, padha mangsa sakehe manungsa gawe
rusaking kawulaning cilik, dadi patut si Barongseta ingsun
pidana” (Rembulan Ndadari, 2009: 248).
Terjemahan
Prabu berkata, “E, Sedhah, jika anda sudah pasti benar
kejadiannya, bawa si Barongseta, karena sudah berani
mengajarkan ilmu harimau jadi-jadian kepada penjaga Jagawana
di Jatisari, sampai menular, banyak manusia menjadi harimau
jadi-jadian, dan memangsa banyak manusia lainnya membuat
kekacauan, jadi pantas jika Barongseta anda hukum”.
d) Aspek Keagamaan
Dalang Ganda beragama islam dan selalu mengingat Tuhan-Nya.
Tidak ada mampu menandingi kuasa Allah SWT.
“Sareng dumudi sanginggiling kretek Tuntang, dhalang
Ganda teka kesupen welingipun Kyai Bangsadarma, dumadakan
nyebut asmaning Pangeran, “E, kanca, kuwasaning Gusti Allah
iku ora kena cinakrabawa”. Wicantenipun saweg dumugi
samanten, baita kakalih sareng keremipun lajeng musna kaliyan
tiyang ingkang melahi, dene tiyang ingkang numpak sami pating
krambang” (Rembulan Ndadari, 2009: 259).
Terjemahan
“Setelah sampai di atas jembatan Tuntang, dalang Ganda lupa
akan amanat Kyai Bangsadarma, tiba-tiba beliau menyebut
nama Tuhan, “E, kanca, kuasa Alloh itu jangan di remehkan”.
Vol /0 2 / No. 03 / Mei 2013
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahsa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 85
Sampai disitu perkataan dalang Ganda, tiba-tiba kapal
tenggelam bersama penumpangnya, para penumpang
mengambang di air.
2. Pembelajaran Kumpulan Novel Rembulan Ndadari di SMA Kelas XI
Untuk menyajikan pengajaran novel, guru dituntut luwes dan
menggunakan strategi kerja kelompok dengan baik. Tujuan pokok yang
perlu dicapai dalam pengajaran novel adalah meliputi peningkatan
kemampuan membaca baik secara ekstensif maupun intensif. Sesuai
dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan tujuan pembelajaran sastra
mengacu pada standar kompetensi, kompetensi dasar dan indikator.
Pemilihan kumpulan novel Rembulan Ndadari karya Bambang Sulanjar
dan H.R Utami, sebagai bahan pembelajaran bahasa dan sastra di SMA
kelas XI, diantaranya dilihat dari segi bahasa, segi psikologi, dan segi
latar belakang. Metode pembelajaran yang digunakan ceramah, Jigsaw
learning, diskusi, penugasan. Strategi pembelajaran yang digunakan
dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu tahap penjelajahan, tahap interpretasi,
dan tahap rekreasi. Sumber belajar kumpulan novel Rembulan Ndadari
dan buku penunjang lain seperti lembar kerja siswa. Waktu, dalam
pengaturan waktu disesuaikan dengan materi sehingga tidak ada waktu
yang terbuang percuma, untuk pembelajaran bahasa jawa 2×45 menit.
Sedangkan evaluasi dilakukan dengan menggunakan tes tertulis atau esai.
E. SIMPULAN DAN SARAN
1. Simpulan
a. Aspek-aspek sosial kumpulan novel Rembulan Ndadari karya
Bambang Sulanjar dan H.R Utami.
1) Kekerabatan, yaitu dalam Serat Riyanta, hubungan kekerabatan
yang terjalin antara lain hubungan yang sangat erat antara Raden
Ayu Pramayoga dengan kakanya Raden Ayu Natasewaya, Raden
Ayu Pramayoga dengan anaknya Raden Ajeng Srini, R.
Harjawasita dengan Raden Rara Subiyah, R. Ng. Kartamardika
dengan anaknya Martini. Dalam Jago Kluruk hubungan terjalin
baik antara Mbah Podho dengan Sugeng Widodo cucunya. Dalam
Vol /0 2 / No. 03 / Mei 2013
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahsa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 86
Jaman Kawuri, hubungan yang baik antara bapak dan anak
Sumatanaya dengan Jarot.
2) Perekonomian, yaitu dalam Serat Riyanta, cara hidup masyarakat
berstatus perekonomian menengah ke atas dan stategi masyarakat
berstatus ekonomi menengah ke bawah. Jago Kluruk, sumber daya
manusia yang terampil dapat mengubah status perekonomian, dan
pembukaan lahan di hutan untuk pengembangan perekonomian,
dalam Jaman Kawuri tentang berbagai macam profesi pekerjaan
demi perubahan status perekonomian, dan roda perekonomian terus
berputar kadang di atas kadang di bawah, dalam Ratu Mahadanta
tentang amanat dari rakyat demi kelangsungan hidup rakyat, dalam
Rembulan Ndadari, roda perekonomian berputar kadang di atas
kadang di bawah, dan pantang menyerah dalam menjalani
kehidupan.
3) Politik, dalam Jaman Kawuri tentang pemindahan kekuasaan raja
dan menghindar dari tanggung jawab bukanlah solusi, dalam Ratu
Mahadanta yaitu mengankat jabatan yang bukan haknya demi
ketenteraman warga desa, dalam Rembulan Ndadari tentang
hukuman sesuai dengan tindak kejahatan.
4) Pendidikan, dalam Serat Riyanta, pendidikan yang tinggi
mempengaruhi pemikiran seseorang dalam menentukan jodoh,
Jago Kluruk tentang kemajuan desa atau kota dapat mempengaruhi
sektor pendidikan, dalam Ratu Mahadanta tentang juru susila
sebagai pengajar, dalam Rembulan Ndadari tentang persamaan hak
dan kewajiban dalam memperdalam pendidikan.
5) Cinta Kasih, terdapat dalam Serat Riyanta yaitu cinta kasih antara
Raden Kertaubaya dengan Raden Rara Subiyah, dan cinta kasih
antara Martini dengan Endra.
6) Agama, dalam Jago Kluruk, menyebut Ratu sebagai Tuhan yang
membawa kemakmuran, dalam Jaman Kawuri, bersyukur kepada
Alloh dan berserah diri kepada Alloh, dalam Rembulan Ndadari
tentang selalu ingat pada Allah.
Vol /0 2 / No. 03 / Mei 2013
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahsa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 87
2. Pembelajaran Kumpulan Novel Rembulan Ndadari di SMA Kelas XI
Tujuan dari pembelajaran yaitu kurikulum tingkat satuan
pendidikan tujuan pembelajaran sastra mengacu pada standar
kompetensi, kompetensi dasar dan indikator. Strategi yang digunakan,
dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu tahap penjelajahan, tahap
interpretasi, dan tahap rekreasi. Bahan pembelajaran, pemilihan bahan
pengajaran meliputi segi bahasa, segi psikologis, dan segi latar
belakang. Metode pembelajaran, antara lain metode ceramah, jigsaw,
diskusi dan penugasan. Sumber belajar kumpulan novel Rembulan
Ndadari dan buku penunjang lain seperti LKS. Waktu, dalam
pengaturan waktu disesuaikan dengan materi sehingga tidak ada waktu
yang terbuang percuma, untuk pembelajaran bahasa jawa 2×45 menit.
Evaluasi pembelajaran menggunakan tes essai.
2. Saran
Peneliti berharap penelitian tentang novel ini dapat dikaji dengan
jenis kajian yang lain, dan lebih sempurna dimasa yang akan datang.
Bagi pendidik diharapkan lebih banyak mengenalkan siswa tentang
sastra-sastra Jawa, khususnya novel dengan cara mengakaji novel
dengan berbagai macam kajian sastra agar kemampuan dan pengetahan
siswa bertambah. Bagi siswa diharapkan lebih meningkatkan intensitas
membaca, karena novel tidak hanya sekedar dibaca, namun banyak
amanat-amanat yang tersirat dalam novel yang dapat dijadikan teladan
hidup.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta.
Faruk. 2010. Pengantar Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Vol /0 2 / No. 03 / Mei 2013
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahsa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 88
Nurgiantoro, Burhan. 1994. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta : Gadjah
Mada University Press.
Purwo, Bambang Kaswanti. 1991. Bulir-bulir Sastra dan Bahasa
Pembaharuan Pengajaran. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori Metode dan Teknik Penelitian Sastra.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sufanti, Main. 2012. Strategi Pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.
Surakarta: Yurna Pustaka.
Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta:
Duta Wacana University Press.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Bandung: Alfabeta.
Sulanjari Bambang; HR Utami (Eds). 2010. Rembulan Ndadari.
Yogyakarta: Panji Pustaka.
Tarigan, Henry Guntur. 1984. Prinsip-Prinsip Dasar Sastra. Bandung:
Angkasa.
Waluyo, Herman J. 2011. Pengkajian dan Apresiasi Prosa Fiksi. Surakarta:
Sebelas Maret University Press.