DAFTAR ISI Konsep Hijau Green Building, Green Product dan Green Human Resource

59
DAFTAR ISI Halaman Judul Daftar Isi Daftar Gambar BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan BAB II Kajian Teori 2.1 Kajian Lingkungan Eksternal 2.2 Konsep Hijau Green Building, Green Product dan Green Human Resource BAB III Pembahasan 3.1 Penerapan Model Pariwisata Hijau di Pulau Beras Basah 3.2 Analisa Peluang & Strategi Usaha Berdasarkan Faktor Eksternal BAB IV Penutup 4.1 Kesimpulan 4.2 Saran Daftar Pustaka 0

Transcript of DAFTAR ISI Konsep Hijau Green Building, Green Product dan Green Human Resource

DAFTAR ISI

Halaman JudulDaftar IsiDaftar GambarBAB I Pendahuluan1.1 Latar Belakang1.2 Rumusan Masalah1.3 Tujuan dan Manfaat PenulisanBAB II Kajian Teori2.1 Kajian Lingkungan Eksternal2.2 Konsep Hijau Green Building, Green Product dan

Green Human Resource

BAB III Pembahasan3.1 Penerapan Model Pariwisata Hijau di

Pulau Beras Basah3.2 Analisa Peluang & Strategi Usaha

Berdasarkan Faktor EksternalBAB IV Penutup4.1 Kesimpulan4.2 SaranDaftar Pustaka

0

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

ASEAN Economy Community (AEC) adalah salah satu

bentuk integrasi ekonomi antar negara ASEAN. Aliansi

ini dibuat dalam rangka menjaga stabilitas politik dan

keamanan regional ASEAN, meningkatkan daya saing

kawasan secara keseluruhan di pasar dunia, dan

mendorong pertumbuhan ekonomi, mengurangi kemiskinan

serta meningkatkan standar hidup penduduk negara

anggota ASEAN. Pada tahun 2015, apabila AEC tercapai,

maka ASEAN akan menjadi pasar tunggal dan berbasis

produksi tunggal dimana terjadi arus barang, jasa,

investasi, dan tenaga terampil yang bebas, serta arus

modal yang lebih bebas diantara negara ASEAN. Pasar

tunggal yang bebas dapat membuka peluang bagi potensi-

1

potensi ekonomi di Indonesia dimana salah satunya

adalah potensi wisata yang ada di Kota Bontang untuk

meningkatkan pangsa pasarnya di kawasan ASEAN.

Seluruh negara ASEAN harus melakukan liberalisasi

perdagangan barang, jasa, investasi, tenaga kerja

terampil secara bebas dan arus modal yang lebih bebas

sebagaimana digariskan dalam AEC Blueprint (pedoman AEC)

untuk mewujudkan AEC pada tahun 2015. Untuk mewujudkan

hal tersebut, negara-negara anggota ASEAN telah

menyepakati ASEAN Trade in Goods Agreement (ATIGA), ATIGA

berisi prinsip-prinsip umum perdagangan internasional

(non-discrimination, national treatment), liberalisasi tarif,

pengaturan non-tarif, ketentuan asal barang, fasilitasi

perdagangan, kepabeanan, standar, regulasi teknis dan

prosedur pemeriksaan penyesuaian, serta kebijakan

pemulihan perdagangan (safeguards, anti-dumping, countervailing

measures).

Liberalisasi jasa pada dasarnya adalah

menghilangkan hambatan-hambatan perdagangan jasa yang

terkait dengan pembukaan akses pasar dan penerapan

perlakukan nasional untuk setiap mode of supply diatas.

2

Hambatan yang mempengaruhi akses pasar adalah

pembatasan dalam penyedia jasa, volume transaksi,

jumlah operator, jumlah tenaga kerja, bentuk hukum dan

kepemilikan modal asing. Sedangkan hambatan dalam

perlakuan nasional dapat berbentuk peraturan yang

dianggap diskriminatif untuk persyaratan pajak,

kewarganegaraan, jangka waktu menetap, perizinan,

standardisasi dan kualifikasi, kewajiban pendaftaran

serta batas kepemilikan properti dan lahan.

Negara-negara ASEAN sepakat menempatkan investasi

sebagai komponen utama dalam pembangunan ekonomi ASEAN

dan menjadikannya sebagai salah satu tujuan pokok ASEAN

dalam upaya mewujudkan integrasi ekonomi ASEAN (AEC)

pada tahun 2015. Prinsip utama dalam meningkatkan daya

saing ASEAN PMA (Penanaman Modal Asing) adalah

menciptakan iklim investasi yang kondusif di ASEAN.

Oleh karenanya, arus investasi yang bebas dan terbuka

dipastikan akan meningkatkan penanaman modal asing

(PMA) baik dari penanaman modal yang bersumber dari

intra-ASEAN maupun dari negara non ASEAN. Dengan

meningkatknya investasi asing, pembangunan ekonomi

3

ASEAN akan terus meningkatkan tingkat kesejahteraan

masyarakat ASEAN (Depdagri, Menuju ASEAN Economic

Community, 2010).

Kota Bontang telah lama dikenal sebagai kota

industri pengolahan migas, namun kota ini juga memiliki

potensi ekonomi lain seperti objek wisata yang cukup

bisa dibanggakan terutama untuk jenis wisata bahari.

Jenis wisata ini mencakup keindahan alam pantai, ombak

dan dasar laut. Objek wisata bahari yang menarik untuk

dikunjungi antara lain Pantai Pulau Beras Basah, Pulau

Segajah dan Kedindingan. Objek wisata tersebut tidak

hanya menawarkan keindahan pantainya namun para

wisatawan juga bisa snorkeling untuk menikmati keindahan

alam bawah laut yang ada diwilayah itu.

Beras Basah merupakan nama sebuah pulau di wilayah

kota Bontang. Pulau dengan pantai pasir putih ini

merupakan tempat rekreasi yang menarik. Wisatawan bisa

bersantai sambil menikmati keindahan panorama laut

selat Makassar. Selain itu wisatawan juga dapat

berenang dan menikmati udara laut yang khas. Pulau

Beras Basah dapat dicapai dengan menggunakan Speed Boat

4

atau kapal motor dari Pelabuhan Tanjung Laut, Bontang.

Pulau Beras Basah atau disebut juga Sand Island tercatat

sebagai salah satu tujuan wisata yang cukup dikenal di

Bontang, Kalimantan Timur.

Saat ini potensi wisata Pulau Beras Basah belum

mendapat cukup perhatian baik dari pemerintah setempat

maupun pengelola swasta sehingga popularitas objek

wisata ini pun hanya diketahui oleh khalayak tertentu

yaitu penduduk lokal propinsi. Akibatnya, sarana dan

fasilitas yang tersedia dalam pulau ini pun sangat

terbatas, serta pengelolaannya hanya bergantung pada

ketersediaan sumber daya masyarakat sekitar pulau

(wisatakaltim.com).

5

Gb. 1.1 Panorama Objek Wisata Pulau Beras Basah

Menyambut pencanangan kawasan pasar bebas AEC

dimana potensi industri pariwisata, industri ekonomi

kreatif (UKM), perdagangan dan jasa akan memiliki

peluang besar untuk dapat dikembangkan, maka potensi

wisata Pulau Beras Basah nantinya diharapkan mampu ikut

bersaing dengan objek wisata nasional dan internasional

lain yang ada, serta tidak menutup kemungkinan menjadi

salah satu objek wisata populer di kawasan ASEAN.

Perencanaan pengembangan nilai objek wisata Pulau

Beras Basah nantinya diharapkan dapat mengikuti konsep

yang ramah lingkungan (Konsep Hijau) sehingga dapat

terwujud suatu model Pariwisata Hijau. Konsep Hijau

telah berkembang dalam beberapa tahun terakhir dan

menjadi paradigma baru dalam industri dan ekonomi

dunia. Di Indonesia sendiri konsep ini telah diwujudkan

dalam suatu nota kesepahaman yaitu perjanjian kerjasama

Konsumsi dan Produksi Berkelanjutan (Sustainable

Consumption and Production) antara KLH dan KADIN

(menlh.go.id).

6

Beberapa konsep hijau yang dapat diterapkan dalam

pengembangan potensi wisata Pulau Beras Basah adalah

konsep konstruksi atau bangunan ramah lingkungan (green

building), produk atau produksi bersih (green production)

dan sumber daya manusia berwawasan lingkungan (green

human resources).

Konsep Green Building menitikberatkan pada pentingnya

penggunaan energi yang hemat dan material bangunan

ramah lingkungan, efisiensi biaya penyediaan dan

pengelolaan air bersih serta biaya pengelolaan

lingkungan dan buangan (PT. PP, 2011). Green Product &

Production fokus pada faktor produk dan proses produksi

yang meminimumkan penggunaan bahan baku, air dan

energi, pemanfaatan teknologi ramah lingkungan serta

hasil produk yang mampu terdegradasi secara alami

sehingga tidak mencemari lingkungan

(id.wikipedia.org/wiki/Produksi_bersih). Lain halnya

dengan konsep Green Human Resources dimana perlunya

penerapan paradigma atau cara pandang akan kelestarian

lingkungan dalam Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM)

perusahaan sehingga akan meningkatkan moral karyawan

7

terhadap pengelolaan lingkungan yang baik (Cherian,

2012).

Sinergi antara konsep hijau dan strategi manajemen

yang akan diterapkan dalam pengembangan potensi wisata

hijau Pulau Beras Basah diharapkan mampu menjadi

keunggulan kompetitif bagi objek wisata ini dalam

menyambut pasar bebas kawasan ekonomi ASEAN (AEC).

Adapun strategi itu sendiri dapat dianalisa dan

dirumuskan dengan mempertimbangkan faktor-faktor

eksternal yang ada pada objek wisata. Faktor eksternal

yang dimaksud diantaranya adalah teknologi, ekonomi,

politik, regulasi, kondisi sosio-kultural, kompetisi

dan pangsa pasar serta perilakunya (Nurif, 2006).

Oleh karenanya dalam kesempatan ini penulis akan

menjabarkan beberapa hal yang bisa mempengaruhi

keputusan dan strategi manajemen untuk mengembangkan

potensi objek wisata hijau Pulau Beras Basah berkaitan

dengan faktor eksternal yang ada pada objek wisata

tersebut. Perihal yang akan dibahas diantaranya adalah

mengenai konsep dan wawasan terhadap pelestarian

lingkungan yang dikaitkan dengan manajemen konstruksi

8

(bangunan), faktor produk dan proses produksi serta

sumber daya manusia didalamnya. Konsep tersebut akan

digunakan sebagai keunggulan komparatif dalam menyusun

strategi manajemen dengan mempertimbangkan pula kondisi

eksternal dari objek wisata Pulau Beras Basah.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang akan

menjadi pokok pembahasan dalam tulisan ini adalah

sebagai berikut :

1. Bagaimana cara menerapkan konsep hijau yang

terkait dengan Green Building, Product dan Human

Resources dalam pengembangan potensi Pariwisata

Hijau Pulau Beras Basah ?

2. Apa strategi yang dapat dilakukan untuk

mengembangkan potensi wisata Pulau Beras Basah

yang berkaitan dengan faktor eksternal yang

dimiliki ?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan

9

Adapun penulisan makalah ini diharapkan dapat

mencapai tujuan dan manfaat antara lain :

1. Untuk mengetahui konsep Hijau yang terkait dengan

Green Building, Product dan Human Resources.

2. Untuk mempelajari teknik penyusunan strategi

manajemen pariwisata melalui pertimbangan faktor-

faktor eksternal yang ada pada objek wisata Pulau

Beras Basah.

BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Kajian Lingkungan Eksternal

10

Lingkungan eksternal adalah suatu lingkungan diluar

organisasi yang memiliki kekuatan diluar kendali

organisasi sehingga perubahan-perubahan yang terjadi

pada lingkungan ini akan mempengaruhi kinerja

organisasi. Analisa lingkungan eksternal adalah metode

analisa yang digunakan untuk menggali dan

mengidentifikasi semua peluang yang ada dan yang akan

datang serta ancaman dari pesaing dan calon pesaing.

Lingkungan eksternal terdiri dari (Cahyono, 1999 dalam

Restiyan, 2009):

a. Lingkungan Umum (General Environment)

Fluktuasi perekonomian yang disebabkan oleh

iklim bisnis, inflasi/deflasi, kebijakan

moneter, kebijakan fiskal dan neraca pembayaran.

b. Lingkungan Industri (Industry Environment)

Pelanggan, identifikasi pembeli, demografi,

geografi, biaya bahan baku, biaya tenaga kerja,

pesaing dan pemasok.

c. Lingkungan Internasional

Kawasan perdagangan bebas, kebijakan antar

negara dan moneter.

11

Faktor-faktor eksternal memiliki pengaruh yang

besar bagi perusahaan untuk menjalankan usahanya.

Identifikasi terhadap faktor-faktor eksternal sangat

dibutuhkan karena merupakan keadaan yang tidak dapat

dikendalikan secara langsung. Faktor-faktor eksternal

perusahaan menggambarkan peluang dan ancaman yang

dihadapi objek wisata Pulau Beras Basah.

Menurut Restiyan, 2011 lingkungan atau faktor-

faktor eksternal dapat dikelompokkan menjadi seperti

berikut yaitu, faktor politik dan pemerintah, ekonomi,

sosial budaya dan lingkungan, teknologi, pesaing,

pendatang baru, konsumen, perusahaan lain yang

menguntungkan dan produk pengganti (substitusi). Pada

kesempatan ini penulis hanya akan membahas beberapa

faktor eksternal yang akan berubah saat penerapan AEC

2015 berkaitan dengan pengaruhnya terhadap perencanaan

strategi pengelolaan objek wisata Pulau Beras Basah.

Faktor-faktor tersebut diantaranya yaitu faktor politik

dan pemerintahan, ekonomi, serta pesaing.

2.1.1 Politik dan Pemerintahan

12

Perkembangan wisata alam memerlukan dukungan semua

pihak baik pemerintah pusat melalui Departemen

Kebudayaan dan Pariwisata, pemerintah daerah, swasta,

biro perjalanan, perguruan tinggi serta masyarakat

luas. Pemerintah sebagai fasilitator, mendukung

berkembangnya usaha pariwisata alam dalam bentuk

penetapan kebijakan, peraturan perundang-undangan,

perijinan, dan lain-lain. Bentuk dukungan pemerintah

terhadap pengembangan pariwisata juga ditunjukkan

dengan adanya media pariwisata seperti TIC (Tourism

Information Center) sehingga memudahkan wisatawan untuk

mendapatkan informasi objek wisata.

Peraturan seperti UU No. 22 Tahun 1999 tentang

Pemerintah daerah dan Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun

2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan

Propinsi Sebagai Daerah Otonomi menyebabkan daerah

memiliki wewenang yang lebih luas dalam mengembangkan

daerahnya dan hal tersebut menjadi peluang bagi daerah

yang memiliki potensi besar dalam mengembangkan wisata

alam. Dalam era otonomi daerah tersebut pemerintah

daerah tingkat kabupaten maupun kotamadya memiliki

13

peran yang besar dalam bidang pariwisata. Hal tersebut

membuat pengembangan wisata alam baru lebih banyak

berurusan dengan pemerintah daerah.

Perpindahan urusan dari pemerintah pusat ke

pemerintah daerah ini, membuat banyak pengelola dan

investor wisata alam kebingungan sebab masing-masing

daerah memiliki aturan yang berbeda-beda. Otonomi

daerah ini memunculkan adanya kemungkinan tumpang

tindih dalam pemungutan pajak antara pemerintah pusat

dan pemerintah daerah. Selain itu adanya beberapa

daerah yang menerapkan kebijakan retribusi yang terlalu

tinggi untuk mengejar pendapatan asli daerah (PAD).

Otonomi daerah menyebabkan setiap daerah harus mampu

bersaing dengan daerah lain. Tuntutan pemasukan PAD

jangka pendek dan jangka panjang, merupakan kenyataan

yang harus dihadapi.

Pemberlakuan kawasan pasar bebas AEC mendorong

pemerintah untuk menyusun kebijakan tersendiri untuk

melakukan penyesuaian dengan pedoman penerapan AEC

(blueprint). Pemberlakuan kawasan pasar bebas AEC akan

mendorong perpindahan yang lebih leluasa antar warga

14

negara anggota ASEAN sehingga kebijakan mengenai warga

imigran pun akan mengalami perubahan. Hal ini akan

meningkatkan pangsa pasar objek wisata di Indonesia

sehingga diperlukan strategi pemasaran seperti promosi

yang tepat sasaran untuk membidik segmentasi pasar yang

baru ini.

2.1.2 Ekonomi

Sektor pariwisata merupakan salah satu sektor

unggulan penghasil devisa bagi pembangunan negara.

Pembangunan pariwisata yang terus ditingkatkan dan

dikembangkan untuk memperbesar penerimaan devisa negara

dan menciptakan lapangan kerja mencerminkan bahwa peran

dan harapan bagi sektor pariwisata tersebut sangat

besar.

Perekonomian Indonesia yang belum stabil sejak

adanya krisis ekonomi dan moneter pada tahun 1998

menjadi ancaman bagi dunia usaha pariwisata. Fluktuasi

nilai tukar rupiah, kenaikan harga BBM dan kenaikan

harga-harga barang kebutuhan pokok lainnya serta

ancaman PHK menimbulkan perubahan pola konsumsi

15

kebutuhan masyarakat. Selain kondisi ekonomi dalam

negeri, keadaan ekonomi dunia yang beberapa tahun ini

juga tidak kondusif sehingga minat wisatawan

mancanegara pun ikut terkena imbasnya.

Melalui pengembangan kawasan ekonomi AEC,

diharapkan iklim perekonomian antar negara ASEAN dapat

dijaga dari pengaruh perubahan ekonomi di amerika dan

eropa sehingga kestabilan tersebut akan mendorong

pertumbuhan ekonomi yang lebih baik. Jika tingkat

kesejahteraan negara anggota ASEAN dapat ditingkatkan

maka tidak menutup kemungkinan kebutuhan akan rekreasi

terutama berlibur dan berwisata akan meningkat.

2.1.3 Pesaing

Pada usaha pariwisata terdapat objek wisata alam

dalam jumlah yang cukup banyak, terutama setelah adanya

otonomi daerah dan penerapan kawasan pasar bebas AEC.

Produk yang ditawarkan pun berbeda-beda, tidak homogen.

Produk masing-masing wisata alam memiliki keunikan dan

keunggulan sendiri sehingga membuat persaingan yang

cukup besar dalam menarik pengunjung.

16

Ancaman produk wisata substitusi lain terutama dari

manca negara juga ikut berpengaruh terhadap objek

wisata Pulau Beras Basah. Umumnya yang dihadapi adalah

persaingan dengan objek wisata lain yang sudah lebih

dahulu terkenal dan diingat masyarakat. Pulau Beras

Basah yang memang belum populer ini bukan hanya

bersaing dengan wisata alam sejenis saja, tetapi juga

dengan produk wisata lain baik dari dalam maupun luar

negeri. Kondisi ini seharusnya direspon positif dengan

terus meningkatkan kualitas dan kelengkapan fasilitas

yang ada sehingga akan memperoleh kesempatan pasar yang

lebih baik dan profit yang lebih besar.

2.2 Konsep Hijau Green Building, Green Product dan Green

Human Resource

2.2.1 Green Building

Bangunan hijau (Green Building) adalah suatu pendekatan

perencanaan bangunan yang berusaha untuk meminimalisasi

berbagai pengaruh membahayakan pada kesehatan manusia

dan lingkungan. Sebagai pemahaman dasar dari arsitektur

atau bangunan hijau yang berkelanjutan, elemen-elemen

17

yang terdapat didalamnya adalah lansekap dan interior

yang menjadi satu kesatuan dalam segi arsitekturnya.

Dalam contoh kecil, bangunan hijau bisa juga diterapkan

di sekitar lingkungan kita. Idealnya adalah menerapkan

komposisi 60 : 40 antara bangunan rumah dan lahan hijau

dengan alternatif membuat atap dan dinding dengan

konsep roof garden dan green wall. Dinding bukan sekadar

beton atau batu alam melainkan dapat ditumbuhi tanaman

merambat.

Tujuan utama dari green building adalah menciptakan

eco-design, arsitektur ramah lingkungan, arsitektur

alami, dan pembangunan berkelanjutan. Bangunan hijau

juga dapat diterapkan dengan meningkatkan efisiensi

pemakaian energi, air dan pemakaian bahan-bahan yang

mereduksi dampak bangunan terhadap kesehatan.

Perancangan bangunan hijau meliputi tata letak,

konstruksi, operasi dan pemeliharaan bangunan. Empat

aspek utama yang perlu dipertimbangkan dalam membangun

green building yaitu (BEA, 2013),

1. Material, material yang digunakan untuk

membangun haruslah diperoleh dari alam,

18

merupakan sumber energi terbarukan yang dikelola

berkelanjutan, atau bahan bangunan yang didapat

secara lokal untuk mengurangi biaya

transportasi. Daya tahan material bangunan yang

layak sebaiknya tetap teruji, namun tetap

mengandung unsur bahan daur ulang, mengurangi

produksi sampah dan dapat digunakan kembali atau

didaur ulang.

2. Energi, Penerapan panel surya diyakini dapat

mengurangi biaya listrik bangunan. Selain itu,

bangunan juga selayaknya dilengkapi jendela

untuk menghemat penggunaan energi (terutama

untuk lampu serta AC). Untuk siang hari, jendela

sebaiknya dibuka untuk mengurangi pemakaian

listrik. Jendela tentunya juga dapat

meningkatkan kesehatan dan produktivitas

penghuninya. Green building juga harus menggunakan

lampu hemat energi, peralatan listrik hemat

energi lain, serta teknologi energi terbarukan

seperti turbin angin dan panel surya.

19

3. Air, penggunaan air dapat dihemat dengan

menggunakan sistem tangkapan air hujan. Cara ini

akan mendaur ulang air yang misalnya dapat

digunakan untuk menyiram tanaman atau menyiram

toilet. Gunakan pula peralatan hemat air,

seperti pancuran air beraliran rendah, tidak

menggunaan bathtube di kamar mandi, menggunakan

toilet flush hemat air atau toilet kompos tanpa air

dan memasang sistem pemanas air tanpa listrik.

4. Kesehatan, gunakan bahan-bahan bangunan dan

furnitur yang tidak beracun serta gunakan produk

yang dapat meningkatkan kualitas udara dalam

ruangan untuk mengurangi resiko asma, alergi dan

penyakit lainnya. Bahan-bahan yang dimaksud

adalah bahan emisi rendah, non-VOC dan tahan air

untuk mencegah datangnya kuman dan mikroba

lainnya. Kualitas udara dalam ruangan juga dapat

ditingkatkan melalui sistem ventilasi dan alat-

alat pengatur kelembaban udara.

Adapun konsep bangunan hijau didukung juga melalui

penerapan Uji AMDAL (Life Cycle Assessment), efisiensi

20

desain struktur dan efisiensi energi. Dalam melakukan

suatu perencanaan bangunan seharusnya melakukan kajian

AMDAL apakah dalam pengadaan bangunan tersebut dapat

mempengaruhi lingkungan sekitar baik itu segi sosial,

ekonomi ataupun alam sekitar karena jika itu memberikan

pengaruh negatif yang cukup besar maka bangunan

tersebut sudah menyalahi konsep dasar dari green building.

Dasar dalam setiap proyek konstruksi bermula pada

tahap konsep dan desain. Tahap konsep, pada kenyataanya

merupakan salah satu langkah utama dalam proyek yang

memiliki dampak terbesar pada biaya dan kinerja proyek.

Tujuan utama merencanakan bangunan yang memiliki konsep

green building adalah untuk meminimalkan dampak yang akan

disebabkan bangunan tersebut. Perencanaan bangunan

gedung yang tidak efisien dalam struktur juga

memberikan efek buruk terhadap lingkungan, yaitu

pemakaian bahan bangunan yang sangat banyak sehingga

terjadi pemborosan (Butaru, 2011).

2.2.2 Green Product & Production

21

Definisi dari produk hijau (green product) adalah

merujuk pada barang dan jasa yang kinerjanya pada

lingkungan baik alam maupun sosial, dalam proses

produksinya, penggunaannya dan buangannya sudah lebih

berkembang daripada produk konvensional dan kompetitif

lainnya serta memiliki karakteristik penting sebagai

berikut (Shamsuddoha, 2009):

1. Fokus baik pada dampak lingkungan alam mupun

sosial. Jika hanya memiliki kinerja pada salah

satu aspek tersebut maka tidak bisa menciptakan

kredibilitas sebagai produk hijau.

2. Berorientasi perbaikan terus-menerus mengikuti

paradigma konsep produk hijau dan teknologi yang

terus berkembang sehingga terdapat proses

berkelanjutan dalam menjaga kelestarian

lingkungan.

3. Produk yang tidak atau lebih sedikit dapat

merusak lingkungan dan kesehatan. Produk yang

memiliki attribut seperti dapat didaur ulang,

hemat air dan energi serta tidak beracun juga

termasuk dalam kategori green product.

22

Di masa ini dan akan datang, lingkungan akan

menjadi aspek yang penting dalam perencanaan atau

desain dari suatu produk. Konsep produk yang didesain

untuk lingkungan mulai banyak diterapkan. Banyak cara

yang dapat dilakukan untuk menciptakan suatu produk

ramah lingkungan diantaranya dengan memperhatikan hal-

hal sebagai berikut (Shamsuddoha, 2009):

1. Konten atau material produk, dengan mengganti

komponen dan bahan-bahan yang mendukung

kelestarian alam atau menghilangkan substansi

produk yang dapat merusak lingkungan.

2. Manufaktur, memilih proses produksi yang ramah

lingkungan, hemat energi dan lebih sedikit

menghasilkan limbah berbahaya.

3. Kinerja, produk didesain agar dapat

terdegradasi secara alamiah dan memiliki

kinerja energi yang hemat.

4. Penggunaan, produk didesain untuk mudah

digunakan dan praktis sehingga tidak memerlukan

banyak peralatan pelengkap dalam

pemanfaatannya.

23

Salah satu teknik yang digunakan dalam pelestarian

lingkungan adalah melalui penerapan 5-R dalam desain

produk yang ditawarkan. Adapun yang termasuk dari

parameter 5-R tersebut adalah (Shamsuddoha, 2009):

1. Repair, desain produk dengan komponen yang

praktis sehingga biaya perbaikan lebih efisien

dan umur barang lebih panjang.

2. Reconditioning, bagian dari produk dapat

direkondisi ulang sehingga dapat dipakai

kembali. Contohnya pada bagian-bagian mobil

seperti ban dan suku cadang.

3. Reuse, produk didesain dapat digunakan berulang

kali atau dimanfaatkan sebagai produk lain.

Contohnya penggunaan botol isi ulang, peralatan

dapur dan tempat penyimpanan dari barang bekas.

4. Recycling, produk dapat dengan mudah didaur ulang

sehingga mengurangi dampak limbah pada

lingkungan.

5. Remanufacture, menciptakan produk baru dari

produk lama yang tak terpakai. Contohnya pada

produksi laser-printer cartridge.

24

Produksi bersih (green production) merupakan sebuah

strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif

atau pencegahan dan terpadu yang perlu diterapkan

secara terus menerus pada proses produksi dan daur

hidup produk dengan tujuan mengurangi risiko terhadap

manusia dan lingkungan. Hal tersebut memiliki tujuan

untuk meningkatkan produktivitas dengan memberikan

tingkat efisiensi yang lebih baik pada penggunaan bahan

mentah, energi dan air, mendorong performansi

lingkungan yang lebih baik, melalui pengurangan sumber-

sumber pembangkit limbah dan emisi serta mereduksi

dampak produk terhadap lingkungan. Produksi bersih

berfokus pada usaha pencegahan terbentuknya limbah,

yang merupakan salah satu indikator inefisiensi. Dengan

demikian, usaha pencegahan tersebut harus dilakukan

sejak awal proses produksi dengan mengurangi

terbentuknya limbah serta pemanfaatan limbah yang

terbentuk melalui daur ulang

(id.wikipedia.org/wiki/Produksi_bersih).

Produksi bersih diperlukan sebagai suatu strategi

untuk mengharmonisasikan upaya perlindungan lingkungan

25

dengan kegiatan pembangunan atau pertumbuhan ekonomi,

mencegah terjadinya pencemaran lingkungan, memelihara

dan memperkuat pertumbuhan ekonomi dalam jangka

panjang, mencegah atau memperlambat terjadinya proses

degradasi lingkungan dan pemanfaatan sumberdaya alam

melalui penerapan daur ulang limbah serta memperkuat

daya saing produk di pasar internasional. Prinsip-

prinsip pokok dalam produksi bersih adalah

(id.wikipedia.org/wiki/Produksi_bersih):

1. Mengurangi atau meminimumkan penggunaan bahan

baku, air, dan energi serta menghindari

pemakaian bahan baku beracun dan berbahaya.

Mereduksi terbentuknya limbah pada sumbernya

sehingga mencegah dari atau mengurangi

timbulnya masalah pencemaran dan kerusakan

lingkungan serta resikonya terhadap manusia.

2. Perubahan dalam pola produksi dan konsumsi

berlaku baik terhadap proses maupun produk yang

dihasilkan sehingga harus dipahami betul

analisis daur hidup produk.

26

3. Upaya produksi bersih tidak dapat berhasil

dilaksanakan tanpa adanya perubahan dalam pola

pikir, sikap dan tingkah laku dari semua pihak

terkait baik dari pihak pemerintah, masyarakat

maupun kalangan dunia (industriawan). Selain

itu juga, perlu diterapkan pola manajemen di

kalangan industri maupun pemerintah yang telah

mempertimbangkan aspek lingkungan.

4. Mengaplikasikan teknologi ramah lingkungan,

manajemen dan prosedur standar operasi sesuai

dengan persyaratan yang ditetapkan. Kegiatan-

kegiatan tersebut tidak selalu membutuhkan

biaya investasi yang tinggi, kalaupun terjadi

seringkali waktu yang diperlukan untuk

pengembalian modal investasi relatif singkat.

5. Pelaksanaan program produksi bersih ini lebih

mengarah pada pengaturan sendiri dan peraturan

yang sifatnya musyawarah mufakat dari pada

pengaturan secara command control. Jadi,

pelaksanaan program produksi bersih ini tidak

hanya mengandalkan peraturan pemerintah saja,

27

tetapi lebih didasarkan pada kesadaran untuk

mengubah sikap dan tingkah laku.

2.2.3 Green Human Resource

Human Resource Management (HRM, Manajemen Sumber Daya

Manusia) didefinisikan sebagai suatu sistem yang berisi

sekumpulan aktivitas, fungsi, dan proses yang

mengarahkan pengembangan dan pemeliharaan sumber daya

manusia suatu perusahaan (Lado & Wilson dalam Cherian,

2012). Untuk mengimplementasikan manajemen sumber daya

manusia hijau yang efektif maka diperlukan peningkatan

keahlian teknis dan manajemen berkaitan dengan konsep

hijau bagi seluruh anggota perusahaan. Oleh karenanya

perusahaan akan mencari inovasi dan teknik manajemen

yang sesuai dan yang memberikan dampak signifikan yang

berkelanjutan bagi perusahaan sehingga dapat menjadi

keunggulan kompetitif (Cherian, 2012).

Untuk mengembangkan kerangka kerja perusahaan yang

sesuai target manajemen hijau tersebut maka diperlukan

pula sistem manajemen SDM yang efektif yang bermula

dari strategi perekrutan karyawan, sistem kompensasi,

28

penghargaan dan proses evaluasi yang memasukkan poin

terhadap kesadaran pelestarian lingkungan, serta

program pelatihan dan pengembangan yang berwawasan

lingkungan. Menurut Bohdanowicz, 2011 dalam Cherian,

2012, semakin besar pengaruh kebijakan MSDM hijau

(green human resource policies) maka akan semakin besar pula

kemampuan adaptasi perusahaan dalam menerapkan sistem

manajemen lingkungan (environmental management systems) yang

telah ditetapkan.

Pentingnya penerapan MSDM hijau yang baik sangat

berpengaruh pada pengembangan moral karyawan yang akan

membantu dalam pencapaian benefit baik bagi karyawan

sendiri maupun perusahaan. Sebagai contoh dari beberapa

benefit yang dapat diperoleh karyawan dan perusahaan

adalah sebagai berikut (Cherian, 2012):

1. Meningkatkan kemampuan dan wawasan karyawan.

2. Meningkatkan citra positif perusahaan

3. Meningkatkan produktivitas berkelanjutan

4. Mengurangi dampak negatif bagi lingkungan

5. Menambah keunggulan kompetitif dan meningkatkan

kinerja perusahaan

29

Karyawan yang aktif dalam kegiatan manajemen

lingkungan akan memberikan kontribusi yang baik

terhadap implementasi strategi lingkungan hijau

perusahaan sehingga dapat menciptakan kesempatan yang

lebih besar terhadap munculnya improvisasi dan inovasi

yang berkaitan dengan produksi lebih bersih dan reduksi

limbah manufaktur. Hal ini akan menciptakan produk

hijau dan keuntungan dari penghematan biaya pengolahan

limbah bahkan akan meningkatkan kepuasan pelanggan pada

situasi dan kondisi tertentu. Saat ini paradigma

konsumen telah condong pada perusahaan yang menerapkan

standar-standar lingkungan yang baik sehingga penerapan

kebijakan MSDM hijau (green human resource) dapat menjadi

strategi tersendiri untuk meraih keunggulan kompetitif

dalam dunia bisnis saat ini (Cherian, 2012).

30

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Penerapan Model Pariwisata Hijau di Pulau Beras

Basah

Pariwisata Hijau yang menjadi gagasan utama dalam

tulisan ini mengusung penerapan konsep hijau seperti

yang telah dibahas sebelumnya dalam aktivitas objek

wisata Pulau Beras Basah. Konsep yang dimaksud

diantaranya adalah bangunan ramah lingkungan, produksi

31

bersih dan sumber daya manusia yang berwawasan

lingkungan. Masyarakat dunia saat ini telah condong

pemikirannya pada hal-hal yang menyangkut kelestarian

alam dan lingkungan sehingga hal ini akan mempengaruhi

keputusan konsumen dalam pemilihan produk-produk dan

produk wisata pun tak lepas dari pengaruh paradigma

ini.

3.1.1 Bangunan Ramah Lingkungan

Bangunan Hijau (green building) seperti yang telah

dipaparkan sebelumnya memiliki empat aspek utama yaitu

material, energi, air dan kesehatan (BEA, 2013). Objek

wisata Pulau Beras Basah terletak di tengah lautan

berhadapan dengan Selat Makassar sehingga material

bangunan yang akan digunakan untuk mengembangkan

infrastruktur haruslah yang mampu bertahan dengan

tingkat korosi tinggi dan tahan lama. Letaknya yang

cukup terpencil juga menyulitkan dalam penyediaan air

bersih jika tidak ada instalasi pengolahan air yang

efektif dan efisien. Selain itu sumber tenaga atau

energi yang memungkinkan pun adalah sumber energi yang

32

berlimpah di kepulauan tersebut seperti angin dan

matahari. Oleh karenanya, perencanaan pengembangan

objek wisata Pulau Beras Basah haruslah menggunakan

teknik dan teknologi yang tepat sehingga pemenuhan

kriteria bangunan ramah lingkungan dapat tercapai.

Alternatif material yang dapat digunakan agar mampu

bertahan pada lingkungan dengan kadar garam tinggi atau

lingkungan korosif namun tetap ramah lingkungan adalah

kayu jati. Masyarakat sekitar Bontang yang bertempat

tinggal di daerah pantai seperti masyarakat Bontang

Kuala atau Tanjung Laut membangun rumahnya diatas laut

dengan menggunakan kayu jati dan mampu bertahan selama

puluhan tahun.

33

Gb. 3.1 Rumah Peristirahatan dari Kayu

Kayu jati juga merupakan bahan yang terbarukan

tidak seperti semen atau pasir yang berasal dari batuan

bumi sehingga kelestarian alam dapat dijaga. Tentunya

penebangan kayu ini harus sesuai dengan peraturan

penebangan pemerintah dan berasal dari hutan produksi

kayu yang selalu direboisasi teratur. Atap dengan

konsep hijau (green roof) juga dapat diterapkan untuk

menambah kesan alamiah di area objek wisata.

Gb. 3.2 Model Rumah Atap Hijau ( Green Roof)

Penggunaan energi di objek wisata Pulau Beras Basah

tentunya secara mayoritas adalah energi listrik. Energi

yang dibutuhkan seharusnya tidak terlalu besar karena

hanya diperuntukkan untuk penerangan, aktivitas

pengelolaan dan komunikasi. Konsep Bangunan Hijau di

34

area Pulau Beras Basah juga harus dapat meminimalkan

penggunaan energi dan energi yang digunakan pun harus

tergolong energi terbarukan.

Gb. 3.3 Panel Surya dan Kincir Angin sebagai Alat

Pembangkit Listrik

Teknologi pembangkit listrik yang dapat digunakan

untuk daerah kepulauan diantaranya adalah pembangkit

listrik tenaga angin, matahari dan ombak. Pulau Beras

Basah memiliki kekuatan ombak yang tidak terlalu besar

sehingga pembangkit listrik tenaga angin (kincir angin)

dan matahari (panel surya) lebih cocok untuk digunakan.

Melalui pemanfaatan energi alam yang terbarukan,

pengelola dapat meminimalkan biaya utilitas sekaligus

membantu menjaga kelestarian sumber daya alam.

35

Selain itu penghematan energi juga dapat dilakukan

melalui desain bangunan yang memiliki banyak jendela

sehingga penggunaan energi untuk pencahayaan dan

sirkulasi udara dapat dikurangi disiang hari. Ventilasi

udara yang cukup melalui penggunaan jendela yang tepat

akan meningkatkan kualitas udara dalam ruangan sehingga

kenyamanan dan kesehatan penghuni dapat dijaga tanpa

menggunakan tambahan alat-alat listrik lainnya.

Faktor lain yang menjadi sorotan dalam pemenuhan

kriteria Bangunan Hijau adalah dalam hal penyediaan dan

pengelolaan air bersih. Pulau Beras Basah dikelilingi

lautan yang luas sehingga pengadaan air tawar akan

menjadi kesulitan tersendiri. Namun saat ini telah

dikembangkan teknologi pengolahan air laut menjadi air

minum yang telah banyak diterapkan di negara-negara

timur tengah. Teknologi tersebut dikenal dengan nama

Sea Water Reverse Osmosis (SWRO).

SWRO menggunakan prinsip reverse osmosis yaitu

perpindahan zat melalui media filter berupa membran.

Teknologi ini sangat ramah lingkungan karena limbah

yang dihasilkan berupa brine (air dengan kadar garam

36

tinggi) dapat langsung dibuang kelaut karena tidak

mengandung bahan kimia berbahaya. Selain itu energi

yang dibutuhkan hanya sekitar 3 kWh per meter kubik air

yang dihasilkan sehingga sangat efektif dan efisien.

Gb. 3.4 Unit SWRO

3.1.2 Produksi Bersih

Produk pariwisata adalah layanan jasa yang

diberikan pengelola kepada konsumen yang berada di area

objek wisata. Namun tidak menutup kemungkinan juga akan

adanya produk berupa barang tertentu yang merupakan

ciri khas dari area objek wisata yang disediakan oleh

pengelola sebagai cindera mata. Konsep produk atau

produksi hijau dapat diterapkan melalui penyediaan jasa

atau fasilitas rekreasi yang ramah lingkungan dan

cinderamata yang berbahan dasar mudah didaur ulang

(recycle) atau dari penggunaan kembali barang lain

(reuse).

37

Gb. 3.5 Produk Cinderamata dari Bahan Daur Ulang

Produk jasa hijau yang dapat diterapkan antara lain

penggunaan kertas daur ulang sebagai media promosi di

area objek wisata, karcis masuk, kertas toilet dan

buku-buku informasi yang tersedia disekitar area

wisata, serta penyediaan sarana bermain (playground)

yang dibangun dari bahan-bahan terbarukan seperti kayu,

sabut dan buah kelapa yang banyak tersedia di Pulau

Beras Basah. Selain itu batok kelapa pun bisa dibuat

sebagai bahan dasar cinderamata kalung, gantungan kunci

dan alas keset.

38

Gb. 3.6 Playground Berbahan Dasar Kayu dan Ban Bekas

Gb. 3.7 Tempat Sampah sebagai Fasilitas Berkonsep Hijau

Penyediaan prasarana kebersihan pun tak luput dari

implementasi konsep hijau seperti tempat sampah yang

didesain untuk memisahkan sampah organik yang mudah

didaur ulang dan sampak anorganik yang sukar didaur

ulang namun dapat digunakan kembali. Selain itu sistem

sanitasi yang disediakan juga diusahakan hemat dalam

pemakaian air dan listrik, menggunakan kertas toilet

recycle, serta diharapkan dapat menggunakan air dari

proses daur ulang dalam unit pengolahan air limbah yang

ada di Pulau Beras Basah.

39

3.1.3 SDM Berwawasan LIngkungan

Menurut Cherian (2012) jika perusahaan, dalam hal

ini adalah pihak pengelola objek wisata Pulau Beras

Basah, mampu mengembangkan SDM yang memiliki moral

peduli lingkungan maka akan memberikan keuntungan

tersendiri bagi perusahaan seperti peningkatan citra

organisasi, produktivitas berkelanjutan dan keunggulan

kompetitif dalam persaingan dengan kompetitor lain.

Oleh karenanya, perusahaan memerlukan langkah

pengembangan SDM seperti pelatihan dan penyuluhan yang

tepat berkaitan dengan pelestarian lingkungan di

sekitar objek wisata Pulau Beras Basah.

Seluruh anggota organisasi harus memiliki

kompetensi dasar pelestarian lingkungan yang diperlukan

sesuai dengan area kerjanya. Pekerja lapangan harus

mampu mempertahankan kebersihan lingkungan dengan cara

mengawasi dan memberi penyuluhan kepada pengunjung agar

membuang sampah pada tempatnya. Pekerja di kantor mampu

menghemat penggunaan kertas dan tinta mesin cetak

sehingga limbah yang dihasilkan dapat diminimalisir.

40

Manajemen dapat menerapkan sistem manajemen ISO-14001

yang fokus pada pengawasan dan aktivitas pekerjaan

terhadap dampak lingkungan yang mungkin ditimbulkan

sehingga kelestarian area kerja dapat dipertahankan.

Pelaksanaan manajemen ISO-14001 tersebut hendaknya

menjadi indikator kunci kinerja (Key Performance Indicator,

KPI) tiap-tiap pekerja sehingga implementasinya dapat

dilakukan secara tertib dan menyeluruh. Indikator yang

bisa menjadi penilaian kinerja diantaranya adalah

ketertiban melaksanakan 5-R (Ringkas, Rapi, Resik,

Rawat, Rajin), keaktifan dalam mengikuti program

perusahaan yang terkait dengan pelestarian lingkungan,

perilaku dalam keseharian, serta inovasi atau ide yang

berkaitan dengan pelestarian lingkungan seperti

penghematan energi, pengurangan limbah atau efesiensi

produksi.

KPI tersebut dapat juga menjadi dasar dalam

menentukan insentif seperti kenaikan gaji atau bonus

tambahan, penghargaan seperti promosi atau tanda jasa

bagi pekerja yang senantiasa terlibat dan aktif dalam

penerapan konsep hijau sesuai arahan perusahaan.

41

Parameter tersebut pun dapat menjadi dasar dalam

pemberlakuan dis-insentif seperti pemotongan tunjangan

dan hukuman baik teguran maupun tertulis jika terjadi

pelanggaran terhadapnya. Pemberlakuan aturan-aturan

atau policy yang sedemikian akan membantu membentuk

moral pekerja baik karyawan maupun manajemen untuk

senantiasa bekerja dengan tetap memperhatikan dampak

dan kelestarian lingkungan kerja di sekitar objek

wisata Pulau Beras Basah.

3.2 Analisa Peluang & Strategi Usaha Berdasarkan

Faktor Eksternal

Pada kajian teori sebelumnya telah disebutkan bahwa

beberapa faktor eksternal yang dapat mempengaruhi objek

wisata adalah faktor politik dan pemerintahan, ekonomi,

serta pesaing (Restiyan, 2009). Dalam pembahasan ini

penulis akan menganalisa perubahan-perubahan yang

mungkin terjadi terhadap faktor eksternal objek wisata

Pulau Beras Basah terkait dengan rencana

pemberlakuannya kawasan pasar bebas ASEAN Economy

42

Community (AEC) pada tahun 2015 dan beberapa langkah

atau program strategis yang dapat dilakukan untuk

menghadapinya.

Gb. 3.8 Suasana di Keramaian Pesisir Pulau Beras Basah

3.2.1 Politik dan Pemerintahan

Salah satu kerangka utama yang termuat dalam

pedoman penerapan AEC 2015 adalah pemberlakuan ASEAN

sebagai pasar tunggal dan basis produksi internasional

dengan elemen aliran bebas barang, jasa, investasi,

tenaga kerja terdidik dan aliran modal yang bebas

(Depdagri, Menuju ASEAN Economic Community, 2010). Hal

ini membuat aliran modal, barang, jasa dan warga negara

antar anggota ASEAN menjadi semakin mudah. Kondisi ini

43

akan membuka kesempatan yang besar bagi pengembangan

objek wisata di Indonesia khususnya Pulau Beras Basah

yang menjadi fokus tulisan ini.

Pemerintah sebagai salah satu faktor eksternal yang

mempengaruhi objek wisata Pulau Beras Basah melalui

kebijakan dan peraturan yang dimilikinya dapat

merumuskan strategi tertentu dalam menghadapi AEC 2015

nanti. Strategi tersebut diantaranya adalah sebagai

berikut:

1. Pemerintah melalui Departemen Kebudayaan dan

Pariwisata dibantu Angkasa Pura Bandara

Sepinggan Balikpapan membuat suatu media

pariwisata atau Tourism Information Center (TIC) yang

membantu mempromosikan objek wisata Pulau Beras

Basah. Balikpapan dipilih sebagai pusat TIC

karena saat ini kota Balikpapanlah yang memiliki

Bandara Internasional terdekat dengan Bontang.

Kedepannya TIC bisa dibuka lagi di Samarinda

mengingat kota ini juga akan memiliki bandara

yang cukup besar.

44

2. Pemkot Bontang dapat membuat kebijakan untuk

menggalang dana investasi bagi pengembangan

Pariwisata Hijau Pulau Beras Basah dengan

memanfaatkan atau bekerjasama melalui program

Corporate Social Responsibility (CSR) dari perusahaan-

perusahaan yang ada di sekitar. Bontang

merupakan salah satu kota industri yang besar

dimana banyak perusahaan multinasional

didalamnya sehingga dana CSR yang dimiliki akan

cukup banyak membantu pengembangan objek wisata.

3. Pemkot Bontang dapat membentuk suatu kerjasama

pengelolaan objek wisata Pulau Beras Basah atau

kesepakatan yang menguntungkan dengan badan atau

instansi lain seperti perusahaan milik negara,

swasta, asing, perbankan dan investor lainnya.

Kerjasama tersebut dapat dilakukan dalam bentuk

perseoran terbatas atau pembagian saham yang

dikelola oleh sekelompok Board of Director (BOD)

agar mempunyai posisi yang lebih kuat dan

mempunyai jaringan yang lebih besar.

45

4. Pemkot Bontang melalui dinas terkait membuat

program penyuluhan dan pendayagunaan masyarakat

sekitar yang bertujuan untuk memberi pemahaman,

membuka peluang pekerjaan dan membantu

pengawasan lingkungan objek wisata Pulau Beras

Basah. Program yang dicanangkan dapat berupa

pelatihan kerajinan cinderamata, penyuluhan

pentingnya pelestarian lingkungan dan pemberian

modal usaha.

3.2.2 Ekonomi

Seperti yang disebutkan dalam AEC blueprint dimana

kawasan ASEAN akan menjadi satu pasar tunggal dengan

daya saing ekonomi tinggi dan integrasi penuh dengan

perekonomian global sehingga diharapkan pertumbuhan

ekonomi negara anggota ASEAN akan terus meningkat dan

setara dengan perekonomian negara-negara maju lainnya.

Seiring dengan meningkatnya perekonomian maka

kesejahteraan masyarakat pun akan meningkat sehingga

hal ini akan mendorong pemenuhan kebutuhan-kebutuhan

46

sekunder lainnya seperti pariwisata, rekreasi dan

hiburan (Winarno, 2004 dalam Restiyan, 2009).

Perubahan perilaku masyarakat tersebut akan

menciptakan pangsa pasar yang cukup besar terhadap

produk-produk pariwisata. Namun perlu diperhatikan juga

bahwa dengan tingkat ekonomi yang tinggi maka tingkat

kepuasan konsumen pun akan berada pada level yang

tinggi pula sehingga perlu dirumuskan strategi yang

tepat untuk mencapai tingkat produk yang dapat

diterima. Langkah strategis yang dapat dilakukan untuk

merebut dan memenuhi ekspektasi pasar adalah:

1. Membuka seluas-luasnya kesempatan investasi

karena birokrasi aliran modal akan dipermudah

saat penerapan pasar bebas AEC 2015. Investasi

tersebut tidak hanya ditawarkan pada perusahaan

swasta namun juga pada pemerintahan negara ASEAN

lainnya sehingga akan terbentuk aliansi positif

antar dua atau lebih negara dalam mengelola

objek wisata Pulau Beras Basah.

2. Mengoptimalkan infrastruktur perhubungan guna

mempermudah akses objek wisata Pulau Beras

47

Basah. Bontang telah memiliki sarana

transportasi yang cukup baik dalam hal

transportasi darat, laut, maupun udara namun

pemanfaatannya masih perlu dimaksimalkan.

Bandara PT. Badak belum menerima pesawat

komersil sehingga layanan maskapai hanya dari

perusahaan PT. Badak sendiri dan PT. PKT. Jika

bandara tersebut bisa dikomersilkan maka akan

mempermudah akses wisatawan luar pulau meunuju

Bontang.

3. Penggunaan media promosi internasional untuk

membantu menaikkan popularitas objek wisata

Pulau Beras Basah. Media promosi saat ini sudah

sangat berkembang terutama media elektronik yang

terkait dengan penggunaan internet. Pengelola

dapat membuat website sebagai media promosi karena

bisa diakses seluruh dunia, tentunya website harus

dapat dimengerti universal dengan cara

menggunakan bahasa inggris dan tampilan modern.

4. Mengikuti event-event tourism internasional guna

mempromosikan langsung pariwisata dan kebudayaan

48

dari Indonesia. Pengelola secara langsung aktif

dalam kegiatan promosi di negara tujuan pasar

dengan menyelenggarakan agenda atau event

promosi. Ini bisa dilakukan baik secara individu

perusahaan maupun bergabung dengan acara atau

program promosi kebudayaan dan pariwisata lain.

3.2.3 Pesaing

Pasar bebas AEC 2015 tidak hanya membuka kesempatan

pasar yang lebih besar bagi potensi ekonomi dalam

negeri, namun juga mendatangkan pesaing dan

meningkatkan kompetisi antar produk-produk yang

ditawarkan baik yang sejenis maupun yang berbeda

segmentasinya. Objek wisata Pulau Beras Basah harus

mampu bersaing dengan produk wisata lain terutama untuk

negara disekitar ASEAN yang sudah cukup populer saat

ini seperti Malaysia, Singapura dan Thailand. Adapun

program-program yang dapat diterapkan untuk memenangkan

persaingan dalam pasar bebas AEC 2015 adalah sebagai

berikut:

49

1. Menganalisa kekuatan dan kelemahan objek wisata

sejenis lainnya yang berada baik dalam negeri

maupun antar negara anggota ASEAN. Melalui data

riset tersebut pengelola dapat mencari strategi

yang tepat, melakukan modifikasi yang

diperlukan, mempertahankan dan meningkatkan

kekuatan internal yang mampu menjadi modal

persaingan. Metode ini disebut juga dengan

teknik Amati, Tiru, Modifikasi (ATM).

2. Meningkatkan efektifitas manajemen untuk

memperkuat daya saing melalui penerapan Total

Quality Management (TQM). Implementasi TQM melalui

beberapa konsep dasar seperti fokus terhadap

produk dan pelanggan dengan cara selalu

memperbaharui data-data survei produk dan

kepuasan, budaya organisasi berorientasi mutu

melalui penerapan standar ISO 9001, komunikasi

yang efektif melalui email atau rutinitas meeting,

serta manajemen berdasarkan data dan fakta dalam

hal perencanaan dan pengambilan keputusan.

50

3. Mengoptimalkan biaya pengelolaan objek wisata

melalui serangkaian kegiatan atau tindakan yang

efisien. Melalui penerapan konsep Pariwisata

Hijau diharapkan beban biaya dapat diminimalisir

dan kelestarian area objek wisata Pulau Beras

Basah dapat dipertahankan.

4. Menciptakan produk wisata yang sesuai dengan

harapan pengunjung. Langkah ini dapat dilakukan

tentunya melalui riset pemasaran yang tepat

sasaran, efektif, dan datanya reliable. Kualitas

dan kuantitas pelayanan yang memenuhi harapan

pengunjung harus dapat diberikan oleh pengelola

agar pengunjung yang datang tidak merasa kecewa.

Sarana-prasarana penunjang yang disediakan

tentunya harus sesuai dengan tema Pariwisata

Hijau Pulau Beras Basah yang telah dibahas

sebelumnya.

51

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan analisa dan pembahasan terhadap

permasalahan yang menjadi pokok bahasan dalam tulisan

ini yaitu mengenai bagaimana metode penerapan atau

implementasi konsep hijau yang terkait dengan Green

Building, Product dan Human Resources dalam pengembangan

potensi wisata Pulau Beras Basah serta perumusan

52

strategi yang dapat dilakukan untuk mengembangkan

potensi wisata Pulau Beras Basah yang berkaitan dengan

faktor eksternal yang dimiliki yaitu penerapan kawasan

pasar bebas ASEAN Economy Community (AEC) 2015 maka

penulis dapat mengambil beberapa kesimpulan yang dapat

diterapkan oleh pihak pengelola untuk mengembangkan

potensi objek wisata Pulau Beras Basah.

Penerapan tema Pariwisata Hijau pada objek wisata

Pulau Beras Basah dapat dilakukan dengan

mengkombinasikan konsep Bangunan Ramah Lingkungan,

Produksi Bersih dan Sumber Daya Manusia yang berwawasan

lingkungan. Bangunan ramah lingkungan pada dasarnya

adalah konstruksi baik berupa bangunan hunian maupun

infrastruktur yang berbahan material terbarukan dan

tidak membahayakan kesehatan serta mampu menghemat

energi dan air, contohnya adalah bangunan kayu jati

sebagai tempat peristirahatan di Pulau Beras Basah yang

dilengkapi jendela yang cukup, ventilasi yang baik dan

bersumber listrik dari panel surya. Produksi bersih

dalam produk pariwisata ditekankan pada layanan dan

produk cinderamata yang menggunakan bahan mudah didaur

53

ulang dan pemanfaatan barang-barang bekas seperti sabut

dan batok kelapa yang memang banyak di area objek

wisata Pulau Beras Basah. Sedangkan yang dimaksud SDM

berwawasan lingkungan adalah seluruh anggota organisasi

pengelola objek wisata yang memiliki moral dan

kesadaran terhadap pelestarian lingkungan yang

tercermin dalam aktivitas pekerjaan dan indikator kunci

kinerja sehari-hari.

Adapun analisa strategi dan peluang usaha dalam

menghadapi penerapan pasar bebas AEC 2015 yang telah

dibahas sebelumnya fokus pada tiga faktor eksternal

yaitu politik atau pemerintahan, ekonomi dan pesaing.

Strategi untuk faktor politik dan pemerintahan

ditekankan pada peran serta pemerintah dalam membuat

kebijakan dan peraturan dalam hal membantu promosi

melalui Tourism Information Center, penggalangan dana atau

investasi dari dana CSR dan penyuluhan serta

pendayagunaan warga sekitar. Strategi pada faktor

ekonomi fokus pada metode-metode untuk mengenalkan

objek wisata Pulau Beras Basah secara internasional

melalui media elektronik dan presentasi langsung di

54

negara anggota ASEAN serta optimalisasi infrastruktur

transportasi udara yang sudah ada. Pentingnya promosi

ini dikarenakan prediksi peningkatan pangsa pasar yang

cukup besar yang disebabkan kestabilan kondisi dan

pertumbuhan ekonomi akibat penerapan AEC 2015.

Sedangkan strategi untuk faktor pesaing yang pasti akan

bermunculan ketika penerapan pasar bebas AEC 2015

menitikberatkan pada peningkatan dan pengembangan

potensi internal objek wisata Pulau Beras Basah melalui

tata pengelolaan yang baik dengan penerapan TQM,

efektifitas dan efisiensi untuk mencapai biaya optimum

serta studi banding ke objek wisata sejenis.

4.2 Saran

Berkaitan dengan penerapan tema Pariwisata Hijau

dan strategi dalam menghadapi pasar bebas AEC 2015,

saran penulis sebagai tindakan yang signifikan untuk

cepat dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Membentuk tim manajemen untuk mengelola objek

wisata Pulau Beras Basah. Tim tidak harus

55

berasal dari pemerintah setempat, namun gabungan

aliansi tertentu akan lebih baik.

2. Merencanakan dan mewujudkan konsep Pariwisata

Hijau melalui pembangunan infrastruktur di area

Pulau Beras Basah seperti dalam pembahasan

sebelumnya.

3. Meningkatkan sarana dan prasarana transportasi

untuk memudahkan akses ke Pulau Beras Basah.

4. Menggiatkan promosi terutama untuk didalam

negeri terlebih dahulu.

DAFTAR PUSTAKA

[BEA] Building Engineers Association. 2013. 4 Aspek Utama

Green Building. Jakarta: Menara Manna Mulia.

56

Butaru. 2011. Green Building A Sustainable Consept for Construction

Development in Indonesia. Jakarta.

Cherian, Jacob & Jacob, Jelly. 2012. A Study of Green HR

Practices and Its Effective Implementation in the Organization: A

Review. International Journal of Bussiness and

Management Vol. 7 No. 21.

[Depdagri] Departemen Perdagangan Republik Indonesia.

2010., Menuju ASEAN Economic Community 2015. Jakarta.

http://id.wikipedia.org/wiki/Produksi_bersih

http://opinikaltim.blogspot.com/2012/12/beras-basah-

tujuan-wisata-baru-di-kota-bontang/

http://www.menlh.go.id/penandatanganan-kerjasama-klh-

dan-kadin

http://www.wisatakaltim.com/tempat-wisata/pulauberas-

basah/

Nurif, Muchammad. 2006. Strategi Pengembangan Kawasan

Pariwisata dengan Pendekatan Marketing Places. Surabaya: ITS.

PT. PP (Persero) Tbk. 2011. Pembangunan Berwawasan

Lingkungan Untuk Kehidupan Yang Lebih Baik. Jakarta.

Restiyan, Reza. 2009. Analisis Kinerja Usaha Wana Wisata Kawah

Putih dan Strategi Pengembangannya. Bogor: IPB.

57

Shamsuddoha, Mohammad & Mohammed Alamgir. 2009.

Application of Green Product Concept in Bangladesh. Bangladesh:

University of Chittagong.

58