ARTIKEL PLN DAN LEADERSHIP DAHLAN ISKAN

17
1 ARTIKEL PLN DAN LEADERSHIP DAHLAN ISKAN Artikel I http://www.pln.co.id PLN-e portal Warta PLN 27 August 2010 DAHLAN ISKAN : DUA TANGIS DAN RIBUAN TAWA Minggu lalu genap enam bulan saya menjadi CEO PLN. Ada yang bilang ''baru'' enam bulan. Ada yang bilang ''sudah'' enam bulan.Betapa relatifnya waktu...Selama enam bulan itu, saya dua kali sakit perut serius. Setengah hari saya tidak bisa bekerja, kecuali hanya tidur lemas di bilik di belakang ruang kerja Dirut PLN.Sebenarnya, saya harus mewaspadai sakit perut seperti itu melebihi sakit lainnya. Sebab, kata dokter, sakit perut merupakan tanda awal mulai bermasalahnya transplantasi hati yang saya lakukan tiga tahun lalu. Mungkin saja itu merupakan tanda awal bahwa hatinya orang lain yang sekarang saya pakai ini mulai ditolak oleh sistem tubuh saya. Begitulah kata dokter.Syukurlah, sakit perut itu cepat hilang tanpa saya harus minum obat. Saya memang tidak boleh sembarangan minum obat, khawatir berbenturan dengan obat transplan yang masih harus saya minum setiap hari.Tiba-tiba saja, ketika hari sudah berUbah siang, ketika rapat penting yang telanjur dijadwalkan tersebut harus dimulai, sakit itu sembuh sendiri... Selama enam bulan itu, seingat saya, belum pernah saya absen. Saya memang sudah berjanji kepada diri sendiri: Selama enam bulan pertama sebagai Dirut PLN, saya tidak akan mengurus apa pun kecuali listrik Tidak akan pergi ke mana pun kecuali urusan listrik. Tidak akan bicara apa pun kecuali soal listrik. Karena itu, kalau biasanya dulu setiap bulan saya bisa dua-tiga kali ke luar negeri, selama enam bulan di PLN ini, saya tidak ke mana-mana. Untuk itu, saya harus minta maaf kepada famili, teman dekat, dan pengurus berbagai organisasi yang saya ketuai. Selama enam bulan tersebut, saya tidak bisa menghadiri acara keluarga, pesta

Transcript of ARTIKEL PLN DAN LEADERSHIP DAHLAN ISKAN

1

ARTIKEL PLN DAN LEADERSHIP DAHLAN ISKAN

Artikel I

http://www.pln.co.id

PLN-e portal – Warta PLN

27 August 2010

DAHLAN ISKAN : DUA TANGIS DAN RIBUAN TAWA

Minggu lalu genap enam bulan saya menjadi CEO PLN. Ada yang bilang ''baru'' enam bulan.

Ada yang bilang ''sudah'' enam bulan.Betapa relatifnya waktu...Selama enam bulan itu, saya dua

kali sakit perut serius.

Setengah hari saya tidak bisa bekerja, kecuali hanya tidur lemas di bilik di belakang ruang kerja

Dirut PLN.Sebenarnya, saya harus mewaspadai sakit perut seperti itu melebihi sakit lainnya.

Sebab, kata dokter, sakit perut merupakan tanda awal mulai bermasalahnya transplantasi hati

yang saya lakukan tiga tahun lalu. Mungkin saja itu merupakan tanda awal bahwa hatinya orang

lain yang sekarang saya pakai ini mulai ditolak oleh sistem tubuh saya. Begitulah kata

dokter.Syukurlah, sakit perut itu cepat hilang tanpa saya harus minum obat. Saya memang tidak

boleh sembarangan minum obat, khawatir berbenturan dengan obat transplan yang masih harus

saya minum setiap hari.Tiba-tiba saja, ketika hari sudah berUbah siang, ketika rapat penting yang

telanjur dijadwalkan tersebut harus dimulai, sakit itu sembuh sendiri...Selama enam bulan itu,

seingat saya, belum pernah saya absen. Saya memang sudah berjanji kepada diri sendiri:

Selama enam bulan pertama sebagai Dirut PLN, saya tidak akan mengurus apa pun

kecuali listrik Tidak akan pergi ke mana pun kecuali urusan listrik. Tidak akan bicara apa

pun kecuali soal listrik. Karena itu, kalau biasanya dulu setiap bulan saya bisa dua-tiga kali ke

luar negeri, selama enam bulan di PLN ini, saya tidak ke mana-mana.

Untuk itu, saya harus minta maaf kepada famili, teman dekat, dan pengurus berbagai organisasi

yang saya ketuai. Selama enam bulan tersebut, saya tidak bisa menghadiri acara keluarga, pesta

2

perkawinan teman-teman dekat, dan bahkan selamatan boyongan rumah anak sendiri. Apalagi

rapat-rapat organisasi atau permintaan ceramah. Semua saya hindari.Saya memang masih tercatat

sebagai ketua umum persatuan perusahaan surat kabar se-Indonesia, ketua umum persatuan

barongsai Indonesia, persatuan olahraga bridge Indonesia, dan banyak lagi. Selama enam bulan

itu, tidak ada rapat yang bisa saya hadiri.Menjelang enam bulan di PLN, berat badan saya naik 3

kg! Oh, rupanya saya kurang gerak. Hanya dari mobil ke ruang rapat. Dan dari ruang rapat ke

mobil. Siang dan malam. Itu tentu tidak baik. Dokter yang tiga tahun lalu mentransplantasi hati

saya melarang badan saya terlalu gemuk. Dokter selalu mengingatkan, meski kelihatannya sehat,

status saya tetap saja sebagai orang sakit. Di samping harus terus minum obat, juga harus tetap

hati-hati.

Karena itu, menginjak bulan keenam, saya putuskan ini: berangkat kerja berjalan kaki

saja.Maka, setiap hari pukul 05.45 saya sudah berangkat kerja. Jalan kaki dari rumah

saya di dekat Pacific Place Semanggi, Jakarta, ke Kantor Pusat PLN di Jalan Trunojoyo,

seberang Mabes Polri itu. Berangkat sepagi itu bukan supaya dianggap sok rajin, tapi ingin

menghindari asap knalpot. Tidak ada gunanya berolahraga sambil menghirup CO2.Beruntung,

rute menuju kantor tersebut bisa ditempuh dengan menghantas jalan-jalan kecil yang sepi yang

kiri-kanannya penuh pohon-pohon nan merimbun. Pukul 06.30, ketika baru ada satu-dua

mikrolet mengasapi jalanan, saya (biasanya ditemani istri) tiba di kantor dengan keringat yang

bercucuran.Hasilnya: selama satu bulan itu, berat badan sudah turun 2 kg. Masih punya utang 1

kg lagi. Mula-mula, berjalan cepat selama 35 menit itu terasa berat. Jarak rumah-kantor tersebut

juga terasa sangat jauh. Tapi, kian lama menjadi kian biasa.

Bahkan, belakangan jarak itu terasa sedikit kurang jauh.Betapa relatifnya jarak...Enak juga sudah

di kantor pagi-pagi. Kini, menjadi pemandangan biasa pada pukul 07.00 sudah banyak orang

Jepang yang antre di ruang tamu. Demikian juga beberapa relasi PLN lainnya. Bahkan, seorang

perempuan yang merasa diperlakukan kejam oleh suaminya juga tahu jadwal saya ini: Sebelum

pukul 07.00, perempuan itu sudah menangis di lobi untuk mengadukan kelakuan suaminya. Lalu,

minta sangu untuk pulang karena uangnya tinggal pas-pasan untuk datang ke PLN itu tanpa tahu

harus bagaimana pulangnya. Suaminya, katanya, sangat-amat pelitnya.Betapa relatifnya

uang...Selama enam bulan itu, saya dua kali menangis. Sekali di ruang rapat dan sekali di Komisi

3

VII DPR RI. Kadang memang begitu sulit mencari jalan cepat untuk mengatasi persoalan.

Kadang sebuah batu terlalu sulit untuk dipecahkan.Tapi, tidak berarti hari-hari saya di PLN

adalah hari-hari yang sedih. Ribuan kali saya bisa tertawa lepas. Ruang rapat sering menjadi

tempat hiburan yang menyenangkan. Terutama ketika begitu banyak ide datang dari para peserta

rapat. Apalagi, sering juga ide tersebut dikemukakan dengan jenakanya.Di mana-mana, di

berbagai forum, saya selalu membanggakan kualitas personal PLN. Orang PLN itu rata-rata

cerdas-cerdas: tahu semua persoalan yang dihadapi perusahaan dan bahkan tahu juga bagaimana

cara menyelesaikannya. Yang tidak ada pada mereka adalah muara.Begitu banyak ide yang

mengalir, tapi sedikit yang bisa mencapai muara. Kalau toh ada, muara itu dangkal dan sempit.

Ide-ide brilian macet dan kandas. Kini, di ruang rapat tersebut, semua ide bisa mulai bermuara.

Bahkan, meminjam lagunya almarhum Gesang, bisa mengalir sampai jauh...Memang, ruang

rapat sebaiknya jangan penuh ketegangan. Orang-orang PLN itu siang-malam sudah mengurus

tegangan listrik. Jangan pula harus tegang di ruang rapat.

Ruang rapat harus jadi tempat apa saja: debat, baku ide, berbagi kue, dan saling ejek dengan

jenaka. Saya bangga ruang rapat PLN bukan lagi sebuah tempat biasa, tapi bisa menjadi

katalisator yang menyenangkan.Sebuah tempat memang bisa jadi apa saja bergantung yang

mengisinya.Betapa relatifnya tempat...Sedih, senang, ketawa, menangis, semua bergantung

suasana kejiwaan. Pemilik jiwa sendirilah yang mampu menyetel suasana kejiwaan masing-

masing. Mau dibuat sedih atau mau dibuat gembira. Mau menangis atau tertawa. Semua

bisa.Betapa relatifnya jiwa...Rasanya, selama enam bulan di PLN, saya juga belum pernah duduk

di kursi direktur utama. Saya sudah terbiasa bekerja tanpa meja. Puluhan tahun, sejak sebelum di

PLN. Setengah liar. Sebab, sebelum di PLN, saya hampir tidak pernah membaca surat

masuk.Jadi, memang tidak diperlukan sebuah meja. Semua surat masuk langsung didistribusikan

ke staf yang bertugas di bidangnya. Sebab, kalaupun surat itu ditujukan kepada saya, belum tentu

saya bisa menyelesaikannya.

Maka, untuk apa harus mampir ke meja saya kalau bisa langsung tertuju kepada yang lebih pas

menjawabnya?Kini, sebagai Dirut PLN, saya tidak boleh begitu. Saya harus menerima surat-

surat yang setumpuk itu untuk dibuatkan disposisinya. Inilah untuk kali pertama dalam hidup

saya harus membuat corat-coret di lembar disposisi. Apa yang harus saya tulis di situ? Saran?

4

Pendapat? Instruksi? Larangan? Harapan? Atau, beberapa kata yang hanya bersifat basa-basi -

sekadar untuk menunjukkan bahwa saya atasan mereka?Akhirnya, saya putuskan tidak

menuliskan apa-apa. Kecuali beberapa hal yang sangat jarang saja. Mengapa saya harus

memberikan arahan seolah-olah hanya saya yang tahu persoalan itu? Mengapa saya harus

memberikan instruksi seolah-olah tanpa instruksi itu mereka tidak tahu apa yang harus

diperbuat? Mengapa saya harus memberikan petunjuk seolah-olah saya itu pabrik

petunjuk?Maka, jangan heran kalau mayoritas lembar disposisi tersebut tidak ada tulisannya.

Paling hanya berisi paraf saya dan nama orang yang harus membaca surat itu. Saya sangat yakin,

tanpa disposisi satu kata pun, mereka tahu apa yang terbaik yang harus dilakukan.Bukankah

karyawan PLN itu umumnya lulusan terbaik ranking 1 sampai 10 dari universitas- universitas

terbaik negeri ini? Bukankah karyawan PLN itu, doktornya saja sudah 20 orang dan masternya

sudah 600 orang? Bukankah mereka sudah sangat berpengalaman -melebihi saya? Maka, saya

tidak ragu memberikan kebebasan yang lebih kepada mereka.Inilah sebuah proses lahirnya

kemerdekaan ide. Orang yang terlalu sering diberi arahan akan jadi bebek. Orang yang terlalu

sering diberi instruksi akan jadi besi. Orang yang terlalu sering diberi peringatan akan jadi

ketakutan.

Orang yang terlalu sering diberi pidato kelak hanya bisa minta petunjuk.

Saya harus sadar bahwa mayoritas warga PLN adalah lulusan terbaik dari universitas- universitas

terbaik. Mereka sudah memiliki semuanya: kecuali kemerdekaan ide itu. Kini saatnya barang

yang mahal tersebut diberikan kepada mereka. Saya sangat memercayai, jika seseorang diberi

kepercayaan, rasa tanggung jawabnya akan muncul. Kalau toh ada yang tidak seperti itu,

hanyalah pengecualian.Semua itu saya lakukan di meja rapat. Bukan di meja kerja direktur

utama. Karena itu, saya juga tidak pernah memanggil staf, misalnya, untuk menghadap duduk di

kursi di depan direktur utama. Kalau saya lakukan itu, perasaan saya tidak enak. Mungkin hanya

perasaan saja sebenarnya.Saya tidak tahu dari mana lahirnya perasaan tidak enak tersebut.

Mungkin karena dulu terlalu sering melihat Pak Harto di televisi dengan adegan seperti itu. Saya

takut merasa menjadi terlalu berkuasa di kantor ini.Kedudukan tentu tidak sama dengan tempat

duduk. Yang merasa berkuasa pun belum tentu bisa menguasainya. Yang punya kedudukan

belum tentu bisa duduk semestinya.Betapa relatifnya sebuah kekuasaan...Lalu, apa yang sudah

kita capai selama enam bulan ini?Ada yang bilang sudah sangat banyak: menanggulangi

5

pemadaman bergilir di seluruh Indonesia, menyelesaikan IPP terkendala yang sudah begitu lama,

mengatasi kacaunya tegangan listrik di berbagai wilayah (orang Aceh, Cianjur Selatan,

Tangerang, dan banyak lagi kini sudah bisa mengucapkan selamat tinggal tegangan 14! Sudah

bertahun-tahun tegangan listrik di Aceh hanya 14, sehingga sering redup dan merusak barang-

barang elektronik. Kini, di Aceh dan banyak wilayah itu, tegangan listriknya sudah normal,

sudah bisa 20).Tapi, banyak juga yang bilang, masih terlalu sedikit yang diperbuat. Bahkan, ada

yang bilang, termasuk seorang anggota DPR di komisi VI, bahwa direksi PLN yang baru

ternyata bisanya hanya menaikkan TDL. Tudingan tersebut tentu lucu karena bukankah yang

bisa menaikkan TDL itu hanya pemerintah bersama DPR? Bukankah direksi PLN itu, sesuai UU,

sama sekali tidak punya wewenang menaikkan atau menurunkan TDL?Betapa relatifnya

kepuasan...(Sebulan sekali, CEO PLN menulis surat kepada seluruh karyawan PLN. Inilah cara

Dahlan Iskan untuk memotivasi dan berkomunikasi langsung dengan seluruh

karyawannya. Surat itu diberi nama CEO's Note. Tujuannya, seluruh karyawan PLN yang

lebih dari 40.000 orang itu bisa langsung membaca jalan pikiran dan keinginan pimpinan

puncak perusahaan. Setiap kali CEO's Note terbit, banyak tanggapan dari karyawan

melalui forum e-mail perusahaan. Artikel ini adalah CEO's Note edisi ke-6 bulan Juli 2010).*)

Dahlan Iskan, CEO PLN

6

Artikel II

KORANDO – Koran Anak Indonesia

100 Pejabat Publik Indonesia Layak Jadi “Inspiring Leadership ” 2011 Versi Korando

http://mediaanakindonesia.wordpress.com/2011/11/06/100-pejabat-publik-indonesia-layak-jadi-

inspiring-leadership-2011-versi-korando/

Pilihan pada posisi ke dua Pejabat Publik Indonesia Layak Jadi “Inspiring Leadership pada tahun

2011 adalah Menteri BUMN yang baru, Dahlan Iskan. Dhlan Iskan menjadi salah satu dari 25

penerima penghargaan “Inspiring Leader” Award dari harian Seputar Indonesia Koran

Sindo. Keteladanan dan komitmen yang ditunjukkan oleh seorang Dahlan Iskan dalam

memimpin PLN, BUMN dibidang kelistrikan hanya dalam kurun 2 tahun terakhir yang dinilai

membawa banyak perubahan yang positif. Dahlan berhasil dalam membangun dan memperbaiki

pelayanan PLN dalam menyediakan pasokan listrik secara nasional. Slain itu Dahlan Iskan juga

dinobatkan sebagai Marketer of the year 2010 versi Majalah Marketeers Indonesia. Dahlan

dipilih karena dianggap sebagai marketer terbaik tahun ini dari berbagai kategori bisnis. Dahlan

bukan hanya piwai dalam menulis tetapi sangat jenius dalam berpikir dan sangat hebat dalam

bertindak. CEO terbaik Indonesia ini selalu dikenal tangan dingin dalam setiap apa yang

dikerjakannya harus menjadi alternatif terbaik saat Indonesia dilanda krisis kepemimpinan.

Dahlan iskan pantas disebut “Benyamin Franklin”nya Indonesia. Kharisma dan kiprahnya

tampaknya hampir mendekati tokoh besar Amerika Serikat itu dalam skala nasional. Kesamaan

ke dua tokoh ini adalah sama-sama sederhana, berlatar belakang wartawan, pemilik penerbitan

dan mempunya berbagai ide brilian yang bermanfaat bagi bangsa dan umatnya. Kemiripan lain

adalah saat menjadi pejabat keduanya sudah kaya dan bekerja ihklas demi negara dan

masyarakatnya tanpa memperhitungkan materi. Keduannya sama-sama tidak mengambil gajinya

saat menjadi pejabat pemerintah.

100 Pejabat Publik Layak Jadi “Inspiring Leadership ” 2011 Versi Korando

1. Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden Indonesia 2009 – 2014

2. Dahlan Iskan, Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Bekas direktur utama PLN

7

Artikel III

http://dahlaniskan.wordpress.com

Suatu hari, saya mendapat email menarik yang berisi catatan lain dari CEO PLN, Dahlan Iskan.

Sebulan sekali, beliau menulis surat kepada seluruh karyawan yang berjumlah lebih dari 40.000

orang untuk memotivasi dan berkomunikasi langsung. Setiap kali note itu terbit, banyak

tanggapan dari karyawannya melalui forum e-mail perusahaan.

Ada beberapa catatan dari Dahlan Iskan yang saya kasih stabilo berwarna merah muda. Saya

merasa catatan itu sangat menarik dan memberikan pembelajaran yang sangat banyak bagi para

leader. Ini kutipan catatannya.

“Di mana-mana, di berbagai forum, saya selalu membanggakan kualitas personal PLN. Orang

PLN itu rata-rata cerdas-cerdas: tahu semua persoalan yang dihadapi perusahaan dan bahkan

tahu juga bagaimana cara menyelesaikannya. Yang tidak ada pada mereka adalah muara.

Begitu banyak Ide yang mengalir, tapi sedikit yang bisa mencapai muara. Kalau toh ada, muara

itudangkal dan sempit. Ide-ide brilian macet dan kandas. Kini, di ruang rapat tersebut, semua

ide bisa mulai bermuara. Bahkan, meminjam lagunya almarhum Gesang, bisa mengalir sampai

jauh

Memang, ruang rapat sebaiknya jangan penuh ketegangan. Orang-orang PLN itu siang-malam

sudah mengurus tegangan listrik. Jangan pula harus tegang di ruang rapat. Ruang rapat harus jadi

tempat apa saja: debat, baku ide, berbagi kue, dan saling ejek dengan jenaka. Saya bangga ruang

rapat PLN bukan lagi sebuah tempat biasa, tapi bisa menjadi katalisator yang menyenangkan.

Sebuah tempat memang bisa jadi apa saja bergantung yang mengisinya.”

Ada beberapa kata, frasa, dan kalimat yang saya tandai. Begitu menarik dengan note Dahlan

Iskan mengenai pemimpin yang mempercayai bahwa bawahannya itu cerdas, tahu semua

persoalan yang dihadapi dan bahkan tahu bagaimana cara menyelesaikannya. Ungkapan yang

sangat „dalam‟, karena seringkali, pemimpin tidak mempercayai bawahannya dan selalu ingin

terjun langsung menangani permasalahan teknis dalam pekerjaan. Seakan-akan, dia tidak

mempercayai kapasitas bawahannya. Bukankah tugas seorang pemimpin adalah melihat dan

mengeluarkan potensi terbesar dari bawahannya? Bukan membuat bawahan merasa minder

8

karena kemampuan teknisnya dibandingkan dengan kemampuan teknis yang dimilikinya.

Sungguh lucu ketika mendengar seorang leader top manajemen bilang seperti ini, “Masa kamu

tidak bisa menyelesaikan pekerjaan ini, saya bisa menyelesaikan ini dalam waktu satu jam,”

sambil dia mengambil alih pekerjaan itu. Si bawahannya hanya bisa diam sambil berkata dalam

hati, “Ya udah, kerjain aja sendiri sama, Bapak,”. Tuuh, khan …

Pemimpin yang baik itu bisa memberikan tempat bagi ide-ide yang dikeluarkan oleh para

bawahannya. Tempat yang sebenar-benarnya tempat sehingga bisa mengalir sampai jauh

(Gesang) bukan tempat dangkal yang akhirnya diakui sebagai ide miliknya sehingga bawahan

„malas‟ mengeluarkan ide, karena pilihannya sama-sama kurang menyenangkan, bisa idenya

dicuekin, ditampung tapi tidak ada kelanjutannya, atau diambil alih dan diaku sebagai ide dari

sang pemimpin. Sama-sama tidak enak, bukan?

Saya juga mengutip catatan lain yang menurut saya menarik.

“Kini, sebagai Dirut PLN, saya tidak boleh begitu. Saya harus menerima surat-surat yang

setumpuk itu untuk dibuatkan disposisinya. Inilah untuk kali pertama dalam hidup saya harus

membuat corat-coret di lembar disposisi. Apa yang harus saya tulis di

situ? Saran? Pendapat? Instruksi? Larangan? Harapan? Atau, beberapa kata yang hanya

bersifat basa-basi – sekadar untuk menunjukkan bahwa saya atasan mereka?

Akhirnya, saya putuskan tidak menuliskan apa-apa. Kecuali beberapa hal yang sangat jarang

saja. “Mengapa” saya harus memberikan arahan seolah-olah hanya saya yang “tahu”

persoalan itu? Mengapa saya harus memberikan instruksi seolah-olah tanpa instruksi itu

mereka tidak tahu apa yang harus diperbuat? Mengapa saya harus memberikan petunjuk

seolah-olah saya itu“pabrik petunjuk“?

Maka, jangan heran kalau mayoritas lembar disposisi tersebut tidak ada tulisannya. Paling hanya

berisi paraf saya dan nama orang yang harus membaca surat itu. Saya sangat yakin, tanpa

disposisi satu kata pun, mereka tahu apa yang terbaik yang harus dilakukan.

Wow, sungguh menarik. Biasanya, seorang pemimpin, apalagi jika menjadi pemimpin dalam

level atas selalu merasa bahwa dirinya akan terlihat sebagai pemimpin setelah dia memberikan

petunjuk, instruksi, bahkan terkait masalah teknis yang kecil sekalipun. Dia akan merasa

kepemimipinannya akan „real‟ dengan melakukan intervensi-intervensi langsung kepada

bawahan. Dahlan Iskan tidak ragu memberikan kebebasan untuk mengeluarkan ide.

Menurut Dahlan Iskan, orang yang terlalu sering diberi arahan akan jadi bebek. Orang yang

9

terlalu sering diberi instruksi akan jadi besi. Orang yang terlalu sering diberi peringatan akan jadi

ketakutan. Orang yang terlalu sering diberi “pidato” kelak hanya bisa “minta petunjuk”. ”

Akan sangat berbahaya sekali jika mental-mental tersebut tertanam kuat dalam diri para leader.

Leader hanya akan jadi kurir, leader cuma jadi jubir. Leader hanya jadi messanger, dan ledear

nggak bisa mikir. Jika para leadernya seperti itu, bagaimana dengan staf dan bawahan lainnya?

Seorang pemimpin sebaiknya memiliki visi mengenai departemen yang dipimpinnya. Hal itu

sangat penting sebagai pegangan bagi departemen yang dipimpinnya. Para bawahan akan tahu

dengan pasti akan dibawa ke mana nantinya perahu tersebut. Apakah akan diajak menuju daratan

atau akan diajak ke tengah lautan menerjang badai. Jika seorang pemimpin tidak punya visi

maka perahu yang dia bawa hanya akan terombang-ambing tidak jelas di tengah air. Hanya akan

mengikuti arus tanpa tahu akan ke mana arah yang dituju. Hanya bertahan untuk tidak bertahan

tapi tidak mencari solusi untuk bisa melaju cepat mencari tujuan yang tepat. Visi itu haruslah

jelas dan dapat dilihat oleh bawahannya juga. Bukan hanya ada di kepala sang pemimpin tapi

juga terlihat jelas dalam pandangan para bawahan sehingga bawahannya pun setuju untuk

mencapai visi tersebut. Bawahan tidak dibiarkan hanya menuruti perintah atasan, mengikuti arus,

pasrah dengan semua keputusan tanpa tahu akan dibawa ke mana. Sikap apatis akan menyubur

dan yang penting adalah masih digaji. Tidak peduli akan dibawa ke mana, tidak peduli perahu

akan karam atau tenggelam yang penting masih bisa bernapas dan bertahan.

10

Artikel IV

PortalHR.com

Leadership

Leadership Jadi Kunci Perubahan Cepat PLN

Rabu, 26 Oktober 2011 - 1:32 WIB

Share 6

Contoh dari seorang pemimpin menjadi jurus

jitu bagi keberhasilan PT PLN saat ini. Geliat

PLN yang bergerak cepat memang menjadi

angin segar bagi pembenahan di perusahaan

listrik milik negara tersebut.

Masuknya Dahlan Iskan menjadi direktur utama

menjadi berkah tersendiri bagi PLN. Dahlan

yang juga dikenal sebagai bos-nya Jawa Pos

Group yang memiliki ratusan media di Indonesia, telah mengubah banyak hal, terutama dalam

perilaku budaya di dalam perusahaan.

Hal ini terungkap dari presentasi Eddy D. Erningpraja, Direktur SDM dan Umum PLN saat

menjadi pembicara pembuka di Konferensi Nasional SDM Indonesia 2011, JW Marriot Hotel,

Jakarta, Rabu (26/10/2011). Dalam kesempatan ini Eddy berbagi mengenai perubahan yang kini

sedang terjadi di PLN.

“Secara persepsi kita tidak menghindar bahwa PLN memiliki citra kurang menyenangkan di

mata masyarakat. Namun bisa kami pastikan bahwa kami saat ini sudah berubah jauh dan sangat

cepat. PLN tengah bergerak untuk menjadi perusahaan yang disegani dengan karyawan-

karyawan yang berkompeten,” katanya.

Menjawab apa kunci penggeraknya, Eddy tak segan menyebut bahwa Dahlan Iskan menjadi

sosok sentral. “Indonesia ini masih kuat dengan budaya paternalistiknya, sehingga ketika

pemimpinnya memberikan contoh otomatis anak buah mengikutinya,”tambah Eddy.

Eddy memberikan cerita sedikit bagaimana sosok Dahlan yang bisa menggerakkan perilaku

SDM di PLN. “Tidak ada satu daerah pun di Indonesia yang luput dari kunjungan pak Dahlan.

11

Dan setelah menempuh perjalanan panjang pun, besoknya kami harus tetap meeting. Tidak ada

istilahjetlag,” tuturnya.

Eddy mengaku bahwa mengubah orang memang tidaklah gampang. “Sekarang berkembang

bahwa person di PLN dinilai dari kompetensinya, bukan persoalan lama tidaknya orang tersebut

bekerja di PLN. Siapa yang tidak berkompeten akan keluar, dan sebaliknya kami membuka diri

bagi para profesional di luar asalkan memiliki kompetensi yang dibutuhkan,” tukasnya. (team

@portalhr)

(Kami juga sudah mempersiapkan video yang menampilkan Bapak Eddy D. Erningpraja, tunggu

di PortalHR.com)

12

Artikel V

Re: [HRM-Club] Leadership lesson from Pak Dahlan Iskan

8:30 PM |

Terima kasih Cak Sun telah menampilkan tulisan Cak Dahlan Iskan yang sangat inspiring bagi

kita-kita para praktisi HRD dan para Trainer.

OKI (Oleh Karena Itu) saya tergerak untuk mengomentari tulisan dan sepak terjang Cak Dahlan

Iskan itu secara umum dari perspective HRD dan leadership skill.

Diawal jabatannya sebagai CEO PLN, Cak Dahlan langsung menunjukan komitmennya kepada

semua masyarakat dengan memakai sepatu olahraga yang menunjukan dia siap dan mau kerja,

dengan sepatu OR dia bisa lari tidak jalan pelan tapi lari cepat. Ini menujukan tekad dan niatnya

untuk bekerja keras dan cepat.

Bakat wartawan nya sangat jelas, menulis seperti air terjun saja. Orang HRD juga harus bisa

menulis loh, karena komunikasi yang effective adalah salah satu tool bagi menciptakan sistim

hubungan industrial yang harmonis diperusahaan.

Pengalaman nya sebagai CEO Group Jawa Pos diterapkan pada jabatannya tugas sebagai CEO

PLN. Dia cepat menguasai fungsi-fungsi yang ada dalam industri listrik, mengerti secara jelas

scope of work dari PLN sebagai salah satu BUMN strategis bagi negara dan seluruh lapisan

masyarakat, baik dari kalangan industri maupun masyarakat biasa, juga menguasai geografis

dimana PLN harus melakukan misi-misinya dengan effective. Dia bekerja dengan work plan

yang teratur, menentukan prioritas utama, menengah dan prioritas bawah.

Melaksanakan fungsi staffing dengan baik, memilih orang-orang yang kompeten

secara objective, tentu saja menyingkirkan orang-orang yang tidak kompeten.

Mampu mengkordinir dan mengorganisir semua jajaran dengan baik serta memberikan arahan

yang jelas atas rencana kerja, objectives serta target yang diharapkan. Dia sangat result oriented,

sedikit bicara banyak kerja, yang penting hasil.

Dari segi kontrol terhadap kinerja jajarannya, Cak Dahlan membuat sistim pengawasan yang

melekat. Berbagai upaya reformasi birokrasi dilakukannya. Dua jempol buat dia pantas.

Lebih jauh, ini menunjukan bahwa pada kenyataannya orang-orang yang sudah sukses di sektor

swasta mudah mengaplikasikan competencies-nya di BUMN dimana selalu kita temui sistim

birokrasi yang kental, sangat resistance to change, kerja tanpa target, sikap kerja backbone yang

asal menyelesaikan tugas sebagaimana yang diminta saja, bahkan banyak yang kerja seperti

deadwood, tidak punya komitmen, tidak punya inisiatif, kerja tidak beres, dan boleh dikatakan

hanya numpang hidup saja di-instansi dimana dia bekerja (PLN). Bagi mereka "Kalau bisa

dipersulit kenapa harus dipermudah". Cak Dahlan rupanya sudah meng-antisipasi hal tersebut

13

dengan membuat berbagai"shocking breakthrough" terobosan-terobosan yang menggetarkan dan

membangunkan semua orang. Dalam hati saya waktu Cak Dahlan menggebrak itu "Rasain lu

para pegawai PLN, sekarang kerja yang benar ya".

Kita perlu Cak Dahlan lainnya untuk membereskan BUMN lain-lainnya, dan dia ternyata datang

kesemua BUMN, sebagai Menteri dan inilah yang saya kagumi pada SBY, mampu memilih

pembantunya yang betul-betul kompeten. Tapi, siapa sih sebtulnya talent scouting Cak Dahlan

ini, yang menemukan dia dan mengajukan-nya kepada SBY? Saya yakin SBY tidak kenal

dengan arek Suroboyo yang satu ini. Dia lah orang yang sangat berjasa, bukan kepada Cak

Dahlan, tetapi kepada semua pihak yang langsung dapat menikmati hasil kerja Cak Dahlan ini.

Saya illustrasi-kan sedikit berikut ini. Semoga Cak Dahlan bukan seperti anecdote Pak Haji

orang Betawi yang "didorong" dari atas kapal sehingga dia bisa menolong seorang ibu yang

jatuh kelaut pada saat kapal belayar menuju pelabuhan Teluk Bayur dari Tanjung Priok.

Ceritanya saat kapal PELNI baru belayar beberapa jam dari Priok, para penumpang menikmati

indahnya pemandangan disekitar Kepulauan Seribu. Mereka pada berdiri dipinggir kapal. Tiba-

tiba orang berteriak "Ada orang jatuh kelaut, wanita, hentikan kapal, stop ... stop".Kapal berhenti

dan ternyata memang ada seorang ibu menggapai gapai diombak yang tidak terlalu besar. Dia

rupanya terpeleset dan jatuh kelaut. Dalam kepanikan awak kapal yang berusaha melakukan

penyelamatan, tiba-tiba ada lagi orang lain yang "mencebur" kelaut, yaitu seorang lelaki bertopi

haji, separuh baya dan topi hajinya yang putih terapung dekatnya tidak jauh dari ibu yang mulai

lemas dan kelihatannya akan tenggelam. Satu pelampung yang bertali menyusul lelaki itu,

rupanya dilemparkan oleh awak kapal. Pelampung itu langsung diraih oleh lelaki paruh baya itu,

dan dia mendekati wanita tadi.Berdua mereka berpegangan pada pelampung itu dan mereka

berdua selamat. Riuhnya penumpang lain bersorak dan bertepuk tangan bergembira melihat aksi

penyelamatan yang dramatis tersebut. Akhirnya kedua orang itu dinaikan kembali keatas kapal.

Semua orang ingin mengucapkan selamat kepada keduanya terutama kepada Pak Haji itu, yang

ternyata orang Betawi asli. "Selamat ya Pak Haji, selamat ya. Bapak pahlawan, Pak Haji hebat"

dan sebagainya. Berbagai pujian diberikan kepada dia, yang akhirnya menjawab "Hebat kepale

lu, siapa yang jorokin gue tadi?" ternyata ada seseorang yang mendorong dia sehingga ikut jatuh

kelaut dan dengan demikian dia bisa menolong si Ibu itu. Semoga Cak Dahlan bukan Pak Haji

yang didorong oleh orang lain tapi loncat sendiri dan atas keinginan sendiri untuk menolong "si

Ibu" yang betul-betul terjatuh kelaut itu.

Yang saya ingin sekali ketahui adalah bagaimana Cak Dahlan menyikapi sistim remunerasi yang

berlaku di BUMN dimana pada umumnya masih mengacu kepada sistim penggajian PNS yang 4

golongan itu, yaitu Golongan 1 sampai dengan 4, dengan jumlah 17 ruang atau biasa kita kenal

dengan Grade. Juga mengenai Performance Appraisal yang umumnya tidak difungsikan secara

baik, tidak ada sistim merit increase, kenaikan gaji hanya dilakukan secara berkala, setiap dua

tahun ngaji naik menurut MKG (Masa Kerja Golongan) yang biasa kita kenal dengan STEPS

dalam satu GRADE. Karena PA tidak berfungsi, maka timbul plesetan dikalangan praktisi HRD

pada singkatan PGPN, bukan Peraturan Gaji Pegawai Negeri tapi "Pintar Goblok Podo Naek-e".

14

Artikel VI

Oleh: Biji Sesawi | Oktober 19, 2011

http://hutabalian72.wordpress.com/2011/10/19/dahlan-iskan-dan-keponakan-saya/

DAHLAN ISKAN DAN KEPONAKAN SAYA

Dahlan Iskan adalah orang yang baru saja di “pinang” oleh bapak SBY untuk menjadi

pembantunya di kementrian BUMN dalam reshuffle Kabinet Indonesia Bersatu II, yang disebut

oleh SBY sebagai Kabinet Kerja. Mengapa disebut Kabinet Kerja? Hm..tidak tahu juga,

mungkin seperti banyak selentingan bilang karena Kabinet sebelum direshuffle ini memang tidak

banyak kerja.

Sebelum menjadi menteri BUMN, Dahlan Iskan sedang memimpin PLN yaitu salah satu BUMN

yang pertumbuhannya cukup bagus selama beberapa tahun terakhir. Di tangan Dahlan Iskan,

PLN menunjukkan kinerja yang baik, salah satunya adalah pertumbuhan electrifikasi

yang sudah mencapai 1200 MW hingga September 2011, padahal konon biasanya cuma

1000 MW per tahun.

Pada semester pertama tahun ini PLN mencatat pendapatan sebesar Rp 55,3 triliun atau

naik 15 persen dibandingkan periode yang sama di tahun lalu sebesar Rp 48,2 triliun.

Pelanggan BUMN listrik itu pun mengalami peningkatan 8 persen dari 40,7 juta di tahun

lalu menjadi 43,8 juta pelanggan di semester satu ini (Tempointeraktif.com).

Kemampuan Dahlan Iskan memimpin perusahaan juga sudah teruji jauh sebelumnya. Ia

memimpin Jawa Pos sejak tahun 1982 dan menjadikan Jawa Pos yang waktu itu hampir mati,

dengan oplah 6.000 ekslempar namun dalam waktu 5 tahun menjadi surat kabar dengan oplah

300.000 eksemplar. Lima tahun kemudian terbentuk Jawa Pos News Network (JPNN), salah

satu jaringan surat kabar terbesar di Indonesia dengan ratusan surat kabar, tabloid, dan majalah,

serta jaringan percetakan di Indonesia. Dan sejak tahun 2002 mendirikan beberapa statiun

televisi lokal di beberapa daerah.

Lalu, apa hubungan Dahlan Iskan dengan keponakan saya?

Jelas ada, karena selain berprestasi di bidang produktifitas, PLN di tangan Dahlan Iskan juga

diketahui berprestasi di bidang management yang bersih dari KKN. Walaupun mungkin

tidak benar-benar bersih, namun upaya kearah itu terus dilakukan. Salah satu bukti adalah

diterimanya keponakan saya menjadi karyawan BUMN ini secara bersih tanpa backing atau uang

sogokan sepeser pun.

Keponakan saya yang lulusan STM tahun 2010 sempat menganggur satu tahun dan tidak kuliah

karena kesulitan ekonomi keluarga. Dan memasuki tahun 2011 dia mengikuti tes di PLN Medan.

Tadinya keluarga tidak berharap banyak karena berpikir tidak punya uang pelicin. Namun

15

setelah diyakinkan oleh beberapa orang kenalan di persekutuan yang juga bekerja di PLN,

keluarga menjadi lebih yakin. Menurut mereka, PLN sekarang sudah bersih dari KKN. Dan itu

memang terbukti.

Terima Kasih bapak Dahlan Iskan, majulah terus buat kemajuan Indonesia. Semoga Tuhan

memberkati bapak dengan kesehatan dan hikmat.

Dahlan juga seorang yang fokus. Fokus yang sering dibahasakannya dalam dua ciri: integritas dan antusias. Maka ketika dia diangkat sebagai Direktur Utama PLN, saya sangat optimis,

meskipun banyak yang pesimis karena menilai kompetensi Dahlan di bidang kelistrikan sangat

minim.

Optimisme saya terbukti, Dahlan betul-betul fokus menangani PLN, dia mengintegritaskan

dirinya dengan PLN dan antusias memperbaiki PLN. Katanya dalam dialog di TvOne, “Banyak

hal-hal yang tidak masuk akal di PLN, dan saya akan berusaha membuatnya masuk akal.”

Dan betul saja, kinerja PLN secara bertahap membaik. Inovasi dan revolusi dilakukan di sana-

sini dan Dahlan-lah yang membangun itu semua. Dahlan dan PLN perlahan progresif menuju ke

sesuatu yang positif.

Namun, ketika proses progresif Dahlan dan PLN berjalan, Presiden SBY memanggilnya dan

coba mengangkatnya sebagai Menteri BUMN. Kalau itu terwujud, jelas Dahlan akan berpisah

dengan PLN.

Dahlan pun menangis. Apa makna tangisannya? Saya mengira Dahlan menangis karena

kepuasan kerjanya terganggu. Dahlan membangun PLN dengan sebuah tujuan, namun ketika

tujuan belum tercapai, Dahlan sudah ditarik dan disuruh mengurusi hal baru. Jelas sebagai orang

yang terbiasa kerja fokus dan berorientasi tujuan, kepuasan kerjanya pasti terganggu.

Dan itu tergambar dari kata-katanya dalam konferensi pers setelah penunjukannya. Dahlan

kurang lebih berkata bahwa teman-teman PLN di daerah lagi semangat-semangatnya dan

presiden memberi tugas baru kepada saya.

Dan apa yang akan terjadi dengan PLN setelah Dahlan pergi? Semoga tetap progresif! Dan jika

ternyata kinerja PLN kembali merosot, Presiden SBY-lah yang harus bertanggung jawab untuk

itu.

Target

Apa ukurannya? Kalau di Jawa mati lampunya 9 kali per pelanggan per tahun, itu sudah

mengalahkan Malaysia. Kalau akhir tahun ini program mengalahkan Malaysia sudah berhasil,

tahun depan kami cari lagi negara mana yang harus kami loncati. Saya kira masyarakat belum

terlalu berharap listrik di Indonesia bisa zero padam, karena hal itu akan sangat-sangat mahal

investasinya. Tapi kalau bisa mengalahkan Malaysia, saya kira rakyat kita sudah cukup senang

16

Artikel VII

http://www.pln.co.id

PLN-e portal – Warta PLN

LESEHAN JUGA TETAP BISA DIALOG

Rapat membahas problem penting tidak harus

dilaksanakan secara formal dan di dalam ruangan

berpendingin. Dilakukan dengan santai dan lesehan tanpa

jarak pun juga bisa membuahkan hasil. Santai tetapi tetap

serius. Inilah yang terlihat pada Sabtu (23/7) pagi di

halaman dalam kantor PLN UPJ Kartasura. Padahal yang

hadir adalah orang nomer satu di BUMN setrum ini,

yakni Dirut PLN Dahlan Iskan.

Selain Pak DIS (panggilan akrab Dahlan Iskan di

lingkungan PLN), ikut hadir General Manager PLN Distribusi Jateng-DIY Denny Pranoto dan

Kepala PLN APJ Solo Puguh Dwi Atmanto. Meeting itu juga diikuti sekitar 30 karyawan dan

karyawati PLN UPJ Kartasura dan APJ Solo. Materinya pun cukup serius, membicarakan

problem listrik yang kerap terjadi di tanah air.

“Ngobrolnya di luar sini saja, biar santai. Silahkan, sampaikan apa saja yang biasa dihadapi

sehari-hari. Ayo boleh tanya apa saja,” kata Dahlan.

Satu persatu pun melontarkan pertanyaan. Mulai dari berbagai masalah yang biasa terjadi di

gardu induk (GI), trafo, hingga gangguan lainnya. Bahkan, ada pula yang bertanya tentang upaya

PLN dalam menekan subsidi. Termasuk ada pula yang bertanya, apakah PLN tidak

mengembangkan usaha bisnis lain setelah sejumlah problem PLN berhasil di atasi belakangan

ini.

Dahlan pun menjawab dengan tegas dan lugas , bahkan sambil melontarkan gurauan. “Kalau kita

bicara agama, orang yang mengingkari dan menyekutukan Tuhan itu kan namanya musyrik.

Nah, di PLN, kalau ada karyawan PLN yang mengingkari dan menyekutukan tugasnya untuk

melayani kebutuhan listrik masyarakat, itu juga termasuk musyrik,” katanya bergurau, membuat

mereka yang hadir terpingkal-pingkal.

17

Artikel VIII

http://www.pln.co.id

PLN-e portal – Warta PLN

MEMBUKA TUNAMEN BOWLING

Dirut PLN Dahlan Iskan yang hadir membuka

Turnamen Bowling PLN ini mengatakan, semula

dirinya berencana tidak hadir. Namun, dia akhirnya

menyempatkan hadir dengan satu syarat. “Saya mau

hadir karena ketua bowling sudah membuktikan mau

bekerja keras untuk PLN dan prestasinya di PLN

luar biasa. Kalau tidak bekerja keras, mungkin saya

tidak hadir, bahkan acara ini tidak saya dukung”,

kata Dahlan dalam sambutannya yang membuat

peserta tertawa. “Kalau nanti kinerja PLN

memuaskan dan target tercapai, mau bowling setiap minggu juga tidak apa-apa,” sambungnya di

sambut applaus peserta.

Dalam kesempatan tersebut Dahlan juga merogok koceknya 200 dolar. “Ini hadiah spontan dari

saya pribadi. Masing-masing seratus dolar untuk peserta putra dan putri yang melakukan strike

terbanyak,” ujarnya, lagi-lagi membuat peserta memberikan applaus.

Ketua PB Bowling PLN Suryadi Marzuki menyampaikan apresiasinya kepada warga PLN

dengan hobi olah raga bowling, yang mencatat sudah ada sekitar 200 atlet bowling di lingkungan

PLN. “Kalau saya boleh usul untuk mengenang Pak Dahlan yang sudah membawa perubahan

pada PLN selama ini, perlu diadakan pula kejuaraan Piala Dahlan Iskan,” katanya.