BAB II - PROPOSAL

22
6 UNIVERSITAS PANCASILA FAKULTAS FARMASI PROPOSAL SKRIPSI UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN UJI TOKSISITAS PADA EKSTRAK KENTAL DAN KERING ETANOL BERBAGAI KONSENTRASI DARI DAUN KELADI TIKUS (Typhonium flagelliforme LODD) Diajukan oleh: Erma Wanda Mundari NPM : 2010210090 UNIVERSITAS PANCASILA FAKULTAS FARMASI JAKARTA Oktober 2013

Transcript of BAB II - PROPOSAL

6

UNIVERSITAS PANCASILA

FAKULTAS FARMASI

PROPOSAL SKRIPSI

UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN UJI

TOKSISITAS PADA EKSTRAK KENTAL DAN

KERING ETANOL BERBAGAI KONSENTRASI DARI

DAUN KELADI TIKUS (Typhonium flagelliforme LODD)

Diajukan oleh:

Erma Wanda Mundari

NPM : 2010210090

UNIVERSITAS PANCASILA

FAKULTAS FARMASI

JAKARTA

Oktober 2013

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Botani

1. Klasifikasi tanaman

Nama Latin : Typhonium flagelliforme (Lodd.) Blume

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Magnoliophytina

Kelas : Liliaceae/Monocotyledone

Bangsa : Arales

Suku : Araceae

Marga : Typhonium

Spesies : Typhonium flagelliforme (Lodd.) Blume

2. Sinonim

Typhonium divaricatum (Lodd.) Blume

3. Nama Umum

Keladi tikus, Rodent tuber (1,17,18)

Gambar II.1. Typhonium flagelliforme

8

4. Nama daerah

Melayu : Bira kecil, Daun panta susu, Kalamoyang

Sunda : Ileus, Ki babi

Jawa : Tringgiling mentik

Ternate : Gofu sepa

5. Nama asing

Inggris : Rodent tuber

Cina : Sek su (1,10)

6. Deskripsi botani

Habitu : Tanaman keladi tikus ini berupa herba dengan tinggi

10 – 45 cm, tanpa ada batang diatas tanah, tumbuh

berumpun diantara rumput-rumput liar, tanaman ini

menyukai tanah yang gembur, lembab serta teduh.

Batang : Batang daunnya berwarna hijau keputihan.

Daun : Berwarna hijau halus, sedangkan ujung daun

berbentuk ujung anak panah yang membesar.

Bunga : Bunga keladi tikus ini berkelompok, bunganya

menyerupai tikus beserta ekor panjangnya pada

waktu mekar berwarna putih.

Akar : Melebar seperti umbi (tuber), berwarna putih (1,

17,18).

7. Ekologi dan penyebaran

Di Jawa tumbuhan mulai dari dataran rendah hingga lebih kurang 1000

m di atas permukaan laut ditempat terbuka (terkena sinar matahari)

maupun ditempat yang agak rindang dan tidak begitu kering (1,18).

8. Budidaya

Memperbanyak tanaman dengan menggunakan umbil pemeliharaan

tanaman dengan penyiraman atau menjaga kelembaban tanaman dan

pemupukan, terutama pupuk dasar. Tanaman ini menghendaki tempat

yang sedikit naungan (1,17).

9

9. Kandungan kimia

Menurut pustaka, kandungan kimia dari tanaman keladi tikus berupa

fitol, asam heksadekanoat, asam oktadekanoat, koniferin, beta-sitosterol,

beta-daukosterol, serebrosida, asam laurat, asam kaprat, terpenoid,

stigmasterol, pavetannin dan prosianidin B2 atau B5 (17,19).

10. Khasiat dan kegunaan

Seluruh bagian tanaman dapat dimanfaatkan untuk mengobati penyakit.

Tanaman ini sebaiknya digunakan dalam bentuk segar, diolah menjadi

jus (sari buah), dan langsung diminum setelah diolah. Beberapa penyakit

yang dapat diobati dengan keladi tikus diantaranya sebagai berikut:

borok, luka dan koreng, frambusia, kanker: payudara, tulang,

tenggorokan, otak, paru-paru, usus besar, rektum, lever, prostat, ginjal,

limpa, leukemia, empedu dan pankreas, menetralisir racun narkoba serta

ekstrak air dan alkhohol mempunyai efek mencegah batuk,

menghilangkan dahak, analgesik, bersifat sedatif dan anti inflamasi

(1,20,21).

11. Bagian tanaman yang digunakan

Hampir seluruh bagian tanaman seperti umbi, daun, batang dan getah

(17,18,20)

B. Ekstraksi

1. Definisi Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut

sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair.

Simplisia yang diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan

senyawa yang tidak dapat larut, kemudian semua atau hampir semua pelarut

diuapkan hingga ekstrak menjadi kental. Struktur kimia yang berbeda-beda

akan mempengaruhi kelarutan dan stabilitas senyawa tersebut terhadap

pemanasan, udara, cahaya, logam berat, dan derajat keasaman.

Dengan diketahuinya senyawa aktif yang terkandung simplisia akan

mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat. Ekstraksi

10

dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: kondisi atau keadaan bahan

yang diekstraksi, ukuran partikel bahan, suhu, tekanan, jenis cairan penyari

serta peralatan ekstraksi. Semua faktor tersebut harus diperhatikan agar hasil

ekstraksi yang didapat sesuai dengan yang diinginkan (22).

2. Definisi Ekstrak Kental dan Kering

Ekstrak kental adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi

senyawa aktif dari simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut yang

sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau

serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang

telah ditetapkan (22).

Ekstrak kering adalah sediaan yang diperoleh dengan cara pemekatan dan

pengeringan ekstrak cair sampai mencapai konsentrasi yang diinginkan

menurut cara-cara yang memenuhi syarat dan ketentuan. Pengaturan biasanya

dilakukan berdasarkan kandungan bahan aktif dengan cara penambahan

bahan inert. Ekstrak kering biasanya sangat higroskopis. Oleh sebab itu, harus

digerus dan dicampur di bawah kondisi kelembaban udara seminimal

mungkin. Produk antara dan produk akhir harus disimpan dalam keadaan

kering. Jadi, harus diperhatikan pengemasan serta penyimpanannya (23).

3. Metode Ekstraksi

Beberapa metode ekstraksi yang sering digunakan untuk memperoleh ekstrak

diantaranya sebagai berikut (22):

a. Cara dingin

1) Maserasi

Maserasi adalah proses ekstraksi simplisia menggunakan pelarut

dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur

ruangan.

2) Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai

proses ekstraksi sempurna (exhaust extraction) yang umumnya

dilakukan pada suhu ruangan.

11

b. Cara panas

1) Refluks

Refluks adalah ekstraksi menggunakan pelarut pada titik didihnya

selama waktu tertentu dengan jumlah pelarut yang terbatas yang

relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

2) Soxhletasi

Soxhletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru,

umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi

kontinyu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya

pendingin balik.

3) Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik yaitu ekstraksi dengan pengadukan

kontinyu pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur 400-50

0C.

4) Infus

Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur tangas air

(bejana infus tercelup dalam tangas air mendidih, temperatur terukur

960-98

0C) selama waktu tertentu (15-20 menit).

5) Dekok

Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (>30 menit) dan

temperatur sampai titik didih air.

4. Jenis Ekstrak

a. Ekstrak cair

Ekstrak cair merupakan sediaan cair. Namun ekstrak cair lebih padat.

b. Ekstrak kental

Ekstrak diperoleh dari ekstrak cair yang diuapkan larutan penyarinya

secara hati-hati

c. Ekstrak kering

Ekstrak kering adalah ekstrak tanaman yang diperoleh secara

pemekatan dan pengeringan ekstrak cair di bawah kondisi lemah

(temperatur dan tekanan rendah). Ekstrak kering mempunyai kadar air

yang tidak lebih dari 5% (23,24).

12

d. Tingtur

Tingtur adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara maserasi atau

perkolasi simplisia. Sediaan ini merupakan ekstrak yang dibuat dari

simplisia tanaman obat dengan penyari berbagai konsentrasi etanol

dengan bahan tambahan sedemikian rupa. Satu bagian simplisia disari

dengan 2-10 bagian menstruum.

C. Metode Pengeringan

Pengeringan adalah usaha yang dilakukan untuk mengurangi kadar air yang

ada dalam bahan dengan menggunakan panas dan dilakukan dengan cara

memindahkan cairan dari permukaan ke dalam fase upa yang belum jenuh

(25).

1. Kegunaan pengeringan

a. Daya simpan bahan lebih lama karena kadar air dalam bahan relatif

rendah sehingga kerusakan enzim maupun mikroorganisme dapat

ditekan.

b. Menghasilkan produk yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi.

c. Mempermudah distribusi karena umumnya bahan yang telah

dikeringkan mempunyai berat yang lebih ringan dan bentuk yang

lebih ringkas (25).

2. Jenis Pengeringan

a. Pengeringan di bawah sinar matahari dan di tempat teduh

Bahan disebarkan rata di atas nampan, lemari atau kotak kemudian

dikeringkan dengan udara atau dengan mengeringkannya di tempat

yang teduh, misalnya pengeringan tumbuhan obat.

b. Pengeringan dengan sinar infra merah

Pengeringan dengan sinar infra merah sangat menguntungkan,

keberhasilannya telah dikenal dalam skala teknik yang lebih besar.

Pada proses pengeringan bahan yang mengandung air dengan panas

penyinaran akan diperolah kondisi yang ideal. Energi dalam jumlah

besar dapat menembus sampai mendekati bidang dasar sehingga

13

absorbsi inframerah berlangsung di dalam seluruh lapisan yang

dikeringkan.

c. Pengeringan dengan bahan pengering

Pengeringan bahan dengan kualitas kecil digunakan esikator yang

berisikan bahan pengering, umumnya digunakan silika gel terutama

silika biru. Bahan yang akan dikeringkan diletakkan dalam lapisan

setipis mungkin pada perlengkapan desikator yang sesuai.

d. Lemari pengering

Pengeringan pada suhu tinggi digunakan lemari pengering yang

memiliki alat pengukur suhu. Dimana udara panas akan bergerak ke

ruang sebelah dalam di atas nampan berisi bahan yang akan

dikeringkan. Bahan yang peka terhadap suhu sering kali mengalami

kerusakan akibat panas yang digunakan juga dapat menyebabkan sifat

senyawa mudah teroksidasi.

e. Pengeringan di dalam kanal, drum dan silinder pejal

Industri besar menggunakan proses pengeringan yang berlangsung

secara kontinu dengan cara bahan basah diserakkan di atas nampan,

bergerak maju secara mekanis melintasi kanal yang dipanaskan

dengan uap, air panas, atau udara kemudian bahan setelah kering

diambil bagian ujung kanal lainnya.

f. Freeze drying atau pengering beku

Freeze drying ditujukan untuk membebaskan bahan obat termolabil

dari air. Prinsip dasar pengeringan beku adalah bahwa air dalam

kondisi membeku masih memiliki tekanan uap, kemudian dapat

dihilangkan dari sistem melalui cara sublimasi dimana akan terjadi

sesuatu perubahan langsung dari fase padat tanpa melalui fase cair

menjadi fase bentuk gas. Metode ini khususnya untuk mengeringkan

antibiotika, vitamin, hormon, plasma, darah, serum, bagian tumbuhan

yang peka terhadap panas.

14

g. Pengeringan melalui frekuensi tinggi

Obat yang akan dikeringkan pada sebuah bidang ganti kondensor

elektris, dimana terjadi aliran geser elektris di dalam bahan yang akan

dikerjakan dan secara teratur akan dipanaskan.

h. Pengeringan semprot

Pengeringan semprot dapat digunakan untuk mengeringkan bahan

yang peka terhadap panas atau oksidasi tanpa merusak bahan tersebut,

meskipun menggunakan udara bertemperatur tinggi. Pengeringan

semprot memungkinkan suatu pengeringan yang sangat singkat hanya

dalam beberapa detik dengan menyemburkan cairan sampai larutan

sejenia pasta dan bahan basah dalam bentuk tetesan halus ke dalam

aliran udara panas. Bahan akan membentuk serpihan yang dalam

waktu sedetik berubah menjadi serbuk halus dan kemudian dalam

ruang khusus untuk diambil dan dipergunakan.

3. Pengeringan semprot (Spray drying)

Pengeringan semprot merupakan alat pengering yang menggunakan

medium pemanas berupa udara kering dan alat ini sering kali digunakan

untuk membuat produk bubuk atau instan. Cairan terdispersi sebagai

tetesan halus ke dalam suatu gerak aliran dari gas panas, yang mana

cairan akan segera menguap sebelum mencapai dinding ruang kering.

Produk mengering menjadi serbuk halus yang dibawa oleh aliran gas dan

gaya berat ke dalam suatu sistem pengumpul (14).

Keuntungan metode pengeringan semprot:

a. Proses pengeringan dapat berjalan secara sinambung

b. Operasi alat dapat secara otomatis

c. Cocok untuk mengeringkan bahan yang sensitive terhadap panas,

maupun bahan yang tahan panas.

15

Kerugian dari metode pengeringan semprot

a. Peralatan yang digunakan membutuhkan tempat yang luas dan

memerlukan peralatan tambahan yang mahal, seperti pemanas,

pemisah dan lain-lain. Pada instalasi besar, ruang pengeringannya saja

dapat mencapai tinggi 15 m dengan diameter 6 m.

b. Biaya investasi alat yang cukup tinggi. (14)

Tahapan yang terjadi pada proses pengeringan dengan spray drying dapat

dibagi menjadi:

a. Pengkabutan (atomization) adalah proses untuk merubah bahan yang

semula cair atau pasta menjadi tetes-tetes kecil (droplet).

b. Kontaknya antara tetes bahan dengan medium pemanas (udara panas)

yang terjadi di dalam ruang pengering (drying chamber).

c. Penguapan air dari bahan sampai diperoleh kandungan air sesuai

dengan yang diinginkan. Kecepatan penguapan dipengaruhi oleh

komposisi bahan utama total padatan bahan, semakin tinggi total

padatan bahan, semakin cepat proses penguapan berlangsung.

d. Pengambilan produk dari alat

Untuk menjamin produk yang diperoleh bersih dan tidak

terkontaminasi oleh kotoran, maka pada saluran udara masuk dipasang

filter atau penyaring dan alat terbuat dari bahan yang memenuhi syarat

sanitasi. Hasil penyaringan setelah keluar dari alat kemudian

ditampung dan dipisahkan lewat separator (14).

Umumnya produk yang dihasilkan berbentuk bola-bola berongga (20-

200µm) dan menunjukkan kelarutan yang cepat. Pengeringan ini

umumnya dilakukan untuk bahan-bahan yang peka seperti hormon-

hormon, enzim, vitamin, glikosida, bahan obat yang bersifat polimorf,

pengeringan semprot merupakan metode yang dipilih (26).

16

D. Radikal Bebas

1. Radikal Bebas

Radikal bebas adalah molekul yang memilki elektron yang tidak

berpasangan pada orbital terluarnya dan dapat berdiri sendiri (27). Dalam

jumlah yang normal radikal bebas penting untuk fungsi biologis, seperti

sel darah putih yang menghasilkan H2O2 untuk membunuh beberapa jenis

bakteri dan jamur serta pengaturan pertumbuhan sel, namun radikal bebas

tersebut tidak menyerang sasaran secara spesifik, sehingga ia juga akan

menyerang asam lemak tidak jenuh ganda dari membran sel, organel sel,

atau DNA, sehingga dapat menyebabkan kerusakan struktur dan fungsi

sel (28). Namun tubuh diperlengkapi oleh seperangkat sistem pertahanan

untuk menangkal serangan radikal bebas atau oksidan sehingga dapat

membatasi kerusakan yang diakibatkan oleh radikal bebas. Sistem

pertahanan antioksidan ini antara lain adalah enzim Superoxide

Dismutase (SOD) yang terdapat di mitokondria dan sitosol, Glutathione

Peroxidase (GPX), Gluthathione Reductase, dan catalase. Selain itu

terdapat juga sistem pertahanan atau antikosidan berupa mikronutrien

yaitu ß-karoten, vitamin C dan vitamin E (28). Sistem pertahanan ini

bekerja dengan beberapa cara antara lain berinteraksi langsung dengan

radikal bebas, oksidan atau oksigen tunggal, mencegah pembentukan

senyawa oksigen reaktif, atau mengubah senyawa reaktif menjadi kurang

reaktif (18). Namun dalam keadaan tertentu, pada saat tubuh terlalu

banyak terpapar radikal bebas akibat meningkatnya kadar polutan di

udara sehingga sistem kekebalan tubuh tidak mampu menetralisir radikal

bebas tersebut maka tubuh akan mengalami kondisi stres oksidatif (29).

Selain akibat paparan polutan, radikal bebas dapat terbentuk selama dan

setelah latihan oleh otot yang berkontraksi serta jaringan yang mengalami

iskemik-perfusi (29).

Radikal bebas yang menarik perhatian dari sudut medis adalah radikal

hidroksil (-OH) dan radikal superoksida yang terdiri atas ikatan dua atom

oksigen (O2) dengan satu elektron yang tidak berpasangan karena reaksi

17

dari dua jenis radikal bebas ini berlangsung cepat dan sangat merusak

pada jaringan. Akan tetapi, radikal bebas hidroksil biasanya tidak terjadi

pada sistem yang hidup karena kuatnya ikatan antara atom-atom hidrogen

dan oksigen di dalam molekul air. Apabila seseorang terpajan radiasi

ionisasi, ikatan ini dapat dipecah oleh radiasi sehingga terbentuk radikal

hidroksil. Proses tersebut mendasari penyakit radiasi yang mengakibatkan

kerusakan yang mengerikan, sering kali mematikan, yang terjadi pada

orang-orang yang terkena radiasi dalam dosis besar. Jika radikal hidroksil

menyerang DNA, reaksi berantai terjadi di sepanjang molekul DNA dan

menimbulkan kerusakan serta mutasi pada bahan genetik. Reaksi berantai

ini bahkan bisa menyebabkan putusnya tali DNA. Tubuh memang akan

berusaha sebaik mungkin untuk memperbaiki kerusakan ini dengan

proses replikasi perbaikan DNA yang alami, tetapi perbaikan yang tidak

sempurna akan menghasilkan DNA yang telah berubah dan bisa

menimbulkan kanker (30).

Selain radikal hidroksil, radikal bebas yang berbahaya adalah radikal

superoksida yang dapat mudah terbentuk akibat dari proses penyakit,

racun, obat-obatan, logam,asap rokok, panas, polutan, kekurangan

oksigen bahkan cahaya matahari.

2. Radikal Bebas DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil)

a. Struktur kimia

1) Rumus bangun

N

N

NO2

NO2

NO2

Gambar II.2. Rumus bangun DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil)

18

b. Sifat fisika-kimia

Pemerian : Kristal prisma besar berwarna ungu gelap

Kelarutan : mudah larut dalam etanol dan metanol

c. Mekanisme

Reaksi penangkapan hidrogen dari antioksidan oleh radikal bebas

DPPH (warna ungu) dan diubah menjadi 1,1-difenil-2-pikrihidrazin

(warna kuning) yang kemudian diukur intensitasnya pada panjang

gelombang 515 nm (31).

N

N

NO2

NO2

NO2+ A H

N

N H

NO2NO2

NO2

E. Antioksidan

Antioksidan adalah bahan yang dapat menghambat atau mencegah

keruntuhan, kerusakan atau kehancuran akibat reaksi oksidasi yang berlebih

sehingga membentuk radikal bebas (30). Antioksidan merupakan inhibitor

penting dalam tubuh yang bermanfaat untuk mencegah reaksi oksidasi yang

timbul oleh radikal bebas baik berasal dari metabolisme tubuh maupun faktor

eksternal lainnya.(32)

Mekanisme kerja antioksidan secara umum menghambat oksidasi substrat

yang terjadi dalam tiga tahap utama, yaitu inisiasi, propagasi, dan terminasi

(32). Tahap inisiasi terjadi pembentukan radikal substrat, yaitu turunan

substrat yang bersifat tidak stabil dan sangat reaktif akibat hilangnya satu

atom H. Radikal substrat akan bereaksi dengan oksigen membentuk radikal

Gambar II.3. Reaksi penangkapan hidrogen dari antioksidan oleh radikal bebas

19

peroksi pada tahap propagasi. Radikal peroksi lebih lanjut menyerang substrat

menghasilkan hidroperoksida dan radikal substrat baru.

Reaksi Inisiasi:

Reaksi inisiasi, yaitu senyawa lipid yang diserang oleh radikal bebas dengan

cara mengambil atau memberikan satu elektron bebas tidak berpasangan

sehingga terbentuk senyawa radikal baru (32).

Reaksi Propagasi

Propagasi, yaitu senyawa radikal yang baru terbentuk menyerang molekul

lipid lain dan di dalamnya membentuk senyawa radikal peroksil dan

menyebabkan suatu reaksi berantai. Senyawa radikal peroksil bersama atom

hidrogen dari rantai karbon lain membentuk peroksida dan radikal bebas

baru.(32)

Reaksi Terminasi

Reaksi terminasi, yaitu peristiwa penstabilan senyawa radikal dengan ikatan

rantai samping asam lemak antara 2 senyawa radikal lipid membentuk

senyawa yang tidak radikal. (32)

ROO*

+ ROO* ROOR+ O2

ROO* + R

* ROOR

ROO* + RH

ROOH + R

*

R* + O2 ROO

*

RH R*

+ H*

20

Berdasarkan mekanisme kerjanya , antioksidan digolongkan menjadi 3

kelompok (33,34,35):

1. Antioksidan Primer

Antioksidan primer meliputi enzim superoksida dismutase (SOD),

katalase, dan glutation peroksidase (GSHPx). Antioksidan primer disebut

juga antioksidan enzimatis. Suatu senyawa disebut antioksidan primer,

apabila dapat memberikan atom hidrogen secara cepat kepada senyawa

radikal, kemudian radikal antioksidan yang terbentuk segera berubah

menjadi senyawa yang lebih stabil.

Sebagai antioksidan, enzim-enzim tersebut menghambat pembentukan

radikal bebas, dengan cara memutus reaksi berantai (polimerisasi),

kemudian mengubahnya menjadi produk yang lebih stabil. Antioksidan

dalam kelompok ini disebut chain-breaking-antioxidant.

2. Antioksidan Sekunder

Antioksidan sekunder disebut juga antioksidan eksogenus atau non

enzimatis. Antioksidan dalam kelompok ini juga disebut sistem

pertahanan preparatif. sistem pertahanan tersebut akan terbentuk senyawa

eksogen reaktif yang dihambat dengan cara pengkelatan metal, atau

dirusak pembentukannya. Kerja sistem antioksidan non enzimatik, yaitu

dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai dari radikal bebas atau

dengan cara menangkapnya. Akibatnya, radikal bebas tidak akan bereaksi

dengan komponen seluler.

Antioksidan sekunder meliputi vitamin E, vitamin C, beta karoten,

flavonoid, asam urat, bilirubin, dan albumin. Asam lipoat yang ditemukan

dalam kentang, wortel, brokoli, kapang, dan daging juga bersifat

antioksidan. Vitamin C dan karatenoid banyak terdapat dalam sayuran

dan buah-buahan.

21

3. Antioksidan tersier

Kelompok antioksidan tersier meliputi sistem enzim DNA-repair dan

metionin sulfoksida reduktase. Enzim-enzim ini berfungsi dalam

perbaikan biomolekuler yang rusak akibat reaktivitas radikal bebas.

F. Uji Aktivitas Antioksidan dengan Metode DPPH

Uji aktivitas antioksidan merupakan uji yang dilakukan untuk menentukan

keaktifan suatu senyawa dalam menghambat radikal bebas.

Aktivitas antioksidan tidak dapat diukur secara langsung, melainkan

melalui efek antioksidan dalam mengontrol proses oksidasi. Setiap metode

memiliki mekanisme yang berbeda, sesuai dengan kandungan senyawa

antioksidannya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

peredaman radika bebas DPPH. DPPH (α,α-diphenyl-ß-picrylhidrazyl)

merupakan radikal bebas yang stabil dalam larutan berair atau metanol dan

memiliki warna ungu yang ditunjukkan oleh pita absorbsi dalam pelarut

metanol pada panjang gelombang 515-520 nm. DPPH bersifat peka terhadap

cahaya, oksigen, dan pH. Bentuk radikal DPPH merupakan bentuk stabil

sehingga mungkin dilakukan pengukuran aktivitas antioksidan yang cukup

akurat. DPPH dapat menangkap atom hidrogen dari komponen ekstrak yang

dicampurkan, kemudian bereaksi menjadi bentuk tereduksinya dan ditandai

dengan berkurangnya intensitas warna ungu larutan DPPH (32). Prinsip

reaksi dari metode ini adalah penangkapan hidrogen dari antioksidan oleh

radikal bebas DPPH.

Aktivitas antioksidan dari ekstrak terhadap radikal bebas DPPH diukur

menurut metode Blois (1958) dan Molyneux (2004), perubahan serapan yang

dihasilkan dalam reaksi ini digunakan untuk mengevaluasi kandungan

antioksidan dalam ekstrak (36).

22

Pola distribusi antioksidan dalam ekstrak yang diuji, dapat dinyatakan

sebagai berikut (37):

INTENSITAS NILAI IC50

Sangat Aktif < 50 ppm

Aktif 50-100 ppm

Sedang 101-250 ppm

Lemah 250-500 ppm

Kemampuan suatu senyawa untuk menangkap radikal bebas dinyatakan

dalam nilai IC50 (Inhibitor Concentration 50%). IC50 adalah besarnya

konsentrasi senyawa uji yang dapat menangkap radikal bebas sebesar 50%.

Nilai IC50 diperoleh dengan menggunakan persamaan regresi linier yang

menyatakan hubungan antara konsentrasi senyawa uji dengan aktivitas

penangkap radikal rata-rata. Semakin kecil nilai IC50 maka senyawa uji

tersebut mempunyai keefektifan sebagai penangkal radikal bebas yang lebih

baik (38).

G. Uji Toksisitas dengan Metode BSLT (Brine Shrimp Letality Test)

Senyawa Bioaktif hampir selalu toksik pada dosis tinggi. Oleh karena itu,

daya bunuh in vivo dari senyawa terhadap organisme hewan dapat digunakan

untuk menapis ekstrak tumbuhan yang mempunyai bioaktivitas dan juga

untuk memonitor fraksi bioaktif selama fraksinasi dan pemurnian (39).

Salah satu organisme yang sangat sesuai untuk hewan uji tersebut adalah

brine shrimp (udang laut). Udang laut yang digunakan adalah Artemia salina

Leach. Artemia salina Leach adalah sejenis udang air asin. Telurnya

merupakan makanan ikan tropis, telur ini dapat bertahan selama bertahun-

tahun dalam keadaan kering. Jika dimasukkan dalam larutan air laut, telur-

telur akan menetas dalam waktu 48 jam dan menghasilkan sejumlah nauplii.

Nauplii Arteia salina Leach ini dapat digunakan sebagai alat yang baik untuk

mendeteksi senyawa-senyawa yang memiliki aktivitas biologi (39).

Tabel II.1. Tingkat kekuatan antioksidan dengan metode DPPH

23

Keunggulan penggunaan udang Artemia salina Leach untuk uji BSLT

adalah sifatnya yang peka terhadap bahan uji, siklus hidup yang cepat, mudah

dibiakkan dan harganya yang murah (40).

Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) merupakan salah satu metode uji

toksisitas yang banyak digunakan dalam penelusuran senyawa bioaktif yang

bersifat toksik dari bahan alam. Metode ini dapat digunakan sebagai Bioassay

guided fractionation dari bahan alam karena mudah, cepat, murah dan cukup

reprodusibel. Beberapa senyawa bioaktif yang telah berhasil diisolasi dan

aktivitasnya dimonitor dengan BSLT menunjukkan adanya korelasi terhadap

suatu uji spesifik antikanker (41).

Penggunaan BSLT sebagai bioassay pertama kali dilaporkan oleh Tarpley

untuk menentukan keberadaan residu insektisida, menentukan senyawa

anestetik, serta menentukan tingkat toksisitas air laut. Selanjutnya Meyer dan

kawan-kawan menggunakan BSLT dalam penapisan senyawa-senyawa aktif

yang terdapat dalam ekstrak tanaman yang ditunjukkan sebagai toksisitas

terhadap larva Artemia salina Leach (41).

Metode BSLT untuk menentukan tingkat toksisitasnya ditentukan dengan

melihat harga LC50 yang dihitung berdasarkan analisis probit. LC50 adalah

konsentrasi senyawa yang memberikan tingkat mortalitas sebesar 50%.

Prinsip metode BSLT adalah menghitung jumlah larva yang mati pada

pengujian setelah 24 jam. Nilai presentasi kematian selanjutnya diolah

dengan Probit Analisis Ekstrak yang dirumuskan oleh Finney (1971) untuk

menentukan nilai LC50. Semakin kecil nilai LC50 maka semakin besar nilai

toksisitasnya. Menurut Meyer et.al (1982), uji bioaktivitas dengan

menggunakan larva udang Artemia salina Leach memiliki spektrum aktivitas

farmakologi, mudah dilakukan, sederhana, cepat dan tidak memerlukan biaya

yang terlalu besar dengan tingkat kepercayaan 95%. (16).

24

H. Spektrofotometri

Metode spektroskopi merupakan salah satu metode analisis yang berdasar

atas pengukuran radiasi elektromagnetis yang dihasilkan atau diabsorpsi oleh

suatu analit. Metode emisi menggunakan radiasi yang dikeluarkan/dihasilkan

pada saat analit mendapatkan energy panas maupun elektrik. Metode

fluoresensi juga berdasarkan radiasi yang diemisikan oleh analit yang mana

energi emisi dibangkitkan dengan cara memberikan energi radiasi

elektromagnetik dari suatu sumber cahaya kepada sampel yang bersangkutan.

Metode absorpsi (serapan) merupakan kebalikan dari metode emisi yaitu

berdasarkan penurunan radiasi elektromagnetik dari suatu sumber cahaya

sebagai akibat dari hasil interaksi dengan suatu analit (42).

Metode spektroskopi juga diklarifikasikan berdasar daerah spektrum dan

radiasi elektromagnetik. Daerah itu meliputi sinar-X, ultraviolet, cahaya

tampak, infra merah, gelombang mikro dan frekuensi radio. Menurut sejarah,

metode spektroskopi pada awalnya terbatas pada penggunaan radiasi cahaya

tampak dan atas dasar itu diberi istilah metode optic. Namun pada

perkembangan selanjutnya, penggunaan instrument yang sama dikembangkan

pada daerah radiasi ultraviolet dan inframerah, walaupun syaraf penglihatan

tak sensitive terhadap kedua radiasi tersebut (42).

1. Spektrofotometri ultraviolet dan cahaya tampak (UV-Vis)

Pada spektrofotometri ultraviolet dan cahaya tampak, pengukuran

serapan dilakukan pada daerah panjang gelombang ultraviolet (190 nm-

380 nm) dan pada daerah cahaya tampak (380 nm-780 nm). Pada

spektrofotometri ultraviolet dan cahaya tampak, energi yang diabsorbsi

oleh molekul dapat menyebabkan elektron tereksitasi yaitu berpindah ke

tingkat energi yang lebih tinggi.

Meskipun spektrum ultraviolet dan cahaya tampak tidak khas, tetapi

sangat cocok untuk penetapan kuantitatif dan untuk beberapa zat berguna

untuk identifikasi. Bagian molekul yang mengabsorpsi dalam daerah

ultraviolet dan cahaya tampak dinyatakan sebagai kromofor. Dalam satu

25

molekul dapat mengandung beberapa kromofor. Kromofor biasanya

merupakan bagian molekul yang mempunyai ikatan tidak jenuh

terkonjugasi dan ikatannya mengandung senyawa hetero atom seperti

nitrogen, oksigen dan elektron tak jenuh (42,43).

Skema instrumentasi spektrofotometer ultraviolet dan cahaya tampak

ditunjukan gambar II.4.

Gambar II.4. Skema spektrofotometer ultraviolet dan cahaya tampak

Keterangan :

1. Sumber cahaya

2. Monokromator

3. Sel

4. Detektor

5. Amplifier

6. Pencatat

Alat spektrofotometer ultraviolet dan cahaya tampak pada dasarnya

terdiri atas :

a. Sumber cahaya

Spektrofotometer serapan molekuler memerlukan sumber energi yang

bersifat kontinyu yang mempunyai energi relatif linear pada daerah

panjang gelombang yang diinginkan. Khusus pada spektrofotometer

UV-Vis masing-masing menggunakan lampu deuterium untuk cahaya

UV dan lampu tungsten untuk cahaya tampak.

1) Lampu deuterium (hidrogen)

Lampu deuterium dapat menghasilkan spektrum kontinyu

dalam daerah ultraviolet yang dihasilkan oleh eksitasi elektrik

dari deuterium atau hidrogen pada tekanan rendah. Lampu ini

menghasilkan spektrum kontinyu dalam daerah panjang

gelombang antara 180 – 375 nm.

1 2 3 4 5 6 7 8

26

2) Lampu tungsten

Sumber radiasi kontinyu yang umum digunakan pada daerah

tampak dan inframerah dekat adalah lampu pijar dari kawat

tungsten. Lampu ini dapat memberikan spektrum kontinyu

antara 320 – 2500 nm. Energi yang dipancarkan sangat

bervariasi sesuai dengan panjang gelombang yang digunakan.

b. Monokromotor

Monokromator merupakan peralatan optik yang berfungsi menseleksi

berkas radiasi dari sumber yang kontinyu dengan kemurnian spektra

yang sangat tinggi untuk panjang gelombang manapun. Alat ini dapat

diatur secara manual maupun secara otomatis sampai diperoleh pita

spektra yang diinginkan. Unsur terpenting dari suatu monokromator

adalah sistem celah dan unsur pendispersif.

c. Sel

Wadah untuk analit yang akan diukur serapannya dinamakan sel atau

kuvet, terbuat dari bahan yang transparan (tembus pandang) pada

daerah spektrum yang digunakan.

Kuvet yang ideal adalah kuvet yang mempunyai jendela yang

searah dengan cahaya agar dapat mengurangi kehilangan radiasi

karena efleksi. Kebanyak kuvet yang lazim digunakan mempunyai

panjang jalan optik dan faktor refleksi pada permukaan.

d. Detektor

Detektor merupakan suatu alat yang digunakan untuk mengubah

energi radiasi manjadi sinyal listrik. Tranduser merupakan tipe

detektor yang merubah berbagai sinyal seperti intensitas cahaya, pH

dan panas menjadi sinyal elektrik, sesudah itu dikuatkan, dimanipulasi

sedemikian hingga sinyal itu mudah terbaca dan jumlah

proposionalnya dengan radiasi yang mengenainya.

e. Amplifier

Amplifier merupakan alat untuk memperkuat sinyal listrik yang

ditangkap oleh detektor.

27

f. Pencatat

Pencatat atau rekorder berfungsi untuk merekam sinyal elektronis

yang dihasilkan oleh detektor menjadi bentuk yang dapat

diinterpretasikan (42).

I. Landasan Teori

Kanker merupakan penyakit degeneratif dengan jumlah penderita makin

meningkat dari tahun ke tahun. Kebutuhan pengobatan kanker sangat

dibutuhkan karena jumlah penderita yang meningkat, namun pengobatan

modern (kemoterapi) yang dipercaya saat ini memiliki efek samping yang

tidak sedikit, sehingga pasien kurang mendapatkan kesembuhan yang

optimal. Disamping itu, produksi obat konvensional yang sering mengalami

kesulitan bahan baku menbuat peneliti untuk meneliti bahan obat yang dapat

digunakan untuk pengobatan dengan efek samping rendah dan berefek sama

dengan obat konvensional. Indonesia yang merupakan negara agraris, kaya

dengan keanekaragaman hayati memberikan kesempatan pada peneliti untuk

menciptakan obat baru yang berasal dari bahan alam. Salah satunya yang

memiliki khasiat sebagai antikanker adalah tanaman keladi tikus (Thyponium

flagelliforme). Seperti yang diketahui salah satu pemicu kanker adalah

adanya radikal bebas dalam tubuh yang berlebih sehingga memicu

pertumbuhan sel yang abnormal. Oleh karena itu, dilakukan penelitian untuk

mengetahui aktivitas antioksidan menggunakan metode peredaman radikal

bebas DPPH dan uji toksisitas secara BSLT pada daun keladi tikus dengan

perbandingan berbagai konsentrasi pelarut etanol yang kemudian dilakukan

uji antioksidan DPPH dan toksisitas BSLT.

J. Hipotesis

Ada perbedaan tingkat aktivitas antioksidan dan toksisitas antara ekstrak

kental dan kering etanol daun keladi tikus.