1 ANALISIS SANITASI LINGKUNGAN PERMUKIMAN TEPIAN ...

10
1 ANALISIS SANITASI LINGKUNGAN PERMUKIMAN TEPIAN SUNGAI KAPUAS KELURAHAN SUNGAI JAWI LUAR DAN SUNGAI BELIUNG KECAMATAN PONTIANAK BARAT Aksy, Suci Pramadita, Jumiati Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Tanjungpura Jalan Prof.Dr.Hadari Nawawi Pontianak Kalimantan Barat 78124 Telepon (0561) 740186 Email : [email protected] ABSTRAK Permasalahan sanitasi lingkungan di Tepian Sungai Kapuas masih berfokus pada aspek sanitasi dasar meliputi sumber air bersih, ketersediaan jamban, pembuangan sampah dan limbah. Tingginya intensitas pemanfaatan kawasan tepian sungai sebagai tempat untuk bermukim dan melakukan aktivitas di sekitar tepian sungai dan buangan sampah maupun limbah rumah tangga yang berpotensi mengakibatkan pencemaran sungai. Kondisi ini mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Tujuan dilakukan penelitian ini untuk mengetahui kondisi ketersediaan sanitasi dasar dan memberikan gambaran pola penyebaran sanitasi dasar pada lingkungan permukiman di Tepian Sungai Kapuas, Kelurahan Sungai Jawi Luar dan Kelurahan Sungai Beliung, Kecamatan Pontianak Barat. Metode pengambilan data melalui kuisioner, titik koordinat lokasi permukiman dan dokumentasi. Hasil analisis kuesioner menggunakan uji statistik univariat didapatkan sebanyak 97% telah memenuhi syarat pemanfaatan sumber air bersih untuk minum dengan menggunakan air hujan dan air kemasan galon. Sebanyak 69% masih menggunakan air sungai Kapuas yang tergolong tidak memenuhi syarat pemanfaatan sumber air bersih untuk keperluan MCK. Kondisi ketersediaan jamban dominan tidak memenuhi syarat yaitu sebanyak 48% yang tidak memiliki tangki septik. Sarana pembuangan sampah sebanyak 53% yang tidak memenuhi syarat, dengan membuang sampah langsung ke sungai, parit dan tanah serta melalukan pembakaran sampah. Kondisi SPAL seluruh responden tidak memenuhi syarat, dengan membuang limbah langsung ke sungai. Dengan demikian, kondisi sanitasi lingkungan permukiman di Tepian Sungai Kapuas belum memenuhi persyaratan kesehatan, karena adanya faktor sosial ekonomi responden berupa pendidikan, pekerjaan dan penghasilan yang dominan masih rendah. Sedangkan hasil analisis spasial dengan menggunakan GIS diperoleh bahwa adanya faktor peyebaran sanitasi lingkungan permukiman di Tepian Sungai meliputi banyaknya jumlah penduduk, jarak bangunan dan faktor sosial ekonomi. Kata Kunci: Sanitasi Lingkungan, Permukiman, Tepian Sungai ABSTRACT Environmental sanitation issues in the Kapuas River Bank still focus on basic sanitation aspects including clean water sources, availability of latrines, garbage and waste disposal. The high intensity of the use of the riverbank area as a place to live and carry out activities around the riverbank and the disposal of garbage and household waste that has the potential to cause river pollution. This condition affects the degree of public health. The purpose of this research was to determine the condition of the availability of basic sanitation and to provide an overview of the distribution pattern of basic sanitation in residential area, in Sungai Jawi Luar and Sungai Beliung Sub district,West Pontianak District. Methods of data collection through questionnaires, the coordinates of the location of the settlement and documentation.The results of the questionnaire analysis tests showed that 97% had met the requirements for the use of clean water sources for drinking using rain water and gallon bottled water. As much as 69% still use Kapuas river water, which is classified as not meeting the requirements for utilizing clean water sources for MCK purposes. The condition of the availability of dominant latrines does not meet the requirements, namely as many as 48% who do not have a septic tank.The facilities for disposing of garbage as much as 53% do not meet the requirements, by throwing garbage directly into rivers, ditches and the ground and by burning the garbage. The SPAL condition of all respondents did not meet the requirements, by dumping the waste directly into the river. Thus, the sanitary conditions of the settlements on the banks of the Kapuas River have not met the health requirements, because the respondents' socio-economic factors such as education, occupation and dominant income are still low. While the results of spatial using GIS show that the distribution of environmental sanitation factors for settlements on the banks of the river includes the large number of inhabitants, distance of buildings and socio-economic factors. Keywords: Environmental Sanitation, Settlements, Riverbanks

Transcript of 1 ANALISIS SANITASI LINGKUNGAN PERMUKIMAN TEPIAN ...

1

ANALISIS SANITASI LINGKUNGAN PERMUKIMAN

TEPIAN SUNGAI KAPUAS

KELURAHAN SUNGAI JAWI LUAR DAN SUNGAI BELIUNG KECAMATAN PONTIANAK BARAT

Aksy, Suci Pramadita, Jumiati

Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Tanjungpura

Jalan Prof.Dr.Hadari Nawawi Pontianak Kalimantan Barat 78124 Telepon (0561) 740186 Email : [email protected]

ABSTRAK Permasalahan sanitasi lingkungan di Tepian Sungai Kapuas masih berfokus pada aspek sanitasi dasar meliputi sumber air bersih, ketersediaan jamban, pembuangan sampah dan limbah. Tingginya intensitas pemanfaatan kawasan tepian sungai sebagai tempat untuk bermukim dan melakukan aktivitas di sekitar tepian sungai dan buangan sampah maupun limbah rumah tangga yang berpotensi mengakibatkan pencemaran sungai. Kondisi ini mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Tujuan dilakukan penelitian ini untuk mengetahui kondisi ketersediaan sanitasi dasar dan memberikan gambaran pola penyebaran sanitasi dasar pada lingkungan permukiman di Tepian Sungai Kapuas, Kelurahan Sungai Jawi Luar dan Kelurahan Sungai Beliung, Kecamatan Pontianak Barat. Metode pengambilan data melalui kuisioner, titik koordinat lokasi permukiman dan dokumentasi. Hasil analisis kuesioner menggunakan uji statistik univariat didapatkan sebanyak 97% telah memenuhi syarat pemanfaatan sumber air bersih untuk minum dengan menggunakan air hujan dan air kemasan galon. Sebanyak 69% masih menggunakan air sungai Kapuas yang tergolong tidak memenuhi syarat pemanfaatan sumber air bersih untuk keperluan MCK. Kondisi ketersediaan jamban dominan tidak memenuhi syarat yaitu sebanyak 48% yang tidak memiliki tangki septik. Sarana pembuangan sampah sebanyak 53% yang tidak memenuhi syarat, dengan membuang sampah langsung ke sungai, parit dan tanah serta melalukan pembakaran sampah. Kondisi SPAL seluruh responden tidak memenuhi syarat, dengan membuang limbah langsung ke sungai. Dengan demikian, kondisi sanitasi lingkungan permukiman di Tepian Sungai Kapuas belum memenuhi persyaratan kesehatan, karena adanya faktor sosial ekonomi responden berupa pendidikan, pekerjaan dan penghasilan yang dominan masih rendah. Sedangkan hasil analisis spasial dengan menggunakan GIS diperoleh bahwa adanya faktor peyebaran sanitasi lingkungan permukiman di Tepian Sungai meliputi banyaknya jumlah penduduk, jarak bangunan dan faktor sosial ekonomi.

Kata Kunci: Sanitasi Lingkungan, Permukiman, Tepian Sungai

ABSTRACT

Environmental sanitation issues in the Kapuas River Bank still focus on basic sanitation aspects including clean water sources, availability of latrines, garbage and waste disposal. The high intensity of the use of the riverbank area as a place to live and carry out activities around the riverbank and the disposal of garbage and household waste that has the potential to cause river pollution. This condition affects the degree of public health. The purpose of this research was to determine the condition of the availability of basic sanitation and to provide an overview of the distribution pattern of basic sanitation in residential area, in Sungai Jawi Luar and Sungai Beliung Sub district,West Pontianak District. Methods of data collection through questionnaires, the coordinates of the location of the settlement and documentation.The results of the questionnaire analysis tests showed that 97% had met the requirements for the use of clean water sources for drinking using rain water and gallon bottled water. As much as 69% still use Kapuas river water, which is classified as not meeting the requirements for utilizing clean water sources for MCK purposes. The condition of the availability of dominant latrines does not meet the requirements, namely as many as 48% who do not have a septic tank.The facilities for disposing of garbage as much as 53% do not meet the requirements, by throwing garbage directly into rivers, ditches and the ground and by burning the garbage. The SPAL condition of all respondents did not meet the requirements, by dumping the waste directly into the river. Thus, the sanitary conditions of the settlements on the banks of the Kapuas River have not met the health requirements, because the respondents' socio-economic factors such as education, occupation and dominant income are still low. While the results of spatial using GIS show that the distribution of environmental sanitation factors for settlements on the banks of the river includes the large number of inhabitants, distance of buildings and socio-economic factors.

Keywords: Environmental Sanitation, Settlements, Riverbanks

2

PENDAHULUAN Permukiman merupakan faktor penting dalam meningkatkan harkat dan martabat serta mutu kehidupan yang sejahtera dalam kehidupan bermasyarakat. Salah satu ciri permukiman yang tidak layak huni adalah kepadatan bangunan tinggi dan keterbatasan sanitasi. Sanitasi menurut World Health Organization (WHO) adalah suatu usaha yang mengawasi beberapa faktor lingkungan fisik yang berpengaruh kepada manusia terhadap kesehatan lingkungan. Menurut Pasal 22 UU No. 23 Thn 1992 Tentang Kesehatan disebutkan bahwa kesehatan lingkungan diselenggarakan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat, dapat dilakukan dengan melalui peningkatan sanitasi lingkungan yang mendasar, terkait dengan lingkungan permukiman. Adapun ruang lingkup sanitasi dasar menurut Kepmenkes No. 852 Tahun 2008, meliputi sarana air bersih, ketersediaan jamban, sarana pembuangan air limbah, dan sarana pengelolaan sampah.

Menurut Badan Pusat Statistik Kota Pontianak (2019) Kecamatan Pontianak Barat, khususnya di Kelurahan Sungai Jawi Luar dan Sungai Beliung merupakan wilayah yang paling banyak penduduknya yaitu masing-masing sebesar 40.797 jiwa dan 53.729 jiwa. Sebagian besar permukiman yang ada di tepian sungai kapuas memiliki konstruksi bangunan yang dindingnya kayu, lantainya dari semen atau kayu dan atapnya dari seng atau asbes. Menurut Dokumen Strategi Sanitasi Kota Pontianak (2014), kondisi sanitasi di Tepian Sungai Kapuas di Kelurahan Sungai Beliung dan Sungai Jawi Luar belum memenuhi syarat yang telah ditetapkan. Tingginya intensitas pemanfaatan kawasan tepi sungai menimbulkan banyak permasalahan, dimana kawasan tersebut menjadi kumuh disertai dengan kondisi rumah yang tidak layak huni. Kebiasaan penduduk karena keterbatasan pengetahuan tentang kesehatan lingkungan sehingga membuang sampah atau limbahnya ke sungai atau parit sehingga kondisi sungai menjadi kotor dan menyebabkan lingkungan sekitar terkena luapan air sungai saat hujan. Adanya ketersediaan jamban di tepian sungai kapuas, tetapi masih ada yang tidak memiliki tangki septik sehingga limbah tinja langsung dibuang ke sungai. Kondisi tersebut tentunya akan berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat yang tinggal pada kawasan.

Selain itu, sebagian besar masyarakat menggunakan air PDAM sebagai sumber air bersih untuk MCK. Jumlah pelanggan di Kecamatan Pontianak Barat yang menggunakan air PDAM sebesar 24.942 jiwa Badan Pusat Statistik Kota Pontianak (2019). Tetapi masyarakat yang

tinggal ditepian sungai kapuas masih banyak menggunakan air sungai sebagai kebutuhan MCK. Adapun faktor resiko kesehatan pada permukiman kumuh akibat ketiadaan air bersih yang dapat menyebabkan penyebaran penyakit. Berdasarkan permasalahan diatas, maka diperlukan analisis mengenai kondisi sanitasi lingkungan permukiman di Tepian Sungai Kapuas di Kelurahan Sungai Beliung dan Kelurahan Sungai Jawi Luar.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Tepian Sungai Kapuas, di Kelurahan Sungai Beliung dan Kelurahan Sungai Jawi Luar, Kecamatan Pontianak Barat, Kota Pontianak. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Juli – Agustus 2020. Penelitian ini bersifat observasional dan kuisioner. Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah laptop yang dilengkapi dengan SPSS, ArcGis 10.3, kalkulator, alat tulis dan kamera. Bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain data primer yang didapatkan melalui observasi lapangan dan kuesioner serta data sekunder yaitu data Badan Pusat Statistik Kecamatan Pontianak Barat, data Disdukcapil Kota Pontianak, Dokumen Strategi Sanitasi Kota Pontianak, Peta Genangan Air Bappeda Kota Pontianak serta literatur artikel ilmiah, buku, jurnal, dan skripsi yang sesuai dengan penelitian ini. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh KK atau anggota keluarga di Kelurahan Sungai Beliung dan Kelurahan Sungai Jawi Luar, Kecamatan Pontianak Barat, yaitu sebanyak 27.776 KK (Disdukcapil Kota Pontianak, 2019). Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menghitung jumlah sampel menggunakan rumus Slovin (Sugiyono, 2017) sehingga

3

didapatkn sampel sebanyak 100 KK. Dari sampel tersebut dibagi jumlah sampel untuk 2 kelurahan yang ada di Kecamatan Pontianak Barat meliputi kelurahan Sungai Beliung dan Sungai Jawi Luar, masing-masing sampel sebanyak 57 KK dan 43 KK. Adapun metode pengambilan sampel adalah purposive sampling.

Tahapan penelitian yang dilakukan, yaitu pembuatan kuesioner mengenai penyediaan sarana air bersih minum dan MCK, ketersediaan jamban, tempat pembuangan sampah dan tempat pembuangan limbah. Kemudian Kuesioner yang telah dibuat, selanjutnya dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Sifat valid memberikan pengertian bahwa alat ukur yang digunakan mampu memberikan nilai yang sesungguhnya dari nilai yang diinginkan. Sifat reliabel berarti instrument yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama akan menghasilkan data yang sama. Kuesioner yang telah dinyatakan valid dan reliabel dapat langsung dibagikan kepada responden di lokasi penelitian.

Analisis data yang digunakan pada penelitian ini yaitu analisis univariat yang digunakan untuk menggambarkan atau mendeskripsikan dari masing-masing aspek sanitasi dasar serta karakteristik responden dan analisis spasial dengan metode overlay atau penggabungan peta melalui ArcGis 10.3. Teknik yang digunakan pada overlay di ArcGis 10.3 untuk menggabungkan atau melapiskan dua peta dari satu daerah yang sama namun beda atribut yaitu intersect.

HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah kepala keluarga yang ada di Kelurahan Sungai Jawi Luar dan Sungai Beliung lebih banyak berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 22.396 orang dan perempuan hanya 5.380 orang (Disdukcapil, 2019). Namun berdasarkan hasil penelitian diperoleh dominan responden berjenis kelamin perempuan sebanyak 70%. Hal ini dikarenakan perempuan lebih perduli terhadap kesehatan keluarga yang berkaitan dengan sanitasi dasar. Selain itu adanya faktor lain disebabkan oleh waktu pengambilan data dilakukan pada pagi dan siang hari dimana sebagian besar ibu rumah tangga yang sedang mengerjakan pekerjaan rumah sehari-hari, sedangkan sebagian besar laki-laki sedang beraktifitas di luar rumah (Sailan dan Purba, 2017). Berdasarkan hasil penelitian, menunjukkan bahwa dominan responden berusia dewasa (21 – 60 tahun) yaitu sebanyak 85%. Hal ini berarti sebagian besar responden tergolong usia produktif (WHO). Jika dihubungkan umur dengan pengetahuan aspek sanitasi dasar, maka semakin bertambahnya umur semakin banyak pengalaman dan informasi yang diperoleh (Sailan dan Purba, 2017), sehingga semakin memahami tentang pengetahuan aspek sanitasi dasar .

Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan menunjukkan bahwa dominan responden memiliki jenjang SMA sebanyak 38%. Masih ada sebagian responden memiliki tingkat pendidikan yang tergolong tidak memenuhi wajib belajar, disebabkan karena masyarakat memutuskan untuk berhenti sekolah yang mana berhubungan dengan faktor sosial budaya, kebanyakan masyarakat berpikir kurang penting pendidikan formal karena tanpa pendidikan yang tinggi masyarakat juga bisa bekerja. Akan tetapi lebih baik apabila seseorang mempunyai pendidikan yang tinggi agar mendapatkan pekerjaan yang lebih baik pula serta motivasi dari orang tua menjadi pemicu untuk anaknya melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi (Sailan dan Purba, 2017). Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan bahwa dominan responden adalah Ibu Rumah Tangga yaitu sebanyak 54%. Sedangkan responden dengan peringkat tertinggi kedua memiliki pekerjaan buruh sebanyak 21%. Adapula responden yang tidak bekerja sebanyak 9%. Hal ini disebabkan pekerjaan mempengaruhi besar kecilnya penghasilan, dimana dominan pekerjaan masyarakat rendah yaitu sebagai buruh serta ibu rumah tangga, sehingga penghasilan yang didapatkan terbatas, masyarakat yang kurang mampu tidak dapat menjaga, memelihara serta memperbaiki bangunan dan lingkungan hunian yang telah rusak terkait aspek sanitasi dasar

4

seperti membuang tinja langsung ke sungai tanpa adanya tangki septik yang memenuhi persyaratan kesehatan (Madhianti dkk, 2018). Karakteristik responden berdasarkan penghasilan bahwa dominan responden dengan jumlah penghasilan < 500.000 yaitu sebanyak 64%. Pekerjaan sangat erat kaitannya dengan penghasilan dan status ekonomi seseorang. Ekonomi yang rendah akan menyebabkan produktifitas rendah sehingga penghasilan juga rendah. Hal Ini sebanding dengan pengamatan sanitasi dimana pekerjaan responden dominan rendah yakni sebagai Ibu Rumah Tangga, buruh serta ada yang tidak bekerja. Kebanyakan responden di tepian sungai yang kondisi perekonomiannya rendah menyebabkan ketidakmampuan masyarakat untuk memenuhi syarat aspek sanitasi dasar seperti menggunakan air Sungai Kapuas untuk keperluan MCK dari pada air PDAM, dengan alasan mudah dijangkau serta gratis (Madhianti, 2018). Karakteristik responden berdasarkan lama tinggal bahwa dominan responden dengan rentang 11 – 30 tahun yaitu sebanyak 55%. Adapun dominan responden yang berdomisili di Tepian Sungai Kapuas di Kelurahan Sungai Jawi Luar dan Kelurahan Sungai Beliung Kecamatan Pontianak Barat merupakan penduduk asli setempat yang sudah tinggal semenjak mereka lahir, sehingga semakin lama seseorang tinggal dan menetap di suatu daerah pada umumnya akan memberikan pengaruh positif sehingga dapat merangsang memiliki rasa yang mendalam yang pada akhirnya tumbuh kesadaran untuk memelihara dan menjaga berbagai hal, termasuk yang berkaitan dengan aspek sanitasi dasar (Wijaksono, 2013). Namun, berdasarkan pengamatan sanitasi di Tepian Sungai Kapuas, lama tinggal masyarakat pada lingkungan permukiman tidak sepenuhnya akan menghasilkan permukiman yang sehat, dikarenakan masih banyak masyarakat yang kurang peduli dan belum adanya kesadaran terhadap penyediaan sarana terkaitan aspek sanitasi dasar. A. Analisis dan Distribusi Pemanfaatan Sumber air Minum Hasil yang didapatkan berdasarkan analisis dan distribusi pemanfaatan sumber air minum permukiman semi permanen di tepian sungai Kapuas di Kelurahan Sungai Jawi Luar dan Sungai Beliung, Kecamatan Pontianak Barat tahun 2020 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Analisis Pemanfaatan Sumber Air Minum

Sarana Air Bersih (f) (%)

Memenuhi Syarat 97 97,0

Tidak Memenuhi Syarat 3 3,0

Sumber : Hasil Analisis, 2020

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa sarana penyediaan air bersih untuk minum hampir seluruhnya telah memenuhi syarat air minum meliputi tidak berasa, tidak berbau, jernih dan tidak keruh, yang diperoleh dari pengamatan sanitasi di lapangan yakni sebanyak 97%. Jika disesuaikan kembali dengan syarat air bersih menurut Permenkes No 492 Tahun 2010, maka air tersebut dapat dikatakan memenuhi syarat air bersih yang baik. Sumber air minum berasal dari air hujan dan air kemasan galon. Sebanyak 85% menggunakan air hujan. Sumber air bersih untuk minum yang digunakan berasal dari air hujan yang telah dipanen. Setelah dilakukan pemanenan air hujan (PAH) yang kemudian dimasak terlebih dahulu untuk menghilang bakteri yang terkandung pada air hujan serta dapat dikonsumsi sebagai air minum. Sedangkan sebagian kecil responden sebanyak 12% yang menggunakan air kemasan galon dipilih sebagai air minum karena harganya lebih murah, akses untuk mendapatkannya juga mudah. Selain itu mereka mengkonsumsi air kemasan galon secara langsung tanpa di masak terlebih dahulu. Kemudian 3% yang tidak memenuhi persyaratan air bersih untuk minum yakni melakukan pemanenan air hujan (PAH) yang kemudian langsung dikonsumsi tanpa dilakukan proses pengolahan seperti penyaringan terlebih dahulu, dikarenakan mereka menganggap bahwa air hujan telah memenuhi syarat kesehatan yakni air yang bersih dan jernih. Menurut Zulkarnain (2013) Air hujan yang jatuh memiliki kualitas yang cenderung baik, akan tetapi apabila air hujan dikumpulkan dari atap bangunan tetap akan mengalami kontaminasi dari dekomposisi bahan organik, material atap, dan polutan di udara.

5

Gambar 1. Distribusi Sumber Air Minum Gambar 2. Distribusi Sumber Air Minum

Gambar 1. dan Gambar 2. dominan titik berwarna hijau pada permukiman di tepian Sungai

Kapuas menunjukkan kategori memenuhi persyaratan. Hal ini dikarenakan laju pertambahan jumlah penduduk yang begitu pesat menuntut adanya persediaan sumberdaya alam yang cukup, termasuk mengenai akses untuk memperoleh air bersih cukup sulit (Sari dan Khadiyanto, 2014). Adanya faktor ekonomi berupa pekerjaan dan penghasilan sebagian besar responden tergolong rendah, sehingga tidak mampu berlangganan air PDAM. Selain itu banyak kelompok masyarakat menyatakan bahwa air bersih dari PDAM tidak dapat diandalkan lagi karena bercampur lumpur dan sering tidak normal dimana hanya mengalir tiga kali dalam seminggu (Alihar, 2018). Sedangkan yang menggunakan air kemasan galon hanya sebagian kecil dikarenakan beberapa responden yang memiliki penghasilan yang cukup untuk membelinya. Kemudian untuk titik berwarna merah tergolong tidak memenuhi persyaratan dikarenakan adanya perilaku responden sudah memiliki kebiasaan untuk melakukan pemanenan air hujan (PAH) tanpa dimasak terlebih dahulu sebelum dikonsumsi yang mana kurangnya pengetahuan responden mengenai dampaknya terhadap kesehatan. B. Analisis dan Distribusi Pemanfaatan Sumber Air MCK Hasil yang didapatkan berdasarkan analisis dan distribusi Pemanfaatan Sumber air MCK permukiman semi permanen di Tepian Sungai Kapuas di Kelurahan Sungai Jawi Luar dan Sungai Beliung, Kecamatan Pontianak Barat tahun 2020 dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Analisis Sumber Air MCK

Sarana Air Bersih (f) (%)

Memenuhi Syarat 31 31,0

Tidak Memenuhi Syarat 69 69,0

Sumber : Hasil Analisis, 2020

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa sarana penyediaan air bersih (MCK) yang memenuhi syarat yakni sebanyak 31%. Sumber air bersih MCK berasal dari PDAM. Menurut Zikrullah, dkk (2016) kualitas air PDAM di Kota Pontianak, berdasarkan hasil pengamatan dilapangan sudah memenuhi persyaratan air bersih menurut Permenkes No.32 Tahun 2017, yakni berwarna jernih, tidak berasa, tidak berbau dan tidak keruh. Sedangkan sebanyak 69% tidak memenuhi syarat cenderung masih menggunakan air Sungai Kapuas untuk keperluan MCK. Air sungai kapuas memiliki karakteristik yang tidak memenuhi persyaratan antara lain berbau, berwarna coklat dan keruh yang mana berdasarkan pengamatan sanitasi dilapangan. Jika disesuaikan kembali dengan syarat air bersih menurut Permenkes No.32 Tahun 2017, maka air tersebut belum dapat dikatakan memenuhi syarat air bersih yang baik. Pencemaran air sungai oleh mikroorganisme patogen yaitu bakteri Escherichia coli dapat disebabkan oleh

sampah atau tinja yang dibuang disepanjang sungai Kapuas. Hal tersebut dapat mengakibatkan pencemaran air sungai sehingga menjadikan sebagai sumber penyakit yang berbasis lingkungan seperti diare.

6

Gambar 3. Distribusi Sumber Air MCK Gambar 4. Distribusi Sumber Air MCK

Gambar 4. menunjukkan lokasi dominan berwarna merah pada permukiman di Kelurahan Sungai Beliung, dikarenakan faktor ekonomi berupa penghasilan responden di Kelurahan Sungai Beliung tergolong masih rendah disebabkan pekerjaan dominan sebagai buruh serta Ibu rumah tangga. Selain itu menurut Alihar (2018) bahwa pertumbuhan jumlah penduduk yang tinggi telah mengakibatkan tidak semua komponen masyarakat dapat mengkonsumsi air bersih. Maka dari itu sebagian besar responden sudah terbiasa menggunakan air Sungai Kapuas untuk keperluan sehari-hari. Hal ini dikarenakan jarak sungai dengan permukiman sangat dekat, praktis dan tidak membutuhkan biaya. Namun tidak adanya kepedulian, kesadaran ataupun kurangnya pengetahuan mengenai dampak penggunaan air Sungai Kapuas terhadap kesehatan apabila digunakan dalam jangka waktu yang lama. Sedangkan Gambar 3.

menunjukkan lokasi dominan berwarna hijau yang menunjukkan bahwa responden di Kelurahan Sungai Jawi Luar sebagian besar memiliki pekerjaan sebagai karyawan, pedagang maupun wirausaha yang mana berpengaruh terhadap penghasilan yang tergolong cukup mampu untuk berlangganan air PDAM untuk keperluan MCK. Selain itu, adanya pengetahuan tentang sanitasi mengenai sumber air bersih yang layak digunakan.

C. Analisis dan Distribusi Ketersediaan Jamban

Hasil yang didapatkan berdasarkan analisis dan distribusi Ketersediaan Jamban permukiman semi permanen di Tepian Sungai Kapuas di Kelurahan Sungai Jawi Luar dan Sungai Beliung Kecamatan Pontianak Barat tahun 2020 dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Analisis Ketersediaan Jamban

Ketersediaan Jamban (f) (%)

Memenuhi Syarat 52 52,0

Tidak Memenuhi Syarat 48 48,0

Sumber : Hasil Analisis, 2020 Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar responden yaitu 52%, dengan kepemilikan jamban sehat yang saniter, dimana kondisi fasilitas sanitasi yang memenuhi persyaratan kesehatan menurut Permenkes No.3 Tahun 2014 Tentang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat, meliputi jamban berbentuk leher angsa, mudah dibersihkan dan aman dalam penggunaannya, lantai kedap air dan memiliki tangki septik yang berfungsi sebagai penampungan limbah tinja. Sementara itu untuk jamban yang tidak memenuhi syarat yaitu sebanyak 48% yang memiliki jamban empang. Lantai jambannya sebagian besar tidak kedap air yaitu dari papan dan sedikit yang menggunakan lantai semen. Responden cenderung membuang kotoran tinja langsung ke sungai melalui lubang yang dibuat pada jamban. Menurut Febriadi dkk, (2013) adanya pencemaran air sungai oleh mikroorganisme patogen yaitu bakteri E.coli dapat disebabkan oleh tinja yang dibuang disepanjang sungai Kapuas.

Gambar 5. Distribusi Ketersediaan Jamban Gambar 6. Distribusi Ketersediaan Jamban

7

Gambar 5. Dan Gambar 6. menunjukkan distribusi ketersediaan jamban pada permukiman di

Tepian Sungai Kapuas di Kelurahan Sungai Jawi Luar dan Sungai Beliung dominan hanya sebagian besar berwarna hijau. Hal ini dikarenakan adanya pengaruh ekonomi penghasilan beberapa responden yang tergolong mampu untuk memiliki jamban dengan konstruksi sesuai aturan. Jarak lokasi permukiman dekat dengan sungai. Kemudian sebagian besar lainnya berwarna merah yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan yaitu memliki jamban empang dikarenakan kebiasaan responden yang permukiman berkonstruksi semi permanen terletak di tepian Sungai Kapuas yang tidak memiliki tangki septik sehingga membuang tinja langsung ke sungai. Hal ini dikarenakan faktor ekonomi yaitu penghasilan responden masih banyak yang tergolong rendah sehingga mempengaruhi pembangunan tangki septik. Selain itu juga dikarenakan lahan untuk pembuatan tangki septik tidak tersedia. Keadaan tersebut terjadi karena kepadatan jumlah penduduk yang tinggal di daerah tersebut (Rahmadani dan Ridlo, 2020). Adapun keterkaitan antara ketersediaan jamban dengan banjir yang mana sebagian besar responden mengakui apabila terjadi banjir, maka jamban akan tergenang dan tidak dapat digunakan serta mengakibatkan terjadinya pencemaran air di lingkungan sekitar dan berdampak terhadap kesehatan manusia (Laksmi, 2017). D. Analisis dan Distribusi Sarana Pembuangan Sampah

Hasil yang didapatkan berdasarkan analisis dan distribusi sarana pembuangan sampah permukiman semi permanen di Tepian Sungai Kapuas di Kelurahan Sungai Jawi Luar dan Sungai Beliung Kecamatan Pontianak Barat tahun 2020 dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil Analisis Sarana Pembuangan Sampah

Sarana Pembuangan Sampah (f) (%)

Memenuhi Syarat 47 47,0

Tidak Memenuhi Syarat 53 53,0

Sumber : Hasil Analisis, 2020

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sarana pembuangan sampah yang memenuhi syarat menurut Permenkes No.3 Tahun 2014 Tentang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat yakni sebanyak 47%. antara lain memiliki tempat sampah yang dilengkapi dengan penutup, tempat sampah terbuat dari bahan yang kedap air (tidak bocor), tempat sampah dikosongkan setiap hari dan apabila telah terisi penuh, tersedianya tempat penampungan sampah sementara (TPS) yang terletak jauh dari permukiman. Adapula yang tidak memenuhi syarat yaitu sebanyak 53%, dengan responden sebanyak 31% yang langsung membuang sampah ke sungai. Alasan responden membuang sampah langsung ke sungai dikarenakan lebih praktis dan dapat langsung hanyut (Krisnawati, 2012). Hal tersebut dapat mengakibatkan rusaknya ekosistem yang ada diair dan akan menimbulkan penyakit khususnya water borne disease yaitu diare. Selain itu untuk responden sebanyak 22% melakukan pengelolaan dengan cara membakar sampah, yang mana sebagian besar rumah di tepian sungai kapuas memiliki kantong plastik atau keranjang untuk pewadahan, namun ada juga yang langsung dikumpulkan di halaman rumah atau belakang, sehingga menimbulkan bau yang tidak sedap serta mengganggu estetika. Pembakaran dilakukan apabila sampah sudah terlihat penuh, dalam rentang waktu 1 – 2 hari sekali. Tentu saja hal tersebut menimbulkan dampak yang tidak baik terhadap lingkungannya apalagi bagi kesehatan masyarakatnya. Pencemaran udara yang diakibatkan dari pembakaran sampah akan memicu timbulnya penyakit ISPA.

Gambar 7. Distribusi Pembuangan Sampah Gambar 8. Distribusi Pembuangan Sampah

8

Gambar 7. menunjukkan distribusi sarana pembuangan sampah yang memenuhi syarat pada

permukiman semi permanen di Tepian Sungai Kapuas di Kelurahan Sungai Jawi Luar dominan berwarna hijau. Hal ini disebabkan adanya pengetahuan dan perilaku sebagian besar responden terhadap informasi yang didapatkan. Jarak TPS dari lokasi permukiman cukup dekat, sehingga sebagian besar responden memiliki kesadaran untuk memenuhi persyaratan dengan membuang sampah ke TPS. Namun hanya sebagian kecil responden yang tidak memenuhi persyaratan dengan membuang sampah langung ke sungai serta melakukan pembakaran. Sedangkan Gambar 8. menunjukkan untuk Kelurahan Sungai Beliung dominan

berwarna merah yang artinya tidak memenuhi persyaratan kesehatan mengenai pembuangan sampah. Permasalahan sampah disebabkan adanya pengaruh lama tinggal sebagian besar responden yang tinggal ditepian Sungai Kapuas. Kebiasaan membuang sampah di sungai sudah dilakukan turun temurun oleh masyarakat membuat kesan kumuh pada lingkungan sekitar sungai. Adapun sebagian lainnya melakukan pembakaran sampah yang dilakukan di halaman atau belakang rumah. Jarak TPS Sungai Beliung terhadap sumber sampah atau pusat timbulan sampah juga cukup dekat dengan permukiman. Namun hanya sebagian kecil responden yang memenuhi persyaratan kesehatan dan memiliki kesadaran untuk membuang sampah ke TPS terdekat. Kebiasaan perilaku responden dalam membuang sampah ke sungai jika terus dibiarkan akan menyebabkan penurunan estetika dan daya dukung lingkungan akibatnya penurunan kualitas permukiman, terjadi pencemaran air, menjadi sumber penyakit dan penyebab banjir (Nabela, 2018).

E. Analisis dan Distribusi Sarana Pembuangan Limbah Hasil yang didapatkan berdasarkan analisis dan distribusi sarana pembuangan limbah permukiman semi permanen di Tepian Sungai Kapuas di Kelurahan Sungai Jawi Luar dan Sungai Beliung Kecamatan Pontianak Barat tahun 2020 dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Hasil Analisis Sarana Pembuangan Limbah

Sarana Pembuangan Sampah (f) (%)

Memenuhi Syarat 0 00,0

Tidak Memenuhi Syarat 100 100,0

Sumber : Hasil Analisis, 2020

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa Sarana Pembuangan Air Limbah (SPAL) seluruhnya tidak memenuhi syarat. Limbah yang berasal dari dapur (air bekas mencuci) dan kamar mandi langsung dibuang ke sungai. Namun ada juga yang membuang limbah langsung ke tanah maupun parit dekat rumah sehingga dapat memenimbulkan bau yang tak sedap serta menganggap lebih praktis dan tidak membutuhkan biaya dalam pembuatan saluran serta bak pembuangannya. Berdasarkan hal tersebut, sarana pembuangan air timbah tidak sesuai dengan persyaratan kesehatan menurut Permenkes No.3 Tahun 2014 Tentang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat, meliputi alirannya lancar (tidak tersumbat), tidak menimbulkan bau , tidak mejadi tempat perindukan vektor, saluran pipa pembuangan air limbah yang bersifat tertutup.Menurut (Celesta dan Fitriyah, 2019) Air limbah yang dibuang ke sungai atau parit tanpa melalui pengolahan terlebih dahulu dapat menyebabkan ekosistem sungai menjadi rusak dan bisa menjadi sumber penyakit bagi manusia karena tercemar kandungan deterjen dari bekas air cucian. Biota air akan mati dan zat –zat polutan seperti fospat yang terkadung dalam deterjen akan menjadi sumber penyakit seperti kolera dan disentri.

Gambar 9. Distribusi SPAL Gambar 10. Distribusi SPAL

9

Berdasarkan Gambar 9. dan Gambar 10. sarana pembuangan air limbah pada permukiman

berkonstruksi semi permanen di Tepian Sungai Kapuas seluruhnya tidak memenuhi persyaratan. Responden membuang limbah rumah tangga ke tanah, sungai maupun saluran (parit). Hal ini dikarenakan kebiasaan perilaku responden serta jarak lokasi permukiman yang sangat dekat dengan Sungai Kapuas. Menurut Kospa (2018) masyarakat yang tinggal di tepian sungai memiliki pola hidup yang kurang bersih dan sehat, dimana susunan dari pemukiman mereka sangat rapat dan lahan di sekitarnya yang semakin sempit manjadikan mereka kekurangan sarana untuk membuang sampah maupun limbah pada tempatnya, sehingga mereka lebih memilih untuk membuangnya ke sungai dan menjadi tercemar. Selain itu, adanya faktor lama tinggal sebagian besar masyarakat di tepian Sungai Kapuas yang mana masyarakat masih menganggap sungai sebagai halaman belakang yang dipandang sebagai tempat pembuangan. Adapun kebiasaan seseorang tinggal di sempadan sungai yang mana telah turun-temurun dilakukan. Hal ini dikarenakan dengan semakin lama masyarakat tinggal di sempadan sungai, maka akan semakin mengancam kelestarian sungai (Ayuningtyas dan Tjokropandojo, 2012). Menurut Ringo (2014) saluran drainase (parit) merupakan salah satu saluran primer yang dimanfaatkan untuk menampung dan mengalirkan air limpasan hujan, namun juga limbah cair domestik secara tercampur Hal tersebut dapat berpotensi mencemari sungai, dikarenakan saluran drainase (parit) yang biasanya dialirkan masuk ke sungai dan tingginya jumlah limbah domestik akan menyebabkan saluran drainase (parit) menjadi tersumbat. Pada saat hujan, saluran tersebut akan meluap dan terjadinya banjir serta menimbulkan bau yang tak sedap.

KESIMPULAN

Sumber air bersih untuk minum menggunakan air hujan dan air kemasan galon yang memenuhi syarat sebanyak 97%, sumber air bersih untuk MCK menggunakan air PDAM yang memenuhi syarat sebanyak 31%, ketersediaan jamban yang memenuhi syarat sebanyak 52% dengan menggunakan jamban berbentuk leher angsa, sarana pembuangan sampah yang memenuhi syarat sebanyak 47% dan sarana pembuangan air limbah seluruhnya tidak memenuhi syarat dikarenakan tidak memiliki tempat pembuangan limbah. Adapun faktor peyebaran sanitasi lingkungan permukiman di Tepian Sungai meliputi banyaknya jumlah penduduk, jarak bangunan dan faktor sosial ekonomi. SARAN

Penelitian ini cakupan lingkup wilayahnya hanya dibatasi lingkup tepian sungai kapuas saja, untuk penelitian selanjutnya dalam menganalisis sebaiknya menggunakan cakupan yang lebih luas untuk mengetahui perbandingan aspek sarana sanitasi yang ada.

UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing Ibu Suci Pramadita, S.T., M.T dan Ibu Jumiati, S.Si.,M.Si serta dosen penguji Bapak Dr. Arifin, S.T., M.Eng. Sc dan Ibu Laili Fitria, S.T., M.T yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan serta saran dan menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Serta keluarga, teman-teman, dan semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini. DAFTAR PUSTAKA

Alihar, F. 2018. Penduduk Dan Akses Air Bersih Di Kota Semarang. Jurnal Kependudukan Indonesia. Vol. 13 (1), 67-76.

Ayuningtyas, R. A., dan Tjokropandojo, D. S. (2012). Persepsi Masyarakat terhadap Pengembangan Waterfront sebagai Wadah Kegiatan Sosial dan Pemeliharaan Lingkungan Studi Kasus : Sungai Kapuas, Kalimantan Barat. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan ITB. Vol. 2 (1), 121-131

Badan Pusat Statistik Kecamatan Pontianak Barat. 2019. Kecamatan Pontianak Barat Dalam Angka.

Celesta, A. G., dan Fitriyah, N. 2019. Gambaran Sanitasi Dasar Di Desa Payaman, Kabupaten Bojonegoro Tahun 2016. Jurnal Kesehatan Lingkungan. Vol. 11 (2), 83 – 90.

10

Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Pontianak. 2019. Data Konsolidasi Bersih Kementerian Dalam Negeri Semester II Tahun 2019.

Dokumen Strategi Sanitasi Kota Pontianak Tahun 2014 Febriadi, D. 2013. Hubungan Antara Penggunaan Air Sungai Dan Kejadian Diare Pada Keluarga

Yang Bermukim Di Sekitar Sungai Kapuas Kelurahan Siantan Hilir Pontianak. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas TanjungPura.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Teknologi Tepat guna Kesehatan Lingkungan. Jakarta : Departemen Kesehatan.

Keputusan Menteri Kesehatan No. 852 Tahun 2008 Tentang Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat

Kospa, H. S. D. 2018. Kajian Persepsi Dan Perilaku Masyarakat Terhadap Air Sungai. Jurnal Tekno Global. Vol. 7 (1).

Krisnawati, T.O. 2012. Pengelolaan Sampah Domestik Masyarakat dan Jumlah Titik Sampah di Tepi Sungai Code Wilayah Gondolayu sampai Ringroad Utara Yogyakarta. Skripsi. Universitas Kristen Duta Wacana.

Laksmi, I. P. 2016. Studi Kelayakan Pengadaan Jamban Sehat Khusus Black Water Di Kecamatan Gubeng, Surabaya. Thesis. Jurusan Teknik Lingkungan.

Madhianti, T. R., Mulki, G. Z., dan Puryanti, V. 2018. Evaluasi Permukiman Kumuh Kelurahan Sungai Jawi Luar Kecamatan Pontianak Barat. Jurnal Mahasiswa Teknik Sipil. Vol. 5 (2)

Nabela. 2018. Arahan Sistem Pengelolaan Sampah Di Kawasan Permukiman Kampung Beting Kecamatan Pontianak Timur. Jurnal Mahasiswa Teknik Sipil Untan. Vol. 5(3), 1 – 16.

Peraturan Menteri Kesehatan No. 3 Tahun 2014 Tentang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat. Peraturan Menteri Kesehatan No. 32 Tahun 2017 Tentang Standar Baku Mutu Kesehatan

Lingkungan Dan Persyaratan Kesehatah Air Untuk Keperluan Higiene Sanitasi, Kolam Renang, Solus Per Aqua Dan Pemandian Umum.

Peraturan Menteri Kesehatan No. 492 Tahun 2010 Tentang Persyaratan Kualitas Air Minum. Rahmadani, R. D., dan Ridlo, I. A. 2020. Perilaku Masyarakat dalam Pembuangan Tinja Ke

Sungai di Kelurahan Rangkah, Surabaya. Jurnal Promkes. Vol 8 (1), 87 – 98. Sailan, M, Z dan Purba, E, D, R. 2017. Gambaran Pengetahuan Dan Karakteristik Masyarakat

Desa Air Lintang Kecamatan Tempilang Tentang Pengobatan Sendiri Terhadap Nyeri Menggunakan Obat Anti Nyeri. Jurnal Kesehatan Holistik (The Journal of Holistic Healthcare). Vol. 11 (3), Juli 2017, 140-14

Sari, N. R., Dan Khadiyanto, P. 2014. Kualitas Lingkungan Permukiman Di Tepi Sungai Kelurahan Pelita, Kecamatan Samarinda Ilir. Jurnal Teknik Pwk. Vol. 3 (4), 1002 -1012.

Siringgo-Ringo, R. 2014. Kajian Beban Pencemaran Beberapa Anak Sungai Dan Saluran Drainase Yang Bermuara Ke Sungai Kapuas Di Kota Pontianak. Jurnal Teknologi Lingkungan Lahan Basah. Vol. 2 (1), 1 – 10.

Sugiyono. 2017. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung : Alfabeta. Undang-Undang No. 23 Thn 1992 Tentang Kesehatan Wijaksono, S. 2013. Pengaruh Lama Tinggal Terhadap Tingkat Partisipasi Masyarakat Dalam

Pengelolaan Lingkungan Permukiman. Jurnal ComTech Vol.4 (1), Juni 2013, 24-32. Zikrullah, I., Syahruddin., dan Pratiwi, R. 2018. Kajian Pengukuran Kinerja Infrastruktur Untuk

Pelayanan Air Bersih Pdam Kota Pontianak. Jurnal Mahasiswa Teknik Sipil Untan. Vol.5 (3), Edisi Desember 2018, 1 – 14.

Zulkarnain, I., Rahardjo, I., dan Istanto, K. 2013. Rancang Bangun Alat Penjernih Air Berbasis Masyarakat Pedesaan dengan Konsep Rucef (Re Use, Cheap, Easy And Flexible). Jurnal Ilmiah Teknik Pertanian. Vol. 5 (3). 160 – 169.