Tuberculosis

16
Tuberculosis Diposkan oleh Ajeng Putri Pramestu BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Penyakit Tuberkulosis Paru termasuk penyakit menular kronis. Waktu pengobatan yang panjang dengan jenis obat lebih dari satu menyebabkan penderita sering terancam putus berobat selama masa penyembuhan dengan berbagai alasan, antara lain merasa sudah sehat atau faktor ekonomi. Akibatnya adalah pola pengobatan harus dimulai dari awal dengan biaya yang bahkan menjadi lebih besar serta menghabiskan waktu berobat yang lebih lama. Alasan ini menyebabkan situasi Tuberkulosis Paru di dunia semakin memburuk dengan jumlah kasus yang terus meningkat serta banyak yang tidak berhasil disembuhkan, terutama negara-negara yang dikelompokkan dalam 22 negara dengan masalah Tuberkulosis Paru besar (high burden countries), sehingga pada tahun 1993 WHO/Organisasi Kesehatan Dunia mencanangkan Tuberkulosis Paru sebagai salah satu kedaruratan dunia (global emergency). Tuberkulosis Paru juga merupakan salah satu emerging diseases. Indonesia termasuk ke dalam kelompok high burden countries, menempati urutan ketiga setelah India dan China berdasarkan laporan WHO tahun 2009 dan penyakit nomor tiga di Indonesia setelah penyakit kardiovaskular dan penyakit saluran pernafasan, dan penyebab kematian nomor satu pada golongan penyakit infeksi/menular. Pada Riskesdas 2007 kasus Tuberkulosis Paru ditemukan merata di seluruh provinsi di Indonesia, kejadian tertinggi berada di perkotaan yaitu sebesar 564% dan kejadian tuberculosis lebih rendah yaitu sebesar 43,6%, sedangkan pada riskesdas tahun 2010 kasus Tuberculosis Paru ditemukan di Kepulauan Riau (64,2%), Maluku (66,2%), DKI Jakarta(66,3%) dan Nusa Tenggara Barat (65,1%). Riskesdas 2010 dikhususkan untuk mengumpulkan indikator MDG terutama yang berhubungan dengan kesehatan, termasuk Prevalensi Tuberkulosis Paru. Data WHO Global Report yang dicantumkan pada Laporan Triwulan Sub Direktorat Penyakit TB

Transcript of Tuberculosis

Page 1: Tuberculosis

Tuberculosis

Diposkan oleh Ajeng Putri Pramestu

BAB IPENDAHULUAN

A.           Latar belakangPenyakit Tuberkulosis Paru termasuk penyakit menular kronis. Waktu pengobatan yang panjang dengan jenis obat lebih dari satu menyebabkan penderita sering terancam putus berobat selama masa penyembuhan dengan berbagai alasan, antara lain merasa sudah sehat atau faktor ekonomi. Akibatnya adalah pola pengobatan harus dimulai dari awal dengan biaya yang bahkan menjadi lebih besar serta menghabiskan waktu berobat yang lebih lama. Alasan ini menyebabkan situasi Tuberkulosis Paru di dunia semakin memburuk dengan jumlah kasus yang terus meningkat serta banyak yang tidak berhasil disembuhkan, terutama negara-negara yang dikelompokkan dalam 22 negara dengan masalah Tuberkulosis Paru besar (high burden countries), sehingga pada tahun 1993 WHO/Organisasi Kesehatan Dunia mencanangkan Tuberkulosis Paru sebagai salah satu kedaruratan dunia (global emergency). Tuberkulosis Paru juga merupakan salah satu emerging diseases. Indonesia termasuk ke dalam kelompok high burden countries, menempati urutan ketiga setelah India dan China berdasarkan laporan WHO tahun 2009 dan penyakit nomor tiga di Indonesia setelah penyakit kardiovaskular dan penyakit saluran pernafasan, dan penyebab kematian nomor satu pada golongan penyakit infeksi/menular. Pada Riskesdas 2007 kasus Tuberkulosis Paru ditemukan merata di seluruh provinsi di Indonesia, kejadian tertinggi berada di perkotaanyaitu sebesar 564% dan kejadian tuberculosis lebih rendah yaitu sebesar 43,6%, sedangkan pada riskesdas tahun 2010 kasus Tuberculosis Paru ditemukan di Kepulauan Riau (64,2%), Maluku (66,2%), DKI Jakarta(66,3%) dan Nusa Tenggara Barat (65,1%). Riskesdas 2010 dikhususkan untuk mengumpulkan indikator MDG terutama yang berhubungan dengan kesehatan, termasuk Prevalensi Tuberkulosis Paru. Data WHO Global Report yang dicantumkan pada Laporan Triwulan Sub Direktorat Penyakit TB dari Direktorat Jenderal P2 & PL tahun 2010 menyebutkan estimasi kasus baru TB di Indonesia tahun 2006 adalah 275kasus/100.000 penduduk/tahun dan pada tahun 2010 turun menjadi 244kasus/100.000 penduduk/tahun. (Kementrian kesehatan RI, 2010).

B.            Tujuan 1.        Tujuan Umum

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah diharapkan agar mahasiswa memahami proses patologi tuberculosis paru.

2.        Tujuan KhususAdapun tujuan khususnya adalah diharapkam mahasiswa mampu :

a.       Menjelaskan anatomi dan fisiologi pernafasan b.      Menjekaskan etiologi penyakit tuberculosisc.       Menjelaskan patogenesis penyakit tuberculosisd.      Menjelaskan proses terjadinya penyakit tuberculosise.       Menjelaskan manifestasi klinik penyakit tuberculosisf.       Menjelaskan penatalaksanaan penyakit tuberculosisg.      Menjelaskan komplikasi penyakit tuberculosish.      Menjelaskan prognosis penyakit tuberculosisi.        Menjelaskan epidemiologi penyakit tuberculosis

Page 2: Tuberculosis

C.           Metode PenulisanMetode penulisan ini menggunakan metode study kepustakaan, penulis menggambil berbagai buku dari perpusatakaan sebagai bahan referansi sebagai acuan dalam pembuatan makalah.

D.           Sistematika Penulisan Penulisan makalah ini terdiri dari tiga bab yang terdiri dari: BAB I Pendahuluan terdiri dari: latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan. BAB II Tinjauan Teori terdiri dari: anatomi pernafasan, fisiologi pernafasan, penyakit tuberkulosis terdiri dari etiologi, patogenesis, patoflow, manifestasi klinik, penatalaksanaan, komplikasi, prognosis, epidemiologi. BAB V Penutup terdiri dari: kesimpulan dan saran.

BAB IILANDASAN TEORI

       

A.      Anatomi Sistem Pernafasan Respirasi adalah suatu peristiwa tubuh kekurangan oksigen, kemudian oksigen yang berada diluar tubuh dihirup (inspirasi) melalui organ-organ pernafasan, dan pada keadaan tertentu bila tubuh kelebihan karbon dioksida maka tubuh berusaha untuk mengeluarkannya dari dalam tubuh dengan cara menghembuskan napas (ekspirasi) sehingga terjadi suatu keseimbangan antar oksigen dan karbon dioksida dalam tubuh (Syaifudin, 2009). Sistem respirasi berperan untuk menukar udara ke permukaan dalam paru. Udara masuk dan menetap dalam sistem pernafasan dan masuk dalam pernafasan otot. Trakea dapat melakukan penyaringan, penghangatan, dan melembapkan udara yang masuk, melindungi permukaan organ yang lembut. Hantaran tekanan menghasilkan, mengatur udara dan mengubah permukaan saluran napas bawah (Syaifudin, 2011).Guna pernafasaan yaitu mengambil oksigen dari luar masuk ke dalam tubuh, beredar dalam darah, selanjutnya terjadi proses pembakaran dalam sel atau jaringan, mengeluarkan karbondioksida yang terjadi dari sisa-sisa hasil pembakaran dibawa oleh darah yang berasal dari sel (jaringan). Selanjutnya dikeluarkan melaluiorgan pernafasan Untuk melindungi sistem permukaan dari kekurangan cairan dan mengubah suhu tubuh, melindungi sistem pernafasan dari jaringan lain terhadap serangan patogenik, untuk pembentukan komunikasi seperti berbicara, bernyanyi, berteriak dan menghasilkan suara (Syaifudin, 2011).          1.    HidungHidung (nasal) merupakan organ tubuh yang berfungsi sebagai alat pernafasan (respirasi) dan indra penciuman (pembau). Yang mempunyai 2 lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi). Dalam keadaan normal, udara masuk dalam sistem pernafasan, melalui rongga hidung. Vestibulum rongga hidung berisi serabut-serabut halus. Epitel vestibulum berisi rambut-rambut halus yang berguna untuk menyaring udara, debu dan kotoran yang masuk ke dalam lubang hidung. (Syaifudin, 2002). Lapisan dalam terdiri dari selaput lendir yang berlipat-lipat yang dinamakan karang hidung (konka nasalis), yang berjumlah 3 buah yaitu konka nasalis inferior (bagian bawah), konka nasalis media ( bagian tengah), konka nasalis superior ( bagian atas). Diantara konka terdapat 3 buah lekukan meatus yaitu meatus superior (lekukan bagian atas), meatus medialis ( lekukan bagian tengah ), meatus inferior ( lekukan bagian bawah ). Meatus ini dilewati oleh udara pernapasan, sebelah dalam terdapat lubang yang berhubungan dengan tekak, lubang disebut koana. Dasar dari rongga hidung dibentuk oleh tulang rahang atas, ke atas rongga

Page 3: Tuberculosis

hidung berhubungan dengan beberapa rongga yang disebut sinus paranasalis, yaitu sinus maksilaris pada rongga rahang atas, sinus frontalis pada tulang dahi, sinus sfenoidalis pada rongga tulang baji, dan sinus ethmoidalis pada rongga tulang tapis. (Syaifudin, 2002).Pada hidung dibagian mukosa terdapat serabut-serabut saraf atau reseptor-reseptor dari saraf penciuman disebut nervus olfaktorius. Disebelah belakang konka bagian kiri kanan dan sebelah atas langit-langit terdapat satu lubang pembuluh yang menghubungkan rongga tekak dengan rongga pendengaran tengah saluran ini desebut tuba auditiva eustaki, yang menghubungkan telinga tengah dengan faring dan laring. (Syaifudin, 2009).

2.        FaringMerupakan tempat persimpangan antara jalan pernafasan dan jalan makanan. Terdapat dibawah dasar tengkorak, di belakang rongga hidung dan mulut sebelah depan ruas tulang leher. Hubungan dengan rongga lain yaitu, ke atas berhubungan dengan rongga hidung dengan perantara lubang koana, ke depan berhubungan dengan rongga mulut bernama istmus fausium, ke bawah terdapat 2 lubang, ke depan lubang laring, ke belakang lubang esofagus. Dibawah selaput lendir terdapat jarngan ikan dan kumpulan getah bening yang dinamakan adenoid. Disebelahnya terdapat 2 tonsil. Di sebelah belakang terdapat epiglotis yang berfungsi menutup laring pada waktu menelan makanan (Syaifudin, 2011).

3.        LaringMerupakan saluran udara dan bertindak sebagai pembentukan suara terletak di depan bagian faring sampai ketinggian vertebra servikalis dan masuk ke dalam trakea di bawahnya. Pangal tenggorokan yang disebut epiglotis, yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berfungsu pada waktu kita menelan makanan menutupi laring. Laring dilapisi oleh selaput lendir,kecuali pita suara dan bagian epiglotis yang dilapisi oleh sel epitelium berlapis. Pita suara berjumlah 2 bah, di atas pita suara palsudan tidak mengeluarkan suara disebut ventrikularis. Di bawah pita suara sejati yang membentuk suara disebut vokalis (Syaifudin, 2009).         4.    TrakeaTrakea terbentuk oleh 16 s/d 20 cincin yang terdiri tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti huruf C. Panjang trakea 9-11 cm dan di belakang terdiri dari jaringan ikat yang dilapisi oleh otot polos. Sel-sel bersilia berguna untuk mengeluarkan benda-benda asing yang masuk bersama-sama dengan udara pernafasan. Yang memisahkan trakea menjadi bronkus kiri dan kanan disebut karina ( Syaifudin, 2002).

5.        BronkusBronkus (cabang tenggorok) merupakan lanjutan dari trakea. Bronkus terdapat pada ketinggian vertebrae torakalis IV dan V. Bronkus mempunyai struktur sama dengan trakea dan dilapisi oleh sejenis sel yang sama dengan trakea dan berjalan kebawah ke arah tampuk paru. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar dari pada bronkus kiri, terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih ramping dari yang kanan, terdiri dari 9-12 cincin mempunyai 2 cabang. Bronkus bercabang-cabang yang lebih kecil disebut bronkiolus (bronkioli). Pada bronkioli tidak terdapat cincin lagi, dan pada ujing bronkioli terdapat gelembung paru yang disebut alveoli (Syaifudin, 2002).

         6.    Pulmo Paru-paru terletak pada rongga dada datarannya menghadap ke tengah rongga dadakavum mediatinum. Pada bagian tengah itu terdapat tampuk paru-paru atau hilus. Pada mediastinum depan terletak jantung. Paru-paru dibungkus oleh selaput bernama pleura. Pleura terbagi 2 yaitu viseral dan parietal. Pulmo (paru) adalah sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung alveoli. Banyaknya gelembung paru kurang lebih 700.000.000 buah (paru kiri dan kanan). Paru-paru kanan terdiri dari 3 lobus yaitu lobus superior, media, inferior. Paru-paru kiri terdiri 2 lobus yaitu lobus superior dan inferior. Tiap lobus tersusun oleh

Page 4: Tuberculosis

lobulus. Diantara lobulus satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikat yang berisi pembuluh-pembuluh darah getah bening dan saraf-saraf (Syaifudin, 2002).

B.            Fisiologis Pernafasan1.      Pernafasan paru-paru

Merupakan pertukaran oksigen dan karbon dioksida yang terjadi pada paru-paru. Pernafasan melalui paru-paru atau pernafasan eksterna, oksigen diambil melalui mulut dan hidung pada waktu bernafas dimana oksigen masuk melalui trakea sampai ke alveoli berhubungan dengan darah dalam kapiler pulmonar, alveoli memisahkan oksigen dari darah, oksigen menembus membran, diambi oleh sel darah merah dibawa ke jantung dan dari jantung dipompakan keseluruh tubuh. Didalam paru-paru karbondioksida merupakan hasil buangan menembus membran alveoli, dari kapiler darah dikeluarkan melalui pipa bronkus berakhir sampai pada mulut dan hidung. Proses pertukaran oksigen dan karbondioksida, konsentrasi dalam darah mempengaruhi dan merangsang pusat pernafasan terdapat dalam otak untuk memperbesar kecepatan dalam pernafasan sehingga terjadi pengambilan oksigen dan pengeluaran karbon dioksida lebih banyak. (Syaifudin, 2002).

2.      Pernafasan jaringan Darah merah (hemoglobin) yang banyak mengandung oksigen dari seluruh tubuh masuk ke dalam jaringan akhirnya mencapai kapiler, darah mengeluarkan oksigen ke dalam jaringan, mengambil karbon dioksida untuk dibawa ke paru-paru dan di paru-paru terjadi pernafasan eksterna. (Syaifudin, 2002).

3.      Daya muat paru-paruBesarnya daya muat udara dalam paru-paru 4.500 ml-5.000 ml (4,5-5 liter). Udaha yang diproses dalam paru-paru (inspirasi dan ekspirasi) hanya 10%, ± 500 ml disebut juga udara pasang surut (tidal air) yaitu yang dihirup dan yang dihembuskan pada pernafasan biasa. (Syaifudin, 2009).

4.      Pengendalian pernafasanMekanisme pernafasan diatur dan dikendalikan oleh 2 faktor utama yaitu kimiawi dan pengendalian saraf. Adanya faktor tertentu, merangsang pusat pernafasan yang terletak di dalam medula oblongata, kalau dirangsang mengeluarkan implus yang disalurkan melalui saraf spinalis ke otot pernafasan (otot diagfragma atau interkostalis). Penegndalian oleh saraf. Pusat otomatik dalam medula oblongata mengantarkan implus eferen ke otot pernafasan, melalui radik saraf servikalis diantarkan ke diagfragma oleh saraf prenikus. Implus ini menimbulkan kotraksi ritmik pada otot diagfragma dan interkostalis yang kecepatannya kira-kira 15 kali setiap menit. Pengendalian secara kimia. Pengendalian dan pengaturan secara kimia meliputi: frekuensi kecepatan dan dalamnya gerakan pernafasan, pusat pernafasan dalam sumsum sangat peka, sehingga kadar alkali harus tetap dipertahankan, karbondioksida adalah produksi asam dari metabolisme dan bahan kimia yang asam ini merangsang pusat pernafasan untuk mengirim keluar implus saraf yang bekerja atas otot pernafasan. (Syaifudin, 2002).

5.      Kecepatan pernafasan Pada wanita lebih tinggi dari pada pria, pernafasan secara normal maka ekspirasi akan menyusul inspirasi dan kemudian istirahat, pada bayi ada kalanya terbalik, inspirasi istirahat-ekspirasi,disebut juga pernafasan terbalik. (Syaifudin, 2002).

6.      Kebutuhan tubuh terhadap oksigen Oksigen dalam tubuh dapat diatur menurut keperluan, manusia sangat membutuhkan oksigen dalam hidupnya kalau tidak mendapatkan oksigen selama 4 menit akan mengakibatkan kerusakan pada otak yang tak dapat diperbaiki dan bisa menimbulkan kematian, kalau penyediaan oksigen berkurang akan menimbulkan kacau pikiran dan anoreksia serebralis misalnya orang bekerja pada ruangan yang sempit, tertutup, ruang kapal, ketel uap dan lain-

Page 5: Tuberculosis

lain. Bila oksigen tidak mencukupi maka warna darah merahnya hilang berganti kebiruan misalnya yang terjadi pada bibir, telinga, lengan dan kaki disebut sianosis. (Syaifudin, 2009).

7.      Dinamika pernafasan Tekanan udara mendesak melalui saluran pernafasan menekan paru-paru ke arah dinding torak, tekanan dalam ruang pleura mencegah paru-paru menyusut dari dinding toraks dan memaksa paru-paru untuk mengikuti pergerakan pernafasan dinding toraks dan diagfragma, tekanan ini meningkat pada waktu inspirasi dan gerakan pernafasan ini dihasilkan oleh otot pernafasan. Waktu ekspirasi serat otot diagfragma yang relaksasi muncul tinggi menuji diagfragma membebaskan ruang pelengkap diantara diagfragma dan dinding toraks. (Syaifudin, 2002).

C.           Konsep Dasar1.        Pengertian Tuberculosis

Tuberkulosis merupakan infeksi bakteri kronik yang disebabkan oleh micobacterium tuberculosis dan ditandai oleh pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi dan oleh hipersensitivitas yang diperantarai sel ( cell mediated hypersensitivity). Penyakit biasanya terletak diparu, tetapi dapat mengenai organ lain. Dengan tidak adanya pengobatan yang efektif untuk penyakit yang aktif, biasa terjadi perjalanan penyakit yang kronik, dan berakhir dengan kematian. (Harrison, 2002).

2.        EtiologiMycobacterium tuberculosis, basilus tuberkel, adalah satu diantara lebih dari 30 anggota genus mycobacterium yang dikenali dengan baik, maupun banyak yang tidak tergolongkan. Bersama dengan kuman berkrabat dekat, yaitu M. Bovis, kuman ini menyebabkan tuberculosis. (Harrison, 2002). Mikobakterium dibedakan dari lipid permukaanya, yang membuatnya tahan asam sehingga warnanya tidak dapat dihilangkan dengan alkohol asam setelah diwarnai. Karena adanya lipid ini, panas atau detergen biasanya diperlukan untuk menyempurnakan pewarnaan primer. (Harrison ,2002).Pada patogenesis tuberculosis adalah mengenali bahwa M. Tuberculosis mengandung banyak zat imunoreaktif. Lipid permukaan pada mikobakterium dan komponen peptidoglikan dinding sel yang larut air merupakan tambahan yang penting yang dapat menimbulkan efeknya melalui kerja primernya pada makrofag penjamu. Mikobakterium mengandung suatu kesatuan antigen polisakarida dan protein, sebagian mungkin spesifik spesies tetapi yang lainnya secara nyata memiliki epitop yang luas di seluruh genus. Hipersensitivitas yang diperantarai sel khas untuk tuberkulosis dan merupakan determinan yang penting pada patogenesis penyakit. (Harrison, 2002).

3.        PatogenesisJalan masuk awal bagi basilus tuberkel ke dalam paru atau tempat lainnya pada individu yang sebelumnya sehat menimbulkan respons peradangan akut nonspesifik yang jarang diperhatikan dan biasanya disertai dengan sedikit atau sama sekali tanpa gejala. Basilus kemudian ditelan oleh magrofag dan diangkut ke kelenjar limfe regional. Bila penyebaran orgnisme tidak terjadi pada tingkat kelenjar limfe regional, lalu basilus tuberkel mencapai aliran darah dan menjadi diseminata menyembuh, sebagaimana lesi paru primer, walaupun tetap ada fokus potensial untuk reaktivasi selanjutnya. Diseminasi dapat mengakibatkan tuberkulosis maningeal atau miliaris, yaitu penyakit dengan potensial terjadinya morbiditas dan mortalitas yang utama, terutama pada bayi dan anak kecil. (Harrison, 2002).

Selama 2 hingga 8 minggu setelah infeksi primer, saat basilus terus berkembang biak di lingkungan intraselulernya, timbul hipersensitivitas pada penjamu yang terinfeksi. Limfosit yang cakap secara imunologik memasuki daerah infeksi, di situ limfosit menguraikan faktor kemotaktik, interleukin dan limfokin. Sebagai responsnya, monosit masuk di daerah tersebut

Page 6: Tuberculosis

dan mengalami perubahan bentuk menjadi makrofag dan selanjutnya menjadi sel histiosit yang khusus, yang tersusun menjadi granuloma. Mikobakterium dapat bertahan dalam makrofag selama bertahun-tahun walaupun terjadi peningkatan pembentukan lisozim dalam sel ini, namun multiplikasi dan penyebaran selanjutnya biasanya terbatas. Kemudian terjadi penyembuhan, seringkali dengan klasifikasi granuloma yang lambat kadang meninggalkan lesi sisa yang tampak pada foto rontgen paru. Kombinasi lesi paru perifer terklasifikasi dan kelenjar limfe hilus dan terklasifikasi dikenal sebagai kompleks Ghon. (Harrison, 2002).

Tuberkulosis sebagai penyakit klinis timbul pada sebagian kecil individu yang tidak mengalami infeksi primer. Pada beberapa individu, tuberkulosis timbul dalam beberapa minggu setelah infeksi primer; pada kebanyakan orang, organisme tetap dormant selama bertahun-tahun sebelum memasuki fase multiplikasi eksponensial yang menyebabkan penyakit. Diantara banyak keadaan, usia dapat dianggap sebagai faktor bermakna yang menentukan jalannya penyakit tuberkulosis. Pada bayi, infeksi tuberkulosis seringkali cepat berkembang menjadi penyakit, dan beresiko tinggi menderita penyakit diseminata, antara lain meningitis dan tuberkulosis miliaris. Pada anak di atas usia 1 atau 2 tahun sampai sekitar usia pubertas, lesi tuberkulosis primer hampir selalu menyembuh; sebagian besar akan menjadi tuberkulosis pada masa akil balig atau dewasa muda. Individu yang terinfeksi pada masa dewasa memiliki risiko terbesar untuk terjadinya tuberkulosis dalam waktu sekitar 3 tahun setelah infeksi. Penyakit tuberkulosis lebih sering pada perempuan dewasa muda, sementara pada laki-laki lebih sering pada usia yang lebih tua. (Harrison, 2002).

4.        Patoflow (Harrison, 2002)

                

5.        Manifestasi Klinik (Jhon, 2002).

Page 7: Tuberculosis

Gejala-gejala dan tanda-tanda fisik penyebab tuberkulosa, seperti:a.       Tanda :1)      Penurunan berat badan 2)      Anoreksia3)      Dispneud4)      Sputum purulen/hijau, mukoid/kuning.

b.      Gejala : 1)      Demam

Biasanya menyerupai demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh penderita dengan berat-ringannya infeksi kuman TBC yang masuk. 

2)      Batuk Terjadi karena adanya infeksi pada bronkus. Sifat batuk dimulai dari batuk kering kemudian setelah timbul peradangan menjadi batuk produktif (menghasilkan sputum). Pada keadaan lanjut berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada ulkus dinding bronkus.

3)      Sesak nafasSesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut dimana infiltrasinya sudah setengan bagian paru.

4)      Nyeri dadaTimbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura (menimbulkan pleuritis).

5)      MalaiseDapat berupa anoreksia, tidak ada nafsu makan, berat badan turun, sakit kepala, mering, nyeri otot, keringat malam.

6.        Penatalaksanaan (Harrison, 2002).a.       Pengobatan tuberkulosis yang modern berdasarkan pemberian obat yang efektif. Terapi

harian dengan regimen termasuk isoniazid dan rifampin selama 9 hingga 12 bulan mewakili pengobatan paling efektif yang tersedia dan mampu mencapai hasil yang baik pada 99 % pasien. Banyak ahli menambahkan obat ketiga pada awal pengobatan sampai uji sensitivitas tersedia; pirazinamid 1,5-2 g merupakan obat ketiga yang optimal, dan etambutol 15 mg/kg juga efektif. Pada negara berkembang yang harga obat merupakan faktor dari isoniazid 300 mg dan tioasetazon 150 mg selama 12 hingga 18 bulan memberikan regimen yang dapat mencapai angka penyembuhan 80 hingga 90 persen.

b.      Program pengobatan jangka pendek paling baik dianjurkan yang terdiri dari dua fase. Fase intensif dua bulan pertama dengan pemberian setiap hari harus meliputi isoniazid 300 mg, rifampin 600 mg, dan pirazinamid 1,5-2 mg dan juga mencangkup baik streptomisin 0,75-1 g ataupun etambutol 15 mg/kg.

c.       Individu yang memperlihatkan uji kulit tuberkulin positif setelah sebelumnya negatif, bahkan jika individu tidak memperhatikan adanya gejala aktif, biasanya mendapat antibiotik selama 6-9 bulan untuk membantu respons imunnya dan meningkatkan kemungkinan eradikasi basil total.

d.      Jika tuberkulosis resisten obat muncul, obat yang lebih toksik akan diprogramkan. Pasien mungkin tetap menginap di rumah sakit atau dibawah pengawasan sejenis karantina jika tingkat kepatuhan terhadap terapi medis cenderung rendah.

7.        Komplikasi (Hasanah, 2010).

Page 8: Tuberculosis

a.       Pleuritis dan empiemaPleuritis adalah peradangan pada pleura disebabkan penumpukan cairan dalam rongga pleura, selain cairan dapat pula terjadi karena penumpukan pus atau darah. Pleuritis dapat juga disebut sebagai komplikasi dari efusi pleura atau penyakit pada efusi pleura.Pleuritis terbagi ke dalam beberapa jenis, yaitu: pleuritis karena virus atau mikoplasma, pleuritis karena bakteri piogenik, pleuritis tuberkulosa, pleuritis karena fungi, dan pleuritis karena parasit. Emfisema paru didefinisikan sebagai suatu distensi abnormal ruang udara di luar bronkhiolus terminal dengan kerusakan dinding alveoli.

b.      Pneumothoraks spontanTerjadi bila udara memasuki rongga pleura sesudah terjadi robekan pada kavitas tuberkulosis. Hal ini mengakibatkan rasa sakit pada dada secara akut dan tiba-tiba pada bagian itu bersamaan dengan sesak nafas ini dapat berlanjut menjadi suatu empiema tuberkulosis.

c.       Laringitis tuberkulosisLaringitis merupakan peradangan pada laring yang dapat menyebabkan suara parau. Laringitis kronik adalah proses inflamasi pada mukosa pita suara dan laring yang terjadidalam jangka waktu lebih dari 3 minggu. Laringitis kronik terjadi karena pemaparan oleh penyebab yang terus menerus. Laringitis kronik dapat dibedakan menjadi laryngitis kronik non spesifik dan laryngitis kronik spesifik ( laryngitis tuberkulosa dan laryngitis luetika). Laringitis tuberkulosis hampir selalu merupakan komplikasi dari tuberkulosis paru.Sejak ditemukannya pengobatan untuk tuberkulosis, angka kejadian dari laringitis tuberkulosis menjadi jarang. Kebanyakan pada kasus laringitis tuberkulosis hanya terdapat beberapa gejala ringan dari tuberkulosis paru atau sama sekali tidak menunjukkan gejala tuberkulosis paru sebelumnya.

d.      Kor pulmonaleMerupakan gagal jantung kongesif karena ada tekanan balik akibat kerusakan paru, dapat terjadi bila terdapat destruksi paru yang amat luas. Keadaan ini juga dapat terjadi sekalipun penyakit tuberkulosis sudah tidak aktif lagi, tetapi meninggalkan banyak jaringan parut. Pengobatan dini terhadap penyakit tuberkulosis dengan jelas dapat mengurangi komplikasi ini.

e.      AspergilomaAspergillosis merupakan infeksi yang disebabkan moulds sphrophyte dari genus aspergillus dapat ditemukan di tanah, air dan tumbuhan yang mengalami pembusukan dan spesies aspergillus yang sering menyebabkan infeksi pada manusia yaitu aspergillus fumigatus. Umumnya aspergillus akan menginfeksi paru-paru, yang menyebabkan empatsindrom, yakni Allergic Bronchopulmonary Aspergillosis (ABPA), Chronic Necrotizing Pneumonia Aspergillosis (CNPA), aspergiloma dan aspergilosis invasif. Pada pasien yang imunokompromais aspergilosis juga dapat menyebar ke berbagai organ menyebabkan endoftalmitis, endokarditis, dan abses miokardium, ginjal, hepar, limpa, jaringan lunak, hingga tulang. Aspergiloma merupakan fungus ball (misetoma) yang terjadi karena terdapat kavitas di parenkim akibat penyakit paru sebelumnya. Penyakit yang mendasarinya bisa berupa TB (paling sering) atau proses infeksi dengan nekrosis, sarkoidosis, fibrosiskistik dan bula emfisema.

8.        Prognosis Kematian sudah pasti bila penyakit TB tidak diobati. Makin dini penyakit ini di diagnosis dan di obati, makin besar kemungkinan pasien sembuh tanpa kerusakan serius yang menetap. Makin baik kesadaran pasien ketika pengobatan dimulai, makin baik prognosisnya. Bila pasien dalam keadaan koma, prognasis untuk sembuh sempurna sangat buruk. Sayangnya

Page 9: Tuberculosis

pada 10%-30% pasien yang dapat bertahan hidup terdapat beberapa kerusakan menetap. Oleh karena akibat dari penyakit ini sangat fatal bila tidak terdiagnosis. (Hasanah, 2010).

9.        Epidemiologi (Harrison, 2002).Tuberkulosis berlanjut sebagai penyebab kematian yng penting. Pada tahun 1991, di amerika serikat dilaporkan 26.283 kasus tuberkulosis, dengan angka kasus 10,4 per 100,000 pertahun. Angka kasus telah menuruh hingga setingkat 5 sampai 6 persen per tahun. Namun sejak tahun 1985 arahnya berbalik, yaitu angka kasus menaik sampai 15,8 persen selama 5 tahun. Diperkurakan bahwa 10 juta orang amerika mempunyai hasil ter tuberkulin yang positif, tetapi kurang dari 1 persen anak-anak amerika yang menunjukan reaksi terhadap tuberkulin.

Penyakit tuberkulin di amerika utara cenderung menjadi penyakit pada orang tua, penduduk kota yang miskin, dari golongan kecil, dan pasien AIDS. Pada segala umur, rata-rata kasus diantara orang-orang kulit hitam cenderung dua kali lebih besar daripada kulit putih. Orang-orang hispanik, haiti, dan imigran asia tenggara mempunyai rata-rata kasus yang sama tingginya dengan individu dari negara asal merekadan pada individu-individu ini frekuensi penyakit yang terjadi di antara individu mudanya menunjukan kejadiaan penyakit ini pada anak-anak muda di negara mereka. Penyebaran secara geografis di amerika serikat mencerminkan penyebaran populasi yang sudah lazim dengan penyakit ini. New york telah diserang penyakit tuberculosis dengan kenaikan 30,4 persen dari tahun 1985 sampai 1990. Perkiraan yang beralasan tentang besarnya angka tuberkulosis di dunia adalah bahwa sepertiga populasi dunia terinfeksi dengan M.tuberkulosis, bahwa terdapat 30 juta kasus tuberkulosis aktif didunia, dengan 10 juta kasus baru terjadi setiap tahu, dan bahwa 3 juta orang meninggal akibat tuberkulosis setiap bulan. Tuberkulosis mungkin menyebabkan 6 persen dari seluruh kematian di seluruh dunia.

  BAB III

PENUTUP

A.           Kesimpulan Tuberculosis merupakan penyakit infeksi bakteri menahun pada paru yang disebabkan oleh Mycobakterium tuberculosis, yaitu bakteri tahan asam yang ditularkan melalui udara yang ditandai dengan pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi.TB paru disebabkan oleh Mycobakterium tuberculosis yang merupakan batang aerobic tahan asam yang tumbuh lambat dan sensitif terhadap panas dan sinar UV. Bakteri yang jarang sebagai penyebab, tetapi pernah terjadi adalah M. Bovis dan M. Avium.Tanda dari penyakit tuberculosis paru yatu, penurunan berat badan, anoreksia, dispneu, sputum purulen/hijau, mukoid/kuning. Gejala dari penyakit tuberculosis paru yaitu, demam, batuk, sesak nafas, nyeri dada, malaise.Kuman Tuberkulosis hidup dan berkembang biak pada tekanan O2 sebesar 140 mm H2O diparu dan dapat hidup di luar paru dalam lingkungan mikro aerofilik. Droplet infeksius secara inhalasi masuk ke alveolus menimbulkan bronkopneumonia non spesifik yang merupakan fokus primer. Gejala klinis tidak ditemukan tetapi uji tuberkulin positif. Kuman TB dari fokus primer memasuki kelenjar getah bening regional, selanjutnya melalui aliran limfatik memasuki sirkulasi sistemik.

Page 10: Tuberculosis

Sebesar 5% dari penderita infeksi TB primer berkembang menjadi penyakit paru progresif dengan gejala klinik dan radiologik sesuai TB paru. Penyebaran limfohematogen mengakibatkan TB milier dan TB ektra pulmonar. Sebagian besar penderita infeksi TB paru primer sembuh dan berbentuk granuloma, keadaan ini tergantung pada beberapa keadaan seperti jumlah kuman yang masuk sedikit dan telah terbentuk daya tahan tubuh yang spesifik terhadap basil tuberkulosis.

B.            Saran Adapun saran yang ingin penulis sampaikan, khususnya pada mahasiswa Akper Fatmawati :

1.        Dalam membuat makalah, kelompok diharapkan dapat memahami dan menguasai materi tersebut.

2.        Mahasiswa diharapkan banyak membaca buku dari berbagai banyak sumber.3.        Mahasiswa diharapkan dapat lebih menggunakan waktu sebaik-baiknya.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. (2010). RiskesdaTuberculosis di Indonesia tahun 2010 : /www.google.com ( 15 Juli 2012 ).

Elizabeth, C. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Edisi 3. Jakarta : EGC. Harrison. (2002). Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 13; editor edisi bahasa indonesia.

Jakarta: EGC.Hasanah. (2010). Tuberculosis Paru. http: /www.google.com. ( 11 Juli 2012 ).

John, C. (2002). Tuberkulosis Klinis. Edisi 2. Jakarta : Widya Medika. Syaifudin. (2011). Anatomi Fisiologi. Edisi 4. Jakarta : EGC.

Syaifudin. (2002). Struktur & Komponen Tubuh Manusia. Jakarta: Widya Medika. Syaifudin. (2009). Anatomi Tubuh Manusia Untuk Mahasiswa Keperawatan. Edisi 2. Jakarta :

Salemba Medika,