Kajian Dampak Tol Laut Terhadap Disparitas Harga
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
1 -
download
0
Transcript of Kajian Dampak Tol Laut Terhadap Disparitas Harga
LAPORAN AKHIR
Kajian Dampak Tol Laut Terhadap Disparitas Harga
Pusat Pengkajian Perdagangan Dalam Negeri Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan
Kementerian Perdagangan Republik Indonesia
2019
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan i
PELAKSANA KAJIAN
Kajian “Kajian Kemungkinan Penerapan Satu Harga Pada Komoditi
Semen” dilaksanakan oleh Pusat Pengkajian Perdagangan Negeri, Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan, Kementerian Perdagangan pada Tahun Anggaran 2018 dengan susunan Tim Pengkajian sebagai berikut:
Penanggung Jawab : Rachmad Erland Danny D.
Koordinator : Dwi Wahyuniarti Prabowo
Anggota : Yati Nuryati
Aditya Priantomo
Asih Yulianti
Rizqi Muflicha Pambayun
Tenaga Ahli : R. Budi Setiawan
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan ii
KATA PENGANTAR
Puji Syukur Kepada Tuhan Yang Maha Esa Tim Peneliti Pusat Pengkajian
Perdagangan Dalam Negeri dapat menyelesaikan Laporan “Kajian Dampak Tol
Laut Terhadap Disparitas Harga” sesuai pada waktunya. Kajian ini merupakan
usulan dari Direktorat Sarana Distribusi dan Logistik, Kementerian Perdagangan
dimana perlu dibuat suatu kajian karena dari hasil pantauan evaluasi di
lapangan, terdapat indikasi barang yang mendapat subsidi melalui program Tol
Laut masih belum efektif untuk membantu penurunan disparitas harga barang
pokok di daerah tertinggal, terpencil, terluar, dan perbatasan.
Pada kesempatan ini, tim peneliti mengucapkan banyak terima kasih pada
semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu
terselasaikannya laporan ini. Sebagai penutup, semoga hasil kajian ini dapat
digunakan sebagai bahan bahan masukan bagi perbaikan dalam pelaksanaan
program Tol Laut ke depannya. Tim Peneliti menyadari bahwa hasil kajian ini
masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan masukan, saran
dan kritik yang sifatnya membangun untuk perbaikan kajian selanjutnya.
Jakarta, November 2019
Pusat Pengkajian Perdagangan Dalam Negeri
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan iii
ABSTRAK Kajian Dampak Tol laut Terhadap Disparitas Harga
Program Tol Laut merupakan salah satu program prioritas pemerintah
yang mulai beroperasi sejak tahun 2016. Pelaksanaannya diharapkan dapat membawa dampak secara langsung khususnya terhadap penyediaan barang kebutuhan pokok yaitu ketersediaan yang lebih terjamin, berkurangnya fluktuasi harga antar waktu dan disparitas harga antar daerah, serta memfasilitasi pemasaran produk unggulan daerah melalui angkutan muatan balik. Namun hasil pantauan evaluasi di lapangan, terdapat indikasi barang yang mendapat subsidi melalui program Tol Laut masih belum efektif untuk membantu penurunan disparitas harga barang pokok di daerah tertinggal, terpencil, terluar, dan perbatasan. Tujuan kajian ini adalah menganalisis dampak program Tol Laut terhadapa disparitas harga, serta mengidentifikasi permasalahan dalam pelaksanaannya. Disparitas harga komoditi pangan (beras, gula, minyak goreng dan daging ayam) secara nasional membaik pada periode 2016-2019 dengan rata-rata penurunan disparitas sebesar 20%. Hasil estimasi menunjukkan bahwa penurunan tarif Tol Laut mempunyat pengaruh terhadap penurunan disparitas harga pangan dan signifikan secara statistik. Namun demikian, subsidi pada biaya pengiriman barang melalui Tol Laut sebesar 50% hanya dapat menurunkan disparitas harga pangan sebesar 6,9%. Dampak Tol Laut terhadap penurunan dispraitas harga masih relatif kecil. Hal ini diduga disebabkan oleh beberapa permasalahan antara lain jadwal keberangkatan dan kedatangan kapal tidak tepat dan waktu perjalanan kapal yang relatif lebih lama dibandingkan kapal regular, ketidakpastian ketersediaan ruang muat kapal, biaya buruh bongkar muat bervariasi, infrastruktur pelabuhan masih terbatas, dan masih rendahnya pemanfaatan muatan balik karena komoditas yang terbatas. Oleh karena itu perlu perbaikan rute trayek kapal Tol Laut untuk meningkatkan efisiensi rute, pengawasan berkala terhadap kinerja operator Tol Laut untuk memperbaiki ketepatan jadwal kapal, perbaikan infrastruktur yang diperlukan untuk meningkatkan efisiensi bongkar muat, mengkaji keberadaan Gerai Maritim sebagai pusat konsolidasi komoditas, dan meningkatkan pengawasan dan monitoring harga bapok maupun barang-barang lainnya yang diangkut oleh Tol Laut.
Kata kunci: Tol Laut, Disparitas Harga, Barang Pokok, Koevisien Keragaman
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan iv
ABSTRACT The Impact of Sea Tolls Program on Price Disparity
The Sea Toll Program is one of the government's priority programs that
began operating in 2016. Its implementation is expected to have a direct impact, especially on the supply of staple goods by guaranteed availability, reduced price fluctuations and price disparity among regions, and facilitating marketing of regions leading product through payload transportation. However, there are indications that goods that are subsidized through the Sea Toll program are still not effective in helping to reduce the disparity in prices of staple goods in disadvantaged, remote, outermost, and border areas. The purpose of this study is to analyze the impact of the Sea Toll program on price disparity, and identify problems in its implementation. National commodity price disparity (rice, sugar, cooking oil and chicken meat) improved in the 2016-2019 period with 20% average reduction. Estimation results show that the reduction in the Sea Toll tariff has a significant effect on reducing food price disparity and is statistically significant. However, a 50% subsidy on the cost of shipping goods through the Sea Toll can only reduce food price disparities by 6,9%. The impact of the Sea Toll on the decrease in price disparity remains relatively small. This is thought to be caused by a number of problems including ship departure and arrival schedules that are not appropriate and shiping travel times that are relatively longer than regular ships, uncertainty of the availability of loading and unloading ships, varying loading and unloading labor costs, port infrastructure is still limited, and the low utilization of cargo because of limited commodities. Therefore, it is necessary to improve the route of the Sea Toll ship to improve time efficiency, periodic monitoring of the performance of Sea Toll operators to improve the accuracy of ship schedules, infrastructure needed to improve loading and unloading efficiency, assess the existence of the Gerai Maritim as a commodity consolidation center, and improve supervision and monitoring the prices of staple goods and other goods transported by the Sea Toll. Keywords: Sea Toll, Price Disparity, Staple Goods, Coefficient Variation
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan v
DAFTAR ISI
PELAKSANA KAJIAN ........................................................................................... i
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
ABSTRAK ............................................................................................................ iii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ................................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ viii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................ 1
1.1. Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah Penelitian ............................................................. 2
1.3. Tujuan Pengkajian ................................................................................. 4
1.4. Output Pengkajian ................................................................................. 5
1.5. Perkiraan Manfaat dan Dampak ............................................................ 5
1.6. Ruang Lingkup Pengkajian .................................................................... 5
1.7. Sistematika Laporan .............................................................................. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 7
2.1. Konsep Nawacita dan Tol Laut .............................................................. 7
2.2. Konsep Stabilitas Harga ...................................................................... 10
2.3. Konsep Disparitas Harga ..................................................................... 11
2.4. Penelitian Terdahulu ............................................................................ 12
2.5. Kerangka Pemikiran Penelitian ............................................................ 13
BAB III METODOLOGI ..................................................................................... 15
3.1. Data, Sumber Data dan Metode Pengumpulan Data ........................... 15
3.2. Metode Analisis ................................................................................... 16
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 24
4.1. Tinjauan Pelaksanaan Program Tol Laut ............................................. 24
4.1.1. Perkembangan Pelaksanaan Tol Laut .......................................... 24
4.1.2. Proses Pengiriman Barang Melalui Tol Laut ................................. 28
4.2. Dampak Tol Laut terhadap Disparitas Harga ....................................... 31
4.2.1. Dampak Tol Laut terhadap Disparitas Harga dengan Pendekatan
Koevisien Variasi .......................................................................... 31
4.2.2. Dampak Tol Laut terhadap Disparitas Harga dengan Pendekatan
Persamaan Ekonometrika ............................................................ 37
4.3. Permasalahan dalam Pelaksanaan Tol Laut ........................................ 40
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan vi
4.3.1. Identifikasi Permasalahan Dalam Pelaksanaan Tol Laut .............. 40
4.3.2. Importance Performance Analysis Pelaksanaan Program Tol Laut...
..................................................................................................... 52
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN ............................... 57
5.1. Kesimpulan .......................................................................................... 57
5.2. Rekomendasi Kebijakan ...................................................................... 58
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 61
LAMPIRAN ........................................................................................................ 63
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan vii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1. Disparitas Harga Antar Wilayah Periode Tahun 2012-2015
dan 2016-2018.......................................................................
3
Tabel 3.1. Tabel Skoring Skala Likert Tingkat Kepentingan IPA............. 20
Tabel 3.3. Tabel Skoring Skala Likert Tingkat Kinerja IPA...................... 20
Tabel 4.1. Perhitungan Koefisien Keragaman Harga Antar Waktu
(Volatilitas Harga)……………….............................................
33
Tabel 4.2. Perhitungan Koefisien Keragaman Harga Antar Wilayah
(Disparitas Harga)……...........................................................
34
Tabel 4.3. Perbedaan Harga Komoditi di Wilayah Hub dan Kota
Survey Tol Laut Tahun 2015..................................................
35
Tabel 4.4. Perbedaan Harga Komoditi di Wilayah Hub dan Kota
Survey Tol Laut Tahun 2019..................................................
35
Tabel 4.5. Harga Komoditi yang Diangkut Tol Laut tahun 2015 dan
2019…………………………...................................................
36
Tabel 4.6. Hasil Ekonometrik Dampak Kebijakan Tol Laut Terhadap
Disparitas Harga……………...................................................
38
Tabel 4.7. Perbandingan Angkutan Tol Laut dengan Reguler di Trayek
Survey………………………....................................................
48
Tabel 4.8. Perbandingan Angkutan Tol Laut dengan Reguler................ 50
Tabel 4.9. Atribut Identifikasi Permasalahan dalam Tol Laut.................. 52
Tabel 4.10. Atribut Pada Kuadran I: Prioritas Utama................................ 55
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Keterkaitan Transaportasi – Pertumbuhan Ekonomi –
Kesejahteraan Rakyat………………….................................
7
Gambar 2.2. Konsep Stabilitas Harga…………………….......................... 10
Gambar 2.3. Kerangka Pemikiran Penelitian………………………………. 14
Gambar 3.1. Diagram Kuadran Kinerja IPA.............................................. 23
Gambar 4.1. Pola Subsidi Program Tol Laut: Subsidi Pengoperasian
Kapal……………………………………..................................
25
Gambar 4.2. Pola Subsidi Program Tol Laut: Subsidi Pemanfaatan
Ruang Muat Kapal…………………………………….............
26
Gambar 4.3. Pola Subsidi Program Tol Laut: Kombinasi Subsidi Tarif
dan Operasi Kapal……………………..................................
27
Gambar 4.4. Proses Pengiriman Barang dengan Tol Laut........................ 29
Gambar 4.5. Proses Pengiriman Barang Dengan Tol Laut
Menggunakan Aplikasi Informasi Muatan Ruang Kapal
(IMRK)……………………………….......................................
30
Gambar 4.6. Plot Atribut Tol Laut Pada Kuadran Kepentingan-Kinerja
IPA………………………………………..................................
54
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tol Laut merupakan salah satu program prioritas Presiden Joko Widodo
dalam membangun sektor kemaritiman untuk menggerakkan roda perekonomian
secara efisien dan merata. Dalam pelaksanaannya, program ini melibatkan
beberapa Kementerian/Lembaga antara lain Kementerian Perhubungan,
Kementerian Perdagangan, beserta Pemerintah Daerah dan Operator Kapal.
Tujuan program ini adalah untuk mewujudkan konektivitas laut secara efektif
melalui kapal yang berlayar secara rutin dan terjadwal dari Barat sampai ke
Timur Indonesia. Dengan terwujudnya konektivitas diharapkan dapat
meningkatkan kelancaran distribusi dan mengurangi disparitas harga khususnya
bahan pokok di daerah tertinggal, terpencil, terluar, dan perbatasan. Sejak tahun
2015 sampai dengan 2018, Tol Laut telah melayani 15 trayek (rute). Rute yang
sudah berjalan pada tahun 2016 sebanyak 7 trayek, tahun 2017 mencapai 13
trayek, dan pada tahun 2018 mencapai 15 trayek. Sedangkan di tahun 2019
bertambah menjadi 18 trayek secara keseluruhan.
Untuk meningkatkan efektivitas Program Tol Laut dalam menurunkan
disparitas harga, Pemerintah kemudian menambahkan Program Gerai Maritim
yang implementasinya memanfaatkan Tol Laut. Dengan adanya Gerai Maritim
yang merupakan bentuk partisipasi Kementerian Perdagangan diharapkan dapat
meningkatkan kelancaran arus barang, peningkatan perdagangan antar pulau
dan menjaga ketersediaan barang sesuai dengan amanat Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan, Peraturan Presiden No 71 Tahun
2015 Tentang Penetapan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan
Barang Penting, dan Permendag 29 tahun 2017 tentang Perdagangan Antar
Pulau. Program kerja ini juga sejalan dengan Program Kerja dari Pemerintah
dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik untuk angkutan barang yang
dituangkan dalam Peraturan Presiden No. 70 Tahun 2017 Tentang
Penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan Publik Untuk Angkutan Barang dari dan
ke Daerah Tertinggal, Terpencil, Terluar dan Perbatasan.
Peran Kementerian Perdagangan Sesuai Arahan Peraturan Presiden
Nomor 70 Tahun 2017 adalah berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 2
melakukan pendataan, pemantauan dan evaluasi jenis, jumlah dan harga barang
dari dan ke di masing-masing daerah yang masuk dalam program pelayanan
publik untuk angkutan barang di laut, darat dan udara dan program
pendukungnya. Peran lainnya adalah dengan mengatur jenis barang lainnya
yang dapat diangkut dalam program pelayanan publik untuk angkutan barang di
laut, darat dan udara sesuai usulan dari Pemerintah Daerah dan instansi terkait.
Tugas pengaturan jenis barang tersebut kemudian dituangkan dalam Peraturan
Menteri Perdagangan Nomor 38 Tahun 2018 Tentang Jenis Barang yang
Diangkut dalam Program Pelayanan Publik untuk Angkutan Barang dari dan ke
Daerah Tertinggal, Terpencil, Terluar, dan Perbatasan.
1.2. Perumusan Masalah Penelitian
Dampak yang diharapkan dari pelaksanaan program Tol Laut secara
langsung terhadap penyediaan barang kebutuhan pokok adalah ketersediaan
barang kebutuhan pokok dan barang penting yang lebih terjamin, berkurangnya
fluktuasi harga antar waktu dan mengurangi disparitas harga antar daerah, serta
memfasilitasi pemasaran produk unggulan daerah melalui arus muatan balik.
Lebih jauh, program Tol Laut juga diharapkan dapat memberikan dampak tak
langsung seperti berkurangnya tarif ongkos kapal swasta dan meningkatnya
investasi di daerah, khususnya untuk meningkatkan nilai tambah sebagai muatan
balik.
Penurunan harga barang yang diangkut dan juga disparitas harga dari
wilayah yang disinggahi oleh Tol Laut merupakan salah satu dari dampak yang
diharapkan dari pelaksanaan program Tol Laut. Sayangnya, upaya untuk
mengetahui seberapa besar dampak Tol Laut terhadap fluktuasi dan disparitas
harga saat ini masih terkendala keterbatasan data. Ketersediaan data harga
sebagai indikator utama saat ini masih terbatas karena tidak semua daerah
melaporkan perkembangan harga secara rutin kepada Kementerian
Perdagangan.
Hasil penelitian Vitasari (2017) yang meneliti dampak tol laut dengan
membandingkan perubahan indeks harga di wilayah hub dengan wilayah yang
dilalui Tol Laut menyimpulkan bahwa Tol laut belum efektif dalam menurunkan
disparitas harga komoditi karena muatan yang masih relatif kecil, beberapa rute
masih bersinggungan dengan rute pelayaran niaga kapal swasta, market share
serta loading kapal yang belum menunjukkan peningkatan yang signifikan.
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 3
Sementara menurut Adam (2015) sejumlah kendala utama yang harus
dipecahkan dalam implementasi konsep tol laut berupa ketidakseimbangan arus
muatan, dimana arus muatan dari kawasan timur Indonesia ke kawasan barat
lebih sedikit dibandingkan ke arah sebaliknya, penggunaan kapal berukuran tiga
ribu TEUs dinilai tidak dimiliki oleh perusahaan pelayaran nasional, dan
kebutuhan pendanaan untuk pengembangan infrastruktur terutama pelabuhan
yang sangat besar.
Sementara, hasil perhitungan awal terhadap disparitas harga sebelum
pelaksanaan program Tol Laut dengan periode tahun 2012 – 2015 dan sesudah
pelaksanaan program Tol Laut dengan periode tahun 2016 – 2018 diperlihatkan
pada Tabel 1.1. Harga komoditi beras, minyak goreng, gula, dan semen
diagregasi menurut kawasan pulau Sumatera, Jawa – Bali – NTB, Sulawesi,
Kalimantan, Maluku – NTT, dan Papua. Perhitungan disparitas harga per
kawasan tersebut menunjukkan bahwa secara umum terjadi perbaikan disparitas
harga setelah dimulainya program Tol Laut. Namun terdapat kenaikan disparitas
harga pada dua komoditi yaitu komoditi beras di wilayah Sumatera dan komoditi
minyak goreng di wilayah Maluku – NTT.
Tabel 1.1. Disparitas Harga Antar Wilayah Periode Tahun 2012-2015 dan
2016-2018
BerasMinyak
GorengGula Semen Beras
Minyak
GorengGula Semen
Sumatera 10,53 9,75 27,47 5,42 13,86 5,43 4,81 9,51
Jawa, Bali, NTB 5,16 5,94 5,81 3,91 6,02 5,59 5,03 11,05
Sulawesi 9,44 7,85 3,70 8,72 6,19 5,64 4,17 12,67
Kalimantan 9,60 12,92 3,65 5,50 5,73 6,36 2,46 5,91
Maluku dan NTT 12,31 5,21 4,34 14,45 6,38 7,22 4,18 8,14
Papua 13,05 6,13 2,16 5,34 6,62 5,69 5,40 4,67
Pulau
Sebelum Tol Laut Setelah Tol Laut
Disparitas Harga (%)
2012-2015 2016-2018
Sumber: Disperindag, diolah
Hasil penelitian sebelumnya dan hasil perhitungan awal dari disparitas
harga di atas belum dapat memberikan gambaran yang pasti akan dampak
program Tol Laut terhadap disparitas harga karena belum memisahkan pengaruh
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 4
faktor-faktor lain selain program Tol Laut. Sementara fluktuasi dan disparitas
harga itu sendiri dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya tantangan dasar
berupa faktor musim, keterpencilan, dan karakteristik komoditi. Faktor masalah
logistik dan rantai pasok juga mempengaruhi seperti infrastruktur, jaringan
distribusi, sistem infromasi, dan penyedia jasa logistik. Kesemuanya
menyebabkan adanya gap karena faktor geografis dan harga. Selain itu
kebijakan lainnya seperti operasi pasar yang dilakukan pemerintah juga tentunya
memberikan pengaruh terhadap fluktuasi dan disparitas harga di suatu daerah.
Direktorat Sarana Distribusi dan Logistik, Kementerian Perdagangan
mengusulkan untuk dibuat suatu kajian karena dari hasil pantauan evaluasi di
lapangan, terdapat indikasi barang yang mendapat subsidi melalui program Tol
Laut masih belum efektif untuk membantu penurunan disparitas harga barang
pokok di daerah tertinggal, terpencil, terluar, dan perbatasan. Oleh karena itu
kajian ini diharapkan dapat menganalisis bagaimana perkembangan disparitas
harga bahan pangan pokok di wilayah yang dilalui Tol Laut, serta bagaimana
permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan Tol Laut sampai saat ini.
Berdasarkan perumusan masalah penelitian yang telah dijelaskan diatas,
maka pertanyaan penelitian, adalah:
a. Bagaimana dampak program Tol Laut terhadap penurunan disparitas
harga komoditas ?
b. Bagaimana permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan program Tol
Laut?
c. Apa rekomendasi kebijakan untuk mendukung pemanfaatan program Tol
Laut dalam rangka menurunkan disparitas harga komoditas ?
1.3. Tujuan Pengkajian
Adapun tujuan dari kajian ini adalah :
a. Menganalisis dampak program Tol Laut terhadap penurunan disparitas
harga komoditas.
b. Mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan
program Tol Laut.
c. Merumuskan rekomendasi kebijakan untuk mendukung pemanfaatan
program Tol Laut dalam penurunan disparitas harga komoditas.
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 5
1.4. Output Pengkajian
Adapun ouput dari kajian ini adalah:
a. Dampak program Tol Laut terhadap penurunan disparitas harga.
b. Hasil identifikasi permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan program
Tol Laut.
c. Usulan rekomendasi kebijakan untuk mendukung pemanfaatan program
Tol Laut dan Gerai Maritim dalam penurunan disparitas harga komoditas.
1.5. Perkiraan Manfaat dan Dampak
Melalui pelaksanaan kajian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi
pemerintah dalam pengembangan pelaksanaan dan pemanfaatan program Tol
Laut dalam membantu penurunan disparitas harga terutama di wilayah-wilayah
tertinggal, terpencil, terluar, dan perbatasan.
1.6. Ruang Lingkup Pengkajian
Kajian ini akan dibatasi ruang lingkupnya pada aspek yang diteliti yaitu:
a. Komoditi: bahan pangan pokok yang diangkut melalui program Tol Laut
yaitu beras, gula, minyak goreng, dan daging ayam.
b. Kebijakan terkait pelaksanaan program Tol Laut yang dikeluarkan oleh
Pemerintah.
1.7. Sistematika Laporan
Laporan kajian akan disusun dalam 5 (lima) Bab dengan sistematika
sebagai berikut:
Bab I. Pendahuluan. Bagian ini terdiri dari latar belakang yang menjelaskan
isu serta rumusan permasalahan terkait program Tol Laut serta
pentingnya kajian ini untuk dilaksanakan, tujuan penelitian, keluaran,
manfaat serta ruang lingkup kajian.
Bab II. Tinjauan Pustaka. Bagian ini terdiri dari gambaran umum, teori serta
hasil penelitian sebelumnya terkait dengan penerapan program Tol Laut.
Secara spesifik membahas terkait konsep Nawacita dan Tol Laut,
konsep stabilitas dan disparitas harga, serta studi sebelumya terkait
dengan evaluasi pelaksanaan Tol Laut.
Bab III.Metode Penelitian. Bagian ini menjelaskan metode analisis yang
digunakan, sumber data dan teknis pengumpulan data serta daerah
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 6
penelitian. Metode yang digunakan adalah koefisien keragaman dan
pendekatan ekonometrik serta Important Performance Anaysisi (IPA).
Bab IV. Hasil dan Pembahasan. Bagian ini merupakan isi dari laporan kajian
yang membahas mengenai mekanisme pelaksanaan program Tol Laut,
dampak tol laut terhadap disparitas harga dan identifikasi masalah
dalam pelaksanaan.
Bab V. Kesimpulan dan Rekomendasi Kebijakan. Bagian ini menjelaskan
mengenai kesimpulan dari hasil penelitian serta usulan rekomendsi
kebijakan terkait dengan pelaksanaan program Tol Laut.
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Nawacita dan Tol Laut
Nawacita merupakan strategi khusus Presiden Joko Widodo (Jokowi)
selama periode 2015-2019. Nawa Cita, dengan sembilan agenda strategis
pembangunan untuk mewujudkan cita-cita bangsa ini menjadi bangsa yang
berdaulat, mandiri, dan berkepribadian dengan berlandaskan gotong royong.
Nawa Cita digagaskan untuk memperkuat rancangan Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015–2019 yang kemudian ditetapkan
sebagai Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2015. Di dalam RPJMN, Nawa Cita
diwujudkan menjadi strategi yang memiliki tiga dimensi pembangunan, yaitu
Pembangunan Manusia, Pembangunan Sektor Unggulan, serta Pemerataan dan
Kewilayahan. Secara utuh amanah yang disampaikan dalam Nawacita untuk
kepentingan sektor perdagangan yaitu (i) Menjaga stabilitas dan ketersediaan
bahan pokok serta mengutamakan penyerapan produksi dalam negeri, (ii)
meningkatkan ekspor dan menjaga neraca perdagangan serta (iii) membangun
dan merevitalisasi pasar rakyat.
Gambar 2.1. Keterkaitan Transaportasi – Pertumbuhan Ekonomi –
Kesejahteraan Rakyat
Sumber: Achmadi, Supply Chain Indonesia , 2017
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 8
Terdapat keterkaitan antara transportasi dengan pertumbuhan ekonomi
dan kesejahteraan masyarakat. Transportasi berperan dalam perdagangan dan
mobilitas barang serta mobilitas sosial dan penumpang. Transportasi dalam
perdagangan dan mobilitas barang berpengaruh secara langsung terutama
terhadap pertumbuhan ekonomi yang pada akhirnya mempengaruhi
kesejahteraan masyarakat.
Transportasi laut dapat menjadi salah satu solusi untuk mengurangi
disparitas harga barang kebutuhan pokok dan barang penting. Pengembangan
konektivitas Pulau Jawa, sebagai pusat produksi dan konsumsi barang, dengan
pulau-pulau lainnya di Indonesia harus disertai dengan muatan balik dari pulau-
pulau tersebut ke Pulau Jawa. Hal ini menuntut ketersediaan volume komoditas
sebagai bahan baku industri atau barang hasil produksi di pulau-pulau lain.
Barang hasil produksi akan tersedia jika simpul-simpul di luar Pulau Jawa
tumbuh menjadi pusat produksi. Transportasi laut yang efektif dan efisien
menjadi tuntutan masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan semua daerah
di Indonesia. Hal ini memerlukan koordinasi antar sektor yang berperan dalam
kegiatan logistik, termasuk transportasi laut (Achmadi, 2017).
Tol Laut merupakan salah satu program utama Presiden Joko Widodo
yang telah dicanangkan pada tanggal 4 November 2015. Program tol laut adalah
program yang digagas dengan dasar bahwa masih adanya kesenjangan antara
wilayah Indonesia bagian barat dengan Indonesia bagian timur. Oleh karena itu
perlu dilakukan suatu upaya bagaimana agar dapat mendistribusikan barang
sehingga dapat terjangkau dan mengurangi disparitas harga melalui peningkatan
efisiensi biaya logistik.
Biaya logistik di Indonesia yang besarnya sekitar 24% dari Gross Domestic
Product (GDP) relatif masih tinggi. Biaya logistik yang tinggi menjadikan harga
barang di Indonesia menjadi lebih mahal. Hal ini terutama disebabkan karena
transportasi darat masih memegang peranan sebesar 54% dari kegiatan logistik,
sementara itu hampir 60% kawasan Indonesia adalah laut. Sebagai
perbandingan biaya logistik di Indonesia lebih mahal yaitu biaya logistik di
kawasan Asia Tenggara hanya sekitar 10-15% (Morgan Stanley, 2014 dalam
Martono, 2016). Untuk menangani biaya logistik yang tinggi, pemerintah
mengembangkan konsep Tol Laut, yaitu dengan membangun konektivitas laut
berupa kapal pelayaran yang rutin dan terjadwal. Oleh karena itu program Tol
Laut mempunyai konsep besar, yaitu:
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 9
“Mewujudkan konektivitas laut secara efektif melalui kapal yang berlayar
secara rutin dan terjadwal dari Barat sampai ke Timur Indonesia dengan tujuan
meningkatkan kelancaran distribusi dan mengurangi disparitas harga di Daerah
Tertinggal, Terpencil, Terluar, dan Perbatasan”
Program Tol Laut merupakan salah satu pilar guna mendukung Indonesia
menjadi negara poros maritim dunia dalam mewujudkan visi Indonesia Hebat,
sekaligus untuk menegaskan bahwa negara benar-benar hadir ke seluruh daerah
lewat kapal-kapal yang terjadwal rutin berlayar. Tol Laut sebagai sebuah konsep
dirancang untuk memperkuat jalur pelayaran yang ditujukan bagi pemerataan
pertumbuhan ke Indonesia bagian timur, menurunkan biaya logistik, juga
menjamin ketersediaan pokok strategis di seluruh wilayah Indonesia dengan
harga relatif sama sehingga kesejahteraan rakyat semakin merata. Dengan kata
lain, Tol Laut merupakan salah satu upaya dalam rangka menekan disparitas
harga serta memeratakan pembangunan ekonomi berkeadilan di seluruh wilayah
Indonesia serta peningkatan konektivitas di daerah terdepan, terluar, dan
tertinggal (3T) dengan memanfaatkan laut, samudera, selat, dan teluk (SCI
dalam Bisnis Indonesia, 2014).
Program tol laut dirancang untuk membangun konektivitas antara kawasan
Barat Indonesia dengan kawasan Timur Indonesia yang bertujuan meningkatkan
kelancaran arus barang dan logistik serta menekan biaya logistik. Dalam
perjalanannya, program Tol laut bahkan telah berkembang menjadi semacam
lokomotif bagi pembangunan di Indonesia, utamanya pembangunan di kawasan
Indonesia Timur.
Program tol laut diharapkan akan dapat mempercepat integrasi antara
kawasan pelabuhan dengan kawasan industri dan kawasan ekonomi, kawasan
pertumbuhan ekonomi serta kluster-kluster ekonomi untuk menopang kebutuhan
akan arus barang dan logistik di pelabuhan. Untuk dapat menopang kebutuhan
arus barang dan logistik antar wilayah, bersamaan dengan pelaksanaan program
tol laut juga dikembangkan kawasan industri atau kawasan ekonomi baru di
sekitar pelabuhan utama muapun pelabuhan pengumpul sehingga terjadi
keseimbangan pengangkutan barang, khususnya antara wilayah Indonesia Barat
dengan Indonesia Timur.
Untuk meningkatkan efektivitas penurunan disparitas harga, Pemerintah
melengkapi program Tol Laut dengan program Gerai Maritim. Gerai Maritim
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 10
adalah kegiatan untuk mendistribusikan barang khususnya Barang Kebutuhan
Pokok dan Barang Penting ke daerah terpencil, terluar, dan perbatasan, dengan
tujuan menurunkan atau mengurangi disparitas harga. Gerai Maritim secara
khusus bertujuan untuk mengurangi biaya distribusi, mempromosikan produk
unggulan daerah sebagai muatan balik, menciptakan keseimbangan antara
daerah surplus dan minus, serta meningkatkan investasi.
2.2. Konsep Stabilitas Harga
Rangsangan ekonomi dalam bentuk tingkat harga yang menguntungkan,
merupakan faktor paling penting bagi petani/ produsen untuk meningkatkan
produksinya, seperti juga berlaku bagi setiap petani/ produsen di sektor-sektor
lain. Harga merupakan parameter utama dari kinerja pasar, karena perilaku
harga mencerminkan dinamika permintaan dan penawaran. Harga yang
berfluktuasi antar waktu dalam kurun waktu tertentu tidak memberikan
keuntungan bagi petani atau pun konsumen. Harga yang rendah dapat
menyebabkan petani dirugikan. Sebaliknya jika harga yang tinggi di sisi
konsumen juga tidak menerima keuntungan. Fluktuasi harga komoditas pada
dasarnya terjadi akibat ketidakseimbangan antara jumlah pasokan dan kuantitas
permintaan yang dibutuhkan oleh konsumen. Jika terjadi kelebihan pasokan
maka harga komoditas akan turun, sebaliknya jika terjadi kekurangan pasokan
maka harga cenderung akan naik. Kondisi ini perlu adanya stabilisasi harga.
Konsep stabilisasi harga (Hanani, 2008) sebagai berikut (Gambar 2.2.).
Gambar 2.2. Konsep Stabilitas Harga
Fluktuasi Harga Pangan
Harga Rendah Harga Tinggi
Petani dirugikan Konsumen dirugikan
Perlu Stabilisasi Harga
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 11
Dalam proses pembentukan harga tersebut perilaku petani dan pedagang
memiliki peranan penting karena mereka dapat mengatur volume penjualannya
yang disesuaikan dengan kebutuhan konsumen (Irawan, 2007). Upaya stabilisasi
harga juga perlu melihat faktor distribusi pangan dari wilayah surplus ke wilayah
yang defisit sehingga dapat mengurangi gejolak dan perbedaan harga yang lebih
tinggi yang dapat mendorong laju inflasi pangan.
Menurut Prastowo et.al (2008) dalam tulisannya menjelaskan bahwa
kekuatan pengendalian terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi
komoditas pangan disinyalir dapat mengurangi tekanan inflasi yang berasal dari
komoditas pangan. Secara garis besar akar penyebab instabilitas harga dapat
dibedakan menjadi 3 tipe sebagai berikut:
a. Instabilitas bawaan/alami atau “natural instability”
Dalam kasus ini, instabilitas harga disebabkan oleh variabilitas pasokan antar
musim atau antar waktu sebagai akibat dari variasi musiman dan atau
gangguan alam seperti ganguan hama penyakit, kekeringan, dan
sebagainya. Contoh paling nyata adalah instabilitas harga beras, cabai, dan
bawang merah.
b. Instabilitas yang diimpor (imported)
Dalam hal ini, instabilitas harga komoditas tertentu di dalam negeri
merupakan akibat dari harga di pasar internasional yang volatil, sementara
sebagian besar pasokan di dalam negeri berasal dari impor (Byerlee et al,
2005).
c. Instabilitas endogen (endogenous instability)
Yakni instabilitas yang tercipta dari perilaku pasar itu sendiri (Boussard, 1996;
Boussard et al, 2006). Instabilitas tipe ini terkait dengan ekspektasi yang
berlebihan pada pelaku pasar atas fenomena “Cob Web” dalam pasar
komoditas yang bersangkutan.
2.3. Konsep Disparitas Harga
Disparitas harga menunjukkan perbedaan harga antar wilayah satu dengan
wilayah lainnya lebih dikarenakan oleh perbedaan biaya distribusi (biaya logistik).
Disparitas harga terjadi karena adanya perbedaan harga yang sangat signifikan
atas suatu harga komoditas bahan pokok tertentu antar daerah. Disparitas harga
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 12
akan memberikan efek ketidakadilan dalam kemakmuran antar daerah (SCI
dalam Bisnis Indonesia, 2014).
Hasil penelitian Puskadagri (2018) terhadap komoditi semen menunjukkan
terdapat beberapa penyebab terjadinya disparitas harga antar wilayah yaitu (i)
transportasi yang tidak memadai khususnya di wilayah terpencil, (ii) Perbedaan
biaya logistik/ transportasi di masing-masing daerah, termasuk biaya pra logistik.
(iii) Perbedaan penggunaan moda transportasi dalam pendistribusian. (iv)
Perbedaan pengaturan jadwal transportasi antar daerah serta (vi) Perbedaan
strategi pemasaran tiap perusahaan. Harga tingkat eceran juga ditentukan oleh
strategi pemasaran toko pengecer dalam rangka memperebutkan pangsa pasar.
Untuk wilayah yang pasarnya kompetitif, biasanya harga yang terbentuk relatif
rendah dan sama antar pedagang pengecer dan sebaliknya.
2.4. Penelitian Terdahulu
Pelaksanaan program tol laut sudah berjalan sejak tahun 2015. Pada awal
dicetuskannya kebijakan tersebut, tol laut memiliki tujuan untuk mengurangi
disparitas harga di wilayah Indonesia bagian Tmur dan wilayah Indonesia bagian
barat. Kebijakan pemerintah mengenai tol laut dilaksanakan untuk melayari
angkutan barang, menjamin ketersediaan barang, mengurangi disparitas harga
dan menjamin kelangsungan pelayanan penyelenggaraan angkutan barang ke
daerah tertinggal, terpencil, terluar dan perbatasan. Kebijakan transportasi laut
ditetapkan sebagai urat nadi peningkatan pembangunan nasional untuk
kelancaran arus manusia, barang dan informasi (Kadarisman, 2016).
Disparitas harga dapat diukur dan berbanding lurus dengan besarnya
indeks harga komoditi. Akan tetapi, berdasarkan hasil beberapa penelitian
terdahulu, ternyata pelaksanaan Tol Laut belum bisa memberikan dampak yang
diharapkan secara maksimal, khususnya dalam menurunkan disparitas harga
komoditas. Hasil penelitian Vitasari (2017) menunjukkan bahwa secara umum tol
laut belum efektif dalam menurunkan disparitas harga komoditi yang dilihat dari
angka IHK dan inflasi. Tol laut hanya efektif dalam menurunkan nilai indeks
harga hanya pada komoditi tertentu yaitu minyak goreng dan daging sapi. Selain
itu, dari sejumlah trayek yang ditentukan dalam program tol laut terdapat rute
yang bersinggungan dengan rute pelayaran niaga kapal swasta yaitu rute
Jakarta-Makassar dan rute Makassar-Jakarta. Hal ini berarti rute tersebut kurang
bersaing dengan rute yang dilalui oleh kapal perusahaan swasta.
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 13
Secara umum, pelaksanaan program tol laut belum dapat menurunkan
harga secara maksimal karena muatan yang didistribusikan melalui tol laut masih
sangat kecil Jika dibandingkan dengan muatan nasional, armada tol laut masih
terbatas dibandingkan dengan armada nasional, masih terdapat rute yang
bersinggungan dengan rute pelayaran kapal niaga perusahaan swasta, market
share serta loading faktor kapal yang belum menunjukkan peningkatan yang
signifikan (Vitasari, 2017).
Namun demikian, volume angkutan setelah adanya tol laut mengalami
kenaikan jika dibandingkan sebelumnya (Andilas dan Liana, 2017). Sementara
itu, dalam kaitannya dengan program distribusi barang, Tol laut mempunyai
pengaruh terhadap 3 aspek, yaitu rute, frekuensi, juga pada volume muatan yang
diangkut. Ketiga aspek tersebut dalam tol laut saling mempengaruhi sehingga
pemerintah perlu memperhatikan aspek tersebut agar tujuan tol laut untuk
mengurangi disparitas harga di kawasan timur Indonesia dapat tercapai.
Penelitian lain juga menunjukkan program tol laut belum berjalan efektif
karena masih terdapat beberapa kendala secara internal, terutama yaitu waktu
bongkar muat, perizinan, kapasitas eksisting dan sumberdaya manusia.
Selanjutnya diperlukan kebijakan yang lebih luas agar konektivitas maritim
berjalan sesuai dengan tujuan dan sasaran yang ditetapkan yaitu mulai dari
perencanaan kebijakan yang lebih matang, perbaikan kondisi infrastruktur,
peningkatan SDM maritim dan memperkuat koordinasi antar instansi (Adam,
2015).
2.5. Kerangka Pemikiran Penelitian
Alur pemikiran dalam kajian Dampak Tol Luat Terhadap Disparitas Harga
diilustrasikan melalui Gambar 2.3.
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 14
PROGRAM TOL LAUT
Harga
Mutu
Geografis
Identifikasi Masalah
Pelaksanaan
Stabilitas & disparitas harga
wilayah yg dilalui
Kinerja Pelaksanaan
Program Tol Laut
Atribut Kinerja
KESENJANGAN (GAP)
STABILITAS & DISPARITAS
HARGA BAPOK
KoefisienKeragaman
Peringkat Masalah Dampak Tol Laut
RekomendasiKebijakan
Gambar 2.3. Kerangka Pemikiran Penelitian
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 15
1. BAB III METODOLOGI
3.1. Data, Sumber Data dan Metode Pengumpulan Data
Data dan Sumber Data
Kajian ini menggunakan sumber data sekunder dan data primer. Data
sekunder yang digunakan adalah harga komoditi, produksi, konsumsi, stok, biaya
transportasi, volume impor, harga impor dan data lainnya. Data-data tersebut
bersumber dari Kementerian Perdagangan, Kementerian Perhubungan,
Kementerian Pertanian, dan BPS. Sedangkan data primer diperoleh melalui
survey dan pelaksanaan diskusi. Survey dilaksanakan di 6 (enam) wilayah yang
dilalui rute Tol Laut dan mencerminkan wilayah hub dan wilayah tujuan, yaitu DKI
Jakarta, Surabaya, Natuna, Saumlaki, Tahuna, dam Timika. Survey dilaksanakan
untuk melengkapi data dan informasi yang belum tercakup di dalam data
sekunder dalam mendukung kajian Dampak Tol Laut terhadap disparitas harga.
Selain survey, pengumpulan data juga dilakukan melalui diskusi terbatas
yang dilaksanakan di DKI Jakarta dan di daerah. Diskusi terutama dilakukan
untuk mengidentifikasi hambatan dan permasalahan dalam pelaksanaan Tol
Laut. Selain itu juga dilakukan diskusi terbatas untuk mendapatkan masukan
terkait penyusunan rekomendasi kebijakan. Peserta diskusi di Jakarta maupun di
daerah terdiri dari pedagang, distributor, Operator Kapal (yang terlibat di tol laut
terutama wilayah Indonesia Timur), PT.Pelindo, Kementerian Perhubungan,
Kementerian Perdagangan (Direktorat Barang Pokok dan Barang Penting serta
Direktorat Sarana Distribusi dan Logistik), Asosiasi Trucking, Forwarder, serta
Pemerintah Daerah (dinas yang membidangi perdagangan serta perhubungan).
Metode Pengambilan Data
Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data melalui survey
dan diskusi terbatas. Survey dilakukan ke beberapa responden dengan bantuan
kuesioner dengan pertanyaan secara terbuka dan pertanyaan tertutup.
Responden penelitian ini yaitu distributor, agen, penjual eceran, perusahaan jasa
logistik, perusahaan pelayaran, serta instansi pemerintah. Metode pengambilan
data pada penelitian ini yaitu Stratified Random Sampling kecuali untuk
perusahaan pelayaran dan instansi pemerintah. Jumlah responden untuk wilayah
survei sebanyak 20 responden dengan rincian perusahaan pelayaran, distributor,
jasa logistik, dan instansi pemerintah.
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 16
3.2. Metode Analisis
Metode analisis penelitian ini secara umum menggunakan tiga metode
untuk melakukan (1) perhitungan volatilitas harga dan disparitas antar wilayah;
(2) Faktor-faktor yang mempengaruhi disparitas harga dan (3) Identifikasi
masalah dan kinerja pelaksanaan tol laut.
3.2.1. Volatilitas Harga dan Disparitas Harga Antar Wilayah
Beberapa penelitian sebelumnya mengenai disparitas telah dilakukan,
seperti oleh Darzal (2016) untuk mengukur disparitas pendapatan antar wilayah.
Dalam penelitian ini metode yang digunakan untuk mengukur disparitas
pendapatan antara wilayah menggunakan indeks Wiliamson dan model regresi
linear dengan data panel untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi
disparitas pendapatan. Sedangkan untuk mengukur fluktuasi dan disparitas pada
harga komoditi menggunakan pendekatan Coefficient of Variation atau koefisien
keragaman (KK) harga. Koefisien keragaman merupakan rasio antara simpangan
standar (standard deviation) dengan nilai rata-rata (mean).
Koefisien keragaman (KK) dinyatakan dalam persentase dan berguna
untuk melihat sebaran data dari rata-rata hitungnya (Walpole, 2000). Beberapa
penelitian sebelumnya yang telah menggunakan metode ini antara lain Nauly
(2016) dengan pendekatan koefisien keragaman untuk menganalisis volatilitas
disparitas harga cabe. Semakin kecil koefisien keragaman dari suatu kelompok
data maka data tersebut homogen dan ini berarti harga semakin stabil atau tidak
berfluktuasi. Koefisien keragaman dihitung dengan menggunakan rumus berikut:
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 17
Pada penelitian ini, metode yang digunakan untuk menganalisis volatilitas
dan disparitas harga adalah koefisien keragamaan. Hal ini dilakukan dengan
mempertimbangkan ketersediaan data. Analisis dilakukan melalui dua tahap.
Pertama menganalisis koefisien keragaman harga komoditi antar waktu untuk
melihat volatilitas harga komoditi dalam suatu periode. Kedua menganalisis
koefisien keragaman harga komoditi antar kota untuk membandingkan disparitas
harga di berbagai wilayah di Indonesia yang dilalui oleh tol laut.
Untuk melihat efektivitas dari kebijakan tol laut, maka analisis akan
dilakukan dalam dua periode yaitu periode sebelum ada program tol laut dengan
periode setelah ada program tol laut. Periode data yang digunakan untuk
mewakili periode sebelum tol laut adalah data harga bulanan periode tahun 2012
– 2015. Sementara, untuk menggambarkan perode setelah dimulainya program
tol laut menggunakan data harga bulanan periode tahun 2016 – 2019 per
September.
Penghitungan volatilitas harga dan disparitas harga antar wilayah dilakukan
untuk beberapa komoditi pangan pokok tertentu. Komoditi yang dipilih adalah
beras, gula, minyak goreng, dan daging ayam. Pemilihan komoditi tersebut
didasarkan pada komoditi yang rutin didistribusikan dengan menggunakan tol
laut.
3.2.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Disparitas Harga Komoditi
Hasil penelitian sebelumnya menjelaskan banyak faktor yang
mempengaruhi fluktuasi dan disparitas harga. Secara garis besar akar penyebab
instabilitas/fluktuasi harga dapat dibedakan menjadi 3 tipe sebagai berikut:
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 18
a. Instabilitas bawaan/ alami atau “natural instability”. Dalam kasus ini,
instabilitas harga disebabkan oleh variabilitas pasokan antar musim atau
antar waktu sebagai akibat dari variasi musiman dan atau gangguan alam
(hama penyakit, kekeringan, dan sebagainya. Contoh paling nyata adalah
instabilitas harga beras, cabai, bawang merah, dan sebagainya.
b. Instabilitas yang diimpor (imported) yakni instabilitas harga komoditas
tertentu di dalam negeri akibat harga di pasar internasional volatil, sementara
itu sebagian besar pasokan di dalam negeri berasal dari impor (Byerlee et al,
2005).
c. Instabilitas endogen (endogenous instability), yakni instabilitas yang tercipta
dari perilaku pasar itu sendiri (Boussard, 1996; Boussard et al, 2006).
Instabilitas tipe ini terkait dengan ekspektasi yang berlebihan pada pelaku
pasar atas fenomena “Cob Web” dalam pasar komoditas yang bersangkutan.
Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi disparitas harga
menggunakan data sekunder, dimana data-data tersebut digunakan sebagai
variabel dalam persamaan ekonometrik. Periode data yang digunakan yaitu data
bulanan mulai tahun 2013 bulan Januari – 2018 bulan Desember. Hasil penelitian
sebelumnya menerangkan bahwa secara umum faktor-faktor yang
mempengaruhi harga komoditi yaitu produksi, stok, konsumsi, impor, harga
impor, faktor musim. Sedangkan disparitas harga komoditi secara umum
dipengaruhi oleh faktor biaya distribusi (biaya logistik). Mengacu pada hasil
penelitian sebelumnya maka variabel yang gunakan untuk melihat faktor-faktor
yang mempengaruhi fluktuasi dan disparitas harga komoditi yaitu produksi, stok,
konsumsi, harga impor, volume impor, biaya transportasi, musim serta kebijakan
(program tol laut).
Untuk memisahkan faktor-faktor lain yang mempengaruhi disparitas harga
selain variabel tol laut, digunakan pendekatan ekonometrik dengan Model
Persamaan Regresi Linear Berganda, dimana kebijakan tol laut dibuat sebagai
dummy variabel. Adapun persamaan matematisnya dapat dirumuskan sebagai
berikut:
IHKPt = Const
et
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 19
Dimana:
IHKPt : Disparitas harga
LTRPt : Tarif transportasi darat (biaya trucking)
LPFOODt : Indek harga pangan dunia
LCHt : Jumlah curah hujan
LSTOKt-1 : Lag Stok pangan
LTRPTLt : Tarif biaya pelayaran tol laut (normal dan subsidi)
DTL : Dummy kebijakan tol laut
DHET : Dummy kebijakan HET
DHAP : Dummy kebijakan harga acuan pembelian
DHBKN : Dummy HBKN
IHKPt-1 : Lag Disparitas harga
3.2.3. Identifikasi Permasalahan Dalam Pelaksanaan Program Tol Laut
Identifikasi permasalahan dalam pelaksanaan Tol Laut dilakukan dengan
pendekatan deskriptif kualitatif. Permasalahan diidentifikasi melalui survey
dengan kuesioner pertanyaan terbuka. Selain itu, pengambilan informasi juga
dilakukan melalui diskusi terbatas yang mengundang para pelaku dan instansi
terkait. Hasil identifikasi kemudian ditabulasi dan dikonfirmasi ulang untuk
mendapatkan hasil yang dapat mewakili.
Lebih lanjut juga dilakukan analisis Importance Performance Analysis (IPA)
yang digunakan untuk melihat tingkat kepuasan atas kinerja. Kepuasan tersebut
diukur dengan cara membandingkan tingkat kepentingan dengan kinerja. Metode
ini untuk melihat lebih dalam lagi dan mengetahui hal apa yang perlu diperbaiki
dalam pelaksanaan program Tol Laut menurut responden.
Metode analisis IPA ini biasanya digunakan untuk mengukur hubungan
antara persepsi konsumen dan prioritas peningkatan kualitas program yang juga
dikenal sebagai quadrant analysis (Brandt, 2000 dan Latu & Everett, 2000). IPA
telah diterima secara umum dan dipergunakan pada berbagai bidang kajian
karena kemudahan untuk diterapkan dan tampilan hasil analisa yang
memudahkan usulan perbaikan kinerja (Martinez, 2003).
IPA mempunyai fungsi utama untuk menampilkan informasi berkaitan
dengan indikator-indikator program yang menurut stakeholder sangat
mempengaruhi kepuasannya. Disamping itu IPA juga dapat menampilkan
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 20
informasi tentang indikator-indikator pelayanan yang menurut stakeholder perlu
ditingkatkan karena kondisi saat ini belum memuaskan.
Dengan metode analisis IPA juga dapat mengetahui sejauh mana tingkat
kesesuaian, dilihat dari tingkat kinerja/pelaksanaan dan harapan/kepentingan
stakeholder terhadap mutu program. Tingkat kesesuaian dalam analisis ini dapat
dilihat dari tingkat kinerja dan harapan stakeholder terhadap kualitas
pelaksanaan program tol laut.
Analisis IPA dalam penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu
sebagai berikut:
Tahap 1
Pada tahap pertama dilakukan identifikasi atribut kinerja program Tol Laut.
Identifikasi dilakukan berdasarkan hasil diskusi terbatas dengan stakeholder.
Atribut-atribut tersebut kemudian disusun dalam tabel skoring skala Likert yang
kemudian dimasukkan ke dalam kuesioner. Skoring berdasarkan skala Likert
adalah sebagai berikut:
Tabel 3. 1. Skoring Skala Likert Tingkat Kepentingan IPA
Pilihan Skor
Sangat Tidak Penting 1
Tidak Penting 2
Cukup Penting 3
Penting 4
Sangat Penting 5
Tabel 3. 2. Skoring Skala Likert Tingkat Kinerja IPA
Pilihan Skor
Sangat Tidak Baik 1
Tidak Baik 2
Cukup Baik 3
Baik 4
Sangat Baik 5
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 21
Tki = x 100 %Xi
Yi
Tahap 2
Menentukan tingkat kesesuaian antara tingkat kepentingan dan tingkat kinerja
kualitas atribut-atribut yang diteliti melalui perbandingan skor kinerja dengan skor
kepentingan. Rumus tingkat kesesuaian yang digunakan adalah sebagai berikut:
Dimana:
Tki = Tingkat Kesesuaian
Xi = Skor Penilaian Kinerja (Performance)
Yi = Skor Penilaian Kepentingan (Importance)
Kriteria pengujian :
- Tki < 100 % ; Program belum efektif
- Tki >= 100 % ; Program telah efektif
Tahap 3
Menghitung rata-rata penilaian tingkat kepentingan (importance) dan kinerja
(performance) untuk setiap item atribut dengan rumus:
Dimana:
Xi = Bobot rata-rata tingkat penilaian atribut kinerja ke-i
n = Jumlah responden
dan
Dimana:
Yi = Bobot rata-rata tingkat penilaian atribut kepentingan ke-i
n = Jumlah responden
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 22
Tahap 4
Menghitung rata-rata penilaian tingkat kepentingan (importance) dan kinerja
(performance) untuk keseluruhan atribut dengan rumus sebagai berikut:
Dimana:
Xi = Bobot rata-rata tingkat penilaian atribut kinerja ke-i
n = Jumlah atribut
dan
Dimana:
Yi = Bobot rata-rata tingkat penilaian atribut kepentingan ke-i
n = Jumlah atribut
Tahap 5
Hasil perhitungan rata-rata penilaian tingkat kepentingan (importance) dan
kinerja (performance) kemudian diperoleh bobot kinerja dan kepentingan atribut
serta nilai rata-rata kinerja dan kepentingan, kemudian nilai-nilai tersebut
diplotkan ke dalam kuadran Kartesius. Nilai memotong tegak lurus pada sumbu
horizontal, yakni sumbu yang mencerminkan kinerja atribut (X). Nilai memotong
tegak lurus pada sumbu vertikal, yakni sumbu yang mencerminkan kepentingan
atribut (Y).
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 23
Kuadran IPrioritas Utama
(Concentrate Here)
Atribut pada kuadran ini dianggap sangatpenting namun kinerjanya belum memuaskan
sehingga harus ditingkatkan.
Kuadran IIPertahankan Prestasi
(Keep Up The Good Work)
Atribut pada kuadran ini dianggap sangatpenting dan kinerjanya sangat memuaskan,
sehingga harus dipertahankan.
Kuadran IIIPrioritas Rendah
(Low Priority)
Atribut pada kuadran ini dianggap tidakpenting dan kinerjanyanya kurang
memuaskan.
Kuadran IVBerlebihan
(Possible Overkill)
Atribut pada kuadran ini dianggap tidakpenting akan tetapi kinerjanya memuaskan.
Kepe
ntin
gan
Kinerja
Gambar 3. 1. Diagram Kuadaran Kinerja IPA
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 24
2. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Tinjauan Pelaksanaan Program Tol Laut
Program Tol Laut yang diinisiasi pada tahun 2015 merupakan perwujudan
kebijakan program Nawacita Presiden Joko Widodo. Nawacita pertama yaitu
memperkuat jati diri sebagai negara maritim dan Nawacita ketiga yaitu
membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah dan desa
dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Konsep Tol Laut adalah menciptakan konektivitas laut yang dilayani oleh
armada kapal secara rutin dan terjadwal dari barat sampai timur Indonesia.
Maksud dan tujuan dari Tol laut adalah untuk menjangkau dan mendistribusikan
logistik ke daerah tertinggal, terpencil, terluar dan perbatasan. Serta untuk
menjamin ketersediaan barang dan mengurangi disparitas harga guna
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Program Tol laut untuk menjembatani kesenjangan pembangunan dan
infrastruktur antara daerah Timur dan Barat Indonesia dimana memiliki
perbedaan harga antara satu daerah dengan daerah lain yang mencolok bisa di
tekan sehingga sama rata atau setidaknya perbedaan tidak terlalu jauh. Selain
bertujuan untuk distribusi barang Tol laut juga menjadi sarana pendorong
konektivitas (hubungan) antarpulau di Indonesia. Ini satu isu penting di wilayah
Indonesia sebagai kesatuan antar pulau.
4.1.1. Perkembangan Pelaksanaan Tol Laut
Program Tol Laut baru mulai efektif terlaksana dan berjalan sejak tahun
2016. Pelaksanaan program Tol laut dimulai pada tahun 2016 dengan melayani 6
trayek perjalanan kapal. Pada pelaksanaan awal ini dijalankan dengan
melakukan penunjukan terhadap PT Pelni sebagai operator ynag bertanggung
jawab melayari 6 trayek tersebut dengan menggunakan 6 kapal. Pelaksanaan
Tol Laut pada tahun 2016 menggunakan dana anggaran sebesar Rp
257.907.959.000.
Program Tol laut pada tahun 2017 lebih diperluas lagi dengan menambah
kapal yang dioperasikan dan trayek yang dilalui. Pada tahun sebelumnya,
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 25
program Tol Laut berjalan dengan 6 trayek, pada tahun 2017 diperluas lagi
menjadi 13 kapal yang melayani 13 trayek. Jumlah anggaran yang digunakan
dalam pelaksanaan program Tol Laut pada tahun 2017 adalah sebesar Rp
335.051.237.000. Program Tol Laut yang melayari 13 trayek tersebut dilayani
oleh perusahaan BUMN dan perusahaan swasta. PT Pelni sebagai perusahaan
BUMN diberi penugasan untuk melayani pelayaran Tol Laut sebanyak 7 trayek.
Sementara 6 trayek Tol Laut lainnya penentuan operator yang
mengoperasikannya dilakukan melalui pelelangan terhadap perusahaan swasta.
Pelaksanaan Tol Laut di 13 trayek tersebut menggunakan 3 pelabuhan pangkal
dan melewati 40 pelabuhan singgah.
Sumber: Kementerian Perhubungan
Gambar 4. 1. Pola Subsidi Proram Tol Laut: Subsidi Pengoperasian Kapal
Dalam pelaksanaan program Tol Laut pada tahun 2017 pola subsidi yang
dilakukan adalah subsidi operasional kapal. Bentuk pola subsidi ini dimana
seluruh biaya operasional kapal ditanggung oleh pemerintah diperlihatkan oleh
Gambar 4.1. Bentuk pola subsidi pengoperasian kapal adalah dalam bentuk
biaya pengoperasian kapal dan biaya stevedoring di pelabuhan muat dan di
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 26
elabuhan bongkar. Biaya stevedoring adalah biaya pengangkutan barang dari
dermaga ke atas kapal atau dari atas kapal ke dermaga.
Pada tahun 2018 terjadi penambahan trayek yang sebelumnya sebanyak
13 trayek pada tahun 2017 menjadi 18 trayek sehingga armada kapal yang
digunakan juga bertambah menjadi 19 kapal. Anggaran yang digunakan juga
mengalami peningkatan menjadi Rp 447.628.808.000. Program Tol Laut yang
melayani 18 trayek dioperasikan oleh perusahaan BUMN dan perusahaan
swasta. Perusahaan BUMN sebagai operator Tol Laut yang mendapatkan
penugasan adalah PT. Peln, ASDP dan Djakarta Lloyd. Penugasan kepada
BUMN diberikan sebanyak 11 trayek yaitu PT. Pelni 6 trayek, ASDP 2 trayek,
dan Djakarta Lloyd 3 trayek. Sementara, penentuan operator program Tol Laut
untuk 7 trayek dilakukan pelalangan kepada perusahaan swasta. Pelaksanaan
Tol Laut di 18 trayek yang dilayani menggunakan 3 pelabuhan pangkal, 3
pelabuhan transhipment serta melewati 55 pelabuhan singgah.
Sumber: Kementerian Perhubungan
Gambar 4. 2. Pola Subsidi Proram Tol Laut: Subsidi Pemanfaatan Ruang
Muat Kapal
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 27
Pola subsidi yang dilakukan dalam pelaksanaan program Tol Laut di
Tahun 2018 adalah subsidi operasional kapal dan subsidi kontainer. Bentuk
subsidi ini merupakan pola subsidi kombinasi antara subsidi operasional kapal
(Gambar 4.1.) dan subsidi Tarif (Gambar 4.2). Pola subsidi kombinasi ini
diperlihatkan oleh Gambar 4.3. Pola Subsidi tarif kapal atau disebut juga dengan
pola subsidi pemanfaatan ruang muat kapal adalah selish tarif komersial
dikurangi tarif yang sudah ditetapkan oleh pemerintah.
POLA SUBSIDI KOMBINASI SUBSIDI TARIF & OPERASI KAPAL
Shipper Stevedoring Stevedoring
FEEDER
VESSEL
OPERATOR
G
ATE
A1
A2
G
ATE
Stevedoring
G
ATE
B1
Stevedoring
G
ATE
B2C2
Consigne
e
D2
Subsidi Tol Laut adalah B1, A2 , B2, C2
Mother dan Feeder Vessel (Transhipment)
Subsidi Stevedoring – Freight - Stevedoring
Subsidi Kontainer (B1) dan Pengoperasian Feeder Vessel (B2)
Mother Vessel
T
R
A
N
SH
IP
M
E
NT
Feeder Vessel
Selisih Tarif komersil dgn Tarif Tol Laut Pemerintah
TOL LAUT
TOL LAUT
HUB PORTPORT ORIGIN
PORT
DESTINATION HUB PORT
Sumber: Kementerian Perhubungan
Gambar 4. 3. Pola Subsidi Proram Tol Laut: Kombinasi Subsidi Tarif dan
Operasi Kapal
Pelaksanaan program Tol Laut pada tahun 2019 masih sama dengan
pelaksanaan di tahun 2018 yaitu melayani 18 trayek dengan menggunakan 19
kapal. Akan tetapi dana yang digunakan mengalami penurunan menjadi Rp
222.028.807.000. program Tol Laut untuk 18 trayek Tol Laut yang
diselenggarakan menggunakan 4 pelabuhan pangkal, 6 pelabuhan transhipment
serta melewati 66 pelabuhan singgah. Pola subsidi yang dilakukan adalah
subsidi operasional kapal dan subsidi kontainer.
Pola subsidi yang dilakukan kementerian perhubungan dalam program tol
laut meliputi 2 jenis yaitu subsidi kapal dan subsidi kontainer. Untuk subsidi
pengoperasian kapal Subsidi yang dilakukan adalah “berth – berth” yaitu subsidi
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 28
terdiri dari biaya pengangkutan dari dermaga pelabuhan asal ke atas kapal
(stevedoring) kemudian subsidi pengoperasian kapal serta subsidi
pembongkaran muatan dari kapal ke dermaga di pelabuhan tujuan. Terdapat 2
jenis kapal yang digunakan dalam pelaksanaan program Tol Laut yaitu kapal
jenis hub serta kapal feeder. Kapal Hub menggunakan kapal yang relatif besar
dan melayani pelayaran di pelabuhan yang besar. Sementara, untuk kapal feeder
digunakan kapal yang ukurannya relatif lebih kecil dari kapal yang digunakan
untuk Hub dan digunakan untuk melayari daerah-daerah yang hanya memiliki
pelabuhan kecil. Sampai saat ini pelaksanaan program Tol Laut menggunakan 4
kapal Hub serta 16 kapal feeder.
4.1.2. Proses Pengiriman Barang Melalui Tol Laut
Mekanisme atau proses pengiriman barang melalui Tol Laut yang
dilakukan sejak tahun 2016 pada dasarnya hampir sama dengan pengiriman
barang melalui pelayaran regular. Perbedaannya terutama adalah pada pelaku
yang terlibat. Dalam program Tol Laut pengusaha atau pedagang penerima
harus terdaftar di Dinas Perdagangan setempat dan menandatangani fakta
integritas. Hal ini bertujuan untuk mencegah penyimpangan dari pemanfaatan
subsidi pemerintah melalui Tol Laut dan kemudahan dalam pengawasan. Selain
itu juga operator yang digunakan sesuai dengan yang ditunjuk untuk melayari
trayek dalam Tol Laut. Proses pengiriman barang melalui Tol Laut mengalami
sedikit perubahan mulai tahun 2019. Kementerian Perhubungan
memperkenalkan aplikasi Informasi Muatan Ruang Kapal atau IMRK berbasis
online.
Proses pengiriman barang melalui Tol Laut sebelum menggunakan
aplikasi IMRK diperlihatkan oleh Gambar 4.4. Proses diawali dengan ekspedisi
atau shipper/ pengusaha/ pemilik toko mengisi Shipping Instruction sesuai format
yang ada melalui Kementerian Perdagangan. persyaratan shipper untuk terdaftar
dalam Tol Laut adalah Akta Pendirian, SK Akta Pendirian, Akta Perubahan
Terakhir, SK Akta Perubahan Terakhir, Tanda Daftar Perusahaan, Surat
Keterangan Domisili, NPWP, dan Surat Ijin Usaha Jasa pengurusan transportasi.
Shipping Instruction dari Kementerian Perdagangan kemudian diserahkan
melalui PT SBN (ekspedisi) cabang pelabuhan muat Tanjung Priok atau Tanjung
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 29
Perak untuk pengangkutan dengan PT. Pelni. Shipping Instruction adalah surat
perintah pengiriman barang dari shipper kepada carrier untuk mengangkut
barang seperti yang tercantum di dalam SI yang berfungsi sebagai bukti
pemesanan ruang muat kapal. Shipper melakukan pembayaran ke PT SBN dan
mendapatkan BPU, kemudian menukarkan BPU dengan delivery order (DO)
pengambilan kontainer kosong di PT. SBN cabang Tanjung Priok atau Tanjung
Perak dan CQ Manager Operasi PT . SBN DO adalah dokumen yang dikeluarkan
oleh carrier kepada shipper yang berfungsi sebagai bukti pengambilan barang.
Sumber: Direktorat Distribusi dan Logistik
Gambar 4. 4. Proses Pengiriman Barang Dengan Tol Laut
Shipper mengambil kontainer kosong dengan membawa DO tersebut ke
Depo KBN Cacing untuk Pelabuhan Tanjung Priok Depo KBN Jalan Kalianak No.
66 Surabaya untuk Pelabuhan Tanjung Perak. Batas pengambilan kontainer di
Depo KBN maksimal pukul 20.00 waktu setempat dan penyelesaian administrasi
maksimal pukul 14.00 waktu setempat. Shipper melakukan stuffing barang ke
dalam kontainer, dilakukan di luar Container Yard (stuffing luar). Berat isi
kontainer maksimal 20 ton dan seluruh biaya ekspedisi dari gudang shipper ke
Container Yard menjadi tanggungan shipper. Batas waktu penerimaan kontainer
di Container Yard yaitu selambat-lambatnya 2 (dua) hari sebelum keberangkatan
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 30
kapal (Estimate Time Departure). Manager Usaha PT. PELNI membuat daftar
muat sesuai muatan yang akan diangkut ke atas kapal.
Kontainer tiba di pelabuhan tujuan dan diambil oleh consignee.
Persyaratan consignee untuk terdaftar adalah Akta Pendirian, SK Akta Pendirian,
Akta Perubahan Terakhir, SK Akta Perubahan Terakhir, Tanda Daftar
Perusahaan, Surat Keterangan Domisili, NPWP, dan Surat Ijin Usaha
Perdagangan yang mendapatkan rekomendasi dari kepala daerah (Bupati atau
Gubernur) untuk menjual/ mendistribusikan barang kebutuhan pokok/ barang
penting/barang penting lainnya.
Pengirim/Shipper• Registrasi akan menggunakan
Tol Laut melalui aplikasi IMRK• Booking kirim melalui IMRK
• Melakukan pembayaran• Upload bukti transfer• Informasi penerima
• Menerima RO dari aplikasi IMRK• Staffing
• Pengiriman container keDepo/Gudang Operator Tol Laut
OPERATOR TOL LAUT• Validasi Pembayaran
• Menetapkan container untuk pengirim dan mengeluarkancontainer setelah ada permintaan pengiriman
• Menerima container dari pengirim• Informasi ke OP/UPP rencana sandar & muat
• Informasi Pelindo* untuk rencana muat• Menerima RO
• Membuat Cargo Manifes
UPP/OP &/Pelindo*• Terima informasi
rencana sandar & muat• Menerima Cargo
Manifes
UPP/OP &/Pelindo*• Terima informasi
rencana sandar & bongkar
• Menerima Cargo Manifes
Penerima• Menerima Informasi Kirim Barang
• Menerima &/memberi informasi kedatangan barang• Membayar biaya UPT (Uang Pembongkaran Tujuan)
jika ada Depo• Download RO
• Informasi ke PBM/TKBM untuk bongkar• Informasi Perusahaan truk untuk pengangkutan
• Menyerahkan RO ke Operator Tol Laut• Bongkar
Catatan :✶ Jika pelabuhan muat &
bongkar adalahpelabuan utama
OPERATOR TOL LAUT• Terima informasi keberangkatan kapal
• Terima informasi kedatangan kapal• Informasi ke OP/UPP &/Pelindo* Tujuan rencana sandar & bongkar
• Informasi ke Pelindo untuk rencana bongkar• Menerima RO dari Penerima
• Penurunan & pembongkaran (jk diperlukan) container
IMRK
KEMENHUB/DISHUB• Validasi pengirim & kiriman
• Mengeluarkan RO (Release Order)
Gambar 4. 5. Proses Pengiriman Barang Dengan Tol Laut Menggunakan Aplikasi Informasi Muatan Ruang Kapal (IMRK)
Proses pengiriman dengan Tol Laut menggunakan aplikasi IMRK
diperlihatkan oleh Gambar 4.5. Proses diawali dengan pengirim/shipper yang
akan menggunakan Tol Laut melakukan registrasi melalui aplikasi IMRK,
kemudian melakukan booking kirim dan menyelesaikan proses pembayaran
dengan upload bukti transfer. Shipper mendapatkan informasi penerima dan RO
(Release Order)/DO dari aplikasi IMRK, dilanjutkan dengan staffing dan
pengiriman kontainer ke depo/gudang operator tol laut.
Operator tol laut melakukan validasi pembayaran serta menetapkan
kontainer untuk pengirim dan mengeluarkan kontainer setelah ada permintaan
pengiriman. Operator tol laut kemudian menerima kontainer dari pengirim,
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 31
kemudian mengirim informasi ke OP/UPP dan Pelindo untuk rencana sandar dan
muat. Setelah itu Operator menerima RO/DO dan membuat cargo manifest.
Kementerian Perhubungan melakukan proses validasi pengirim dan
kiriman serta mengeluarkan RO/DO. UPP/OP dan atau Pelindo menerima
informasi rencana sandar dan muat serta menerima cargo manifes. Operator Tol
Laut menerima informasi keberangkatan dan kedatangan kapal memberikan
informasi ke UPP/OP dan atau Pelindo tujuan terkait rencana sandar dan
bongkar. Menerima RO/DO dari penerima serta melakukan penurunan dan
pembongkaran kontainer jika diperlukan.
Penerima menerima informasi pengiriman barang menerima dan atau
memberi informasi kedatangan barang. Membayar biaya UPT (Uang
Pembongkaran Tujuan) jika ada depo. Download RO/DO Memberikan informasi
ke PBM/TKBM untuk melakukan prose bongkar dan ke perusahaan truk untuk
pengangkutan Menyerahkan RO/DO ke operator tol laut. Melakukan proses
bongkar, apabila pelabuhan muat dan bongkar merupakan pelabuhan utama.
4.2. Dampak Tol Laut terhadap Disparitas Harga
Tujuan pertama dalam kajian ini adalah menganalisis dampak tol laut
terhadap disparitas harga. Untuk melihat dampak Tol Laut digunakan dua
pendekatan. Pendekatan pertama adalah dengan menghitung koefisien
keragaman untuk melihat besar disparitas harga sebelum dimulainya program
Tol Laut dan disparitas harga pada saat program Tol Laut sudah dilaksanakan.
Pendekatan kedua adalah mengidentifikasi variabel-variabel yang mempengaruhi
disparitas harga dengan menggunakan persamaan ekonometrika dimana salah
satu variabelnya adalah pelaksanaan program Tol Laut.
4.2.1. Dampak Tol Laut terhadap Disparitas Harga dengan Pendekatan
Koevisien Variasi
Koefisien keragaman digunakan sebagai salah satu metode untuk
mengukur volatilitas harga antar waktu dan disparitas harga antar wilayah dalam
satu waktu tertentu. Dalam kajian ini dilakukan perhitungan koefisen keragaman
untuk melihat tingkat volatilitas harga dan disparitas harga komoditi saat sebelum
berjalannya program Tol Laut dan setelah mulai berjalanya program Tol Laut.
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 32
Data yang digunakan dalam perhitungan koefisien keragaman adalah
data harga rata-rata tahunan dari Dinas Perdagangan Daerah. Perhitungan
dilakukan dengan membandingkan hasil perhitungan koefisien keragaman
periode tahun 2012 – 2015 yang diasumsikan mewakili periode sebelum
dimulainya program Tol Laut dengan hasil perhitungan koefisien keragaman
periode tahun 2016 – 2019 yang diasumsikan mewakili periode dimana Tol Laut
sudah mulai berjalan. Data harga unuk tahun 2019 yang digunakan adalah
sampai dengan bulan September. Koefisien keragaman yang dihitung adalah
untuk harga komoditi pilihan yaitu komoditi beras, gula, minyak goreng, dan
daging ayam. Pemilihan komoditi didasarkan pada komoditi pangan yang cukup
banyak diangkut oleh tol laut.
Perhitungan koefisien keragaman dilakukan untuk harga di wilayah yang
dilalui oleh rute Tol Laut termasuk hub asal. Untuk itu perhitungan dibedakan
menjadi dua hub yaitu Hub 1 yaitu Indonesia bagian Barat dengan kota hub
Jakarta dan Hub 2 yaitu Indonesia bagian Timur dengan hub Jawa Timur. Hub 1
terdiri dari 6 wilayah yaitu Jakarta, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu,
Bangka Belitung, dan Kepulauan Riau. Sementara, Hub 2 terdiri dari 13 wilayah
yaitu Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur, Gorontalo, Kalimantan Timur,
Kalimantan Utara, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi
Tenggara, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat.
Hasil perhitungan koefisien keragaman volatilitas harga dan disparitas
harga dalam bentuk besaran persentase. Besaran persentase tersebut
dibandingkan untuk melihat apakah terjadi perbaikan dan apakah sudah
mencapai target nasional. Target pencapaian volatilitas harga dan disparitas
harga ditentukan untuk melihat capaian wilayah sebelum dan sesudah
pelaksanaan Tol Laut. Target capaian didasarkan pada target Rencana Strategi
Kementerian Perdagangan Tahun 2019. Dalam Rencana Strategis Kementerian
Perdagangan untuk tahun 2019, target koefisien keragaman untuk volatilitas
harga komoditas ditentukan lebih kecil dari 9 persen. Sementara, target koefisien
keragaman untuk disparitas harga berdasarkan Rencana Startegis Kementerian
Perdagangan adalah lebih kecil dari 13 persen.
Hasil perhitungan koefisien keragaman harga antar waktu yang
mencerminkan volatilitas harga ditampilkan pada Tabel 4.1. Pada komoditi beras
menunjukkan adanya perbaikan dimana mengalami penurunan setelah adanya
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 33
Tol Laut pada Hub 1 maupun Hub 2. Perbaikan nilai koefisien keragaman juga
terjadi untuk komoditas minyak goreng dan daging ayam. Namun untuk
komoditas gula terjadi peningkatan nilai koefisien keragaman.
Tabel 4. 1. Perhitungan Koefisien Keragaman Harga Antar Waktu (Volatilitas Harga)
Sebelum
Tol Laut
Sesudah
Tol Laut
Sebelum
Tol Laut
Sesudah
Tol Laut
Sebelum
Tol Laut
Sesudah
Tol Laut
Sebelum
Tol Laut
Sesudah
Tol Laut
Hub 1 8,47 4,29 6,31 7,88 18,25 1,17 6,37 2,29
Hub 2 12,33 0,34 2,85 7,85 17,69 1,44 8,76 5,26
NASIONAL 10,59 0,41 3,90 7,65 18,94 1,49 7,32 4,59
Kelompok
Volatilitas Harga (%): Target < 9%
Beras Gula Minyak Goreng Daging Ayam
Keterangan: - Data harga rata-rata tahunan dari Dinas Perdagangan - Sebelum Tol Laut: periode harga tahun 2012-2015 - Sesudah Tol Laut: periode harga tahun 2016-2019 - Hub 1: 6 wilayah (Sumut, Sumbar, Bengkulu, Jakarta, Babel, Kepri) - Hub 2: 13 wilayah (Jatim, NTT, Gorontalo, Kaltim, Kaltara, Sulut, Sulteng, Sulsel, Sultra, Maluku,
Papua, Malut, Papua Barat) - Target Renstra Kemendag tahun 2019 (Disparitas < 13%; Volatilitas < 9%)
Komoditi yang mengalami perbaikan volatilitas harga cukup besar adalah
beras dan minyak goreng. Penurunan volatilitas harga terbesar terjadi pada
komoditas beras di Hub 2 yang turun sebesar 97 persen dan secara nasional
turun sebesar 96 persen. Sementara, penurunan volatilitas harga untuk
komoditas minyak goreng mencapai 94 persen pada Hub 1.
Secara umum volatilitas harga membaik pada periode 2016-2019 dan
berada dibawah target maksimal nilai koefisien variasi Renstra Kementerian
Perdagangan kecuali untuk gula yang menunjukkan peningkatan volatilitas. Rata-
rata volatilitas harga untuk empat komoditi (beras, gula, minyak goreng, daging
ayam) pada Hub 1 turun 46 persen, Hub 2 turun sebesar 13 persen, dan secara
nasional turun sebesar 32 persen.
Hasil perhitungan koefisien keragaman antar daerah yang mencerminkan
disparitas harga ditampilkan pada Tabel 4.2. Pada komoditi beras, gula, dan
minyak goreng menunjukkan terjadinya penurunan disparitas harga. Sementara
pada komoditi daging ayam terjadi peningkatan disparitas harga sebesar 10
persen di Hub 1. Penurunan disparitas harga tersbesar terjadi pada komoditi gula
di Hub 1 yang turun mencapai 55 persen. Komoditi beras juga menunjukkan
penurunan yang cukup besar di Hub 1 yaitu sebesar 41 persen.
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 34
Tabel 4. 2. Perhitungan Koefisien Keragaman Harga Antar Wilayah (Disparitas Harga)
Sebelum
Tol Laut
Sesudah
Tol Laut
Sebelum
Tol Laut
Sesudah
Tol Laut
Sebelum
Tol Laut
Sesudah
Tol Laut
Sebelum
Tol Laut
Sesudah
Tol Laut
Hub 1 9,68 5,71 10,99 4,90 7,56 6,13 10,45 11,46
Hub 2 17,18 13,51 8,80 6,48 10,97 8,63 20,27 16,21
NASIONAL 12,31 11,41 8,69 5,99 11,57 8,39 16,14 13,63
Beras Gula Minyak Goreng Daging Ayam
Disparitas Harga (%): Target < 13 %
Kelompok
Keterangan: - Data harga rata-rata tahunan dari Dinas Perdagangan - Sebelum Tol Laut: periode harga tahun 2012-2015 - Sesudah Tol Laut: periode harga tahun 2016-2019 - Hub 1: 6 wilayah (Sumut, Sumbar, Bengkulu, Jakarta, Babel, Kepri) - Hub 2: 13 wilayah (Jatim, NTT, Gorontalo, Kaltim, Kaltara, Sulut, Sulteng, Sulsel, Sultra, Maluku,
Papua, Malut, Papua Barat) - Target Renstra Kemendag tahun 2019 (Disparitas < 13%; Volatilitas < 9%)
Disparitas harga secara umum membaik pada periode 2016 – 2019 dan
berada di bawah target maksimal nilai koefisien variasi Renstra Kementerian
Perdagangan untuk tahun 2019. Namun nilai disparitas harga untuk komoditi
beras dan daging ayam masihh berada di atas Target Renstra Kementerian
Perdagangan yang sebesar 13 persen. Disparitas harga beras di hub 2 walaupun
mengalami penurunan namun masih sebesar 13,51 persen. Sementara komoditi
daging ayam juga menunjukkan disparitas harga yang masih lebih besar dari 13
persen yaitu untuk Hub 2 yang sebesar 16,21 persen dan nasional masih
sebesar 13,63 persen. Rata-rata disparitas harga 4 komoditi (beras, gula, minyak
goreng, daging ayam) pada Hub 1 menunjukkan penurunan sebesar 26 persen,
Hub 2 turun 22 persen, dan Nasional turun 20 persen.
Dampak terhadap disparitas harga juga coba dilihat dari rata-rata
perbedaan harga antara wilayah hub dengan wilayah yang dilalui tol laut spesifik
pada lokasi survey (Tabel 4.3. dan Tabel 4.4.). Dalam kajian ini dilakukan survey
di dua wilayah hub yaitu Jakarta dan Surabaya serta empat wilayah tujuan Tol
Laut yaitu Natuna, Tahuna, Timika, dan Saumlaki. Perbandingan harga dilakukan
untuk empat komoditi yaitu beras, gula, minyak goreng, dan daging ayam
menggunakn data tahun 2015 yang mewakili waktu sebelum pelaksanaan Tol
Laut dan data tahun 2019 yang mewakili waktu setelah tol laut berjalan.
Perhitungan selisih atau perbedaan harga dilakukan antara Hub Jakarta dengan
Natuna dan Hub Surabaya dengan Tahuna, Timika, dan Saumlaki.
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 35
Tabel 4. 3. Perbedaan Harga Komoditi di Wilayah Hub dan Kota Survey Tol Laut Tahun 2015
Hub Jakarta
Natuna Tahuna Timika Saumlaki
Beras 45,1% 45,4% 101,3% 45,4% 59,3%
Minyak Goreng 46,3% 36,0% 71,3% 76,3% 57,5%
Gula 10,8% 15,1% 23,6% 15,9% 16,4%
Daging Ayam Ras 8,4% 38,4% 31,5% 26,1%
Rata-rata
2015
Komoditi Tahun
2015
Hub Surabaya
Sumber: Disperindag, diolah
Tabel 4. 4. Perbedaan Harga Komoditi di Wilayah Hub dan Kota Survey Tol Laut Tahun 2019
Hub Jakarta
Natuna Tahuna Timika Saumlaki
Beras 34,3% 25,0% 31,3% 22,4% 28,2%
Minyak Goreng -1,9% 1,1% 3,1% 24,5% 6,7%
Gula 0,2% 16,3% 23,0% 2,0% 10,3%
Daging Ayam Ras 5,1% 16,9% 20,3% 14,1%
Rata-rata
2019
Komoditi Tahun
2019
Hub Surabaya
Sumber: Disperindag, diolah Keterangan: Data per April 2019
Rata-rata perbedaan harga pada komoditi beras antara wilayah hub
dengan wilayah tujuan Tol Laut di tahun 2015 sebesar 59,3 persen. Pada tahun
2019 rata-rata perbedaan harga pada komoditi beras menjadi 28,2 persen.
Penurunan perbedaaan harga antara wilayah hub dan wilayah tujuan Tol Laut
juga terjadi untuk komoditi minyak goreng, gula dan daging ayam. Penurunan
perbedaan harga terbesar terjadi pada komoditi minyak goreng yang mengalami
penurunan sebesar 88,3 persen dari 57,5 persen pada tahun 2015 menjadi 6,7
persen di tahun 2019.
Berdasarkan data dinas perdagangan setempat, nilai rata-rata perbedaan
harga pada tahun 2019 (setelah Tol Laut) lebih kecil dari pada rata-rata
perbedaan harga pada tahun 2015 (sebelum Tol Laut). Dengan kata lain, terjadi
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 36
penurunan disparitas harga komoditas pangan pokok antara daerah hub dan
daerah tujuan Tol Laut pada periode implementasi tol laut dibandingkan sebelum
ada Tol Laut.
Tabel 4. 5. Harga Komoditi yang Diangkut Tol Laut tahun 2015 dan 2019
Natuna Tahuna Timika Saumlaki Natuna Tahuna Timika Saumlaki
Beras Rp15.000 Rp13.000 Rp18.000 Rp13.000 Rp13.000 Rp12.000 Rp12.600 Rp11.750
Minyak Goreng Rp16.000 Rp13.500 Rp17.000 Rp17.500 Rp13.000 Rp13.000 Rp13.250 Rp16.000
Gula Rp14.000 Rp14.900 Rp16.000 Rp15.000 Rp13.000 Rp13.000 Rp13.750 Rp11.400
Daging Ayam Ras Rp36.000 Rp40.000 Rp38.000 Rp33.000 Rp35.000 Rp36.000
KomoditiRata-rata Harga Sebelum Tol Laut (2015) Rata-rata Harga Setelah Tol Laut (2019)
Sumber: Disperindag Keterangan: Data per April 2019
Pada wilayah survey, yaitu Kota pelabuhan tujuan Tol Laut, ditemukan
bahwa terdapat penurunan harga bagi komoditas barang pokok yang diangkut
oleh Tol Laut. Namun dampak Tol Laut berdampak hanya terhadap kota
pelabuhan tujuan Kapal Tol Laut, sehingga dampak tol laut sangat terbatas pada
kota/kabupaten tersebut.
Karakteristik kota tujuan Tol Laut adalah kota kecil dengan konsumsi
kecil, namun harga cukup tinggi karena terbatasnya transportasi ke daerah
tersebut (baik jumlah/frekuensi maupun jenis moda). Selain itu, kota tersebut
biasanya tidak termasuk dalam kota pantauan IHK BPS karena jumlah
konsumsinya yang tidak signifikan terhadap jumlah total konsumsi pada provinsi
dimana kabupaten/kota tersebut berada. Dengan demikian, perubahan harga di
kabupaten/kota tersebut tidak berdampak signifikan terhadap pengukuran harga
bapok pada provinsi yang bersangkutan.
Walaupun disparitas dan volatilitas harga membaik pada periode
pelaksanaan Tol Laut, namun belum bisa dipastikan apakah perbaikan tersebut
benar-benar merupakan dampak dari adanya Tol Laut. Stabilitas harga dan
penurunan disparitas harga merupakan salah satu amanat Presiden kepada
Kementerian Perdagangan. Oleh karena itu untuk menjalankan amanat tersebut
juga dilakukan berrbagai kebijakan lain selain Tol Laut seperti kebijakan harga
eceran terting, kebijakan harga acuan, dan upaya-upaya pengamanan menjelang
Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) seperti melalui operasi pasar dan
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 37
pemantauan harga. Seluruh kebijakan tersebut tentunya memberikan pengaruh
kepada tercapainya stabilitas harga dan penurunan disparitas harga dengan
tingkat pengaruh yang dapat beragam.
4.2.2. Dampak Tol Laut terhadap Disparitas Harga dengan Pendekatan
Persamaan Ekonometrika
Program Tol Laut merupakan kebijakan yang dicanangkan dalam rangka
menekan biaya logsitisk sehingga dapat mengurangi disparitas harga terutama
wilayah Timur Indonesia. Mengacu pada konsep tersebut, pemerintah telah
memberikan subsidi untuk pengangkutan barang dengan menggunakan kapal
Tol Laut pada trayek-trayek yang dilalui Tol Laut. Sejauh mana program Tol Laut
dapat mempengaruhi dispariats harga, terutama pangan diperlukan analisis
tersendiri. Beberapa penelitian sebelumnya melihat dampak Tol Laut terhadap
disparitas harga secara kualitatif deskriftif dan menunjukkan hasil bahwa dampak
Tol Laut masih sangat kecil terhadap penurunan disparitas harga komoditi.
Pada penelitian ini, dampak kebijakan Tol Laut terhadap disparitas harga
dilakukan dengan pendekatan ekonometrik menggunakan model regresi linear
berganda (OLS) dengan menggunakan beberapa variabel seperti biaya
transportasi darat, biaya Tol Laut, stok, curah hujan serta harga internasional.
Selain itu disertakan juga variabel dummy kebijakan. Variabel disparitas harga
pangan dilakukan pendekatan dengan proxi dari perhitungan Indek Harga
Kosumen (IHK) bahan makanan yang ada di 82 kota pantauan BPS. Biaya
transportasi darat merupakan rata-rata biaya trucking dikali dengan volume
penggunaan BBM dan harga BBM. Biaya Tol Laut merupakan biaya pelayaran
pada saat tarif normal (tanpa subsidi) dan biaya pelayaran saat program Tol
Laut (dengan subsidi) dari tarif normal dengan pengalian inflasi tarif transportasi.
Hasil analisis menunjukkan bahwa faktor-faktor yang secara signifikan
mempengaruhi disparitas harga secara nasional yaitu, harga pangan
internasional, curah hujan, tarif pelayaran Tol Laut, dummy kebijakan Tol Laut,
dummy HBKN serta disparitas harga pada periode sebelumnya (Tabel 4.6.). Tarif
transportasi darat secara tanda/besaran positif dan secara statistik tidak berbeda
nyata. Artinya biaya transportasi darat tidak mempengaruhi terhadap penurunan
disparitas harga. Biaya transportasi darat yang masih tinggi menyebabkan biaya
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 38
hinterland masih lebih besar dan belum dapat menekan tingginya disparitas
harga.
Tabel 4. 6. Hasil Ekonometrik Dampak Kebijakan Tol Laut Terhadap Disparitas Harga
Sumber: Data sekunder, diolah
Sejalan dengan hasil ekonometrik tersebut, hasil survey lapangan
menunjukkan bahwa biaya-biaya diluar biaya pelayaran termasuk biaya trucking
dari pelabuhan asal maupun di pelabuhan tujuan masih tinggi yang mana di
setiap daerah berbeda-beda. Hal ini dikarenakan belum ada aturan yang
dikeluarkan secara resmi oleh pemerintah daerah setempat. LPEM-UI (2019)
menunjukkan bahwa biaya Tol Laut baru sebatas memangkas biaya pengiriman
antar pulau sebesar 30-50% lebih murah dibandingkan kapal komersial. Tetapi
efisiensi ini belum diikuti dengan efisiennya ongkos distribusi barang dari daerah
pelabuhan ke daerah hinterland (daerah pemasok). Biaya-biaya distribusi barang
tersebut salah satunya bongkar muat dan pengangkutan hingga ke gudang
konsumen akhir.
Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa Tol Laut belum efektif dalam
menurunkan disparitas harga komoditi karena muatan muatan balik yang masih
relatif kecil, beberapa rute masih bersinggungan dengan rute pelayaran niaga
kapal swasta, market share serta loading kapal yang belum menunjukkan
peningkatan yang signifikan (vitasari, 2017). Hasil penelitian ITS dalam
bisnis.com (2018) menunjukkan bahwa biaya angkutan laut berkontribusi 15%-
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 39
19% terhadap harga komoditas, sementara sumbangan biaya transportasi darat
lebih besar, yakni 30%-35% terhadap harga komoditas. Dimana harga rata-rata
komoditas turun berkisar antara 10%-20%.
Harga pangan dipasar internasional atau dengan nama variabel LPFOOD
terhadap disparitas harga bertanda negatif dan secara statistik berbeda nyata.
Artinya perubahan harga di pasar internasional akan memberi ekspektasi positif
bagi harga pangan di dalam negeri khususnya komoditi yang berbasis impor
sehingga dapat menurunkan disparaitas harga. Jika harga pangan dipasar
internasional turun seharusnya diikuti oleh penurunan harga di dalam negeri,
tetapi dalam kenyataan adanya penurunan harga pangan di pasar intrenasional,
respon harga pangan dalam negeri terhadap penurunan harga masih lamban.
Variabel curah hujan atau dengan nama variabel D(LCH) terhadap
disparitas harga bertanda positif dan secara statistik berbeda nyata. Artinya
curah hujan yang tinggi berdampak pada peningkatan disparitas harga. Hal ini
dapat dijelaskan bahwa curah hujan yang tinggi berdampak pada terhambatnya
kelancaran distribusi pasokan ke sejumlah wilayah dan akan mendorong harga
meningkat.
Variabel tarif/biaya pelayaran Tol Laut yang tarif normal dan tarif/biaya
setelah subsidi Tol Laut ditunjukkan dengan variabel LTRPTL terhadap disparitas
harga bertanda negatif dan secara statistik berbeda secara nyata (signifikan).
Artinya kebijakan Tol Laut dengan pemberian subsidi pada tarif pelayaran
berdampak terhadap penurunan disparitas harga. Jika dihitung dengan nilai
elastisitas, adanya subsidi pada biaya Tol Laut sebesar 50% akan menurunkan
disparitas harga pangan baru sebesar 6,9%. Dampak Tol Laut terhadap
penurunan dispraitas dianggap masih relatif kecil, sehingga dampak terhadap
penurunan disparitas harga pangan belum signifikan. Masih kecilnya dampak
Tol Laut dikarenakan masih ada dua permasalahan utama dalam implementasi
Tol Laut. Pertama, ada trayek tetapi tidak ada komoditas. Kedua, ada trayek ada
komoditas namun tarif Tol Laut lebih mahal dibandingkan angkutan ekonomi,
sehingga tidak membawa dampak signifikan pada penurunan harga barang, dan
ketiga, muatan balik yang masih sangat kecil.
Dummy kebijakan Tol Laut atau dengan nama variabel DTL bertanda
negatif dan secara statistik berbeda nyata. Dummy kebijakan Tol Laut
menunjukkan dimana saat periode kebijakan Tol Laut belum diimplementasikan
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 40
dibuat angka 0 dan periode setelah implementasi Tol Laut dibuat angka 1. Hasil
estimasi menunjukkan bahwa kebijakan Tol Laut yang telah diimplementasikan
sejak tahun 2016 mempunyat pengaruh terhadap penurunan disparitas harga
pangan dan signifikan secara statsitik.
Dummy HBKN atau dengan nama variabel DHBKN terhadap disparitas
harga bertanda negatif dan secara statistik berbeda nyata. Artinya kebijakan-
kebijakan yang telah dilakukan oleh pemerintah selain to laut seperti kebijakan
hbkn saat puasa-lebaran, natal dan tahun baru dapat mengendalikan harga-
harga komoditi sehingga dapat mengurangi disparitas harga.
Disparitas harga dengan lag (-1) atau dengan nama variabel IHKP(-1)
merupakan disparitas harga pada periode bulan sebelumnya. Situasi ini
mencerminkan bahwa pembentukan harga antar wilayah melalui proses
penyesuaian (adjusment process), artinya pembentukan harga komoditi yang
ditentukan oleh keberadaan pasokan dan permintaan dari setiap wilayah pada
periode saat ini tetap mempertimbangkan harga di setiap wilayah pada periode
sebelumnya.
4.3. Permasalahan dalam Pelaksanaan Tol Laut
Permasalahan dalam pelaksanaan Tol Laut diidentifikasi dengan metode
deskriptif kualitatif menggunakan data kualitatif. Sementara metode Importance
Performance Analysis (IPA) digunakan untuk menentukan permasalahan
prioritas yang perlu segera diperbaiki. Pengumpulan data kualitatif dilakukan
melalui diskusi terbatas dan survey ke wilayah yang dilalui trayek Tol Laut
dimana daerah yang dipilih adalah daerah yang mewakili dua hub dan wilayah
Indonesia bagian barat dan bagian timur.
4.3.1. Identifikasi Permasalahan Dalam Pelaksanaan Tol Laut
Natuna sebagai salah satu wilayah yang dilalui oleh trayek Tol Laut
merupakan wilayah di Provinsi Kepulauan Riau yang merupakan kepulauan
paling utara di selat Karimata dimana disebelah utara berbatasan dengan
Vietnam dan Kamboja, disebelah selatan berbatasan dengan Sumatera Selatan
dan Jambi, disebelah barat berbatasan dengan Singapura, Malaysia dan Riau
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 41
dan disebelah timur berbatasan dengan Malaysia Timur dan Kalimantan Barat.
Natuna dikelilingi oleh lautan, berada pada jalur Laut China Selatan yang
merupakan jalur pelayaran internasional Hongkong, Jepang, Korea Selatan dan
Taiwan. Komoditi utama yang dihasilkan di Kab. Natuna yaitu perikanan,
sedangkan komoditi potensial lainnya yaitu kelapa.
Untuk mendukung program pemerintah menurunkan disparitas harga
melalui program Tol Laut, Pulau Natuna merupakan salah satu wilayah terluar
Indonesia telah melaksananakan Tol Laut sejak akhir tahun 2016. Kapal Tol Laut
yang dioperasikan oleh Pelni saat itu yaitu kapal Caraka Jaya. Namun, pada
tahun 2019 ada perubahan kebijakan dengan menggunakan container maka
kapal Pelni diganti dengan kapal Logistik Nusantara IV.
Pada awal Tol Laut dilaksanakan, barang-barang yang diangkut meliputi
beras, gula, minyak goreng, semen, sandang, besi. Pada tahun 2017, ada
kejadian kapal yang membawa beras terkena rembesan air laut sehingga beras
yang diangkut basah. Namun karena tidak ada asuransi dan tidak jelas siapa
yang menanggung resiko kecelakaan di laut maka pedagang merasa khawatir
sehingga untuk komoditi curah (beras dan gula) tidak diangkut lagi melalui Tol
Laut. Sekarang, barang yang diangkut oleh Tol Laut tidak khusus untuk barang
pokok dan barang penting tetapi semen, gas, besi baja. Namun permintaan
semen dan besi baja hanya berdasarkan permintaan jika ada proyek
pembangunan.
Di Natuna, terdapat 3 (tiga) pelabuhan, yaitu Penagi, Selat Lampa dan
Kerasan. Selat Lampa merupakan pelabuhan yang dilalui Tol Laut karena
kedalaman lautnya yang mampu untuk dilewati dan bersandar kapal-kapal
berukuran besar. Perusahaan yang terlibat dalam program Tol Laut antara lain
adalah: PT. Pelni sebagai operator, sebagai ekspedisi maupun shipper dan
consignee antara lain: PT. Sarana Bandar Nasional (SBN), PT. Sarana Bandar
Logistik (SBL/Pelni Logistik), PT. Multi Terminal Indonesia (MTI), sebagai shipper
atau consignee antara lain: PT. Duta Energi Natuna (gas), PT. Andika Rejeki
Mandiri, PT. Harapan Sentosa Nusantara.
Dampak setelah ada Tol Laut secara umum, harga-harga barang pokok di
relatif turun namun tidak signifikan karena (i) barang yang diangkut Tol Laut
terbatas dengan volume yang masih kecil serta (ii) biaya darat yang relatif masih
mahal. Akan tetapi keberadaan Tol Laut sangat dibutuhkan oleh Kabupaten
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 42
Natuna untuk mendukung rantai pasokan komoditi pangan pokok dan barang
penting.
Temuan survey di wilayah Natuna diantaranya terkait perubahan
mekanisme tol laut dari kapal kargo curah ke kapal kontainer perlu dilakukan
sosialisasi secara jelas oleh Kementerian Perhubungan dan Pelni sebagai
operator. Perlu dibangunnya kantor Pelni, gudang serta depo kontainer di sekitar
Pelabuhan Selat Lampa sehingga tol laut dapat berjalan lebih efektif. Perlu
ketersediaan kontainer untuk melayani pengiriman dari Natuna. Meninjau
kembali lokasi Pelabuhan Selat Lampa yang selama ini dilalui oleh Tol Laut, agar
ada pelabuhan alternatif yang dapat meminimalisasi biaya di darat (trucking).
Pelabuhan yang paling dekat yaitu Pelabuhan Penagi. Namun, permasalahan
darmaga sandar masih kecil serta kedalamannya belum memenuhi untuk kapal
ukuran besar. Meninjau kembali, komoditi yang diangkut melalui tol laut yang ada
di Natuna, sehingga tujuan utama tol laut untuk menurunkan disparitas harga
dapat tercapai.
Tahuna di Kabupaten Kepulauan Sangihe merupakan wilayah yang dilalui
trayek Tol Laut. Kabupaten Kepulauan Sangihe merupakan salah satu kabupaten
terluar di Indonesia yang berbatasan dengan Filipina. Dengan kondisi geografis
tersebut, hubungan dagang lintas batas dengan Filipina juga telah terjalin lama,
bahkan juga terjadi asimilasi penduduk Sangihe ke Pulau Moro di Filipina dan
juga adanya jual beli berbagai komoditi seperti barang pokok, dan kelapa.
Dengan masuknya program Tol Laut sejak 2016, banyak barang yang
sebelumnya didapatkan dari Filipina khususnya barang pokok mulai tergantikan
dengan barang pokok yang diangkut oleh Tol Laut. Hingga saat ini tidak ada
kapal barang komersil dengan kapasitas cukup besar yang berlayar langsung ke
Sangihe, tetapi bersandar dan bongkar muat terlebih dahulu di Bitung, yang
membutuhkan waktu lebih lama. Keberadaan Kapal Tol Laut sangat membantu
para pedagang dalam mendatangkan barang kebutuhan pokok dengan ongkos
angkut yang jauh lebih murah dibandingkan angkutan komersil.
Penduduk Kepulauan Sangihe berjumlah kurang lebih 130.000 jiwa yang
mendiami kurang lebih 27 pulau dari 90 pulau. Dengan jumlah populasi tersebut,
kebutuhan penduduk juga cukup tinggi yang dibuktikan dengan muatan
berangkat yang diangkut Tol Laut pada 2018 pernah mencapai 190 kontainer.
Dalam hal muatan balik, kabupaten ini juga menjadi salah satu daerah dengan
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 43
muatan balik terbesar yang pernah mencapai 90 kontainer. Komoditas andalan
yang diangkut diataranya yaitu kopra, kayu kelapa, cengkeh, pala dan ikan. Ke
depan, pemerintah daerah berharap agar Tol Laut dapat memfasilitasi lebih
banyak lagi kontainer berpendingin (refeer container) dan alat pembeku ikan
yang lebih besar untuk memanfaatkan peluang yang lebih besar lagi dari sektor
perikanan di Sangihe. Berdasarkan informasi, nelayan di Sangihe mampu
menangkap 30-40 ton ikan per hari jika dioptimalkan. Akan tetapi, saat ini freezer
pembeku ikan yang ada di Tahuna baru sanggup memproduksi 8-9 ton ikan beku
per hari.
Dalam implementasinya selama 3 tahun terakhir, telah cukup banyak
pedagang yang menggunakan jasa Tol Laut. Saat ini tercatat terdapat 17
pedagang yang telah ikut serta dan akan bertambah lagi ke depan. Akan tetapi,
terdapat beberapa permasalahan implementasi yang harus dicarikan solusinya.
Pemerintah Daerah selama ini belum dilibatkan dalam penentuan rute kapal yang
dilalui Tol Laut. Akibatnya, pada bulan Januari 2019 terjadi pengalihan rute yang
semula Surabaya-Makassar-Tahuna PP menjadi Surabaya-Makassar-Bitung-
Tidore PP. Sedangkan rute ke Tahuna dilayani dengan kapal perintis dari Bitung.
Dengan pengalihan rute tersebut mengakibatkan terganggunya pasokan
berbagai bahan pokok dan timbul keluhan pelaku usaha. Dengan pendekatan ke
Kemenhub, baru kemudian mulai bulan Juli rute tersebut dikembalikan ke
Tahuna.
Pemerintah daerah Tahuna sampai saat ini belum melakukan
pengawasan distribusi barang Tol Laut hingga ke kecamatan lain diluar pulau
dan kota Tahuna. Oleh karena itu, isu pengawasan saat ini masih dibahas.
Sebagai salah satu langkah tindak lanjut, pemerintah daerah akan menugaskan
BUMDes untuk melakukan pendistribusian ke kecamatan lain di wilayah
Kabupaten Sangihe.
Dalam hal muatan balik, kabupaten ini juga menjadi salah satu daerah
dengan muatan balik terbesar yang pernah mencapai 90 kontainer. Komoditas
andalan yang diangkut diataranya yaitu kopra, kayu kelapa, cengkeh, pala dan
ikan. Ke depan, pemerintah daerah berharap agar Tol Laut dapat memfasilitasi
lebih banyak lagi kontainer berpendingin (refeer container) dan alat pembeku
ikan yang lebih besar untuk memanfaatkan peluang yang lebih besar lagi dari
sektor perikanan di Sangihe.
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 44
Infrastruktur pelabuhan Tahuna belum cukup mendukung untuk
peningkatan kapasitas angkut Tol Laut. Sebagai contoh, saat ini pelabuhan tidak
memiliki terminal peti kemas/kontainer yang memadai dan juga belum ada crane
darat. Untuk mendukung sektor perikanan, saat ini pemda sedang
mengusahakan pembangunan gardu listrik sebagai sumber daya refeer container
sarana penyimpanan ikan yang akan dijual ke luar daerah. Pelabuhan ikan
terletak di Dago yang cukup jauh dari Pelabuhan Tahuna.
Biaya bongkar muat di Pelabuhan Tahuna dianggap masih cukup tinggi
bila dibandingkan daerah lain di sekitarnya. Hal ini disebabkan biaya buruh masih
disamakan dengan biaya angkut sebelum adanya kapal yang mempunyai crane,
yaitu buruh mengambil ke dalam palka kapal. Sedangkan pekerjaan saat ini
buruh lebih banyak dimanfaatkan untuk stripping barang dari kontainer yang
sudah diturunkan di dermaga masuk ke dalam truk pelaku usaha yang
sebenarnya mempunyai alur pekerjaan yang lebih pendek. Isu ini telah dibahas
berkali-kali oleh stakeholder setempat namun belum menemui jalan keluar.
Pemda masih mengkaji opsi pemindahan lokasi pembongkaran kontainer ke
lokasi gudang Gerai Maritim yang akan dibangun. Untuk mendukung operasional
gudang tersebut, Pemda telah mengalokasikan bantuan 1 truk tronton dan forklift
berkapasitas 28 ton.
Kedatangan kapal Tol Laut sering tidak tepat waktu, sehingga dikeluhkan
oleh pelaku usaha. Keterlambatan pasokan dari Tol Laut seringkali merugikan
pelaku usaha maupun konsumen yang membutuhkan, khususnya pada momen-
momen tertentu seperti hari raya.
Penduduk di Kabupaten Mimika saat ini mencapai sekitar 339.000 jiwa.
Kabupaten Mimika yaitu kota Timika dilalui oleh Tol Laut sejak bulan Nopember
tahun 2015. Kabupaten Mimika adalah kabupaten dengan bongkar muat tertinggi
ke 3 di Provinsi Papua, setelah Jayapura dan Sorong. Di wilayah Mimika terdapat
dua pelabuhan yaitu pelabuhan Pomako yang disinggahi oleh kapal reguler, dan
pelabuhan Amamapare milik PT. Freeport Indonesia yang spesifik melayani
keperluan perusahaan tersebut.
Secara umum harga-harga barang relatif menunjukkan penurunan di
Kabupaten Mimika terutama di Timika. Turunnya harga barang di Kabupaten
Mimika salah satunya disebabkan oleh efek domino dari turunnya biaya angkutan
laut karena adanya Tol Laut. Operator yang melakukan pengiriman barang
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 45
melalui laut ke Timika cukup banyak, yaitu Temas, Spil, Tanto, Meratus, dan
Pelni. Hal ini berdampak pada cukup tingginya persaingan biaya angkutan
barang di Timika. Dengan adanya Tol Laut yang memberikan alternatif angkutan
dengan biaya yang bersaing turut mendorong turunnya tingkat biaya angkutan
dari kapal swasta. Selin itu juga terdapat dua distributor bapokting yang juga
berperan sebagai operator kapal dan memiliki kapal untuk angkutan dari
Surabaya atau Makasar.
Dampak terhadap penurunan harga di Kabupaten Mimika terutama
disebabkan oleh progam Jembatan Udara. Dampak penurunan harga yang
sangat signifikan adalah dengan adanya jembatan udara pada akhir bulan
Februari 2019. Terdapat tiga distrik yang dilalui oleh jembatan udara.
Distrik/kecamatan Tembagapura (kampung Arwanop) mengalami penurunan
harga per kg yang turun untuk beras sudah turun 7 %, gula turun 40%, tepung
turun 50 %, minyak goreng 33 %, ayam beku turun 50.
Kendala utama dalam pelaksanaan program Tol Laut adalah jadwal
kunjungan kapal yang tidak pasti, adanya perusahaan ekspedisi di Surabaya
yang nakal karena menaikkan barang yang bukan pedagang gerai maritim.
Namun hal tersebut sudah dapat teratasi dengan mulai digunakannya aplikasi
IMRK. Selain itu yang juga menjadi masalah adalah terjadinya perubahan trayek
pada tahun 2018, terbatasnya kuota kontainer yang dibatasi 30 Teus dimana
pada tahun 2019 alokasi kontainer Tol Laut tujuan Mimika adalah 33 kontainer
per bulan akan tetapi penerimaan kontainer baru bisa maksimal 2 kontainer.
Waktu perjalanan kapal Tol Laut yang cukup lama kurang lebih 17 hari sampai
dengan 27 hari sehingga tidak banyak pedagang yang tertarik untuk
menggunakan Tol Laut. Selisih harga sewa kontainer antara Tol Laut dengan
operator kapal swasta sangat kecil sehingga pedagang lebih tertarik
menggunakan kapal swasta.
Pedagang mengeluhkan mengenai jadwal kapal Tol Laut yang tidak tentu.
Pemberitahuan keberangkatan kapal terkadang disampaikan mendadak
sehingga pedagang harus segera untuk mencari muatan barang yang akan
dikirimkan ke Timika. Terdapat adanya pembatasan muatan kontainer yang
menggunakan kapal Tol Laut. Kontainer yang di muat di kapal Tol Laut maksimal
hanya boleh mengangkut seberat 22 ton saja. Sementara kapal komersial atau
reguler satu kontainer bisa mengangkut seberat 25 ton. Hal ini berdampak pada
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 46
total biaya yang dikeluarkan oleh pedagang menjadi tidak terlalu berbeda antara
Tol Laut dengan kapal komersil. Barang-barang yang selama ini dibawa
menggunakan Tol Laut saat ini adalah bahan pangan pokok antara lain beras,
minyak goreng, gula, dan ayam beku. Barang yang paling rutin dikirim ke Timika
adalah beras. Sementara pengiriman ayam beku harus menggunakan refeer
kontainer atau kontainer berpendingin yang biasanya hanya satu kontainer per
pengiriman dengan berat sekitar 14 ton ayam.
Kapal Tol Laut yang berlayar menuju ke Timika pada tahun 2019 ini
dilakukan oleh operator PT. Temas dimana sebelumnya dilakukan oleh operator
PT. PELNI. Kedatangan kapal Tol Laut di pelabuhan disampaikan melalui email
dan dari perwakilan PT. Temas di Timika. Bongkar muat barang-barang Tol Laut
langsung dikerjakan oleh PT. Temas. Pada tahun ini muatan Tol Laut
menunjukan penurunan sekitar 40%. Bongkar muat segera dilakukan saat kapal
Tol Laut tiba yang biasanya berkisar antara satu sampai dua hari untuk bongkar
muat barang. Kapal Tol Laut yang datang akan mendapatkan prioritas untuk
sandar lebih dahulu dibandingkan kapal-kapal lain dari operator komersial. Selain
PT. Temas sebagai operator Tol Laut, operator kapal komersial lain yang
melayari rute ke Timika antara lain PT. Pelni, PT. Spil, dan PT. Tanto.
Pelaksanaan Tol Laut sampai saat ini tidak menghadapi permasalahan
berarti. Permasalahan terutama pada infrastruktur dari pelabuhan. Belum lama
ini salah satu dermaga di pelabuhan Pomako mengalami kerusakan dimana ada
bagian yang amblas. Hal ini berdampak pada berkurangnya panjang dermaga
yang dapat melayani bongkar muat kapal sehingga memperlambat waktu sandar
kapal. Selain itu lingkungan pelabuhan yang belum steril dari penduduk sekitar.
Kabupaten Maluku Tenggara Barat merupakan salah satu kabupaten
terluar di Indonesia yang berbatasan dengan Australia, yaitu kota Darwin dengan
jarak 8 jam perjalanan berlayar atau 1 jam naik pesawat. Dengan letak geografis
tersebut, Kabupaten Maluku Tenggara Barat, khususnya Kota Saumlaki sering
menjadi tuan rumah kegiatan pelayaran internasional, seperti Sail Maluku dan
sebagainya.
Pemerintah Kabupaten MTB sangat terbantu dengan adanya program Tol
Laut karena berpengaruh terhadap harga barang-barang dan juga biaya
transportasi khususnya angkutan laut. Sebelum Tol Laut masuk ke Saumlaki,
pengangkutan laut dikuasai oleh segelintir pedagang yang juga mempunyai
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 47
usaha pengangkutan kapal laut. Dengan demikian, tidak ada pemerataan usaha
dan terjadi monopoli oleh pedagang-pedagang tersebut. Oleh karena itu, harga-
harga barang pokok menjadi cukup tinggi. Sebagian besar barang kebutuhan
pokok di Saumlaki dipasok dari daerah sekitar, yaitu kota Ambon, misalnya
sayur-mayur. Tol Laut di sini melayani trayek Surabaya-Tenau-Saumlaki-Dobo
dengan waktu tempuh pulang pergi kurang lebih 10 hari.
Karena bergantung pada pasokan dari luar daerah, maka keberadaan Tol
Laut sangat terasa manfaatnya sehingga sangat diminati oleh para pelaku usaha
di Saumlaki. Berdasarkan data Disperindagnaker, terdapat 28 pedagang yang
telah terdaftar dan menandatangani pakta integritas. Pada tahun 2019 terdapat
peningkatan kuota pengangkutan menjadi 100 kontainer dari 55 kontainer di
tahun 2018.
Beberapa isu pelaksanaan Tol Laut di Saumlaki, yaitu setiap awal tahun
masih terjadi penundaan keberangkatan Tol Laut karena menunggu selesainya
lelang pekerjaan Tol Laut dari Kementerian Perhubungan. Dengan tertundanya
Tol Laut, biasanya harga akan kembali naik, khususnya di bulan Januari-Maret.
Baru kemudian ketika Tol Laut mulai beroperasi pada April-Desember harga
bapok kembali stabil. Saumlaki juga dilalui pelayaran swasta, termasuk Mentari
Line yang terpilih menjadi operator Tol Laut pada tahun 2019. Masalah kedua
yaitu Disperindagnaker masih kesulitan memantau harga barang yang
didatangkan dengan kontainer Tol Laut, karena pedagang menjualnya
bersamaan dengan barang yang didatangkan dengan kontainer reguler,
sehingga harganya sulit untuk dibandingkan. Namun demikian, diakui bahwa
barang pokok mengalami penurunan harga. Ketiga, masih terbatasnya jaringan
internet di Saumlaki membuat pedagang menggunakan jasa shipper atau
perusahaan Jasa Penyedia Transportasi (JPT) yang berada di Surabaya,
sehingga menimbulkan tambahan biaya yang besarannya bervariasi dan
terkadang dikeluhkan pedagang pengguna Tol Laut. Terakhir, Dinas
Perindagnaker baru terbentuk tahun 2017 dari sebelumnya unit eselon 3 di
lingkungan Bappeda sehingga data yang dimiliki terkait perkembangan harga
dan kebijakan-kebijakan sebelumnya sangat terbatas. Dalam hal ini,
Disperindagnaker tidak menyimpan data pantauan harga sebelum dinas tersebut
terbentuk sehingga tidak didapatkan data pembanding harga sebelum
beroperasinya Tol Laut.
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 48
Untuk mendukung program Tol Laut, Pelabuhan Saumlaki telah
menyediakan dermaga sebelah selatan khusus disandari Kapal Tol Laut.
Panjang dermaga keseluruhan yaitu 240 meter dan direncakan akan ada
penambahan panjang dermaga sepanjang 40 meter lagi. Setelah itu
penambahan panjang dermaga tidak dimungkinkan lagi karena adanya
hambatan kedalaman dan juga dermaga kapal Pertamina. UPP memiliki 2 mobile
crane dengan kapasitas 30 dan 40 ton bantuan dari Kemenhub, dan salah
satunya sedang mengalami kendala sehingga untuk mendukung operasional
pelabuhan hanya 1 buah. UUP Saumlaki juga tidak mempertimbangkan untuk
membangun static crane karena konstruksi dermaga yang tidak mendukung.
Berdasarkan pengamatan dan informasi pengelola pelabuhan, Pelabuhan
Saumlaki hanya memiliki area penumpukan yang sangat terbatas, maksimal
dapat dimasuki 200 kontainer. Dengan keterbatasan ini, UPP mengatur waktu
penggunaan area penumpukan yaitu akan diprioritaskan untuk bongkar muat dari
kapal terlebih dahulu, baru kemudian dilakukan bongkar muat dari kontainer ke
truk pengangkut (stripping). Bongkar muat dari 1 kapal ke area penumpukan
berkisar 2-3 hari dan hari ke-4 baru dapat dilakukan stripping oleh pelaku usaha.
Dari pantauan langsung, area penumpukan kontainer banyak dipenuhi kontainer
kosong, termasuk kuota kontainer muatan balik Tol Laut sejumlah 100 kontainer.
Banyaknya kontainer kosong lebih disebabkan belum adanya pemanfaatan
muatan balik Tol Laut.
Tabel 4. 7. Perbandingan Angkutan Tol Laut dengan Reguler di Trayek Survey
TujuanTol Laut Reguler/ Swasta
Rute Waktu Biaya Rute Waktu Biaya
Natuna Jakarta (Tg Priok) –Tarempa – Natuna (Selat Lampa)
12 - 14 hari Door to door Rp. 9.000.000 Port to port Rp. 3.758.000
Jakarta (Tg Priok) –Natuna (Selat Lampa)
3 hari Door to door Rp. 18.000.000
Tahuna Surabaya (Tg Perak) – Makassar –Tahuna
16 - 20 hari Door to door Rp. 8.150.000 Port to port Rp. 3.701.000
Surabaya (Tg Perak) – Makassar – Bitung –Tahuna
8 hari Door to door Rp. 20.000.000
Timika Surabaya (Tg Perak) – Fakfak – Kaimana – Timika
15 hari Door to door Rp. 11.700.000 Port to port Rp. 5.696.000
Surabaya (Tg Perak) – Timika
8 hari Door to doorRp. 14.200.000
Saumlaki Surabaya (Tg Perak) – Tenau – Saumlaki
14 hari Door to door Rp. 9.000.000 Port to port Rp. 4.711.000
Surabaya (Tg Perak) – Tenau – Saumlaki
12 hari Door to door Rp. 18.000.000
Catatan: 1. Data berdasarkan hasil survei 2. Data biaya port to port berdasarkan Permenhub 113 tahun 2018 dan data biaya door to door hasil survei 3. Waktu tempuh satu voyage
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 49
Perbandingan waktu dan biaya antara pelayaran Tol Laut dengan
pelayaran regular atau swasta untuk wilayah Natuna dengan hub Jakarta, serta
Tahuna, Timika, dan Saumlaki dengan hub Surabaya diperlihatkan oleh Tabel
4.7. Trayek Tol laut yang melalui Natuna berasal dari hub Tanjung Priok Jakarta
dengan rute Jakarta – Tarempa – Natuna dengan waktu tempuh 12 sampai 14
hari sehingga dalam satu bulan hanya satu kali kapal Tol Laut yang sampai di
Natuna. Sementara, kapal reguler atau swasta relatif lebih cepat tiba di Natuna
dengan kisaran perjalanan hanya 3 hari dari Jakarta. Ha ini terutama karena
trayek kapal reguler dari Jakarta langsung ke Natuna dan tidak singgah kedaerah
lain. Terdapat perbedaan biaya yang signifikan dimana biaya pengiriman
menggunakan tol laut hanya setengah dari biaya pengiriman menggunakan
angkutan reguler. Perbedaan harga masih kurang dapat menarik pengguna Tol
Laut karena jadwal keberangkatan yang tidak pasti dan lama waktu pengiriman
sampai sehingga resiko kerusakan barang menjadi besar.
Trayek Tol Laut dari Hub Surabaya menuju Tahuna melalui rute Surabaya
– Makassar – Tahuna. Lama pelayaran Tol Laut sampai ke Tahuna mencapai 16
sampai 20 hari. Sementara, perjalanan pengiriman barang menggunakan kapal
swasta reguler ke Tahuna melalui rute yang relatif lebih panjang yaitu Surabaya
– Makassar – Bitung – Tahuna. Namun, walaupun lebih banyak daerah yang
disinggahi namun waktu pengiriman barang dari Surabaya hingga Tahuna hanya
berkisar 8 hari saja.
Daerah Timika sebagai salah satu wilayah rute Tol Laut dilalui dengan
rute Surabaya – Fakafak – Kaimana – Timika dengan waktu tempuh selama 15
hari jauh lebih lama dari pada rute swasta reguler yang hanya selama 8 hari. Hal
ini terjadi terutama karena pelayaran reguler terdapat rute langsung dari
Surabaya ke Timika. Sementara rute Tol Laut ke Saumlaki memiliki rute yang
sama dengan pelayaran swasta reguler yaitu dari Surabaya – Tenau – Saumlaki.
Namun terdapat perbedaan waktu perjalanan dimana untuk Tol Laut selama 14
hari dan untuk swasta reguler selama 12 hari perjalanan.
Temuan dari survey lapang dan diskusi dengan berbagai stakeholder
pelaksanaan Tol Laut maka dapat disimpulkan beberapa perbedaan antara
pengiriman melalui Tol Laut dengan melalui regular pada Tabel 4.8. Terdapat
lima perbedaan mendasar antara pengiriman melalui Tol Laut dengan melalui
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 50
swasta reguler dapat yaitu jadwal keberangkatan kapal, waktu tempuh, biaya
kirim, perhitungan muatan, dan proses pengirirman.
Jadwal keberangkatan kapal untuk pelayaran dengan Tol Laut sudah
terjadwal namun belum tepat waktu. Keterlambatan keberangkatan sering terjadi
terutama terkait kesiapan muatan dan proses booking kontainer. Sementara
untuk pelayaran reguler biasanya berangkat sesuai dengan jadwal yang sudah
diencanakan. Waktu tempuh sangat tergantung dari rute kapal dan berapa
banyak wilayah yang disinggahi oleh karena itu kapal Tol Laut relatif lebih lama
dalam hal waktu perjalanan karena harus menyelesaikan siklus pelayaran
dengan menyinggahi semua wilayah sesuai dengan trayek yang sudah
ditentukan sebelumnya.
Tabel 4. 8. Perbandingan Angkutan Tol Laut dengan Reguler
Tol Laut Reguler
JadwalKeberangkatan Kapal
Terjadwal tapi belum tepat waktu (tergantung kesiapan muat dari pengirim dan booking kontainer tol laut)
Sesuai jadwal
Waktu Tempuh Tergantung tempat singgah sesuai trayek. Tergantung tujuan (langsung)
Biaya Kirim 50 % dari biaya reguler (sesuai PM 113 tahun 2018)
100 % biaya pengiriman reguler
Perhitungan Muatan
Sebelumnya diperhitungkan curah. Sejak tahun 2018 diperhitungkan per kontainer.
Diperhitungkan per kargo muatan (Sesuai kebutuhan pengirim).
Proses Pengiriman Melalui aplikasi IMRK/ Informasi Muatan Ruang Kapal (masih web base dan banyak yang belum menggunakan)
Menggunakan jasa pengiriman atau JPT (Jasa Penyedia Transportasi)
Sumber: Survey
Perbedaan yang cukup mencolok antara pelayaran Tol Laut dengan
pelayaran reguler salah satunya adalah dari sisi biaya kirim. Tarif pengiriman
barang melalui Tol Laut ditetapkan oleh Kementerian Perhubungan yang direvisi
sesuai dengan penambahan trayek pelayaran. Tarif pengiriman barang melalui
Tol Laut untuk tahun 2019 ditetapkan dalam Peraturan Menteri Perhubungan
Nomor PM 113 tahun 2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Perhubungan Nomor PM 29 Tahun 2018 Tentang Tarif Angkutan Barang Di Laut
Untuk Melaksanakan Kewajiban Pelayanan Publik (Public Service Obligation)
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 51
yang memuat besaran tarif pengiriman barang untuk setiap wilayah yang dilalui
Tol Laut. Pengiriman barang menggunakan Tol Laut dikenakan tarif 50% dari
biaya reguler karena mendapatkan subsidi dari Pemerintah. Tarif ditetapkan
secara spesifik sesuai trayek untuk kargo dry container, reefer container, dan
general cargo.
Tol Laut dirasakan masih kurang memberikan pengaruh terhadap
penurunan harga dan disparitas harga karena volume barang yang diangkut
masih relatif sedikit. Permasalahan utama dalam pelaksanaan Tol Laut yang
dapat teridentifikasi secara umum adalah:
1. Keberangkatan dan kedatangan kapal tidak tepat sesuai jadwal dan waktu
perjalanan kapal yang relatif lebih lama dibandingkan kapal regular.
Keterlambatan dan lamanya waktu perjalanan kapal diantaranya terjadi
karena rute Tol Laut yang relatif panjang dimana harus menyinggahi banyak
daerah.
2. Ketidakpastian ketersediaan ruang muat kapal/kuota di pelabuhan asal dan
penggunaan aplikasi IMRK berbasis web yang terkendala jaringan
telekomunikasi/internet di beberapa daerah. Pengenalan aplikasi IMRK baik
karena dengan aplikasi tersebut dapat diketahui ketersediaan ruang kapal,
namun keterbatasan jaringan sarana telekomuniksai terutama di wilayah
terpencil dan terluar menyebabkan aplikasi ini sulit untuk diakses.
3. Biaya buruh bongkar muat bervariasi dan berdasarkan negosiasi,
ketersediaan buruh musiman. Biaya buruh bervariasi antar wilayah dimana
penentuannya juga dapat berbeda tergantung kesepakatan di wilayah
tertentu.
4. Infrastruktur pelabuhan masih terbatas seperti crane rusak atau tidak ada,
container yard sempit, dan sebagainya yang mengakibatkan waktu lebih lama
untuk bongkar muat. Kualitas dan ketersediaan infrastruktur di pelabuhan
sangat mempengaruhi kecepatan dan biaya bongkar muat barang di
pelabuhan.
5. Masih rendahnya pemanfaatan muatan balik karena komoditas yang sangat
terbatas. Kapal Tol laut yang membawa komoditi dari wilayah hub
kebanyakan kembali dengan muatan kosong. Saat ini industri di wilayah yang
dilalui Tol Laut belum berkembang sehingga produk yang dihasilkan
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 52
sebagian besar merupakan komoditi primer. Produksi yang sedikit dan
wilayah tersebar menyebabkan konsolidasi untuk mengirimkan barang
menjadi sulit dilakukan.
4.3.2. Importance Performance Analysis Pelaksanaan Program Tol Laut
Berbagai permasalahan dalam pelaksanaan program Tol Laut yang
teridentifikasi kemudian diterjemahkan ke dalam atribut-atribut untuk melakukan
Important Performance Analisis (IPA). Permasalahan-permasalahan tersebut
diwakilkan ke dalam 26 atribut dengan pendekatan six key drivers of logistic yang
diperlihatkan oleh Tabel 4.9.
Tabel 4. 9. Atribut Identifikasi Permasalahan dalam Tol Laut
No Keterangan Tingkat Kinerja Tingkat Kepentingan Tingkat Kesesuaian Skor
Atribut Atribut (Xi) (Yi) (Tki) (%)
A1 Kualitas infrastruktur pelabuhan 45 89 0.51 50.56
A2 Kualitas infrastruktur bongkar muat 48 91 0.53 52.75
A3 Kualitas infrastruktur pergudangan 46 89 0.52 51.69
A4 Kualitas infrastruktur IT 43 86 0.50 50.00
A5 Kualitas infrastruktur Jalan 69 90 0.77 76.67
A6 Informasi biaya pengiriman 53 92 0.58 57.61
A7 Informasi ketersediaan kontainer/ slot 46 94 0.49 48.94
A8 Informasi bongkar muat 53 89 0.60 59.55
A9 Kualitas pelayanan jasa pelabuhan 69 86 0.80 80.23
A10 Kualitas pelayanan jasa transportasi laut 66 89 0.74 74.16
A11 Kualitas pelayanan jasa bongkar muat 55 87 0.63 63.22
A12 Kualitas pelayanan jasa pergudangan 50 81 0.62 61.73
A13 Kualitas pelayanan transportasi darat (trucking ) 60 87 0.69 68.97
A14 Kualitas pelayanan freight forwarder 60 90 0.67 66.67
A15 Keamanan barang dalam pengiriman moda darat 69 87 0.79 79.31
A16 Keamanan barang dalam pengiriman moda laut 71 89 0.80 79.78
A17 Keamanan barang saat bongkar muat 67 88 0.76 76.14
A18 Keamanan barang di gudang 64 87 0.74 73.56
A19 Ketelusuran/pelacakan barang 41 86 0.48 47.67
A20 Ketepatan waktu pengiriman 43 92 0.47 46.74
A21 Ketepatan waktu kedatangan 43 90 0.48 47.78
A22 Ketepatan waktu bongkar muat 58 89 0.65 65.17
A23 Kualitas barang sampai ke tujuan 68 89 0.76 76.40
A24 Kuantitas barang sampai ke tujuan 69 89 0.78 77.53
A25 Biaya pengiriman barang 67 89 0.75 75.28
A26 Penurunan harga eceran 62 89 0.70 69.66
Skor Keseluruhan 63.87
Sumber: data survey diolah
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 53
Pendekatan six key driver of logistic membagi atribut-atribut ke dalam
enam kelompok yaitu infrastruktur, domestic shipment, competence, tracking and
tracing, timelines, dan aspek lainnya. Setiap atribut kemudian dinilai dan
dilakukan perhitungan tingkat kinerja dan tingkat kepentingannya yang kemudian
dapat diperoleh tingkat kesesuain dan skor akhir dari IPA. Hasil perhitungan skor
tersebut dapat memberikan gambaran dan membandingkan antar atribut-atribut
yang ada sehingga dapat teridentifikasi atribut apa saja yang perlu ditingkatkan
kinerjanya.
Atribut-atribut tersebut kemudian dinilai oleh stakeholder dengan
kuesioner terkait tingkat kepentingan dan efektifitas pelaksanaannya. Hasil
pengumpulan data primer berupa penilaian diperoleh hasil bahwa berdasarkan
tingkat kepentingan dari atribut-atribut berada pada level 4,43 sedangkan dari sisi
kinerja berada pada level 2,86 dengan total skor keseluruhan sebesar 63,87.
Berdasarkan kriteria penilaian keseluruhan skor IPA dengan skala Sangat Baik,
Baik, Cukup Baik, Kurang Baik, dan Sangat Tidak Baik, maka dapat diartikan
bahwa pelaksanaan program Tol Laut sampai saat ini sudah dapat dikategorikan
dalam penilaian cukup baik.
Nilai perhitungan kinerja dan kepentingan dari setiap atribut tersebut
kemudian dipetakan kedalam empat kuadran kepentingan dan kinerja dengan
batasan pembagi kuadran adalah rata-rata nilai kepentingan untuk sumbu
horizontal dan rata-rata nilai kinerja untuk sumbu vertikal yang diperlihatkan oleh
Gambar 4.6. Dengan demikian diperoleh empat kuadran yang menggambarkan
kepentingan dan kinerja atribut-atribut.
Hasil perhitungan kinerja dan kepentingan pelaksanaan program Tol Laut
berdasarkan skornya menunjukkan ada beberapa atribut yang harus menjadi
perhatian, selain beberapa atribut juga yang kinerjanya harus tetap dijaga. Tiap
atribut pada pendekatan IPA dipetakan kedalam empat kuadran kepentingan dan
kinerja yaitu kuadran prioritas utama, kuadran pertahankan prestasi, kuadran
prioritas rendah dan kuadran sumber daya berlebihan.
Hasil perhitungan kinerja pelaksanaan program Tol Laut menunjukkan
terdapat 26 atribut hasil kuesioner survei yang dipetakan ke dalam empat
kuadran untuk menilai kinerja dari masing-masing atribut tersebut. Kuadran I
Prioritas Utama terdapat delapan atribut, Kuadran II Pertahankan Prestasi
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 54
terdapat sembilan atribut, Kuadran III Prioritas Rendah terdapat empat atribut,
dan Kuadran IV Berlebihan terdapat lima atribut.
4,00
4,10
4,20
4,30
4,40
4,50
4,60
4,70
4,80
1,50 2,00 2,50 3,00 3,50 4,00
Kep
enti
ng
an
Kinerja
A7
A20
A2
A6
A21
A1A3 A8
A14
A22A10
A23 A24A16
A5
A4A19
A12
A11A13 A18
A17
A15
A9
Kuadran IPrioritas Utama
(Concentrate Here)Atribut pada kuadran ini dianggap sangat penting namun kinerjanya
belum memuaskan sehingga harus ditingkatkan.
Kuadran IIPertahankan Prestasi
(Keep Up The Good Work)Atribut pada kuadran ini dianggap sangat
penting dan kinerjanya sangat memuaskan, sehingga harus
dipertahankan.
Kuadran IIIPrioritas Rendah
(Low Priority)Atribut pada kuadran ini dianggap tidak penting dan kinerjanyanya
kurang memuaskan.
Kuadran IVBerlebihan
(Possible Overkill)Atribut pada kuadran ini
dianggap tidak penting akan tetapi kinerjanya
memuaskan.
A26 A25
(4,43)
(2,86)
Gambar 4. 6. Plot Atribut Tol Laut Pada Kuadran Kepentingan-Kinerja IPA
Sumber: data survey diolah
Kuadran I adalah kuadaran yang mencerminkan Prioritas Utama
(Concentrate Here). Atribut pada kuadran ini dianggap sangat penting oleh para
pemangku kepentingan, tetapi belum memuaskan dari sisi kinerja sehingga
kualitasnya harus terus ditingkatkan. Oleh karena itu pemangku kebijakan dalam
hal ini pemerintah perlu memfokuskan sumberdaya untuk dapat meningkatkan
efektifitas atribut yang berada pada kuadran ini. Atribut pada Kuadran I
diperlihatkan oleh Tabel 4.10.
Atribut berdasarkan hasil penilaian yang berada pada Kuadran I
sebanyak delapan atribut. Atribut yang berada pada kuadran I adalah atribut
yang memiliki kepentingan tinggi yaitu berada di atas rata-rata skor, namun
masih memiliki kinerja yang relatif rendah dimana skor kinerjanya masih berada
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 55
di bawah skor rata-rata. Sejalan dengan hasil identifikasi permasalahan, atribut
yang masuk dalam Kuadran I terutama terkait dengan kualitas infrastruktur, arus
informasi, dan waktu pelayanan. Atribut-atribut utama yang perlu mendapat
perhatian untuk diperbaiki yaitu kualitas infrastruktur pelabuhan, kualitas
infrstruktur bongkar muat, kualitas infrastruktur pergudangan, informasi biaya
pengiriman, informasi ketersediaan kontainer, informasi bongkar muat, ketepatan
waktu pengiriman, dan ketepatan waktu kedatangan.
Tabel 4. 10. Atribut Pada Kuadran I: Prioritas Utama
No Keterangan Tingkat Tingkat Atribut Atribut Kinerja Kepentingan
A1 Kualitas infrastruktur pelabuhan 2,25 4,45
A2 Kualitas infrastruktur bongkar muat 2,40 4,55
A3 Kualitas infrastruktur pergudangan 2,30 4,45
A6 Informasi biaya pengiriman 2,65 4,60
A7 Informasi ketersediaan kontainer/ slot 2,30 4,70
A8 Informasi bongkar muat 2,65 4,45
A20 Ketepatan waktu pengiriman 2,15 4,60
A21 Ketepatan waktu kedatangan 2,15 4,50
Sumber: data survey diolah
Pemetaan IPA pada Kuadran II adalah kuadran yang menunjukkan
atribut-atribut yang sudah baik. Kuadran Pertahankan Prestasi (Keep Up the
Good Work) terdiri dari atribut-atribut yang dianggap sangat penting dan sangat
memuaskan kinerjanya. Oleh karena itu atribut-atribut tersebut harus
dipertahankan kualitas kinerjanya.
Terdapat sembilan atribut yang hasil penilaian skor kinerja dan
kepentingan masuk dalam Kuadran II. Atribut-atribut dalam Kuadran II antara lain
kualitas infrastruktur jalan, kualitas pelayanan jasa transportasi laut, kualitas
pelayanan freight forwarder, pengiriman barang dalam moda laut, ketepatan
waktu bongkar muat, kualitas barang sampai tujuan, kuantitas barang sampai
tujuan, biaya pengiriman barang, dan penurunan harga eceran.
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 56
Prioritas Rendah (Low Priority) adalah pengelompokan atribut yang
berada pada Kuadran III. Atribut-atribut yang masuk dalam kuadran ini dianggap
tidak begitu penting bagi stakeholder dengan kinerja yang masih kurang
memuaskan. Oleh karena itu atribut-atribut dalam kuadran ini bukan merupakan
perhatian utama dalam pelaksanaan program Tol laut. Terdapat empat atribut
yang masuk dalam Kuadran III.
Pengelompokan atribut pada Kuadran IV diartikan sebagai atribut dengan
hasil penilaian Berlebihan (Possible Overkill). Atribut pada kuadran ini dianggap
tidak begitu penting tetapi menunjukkan kinerja yang baik dan memuaskan dalam
pelaksanaan program Tol Laut. Terdapat lima atribut yang masuk dalam kuadran
ini yaitu atribut kualitas pelayanan jasa pelabuhan, kualitas pelayanan
transportasi darat, keamanan barang dalam pengiriman moda darat, kemanan
barang saat bongkar muat, dan keamanan barang di gudang.
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 57
3. BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
5.1. Kesimpulan
Berdasakan hasil analisis yang dilakukan untuk menjawab tujuan kajian
Dampak Tol Laut Terhadap Disparitas Harga maka dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Rata-rata disparitas harga melalui pendekatan koefisien keragaman untuk
komoditi pangan yang dibawa oleh Tol Laut (beras, gula, minyak goreng dan
daging ayam) menunjukkan terjadinya penurunan pada periode setelah
dimulainya program Tol Laut (2016-2019) dibandingkan dengan periode
sebelum Tol Laut (2012-2015). Disparitas harga komoditi pangan tersebut
secara nasional membaik pada periode 2016-2019 dengan rata-rata
penurunan disparitas sebesar 20%.
2. Perhitungan volatilitas harga melalui pendekatan koefisien keragaman untuk
komoditi pangan (beras, gula, minyak goreng dan daging ayam) juga
menunjukkan terjadinya perbaikan setelah dimulainya program Tol Laut.
Rata-rata volatilitas harga komoditi pangan tersebut secara nasional
menunjukkan penurunan sebesar 32% dibandingkan periode sebelum
dimulainya program Tol Laut. Namun demikian, perhitungan koefisien
keragaman yang digunakan untuk melihat penurunan disparitas dan
volatilitas harga belum dapat memisahkan apakah penurunan tersebut benar-
benar merupakan dampak dari Tol Laut atau adalah dampak dari
kebijakan/kondisi lainnya.
3. Pendekatan ekonometrik menggunakan data periode tahun 2012-2018
menunjukkan bahwa faktor-faktor yang secara signifikan mempengaruhi
disparitas harga secara nasional adalah harga pangan internasional, curah
hujan, tarif pelayaran Tol Laut, dummy HBKN serta disparitas harga pada
periode sebelumnya. Hasil estimasi menunjukkan bahwa penurunan tarif Tol
Laut yang telah diimplementasikan sejak tahun 2016 mempunyat pengaruh
terhadap penurunan disparitas harga pangan dan signifikan secara statistik.
4. Namun demikian, subsidi pada biaya pengiriman barang melalui Tol Laut
sebesar 50% hanya dapat menurunkan disparitas harga pangan sebesar
6,9%. Oleh karena itu, dampak Tol Laut terhadap penurunan dispraitas harga
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 58
masih relatif kecil. Hal ini terjadi karena kemungkinan disebabkan oleh
adanya berbagai permasalahan dalam pelaksanaan Tol Laut.
5. Identifikasi permasalahan utama yang dihadapi dalam pelaksanaan Tol Laut
saat ini adalah:
a. Keberangkatan dan kedatangan kapal tidak tepat sesuai jadwal dan
waktu perjalanan kapal yang relatif lebih lama dibandingkan kapal reguler
diantaranya karena rute yang panjang;
b. Ketidakpastian ketersediaan ruang muat kapal/kuota di pelabuhan asal
dan penggunaan aplikasi Informasi Muatan Ruang Kapal (IMRK) berbasis
web yang terkendala jaringan telekomunikasi/internet di beberapa daerah;
c. Biaya buruh bongkar muat bervariasi dan berdasarkan negosiasi dan
ketersediaan buruh yang terkadang musiman;
d. Infrastruktur pelabuhan masih terbatas sehingga mengakibatkan waktu
yang relatif lebih lama untuk bongkar muat barang;
e. Masih rendahnya pemanfaatan muatan balik karena komoditas yang
sangat terbatas.
6. Metode Importance Performance Analysis (IPA) menunjukan bahwa untuk
meningkatkan kinerja Program Tol Laut maka atribut-atribut yang perlu
diperbaiki adalah kualitas infrastruktur pelabuhan, kualitas infrastruktur
bongkar muat, pergudangan, informasi biaya pengiriman, informasi
ketersediaan kontainer, informasi bongkar muat, serta ketepatan waktu
pengiriman dan kedatangan kapal.
5.2. Rekomendasi Kebijakan
Agar kinerja Tol Laut dapat optimal dalam menurunkan disparitas harga
bapok, Pemerintah perlu menyelesaikan berbagai permasalahan dalam
pelaksanaan Tol Laut sehingga dapat meningkatkan kelancaran pasokan dan
volume muatan. Dalam hal ini, beberapa langkah tindak lanjut yang dapat
dilakukan Kementerian Perdagangan, diantaranya yaitu :
1. Mengusulkan perbaikan rute trayek kapal Tol Laut untuk meningkatkan
efisiensi rute yang dinilai saat ini masih terlalu panjang. Langkah ini dilakukan
bekerjasama dengan Instansi teknis, khususnya Kementerian Perhubungan
dan Pemda dengan mempertimbangkan kebutuhan daerah, tingkat inflasi
serta disparitas harga.
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 59
2. Melakukan pengawasan berkala terhadap kinerja operator Tol Laut untuk
memperbaiki ketepatan jadwal kapal Tol Laut dengan berkoordinasi dengan
Kementerian Perhubungan dan Pemda setempat. Dengan meningkatnya
kepastian jadwal Tol Laut diharapkan dapat menarik minat pelaku usaha
untuk menggunakan jasa Tol Laut sehingga mampu menaikkan utilitas
volume angkutan Tol Laut.
3. Melakukan sosialisasi, bimbingan teknis, dan fasilitasi usaha bekerja sama
dengan instansi terkait (Kementerian Perhubungan, Bank Indonesia) kepada
pihak-pihak yang terlibat dalam implementasi Tol Laut, mulai dari calon
pengguna/ pengguna Tol Laut, Pemda, hingga perusahaan Jasa Pengurusan
Transportasi untuk meningkatkan penyebaran informasi baik mekanisme,
pelacakan (tracking) kiriman, IMRK, hingga pengenaan tarif di wilayah yang
dilalui trayek Tol Laut. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan pemahaman
para pelaku usaha terhadap business process Tol Laut dan penggunaan
IMRK.
4. Mendorong Pemda setempat berkoordinasi dengan Kementerian
Perhubungan dan instansi terkait lainnya untuk menyusun kebijakan yang
mengatur biaya bongkar muat di pelabuhan hingga biaya distribusi sampai di
pedagang eceran sehingga harga barang yang diangkut Tol Laut tetap
kompetitif.
5. Berkoordinasi dengan Pemda setempat untuk memberikan usulan perbaikan
infrastruktur yang diperlukan untuk meningkatkan efisiensi bongkar muat di
pelabuhan kepada Kementerian Perhubungan dan Kementerian PUPR.
6. Berkolaborasi dengan Pemda setempat dan pengusaha (KADIN) untuk
menciptakan muatan balik. Utamanya ditujukan untuk menciptakan
komoditas unggulan dari wilayah Timur maupun daerah lainnya yang dilewati
rute Tol Laut, misalnya komoditas perikanan dan perkebunan (kelapa, pala,
karet) yang banyak menjadi komoditas unggulan wilayah Indonesia Timur.
7. Kementerian Perdagangan perlu mengkaji keberadaan Gerai Maritim untuk
menjaga ketersediaan komoditi pangan pokok dan distribusinya, di wilayah
yang menjadi persinggahan kapal Tol Laut. Gerai Maritim juga dapat
difungsikan sebagai pusat konsolidasi produk-produk muatan balik dari
wilayah sekitarnya.
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 60
8. Meningkatkan pengawasan dan monitoring harga bapok maupun barang-
barang lainnya yang diangkut oleh Tol Laut pada daerah tujuan Tol Laut dan
juga daerah di sekitar pelabuhan tujuan bekerja sama dengan Pemda
setempat. Dengan adanya monitoring harga, diharapkan dapat tersedia data
yang valid serta metodologi yang memadai untuk mengukur dampak Tol Laut
lebih lanjut sebagai bahan evaluasi bagi pelaksanaan kebijakan ini ke
depannya.
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 61
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, Tri. 2017. Rasionalisasi Program Tol Laut. Artikel. Supply Chain Indonesia. http://supplychainindonesia.com/new/rasionalisasi-program-tol-laut/
Andilas, D.D dan Liana. A. Yanggana. 2017. Jurnal Manajemen Transportasi &
Logistik - Vol. 04 (01).Pp: 1-8. Adam, L. 2015. Kebijakan Konektivitas Maritim di Indonesia. Jurnal Politica Vol 6
(1). Jakarta Bisnis Indonesia. 2014. Supply Chain Indonesia: Implementasi Konsep Tol Laut:
Biaya Logistik Bisa Ditekan jadi 15%. http://supplychainindonesia.com/ new /implementasi-konsep-tol-laut-biaya-logistik-bisa-ditekan-jadi-15%/
Brandt, D.R. 2000. An Outside-In Approach to Determining Customer Driven
Priorities for Improvement and Innovation. White Paper Series, Volume 2-2000
Hanani, N. 2008. Stabilisasi Harga Pangan. Bahan Presentasi Seminar pangan.
Dewan Ketahanan Pangan. Jakarta Kadarisman, M; Yuliantini dan S.A. Majid. 2016. Formulasi Kebijakan Sistem
Trasnportasi Laut. Jurnal Manajemen Transportasi dan Logistik Vol. 03 (2), Jakarta
Irawan, B. 2007. Fluktuasi Harga, Transmisi Harga dan Margin Pemasaran
Sayuran dan Buah. Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 5 (4),Pp: 358-373
Martono, R.V. 2016. Mengenal Konsep Tol Laut dalam Mengurangi Biaya
Logistik Indonesia. SWA Online. [diakses] http://swa.co.id/swa/myarticle/ mengenal-konsep-tol-lautdalam-mengurangi-biaya-logistikindonesia
Nugroho, A. 2014. Indonesia Poros Maritim Dunia Menuju Ekonomi Berbasis
Kelautan. Jurnal Maritim. [diakses] http://jurnalmaritim.com/2014/08 /indonesia-porosmaritim-dunia-menuju-ekonomiberbasis-kelautan/
Prastowo, N.Joko; T.Yanuarti dan Y. Depari. 2008. Pengaruh Distribusi Dalam
Pembentukan Harga Komoditas Dan Implikasinya Terhadap Inflasi. Working Paper WP/07/2008. Bank Indonesia. Jakarta.
Pusat Pengkajian Perdagangan Dalam Negeri. 2018. Analisis Pendataan
Perdagangan Antar Pulau. Kementerian Perdagangan Trochim, William M. 2002. Research Methods Knowledge Based. Cornell
University
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 62
Vitasari, N.L. 2017. Analisis Evaluasi Implementasi Kebijakan Tol Laut. Tugas Akhir. Departemen Teknik Perkapalan, Fakultas Teknologi kelautan, Institut Teknologi Sepuluh November. Surabaya.
Walpole. 2000. Pengantar Statistik. Gramedia. Jakarta. .
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 64
Lampiran 1. Memo Kebijakan
MEMO KEBIJAKAN
DAMPAK TOL LAUT TERHADAP DISPARITAS HARGA
Isu Kebijakan
1. Program Tol Laut merupakan salah satu program prioritas pemerintah
yang mulai beroperasi sejak tahun 2016. Tujuan program ini adalah untuk
mewujudkan konektivitas laut secara efektif melalui kapal yang berlayar
secara rutin dan terjadwal dari Barat sampai ke Timur Indonesia. Dengan
terwujudnya konektivitas antar wilayah di seluruh Indonesia, diharapkan
dapat meningkatkan kelancaran distribusi dan mengurangi disparitas
harga khususnya bahan pokok di daerah tertinggal, terpencil, terluar, dan
perbatasan.
2. Pelaksanaan program Tol Laut diharapkan dapat membawa dampak
secara langsung khususnya terhadap penyediaan barang kebutuhan
pokok yaitu ketersediaan yang lebih terjamin, berkurangnya fluktuasi
harga antar waktu dan disparitas harga antar daerah, serta memfasilitasi
pemasaran produk unggulan daerah melalui angkutan muatan balik.
3. Dari beberapa dampak yang diharapkan dari program tol laut tersebut di
atas, penurunan disparitas harga barang kebutuhan pokok antar wilayah
telah ditetapkan menjadi salah satu tolok ukur capaian kinerja
perdagangan dalam negeri. Oleh karena itu, Kementerian Perdagangan
sangat berkepentingan dengan kelanjutan dan efektivitas program Tol
Laut karena diharapkan dapat menurunkan biaya logistik pada wilayah
yang dilalui Tol Laut, yang pada akhirnya berpengaruh terhadap kinerja
perdagangan nasional.
Dampak Tol Laut Terhadap Disparitas Harga
4. Rata-rata disparitas harga melalui pendekatan koefisien keragaman untuk
komoditi pangan yang dibawa oleh Tol Laut (beras, gula, minyak goreng
dan daging ayam) menunjukkan terjadinya penurunan pada periode
setelah dimulainya program Tol Laut (2016-2019) dibandingkan dengan
periode sebelum Tol Laut (2012-2015). Disparitas harga komoditi pangan
tersebut secara nasional membaik pada periode 2016-2019 dengan rata-
rata penurunan disparitas sebesar 20%.
5. Perhitungan volatilitas harga melalui pendekatan koefisien keragaman
untuk komoditi pangan (beras, gula, minyak goreng dan daging ayam)
juga menunjukkan terjadinya perbaikan setelah dimulainya program Tol
Laut. Rata-rata volatilitas harga komoditi pangan tersebut secara nasional
menunjukkan penurunan sebesar 32% dibandingkan periode sebelum
dimulainya program Tol Laut. Namun demikian, perhitungan koefisien
keragaman yang digunakan untuk melihat penurunan disparitas dan
volatilitas harga belum dapat memisahkan apakah penurunan tersebut
benar-benar merupakan dampak dari Tol Laut atau adalah dampak dari
kebijakan/kondisi lainnya.
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 65
6. Pendekatan ekonometrik menggunakan data periode tahun 2012-2018
menunjukkan bahwa faktor-faktor yang secara signifikan mempengaruhi
disparitas harga secara nasional adalah harga pangan internasional,
curah hujan, tarif pelayaran Tol Laut, dummy HBKN serta disparitas harga
pada periode sebelumnya. Hasil estimasi menunjukkan bahwa penurunan
tarif Tol Laut yang telah diimplementasikan sejak tahun 2016 mempunyat
pengaruh terhadap penurunan disparitas harga pangan dan signifikan
secara statistik.
7. Namun demikian, subsidi pada biaya pengiriman barang melalui Tol Laut
sebesar 50% hanya dapat menurunkan disparitas harga pangan sebesar
6,9%. Oleh karena itu, dampak Tol Laut terhadap penurunan dispraitas
harga masih relatif kecil. Hal ini terjadi karena kemungkinan disebabkan
oleh adanya berbagai permasalahan dalam pelaksanaan Tol Laut.
Identifikasi Permasalahan Dalam Pelaksanaan Tol Laut
8. Identifikasi permasalahan utama yang dihadapi dalam pelaksanaan Tol
Laut saat ini adalah:
a. Keberangkatan dan kedatangan kapal tidak tepat sesuai jadwal dan
waktu perjalanan kapal yang relatif lebih lama dibandingkan kapal
reguler diantaranya karena rute yang panjang;
b. Ketidakpastian ketersediaan ruang muat kapal/kuota di pelabuhan
asal dan penggunaan aplikasi Informasi Muatan Ruang Kapal (IMRK)
berbasis web yang terkendala jaringan telekomunikasi/internet di
beberapa daerah;
c. Biaya buruh bongkar muat bervariasi dan berdasarkan negosiasi dan
ketersediaan buruh yang terkadang musiman;
d. Infrastruktur pelabuhan masih terbatas sehingga mengakibatkan
waktu yang relatif lebih lama untuk bongkar muat barang;
e. Masih rendahnya pemanfaatan muatan balik karena komoditas yang
sangat terbatas.
9. Metode Importance Performance Analysis (IPA) menunjukan bahwa untuk
meningkatkan kinerja Program Tol Laut maka atribut-atribut yang perlu
diperbaiki adalah kualitas infrastruktur pelabuhan, kualitas infrastruktur
bongkar muat, pergudangan, informasi biaya pengiriman, informasi
ketersediaan kontainer, informasi bongkar muat, serta ketepatan waktu
pengiriman dan kedatangan kapal.
Rekomendasi
10. Mengusulkan perbaikan rute trayek kapal Tol Laut untuk meningkatkan
efisiensi rute yang dinilai saat ini masih terlalu panjang. Langkah ini
dilakukan bekerjasama dengan Instansi teknis, khususnya Kementerian
Perhubungan dan Pemda dengan mempertimbangkan kebutuhan daerah,
tingkat inflasi serta disparitas harga.
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 66
11. Melakukan pengawasan berkala terhadap kinerja operator Tol Laut untuk
memperbaiki ketepatan jadwal kapal Tol Laut dengan berkoordinasi
dengan Kementerian Perhubungan dan Pemda setempat. Dengan
meningkatnya kepastian jadwal Tol Laut diharapkan dapat menarik minat
pelaku usaha untuk menggunakan jasa Tol Laut sehingga mampu
menaikkan utilitas volume angkutan Tol Laut.
12. Melakukan sosialisasi, bimbingan teknis, dan fasilitasi usaha bekerja sama
dengan instansi terkait (Kementerian Perhubungan, Bank Indonesia)
kepada pihak-pihak yang terlibat dalam implementasi Tol Laut, mulai dari
calon pengguna/ pengguna Tol Laut, Pemda, hingga perusahaan Jasa
Pengurusan Transportasi untuk meningkatkan penyebaran informasi baik
mekanisme, pelacakan (tracking) kiriman, IMRK, hingga pengenaan tarif di
wilayah yang dilalui trayek Tol Laut. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan
pemahaman para pelaku usaha terhadap business process Tol Laut dan
penggunaan IMRK.
13. Mendorong Pemda setempat berkoordinasi dengan Kementerian
Perhubungan dan instansi terkait lainnya untuk menyusun kebijakan yang
mengatur biaya bongkar muat di pelabuhan hingga biaya distribusi sampai
di pedagang eceran sehingga harga barang yang diangkut Tol Laut tetap
kompetitif.
14. Berkoordinasi dengan Pemda setempat untuk memberikan usulan
perbaikan infrastruktur yang diperlukan untuk meningkatkan efisiensi
bongkar muat di pelabuhan kepada Kementerian Perhubungan dan
Kementerian PUPR.
15. Berkolaborasi dengan Pemda setempat dan pengusaha (KADIN) untuk
menciptakan muatan balik. Utamanya ditujukan untuk menciptakan
komoditas unggulan dari wilayah Timur maupun daerah lainnya yang
dilewati rute Tol Laut, misalnya komoditas perikanan dan perkebunan
(kelapa, pala, karet) yang banyak menjadi komoditas unggulan wilayah
Indonesia Timur.
16. Kementerian Perdagangan perlu mengkaji keberadaan Gerai Maritim
untuk menjaga ketersediaan komoditi pangan pokok dan distribusinya, di
wilayah yang menjadi persinggahan kapal Tol Laut. Gerai Maritim juga
dapat difungsikan sebagai pusat konsolidasi produk-produk muatan balik
dari wilayah sekitarnya.
17. Meningkatkan pengawasan dan monitoring harga bapok maupun barang-
barang lainnya yang diangkut oleh Tol Laut pada daerah tujuan Tol Laut
dan juga daerah di sekitar pelabuhan tujuan bekerja sama dengan Pemda
setempat. Dengan adanya monitoring harga, diharapkan dapat tersedia
data yang valid serta metodologi yang memadai untuk mengukur dampak
Tol Laut lebih lanjut sebagai bahan evaluasi bagi pelaksanaan kebijakan
ini ke depannya.
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 67
Lampiran 2. Data Pengolahan Dampak Tol Laut Terhadap Disparitas Harga
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 69
Null Hypothesis: Unit root (individual unit root process)
Series: IHKP, MP, LTRP, LPFOOD, LCH, LSTOK, LTRPTL, DM, DHAP,
DTL, DHET, DHBKN
Date: 11/15/19 Time: 17:08
Sample: 2013M01 2018M12
Exogenous variables: Individual effects
Automatic selection of maximum lags
Automatic lag length selection based on SIC: 0 to 11
Total number of observations: 827
Cross-sections included: 12 Method Statistic Prob.**
ADF - Fisher Chi-square 51.7236 0.0008
ADF - Choi Z-stat -0.84354 0.1995 ** Probabilities for Fisher tests are computed using an asymptotic Chi
-square distribution. All other tests assume asymptotic normality.
Intermediate ADF test results UNTITLED
Series Prob. Lag Max Lag Obs
IHKP 0.4261 0 11 71
MP 0.4048 0 11 71
LTRP 0.2286 0 11 71
LPFOOD 0.0444 0 11 71
LCH 0.0460 9 11 62
LSTOK 0.0340 1 11 70
LTRPTL 0.0402 0 11 71
DM 0.9864 11 11 60
DHAP 0.8629 0 11 71
DTL 0.7542 0 11 71
DHET 0.8814 0 11 71
DHBKN 0.0000 4 11 67
Lampiran 4. Hasil Uji Unit Root (First Defference): Model Total
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 70
Null Hypothesis: Unit root (individual unit root process)
Series: IHKP, MP, LTRP, LPFOOD, LCH, LSTOK, LTRPTL, DM, DHAP,
DTL, DHET, DHBKN
Date: 11/15/19 Time: 17:10
Sample: 2013M01 2018M12
Exogenous variables: Individual effects
Automatic selection of maximum lags
Automatic lag length selection based on SIC: 0 to 11
Total number of observations: 815
Cross-sections included: 12 Method Statistic Prob.**
ADF - Fisher Chi-square 383.182 0.0000
ADF - Choi Z-stat -17.4595 0.0000 ** Probabilities for Fisher tests are computed using an asymptotic Chi
-square distribution. All other tests assume asymptotic normality.
Intermediate ADF test results D(UNTITLED)
Series Prob. Lag Max Lag Obs
D(IHKP) 0.0000 0 11 70
D(MP) 0.0000 0 11 70
D(LTRP) 0.0000 0 11 70
D(LPFOOD) 0.0000 0 11 70
D(LCH) 0.0482 11 11 59
D(LSTOK) 0.0000 0 11 70
D(LTRPTL) 0.0000 0 11 70
D(DM) 0.0000 10 11 60
D(DHAP) 0.0000 0 11 70
D(DTL) 0.0000 0 11 70
D(DHET) 0.0000 0 11 70
D(DHBKN) 0.0000 4 11 66
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 71
Lampiran 5. Hasil Estimasi Dampak Kebijakan Tol Laut Terhadap Disparitas
Harga
Dependent Variable: IHKP
Method: Least Squares
Date: 11/15/19 Time: 10:22
Sample (adjusted): 2013M02 2018M12
Included observations: 71 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 111.2141 43.38710 2.563299 0.0129
D(LTRP) 2.090787 1.936811 1.079500 0.2847
LPFOOD -5.356566 1.340907 -3.994734 0.0002
D(LCH) 0.928972 0.262335 3.541166 0.0008
LSTOK(-1) -0.317911 0.236213 -1.345868 0.1834
LTRPTL -13.86311 6.217537 -2.229678 0.0295
DTL -4.413618 1.870574 -2.359500 0.0216
DHET -0.160486 0.199908 -0.802796 0.4253
DHAP -0.265944 0.218698 -1.216031 0.2287
DHBKN 0.253414 0.096957 2.613660 0.0113
IHKP(-1) 0.652717 0.078624 8.301716 0.0000 R-squared 0.918040 Mean dependent var 4.860423
Adjusted R-squared 0.904380 S.D. dependent var 1.033726
S.E. of regression 0.319654 Akaike info criterion 0.698372
Sum squared resid 6.130739 Schwarz criterion 1.048928
Log likelihood -13.79219 Hannan-Quinn criter. 0.837777
F-statistic 67.20614 Durbin-Watson stat 1.683726
Prob(F-statistic) 0.000000
IHKP : disparitas harga (merupakan perhitungan dari disparitas IHK pangan antar kota 82 kota BPS) LTRP : Tarif transportasi darat (biaya truck) biaya interland LPFOOD : Indek harga pangan dunia LCH : jumlah curah hujan LStok : Stok Pangan LTRPTL : Tarif biaya pelayaran tol laut (normal dan Subsidi) DTL : dummy kebijakan tol laut DHET : dummy kebijakan HET DHAP : dummy kebijakan harga acuan pembelian DHBKN : dummy HBKN IHKP (-1) : lag Disparitas harga
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 72
Lampiran 6. Panduan Wawancara Kementerian/ Lembaga
SURVEI KAJIAN DAMPAK TOL LAUT TERHADAP DISPARITAS BADAN PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN PERDAGANGAN KEMENTERIAN PERDAGANGAN 2019
A. PROFIL RESPONDEN KEMENTERIAN/ LEMBAGA Nama : _______________________________________
Jabatan : _______________________________________ Instansi/ Lembaga : _______________________________________ Telepon : _______________________________________ Email : _______________________________________ Alamat : _______________________________________
PENDAHULUAN
Tol Laut adalah Program Pemerintah yang bertujuan untuk mewujudkan konektivitas laut secara efektif melalui kapal yang berlayar secara rutin dan terjadwal dari Barat sampai ke Timur Indonesia. Dengan terwujudnya konektivitas diharapkan dapat meningkatkan kelancaran distribusi dan mengurangi disparitas harga di daerah tertinggal, terpencil, terluar, dan perbatasan. Sejak tahun 2015 sampai dengan saat ini, rute Tol Laut telah berjalan untuk 15 trayek (rute). Rute yang sudah berjalan pada tahun 2016 sebanyak 7 trayek, tahun 2017 mencapai 13 trayek, dan pada tahun 2018 mencapai 15 trayek.
Pusat Pengkajian Perdagangan Dalam Negeri (Puska PDN), Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan Kementerian Perdagangan RI pada tahun 2019 melakukan kajian Dampak Tol Laut Terhadap Disparitas Harga yang bertujuan untuk mengidentifikasi mekanisme dan permasalahan dalam pelaksanaan program Tol Laut serta dampak terhadap disparitas harga.
Untuk itu melalui instrumen ini Kami ingin mengumpulkan beberapa data dan informasi dari Bapak/Ibu atau dari instansi yang Bapak/Ibu kelola untuk membantu kami mengidentifikasi permasalahan dalam pendataan perdagangan antar pulau. Mohon Bapak/Ibu berkenan membantu kami. Pertanyaan lebih lanjut mengenai Analisis ini dapat dialamatkan kepada Dwi Wahyuniarti Prabowo, melalui Email: [email protected].
Atas perhatian dan bantuan Bapak/Ibu kami ucapkan terima kasih.
Kepala Pusat Pengkajian Perdagangan Dalam Negeri Dharmayugo Hermansyah NIP 19621031 198903 1 001
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 73
B. IDENTIFIKASI PELAKSANAAN PROGRAM TOL LAUT
1. Kebijakan apa saja yang mengatur pelaksanaan Tol Laut?
2. Siapa saja yang terlibat dalam pelaksanaan Tol Laut?
3. Bagaimana peran pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan Tol Laut?
4. Barang apa saja yang dimuat dalam program Tol Laut untuk mendukung penurunan disparitas harga?
5. Berapa pencapaian muatan terhadap target muatan dalam program Tol Laut?
6. Barang apa saja yang muatanya tidak mencapai target untuk mengatasi program penurunan disparitas harga & apa permasalahannya?
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 74
7. Formulir atau dokumen apa yang dipergunakan dalam pengiriman barang melalui Tol Laut?
8. Kewajiban atau informasi apa saja yang wajib dilaporkan terkait pelaksanaan tol laut? Kepada siapa dilaporkan?
9. Bagaimana mekanisme pelaksanaan program Tol Laut?
10. Bagaimana tahapan pengiriman barang melalui Tol Laut
11. Apa saja manfaat dari pelaksanaan Tol Laut
12. Permasalahan apa saja yang dihadapi dalam pelaksanaan Tol Laut?
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 75
13. Bagaimana dampak Tol Laut terhadap fluktuasi harga komoditi?
14. Bagaimana dampak Tol Laut terhadap disparitas harga komoditi?
15. Kebijakan lain apa yang dilakukan untuk menjaga stabilitas dan disparitas harga?
16. Apa saran untuk pelaksanaan program Tol Laut ke depan?
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 76
C. IDENTIFIKASI HAMBATAN DALAM PELAKSANAAN TOL LAUT
Jenis Hambatan
Tingkat Hambatan Keterangan
Tidak Ada
Sangat Sedikit
Sedikit Sedang Besar Sangat Besar
KEY DRIVERS: INFRASTRUKTUR
Kualitas infrastruktur jalan 0 1 2 3 4 5
Kepadatan (lalulintas) di jalan 0 1 2 3 4 5
Kualitas infrastruktur pelabuhan 0 1 2 3 4 5
KEY DRIVERS: REGULASI
Perizinan di tingkat pemerintah pusat 0 1 2 3 4 5
Perizinan di tingkat pemerintah daerah (kab/kota ……...…………..........…………)
0 1 2 3 4 5
KEY DRIVERS: PENYEDIA JASA LOGISTIK
Kualitas rekanan trucking 0 1 2 3 4 5
Ketersediaan trucking 0 1 2 3 4 5
Kualitas rekanan freight forwarder 0 1 2 3 4 5
Ketersediaan freight forwarder 0 1 2 3 4 5
Tingkat persaingan dalam industri pelayaran 0 1 2 3 4 5
Ketersediaan perusahaan pelayaran 0 1 2 3 4 5
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 77
Jenis Hambatan
Tingkat Hambatan Keterangan
Tidak Ada
Sangat Sedikit
Sedikit Sedang Besar Sangat Besar
KEY DRIVERS: SDM
Ketersediaan SDM berkualitas untuk menangani urusan distribusi/logistik
0 1 2 3 4 5
Kualitas SDM trucking 0 1 2 3 4 5
Kualitas SDM freight forwarder 0 1 2 3 4 5
Kualitas SDM perusahaan pelayaran 0 1 2 3 4 5
Kualitas SDM bongkar muat di pelabuhan 0 1 2 3 4 5
Kualitas SDM lainnya di pelabuhan, sebutkan ................ 0 1 2 3 4 5
Kualitas SDM/aparat pemerintah terkait dengan kegiatan distribusi (jelaskan lebih spesifik pada kolom penjelasan)
0 1 2 3 4 5
KEY DRIVERS: KOMODITAS
Kemudahan memperoleh muatan pergi 0 1 2 3 4 5
Kemudahan memperoleh muatan balik 0 1 2 3 4 5
KEY DRIVERS: ICT
Ketersediaan fasilitas pelacakan barang yang didistribusikan
0 1 2 3 4 5
Kualitas dari fasilitas pelacakan barang yang didistribusikan 0 1 2 3 4 5
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 78
Jenis Hambatan
Tingkat Hambatan Keterangan
Tidak Ada
Sangat Sedikit
Sedikit Sedang Besar Sangat Besar
LAINNYA
Cuaca (hujan/banjir/tinggi gelombang) 0 1 2 3 4 5
Pasokan BBM untuk transportasi 0 1 2 3 4 5
Pungutan Liar 0 1 2 3 4 5
Keamanan barang dalam perjalanan 0 1 2 3 4 5
Ketersediaan fasilitas gudang 0 1 2 3 4 5
Ketersediaan fasilitas distribusi lainnya: .................................
0 1 2 3 4 5
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 79
D. EFEKTIFITAS PELAKSANAAN TOL LAUT
Indikator Sangat Tidak
Penting
Kurang Penting
Cukup Penting
Penting Sangat Penting
Sangat Tidak Baik
Kurang Baik
Cukup Baik
Baik Sangat
Baik
INFRASTRUKTUR
Kualitas infrastruktur pelabuhan 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Kualitas infrastruktur bongkar muat 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Kualitas infrastruktur pergudangan 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Kualitas infrastruktur IT 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Kualitas infrastruktur Jalan 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
DOMESTIC SHIPMENT
Informasi biaya pengiriman 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Informasi ketersediaan kontainer/ slot
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Informasi bongkar muat 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
COMPETENCE
Kualitas pelayanan jasa pelabuhan 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Kualitas pelayanan jasa transportasi 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 80
Indikator Sangat Tidak
Penting
Kurang Penting
Cukup Penting
Penting Sangat Penting
Sangat Tidak Baik
Kurang Baik
Cukup Baik
Baik Sangat
Baik
laut
Kualitas pelayanan jasa bongkar muat
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Kualitas pelayanan jasa pergudangan
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Kualitas pelayanan transportasi darat (trucking)
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Kualitas pelayanan freight forwarder 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
TRACKING & TRACING
Keamanan barang dalam pengiriman moda darat
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Keamanan barang dalam pengiriman moda laut
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Keamanan barang saat bongkar muat
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Keamanan barang di gudang 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Ketelusuran/pelacakan barang 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 81
Indikator Sangat Tidak
Penting
Kurang Penting
Cukup Penting
Penting Sangat Penting
Sangat Tidak Baik
Kurang Baik
Cukup Baik
Baik Sangat
Baik
TIMELINES
Ketepatan waktu pengiriman 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Ketepatan waktu kedatangan 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Ketepatan waktu bongkar muat 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
ASPEK LAINNYA
Kualitas barang sampai ke tujuan 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Kuantitas barang sampai ke tujuan 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 82
Lampiran 7. Panduan Wawancara Operator Tol Laut/Perusahan Pelayaran
SURVEI KAJIAN DAMPAK TOL LAUT TERHADAP DISPARITAS BADAN PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN PERDAGANGAN KEMENTERIAN PERDAGANGAN 2019
A. PROFIL RESPONDEN OPERATOR TOL LAUT/ PERUSAHAN PELAYARAN Nama : _______________________________________
Jabatan : _______________________________________ Instansi/ Lembaga : _______________________________________ Telepon : _______________________________________ Email : _______________________________________ Alamat : _______________________________________
PENDAHULUAN
Tol Laut adalah Program Pemerintah yang bertujuan untuk mewujudkan konektivitas laut secara efektif melalui kapal yang berlayar secara rutin dan terjadwal dari Barat sampai ke Timur Indonesia. Dengan terwujudnya konektivitas diharapkan dapat meningkatkan kelancaran distribusi dan mengurangi disparitas harga di daerah tertinggal, terpencil, terluar, dan perbatasan. Sejak tahun 2015 sampai dengan saat ini, rute Tol Laut telah berjalan untuk 15 trayek (rute). Rute yang sudah berjalan pada tahun 2016 sebanyak 7 trayek, tahun 2017 mencapai 13 trayek, dan pada tahun 2018 mencapai 15 trayek.
Pusat Pengkajian Perdagangan Dalam Negeri (Puska PDN), Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan Kementerian Perdagangan RI pada tahun 2019 melakukan kajian Dampak Tol Laut Terhadap Disparitas Harga yang bertujuan untuk mengidentifikasi mekanisme dan permasalahan dalam pelaksanaan program Tol Laut serta dampak terhadap disparitas harga.
Untuk itu melalui instrumen ini Kami ingin mengumpulkan beberapa data dan informasi dari Bapak/Ibu atau dari instansi yang Bapak/Ibu kelola untuk membantu kami mengidentifikasi permasalahan dalam pendataan perdagangan antar pulau. Mohon Bapak/Ibu berkenan membantu kami. Pertanyaan lebih lanjut mengenai Analisis ini dapat dialamatkan kepada Dwi Wahyuniarti Prabowo, melalui Email: [email protected].
Atas perhatian dan bantuan Bapak/Ibu kami ucapkan terima kasih.
Kepala Pusat Pengkajian Perdagangan Dalam Negeri Dharmayugo Hermansyah NIP 19621031 198903 1 001
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 83
B. IDENTIFIKASI PELAKSANAAN PROGRAM TOL LAUT
1. Sejak kapan perusahaan pelayaran Anda sebagai operator pelayaran Tol Laut?
2. Rute mana sajakah yang dilayani? Dan apa nama Kapal yang dipergunakan untuk melayani Tol Laut?
3. Berapa lama waktu tempuh dari setiap rute yang dilayani?
4. Kebijakan apa saja yang mengatur pelaksanaan Tol Laut?
5. Siapa saja yang terlibat dalam pelaksanaan Tol Laut?
6. Bagaimana peran pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan Tol Laut?
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 84
7. Bagaimana proses muat dan bongkar untuk barang yang dikirim melalui Tol Laut?
8. Barang apa saja yang dimuat dalam program Tol Laut untuk mendukung penurunan disparitas harga?
9. Berapa pencapaian muatan terhadap target muatan dalam program Tol Laut?
10. Barang apa saja yang muatanya tidak mencapai target untuk mengatasi program penurunan disparitas harga & apa permasalahannya?
11. Formulir atau dokumen apa yang dipergunakan dalam pengiriman barang melalui Tol Laut?
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 85
12. Kewajiban atau informasi apa saja yang wajib dilaporkan terkait pelaksanaan tol laut? Kepada siapa dilaporkan?
13. Bagaimana mekanisme pelaksanaan program Tol Laut?
14. Bagaimana tahapan pengiriman barang melalui Tol Laut
15. Apa saja manfaat dari pelaksanaan Tol Laut
16. Permasalahan apa saja yang dihadapi dalam pelaksanaan Tol Laut?
17. Apa saran untuk pelaksanaan program Tol Laut ke depan?
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 86
C. IDENTIFIKASI BIAYA DAN WAKTU PENGIRIMAN MELALUI LAUT
Uraian Tol Laut Reguler
Ukuran Kapal yang digunakan
Biaya pengiriman total yang dikenakan kepada pengirim
Rincian Biaya di Pelabuhan Asal:
Biaya sea freight
Biaya THC
Biaya Penyimpanan/penumpukan
Lift On/off
Biaya Administrasi
Asuransi
Biaya Segel
Repo empty container
Biaya Tidak Resmi
Biaya Tenaga Kerja Pelabuhan
Biaya karena adanya waktu tunggu
Lainnya:
Waktu tempuh
Rincian Biaya di Pelabuhan Tujuan:
Biaya THC
Biaya Penyimpanan /Penumpukan
Lift On/off
Biaya Administrasi
Asuransi
Biaya Segel
Repo empty container
Biaya Keamanan
Biaya Tidak Resmi
Biaya Tenaga Kerja Pelabuhan
Biaya karena adanya waktu tunggu
Lainnya:
Waktu tempuh
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 87
D. IDENTIFIKASI HAMBATAN DALAM PELAKSANAAN TOL LAUT
Jenis Hambatan
Tingkat Hambatan Keterangan
Tidak Ada
Sangat Sedikit
Sedikit Sedang Besar Sangat Besar
KEY DRIVERS: INFRASTRUKTUR
Kualitas infrastruktur jalan 0 1 2 3 4 5
Kepadatan (lalulintas) di jalan 0 1 2 3 4 5
Kualitas infrastruktur pelabuhan 0 1 2 3 4 5
KEY DRIVERS: REGULASI
Perizinan di tingkat pemerintah pusat 0 1 2 3 4 5
Perizinan di tingkat pemerintah daerah (kab/kota ……...…………..........…………)
0 1 2 3 4 5
KEY DRIVERS: PENYEDIA JASA LOGISTIK
Kualitas rekanan trucking 0 1 2 3 4 5
Ketersediaan trucking 0 1 2 3 4 5
Kualitas rekanan freight forwarder 0 1 2 3 4 5
Ketersediaan freight forwarder 0 1 2 3 4 5
Tingkat persaingan dalam industri pelayaran 0 1 2 3 4 5
Ketersediaan perusahaan pelayaran 0 1 2 3 4 5
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 88
Jenis Hambatan
Tingkat Hambatan Keterangan
Tidak Ada
Sangat Sedikit
Sedikit Sedang Besar Sangat Besar
KEY DRIVERS: SDM
Ketersediaan SDM berkualitas untuk menangani urusan distribusi/logistik
0 1 2 3 4 5
Kualitas SDM trucking 0 1 2 3 4 5
Kualitas SDM freight forwarder 0 1 2 3 4 5
Kualitas SDM perusahaan pelayaran 0 1 2 3 4 5
Kualitas SDM bongkar muat di pelabuhan 0 1 2 3 4 5
Kualitas SDM lainnya di pelabuhan, sebutkan ................ 0 1 2 3 4 5
Kualitas SDM/aparat pemerintah terkait dengan kegiatan distribusi (jelaskan lebih spesifik pada kolom penjelasan)
0 1 2 3 4 5
KEY DRIVERS: KOMODITAS
Kemudahan memperoleh muatan pergi 0 1 2 3 4 5
Kemudahan memperoleh muatan balik 0 1 2 3 4 5
KEY DRIVERS: ICT
Ketersediaan fasilitas pelacakan barang yang didistribusikan
0 1 2 3 4 5
Kualitas dari fasilitas pelacakan barang yang didistribusikan
0 1 2 3 4 5
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 89
Jenis Hambatan
Tingkat Hambatan Keterangan
Tidak Ada
Sangat Sedikit
Sedikit Sedang Besar Sangat Besar
LAINNYA
Cuaca (hujan/banjir/tinggi gelombang) 0 1 2 3 4 5
Pasokan BBM untuk transportasi 0 1 2 3 4 5
Pungutan Liar 0 1 2 3 4 5
Keamanan barang dalam perjalanan 0 1 2 3 4 5
Ketersediaan fasilitas gudang 0 1 2 3 4 5
Ketersediaan fasilitas distribusi lainnya: .................................
0 1 2 3 4 5
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 90
E. EFEKTIFITAS PELAKSANAAN TOL LAUT
Indikator Sangat Tidak
Penting
Kurang Penting
Cukup Penting
Penting Sangat Penting
Sangat Tidak Baik
Kurang Baik
Cukup Baik
Baik Sangat
Baik
INFRASTRUKTUR
Kualitas infrastruktur pelabuhan 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Kualitas infrastruktur bongkar muat 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Kualitas infrastruktur pergudangan 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Kualitas infrastruktur IT 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Kualitas infrastruktur Jalan 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
DOMESTIC SHIPMENT
Informasi biaya pengiriman 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Informasi ketersediaan kontainer/ slot 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Informasi bongkar muat 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
COMPETENCE
Kualitas pelayanan jasa pelabuhan 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Kualitas pelayanan jasa transportasi laut 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 91
Indikator Sangat Tidak
Penting
Kurang Penting
Cukup Penting
Penting Sangat Penting
Sangat Tidak Baik
Kurang Baik
Cukup Baik
Baik Sangat
Baik
Kualitas pelayanan jasa bongkar muat 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Kualitas pelayanan jasa pergudangan 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Kualitas pelayanan transportasi darat (trucking) 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Kualitas pelayanan freight forwarder 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
TRACKING & TRACING
Keamanan barang dalam pengiriman moda darat 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Keamanan barang dalam pengiriman moda laut 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Keamanan barang saat bongkar muat 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Keamanan barang di gudang 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Ketelusuran/pelacakan barang 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
TIMELINES
Ketepatan waktu pengiriman 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Ketepatan waktu kedatangan 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Ketepatan waktu bongkar muat 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 92
Indikator Sangat Tidak
Penting
Kurang Penting
Cukup Penting
Penting Sangat Penting
Sangat Tidak Baik
Kurang Baik
Cukup Baik
Baik Sangat
Baik
ASPEK LAINNYA
Kualitas barang sampai ke tujuan 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Kuantitas barang sampai ke tujuan 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 93
Lampiran 8. Panduan Wawancara Operator Tol Laut/Perusahan Pelayaran
SURVEI KAJIAN DAMPAK TOL LAUT TERHADAP DISPARITAS BADAN PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN PERDAGANGAN KEMENTERIAN PERDAGANGAN 2019
A. PROFIL RESPONDEN PEDAGANG Nama : _______________________________________
Jabatan : _______________________________________ Instansi/ Lembaga : _______________________________________ Telepon : _______________________________________ Email : _______________________________________ Alamat : _______________________________________
PENDAHULUAN
Tol Laut adalah Program Pemerintah yang bertujuan untuk mewujudkan konektivitas laut secara efektif melalui kapal yang berlayar secara rutin dan terjadwal dari Barat sampai ke Timur Indonesia. Dengan terwujudnya konektivitas diharapkan dapat meningkatkan kelancaran distribusi dan mengurangi disparitas harga di daerah tertinggal, terpencil, terluar, dan perbatasan. Sejak tahun 2015 sampai dengan saat ini, rute Tol Laut telah berjalan untuk 15 trayek (rute). Rute yang sudah berjalan pada tahun 2016 sebanyak 7 trayek, tahun 2017 mencapai 13 trayek, dan pada tahun 2018 mencapai 15 trayek.
Pusat Pengkajian Perdagangan Dalam Negeri (Puska PDN), Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan Kementerian Perdagangan RI pada tahun 2019 melakukan kajian Dampak Tol Laut Terhadap Disparitas Harga yang bertujuan untuk mengidentifikasi mekanisme dan permasalahan dalam pelaksanaan program Tol Laut serta dampak terhadap disparitas harga.
Untuk itu melalui instrumen ini Kami ingin mengumpulkan beberapa data dan informasi dari Bapak/Ibu atau dari instansi yang Bapak/Ibu kelola untuk membantu kami mengidentifikasi permasalahan dalam pendataan perdagangan antar pulau. Mohon Bapak/Ibu berkenan membantu kami. Pertanyaan lebih lanjut mengenai Analisis ini dapat dialamatkan kepada Dwi Wahyuniarti Prabowo, melalui Email: [email protected].
Atas perhatian dan bantuan Bapak/Ibu kami ucapkan terima kasih.
Kepala Pusat Pengkajian Perdagangan Dalam Negeri Dharmayugo Hermansyah NIP 19621031 198903 1 001
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 94
B. IDENTIFIKASI PELAKSANAAN PROGRAM TOL LAUT
17. Sejak kapan Anda memanfaatkan Program Tol Laut?
18. Kebijakan apa saja yang mengatur pelaksanaan Tol Laut?
19. Siapa saja yang terlibat dalam pelaksanaan Tol Laut?
20. Bagaimana peran pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan Tol Laut?
21. Barang apa saja yang dimuat dalam program Tol Laut?
22. Berapa jumlah/volume/berat barang yang dimuat melalui Tol Laut?
23. Berapa frekwensi pengiriman barang melalui Tol Laut?
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 95
24. Berapa lama waktu pengiriman melalui Tol Laut?
25. Berapa pencapaian muatan terhadap target muatan dalam program Tol Laut?
26. Barang apa saja yang muatanya tidak mencapai target untuk mengatasi program penurunan disparitas harga & apa permasalahannya?
27. Formulir atau dokumen apa yang dipergunakan dalam pengiriman barang melalui Tol Laut?
28. Kewajiban atau informasi apa saja yang wajib dilaporkan terkait pelaksanaan tol laut? Kepada siapa dilaporkan?
29. Bagaimana mekanisme pelaksanaan program Tol Laut?
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 96
30. Bagaimana tahapan pengiriman barang melalui Tol Laut
31. Apa saja manfaat dari pelaksanaan Tol Laut
32. Permasalahan apa saja yang dihadapi dalam pelaksanaan Tol Laut?
33. Bagaimana dampak Tol Laut terhadap fluktuasi harga komoditi?
34. Bagaimana dampak Tol Laut terhadap disparitas harga komoditi?
35. Apa saran untuk pelaksanaan program Tol Laut ke depan?
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 97
C. IDENTIFIKASI BIAYA DAN WAKTU PENGIRIMAN PEDAGANG KOMODITI
Uraian
Tol Laut
Asal : ..................
Tujuan : ..................
Reguler
Asal : ..................
Tujuan : ..................
Nama Komoditi
Harga Beli (Rp/kg)
Harga Jual (Rp/kg)
Harga jual termasuk biaya kirim (Ya/tidak)
Total Biaya Pengiriman (Rp)
Waktu tempuh (Jam)
Moda Transportasi
Volume (Ton)
Jarak (Km)
Frekuensi Pengiriman dlm 1 bulan (kali)
Skema Perjanjian Distribusi *
* Skema Perjanjian Jasa Pengangkutan dengan pembeli:
a. Door-to-door (sampai gudang pembeli); b. Door-to-port of origin (sampai pelabuhan di kota asal) c. Door-to-port of destination (sampai pelabuhan di kota tujuan)
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 98
D. IDENTIFIKASI HAMBATAN DALAM PELAKSANAAN TOL LAUT
Jenis Hambatan
Tingkat Hambatan Keterangan
Tidak Ada
Sangat Sedikit
Sedikit Sedang Besar Sangat Besar
KEY DRIVERS: INFRASTRUKTUR
Kualitas infrastruktur jalan 0 1 2 3 4 5
Kepadatan (lalulintas) di jalan 0 1 2 3 4 5
Kualitas infrastruktur pelabuhan 0 1 2 3 4 5
KEY DRIVERS: REGULASI
Perizinan di tingkat pemerintah pusat 0 1 2 3 4 5
Perizinan di tingkat pemerintah daerah (kab/kota ……...…………..........…………)
0 1 2 3 4 5
KEY DRIVERS: PENYEDIA JASA LOGISTIK
Kualitas rekanan trucking 0 1 2 3 4 5
Ketersediaan trucking 0 1 2 3 4 5
Kualitas rekanan freight forwarder 0 1 2 3 4 5
Ketersediaan freight forwarder 0 1 2 3 4 5
Tingkat persaingan dalam industri pelayaran 0 1 2 3 4 5
Ketersediaan perusahaan pelayaran 0 1 2 3 4 5
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 99
Jenis Hambatan
Tingkat Hambatan Keterangan
Tidak Ada
Sangat Sedikit
Sedikit Sedang Besar Sangat Besar
KEY DRIVERS: SDM
Ketersediaan SDM berkualitas untuk menangani urusan distribusi/logistik
0 1 2 3 4 5
Kualitas SDM trucking 0 1 2 3 4 5
Kualitas SDM freight forwarder 0 1 2 3 4 5
Kualitas SDM perusahaan pelayaran 0 1 2 3 4 5
Kualitas SDM bongkar muat di pelabuhan 0 1 2 3 4 5
Kualitas SDM lainnya di pelabuhan, sebutkan ................ 0 1 2 3 4 5
Kualitas SDM/aparat pemerintah terkait dengan kegiatan distribusi (jelaskan lebih spesifik pada kolom penjelasan)
0 1 2 3 4 5
KEY DRIVERS: KOMODITAS
Kemudahan memperoleh muatan pergi 0 1 2 3 4 5
Kemudahan memperoleh muatan balik 0 1 2 3 4 5
KEY DRIVERS: ICT
Ketersediaan fasilitas pelacakan barang yang didistribusikan
0 1 2 3 4 5
Kualitas dari fasilitas pelacakan barang yang didistribusikan 0 1 2 3 4 5
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 100
Jenis Hambatan
Tingkat Hambatan Keterangan
Tidak Ada
Sangat Sedikit
Sedikit Sedang Besar Sangat Besar
LAINNYA
Cuaca (hujan/banjir/tinggi gelombang) 0 1 2 3 4 5
Pasokan BBM untuk transportasi 0 1 2 3 4 5
Pungutan Liar 0 1 2 3 4 5
Keamanan barang dalam perjalanan 0 1 2 3 4 5
Ketersediaan fasilitas gudang 0 1 2 3 4 5
Ketersediaan fasilitas distribusi lainnya: .................................
0 1 2 3 4 5
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 101
E. EFEKTIFITAS PELAKSANAAN TOL LAUT
Indikator Sangat Tidak
Penting
Kurang Penting
Cukup Penting
Penting Sangat Penting
Sangat Tidak Baik
Kurang Baik
Cukup Baik
Baik Sangat
Baik
INFRASTRUKTUR
Kualitas infrastruktur pelabuhan 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Kualitas infrastruktur bongkar muat 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Kualitas infrastruktur pergudangan 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Kualitas infrastruktur IT 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Kualitas infrastruktur Jalan 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
DOMESTIC SHIPMENT
Informasi biaya pengiriman 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Informasi ketersediaan kontainer/ slot 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Informasi bongkar muat 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
COMPETENCE
Kualitas pelayanan jasa pelabuhan 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Kualitas pelayanan jasa transportasi laut 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 102
Indikator Sangat Tidak
Penting
Kurang Penting
Cukup Penting
Penting Sangat Penting
Sangat Tidak Baik
Kurang Baik
Cukup Baik
Baik Sangat
Baik
Kualitas pelayanan jasa bongkar muat 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Kualitas pelayanan jasa pergudangan 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Kualitas pelayanan transportasi darat (trucking) 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Kualitas pelayanan freight forwarder 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
TRACKING & TRACING
Keamanan barang dalam pengiriman moda darat
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Keamanan barang dalam pengiriman moda laut 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Keamanan barang saat bongkar muat 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Keamanan barang di gudang 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Ketelusuran/pelacakan barang 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
TIMELINES
Ketepatan waktu pengiriman 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Ketepatan waktu kedatangan 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Ketepatan waktu bongkar muat 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 103
Indikator Sangat Tidak
Penting
Kurang Penting
Cukup Penting
Penting Sangat Penting
Sangat Tidak Baik
Kurang Baik
Cukup Baik
Baik Sangat
Baik
ASPEK LAINNYA
Kualitas barang sampai ke tujuan 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Kuantitas barang sampai ke tujuan 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5