Askep Tuberculosis

25
Laporan Pendahuluan A. KONSEP MEDIK 1. Pengertian Tuberculosis Paru. Tuberculosis Paru adalah Penyakit infeksi yang terutama disebabkan oleh Mycobacterium Tubercolosis, penyakit ini biasanya menyerang paru-paru dan menyebar hampir k setiap bagian tubuh termasuk maningeal, ginjal, tulang, dan nodus limfe (KMB Buku Saku Brunner dan Suddarath). Menurut Price A. Sylvia (1955 : 753) Tuberculosis Paru adalah merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Pendapat yang sama dikemukakan oleh : Arif Mansjoer (2001 : 472) menuliskan Tuberculosis Paru adalah penyakit infeksi yang yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi. Menurut Robins & Kumar (1995 : 161) Tuberculosis Paru merupakan penyakit menular Granulomatosa Kronik yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. 2. Etiologi Penyebab Tuberculosis Paru adalah Mycobacterium Tuberculosis, sejenis kuman yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/UM dan tebal 0,3-0,6/UM. Kuman mempunyai kandungan lipid yang kompleks. Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik. Kuman dapat bertahan hidup pada udara kering maupun pada keadaan dingin (dapat hidup bertahun-tahun dalam lemari es) hal ini karena kuman berada dalam sifat dormant. Dan sifat dormant ini kuman dapat bangkit dan menjadikan tuberculosis aktif lagi (Ilmu Penyakit Dalam jilid II 2001 : 820-821). 3. Patofisiologi Infeksi diawali Karena seseorang menghirup basil M.Tuberculosis. bakteri menyebar melalui jalan nafas menuju alveoli lalu berkembang biak dan terlihat bertumpuk. Perkembangan M.Tuberculosis juga dapat menjangkau sampai ke

description

askep tb

Transcript of Askep Tuberculosis

LAPORAN PENDAHULUAN

Laporan PendahuluanA. KONSEP MEDIK

1. Pengertian Tuberculosis Paru.

Tuberculosis Paru adalah Penyakit infeksi yang terutama disebabkan oleh Mycobacterium Tubercolosis, penyakit ini biasanya menyerang paru-paru dan menyebar hampir k setiap bagian tubuh termasuk maningeal, ginjal, tulang, dan nodus limfe (KMB Buku Saku Brunner dan Suddarath).Menurut Price A. Sylvia (1955 : 753) Tuberculosis Paru adalah merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Pendapat yang sama dikemukakan oleh :

Arif Mansjoer (2001 : 472) menuliskan Tuberculosis Paru adalah penyakit infeksi yang yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi. Menurut Robins & Kumar (1995 : 161) Tuberculosis Paru merupakan penyakit menular Granulomatosa Kronik yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis.2. EtiologiPenyebab Tuberculosis Paru adalah Mycobacterium Tuberculosis, sejenis kuman yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/UM dan tebal 0,3-0,6/UM. Kuman mempunyai kandungan lipid yang kompleks. Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik. Kuman dapat bertahan hidup pada udara kering maupun pada keadaan dingin (dapat hidup bertahun-tahun dalam lemari es) hal ini karena kuman berada dalam sifat dormant. Dan sifat dormant ini kuman dapat bangkit dan menjadikan tuberculosis aktif lagi (Ilmu Penyakit Dalam jilid II 2001 : 820-821). 3. Patofisiologi

Infeksi diawali Karena seseorang menghirup basil M.Tuberculosis. bakteri menyebar melalui jalan nafas menuju alveoli lalu berkembang biak dan terlihat bertumpuk. Perkembangan M.Tuberculosis juga dapat menjangkau sampai ke area lain dari paru-paru (lobus atas). Basil juga menyebar melalui system limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lain (ginjal, tulang dan korteks cerebry). Selanjutnya system kekebalan tubuh memberikan respon dengan melakukan reaksi inflamasi. Neutrofil dan makrofag melakukan aksi fagositosis (menelan bakteri), sementara limfosit spesifik tuberculosis menghancurkan (melisiskan) basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan terakumulasinya eksudat dalam alveoli yang menyebabkan bronchopneumonia. Infeksi awal biasanya timbul dalam waktu 2-10 minggu setelah terpapar bakteri.

Interaksi antara M. tuberculosis dan system kekebalan tubuh pada masa awal infeksi membentuk sebuah masa jaringan baru yang disebut granuloma. Granuloma terdiri atas gumpalan basil hidup dan mati yang dikelilingi oleh makrofag seperti dinding. Granuloma selanjutnya berubah bentuk menjadi massa jangringan fibrosa. Bagian tengah dari massa tersebut disebut ghon tubercle. Materi yang terdiri atas makrofag dan bakteri menjadi nekrotik yang selanjutnya membentuk materi yang penampakannya seperti keju (necrotizing caseosa) hal ini kan menjadi kalsifikasi dan akhirnya membentuk jaringan kolagen, kemudian bakteri menjadi non aktif.

Setelah infeksi awal, jika respon system imun tidak adekuat maka penyakit akan menjadi lebih parah. Penyakit yang kian parah dapat timbul akibat infeksi ulang atau bakteri yang sebelumnya tidak aktif kembali menjadi aktif. Pada kasusu ini, ghon tubercle mengalami ulserasi sehingga menghasilkan necrotizing caseosa didalam brounkhus. Tubercle yang ulserasi selanjutnya menjadi sembuh dan membentuk jaringan parut. Paru-paru yang terinfeksi kemudian meradang mengakibatkan timbulnya bronkopneumonia, membentuk tuberkel, dan seterusnya. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya. Proses ini berjalan terus dan basil terus difagosit atau berkembang biak didalam sel. Makrofag mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit (membutuhkan 10 20 hari). Daerah yang mengalami nekrosis dan jaringan granulasi yang dikelilingi sel epiteloid dan fibroblas akan menimbulkan respons berbeda, pada akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang dikelilingi oleh tuberkel.

4. Manifestasi Klinis

Keluhan yang dirasakan penderita dapat bermacam-macam atau malah tanpa keluhan sama sekali, keluhan yang terbanyak adalah :

a. Demam

Biasanya subfebril menyerupai dengan influenza. Tetapi kadang-kadang panas badan dapat sembuh sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya hilang timbulnya demam influenza ini sehingga pasien merasa tidak pernah bebas dari serangan demam influenza. Keadaan sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberculosis yang masuk.

b. Batuk darah

Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk radang keluar. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non produktif) setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah.C. Sesak Nafas

Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak nafas. Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi setengah badan paru-paru.

c. Nyeri Dada

Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.

d. Malaise

Gejala malaise sering ditemukan berupa anoreksia tidak ada nafsu makan, badan makin kurus, sakit kepala, keringat malam hari.

5. Komplikasi1. Pnemothorax (adanya udara pada rongga pleura) spontan kolaps karena kerusakan jaringan paru.2. Kolaps dari lobus akibat Retraksi dari Bronchial3. Bronhestasis (pelabaran Bronhus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau relatif) pada paru.

4. Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran pernapasan bawah yang dapat mengakibatkan kematian karena syok hipovolomik atau tersumbatnya jalan napas.5. Insufisiensi Cardio Pulmonal.

6. Penyebaran infeksi ke organ lain : Otak, Persendian, Ginjal.2. Pemeriksaan Diagonistik Kultur SputumPositif untuk Mycobacterium Tubercolosa, golongan tahap aktif penyakit.

Ziehl NeesenPemakaian asam cefat pada gelas kaca untuk usapan cairan darah positif untuk basil asam cefat. Tes KulitPPD, Mantoux, Patogen Vellmas. Reaksi positif menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya antibodi tetapi tidak secara berarti menunjukkan progresif aktif. Foto ThoraksDapat menunjukkan infiltrasi awal pada area paru atas, simpanan cairan kalsium, lesi sembuh primer atau efusi cairan.

Histology atau Kultur Jaringan.

Termasuk pembersihan jaringan gaster, urine dan cairan cerebrospinal, biopsy kulit positif untuk mycobacterium TBC ElektrolitDapat tak normal tergantung lokasi berat kerusakan sisa pada paru.

6. Perawatan Tuberculosis Paru

Perawatan yang dapat diberikan pada penderita tuberculosis adalah :

a. Dirawat di Rumah Sakit di tempat isolasi

b. Bedrest total

c. Cukup udara segar

d. Diet TKTP

e. Tidur semi fowler

f. Control tanda vital

Menurut Marylin, E, Dongoes, et all : 2000: 242 Perawatan Tubercolosis paru : Meningkatkan/mempertahankan ventilasi/oksigenasi adekuat

Mencegah penyebaran infeksi

Mendukung perilaku/tugas untuk mempertahankan kesehatan

Meningkatkan strategi koping efektif.

Memberi informasi tentang proses penyakit

Untuk Perawatan TB Paru di rumah antara lain : Memberi minum air hangat 2000-3500 cc

Menarik nafas ditengah uap panas dapat membantu membersihkan saluran pernafasan

Apabila batuk mengganggu di malam hari berikan air jeruk panas yang dicampur 1 sendok madu.

Periksa dokter apabila :

Batuk bertahan 2-3 minggu setelah influenzanya sendiri teratasi.

Batuk disertai darah/lender yang semakin lama semakin gelap dan hijau warnanya. Dada terasa sakit dan sulit bernafas

Penderita merasa demam dan rasa tidak enak badan semakin parah.

7. Pencegahan Tuberculosis Paru

Menurut Price A Sylvia pencegahan tuberculosis adalah karena tubercuosis sebagai penyakit menular, maka dibutuhkan upaya pencegahan agar orang lain tidak terkena penyakit tersebut. Upaya pencegahan tersebut antara lain adalah :a. Melakukan sterilisasi dahak, sarung bantal

b. Sinar matahari langsung membunuh kuman TB dalam waktu 5 menit. Maka memanfaatkan sinar matahari adalah cara yang paling cocok untuk dilakukan didaerah tropis, letak kuman dapat bertahan hidup selama berbulan-bulan ditempat gelap.

c. Sodium hipoklovit (1%) melarutkan dahak dan membunuh tuberculosis dengan cepat, tetapi harus digunakan dibawah gelas, karena bahan tersebut dapat merusak logam

d. Panas : tuberculosis dimusnahkan dalam waktu 20 menit pada suhu 60 OC dan dalam waktu 5 menit pada suhu 70 OC

e. Tisu harus dibakar selekas mungkin sudah digunakan

f. Menjemur dibawah sinar matahari semua bahan seperti selimut, ini merupakan metode yang baik dan sederhana terutama didaerah tropis.8. Pengobatan TB Paru

Pengobatan Tuberkulosis ParuMekanisme kerja obat anti-tuberkulosis (OAT) :

1. Aktivitas bakterisidal, untuk bakteri yang membelah cepat

2. Aktivitas sterilisasi, terhadapthe pesisters(bakteri semidormant)

3. Aktivitas bakteriostatis, obat-obatan yang mempunyai aktivitas bakteriostatis terhadap bakteri tahan asam.

Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi dua fase yaitu

1.Fase intensif (2-3 bulan) :Tujuan tahapan awal adalah membunuh kuman yang aktif membelah sebanyak-banyaknya dan secepat-cepatnya dengan obat yang bersifat bakterisidal. Selama fase intensif yang biasanya terdiri dari 4 obat, terjadi pengurangan jumlah kuman disertai perbaikan klinis. Pasien yang infeksi menjadi noninfeksi dalam waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien dengan sputum BTA positif akan menjadi negatif dalam waktu 2 bulan. MenurutThe Joint Tuberculosis Committee of the British Thoracic Society,fase awal diberikan selama 2 bulan yaitu INH 5 mg/kgBB, Rifampisin 10 mg/kgBB, Pirazinamid 35 mg/kgBB dan Etambutol 15 mg/kgBB.

2.Fase lanjutan (4-7 bulan).Selama fase lanjutan diperlukan lebih sedikit obat, tapi dalam waktu yang lebih panjang. Penggunaan 4 obat selama fase awal dan 2 obat selama fase lanjutan akan mengurangi resiko terjadinya resistensi selektif. MenurutThe Joint Tuberculosis Committee of the British Thoracic Societyfase lanjutan selama 4 bulan dengan INH dan Rifampisin untuk tuberkulosis paru dan ekstra paru. Etambutol dapat diberikan pada pasien dengan resistensi terhadap INH.

Pada pasien yang pernah diobati ada resiko terjadinya resistensi. Paduan pengobatan ulang terdiri dari 5 obat untuk fase awal dan 3 obat untuk fase lanjutan. Selama fase awal sekurang-kurangnya 2 di antara obat yang diberikan haruslah yang masih efektif.

Paduan obat yang digunakan terdiri atas obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid, Streptomisin, dan Etambutol (Depkes RI, 2004).

Untuk program nasional pemberantasan TB paru, WHO menganjurkan panduan obat sesuai dengan kategori penyakit. Kategori didasarkan pada urutan kebutuhan pengobatan dalam program. Untuk itu, penderita dibagi dalam empat kategori sebagai berikut:

1.Kategori I (2HRZE/4H3R3)Kategori I adalah kasus baru dengan sputum positif dan penderita dengan keadaan yang berat seperti meningitis, TB milier, perikarditis, peritonitis, pleuritis massif atau bilateral, spondiolitis dengan gangguan neurologis, dan penderita dengan sputum negatif tetapi kelainan parunya luas, TB usus, TB saluran perkemihan, dan sebagainya. Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol setiap hari (tahap intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan rifampisin tiga kali dalam seminggu ( tahap lanjutan ).

2.Kategori II (HRZE/5H3R3E3 )Kategori II adalah kasus kambuh atau gagal dengan sputum tetap positif.diberikan kepada :

1. Penderita kambuh

2. Penderita gagal terapi

3. Penderita dengan pengobatan setelah lalai minun obat

4. 3.Kategori III (2HRZ/4H3R3 )Kategori III adalah kasus sputum negatif tetapi kelainan parunya tidak luas dan kasus TB di luar paru selain yang disebut dalam kategori I.

4. Kategori IVKategori IV adalah tuberkulosis kronis. Prioritas pengobatan rendah karena kemungkinan keberhasilan rendah sekali.

Obat-obatan anti tuberkulostatik1.Isoniazid (INH) :merupakan obat yang cukup efektif dan berharga murah. Seperti rifampisin, INH harus diikutsertakan dalam setiap regimen pengobatan, kecuali bila ada kontra-indikasi. Efek samping yang sering terjadi adalah neropati perifer yang biasanya terjadi bila ada faktor-faktor yang mempermudah seperti diabetes, alkoholisme, gagal ginjal kronik dan malnutrisi dan HIV. Dalam keadaan ini perlu diberikan peridoksin 10 mg/hari sebagai profilaksis sejak awal pengobatan. Efek samping lain seperti hepatitis dan psikosis sangat jarang terjadi.

2.Rifampisin :merupakan komponen kunci dalam setiap regimen pengobatan. Sebagaimana halnya INH, rifampisin juga harus selalu diikutkan kecuali bila ada kontra indikasi. Pada dua bulan pertama pengobatan dengan rifampisin, sering terjadi gangguan sementara pada fungsi hati (peningkatan transaminase serum), tetapi biasanya tidak memerlukan penghentian pengobatan. Kadang-kadang terjadi gangguan fungsi hati yang serius yang mengharuskan penggantian obat terutama pada pasien dengan riwayat penyakit hati. Rifampisin menginduksi enzim-enzim hati sehingga mempercepat metabolisme obat lain seperti estrogen, kortikosteroid, fenitoin, sulfonilurea, dan anti-koagulan. Penting : efektivitas kontrasepsi oral akan berkurang sehingga perlu dipilih cara KB yang lain.

3.Pyrazinamid :bersifat bakterisid dan hanya aktif terhadap kuman intrasel yang aktif memlah danmycrobacterium tuberculosis. Efek terapinya nyata pada dua atau tiga bulan pertama saja. Obat ini sangat bermanfaat untuk meningitis TB karena penetrasinya ke dalam cairan otak. Tidak aktif terhadapMycrobacterium bovis. Toksifitas hati yang serius kadang-kadang terjadi.

4.Etambutol:digunakan dalam regimen pengobatan bila diduga ada resistensi. Jika resiko resistensi rendah, obat ini dapat ditinggalkan. Untuk pengobatan yang tidak diawasi, etambutol diberikan dengan dosis 25 mg/kg/hari pada fase awal dan 15 mg/kg/hari pada fase lanjutan (atau 15 mg/kg/hari selama pengobatan). Pada pengobatan intermiten di bawah pengawasan, etambutol diberikan dalam dosis 30 mg/kg 3 kali seminggu atau 45 mg/kg 2 kali seminggu. Efek samping etambutol yang sering terjadi adalah gangguan penglihatan dengan penurunan visual, buta warna dan penyempitan lapangan pandang. Efek toksik ini lebih sering bila dosis berlebihan atau bila ada gangguan fungsi ginjal. Gangguan awal penglihatan bersifat subjektif; bila hal ini terjadi maka etambutolharus segera dihentikan. Bila segera dihentikan, biasanya fungsi penglihatan akan pulih. Pasien yang tidak bisa mengerti perubahan ini sebaiknya tidak diberi etambutol tetapi obat alternative lainnya. Pemberian pada anak-anak harus dihindari sampai usia 6 tahun atau lebih, yaitu disaat mereka bisa melaporkan gangguan penglihatan. Pemeriksaan fungsi mata harus dilakukan sebelum pengobatan.

5. Streptomisin:saat ini semakin jarang digunakan, kecuali untuk kasus resistensi. Obat ini diberikan 15 mg/kg, maksimal 1 gram perhari. Untuk berat badan kurang dari 50 kg atau usia lebih dari 40 tahun, diberikan 500-700 mg/hari. Untuk pengobatan intermiten yang diawasi, streptomisin diberikan 1 g tiga kali seminggu dan diturunkan menjadi 750 ng tiga kali seminggu bila berat badan kurang dari 50 kg. Untuk anak diberikan dosis 15-20 mg/kg/hari atau 15-20 mg/kg tiga kali seminggu untuk pengobatan yang diawasi. Kadar obat dalam plasma harus diukur terutama untuk pasien dengan gangguan fungsi ginjal. Efek samping akan meningkat setelah dosis kumulatif 100 g, yang hanya boleh dilampaui dalam keadaan yang sangat khusus. Obat-obat sekunder diberikan untuk TBC yang disebabkan oleh kuman yang resisten atau bila obat primer menimbulkan efek samping yang tidak bisa ditoleransi. Termasuk obat sekunder adalahkapreomisin, sikloserin, makrolid generasi baru (azitromisin dan klaritromisin), 4-kuinolon (siprofloksasin dan ofloksasin) dan protionamid.

Tabel Panduan Pemberian Obat Anti-TuberkulosisObat anti-TB esensialAksiPotensiRekomendasi Dosis (mg/kgBB)

Per hariPer minggu

3x2x

Isoniazid (INH)

Rifampisin (R)

Pirazinamid (Z)

Streptomisin (S)

Etambutol (E)Bakterisidal

Bakterisidal

Bakterisidal

Bakterisidal

BakteriostatikTinggi

Tinggi

Rendah

Rendah

Rendah5

10

25

15

15

10

10

35

15

3015

10

50

15

45

Kombinasi dosis combination ( fixed dose combination )1. Dosis tiap hari :

RHZE : R (150 mg) + H (75 mg) + Z (400 mg) + E (75 mg)

RHZ : R (150 mg) + H (75 mg) + Z (450 mg)

RH : R (300 mg) + H (150 mg)

R (150 mg) + H (75 mg)

EH : H (150 mg) + E (400 mg)

RHZ : R (150 mg) + H (150 mg) + Z (500 mg)

RH : R (150 mg) + H (150 mg)

1. Dosis 3X/ minggu :

B. KONSEP KEPERAWATAN

1. Pengertian Proses KeperawatanProses keperawatan adalah metode sistematika dimana secara langsung perawat dan klien bersama-sama menentukan masalah keperawatan, membuat perencanaan dan implementasi serta mengevaluasi hasil asuhan keperawatan tersebut. Tayler, C.Lilis dan Laode Jumadi gafar (1999:54).

2. Tujuan Proses Keperawatan

Tujuan proses keperawatan adalah memberikan pelayanan yang utama berdasarkan pada pemenuhan kebutuhan dasar manusia dalam aspek bio-psiko-sosial yang komprehensif ditujukan pada individu, keluarga maupun komunitas yang sehat dan sakit.

3. Tahap-Tahap Proses Keperawatana. Pengkajian

Pengkajian merupakan dasar utama atau langkah awal dalam proses keperawatan secara keseluruhan. Pada tahap ini semua data/informasi tentang klien yang dibutuhkan, dikumpulkan dan dianalisa untuk menentukan diagnosa keperawatan.

1) Biodata

Terdiri dari nama, jenis kelamin, umur, status perkawinan, alamat, pendidikan, pekerjaan dan agama.

2) Riwayat Kesehatan

a) Riwayat Kesehatan Sekarang

Alasan masuk rumah sakit/keluhan utama yang dirasakan, riwayat keluhan utama, keluhan lain yang menyertai, diagnosa medik.

b) Riwayat Kesehatan Masa Lalu

Prosedur operasi dan perawatan rumah sakit sebelumnya, kebiasaaan.

c) Riwayat Kesehatan Keluarga

a. Genogram 3 generasi

b. Identifikasi berbagai penyakit turunan.

3) Pola Kegiatan Sehari-Hari

Apakah terjadi perubahan pola kegiatan sehari-hari yakni : pola nutrisi, pola eliminasi, pola istirahat dan tidur, personal hygiene, aktifitas dan olah raga.

4) Aspek Sosial

Hubungan dengan keluarga, hubungan dengan perawat, keadaan ekonomi keluarga.

5) Pemeriksaan Fisik

a) Keadaan Umum : nampak sakit berat, sedang, ringan

b) Kepala : bentuk, nyeri,pusing

c) Tanda-tanda vital : tekanan darah, suhu badan, nadi dan pernapasan.

d) Sistem penginderaan

1) Mata : Konjungtiva, pupil, lapang pandang, hematoma,adanya nyeri.

2) Hidung : Fungsi penciuman,simteris kiri dan kanan, keadaan septum, nyeri, peradangan

3) Telinga : Fungsi pendengaran simetris kiri dan kanan, nyeri, peradangan

4) Lidah : Fungsi pengecapan, kebersihan.

5) Kulit : Respon terhadap panas dan dingin, nyeri dan sentuhan, turgor, kelembaban, warna, suhu.

e) Sistem Pernapasan

Apakah ada cuping hidung, frekuensi pernapasan, bunyi napas, nyeri dada, dispnoe, takipnoe,cyanosis, adanya ronchi dan wheezing.

f) Sistem Kardiovaskuler

Apakah ada hipertensi, hipotensi, tekanan darah, frekuensi nadi, ictus kordis, riwayat penyakit jantung, tekanan vena jugularis.

g) Sistem Pencernaan

Adanya massa, peristaltic usus baik atau tidak, adanya konstipasi,mual, muntah, nafsu makan, gangguan fungsi pengecapan,perut kembung.

h) Sistem Neurologi.

Kesadaran, nyeri kepala, fungsi sensorik dan motorik, kesemutan, pusing, koordinasi gerakan.

i) Sistem Muskuloskeletal

Kekuatan otot. Gangguan pergerakan ekstremitas, adanya spasme otot, nyeri, tonus otot normal atau tidak.

j) Sistem Perkemihan

Apakah ada nyeri, warna urin, bau, anuria, tidak ada bising usus, inkontinensia urine, frekuensi BAK.

k) Sistem Integumen

Turgor kulit, perubahan warna pada daerah sekitar luka operasi, suhu pada area luka operasi, keadaan kulit.

l) Sistem Endokrin

Apakah ada riwayat penyakit DM

b. Diagnosa Keperawatan

Pengkajian merupakan dasar utama atau langkah awal dalam proses keperawatan secara keseluruhan. Pada tahap ini semua data/informasi tentang klien yang dibutuhkan, dikumpulkan, dan dianalisa untuk menentukan diagnosa keperawatan.

1. Infeksi/ resiko tinggi berhubungan dengan pertahan primer tidak adekuat

2. Bersihkan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan adanya sputum

3. Resiko tinggi perubahan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar kapiler.

4. Perubahan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.

5. Gangguan pola istirahat dan tidur berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh.

6. Kurang pengetahuan mengenai kondisi,aturan tindakan, dan pencegahan penyakit berhubungan dengan keterbatasan kognitif

c. Perencanaan.

Diagnosa I: Infeksi/resiko tinggi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat

Kriteria hasil: Hasil yang diharapkan

Untuk mencegah/menurunkan resiko penyebaran infeksi

Melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang aman

Intervensi :

1. Kaji patologi penyakit dan potensial penyebaran infeksi

Rasional: Pemahaman bagaimana penyakit disebarkan dan kesadaran kemungkinan transmisi membantu pasien dan orang terdekat untuk mengambil langkah untuk mencegah infeksi ke orang lain.2. Identifikasi orang lain yang beresiko

Rasional :Untuk mencegah penyebaran/terjadinya infeksi

3. Anjurkan pasien untuk batuk/bersin dan mengeluarkan pada tisue dan menghindari meludah.

Rasional:Perilaku yang baik diperlukan untuk mencegah penyebaran infeksi.

4. Awasi suhu sesuai indikasi

Rasional:Reaksi demam indikator adanya infeksi lanjut

5. Tekankan pentingnya tidak menghentikan terapi obat

Rasional:Periode singkat berakhir 2-3 setelah kemoterapi awal tetapi pada adanya rongga atau penyakit luas sedang, resiko penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan.

6. Dorong memilih/mencerna makanan seimbang, berikan makanan dalam porsi kecil tapi sering dengan tinggi kalori,tinggi protein

Rasional:Adanya malnutrisi sebelumnya merendahkan tahanan terhadap proses infeksi dan mengganggu penyembuhan. Makan kecil dapat meningkatkan pemasukkan semua.

7. Berikan agen anti infeksi sesuai indikasi

Rasional:Kombinasi agen anti infeksi dapat membantu untuk membunuh kuman.

Diagnosa II : Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan adanya sputum

Kriteri hasil : - Mempertahankan jalan napas

-Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki, mempertahankan bersihan jalan napas

- Berpartisipasi dalam pengobatan

- Mengidentifikasi pengobatan, komplikasi dan tindakan yang tepat

Intervensi :

1. Kaji fungsi pernapasan; contoh bunyi napas, kecepatan irama dan kedalaman serta penggunaan otot aksesoris

Rasional: Penurunan bunyi napas menunjukan ateletaktasis, dan ketidak mampuan untuk membersihkan jalan napas yang dapat menimbulkan penggunaan otot-otot aksesoris pernapasan dan peningkatan kerja pernapasan.

2. Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa, batuk efektif, catat karakter, jumlah sputum dan adanya hemoptisis.

Rasional : Pengeluaran sulit bila secret tebal, sputum berdarah kental atau darah cerah akibat kerusakan paru atau luka bronchial dan dapat memerlukan evaluasi/intervensi lanjut.

3. Berikan posisi semi fowler

Rasional: Posisi semi fowler dapat membantu memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya pernapasan.

4. Bantu pasien untuk batuk dan latihan napas dalam

Rasional :Ventilasi maksimal membuka area atelektasis dan meningkatkan gerakan secret kedalam jalan napas untuk dikeluarkan

5. Bersihkan secret dari mulut/trakea, pengisapan sesuai keperluan

Rasional : Mencegah terjadinya obstruksi atau aspirasi. Pengisapan dapat diperlukan bila pasien tak mampu mengeluarkan secret.

6. Pertahankan masukan cairan sedikitnya 2500 ml/hari

Rasional : Pemasukkan tinggi cairan membantu untuk mengencerkan dahak dan membuatnya mudah dikeluarkan.

7. Pertahankan pemasukkan oksigen bila terpasang

Rasional : Membantu pada saat aspirasi

8. Penatalaksanaan obat mukolitik, bronkodilator, dan antibiotic

Rasional : Memberikan cairan dan penggantian elektrolit.

Diagnosa III: Resiko tinggi perubahan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakkan membran alveolar kapiler.

Kriteri hasil :- Melaporkan tak adanya penurunan dispnea.

1. Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal

2. Bebas dari gejala distres pernapasan

Intervensi :

1. Kaji tak normal/menurunnya bunyi napas, peningkatan upaya pernapasan, terbatasnya expansi dinding dada

Rasional : Penurunan bunyi napas menunjukkan atelektasis dan ketidak mampuan jalan napas yang dapat menimbulkan penggunaan otot-otot aksesoris pernapasan. Efek pernapasan dapat dari ringan sampai dispnea berat sampai distres pernapasan

2. Catat Sianosis atau perubahan pada warna kulit termasuk membran mukosa dan kuku.

Rasional : Akumulasi sekret serta jalannya napas dapat mengganggu oksigenesai organ vital dan jaringan.

3. Tingkatkan tirah baring/batasi aktifitas dan bantu aktifitas perawatan diri sesuai keperluan

Rasional : Menurunkan konsumsi oksigen/kebutuhan selama periode penurunan pernapasan dapat menurunkan beratnya gejala

4. Berikan oksigen tambahan yang sesuai

Rasional : Memperbaiki hipoksemia yang dapat terjadi sekunder terhadap penurunan ventilasi/menurunnya permukaan alviolar paru.

Diagnosa IV : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake tidak adekuat.

Kriteri hasil : Menunjukkan peningkatan mencapai tujuan dengan nilai lab normal dan bebas malnutrisi, serta melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan atau mempertahankan berat badan yang tepat.

Intervensi :

a. Catat Status Nutrisi Klien

Rasional : Berguna dalam mendefinisikan derajat/luasnya masalah dan pilihan intervensi yang tepat

b. Pastikan pola diit biasa pasien yang disukai/tidak disukai

Rasional :Membantu dalam mengidentifikasikan kebutuhan/kekuatan khusus, pertimbangkan keinginan individu dapat memperbaiki masukan diit.

c. Awasi masukan/pengeluaran dan berat secara periodik

Rasional : Berguna dalam mengukur keefektifan nutrisi dan dukungan cairan.

d. Selidiki anoreksia, mual,muntah serta terdapat kemungkinan ada hubungan dengan obat, awasi frekuensi, konsistensi feces.

Rasional:Dapat menpengaruhi pilihan diit dan mengidentifikasikan masalah untuk meningkatkan pemasukkan/penggunaan nutrient.

5. Dorong dan Berikan Periode Istirahat Sering.

Rasional : Membantu menghemat energi khususnya bila kebutuhan metabolic meningkat saat demam.

6. Dorong makan sedikit tapi sering dengan makanan TKTP

Rasional : Memaksimalkan masukan nutrisi tanpa kelemahan yang tidak perlu/kebutuhan energi dari makanan banyak dan menurunkan iritasi lambung.

7. Rujuk keahli diit untuk menentukan komposisi diit yang tepat

Rasional : Membantu menghemat energi khususnya bila kebutuhn metabolic meningkat saat demam.

8. Berikan Antipieretik Yang tepat

Rasional : Mempermudah intervensi selanjutnya.

Diagnosa V : Gangguan pola istirahat dan tidur berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh.

Kriteri hasil : Mampu menciptakan pola tidur yang adekuat.

Intervensi :

1. Kaji pola tidur klien

Rasional : Mempermudah intervensi selanjutnya.

2. Kaji hal-hal yang mengganggu pola tidur klien

Rasional :Mempermudah dalam mengidentifikasi intervensi selanjutnya

3. Berikan kesempatan untuk beristirahat/tidur sejenak dan mengurangi aktifitas.

Rasional : Karena aktivitas yang lama dapat menimbulkan kelelahan.

4. Dorong posisi nyaman dalam mengubah posisi.

Rasional :Pengubahan posisi mengubah area tekanan dan meningkatkan istirahat yang cukup.

e. Anjurkan minum air hangat sebelum tidur

Rasional : Untuk mengencerkan dahak sehingga tidur tidak terganggu.

f. Kurangi Kebisingan

Rasional : Memberikan situasi kondusif untuk tidur

g. Hindari mengganggu bila mungkin

Rasional : Tidur tanpa gangguan menimbulkan rasa segar setelah bangun tidur.

Diagnosa VI : Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi

Kriteri hasil: Klien dapat mengerti dan memahami tentang kondisi aturan tindakan, dan pencegahan dengan tidak merasa cemas, klien paham dengan penyakit yang dideritanya.

Intervensi :

1. Kaji pengetahuan klien tentang proses penyakitnya

Rasional : Untuk mengetahui tentang pemahaman klien tentang proses penyakit yang dideritanya.

2. Identifikasi gejala yang timbul pada klien

Rasional : Dapat menunjukkan kemampuan atau pengaktifan ulang penyakit yang memerlukan evaluasi lanjut.

3. Jelaskan dosis obat, frekuensi pemberian, kerja yang diharapkan dan alasan pengobatan lama.

Rasional : Meningkatkan kerja sama dalam program dan mencegah penghentian obat sesuai perbaikan kondisi.

4. Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaannya dan beri umpan balik.

Rasional : Membuat hubungan terapeutik untuk mengungkapkan perasaannya

5. Anjurkan pasien untuk selalu mendekatkan diri kepada Tuhan YME

Rasional : Merasa lebih tenang dan dapat mengontrol diri serta memberi keyakinan

d. Implementasi.

Merupakan pelaksanaan perawatan oleh perawat kepada pasien sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan dan dilakukan secara cermat serta efisien pada situasi yang tepat guna memenuhi kebutuhan pasien secara optimal.

d. Evaluasi

Akhir dari proses penilaian pencapaian tujuan serta pengkajian ulang yang telah ditentukkan berdasarkan keakuratan kelengkapan dan kualitas data. Proses evaluasi dilakukan dengan menggunakan format SOAP.

PAGE