Varisela Zoster Virus Maya

13
VARICELLA ZOSTER VIRUS (VZV) DISUSUN OLEH: MAYA RISKA 1307101030172 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

Transcript of Varisela Zoster Virus Maya

VARICELLA ZOSTER VIRUS (VZV)

DISUSUNOLEH:

MAYA RISKA1307101030172

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTERFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS SYIAH KUALADARUSSALAM-BANDA ACEHTAHUN 2013

DefinisiVirus varisela zoster (VZV) merupakan virus penyebab penyakit infeksi virus yang dapat bermanifestasi menjadi varisela (chickenpox) dan reaktivasi latennya menimbulkan herpes zoster (shingles) (Kurniawan et al.,2010). Bagian SMF ilmu kesehatan kulit dan kelamin, 2012 juga menjelaskan bahwa varisela merupakan penyakit kulit dengan kelainan berbentuk vesikel yang tersebar, terutama menyerang anak-anak, bersifat mudah menular yang disebabkan oleh VZV sedangkan herpes zoster (HZ) adalah penyakit yang disebabkan oleh VZV yang sifatnya terlokalisir, terutama menyerang orang dewasa dengan ciri khas berupa nyeri radikuler, unilateral dan gerombolan vesikel yang tersebar sesuai dermatom yang diinervasi oleh satu ganglion saraf sensoris.

Gb.1 VariselaSumber: Fitzpatricks Dermatology in General Medicine

EpidemiologiVarisela terdapat hampir diseluruh dunia dan tidak ada perbedaan ras maupun jenis kelamin. Varisela sering mengenai anak-anak yang berusia dibawah 20 tahun terutama usia 3-6 tahun, hanya sekitar 2% yang terjadi pada orang dewasa. Di Amerika, varisela sering terjadi pada anak dibawah usia 10 tahun dan 5% terjadi di atas usia 15 tahun. Di jepang, umumnya terjadi pada anak dibawah usia 6 tahun sebanyak 81,4% (Lubis, 2008). Indonesia, Kepala Bidang Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Linkungan Dinkes mengatakan terdapat lebih dari limaratus penderita varisela, akan tetapi jumlah tersebut menurun dibandingkan tahun 2006. Berdasarkan data tersebut diperlukan usaha pencegahan berupa vaksinasi untuk mengontrol penyebaran penyakit varisela. Vaksin ini memiliki kemampuan 70-90% untuk mencegah varisela dengan efektifitas 95% dalam mencegah varisela berat (Kurniawan et al., 2010).Insiden terjadinya herpes zoster meningkat sesuai dengan pertambahan umur dan biasanya jarang terjadi pada anak-anak. Di Amerika herpes zoster jarang terjadi pada anak-anak dimana lebih dari 66% terjadi pada usia lebih dari 50 tahun kurang dari 10% dibawah 20 tahun dan 5% dibawah usia 15 tahun. Sekitar 2-3% terjadi pada anak-anak dengan imunocompromised dan keganasan (Harper,2000).

EtiologiVaricella Zoster Virus (VZV) merupakan virus sejenis alpha herpes virus DNA double stranded. VZV dapat menyebabkan varisela dan herpes zoster. Kontak pertama dengan virus ini akan menyebabkan varisela sehingga dikatakan infeksi akut primer. Bila penderita varisela sembuh atau dalam bentuk laten kemudian terjadi serangan kembali maka akan menimbulkan kasus shingles atau zoster (Bechtel, 2013).

Gb 2. Herpes zosterSumber: Fitzpatricks Dermatology in General Medicine

PatogenesisVZV masuk kedalam tubuh manusia melalui mukosa saluran nafas atas, orofaring atau konjungtiva. Siklus replikasi virus pertama terjadi pada hari ke 2-4 yang berlokasi pada nodus limfe regional, kemudian diikuti penyebaran virus dalam jumlah yang sedikit melalui darah dan kelenjar limfe yang mengakibatkan terjadinya viremia primer (biasanya terjadi pada hari ke 4-6 setelah infeksi pertama. Pada sebagian besar penderita yang terinfeksi, replikasi virus tersebut dapat mengalahkan mekanisme pertahanan tubuh yang belum matang sehingga akan berlanjut pada siklus replikasi virus kedua yang terjadi di hepar dan limfe pada sel retikuloendotelial yang mengakibatkan terjadinya viremia sekunder. Timbulah demam dan malaise Pada fase ini, partikel virus akan menyebar ke seluruh tubuh sampai ke dermis dan epidermis pada hari ke 14-16 yang menimbulkan lesi pada kulit, lesi pertama ditandai dengan adanya makula yang berkembang cepat menjadi papula, vesikel dan akhirnya menjadi krusta. Jarang lesi yang menetap dalam bentuk makula dan papula saja Penderita dapat menularkan ke yang lain pada 2 hari sebelum dan 5 hari setelah timbul lesi di kulit (Sugito, 2003).Pada saat viremia skunder, sebagian virus juga menjalar melalui serat-serat sensoris ke satu atau lebih ganglion sensoris dan berdiam diri atau laten di dalam neuron. Selama antibodi yang beredar di dalam darah masih tinggi, reaktivasi dari virus yang laten ini dapat dinetralisir, tetapi pada saat tertentu dimana antibodi turun dibawah titik kritis, virus berkembang biak dan menyebar dalam ganglion dan menyebabkan nekrosis neuron dan peradangan yang hebat sehingga menyebabkan neuralgia berat. Kemudian virus menyebar ke saraf sensorik dan dilepaskan di ujung akhir saraf sensorik di kulit sehingga timbul kluster vesikula zoster, kemudian terjadilah reaktivasi dari virus dan menyebabkan herpes zoster. Herpes zoster oftalmikus disebabkan oleh infeksi cabang pertama nervus trigeminus, sehingga menimbulkan kelainan pada mata, di samping itu juga cabang kedua dan ketiga menyebabkan kelainan kulit pada daerah persarafannya, sering pada dermatom T1-L2. (Straus et al., 2012).

Gambaran KlinisMasa inkubasi varisela berkisar antara 10-20 hari dengan kisaran rata-rata 2 minggu. Gejala klinis dimulai dengan stadium prodormal, yakni demam yang tidak terlalu tinggi, malaise, dan nyeri kepala. Disusul stadium erupsi, dimana timbul erupsi kulit berupa papul eritematosa yang dalam beberapa jam berubah menjadi vesikel. Bentuk vesikel ini khas berupa tetesan embun (tear drops). Vesikel akan berubah menjadi pustul dan kemudian menjadi krusta. Sementara proses ini berlangsung, timbul lagi vesikel-vesikel yang baru sehingga menimbulkan gambaran polimorf. Penyebaran terutama di daerah badan dan kemudian menyebar secara sentrifugal ke muka dan ekstremitas, serta dapat menyerang selaput lendir mata, mulut dan saluran nafas bagian atas. Penyakit ini biasanya disertai rasa gatal (Djuanda, 2013).Gejala prodromal herpes zoster dapat dimulai dengan respon sistemik, misalnya, demam, anoreksia, dan kelelahan. Setelah timbul gejala prodromal, maka timbul gejala patch eritema, limfadenopati regional, peradangan pada saraf sensorik yang terlibat menyebabkan rasa sakit, kemudian muncul vesikula yang berisi cairan jernih, lalu menjadi keruh dan dapat menjadi pustul dan krusta. Kadang-kadang vesikel mengandung darah (herpes zoster hemoragik). Gejala utama herpes zoster adalah terjadinya rasa sakit yang biasanya muncul lebih dulu dan dapat terus berlanjut walaupun ruam sudah menghilang. Masa tunasnya 7-12 hari. Masa aktif penyakit ini berupa lesi-lesi baru yang tetap timbul berlangsung kira-kira seminggu, sedangkan masa resolusi berlangsung kira-kira 1-2 minggu. Di samping gejala kulit dapat juga dijumpai pembesaran kelenjar getah bening regional. Lokalisasi penyakit ini adalah unilateral dan bersifat dermatomal sesuai dengan tempat persarafan. Pada susunan saraf tepi jarang timbul kelainan motorik, tetapi pada susunan saraf pusat kelainan ini lebih sering karena struktur ganglion kranialis memungkinkan hiperestesi pada daerah yang terkena. Kelainan pada muka sering disebabkan oleh karena gangguan pada n. trigeminus atau n. fasialis dan optikus (dari ganglion genikulatum). Herpes zoster oftalmikus disebabkan oleh infeksi cabang pertama nervus trigeminus, sehingga menimbulkan kelainan pada mata, di samping itu juga cabang kedua dan ketiga menyebabkan kelainan kulit pada daerah persarafannya. Sindrom Ramsay Hunt diakibatkan oleh gangguan nervus fasialis dan optikus, sehingga memberikan gejala paralisis otot muka (paralisis Bell), kelainan kulit yang sesuai dengan tingkat persarafan, tinitus, vertigo, gangguan pedengaran, nistagmus dan nausea, juga terdapat gangguan pengecapan. Herpes zoster abortif, artinya penyakit ini berlangsung dalam waktu yang sangat singkat dan kelainan kulitnya hanya berupa beberapa vesikel dan eritem. Pada herpes zoster generalisata kelainan kulitnya unilateral dan segmental ditambah kelainan kulit yang menyebar secara generalisata berupa vesikel yang soliter dan ada umbilikasi. Kasus ini terutama terjadi pada orang tua atau pada orang yang kondisi fisiknya sangat lemah, misalnya pada penderita limfoma malignum. Neuralgia pascaherpetik adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas penyembuhan lebih dari sebulan setelah penyakitnya sembuh. Nyeri ini dapat berlangsung sampai beberapa bulan bahkan bertahun-tahun dengan gradasi nyeri yang bervariasi dalam kehidupan sehari-hari. Kecenderungan ini dijumpai pada orang yang mendapat herpes zoster di atas usia 40 tahun (Djuanda, 2013).

Pemeriksaan Laboratorium1. Tzanck smear, akan ditemui sel datia berinti banyak.2. Direct flourescent assay (DFA), tes ini dapat menemukan antigen virus varisela zoster dan dapat membedakan antara VZV dengan herpes simplek virus.3. Polymerase Chain Reaction (PCR), tes in dapat menemukan asam nukleat dari virus varisela zoster.4. Biopsi kulit, hasil pemeriksaan histopatologis tampak vesikel intraepidermal dengan degenerasi sel epidermal dan acantholisis. Pada dermis bagian atas dijumpai adanya infiltrat limfositik (Lubis, 2008).

Diagnosa BandingVarisela: 1. vesikular exnthem dari virus coxsackie dan ekovirus2. Impetigo3. Insect bite4. Dermatitis kontakHerpes zoster:1. Zosteriform herpes simplek2. Dermatitis kontak3. Insect bite4. Luka bakar (Straus et al., 2012).

PenatalaksanaanPada penderita yang imunokompeten, pengobatan diberikan bersifat simptomatis, yaitu:1. Lesi yang berbentuk vesikel dapat diberikan bedak tabur agar tidak mudah pecah2. Vesikel yang sudah pecah atau berbentuk krusta dapat di berikan salap antibiotik agar tidak terjadi infeksi sekunder.3. Untuk nyeri dan demam dapat diberikan antipiretik dan analgetik, tidak boleh golongan salisilat (aspirin) agar tidak terjadi Sindroma Reye4. Memotong kuku agar tidak menjadi infeksi sekunder karena garukanAntiviral yang diberikan dapat berupa asiklovir, valasiklovir dan famasiklovir agar mengurangi lama sakit, keparahan dan waktu penyembuhan menjadi lebih singkatNeonatus = Asiklovir 500mg/m2 IV setiap 8 jam selama 10 hariAnak (2-12 tahun)= Asiklovir 4x20 mg/kgbb/hari/oral selama 5 hariPubertas dan dewasa= Asiklovir 5x800mg/ hari/oral selama 7 hari Valasiklovir 3x1gr/hari/ oral selama 7 hari Famasiklovir 3x500mg/hari/oral selama 7 hari (Sugito, 2003).

KomplikasiVarisela:1. Infeksi bakteri S.aureus dan Streptococcus pyogenes2. Sindroma reye3. Komplikasi neurologis (meningoensefalitis dan selebran ataxia)4. Arthritis virus Herpes zoster:1. PHN (post hepatic neuralgia)2. Herpes zoster oftalmikus3. Ensefalitis (Kurniawan et al., 2010).

EdukasiPasien diingatkan untuk menjaga kebersihan lesi agar tidak terjadi infeksi sekunder. Edukasi larangan menggaruk karena garukan dapat menyebabkan lesi lebih sulit untuk sembuh atau terbentuk skar jaringan parut, serta berisiko terjadi infeksi sekunder. Selanjutnya pasien tetap dianjurkan mandi, mandi dapat meredakan gatal. Untuk mengurangi gatal dapat pula menggunakan losio kalamin. Untuk menjaga lesi dari kontak dengan pakaian dapat digunakan dressing yang steril, non-oklusif, dan non-adherent (Harper, 2000).

Pencegahan1. Imunisasi pasif:Menggunakan VZIG (Varicella Zoster Imunoglobulin), dengan dosis 125 U/10kgBB (dosis minimum 125 U, dosis maksimum 625 U) pemberian secara IM. Bersifat sementara2. Imunisasi aktifMenggunakan vaksin varisela virus (Oka strain) dan kekebalan yang didapat selama 10 tahun. Pemberian secara subkutan. Vaksin lebih efektif jika pemberian pada umur > 1 tahun dan direkomendarikan antara usia 12-18 bulan. Anak yang berusia