trauma Tumpul Abdomen

39
BAB I LAPORAN KASUS I.1 Sumber Data Sumber data didapatkan berdasarkan anamnesis yang didapatkan dari pasien dan keluarga pasien saat datang ke Instalansi Gawat Darurat RSUD Kanjuruhan Kepanjen pada tanggal 1 Juli 2012 pukul 19:30 WIB I.2 Data Diri Pasien Nama : Bp. Abd Mukid Usia : 65 tahun Jenis kelamin : laki-laki Alamat : Gondang Legi Status perkawinan : menikah Pekerjaan : tidak bekerja Pendidikan : SD Suku : Jawa Agama : Islam Tanggal MRS : 1/7/2012 I.3 Anamnesis Keluhan utama : Sesak nafas Riwayat Penyakit Sekarang : 1

Transcript of trauma Tumpul Abdomen

Page 1: trauma Tumpul Abdomen

BAB I

LAPORAN KASUS

I.1 Sumber Data

Sumber data didapatkan berdasarkan anamnesis yang didapatkan dari pasien dan

keluarga pasien saat datang ke Instalansi Gawat Darurat RSUD Kanjuruhan Kepanjen

pada tanggal 1 Juli 2012 pukul 19:30 WIB

I.2 Data Diri Pasien

Nama : Bp. Abd Mukid

Usia : 65 tahun

Jenis kelamin : laki-laki

Alamat : Gondang Legi

Status perkawinan : menikah

Pekerjaan : tidak bekerja

Pendidikan : SD

Suku : Jawa

Agama : Islam

Tanggal MRS : 1/7/2012

I.3 Anamnesis

Keluhan utama :

Sesak nafas

Riwayat Penyakit Sekarang :

1BSMRS: batuk berdahak kambuh-kambuhan, berdahak warna kekuningan

kadang disertai darah, sesak nafas, demam naik turun, sering berkeringat pada

malam hari, nafsu makan berkurang. 1MSMRS: muntah setiap kali makan nasi,

sesak nafas (+), BAB (-). HMRS: sesak nafas (+), muntah (+), batuk semakin

memberat, lemes, panas tinggi, BAB (-) selama 1 minggu, BAK lancar.

1

Page 2: trauma Tumpul Abdomen

Riwayat Penyakit Dahulu :

o Riwayat penyakit serupa (+), opname di RSUD Kanjuruhan 19-25 April

2011. Terdiagnosis TB paru. Tidak pernah kontrol lagi.

o DM Tipe 2 ± 10 tahun, rutin meminum metformin 3x1 tablet.

o Riwayat Penyakit Jantung (-)

o Riwayat Penyakit Ginjal (-)

Riwayat Penyakit Keluarga

o Riwayat Penyakit jantung (-)

o Riwayat Penyakit DM (-)

o Riwayat alergi obat-obatan (-)

I.4 Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum: Lemah, CM

GCS: 4 5 6

Vital Sign:

TD : 130/80, berbaring, lengan kanan, manset dewasa

Nadi : 88x/menit, reguler, isi nadi cukup, kualitas cukup

RR : 39,2 x/menit, teratur

T : 36,5 derajat menggunakan suhu aksila

Kepala:

Inspeksi: Conjunctiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-, pupil isokor +/+, reflek cahaya

+/+

Palpasi: hematom -, krepitasi -

Leher

Inspeksi : normocolli

Palpasi : limfonodi tidak teraba membesar, tidak ada deviasi trachea, JVP

tidak meningkat

Thorax

- Pulmo:

2

Page 3: trauma Tumpul Abdomen

Inspeksi : bentuk dada normal, simetris (+/+), retraksi (-/-),

ketinggalan gerak (-/-).

Palpasi : Vokal fremitus sinistra dan dextra sama

Perkusi : sonor (+) pada pulmo dextra dan sinistra

Auskultasi: suara dasar : vesikuler pada kedua lapang paru

suara tambahan : ronkhi halus (-/+), wheezing (-/-)

- Cor:

Inspeksi: Ictus cordis tidak tampak

perkusi: Kanan atas : SIC II LPS Sinistra

Kiri atas : SIC II LPS Dextra

Kanan bawah : SIC IV LPS Dextra

Kiri bawah : SIC V 1 jari medial LMC Sinistra

palpasi: Ictus cordis tidak kuat angkat

auskultasi: S1- S2 reguler, bising (-)

Abdomen

Inspeksi : datar, luka (-), sikatrik (-)

Auskultasi : peristaltik (+), normal

Palpasi : supel, nyeri tekan epigastrik (+), hepar dan lien tidak teraba.

Perkusi : timpani.

Extremitas

Udem (-/-), ekstrimitas hangat, nadi kuat.

Gerakan B / B

B / B

Kekuatan otot 5 / 5

5 / 5

3

Page 4: trauma Tumpul Abdomen

I.5 Pemeriksaan Penunjang

DARAH LENGKAP Hasil Nilai Normal(Laki-laki)

Hemoglobin 13,2 g/dl 13,5-18

Hematokrit 39,2% 40-54

Hitung Eritrosit 5,10 juta/cmm 4,5-6,5

Hitung Leukosit 14.700 sel/cmm 4.000-11.000

Hitung Trombosit 385.000 sel/cmm 150.000-450.000

LED 114 mm/1 jam <15

KIMIA DARAH Hasil Nilai Normal

GDS 208 mg/dl <140

SGOT 13 U/L < 43

SGPT 13 U/L < 43

Ureum 15 mg/dl 20-40

Kreatinin 0,71 mg/dl 0,6-1,1

Elektrolit:NatriumKaliumChlorida

1344,3101

136-1453,5-5,197-111

Foto Polos Abdomen (BNO/ Blass Neir Overzicht) dan LLD

Kesan:

Tampak adanya gambaran gas usus yang

floating

4

Page 5: trauma Tumpul Abdomen

Ro. Antebrachii AP/Lateral

Kesan: fraktur 1/3 distal radius

dextra

I.6 Diagnosis

Cedera Kepala

Ringan

Trauma Tumpul Abdomen, Suspek Internal Bleeding Organ Intraabdomen

dengan tanda-tanda peritonitis

Fraktur radius 1/3 distal dextra, displaced, tertutup, dengan neurovaskuler

baik

I.7 Tata Laksana

Tatalaksana Awal, pukul 20:30 WIB:

O2 3-4 liter/menit

IVFD 26 tpm

Inj. Ranitidine 2x50 mg

Inj. ATS profilaksis 1500 iu IM/ skin test

Inj. Amoxicillin 3x500 mg/ skin test

5

Page 6: trauma Tumpul Abdomen

Bersihkan luka, hecting

Pasang bidai pada regio antebrachii melampaui 2 sendi

Cek lab DL cito

Ro. Abdomen AP, LLD

Observasi KU, VS

Pukul 21: 30

- GCS: 4 5 6

- TD: 90/60

- HR: 100x/menit

- RR: 28x/menit

- Tampak anemis, perut semakin sakit, akral agak dingin, lingkar

perut tidak bertambah

- Hasil lab dan foto sudah jadi (± pukul 22:00)

Tatalaksana:

Pindah di P1 (pasang monitor)

Pasang IV 2 line, 30tpm

Pasang DC

Inj. Ceftriaxon 2x1 gr iv/skin test

Konsul dr.Amukti, Sp.B

Hasil Konsul:

- Pasang IV 2 line

- Pertahankan TD sistolik > 100 mmhg

- Rujuk ke RSSA

6

Page 7: trauma Tumpul Abdomen

BAB II

PENDAHULUAN

Trauma adalah keadaan yang disebabkan oleh luka atau cidera. Trauma

abdomen adalah keadaan pada abdomen baik bagian dalam ataupun luar yang disebabkan

oleh luka atau cidera. Trauma tumpul abdomen yaitu trauma abdomen tanpa penetrasi ke

dalam rongga peritoneum, dapat diakibatkan oleh pukulan, benturan, ledakan, deselarasi,

kompresi, atau sabuk pengaman. Trauma tumpul abdomen sering kali ditemui pada unit

gawat darurat. Sebanyak 75% kasus trauma tumpul abdomen adalah sebagai akibat dari

kecelakaan lalu lintas, baik itu kendaraan dengan kendaraan maupun kendaraan dengan

pejalan kaki. Sedangkan trauma abdomen akibat pukulan sebanyak 15% dan jatuh

sebanyak 9%. Selebihnya adalah sebagai akibat dari child abuse dan domestic violence.

7

Page 8: trauma Tumpul Abdomen

Pasien dengan trauma tumpul abdomen memerlukan penatalaksanaan yang

cepat dan efisien. Pada trauma ganda, abdomen merupakan bagian yang tersering

mengalami cedera. Seorang pasien yang terlibat kecelakaan serius harus dianggap cedera

abdominal sampai terbukti lain.

Sampai saat ini cedera abdomen yang luput dari diagnosis masih merupakan

penyebab kematian yang dapat dicegah (preventable death) pada penderita dengan

dengan trauma batang tubuh (trunk). Kurangnya data mengenai riwayat kesehatan pasien,

kronologis kejadian, luka atau trauma lain yang dapat mengalihkan perhatian, dan

perubahan status mental sebagai akibat dari cedera kepala atau intoksikasi, membuat

trauma tumpul abdomen sulit untuk didiagnosis dan ditatalaksana. Pasien dengan trauma

tumpul abdomen biasanya datang dengan cedera abdominal dan extraabdominal yang

memerlukan perawatan lanjut yang rumit.

BAB III

TRAUMA TUMPUL ABDOMEN

3.1. Anatomi abdomen

1. Anatomi abdomen luar

a. Abdomen depan

Melihat bahwa abdomen untuk sebagian berhubungan dengan thorax bagian

bawah, maka abdomen pada bagian superior dibatasi oleh garis antara papila

8

Page 9: trauma Tumpul Abdomen

mamae, bagian inferior oleh ligamentum inguinale dan simfisis pubis, dan

lateral oleh garis aksilaris anterior.

b. Pinggang

Daerah ini berada antara linea axilaris anterior dan linea aksilaris posterior,

dan pada bagian superior dibatasi oleh SIC 6 dan inferior dibatasi oleh krista

iliaka. Berbeda dengan dinding abdomen depan yang tipis, otot-otot dinding

abdomen di bagian pinggang lebih tebal dan dapat merupakan perintang

terhadap luka tembus, khususnya luka tusuk.

c. Punggung

Daerah ini bertempat di belakang linea axilaris posterior dari ujung scapula

sampai krista iliaka. Sama dengan otot-otot dinding abdomen di samping, otot

punggung dan paraspinal bertindak sebagian sebagai perintang luka tembus.

2. Anatomi abdomen dalam

a. Rongga peritoneum

Rongga peritoneum dibagi dalam bagain atas dan bagian bawah. Abdomen

atas atau daerah thoracoabdominal yang ditutup oleh bagian bawah dari

bagian thorax yang bertulang, meliputi diafragma, hati, lien, colon

transversum. Adanya tulang costa membuat daerah ini sulit untuk dicapai

dengan palpasi dan pemeriksaan lengkap. Karena diafragma naik ke SIC 4

saat ekspirasi penuh, patah costa bawah atau atau luka tembus di daerah itu

dapat mencederai isi abdomen. Abdomen bawah berisikan usus halus dan usus

besar, uterus (jika gravid), dan VU (jika distended). Perforasi organ-organ ini

berhubungan dengan penemuan pada pemeriksaan fisik dan biasanya selalu

bermanifestasi dengan nyeri dari peritonitis.

b. Rongga pelvis

Rongga pelvis yang dikelilingi tulang pelvis, berada di bagian bawah ruang

retroperitoneum dan berisikan VU, urethra, pembuluh-pembuluh iliaka,

rectum, usus halus dan genitalia interna wanita (ovarium, tuba falopii, dan

uterus). Sama seperti daerah thoracoabdominal, pemeriksaan untuk

9

Page 10: trauma Tumpul Abdomen

mengetahui cedera pada struktur pelvis dipersulit oleh tulang-tulang di

atasnya.

c. Rongga retroperitoneum

Daerah ini meliputi aorta abdominalis, vena cava inferior, sebagian besar dari

duodenum, pankreas, ginjal, dan saluran kencing, colon ascenden dan colon

descenden. Cedera pada daerah ini sulit dikenali dengan pemeriksaan fisik

maupun DPL. Evaluasi struktur pada region ini memerlukan CT scan,

angiography, dan intravenous pyelogram.

2.2. Mekanisme trauma

Trauma tumpul abdomen paling sering mengakibatkan cedera pada lien (40-

45%), kemudian diikuti cedera pada hepar(35-45%) dan usus halus (5-10%). Sebagai

tambahan 15% mengalami hematoma retroperitoneal.

Beberapa mekanisme patofisiologi dapat menjelaskan trauma tumpul

abdomen. Secara garis besar trauma tumpul abdomen (non penetrtaing trauma) dibagi

menjadi 3 yaitu :

1. Trauma kompresi

Trauma kompresi terjadi bila bagian depan dari badan berhenti bergerak,

sedangkan bagian belakang dan bagian dalam tetap bergerak ke depan. Organ-organ

terjepit dari belakang oleh bagian belakang thorakoabdominal dan kolumna vetebralis

dan di depan oleh struktur yang terjepit. Trauma abdomen menggambarkan variasi

khusus mekanisme trauma dan menekankan prinsip yang menyatakan bahwa keadaan

jaringan pada saat pemindahan energi mempengaruhi kerusakan jaringan. Pada

tabrakan, maka penderita akan secara refleks menarik napas dan menahannya dengan

menutup glotis. Kompresi abdominal mengkibatkan peningkatan tekanan

intrabdominal dan dapat menyebabkan ruptur diafragma dan translokasi organ-organ

abdomen ke dalam rongga thorax. Transient hepatic kongestion dengan darah sebagai

akibat tindakan valsava mendadak diikuti kompresi abdomen ini dapat menyebabkan

10

Page 11: trauma Tumpul Abdomen

pecahnya hati. Keadaan serupa dapat terjadi pada usus halus bila ada usus halus yang

closed loop terjepit antra tulang belakang dan sabuk pengaman yang salah

memakainya.

2. Trauma sabuk pengaman (seat belt)

Sabuk pengaman tiga titik jika digunakan dengan baik, mengurangi

kematian 65%-70% dan mengurangi trauma berat sampai 10 kali. Bila tidak dipakai

dengan benar, sabuk pengaman dapat menimbulkan trauma. Agar berfungsi dengan

baik, sabuk pengamna harus dipakai di bawah spina iliaka anterior superior, dan di

atas femur, tidak boleh mengendur saat tabrakan dan harus mengikat penumpang

dengan baik. Bila dipakai terlalu tinggi (di atas SIAS) maka hepar, lien, pankreas,

usus halus, diodenum, dan ginjal akan terjepit di antara sabuk pengaman dan tulang

belakang, dan timbul burst injury atau laserasi. Hiperfleksi vetebra lumbalis akibat

sabuk yangterlalu tinggi mengakibatkan fraktur kompresi anterior dan vetebra lumbal.

3. Cedera akselerasi / deselerasi.

Trauma deselerasi terjadi bila bagian yang menstabilasi organ, seperti

pedikel ginjal, ligamentum teres berhenti bergerak, sedangkan organ yang

distabilisasi tetap bergerak. Shear force terjadi bila pergerakan ini terus berlanjut,

contoh pada ginjal dan limpa denga pedikelnya, pada hati terjadi laserasi hati bagian

sentral, terjadi jika deselerasi lobus kanan dan kiri sekitar ligamentum teres.

2.3. Riwayat trauma

Riwayat trauma sangat penting untuk menilai penderita yang cedera dalam

tabrakan kendaraan bermotor. Keterangan ini dapat diberikan oleh penderita, penumpang

lain, polisi atau petugas medis gawat darurat di lapangan. Keternagan menbgenai tanda-

tanda vital, cedera yang kelihatan, dan respon terhadap perawatan pre-hospital juga harus

diberikan oleh para petugas yang memberikan perawatan pre-hospital. Pada trauma

tumpul abdomen terutama yang merupakan akibat dari kecelakaan lalu lintas, petugas

medis harus menanyakan hal-hal sebagai berikut :

11

Page 12: trauma Tumpul Abdomen

- fatalitas dari kejadian ?

- tipe kendaraan dan kecepatan ?

- apakah kendaraan terguling ?

- bagaimana kondisi penumpang lainnya ?

- lokasi pasien dalam kendaraan ?

- tingkat keparahan rusaknya kendaraan ?

- deformitas setir ?

- apakah korban menggunakan sabuk pengaman? Tipe sabuk pengaman?

- apakah airbag di samping dan depan korban berfungsi ketika kejadian?

- apakah ada riwayat pengunaan alkohol dan obat-obatan sebelumnya?

Parahnya cedera pada pejalan kaki bervariasi tergantung pada kecepatan dan

ukuran kendaraan yang menabraknya. Tinggi bemper versus ketinggian penderita

merupakan faktor kritis dalam trauma. Pada orang dewasa dengan posisi berdiri, benturan

awal dengan bemper biasanya mengenai tungkai dan pelvis. Trauma lutut terjadi sama

seringnya dengan seperti trauma pelvis. Anak-anak lebih mnunbgkin terkena truma dada

dan abdomen. Pejalan kaki sering mengalami trias cedera yaitu kaki, batang tubuh, dan

cranium, sebagai akibat dari mekanisme trauma yaitu benturan bemper, benturan kaca

depan dan kap mobil, serta benturan kepala dengan tanah. Cedera pada salah satu bagian

ini memerlukan evaluasi yang lebih segera dibandingkan cedera pada bagian tubuh lain.

Riwayat dan kronologis kejadian memang penting, tapi mekanisme sendiri

tidak bisa menentukan apakah diperlukan laparotomi emergency atau tidak. Mekanisme

dan kronologis kejadian harus disertai dengan data lain seperti vital sign prehospital,

pemeriksaan fisik, tes diagnostik, dan kondisi kesehatan yang mendasari.

2.4. Evaluasi primer dan penatalaksanaan

Initial resuscitation dan penatalaksanaan pasien trauma berdasarkan pada

protokol Advanced Trauma Life Support. Penilaian awal (Primary survey) mengikuti

pola ABCDE, yaitu Airway, Breathing, Circulation, Disability (status neurologis), dan

Exposure.

12

Page 13: trauma Tumpul Abdomen

A. Intial assesment

Trauma tumpul abdomen akan muncul dalam manifestasi yang sangat

bervariasi, mulai dari pasien dengan vital sign normal dan keluhan minor hingga pasien

dengan shock berat. Bisa saja pasien datang dengan gejala awal yang ringan walaupun

sebenarnya terdapat cedera intraabdominal yang parah. Jika didapati bukti cedera

extraabdominal, harus dicurigai adanya cedera intraabdominal, walaupun hemodinamik

pasien stabil dan tidak ada keluhan abdominal. Pada pasien dengan hemodinamik yang

tidak stabil, resusitasi dan penilaian harus dilakukan segera. Pemeriksaan fisik abdomen

harus dilakukan secara teliti dan sistematis, dengan urutan inspeksi, auskultasi, perkusi,

dan palpasi. Penemuannya positif dan negatif harus dicatat dengan teliti dalam rekam

medik.

1. Inspeksi

Baju penderita harus dibuka semua untuk memudahkan penilaian. Bila

dipasang pakaian Pneumatic Anti Shock Garment dan hemodinamik penderita stabil,

segmen abdominal dikempeskan sambil tekanan darah penderita dipantau dengan

teliti. Penurunan tekanan darah sistolik lebih adari 5 mmHG adalah tanda untuk

menambah resusitasi cairan sebelum meneruskan pengempesan (deflasi). Perut depan

dan belakang, dan juga bagian bawah dada dan perineum, harus diperiksa apakah ada

goresan, robekan, ekomosis, luka tembus, benda asing yang tertancap, keluarnya

omentum atau usus kecil, dan status hamil. Seat belt sign, dengan tanda konstitusi

atau abrasi pada abdomen bagian bawah, biasanya sangat berhubungna dengan cedera

intraperitoneal. Adanya distensi abdominal, yang biasanya berhubungan dengan

pneumoperitoneum, dilatasi gaster, atau ileus sebagai akibat dari iritasi peritoneal

merupakan hal penting yang harus diperhatikan. Adanya kebiruan yang melibatkan

region flank, punggung bagian bawah (Grey Turner sign) menandakan adanya

perdarahan retroperitoneal yang melibatkan pankreas, ginjal, atau fraktur pelvis.

Kebiruan di sekitar umbilicus (Cullen sign) menandakan adanya perdarahan

peritoneal biasanya selalu melibatkan perdarahan pankreas, akan tetapi tanda-tanda

ini biasanya baru didapati setelah beberapa jam atau hari. Fraktur costa yang

melibatkan dada bagian bawah, biasanya berhubungan dengan cedera lien atau liver.

13

Page 14: trauma Tumpul Abdomen

2. Auskultasi

Melalui auskultasi ditentukan apakah bising usus ada atau tidak.

Penurunan suara usus dapat berasal dari adanya peritonitis kimiawi karena perdarahan

atau ruptur organ berongga. Cedera pada struktur berdekatan seperti tulang iga, tulang

belakang atau tulang panggul juga dapat mengakibatkan ileus meskipun tidak ada

cedera intraabdominal, sehingga tidak adanya bunyi usus bukan berarti pasti ada

cedera intrabdominal. Adanya suara usus pada thorax menandakan adanya cedera

pada diafragma.

3. Perkusi

Manuver ini menyebabkan pergerakan peritoneum, dan dapat

menunjukkan adanya peritonitis yang masih meragukan. Perkusi juga dapat

menunjukkan adanya bunyi timpani di kuadran atas akibat dari dilatasi lambung akut

atau bunyi redup bila ada hemoperitoneum.

4. Palpasi

Kecenderungan untuk mengeraskan dinding abdomen (voluntary

guarding) dapat menyulitkan pemeriksaan abdomen. Sebaliknya defans muskuler

(involuntary guarding) adalah tanda yang andal dari iritasi peritoneum. Tujuan

palpasi adalah untuk mendapatkan apakah didapati nyeri serta menentukan lokasi

nyeri tekan superficial, nyeri tekan dalam, atau nyeri lepas tekan. Nyeri lepas tekan

biasanya menandakan adanya peritonitis yang timbul akibat adanya darah atau isi

usus. Pada truma tumpul abdomen perlu juga disertai kecurigaan adanya fraktur

pelvis. Untuk menilai stabilitas pelvis, yaitu dengan cara menekankan tangan pada

tulang-tualng iliaka untuk membangkitkan gerakan abnormal atau nyeri tulang yang

menandakan adanya fraktur pelvis.

Walaupun melalui pemeriksaan fisik dapat dideteksi cedera intraperitoneal,

keakuratan pemeriksaan fisik pada pasien dengan trauma tumpul abdomen hanya berkisar

antara 55–65%. Tidak adanya tanda dan gejala yang ditemukan dalam pemeriksaan fisik

14

Page 15: trauma Tumpul Abdomen

tidak menyingkirkan adanya cedera yang serius, sehingga diperlukan pemeriksaan yang

lebih spesifik lagi untuk menghindarkan missed injury.

Walaupun tidak ditemukan tanda dan gejala, adanya perubahan sensoris atau

cedera extraabdominal yang disertai nyeri pada pasien trauma tumpul abdomen harus

lebih mengarahkan kepada cedera intrabdominal. Lebih dari 10% pasien dengan cedera

kepala tertutup, disertai dengan cedera intraabdominal, dan 7% pasien trauma tumpul

dengan cedera extraabdominal memiliki cedera intraabdominal, walaupun tanpa disertai

rasa nyeri.

Pada pasien sadar tanpa cedera luar yang terlihat, gejala yang paling terlihat

dari trauma tumpul abdomen adalah nyeri dan peritoneal findings. Pada 90% kasus,

pasien dengan cedera visceral datang dengan nyeri lokal atau nyeri general. Tanda-tanda

ini bukan merupakan tanda yang spesifik, karena dapat pula ditemukan pada isolated

thoracoabdominal wall constitution atau pada fraktur costa bawah. Dan yang paling

penting, tidak adanya nyeri pada pasien sadar dan stabil lebih menandakan tidak adanya

cedera. Meskipun demikian, cedera intrabdominal bisa didapati pada pasien sadar dan

tanpa nyeri.

Hipotensi pada trauma tumpul abdomen sering sebagai akibat dari perdarahan

organ padat abdomen atau cedera vasa abdominal. Walaupun sumber perdarah

extraabdominal (misalnya, laserasi kulit kepala, cedera dada, atau fraktur tulang panjang)

harus segera diatasi, tapi evaluasi cavitas peritoneal juga tidak boleh diabaikan. Pasien

dengan cedera kepala ringan tidak bisa menyebabkan shock, kecuali pada pasien dengan

cedera intracranial, atau pada bayi dengan perdarahan intracranial atau

cephalohematoma.

Pemeriksaan rectal jarang menunjukkan adanya darah atau subcutaneous

emphysema, tapi jika didapati, tanda tersebut berkaitan dengan cedera abdomen. Evaluasi

tonus rectal merupakan bagian yang sangat penting untuk pasien dengan kecurigaan

cedera spinal. Palpasi high-riding prostate mengarahkan indikasi pada cedera uretra.

15

Page 16: trauma Tumpul Abdomen

B. Studi Laboratorium

Blood typing

Pada pasien trauma harus dilakukan pengecekan golongan darah dan cross-match,

sebagai antisipasi jika sewaktu-waktu diperlukan transfusi, terlebih pada pasien

dengan perdarahan yang mengancam jiwa.

Hematocrit

Hematocrit dapat berguna sebagai dasar penilaian pada pasien trauma abdomen,

terlabih untuk jika diukur secara berkala untuk melihat perdarah yang terus

berlangsung.

Hitung leukosit

Pada trauma tumpul abdomen akut, hitung leukosit tidak spesifik. Ephinefrin yang

dilepaskan tibuh pada saat trauma dapat menyebabkan demarginasi dan dapat

meningkatkan jumlah leukosit mencapai 12000-20000/mm3 dengan pergeseran ke kir

yang moderat.

Enzim pankreas

Kadar amilase dan lipase dalam serum tidak terlalu memiliki arti penting untuk

menunjang diagnostik. Kadar amilase dan lipase yang normal dalam serum tidak dapt

menyingkirkan kecurigaan adanay trauma pankreas. Peningkatan mungkin mengarah

pada cedera pankreas, tapi juga mungkin dari cedera abdomen non pankreas. Jika ada

kecurigaan cedera pankreas, masih diperlukan pemeriksaan lebih lanjut, misal CT

scan.

Tes fungsi hati

Cedera hepar bisa meningkatkan kadar transaminase dalam serum, akan tetapi

peningkatan ini tidak akan terjadi pada konstitusi minor. Pasien denagn komorbid

seperti pada pasien dengan alcohol induced liver disease bisa memiliki kadar

transaminase yang abnormal

Analisis toksikologi

16

Page 17: trauma Tumpul Abdomen

Skrening rutin penyalahgunaan obat dan alkohol belum dilakukan pada

penatalaksanaan trauma tumpul abdomen, terlebih pada pasien dengan status mental

normal.

Urinalisis

Gross hematuri mengarah pada adanya cedera ginjal serius dan membutuhkan

investigai yang lebih lanjut. Diperlukan juga pemeriksaan terhadap adanya hematuri

mikro yang dapat mengindikasikan cedra serius. Oleh karena itu, penting dialakukan

pemeriksaan mikroskopik atau urinalisis dipstick pada semua pasien trayma tumpul

abdomen. Adanya nyeri abdomen dan hematuri memiliki tingkat sensitifitas 64% dan

94% spesifik untuk cedera intraabdominal yang telah dibuktilkan melalui CT scan.

2.5. Studi Diagnostik Khusus

A. Radiologi

Tes radiologi dapat menyampaikan informasi penting untuk penatalaksanaan

pasien trauma tumpul abdomen. Pemeriksaan radiologi diindikasikan pada pasien stabil,

jika dari pemeriksaan fisik dan lab tidak bisa disimpulkan diagnosik.

Pasien yang tidak kooperatif, dapat mengganggu hasil tes radiologi dan dapat

beresiko mengalami cedera spinal. Penyebab dari pasien yang tidak koopertatif ini harus

dievaluasi, misalnya karena hipoksia atau cedera otak. Demi kelancaran, pasien tersebut

dapat dipertimbangkan untuk diberi sedatif.

Rontgen untuk screening adalah Ro-foto cervical lateral, thorax AP, dan

pelvis AP dilakukan pada pasien trauma tumpul dengan multitrauma. Rontgen foto

abdomen 3 posisi (telentang, setengah tegak dan lateral dekubitus) berguna untuk melihat

adanya udara bebas di bawah diafragma ataupun udara di luar lumen di retroperitoneum,

yang kalau ada pada keduanya menjadi petunjuk untuk dilakukannya laparotomi.

Hilangnya bayangan psoas menunjukkan adanya kemungkinan cedera retroperitoneal.

Foto polos abdomen memiliki kegunaan yang terbatas, dan sudah digantikan oleh CT-

scan dan US

17

Page 18: trauma Tumpul Abdomen

B. Computed Tomography ( CT-scan )

CT merupakan prosedur diagnostik yang memerlukan transport penderita ke

scanner, pemberian kontras oral maupun intravena, dan scanning dari abdomen atas

bawah dan juga panggul. Proses ini makan waktu dan hanya digunakan pada penderita

dengan hemodinamik normal. CT-scan mampu memberikan informasi yang berhubungan

dengan cedera organ tertentu dan tingkat keparahannya, dan juga dapat mendiagnosis

cedera retroperitoneum dan organ panggul yang sukar diakses melalui pemeriksaan fisik

maupun DPL. Kotraindikasi relatif terhadap penggunaan CT meliputi penundaan karena

menunggu scanner, pendrita yang tidak kooperatif, dan alergi terhdap bahan kontras.

Keuntungan CT-scan :

1. non invasive

2. mendeteksi cedera organ dan potensial untuk penatalaksanaan non operatif cedera

hepar dan lien

3. mendeteksi adanya perdarahan dan mengetahui dimana sumber perdarahan

4. retroperitoneum dan columna vetebra dapat dilihat

5. imaging tambahan dapat dilakukan jika diperlukan

Kelemahan CT-scan

1. kurang sensitif untuk cedera pankreas, diafragma, usus, dan mesenterium

2. diperlukan kontras intra vena

3. mahal

4. tidak bisa dilakukan pada pasien yang tidak stabil

Gambar 1. Blunt abdominal trauma with splenic injury and hemoperitoneum

18

Page 19: trauma Tumpul Abdomen

Gambar 2. Blunt abdominal trauma with liver laceration

C. Ultrasound

Ultrasound digunakan untuk mendeteksi adanya darah intraperitonum setelah

terjadi trauma tumpul. US difokuskan pada daerah intraperitoneal dimana sering didapati

akumulasi darah, yaitu pada

1. kuadran kanan atas abdomen (Morison's space antara liver ginjal kanan)

2. kuadran kiri ats abdomen (perisplenic dan perirenal kiri)

3. Suprapubic region (area perivesical)

4. Subxyphoid region (pericardiumhepatorenal space)

Daerah anechoic karena adanya darah dapat terlihat paling jelas jika

dibandingkan dengan organ padat di sekitarnya. Banyak penelitian retrospektif

menyatakan manfaat US pada pasien dengan hemodinamik yang stabil atau tidak stabil

untuk mendeteksi adanya perdarahan intraperitoneal. Beberapa RCT menunjukkan

penggunaan FAST untuk diagnostik akan menghasil pasien dengan hasil perawatan yang

lebih baik.

Keuntungan US :

1. portabel

2. dapat dilaksanakan dengan cepat

3. tingkat sesitifitas sebesar 65-95% dalam mendeteksi paling sedikit 100 ml cairan

intraperitoneal.

4. spesifik untuk hemoperitoneum

5. tanpa radiasi atau kotras

6. mudah dilakuakn pemeriksaan serial jika diperlukan

7. tekniknya mudah dipelajari

8. non invasif

19

Page 20: trauma Tumpul Abdomen

9. lebih murah dibandingkan CT-scan atau peritoneal lavage

Kelemahan US

1. cedera parenkim padat, retroperitoneum, atau diafragma tidak bisa dilihat dengan

baik

2. kualitas gambar akan dipengaruhi pada pasien yang tidak kooperatif, obesitas,

adanya gas usus, dan udara subkutan

3. darah tidak bisa dibedakan dari ascites

4. tidak sensitif untuk mendeteksi cedera usus.

Gambar 3. Morison pouch normal (tidak ada cairan bebas)

Gambar 4. Cairan bebas di Morison pouch.

Metode pemeriksaan ultrasound pada kasus trauma tumpul abdomen adalah

FAST (Focused Abdominal Sonogram for Trauma ). Tujuan primer dari FAST adalah

mengidentifikasi adanyan hemoperitonium pada pasien dengan kecurigaan cidera intra-

abdomen. Indikasi FAST adalah pasien yang secara hemodinamik unstable dengan

kecurigaan cedera abdomen dan pasien-pasien serupa yang juga mengalami cedera

ekstra-abdominal signifikan (ortopedi, spinal, thorax, dll.) yang memerlukan bedah non-

abdomen emergensi.

FAST sebaiknya dilakukan oleh ahli bedah yang hadir pada saat itu di IGD/ ICU

sebagai prosedur bedside sementara resusitasi dapat terus berlangsung. FAST

direkomendasikan menggunakan 3,5 atau 5 MHz ultrasound sector transducer probe dan

gray scale ‘B mode’ ultrasound scanning. Scan dimulai dari sub-xiphoid region di

20

Page 21: trauma Tumpul Abdomen

sagittal plane. Probe kemudian digerakkan ke kanan untuk memeriksa Morrison’s pouch

(hepato-renal) (sagittal plane). Setelah itu, probe

digerakkan ke arah kiri untuk untuk menilai kavum spleno-renal (sagittal

plane). Pada keadaan ini, direkomendasikan agar bladder diisikan dengan 200-300 ml

dengan larutan normal steril melalui kateter urin yang kemudian diklem. Cara ini akan

memberikan excellent sonological window untuk memvisualisasi pelvis (transverse

plane). Pada pasien yang dicurigai mengalami cedera bladder, hindari prosedur pengisian

di atas. Gantikan dengan meletakkan kantong berisi saline di atas hipogastrium, dengan

demikian akan menimbulkan acoustic window untuk pelvis. Waktu total yang dibutuhkan

untuk seluruh prosedur ini sebaiknya antara 5-8 menit

21

Page 22: trauma Tumpul Abdomen

D. Diagnostic Peritoneal Lavage

Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL) memiliki peran besar pada

penatalaksanaan trauma tumpul abdomen. DPL paling berguna pada pasien yang

memiliki resiko tinggi cedera organ berongga, terutama jika dari CT-scan dan

USG hanya terdeteksi sedikit cairan, dan pada pasien dengan demam yang nyata,

peritonitis, atau keduanya. Keadaan ini berlangsung selama 6-12 jam setelah

cedera organ berongga.

Secara tradisional, DPL dialakukan melalui 2 tahap, tahap pertama

adalah aspirasi darah bebas intraperitoneal (diagnostic peritoneal tap,DPT). Jika

darah yang teraspirasi 10 ml atau lebih, hentikan prosedur karena hal ini

menandakan adanya cedera intraperitoneal. Jika dari DPT tidak didapatkan darah,

lakukan peritoneal lavage dengan normal saline dan kirim segera hasilnya ke lab

utuk dievaluasi.

Pasien yang memerlukan laparotomy segera merupakan satu-satunya

kontra indikasi untuk DPL atau DPT. Riwayat operasi abdomen, infeksi abdomen,

koagulopati, obesitas dan hamil trimester 2 atau 3 merupakn kontra indikasi

relatif.

Keuntungan DPL/DPT

1. triase pasien trauma multisistem dengan hemodinamik yang tidak stabil,

melalui pengeluaran perdarahan intapertoneal

2. dapat mendeteksi perdarahan minor pada pasien dengan hemodinamik

stabil.

Kelemahan dan komplikasi DPL / DPT

1. infeksi lokal atau sistemik ( pada kurang dari 0,3% kasus)

2. cedera intaperitoneal

3. positif palsu karena insersi jarum melalui dinding abdomen dengan

hematoma atau pada gangguan hemostasis

Interpertasi DPL

22

Page 23: trauma Tumpul Abdomen

Pada trauma tumpul abdomen, aspirasi darah sebanyak 10 ml atau

lebih pada DPT menunjukkan kecurigaan lebih dari 90% terhadap adanya cedera

intaperitoneal. Jika hasil lavage pasien yang dikirim ke lab menunjukkan RBC

lebih dari 100.000/mm3 maka dapat dikatakan positif untuk cedera intraabdominal.

Jika hasil aspirasi positif dan adanya peningkatan RBC pada lavge menunjukkan

adanya cedera, terutama viscera padat dan struktur vaskular, namun hal ini tidak

cukup untuk mengindikasikan laparotomi.

Pada pasien dengan fraktur pelvis, harus diwaspadai adanya positif

palsu pada DPL. Walaupun demikian pada lebih dari 85% kasus, pasien fraktur

pelvis dengan aspirasi positif pada DPT mengindikasikan adanya cedera

intraperitoneal. Aspirasi negatif pada pasien fraktur pelvis dengan hemodinamik

yang tidak stabil menunjukkan adanya perdarahan retroperitoneal, jika demikian

perlu dilakukan angiography dengan embolisasi.

Peningkatan WBC baru terjadi setelah 3–6 jam setelah cedera,

sehingga tidak terlalu penting pada interpretasi DPL. Peningkatan amilase juga

tidak spesifik dan tidak sensitif untuk cedra pankreas.

2.5. Penatalaksanaan lanjutan

Pasien trauma tumpul abdomen harus dievalusi lanjut apakah

diperlukan perawatan operatif atau tidak. Setelah melakukan resusitasi dan

penatalaksanaan awal berdasarkan protokol ATLS, harus dipertimbangkan

indikasi untuk laparotomi melalui pemeriksaan fisik, ultrasound (US), computed

tomography (CT), dan DPT/DPL

23

Page 24: trauma Tumpul Abdomen

Algoritma Prosedur Pemeriksaan pada Trauma Tumpul Abdomen

A. Pasien dengan hemodinamik yang tidak stabil

Pada pasien dengan hemodinamik yang tidak stabil, penatalaksanaan

bergantung pada ada tidaknya perdarahan intraperitoneal. Pemeriksaan difokuskan

pada US abdomen atau DPT untuk membuat keputusan.

Walaupun ada banyak penelitian retrospektif dan beberapa penelitian

prespektif mendukung penggunaan US sebagai alat untuk skrening trauma,

beberapa ahli masih mempertanyakan US pada penatalaksanaan trauma. Mereka

menekankan pada tingkat sensitifitas dan adanya kemungkinan hasil negatif pada

penggunaan US untuk mendeteksi cedera intraperitoneal. Walaupun demikian

kebanyakan trauma center memakai Focused Assesment with Sonography for

Trauma (FAST) untuk mengevaluasi pasien yang tidak stabil. FAST dilakukan

secepatnya setelah primary survey, atau ketika kliknisi bekerja secara paralel,

biasanya dilakukana bersamaan dengan primary survey, sebagai bagian dari C

(Circulation) pada ABC.

24

Page 25: trauma Tumpul Abdomen

Jika tersedia US, sangat disarankan penggunaan FAST pada semua

pasien dengan trauma tumpul abdomen. Jika hasil FAST jelek, misalnya kualitas

gambar yang tidak bagus, maka selanjutnya perlu dilakukan DPT. Jika US dan

DPT menunjukkan adanya hemoperitoneum, maka diperlukan laparotomi

emergensi. Hemoperitoneum pada pasien yang tidak stabil secara klinis, tanpa

cedera lain yang terlihat, juga mengindikasikan untuk dilakukan laparotomi. Jika

melalui US dan DPT tidak didapati adanya hemoperitoneum, harus dilakukan

investigasi lebih lanjut terhadap lokasi perdarahan. Pada penatalaksanaan pasien

tidak stabil dengan fraktur pelvis mayor, harus diingat bahwa US tidak bisa

membedakan hemoperitoneum dan uroperitoneum

X-ray dada harus dilakukan sebagai bagian dari initial evalutiaon

karena dapat menunjukkan adanay perdarah pada cavum thorax. Radiography

antero-posterior pelvis bisa menunjukkanadanya fraktur pelvis yang

membutuhkan stabilisasi segera dan kemungkinan dilakukan angiography untuk

mengkontrol perdarahan.

B. Pasien dengan hemodinamik yang stabil

Penilaian klinis pada pasien trauma tumpul abdomen dengan kondisi

sadar dan bebas dari intoksikasi, pemeriksaan abdomen saja biasanya akurat tapi

tetap tidak sempurna. Satu penelitian prospective observational terhadap pasien

dengan hemodinamik stabil, tanpa trauma external dan dengan pemeriksaan

abdomen yang normal, ternyata setelah dibuktikan melalui CT-scan ditemukan

sebanyak 7,1% kasus abnormalitas.

US dan CT sering digunakan untuk mengevaluasi pasien trauma

tumpul abdomen yang stabil. Jika pada US awal tidak terdetekdi adanya

perdarahan intraperitoneal, maka perlu dilakukan pemeriksaan fisik, US, dan CT

secara serial. Pemeriksaan fisik serial dilakukan jika hasil pemeriksaan dapat

dipercaya, misal pada pasien dengan sensoris normal, dan cedera yang

mengganggu. Penelitian prospective observational terhadap 547 pasien

25

Page 26: trauma Tumpul Abdomen

menunjukkan US kedua (FAST) yang dilakukan selama 24 jam dari trauma,

meningkatkan sensitifitas terhadap cedra intraabdominal,

Jika US awal mendeteksi adanya darah di intraperitoneal, maka

kemudian dilakukan CT scan untuk memperoleh gambaran cedera intraabdominal

dan menaksir jumlah hemoperitoneum. Keputusan apakah diperlukan laparotomy

segera atau hanya terapi non operatif tergantung pada cedera yang terdetaksi dan

status klinis pasien. CT abdominal harus dilakukan pada semua pasien dengan

hemodinamik stabil, tapi tidak untuk pasien dengan perubahan sensoris dan status

mental karena cedera kepala tertutup, intoksikasi obat dan alkohol, atau cedera

lain yang mengganggu.

2.6. Indikasi Klinis Laparotomi

Laparotomi segera diperlukan setelah terjadinya trauma jika terdapat

indikasi klinis sebagai berikut :

1. kehilangan darah dan hipotensi yang tidak diketahui penyebabnya, dan

pada pasien yang tidak bisa stabil setelah resusitasi, dan jika ada

kecurigaan kuat adanya cedera intrabdominal

2. adanya tanda - tanda iritasi peritoneum

3. bukti radiologi adanya pneumoperitoneum konsisten

4. dengan ruptur viscera

5. bukti adanya ruptur diafragma

6. jika melalui nasogastic drainage atau muntahan didapati adanya GI

bleeding yang persisten dan bermakna.

26

Page 27: trauma Tumpul Abdomen

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

o Pada pasien dengan cedera intraabdominal perlu dilakukan konsultasi

segera dengan ahli bedah. Bila fungsi vital pasien bisa diperbaiki, maka

evaluasi dan penanganan akan bervariasi sesuai dengan cederanya.

o Semua pasien trauma tumpul dengan hemodinamik yang tidak stabil harus

segera dinilai kemungkinan perdarahan intraabdominal maupun

kontaminasi GI tract dengan melakukan DPL, ataupun FAST. Pasien

peritonitis dengan hemodinamik normal bisa dinilai dengan CT scan,

dengan keputusan operasi didasarkan pada organ yang terkena dan

beratnya trauma.

o Indikasi untuk laparotomi ditegakkan melalui pemeriksaan fisik,

ultrasound (US), computed tomography (CT), dan DPT/DPL.

27

Page 28: trauma Tumpul Abdomen

DAFTAR PUSTAKA

American College of Surgeon. 2004. Advanced Trauma Life Support.

Terjemahan IKABI (Ikatan Ahli Bedah Indonesia). First Impression :USA

Jong, Wim de. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2 . EGC : Jakarta

King, Maurice . 2002. Bedah Primer Trauma. EGC : Jakarta

Marijata. 2006. Pengantar Dasar Bedah Klinis. Unit Pelayanan Kampus

fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada : Yogyakarta

Richard A Hodin, MD. 2007. General Approach to Blunt Abdominal Trauma

in Adult. UpToDate

Sabiston, David C. 1994. Buku Ajar Bedah Bagian 1. EGC : Jakarta

Sandy Craig, MD . 2006. Abdominal Blunt Trauma. E-Medicin

28