renstra kawasan perbatasan

26
Rencana Stratejik Pengelolaan kawasan hutan Wilayah Perbatasan RI – Malaysia 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan hutan wilayah perbatasan RI-Malaysia di Kalimantan meliputi Kawasan Konservasi, Hutan Lindung dan Hutan Produksi, namun dalam awal pengelolaannya sesuai kondisi saat itu masih dititik beratkan pada pengelolaan kawasan hutan produksi. Awal tahun 1960 pengelolaan kawasan hutan di wilayah perbatasan Indonesia – Malaysia di Kalimantan diserahkan kepada ABRI oleh Menteri Pertanian. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan wilayah sepanjang perbatasan selebar 20 km ditutup untuk eksploitasi di luar kepentingan ABRI. Selanjutnya Menteri Pertahanan dan Keamanan pada tahun 1967 menyerahkan wilayah perbatasan kepada Jajasan Maju Kerja (Jamaker) untuk mengusahakan hutan (pada Hutan Produksi) di wilayah perbatasan Kalimantan. Penyerahan pengelolaan tersebut didasarkan pada pertimbangan untuk kepentingan pertahanan dan keamanan. Berdasarkan keputusan Menteri Pertanian No. 79/II – 1967 Tanggal 1 November 1967 ditetapkan pemberian Hak Pengusahaan Hutan (HPH) kepada Yayasan Maju Kerja (PT. Jamaker) pada areal sepanjang wilayah perbatasan Indonesia – Malaysia yang meliputi areal di Provinsi Kalimantan Barat seluas + 843.500 ha dan Provinsi Kalimantan Timur seluas + 265.000 ha. Tugas PT. Jamaker sesuai Forest Agreement, selain mengusahakan hutan juga berperan untuk mengamankan dan memberdayakan sosial ekonomi masyarakat sepanjang perbatasan di kedua wilayah provinsi tersebut. Dalam perkembangan selanjutnya, sejak dan setelah berjalan selama lebih dari 30 tahun, kondisi sumberdaya hutan di wilayah perbatasan menjadi bertambah rusak. Selain itu, misi meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat tidak terlaksana sebagaimana mestinya dan bahkan cenderung mengalami penurunan dan diperparah lagi dengan terdapatnya kerawanan keamanan yang dibuktikan dengan maraknya pencurian sumberdaya hutan, penyelundupan dan perambahan terhadap batas negara, baik yang dilakukan oleh oknum aparat maupun oleh masyarakat. Dalam rangka meningkatkan pengendalian pembangunan wilayah perbatasan Indonesia - Malaysia di Kalimantan, maka diterbitkan Keputusan Presiden (Keppres) No. 44 Tahun 1994 tentang Badan Pengendali Pelaksanaan Pembangunan Wilayah Perbatasan di Kalimantan (BP3WPK) yang diketuai Menteri Pertahanan dan Keamanan dengan anggota departemen teknis terkait. Dalam mengoperasionalkan Keppres No. 44 Tahun 1994 Menhankam selaku Ketua BP3WPK menerbitkan Keputusan No. Skep/894/VII/1994 tanggal 30 Juli 1994 tentang Pembentukan Tim Teknis Pelaksanaan Pembangunan Wilayah Perbatasan di Kalimantan. Dalam perkembangannya, sejak tahun 1996 Tim Teknis ini tidak berjalan secara optimal. Sehingga Presiden memutuskan untuk mencabut Keppres No. 44 Tahun 1994, melalui Keppres No. 63 Tahun 1999 tanggal 24 Juni 1999 tentang Pencabutan Keppres No. 44 tahun 1994 tentang BP3WPK. Pengelolaan kawasan perbatasan di Kalimantan selanjutnya diserahkan kepada instansi terkait.

Transcript of renstra kawasan perbatasan

Rencana Stratejik Pengelolaan kawasan hutan Wilayah Perbatasan RI – Malaysia 1

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Kawasan hutan wilayah perbatasan RI-Malaysia di Kalimantan meliputi Kawasan Konservasi, Hutan Lindung dan Hutan Produksi, namun dalam awal pengelolaannya sesuai kondisi saat itu masih dititik beratkan pada pengelolaan kawasan hutan produksi.

Awal tahun 1960 pengelolaan kawasan hutan di wilayah perbatasan Indonesia – Malaysia di Kalimantan diserahkan kepada ABRI oleh Menteri Pertanian. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan wilayah sepanjang perbatasan selebar 20 km ditutup untuk eksploitasi di luar kepentingan ABRI. Selanjutnya Menteri Pertahanan dan Keamanan pada tahun 1967 menyerahkan wilayah perbatasan kepada Jajasan Maju Kerja (Jamaker) untuk mengusahakan hutan (pada Hutan Produksi) di wilayah perbatasan Kalimantan. Penyerahan pengelolaan tersebut didasarkan pada pertimbangan untuk kepentingan pertahanan dan keamanan.

Berdasarkan keputusan Menteri Pertanian No. 79/II – 1967 Tanggal 1 November 1967 ditetapkan pemberian Hak Pengusahaan Hutan (HPH) kepada Yayasan Maju Kerja (PT. Jamaker) pada areal sepanjang wilayah perbatasan Indonesia – Malaysia yang meliputi areal di Provinsi Kalimantan Barat seluas + 843.500 ha dan Provinsi Kalimantan Timur seluas + 265.000 ha. Tugas PT. Jamaker sesuai Forest Agreement, selain mengusahakan hutan juga berperan untuk mengamankan dan memberdayakan sosial ekonomi masyarakat sepanjang perbatasan di kedua wilayah provinsi tersebut.

Dalam perkembangan selanjutnya, sejak dan setelah berjalan selama lebih dari 30 tahun, kondisi sumberdaya hutan di wilayah perbatasan menjadi bertambah rusak. Selain itu, misi meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat tidak terlaksana sebagaimana mestinya dan bahkan cenderung mengalami penurunan dan diperparah lagi dengan terdapatnya kerawanan keamanan yang dibuktikan dengan maraknya pencurian sumberdaya hutan, penyelundupan dan perambahan terhadap batas negara, baik yang dilakukan oleh oknum aparat maupun oleh masyarakat.

Dalam rangka meningkatkan pengendalian pembangunan wilayah perbatasan Indonesia - Malaysia di Kalimantan, maka diterbitkan Keputusan Presiden (Keppres) No. 44 Tahun 1994 tentang Badan Pengendali Pelaksanaan Pembangunan Wilayah Perbatasan di Kalimantan (BP3WPK) yang diketuai Menteri Pertahanan dan Keamanan dengan anggota departemen teknis terkait.

Dalam mengoperasionalkan Keppres No. 44 Tahun 1994 Menhankam selaku Ketua BP3WPK menerbitkan Keputusan No. Skep/894/VII/1994 tanggal 30 Juli 1994 tentang Pembentukan Tim Teknis Pelaksanaan Pembangunan Wilayah Perbatasan di Kalimantan.

Dalam perkembangannya, sejak tahun 1996 Tim Teknis ini tidak berjalan secara optimal. Sehingga Presiden memutuskan untuk mencabut Keppres No. 44 Tahun 1994, melalui Keppres No. 63 Tahun 1999 tanggal 24 Juni 1999 tentang Pencabutan Keppres No. 44 tahun 1994 tentang BP3WPK. Pengelolaan kawasan perbatasan di Kalimantan selanjutnya diserahkan kepada instansi terkait.

Rencana Stratejik Pengelolaan kawasan hutan Wilayah Perbatasan RI – Malaysia 2

Departemen Kehutanan selanjutnya menunjuk PT. Perhutani/Perum Perhutani sebagai pengelola Hutan Produksi eks areal HPH PT. Jamaker melalui Surat Keputusan Menhutbun No. 376/KPTS-II/1999 tanggal 27 Mei 1999 dan ditegaskan kembali melalui surat Menhutbun No. 1007/Menhutbun-II/2000 tanggal 16 Agustus 2000 perihal penunjukan PT. Perhutani/Perum Perhutani sebagai pengelola kawasan hutan eks HPH PT. Jamaker di dalam wilayah kerja mereka.

Kewenangan PT. Perhutani/Perum Perhutani mengelola areal hutan Eks HPH PT. Jamaker telah dicabut berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 10344/Kpts-II/2002 tanggal 31 Desember 2002 tentang Pencabutan keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 376/Kpts-II/1999.

Wilayah perbatasan pada awalnya masih dianggap sebagai “halaman belakang” namun saat ini telah dipandang sebagai “halaman depan”. Perubahan pandangan tersebut juga menuntut adanya perubahan dalam sikap, cara fikir dan penanganan terhadap wilayah perbatasan. Komitmen pemerintah dalam penanganan wilayah perbatasan telah tertuang dalam UU No. 25 tahun 2000 tentang PROPENAS 2000-2004 yang arah kebijakannya meliputi : • Meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat • Meningkatkan kapasitas pengelolaan potensi wilayah perbatasan • Memantapkan ketertiban dan keamanan daerah yang berbatasan

dengan negara lain.

Posisi wilayah perbatasan antara Indonesia (Kaltim, Kalbar) dengan Malaysia (Negara Bagian Sabah dan Sarawak) di Kalimantan, sangat strategis baik ditinjau dari aspek kerjasama ekonomi dan perdagangan maupun sosial, termasuk didalamnya aspek geografis, budaya, politik serta pertahanan dan keamanan negara. Pembangunan wilayah perbatasan pada saat ini relatif lambat, dibandingkan dengan perkembangan wilayah lainnya, sehingga apabila pengembangan wilayah perbatasan ini dibiarkan tanpa arah pembangunan yang jelas, maka dalam jangka panjang dapat menimbulkan permasalahan-permasalahan sosial, ekonomi dan keamanan yang lebih kompleks.

Sejalan dengan perkembangan hubungan kedua negara, dan rencana pemerintah yang ingin menjadikan wilayah perbatasan ini menjadi suatu daerah yang perkembangannya menjadi setara dengan wilayah selatan, maka wilayah perbatasan ini hendaknya dijadikan lokasi kegiatan kerja sama antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Kerajaan Malaysia untuk pembangunan perekonomian yang sekaligus akan membantu menyelesaikan masalah sosial budaya yang timbul saat ini dan masalah pertahanan keamanan.

Rencana program Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) wilayah perbatasan masih belum berjalan sebagaimana mestinya. Disisi lain bahwa euforia reformasi yang belum sepenuhnya mentaati aturan dan ketentuan yang berlaku menyebabkan semakin lajunya kecepatan kerusakan hutan akibat kegiatan penebangan dan perdagangan kayu illegal ke negara tetangga Malaysia.

Sesuai dengan sifat ekosistem hutan yang memiliki komponen ekosistem sangat banyak, masing-masing komponen memiliki nilai potensial ekonomi tinggi, dan secara keseluruhan memiliki hubungan ketergantungan yang sangat kompleks, maka pendekatan dalam pengelolaan hutan seyogyanya berlandaskan kepada pendekatan sumberdaya hutan.

Rencana Stratejik Pengelolaan kawasan hutan Wilayah Perbatasan RI – Malaysia 3

Sehubungan dengan itu maka diperlukan adanya perubahan paradigma dalam pengelolaan hutan, yaitu dari pengelolaan hutan dengan tujuan untuk menghasilkan kayu menjadi pengelolaan hutan dengan tujuan optimalisasi fungsi sumberdaya hutan dalam ekosistem hutan. Kecenderungan paradigma pengelolaan hutan seperti ini sejalan pula dengan tuntutan berbagai pihak pada saat ini, termasuk pihak internasional. Untuk ini maka diperlukan adanya sebuah rencana yang bersifat strategis yang berlandaskan kepada landasan pendekatan tersebut dalam pengelolaan hutan di wilayah perbatasan Kalimantan yang meliputi seluruh fungsi kawasan hutan yaitu Kawasan Koservasi (Taman Nasional, Taman Wisata Alam, Cagar Alam, Suaka Margasatwa), Hutan Lindung dan Hutan Produksi.

Dalam pengelolaan sumberdaya hutan pada masa yang akan datang di wilayah perbatasan Kalimantan perlu diupayakan agar lebih mempertimbangkan keseimbangan aspek ekonomi, sosial, lingkungan dan keamanan dengan melibatkan stakeholders terutama di kabupaten.

1.2. Maksud dan Tujuan Maksud penyusunan Rencana Stratejik Pengelolaan Kawasan Hutan Wilayah Perbatasan Indonesia – Malaysia di Kalimantan adalah untuk melakukan reorientasi dan restrukturisasi kebijaksanaan dan strategi pembangunan kawasan hutan di wilayah perbatasan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelibatan pemerintah daerah dan mewujudkan pengelolaan hutan lestari (sustainable forest management/SFM).

Sedangkan tujuan penyusunan Rencana Stratejik ini adalah antara lain untuk :

1. Mewujudkan koordinasi dan sinergitas multi sektor dan multi pihak dalam proses penetapan langkah strategis bagi pengelolaan kawasan hutan di wilayah perbatasan.

2. Mewujudkan dokumen rencana stratejik pengelolaan kawasan hutan wilayah perbatasan yang komprehensif dan realistik sehingga dapat dijadikan salah satu acuan berbagai pihak dalam rangka melakukan perencanaan dan langkah-langkah operasional bagi pengelolaan kawasan hutan wilayah perbatasan.

1.3. Sistematika Penyajian Rencana Stratejik Pengelolaan Kawasan Hutan Wilayah Perbatasan di Kalimantan ini menggunakan sistimatika sebagai berikut:

1. Pendahuluan Bab ini memuat latar belakang dan kondisi umum permasalahan kawasan hutan di wilayah perbatasan, Maksud dan Tujuan Penyusunan Renstra, Sistimatika Penyajian serta Ruang Lingkup.

2. Deskripsi Umum wilayah Perbatasan Bab ini memuat gambaran umum wilayah perbatasan antara lain: keadaan sosial-budaya masyarakat, permasalahan kependudukan, keadaan sarana dan prasarana wilayah termasuk aksesibilitasnya, kondisi kawasan hutan, perkembangan pengelolaan kawasan hutan.

3. Permasalahan Bab ini memuat permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan kawasan hutan wilayah perbatasan, serta Analisa SWOT terhadap faktor Internal dan Eksternal yang dihadapi dalam pengelolaan hutan wilayah perbatasan.

Rencana Stratejik Pengelolaan kawasan hutan Wilayah Perbatasan RI – Malaysia 4

4. Visi dan Misi Bab ini memuat Landasan dan Falsafah dalam pengelolaan hutan yang terdiri dari prinsip universal, kebijakan Departemen Kehutanan, strategi, tuntutan peran SDH dan fungsi khusus kawasan hutan di wilayah perbatasan, serta rumusan visi dan misi dalam pengelolaan kawasan hutan wilayah perbatasan.

5. Kebijakan, Tujuan, Sasaran dan Program Bab ini memuat isu-isu strategis yang ada, penetapan kebijakan, penetapan tujuan dan sasaran serta penentuan program-programnya.

1.4. Ruang Lingkup

Ruang lingkup dalam Renstra ini mencakup hal-hal sebagai antara lain sebagai berikut: a. Renstra ini berlaku selama periode tahun 2004 s/d 2009 b. Kawasan hutan yang tercakup dalam wilayah perbatasan RI-Malaysia

meliputi : - Kawasan Konservasi meliputi: 1) Hutan Suaka Alam (HSA) yang terdiri

dari Cagar Alam, Suaka Margasatwa; 2) Hutan Hutan Pelestarian Alam (HPA) yang terdiri dari Taman Nasional, Tahura dan Taman Wisata Alam,

- Hutan Lindung - Hutan Produksi.

c. Kriteria yang dipergunakan untuk memasukkan kawasan konservasi sebagai kawasan hutan di wilayah perbatasan adalah kawasan konservasi merupakan satu kesatuan yang utuh sehingga seluruh wilayah kawasan konservasi yang berada di perbatasan utuh merupakan bagian wilayah perbatasan.

d. Kriteria yang dipergunakan untuk memasukkan Hutan Lindung (HL) sebagai kawasan hutan di wilayah perbatasan adalah antara lain sbb: - Apabila HL tersebut merupakan kelompok-kelompok kecil maka

seluruh kawasan utuh masuk dalam wilayah perbatasan. - Apabila HL tersebut merupakan satu kelompok hutan yang sangat luas

dan meliputi lintas kabupaten (termasuk Kabupaten diluar wilayah perbatasan) maka HL yang dimasukkan dalam wilayah perbatasan dibatasi oleh aliran sungai atau berdasarkan kontur.

e. Kriteria yang dipergunakan untuk memasukkan Hutan Produksi (HP) sebagai kawasan hutan di wilayah perbatasan adalah kelompok hutan yang diperkirakan merupakan satu kesatuan yang dapat dikelola secara lestari.

f. Wilayah administrasi yang dicakup merupakan wilayah administrasi kecamatan seperti yang tercantum dalam draft Keppres tentang RTR Kawasan Perbatasan KASABA.

g. Perhitungan data/informasi luasan kawasan hutan dan penutupan vegetasi mempergunakan data yang dihitung secara digital melalui SIG (Sistem Informasi Geografis).

Rencana Stratejik Pengelolaan kawasan hutan Wilayah Perbatasan RI – Malaysia 5

2. DESKRIPSI UMUM WILAYAH PERBATASAN

2.1. Letak dan Luas Wilayah Wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia di kalimantan membentang dalam satu daratan Pulau Kalimantan bagian Indonesia sepanjang + 1.840 Km (mencakup wilayah Provinsi Kaltim + 1.035 Km dan Kalbar + 805 Km).

Berdasarkan letak geografis wilayah perbatasan di Kalimantan berada antara 109°10’ - 114°05’ BT dan 0°30’ – 2°10’ LU. Berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sabah dan Negara Bagian Sarawak, Malaysia Timur.

Luas wilayah perbatasan di Kalimantan (berdasarkan wilayah administrasinya) meliputi areal seluas + 7,2 juta Ha Di wilayah Provinsi Kalimantan Barat mencakup 5 (lima) Kabupaten (Sambas, Bengkayang, Sanggau, Sintang, Kapuas Hulu), terdiri dari 15 kecamatan dengan areal seluas + 2.juta ha. Di wilayah Provinsi Kalimantan Timur mencakup 3 (tiga) Kabupaten (Nunukan, Malinau, Kutai Barat) yang terdiri dari 11 Kecamatan dengan areal seluas + 5,2 juta ha.

2.2. Data Kependudukan dan Sosial Budaya

Berdasarkan data terakhir yang tersedia jumlah penduduk di wilayah perbatasan sekitar 257 ribu orang, dengan rincian lebih lengkap data dilihat pada lampiran 2.

Sedangkan berdasarkan beberapa hasil survei, dikedua wilayah perbatasan memperlihatkan karakteristik sosial budaya antara lain sebagai berikut : 1. Hukum adat masih berlaku pada wilayah adat masing-masing anak suku

(sub kelompok etnis); 2. Hubungan kekerabatan antara beberapa desa dalam satu wilayah yang

ada (termasuk desa yang ada di wilayah Malaysia), sangat kuat; 3. Kelembagaan adat masih sangat menentukan dalam pengambilan

keputusan (acara ritual, keseharian maupun sanksi pelanggaran) atas masyarakat adat maupun orang luar pada wilayah adatnya;

4. Hukum adat/wilayah adat yang dijunjung tinggi oleh masyarakat adat setempat cenderung tidak dihormati oleh sebagian penduduk pendatang yang disebabkan ketidaktahuan/ketidakmengertian terhadap hukum/ wilayah adat tersebut;

5. Terdapat kenyataan pengakuan hutan adat oleh masyarakat dalam kawasan hutan yang telah ditetapkan;

6. Masyarakat di wilayah perbatasan memiliki keterkaitan yang erat dengan Malaysia dalam hubungan sosial, ekonomi dan budaya;

7. Munculnya konsep komersialisasi pengelolaan hutan adat oleh masyarakat kepada pihak lain dengan imbalan (fee);

8. Pemberian ijin pemanfaatan hutan skala kecil oleh Pemda Kabupaten cenderung menimbulkan konflik antar suku/desa/pengusaha;

9. Mata pencaharian masyarakat perbatasan umumnya adalah perladangan berpindah, kebun, sarang burung walet, pertambangan, perdagangan hasil bumi dan sebagian lagi menjadi TKI di Malaysia ;

10. Pola bertani masyarakat dengan sistem “ladang berpindah (gilir balik)” dengan rotasi 5-20 tahun, dikerjakan oleh 10-20 KK, luas ladang per KK ± 1,2 ha/th, hasil panen dikonsumsi untuk sendiri.

Rencana Stratejik Pengelolaan kawasan hutan Wilayah Perbatasan RI – Malaysia 6

11. Lembaga adat mengatur pengelolaan hutan adat, baik lahan yang dibuka untuk ladang maupun pemanfaatan SDH lainnya seperti kayu bakar, kayu gaharu dan rotan, kayu bahan bangunan, berburu dan buah-buahan hutan lainnya.

12. Penebangan kayu illegal dilakukan baik oleh pendatang maupun oleh penduduk asli;

13. Keberadaan sistem pemerintahan desa kurang diakui dibandingkan dengan lembaga adat dan kemasyarakatan setempat. Selama + 32 tahun di bawah Pemerintah Orba, berdasarkan UU No. 5/1974, sistem pemerintahan desa terpusat dan seragam.

2.3. Data Fisik Wilayah

1. Tanah, topografi dan Iklim

a. Wilayah perbatasan di Kalimantan Barat

Jenis tanah sebagian besar adalah podsolik merah kuning yang peka erosi, sedangkan topografi di daerah sebelah barat (Kabupaten Bengkayang dan Sambas) pada umumnya datar dan landai; Kabupaten Sanggau bertopografi cukup curam membujur dari utara ke selatan; Kabupaten Kapuas Hulu topografinya datar sampai dengan landai, sedangkan di kawasan hutan lindung Betung Kerihun umumnya curam. Curah hujan berdasarkan klasifikasi iklim Schmith dan Ferguson termasuk ke dalam tipe iklim A.

b. Wilayah perbatasan di Kalimantan Timur

Berdasarkan peta tanah skala 1 : 1.000.000 (Lembaga Penelitian Tanah, 1971) jenis tanah di wilayah ini terdiri atas jenis tanah aluvial/gleysol seluas, podsolik dan kompleks podsolik–latosol–litosol. Wilayah perbatasan di sebelah Timur terdapat batas lautan dan daratan di sebelah Barat. Perbatasan dengan Negara Bagian Sarawak merupakan pegunungan Iban yang membujur dari Utara ke Selatan kemudian membelok ke Barat di Pegunungan Kapuas Hulu, sedangkan Negara Bagian Sabah merupakan rangkaian perbukitan yang membujur dari timur ke barat serta di bagian utara daratan pulau sebatik dan batas laut selat sebatik sepanjang 9 Km, sedangkan kota Nunukan berbatasan laut dengan kota Tawao Malaysia. Wilayah ini terdiri dari dataran rendah, dataran perbukitan dan pegunungan terjal. Di bagian barat dan selatan mencakup Kecamatan Long Apari dan Long Pahangai daerahnya bergunung-gunung dan bergelombang disamping itu terdapat juga lipatan-lipatan dan patahan. Wilayah datar terdapat disekitar S. Kayan serta disekitar delta dan pantai sebelah timur Nunukan. Kawasan perbatasan beriklim tropis dengan curah hujan rata-rata 3000 – 3.500 mm per tahun. Pada umumnya hujan turun sepanjang tahun dan terbanyak pada bulan September – Januari. Suhu di daerah pegunungan waktu siang hari bisa mencapai 14° - 32° C sedangkan pada malam hari sekitar 24°C. Menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson iklim di perbatasan ini adalah termasuk dalam tipe iklim A (Q = 0,0 %) dengan jumlah bulan basah 12 bulan per tahun.

Rencana Stratejik Pengelolaan kawasan hutan Wilayah Perbatasan RI – Malaysia 7

2. Keadaan Kawasan Hutan

a. Wilayah perbatasan di Kalimantan Barat

Berdasarkan peta Kawasan Hutan dan Perairan Provinsi Kalimantan Barat Skala 1 : 250.000 sebagai lampiran Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 259/Kpts-II/2000 tanggal 23 Agustus 2000, kawasan hutan wilayah perbatasan adalah (data lengkap di lampiran) :

Luas Kawasan Hutan • HSA/HPA : 1.034.373 ha • HL : 252.041 ha • HPT : 206.105 ha • HP : 289.937 ha • HPK : 23.716 ha

Penutupan lahan • Hutan : 1.352.227 ha • Non Hutan : 366.324 ha • Tidak ada data : 87.621 ha Keterangan : Data diperoleh dari hasil perhitungan secara digital

dari 50 kelompok kawasan hutan, yang telah dilakukan tata batas dengan panjang 2.384,61 km dengan luas 1.807.472 ha, sedangkan 5 kawasan hutan belum selesai di tata batas yaitu : HP S. Ginsar karena dibebani HPHTI PT. Mayang Adiwarna, HL Bukit Raya, karena batas luar berimpit dengan batas negara, HPK S. Dangin untuk lokasi transmigrasi, HP Sepakat trayek batasnya ditolak masyarakat, HL Lanjak tata batas definitif ditolak masyarakat. Kondisi kawasan hutan pada areal tersebut telah terjadi okupasi oleh masyarakat dalam bentuk perladangan tanaman pangan.

b. Wilayah perbatasan di Kalimantan Timur

Berdasarkan peta penunjukan kawasan hutan Provinsi Kalimantan Timur (SK Menhut No. 79/Kpts-II/2001) kawasan hutan wilayah perbatasan adalah (data lengkap di lampiran) :

Luas Kawasan Hutan • HSA/HPA : 1.314.450 ha • HL : 593.818 ha • HPT : 303.601 ha • HP : 63.679 ha Penutupan lahan • Hutan : 1.904.409 ha • Non Hutan : 21.833 ha • Tidak ada data : 349.306 ha Keterangan : Data diperoleh dari hasil perhitungan secara digital

Daerah Aliran Sungai (DAS) yang terbentuk dari hulu sungai-sungai yang mengalir ke Provinsi Kalimantan Timur dan Sarawak adalah DAS Simenggaris. DAS ini luasnya 89.275 ha dengan pola drainase paralel, yang terdiri dari Sub DAS Simaja dan Wawasan. Panjang aliran utama sekitar 60 km dengan lebar antara 50-60 meter dan semakin melebar (> 200 meter) pada bagian muaranya. Dasar sungai bagian hulu berpasir dan pada bagian hilirnya berlumpur sampai sepanjang kurang lebih 20 km dari pantai. Aliran sungai Simenggaris masih dipengaruhi oleh pasang surut air laut.

Rencana Stratejik Pengelolaan kawasan hutan Wilayah Perbatasan RI – Malaysia 8

Pada wilayah perbatasan ini juga terdapat DAS Tabur yang didalamnya terdapat areal kerja HPH seluas 5.780 ha. DAS ini merupakan aliran drainase pantai dimana seluruh wilayahnya berupa rawa dan bakau serta dipengaruhi oleh pasang surut. Panjang aliran sungai Tabur sekitar 39,5 km dengan lebar antara 20 – 50 meter serta dasar sungai berpasir – berlumpur. Selain itu terdapat pula DAS Sebuku yang mempunyai pola drainase modifikasi dendritik dengan luas sekitar 68.350 ha. Panjang aliran sungai yang masuk dalam areal HPH sekitar 52 km dengan lebar sungai antara 20 – 50 meter dan kedalaman antara 1 – 3 meter. Dasar dan tepi sungai berbatu pada bagian hulu ditumbuhi oleh vegetasi semak. DAS Sebuku terdiri dari Sub DAS Kapukan, Agison, Tepilan dan Apan. DAS Sebakung seluas 101.595 ha mempunyai pola drainase dendritik, berhulu di Sabah (Malaysia) dan bermuara di Laut Sulawesi (Selat Makasar). Panjang aliran sungai Sembakung adalah sekitar 115 km, lebar antara 35 – 50 meter dan secara umum DAS Sembakung mempunyai arus sungai dari agak deras sampai dengan deras, dengan kecepatan aliran rata-rata sekitar 0,45 meter/detik. Dasar sungai berbatu dan dijumpai adanya beberapa riam (jeram) di bagian hulu. Tebing sungai berlereng agak curam sampai curam yang ditumbuhi vegetasi semak, dan sungai ini tidak dipengaruhi oleh pasang surut air laut.

Ada 9 kelompok kawasan hutan yang telah dilakukan tata batas dengan panjang 324,346 km, sedangkan sisanya sebanyak 12 kawasan hutan belum/belum selesai ditata batas. Kondisi kawasan pada areal tersebut sebagian besar sudah terjadi okupasi oleh masyarakat.

3. Keanekaragaman Hayati

Kawasan perbatasan Indonesia-Malaysia ini memiliki kenakeragaman hayati yang berlimpah. Penelitian-penelitian yang berusaha menggali potensi keanekaragaman hayati terus berlangsung. Pada tahun 1997 telah dilakukan Borneo Biodiversity Expedition to the Trans-Boundary Conservation Area of Betung-Kerihun National Park (West Kalimantan, Indonesia) and Lanjak-Kentimau Wildlife Sanctuary (sarawak, Malaysia) disponsori oleh ITTO dan melibatkan sejumlah ilmuwan dan kelembagaan dari kedua negara dengan beberapa temuan antara lain:

• Pada kedua kawasan lindung tersebut ditemukan sejumlah jenis tumbuhan yaitu genera Laxocarpus, Ardisia, Lepisanthes, Microtopis dan Jarandersonia.

• Tumbuhan langka Cyrtranda mirabilis di TN Betung-Kerihun. • Diidentifikasi 62 jenis palem-paleman dimana 2 diantaranya jenis baru. • Kedua kawasan kaya akan jenis Dipterocarpaceae, terutama di

Sarawak. • Tercatat 125 jenis ikan dari 12 famili (91 jenis ikan di Kalbar dan 61

jenis di Sarawak). Dua jenis ikan dari genus Glaniopsis dan sejenis ikan Gastromyzon ditemukan pertama kali di Kalimantan.

• Ditemukan 291 jenis burung dari 39 famili termasuk di dalamnya 20 jenis endemik dan 17 jenis burung migran yang secara keseluruhan mewakili 70% avifauna hutan daratan rendah Kalimantan.

• Tercatat 41 jenis tumbuhan obat-obatan, 144 jenis tumbuhan menghasilkan bahan makanan, 38 jenis tumbuhan untuk upacara, 30 jenis tumbuhan untuk bahan bangunan dan 60 jenis tumbuhan untuk berbagai macam bahan bangunan

Rencana Stratejik Pengelolaan kawasan hutan Wilayah Perbatasan RI – Malaysia 9

• Ditemukan tumbuhan Hornstedtia spp yang digunakan sebagai indikator untuk menunjukkan bahwa lahan perladangan berpindah sudah dapat ditanami kembali.

4. Aksesibilitas

a. Wilayah perbatasan di Kalimantan Barat

Prasarana jalan dan sarana angkutan di wilayah perbatasan terutama dari ibukota kecamatan ke desa pada umumnya berada dalam kondisi kurang sampai sedang, kecuali di kecamatan sekitar Entikong, Kabupaten Sanggau kondisi jalan sedang sampai baik. Jalan-jalan tersebut dapat dilalui kendaraan roda empat terutama disekitar Entikong dan Gunung Senjang di Kab. Sanggau dan Marakai di Kab. Sintang, sedang di Senaning dan Gunung Penrissen jalan dari ibukota sampai ke desa-desa kondisinya kurang baik dan hanya dapat dilalui oleh kendaraan roda dua. Sejalan dengan perkembangan pembangunan wilayah perbatasan, jalur lintas batas tidak resmi di kawasan ini sebagian besar berupa jalan setapak. Jalan lintas batas tidak resmi tersebut pada umumnya memanjang melintasi hutan primer (75,9%) dan melalui hutan sekunder/bekas ladang dan kebun.

Secara detail data mengenai kondisi jalan darat yang menghubungkan wilayah Kalimantan Barat, Indonesia dengan Sarawak sebagaimana dilaporkan Gubernur Kalbar (2002) adalah sebagai berikut : • Kondisi baik : 23,70 km • Kondisi sedang : 312,64 km • Kondisi rusak : 244,38 km • Kondisi rusak berat : 203,92 km • Kondisi belum terbuka : 88,50 km

Panjang jalan darat secara keseluruhan : 872,14 km

Terdapat sekitar 50 jalur jalan setapak yang menghubungkan 55 desa di Kalimantan Barat dengan 32 kampung di Sarawak, sementara yang disepakati kedua negara 10 buah desa di Kalbar dan 7 buah kampung di Sarawak. Pos Pemeriksaan Lintas Batas (PPLB) yang resmi hanya ada di Entikong (Kab.Sanggau), yang menghubungkan Kalbar dengan Tebedu, Sarawak. Saat ini sedang dirintis untuk pembukaan beberapa PPLB.

Lama perjalanan yang dibutuhkan masyarakat untuk mencapai desa terdekat di Sarawak (Malaysia) rata-rata ditempuh dalam waktu + 37 jam dari Kab. Sintang; + 8 jam dari Kab. Sanggau dan + 16 jam dari Kab. Bengkayang. Aksesibilitas melalui laut cukup baik dengan adanya fasilitas transportasi laut yang menghubungkan Paloh (Sambas) ke Lundu (Sarawak). Transportasi melalui sungai sangat kurang karena masyarakat lebih menyukai transportasi darat yang dianggap lebih murah dan lebih cepat.

Jaringan jalan darat yang ada di Kalimantan Barat mengarah secara vertikal terhadap batas negara sedangkan yang ada di Sarawak terbentang horizontal/sejajar dengan garis perbatasan Indonesia - Malaysia. Panjang jalan darat di Kalimantan Barat ± 580,72 km yang terdiri dari jalan aspal sepanjang 290 km, jalan tanah 200 km dan jalan batu 90,72 km, disamping masih ada lagi jalan yang belum terbuka sepanjang 88,50 km, sedangkan jalan darat di Sarawak sepanjang ± 510 km yang keseluruhannya telah beraspal dan dalam kondisi baik sampai sedang.

Rencana Stratejik Pengelolaan kawasan hutan Wilayah Perbatasan RI – Malaysia 10

b. Wilayah perbatasan di Kalimantan Timur

Untuk menghubungkan antar wilayah, peran transportasi sungai sangat besar, mengingat sebagian besar wilayah dilalui oleh sungai besar. Sarana transportasi darat, baik jalan, maupun kendaraan, relatif sedikit. Kondisi jalan pada umumnya juga sulit dilalui, terutama pada musim penghujan. Selain itu banyak ditemui riam yang berbahaya, mulai dari Kecamatan Long Bangun, Long Pahangai sampai ke Kecamatan Long Apari. Bandara ada di Long Pahangai (Datah Dawi) dapat didarati pesawat BN, berkapasitas delapan orang penumpang, yang terbang melalui Tarakan.

Sarana jalan raya yang ada di Wilayah Perbatasan Kalimantan Timur adalah sepanjang ± 60 Km yang menghubungkan Malinau dengan Simenggaris. Kondisinya sebagian masih jalan perkerasan, sedangkan dari Simengagris ke desa-desa di wilayah perbatasan sedang dibangun beberapa jalan tembus dengan kondisi jalan tanah.

Sementara di Wilayah Sabah Selatan Malaysia dan Sarawak Barat telah dibangun jaringan jalan raya yang menghubungkan empat pemukiman penduduk di wilayah perbatasannya dengan wilayah lainnya di utara, sehingga mobilitas penduduk sangat tinggi serta arus ekonominya lebih lancar.

Jalan yang ada di areal ex HPH PT. Jamaker adalah jalan utama yang panjangnya 669,40 km dan jalan cabang sepanjang 305,68 km.

2.4. Kondisi Pemanfaatan Ruang 1. Kawasan Konservasi

Kawasan konservasi dan usulan kawasan hutan konservasi yang berada di wilayah perbatasan Provinsi Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Kawasan Konservasi Wilayah Perbatasan di Kalimantan Surat Keputusan No Provinsi Nama dan Luas Kawasan Hutan

Konservasi Pejabat No. Tanggal

Potensi/ Karakteristik

1. Kalimantan Barat

A. TN. Betung-Kerihun Luas = 800.000 ha

Menhut 467/KPts-II/95 5 September 1999

Habitat owa, orang utan, beruang madu & keadaan alam yg indah

B. CA GN Niyut-Gn Penrissen Luas = 124.500 ha

Mentan 059/Kpts-II/88 4 Februari 1988

Habitan orang utan, bekantan, owa dll

C. TN Danau Sentarum Luas = 130.940 ha

Menhut 34/Kpts-II/99 4 Februari 1999

Merupakan habitat ikan arwana, orang utan, bekantan, beruang madu, buaya, senyulong dll.

D. Usulan TWA. Asuansang Luas = 6.331 ha

- - Beraneka ragam flora-fauna, adanya lintasan satwa alami dengan CA Samun di Sarawak (Malaysia)

E. Usulan TWA Tj Belimbing Luas = 1.290 ha

- - Beraneka ragam flora-fauna al: punai imbuk, beruang madu, kekantan

F. Usulan TWA G. Dungan Luas = 1.142 ha

- - Beraneka ragam flora-fauna al: punai imbuk, beruang madu, kekantan

G. Usulan TWA Gn. Melintang Luas = 16.347 ha

- - Beraneka ragam flora-fauna al: punai imbuk, beruang madu, kekantan

2. Kalimantan Timur

A. TN Kayan-Mentarang Luas = 1.360.500 ha

Menhut 631/Kpts-II/96 7 Okt 1996

Terdapat berbagai jenis flora endemik. Merupakan tempat kehidupan masy. tradisional etnis dayak

B. Usulan TN Sebuku- Sembakung

Adanya jenis yang jarang ditemui di P. Kalimantan yaitu Gajah (Elephan maximus) Banteng (Bos Javanicus) berdsarkan laporan WWF, 1998

Sumber : Badan Planologi Kehutanan, Ditjen PHKA

Rencana Stratejik Pengelolaan kawasan hutan Wilayah Perbatasan RI – Malaysia 11

Usulan-usulan kawasan konservasi tersebut belum dicantumkan dalam peta kawasan hutan wilayah perbatasan karena usulan tersebut belum ditetapkan atau ditunjuk oleh Menteri kehutanan walaupun usulannya telah didasarkan pada potensi keaneka ragaman hayati dan potensi sebagai kawasan konservasi. Namun usulan-usulan kawasan konservasi ini belum diperhatikan dengan serius oleh sebagian pihak, sehingga beberapa pihak cenderung mengabaikan usulan-usulan kawasan konservasi ini

2. Hak Pengusahaan Hutan/Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Alam (IUPHHK)

Hak Pengusahaan Hutan/IUPHHK yang berada di wilayah perbatasan Provinsi Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Areal HPH/IUPHHK di Wilayah Perbatasan di Kalimantan

No. Nama HPH Lokasi Kabupaten Luas (Ha) Sesuai

Kepmen 1 PT. Anuraga S. Engkatat,

S. Sey Sanggau 51.000

2. PT. Kusuma Perkasa I.T S. Sekayam S. Landak

Sanggau, Landak Bengkayang

80.000

3. PT. Benua Indah S. Embaloh Hulu S. Sunuk

Kapuas Hulu 51.300

4. PT. Lanjak Deras Jaya Raya

S. Embaloh S. Kapuas

Kapuas Hulu 45.740

5. PT. Tawang Meranti S. Ketungau S. Tawang

Kapuas Hulu 49.200

6. PT. Giri Ekawana - Malinau 110.000 7. PT. Duta Rendra Mulya S - Malinau, Kutai

Barat 215.000

Sumber : BPKH Wilayah III Pontianak, Badan Planologi Kehutanan, 2003 Catatan: Dari keseluruhan wilayah HPH/IUPHHK tersebut hanya sebagian terdapat dalam kawasan hutan wilayah perbatasan

3. Hutan Tanaman Industri/Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman

Hutan Tanaman Industri yang berada di wilayah perbatasan Provinsi Kalimantan Barat disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Areal HTI di wilayah Perbatasan di Provinsi Kalimantan Barat No. Nama HTI Kabupaten Luas (Ha)

Sesuai Kepmen

Status

1. PT. Finantara Intiga Sanggau, Sintang 299.700 Aktif

2. PT. Lahan Sukses Sanggau 14.460 Tdk Aktif

3. PT. Mayang Adiwinata Sintang 8.060 Tdk aktif

Sumber : BPKH Wilayah III Pontianak Catatan: Dari keseluruhan wilayah HTI tersebut hanya sebagian terdapat dalam kawasan hutan wilayah perbatasan

4. Perkebunan

Dalam hal pengembangan perkebunan di wilayah perbatasan telah dibangun beberapa areal perkebunan oleh perusahaan swasta yang diantaranya telah melalui proses perubahan peruntukan kawasan hutan.

Rencana Stratejik Pengelolaan kawasan hutan Wilayah Perbatasan RI – Malaysia 12

Di Kalimantan Timur tercatat Kabupaten Nunukan sedang menggalakkan pengembangan kebun kakao dan kelapa serta Kabupaten Malinau kebun kelapa, kopi, kakao, lada dan cengkeh.

Sedangkan di Kalimantan Barat saat ini tercatat beberapa perusahaan perkebunan seperti dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Usaha Perkebunan Wilayah Perbatasan RI-Malaysia di Propinsi Kalimantan Barat yang perijinannya diterbitkan oleh Dephut. No. PERUSAHAAN TAHAP PERIJINAN LUAS (HA) KETERANGAN 1. PT. Rentang Nusa

Gemilang Persetujuan pencadangan Menhut No. 1123/Menhut-II/92 tanggal 16-12-1992

+ 7.200

2. PT. Jamaker Sawit Sari

Persetujuan pencadangan Menhut No. 281/Menhut-II/98 tanggal 26-2-1998

+ 13.000

SK Pelepasan belum dapat dikeluarkan karena ada pelanggaran pembukaan kawasan hutan telah diberi SP-III untuk pencabutannya

3. PT. Plantana Raztindo

SK Pelepasan Menhut No. 899/Kpts-II/99 tanggal 14-10-1999

30.551,40

4. PT. Satrindo Jaya Agro Palma (d/h Jamaker Satrindo Jaya)

SK Pelepasan Menhut No. 174/Kpts-II/2000 tanggal 29-6-2000

17.464,00

5. PT. Usaha Malindo Jaya (d/h Jamaker Malindo Jaya)

SK Pelepasan Menhut No. 175/Kpts-II/2000 tanggal 29-6-2000

18.132,10

JUMLAH + 86.447,50 Sumber: Badan Planologi Kehutanan tahun 2003 Kenyataan yang ada kondisi di wilayah Indonesia sangat berbeda dengan wilayah Malaysia, dimana sebagian besar wilayah perbatasan yang berada di Malaysia sudah berupa perkebunan kelapa sawit dan coklat yang dikelola secara intensif.

5. Transmigrasi

Pemukiman transmigrasi yang terdapat di wilayah perbatasan disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Areal Transmigrasi di Wilayah Perbatasan

No. Lokasi WWP/SKP Kab. Rencana

Luas (Ha)

SK.Pencadangan No./Tgl.

Rencana (KK)

Reali sasi (KK) Keterangan

1. Seluas Pisang III/B Sambas 1.400 476 Tahun 1996 7 Oktober 1996

250 - Belum ada realisasi penempatan

2. Seluas III/A Sambas 2.200 240 Tahun 1985 12 Agustus 1985

500 - Belum ada realisasi penempatan

3. Berjokong I/D Sambas 4.750 241 Tahun 1985 12 Agustus 1985

1.500 - Belum ada realisasi penempatan

4. Sungai Dangin VIIc/A Sanggau 3.700 153 Tahun 1986 3 Juni 1986

500 478 Sudah selesai penempatan

5. Dua Petunggu XVII b/X Sambas 7.660 242 Tahun 1985 12 Agus-tus 1985

750 - Belum ada relaisasi penempatan

Sumber : Badan Planologi Kehutanan, BPKH wilayah III, Pontianak, 2003

2.5. Kondisi Lingkungan Strategis Kondisi geografis wilayah perbatasan Indonesia - Malaysia di pulau Kalimantan umumnya berbukit-bukit dan berhutan. Pada daratan rendah yang dekat dengan pantai kebanyakan kondisinya berawa-rawa. Secara yuridis dan historis, perbatasan tersebut telah memiliki kesepakatan hasil penetapan bersama kedua pemerintahan, Indonesia dan Malaysia kecuali 10 (sepuluh) titik yang belum terselesaikan. Secara fisik di lapangan belum semua titik-titik perbatasan tersebut dapat ditetapkan secara jelas karena keadaan medan yang berat. Oleh karena itu, kesepuluh titik tersebut harus segera diselesaikan agar tidak mengulang kasus Ligitan dan Sempadan.

Rencana Stratejik Pengelolaan kawasan hutan Wilayah Perbatasan RI – Malaysia 13

Penyebaran penduduk di wilayah perbatasan tidak merata, umumnya penduduk yang tinggal di daerah ini didominasi oleh suku Dayak (di pedalaman), suku Bugis, Melayu dan Jawa, dengan mata pencaharian bertani, berdagang dan menangkap ikan secara tradisional. Tingkat pendidikan penduduk rata-rata rendah dengan sistem pertanian tradisional serta terbatasnya jasa pelayanan sosial dan kesehatan, serta terdapat kesenjangan kesejahteraan antara penduduk perbatasan wilayah Indonesia dengan wilayah Sarawak dan Sabah, Malaysia.

Potensi sumber kekayaan alam yang terkandung di wilayah perbatasan sangat besar artinya bagi bangsa Indonesia. Kondisi tanah di wilayah perbatasan didukung oleh iklim yang sangat menguntungkan bagi tumbuhnya beberapa jenis tanaman pertanian, perkebunan dan kehutanan serta keragaman aneka hayati yang tidak ternilai.

Penerapan inovasi teknologi untuk mengelola kawasan hutan baik hutan produksi dan hutan konservasi maupun kawasan lindung, belum secara maksimal dilaksanakan karena terbatasnya sarana dan prasarana.

Pada umumnya, masyarakat yang tinggal di desa-desa perbatasan, tingkat kesejahteraannya relatif rendah yang disebabkan oleh kendala eksternal yaitu karena ketidakberdayaan masyarakat untuk memanfaatkan potensi sumberdaya alam karena kurang atau tidak adanya sarana transportasi untuk pemasaran di wilayah Indonesia. Hal ini dapat menimbulkan maraknya pencurian kayu di kawasan perbatasan yang dilakukan masyarakat setempat tertentu yang hasilnya dijual ke Malaysia, mengingat transportasi ke Malaysia lebih mudah. Kendala internal berupa rendahnya kualitas sumberdaya manusia di kawasan karena minimnya fasilitas pendidikan dan pelatihan yang tersedia, akan mengakibatkan kreativitas masyarakat menggali potensi-potensi ekonomi sangat terbatas selanjutnya pertumbuhan ekonomi, tingkat kesejahteraan, kondisi keseharian dan produktivitas masyarakat menjadi rendah.

Ideologi negara belum dimengerti secara mendalam oleh sebagian besar penduduk di wilayah perbatasan karena komunikasi tidak lancar dan tingkat pendidikan masyarakat setempat umumnya sangat rendah sehingga memungkinkan bagi masuknya ideologi asing ke dalam masyarakat wilayah perbatasan. Dengan letak lokasi yang terisolir dari pusat pemerintahan, maka pemantauan perkembangan ideologi politik di wilayah perbatasan akan sangat sulit dilakukan.

Kegiatan perekonomian pedesaan di wilayah perbatasan pada umumnya berlangsung dibawah pengaruh pertumbuhan/pembangunan dari Sarawak, Malaysia. Pengaruh langsung terhadap perdagangan dan ekonomi terjadi di kecamatan Entikong termasuk Gn.Senayang dan bahkan sampai kota Balai Karangan, Kab Sanggau. Kondisi yang sama juga terjadi di Kecamatan Batang Lupar, Badau dan Puring Kencana, Kabupaten Kapuas Hulu, mengingat aktivitas yang terkait dengan sektor ekonomi dan perdagangan diarahkan dan berorientasikan ke Sarawak melalui Lubuk Antu dan Lubuk Tedung.

Sektor perdagangan yang dapat dilakukan oleh masyarakat Indonesia di wilayah perbatasan dengan Malaysia terbatas hanya pada komoditas hasil hutan dan hasil perkebunan saja. Itupun pada umumnya dilakukan secara tidak resmi (illegal) sehingga mereka berada pada posisi tawar yang sangat lemah.

Rencana Stratejik Pengelolaan kawasan hutan Wilayah Perbatasan RI – Malaysia 14

Di sepanjang jalur perbatasan yang belum mampu diawasi oleh pemerintah karena keterbatasan sarana/prasarana transportasi dan komunikasi, maka jalur perdagangan illegal menjadi fenomena yang cukup mencolok terjadi terutama dengan komoditas SDH sehingga baik daerah maupun negara sangat dirugikan dan bahkan beberapa pihak menyebutnya sebagai total lost1. Kerugian dimaksud pada umumnya berupa pendapatan yang semestinya diterima oleh negara/daerah dari pemungutan pajak/retribusi penjualan SDH ke Malaysia yang dilakukan dan melibatkan warga negara kedua belah pihak. Sebagaimana disampaikan oleh Gubernur Kalbar berdasarkan masukan dari berbagai pihak, disebutkan bahwa sejak tahun 2001, dari berbagai illegal logging saja misalnya terungkap bahwa pengangkutan kayu olahan melalui laut menuju pelabuhan Sematan, Sarawak mencapai 150 kapal per bulan dengan variasi muatan berkisar antara 50-100 m3, sedangkan melalui darat dari Entikong ke Sarawak mencapai 70 truk per hari dengan muatan berkisar pada 4-6 m3 dan dari Badau menuju Lubuk Antu mencapai 650 truk per hari dengan muatan berkisar antara 2-4 m3. Semua hasil eksploitasi SDH tersebut tidak masuk ke kas negara/daerah sehingga daerah/negara sangat dirugikan.

Fenomena di atas sekaligus juga menggambarkan bahwa kehidupan masyarakat perbatasan di wilayah Indonesia, khususnya di wilayah Kalbar tetap berada dalam kondisi miskin dan tertinggal meskipun eksploitasi atas SDH telah dilakukan secara marak. Perbedaan kondisi ekonomi masyarakat di kedua negara sangat kontras.

Perbedaan yang tajam itu, secara langsung maupun tidak telah manimbulkan pengaruh psikologis di hati masyarakat Indonesia yang bermukim di wilayah perbatasan antara lain berupa kecemburuan sosial. Hal ini mendorong masyarakat untuk melakukan perdagangan gelap dan penyelundupan (Illegal trading) dalam rangka mengejar ketertinggalan itu.

Namun, upaya tersebut ternyata tidak akan mampu mengejar ketertinggalan mereka mengingat pertumbuhan ekonomi pada masyarakat perbatasan Indonesia berjalan menurut deret hitung sementara pertumbuhan ekonomi masyarakat Sarawak berlari menurut deret ukur. Semakin ketertinggalan itu dikejar, semakin mereka tertinggal.

Untuk mengatasinya sangat diperlukan kehadiran program yang dapat mengalihkan orientasi ekonomi mereka dari Negeri Sarawak melalui peningkatan pembangunan secara komprehensif di wilayah perbatasan.

Aneka ragam budaya dalam bentuk adat istiadat, tradisi, kesenian dan bahasa dengan terbukanya arus informasi melalui media elektronik dan media masa dari luar negeri akan besar sekali pengaruhnya terhadap perkembangan kebudayaan tradisional masyarakat setempat.

Pada umumnya kondisi wilayah perbatasan sangat rentan terhadap konflik kedua negara. Kemampuan serta jumlah personil satuan keamanan yang tersedia terutama pada komando territorial belum dapat mengamankan wilayah perbatasan secara optimal. Hal ini juga disebabkan masih terbatasnya sarana pendukung seperti jalan, komunikasi dan sarana mobilitas lainnya, meskipun dalam menjaga stabilitas keamanan wilayah perbatasan sudah ditunjang dengan partisipasi masyarakat setempat.

1 Istilah itu muncul dalam kegiatan konsultasi publik tanggal 11-12 September 2002 di Pontianak. Ada pihak yang tidak setuju dengan istilah tersebut mengingat total lost yang dimaksud hanya ditujukan pada pendapatan yang tidak masuk ke kas daerah/negara tetapi beralih/masuk ke kantong pihak lain.

Rencana Stratejik Pengelolaan kawasan hutan Wilayah Perbatasan RI – Malaysia 15

3. PERMASALAHAN

Keadaan kawasan hutan perbatasan di Kalimantan merupakan wilayah yang menghadapi permasalahan rawan konflik, terutama karena pencurian/penyelundupan kayu illegal. Sebagaimana telah dikemukakan di depan, kondisi hutan di wilayah perbatasan saat ini dalam keadaan sangat memprihatinkan. Keadaan perekonomian daerah setempat hingga kini belum menampakkan pertumbuhan yang berarti karena terbatasnya sarana/prasarana perhubungan darat. Permasalahan ini ditambah lagi dengan belum adanya sektor utama yang menggerakkan dan memacu (prime mover role) pertumbuhan ekonomi wilayah, sehingga integrasi tata ruang dan koordinasi fungsional antar dan di dalam wilayah sangat lemah. Disamping itu harga-harga kebutuhan pokok yang mahal mengakibatkan ekonomi biaya tinggi (high cost economy) di wilayah tersebut.

Rendahnya rasa kebangsaan masyarakat perbatasan dipicu oleh berbagai sebab antara lain ; (1) dominansi pengaruh mata uang ringgit; (2) dominasi penggunaan produk Malaysia; (3) meningkatnya pengaruh sosial budaya negara Malaysia yang diakibatkan oleh penggunaan bahasa, derasnya siaran TV Malaysia dan kemajuan desa-desa di Malaysia yang lebih maju.

Lemahnya posisi tawar (bargaining position) kehidupan sosial ekonomi masyarakat di wilayah Indonesia dengan masyarakat Malaysia terlihat pula dari kenyataan bahwa transaksi ekonomi di kawasan perbatasan sudah menggunakan uang ringgit Malaysia. Keadaan sosial yang dipicu oleh ekonomi yang belum berkembang telah berlangsung lama sehingga apabila tidak ditanggulangi secara konsepsional, terpadu dan menyeluruh, akan menimbulkan kerawanan-kerawanan jangka panjang yang membahayakan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Selanjutnya secara umum berdasarkan analisa yang dilakukan oleh Departemen Kehutanan tahun 2002 terhadap data/informasi yang diperoleh dari Kabupaten/Kota permasalahan-permasalahan umum yang dihadapi dapat dikelompokkan antara lain sebagai berikut:

1. Penebangan liar (Illegal logging) 2. Penyelundupan (Illegal trading) 3. Luasnya kawasan hutan yang telah rusak 4. Penegakan hukum yang lemah 5. Kualitas SDM rendah 6. Belum ada perencanaan yang konkret dan terpadu untuk menangani

perbatasan 7. Informasi yang sangat sedikit 8. Nasionalisme dan idealisme yang semakin luntur 9. Kesenjangan kesejahteraan masyarakat perbatasan di Indonesia dalam hal ini

Kalimantan dengan di Sarawak dan Sabah, Malaysia 10. Sarana dan Prasarana yang sangat kurang 11. Kinerja Instansi Kehutanan yang belum optimal 12. Komitmen daerah yang belum optimal 13. Ancaman penggunaan lahan hutan untuk keperluan non kehutanan yang

tinggi. Dalam rangka menganalisis/mengkaji permasalahan berdasarkan kondisi yang ada perlu dilakukan pendekatan analisa SWOT, berdasarkan pemilahan faktor internal dan eksternal seperti diuraikan di bawah ini.

Rencana Stratejik Pengelolaan kawasan hutan Wilayah Perbatasan RI – Malaysia 16

3.1. Faktor Internal 3.1.1. Kekuatan (Strengths) :

1). Kawasan hutan dengan areal yang cukup luas memiliki prospek yang tinggi untuk dikembangkan menjadi hutan yang mampu menghasilkan barang dan jasa hasil hutan yang bernilai ekonomis tinggi di masa mendatang.

2). Sumberdaya manusia dengan jumlah yang cukup yang apabila kualitasnya ditingkatkan akan menjadi modal yang sangat potensial dalam pengelolaan hutan di wilayah perbatasan, sebagai pelaku usaha dan tenaga kerja.

3). Nilai-nilai budaya masyarakat lokal yang apabila digali dan dikembangkan ke arah yang benar akan menjadi modal penting dalam pengelolaan hutan di wilayah perbatasan.

4). Masih ada masyarakat di wilayah perbatasan yang memiliki rasa nasionalisme yang tinggi terutama para tokoh adat yang tidak terlibat dalam kegiatan Illegal logging. Apabila terus dibina dan dipupuk, semangat tersebut akan menjadi modal yang sangat tinggi bagi upaya pengamanan hutan di sepanjang wilayah perbatasan.

3.1.2. Kelemahan (Weaknesses) :

1). Kondisi hutan sebagian besar berada dalam keadaan rusak, sehingga pada saat ini hutan tidak layak untuk diusahakan dengan tujuan utama menghasilkan kayu maupun bukan kayu secara lestari.

2). Aksesibilitas menuju dan di dalam kawasan hutan sangat rendah. Keadaan ini menimbulkan kesulitan dalam upaya baik mengamankan hutan maupun melaksanakan kegiatan usaha jasa hutan (rekreasi alam, ekowisata, dll).

3). Tingkat kemakmuran masyarakat di sekitar hutan rendah sehingga ketergantungan kehidupan mereka terhadap hasil hutan yang bersifat subsistem dan sesaat (tidak berkelanjutan) sangat tinggi.

4). Ketersediaan lapangan pekerjaan di wilayah perbatasan dalam wilayah Indonesia sangat rendah.

5). Upaya penegakan hukum terhadap berbagai pelanggaran dalam pengelolaan hutan (illegal logging, illegal trading) sangat rendah.

6). Adanya ketidakharmonisan dan ketidakkonsistenan peraturan perundangan akibat terjadinya perbedaan persepsi dalam pengurusan hutan antara Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten.

7). Lemahnya sistem kelembagaan dalam pengurusan kawasan hutan di wilayah perbatasan yang ada pada saat ini yang mengakibatkan adanya ketidakjelasan dalam hal : a). Organisasi (lembaga) pelaksana pengelolaan hutan di wilayah

perbatasan b). Distribusi kewenangan di antara instansi-instansi terkait dalam bidang

pengelolaan hutan di wilayah perbatasan. c). Peraturan perundangan yang mengatur khusus pengelolaan hutan di

wilayah perbatasan. 8). Iklim usaha dalam bidang kehutanan di wilayah perbatasan tidak

kondusif untuk melakukan investasi. 3.2. Faktor Eksternal 3.2.1. Peluang (Opportunities)

1). Permintaan Malaysia terhadap kayu dari wilayah perbatasan sangat tinggi sehingga membuka peluang yang sangat besar bagi

Rencana Stratejik Pengelolaan kawasan hutan Wilayah Perbatasan RI – Malaysia 17

pengembangan usaha kehutanan untuk menghasilkan kayu secara lestari.

2). Aksesibilitas dari Sabah (Malaysia) ke wilayah perbatasan sangat tinggi, sehingga membuka peluang untuk mengembangkan usaha jasa kehutanan dengan menjadikan Sabah sebagai pintu masuknya.

3). Kebutuhan tenaga terampil di Malaysia sangat tinggi, sehingga membuka peluang untuk mengurangi besarnya ketergantungan kehidupan masyarakat sehingga desakan terhadap hutan dapat berkurang.

4). Kerjasama BIMP-EAGA 5). Hasrat pengusaha Malaysia untuk berinvestasi dalam industri

pengolahan kayu di Indonesia cukup tinggi. 6). Telah dibentuk kelompok kerja di sektor kehutanan (working group on

forestry sector)

3.2.2. Ancaman (Threats)

1). Permintaan kayu yang terlalu tinggi dari Sabah dan Sarawak (Malaysia) dapat berakibat pada besarnya tekanan terhadap hutan di Indonesia melalui kegiatan pencurian kayu (illegal logging) dan perdagangan yang melanggar hukum (illegal trading).

2). Pola penggunaan lahan di sepanjang wilayah perbatasan di Sabah (Malaysia) yang cenderung bersifat intensif dan berorientasi ekonomis tinggi cenderung mengakibatkan terjadinya desakan kepada hutan yang terdapat di sepanjang wilayah perbatasan dalam wilayah Republik Indonesia.

3). Perilaku sebagian pelaku usaha kayu Malaysia yang cenderung bersifat agresif dan melanggar hukum Indonesia sehingga menjadi pemicu maraknya illegal logging dan illegal trading kayu Indonesia.

3.3. Analisis terhadap Keadaan Faktor Internal dan Eksternal

Berbagai unsur faktor internal dan eksternal yang teridentifikasi dapat diperoleh indikasi (petunjuk) adanya gejala sebagai berikut :

3.3.1. Faktor Internal

Walaupun potensi yang dimiliki mempunyai prospek yang sangat tinggi untuk dikembangkan di masa yang akan datang, akan tetapi pada saat ini komponen kelemahan internal lebih menonjol (besar) dibandingkan dengan kekuatan internal.

3.3.2. Faktor Eksternal

Ancaman pada saat ini dan kecenderungannya ke depan cukup besar, akan tetapi kekuatan peluangnya tetap lebih besar dibandingkan dengan ancamannya.

Berdasarkan pada analisis yang bersifat kualitatif tersebut di atas dapat diperoleh gambaran bahwa posisi relatif pengelolaan kawasan hutan wilayah perbatasan di Kalimantan pada saat ini berada pada kuadran III (Mendukung Strategi Berpaling atau Pembenahan, turn around) dalam Diagram Analisis SWOT (Gambar 1).

Rencana Stratejik Pengelolaan kawasan hutan Wilayah Perbatasan RI – Malaysia 18

Gambar 1. Posisi Relatif Status Pengelolaan Kawasan Hutan Wilayah perbatasan di Kalimantan (Periode 2002 – 2005) dalam Diagram Analisis SWOT

Ditinjau dari langkah-langkah strategis yang lazimnya dilakukan, beberapa strategi pokok yang perlu dikembangkan dalam Pengelolaan Kawasan Hutan Wilayah Perbatasan di Kalimantan dalam Periode 2004 – 2009 seyogyanya difokuskan pada usaha meminimalkan permasalahan internal, sehingga memungkinkan untuk merebut peluang yang tersedia dengan baik. Adapun bentuk-bentuk strategi yang perlu dilakukan ditentukan oleh bentuk-bentuk isu strategis yang dihadapi selama periode ini.

III I Mendukung Strategi Berpaling Mendukung Strategi Agresif IV II Mendukung Strategi Defensif Mendukung Strategi Diversifikasi

BERBAGAI PELUANG (OPPORTUNITIES)

KEKUATAN INTERNAL KEKUATAN INTERNAL

BERBAGAI ANCAMAN (THREATS)

Rencana Stratejik Pengelolaan kawasan hutan Wilayah Perbatasan RI – Malaysia 19

4. VISI DAN MISI

4.1. Prinsip Universal Dalam Pengelolaan Hutan

Hutan merupakan suatu ekosistem, termasuk kedalam kelompok sumberdaya alam yang dapat dipulihkan (renewable resources). Dalam pengelolaan ekosistem sumberdaya alam yang dapat dipulihkan telah lazim dipegang nilai-nilai universal sebagai berikut: a. Prinsip pengelolaan secara lestari (berkelanjutan). b. Prinsip optimalisasi fungsi-fungsi ekonomis, ekologis dan sosial-budaya

masyarakat. c. Prinsip pengelolaan yang bersifat adaptif. d. Pendekatan yang bersifat menyeluruh (holistic) dan terpadu (integrated). e. Pandangan sumberdaya hutan sebagai aset yang dapat dimanfaatkan

secara bijaksana untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat

4.2. Tuntutan Peran Sumberdaya Hutan Di Wilayah Perbatasan Dalam Pembangunan Nasional Pada Saat Ini a. Ekonomi : merupakan sumber pendapatan negara dalam pembangunan

nasional pada tingkat Pusat serta Provinsi dan Kabupaten tempat hutan berada.

b. Lingkungan : tempat pelestarian dan pemeliharaan keaneka-ragaman hayati dan fungsi hidroorologis hutan, serta jasa lingkungan lain yang diperlukan dalam menyangga sistem kehidupan (Taman Nasional dan Hutan Lindung).

c. Sosial : penyediaan lapangan pekerjaan masyarakat, sumber mata pencaharian dan memiliki fungsi religi dan nilai-nilai budaya lokal.

d. Kawasan hutan yang berada di wilayah perbatasan dituntut pula untuk berfungsi dalam mendukung pertahanan dan keamanan bagi keutuhan wilayah kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia

4.3. Visi dan Misi

Dengan mempertimbangkan latar belakang keadaan kawasan hutan wilayah perbatasan, permasalahan yang dihadapi serta peluang, kendala dan tantangan yang ada perlu ditetapkan visi, misi bagi pengelolaan kawasan hutan wilayah perbatasan.

4.2.1. Visi Terwujudnya kelestarian hutan sebagai sistem penyangga kehidupan, bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mampu mendukung sistem pertahanan dan keamanan NKRI di wilayah perbatasan Kalimantan.

4.2.2. Misi

a. Menjamin keberadaan hutan wilayah perbatasan b. Mengoptimalkan manfaat hutan wilayah perbatasan c. Pembenahan kelembagaan pengurusan hutan wilayah perbatasan

Rencana Stratejik Pengelolaan kawasan hutan Wilayah Perbatasan RI – Malaysia 20

5. KEBIJAKAN, TUJUAN, SASARAN DAN PROGRAM 5.1. Isu-Isu Strategis

1. Batas kawasan hutan secara de jure dan de facto, baik dalam wilayah negara RI maupun di sepanjang garis perbatasan dengan Malaysia, tidak jelas dan tidak mantap.

2. Pola pemanfaatan kawasan hutan di wilayah perbatasan belum optimal akibat kekurangtelitian informasi (peta topografi, peta tanah, peta iklim, peta vegetasi) yang dipergunakan sebagai dasar dalam penetapan fungsi penggunaan hutan di masa lalu.

3. Keadaan hutan sebagian besar rusak, sehingga tidak memungkinkan baginya untuk berfungsi secara optimal.

4. Kegiatan pencurian kayu dan perdagangan yang melanggar hukum (illegal logging dan illegal trading) dari kawasan hutan di wilayah perbatasan telah lama terjadi dan semakin merebak.

5. Sistem pengelolaan hutan pada kawasan hutan perbatasan belum kondusif bagi keterlibatan dan partisipasi masyarakat di sekitarnya.

6. Peraturan perundangan dalam bidang kehutanan antara peraturan pada tingkat Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten belum harmonis.

7. Tindakan penegakan hukum (law enforcement) sangat lemah dan tidak konsisten.

8. Sistem kelembagaan pengurusan kawasan hutan di wilayah perbatasan belum jelas dan sangat lemah.

Berdasarkan isu-isu strategis yang ada terdapat beberapa kendala yang menjadi penyebab isu strategis tersebut timbul, kendala-kendala tersebut antara lain2 : 1. Peta dasar tidak sama serta terutama kawasan konservasi belum

menjadi perhatian 2. Aksesibilitas rendah termasuk kurangnya fasilitas pengamanan 3. Batas negara berimpit dengan batas kawasan hutan, serta penataan

batas belum partisipatif 4. Adanya perbedaan persepsi hukum terhadap batas kawasan hutan 5. Kebijakan pemerintah belum dan kurang memperhatikan kepentingan

dan partisipasi masyarakat serta belum ada harmonisasi. 6. Pemanfaatan SDH terlampau berpihak pada yang bermodal kuat. 7. Kurangnya pengembangan peluang pemanfaatan hutan bagi masyarakat 8. Adanya desakan ekonomi dan perubahan nilai kultural 9. Pemanfaatan kawasan hutan tidak sesuai dengan ijin yang diberikan

serta bermotif jangka pendek 10. Masyarakat masih sering dianggap bodoh, malas dan jarang diberi

kesempatan dalam mengelola hutan 11. Belum memperhatikan kearifan tradisional 12. Pasar Indonesia tidak mengakomodasikan kayu illegal padahal negara

tetangga tidak, serta permasalahan kayu illegal mengarah kepada penadahan

13. Masih terbatasnya pengetahuan masyarakat dalam pengelolaan hutan lestari

14. Perbedaan antar peraturan perundangan, serta masih tingginya ego sektoral termasuk interest kepentingan Pusat dan Daerah

2 Kendala-kendala ini diolah berdasarkan identifikasi kendala-kendala terhadap isu strategis yang ada pada saat Konsultasi Publik Nasional di Jakarta, pada tanggal 18 Nopember 2003.

Rencana Stratejik Pengelolaan kawasan hutan Wilayah Perbatasan RI – Malaysia 21

15. Proses penyusunan Peraturan Perundangan cenderung dianggap belum patisipatif serta mengabaikan hak-hak adat

16. Penanggung jawab kawasan perbatasan belum jelas 17. Sosialisasi peraturan perundangan dan kebijakan yang ada belum

berjalan optimal 18. Sistem pengawasan kurang terpadu dan efektif serta kurang adanya

“political will” dari Pemerintah 19. Belum adanya harmonisasi kerjasama dan koordinasi antara Pemerintah

Pusat-Daerah serta NGO dan Masyarakat lokal 20. Tata usaha kayu yang belum terkoordinasi antara RI dan Malaysia 21. Perlu keselarasan antara hukum negara dan hukum masyarakat 22. Belum adanya kesepahaman antara RI-Malysia mengenai Illegal Logging 23. Belum terpenuhinya kesejahteraan aparat penegak hukum 24. Belum ada alternatif bagi masyarakat untuk bekerja di sektor lain selain

kayu 25. Belum jelasnya mekanisme kewenangan masing-masing pihak terkait

(Pusat-Provinsi-Kab-pihak terkait lainnya)

5.2. Kebijakan, Strategi, Tujuan, Sasaran dan Program Setelah memperhatikan kondisi saat ini, mengkaji permasalahan melalui analisa kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan yang ada, dan mengacu pada visi dan misi yang telah ditetapkan serta mempertimbangkan isu-isu strategis yang ada, maka ditetapkan kebijakan, strategi, tujuan dan sasaran yang ingin dicapai sehingga dapat memperjelas penetapan program dan kegiatan pokok yang direncanakan.

5.2.1. Kebijakan Kebijakan yang dilakukan dalam rangka penanganan wilayah perbatasan khususnya pembenahan sistem pengurusan hutan yaitu: a. Pembenahan status, kondisi dan pola pemanfaatan kawasan hutan b. Pembenahan sistem perlindungan hutan c. Pembenahan sistem kelembagaan pengurusan hutan

5.2.2. Strategi Strategi penanganan permasalahan pembangunan kehutanan wilayah perbatasan dilaksanakan melalui penetapan tujuan dan sasaran untuk mencapai misi yang telah ditetapkan.

5.2.3. Tujuan, Sasaran dan Program Misi 1 : Menjamin keberadaan hutan wilayah perbatasan

a. Tujuan : Mendapatkan Kepastian status lahan kawasan hutan secara de jure dan de facto,

Sasaran : Batas kawasan hutan dalam garis batas negara (RI dgn Malaysia) dan di dalam wilayah RI bersifat mantap dan bebas konflik

Program : Pemantapan kawasan hutan

b. Tujuan : Tertib dan taat hukum dalam bidang kehutanan di wilayah perbatasan

Sasaran : Dapat diatasinya pelanggaran hukum dalam bidang kehutanan di seluruh wilayah di daerah perbatasan

Program : Intensifikasi penegakan hukum dibidang kehutanan

Rencana Stratejik Pengelolaan kawasan hutan Wilayah Perbatasan RI – Malaysia 22

Misi 2 : Mengoptimalkan manfaat hutan wilayah perbatasan. a. Tujuan : Meningkatkan penutupan hutan pada kawasan hutan

dengan tegakan hutan yang berkualitas tinggi Sasaran : Areal hutan yang terbuka dan bekas tebangan dapat

dihutankan kembali Program : Peningkatan kualitas sumberdaya hutan wilayah

perbatasan

b. Tujuan : Mendapatkan pola pemanfaatan kawasan hutan yang bersifat optimal berdasarkan karakteristik biofisik hutan,

Sasaran : Mantapnya pengelolaan kawasan hutan di kawasan konservasi maupun luar kawasan konservasi

Program : Optimalisasi pola pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan

Misi 3 : Pembenahan kelembagaan pengurusan hutan wilayah perbatasan

a. Tujuan : Diperolehnya perangkat peraturan perundangan yang lengkap dan harmonis antara peraturan pada tingkat Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten dalam bidang pengelolaan hutan di wilayah perbatasan

Sasaran : Harmonisasi peraturan perundangan seluruh bidang dalam ruang lingkup pengurusan hutan di wilayah perbatasan

Program : Harmonisasi dan penyempurnaan peraturan perundangan dalam bidang pengelolaan hutan wilayah perbatasan

b. Tujuan : Penerapan praktek penyelenggaraan pengurusan hutan melalui pola desentralisasi kehutanan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku

Sasaran : Penerapan desentralisasi penyelenggaraan kehutanan di wilayah perbatasan berjalan dengan baik

Program : Implementasi desentralisasi dalam bidang kehutanan di wilayah perbatasan

c. Tujuan : Diperolehnya kesepakatan mengenai bentuk organisasi dan mekanisme kerja dalam pengelolaan hutan wilayah perbatasan

Sasaran : Hubungan antara Pemerintah Pusat (Departemen Kehutanan dan instansi terkait), Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten dalam wilayah perbatasan terdefinisikan dan berjalan dengan harmonis.

Program : Penyempurnaan sistem organisasi pelaksana pengelolaan hutan daerah perabatasan

Rancangan kegiatan-kegiatan pokok dari masing-masing program dapat dilihat pada lampiran 1

Rencana Stratejik Pengelolaan kawasan hutan Wilayah Perbatasan RI – Malaysia 23

Lampiran 1. Matrik Renstra Pengelolaan Kawasan Hutan Wilayah Perbatasan RI – Malaysia di Kalimantan

Cara Mencapai Tujuan dan Sasaran Misi Tujuan Sasaran Kebijakan Program Rancangan Kegiatan

pokok Menjamin keberadaan hutan wilayah perbatasan

Mendapatkan Kepastian status lahan kawasan hutan secara de jure dan de facto

Batas kawasan hutan dalam garis batas negara (RI dengan Malaysia) dan di dalam wilayah RI bersifat mantap dan bebas konflik

Pembenahan status, kondisi dan pola pemanfaatan kawasan hutan

Pemantapan kawasan hutan - Sinkronisasi penataan ruang wilayah perbatasan

- Penataan batas kawasan hutan partisipatif

- Analisis/kajian pengembangan kawasan konservasi di wilayah perbatasan

- Pembentukan KPHP, KPHL, KPHK

Tertib dan taat hukum dalam bidang kehutanan di wilayah perbatasan

Dapat diatasinya pelanggaran hukum dalam bidang kehutanan di seluruh wilayah di daerah perbatasan

Pembenahan sistem perlindungan hutan

Intensifikasi penegakan hukum dibidang kehutanan

- Intensifikasi pengawasan, pengendalian peredaran hasil hutan

- Pengendalian kebakaran hutan - Pengembangan sistem

pengawasan partisipatif - Koordinasi penegakan hukum

Mengoptimalkan manfaat hutan wilayah perbatasan

Meningkatkan penutupan hutan pada kawasan hutan oleh tegakan hutan yang berkualitas tinggi

Areal hutan yang terbuka dan bekas tebangan dapat dihutankan kembali

Pembenahan status, kondisi dan pola pemanfaatan kawasan hutan

Peningkatan kualitas sumberdaya hutan wilayah perbatasan

- Pengembangan social forestry pada HP yang bebas oleh pemanfaatan lain

- Rehabilitasi HL dan HP seluas + 700 ribu Ha di Kalbar dan Kaltim

- Pembangunan dan pemanfaatan hutan tanaman

Mendapatkan pola penggunaan kawasan hutan yang bersifat optimal berdasarkan karakteristik biofisik hutan

Mantapnya pengelolaan kawasan hutan di kawasan konservasi maupun luar kawasan konservasi

Pembenahan status, kondisi dan pola pemanfaatan kawasan hutan

Optimalisasi pola pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan

- Pemanfaatan kayu pada hutan alam

- Pemanfaatan kayu pada hutan tanaman

- Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu

- Pengembangan wisata alam dan jasa lingkungan pada kawasan hutan perbatasan

- Pemantapan pengelolaan kawasan konservasi

Rencana Stratejik Pengelolaan kawasan hutan Wilayah Perbatasan RI – Malaysia 24

Lampiran 1. Matrik Renstra Pengelolaan Kawasan Hutan Wilayah Perbatasan RI – Malaysia di Kalimantan

Cara Mencapai Tujuan dan Sasaran Misi Tujuan Sasaran Kebijakan Program Rancangan Kegiatan

pokok - Peningkatan kerjasama

kemitraan RI-Malaysia - Penelitian dan pengembangan

beberapa jenis tanaman obat - Pengembangan alternatif-

alternatif terbukanya manfaat sosial hutan

- Upaya Pemberdayaan masyarakat sekitar hutan

- Penyiapan dan peningkatan SDM Kehutanan

Pembenahan kelembagaan pengurusan hutan wilayah pernbatasan

Diperolehnya perangkat peraturan perundangan yang lengkap dan harmonis antara peraturan pada tingkat Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten dalam bidang pengelolaan hutan di Wilayah perbatasan

Harmonisasi peraturan perundangan seluruh bidang dalam ruang lingkuppengurusan hutan di wilayah perbatasan

Pembenahan sistem kelembagaan pengurusan hutan

Harmonisasi dan penyempurnaan peraturan perundangan dalam bidang pengelolaan hutan wilayah perbatasan

- Identifikasi/kajian/analisis peraturan-peraturan perundangan yang ada

- Sinkronisasi/koordinasi/sinergi Pusat-Prov-Kab dalam penyusunan peraturan perundangan

Penerapan praktek penyelenggaraan pengurusan hutan melalui pola desentralisasi kehutanan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku

Penerapan desentralisasi penyelenggaraan kehutanan di wilayah perbatasan berjalan dengan baik

Pembenahan sistem kelembagaan pengurusan hutan

Implementasi desentralisasi dalam bidang kehutanan di wilayah perbatasan

- Identifikasi kewenangan pengurusan hutan

- Penyusunan tata hubungan kerja

Diperolehnya kesepakatan

mengenai bentuk organisasi dan mekanisme kerja dalam pengelolaan hutan Wilayah perbatasan

Hubungan antara Pemerintah Pusat (Departemen Kehutanan dan instansi terkait), Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten dalam Wilayah perbatasan terdefinisikan dan berjalan dengan harmonis

Pembenahan sistem kelembagaan pengurusan hutan

Penyempurnaan sistem organisasi pelaksana pengelolaan hutan wilayah perbatasan

- Sinkronisasi pengembangan organisasi

- Upaya pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana

Catatan : Berdasarkan identifikasi terdapat kelembagaan lintas sektor dan terintegrasi yang diusulkan dalam menangani pengelolaan kawasan hutan wilayah perbatasan antara lain: Dephut, Depdagri, Depkimpraswil, PP-KTI, Dephub, Pemda Provisi/Kab, TNI/POLRI, Perguruan Tinggi, NGO, Represntasi Kelembagaan Adat

Rencana Stratejik Pengelolaan kawasan hutan Wilayah Perbatasan RI – Malaysia 25

Lampiran 2. Jumlah Penduduk Wilayah Perbatasan di Kalimantan Tahun 2000.

No Provinsi/ Kabupaten

Kecamatan Jumlah Desa

Jml Pend Luas

I. Kalimantan Timur 1. Nunukan Krayan 89 9.349 Krayan Selatan Lumbis 77 7.584 Sebuku 18 7.588 Sebatik Nunukan 25 36.157 2. Malinau Kayan Hulu 14 5.150 Kayan Hilir 5 1.399 Pujungan 21 3.282 3. Kutai Barat Long Pahangai 11 4.221 Long Apari 9 3.489 Jumlah 296 78.219 + 5.2 juta Ha II. Kalimantan Barat 1. Sambas Paloh 6 22.523 114.884 ha Sajingan Besar 5 7.560 139.120 ha 2. Sanggau Sekayam 10 21.498 84.101 ha Entikong 5 10.188 50.689 ha 3. Sintang Ketungau Tengah 13 24.620 218.240 ha Ketungau Hulu 9 18.657 213.820 ha 4. Kapuas Hulu Putussibau 8 14.885 412.200 ha Embalo Hulu 8 5.269 345.760 ha Batang Lupar 7 4.691 133.290 ha Empanang 5 2.591 35.725 ha Badau 6 3.991 70.000 ha Puring Kencana 5 3.008 44.855 ha Kedamin 13 13.131 5.352 Ha 5. Bengkayang Jagoi Babang 5 13.956 121.830 ha Siding 6 12.479 50.650 ha Jumlah 111 179.047 + 2 juta Ha

Jumlah (Kalbar+Kaltim) 380 257.266 + 7.2 juta Ha Sumber : - Kabupaten dalam angka Tahun 2000 (hasil olahan) dan Draft Keppres KASABA

Rencana Stratejik Pengelolaan kawasan hutan Wilayah Perbatasan RI – Malaysia 26

Lampiran 3. Luas Kawasan Hutan di Wilayah Perbatasan. Kawasan Hutan (Ha)

HSA/HPA No Provinsi/Kab CA TN TWA HL HPT HP HPK

Total (Ha)

1. Kalimantan Barat Bengkayang 41.737 - - 17.229 43.684 31.722 134.372 Kapuas Hulu - 905.692 - 57.846 43.382 73.249 10.361 1.090.530 Landak* 58.452 - - 22.115 14.910 5.631 101.108 Sambas - - 27.443 23.349 11.088 66.885 13.179 141.944 Sanggau 1.049 - - 50.454 30.285 61.839 177 143.804 Sintang - - - 81.048 62.755 50.612 194.415 Jumlah 101.238 905.692 27.443 252.041 206.105 289.937 23.716 1.806.172 2. Kalimantan Timur Kutai Barat - - - 460.498 9.763 - 470.261 Malinau - 998.298 - 75.462 164.857 - 1.238.617 Nunukan - 316.152 - 57.859 128.981 63.679 566.671 Jumlah - 1.314.450 - 593.818 303.601 63.679 2.275.548 Total 101.238 2.220.142 27.443 845.859 509.705 353.617 23.716 4.081.720

Sumber: Badan Planologi Kehutanan dan PHKA, 2003. Keterangan : Terdapat kawasan hutan wilayah perbatasan yang berada di Kab. Landak, namun Kab landak tidak termasuk dalam wilayah administrasi yang terdapat dalam Keppres RTR KASABA.

Lampiran 4. Penutupan Lahan pada kawasan hutan wilayah perbatasan di

Kalimantan Kawasan Hutan (Ha)

HSA/HPA No. Provinsi/

Penutupan Lahan CA TN TWA HL HPT HP HPK

Jumlah ( Ha)

1. Kalimantan Barat Hutan 82.625 821.577 25.797 137.374 90.821 175.576 18.457 1.352.227 Non Hutan 18.613 35.046 1.646 98.333 101.328 106.099 5.259 366.324 Tidak ada ada - 49.069 - 16.334 13.956 8.262 - 87.621 Jumlah 101.238 905.692 27.443 252.041 206.105 289.937 23.716 1.806.172 2. Kalimantan Timur Hutan - 1.000.861 - 553.924 290.647 58.977 1.904.409 Non Hutan - 12.872 - 5.418 2.573 970 21.833 Tidak ada data - 300.717 - 34.476 10.381 3.732 349.306 Jumlah - 1.314.450 - 593.818 303.601 63.679 2.275.548 TOTAL 101.238 2.220.142 27.443 845.859 509.705 353.617 23.716 4.081.720

Sumber: Badan Planologi Kehutanan 2003 Keterangan: - Hutan : Hutan Lahan Kering Primer, Hutan Lahan Kering Sekunder, Hutan Rawa Primer, Hutan Rawa Sekunder, Hutan Mangrove Sekunder - Non hutan : Semak/belukar, belukar rawa, pertanian lahan kering + semak, rawa, tanah terbuka. - Tidak ada data : tertutup awan. - HSA : Hutan Suaka Alam HL : Hutan Lindung - HPA : Hutan Pelestarian Alam HP : Hutan Produksi - CA : Cagar Alam HPT : Hutan Produksi Terbatas - TN : Taman Nasional - TWA : Taman Wisata Alam