Referat Tuberculosis

download Referat Tuberculosis

of 23

description

Tuberculosis: patofisiologi, manifestasi dan tatalaksana

Transcript of Referat Tuberculosis

TUBERCULOSIS : PATOFISIOLOGI, MANIFESTASI KLINIS DAN PENATALAKSANAAN

Laporan Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Diskusi Tutorial

Skenario Tiga Blok RespirasiTutor : Jatu Aphridasari, dr., Sp.PDisusun oleh :

Kelompok V

Angkatan 2009

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan ini disusun oleh:

Kelompok Tutorial 5

Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret 2010

1. Aldila Akhadiyati N G00090092. Atika Puspita H

G0009031

3. Devina Noviani P

G0009055

4. Diena Ashlihati

G0009061

5. Ibnu Yudistiro

G0009103

6. Ivan Jazid Adam

G0009113

7. Muhammad Dzulfikar G0009137

8. Nur Zahratul Jannah G0009157

9. Pritania P. Putri

G0009171

10. Sekar Ayu Larasati G0009199

11. Trisna Rizki P

G0009209

Tutor: Jatu Aphridasari, dr., Sp.P Surakarta, November 2010

Jatu Aphridasari, dr., Sp.PBAB IPENDAHULUAN

A. Latar BelakangPenyakit paru bukanlah penyakit yang baru di Indonesia. Terutama penyakit paru karena infeksi, seperti pada penyakit Tuberkulosis paru. Menurut WHO, prevelensi tuberkulosis di Indoneisa ialah 715.000 kasus per tahun dan merupakan penyebab kematian urutan ketiga setelah penyakit jantung dan penyakit saluran pernapasan. (Gunawan, 2002).

Pada skenario kali ini ada pasien laki-laki, berusia 30 tahun dan merupakan seorang perokok. Datang dengan keluhan utama batuk darah sebanyak 250 cc sejak 1 hari yang lalu. Penderita mengeluh batuk dengan dahak sulit keluar sejak 2 bulan yang diikuti demam hilang timbul dan keringat malam. Tidak mau makan 2 hari ini, dan berat badan menurun 4 kg.Riwayat penyakitnya, tiga tahun yang lalu penderita pernah sakit paru dnegan suara serak dan telah mendapat pengobatan paket dari Puskesmas selama 6 bulan. Saat mendapat pengobatan tersebut penderita pernah dirawat di rumah sakit karena muntah-muntah dan mata kuning. Penderita mempunyai 2 anak yang masih balita dan ayah penderita meninggal dunia karena penyakit paru menular dan jantung 6 tahun yang lalu. Tekanan darahnya 100/60.Pada pemeriksaan didapatkan konjunctiva pucat, auskultasi suara amforik pada paru kanan dan diapatkan pembesaran kelenjar leher. Pemeriksaan darah belum ada hasil. Foto toraks tampaak gambaran fibroinfiltrat dan kavitas di paru kanan. Gambaran sarang tawon pada apex paru kiti. Direncanakan pemeriksaan sputum, biopsi jarum halus dan bila perlu bronkoskopi di atas meja operasi. Penderita ditenangkan , diajarkan agar tidak takut untuk membatukkan. Batuk darah ditampung dan dimonitor volumenya.

B. Rumusan masalah1. Bagainana patofisiologi dan patogenesis penyakit tersebut?2. Apa hubungannya dengan riwayat penyakit terdahulu yang pernah dideritanya?3. Apa yang didapatkan dari hasil anamnesis dan pemeriksaan?4. Apa yang diderita oleh pasien tersebut?5. Apa diagnosis bandingnya?6. Bagaimana penatalaksanaannya?

C. Tujuan penulisan1. Mengetahu patofisiologi dan patogenesis penyakit paru.2. Mengetahui hubungan riwayat penyakit terdahulu dan penyakit paru yang diderita sekarang.3. Dapat menguhubungkan dari hasil anamnesis dan pemeriksaan dengan penyakit paru yang diderita.4. Dapat menatalaksana penyakit paru dengan baik.

D. Manfaat penulisan1. Sebagai sarana pembelajaran mengenai suatu kasus kedokteran.2. Sebagai sarana pembelajaran mahasiswa dalam pembuatan sebuah laporan kegiatan.3. Sebagai laporan atas pelaksanaan tutorial mahasiswa.BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Sistema Respiratoria

Saluran penhantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung, faring, laring, trakhea, bronkus, dan bronkiolus. Dari hidung, udara mengalir ke faring, kemudian menuju laring atau kotak suara. Laring merupakan rangkaian cincin tulang rawan yang dihubungkan oleh otot dan mengandung pita suara. Di antara pita suara terdapat ruang berbentuk segitiga yang bermuara ke dalam trakhea dan dinamakan glotis. Glotis merupakan pemisah antara saluran pernapasan bagian atas dan bawah. Pada waktu menelan, gerakan laring ke atas, penutupan glotis, dan fungsi seperti pintu pada aditus laring dari epiglotis yang berbentuk daun, berperanan untuk mengarahkan makanan dan cairan masuk ke dalam esofagus (Price dan Wilson, 1995).

Trakhea disokong cincin tulang rawan berbentuk seperti sepatu kuda yang panjangnya 5 inchi. Permukaan posteriornya agak pipih (karena cincin tulang rawan di situ tidak sempurna), dan letaknya tepat di depan esofagus. Tempat di mana trakhea bercabang menjadi bronkhus principalis kanan dan kiri dikenal sebagai karina. Karina memiliki banyak saraf dan dapat menyebabkan bronkospasma dan batuk jika dirangsang (Price dan Wilson, 1995).

Bronkus principalis kanan dan kiri tidak simetris. Bronkus principalis kanan lebih pendek, lebar, arahnya hampir vertikal. Sedangkan yang kiri lebih panjang, sempit, arahnya lebih horizontal. Bronkus principalis kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronkus lobaris dan kemudian bronkus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi bronkhus yang ukurannya semakin kecil sampai akhirnya menjadi bronkiolus terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli. Setelah bronkiolus terminalis, terdapat asinus yang merupakan unit fungsional paru-paru, yaitu tempat pertukaran gas. Asinus terdiri dari, bronkiolus respiratorius (yang terkadang memiliki kantung udara kecil atau alveoli pada dindingnya), duktus alveolaris (seluruhnya dibatasi alveolus), dan sakus alveolaris terminalis (merupakan struktur akhir paru-paru) (Price dan Wilson, 1995).

B. Histologi Sistema Respiratoria

Di rongga hidung, terdapat vestibulum nasi, fosa nasalis, dan sinus paranalis. Pada vestibulum nasi, epitelnya mengandung rambut-rambut kasar disebut vibrissae, kelenjar keringat, dan kelenjar lemak. Pada waktu masuk fosa nasalis, epitelnya berubah menjadi epitel berderet silindris bersilia dengan sel goblet. Sedangkan pada sinus paranasalis epitelnya sama dengan daerah respiratorik rongga hidung. Laring, trakhea, dan bronkus yang besar seperti bronkhus primarius epitelnya berderet silindris bersilia dengan sel goblet. Pada bronkus yang lebih kecil epitelnya secara bertahap menjadi selapis silindris dengan silia dan sel goblet makin banyak (Bagian Histologi FK UNS, 2008).

Bila penampang bronkus sudah mencapai 1 mm maka disebut bronkiolus, dilapisi epitel selapis kolumner rendah atau kuboid, bersilia, sel-sel goblet menurun jumlahnya bahkan menghilang sama sekali pada cabang-cabang akhir. Bronkus respiratorius, strukturnya sebagai bentuk peralihan dari bagian konduksi dengan bagian respirasi. Epitelnya selapis silindris lebih rendah, sampai kuboid rendah. Sel goblet tidak ditemukan tapi masih terdapat silia pada cabang besar. Cabang bronkus respiratorius adalah duktus alveolaris, berupa tabung fibroelastis tipis dan panjang, tidak ditemukan epitel di sepanjang dindingnya, di sini tempat terakhir ditemukannya otot polos. Sakus alveolaris sering bermuara langsung di sini dihubungkan oleh atrium. Alveoli secara individual berupa sel-sel udara menyerupai kotak heksagonal, satu dengan yang lainnya dilapisi dinding tipis (septum interalveolaris). Otot polos tidak ditemukan di alveoli tapi di kapiler darah. Sel yang dapat ditemukan antara lain: sel epitel pipih alveoli, sel septal (kuboid), makrofag, fibroblas, dan leukosit (Bagian Histologi FK UNS, 2008).

C. Fisiologi Pernapasan

Proses fisiologi pernapasan dimana oksigen dipindahkan dari udara ke dalam jaringan-jaringan, dan karbondioksida dikelurkan ke udara ekspirasi dapat dibagi menjadi tiga stadium. Stadium pertama adalah ventilasi, yaitu masuknya campuran gas-gas ke dalam dan ke luar paru-paru. Stadium kedua, transportasi, yang harus dianggap terdiri dari beberapa aspek, yaitu: (1) difusi gas-gas antara alveolus dan kapiler paru-paru (respirasi eksterna) dan antara darah sistemik dan sel-sel jaringan, (2) distribusi darah dalam sirkulasi pulmonar dan penyesuainnya dengan distribusi udara dalam alveolus-alveolus, dan (3) reaksi kimia dan fisik dari oksigen dan karbondioksida dengan darah. Respirasi sel atau respirasi interna merupakan stadium akhir dari respirasi, yaitu saat dimana metabolit dioksidasi untuk mendapatkan energi, dan karbondioksida terbentuk sebagai sampah proses metabolisme sel dan dikeluarkan oleh paru-paru (Price dan Wilson, 1995).

D. Tuberculosis

1. Etiologi

Tuberculosis disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Kuman ini berbentuk batang, tahan asam dalam pewarnaan, berbentuk batang, non motile, aerob, tidak berspora. Kuman ini cepat mati dengan sinar matahari langsung (2jam) tetapi dapatbertahan hidup di tempat gelap dan lembab (20 jam). Cara penularan tuberculosis adalah melalui droplet nuclei di udara. Daya penularan ditentukan oleh banyaknya kuman, lama pajanan,dan daya infeksi kuman.Faktor-faktor yang membuat seseorang lebih mudah terjangkit tuberkulosis adalah

Dekat dengan orang dengan yang telah terjangkit TB

Melakukan kunjungan ke daerah endemik TB

Anak-anak usia 5tahun dengan TST positif

Tinggal atau bekerja di daerah congregate (Rumah tahanan, penampungan tuna wisma)

Faktor-faktor yang meningkatkan peluang berubahnya LTBI menjadi penyakit TB pada seseorang:

HIV

Malnutrisi

Pengguna obat suntik

Pasien yang menjalani terapi yang menggunakan TNF- antagonist(rheumatoid arthritis, chron disease)

Memiliki riwayat prior,untreated TB2. Patofisologi dan Patogenesis Tuberculosis Patogenesis TuberculosisTuberkulosis disebabkan Mycobacterium tuberculosis. Kuman berbentuk batang, tahan asam dalam pewarnaan bakteri tahan asam (BTA). Cepat mati dengan sinar matahari langsung tetapi dapat bertahan hidup di tempat gelap dan lembab. Cara penularan, melalui droplet (percikan dahak). Kuman dapat menyebar secara langsung jaringan sekitar, pembuluh limfe, pembuluh darah. Daya penularan ditentukan banyaknya kuman yang dikeluarkan dari paru.Bakteri tuberculosis berada di udara dalam bentuk droplet kemudian masuk ke saluran pernafasan atas. Basil yang tertelan atau masuk ke saluran pernafasan merupakan gumpalan basil (unit) yang terdiri dari 2-3 basil, yang lebih besar dari itu biasanya tidak bias masuk karena terlalu besar dan tertahan di bronkus/bronkiolus, saluran hidung, dan tidak menimbulkan penyakit. Setelah berhasil masuk kesaluran pernafasan bagian bawah sampai ke alveolus biasanya daerah yang disenangi oleh bakteri TB adalah di daerah-daerah yang memiliki tekanan oksigen yang tinggi yaitu di lobus tengah pada paru-paru kanan, atau pada apex paru bagian bawah sampai lobus atas bagian bawah, kemudian lobus inferior bagian atas. Basil tuberkel yang berada di alveolus akan membangkitkan reaksi radang berupa odema mukosa, pelebaran pembuluh darah, produksi cytokine, senyawa kimia yang bersifat kemotaktik bagi PMN. PMN yang datang ke alveolus kemudian berkumpul, berakumulasi dan bertambah bayak untuk memfagosit basil tersebut. Dalam tubuh PMN basil tersebut tidak mati melainkan berkembang biak didalam sel PMN. Sesudah hari pertama terjadinya infeksi leukosit yaitu PMN tadi digantikan perannya oleh makrofag. Makrofag tersebut berkumpul menjadi banyak akhirnya terjadilah konsolidasi alveolus akibat terdapatnya makrofag dan PMN yang berkumpul disertai cairan-cairan dari pembuluh darah yang vasodilatasi akibat reaksi peradangan tadi. Ketika terjadi konsolidasi inilah ditemukan adanya tanda-tanda pneumonia akut. Bakteri yang difagosit oleh makrofag yang seharusnya mati justru berkembang biak lagi di dalam makrofag. Sampai pada proses ini banyak yang menamainya proses infeksi primer Ghon. Basil yang sudah banyak ini melalui pembuluh darah yang rusak dan aliran limfatik paru menyebar ke nodus limfatikus regional. Sampai pada penyebaran ini dinamakan proses infeksi primer kompleks Ranke. Proses ini berjalan dan memakan waktu 3-8 minggu. Pada tahap ini pada sebagian orang dapat sembuh sendiri tanpa cacat. Sebagian orang meninggalkan sedikit berkas-berkas berupa garis fibrotic, kalsifikasi di hilus yang berpotensi untuk kambuh lagi karena kuman yang dormant. Dan pada sebagian orang lagi ada yang terus berlanjut menyebar secara perkontinuitatum, secara bronkogen menyebabkan paru sebelahnya ikut terinfeksi. Kuman juga dapat tertelan bersama sputum dan ludah sehingga sampai ke usus dan secara limfogen ke oragan tubuh lainnya, secara hematogen ke organ tubuh yang lainnya. Bila masuk ke arteri pulmonalis maka akan menjadi TB milier karena menjalar keseluruh lapang paru.

Basil tuberkel yang didalam makrofag berhasil mengambil alih makrofag sehingga mengatur makrofag agar dapat menyatu satu sama lainnya menjadi Tuberkel yaitu suatu granuloma yang terdiri dari histiosit dan sel datia langerhans yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan berbagai jaringan ikat. Keadaan ini biasanya memakan waktu 3-10 minggu setelah gejala pneumonia yang berupa konsolidasi. Sarang-sarang granuloma ini dapat direabsorbsi kembali tanpa cacat atau sarang-sarang tadi meluas namun sembuh dengan meninggalkan bekas sebukan jaringan fibrosis. Ada yang membungkus diri menjadi keras dan menimbulkan pengapuran. Selanjutnya yang paling parah adalah keadaan granuloma yang terus meluas dan menyebar sehingga jumlahnya juga banyak pada lapang paru sehingga bagian yang meluas tadi akan menghancurkan jaringan ikat sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami nekrosis menjadi lembek membentuk jaringan keju kejadian inilah yang disebut perkejuan. Bila jaringan keju tadi copot dan dibatukkan keluar maka akan terbentuklah kavitas pada tengah-tengahnya. Mula-mula dinding kavitasi ini tipis namun semakin lama semakin tebal karena sebukan fibroblast membentuk jaringan fibrositik yang pada akhirnya menjadi kronik dinamai kavitas sklerotik. Terjadinya perkejuan tersebut dikarenakan pada jaringan nekrotik tersebut dihasilkan TNF dan sitokin yang berlebihan oleh jaringan sekitar dan oleh leukosit, selain itu juga dihasilkannya enzim-enzim hidrolisis protein, lipid dan asam nukleat yang dihasilkan makrofag yang sebetulnya ditujukan pada basil TB namun karena makrofagnya rusak maka enzim tersebut keluar ke jaringan.

Banyak komplikasi yang terjadi akibat dari persarangan ini diantaranya adalah meluasnya lesi tersebut dan membuat sarang pneumonia baru. Bila masuk dalam arteri pulmonalis maka akan menjadi TB millier. Tertelan akan menjadi TB ekstra paru. Apabila sampai pada bronchial dan tracea makan akan menjadi TB endobronchial dan TB endotracheal dan bisa menjadi empiema bila rupture ke pleura. Sarang-sarang ini bisa memadat dan membentuk suatu pengerasan yang dinamakan tuberkuloma. Tuberkuloma ini dapat cair yang membentuk kavitas baru. Komplikasi kronik kavitas adalah apabila berinteraksi dan kolonisasi dengan fungus seperti Aspergillus dan kemudian menjadi mycetoma (Price dan Standridge, 2006; Amin dan Bahar, 2007).

Patofisiologi TuberculosisPenularan tuberculosis paru terjadi karena kuman dibersinkan atau dibatukkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan selama berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang sehat akan menempel pada jalan nafas atau paru-paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukurannya kurang dari 5 mikromilimeter.

Tuberculosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas perantara sel. Sel efektornya adalah makrofag sedangkan limfosit ( biasanya sel T ) adalah imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini basanya lokal, melibatkan makrofag yang diaktifkan ditempat infeksi oleh limposit dan limfokinnya. Raspon ini desebut sebagai reaksi hipersensitifitas (lambat).

Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi sebagai unit yang terdiri dari 1-3 basil. Gumpalan basil yang besar cendrung tertahan dihidung dan cabang bronkus dan tidak menyebabkan penyakit ( Dannenberg 1981 ). Setelah berada diruang alveolus biasanya dibagian bawah lobus atas paru-paru atau dibagian atas lobus bawah, basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak didaerah tersebut dan memfagosit bakteria namun tidak membunuh organisme ini. Sesudah hari-hari pertama leukosit akan digantikan oleh makrofag . Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul geja pneumonia akut. Pneumonia seluler akan sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa atau proses akan berjalan terus dan bakteri akan terus difagosit atau berkembang biak didalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju kelenjar getah bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limposit. Reaksi ini butuh waktu 10-20 hari.

Nekrosis pada bagian sentral menimbulkan gambangan seperti keju yang biasa disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang terjadi nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi disekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast menimbulkan respon yang berbeda.Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa membentuk jaringan parut yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel.

Lesi primer paru dinamakn fokus ghon dan gabungan terserangnya kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon. Respon lain yang dapat terjadi didaerah nekrosis adalah pencairan dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkel yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk kedalan percabangan trakeobronkhial. Proses ini dapat terulang lagi kebagian paru lain atau terbawa kebagian laring, telinga tengah atau usus.

Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen brokus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapt dekat dengan perbatasan bronkus rongga. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung sehingga kavitas penuh dengan bahan perkejuan dan lesi mirip dengan lesi kapsul yang terlepas. Keadaan ini dapat dengan tanpa gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan brokus sehingge menjadi peradangan aktif.

Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil, kadang dapat menimbulkan lesi pada oragan lain. Jenis penyeban ini disebut limfohematogen yang biasabya sembuh sendiri. Penyebaran hematogen biasanya merupakan fenomena akut yang dapat menyebabkan tuberkulosis milier.Ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme yang masuk kedalam sistem vaskuler dan tersebar keorgan-organ lainnya. (Smeltzer, 2003)3. Penegakan diagnosis

a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik

Gejala respiratorik berupa batuk lebih dari 3 minggu, hemoptisis, sesak napas, nyeri dada. Gejala sistemik berupa badan lemah, nafsu makan turun, berat badan (BB) turun, malaise, keringat malam.

Pada pemriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda infiltrat (redup, bronkial, ronki basah, dan lain-lain), adanya penarikan paru, difragma dan mediastinum, terdapat sekret di saluran nafas dan ronki, suara nafas amforik karena adanya kavitas yang berhubungan langsung dengan bronkus.

b. Laboratorium darah rutin (LED normal atau meningkat, limfositosis)

c. Foto toraks PA dan lateral. Gambaran foto toraks yang menunjang diagnosis TB adalah:

Bayangan lesi di lapangan atas paru atau segmen apikal lobus bawah

Bayangan berawan (patchy) atau berbercak (nodular)

Adanya kavitas, tunggal atau ganda

Kelainan bilateral, terutama di lapangan atas paru

Adanya kalsifikasi

Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian

Bayangan milier

d. Pemeriksaan sputum BTA

Pemeriksaan sputum BTA memastikan diagnosis TB paru, namun pemeriksaan ini tidak sensitif karena hanya 30-70% pasien TB yang dapat didiagnosis berdasarkan pemeriksaan ini.

e. Tes PAP (Peroksidase Anti Peroksidase)

Merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alt histogen imunoperoksidase staining untuk menentukan adanya IgG spesifik terhadap basil TB.

f. Tes Mantoux/ Tuberculin

Berdasar reaksi hipersensitifitas tipe IV, dimana basil TB memproduksi tuberculoprotein yang akan merangsang munculnya reaksi tersebut.g. Teknik PCR/ Pollymerase Chain ReactionDeteksi DNA kuman secara spesifik melalui amplifikasi dalam berbagai tahap sehingga dapat mendeteksi meskipun hanya ada 1 mikroorganisme dalam spesimen. Juga dapat mendeteksi adanya resistensi.h. Becton Dickinson Diagnostic Instrument SystemDeteksi groeth indexi berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari metabolisme asam lemak oleh M. tuberculosis.

i. ELISA

Deteksi respons humoral, berupa proses antigen-antibodi yang terjadi. Pelaksanaannya rumit dan antibodi spesifik dalam jumlah memadai maka warna sisir akan berubah.

j. MYCODOT

Deteksi antobodi memakai antigen lipoarabinomannan yang direkatkan pada suatu alat berbentuk seperti sisir plastik, kemudian dicelupkan dalam serum pasien. Bila terdapat antibodi spesifik dalam jumlah memadai maka warna sisir akan berubah.

4. PenatalaksanaanPengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT.Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip prinsip sebagai berikut: OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO). Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.Ada beberapa panduan dalam penggunaan OAT yaitu:

a. Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru: Pasien baru TB paru BTA positif. Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif Pasien TB ekstra paru

Berat badan Tahap intensif

Setiap hari selama 56 hari Tahap lanjutan

3 kali seminggu selama 16 minggu

30-37 kg 2 tablet 4 KDT 2 tablet 2 KDT

38-54 kg 3 tablet 4 KDT 3 tablet 2 KDT

55-70 kg 4 tablet 4 KDT 4 tablet 2 KDT

71 kg5 tablet 4 KDT 5 tablet 2 KDT

b. Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya: Pasien kambuh Pasien gagal Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)

Berat badan Tahap intensif tiap hari selama: Tahap lanjutan 3 kali seminggu selama 20 minggu

56 hari 28 hari

30-37 kg 2 tablet 4 KDT

+ 500 mg streptomisin injeksi 2 tablet 4 KDT 2 tablet 2 KDT

+ 2 tab etambutol

38-54 kg 3 tablet 4 KDT

+ 750 mg streptomisin injeksi 3 tablet 4 KDT 3 tablet 2 KDT

+ 3 tab etambutol

55-70 kg 4 tablet 4 KDT

+ 1000 mg streptomisin injeksi 4 tablet 4 KDT 4 tablet 2 KDT

+ 4 tab etambutol

71 kg 5 tablet 4 KDT

+ 1000 mg streptomisin injeksi 5 tablet 4 KDT 5 tablet 2 KDT

+ 5 tab etambutol

Catatan: Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk streptomisin adalah 500mg tanpa memperhatikan berat badan. Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan khusus. Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan aquabidest sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4ml. (1ml = 250mg).

c. OAT Sisipan (HRZE)Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif kategori 1 yang diberikan selama sebulan (28 hari).(Depkes RI, 2007).

Efek samping pemberian OAT

Efek samping ringan

Efek Samping PenyebabPenanganan

Tidak ada nafsu makan, mual, sakit perutRifampisinSemua OAT diminum malam sebelum tidur

Nyeri SendiPirasinamidBeri Aspirin

Kesemutan s/d rasa terbakar di kakiINHBeri vitamin B6 (piridoxin) 100mg per hari

Warna kemerahan pada air seni (urine)RifampisinTidak perlu diberi apa-apa, tapi perlu penjelasan kepada pasien.

Efek samping beratEfek Samping BeratPenyebabPenatalaksanaan

Tuli StreptomisinStreptomisin dihentikan, ganti Etambutol

Gangguan keseimbanganStreptomisinStreptomisin dihentikan, ganti Etambutol.

Ikterus tanpa penyebab lainHampir semua OATHentikan semua OAT sampai ikterus menghilang

ikterus karena obatHampir semua OATHentikan semua OAT, segera lakukan tes fungsi hati

Gangguan penglihatanEtambutol Hentikan Etambutol.

Purpura dan renjatan (syok)RifampisinHentikan Rifampisin

5. Diagnosis banding

Bronkiektasis:Bronkientasis adalah suatu perusakan dan pelebaran (dilatasi) abnormal dari saluran pernapasan yang besar. Secara khusus, bronkiektasis menyebabkan pembesaran pada bronkus yang berukuran sedang, tetapi bronkus berukuran kecil yang berada dibawahnya sering membentuk jaringan parut dan menyempit. Kadang-kadang bronkiektasis terjadi pada bronkus yang lebih besar, seperti yang terjadi pada aspergilosis bronkopulmoner alergika (suatu keadaan yang disebabkan oleh adanya respon imunologis terhadap jamur Aspergillus).

Pada bronkiektasis, daerah dinding bronkus rusak dan mengalami peradangan kronis, dimana sel bersilia rusak dan pembentukan lendir meningkat.. Penambahan lendir menyebabkan kuman berkembang biak, yang sering menyumbat bronkus dan memicu penumpukan sekresi yang terinfeksi dan kemudian merusak dinding bronkus.

Peradangan dan peningkatan pembuluh darah pada dinding bronkus juga dapat menyebabkan batuk darah. Penyumbatan pada saluran pernapasan yang rusak dapat menyebabkan rendahnya kadar oksigen dalam darah.

Ca Bronkogenik :Kanker paru-paru adalah pertumbuhan sel kanker yang tidak terkendali dalam jaringan paru.Patogenesis kanker paru belum benar-benar dipahami. Sepertinya sel mukosal bronkial mengalami perubahan metaplastik sebagai respon terhadap paparan kronis dari partikel yang terhirup dan melukai paru. Sebagai respon dari luka selular, proses reaksi dan radang akan berevolusi. Sel basal mukosal akan mengalami proliferasi dan terdiferensiasi menjadi sel goblet yang mensekresi mukus. Sepertinya aktivitas metaplastik terjadi akibat pergantian lapisan epitelium kolumnar dengan epitelium skuamus, yang disertai dengan atipia selular dan peningkatan aktivitas mitotik yang berkembang menjadi displasia mukosal. Rentang waktu proses ini belum dapat dipastikan, hanya diperkirakan kurang lebih antara 10 hingga 20 tahun.Gejala paling umum yang ditemui pada penderita kanker paru adalah:

1. Batuk yang terus menerus atau menjadi hebat.2.Dahak berdarah, berubah warna dan makin banyak.3.Napas sesak dan pendek-pendek.4.Sakit kepala, nyeri atau retak tulang dengan sebab yang tidak jelas.5.Kelelahan kronis6.Kehilangan selara makan atau turunnya berat badan tanpa sebab yang jelas.7.Suara serak/parau.8.Pembengkakan di wajah atau leher.

Gejala pada kanker paru umumnya tidak terlalu kentara, sehingga kebanyakan penderita kanker paru yang mencari bantuan medis telah berada dalam stadium lanjut. Kasusk-kasus stadium dini/ awal sering ditemukan tanpa sengaja ketika seseorang melakukan pemeriksaan kesehatan rutin.

BAB III

PEMBAHASAN

Berdasarkan skenario III blok respirasi ini, didapatkan seorang laki-laki, 30 tahun, datang ke IGD dengan keluhan utama batuk darah sebanyak 250 cc sejak satu hari yang lalu. Berdasarkan klasifikasi batuk darah menurut jumlah darah yang dibatukkan, pasien dalam skenario ini mengalami hemopsitisis. Hemoptisis dipastikan ketika total volume darah yang dibatukkan 20-600ml dalam waktu 24 jam. Walaupun tidak spesifik untuk penyakit tertentu, hal ini pendarahan dari pembuluh darah lebih besar dan biasanya karena kanker paru, pneumonia (necrotizing pneumonia), TB, atau emboli paru (Amin, 2007).

Penderita mengeluh batuk dengan dahak sulit keluar sejak 2 bulan diikuti dengan demam hilang timbul dan keringat malam. Batuk merupakan suatu refleks napas yang terjadi karena adanya rangsangan reseptor iritan yang terjadi di saluran napas. Batuk juga dapat terjadi akibat penyakit telinga atau terganggunya perut yang mengakibatkan iritasi diafragma (Amin, 2007). Pada pasien ini, tidak terdapat keluhan pada telinga maupun perut, sehingga gejala batuk yang dialami pasien disebabkan karena adanya rangsangan pada saluran pernapasan. Rangsangan yang biasa menimbulkan batuk adalah rangsangan mekanik, kimia, dan peradangan. Inhalasi asap, debu, dan benda-benda asing kecil merupakan penyebab batuk yang paling sering (Price dan Wilson, 2006). Pada skenario ini, pasien adalah seorang perokok. Perokok seringkali menderita batuk kronik karena terus menerus menghisap benda asing (asap), dan pada saluran napasnya sering mengalami peradangan kronik. Namun pada kasus ini, gejala batuk yang timbul bukan disebabkan karena penderita adalah perokok, karena gejala batuk baru timbul selama 2 bulan, dan batuknya diikuti dengan demam hilang timbul dan keringat malam. Bronkitis kronik, asma, tuberculosis, dan pneumonia merupakan

Tidak mau makan dua hari ini, berat badan menurun 4 kg. Tiga tahun yang lalu, penderita pernah menderita sakit paru dengan suara serak dan telah mendapat pengobatan paket dari Puskesmas selama 6 bulan. Obat paket semacam ini biasanya diberikan pada penderita tuberkulosis. Oleh karena itu, penderita pernah menderita tuberkulosis tiga tahun yang lalu.

Ayah penderita meninggal karena penyakit paru menular dan penyakit jantung 6 tahun yang lalu. Ayah penderita diduga menderita penyakit tuberkulosis dan menularkannya kepada penderita. Penularan penyakit ini terjadi dari orang ke orang melalui udara. Mikobakteria dalam nuclei droplet dengan diameter 1-5 m dihirup dan mencapai alveoli. Fase terdini pada tuberkulosis primer (