PBL Maloklusi

42
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Untuk dapat bertahan hidup, manusia memerlukan energi dengan jumlah yang cukup untuk dapat menjalankan berbagai fungsi dalam tubuh maupun aktifitas-aktifitas lain yang sudah menjadi rutinitas sehari-harinya. Untuk itu manusia perlu untuk mengkonsumsi berbagai macam makanan yang mengandung zat-zat yang diperlukan oleh tubuh untuk nantinya diolah menjadi sumber energi oleh mekanisme fungsi tubuh sendiri. Dalam mengolah sumber energi, pertama makanan akan diolah didalam rongga mulut secara kimiawi oleh berbagai enzim pada rongga mulut dan diolah secara fisik dengan bantuan gigi geligi yang masing-masing perannya berbeda sesuai letaknya pada saat mengunyah makanan. Susunan gigi geligi yang baik dan ideal biasanya mempermudah dalam pengunyahan makanan hingga diperoleh bolus yang baik dan mudah dicerna oleh bagian tubuh lainnya. Namun tidak semua orang memiliki susunan gigi geligi yang rapi dan ideal sehingga terkadang seseorang yang memiliki masalah dalam susunan giginya menjadi tidak nyaman dalam mengunyah hingga rasa ketidaknyamanan secara sosial dan menyebabkan hilangnya rasa percaya diri.

description

pbl

Transcript of PBL Maloklusi

25

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar BelakangUntuk dapat bertahan hidup, manusia memerlukan energi dengan jumlah yang cukup untuk dapat menjalankan berbagai fungsi dalam tubuh maupun aktifitas-aktifitas lain yang sudah menjadi rutinitas sehari-harinya. Untuk itu manusia perlu untuk mengkonsumsi berbagai macam makanan yang mengandung zat-zat yang diperlukan oleh tubuh untuk nantinya diolah menjadi sumber energi oleh mekanisme fungsi tubuh sendiri. Dalam mengolah sumber energi, pertama makanan akan diolah didalam rongga mulut secara kimiawi oleh berbagai enzim pada rongga mulut dan diolah secara fisik dengan bantuan gigi geligi yang masing-masing perannya berbeda sesuai letaknya pada saat mengunyah makanan. Susunan gigi geligi yang baik dan ideal biasanya mempermudah dalam pengunyahan makanan hingga diperoleh bolus yang baik dan mudah dicerna oleh bagian tubuh lainnya. Namun tidak semua orang memiliki susunan gigi geligi yang rapi dan ideal sehingga terkadang seseorang yang memiliki masalah dalam susunan giginya menjadi tidak nyaman dalam mengunyah hingga rasa ketidaknyamanan secara sosial dan menyebabkan hilangnya rasa percaya diri. Susunan gigi geligi yang ideal ditandai dengan kontak oklusi yang baik antara maksila dan mandibula dengan syarat-syarat bagian yang berkontak antara gigi maksila dan mandibula termasuk dalam kategori yang ideal. Oklusi normal didefinisikan oleh Hassan (2007), sebagai kondisi gigi geligi dimana tidak terdapat kelainan yang dapat merugikan secara estetika maupun fungsi gigi geligi dalam mengunyah, jadi asalkan pasien tidak merasa dirugikan dengan kondisi gigi geliginya maka kondisi oklusi nya masih dapat dikatakan normal.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang akan dibahas dalam laporan ini adalah sebagai berikut.1. Bagaimana perbedaan oklusi normal antara primary dentition, mixed dentition, dan gigi permanen? 2. Apa dan bagaimana etiologi dari maloklusi dikaitkan dengan malposisi dan kasus yang terjadi?3. Apa yang dimaksud dengan maloklusi beserta klasifikasinya?

4. Bagaimana dampak terjadinya maloklusi terhadap perkembangan psikologis dan emosional?

C. Tujuan Tujuan dari pembuatan laporan ini adalah sebagai berikut. 1. Untuk mengetahui perbedaan oklusi normal yang terjadi pada primary dentition, mix dentition dan gigi permanen.

2. Untuk mengidentifikasi faktor penyebab maloklusi yang ada di dalam kasus dan mengkaitkannya dengan malposisi, malrelasi dan malformasi yang terjadi.

3. Untuk memahami perkembangan psikologis dan emosional pada usia anak-anak dikaitkan dengan kaus yang terjadi pada skenario.D. ManfaatManfaat yang akan diperoleh dari laporan ini adalah sebagai berikut.1. Mahasiswa dapat mempelajari bagaimana perbedaan oklusi normal antara primary dentition, mixed dentition dan gigi permanen sehingga dapat mengurangi maloklusi pada pertumbuhan pasien disesuaikan usia.

2. Mahasiswa dapat mengaitkan penyebab maloklusi gigi dengan keadaan rongga mulut pasien sehingga dapat menentukan perawatan yang akan dilakukan.BAB II

ISI

A. SkenarioBapak Kim Eun Jun datang bersama istri nya Suyatmi, dan anak mereka yang saan ini berusia 9 tahun bernama Eleora ke RSGMP Unsoed. Kepada dokter gigi yang menangani, sang ibu nercerita bahwa beberapa hari belakangan ini Eleora tidak mau berangkat sekolah dikarenakan sering diejek oleh teman-temannya. Keadaan ini menggangu Eleora secara emosional dan psikologis. Bapak Kim Eun Jun pun bercerita bahwa Eleora sangat ingin menjadi foto model namun malu karena kondisi gigi putri kesayangannya tidak rapi. Pada pemeriksaan intra oral ditemukan supernumerary teeth pada gigi insisivus sentralis maksila. Insisivus centralis kiri dan lateralis kanan maksila palatoversi. Terlihat adanya crossbite anterior disertai crowding pada regio anterior mandibula, tidak tampak adanya deep bite. Pengukuran overbite dan overjet Eleora masih dalam batas wajar. Dari wawancara yang dilakukan, diketahui bahwa pada masa primary dentition dan mix dentition, Eleora pernah mengalami over retained deciduous teeth. Hasil pemeriksaan molar relation, didapat maloklusi Angle kelas I tipe 3. Dari hasil foto rontgen yang dilakukan tampak adanya dilaserasi pada akar gigi insisivus lateralis rahang atas sebelah kanan. Profil Eleora normal dengan jaringan lunak menutupi daerah malposisi gigi. Eleora dapat menutup rahang tanpa adanya hambatan.A. Alpha

B. Tahap Seven Jumps

STEP 1 (Claryfying Unfamiliar Term)

1. PalatoversiPaloversi adalah keadaan gigi yang lebih condong ke arah palatum serta lebih ke arah posterior, sehingga gigi dapat dikatakan hampir retrusif.

2. Over retained deciduous teeth

Over retained deciduous teeth adalah gigi yang sulit tanggal dan masih tetap menempel pada waktu yang tidak seharusnya.3. Dilaserasi

Dilaserasi adalah sebutan untuk akar gigi yang terdapat lengkung tajam atau kompleks.

4. Supernumerary teeth

Supernumerary teeth adalah kelainan gigi dengan bertambahnya jumlah gigi yang tidak biasa.5. Crossbite

Crossbite adalah gigitan silang dimana gigi maksila terletak lebih ke belakang dibandingkan gigi mandibula.6. Crowding

Crowding adalah susunan gigi yang berjejal atau ketidakserasian ukuran rahang gigi yang lebih sempit dan gigi geligi yang banyak.7. Primary dentition

Primary dentition adalah gigi yang pertama muncul didalam rongga mulut, dengan erupsi penuh pada usia 2,5 tahun 3 tahun.8. Mixed dentition

Mixed dentition adalah keadaan gigi yang tumbuh yaitu gigi permanen namun gigi susu belum tanggal semua, ketika mixed dentition tidak di jaga maka dapat menyebabkan crowding.9. Overjet

Overjet adalah jarak horizontal dari incisal edge RA dengan insisal RB.

10. Deep bite

Deep bite adalah suatu keadaan insisal RB mengenai singulum rahang bawah, dan pada posisi ini condyle berada di posterior fossa glenoid.11. Maloklusi Angle kelas 1 tipe 3

Maloklusi Angle kelas 1 tipe 3 adalah suatu pembagian angle yang dibagi berdasarkan hubungan molar, pada maloklusi kelas 1 cups mesiobukal M1 atas berkontak dengan buccal groove M1 bawah, dan maloklusi ini dikatakan normal.

12. Molar relation

Molar relation adalah kontak antara oklusal molar atas dengan gigi antagonisnya.

13. Overbite

Overbite adalah jarak vertikal dari incisal edge RA dengan incisal edge RB atau bisa disebut juga dengan tinggi gigit.STEP 2 (Problem Definition)

1. Apa saja ciri-ciri oklusi normal?2. Apa saja jaringan lunak pada rongga mulut?3. Apa yang dimaksud maloklusi?4. Apa saja penyebab dari maloklusi?5. Apa saja klasifikasi maloklusi?6. Bagaimana perkembangan psikologis dan emosional anak usia 9 tahun?

7. Apa saja faktor-faktor pengganggu perkembangan psikologis?8. Berapa ukuran overbite dan overjet yang normal?

Gambar 2.1 Skema Rumusan Masalah

STEP 3 (Brainstorm)1. Ciri-ciri oklusi normalGigi anterior RA lebih protusif dari RB, gigi berkontak rapat tanpa rotasi, gigi insisal RA menutupi 1/3 gigi insisal, lengkung rahang parabola dengan ukuran rahang dan gigi yang sesuai, tonjol mesiobukal M1 RA kontak dengan buccal groove M1 RB.

2. Termasuk jaringan lunak pada rongga mulut

Jaringan lunak terdiri dari bibir, pipi yang harus seimbang kekuatannya dan frenulum yang tidak panjang maupun tidak pendek. Bagian bibiryang kompeten dapat menutup tanpa usaha maksimal, terlihat di bagian kerutan dagu.

3. Maloklusi

Maloklusi adalah suatu kelainan antara gigi-gigi rahang atas dan rahang bawah saat berkontak, sehingga terjadi hubungan yang tidak sempurna antara rahang atas dan rahang bawah.

4. Penyebab maloklusi

Deep bite, over retained deciduous teeth, menekan lidah ke depan, herediter, trauma, tingkah laku, anomali gigi, dan gigi tanggal sebelumnya.

5. Klasifikasi maloklusi

a. Dental b. Skeletal

c. FungsionalTipe skeletal juga berasal dari otot maksila dan mandibula yakni :

a. kelas 1 : maksila lebih ke anteior

b. kelas 2 : edge to edge

c. kelas 3 : maksila lebih ke posterior

6. Perkembangan psikologis dan emosional

Pada anak usia 9 tahun sudah dapat diajak untuk berpikir secara konkrit namun tidak boleh memberikan contoh kata-kata negatif. Dalam perkembangannya anak usia 9 tahun lebih diberikan reward dan punishment dengan apa yang anak tersebut lakukan. 7. Faktor penggangu perkembangan psikologis

Peran orang tua yang terlalu memanjakan anak, faktor lingkungan yang selalu mengucilkan dan faktor herediter yang menurun ke anak tersebut.STEP 4 (Analyzing the problem) 1. Ciri-ciri oklusi normalCiri-ciri oklusi normal yakni :

a. Hubungan yang tepat antar lengkung gigi

b. Overbite dan overjet yang normal

c. Hubungan gigi-gigi normal, tidak ada rotasi

d. Tidak ada celah diantara gigi geligi

2. Termasuk jaringan lunak pada rongga mulut Jaringan lunak terdiri dari mukosa pipi, bibir, gingiva, lidah, palatum, dan dasar mulut. Struktur jaringan lunak mulut terdiri dari lapisan tipis jaringan mukosa yang licin, halus, fleksibel dan berkeratin atau tidak berkeratin. 3. Maloklusi

Maloklusi adalah setiap keadaan yang menyimpang dari oklusi normal, maloklusi juga dapat diartikan sebagai suatu kelainan susunan gigi geligi atas dan bawah yang berhubungan dengan bentuk rongga mulut serta fungsi.

4. Penyebab maloklusi

Ketidakseimbangan antara ukuran rahang dan ukuran gigi atau antara ukuran rahang bagian atas dan bawah. Penyebab lain adalah faktor keturunan, gangguan pertumbuhan, trauma, keadaan fisik, kebiasaan buruk menghisap ibu jari, malnutrisi dan hilangnya salah satu atau lebih gigi sehingga ketika gigi hilang, gigi sekitarnya cenderung bergerak keluar barisan.

5. Klasifikasi maloklusi

Klasifikasi maloklusi dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu maloklusi Klas I, Klas II, dan Klas III.

a. Maloklusi Klas I : Relasi normal anteroposterior dari mandibula dan maksila. Tonjol mesiobukal molar pertama permanen berada pada buccal groove molar pertama permanen mandibula. Kelainan yang menyertai yakni gigi berjejal, rotasi dan protusi.

b. Maloklusi Klas II : Relasi posterior dari mandibula terhadap maksila. Tonjol mesiobukal molar pertama permanen atas berada lebih mesial dari buccal groove gigi molar pertama permanen mandibula.

c. Maloklusi Klas III : relasi anterior dari mandibula terhadap maksila. Tonjol mesiobukal molar pertama permanen atas berada lebih distal dari buccal groove gigi molar pertama permanen mandibula dan terdapat anterior crossbite.

6. Perkembangan psikologis dan emosional

Perkembangan untuk anak usia 9 tahun akan cenderung menjadikan anak tersebut tidak percaya diri serta minder terhadap lingkungan sekitar yang selalu mengucilkan.

7. Faktor pengganggu perkembangan psikologis

Faktor utama yang akan mengganggu perkembangan psikologis anak usia 9 tahun yaitu lingkungan yang selalu megucilkan sehingga dalam perkembangannya akan menurunkan sikap kepercayaan dirinya dan memberikan dampak yang buruk terhadap kualitas hidupnya kedepan karena rasa minder terhadap lingkungan sekitarnya.

STEP 5 (Formulating learning issue)

1. Apa pengertian dari

a. Dilaserasi

b. Deep bite2. Bagaimana ciri oklusi normal dan perbandingannya antara primary dan mixed dentition?

3. Berapa ukuran overbite dan overjet normal?

4. Bagaimana etiologi dari maloklusi?

5. Bagaimana klasifikasi dari maloklusi?

6. Apa saja kriteria dari maloklusi?

7. Bagaimana kaitan antara maloklusi, malposisi, dan malrelasi?8. Bagaimana dampak maloklusi terhadap perkembangan psikologis dan emosional?Step 6 (Self Study)

Step 7 (Reporting)

1. Pengertiana. DilaserasiDilaserasi merupakan angulasi atau pembengkokkan akar yang abnormal terhadap aksis memanjang dari mahkota gigi. Seringkali angulasi terjadi sangat tajam dan hampir tegak lurus. Dilaserasi ini dapat terjadi karena adanya trauma yang dapat menyebabkan mahkota bergeser dan akar memutar atau membengkok (Sudiono, 2008). Menurut Harshanur (1991), ukuran angulasi akar dari dilaserasi berkisar antara 450 - >900. Apabila terjadi dilaserasi pada akar gigi maka dapat menyebabkan kesulitan pencabutan gigi. b. Deep biteDeep bite merupakan jarak menutupnya bagian insisal insisivus maksila terhadap insisal insisivus mandibula dalam arah vertikal melebihi 2-3 mm. Pada kasus deep bite, gigi posterior sering linguoversi atau miring ke mesial dan insisivus madibula sering berjejal, linguoversi (Sudiono, 2008). Menurut Rostina (1997), deep bite dapat dikategorikan menjadi dua jenis, yaitu complete deep bite dan incomplete deep bite. Dikatakan complete deep bite apabila insisivus mandibula kontak dengan bagian palatal dari insisivus maksila, sedangkan incomplete deep bite apabila terjadi overbite lebih dari 2-3 mm.2. Ciri oklusi normalOklusi antara gigi geligi maksila dan mandibula memiliki ciri tertentu yang ideal dan dikatakan normal. Banyak peneliti yang menyampaikan berbagai konsep oklusi normal. Salah satunya Andrew (1972) yang menyebutkan terdapat enam kunci utama dari oklusi, yaitu

a. Relasi gigi molar pertama klas I Angle1) Mesio bukal cusp M1 RA terletak di bukal groove M1 RB2) Disto bukal cusp M1 RA terletak diantara embrassure M1 dan M2 RB

b. Angulasi atau kemiringan labiolingual normalc. Inklinasi atau kemiringan mesiodistal normald. Gigi berkontak rapat atau tidak ada spacee. Tidak ada rotasi f. Curva Spee datar atau flat occlusal planes(Foster, 1997)

Namun, terdapat ciri yang membedakan antara oklusi gigi desidui dan gigi permanen. Beberapa ciri oklusi primary dentition menurut (), yaitu

a. Lengkung rahang ovoidb. Terdapat celah atau space antar gigic. Relasi antara M2 RA dan RB cusp sejajar atau flush terminal planed. Caninus RA terletak diantara distal caninus RB dan M1 RB atau neutroklusi

Sedangkan ciri dari oklusi gigi permanen diantaranya.a. Lengkung RA lebih besar dari lengkung RB

b. Oklusal RA lebih cembung daripada RB

c. Bentuk dan fungsi tiap gigi normal

d. Overbite dan overjet normal

e. Posisi gigi normal()

Menurut Thomson (2007), oklusi gigi desidui atau sulung berbeda dengan gigi permanen. Pada gigi desidui, yang menjadi kunci adalah relasi M2 RA dan RB yg sejajar cuspnya, sedangkan pada mixed dentition dan permanen yang menjadi kunci oklusi adalah relasi M1.3. Overbite dan overjet normal

a. OverbiteOverbite merupakan jarak vertikal dari ujung insisivus rahang atas dan rahang bawah. Overbite ideal saat oklusi apabila insisivus rahang bawah kontak dengan 1/3 palatal dari insisivus rahang atas (Grist, 2010). Menurut Foster (1997), ukuran overbite normal berkisar antara 2-4 mm.b. OverjetOverjet merupakan jarak horizontal saat oklusi antara insisivus rahang atas dan rahang bawah. Ukuran normal overjet berkisar 2-4 mm. Apabila melebihi dari 4 mm dapat dikatakan deep bite (Foster, 1997).4. Etiologi maloklusiMaloklusi merupakan oklusi yang tidak sempurna. Maloklusi dapat disebabkan karena berbagai penyebab atau etiologi. Menurut (AFRA), etiologi dari maloklusi dapat dibedakan menjadi etiologi ekstrinsik dan intrinsik.

a. Ekstrinsik1) Herediter

2) Kelainan bawaan3) Kebiasaan buruk4) Malnutrisi5) Pertumbuhan dan perkembangan yang salahb. Intrinsik 1) Kelainan jumlah, ukuran, atau bentuk gigi2) Premature loss

3) Prolonged retentionSedangkan menurut (DEDEH), etiologi maloklusi dapat dibedakan menjadi faktor herediter dan faktor lokal. Faktor herediter ini dapat berupa diastem atau crowded pada gigi. Faktor lokal dapat berupa premature loss, gigi desidui yang sulit tanggal atau prolonged retention, jaringan lunak tidak seimbang, trauma, kebiasaan buruk, dan iatrogenik akibat pemasangan alat ortodonsi. Menurut Rostina (1997), etiologi maloklusi terdiri dari prenatal yaitu faktor herediter dan kongenital serta postnatal yaitu faktor ekstrinsik seperti premature loss, trauma, ataupun sistemik.

Etiologi maloklusi berdasarkan pada kasus skenario, maloklusi terjadi karena adanya persistensi atau over retained deciduous teeth, yang dapat disebabkan adanya gangguan pada nutrisi, arah tumbuh gigi permanen tidak searah dengan gigi susu yang akan digantikan, atau karena tidak cukupnya tempat bagi gigi permanen. Selain itu, adanya over retained deciduous teeth dapat menyebabkan terjadinya anomali berupa supernumerary teeth, sehingga arah tumbuh gigi 12 dan 21 terganggu menjadi ke palatal (palatoversi), dan mengakibatkan crossbite anterior menjadi maloklusi kelas 1 tipe 3. Adanya dilaserasi pada akar 12 dapat disebabkan karena trauma gigi desidui, di mana terjadi gangguan pembentukan enamel sehingga dilaserasi mengganggu pertumbuhan akar (Zenab, 2010).5. Klasifikasi maloklusi

Maloklusi dapat dibedakan menjadi tiga kelas menurut Angle, yaitu.

a. Kelas 1 maloklusi atau neutroklusi

1) Lengkung gigi atas dan bawah mempunyai hubungan normal.

2) Mesio bukal cusp M1 RA terletak di bukal groove M1 RB.

3) Mesio palatal cusp M1 RA terletak di sentral fossa MI RB.

4) Disto bukal cusp M1 RA terletak diantara embrassure M1 dan M2 RB.

5) Letak caninus RA interlock antara caninus dan P1 RB.Pada kelas 1 dapat dibedakan lagi menjadi lima tipe, yaitu.1) Tipe 1, apabila gigi insisivus berjejal dan gigi caninus terletak di labial.2) Tipe 2, protrusi atau insisivus atas labioversi.3) Tipe 3, apabila satu atau lebih insisivus RA lebih ke arah palatal terhadap insisivus RB (cross bite anterior).4) Tipe 4, apabila terdapat cross bite pada gigi molar atau premolar (cross bite posterior). 5) Tipe 5, mesial drifting karena tanggalnya gigi depan.

b. Kelas II maloklusi atau distoklusi1) Gigi dan lengkung gigi bawah letaknya lebih distal dari normal dalam hubungan dengan gigi dan lengkungan gigi atas.2) Mesiobukal cusp M1 atas letaknya lebih mesial dari bukal groove M1 bawah.3) RA lebih maju daripada RB.Dibedakan lagi ke dalam dua divisi, yaitu.

1) Divisi 1, insisivus atas protrusi dan overjet meningkat.2) Divisi II, insisivus atas retroklusi dan insisivus lateral atas proklinasi dengan overjet normal dan overbite meningkat.c. Kelas III maloklusi atau mesioklusi

1) Gigi dan lengkung gigi bawah letaknya lebih mesial dari normal dalam hubungan dengan gigi dan lengkung gigi atas.

2) Mesio bukal cusp M1 atas letaknya lebih ke distal dari bukal groove M1 bawah.3) RB lebih maju daripada RA.Terdapat tiga tipe dalam kelas 3, yaitu.1) Tipe 1, hubungan incisor edge to edge.

2) Tipe 2, insisivus atas menumpang pada insisivus bawah, seperti hubungan yang normal. Insisivus bawah agak berjejal.3) Tipe 3, insisivus atas linguoversi (cross bite).(Zenab, 2010)Sedangkan menurut Bhalaji (2006), pada maloklusi kelas 3 dapat dibedakan menjadi maloklusi sejati apabila mandibula besar dan protusif dan pseudo apabila disebabkan karena habitual atau kebiasaan dilihat dari pergerakan mandibulanya. Selain itu, maloklusi dapat dibedakan berdasarkan etiologi dan kegunaanya. Menurut Bennet, maloklusi dapat dibagi menjadi tiga kelas berdasarkan etiologinya, yaitu.a. Kelas I, karena faktor lokalb. Kelas II, karena defek perkembangan gigic. Kelas III, karena rotasi lengkung gigiBerdasarkan kegunaannya, klasifikasi maloklusi, yaitu.

a. Fungsi studi epidemiologib. Fungsi statistik kondisi oral1) Bjork, untuk merekam oklusi pada gejalanya

2) Baume, berkaitan dengan masalah penilaian oklusal dilihat dari pemeriksaan intra arch dan inter arch(Hassan dan Rahimah, 2007)

Sedangkan menurut British Standard Institute, klasifikasi angle tidaklah benar karena kelainan posterior tidak mempengaruhhi gigi yang memiliki oklusi insisal.6. Kriteria maloklusi

Kontak antar gigi geligi rahang atas dan rahang bawah dapat dikatakan tidak sempurna atau maloklusi apabila tidak memenuhi ciri dari oklusi normal. Beberapa kriteria maloklusi menurut Foster (1997), yaitu.

a. Apabila lokasi atau kedudukan gigi yang menyimpang dari oklusi normal, menyimpang dari lengkung rahang.

b. Apabila terbentuk mekanisme refleks yang merugikan selama fungsi pengunyahan.

c. Apabila gigi merusak jaringan lunak mulut.

d. Apabila terdapat gigi berjejal tidak teratur atau crowded.e. Apabila posisi gigi menghalangi bicara yang normal

f. Apabila terjadi ketidak seimbangan dentofasial.7. Kaitan maloklusi, malposisi, dan malrelasi

Maloklusi berkaitan dengan malposisi dan juga malrelasi. Malposisi merupakan penyimpangan pada posisi gigi, seperti penyimpangan hubungan antar gigi pada rahang yang sama maupun antara rahang yang berbeda, dan penyimpangan posisi sumbu terhadap sumbu alveolar. Malposisi ini dapat berupa elongasi apabila gigi tumbuh di atas atau lebih dari oklusal, depresi apabila gigi tumbuh kurang dari oklusal, rotasi, ektopik, dan transversi seperti mesioversi, distoversi, bukoversi, palatoversi, linguoversi, labioversi, serta transposisi (Sulandjari, 2008).

Sedangkan malrelasi merupakan hubungan gigi yang tidak normal atau abnormal, seperti hubungan antara lengkung rahang maupun hubungan lengkung rahang dengan kranium. Contohnya pada kasus bimaksila protusi. Selain itu, maloklusi berkaitan pula dengan malformasi, apabila hubungan lengkung rahang tidak normal namun kemungkinan relasi gigi normal. Contohnya mandibula lebih ke lateral kanan atau kiri (Sulandjari, 2008).8. Dampak maloklusi

Maloklusi memiliki banyak dampak dalam berbagai bidang. Menurut (DEDEH), terdapat empat dampak maloklusi, yaitu.

a. Gangguan pengunyahaan, seperti adanya rasa tidak nyaman dan nyeri pada TMJ.b. Kesulitan saat berbicara.c. Penampilan tidak normal.d. Estetika, seperti kurang baik saat tersenyum dan seringkali akibat maloklusi seseorang menjadi rendah diri karena merasa berbeda dan mendapat ejekan atau punishment dari lingkungannya.

Dampak terhadap perkembangan psikologi dan emosional maloklusi untuk anak sendiri dapat menyebabkan rasa rendah diri karena terdapat perbedaan antar remaja oklusi normal dan maloklusi, kurangnya rasa percaya diri akan penampilannya, dan menjadi beban pikiran sehingga merasa tidak nyaman. Seringkali seseorang yang mengalami maloklusi diejek sehingga dapat mempengaruhi persepsi berteman karena postur wajah yang tidak normal (Zenab, 2010).C. Pembahasan Menurut Foster (1999), oklusi yang ideal pada masa gigi sulung adalah memiliki lengkung rahang yang berbentuk ovoid, relasi molar flush terminal plane, terdapat space antar gigi biasanya mesial dari kaninus atas dan distal dari kaninus bawah dan neuroklusi. Pada masa gigi campuran, merupakan periode dimana gigi susu dan permanen berada bersama-sama di dalam mulut. Akan tetapi kunci oklusi tetap pada molar pertama atas sama seperti pada masa gigi permanen. Menurut Salzmann(1966), terdapat 3 mekanisme yang berbeda pada penyesuaian oklusi normal gigi susu ke periode gigi bercampur sampai tercapai stabilisasi pada periode gigi permanen :1. Jika bidang vertikal dari permukaan distal molar kedua susu atas terletak distal molar kedua susu bawah maka molar pertama permanen akan menempati sesuai dengan oklusi pada gigi susu.

2. Jika terdapat primate space dan bidangvertikal molar kedua susu segaris, maka terjadi oklusi normal pada molar pertama permanen, karena adanya pergeseranmolar susu ke mesial sehingga ruangan tersebut tertutup.

3. Jika bidang vertikal sama dan molar pertama permanen hubungannya cusp, maka oklusi normal terjadi karena adanya pergeseran ke mesial yang terjadi kemudian setelah molar kedua susu tanggal.Terdapat banyak kriteria oklusi ideal pada masa gigi permanen antara lain hubungan yang tepat antar lengkung gigi, angulasi mahkota gigi insisivus tepat di bidang transversal, inklinasi atau kemiringan mahkota gigi insisivus tepat di bidang sagital, tidak ada rotasi, tidak ada celah antara gigi-gigi, kurva spee datar (Andrew, 1972).Keadaan dimana tidak terdapat oklusi yang normal atau ideal disebut dengan maloklusi. Maloklusi merupakan keadaan penyimpangan letak gigi dan malrelasi lengkung gigi (rahang) diluar batas kewajaran yang dapat diterima. Maloklusi dibentuk akibat gabungan dari beberapa kelainan gigi dan lengkung rahang seperti malposisi gigi, malrelasi, malformasi, perubahan ukuran dan jumlah gigi, anomali, serta susunan gigi (Rahardjo, 2012). Malposisi terdiri dari beberapa kelainan letak gigi dalam hubungannya dengan gigi antagonisnya, gigi yang sama dalam satu rahang, serta posisi sumbu terhadap sumbu alveolar. Kelainan ini terdiri dari supraoklusi, infraoklusi, transversi, rotasi, dan ektopik. Supraoklusi berkaitan dengan erupsi gigi geligi yang melebihi garis oklusal, sedangkan infraoklusi adalah kebalikannya, gigi tumbuh tidak mencapai batas oklusi. Transversi berkaitan dengan malposisi gigi yang lebih condong ke arah labial, mesial, palatal, bukal, maupun lingual, misalnya labioversi gigi condong tumbuh ke arah labial. Rotasi didefinisikan sebagai perputaran gigi pada sumbu panjang gigi meliputi sentris dan eksentris. Malformasi berkaitan dengan letak kerangka kranium dengan posisi mandibula pada temporomandibular joint. Keadaan malformasi ditunjukkan dengan arah oklusi rahang bergeser lebih ke lateral baik kanan maupun kiri. Sedangkan malrelasi menunjukkan hubungan yang tidak baik rahang atas dan rahang bawah, malrelasi berhubungan besar dengan malposisi secara sagital sehingga menyebabkan mesioklusi, distoklusi, netriklusi, gigitan tonjol dan tidak berelasi.

Faktor umum yang mempengaruhi perkembangan oklusal dibagi menjadi tiga, yaitu faktor skeletal, faktor otot, dan faktor dental. Faktor skeletal berkaitan dengan tumbuhnya lengkung rahang dan dasar cranium yang dapat mempengaruhi bentuk mulut dan profil muka. Kondisi oklusi gigi geligi berkaitan dengan rahang disebabkan gigi geligi ini menempel pada pada rahang melalui alveolar sedangkan alveolar berhubungan dengan tulang basal. Faktor lain menyebabkan maloklusi terdapat fakror lokal, faktor lingkungan, dan iatrogenik (Rahardjo, 2011).

Faktor lokal dapat berupa gigi sulung tanggal prematur,persistensi gigi (over retained desiduous teeth), trauma, jaringan lunak pendukung gigi seperti bibir, pipi, lidah, dan frenulum. Gigi sulung tanggal prematur biasanya terjadi pada gigi kaninus sulung yang mengakibatkan gigi kaninus geligi tetap tumbuh tidak mengikuti jalur pertumbuhan melainkan mengikuti space yang masih ada, dan gigi m2 sulung yang tanggal prematur juga dapat mempengaruhi pertumbuhan M1 permanen yang nantinya akan drifting sehingga tumbuh arah mesial dan mengurangi ruang tumbuh P2. Trauma juga dapat mempengaruhi pertumbuhan gigi geligi, misalnya akibat adanya trauma pada gigi sulung yang mendesak benih gigi permanen sehingga mengganggu proses kalsifikasi gigi permanen dan mengakibatkan gigi bengkok (dilaserasi).

Faktor lingkungan yang meliputi oral habit, seperti digiti sucking, tongue thrusting, mouth breathing, bruxism, nail sucking dan lip sucking. Digiti sucking yaitu kebiasaan memasukan dan menghisap jari. Hal ini akan menyebabkan open bite, diastema pada gigi anterior maksila, gigi insisivus bawah mengalami linguoversi, rahang menjadi bentuk V. Tongue thrusting merupakan kebiasaan lidah mempertahankan posisi lidah dalam posisi menelan. Kebiasaan tongue thrusting dapat menyebabkan rahang atas protusi, rahang bawah mengalami protusi, diastema, bentuk gigitan open bite. Kebiasaan bernafas dengan mulut (mouth breathing) diakibatkan karena obstruktif atau gangguan saat menghirup udara melalui hidung terjadi pada, habitual atau kebiasaan mouth breathing akibat gangguan tersebut meskipun telah dihilangkan, dan anatomical terjadi apabila bibir atas dan bawah pendek sehingga menyebabkan tidak bisa menutup sempurna sehingga menyebabkan rahang atas menjadi V dan palatum tinggi yang membuat wajah penderita terlihat panjang dan sempit. Bruxism menyebabkan atrisi pada gigi anterior dan erupsi dari insisive menjadi terhambat. Nail biting (mengigit-gitit kuku) dapat menyebabkan ,atrisi pada ujung insisal gigi rotasinya gigi, dan protusi gigi pada gigi yang sering digunakan mengigit. Lip sucking merupakan kebiasaan mengigit bibir sehingga menyebabkan gigi anterior rahang atas menjadi protusi, gigi rahang bawah menjadi retrusi, peningkatan overjet, dan crowding gigi anterior (Singh, 2007).Faktor-faktor habitual yang dapat menyebabkan terjadinya maloklusi ini dipengaruhi oleh frekuensi, durasi, dan intensitas kebiasaan. Dari ketiga komponen ini dapat dirumuskan sebagai berikut : Setiap kelainan gigi yang terjadi pada kasus saling berkorelasi. Kelainan yang mungkin menyebabkan maloklusi pada skenario awal mulanya adalah over retained deciduous teeth, hal ini ditandai dengan adanya gigi tambahan supernumerary teeth pada gigi insisivus sentral maksila. Keadaan bertambahnya gigi ini menyebakan malposisi pada gigi Eleora yang terjadi pada gigi 12 dan 21, keadaan gigi yang palatoversi artinya arah tumbuh mengarah lebih menuju palatum. Jumlah gigi yang terlalu banyak mempengaruhi space yang disediakan dalam rahang tumbuhnya gigi, sehingga dapat menyebabkan gigi berjejal (crowding). Crowding yang terjadi pada kasus berada pada regio anterior mandibula. Gigi 12 dan 21 yang palotoversi juga menyebabkan gigi anterior mandibula terlihat lebih protrusif sehingga menyebabkan crossbite yang terjadi. Kasus menunjukkan tidak ada malformasi yang terjadi dan lengkung rahang masih batas normal. Kasus juga menunjukkan maloklusi kelas 1 tipe 3 yaitu hubungan molar masih dalam batas normal dimana terjadi molar relation kelas 1, yaitu cusp mesiobukal molar 1 rahang atas berkontak dengan buccal groove rahang bawah. Maloklusi kelas 1 tipe 3 menunjukkan adanya crossbite pada gigi anterior, hal ini akibat gigi insisivus rahang atas yang palatoversi

Gambar 2.2 Hubungan Etiologi dan Maloklusi pada kasusMaloklusi merupakan penyimpangan pertumbuhkembangan disebabkan faktor-faktor tertentu, atau bisa dikenal juga dengan penyimpangan terhadap oklusi normal. Menurut Foster (1997), bahwa maloklusi dapat terjadi pada beberapa kondisi dibawah ini, yaitu.1. Saat ada kebutuhan untuk melakukan posisi postural adaptif mandibula.

2. Pada gerakan menutup mandibula dari posisi istirahat atau postural adaptif ke posisiinterkuspal, terdapat translokasi.

3. Posisi gigi yang sedemikian rupa menyebabkan terjadinya mekanisme reflek yang merugikan selama fungsi pengunyahan pada mandibula.

4. Gigi menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak mulut.

5. Terdapat gigi berjejal atau tidak teratur yang memicu jaringan periodontal gigi.

6. Penampilan yang kurang baik akibat posisi gigi yang kurang baik.

7. Terdapat gigi yang menghalangi fungsi bicara.

Klasifikasi MaloklusiKlasifikasi bertujuan untuk mempermudah pemahan serta penjelasan diperlukan klasifikasi. Banyak klasifikasi tentang maloklusi namun yang paling sering digunakan ialah klasifikasi Angle, yaitu.1. Klasifikasi Skeletal

Menurut Maulani (2009), klasifikasi skeletal menghubungkan antara rahang atas dan rahang bawah terhadap dasar kranial. Pengklasifikasiannya yaitu.a. Klas I skeletal yaitu rahang atas dan rahang bawah pada relasi normal (orthognathi).

b. Klas II skeletal yaitu rahang bawah terlihat lebih kecil dibanding rahang atas (retrognathi).

c. Klas III skeletal yaitu rahang bawah terlihat lebih besar dibanding rahang atas (prognathi).2. Klasifikasi Dental AngleKlasifikasi Angle adalah hubungan antara molar pertama rahang atas dan rahang bawah pada oklusi normal yaitu cusp mesiobukal molar pertama permanen rahang atas beroklusi dengan groove bukal depan molar pertama permanen rahang bawah.a. Angle Klas I

Terdapat hubungan antero-posterior dari rahang yang normal dilihat dari molar pertama permanen atau jika kedua lengkung gigi dari rahang bawah menutup dengan posisi oklusi yang normal, cusp mesiobukal gigi molar pertama atas mempunyai relasi dengan buccal groove molar pertama bawah, gigi di sebelah anterior gigi molar posisinya bervariasi mulai dari berjejal atau renggang (Proffit dan Fields, 1993). Menurut Angle, maloklusi kelas I terbagi menjadi.1) Tipe 1 yaitu adanya gigi anterior yang berjejal.

2) Tipe 2 yaitu disertai lengkung gigi yang sempit, labioversi gigi anterior maksila dan linguoversi dari gigi anterior mandibula.

3) Tipe 3 yaitu disertai linguoversi dari gigi anterior maksila, crowded dan kurangnya perkembangan di regio proksimal.

Sedangkan Dr. Martin Dewey merincikan klasifikasi klas I ini menjadi.1) Tipe 1 yaitu gigi-gigi anterior berjejal, gigi molar normal.

2) Tipe 2 yaitu gigi molar normal, gigi anterior terutama gigi atas terlihat labioversi.

3) Tipe 3 yaitu terdapat gigitan silang anterior (crossbite anterior).4) Tipe 4 yaitu hubungan molar normal dalam arah mesio distal tetapi dalam arah buco-lingual ada pada posisi gigitan bersilang (crossbite).

5) Tipe 5 yaitu molar pertama normal, tetapi pada gigi posterior terjadi mesial drifting. Gambar 2.3 netroklusi.

Sumber : Sulandjari H. Buku Ajar Ortodonsia I KGO I; 2008.a. Angle Klas II

Maloklusi Angle klas II yaitu jika gigi geligi molar terletak dalam posisi yang baik pada rahang bawah dan dalam oklusi sentrik lengkung gigi rahang bawah beroklusi ke sebelah distal terhadap lengkung gigi rahang atas (Rahardjo 2008). Relasi cusp mesiobukal gigi molar pertama rahang atas beroklusi pada embrassure antara gigi premolar kedua dan gigi molar pertama (Proffit dan Fields, 1993). Angle membagi Klas II menjadi.1) Divisi 1 yaitu disertai labioversi gigi maksila.

2) Divisi 2 yaitu disertai linguoversi gigi insisivus central maksila.

3) Subdivisi yaitu kondisi unilateral dari kedua divisi.Dr. Martin Dewey membagi maloklusi Angle klas II menjadi :1) Divisi 1 yaitu hubungan molar pertama bawah dan atas distoklusi dan gigi anterior protrusif.

2) Divisi 2 yaitu hubungan molar pertama tetap atas dan bawah distoklusi dan gigi anterior normal, tetapi gigi insisif lateral tetap menutupi sebagian insisif sentral tetap yaitu overlap di atas gigi insisivus sentral tetap.

Gambar 2.4distoklusi

Sumber : Sulandjari H. Buku Ajar Ortodonsia I KGO I; 2008.a. Angle Klas III

Maloklusi klas III yaitu bila posisi gigi geligi molar terhadap rahang masing-masing normal kemudian dalam oklusi sentrik lengkung gigi rahang bawah beroklusi ke arah mesial terhadap lengkung gigi rahang atas. Selanjutnya cusp mesiobukal gigi molar pertama rahang atas beroklusi paling sedikit setengah cups terhadap groove distobukal gigi molar pertama rahang bawah atau gigi geligi rahang bawah setengah cusp lebih ke mesial dari gigi rahang atas dilihat dari hubungan molar pertama. Angle membagi klas III menjadi tiga tipe yaitu.1) Tipe 1 yaitu adanya lengkung gigi yang baik tetapi relasi lengkungnya tidak normal.

2) Tipe 2 yaitu adanya lengkung gigi yang baik dari gigi anterior maksila tetapi ada linguoversi dari gigi anterior mandibula.

3) Tipe 3 yaitu lengkung maksila kurang berkembang, linguoversi dari gigi anterior maksila dan lengkung gigi mandibula baik.

Dr. Martin Dewey merincikan maloklusi Angle klas III sebagai berikut.1) Tipe 1 yaitu hubungan molar pertama tetap atas bawah dan bawah mesioklusi sedangkan hubungan gigi anterior edge to edge.

2) Tipe 2 yaitu hubungan molar pertama tetap atas bawah mesioklusi sedangkan gigi anterior tetap normal.

3) Tipe 3 yaitu hubungan gigi anterior seluruhnya adalah crossbite.

Gambar 2.5 mesioklusi Ungkapan bahwa masa kanak-kanak adalah masa pertumbuhan emas sangatlah tepat. Pada masa ini, anak-anak sedang mengalami fase percepatan pertumbuhan. Namun bukan hanya pertumbuhan fisik yang dialami oleh anak-anak usia 5-9 tahun, melainkan perkembangan psikologis juga menyertai fase ini seiring dengan pertumbuhan fisiknya (Hawadi, 2011). Menurut Wade dan Tavris (2011), masa 6-10 tahun adalah saat dimana anak mempelajari lingkungan dan orang lain untuk dapat diterapkan pada dirinya sendiri agar dapat diterima oleh lingkungan sekitarnya. Reward and punishment masih berperan dalam pembentukan psikologi pada usia ini, walaupun bukan lagi dalam bentuk barang melainkan dalam bentuk respon sosial yang diterima oleh sang anak. Oleh karena itu anak dalam usia ini seringkali mengalami perubahan tingkah laku dan kebiasaan guna menyesuaikan dirinya agar dapat masuk dalam komunitas yang diinginkannya. Reward yang berlebihan akan membuat anak cenderung manja dan pemalas karena anak tidak akan melakukan sesuatu kalau tidak ada hadiahnya, sedangkan punishment yang berlebihan akan membentuk kepribadian rendah diri dan perasaan bersalah setiap kali melakukan suatu pekerjaan. Bimbingan orang tua dan pengarahan yang tepat akan menjadi mercusuar dalam menuntun perkembangan psikologi anak.Berdasarkan kasus, tampaklah jelas bahwa masa perkembangan psikologi yang dialami pasien adalah masa-masa labil yang rentan dipengaruhi lingkungannya. Anak tersebut sampai tidak masuk sekolah lantaran diejek teman-temannya karena maloklusi. Apa yang sesungguhnya terjadi sehingga si anak sangat terpengaruh kata-kata ejekan teman-temannya adalah si anak menganggap bahwa dirinya tidak bisa diterima oleh lingkungannya karena masalah maloklusi yang dialaminya. Si anak merasa bahwa ia berbeda dari teman-temannya dan tidak pantas berada dalam lingkungan tersebut sehingga memutuskan tidak masuk sekolah adalah solusi untuk mengindarinya.Dilihat dari segi reward and punishment, si anak menangkap komentar ejekan teman-temannya sebagai punishment yang ia terima karena penampilan fisiknya tidak sebaik anak-anak yang lain. Punishment sebagai akibat dari maloklusi yang ia terima secara terus menerus membuat si anak merasa rendah diri. Jika dibiarkan tanpa bimbingan kepercayaan diri yang tepat dari orang tua, cepat atau lambat si anak akan menjadi antisosial dan lebih nyaman sendirian guna menghindari kemungkinan punishment yang akan ia terima dari lingkungannya.

BAB III

PENUTUPA. Simpulan

Kesimpulan dari rumusan masalah yang terdapat dalam laporan Problem Based Learning adalah.1. Hal pokok yang membedakan bentuk oklusi pada masa primary dentition, mixed dentition, dan gigi permanen adalah relasi dari gigi molar. Pada masa primary dentition kriteria oklusi normalnya yaitu bentuk lengkung gigi ovoid, relasi molar flush terminal plane, terdapat space antar gigi biasanya mesial dari kaninus atas dan distal dari kaninus bawah dan neuroklusi. Sedangkan pada masa mixed dentition dan permanen yang diperhatikan adalah relasi M1 permanen, untuk kriteria oklusi normal maka tonjol mesiobukal gigi M1 RA kontak dengan bukal groove M1 RB (kelas 1 Angle).

2. Maloklusi merupakan keadaan penyimpangan letak gigi dan malrelasi lengkung gigi (rahang) diluar batas normal. Maloklusi disebabkan oleh gabungan dari beberapa kelainan gigi dan lengkung rahang seperti malposisi gigi, malrelasi, malformasi, perubahan ukuran dan jumlah gigi, anomali, serta susunan gigi.

3. Klasifikasi maloklusi yang sering digunakan yaitu menurut Angle. Angle membagi menjadi 2 klasifikasi umum yaitu klasifikasi skeletal yang berdasarkan hubungan antar rahang dengan dasar kranium dan klasifikasi dental yang berdasarkan hubungan molar pertama rahang atas dan rahang bawah.

4. Anak dengan maloklusi cenderung mendapatkan branding dari teman-temannya sesuai kondisi fisiknya, sehingga membuat anak tidak percaya diri dengan penampilannya dan akan menghambatnya dalam sosialisasi dengan orang lain yang akan mempengaruhi proses perkembangan psikologisnya.B. Saran

Saran yang dapat disampaikan menurut persoalan yang telah kami bahas adalah. Maloklusi dapat dicegah dengan adanya kerjasama antara orang tua dan dokter gigi. Dokter gigi perlu memberikan edukasi kepada orang tua mengenai perkembangan dan pertumbuhan gigi anak, sedangkan peran orang tua adalah mengawasi pertumbuhan anak. Selain itu dokter gigi juga harus lebih cermat dalam menangani pasien dengan memperhatikan usia serta giginya dalam masa primary dentition, mixed dentition, atau gigi permanen sehingga rencana perawatannya tepat.Daftar PustakaAndrew, L F., 1972, The six keys to normal occlusion, Am J Orthod Dentofacial Orthop, 62(3): 296-309.Bhalaji, S. I., 2006, Orthodontics The Art and Science, Arya (MEDI) Publishing House, New Delhi.

Foster, L.,1997, Buku Ajar Ortodonsi, EGC, Jakarta.Graber, T.M., 1972, Orthodontics Principle and Practice, edisi 3, WB. Saunders Co., Philadelphia.Grist, F., 2010, Basic Guide to Orthodontic Dental Nursing, Wiley-Blackwell, United Kingdom.

Harshanur, I. W., 1991, Anatomi Gigi, EGC, Jakarta.

Hassan, R., Rahimah, A. K., 2007, Occlusion, Malocclusion and Method Measurement An Overview. Archieves of Orofacial Science, 2: 3-9.Hawadi, R.A., 2011, Psikologi Perkembangan Anak, Mengenal Sifat, Bakat, dan Kemampuan Anak, Grasindo, Jakarta.

Proffit, W.R., Fields, H.W., 1993, Contemporary orthodontics, edisi 2, Mosby, St. Louis.Rahardjo, P., 2011, Diagnosis Ortodonsi, Airlangga University Press, Surabaya.

Rahardjo, P., 2012, Ortodonti Dasar, Airlangga University Press, Surabaya.Rostina, T., 1997, Oklusi, maloklusi, etiologi maloklusi. Penuntun kuliah ortodonti I, Bagian Ortodonti, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, Medan.Salzmann, M.J., 1977, Principles of Orthodontics, edisi 7, CV. Mosby Co., London.Singh., G., 2007, Textbook of Orthodontics, edisi 2, Jaypee Brothers Medical Puliblisher, India.Sudiono, J., 2008, Gangguan Tumbuh Kembang DentokranioFacial, EGC, Jakarta.

Sulandjari, H., 2008, Buku Ajar Ortodonsia I KGOI, UGM, Jogjakarta.

Thomson, H., 2007, Oklusi, EGC, Jakarta.Wade, C., Tavris, C., 2011, Psikologi edisi kesembilan jilid I, Erlangga, Jakarta.Zenab, Y., 2010, Perawatan Maloklusi Kelas I Angle Tipe 2, UNPAD, Bandung.

Overbite&overjet

Dilaserasi 12

Primary dentition

Mixed dentition

Ruang rahang semakin berkurang

Crossbite anterior

Supernumerary

Crowding anterior mandibula

trauma

over retained desiduous

I = F x D

Jaringan Lunak

Oklusi normal

MALOKLUSI

Faktor pengganggu

Perkembangan psikologis

Definisi

Klasifikasi

Etiologi

Gigi 12 dan 21 Palatoversi

Molar relation

Maloklusi angle kelas 1 tipe 3