IDENTIFIKASI POLA – POLA FISIK KAWASAN UNTUK PENINGKATAN KUALITAS KAWASAN PERMUKIMAN BANTARAN...

18
IDENTIFIKASI POLA – POLA FISIK KAWASAN UNTUK PENINGKATAN KUALITAS KAWASAN PERMUKIMAN BANTARAN SUNGAI WINONGO YOGYAKARTA Azis Yon Haryono Teknik Arsitektur, Akademi Teknik YKPN Yogyakarta, Jl. Gagak Rimang no. 1, Balapan,Yogyakarta e-mail : [email protected] Abstract : Knowingly or not the River Settlement Region of Yogyakarta is Winongo area that has a strategic position in many ways, is due to its position adjacent to the city center, the center of tourism destinations, and roads - main roads that pass through it. But this is not accompanied by a strategic position and condition of areas of good quality. Densely populated with very simple housing conditions, the takeover of land along the river into residential building area, circulation is not accessible, open green spaces are increasingly disappearing, public open spaces are hard to find, the poor infrastructure, the river is the area of waste household waste, and the identity of the area that is not clear is the absolute easiest to find in this region. Besides the many physical elements affected by the above is a pattern consisting of the spatial pattern of circulation, land use pattern, the pattern of placement of public space, the placement pattern of green open spaces, patterns of regional infrastructure, and the pattern of the building mass. This study aims at identifying the pattern - a pattern related to the physical extent of the influence of social, economic, and cultural communities to shape the physical patterns that exist. The identification and elements that influence is expected to help the process of improving the quality of the banks of the River Winongo neighborhoods. Abstrak : Disadari atau tidak Kawasan Permukiman Bantaran Sungai Winongo Kota Yogyakarta adalah kawasan yang mempunyai posisi strategis dalam banyak hal, ini disebabkan posisinya yang berdekatan dengan pusat kota, pusat destinasi pariwisata, dan jalan – jalan utama yang melewatinya. Namun posisi strategis ini tidak disertai kondisi dan kualitas kawasan yang baik. Pemukiman padat penduduk dengan kondisi hunian yang amat sederhana, pengambil alihan tanah bantaran sungai menjadi area mendirikan bangunan hunian, sirkulasi yang tidak aksesibel, ruang terbuka hijau yang makin menghilang, ruang terbuka publik yang susah ditemui, infrastruktur kawasan yang buruk, sungai yang menjadi area buangan limbah rumah tangga, dan identitas kawasan yang

Transcript of IDENTIFIKASI POLA – POLA FISIK KAWASAN UNTUK PENINGKATAN KUALITAS KAWASAN PERMUKIMAN BANTARAN...

IDENTIFIKASI POLA – POLA FISIK KAWASANUNTUK PENINGKATAN KUALITAS KAWASAN PERMUKIMAN BANTARAN SUNGAI

WINONGO YOGYAKARTA

Azis Yon HaryonoTeknik Arsitektur, Akademi Teknik YKPN Yogyakarta, Jl. Gagak Rimang

no. 1, Balapan,Yogyakartae-mail : [email protected]

Abstract : Knowingly or not the River Settlement Region of Yogyakarta is Winongo area thathas a strategic position in many ways, is due to its position adjacent to the city center, thecenter of tourism destinations, and roads - main roads that pass through it. But this is notaccompanied by a strategic position and condition of areas of good quality. Denselypopulated with very simple housing conditions, the takeover of land along the river intoresidential building area, circulation is not accessible, open green spaces are increasinglydisappearing, public open spaces are hard to find, the poor infrastructure, the river is thearea of waste household waste, and the identity of the area that is not clear is the absoluteeasiest to find in this region. Besides the many physical elements affected by the above is apattern consisting of the spatial pattern of circulation, land use pattern, the pattern ofplacement of public space, the placement pattern of green open spaces, patterns of regionalinfrastructure, and the pattern of the building mass. This study aims at identifying thepattern - a pattern related to the physical extent of the influence of social, economic, andcultural communities to shape the physical patterns that exist. The identification andelements that influence is expected to help the process of improving the quality of the banksof the River Winongo neighborhoods.

Abstrak : Disadari atau tidak Kawasan Permukiman Bantaran Sungai Winongo KotaYogyakarta adalah kawasan yang mempunyai posisi strategis dalam banyak hal, inidisebabkan posisinya yang berdekatan dengan pusat kota, pusat destinasi pariwisata, danjalan – jalan utama yang melewatinya. Namun posisi strategis ini tidak disertai kondisi dankualitas kawasan yang baik. Pemukiman padat penduduk dengan kondisi hunian yangamat sederhana, pengambil alihan tanah bantaran sungai menjadi area mendirikanbangunan hunian, sirkulasi yang tidak aksesibel, ruang terbuka hijau yang makinmenghilang, ruang terbuka publik yang susah ditemui, infrastruktur kawasan yang buruk,sungai yang menjadi area buangan limbah rumah tangga, dan identitas kawasan yang

tidak jelas adalah kondisi nyata yang paling mudah ditemukan pada kawasan ini. Selain ituunsur fisik yang banyak terpengaruh oleh hal diatas adalah pola kawasan yang terdiri ataspola ruang sirkulasi, pola penggunaan lahan, pola perletakan ruang publik, pola perletakanruang terbuka hijau,pola infrastruktur kawasan, dan pola tata massa bangunan. Penelitianini bertujuan untuk mengidentikasi pola – pola fisik kawasan terkait sejauh mana pengaruhkondisi sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat terhadap wujud pola fisik yang ada. Hasilidentifikasi dan unsur yang mempengaruhinya diharapkan dapat membantu prosespeningkatan kualitas kawasan permukiman bantaran Sungai Winongo.

Kata kunci : Pola fisik, Permukiman, bantaran sungai, peningkatan kualitas.

Salah satu unsur pentingyang harus dipenuhi agarkawasan permukiman kota menjaditempat bermukim yang nyaman danmemberi dampak positif bagipemukimnya maupun kota secaraumum adalah adanya pola fisikyang baik.

Namun jika kita perhatikansecara seksama ternyata pola –pola fisik kawasan permukimandi kota – kota Indonesiacenderung menuju kearah denganpola yang tidak teratur. Jikamenengok sejarah pembentukanawal kota – kota di Indonesiaternyata pola pola fisikkawasan yang ideal sudahpernah ada walaupun masihsangat sederhana, ini terbuktidengan adanya ruang publik( alun – alun ) yang tertatasecara hirarkis mulai dari alun– alun skala kerajaan,kadipaten, sampai pada ruang –

ruang publik berupa lapanganpada skala kampung. Demikianjuga dengan pola ruang jalan,dan pola pemanfaatan lahan.Namun seiring dengan pergantianwaktu yang berimplikasi padasegala aspek kehidupan baiksosial ekonomi dan budaya, makapola – pola yang ada semakinsulit untuk dipertahankanapalagi dikembangkan menjadipola yang memberi dampakpositif bagi kualitaspermukiman. Salah satupekerjaan berat yang harusdihadapi adalah bagaimana terusberupaya menciptakan pola –pola fisik kawasan yang idealdalam rangka menghadapipertumbuhan kawasan permukimanoleh karena pertumbuhanpenduduk dan pesatnya arusurbanisasi.

Pertumbuhan pendudukditambah arus urbanisasi yangberlebih membuat kota menjadisemakin padat bahkan memasukidekade ke-2 abad ke-21 akanterjadi kecenderungan bahwalebih dari separo penduk duniaakan tinggal di kota. Samahalnya dengan di Indonesia ,jumlah penduduk kota danperkotaan saat ini sudahmencapai lebih dari 50% daritotal penduduknya. Menurut datadari UN-HABITAT selama kurunwaktu kurang dari 30 tahun sajatelah terjadi peningkatanjumlah penduduk dunia yangsemula adalah penduduk desa (rural ) menjadi penduduk kota (urban ) sebanyak 15 %. jumlahini diperkirakan terusmeningkat sampai pada tahun2050 mendatang yakni lebih 60% penduduk dunia akan menjadiwarga kota.

Yogyakarta adalah salahsatu kota yang melai mengalamigejala ini . Kota ini sudahmulai menghadapi dampakpertumbuhan yang sulitdikendalikan. Seiring denganitu maka pertumbuhan ruanghunianpun semakin meningkatmulai dari yang berwujudperumahan mewah sampai denganklaster permukiman kumuh dan

liar yang menempati lahanbantaran sungai, bantaran relkereta api, dan lahan miliknegara. Backlog dan pesatnyakeberadaan permukiman kumuhmenjadikan semakin kacaunyapola – pola kawasan permukimanpermkotaan.

Ketidakteraturan initerlihat pada, pola jalanlingkungan yang tidakaksesibel, pola penggunaanlahan yang tidak sesuai, ruangterbuka hijau yang semakinberkurang, pola infrastrukturlingkungan yang tidak teratur,dan sebaran ruang terbukapublik yang tidak merata.Implikasi negatif dari gejalaini adalah menurunnya kualitaskawasan yang berakibat padarendahnya kualitas hidupmasyarakat yang tinggal dipermukiman tersebut.

Kawasan permukiman yangmengarah pada indikasi sepertitersebut diatas diantaranyaadalah kawasan permukimanbantaran Sungai Winongo kotaYogyakarta.

Jika hal ini tidak segeraditangani secara serius makadikhawatirkan akan memberidampak buruk bagi kehidupanwarganya secara khusus dan KotaYogyakarta pada umumnya

mengingat kawasan ini beradaatau membelah Kota Yogyakarta.

Berangkat dari hal ini makadiperlukan sebuah upaya untukmelihat mengetahui faktor –faktor apa saja yangmempengaruhi terbentuknyasebuah pola fisik kawasanpermukiman sehingga upayapenataan dapat dilakukan lebihmudah. .

METODE PENELITIAN

Yang dimaksud dengan kawasanpermukiman bantaran SungaiWinongo adalah ruang kawasanyang berada di bantaran sungaidimana kawasan tersebutdigunakan sebagai ereapermukiman serta mempunyaiketerkaitan dengan keberadaanSungai Winongo itu sendiri.Lokasi yang diidentifikasiadalah penggal kawasan denganbatas sebelah utara adalahjembatan Taman Sari dan sebelahselatan adalah jembatan JalanSugeng Jeroni.

Penelitian ini besifatkualitatif dengan menggunakanmetoda analisis deskriptifsecara mendalam dengan rujukankajian literatur, penggunaan

bahan dokumen berupa data –data.

Berangkat dari dasarmetodologi yang demikian,penelitian ini menggunakankajian terhadap tataguna lahan,kinerja ruang sirkulasi, fungsibangunan, sebaran tata ruangterbuka hijau dan publik, polaaktifitas warga, rona geografiskawasan, arah pertumbuhanbangunan, dan gambaran kondisisosial dan ekonomi warga.Dengan demikian dari data –data tersebut dapat dilihatketerkaitannya yang salingmempengaruhi sehinggadidapatkan gambaran rincimengenai pola fisik kawasanpermukiman bantaran sungaiWinongo.

POLA – POLA FISIK KAWASAN

Pola adalah bentuk atau model(atau, lebih abstrak, suatu setperaturan) yang bisa dipakaiuntuk membuat atau untukmenghasilkan suatu atau bagiandari sesuatu. Pola fisik kawasan adalahbentuk atau model berwujudfisik yang terbentuk olehkarena pengaruh manusia ataupunada secara alamiah.

Pola pertama yang terwujuddalam sebuah kawasan adalahpola tata guna lahan. Ragamaktifitas warga telahmenciptakan perbedaaanpemanfaatan ruang dimanasemakin banyak aktifitas yangdilakukan maka akan semakinbanyak pula ragam ruang yangtercipta. Dalam sebuahpermukiman kampung kotamisalnya telah terciptaberbagai aktifitas social,ekonomi, dan budaya sehinggahal ini sangat berdampak padaberagamnya pemanfaatan ruang –ruang di kawasan permukimantersebut. Hal ini sangatberbeda dengan kawasanpermukiman baru dimana wargayang tinggal hanya melakukansedikit aktifitas saja sehinggatidak memunculkan keragamanruang.

Kedua adalah pola ruangsirkulasi. Kualitas dan polaruang sirkulasi menuju dandalam kawasan memiliki pengaruhsangat besar terhadapaksesbilitas dan permeabilitas.Pola yang terbentuk secarahirarkis dan parallelmemungkinkan orang akan sangatmudah mencapai sebuah kawasankemudian masuk ke dalam blokyang lebih kecil hingga sampai

pada ruang berupa bangunanataupun ruang terbuka yangdituju. Pola tersebut kadangsulit tercapai karena beberapakendala diantaranya faktorgeografis yang memaksa polaruang sirkulasi harusmenyesuaikan rona alam sertamassa bangunan yang tumbuhsecara organik sehinggamembuat pola yang seharusnyaterwujud menjadi kacau.Pola ketiga adalah polaidentitas kawasan pola inimenjadi hal yang pentingmengingat arti sebuah kawasanitu sendiri adalah area dimanaterdapat batasan yang jelas danciri yang jelas pula. Dalamkawasan permukimanpun citrasebuah tempat akan terwujud.Apa yang terjadi di Masyarakatkota di Indonesia adalah sejakdari awal sudah berupayamewujudkan adanya polaidentitas kawasan tersebutsebagai citra sebuah tempat,ataupun sebagai identitasterhadap lingkungan tertentu.bentuknya berupa gerbanglingkungan, pagar di sepanjangjalan , maupun bangunan publikyang keberadaanya sangatmenonjol diantara bangunandisekitarnya. Terlepas dariideal atau tidaknya cara

masyarakat tersebut berusahamemunculkan sebuah citrakawasan maupun polapenempatannya yang pasti denganadanya wujud fisik tersebutsebuah kawasan mudahdiidentifikasi.Pola keempat adalah Pola ruangterbuka publik. Aktfitas disebuah lingkungan kampung kotarelatif lebih beragam dan lebihtinggi intensitasnya. Beberapahal yang melatar belakanginya .salah satunya adalah kerekatansosialnya masih cukup massif.Aktifitas yang berlangsungaktifitas formal ( bekerja )dan aktifitas non formal( bermain, berkumpul ). .Aktifitas ini dilakukan diruang – ruang publik baik yangberbentuk linier ( ruangjalan ) maupun terpusat( lapangan ) aktifitas di ruangpublik yang bersifat informaltelah menjadi sebuah kebutuhanpokok bahkan rutin. Padaklaster – klaster permukimansangat padat yang hanyamenyisakan ruang diantara duabangunan warga masih mampumelakukan aktifitas tersebut.Idealnya pada sebuah wilayahmemiliki pola ruang yangmenampung aktifitas – aktifitasinformal tersebut. Yang

dimaksud pola disini adalahaktifitas tingkat klasterhunian, neighborhood atau rukuntetangga, dan aktifitas komunalskala kampung atau kawasan.Masing masing tingkatan akanmenciptakan ragam aktifitasnyasendiri – sendiri, contohnyapada skala klaster hunianaktifitas yang tercipta berupaperbincangan antara wargatetangga dekat, aktifitaskomersial, atau berupaaktifitas anak- anak bermain.Aktifitas ini tentunya sangatberbeda dengan aktifitas padaskala yang lebih luas yaituskala kampong yang seringmemunculkan aktifitas –aktifitas komunal sepertiperayaan hari besar, pestarakyat atau aktifitas yangformal seperti rembug warga.Untuk memenuhi hal tersebutbahkan ruang terbuka publiklinier berupa jalan atau gangdimodifikasi sehingga dapatmenampung adanya aktifitas.Kemudian pada titik – titiktersebut dikembangkan adanyaruang terbuka publik walaupundengan ukuran kecil sehingggadapat dikombinasikan denganadanya kegiatan atau fasilitaskomersial yang mendukung.

Konsep berikutnya adalahmenghubungkan pusat – pusatkawasan kepadatan tinggi denganmenggunakan promenade, padatempat tersebut dibuat khusussehingga dapat mewadahikegiatan sampai malam hari ( 24jam ). Pada pusat – pusatkegiatan dibangun ruang terbukapublik dan dikombinasikandengan bangunan – bangunan yangmenyediakan fasilitas untukmasyarakat dengan kegiatankerja, balai masyarakat, pusatkesehatan, kaki lima.Pola kelima adalah polainfrastruktur kawasan. Sebuahkawasan akan sulit menjadiwadah kehidupan warga yangideal manakala tidak didukungoleh adanya infrastruktur yangmemadahi, yang dimaksud disiniadalah infrastruktur yangdibutuhkan untuk memfasilitasikecukupan energi, air bersih,pengelolaan limbah padat dancair. Sebuah kawasan idealnyatercukupi kebutuhan kebutuhantersebut dan hal ini akan sulitterwujud jika pola danpenataannya tidak sesuai dengankondisi fisik maupun non fisikkawasannya.Pola ke enam adalah pola tatahijau atau ruang terbuka hijaukawasan. Ruang terbuka hijau

adalah bagian penting daristruktur pembentuk kawasanbahkan wilayah. Ruang TerbukaHijau kawasan memiliki tigafungsi utama, yaitu Fungsiestetika, Fungsi Ekologis danFungsi Ekonomi. Ruang ini padadasarnya memiliki fungsi pokoksebagai pendukung utamakeberlanjutan kehidupanmasyarakat yang tinggal dikawasan tersebut. Untukmengoptimalkan ruang terbukahijau yang ada maka tuntutanpertama adalah mempunyaikinerja yang baik, dan keduaadalah pola perletakannya harustepat dan hirarkis, yangdimaksud disini adalah ruangterbuka hijau yang terpolasecara sistematis mulai dariadanya ruang terbuka hijauskala kota ( bantaran sungai,hutan kota, taman kota, alun –alun ) sampai denga ruangterbuka hijau skala klasterhunian ( taman rumah ). Polayang demikian bertujuan agarruang tersebut memiliki fungsiyang sesuai. Sebuah hutan kotalebih mempunyai fungsi sebagaiestetika skala mezo dan sebagaipengendali iklim mikro maupunkelestrian ekologi. Ruangterbuka hijau skala klasterhunian lebih berfungsi sebagai

penyuplai oksigen dan estetikaskala mikro ( penghias halamanatau jalan lingkungan ). Akantetapi seiring denganperkembangan dan perubahanfungsi lahan pada kawasan yangsangat pesat dapat menyebabkanterjadinya perubahan morfologikawasan sehingga mengakibatkanberkurangnya lahan peruntukkandan pemanfaatan Ruang TerbukaHijau sebagai paru-parukawasan. Kurangnya proporsi dantidak idealnya pola perletakanRuang Terbuka Hijau menjadipermasalahan serius pada saatini dan mendatang.

FAKTOR – FAKTOR YANGMEMPENGARUHI TERBENTUKNYA POLAFISIK KAWASANPola fisik kawasan tidakterjadi secara alamiah, karenabersifat artefak ( hasil karyamanusia ). Sebuah artefak yangbaik perlu diciptakan lebihdahulu secara baik. Dan apayang dibangun dengan baik harusdipikirkan serta dirancangdengan baik terlebih dahulu.Namun kenyataan yang terjadidikota – kota Indonesia adalahdominannya kawasan – kawasanyang terjadi secara organik( tidak terencana ) sehingga

pada akhirnya akan memunculkankarakter tersendiri tentangpola fisik kawasan yangcenderung berpola tidak jelas.Kawasan – kawasannya tersebutberada di kampong kota,bantaran rel kereta api,kawasan permukiman tanahnegara, dan kawasan permukimanbantaran sungai perkotaan.Banyak faktor yang mempengaruhiterbentuknya pola sebuahkawasan diantaranya pertama,faktor ekonomi warga.Pembangunan kawasan diIndonesia lebih dominandilaksanakan oleh wargadaripada oleh pemerintah bahkanbanyak kawasan – kawasan yanghampir tidak tersentuhintervensi penataan daripemerintah. Sehingga kualitaspola fisik kawasan yang adaberupa pola jalan, pola tataruang terbuka, pola tatainfrastruktur, dan pola tataguna lahan sebanding dengankemampuan ekonomi warga. Salahsatu contoh adalah ruangterbuka menjadi semakin sempitkarena warga tidak mampumembangun ruang hunian secaravertikal sehingga pengembanganruang hunian secara horizontalyang pada akhirnya akanmenghabiskan sisa ruang

terbuka. Demikian halnya denganrendahnya kualitasinfrastruktur lingkungan danpenyalahgunaan fungsi lahan.

Kedua adalah faktor budaya.Kota – kota yang merupakan kotatua peninggalan penjajah ataukerajaan pada masa lalu sepertikota Yogyakarta memilikipeninggalan berupa kawasanbeserta pola – pola yangmelekat padanya bahkan sampaipada klaster permukiman polapola tersebut masih jelasterbaca. Pola sirkulasi darijalan utama kota sampai denganjalan lingkungan, pola arahhadap bangunan, pola perletakanbangunan penting, dan polapemanfaatan lahan ternyatasudah diatur dan ditata sejakjaman itu. Tata nilai budayalokal yang dijunjung tinggitelah memberi dampak signifikanterhadap pola fisik kawasan.Namun seiring perubahan jamantentunya akan berpengaruh jugaterhadap bergesernya nilaibudaya yang ada ditengahmasyarakat, perubahan inisedikit banyak telah merubahpola terlepas apakah perubahantersebut memberi dampak positifmaupun negatif.

Ketiga adalah faktorsosial. Perkembangan kota telah

membawa perubahan terhadap tatanilai dan rona sosial yang adadi tengah masyarakat kota.Kompleksitas permasalahan yangdihadapi warga kota telahmemunculkan keragaman karaktersosial. Kawasan permukimansebagai wadah fisik bagikehidupan masyarakatnya adalahsalah satu elemen yangterpengaruh oleh karaktersosial warganya. Pola fisikkawasan kadang menjadi cerminansosial penghuninya. Pola danrona fisik kawasan permukimankampung kota yang dihunimasyarakat yang cenderungindividualis tentu sangatberbeda dengan kawasan yangdihuni oleh masyarakat dengankarakter sosialis dan guyub1.Pada masyarakat yangindividualis pengelolaankawasan cenderung diserahkankepada otoritas setempat,masyarakat dengan karaktersosial seperti ini biasanyacenderung memiliki aktifitaspribadi yang rutin dengandurasi waktu yang lama sehinggatidak mempunyai waktu yangcukup untuk bergaul denganwarga dilingkungan. Sedangkanpada masyarakat yang sosialis1 masyarakat atau kelompok ygikatan sosialnya didasari olehikatan perseorangan yg kuat

dan guyub, terlihat adanyakebersamaan tidak saja padaskala individu maupunlingkungan, namun hingga skalakawasan yang lebih luas.Pembangunan dan pengelolaanlingkungan cenderung dilakukanoleh masyarakat secara bersama– sama. Tidak hanya aktifitasyang mengarah pada pembangunanlingkungan saja namun Lebihdari itu banyak hal lain yangdilakukan oleh masyarakatsecara bersama yang bersifatnon formal seperti berkumpul,bermain, olah – raga, kegiatankomersial secara komunal, danaktifitas sosial yang lain.Dari beragamnya aktifitastersebut akhirnya mempengaruhipola dan seting ruang kawasan.Ruang – ruang publik banyakmuncul sebagai konsekuensi ataskebutuhan ruang untukberkumpul, bermain, danaktifitas non formal yang lain.Hal seperti ini dominan terjadidi kawasan – kawasan permukimankampung perkotaan negara –negara berkembang sepertiIndonesia. Namun karena semuaaktifitas cenderung non formaldengan latar belakang sosialyang beragam maka pola fisikkawasan yang ada cenderung

terbentuk secara alamiah denganpola yang organik.

PROFIL WILAYAH PENELITIAN

Utara yang memiliki batasdari perbatasan denganKabupaten Sleman jalan Jambon,Kelurahan Bener sampai denganJembatan Pembela Tanah Air yangterdiri dari 19 RW. adalahkawasan dengan dominasipermukiman kampung yang masihberkarakter pedesaan dengankepadatan hunian yang tingginamun pada bantaran sungainyamasih cukup dominan adanyavegetasi alami.

Wilayah Tengahmemiliki batas dari JembatanPembela Tanah Air sampai denganJembatan Serangan, yang terdiridari 8 RW. adalah kawasan yangpararlel dengan pusat kotaYogyakarta, kepadatan huniansangat tinggi pada bantaransungainya.

Wilayah Selatan memilikibatas dari Jembatan Serangansampai dengan batas KabupatenBantul yang terdiri dari 17 RWadalah kawasan dengan kepadatanbangunan sangat tinggi, padabagian selatan masih dominandengan ruang terbuka hijauberupa persawahan.

Permasalahan kawasan secaraumum yang dihadapi ketigapenggal diatas adalah seputaraksesbilitas dan permeabilitaskawasan yang rendah, sanitasiyang buruk, ruang terbukapublik dan hijau yang terusberkurang, infrastrukturlingkungan yang tidak memadahi,dan penyalahgunaan lahan. Namunsecara sosial masyarakat yangtianggal di sepanjang bantaransungai Winongo adalahmasyarakat yang sosialis danguyub sehingga program penataanyang melibatkan partisipasimasyarakat relatif berjalanlancar. Konflik sosialpun jugajarang terjadi di sepanjangkawasan ini. Namun secaraekonomi masyarakat di kawasanini masih tergolong ke dalammasyarakat berpenghasilanrendah yang rawan akankemiskinan.

Gambar Peta Kota Yogyakarta

KawasanIdentifikasi Intensif

Gambar Kawasan Winongo KotaYogyakarta

ANALISIS HASILPola Fisik Kawasan Secara MakroDalam Konteks Sejarah

Pola tata ruang wilayahkota Yogyakarta adalah hasildari rancangan Pangeran MangkuBumi yang sekaligus adalahpendirinya. Hal ini dapatditelusuri terutama dari segiproses pemilihan lokasi (hutanberingin), tahap-tahappendirian bangunan kraton,konstruksi tata ruang dankonsep tata-ruang, dan bangunanarsitektural istana yang penuhsimbolisme pandangan duniakebudayaan jawa. Pemikiranpembangunan istana dilakukanmelalui kerangka pemikirankonseptual tradisi jawa.Mendirikan pusat pemerintahandan pemukiman dengan konsep“babat alas” atau “membukahutan” untuk bersama-samatinggal berdampingan. Pada awal perkembangannya,persebaran pemukiman pada KotaYogyakarta cendrung memusatpada poros besar selatan-utara,terbentuknya permukiman berupakampung tempat tinggal penduduklambat laun tumbuh disekitar

poros yang melintasi istanadari ujung ke ujung dan alun-alun utara, Malioboro, hinggake Tugu tempat permukimandisebut kampung diberikansesuai dengan tugas danpekerjaan dari penduduk yangmenempatinya.Pada perkembangan selanjutnyamelalui pengamatan diakronikdapat diketahui bahwa polapersebaran kawasan permukimanterus melebar kearah timur danbarat. Embrio pertumbuhan areapermukiman berupa bangunanndalem. Pola ruang sirkulasiyang terwujud saat itu adalahgrid. Sedangkan pola ruangterbuka publik dominan sentrisdengan alun – alun keratonsebagai pusatnya.

Tinjauan Mikro KawasanPermukiman Bantaran SungaiWinongo

Perkembangan kawasan permukimandiawali dengan keberadaan ndalemyaitu klaster hunian tempattinggal keluarga bangsawanKeraton Yogyakarta. Padakisaran tahun 1925 di sebelahsisi timur bantaran sungaiterdapat klaster bangunanberupa ndalem yang bernamandalem Suryowijayan lengkap

dengan halamannya yang luas,pola sperti ini adalah polaumum yang dipakai rumah Joglo.Dari klaster bangunan itulaharea permukiman mulai tumbuhsampai dengan memasuki akhirabad ke-20 area permukimansudah meluas sampai di bantaranSungai Winongo. Pada mulanyapola jalan lingkungan yangterbentuk adalah grid. Padakawasan sisi barat sungaiWinongo juga terdapat ndalemyang dibangun paling awal.Tipologinya hampir sama denganndlem yang ada di sisi timursungai, yang membedakanhanyalah orientasi bangunannyasaja. Sama seperti di sisitimur sungai, pada sisi baratawal pertumbuhan bangunan jugadiawali dari klaster bangunanndalem tersebut yang kemudianterus meluas hingga ke areabantaran sungai.

Tabel 1. analisis pola perletakan ruang terbuka publik dan polaaktifitas yang berlangsung

a.

Analisa Pola Perletakan RuangTerbuka Publik

Dari pengamatan polaperletakan ruang terbuka publiksub kawasan sisi barat aliransungai memperlihatkan bahwaterdapat satu ruang publik yangmemang sejak awal telahdirencanakan sebagai square.Ruang tersebut adalah halamanNdalem Sindurejan, jikamemperhatikan tipologi rumahadat Jawa maka halaman atau lataradalah ruang terbuka yangletaknya berada di depanpendopo yang berfungsiserbaguna sebagai ruangpenerima, parkir alat

transportasi, dan ruangkegiatan komunal skala kampung.Selebihnya ruang terbuka yangada berupa halaman sekolah,lapangan olah raga, dan tanahkosong yang digunakan wargauntuk kegiatan bersama.Meskipun kepemilikannya adalahhak milik pribadi namun publikdapat mengaksesnya. Sepanjangpengamatan dilapangan, tidakada kegiatan yang spesifik yangdilakukan warga pada ruang –ruang tersebut, kegiatannyasebatas olah raga ( malam ) danyang paling banyak adalahkegiatan anak – anak bermain.

Sedangkan ruang – ruangpublik yang ada pada sub

kawasan timur sungai cenderungberada pada tepian sungai.Intensitas kegiatannya lebihtinggi jika dibandingkan dengansub kawasan pada sisi baratsungai. Ada satu ruang squareyang mempunyai tipologi hampirsama dengan yang terdapat padasub kawasan sisi barat sungaiyaitu pada halaman NdalemSuryowijayan. Tipologi ruangini hampir sama dengan halamanNdalem Sindurejan yangmembedakan adalah orientasinya,Ndalem Suryowijayan menghadapke selatan, sedangkan NdalemSindurejan menghadap ke utara.

Jika ditinjau darilokasinya maka ruang – ruangterbuka publik yang ada di subkawasan sisi timur sungaiberada ditengah – tengahbangunan hunian dengan kondisisederhana, padat, dan denganjalur akses berdimensi sempit (

< 2,3m ) tetapi jika dilihataktifitasnya maka kegiatan yangada pada ruang – ruang tersebutintensitasnya lebih tinggi danmewadahi lebih banyak macamaktifitas. Hal ini berbedadengan ruang – ruang publikyang ada di sub kawasan sisibarat sungai, ruang – ruangyang ada terletak diantarabangunan – bangunan denganjarak yang renggang, halaman –halaman rumah, yang luaskondisi bangunan pemukiman yangrelatif lebih baik, serta jalurakses menuju ruang yangcenderung lebih lebar, namunintensitas kegiatan yangdiwadahinya cenderung rendahserta mewadahi lebih sedikitmacam kegiatan. Perbedaaninilah yang memberikan pengaruhtinggi rendahnya aktifitas yangterjadi pada ruang – ruangpublik.