38791 PERENCANAAN USAHA BUDIDAYA RUMPUT LAUT

21
PERENCANAAN USAHA BUDIDAYA RUMPUT LAUT Indonesia merupakan negara dengan bentuk kepulauan yang terbesar di dunia. Indonesia terdiri dari 13.000 pulau besar kecil dan memiliki panjang garis pantai 81.000 km. Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki potensi 26 juta Ha areal perikanan laut dan pantai. Selain sebagai lahan penangkapan ikan, perairan pantai juga dimanfaatkan untuk usaha budidaya perairan (marine aquaculture). Dari areal lahan pantai seluas 26 juta Ha, hanya 680.000 Ha atau kurang dari 3% yang dimanfaatkan untuk produksi (ADB, 2006, Project Number 35183). Menentukkan Ide Bisnis Salah satu bidang aquaculture (budidaya perairan) yang berkembang dewasa ini adalah budidaya rumput laut (seaweed culture) terutama budidaya rumput laut jenis Eucheuma Cottonii. Rumput Laut Euchuema Cottonii. Taksonomi dan Morfologi Eucheuma cottonii dapat diklasifikasikansebagai berikut :

Transcript of 38791 PERENCANAAN USAHA BUDIDAYA RUMPUT LAUT

PERENCANAAN USAHA BUDIDAYA RUMPUT LAUT

Indonesia merupakan negara dengan bentuk kepulauan

yang terbesar di dunia. Indonesia terdiri dari 13.000

pulau besar kecil dan memiliki panjang garis pantai

81.000 km. Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki

potensi 26 juta Ha areal perikanan laut dan pantai.

Selain sebagai lahan penangkapan ikan, perairan pantai

juga dimanfaatkan untuk usaha budidaya perairan (marine

aquaculture). Dari areal lahan pantai seluas 26 juta

Ha, hanya 680.000 Ha atau kurang dari 3% yang

dimanfaatkan untuk produksi (ADB, 2006, Project Number

35183).

Menentukkan Ide Bisnis

Salah satu bidang aquaculture (budidaya perairan) yang

berkembang dewasa ini adalah budidaya rumput laut

(seaweed culture) terutama budidaya rumput laut jenis

Eucheuma Cottonii. Rumput Laut Euchuema Cottonii.

Taksonomi dan Morfologi Eucheuma cottonii

dapat diklasifikasikansebagai berikut : 

Phylum : Rhodophyta

Kelas : Rhodophyceae

Ordo : Gigartinales

Family : Soliericeae

Genus : Eucheuma

Species : Eucheuma cottonii

Ciri-ciri umum antara lain : terdapat tonjolan-tonjolan

(nodules) dan duri (spines), thallus berbentuk

silindris atau pipih, bercabang-cabang tidak teratur,

berwarna hijau kemerahan bila hidup dan bila kering

berwarna kuning kecoklatan. Gambar

Rumput Laut Eucheuma cottonii

Karaginan merupakan senyawa polisakarida yang

tersusun dari unit D-galaktosa danLgalaktosa 3,6

anhidrogalaktosa yang dihubungkan oleh ikatan 1-4

glikosidik Setiap unit galaktosa mengikat gugusan

sulfat. Kappa karaginan tersusun dari (1 - > 3) D-

galaktosa-4 sulfatdan (1 - > 4) 3,6 anhydro-D-

galaktosa. Iota karaginan mengandung 4-sulfat ester

pada setiapresidu D-galaktosa dan gugusan 2 sulfat

ester pada setiap gugusan 3,6 anhydro-D-

galaktosa.Sedangkan lambda karaginan memiliki sebuah

residu disulphated (1-4) D-galaktosa (Istini dkk,2007).

Struktur kimia kappa, iota dan lambda karaginan

ditunjukkan gambar

Indonesia memiliki potensi areal budidaya rumput

laut seluas 1,2 juta Ha, dengan potensi produksi rumput

laut kering rata-rata 16 ton per Ha. Apabila seluruh

lahan bisa dimanfaatkan maka akan dapat dicapai

17.774.400 ton per tahun dengan harga Rp.4,5 juta per

ton. Dengan kisaran jumlah produksi dan tingkat harga

tersebut, akan diperoleh nilai Rp.79,984 triliun. Namun

dari potensi area yang sangat luas ini, Indonesia saat

ini hanya mampu mengusahakan 3% dari potensi lahan yang

ada (BEI News Maret-April, 2005). 

Berdasar data yang dikemukakan di atas, masih

terbuka lebar peluang usaha budidaya dan investasi

pemrosesan rumput laut. Peluang usaha itu semakin besar

sejalan dengan perkembangan permintaan rumput laut

dunia yang meningkat rata-rata 5-10% per tahun. Dewasa

ini permintaan rumput laut yang ditujukan kepada

eksportir Indonesia diindikasikan sudah mencapai 48.000

ton rumput laut kering per tahun (World Bank Report,

2006). 

Rumput laut pada waktu ini menjadi salah satu

komoditas pertanian penting yang makin banyak

dibudidayakan karena permintaan terhadapnya makin

meningkat. Disamping karena kandungan agarnya juga ada

kandungan karagenan (Carrageenan) yang penggunaannya

makin meluas. Rumput laut dengan kandungan bahan untuk

agar terutama didapatkan dari spesies Gracilaria dan

Gelidium, sedangkan untuk kandungan karagenan banyak

dibudidayakan spesies Eucheuma, ialah Eucheuma Cottoni

dan Eucheuma. Sebagai karagenan, rumput laut kering

diolah menjadi bentuk tepung untuk diekspor dan

sebagian untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Kebutuhan pasar lokal mencapai 22.000 ton per tahun

(Ekon. Neraca 2 Juni 1999). 

Karagenan merupakan bahan yang unik untuk berbagai

industri makanan seperti kemampuan dengan konsentrasi

rendah mengikat cokelat ke dalam susu cokelat. Sari

karegenan juga dipergunakan untuk pembuatan

“dessertgel” semacam agar untuk hidangan penutup makan.

Karagenan memiliki derajat panas pencairan yang tinggi,

sehingga mudah dipasarkan di daerah tropis atau di

tempat yang tidak tersedia lemari pendingin

(refrigerator). Agar karagenan juga banyak dipergunakan

sebagai bahan penambah (additive) pada berbagai makanan

Eropa. 

Fungsi karagenan sebagai perekat pasta gigi

menyaingi penggunaan sodium carboxymethylcellulose

(SCMC), karena keunggulan kualitasnya dan penampilan

karagenan dalam pasta gigi. Karagenan juga sangat

penting di dalam industri makanan binatang piaraan (Pet

Food), penyegar udara (Air Freshener) dan dalam daging

hamburger sebagai subsitusi lemak. Berikut gambar alat

yang dipakai pada proses pembuatan karaginan

Penggunaan karagenan rumput laut akan bertambah

makin luas dan makin banyak di masa yang akan datang,

sehingga permintaan terhadap produksi rumput laut ini

akan terus meningkat di masa mendatang. 

Potensi usaha budidaya ini akan terus berkembang

sejalan makin luasnya pemanfaatan rumput laut sebagai

bahan makanan, polimer maupun bahan dasar kertas dan

industri lainnya. Untuk memanfaatkan peluang pasar yang

masih sangat terbuka ini, maka usaha-usaha di bidang

rumput laut yang sangat potensial untuk dikembangkan

adalah: 

1. Pembukaan usaha budidaya rumput laut, atau

pengembangan perluasan usaha dengan perluasan areal

budidaya. 

2. Pengolahan paska panen untuk memperoleh nilai

tambah 

3. Industri pemroses rumput laut untuk produk makanan

siap saji, Semi Refined Carrageenan (SRC) dan Alkali

Treated Carrageenan (ATC). 

Hampir seluruh daerah di Indanesia dapat

dilangsungkan usaha budidaya rumput laut antara lain di

Sulawesi, Bali, NTB dan NTT, serta Papua. Di NTB rumput

laut banyak dibudidayakan di Pulau Bali, Pulau Sumbawa

dan Pulau Lombok. Mengingat besarnya permintaan pasar

terhadap bahan baku rumput laut tersebut dibidang

industri baik makanan, bahan baku kosmetika, dunia

medis, dan industri maka diperlukan usaha penyediaan

bahan baku yang memiliki kualifikasi yang dapat

diterima. Dengan produksi yang tinggi maka ketersediaan

bahan baku menjadi tersedia dan menentukan

keberlangsungan usaha lanjutan bidang ini. 

Berdasarkan peluang usaha yang dianalisa maka

prospek usaha yang menguntungkan dibidang rumput laut

ini maka dipilih usaha budidaya dan pemrosesan rumput

laut bahan baku industri dalam skala yang lebih besar.

Bentuk produk yang akan diproduksi adalah rumput laut

jenis Euchema cottoni dengan pola usaha budidaya metode

tali letak dasar. 

Gambar 1. Rumput laut jenis Euchema cottoni

Pemilihan usaha budiaya rumput laut sebagai ide bisnis

ini didasari semakin meningkatnya permintaan pasar

lokal, nasional dan bahkan internasional terhadap bahan

baku dan makin meluasnya skala pemanfaatan bahan baku

rumput laut dalam dunia industri. Kebutuhan yang kian

meningkat ini menjadi tantangan untuk dapat dipenuhi

terutama dari usaha budidaya dan pemrosesan rumput

laut. Sebagai daerah yang didominasi oleh wilayah

perairan menjadikan potensi pengembangan rumput laut

yang sangat tinggi. Pengembangan rumput laut dilakukan

dengan pertimbangan : periode budidaya singkat (30 – 60

hari), transfer teknologi mudah, serta mampu melibatkan

partisipasi aktif perempuan secara massal. Selain

dipengaruhi oleh kenyataan bahwa komoditas ini belum

memiliki kuota, baik di pasar domestik maupun

internasional.

Segmentasi Pasar dan Target Pasar

Kondisi industri hilir rumput laut di Indonesia saat

ini tergolong minim dan penyebarannya masih

terkonsentrasi di beberapa kota besar seperti Surabaya,

Makassar dan Jakarta. Minimnya industri hilir dalam

negeri, secara kalkulasi merugikan, terutama bagi

industri hulu yang mayoritas berada di Kawasan Timur

Indonesia (KTI). Akselerasi industri hulu yang tinggi

tidak diimbangi dengan pengembangan industri hilir,

sehingga secara simultan mendorong orientasi pemasaran

(domestik/ekspor) dalam bentuk bahan mentah. 

Hasil panen produksi budidaya oleh pembudidaya,

dijual dalam bentuk rumput laut kering, setelah dijemur

selama 3 sampai 4 hari. Rumput Laut Kering dimasukkan

ke dalam karung-karung plastik untuk dijual kepada para

pedagang pengumpul atau kepada Koperasi yang kemudian

menjualnya kepada pengusaha / pabrik pengolahan rumput

laut di beberapa kota besar di Indonesia. Para

pengumpul membeli rumput laut kering dari nelayan

dengan harga sekitar Rp. 3.500 – Rp. 5.000 per

kilogram, tergantung pada jenis rumput laut ataupun

jarak lokasi budidaya ke perusahaan pengelola.

Pemasaran seperti ini bagi pembudidaya memang tidak

menguntungkan dari segi harga. 

Gambar 2. Pengolahan pasca panen rumput laut

Segmentasi Pasar 

Permintaan rumput laut dipengaruhi oleh permintaan

pengguna rumput laut yaitu industri-industri makanan,

obat-obatan dan bahan polimer. Ekspor rumput laut

Indonesia secara total selalu meningkat pesat.

Perkembangan ekspor itu terjadi pada hampir seluruh

negara tujuan ekspor rumput laut Indonesia, Peningkatan

ekspor paling pesat terjadi pada negara tujuan ekspor

rumput laut Indonesia di Asia yaitu: Cina, Hongkong dan

Phillipina. 

Proyeksi peluang pasar, ekspor rumput laut

Indonesia mengalami perkembangan rata-rata 15% per

tahun. Selain ditunjukkan oleh perkembangan ekspor juga

dapat dilihat dari selisih antara jumlah

permintaan/kebutuhan dunia dan jumlah yang mampu

diproduksi. Kondisi tingkat penawaran rumput laut di

tingkat dunia yang belum mampu memenuhi permintaan yang

ada. Hal demikian juga terjadi di Indonesia, kemampuan

produksi yang ada masih kecil dibanding permintaan.

Penawaran suatu produk selalu berada pada posisi

sebatas kemampuan kapasitas produksi. Pada tahun 2005

permintaan rumput laut dunia mencapai 260.571.050 ton

berat kering sementara Indonesia hanya mampu memenuhi

sejumlah 300.000 ton berat kering. Jadi penawaran

rumput laut masih jauh dari kebutuhan atau

permintaan. Sebagai gambaran Provinsi Nusa Tenggara

Barat (NTB) yang memiliki potensi areal budidaya rumput

laut seluas 6.000 Ha dengan potensi produksi 28.100

ton, namun kenyataannya pada tahun 2005 hanya mampu

memproduksi 419 ton rumput laut kering, suatu jumlah

yang jauh dari potensi yang ada (Sunarpi et.al, April

2006). Hal ini menunjukkan bahwa potensi budidaya

rumput laut belum dimanfaatkan secara optimal. 

Ekspor rumput laut Indonesia dalam posisi belum

menggembirakan, karena mayoritas masih dilakukan dalam

bentuk raw seaweed atau rumput laut kering atau raw

seaweed, sedangkan ekspor hasil olahan rumput laut

(ekstrak) masih kecil porsinya. Pada tahun 2000 jumlah

ekspor rumput laut kering 25.000 ton, dan ekspor

ekstrak berjumlah kurang lebih 15.000 ton. Pada tahun

2004 ekspor rumput laut kering kurang lebih berjumlah

55.000, ekstrak rumput laut kurang lebih 10.000 ton,

dan total ekspor rumput laut sebesar 65.000 (Neish. Ian

Charles, 2006). 

Dengan berpedoman data produksi dan ekspor maka dapat

dinyatakan bahwa : 

1. Peluang pasar dan perluasan usaha budidaya rumput

laut masih sangat terbuka karena realisasi produksi

jauh berada di bawah kapasitas produksi dan permintaan

rumput laut kering. 

2. Ekspor rumput laut Indonesia sebagian besar adalah

raw seaweed, dengan demikian terdapat peluang yang

cukup besar untuk membuka investasi industri pengolahan

ekstrakt rumput laut yang memiliki nilai tambah (value

added). 

Rantai pemasaran rumput laut berawal dari pembeli besar

yang biasanya exporter atau pemroses rumput laut

(pabrikan). Pabrikan akan mengadakan negosiasi

transaksi kepada pedagang besar, tentang harga,

spesifikasi produk dan syarat-syarat pembayaran. Dalam

proses transaksi ini, biasa terjadi pedagang besar

diberi modal atau uang muka untuk pengadaan barang.

Selanjutnya pedagang besar aka melakukan kontak kepada

pedagang pengumpul. Selanjutnya pedagang kecil inilah

yang melakukan pencarian/ pengumpulan rumput laut

kering, proses awal (sortir dan pemilihan) dan

pembayaran kepada petani pembudidaya. 

Biasanya pedagang pengumpul sudah memiliki “anak buah”

yaitu pembudidaya yang diberi pinjaman modal dan akan

menjual hasil panennya kepada pedagang pengumpul

tersebut. Untuk pedagang besar akan mengumpulkan rumput

laut kering dari pedagang pengumpul dan juga dari

pembudidaya binaannya. 

Ditinjau dari aspek transportasi, komunikasi dan

ketersediaan produk yang jauh dibawah permintaan maka

kendala pemasaran dapat dikatakan tidak ada. Namun

demikian tidak dapat dipungkiri bahwa masih ada kendala

dalam pemasaran yaitu aspek kualitas. 

Kendala utama pemasaran utama dan pertama-tama

harus ditangani adalah masalah kepercayaan pada produk

yang ditawarkan. Kepercayaan akan terbentuk melalui

terpenuhinya standard mutu produk rumput laut (Neish,

2006). Aspek kualitas ini banyak dipengaruhi aspek

teknologi dan pengolahan pasca panen (DKP, 2006).

Dengan keadaan seperti itu, maka kendala yang ada

sebenarnya adalah tantangan pasar dan tuntutan

persaingan untuk selalu meningkatkan mutu. Untuk

merebut posisi dan kepercayaan pasar, standard mutu

produk rumput laut yang diekspor harus memenuhi

berbagai kriteria (Neish, 2006): 

1. Aspek Produk. 

a. Kadar air atau tingkat kelembaban max 38% 

b. Prosentasi kotoran pada rumput laut maksimum 2% 

c. Umur pemanenan minimum 45 hari. 

d. Kadar garam rumput laut. 

2. Aspek standarisasi produk. 

a. Standarisasi produk sesuai dengan kebutuhan pasar. 

b. Prosedur standar menggunakan uji laboratorium 

c. Diterapkan dan dipatuhinya manual mutu dan produksi 

d. Sertifikasi sebagai penjaminan mutu. 

Pemakaian karaginan diperkirakan 80% digunakan

dibidang industry makanan, farmasi dan kosmetik. Pada

industry makanan sebagai stabilizer, thickener, gelling

agent, additive atau komponen tambahan dalam pembuatan

coklat, milk, pudding, instant milk, makanan kaleng dan

bakery. Untuk industry non food antara lain pada

industry : 

- farmasi: sebagai suspensi, emulsi, stabilizer dalam

pembuatan pasta gigi, obat-obatan, mineral oil. 

- Industri-industri lain : misalnya pada industry

keramik, cat dan lain-lain. 

Segmentasi pasar rumput laut yang akan digarap

dalam usaha budidaya ini dengan memproduksi Euchema

cottoni yang bisa diharap pada segmen pasar bahan baku

industry pengolahan makanan siap saji maupun Alkali

Treated Carrageenan (ATC) dan Semi-refined Carrageenan

(SRC). Dengan menggarap segmen pasar ini maka usaha

budidaya dan pemrosesan rumput laut ini dapat

memproduksi kualitas rumput laut yang sesuai dengan

permintaan pasar di segmen pasar ini. 

Target Pasar 

Target pasar dari bisnis budidaya rumput laut E.

cottonii adalah para perusahaan pangan dan non pangan

yang menggunakan campuran rumput laut sebagai

pengolahan produknya. Produk ditawarkan nantinya juga

akan sangat memperhatikan peluang pasar baik nasional

maupun Internasional. 

Posisi daya saing Indonesia dapat ditingkatkan melalui

peningkatan mutu produk. Mutu produk dapat ditingkatkan

melalui penggunaan strain bibit yang baik, dan

pemrosesan paska panen lebih yang baik. Indonesia sudah

saatnya meningkatkan posisi dari pengekspor raw seaweed

menjadi ekpsortir produk rumput laut, baik dalam bentuk

makanan siap saji maupun Alkali Treated Carrageenan

(ATC) dan Semi-refined Carrageenan (SRC). 

ANALISIS KEKUATAN, KELEMAHAN, PELUANG DAN ANCAMAN (SWOT

ANALISYS) : 

Kekuatan Kelemahan

1.Harga Terjangkau

2.Kualitas terjamin

3.Kebersihan Rumput

laut terjamin

1.Manajemen tradisional

2.Sarana dan prasarana

sederhana

3.Sumberdaya manusia yang

masih rendah pendidikan

4.Pemasaran yang masih

terbatas

Peluang Ancaman

1.Pangsa pasar yang

masih luas

2.Bahan baku yang mudah

di dapat

3.Pesaing besar relatip

terbatas

1.Munculnya pesaing baru

4.Biaya produksi yang

terjangkau

Target pasar rumput laut masih sangat terbuka dengan

tingginya marjin permintaan dengan penawaran. Kemampuan

produksi untuk memenuhi pangsa pasar masih sangat

rendah dibandingkan dengan permintaan produk rumput

laut baik skala nasional (domestik) maupun

internasional (eksport). Produk yang dihasilkan adalah

berupa produk yang seragam maka pencakupan pasar yang

diterapkan adalah strategi pemasaran tampa

pembedaan. Sementara level pasar yang terdapat di usaha

ini memiliki pasar potensial yang sangat tinggi. Target

pasar (target market) bidang usaha ini meliputi sasaran

yang merupakan perusahaan/pabrik industry pengolahan

makanan siap saji maupun Alkali Treated Carrageenan

(ATC) dan Semi-refined Carrageenan (SRC). Usaha

budidaya dan pemrosesan rumput laut yang dilakukan

diharapkan dapat menyuplai atau memasok kebutuhan bahan

baku dari industry hilir (pengolahan) rumput laut

dengan kualitas yang sesuai.