Veneranda Venny Grishela - PBL Skenario 8
-
Upload
grardusputra -
Category
Documents
-
view
216 -
download
0
description
Transcript of Veneranda Venny Grishela - PBL Skenario 8
Abstrak
Pernapasan atau respirasi adalah suatu proses yang mana dimulai dari pengambilan oksigen
dan pengeluaran karbondioksida. Pernapasan ini mempunyai sistem tersendiri yang
melibatkan berbagai bagian yang terdapat di tubuh manusia. Pernapasan dimulai dengan
menghirup udara dari lingkungan masuk melalui hidung, faring, laring, trakea, dan sampai ke
paru-paru. Di dalam paru-paru inilah akan terjadi difusi. Selain bagian dari tubuh manusia
diatas terdapat pula otot-otot pernapasan yang bekerja. Proses menghirup udara dari luar ini
juga berkaitan dengan proses kesimbangan asam basa. Udara yang masuk dapat
menyebabkan penurunan atau kenaikan pH di dalam darah. Apabila sudah melewati batas
maka akan terjadi suatu gangguan yang kita kenal dengan asidosis dan alkalosis.
Kata kunci : respirasi, paru-paru, difusi, asidosis
Abstract
Breathing or respiration is a process which starts from oxygen uptake and carbon dioxide expenditure.
This has its own respiratory system involving various sections contained in the human body.
Breathing starts with breathing air from entering the environment through the nose, pharynx, larynx,
trachea, and lungs to. In the lungs this is going to happen diffusion. In addition to the above parts of
the human body there are also breathing muscles are working. The process of breathing air from
outside is also associated with the acid-base balance. Incoming air can cause a decrease or increase in
pH in the blood. If already crossed the line there will be a disruption that we are familiar with acidosis
and alkalosis.
Keywords: respiration, lungs, diffusion, acidosis
Pendahuluan
Sistem respirasi merupakan suatu sistem tempat terjadinya pertukaran udara antara gas O2
dan CO2. Proses pertukaran tersebut membutuhkan sebuah perjalan yang panjang dari hidung
sampai alveolus. Hal ini meliputi anatomi dari saluran nafas atas dan saluran napas bawah.
Perjalanan gas untuk masuk ke dalam alveolus tersebut membutuhkan sebuah mekanisme dan
dukungan dari bagian tubuh disekitarnya otot-otot pernapasan, diafragma, rongga thorax, dan
1
lain lain. Proses pertukaran gas ini pula berkaitan dengan keseimbangan asam basa, yaitu
suatu pengatur di dalam tubuh agar pH di dalam tubuh tetap pada keadaan normal.
Tujuan dibuatnya makalah ini adalah agar kita mengetahui proses respirasi yang terjadi di
saluran nafas dan mekanisme pertukaran gas tersebut.
Anatomi Saluran Pernapasan Atas
Cavum Nasalis
Hidung dibentuk oleh tulang sejati (os) dan tulang rawan (kartilago). Hidung dibentuk oleh
sebagian kecil tulang sejati, sisanya terdiri atas kartilago dan jaringan ikat. Bagian dalam
hidung merupakan suatu lubang yang dipisahkan menjadi lubang kiri dan kanan oleh septum
nasi. Rongga hidung mengandung rambut (fimbriae) yang berfungsi sebagai penyaring
(filter) kasar terhadap benda asing yang masuk. Pada permukaan (mukosa) hidung terdapat
epitel bersilia yang mengandung sel goblet. Sel tersebut mengeluarkan lendir sehingga dapat
menangkap benda asing yang masuk ke dalam saluran pernapasan. Kita dapat mencium
aroma karena di dalam lubang hidung terdapat reseptor. Reseptor bau terletak pada cibriform
plate, di dalamnya terdapat ujung dari saraf kranial 1 (Nervous Olfactorius).1
Hidung berfungsi sebagai jalan napas, pengatur udara, pengatur kelembapan udara, pengatur
suhu, pelindung dan penyaring udara, indra pencium, dan resonator udara. Fungsi hidung
sebagai pelindung dan penyaring dilakukan oleh vibrisaa, lapisan lendir, dan enzim lisozim.
Vibrissa adalah rambut pada vestibulum nasi yang bertugas sebagai penyaring debu dan
kotoran (partikel besar). Debu-debu kecil dan kotoran (partikel kecil) yang masih melewati
vibrissa akan melekat pada lapisan lendir dan selanjutnya dikeluarkan oleh refleks bersin.
Jika dalam udara masih terdapat bakteri (partikel sangat kecil), maka enzim lisozim yang
menghancurkannya.1
Di dalam rongga hidung terdiri dari beberapa konka, yaitu konka nasalis superior, mediam
dan inferior yang menonjol pada sisi medial dinding lateral rongga nasal. Setiap konka
dilapisi membran mukosa (epitel kolumnar bertingkat dan bersilia) yang berisi kelenjar
pembuat mukus dan banyak mengandung pembuluh darah. Di bawah konka-konka tersebut
terdapat meatus superior, media, dan inferior yang merupakan jalan udara rongga nasal yang
terletak dibawah konka. Di dalam meatus ini terdapat empat pasang sinus paranasalis (frontal,
etmoid, maksilar, dan sphenoid), yang merupakan kantong tertutup pada bagian frontal
2
ethmoid, maksilar, dan sphenoid. Sinus ini dilapisi membran mukosa. Sinus ini berfungsi
untuk meringankan tulang kranial, memberi area tambahan pada saluran nasal untuk
menghangatkan dan melembabkan udara yang masuk, memproduksi mukus, dan memberi
efek resonasal dalam produksi wicara. Sinus paranasal mengalirkan cairannya ke meatus
rongga nasal melalui duktus kecil yang terletak di area tubuh yang lebih tinggi dari area lantai
sinus. Pada posisi tegal, aliran mukus ke dalam rongga nasal mungkin terhambat, terutama
pada kasus infeksi sinus. Duktus nasolakrimal dari kelenjar air mata membuka meatus
inferior.2
Gambar 1. Anatomi Hidung.3
Faring
Faring merupakan pipa berotot berbentuk corong yang letaknya bermula dari dasar tengkorak
sampai persambungannya dengan esofagus pada ketinggian tulang rawan krikoid. Faring
digunakan pada saat menelan seperti pada saat bernapas. Berdasarkan letaknya faring dibagi
menjadi tiga yaitu dibelakang hidung (naso-faring), belakang mulut (oro-faring), dan
belakang laring (laringo-faring).1
Naso-faring terdapat pada superior di area yang terdapat epitel bersilia (pseudo strafied) dan
tonsil (adenoid), serta merupakan muara tuba eustachius. Adenoid atau faringeal berada di
langit-langit naso-faring. Tenggorokkan dikelilingi oleh tonsil, adenoid, dan jaringan limfoid
3
lainnya. Struktur tersebut penting sebagai mata rantai nodus limfatikus untuk menjaga tubuh
dari invasi organisme yang masuk ke hidung dan tenggorokkan.
Oro-faring berfungsi untuk menampung udara dari naso-faring dan makanan dari mulut. Pada
bagian ini terdapat tonsila palatina (posterior) dan tonsila lingualis (dasar lidah).
Laringo-faring merupakan bagian terbawah faring yang berhubungan dengan esofagus dan
pita suara yang berada dalam trakhea. Laringo-faring berfungsi pada saat proses menelan dan
respirasi. Laringo-faring terletak di bagian depan pada laring, sedangkan trakhea terdapat di
belakang.
Gambar 2. Anatomi Faring.4
Laring
Laring terletak diantara faring dan trakhea. Berdasarkan letak vertebra cervikalis, laring
berada di ruang ke 4 dan ke 5 dan berakhir di vertebra cervikalis ruas ke 6. Laring disusun
oleh 9 kartilago yang disatukan oleh ligamen dan otot rangka pada tulang hyoid dibagian atas
dan trakhea di bawahnya. Kartilago yang terbesar adalah kartilagi tiroid dan didepannya
terdapat benjolan subkutaneus yang dikenal sebagai jakun yang terlihat nyata pada pria.
Kartilago tiroid dibangun oleh dua lempeng besar yang bersatu dibagian anterior membentuk
sebuah sudut sepertu huruf V yang disebut tonjolan laringeal. Kartilago krikoid adalah
kartilago berbentuk cincin yang terletak di bawah kartilago tiroid. Kartilago aritenoid adalah
sepasang kartilago yang menjulang dibelakang krikoid, dan diatasnya terdapat kartilago
kuneiform dan kornikuata yang sangat kecil. Diatas kartilago tiroid terdapat epiglotis, yang
berupa latup dan berfungsi membantu menutup laring saat menelan makanan.1
4
Gambar 3. Anatomi Laring.5
Saluran Pernapasan Bawah
Trakhea
Trakhea merupakan perpanjangan dari laring pada ketinggian tulang vertebrae torakal ke 7
yang bercabang menjadi dua bronkus. Ujung cabang trakhea disebut carina. Trakhea bersifat
sangat fleksibel, berotot, dan memiliki panjang 12 cm dengan cincin kartilago berbentuk
huruf C. Pada cincin tersebut terdapat epitel bersilia tegal yang mengandung banyak sel
goblet mensekresikan lendir.1
Bronkhus dan Bronkhiolus
Cabang bronkus kanan lebih pendek, lebar, dan cenderung vertikal daripada cabang yang kiri.
Hal tersebut menyebabkan benda asing lebih mudah masuk ke dalam cabang sebelah kanan
daripada cabang bronkhus sebelah kiri. Segmen dan subsegmen bronkhus bercabang lagi dan
berbentuk seperti ranting masuk ke setiap paru-paru. Bronkhus disusun oleh jaringan
kartilaho sedangkan bronkhiolus, berakhir di alveoli, tidak mengandung kartilago. Tidak
adanya kartilago menyebabkan bronkhiolus mampu menangkap udara, namun juga dapat
mengalami kolaps. Agar tidak kolaps, alveoli dilengkapi dengan porus/lubang kecil yang
terletak antar alveoli (kohn pores) yang berfungsi mencegah kolaps alveoli. Saluran
pernapasan mulai dari trakhea sampai bronkhus terminalis tidak mengalami pertuakaran gas
dan merupakan area yang dinamakan anatomical dead space. Banyaknya udara yang berada
5
dalam area tersebut adalah sebesar 150 ml. Awal dari proses pertukarab gas terjadi di
bronkhiolus respiratorius.1
Alveoli
Parenkim paru-paru merupakan area yang aktif bekerja dari jaringan paru-paru. Parenkim
tersebut mengandung berjuta-juta unit alveolus. Alveoli merupakan kantong udara yang
berukuran sangat kecil, dan merupakan akhir dari bronkhiolus respiratorius sehingga
memungkinkan pertukaran O2 dan CO2 . Seluruh unit alveoli terdiri atas bronkhiolus
respiratorius, duktus alveolus, dan alveolar sacs (kantong alveolus). Fungsi utama dari unit
alveolus adalah pertukaran O2 dan CO2 diantara kapiler pulmoner dan alveoli. Diperkirakan
terdapat 24 juta alveoli pada bayi yang baru lahir. Seiring dengan pertambahan usia, jumlah
alveoli pun bertambah dan akan mencapai jumlah yang sama dengan orang dewasa pada usia
8 tahun, yakni 300 juta alveoli. Setiap nit alveoli menyuplai 9-11 prepulmonari dan
pulmonari kapiler.1
Paru-paru
Paru-paru teletak pada rongga dada, berbentuk kerucut yang ujungnya berada diatas tulang
iga pertama dan dasarnya berada pada diafragma. Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus
sedangkan paru-paru kiri mempunyai dua lobus. Kelima lobus tersebut terlihat dengan jelas.
Setap paru-paru terbagi lagi menjadi beberapa subbagian menjadi sekitar 10 unit terkecil
yang disebut bronchopulmonary segments. Paru-paru kanan dan kiri dipisahkan oleh ruang
yang disebut mediastinum. Jantung, aorta, vena cava, pembuluh .1
6
Gambar 4. Anatomi Saluran Napas Atas dan Bawah.6
Mekanisme Pernapasan
Udara cenderung mengalir dari daerah dengan tekanan tinggi ke daerah dengan tekanan
rendah, yaitu menuruni gradien tekanan. Udara mengalir masuk dan keluar paru selama
tindakan bernapas karena berpindah mengikuti gradien tekanan antara alveolus dan atmosfer
yang berbalik arah secara bergantian dan ditimbulkan oleh aktivitas siklik otot pernapasan.
Terdapat tiga tekanan yang berperan penting dalam ventilasi.7
Tekanan atmosfer (barometrik) adalah tekanan yang ditimbulkan oleh berat udara di atmosfer
pada benda di permukaan bumi. Pada ketinggian permukaan laut tekanan ini sama dengan
760 mm Hg. Tekanan atmosfer berkurang seiring dengan penambahan ketinggian di atas
permukaan laut karena lapisan-lapisan udara di atas permukaan bumi juga semakin menipis.
Pada setiap ketinggian terjadi perubahan minor tekanan atmosfer karena perubahan kondisi
cuaca.
Tekanan intra-alveolus/tekanan intraparu adalah tekanan di dalam alveolus. Karena alveolus
berhubungan dengan atmosfer melalui saluran napas penghantar, udara cepat mengalir
menuruni gradien tekannya atmosfer, udara terus mengalir sampai kedua tekanan seimbang.
Tekanan intrapleura adalah tekanan di dalam kantung pleura. Tekanan ini yang juga dikenal
sebagai tekanan intrathoraks, adalah tekanan yang ditimbulkan di luar paru di dalam rongga
thoraks. Tekanan intrapleura biasanya lebih rendah daripada tekanan atmosfer, rerata
biasanya lebih rendah daripada tekanan atmosfer, rerata 756 mmhg saat istirahat. Seperti
tekanan darah yang dicatat dengan menggunakan tekanan atmosfer sebagai titik referensi.
Tekanan intrapleura tidak menyeimbangan diri dengan tekanan atmosfer atau ntra-alveolus
karena tidak ada komunikasi langsung antara rongga pelura dan atmosfer atau paru. Karena
kantung pleura adalah suatu kantung tertutup tanpa lubang, maka udara tidak dapat masuk
atau keluar meskipun mungkin terdapat gradien tekanan antara kantung pleuara dan daerah
sekitar.
Permulaan Respirasi : Kontraksi Otot Inspirasi
Sebelum inspirasi dimulai, otot-otot pernapasan berada dalam keadaan lemas, tidak ada udara
yang mengalir, dan tekanan intra-alveolus setara dengan tekanan atmosfer. Otot inspirasi
utama-otot yang berkontraksi untuk melakukan inspirasi sewaktu bernapas tenang adalah
7
diafragma dan otot interkostal eksternal. Pada awal insiprasi, otot-otot ini dirangsang untuk
berkontraksi sehingga rongga thoraks membesar. Otot inspirasi utama adalah diafragma,
suatu lembaran otot rangka membentuk lantai rongga thoraks dan disarafi oleh saraf
frenikus. Diafragma dalam keadaan melemas berbentuk kubah yang menonjol ke atas
kedalam rongga thoraks. Ketika berkontraksi, diafragma turun dan memperbesar volume
rongga thoraks dengan menigkatkan ukuran vertikal (atas ke bawah). Dinding abdomen, jika
melemas, menonjol keluar sewaktu inspirasi karena diafragma yang turun menekan isi
abdomen kebawah dan ke depan. Tujuh puluh lima persen pembesaran rongga thoraks
sewaktu bernapas tenang dilakukan oleh kontraksi diafragma.7
Dua set otot interkostal terletak antara iga-iga. Otot interkostal eksternal terletak di atas otot
interkostal internal. Kontraksi otot interkostal eksternal, yang serat-seratnya berjalan ke
bawah dan depan antara dua iga yang berdekatan, memperbesar rongga thoraks dalam
dimensi lateral dan anteroposterior. Ketika berkontraksi, otot interkostal eksternal
mengangkat iga dan selanjutnya sternum ke atas dan kedepan. Saraf interkostal eksternal
mengangkat iga dan selanjutnya sternum ke atas dan ke depan. Saraf interkostal
mengaktifkan otot-otot interkostal ini. 7
Sebelum inspirasi, pada akhir ekspirasi sebelumnya, tekanan intra-alveolus sama dengan
tekanan atmosfer, sehingga tidak ada udara mengalir masuk atau keluar paru. Sewaktu rongga
thoraks membesar, paru juga dipaksa mengembang untuk mengisi rongga thoraks yang lebih
besar. Sewaktu paru membesar, tekanan intra-alveolus turun karena jumlah molekul udara
yang sama kini menempati volume paru yang lebih besar. Pada gerakan inspirasi biasa,
tekanan intra-alveolus turun 1 mmhg menjadi 759 mmhg. Karena tekanan intra-alveolus
sekarang lebih rendah daripada tekanan atmosfer maka udara mengalir ke dalam paru
mengikuti penurunan gradien tekanan dari tekanan tinggi ke rendah. Udara terus masuk ke
paru sampai tidak ada lagi gradien yaitu, sampai tekanan intra-alveolus setara dengan tekanan
atmosfer. Karena itu, ekspansi paru tidak disebabkan oleh udara masuk ke dalam paru; udara
mengalir ke dalam paru karena turunnya tekanan intra-alveolus yang ditimbulkan oleh
ekspansi paru. Sewaktu inspirasi, tekanan intrapleura turun menjadi 754 mmhg akibat
ekspansi thoraks. Peningkatan gradien tekanan transmural yang terjadi sewaktu insipirasi
memastikan bahwa paru teregang untuk mengisi rongga thoraks yang mengembang. 7
Peran Otot Inspirasi Tambahan
8
Inspirasi dalam (lebih banyak udara dihirup) dapat dilakukan dengan mengkontrasikan
diafragma dan otot interkostal eksternal secara lebih kuat dan dengan mengaktifkan otot
inspirasi tambahan untuk semakin memperbesar rongga thoraks. Kontraksi otot otot
tambahan ini, yang terletak dileher, mengangkat sternum dan dua iga pertama, memperbesar
bagian atas rongga thoraks. Dengan semakin memperbesarnya bagian atas rongga thoraks
dibandingkan dengan keadaan istirahat maka paru juga semakin mengembang, menyebabkan
tekanan intraalveolus semakin turun. Akibatnya, terjadi peningkatan aliran masuk udara
sebelum tercapai keseimbangan dengan tekanan atmosfer, yaitu tercapai pernapasan yang
lebih dalam. 7
Permukaan Ekspirasi : Relaksi Otot Inspirasi
Pada akhir inspirasi, otot inspirasi melemas. Diafragma mengambil posisi aslinya yang
seperti kubah ketika melemas. Ketika otot interkostal eksternal melemas, sangkar iga
sebelumnya terangkat turun karena gravitasi. Tanpa gaya-gaya yang menyebabkan ekspansi
dinding dada maka dinding dada dan paru yang semula teregang mengalami recoil ke ukuran
prainspirasinya karena sifat-sifat elastiknya, seperti balon teregang yang dikempiskan.
Sewaktu paru kembali mengecil, tekanan intra-alveolus meningkat, karena jumlah molekul
udara yang lebih banyak yang semula terkandung didalam volume paru yang besar pada akhir
inspirasi kini termampatkan ke dalam volume yang lebih kecil. Pada ekspirasi biasa, tekanan
intra-alveolus meningkat sekitar 1 mmhg di atas tekanan atmosfer menjadi 761 mmhg. Udara
kini meninggalkan paru menuruni gradien tekanannya dari tekanan intra-alveolus menjadi
sama dengan tekanan atmosfer dan gradien tekanan tidak ada lagi. 7
Ekspirasi Paksa : Kontraksi Otot Ekspirasi
Selama pernapasan tenang, ekspirasi normalnya merupakan suatu proses pasif, karena dicapai
oleh recoil elastik paru ketika otot-otot inspirasi melemas, tanpa memerlukan kontraksi otot
atau pengeluaran energi. Sebaliknya, inspirasi selalu aktif karena ditimbulkan hanya oleh
kontraksi otot insiprasi dengan menggunakan energi. Ekspirasi dapat menjadi aktif untuk
mengosongkan paru secara lebih tuntas dan lebih cepat daripada yang dicapai selama
pernapasan tenang, misalnya sewaktu pernapasan olahraga. Tekanan intra-alveolus harus
lebih ditingkatkan di atas tekanan atmosfer daripada yang dicapai oleh relaksasi biasa otot
inspirasi dan recoil elastik paru. Untuk menghasilkan ekspirasi paksa atau aktif tersebut, otot-
otot ekspirasi harus lebih berkontraksi untuk mengurangi volume rongga thoraks dan paru.
9
Otot ekspirasi yang palinge penting adalah otot dinding abdomen. Sewaktu otot abdomen
berkontraksi terjadi peningkatan tekanan intra-abdomen yang menimbulkan gaya ke atas pada
diafragma, mendorongnya semakin ke atas ke dalam rongga thoraks daripada posisi lemasnya
sehingga ukuran vertikal rongga thoraks menjadi semakin kecil. Otot ekspirasi lain adalah
otot interkostal internal, yang kontraksinya menarik iga turun dan masuk, mendatarkan
dinding dada dan semakin mengurangi ukuran rongga thoraks; tindakan ini berlawanan
dengan otot interkostal eksternal. 7
Sewaktu kontraksi aktif otot ekspirasi semakin mengurangi volume rongga thoraks, volume
paru juga menjadi semakin berkurang karena paru tidak harus teregang lebih banyak untuk
mengisi rongga thoraks yang lebih kecil;yaitu, paru dibolehkan mengempis ke volume yang
lebih kecil. Tekanan intra-alveolus lebih meningkat sewaktu udara di paru tertampung di
dalam volume yang lebih kecil. Perbedaan antara tekanan intra-alveolus lebih meningkat
sewaktu udara di paru tertampung di dalam volume yang lebih kecil. Perbedaan antara
tekanan intra-alveolus dan atmosfer kini menjadi lebih besar daripada ketika ekspirasi pasif
sehingga lebih banyak udara keluar menuruni gradien tekanan sebelum tercapai
keseimbangan. Dengan cara ini, selama ekspirasi paksa aktif pengosongan paru menjadi lebih
tuntas dibandingkan ketika ekspirasi tenang pasif. 7
Selama ekspirasi paksa, tekanan intrapleura melebihi tekanan atmosfer tetapi paru tidak
kolaps. Karena tekanan intra-alveolus juga meningkat setara maka tetap terdapat gradien
tekanan transmural menembus dinding paru sehingga paru tetap teregang dan mengisi rongga
thoraks. Sebagai contoh, jika tekanan di dalam thoraks meningkat 10 mmhg, maka tekanan
intrapleura menjadi 766 mmhg dan tekanan intra-alveolus menjadi 770 mmhg-tetap terdapat
perbedaan tekanan 4 mmhg. 7
Volume dan Kapasitas Paru
Pada dasarnya spirometer terdiri dar drum.tong berisi udara yang mengapung dalam ruang
berisi air. Sewaktu seseorang menghirup dan mngembuskan udara dari dan ke dalam drum
melalui suatu selang yang menghubungkan mulut dengan wadah udara, drum naik turun
dalam wadah air. Naik turunnya drum ini dapat direkam sebagai spirogram, yang
dikalibrasikan terhadap perubahan volume. Pena merekam inspirasi sebagai defleksi ke atas
dan ekspirasi sebagai deflaksi ke bawah. Di bawah ini terdapat berbagai macam volume dan
kapasitas paru. 7
10
Volume alun napas (TV). Volume udara yang masuk atau keluar paru selama satu kali
bernapas. Nilai terata pada kondisi istirahat = 500 ml.
Volume cadangan inspirasi (IRV). Volume udara tambahan yang dapat secara maksimal
dihirup diatas volume alun napas istirahat. IRV dicapai oleh kontraksi maksimal diafragma,
otot interkostal eksternal, dan otot inspirasi tambahan. Nilai rerata 3000ml.
Kapasitas inspirasi (IC). Volume udara maksimal yang dapat dihirup pada akhir ekspirasi
tenang normal.
Volume cadangan ekspirasi (ERV). Volume udara tambahan yang dapat secara aktif
dikeluarkan dengan mengkontraksikan secara maksimal otot-otot ekspirasi melebihi udara
yang secara normal dihembuskan secara pasif pada akhir volume alun napas istirahat. Nilai
rerata = 1000 ml.
Volume residual (RV). Volume udara minimal yang tertinggal di paru bahkan setelah
ekspirasi maksimal. Nilai rerata = 1200 ml. Volume residual tidak dapat diukur secara
langsung dengan spirometer, karena volume udara ini tidak keluar dan masuk paru. Namun,
volume ini dapat ditentukan secara tak langsung melalui teknik pengenceran gas yang
melibatkan inspirasi sejumlah tertentu gas penjejak tak berbahaya misalnya helium.
Kapasitas residual fungsional (FRC). Volume udara di paru pada akhir ekspirasi pasif normal
(FRC=ERV+RV). Nilai rerata = 2200 ml.
Kapasitas vital (VC). Volume udara maksimal yang dapat dikeluarkan dalam satu kali
bernapas setelah inspirasi maksimal. Subyek pertama-tama melakukan isnpirasi maksimal
lalu ekspirasi maksimal (VC = IRV + TV + ERV). VC mencerminkan perubahan volume
maksimal yang dapat terjadi pada paru. Hal ini jarang digunakan, karena kontraksi otot
maksimal yang terlibat melelahkan, tetapi berguna untuk memastikan kapasitas fungisional
paru. Nilai rerata = 4500 ml.
Kapasitas paru total (TLC). Volume udara maksimal yang dapat ditampung oleh paru (TLC =
VC + RV). Nilai rerata 5700 ml.
Volume ekspirasi paksa dalam satu detik (FEV1). Volume udara yang dapat dihembuskan
selama detik pertama ekspirasi dalam suatu penentuan VC. Biasanya FEV1 adalah sekitar
80% dari VC; yaitu dalam keadaan normal 80% udara yang dapat dihembuskan secara paksa
11
dari paru yang telah mengembang maksimal dapat dihembuskan dalam satu detik.
Pengukuran ini menunjukkan laju aliran udara paru maksimal yang dapat dicapai.
Gambar 5. Grafik Volume dan Kapasitas Paru.8
Difusi
Pada waktu O2 diinspirasi dan sampai pada alveolus, tekanan parsial ini mengalami
penurunan sampai sekitar 103 mmHg sebagai akibat dari udara yang tercampur dengan ruang
rugi anatomis pada saluran udara dan dengan uap air. Faktor-faktor yang menentukan
kecepatan difusi gas melalui membran paru paru adalah semakin besar perbedaan tekanan
pada membran maka semakin cepat kecepatan difusi. Semakin besar area membran paru-paru
maka semakin besar kuantitas gas yang dapat berdifusi melewati membran dalam waktu
tertentu. Semakin tipis membran maka semakin cepat difusi gas melalui membran tersebut ke
bagian yang berlawanan. Koefisien difusi secara langsung berbanding lurus terhadap
kemampuan terlarut suatu gas dalam cairan membra paru-paru dan berbanding terbalik
terhadap ukuran molekul. Molekul kecil berdifusi lebih tinggi atau cepat daripada ukuran gas
besar yang kurang dapat larut. Nilai koefisien difusi O2 = 1; Nitrogen = 0,53 ; dan CO2 =
20,3. Perbandingan nilai koefisien tersebut menggambarkan bahwa CO2 paling mudah karut
dan N2 yang paling kurang dapat larut.9
Transportasi
12
Transportasi gas antara paru-paru dan jaringan meliputi proses-proses berikut ini. Transpor
oksigen dalam darah. Sistem pengangkutan O2 dalam tubuh terdiri atas paru-paru dan sistem
kardiovaskuler. Pengangkutan O2 ke jaringan tertentu tergantung pada jumlah O2 yang masuk
ke paru-paru, pertukaran gas yang cukup pada paru-paru, aliran darah ke jaringan, dan
kapasitas pengangkutan O2 oleh darah.9
Dinamika reaksi hemoglobin (Hb) dengan O2 sangat memudahkan pengankutan O2 .
hemoglobin adalah protein yang tersusun dari empat subunit, masing-masing subunit
mengandung heme yang terikat pada rantai polipeptida. Oksigen dapat disalurkan dari paru-
paru ke jaringan melalui dua cara yaitu secara fisik larut dalam plasma atau secara kimia
berikatan dengan Hb sebagai oksihemoglobin (HbO2). Ikatan ini bersifat reversibel. Pada
tingkat jaringan, O2 mengaami disosiasi dari hemoglobin kemudian berdifusi ke dalam
plasma. Selanjutnya O2 masuk ke sel-sel jaringan tubuh untuk memenuhi kebutuhan jaringan
yang bersangkutan. Hemoglobin yang melepaskan O2 pada tingkat jaringan disebut
hemoglobin tereduksi. Hemoglobin ini berwarna ungu dan menyebabkan warna kebiruan
pada daerah vena seperti yang kita lihat pada vena superfisial.9
Transpor Karbondioksida dalam Darah
Transpor karbondioksida dari jaringan ke paru-paru yang selanjutnya untuk dibuang
dilakukan dengan tiga cara yaitu 10% secara fisik larut dalam plasma, 20% berikatan dengan
gugus amino pada hemoglobin dalam sel darah merah. Hemoglobin yang berikatan dengan
CO2 disebut karbaminohemoglobin, dan 70% ditranspor sebagai bikarbonat plasma.
Kelarutan CO2 dalam darah sekitar 20 kali lebih besar daripada keluran O2. Dengan
demiikian, pada larutan sederhana dapat dipastikan terdapat lebih banyak CO2 daripada O2.
Karbondioksida yang berdifusi ke dalam sel darah merah dapat dengan cepat mengalami
hidrasi menjadi H2CO3 yang disebabkan adanya aktivitas enzim anhidrase karbonat.
Selanjutnya H2CO3 berdisosiasi menjadi H+ dan HC03-. Reaksi tersebut dapat digambar
sebagai berikut : CO2 + H2O ↔ H+ + HCO3- .9
13
Gambar 6. Transportasi gas O2 dan CO2.10
Kurva Disosiasi Oksihemoglobin
Oksihemoglobin adalah struktur terikatnya oksigen pada hemoglobin. Heme pada unit
hemoglobin adalah kompleks yang dibentuk dari porfirin dan satu atom besi ferro. Masing-
masing atom besi dapat berikatan secara reversibel dengan satu molekul O2. Besi tersebut
berbentuk ferro sehngga reaksinya adalah oksigenasi bukan oksidasi. Jika satu heme
menangkap O2, maka heme lainnya pun dengan cepat mengikat O2. Efek tersebut bermanfaat
karena menciptakanefisiensi transportasi di dalam alveoli. Pada transpor O2 dan CO2,
viskositas dan tekanan osmotik bersifat tetap. Hemoglobin yang mengangkut hanya sebagian
O2 (reduced Hb) dapat menyebabkan afinitas hemoglobin terhadap O2 rendah sehingga
dengan mudah melepaskan O2. Pengaruh PO2 terhadap oksihemoglobin tidak digambarkan
dengan fungsi garis lurus. Hal tersebut berarti pengaruh tekanan oksigen dalam pembuluh
darah tidak bersifat langsung atau proporsinya bukan perbandingan 1 : 1.9
Gambaran kurva dalam kondisi PO2, sebesar 60-00 mmHg akan menghasilkan kurva datar
(plateau) dengan saturasi 90%. Gambar kurva mulai terlihat curam jika PO2 hanya 60 mmHg
daya angkut HB (saturasi) maasih cukup tinggi yaitu 90%. Gambar kurva mulai terlihat
curam jika PO2 kurang dari 40-50 mmHg. Hal tersebut menginformasikan bahwa daya
hemoglobin untuk mengangkut O2 menurun sehingga O2 mudah lepas. Jika melakukan
aktivitas fisik maka nilai PO2 menurun sampai 20 mmHg. Maka jelaslah PO2 sebesar 60
14
mmHg adalah batas ketahanan manusia terhadap hipoksia. Nilai PO2 merupakan petunjuk
terbaik untuk menggambarkan kondisi ventilasi alveolus. Jika nilai PO2 meningkat, maka
penyebab langsungnya berupa hipoventilasi alveolus umum.9
Terdapat tiga faktor penting yang mempengaruhi kurva ikatan oksihemoglobin yaitu pH,
suhu, dan konsentrasi 2,3 DPG (2,3 difosfogliserrat). Penurunan pH atau kenaikan suhu dapat
menggeser kurva ke kanan. Bila kurva tergeser ke arah kanan maka diperlukan PO 2 lebih
tinggi yang memungkinkan hemoglobin dapat berikatan dengan O2 yang diperlukan.
Sebaliknya, kenaikan pH atau penurunan suhu akan menggeser kurva ke arah kiri dan
diperlukan PO2 yang lebih rendah untuk berikatan dengan O2.10
Gambar 7. Kurva Disosiasi HbO2.11
Larutan Buffer Asam Basa
Larutan buffer, larutan dapar,larutan penyangga, atau larutan penahan adalah larutan yang
dapat mempertahankan harga pH jika kedalam larutan tersebut ditambahkan sejumlah kecil
asam, basa, atau dilakukan pengenceran. Larutan buffer yang banyak kita dapati, merupakan
campuran asam lemah dengan salah satu garamnya yang larut dan berasal dari basa kuat atau
basa lemah dengan salah satu garamnya yang larut dan berasak dari asam kuat.12
Buffer asam lemah dengan garamnya (basa konjugasinya). Misalnya larutan yang terdiri atas
campuran asetat CH3COOH dan natrium asetat (CH3COONa); asam sianida (HCN) dengan
kalium sianida (KCN); atau asam metanoat (H-COOH) dan natrium metanoat (H-COONa).
Persamaan Henderson-Hasselbalch, untuk larutan buffer sistem ini : pH = pKa + log
15
[garam]/[asam]. Buffer basa lemah dengan garamnya (asam konjugasinya). Jumlah buffer
jenis ini tidak sebanyak sistem buffer asam lemah dengan garamnta. Yang banyak digunakan
adalah larutan buffer yang terdiri atas campuran amonium hidroksida (NH4OH) dengan
amonium klorida (NH4CL). Persamaan Henderson-Hasselbalch, untuk larutan buffer sistem
ini : pH = pKa + log [garam]/[basa].12
Sistem Buffer Bikarbonat
Sistem buffer bikarbonat merupakan pasangan asam karbonat H2CO3 dan basa konjugasinya
bikarbonat MHCO3 atau HCO3-. Persamaan Henderson-Hasselbalch, untuk larutan buffer
sistem ini : pH = pKa + log [HCO3-]/[H2CO3]. Dalam sistem buffer ini apabila kemasukan
sedikit asam kuat misalnya HCl, ion Hidrogen atau ion H+ dari asam kuat yang berpotensi
menurunkan pH ditangkap oleh basa konjugat HCO3- membentuk asam lemah H2CO3
sehingga pH kembali ke pH semula dan hanya sedikit bergeser ke sisi asam. Sedangkan
apabila kemasukan basa kuat misalnya NaOH, ion hidroksil atau ion OH- yang berasal dari
basa kuat dan berpotensi menaikkan pH ditangkap oleh asam karbonat (H2CO3) membentuk
basa lembah HCO3- dan air sehingga pH kembali ke semula dan hanya sedikit bergeser
kekanan.12
Sistem Buffer Fosfat
Sistem buffer fosfat tersusun atas pasangan asam dihidrogen fosfat MH2PO4 atau H2PO4- dan
basa konjugasinya monohidrogen fosfat M2HPO4- atau HPO4
-. Rumus pH untuk sistem buffer
fosfat ini adalah pH = pKa + log [HPO4-]/[H2PO4
-]. Pada sistem buffer fosfat ini jika kontak
dengan sedikit asam kuat, ion H+ hasil ionisasi asam kuat, yang berpotensi menurunkan
harga pH, ditangkap oleh HPO4- membentuk asam yang sangat lemah H2PO4
-. Karena
penangkapan ion H+, perubahan atau penurunan pHnya relatif kecil. Sedangkan apabila
ditambahkan basa kuat, ion OH- hasil ionisasi NaOH, yang berpotensi menaikkan pH, diikat
oleh H2PO4- membentuk basa yang sangat lemah HPO4
- sehingga hanya terjadi sedikit
perubahan pH.12
Sistem Buffer Protein
Protein (HPr) dan garam natriumya yaitu natrium proteinat (NaPr) dapat membentuk
pasangan sistem buffer yang dapat menahan kelebihan asam atau kelebihan basa. Seperti
halnya sistem buffer bikarbonat dan sistem buffer fosfat, apabila pada sistem buffer ini
16
dimasukkan asam kuat, ion H+ hasil ionisasi asam kuat ditangkap oleh garam natrium
proteinat, sehingga menahan perubahan pH. Apabila dimasukkan basa kuat, ion OH- hasil
ionisasi NaOH yang berpotensi menaikkan pH diikat oleh HPr membentuk NaPr sehingga
hanya terjadi sedikir perubahan ph. 12
Sistem Buffer Hemoglobin
Sistem buffer hemoglobin dikenal dua macam yaitu pasangan asam lemah hemoglobin (HHb)
dengan basa konjugasi hemoglobin (Hb-) dan pasangan asam oksihemoglobin (HHbO2)
dengan basa konjugasi oksihemoglobin (HbO2-). Bertambahnya asam dalam butir-butir darah
merah yang dapat menurunkan pH akan ditangkap oleh basa konjugasi hemoglobin(Hb-) dan
basa konjugasi oksihemoglobin (HbO2). Dengan ditangkapnya H+ oleh sistem buffer
hemoglobin ini, dibantu oleh sistem buffer yang lain, pH eritrosit dapat dipertahankan pada
kondisi normal. 12
Sistem Buffer dalam Darah
Harga pH darah normal sekitar 7,35-7,45. Seseorang dianggap mengalami asidosis bila pH
tersebut berada dibawah 7,35 dan mengalami alkalosis bila pH tersebut meningkat di atas
7,45. Berbagai sistem buffer dapat membantu menstabilkan pH tersebut. Hasil akhir berbagai
proses metabolik intrasel adalah karbon dioksida dan air. Karbon dioksida tersebut yang
berdifusi ke dalam darah akan mengalami proses lebih lanjut. 12
Sistem Buffer dalam Plasma Darah
Lebih dari 90% karbon dioksida yang masuk plasma darah berdifusi menuju eritrosit,
sedangkan sisanya larut dalam plasam, bereaksi dengan air dalam plasma, dan diikat oleh
protein plasm. Karbon dioksida dalam plasma bereaksi dengan air membentuk asam karbonat
dalam jumlah yang sedikit sekali sebab dalam plasma tidak ada enzim karbonat anhidrase
yang mengatalisis reaksi ini. Asam karbonat yang terbentuk juga sangat sedikit terurai
menjadi ion hidrogen dan ion bikarbonat. Protein plasma dapat juga mengikat karbon
dioksida sehingga terbentuk protein karbonat yang segera melepaskan ion hidrogennya. Ion
hidrogen yang diperoleh dari peruraian asam karbonat atau peruraian protein karbamat,
ditangkap oleh buffer protein dan buffer fosfat. Dengan ditangkapnya ion hidrogen oleh
kedua sistem buffer ini, pH plasma darah praktis tetap. 12
Sistem Buffer dalam Eritrosit
17
Dalam eritrosit, sebagian karbon dioksida yang berasal dari plasma, cepat bereaksi dengan air
oleh pengaruh enzim karbonat anhidrase, membentuk asam karbonat. Asam karbonat tersebut
dengan segera terionisasi menjadi ion hidrogen dan ion bikarbonat. Sebagian dari
karbondioksida bereaksi dengan protein heomglobin membentuk karbamino hemeoglobin
yang segera melepaskan ion hidrogennya. Oleh karena itu, karbondioksida yang masuk ke
dalam eritrosit terjadi penambahan ion hidrogen yang menurunkanpH. Sistem buffer fosfat
dan sistem buffer hemoglobin dapat mengembalikan pH menjadi normal. Perlu juga diingat,
bahwa dalam eritrosit, ion hidrogen dapat juga diikat oleh HbO2- menghasilkan HHb dan
oksigen. Selanjutnya, oksigen yang terbentuk masuk ke jaringan. 12
Asidosis Metabolik
Asidosis metabolik mencakup semua jenis asidosis selain yang disebabkan oleh kelebihan
CO2 di cairan tubuh. Pada keadaan tak terkompensasi, asidosis metabolik selalu ditandai oleh
penurunan [HCO3-] plasma, sementara [CO2] normal sehingga terbentuk rasio asidotik 10/1.
Masalah dapat timbul karena pengeluaran cairan kaya HCO3- yang berlebihan dari tubuh atau
karena akumulasi asam non karbonat. Pada kasus yang terakhir, HCO3- plasma digunakan
untuk mendapat H+ tambahan tersebut.7
Penyebab Asidosis Metabolik
Asidosis metabolik adalah jenis gangguan asam-basa yang paling sering dijumpai. Inilah
sebagian penyebabnya yang umum yaitu diare berat, diabetes melitus, olahraga berat, dan
asidosis uremik. 7
Diare berat. Selama pencernaan, getah pencernaan kaya HCO3- biasanya disekresikan ke
dalam saluran cerna dan kemudian diserap kembali ke dalam plasma ketika pencernaan
selesai. Selama diare, HCO3- ini hilang dari tubuh dan tidak direabsorpsi. Karena HCO3
-
berkurang maka HCO3- yang tersedia untuk mendapat H+ berkurang sehingga lebih banyak H+
bebas yang ada di cairan tubuh. Dengan melihat situasi ini dari segi yang berbeda,
berkurangnya HCO3- menggeser rekasi CO2 + H2O ↔ H+ + HCO3
- ke kanan untuk
mengompensasi defisit HCO3- meningkatkan [H+] di atas normal.7
Kompensasi untuk Asidosis Metabolik
Kecuali pada asidosis uremik, asidosis metabolik dikompensasi oleh mekanisme pernafasan
dan ginjal serta dapat kimiawi, yaitu penyangga menyerap kelebihan H+, paru mengeluarkan
18
lebih banyak CO2 penghasil H+, dan ginjal mengekskresikan H+ lebih banyak dan menahan
HCO3- lebih banyak. Asidosis metabolik memiliki rasio kurang dari 20/1 yang berkaitan
dengan penurunan [HCO3-].7
Gambar 8. Asidosis Metabolik.13
Skenario 8
Seorang perempuan berusia 4 tahun dibawa orang tuanya ke dokter karena sudah 2 hari ini
BAB encer lebih dari 10 kali sehari. Hasil pemeriksaan fisik pernapasan 22x/menit, suhu 37°
C, kulit kering dan gelisah.
Kesimpulan
19
Penyebab anak tersebut diare karena kehilangan bikarbonat sekunder terhadap diare yang
mengarah pada penurunan HCO3- dengan asidosis metabolik yang bersamaan. Meskipun
HCO3- tetap lebih tinggi dari normal, namun tetap lebih rendah dari yang diperkirakan. Hal
ini berkaitan dengan keseimbangan asam basa.
Daftar Pustaka
1. Mutaqqin A. Asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem pernapasan.
Jakarta : Penerbit Salemba medika;2006.p.4-9.
2. Widyastuti P (editor). Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC;2004.p.266-7.
3. www.dipendidikan.blogspot.com . Diunduh hari Rabu, 15 Mei 2014 pukul 09.20 WIB.
4. www.adijah-arsyad.blogspot.com . Diunduh hari Rabu, 15 Mei 2014 pukul 09.27
WIB.
5. www.janunurse.blogspot.com . Diunduh hari Rabu, 15 Mei 2014 pukul 09.30 WIB.
6. www.indrisampo.blogspot.com . Diunduh hari Rabu, 15 Mei 2014 pukul 09.36 WIB.
7. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC;2013.p.502-17, 631-3.
8. www.Recyclearea.wordpress.com . Diunduh hari Rabu, 15 Mei 2014 pukul 10.05
WIB.
9. Somantri I. Keperawatan medikal bedah asuhan keperawatan pada pasien dengan
gangguan sistem pernapasan. Jakarta : Penerbit Salemba Medika;2007.p.5-7.
10. www.tsbiomed.blogspot.com. Diunduh hari Kamis, 16 Mei 2014 pukul 14.20 WIB.
11. www.users.atw.hu . Diunduh hari Kamis, 16 Mei 2014 pukul 14. 35 WIB.
12. Sumardjo D. Pengantar kimia : buku panduan kuliah mahasiswa kedokteran dan
program starata I fakultas bioksakta. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC;2009.p.526-31.
13. www.dc308.4shared.com . Diunduh hari Kamis, 16 Mei 2014 pukul 15.03 WIB.
20