Tuberculosis Dalam Keluarga

30
Kedokteran Keluarga Terhadap Penyakit TB Paru Nur Shahada binti Kasunadi Natar 102012510 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara no.6 - Jakarta Barat [email protected] PENDAHULUAN Kebutuhan masyarakat akan pelayanan kedokteran dan kesehatan yang bermutu dan terjangkau sudah sangat didambakan. Sehingga merupakan tugas profesi untuk mewujudkannya seoptimal mungkin agar masyarakat tetap dan semakin percaya pada sistem pelayanan kesehatan di Indonesia. Definisi dokter keluarga atau dokter praktek umum yang dicanangkan oleh WONCA pada tahun 1991 adalah dokter yang mengutamakan penyediaan pelayanan komprehensif bagi semua orang yang mencari pelayanan kedokteran dan mengatur pelayanan oleh provider lain bila diperlukan. Dokter ini adalah seorang generalis yang menerima semua orang yang membutuhkan pelayanan kedokteran tanpa adanya pembatasan usia, jenis kelamin ataupun jenis penyakit. Secara klinis dokter ini berkompeten untuk menyediakan pelayanan dengan sangat mempertimbangkan dan memperhatikan latar budaya, sosial ekonomi dan psikologis pasien. Sebagai tambahan, dokter ini bertanggung jawab atas berlangsungnya pelayanan yang komprehensif dan berkesinambungan bagi pasiennya. Penyakit TB Paru adalah salah satu penyakit menular yang masih merupakan masalah nasional kesehatan masyarakat, dimana beberapa daerah di Indonesia prevalens rate masih tinggi dan permasalahan yang ditimbulkan sangat komplek. Masalah yang dimaksud bukan saja dari segi medis tetapi meluas sampai masalah sosial ekonomi, budaya, keamanan dan ketahanan sosial. Permasalahan penyakit TB Paru ini bila dikaji secara mendalam merupakan permasalahan yang sangat kompleks dan merupakan permasalahan kemanusiaan seutuhnya. Masalah yang dihadapi pada penderita bukan hanya dari medis saja tetapi juga adanya masalah psikososial sebagai akibat penyakitnya. Dalam keadaan ini warga masyarakat berupaya menghindari penderita. Sebagai akibat dari masalah-masalah tersebut akan mempunyai efek atau pengaruh terhadap kehidupan bangsa dan

description

blok

Transcript of Tuberculosis Dalam Keluarga

Page 1: Tuberculosis Dalam Keluarga

Kedokteran Keluarga Terhadap Penyakit TB Paru

Nur Shahada binti Kasunadi Natar102012510

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaJl. Arjuna Utara no.6 - Jakarta Barat

[email protected]

Kebutuhan masyarakat akan pelayanan kedokteran dan kesehatan yang bermutu dan terjangkau sudah sangat didambakan. Sehingga merupakan tugas profesi untuk mewujudkannya seoptimal mungkin agar masyarakat tetap dan semakin percaya pada sistem pelayanan kesehatan di Indonesia.

Definisi dokter keluarga atau dokter praktek umum yang dicanangkan oleh WONCA pada tahun 1991 adalah dokter yang mengutamakan penyediaan pelayanan komprehensif bagi semua orang yang mencari pelayanan kedokteran dan mengatur pelayanan oleh provider lain bila diperlukan. Dokter ini adalah seorang generalis yang menerima semua orang yang membutuhkan pelayanan kedokteran tanpa adanya pembatasan usia, jenis kelamin ataupun jenis penyakit. Secara klinis dokter ini berkompeten untuk menyediakan pelayanan dengan sangat mempertimbangkan dan memperhatikan latar budaya, sosial ekonomi dan psikologis pasien. Sebagai tambahan, dokter ini bertanggung jawab atas berlangsungnya pelayanan yang komprehensif dan berkesinambungan bagi pasiennya.

Penyakit TB Paru adalah salah satu penyakit menular yang masih merupakan masalah nasional kesehatan masyarakat, dimana beberapa daerah di Indonesia prevalens rate masih tinggi dan permasalahan yang ditimbulkan sangat komplek. Masalah yang dimaksud bukan saja dari segi medis tetapi meluas sampai masalah sosial ekonomi, budaya, keamanan dan ketahanan sosial.

Permasalahan penyakit TB Paru ini bila dikaji secara mendalam merupakan permasalahan yang sangat kompleks dan merupakan permasalahan kemanusiaan seutuhnya. Masalah yang dihadapi pada penderita bukan hanya dari medis saja tetapi juga adanya masalah psikososial sebagai akibat penyakitnya. Dalam keadaan ini warga masyarakat berupaya menghindari penderita. Sebagai akibat dari masalah-masalah tersebut akan mempunyai efek atau pengaruh terhadap kehidupan bangsa dan negara, karena masalah-masalah tersebut dapat mengakibatkan penderita TB Paru menjadi tuna sosial, tuna wisma, tuna karya dan ada kemungkinan mengarah untuk melakukan kejahatan atau gangguan di lingkungan masyarakat.

SKENARIO

Bapak M, 45 tahun memiliki seorang isteri 43 tahun dan 5 orang anak. Isteri Bapak M mendapat pengobatan TBC paru dan sudah berjalan selama 3 bulan. Anak perempuannya, R, 9 tahun saat ini sedang batuk batuk sudah 3 minggu tidak kunjung reda, sudah diperiksa dokter puskesmas dan diberi ubat batuk namun belum ada pembaikan. Keluarga Bapak M tinggal di sebuah rumah semi permanen 4x11 meter di permukiman yang padat penduduk.

Page 2: Tuberculosis Dalam Keluarga

PERBAHASAN

DOKTER KELUARGA

Pengertian

Definisi kedokteran keluarga adalah disiplin ilmu kedokteran yang mempelajari dinamika kehidupan keluarga, pengaruh penyakit terhadap fungsi keluarga, pengaruh fungsi keluarga terhadap timbul dan berkembangnya penyakit, cara pendekatan kesehatan untuk mengembalikan fungsi tubuh sekaligus fungsi keluarga agar dalam keadaan normal. Setiap dokter yang mengabdikan dirinya dalam bidang profesi dokter maupun kesehatan yang memiliki pengetahuan, keterampilan melalui pendidikan khusus di bidang kedokteran keluarga yang mempunyai wewenang untuk menjalankan praktek dokter keluarga.1

Definisi kedokteran keluarga adalah ilmu kedokteran yang mencakup seluruh spektrum ilmu kedokteran yang orientasinya untuk memberikan pelayanan kesehatan tingkat pertama yang berkesinambungan dan menyeluruh kepada kesatuan individu, keluarga, masyarakat dengan memperhatikan faktor-faktor lingkungan, ekonomi dan sosial budaya. Pelayanan kesehatan tingkat pertama dikenal sebagai primary health care, yang mencangkup tujuh pelayanan:1

1. Promosi kesehatan2. KIA3. KB4. Gizi5. Kesehatan lingkungan6. Pengendalian penyakit menular7. Pengobatan dasar

Tujuan Pelayanan

Tujuan pelayanan dokter keluarga mencakup bidang yang amat luas sekali. Jika disederhanakan secara umum dapat dibedakan atas dua macam:1. Tujuan Umum

Tujuan umum pelayanan dokter keluarga adalah sama dengan tujuan pelayanan kedokteran dan atau pelayanan kesehatan pada umumnya, yakni terwujudnya keadaan sehat bagi setiap anggota keluarga.

2. Tujuan KhususSedangkan tujuan khusus pelayanan dokter keluarga dapat dibedakan atas dua macam :a. Terpenuhinya kebutuhan keluarga akan pelayanan kedokteran yang lebih efektif.

Dibandingkan dengan pelayanan kedokteran lainnya, pelayanan dokter keluarga memang lebih efektif. Ini disebabkan karena dalam menangani suatu masalah kesehatan, perhatian tidak hanya ditujukan pada keluhan yang disampaikan saja, tetapi pada pasien sebagai manusia seutuhnya, dan bahkan sebagai bagian dari anggota keluarga dengan lingkungannya masing-masing. Dengan diperhatikannya berbagai faktor yang seperti ini, maka pengelolaan suatu masalah kesehatan akan dapat dilakukan secara sempurna dan karena itu penyelesaian suatu masalah kesehatan akan dapat pula diharapkan lebih memuaskan.

b. Terpenuhinya kebutuhan keluarga akan pelayanan kedokteran yang lebih efisien.

Page 3: Tuberculosis Dalam Keluarga

Dibandingkan dengan pelayanan kedokteran lainnya, pelayanan dokter keluarga juga lebih mengutamakan pelayanan pencegahan penyakit serta diselenggarakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Dengan diutamakannya pelayanan pencegahan penyakit, maka berarti angka jatuh sakit akan menurun, yang apabila dapat dipertahankan, pada gilirannya akan berperan besar dalam menurunkan biaya kesehatan. Hal yang sama juga ditemukan pada pelayanan yang menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Karena salah satu keuntungan dari pelayanan yang seperti ini ialah dapat dihindarkannya tindakan dan atau pemeriksaan kedokteran yang berulang-ulang, yang besar peranannya dalam mencegah penghamburan dana kesehatan yang jumlahnya telah diketahui selalu bersifat terbatas.1,2

Manfaat

Apabila pelayanan dokter keluarga dapat diselenggarakan dengan baik, akan banyak manfaat yang diperoleh. Manfaat yang dimaksud antara lain adalah:

1. Akan dapat diselenggarakan penanganan kasus penyakit sebagai manusia seutuhnya, bukan hanya terhadap keluhan yang disampaikan.

2. Akan dapat diselenggarakan pelayanan pencegahan penyakit dan dijamin kesinambungan pelayanan kesehatan.

3. Apabila dibutuhkan pelayanan spesialis, pengaturannya akan lebih baik dan terarah, terutama ditengah-tengah kompleksitas pelayanan kesehatan saat ini.

4. Akan dapat diselenggarakan pelayanan kesehatan yang terpadu sehingga penanganan suatu masalah kesehatan tidak menimbulkan berbagai masalah lainnya.

5. Jika seluruh anggota keluarga ikut serta dalam pelayanan, maka segala keterangan tentang keluarga tersebut, baik keterangan kesehatan dan ataupun keterangan keadaan sosial dapat dimanfaatkan dalam menangani masalah kesehatan yang sedang dihadapi.

6. Akan dapat diperhitungkan berbagai faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit, termasuk faktor sosial dan psikologis.

7. Akan dapat diselenggarakan penanganan kasus penyakit dengan tata cara yang lebih sederhana dan tidak begitu mahal dan karena itu akan meringankan biaya kesehatan.

8. Akan dapat dicegah pemakaian berbagai peralatan kedokteran canggih yang memberatkan biaya kesehatan.

Fungsi, Tugas dan Kompetensi Dokter Keluarga

Dokter keluarga memiliki 5 fungsi yang dimiliki, yaitu:a. Care Provider (Penyelenggara Pelayanan Kesehatan)

Yang mempertimbangkan pasien secara holistik sebagai seorang individu dan sebagai bagian integral (tak terpisahkan) dari keluarga, komunitas, lingkungannya, dan menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang berkualitas tinggi, komprehensif, kontinu, dan personal dalam jangka waktu panjang dalam wujud hubungan profesional dokter-pasien yang saling menghargai dan mempercayai. Juga sebagai pelayanan komprehensif yang manusiawi namun tetap dapat dapat diaudit dan dipertangungjawabkan

b. Comunicator (Penghubung atau Penyampai Pesan)Yang mampu memperkenalkan pola hidup sehat melalui penjelasan yang efektif sehingga memberdayakan pasien dan keluarganya untuk meningkatkan dan memelihara kesehatannya

Page 4: Tuberculosis Dalam Keluarga

sendiri serta memicu perubahan cara berpikir menuju sehat dan mandiri kepada pasien dan komunitasnya

c. Decision Maker (Pembuat Keputusan)Yang melakukan pemeriksaan pasien, pengobatan, dan pemanfaatan teknologi kedokteran berdasarkan kaidah ilmiah yang mapan dengan mempertimbangkan harapan pasien, nilai etika, “cost effectiveness” untuk kepentingan pasien sepenuhnya dan membuat keputusan klinis yang ilmiah dan empatik

d. ManagerYang dapat berkerja secara harmonis dengan individu dan organisasi di dalam maupun di luar sistem kesehatan agar dapat memenuhi kebutuhan pasien dan komunitasnya berdasarkan data kesehatan yang ada. Menjadi dokter yang cakap memimpin klinik, sehat, sejahtera, dan bijaksana

e. Community Leader (Pemimpin Masyarakat)Yang memperoleh kepercayaan dari komunitas pasien yang dilayaninya, menyearahkan kebutuhan kesehatan individu dan komunitasnya, memberikan nasihat kepada kelompok penduduk dan melakukan kegaiatan atas nama masyarakat dan menjadi panutan masyarakat2

Selain fungsi, ada pula tugas dokter keluarga, yaitu :a. Mendiagnosis dan memberikan pelayanan aktif saat sehat dan sakitb. Melayani individu dan keluarganyac. Membina dan mengikut sertakan keluarga dalam upaya penanganan penyakitd. Menangani penyakit akut dan kronike. Merujuk ke dokter spesialis

Kewajiban dokter keluarga :a. Menjunjung tinggi profesionalismeb. Menerapkan prinsip kedokteran keluarga dalam praktekc. Bekerja dalam tim kesehatand. Menjadi sumber daya kesehatane. Melakukan riset untuk pengembangan layanan primer

Kompetensi dokter keluarga yang tercantum dalam Standar Kompetensi Dokter Keluarga yang disusun oleh Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia tahun 2006 adalah:

a. Keterampilan komunikasi efektifb. Keterampilan klinik dasarc. Keterampilan menerapkan dasar ilmu biomedik, ilmu klinik, ilmu perilaku dan epidemiologi dalam praktek kedokteran keluargad. Keterampilan pengelolaan masalah kesehatan pada individu, keluarga ataupun masyarakat dengan cara yang komprehensif, holistik, berkesinambungan, terkoordinir dan bekerja sama dalam konteks Pelayanan Kesehatan Primere. Memanfaatkan, menilai secara kritis dan mengelola informasif. Mawas diri dan pengembangan diri atau belajar sepanjang hayatg. Etika moral dan profesionalisme dalam praktek2

Organisasi pada Dokter Keluarga

Page 5: Tuberculosis Dalam Keluarga

Pada dokter keluarga, memiliki 2 organisasi yang akan dibahas sebagai berikut :a. Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia (PDKI)Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia (PDKI) yang saat ini seluruh anggotanya adalah Dokter Praktik Umum (DPU) yang tersebar di seluruh pelosok Indonesia. Jumlah anggota yang telah mendaftar sekitar 3000 orang. Semua anggota PDKI adalah anggota IDI. PDKI merupakan organisasi profesi dokter penyelenggara pelayanan kesehatan tingkat primer yang utama.2

Ciri dokter layanan primer adalah:1. Menjadi kontak pertama dengan pasien dan memberi pembinaan berkelanjutan (continuing care)2. Membuat diagnosis medis dan penangannnya3. Membuat diagnosis psikologis dan penangannya4. Memberi dukungan personal bagi setiap pasien dengan berbagai latar belakang dan berbagai

stadium penyakit5. Mengkomunikasikan informasi tentang pencegahan, diagnosis, pengobatan, dan prognosis6. Melakukan pencegahan dan pengendalian penyakit kronik dan kecacatan melalui penilaian risiko,

pendidikan kesehatan, deteksi dini penyakit, terapi preventif, dan perubahan perilaku.

Setiap dokter yang menyelenggarakan pelayanan seperti di atas dapat menjadi anggota PDKI. Anggota PDKI adalah semua dokter penyelenggara pelayanan kesehatan tingkat primer baik yang baru lulus maupun yang telah lama berpraktik sebagai Dokter Praktik Umum.2,3

Dokter penyelenggara tingkat primer, yaitu :1. Dokter praktik umum yang praktik pribadi2. Dokter keluarga yang praktik pribadi3. Dokter layanan primer lainnya seperti :a. Dokter praktik umum yang bersamab. Dokter perusahaanc. Dokter bandarad. Dokter pelabuhane. Dokter kampusf. Dokter pesantreng. Dokter hajih. Dokter puskesmasi. Dokter yang bekerja di unit gawat daruratj. Dokter yang bekerja di poliklinik umum RSk. Dokter praktik umum yang bekerja di bagian pelayanan khusus

Sejarah PDKIPDKI pada awalnya merupakan sebuah kelompok studi yang bernama Kelompok Studi Dokter Keluarga sebuah organisasi dokter seminat di bawah IDI. Anggotanya beragam, terdiri atas dokter praktik umum dan dokter spesialis. Pada tahun 1986, menjadi anggota organisasi dokter keluarga sedunia (WONCA). Pada tahun 1990, setelah Kongres Nasional di Bogor, yang bersamaan dengan Kongres Dokter Keluarga Asia-Pasifik di Bali, namanya diubah menjadi Kolese Dokter Keluarga Indonesia (KDKI), namun tetap sebagai organisasi dokter seminat. Pada tahun 2003, dalam Kongres Nasional di Surabaya, ditasbihkan

Page 6: Tuberculosis Dalam Keluarga

sebagai perhimpunan profesi, yang anggotanya terdiri atas dokter praktik umum, dengan nama Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia (PDKI), namun saat itu belum mempunyai kolegium yang berfungsi.2

Dalam Kongres Nasional di Makassar 2006 didirikan Kolegium Ilmu Kedokteran Keluarga (KIKK) dan telah dilaporkan ke Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Masyarakat Kestabilan dan Kendali Indonesia (MKKI). Continuing Professional Development (CPD) yang dilakukan oleh Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia (PDKI) adalah :1. Pelatihan Paket A : Pengenalan Konsep Dokter Keluarga2. Pelatihan Paket B : Manajemen Pelayanan Dokter Keluarga3. Pelatihan Paket C : Pengetahuan Medis Dasar dan Keterampilan Teknis Medis4. Pelatihan Paket D : Pengetahuan Mutakhir Kedokteran5. Konversi DPU menjadi DK bagi dokter yang telah praktek 5 tahun atau lebih dan masih punya izin

praktek dengan mengisi borang yang telah disediakan sampai tahun 2012, setelah itu bila ingin jadi dokter keluarga harus mengikuti pendidikan formal baik S2 atau spesialis DK

6. Pengisian modul DK7. Kerja sama dengan Australia dengan mengisi modul online

b. Kolegium Ilmu Kedokteran Keluarga Indonesia ( KIKKI )Dipilih dalam Kongres Nasional VII di Makassar 30 Agustus 2006 – 2 September 2006, dan telah dilaporkan ke PB IDI Pusat dan MKKI. Kolegium memang harus ada dalam sebuah organisasi profesi. Jadi PDKI harus mempunyai kolegium yang akan memberikan pengakuan kompetensi keprofesian kepada setiap anggotanya. Dalam PDKI lembaga ini yang diangkat oleh kongres dan bertugas sebagai berikut :

1. Melaksanakan isi anggaran dasar dan anggaran rumah tangga serta semua keputusan yang ditetapkan kongres

2. Mempunyai kewenangan menetapkan, melaksanakan, dan mengevaluasi kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan sistem pendidikan profesi bidang kedokteran keluarga

3. Mengkoordinasikan kegiatan kolegium kedokteran4. Mewakili PDKI dalam pendidikan profesi bidang kedokteran keluarga5. Menetapkan program studi pendidikan profesi bidang kedokteran keluarga beserta kurikulumnya6. Menetapkan kebijakan dan pengendalian uji kompetensi nasional pendidikan profesi kedokteran

keluarga7. Menetapkan pengakuan keahlian (sertfikasi dan resertifikasi)8. Menetapkan kebijakan akreditasi pusat pendidikan dan rumah sakit pendidikan untuk pendidikan

dokter keluarga9. Mengembangkan sistem informasi pendidikan profesi bidang kedokteran keluarga

Angota KIKK terdiri atas anggota PDKI yang dinilai mempunyai tingkat integritas dan kepakaran yang tinggi untuk menilai kompetensi keprofesian anggotanya. Atas anjuran dan himbauan IDI sebaiknya KIKK digabung dengan KDI karena keduanya menerbitan sertifikat kompetensi untuk Dokter Pelayanan Primer (DPP). Setelah melalui diskusi yang berkepanjangan akhirnya bergabung dengan nama Kolegium Dokter dan Dokter Keluarga (KDDKI) yang untuk sementara melanjutkan tugas masing-masing, unsur

Page 7: Tuberculosis Dalam Keluarga

KDI memberikan sertifikat kepada dokter yang baru lulus sedangkan unsur KIKK memberikan sertifikat kompetensi (resertifikasi) kepada DPP yang akan mendaftar kembali ke KKI (Qomariah, 2000).2

Perbedaan Dokter Praktek Umum dan Dokter KeluargaTabel ini menjelaskan tentang perbedaan antara dokter praktek umum dengan dokter keluarga

DOKTER PRAKTEK UMUM

DOKTER KELUARGA

Cakupan Pelayanan Terbatas Lebih Luas

Sifat Pelayanan Sesuai KeluhanMenyeluruh, Paripurna, bukan sekedar yang dikeluhkan

Cara PelayananKasus per kasus dengan pengamatan sesaat

Kasus per kasus dengan berkesinambungan sepanjang hayat

Jenis PelayananLebih kuratif hanya untuk penyakit tertentu

Lebih kearah pencegahan, tanpa mengabaikan pengobatan dan rehabilitasi

Peran keluarga Kurang dipertimbangkanLebih diperhatikan dan dilibatkan

Promotif dan pencegahan Tidak jadi perhatian Jadi perhatian utama

Hubungan dokter-pasien Dokter – pasienDokter – pasien – teman sejawat dan konsultan

Awal pelayanan Secara individualSecara individual sebagai bagian dari keluarga komunitas dan lingkungan

TUBERKULOSIS

Latar belakang

Tuberkulosis atau TB masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang menjadi tantangan global. Indonesia merupakan negara pertama diantara negara-negara dengan beban TB yang tinggi di wilayah Asia Tenggara yang berhasil mencapai target Global untuk TB pada tahun 2006, yaitu 70% penemuan kasus baru TB BTA positif dan 85% kesembuhan. Saat ini peringkat Indonesia telah turun dari urutan ketiga menjadi kelima diantara negara dengan beban TB tertinggi di dunia.4

Meskipun demikian, berbagai tantangan baru yang perlu menjadi perhatian yaitu TB/HIV, TB-MDR, TB pada anak dan masyarakat rentan lainnya. Hal ini memacu pengendalian TB nasional terus melakukan intensifikasi, akselerasi, ekstensifikasi dan inovasi program.

Strategi Nasional Program Pengendalian TB 2011-2014 dengan tema “Terobosan menuju Akses Universal”. Dokumen ini disusun berdasarkan kebijakan pembangunan nasional 2010-2014, rencana strategis Kementerian Kesehatan 2010-2014 dan strategi global dan regional. Penyusunan strategi nasional ini melibatkan partisipasi berbagai pihak pemangku kebijakan, pusat dan daerah, organisasi profesi, Gerdunas, komite ahli TB, lembaga swadaya masyarakat serta mitra internasional.

Page 8: Tuberculosis Dalam Keluarga

Strategi Nasional program pengendalian TB dengan visi “Menuju Masyarakat Bebas Masalah TB, Sehat, Mandiri dan Berkeadilan”. Strategi tersebut bertujuan mempertahankan kontinuitas pengendalian TB periode sebelumnya. Untuk mencapai target yang ditetapkan dalam stranas, disusun 8 Rencana Aksi Nasional yaitu : (1) Public-Private Mixuntuk TB ; (2) Programmatic Management of Drug Resistance TB; (3) Kolaborasi TB-HIV; (4) Penguatan Laboratorium; (5) Pengembangan Sumber Daya Manusia; (6) Penguatan Logistik; (7) Advokasi, Komunikasi dan Mobilisasi Sosial; dan (8) Informasi Strategis TB.

Berdasarkan Global Report DR TB tahun 2010, Indonesia adalah Negara dengan beban TB MDR no. 8 di dunia dengan perkiraan kasus baru TB MDR 8900 orang per tahun. Pada tahun 2007, Indonesia mendapat persetujuan dari Green Light Comiittee untuk melakukan pengobatan pada 100 pasien TB MDR. Sejak Agustus 2009 Indonesia memulai pengobatan pasien TB MDR di 2 lokasi yaitu di RS. Persahabatan Jakarta dan di RS. dr. Soetomo, Surabaya. Pada tahun 2010 dimulai pengembangan di beberapa wilayah lain, yaitu kota Malang dan kota Surakarta. Pengembangan pelayanan pasien TB MDR akan dilakukan secara bertahap ke seluruh wilayah di Indonesia, agar seluruh pasien TB MDR mendapatkan akses pengobatan yang terstandar.4

Pemeriksaan fisik

Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur paru. Padapermulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah apex dan segmen posterior , serta daerah apex lobus inferior. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma & mediastinum.5

Pemeriksaan penunjang Diagnosis

a. Bahan pemeriksaan

Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman tuberkulosis mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan bakteriologik ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin, aeces dan jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH)

b. Cara pengumpulan dan pengiriman bahan

Cara pengambilan dahak 3 kali, setiap pagi 3 hari berturutturut atau dengan cara:

• Sewaktu/spot (dahak sewaktu saat kunjungan) • Dahak Pagi ( keesokan harinya ) • Sewaktu/spot ( pada saatmengantarkan dahak pagi)

Bahan pemeriksaan/spesimen yang berbentuk cairan dikumpulkan/ditampung dalam pot yang bermulut lebar,berpenampang 6 cm atau lebih dengan tutup berulir, tidak mudah pecah dan tidak bocor. Apabila ada fasiliti, spesimen tersebut dapat dibuat sediaan apus pada gelas objek (difiksasi) sebelum dikirim ke laboratorium. Setelah itu barulah dilakukan pemeriksaan mikroskopik.5

Pemeriksaan mikroskopik:

Page 9: Tuberculosis Dalam Keluarga

Mikroskopik biasa :pewarnaan Ziehl-Nielsen dan pewarnaan Kinyoun Gabbett Mikroskopik fluoresens :pewarnaan auramin-rhodamin(khususnya untuk screening)

lnterpretasi hasil pemeriksaan mikroskopik dari 3 kali pemeriksaan ialah bila : TB paru BTA positif. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.

1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan gambaran TB paru.

1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB paru positif. 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan

sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.

TB paru BTA negatif. Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif.

Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:a) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif.b) Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran TB paru.c) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.d) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.Berdasarkan tingkat

keparahan penyakit : TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan.5

Pemeriksaan biakan kuman

Pemeriksaan biakan M.tuberculosis dengan metode konvensional ialah dengan cara :

• Egg base media (Lowenstein-Jensen, Ogawa, Kudoh) • Agar base media : Middle brook

Melakukan biakan dimaksudkan untuk mendapatkan diagnosis pasti, dan dapat mendeteksiMycobacterium tuberculosisdan jugaMycobacterium other than tuberculosis(MOTT).

Pemeriksaan Radiologis

Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA dengan atau tanpa foto lateral. Pemeriksaan lain atas indikasi : foto apiko-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform). Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :

• Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah • Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular • Bayangan bercak milier • Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)

Uji Tuberkulin

Pemeriksaan ini sangat berarti dalam usaha mendeteksi infeksi TB di daerah dengan prevalensi tuberkulosis rendah. Di Indonesiadengan prevalensi tuberculosis yang tinggi, pemeriksaan uji tuberkulin

Page 10: Tuberculosis Dalam Keluarga

sebagai alat bantu diagnostik kurang berarti, apalagi pada orang dewasa. Uji ini akan mempunyai makna bila didapatkan konversi dari uji yang dilakukan satu bulan sebelumnya atau apabila kepositifan dari uji yang didapat besar sekali atau bula. Pada pleuritis tuberkulosa uji tuberkulin kadang negatif, terutama ada malnutrisi dan infeksi HIV.Jika awalnya negatif mungkin dapat menjadi positif jika diulang 1 bulan kemudian. Sebenarnya secara tidak langsung reaksi yang ditimbulkan hanya menunjukkan gambaran reaksi tubuh yang analog dengan ; a) reaksi peradangan dari lesi yangberada pada target organ yang terkena infeksi atau b) status respon imun individu yang tersedia bila menghadapi agentdari basil tahan asam yang bersangkutan (M.tuberculosis).5

Faktor penyebab tuberkulosis

Internali. Umur. Penyakit TB paru sering ditemukan pada usia muda atau usia produktif 15-50 tahun.

Dengan terjadinya transisi demografi saat ini menyebabkan usia harapan hidup lansia menjadi lebih tinggi. Pada usia lanjut lebih dari 55 tahun, sistem imunologis seseorang dapat menurun sehingga menyebabkan rentannya terkena pelbagai oenyakit termasuklah TB paru.

ii. Jenis kelamin. Penderita Tb paru lebih cenderung terkena laki laki berbanding perempuan. Pada jenis kelamin laki laki, penyakit ini tinggi kerana merokok tembakau dan minum alcohol sehingga menurunkan pertahanan tubuh sehingga mudah terpapar agent penyebab TB paru.

Eksternali. Sosial ekonomi. Disini sangat erat dengan keadaan rumah, kepadatan hunian, lingkungan,

perumahan, lingkungan dan sanitasi tempat kerja yang buruk dapat memudahkan penularan TBC. Pendapatan yang kecil juga berkaita erat dengan penularan TBC kerana pendapatan kecil membuatkan orang penderita merasa tidak mampu untuk berobat.

ii. Status gizi. Keadaan malnutrisi atau kekurangan kalori, protein, vitamin, zat besi dan lain lain mudah mempengaruhi daya tahan tubuh seseorang sehingga rentan terhadap TB paru.6

Cara penularan

Sumber penularan adalah pasien TB BTA (+). Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak

(droplet nuclei), sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 kuman. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang

lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan lembab dan gelap.

Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya.Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular psien tersebut.

Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.6

Menurut teori John Gordon, timbulnya suatu penyakit sangat dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu bibit penyakit (agent), penjamu (host), dan lingkungan (environment). Ketiga faktor penting ini disebut segi tiga epidemiologi (Epidemiologi Triangle), hubungan ketiga faktor tersebut digambarkan secara sederhana sebagai timbangan yaitu agent penyebab penyakit pada satu sisi dan penjamu pada sisi yang lain dengan lingkungan sebagai penumpunya.

Page 11: Tuberculosis Dalam Keluarga

Bila agent penyebab penyakit dengan penjamu berada dalam keadaan seimbang, maka seseorang berada dalam keadaan sehat, perubahan keseimbangan akan menyebabkan seseorang sehat atau sakit, penurunan daya tahan tubuh akan menyebabkan bobot agent penyebab menjadi lebih berat sehingga seseorang menjadi sakit, demikian pula bila agent penyakit lebih banyak atau lebih ganas sedangkan faktor penjamu tetap, maka bobot agent penyebab menjadi lebih berat. Sebaliknya bila daya tahan tubuh seseorang baik atau meningkat maka ia dalam keadaan sehat. Apabila faktor lingkungan berubah menjadi cenderung menguntungkan agent penyebab penyakit, maka orang akan sakit, pada prakteknya seseorang menjadi sakit akibat pengaruh berbagai faktor berikut :

  Agent

Mycobacterium tuberculosis adalah suatu anggota dari famili Mycobacteriaceae dan termasuk dalam ordo Actinomycetalis. Mycobacterium tuberculosis menyebabkan sejumlah penyakit berat pada manusia dan penyebab terjadinya infeksi tersering.

Masih terdapat Mycobacterium patogen lainnya, misalnya Mycobacterium leprae, Mycobacterium paratuberkulosis dan Mycobacterium yang dianggap sebagai Mycobacterium non tuberculosis atau tidak dapat terklasifikasikan. Di luar tubuh manusia, kuman Mycobacterium tuberculosis hidup baik pada lingkungan yang lembab akan tetapi tidak tahan terhadap sinar matahari. Mycobacterium tuberculosis mempunyai panjang 1-4 mikron dan lebar 0,2- 0,8 mikron. Kuman ini melayang diudara dan disebut droplet nuclei. Kuman tuberkulosis dapat bertahan hidup pada tempat yang sejuk, lembab, gelap tanpa sinar matahari sampai bertahun-tahun lamanya. Tetapi kuman tuberkulosis akan mati bila terkena sinar matahari, sabun, lisol, karbol dan panas api.

Kuman tuberkulosis jika terkena cahaya matahari akan mati dalam waktu 2 jam, selain itu kuman tersebut akan mati oleh tinctura iodi selama 5 menit dan juga oleh ethanol 80 % dalam waktu 2 sampai 10 menit serta oleh fenol 5 % dalam waktu 24 jam. Mycobacterium tuberculosis seperti halnya bakteri lain pada umumnya, akan tumbuh dengan subur pada lingkungan dengan kelembaban yang tinggi.

Mycobacterium tuberculosis memiliki rentang suhu yang disukai, merupakan bakteri mesofilik yang tumbuh subur dalam rentang 25 – 40 C, tetapi akan tumbuh secara optimal pada suhu 31-37 C.

Agent adalah penyebab yang essensial yang harus ada, apabila penyakit timbul atau manifest, tetapi agent sendiri tidak sufficient/memenuhi syarat untuk menimbulkan penyakit. Agent memerlukan dukungan faktor penentu agar penyakit dapat manifest. Agent ini dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya pathogenitas, infektifitas dan virulensi.4

Patogenitas agent dapat berubah dan tidak sama derajatnya bagi berbagai host. Berdasarkan sumber yang sama pathogenitas kuman tuberkulosis paru termasuk pada tingkat rendah. Infektifitas adalah kemampuan suatu mikroba untuk masuk ke dalam tubuh host dan berkembang biak didalamnya. Berdasarkan sumber yang sama infektifitas kuman tuberkulosis paru termasuk pada tingkat menengah. Virulensi adalah keganasan suatu mikroba bagi host. Berdasarkan sumber yang sama virulensi kuman tuberkulosis paru termasuk tingkat tinggi, jadi kuman ini tidak dapat dianggap remeh begitu saja.

 Host

Manusia merupakan reservoar untuk penularan kuman Mycobacterium tuberculosis, kuman tuberkulosis menular melalui droplet nuclei. Seorang penderita tuberkulosis dapat menularkan pada 10-15 orang. Menurut penelitian pusat ekologi kesehatan,menunjukkan tingkat penularan tuberkulosis di

Page 12: Tuberculosis Dalam Keluarga

lingkungan keluarga penderita cukup tinggi, dimana seorang penderita rata-rata dapat menularkan kepada 2-3 orang di dalam rumahnya. Di dalam rumah dengan ventilasi baik, kuman ini dapat hilang terbawa angin dan akan lebih baik lagi jika ventilasi ruangannya menggunakan pembersih udara yang bisa menangkap kuman TB.4

Menurut penelitian Atmosukarto dari Litbang Kesehatan, didapatkan data bahwa Tingkat penularan tuberkulosis di lingkungan keluarga penderita cukup tinggi, dimana seorang penderita rata-rata dapat menularkan kepada 2-3 orang di dalam rumahnya.

Besar resiko terjadinya penularan untuk rumah tangga dengan penderita lebih dari 1 orang adalah 4 kali dibanding rumah tangga dengan hanya 1 orang penderita tuberkulosis.Hal yang perlu diketahui tentang host atau penjamu meliputi karakteristik; gizi atau daya tahan tubuh, pertahanan tubuh, higiene pribadi, gejala dan tanda penyakit dan pengobatan. Karakteristik host dapat dibedakan antara lain; Umur, jenis kelamin, pekerjaan, keturunan, pekerjaan, keturunan, ras dan gaya hidup.

Host atau penjamu; manusia atau hewan hidup, termasuk burung dan anthropoda yang dapat memberikan tempat tinggal atau kehidupan untuk agent menular dalam kondisi alam (lawan dari percobaan). Host untuk kuman tuberkulosis paru adalah manusia dan hewan, tetapi host yang dimaksud dalam kasus ini adalah manusia. Beberapa faktor host yang mempengaruhi penularan penyakit tuberkulosis paru adalah; kekebalan tubuh (alami dan buatan), status gizi, pengaruh infeksi HIV/AIDS.4

Environment

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di luar diri host baik benda mati, benda hidup, nyata atau abstrak, seperti suasana yang terbentuk akibat interaksi semua elemen-elemen termasuk host yang lain. Lingkungan terdiri dari lingkungan fisik dan non fisik, lingkungan fisik terdiri dari; Keadaan geografis (dataran tinggi atau rendah, persawahan dan lain-lain), kelembaban udara, temperatur atau suhu, lingkungan tempat tinggal.

Adapun lingkungan non fisik meliputi; sosial, budaya, ekonomi dan politik  yang mempengaruhi kebijakan pencegahan dan penanggulangan suatu penyakit.4

Epidemilogi Secara Global, di Indonesia

Indonesia sekarang berada pada ranking kelima negara dengan beban TB tertinggi di dunia. Estimasi prevalensi TB semua kasus adalah sebesar 660,000 (WHO, 2010) dan estimasi insidensi berjumlah 430,000 kasus baru per tahun. Jumlah kematian akibat TB diperkirakan 61,000 kematian per tahunnya.

Indonesia merupakan negara dengan percepatan peningkatan epidemi HIV yang tertinggi di antara negara-negara di Asia. HIV dinyatakan sebagai epidemik terkonsentrasi (a concentrated epidemic), dengan perkecualian di provinsi Papua yang prevalensi HIVnya sudah mencapai 2,5% (generalized epidemic). Secara nasional, angka estimasi prevalensi HIV pada populasi dewasa adalah 0,2%. Sejumlah 12 provinsi telah dinyatakan sebagai daerah prioritas untuk intervensi HIV dan estimasi jumlah orang dengan HIV/AIDS di Indonesia sekitar 190.000-400.000. Estimasi nasional prevalensi HIV pada pasien TB baru adalah 2.8%. 4

Angka MDR-TB diperkirakan sebesar 2% dari seluruh kasus TB baru (lebih rendah dari estimasi di tingkat regional sebesar 4%) dan 20% dari kasus TB dengan pengobatan ulang. Diperkirakan terdapat sekitar 6.300 kasus MDR TB setiap tahunnya.

Page 13: Tuberculosis Dalam Keluarga

Meskipun memiliki beban penyakit TB yang tinggi, Indonesia merupakan negara pertama diantara High Burden Country(HBC) di wilayah WHO South-East Asianyang ampu mencapai target global TB untuk deteksi kasus dan keberhasilan pengobatan pada tahun 2006. Pada tahun 2009, tercatat sejumlah sejumlah 294.732 kasus TB telah ditemukan dan diobati (data awal Mei 2010) dan lebih dari 169.213 diantaranya terdeteksi BTA+. Dengan demikian, Case Notification Rate untuk TB BTA+ adalah 73 per 100.000 (Case Detection Rate73%). Rerata pencapaian angka keberhasilan pengobatan selama 4 tahun terakhir adalah sekitar 90% dan pada kohort tahun 2008 mencapai 91%. Pencapaian target global tersebut merupakan tonggak pencapaian program pengendalian TB nasional yang utama.

Meskipun secara nasional menunjukkan perkembangan yang meningkat dalam penemuan kasus dan tingkat kesembuhan, pencapaian di tingkat provinsi masih menunjukkan disparitas antar wilayah. Sebanyak 28 provinsi di Indonesia belum dapat mencapai angka penemuan kasus (CDR) 70% dan hanya 5 provinsi menunjukkan pencapaian 70% CDR dan 85% kesembuhan.4

Dengan angka nasional proporsi kasus relaps dan gagal pengobatan di bawah 2%, maka angka resistensi obat TB pada pasien yang diobati di pelayanan kesehatan pada umumnya masih rendah. Namun demikian, sebagian besar data berasal dari Puskesmas yang telah menerapkan strategi DOTS dengan baik selama lebih dari 5 tahun terakhir. Probabilitas terjadinya resistensi obat TB lebih tinggi di rumah sakit dan sektor swasta yang belum terlibat dalam program pengendalian TB nasional sebagai akibat dari tingginya ketidakpatuhan dan tingkat drop outpengobatan karena tidak diterapkannya strategi DOTS yang tinggi. Data dari penyedia pelayanan swasta belum termasuk dalam data di program pengendalian TB nasional. Sedangkan untuk rumah sakit, data yang tersedia baru berasal dari sekitar 30% rumah sakit yang telah melaksanakan strategi DOTS. Proporsi kasus TB dengan BTA negatif sedikit meningkat dari 56% pada tahun 2008 menjadi 59% pada tahun 2009. Peningkatan jumlah kasus TB BTA negatif yang terjadi selama beberapa tahun terakhir sangat mungkin disebabkan oleh karena meningkatnya pelaporan kasus TB dari rumah sakit yang telah terlibat dalam program TB nasional.

Jumlah kasus TB anak pada tahun 2009 mencapai 30.806 termasuk 1,865 kasus BTA positif. Proposi kasus TB anak dari semua kasus TB mencapai 10.45%. Angka-angka ini merupakan gambaran parsial dari keseluruhan kasus TB anak yang sesungguhnya mengingat tingginya kasus overdiagnosis di fasilitas pelayanan kesehatan yang diiringi dengan rendahnya pelaporan dari fasilitas pelayanan kesehatan.4

Manifestasi klinis dan Diagnosis

Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik, pemeriksaan fisik, pemeriksaan bakteriologik, radiologik dan pemeriksaan penunjang lainnya.

Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala respiratorik (atau gejalaorgan yang terlibat) dan gejala sistemik.

Gejala respiratorik

• batuk ≥3 minggu

• batuk darah

Page 14: Tuberculosis Dalam Keluarga

• sesak napas

• nyeri dada

Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang penderita terdiagnosis pada saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka penderita mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar.3

Gejala sistemik

• Demam

• gejala sistemik lain: malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan menurun3

Cara penemuan penderita TB Paru

Penemuan penderita TB Paru secara PasifPenemuan penderita TB Paru secara pasif adalah penjaringan tersangka penderita dilaksanakan pada mereka yang datang berkunjung ke unit pelayanan kesehatan. Penemuan secara pasif tersebut didukung dengan penyuluhan secara aktif, baik oleh petugas kesehatan maupun masyarakat, untuk meningkatkan cakupan penemuan tersangka penderita. Cara ini biasa dikenal dengan sebutan passive promotive case finding. Selain itu semua kontak penderita TB Paru BTA positif dengan gejala sama harus diperiksa dahaknya. Seorang petugas kesehatan diharapkan menemukan tersangka penderita sedini mungkin mengingat TB Paru adalah penyakit menular yang dapat mengakibatkan kematian. Semua tersangka penderita harus diperiksa spesimen dahak dalam waktu 2 hari berturut-turut, yaitu Sewaktu-Pagi- Sewaktu.7

Faktor-faktor yang menyebabkan penderita terlambat datang berobat kepuskesmas/sarana kesehatan lainnya:a. Tidak mengerti tanda dini TB paru.b. Malu datang kePuskesmas.c. Adanya Puskesmas yang belum siapd. Tidak tahu bahwa ada obat tersedia Cuma-Cuma di Puskesmas.e. Jarak penderita ke Puskesmas/sarana kesehatan lainnya terlalu jauh.

Penemuan Penderita TB Paru Secara AktifPenemuan penderita secara aktif dapat dilaksanakan dalam beberapa kegiatan yaitu :

Pemeriksaan kontak serumah (survai kontak).a. Tujuan:

1. Mencari penderita baru yang mungkin sudah lama ada dan belum lama ada dan belum berobat (index case).2. Mencari penderita baru yang mungkin ada.

b. Sasaran: Pemeriksaan ditujukan pada semua anggota keluarga yang tinggal serumah dengan penderita.c. Frekuensi pemeriksaan:

Pemeriksaan dilaksanakan minimal 1 tahun sekali dimulai pada saat anggota keluarga dinyatakan sakit TB pertama kali

Page 15: Tuberculosis Dalam Keluarga

d. Pelaksanaan:1. Membawa kartu kuning (kartu penderita), dari penderita yang sudah dicatat dan membawa kartu penderita kosong. 2. Mendatangi rumah penderita dan memeriksa anggota keluarga penderita yang tercatat dalam kolom yang tersedia pada kartu kuning.3. Bila ditemukan penderita baru dari pemeriksaan itu maka dibuat kartu baru dan dicatat sebagai penderita baru.4. Memberikan penyuluhan kepada penderita dan anggota keluarganya.

Untuk melakukan survei khusus disekolah yang yang ingin dilakukan pemeriksaan, perlu dibina kerja sama dengan UKS dan guru-guru sekolah. Perlu diberikan penyuluhan kesehatan terlebih dahulu kepada murid-murid bertempat dilapangan upacara atau didalam suatu ruangan besar bila memungkinkan. Pertemuan atau penyuluhan kesehatan yang dilaksanakan disekolah hendaknya dilaksanakan dengan menggunakan media yang mudah dipahami oleh anak-anak sekolah, misalnya dengan menggunakan alat bantu audio visual, yang dilengkapi dengan gambar-gambar. Selain penyuluhan disekolah-sekolah juga perlu diberikan penyuluhan pada masyarakat karena penyakit ini dewasa ini masih banyak dijumpai dimasyarakat, misalnya penyuluhan yang diberikan melalui kelurahan yang dikoordinir oleh petugas kesehatan, dimana materi yang disampaikan mulai dari gambaran penyakit TB paru dan tanda-tanda khas yang diperlihatkan akibat penyakit ini.7

Pengobatan

Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat utama dan tambahan. 4,7

OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT)

Obat yang dipakai:

1. Jenis obat utama (lini 1)yang digunakan adalah:

• Rifampisin

• INH

• Pirazinamid

• Streptomisin

• Etambutol

2. Kombinasi dosis tetap (Fixed dose combination)

Kombinasi dosis tetap ini terdiri dari :

• Empat obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg, isoniazid 75 mg, pirazinamid 400 mg dan etambutol 275 mg dan

• Tiga obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg, isoniazid 75 mg dan pirazinamid 400 mg

Page 16: Tuberculosis Dalam Keluarga

3. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)

• Kanamisin

• Kuinolon

• Obat lain masih dalam penelitian ; makrolid,

amoksilin + asam klavulanat

• Derivat rifampisin dan INH

Dosis OAT

Rekomendasi WHO 1999 untuk kombinasi dosis tetap, penderita hanya minum obat 3-4 tablet sehari selama fase intensif, sedangkan fase lanjutan dapat menggunakan kombinasi dosis 2 obat antituberkulosis seperti yang selama ini telah digunakan sesuai dengan pedoman pengobatan.

Pada kasus yang mendapat obat kombinasi dosis tetap tersebut, bila mengalami efek samping serius harus dirujuk ke rumah sakit / fasiliti yang mampu menanganinya. 4

Penanggulangan penyakit TB Paru

Sejalan dengan meningkatnya kasus TB, pada awal tahun 1990-an WHO dan IUATLD mengembangkan strategi pengendalian TB yang dikenal sebagai strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short-course). Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen kunci, yaitu: o Komitmen politis, dengan peningkatan dan kesinambungan pendanaan.

o Penemuan kasus melalui pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya.

o Pengobatan yang standar, dengan supervisi dan dukungan bagi pasien.

o Sistem pengelolaan dan ketersediaan OAT yang efektif.

o Sistem monitoring pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian terhadap hasil

pengobatan pasien dan kinerja program.

WHO telah merekomendasikan strategi DOTS sebagai strategi dalam pengendalian TB sejak tahun 1995. Bank Dunia menyatakan strategi DOTS sebagai salah satu intervensi kesehatan yang secara ekonomis sangat efektif (cost-efective). Integrasi kedalam pelayanan kesehatan dasar sangat dianjurkan demi efisiensi dan efektifitasnya. Satu studi cost benefit yang dilakukan di Indonesia menggambarkan bahwa dengan menggunakan strategi DOTS, setiap dolar yang digunakan untuk membiayai program pengendalian TB, akan menghemat sebesar US$ 55 selama 20 tahun.4

Fokus utama DOTS adalah penemuan dan penyembuhan pasien, prioritas diberikan kepada pasien TB tipe menular. Strategi ini akan memutuskan penularan TB dan dengan demikian menurunkan insidens TB di masyarakat. Menemukan dan menyembuhkan pasien merupakan cara terbaik dalam upaya pencegahan penularan TB.

Dengan semakin berkembangnya tantangan yang dihadapi program dibanyak negara, kemudian strategi DOTS di atas oleh Global stop TB partnership strategi DOTS tersebut diperluas menjadi sebagai berikut :

Mencapai, mengoptimalkan dan mempertahankan mutu DOTS Merespon masalah TB-HIV, MDR-TB dan tantangan lainnya

Page 17: Tuberculosis Dalam Keluarga

Berkontribusi dalam penguatan system kesehatan Melibatkan semua pemberi pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta. Memberdayakan pasien dan masyarakat Melaksanakan dan mengembangkan penelitian

Strategi Nasional Pengendalian Tb di Indonesia 2010-2014

Strategi nasional program pengendalian TB nasional terdiri dari 7 strategi, yaitu : Memperluas dan meningkatkan pelayanan DOTS yang bermutu Menghadapi tantangan TB/HIV, MDR-TB, TB anak dan kebutuhan masyarakat miskin serta

rentan lainnya Melibatkan seluruh penyedia pelayanan pemerintah, masyarakat (sukarela), perusahaan dan

swasta melalui pendekatan Public-Private Mix dan menjamin kepatuhan terhadap International Standards for TB Care

Memberdayakan masyarakat dan pasien TB. Memberikan kontribusi dalam penguatan sistem kesehatan dan manajemen program

pengendalian TB Mendorong komitmen pemerintah pusat dan daerah terhadap program TB Mendorong penelitian, pengembangan dan pemanfaatan informasi strategis.4

Kegiatan Pengendalian Tuberkulosisa) Tatalaksana dan Pencegahan TB

Penemuan Kasus Tuberkulosis Pengobatan Tuberkulosis Pemantauan dan Hasil Pengobatan Tuberkulosis Pengendalian Infeksi pada sarana layanan Pencegahan Tuberkulosis

b) Manajemen Program TB Perencanaan program Tuberkulosis Monitoring dan Evaluasi Program Tuberkulosis Manajemen Logistik Program Tuberkulosis Pengembangan Ketenagaan Program Tuberkulosis Promosi program Tuberkulosis

c) Pengendalian TB komprehensif Penguatan Layanan Laboratorium Tuberkulosis Public - Private Mix (Pelibatan Semua Fasilitas Pelayanan Kesehatan) Kolaborasi TB-HIV Pemberdayaan Masyarakat dan Pasien TB Pendekatan kolaborasi dalam kesehatan paru Manajemen TB Resist Obat Penelitian tuberkulosis

Program Pemberantasan Penyakit Tuberkulosis Paru di Puskesmas

Page 18: Tuberculosis Dalam Keluarga

Tujuan program ini adalah untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian tuberculosis paru dengan memutuskan rantai penularan melalui upaya pengobatan penderita menular sampai sembuh.4

Antara kegiatan yang dilakukan adalah:

a. Pengamatan Epidemiologi dan Tindakan Pemberantasan- Penderita tuberculosis paru yang ditemukan baik pada kunjungan dalam gedung maupun luar

gedung Puskesmas harus dicatat dan dilaporkan sesuai dengan ketentuan pencatatan dan pelaporan Puskesmas yang berlaku.

- Setiap penderita tersangka tuberculosis paru yang berumur 15 tahun ke atas harus diperiksa dahaknya sebanyak tiga kali berturut-turut dalam seminggu

- Bila dalam pemeriksaan tiga kali berturut-turut dalam seminggu tidak ditemukan BTA, penderita tersangka itu harus selalu berada dalam pengawasan dan dianjurkan kembali sebulan kemudian untuk pemeriksaan dahak lagi.

- Bila dalam dahaknya ditemukan BTA, berikanlah penjelasan tentang pengobatan yang harus dijalaninya.

- Susunlah jadwal minum obat TB bersama-sama dengan penderita dan pengawas pengobatan (salah seorang keluarga penderita) yang telah disepakati bersama.

- Obat anti TB yang digunakan dalam program pemberantas TB paru merupakan kombinasi beberapa obat yang diberikan selama 6 bulan dan dikenal sebagai paduan obat jangka pendek.

- Berikanlah petunjuk kepada penderita untuk mencegah penyebaran penyakit dengan: menutup mulut sewaktu batuk atau bersin, menggunakan tempat dahak yang tertutup dan diisi dengan larutan Lysol. Apabila tidak mungkin keluarkan dahak di tempat yang langsung menerima sinar matahari, menjaga rumah selalu terbuka di siang hari agar peredaran hawa baik dan sinar matahari masuk.

- Kunjungilah penderita dirumahnya jika penderita tidak mengontrol penyakitnya selama satu minggu.

b. Penilaian Pengobatan- Untuk menilai keberhasilan setiap tahap pengobatan dan setelah selesai pengobatan perlu

diperiksa dahaknya pada awal bulan IV dan pada akhir masa pengobatan (selayaknya pada akhir bulan VI). Pemeriksaan dilakukan tiga kali berturut-turut dalam seminggu.

- Bila pada pemeriksaan dahak ini ditemukan BTA positif, harus dilakukan biakan dahak. Bila biakan tidak tumbuh berarti BTA yang ditemukan adalah Mycobacterium tuberculosis yang mati. Bila biakan tumbuh harus dilakukan pemeriksaan kekebalan kuma (tes resistensi) terhadap OAT paduan jangka yang digunakan.

- Penderita dinyatakan sembuh bila pada akhir masa pengobatan tidak ditemukan BTA pada pemeriksaan dahaknya selama tiga kali berturut-turut selama seminggu.7

c. Rujukan Penderita- Indikasi Rujukan :

Penderita yang dalam pemeriksaan dahak berkala telah menunjukkan terjadinya konversi namun keluhan tetap ada dan keadaan umum semakin berat.

Penderita yang mengalami kegagalan pengobatan disertai dengan kekebalan kuman terhadap salah satu atau beberapa obat anti-tuberkulosis yang pernah dipakai.

Penderita tidak tahan terhadap obat (drug intolerance)7

Page 19: Tuberculosis Dalam Keluarga

d. Penyuluhan Kesehatan- Pentingnya penyuluhan kesehatan harus dimengerti dan dipahami secara mendalam oleh petugas

kesehatan, karena upaya ini berhubungan dengan perilaku manusia/masyarakat.- Kegiatan penyuluhan dalam program pemberantasan tuberculosis paru dilakukan oleh petugas

kesehatan baik di dalam maupun di luar gedung Puskesmas.e. Edukasi dan vaksinasi

- Tujuan dilakukan tindakan ini adalah untuk mempromosikan gaya hidup sihat supaya bebas dari terkena sebarang penyakit. Pemberian vaksinasi juga harus diperketat pada anak balita supaya anak anak mendapat daya imuniti untuk mengelakkan terjangkitnya penyakit TB Paru daripada penderita dewasa

Sasaran penyuluhan adalah penderita tuberculosis paru, keluarga penderita serta masyarakat. Penyuluhan kepada penderita bertujuan meningkatnya kegiatan pengendalian penderita sehingga angka putus berobat kurang dari 10%.

Pencegahan Penyakit TB ParuMengingat di masyarakat masih banyak yang belum memahami tentang penyakit TB Paru yang bisa menjadi hambatan bagi pelaksanaan program pemberantasan TB Paru termasuk dalam mengikutsertakan peran serta masyarakat, maka diperlukan upaya-upaya pencegahan untuk dapat mengurangi prevalensi, insidens dan kecacatan penderita TB Paru. Upaya-upaya pencegahan diatas dibagi menjadi beberapa tingkatan sesuai dengan perjalanan penyakit yaitu : pencegahan primer, sekunder, dan pencegahan tersier.

Pencegahan PrimerPencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit. Secara garis besar, upaya pencegahan ini dapat berupa pencegahan umum dan pencegahan khusus. Pencegahan umum dimaksudkan untuk mengadakan pencegahan pada masyarakat umum, misalnya personal hygiene, pendidikan kesehatan masyarakat dengan penyuluhan dan kebersihan lingkungan. Pencegahan khusus ditujukan pada orang-orang yang mempunyai resiko untuk terkena suatu penyakit, misalnya pemberian immunisasi.4

Pencegahan SekunderTingkat pencegahan kedua ini merupakan upaya manusia untuk mencegah orang yang telah sakit agar sembuh dengan pengobatan, menghindarkan komplikasi kecacatan secara fisik. Pencegahan sekunder mencakup kegiatan-kegiatan seperti dengan tes penyaringan yang ditujukan untuk pendeteksian dini serta penanganan pengobatan yang cepat dan tepat. Tujuan utama kegiatan pencegahan sekunder adalah untuk mengidentifikasikan orang-orang tanpa gejala yang telah sakit atau yang jelas berisiko tinggi untuk mengembangkan penyakit.

Pencegahan TersierPencegahan ini dimaksudkan untuk mengurangi ketidak mampuan dan mengadakan rehabilitasi. Upaya pencegahan tingkat tiga ini dapat dilakukan dengan memaksimalkan fungsi organ tubuh, membuat protesa ekstremitas akibat amputasi dan mendirikan pusat-pusat rehabilitasi medik.4

KESIMPULAN

Page 20: Tuberculosis Dalam Keluarga

Tuberculosis (TBC) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Agent penyebab Tuberculosis adalah Mycobacterium tuberculosis yang menyebabkan sejumlah penyakit berat pada manusia dan penyebab terjadinya infeksi tersering. Mycobacterium tuberculosis hidup baik pada lingkungan yang lembab akan tetapi tidak tahan terhadap sinar matahari.

Host penyebab Tuberculosis. Seorang penderita tuberkulosis dapat menularkan pada 10-15 orang. Penderita rata-rata dapat menularkan kepada 2-3 orang di dalam rumahnya. Di dalam rumah dengan ventilasi baik, kuman ini dapat hilang terbawa angin dan akan lebih baik lagi jika ventilasi ruangannya menggunakan pembersih udara yang bisa menangkap kuman TB.

Environment penyakit Tuberculosis adalah lingkungan yang segala sesuatu yang ada di luar diri host baik benda mati, benda hidup, nyata atau abstrak, seperti suasana yang terbentuk akibat interaksi semua elemen-elemen termasuk host yang lain.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit Tuberculosis Untuk terpapar penyakit TBC pada seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti : status sosial ekonomi, status gizi, umur, dan jenis kelamin.

Untuk mencegah terkena penyakit TBC, hindari kontak dengan penderita TBC paru aktif.   Selalu menjaga standar hidup yang baik, caranya bisa dengan mengkonsumsi makanan yang bernilai gizi  tinggi, menjaga lingkungan selalu sehat baik itu di rumah maupun di tempat kerja, dan menjaga kebugaran tubuh dengan cara menyempatkan dan meluangkan waktu untuk berolah raga.

Daftar Pustaka

1. Danakusuma, Muhyidin. Pengantar Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Komunitas. IDI : Jakarta. 2005. Hal : 67-71

2. Azwar, Azrul. Pengantar Administrasi Kesehatan Edisi Ketiga. Binarupa Aksara: Jakarta. 2002. Hal: 91-115

3. Danasari. Standar Kompetensi Dokter Keluarga. PDKI : Jakarta. 2008. Hal : 32-384. Aditama T.D, Subuh M, Mustikawati D.A et all.Strategi nasional pengendalian TB di Indonesia

2010-2014. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Hal 1-35. Chandra B. Ilmu kedokteran pencegahan dan komunitas. Jakarta: EGC; 2009.h. 159-1606. Manulu H.S.P. Faktor yang mempengaruhi kejadian tb paru dan upaya penanggulangannya. Jurnal

Ekologi Kesehatan Vol 9 No 4:Jakarta. 2010. Hal 1340-67. Syarif A. Farmakologi dan Terapi. 5th ed. Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia; 2007 hal 180-187.