Trauma Okuli

74
BAB I PENDAHULUAN Walaupun mata mempunyai sistem pelindung yang cukup baik, mata masih sering mendapat trauma dari dunia luar. Trauma pada mata akan mengakibatkan kerusakan mata serta menyebabkan timbulnya penyulit yang dapat menyebabkan menurunnya fungsi penglihatan. Trauma pada mata dapat disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya trauma tumpul, trauma tembus bola mata, trauma kimia serta trauma radiasi. Sebagai seorang dokter umum, diperlukan kemampuan untuk mengevaluasi trauma mata yang seringterjadidankemampuanuntukmenentukanapakah trauma yang dialami pasien perlu dikonsultasikan ke dokter spesialis mata atau tidak. Pada keadaan gawat darurat mata yang sesungguhnya seperti trauma kimia, seorang dokter umum yang bekerja di pelayanan primer harus dapat melakukan penatalaksanaan awal karena beberapa menit pertama setelah terjadinya trauma adalah masa- masa paling krusial yang akan menentukan prognosis pasien. 1

description

trauma okuli

Transcript of Trauma Okuli

Page 1: Trauma Okuli

BAB I

PENDAHULUAN

Walaupun mata mempunyai sistem pelindung yang cukup baik, mata masih

sering mendapat trauma dari dunia luar. Trauma pada mata akan mengakibatkan

kerusakan mata serta menyebabkan timbulnya penyulit yang dapat menyebabkan

menurunnya fungsi penglihatan. Trauma pada mata dapat disebabkan oleh

beberapa hal, diantaranya trauma tumpul, trauma tembus bola mata, trauma kimia

serta trauma radiasi.

Sebagai seorang dokter umum, diperlukan kemampuan untuk mengevaluasi

trauma mata yang seringterjadidankemampuanuntukmenentukanapakah trauma

yang dialami pasien perlu dikonsultasikan ke dokter spesialis mata atau tidak.

Pada keadaan gawat darurat mata yang sesungguhnya seperti trauma kimia,

seorang dokter umum yang bekerja di pelayanan primer harus dapat melakukan

penatalaksanaan awal karena beberapa menit pertama setelah terjadinya trauma

adalah masa-masa paling krusial yang akan menentukan prognosis pasien.

1

Page 2: Trauma Okuli

BAB II

PEMBAHASAN UMUM

2.1. Anatomi dan Fisiologi

Rongga Orbita

Bola mata terdapat dalam suatu rongga yang dinamakan dengan rongga

orbita, yang terdiri dari 7 tulang yang membentuk ruang orbita. Dinding orbita

(Orbita Walls) dibentuk oleh 4 buah tulang, yaitu : os. lakrimal, os. ethmoidal,

os. sphenoid, dan os frontal. Sedangkan dasar orbita (Orbital Apex) dibentuk oleh

3 buah tulang, yaitu: os maxilla, os. platina, dan os zygomaticus.

Rongga orbita yang berbentuk piramid ini terletak pada kedua sisi ronggga

hidung. Dinding lateral orbita membentuk sudut 450 dengan dinding

medialnya.Foramen optik terletak pada apeks rongga orbita, dilalui oleh nervus

optik, arteri, vena, dan saraf simpatik yang berasal dari pleksus karotid. Fissura

orbita superior terletak di sudut orbita atas temporal dilalui oleh nervus lakrimal,

nervus frontal, nervus trochlear, nervus okulomotor, nervus nasosiliar, nervus

abducens, dan arteri vena opthalmica. Arteri opthalmica inilah yang merupakan

penyuplai darah utama bagi cavum orbital.

Gambar 1 The Orbita Cavity

2

Page 3: Trauma Okuli

Otot, Saraf, Pembuluh Darah, dan Aliran Limfe Bola Mata

Beberapa otot bekerja sama menggerakkan mata. Setiap otot dirangsang

oleh saraf kranial tertentu.Otot penggerak bola mata terdiri enam otot yaitu:

1. Musculus oblique inferior mempunyai origo pada fossa lakrimal os lakrimalis

dan berinsersi pada sklera posterior 2mm dari kedudukan makula. Dipersarafi

oleh nervus okulomotorius (N. III). Otot ini memiliki aksi primer eksotorsi

dalam abduksi, dan memiliki aksi sekunder elevasi dalam adduksi, abduksi

dalam elevasi.

2. Musculus oblique superior berorigo pada anulus Zinn dan ala parva os

sphenoid di atas foramen optik dan berinsersi pada sklera bagian temporal

belakang bola mata. Dipersarafi oleh nervus trochlearis (N. 1V). Otot ini

memiliki aksi primer intorsi dalam aduksi, dan aksi sekunder berupa depresi

dalam aduksi, dan abduksi dalam depresi.

3. Musculus rectus inferior berorigo pada anulus Zinn, diikat oleh ligamen

Lockwood. Dipersarafi oleh nervus okulomotorius (N. III). Otot ini memiliki

aksi primer berupa gerakan depresi pada abduksi, dan memiliki aksi sekunder

berupa gerakan ekstorsi pada abduksi, dan aduksi dalam depresi.

4. Musculus rectus lateral berorigo pada anulus Zinn di atas dan di bawah

foramen optik. Dipersarafi oleh nervus abducens (N. VI) dan memiliki aksi

gerakan abduksi.

5. Musculus rectus medius berorigo pada anulus Zinn dan pembungkus dura

nervus opticus yang sering memberikan rasa sakit bila menggerakan bola mata

pada keadaan neuritis retrobulbar. Dipersarafi oleh nervus okulomotorius (N.

III) dan memiliki aksi gerakan adduksi.

6. Musculus rectus superior berorigo pada anulus Zinn dekat fissura orbita

superior beserta dura saraf optik. Dipersarafi oleh nervus okulomotorius (N.

III) dan memiliki aksi primer yaitu elevasi dalam abduksi dan aksi sekunder

berupa intorsi dalam aduksi serta aduksi dalam elevasi.

3

Page 4: Trauma Okuli

Cavum orbita yang melindungi mata juga mengandung berbagai saraf

lainnya:

Saraf optikus membawa gelombang saraf yang dihasilkan di dalam retina

ke otak

Saraf lakrimalis merangsang pembentukan air mata oleh kelenjar air mata

Saraf lainnya menghantarkan sensasi ke bagian mata yang lain dan

merangsang otot pada tulang orbita.

Arteri oftalmika dan arteri retinalis menyalurkan darah ke mata kiri dan

mata kanan, sedangkan darah dari mata dibawa oleh vena opthtalmika dan vena

retinalis. Pembuluh darah ini masuk dan keluar melalui foramen opticus di apeks

cavum orbita.

Sistem limfatik pada mata terletak pada konjungtiva. Sistem limfatik ini

kaya akan anastomose. Sistemlimfatik pada konjungtiva berperan dalam reaksi

imunologis yang terjadi padapenyakit okular dan pasca pembedahan. Aliran

limfatik yang berasal dari lateralakan mengarah ke kelenjar limfe preaurikuler,

sementara aliran limfatik yangberasal dari medial akan mengarah ke kelenjar

limfe submandibular.

Pembuluhlimfe konjungtiva dibentuk oleh 2 pleksus, yaitu:

Pleksus Superfisial

Pleksus ini terdiri atas pembuluh-pembuluh kecil yang terletak di bawah

kapiler pembuluh darah. Ia menerima aliran limfatik dari area limbus.

Pleksus Profunda

Pleksus ini terdiri dari pembuluh-pembuluh yang lebih besar yang

terletak di substansia propria.

Komponen Bola Mata

Bola mata terdiri dari tiga komponen utama, yaitu:

1. Tunika, yang terdiri dari tiga lapisan yang membentuk dinding bola

mata.

2. Komponen optik atau media refraksi, yang menerima dan

memfokuskan cahaya.

3. Komponen saraf, yang terdiri dari retina dan saraf optik.

4

Page 5: Trauma Okuli

Lapisan Dinding Bola Mata

Lapisan yang membentuk dinding bola mata terdiri dari tiga lapisan yaitu:

Tunica fibrosa, terdiri dari sklera dan kornea

Sklera

Sklera adalah bagian putih mata, mencakup 5/6 permukaan mata,

dan menyediakan insersi untuk otot eksternal mata. Sklera merupakan

dinding bola mata yang paling keras dengan jaringan pengikat yang

tebal, yang tersusun oleh serat kolagen, jaringan fibrosa dan

proteoglikan dengan berbagai ukuran.

Ketebalan sklera bervariasi namun dapat terlihat bagian posterior

lebih tebal daripada bagian anterior. Pada bagian posterior yaitu di

sekitar papil nervus optik, ketebalannya mencapai 1 mm. Bagian

anterior dari sklera dilapisi dengan membran yang dinamakan

konjungtiva bulbi.

Sklera dimulai dari limbus, dimana berlanjut dengan kornea dan

berakhir pada kanalis optikus yang berlanjut dengan dura. Sklera

ditembus oleh banyak saraf dan pembuluh darah yang melewati

foramen skleralis posterior. Pada cakram optikus, 2/3 bagian sklera

berlanjut menjadi sarung dural, sedangkan 1/3 lainnya berlanjut

dengan beberapa jaringan koroidalis yang membentuk suatu

penampang yakni lamina kribrosa yang melewati nervus optikus yang

keluar melalui serat optikus atau fasikulus.

Kornea

Kornea (Latin cornum=seperti tanduk) adalah selaput bening mata,

bagian selaput mata yang tembus cahaya. Kornea merupakan lapisan

jaringan yang menutupi bola mata sebelah depan dan terdiri atas 5

lapis, yaitu:

1. Epitel

Tebalnya 50 μm, terdiri atas 5 lapis selepitel tidak

bertanduk yang saling tumpang tindih; satu lapis sel basal,

sel poligonal dan sel gepeng.

5

Page 6: Trauma Okuli

Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini

terdorong ke depan menjadi lapis sel sayap dan semakin

maju ke depan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat

berikatan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel

poligonal di depannya melalui desmosom dan makula

okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, eliktrolit,

dan glukosa yang merupakan barrier.

Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat

kepadanya. Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi

rekuren.

Epitel berasal dari ektoderm permukaan.

2. Membran Bowman

Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang

merupakan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti

stroma dan berasal dari bagian depan stroma.

Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi.

3. Stroma

Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang

sejajar satu dengan lainnya, pada permukaan terlihat anyaman

yang teratur sadangkan dibagian perifer serat kolagen ini

bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen memakan

waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit

merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblas

terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit

membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam

perkembangan embrio atau sesudah trauma.

4. Membran Descement

Merupakan membran aselular dan merupakan batas

belakang stroma kornea dihasilkan sel endotel dan

merupakan membran basalnya.

Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup,

mempunyai tebal 40 μm.

6

Page 7: Trauma Okuli

5. Endotel

Berasal dari mesotelium, berlapis satu,bentuk heksagonal, besar

20-40 μm. Endotel melekat pada membran descement melalui

hemi desmosom dan zonula okluden

Tunica vasculosa, yang juga disebut dengan uvea. Bagian ini adalah

lapisan vaskular tengah mata dan dilindungi oleh kornea dan sklera.

lapisan ini mensuplai darah ke retina. Uvea dibagi menjadi tiga bagian,

yaitu iris di bagian anterior, corpus siliaris di tengah, dan koroid di

posterior.

o Iris

Berbentuk tipis melingkar, tergantung di aqueous humor antara

kornea dan lensa, dan dan memiliki celah di tengahnya yang disebut

pupil.Bagian perifernya bersambung pada ciliary body, dan juga

terhubung dengan lamina elastis posterior kornea melalui ligamentum

pectinate. Bagian anteriornya adalahkornea dan berbatas posterior

terhadap yang processus ciliaris dan lensa.

o Corpus Siliaris

Corpus siliarisberbentuk segitiga pada potongan melintang

membentang ke depan dari ujung anterior koroid ke pangkal iris.

Berfungsi sebagai pembentuk aqueous humor. Terdiri dari dua bagian

yaitu: sebelah anterior adalah pars plicatadan sebelah posterior adalah

pars plana.

Pada corpus siliaris terdapat otot siliaris yang yang terdiri dari 3

bagian pars longitudinal, obliq dan sirkular yang mengaturakomodasi

dengan mengatur ketegangan dari zonular dan outflow cairan

aqueuous denganmengatur tegangan antara trabekula dan skleral spur

o Koroid

Koroid merupakan bagian posterior dari uvea yang terletak antara

retina dan sklera.Terdapat tiga lapisan vaskuler koroid, yaitu vaskuler

besar, sedang, dan kecil. Pada bagianinterna koroid dibatasi oleh

membran Bruch, sedangkan di bagian luar terdapat suprakoroidal

7

Page 8: Trauma Okuli

Tunica interna, merupakan komponen neural yang terdiri atas retina dan

nervus opticus.

Retina

Retina merupakan suatu struktur sangat kompleks yang terbagi

menjadi 10 bagian, terdiri dari fotoreseptor ( sel batang dan kerucut)

dan neuron, beberapa diantaranya (sel ganglion) bersatu membentuk

serabut saraf optik. Bertanggung jawab untukmengubah cahaya

menjadi sinyal listrik. Retina akan meneruskan rangsangan yang

diterimanya berupa bayangan benda sebagai rangsangan elektrik ke

otak sebagai bayangan yang dikenal. Pada Retina terdapat sel batang

sebagai sel pengenal sinar dan sel kerucut yang mengenal fekuensi

sinar. Sel kerucut bertanggung jawab untuk penglihatan siang hari.

Nervus Opticus

Saraf penglihatan yang meneruskan rangsangan listrik dari mata ke

korteks visual untuk dikenali bayangannya. Kelainan refraksi dapat

terjadi karena adanya kelainan pada kelengkungan kornea dan lensa,

Indeks bias yang berkurang dan adanya kelainan pada sumbu mata.

Media Refraksi

Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang

terdiri atas kornea, aqueous humor (cairan mata), lensa, vitreous body (badan

kaca), dan panjangnya bola mata. Pada orang normal susunan pembiasan oleh

media penglihatan dan panjang bola mata sedemikian seimbang sehingga

bayangan benda setelah melalui media penglihatan dibiaskan tepat di daerah

makula lutea. Mata yang normal disebut sebagai mata emetropia dan akan

menempatkan bayangan benda tepat di retinanya pada keadaan mata tidak

melakukan akomodasi atau istirahat melihat jauh.

Kornea

Kornea merupakan media refraksi mayor pada mata. dipersarafi oleh

banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar longus, saraf nasosiliar,

saraf V. saraf siliar longus berjalan suprakoroid, masuk ke dalam stroma

kornea, menembus membran Bowman melepaskan selubung Schwannya.

Seluruh lapis epitel dipersarafi samapai kepada kedua lapis terdepan tanpa ada

8

Page 9: Trauma Okuli

akhir saraf. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan di daerah limbus.

Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3

bulan.

Trauma atau panyakkit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem

pompa endotel terganggu sehingga dekompresi endotel dan terjadi edema

kornea. Endotel tidak mempunya daya regenerasi.

Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata

di sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 40

dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea.

Aqueous Humor

Aqueous humor adalah cairan jernih yang dibentuk oleh korpus siliaris

danmengisi bilik mata anterior dan posterior. Aqueous humor mengalir dari

corpussiliaris melewati bilik mata posterior dan anterior menuju sudut kamera

okulianterior. Aqueous humor diekskresikan oleh trabecular meshwork.

Prosesus siliaris, terletak pada pars plicata adalah struktur utama

korpussiliaris yang membentuk aqueous humor. Prosesus siliarismemiliki dua

lapis epitelium, yaitu lapisan berpigmen dan tidak berpigmen.Lapisan dalam

epitel yang tidak berpigmen diduga berfungsi sebagai tempatproduksi aqueous

humor.

Sudut kamera okuli anterior, yang dibentuk oleh pertautan antara

korneaperifer dan pangkal iris, merupakan komponen penting dalam proses

pengaliranaqueous humor. Struktur ini terdiri dari Schwalbe’s line, trabecular

meshwork danscleral spur.

Lensa

Jaringan ini berasal dari ektoderm permukaan yang berbentuk lensa di

dalam bola mata dan bersifat bening. Lensa di dalam bola mata terletak di

belakang iris dan terdiri dari zat tembus cahaya (transparan) berbentuk seperti

cakram yang dapat menebal dan menipis pada saat terjadinya akomodasi.

Lensa berbentuk lempeng cakram bikonveks dan terletak di dalam bilik

mata belakang. Lensa akan dibentuk oleh sel epitel lensa yang membentuk

serat lensa di dalam kapsul lensa. Epitel lensa akan membentuk serat lensa

terus-menerus sehingga mengakibatkan memadatnya serat lensa di bagian

9

Page 10: Trauma Okuli

sentral lensa sehingga membentuk nukleus lensa. Bagian sentral lensa

merupakan serat lensa yang paling dahulu dibentuk atau serat lensa yang tertua

di dalam kapsul lensa. Di dalam lensa dapat dibedakan nukleus embrional, fetal

dan dewasa. Di bagian luar nukleus ini terdapat serat lensa yang lebih muda

dan disebut sebagai korteks lensa. Korteks yang terletak di sebelah depan

nukleus lensa disebut sebagai korteks anterior, sedangkan dibelakangnya

korteks posterior. Nukleus lensa mempunyai konsistensi lebih keras dibanding

korteks lensa yang lebih muda. Di bagian perifer kapsul lensa terdapat zonula

Zinn yang menggantungkan lensa di seluruh ekuatornya pada corpus siliaris.

Secara fisiologis lensa mempunyai sifat tertentu, yaitu:

• Kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting dalam

akomodasi untuk menjadi cembung

• Jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan,

• Terletak ditempatnya, yaitu berada antara posterior chamber dan vitreous

body dan berada di sumbu mata.

Vitreous Body

Vitreous body menempati daerah mata di balakang lensa. Struktur ini

merupakan gel transparan yang terdiri atas air (lebih kurang 99%), sedikit

kolagen, dan molekul asam hialuronat yang sangat terhidrasi. Vitreous body

mengandung sangat sedikit sel yang menyintesis kolagen dan asam hyaluronat.

Peranannya mengisi ruang untuk meneruskan sinar dari lensa ke retina.

Kebeningan vitreous body disebabkan tidak terdapatnya pembuluh darah dan

sel. Pada pemeriksaan tidak terdapatnya kekeruhan vitreous body akan

memudahkan melihat bagian retina pada pemeriksaan oftalmoskopi.

Vitreous humor penting untuk mempertahankan bentuk bola mata yang

sferis.

Panjangnya Bola Mata

Panjang bola mata menentukan keseimbangan dalam pembiasan. Panjang

bola mata seseorang dapat berbeda-beda. Bila terdapat kelainan pembiasan

sinar oleh karena kornea (mendatar atau cembung) atau adanya perubahan

panjang (lebih panjang atau lebih pendek) bola mata, maka sinar normal tidak

10

Page 11: Trauma Okuli

dapat terfokus pada mekula. Keadaan ini disebut sebagai ametropia yang dapat

berupa miopia, hipermetropia, atau astigmatisma.

Komponen Saraf

Retina

Sepuluh lapisan berturut-turut dari luar ke dalam yang dimiliki retina,

yaitu epitel pigmen, lapisan sel batang dan kerucut (lapisan fotoreseptor),

membran limitan eksterna, lapisan inti luar, lapisan pleksiform luar, lapisan inti

dalam, lapisan pleksiform dalam, lapisan ganglionar, lapisan serat nervus

optikus, dan membran limitan interna.

Retina melapisi dinding mata bagian dalam seperti kertas dinding melapisi

dinding rumah. Retina berfungsi seperti lapisan film pada kamera foto, yaitu

cahaya yang melalui lensa akan difokuskan ke retina. Sel-sel retina yang peka

terhadap cahaya inilah yang menangkap “gambar” dan menyalurkannya ke

otak melalui saraf optik.

Bagian koroid yang memegang peranan penting dalam metabolisme retina

adalah membran Bruch dan sel epitel pigmen. Retina bagian dalam mendapat

metabolisme dari arteri retina sentral. Dari luar ke dalam secara histologik,

retina dibagi dalam 10 lapisan, yaitu:

a. Lapisan epitel pigmen, yang merupakan bagian koroid

b. Lapisan sel batang dan kerucut (sel fotoreseptor)

c. Lapisan membran pembatas luar

d. Lapisan inti luar

e. Lapisan pleksiform luar

f. Lapisan inti dalam

g. Lapisan pleksiform dalam

h. Lapisan sel ganglionik

i. Lapisan serabut sel saraf

j. Lapisan membran

pembatas dalam

11

Page 12: Trauma Okuli

Macula lutea

Hal ini untuk memudahkan sinar dari luar mencapai sel kerucut dan sel

batang. Bagian ini disebut makula lutea atau bintik kuning. Daerah ini

merupakan penglihatan sentral dimana ketajaman penglihatan maksimal.

Makula lutea pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat lebih jelas karena

ketipisannya dan karena adanya refleks fovea yang merupakan sinar yang

dipantulkan kembali. Pada saat ini akan terasa silau sekali. Fovea sentral

merupakan bagian retina yang sangat sensitif dan yang akan menghasilkan

ketajaman penglihatan maksimal atau 6/6. Bila terjadi kerusakan pada fovea

sentral ini maka ketajaman penglihatan akan sangat menurun karena pasien

akan melihat dengan bagian perifer makula lutea.

Neural Retina

Sel fotoreseptor terdiri atas sel kerucut yang mempunyai 6 juta sel pada

setiap mata, berperan dalam penglihatan warna (pigmen warna). Sedangkan

sel batang mempunyai 12 juta sel pada setiap mata, mempunyai peran dalam

penglihatan dalam gelap (rodopsin). Sel kerucut 500 kali lebih sensitif

terhadap cahaya dibanding sel batang.

Pupil

Pangkal iris melekat pada corpus siliaris yang akan berperan dalam proses

akomodasi. Iris mempunyai celah di bagian tengahnya dan disebut pupil.

Pupil ini akan mengatur jumlah cahaya yang masuk yang dibutuhkan oleh

mata dan kemudian membiaskannya pada lensa.

Struktur Pelindung

Struktur di sekitar mata melindungi dan memungkinkan mata bergerak

secara bebas ke segala arah. Struktur tersebut melindungi mata terhadap debu,

angin, bakteri, virus, jamur dan bahan-bahan berbahaya lainnya, tetapi juga

memungkinkan mata tetap terbuka sehingga cahaya masih bisa masuk.

a. Orbita adalah rongga bertulang yang mengandung bola mata, otot-otot,

saraf, pembuluh darah, lemak dan struktur yang menghasilkan dan

mengalirkan air mata.

12

Page 13: Trauma Okuli

b. Kelopak mata merupakan lipatan kulit tipis yang melindungi mata.

Kelopak mata secara refleks segera menutup untuk melindungi mata

dari benda asing, angin, debu dan cahaya yang sangat terang.

Ketika berkedip, kelopak mata membantu menyebarkan cairan ke

seluruh permukaan mata dan ketika tertutup, kelopak mata

mempertahankan kelembaban permukaan mata. Tanpa kelembaban

tersebut, kornea bisa menjadi kering, terluka dan tidak tembus cahaya.

Bagian dalam kelopak mata adalah selaput tipis (konjungtiva) yang

juga membungkus permukaan mata

c. Bulu mata merupakan rambut pendek yang tumbuh di ujung kelopak

mata dan berfungsi membantu melindungi mata dengan bertindak

sebagai barrier (penghalang). Kelenjar kecil di ujung kelopak mata

menghasilkan bahan berminyak yang mencegah penguapan air mata.

d. Kelenjar lakrimalis terletak di puncak tepi luar dari mata kiri dan

kanan dan menghasilkan air mata yang encer. Air mata mengalir dari

mata ke dalam hidung melalui 2 duktus lakrimalis; setiap duktus

memiliki lubang di ujung kelopak mata atas dan bawah, di dekat

hidung. Air mata berfungsi menjaga kelembaban dan kesehatan mata,

juga menjerat dan membuang partikel-partikel kecil yang masuk ke

mata. Selain itu, air mata kaya akan antibodi yang membantu

mencegah terjadinya infeksi.

2.2. Pemeriksaan Mata pada Trauma Okuli

Anamnesis

Pada anamnesis, ditanyakan :

Kapan terjadinya trauma

Proses terjadinya trauma

Benda apa yang mengenai mata

Bagaimana arah datangnya benda yang mengenai mata (depan,samping

atas, samping bawah, atau dari arah lain)

Kecepatan

Besar benda yang mengenai mata

13

Page 14: Trauma Okuli

Bahan benda (kayu, besi, atau bahan lainnya)

Bila terjadi pengurangan penglihatan, perlu ditanyakan apakah terjadinya

sebelum / setelah kecelakaan.

Apakah disertai dengan keluarnya darah dan rasa sakit

Apakah sudah mendapatkan pertolongan sebelumnya

Pekerjaan Pasien

Pemeriksaan Subjektif

Periksa tajam penglihatan, karena berkaitan dengan pembuatan Visum et

Repertum.

Pada penderita dengan visus menurun, dilakukan pemeriksaan refraksi,

untuk mengetahui apakah penurunan visus terjadi sebelum atau sesudah

trauma.

Pemeriksaan Objektif

Pemeriksaan mata perlu dilakukan secara sistematik dan cermat. Yang

diperiksa pada kasus trauma okuli adalah :

Orbita dan kelopak mata

Pemeriksan segmen anterior dilakukan dengan sentrolop, loupe, slit lamp

Pemeriksaan segmen posterior dilakukan dengan oftalmoskop.

Tekanan bola mata

Gerakan bola mata

Kelainan yang dapat dinilai dari pemeriksaan objektif antara lain:

a. Kelainan Orbita

Apabila terjadi kelainan orbita, maka gejala yang mudah tampak

ialah adanya eksoftalmos dan gangguan gerakan bola mata akibat

perdarahan di dalam rongga orbita. Kadang-kadang juga terjadi hematom

kolapak mata dan perdarahan subkonjungtiva.

Fraktur rima orbita dapat diperkirakan pada perabaan yang terasa

sebagai tepi orbita yang tidak rata.

Fraktur di bagian dalam orbita, akan menyebabkan emfisema atau

terjadi enoftalmos bahkan mungkin disertai kerusakan pada foramen optik

dan mengenai saraf optik dengan akibat kebutaan. Untuk memastikan

adanya keretakan tulang obita dilakukan pemeriksaan radiologi orbita.

14

Page 15: Trauma Okuli

b. Kelainan Kelopak Mata

Longgarnya jaringan ikat subkutan, maka adanya hematom dan

edema kelopak mata kadang-kadang menunjukkan gejala yang berlebihan

dan menakutkan, sehingga mendorong penderita untuk segera minta

pertolongan dokter.

Pada fraktur dasar tengkorak, perdarahan yang terjadi akan

merembes sepanjang dasar orbita yang selanjutnya tampak sebagai

hematom di kelopak mata atau perdarahan subkonjungtiva satu atau dua

hari setelah terjadinya trauma.

Pada setiap trauma kelopak mata perlu dilakukan pemeriksaan

yang teliti mengenai luas dan dalamnya lesi (luka), sebab lesi yang

tampaknya kecil di kelopak mata kemungkinan disertai suatu lesi yang

luas di dalam rongga orbita bahkan sampai ke dalam bola mata.

c. Kelainan Konjungtiva

Konjungtiva mengalami edema yang tidak menimbulkan gangguan

penglihatan. Jika terjadi perdarahan subkonjungtiva, maka konjungtiva

akan tampak merah dengan batas tegas, yang pada penekanan tidak

menghilang atau menipis. Hal ini penting untuk membedakannya dengan

hiperemi atau hemangioma konjungtiva. Lama kelamaan perdarahan ini

mengalami perubahan warna menjadi membiru, menipis dan umumnya

diserap dalam waktu 2-4 minggu.

Epitel konjungtiva mudah mengalami regenerasi sehingga luka

pada konjungtiva penyembuhannya cepat. Robekan konjungtiva sebaiknya

dijahit untuk mempercepat penyembuhannya.

d. Kelainan Kornea

Trauma tumpul kornea dapat menimbulkan kelainan kornea mulai

dari erosi kornea sampai laserasi kornea. Bilamana lesi terletak di bagian

sentral, lebih-lebih mengakibatkan kekeruhan kornea yang luas, dapat

mengakibatkan pengurangan tajam penglihatan.

Pada umumnya bilamana lesi kornea itu tidak sampai merusak

membran Bowman atau stromanya, maka kornea akan cepat sembuh

tanpa meninggalkan sikatriks pada kornea.

15

Page 16: Trauma Okuli

Pada lesi yang lebih dalam pada lapisan kornea, umumnya akan

meninggalkan sikatriks berupa nebula, makula atau pun leukoma kornea.

e. Kelainan Bilik Mata Depan

Hifema atau adanya darah di bilik mata depan dapat terjadi akibat

trauma tumpul pada mata. Darah ini berasal dari iris atau korpus siliaris

yang robek. Perdarahan sekunder dapat terjadi sesudah hari ketiga

terjadinya trauma.

Hifema biasanya akan mengalami penyerapan spontan. Bilamana

hifema penuh, dan penyerapannya sukar, dapat terjadi hemosiderosis

kornea (penimbunan pigmen darah dalam kornea), atau glaukoma

sekunder. Apabila hifema tidak berkurang dalam 5 hari dan tekanan bola

mata meninggi, dilakukan tindakan pembedahan mengeluarkan darah dari

bilik mata depan (parasentesis)

f. Kelainan Pupil dan Iris

Bilamana terkena trauma ringan, pupil akan menyempit, karena

kontraksi m. sfingter pupil. Pada trauma berat, maka pupil akan melebar

dan reaksi terhadap cahaya akan menjadi lambat atau hilang. Hal ini

karena kelumpuhan m. sfingter pupil dan disebut sebagai oftalmoplegia

interna.

Iridodialisis ialah keadaan dimana iris terlepas dari pangkalnya,

sehingga bentuk pupil tidak bulat, dan pada pangkal iris terdapat lubang.

Hal demikian mudah terjadi karena bagian iris yang berdekatan dengan

badan siliar mudah robek.

Lubang pupil yang baru di pangkal iris itu dapat terjadi di setiap

bagian pangkal iris dan merupakan lubang permanen, sebab iris tidak

mempunyai kemampuan untuk regenerasi.

Baik perubahan bentuk pupil maupun perubahan ukuran pupil

akibat trauma tumpul tidak banyak mengganggu tajam penglihatan

penderita.

g. Kelainan lensa

Trauma dapat menyebabkan subluksasi lensa atau luksasi lensa

(lensa mengalami perpindahan tempat). Zonula Zinn dan badan kaca

16

Page 17: Trauma Okuli

dapat menonjol ke dalam bilik mata depan sebagai hernia. Pada umumnya

lensa yang mengalami dislokasi itu beberapa tahun kemudian akan

mengalami katarak.

Bila trauma tumpul menimbulkan ruptur yang tidak langsung pada

kapsul lensa maka akan terjadi katarak. Baik subluksasi maupun luksasi

lensa dapat menimbulkan glaukoma sekunder atau iritasi mata.

Dislokasi lensa ataupun katarak trauma tumpul dapat

menyebabkan pengurangan tajam penglihatan sampai kebutaan, perlu

penanganan dokter spesialis untuk dilakukan tindakan pembedahan

katarak.

h. Kelainan Fundus

Trauma tumpul yang mengenai mata dapat mengakibatkan

kelainan pada retina, koroid, dan saraf optik. Perubahan yang terjadi dapat

berupa edema retina, ablasi retina, maupun atrofi saraf optik.

Bila dijumpai seorang penderita dengan trauma tumpul pada mata

dan tajam penglihatannya menurun, padahal pengurangan tajam

penglihatan tersebut tidak dapat diperbaiki dengan pemberian kaca mata,

sedangkan keadaan media mata jernih, maka kasus demikian dapat

diperkirakan adanya kelainan di fundus atau di belakang bola mata.

Edema retina yang letaknya di daerah makula seringkali dapat

sembuh dalam waktu singkat, sehingga tajam penglihatan pulih kembali.

Pemeriksaan oftalmoskop menunjukkan retina yang berwarna abu-abu,

terutama daerah makula. Kadang-kadang ditemukan juga adanya

perdarahan.

Ablasio retina harus segera dirujuk ke dokter spesialis.

Pemeriksaan oftalmologis menunjukkan adanya retina yang abu-abu dan

pembuluh darah yang tampak terangkat, berkelok-kelok, kadang-kadang

pembuluh darah itu memberikan kesan terputus.

Bilamana terjadi atrofi saraf optik, maka tajam penglihatan akan

sangat menurun bahkan sampai buta. Pada umumnya kelainan yang

menyebabkan atrofi saraf optik ini, letaknya di belakang bola mata seperti

17

Page 18: Trauma Okuli

adanya perdarahan retrobulbar, fraktur dinding orbita atau fraktur dasar

tengkorak.

i. Kelainan Tekanan Bola Mata

Trauma mata dapat menyebabkan perubahan tekanan bola mata

baik penurunan maupun peninggian tekanan bola mata. Bila tekanan

menjadi rendah, yang pada perabaan dengan jari terasa lunak sekali,

menandakan adanya kerusakan dinding bola mata, yaitu terjadinya ruptur

bola mata.

Pada umumnya letak ruptur itu di tempat yang lemah di bagian

sklera yang agak menipis seperti di daerah badan siliar atau di kutub

posterior bola mata. Bila tekanan bola mata naik, dapat terjadi glaukoma

sekunder.

Glaukoma sekunder dapat timbul segera, yaitu beberapa saat

setelah kejadian trauma disebabkan oleh banyaknya darah dalam bola mata

atau hifema, dimana sel-sel darah itu menyumbat jaringan trabekel dan

saluran keluarnya.

j. Kelainan Gerakan Mata

Pada trauma tumpul mata, ada kemungkinan terjadi gangguan

gerakan kelopak mata, ada kemungkinan mata itu tidak dapat menutup

atau tidak dapat membuka dengan sempurna.

Kelopak mata yang tidak dapat menutup sempurna dinamakan

lagoftalmos, disebabkan kelumpuhan N VII. Kelopak mata yang tidak

dapat membuka dengan sempurna disebut ptosis, hal ini disebabkan oleh

adanya edema atau hematoma kelopak superior.

Pada trauma tumpul mata dapat terjadi gangguan gerakan bola

mata yang disebabkan kerusakan rongga orbita atau kerusakan otot-otot

mata luar.

BAB III

PEMBAHASAN KHUSUS

18

Page 19: Trauma Okuli

3.1. Definisi dan Terminologi

Trauma okuli yaitu trauma yang mengenai jaringan mata, yang terdiri dari

kelopak, konjungtiva, kornea, uvea, lensa, retina, papil saraf optik, dan orbita.

3.2. Klasifikasi

Klasifikasi Trauma Okuli berdasarkan MekanismeTrauma

a. Trauma Mekanik

i. Trauma Tumpul

ii. Trauma Tajam/trauma tembus

b. Trauma Kimia

c. Trauma karena agen Fisis

i. Api

ii. Radiasi

iii. Ultraviolet

3.3. Trauma Mekanik pada Mata

Trauma tumpul pada mata dapat diakibatkan benda yang keras atau benda

yang tidak keras, dimana benda tersebut dapat mengenai mata dengan keras

(kencang) ataupun lambat. Trauma tersebut dapat memberi kerusakan pada mata

akibat kompresi mendadak dan indentasi bola mata. Dampak dari trauma tumpul

dapat merusakkan struktur yang dekat dengan permukaan mata (kelopak mata,

konjungtiva, sklera, kornea, iris, dan lensa) dan struktur di belakang mata (retina

dan nervus optik). Dampaknya juga dapat mumbuat tulang sekeliling mata fraktur.

Selain itu trauma ini juga dapat berujung pada laserasi jaringan mata.

3.3.1. Hematoma Kelopak

Hematoma palpebra yang merupakan pembengkakan atau penimbunan

darah di bawah kulit kelopak akibat pecahnya pembuluh darah palpebra.

Hematoma kelopak merupakan kelainan yang sering terlihat pada trauma

tumpul kelopak. Trauma dapat akibat pukulan tinju atau benda-benda keras

lainnya. Keadaan ini memberikan bentuk yang menakutkan pada pasien, dapat

tidak berbahaya ataupun sangat berbahaya karena mungkin ada kelainan lain di

belakangnya.

19

Page 20: Trauma Okuli

Bila pendarahan terletak lebih dalam dan mengenai kedua kelopak dan

berbentuk kaca mata hitam yangsrdang dipakai, maka keadaan ini disebut

sebagai hematoma kaca mata. Hematoma kaca mata merupakan keadaan yang

sangat gawat. Hematoma kaca mata terjadi akibat pecahnya arteri oftalmika

yang merupakan tanda fraktur basis kranii. Pada pecahnya arteri oftalmika maka

darah masuk ke dalam kedua rongga orbita melalui fisura orbita. Akibatnya

darah tidak dapat menjalar lanjut karena dibatasi septum orbita kelopak mata.

Kelopak mata akan berbentuk gambaran pada kelopak seperti seseorang yang

memakai kaca mata.

Pada hematoma kelopak yang dini dapat diberikan kompres dingin untuk

menghentikan perdarahan dan menghilangkan rasa sakit. Bila telah lama, untuk

memudahkan absorpsi darah dapat dilakukan kompres hangat pada kelopak

mata.

3.3.2. Trauma Tumpul Konjungtiva

Edema Konjungtiva

Jaringan konjungtiva yang bersifat selaput lendir dapat menjadi kemotik

pada setiap kelainannya, demikian pula akibat trauma tumpul. Bila kelopak

terpajan ke dunia luar dan konjungtiva secara langsung kena angin tanpa dapat

mengedip, maka keadaan ini telah dapat mengakibatkan edema pada

konjungtiva.

Kemotik Konjungtiva yang berat dapat mengakibatkan palpetra tidak

menutup sehingga bertambah rangsangan terhadap konjungtiva. Pada edema

konjungtiva dapat diberikan dekongestan untuk mencegah pembendungan cairan

di dalam selaput lendir konjungtiva.Pada kemotik konjungtiva berat dapat

dilakukan disisi sehingga cairan konjungtiva kemotik keluar melalui insisi

tersebut.

Hematoma Subkonjungtiva

Hematoma subkonjungtiva terjadi akibat pecahnya pembuluh darah yang

terdapat pada atau di bawah konjungtiva, seperti arteri konjungtiva dan arteri

episklera. Pecahnya pembuluh darah ini akibat batuk rejan, trauma tumpul basis

kranii (hematoma kaca mata), atau pada keadaan pembuluh darah yang rentan

dan mudah pecah. Pembuluh darah akan rentan dan mudah pecah pada usia

20

Page 21: Trauma Okuli

lanjut, hipertensi, arteriosklerosis, konjungtiva meradang (konjungtivitis),

anemia, dan obat-obat tertentu.

Bila pendarahan ini terjadi akibat trauma tumpul maka perlu dipastikan

bahwa tidak terdapat robekan di bawah jaringan konjungtiva atau sklera.

Kadang-kadang hematoma subkonjungtiva menutupi keadaan mata yang lebih

buruk seperti perforasi bola mata. Pemeriksaan fundoskopi adalah perlu pada

setiap penderita dengan pendarahan subkonjungtiva akibat trauma. Bila tekanan

bola mata rendah dengan pupil lonjong disertai dengan penurunan ketajaman

penglihatan dan hematoma subkonjungtiva, maka sebaiknya dilakukan

eksplorasi bola mata untuk mencari adanya kemungkinan bolbus olkuli.

Pengobatan dini pada hematoma subkonjungtiva adalah dengan kompres

hangat. Pendarahan subkonjungtiva akan hilang atau diabsorpsi dalam 1 – 2

minggu tanpa diobati.

3.3.3. Trauma Tumpul pada Kornea

Edema Kornea

Trauma tumpul yang keras atau cepat mengenai mata dapat

mengakibatkan edema kornea malahan ruptur membran Descernet. Edema

kornea akan memberikan keluhan penglihatan kabur dan terlihatnya pelangi di

sekitar bola lampu atau sumber cahaya yang dilihat. Kornea akan terlihat keruh,

dengan uji plasido yang positif.

Edema kornea yang berat dapat mengakibatkan msuknya serbukan sel

radang dan neovaskularisasi ke dalam jaringan stroma kornea.

Pengobatan yang diberikan adalah larutan hipertonik seperti NaCl 5%

atau larutan garam hipertonik 2 – 8%, glukose 40%, dan larutan albimin.

Bila terdapat peninggian tekanan bola mata maka diberikan

asetazolamida. Pengobatan untuk menghilangkan rasa sakit dan memperbaiki

ketajaman penglihatan dengan lensa kontak lembek dan mungkin akibat

kerjanya menekan kornea terjadi pengurangan edema pada kornea.

Penyulit trauma kornea yang berat berupa terjadinya kerusakan M.

Descemet yang lama sehingga mengakibatkan keratopati bulosa yang akan

memberikan keluhan rasa sakit dan menurunkan ketajaman penglihatan akibat

astigmatisme iregular.

21

Page 22: Trauma Okuli

Erosi Kornea

Erosi kornea merupakan keadaan terkelupasnya epitel kornea yang dapat

diakibatkan oleh gesekan keras pada epitel kornea. Erosi dapat terjadi tanpa

cedera pada membran basal. Dalam waktu yang pendek epitel sekitarnya dapat

bermigrasi dengan cepat dan menutupi defek epitel tersebut.

Pada erosi pasian akan merasa sakit sekali karena erosi merusak kornea

yang mempunyai serat sensibel yang banyak, mata berair, dengan

blefarospasme, lakrimasi, fotofobia, dan penglihatan akan terganggu oleh media

kornea yang keruh. Pada kornea akan terlihat suatu defek epitel kornea yang bila

diberi pewarnaan fluoresein akan berwarna hijau. Pada erosi kornea perlu

diperhatikan adanya infeksi yang timbul kemudian.

Anestesi topikal dapat diberikan untuk memeriksa ketajaman penglihatan

dan menghilangkan rasa sakit yang hebat. Hati-hati bila memakai obat anestetik

topikal untuk menhilangkan rasa sakit pada pemeriksaan karean dapat

menambah kerusakan epitel.

Epitel yang terkelupas atau terlipat sebaiknya dilepas atau dikupas.

Untuk mencegah infeksi bakteri diberikan antibiotik seperti antibiotik spektrum

luas seperti neosporin, chloramfenikol, dan sulfasetamik tetes mata. Aibat

rangsangan yang mengakibatkan spasme siliar maka diberikan sikloplegik aksi

pendek seperti tropikamida. Pasien akan merasa lebih tertutup bila dibebatkan

selama 24 jam. Erosi yang kecil biasanya akan tertutup kembali setelah 48 jam.

Erosi Kornea Rekuren

Erosi rekuren biasanya terjadi akibat cedera yang merusak membran

basal, atau tukak metaherpetik. Epitel yang menutup kornea akan mudah lepas

kembali di waktu bangun pagi. Terjadinya erosi kornea berulang disebabkan

epitel tidak dapat bertahan pada defek epitel kornea. Sukarnya epitel menutupi

kornea diakibatkan oleh terjadinya pelepasan membran basal epitel kornea,

tempat duduknya epitel basal kornea. Biasanya membran basal yang rusak akan

kembali normal setelah 6 minggu.

Pengobatan terutama bertujuan melumaskan permukaan kornea

sehingga regenerasi epitel tidak cepat terlepas untuk membentuk membran basal

kornea. Pengobatan biasanya dengan memberikan siklopledik untuk

22

Page 23: Trauma Okuli

menghilangkan rasa asakit ataupun untuk mengurangkan gejala radang uvea

yang mungkin timbul . Antibiotik diberikan dalam bentuk tetes dan mata ditutup

untuk mempercepat tumbuhnya epitel baru dan tumbuhnya infeksi sekunder.

Biasanya bila tidak terjadi infeksi sekunder korneayang mengenai seluruh

permukaan, maka kornea akan sembuh dalam tiga hari. Pada erosi kornea tidak

diberikan antibiotik dengan kombinasi steroid.

Pemakaian lensa kontak lunak pada pasien dengan erosi rekuren sangat

bermanfaat, karena dapat mempertahankan epitel berada pada mata dan tidak

dipengaruhi oleh kedipan kelopak mata.

3.3.4. Trauma Tumpul Uvea

Iridoplegia

Trauma tumpul pada uvea dapat mengakibatkan kelumpuhan otot

sfingter pupil atau iridoplegia sehingga pupil menjadi lebar atau midriasis.

Pasien akan sukar melihat dekat karena gangguan akomodasi, silau akibat

gangguan pengaturan masuknya sinar pada pupil. Pupil terlihat tidak sama besar

atau anisokoria dan bentuk pupil dapat menjadi ireguler. Pupil ini tidak bereaksi

terhadap sinar. Iridoplegi juga dapat muncul tanpa gangguan akomodasi.

Keadaan ini dapat menyebuh dengan bertahap.

Iridoplegia akibat trauma akan berlangsung beberapa hari sampai

beberapa minggu.Pada pasien dengan iridoplegia sebaiknya diberi istirahat untuk

mencegah terjadinya kelelahan sfingter dan pemberian roboransia.

Iridodialisis

Trauma tumpul dapat mengakibatkan robekan pada pangkal iris sehingga

bentuk pupil dapat berubah. Pasien akan memiliki penglihatan ganda dengan

satu mata.Pada iridodialisis akan terlihat pupil lonjong. Biasanya iridodialisis

terjadi bersama-sama dengan terbentuknya hifema.

Bila keluhan demikian, maka sebaiknya dilakukan pembedahan pada

pasien dengan melakukan reposisi pangkal iris yang terlepas.

3.3.5. Hifema

Hifema atau darah di dalam bilik mata depan dpaat terjadi akibat trauma

tumpul yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar. Pasien akan

23

Page 24: Trauma Okuli

mengeluh sakit, disertai dengan epifora, dan blefarospasme. Penglihatan pasien

akan sangat menurun. Bila pasien duduk, hifema kan terlihat terkumpul di

bagian bawah bilik mata depan, dan hifema dapat memenuhi seluruh ruang bilik

mata depan. Kadang-kadang terlihat iridoplegia dan iridodialisis.

Pengobatan dengan merawat pasien dengan tidur di tempat tidur yang

ditinggikan 30 derajat pada kepala, diberi koagulasi, dan mata ditutup. Pada

anak yang gelisah dapat diberikan obat penenang. Asetazolamida diberikan bila

terjadi penyulit, yaitu glaukoma.

Biasanya hifema akan hilang sempurna. Bila perjalanan penyakit tidak

berjalan demikian, maka sebaiknya penderita dirujuk.

Parasentesis atau mengeluarkan darah dari bilik mata depan dilakukan

pada pasien dengan hifema bila terlihat tanda-tanda imbibisi kornea, glaukoma

sekunder, hifema penuh dan berwarna hita, atau bila setelah 5 hari tidak terlihat

tanda-tanda hifema akan berkurang.

Kadang-kadang sesudah hifema hilang atau 7 hari setelah trauma dapat

terjadi pendarahan atau hifema baru yang disebut hifema sekunder yang

pengaruhnya akan lebih hebat karena pendarahan akan lebih sukar hilang.

Glaukoma sekunder dapat pula terjadi akibat kontusi badan siliar yang

mengakibatkan suatu reses sudut bilik mata sehingga terjadi gangguan

pengaliran cairan mata.

Zat besi di dalam bola mata dapat menimbulkan siderosis bulbi yang bila

didiamkan akan menimbulkan ftisis bulbi dan kebutaan.Hifema spontan pada

anak sebaiknya dipikirkan kemungkinan leukemia dan retinoblastoma.

Bedah Pada Hifema

Parasentesis

Parasentesis merupakan tindakan pembedahan dengan mengeluarkan

darah ataunanah dari bilik mata depan, dengan teknik sebagai berikut: dibuat

insisi kornea dari limbus ke arah kornea yang sejajar dengan permukaan iris.

Biasanya bila dilakukan penekanan pada bibir luka maka koagulum dari bilik

mata depan. Bila darah tidak keluar seluruhnya maka bilik mata depan dibilas

dengan garam fisiologis.Biasanya luka insisi kornea pada parasentesis tidak

perlu terjadi.

24

Page 25: Trauma Okuli

Ir idosiklitis

Pada trauma tumpul dapat terjadi reaksi jaringan uvea sehingga

menimbulkan iridosiklitis atau radang uvea anterior.

Pada mata akan terlihat mata merah, akibat adanya darah di dalam bilik

mata depan maka akan terdapat suar dan pupil yang mengecil dengan ketajaman

penglihatan yang menurun.

Pada uveitis anterior diberikan tetes mata midriatik dan steroid topikal.

Bila terlihat tanda radang berat maka dapat diberikan steroid sistemik. Sebaiknya

pada mata ini diukur tekanan bola mata untuk persiapan memeriksa fundus

dengan midriatika.

3.3.6. Trauma Tumpul pada Lensa

Dislokasi Lensa

Trauma tumpul lensa dapat menyebabkan dislokasi lensa. Dislokasi lensa

terjadi pada putusnya zonula Zinn yang akan mengakibatkan kedudukan lensa

terganggu.

Subluksasi Lensa

Subluksasi lensa terjadi akibat putusnya sebagian zonula Zinn sehingga

lensa berpindah tempat. Subluksasi lensa dapat juga terjadi spontan akibat

pasien menderita kelainan pada zonola Zinn yang rapuh (sindrom marfan).

Pasien pasca trauma akan mengeluh penglihatan berkurang. Subluksasi

lensa akan memberikan gambaran pada iris berupa iridodonesis.

Akibat pegangan pada zonula tidak ada maka lensa yang elastis akan

menjadi cembung dan mata akan menjadi lebih myobi. Lensa yang menjadi

sangat cembung mendorong iris ke depan sehingga sudut bilik mata tertutup.

Bila sudut bilik mata menjadi sempit, pada mata ini mudah terjadi glaukoma

sekunder.

Subluksasi dapat mengakibatkan glaukoma sekunder dimana terjadi

penutupan sudut bilik mata oleh lensa yang mencembung.

Bila terjadi penyulit subluksasi lensa, seperti glaukoma atau uveitis maka

tidak dilakukan pengeluaran lensa dan diberi kaca mata koreksi yang sesuai.

Luksasi Lensa Anterior

25

Page 26: Trauma Okuli

Bila seluruh zonula Zinn di sekitar ekuator putus akibat trauma maka

lensa dapat masuk ke dalam bilik mata depan. Akibat lensa terletak di dalam

bilik mata depan, maka akan terjadi gangguan pengaliran keluar cairan bilik

mata sehingga akan timbul glaukoma kongestif akut dengan gejala-gejalanya.

Pasien akan mengeluh penglihatan turunmendadak disertai rasa sakit

yang hebat, muntah, mata merah dengan blefarospasme.

Terdapat injeksi siliar yang berat, edema kornea, lensa di dalam bilik

mata depan. Iris terdorong ke belakang dengan pupil yang lebar. Tekanan bola

mata sangat tinggi.

Pada luksasi lensa anterior sebaiknya pasien dikirim pada dokter mata

untuk dikeluarkan lensanya dengan terlebih dahulu diberikan asetazolamida

untuk menurunkan tekanan bola matanya.

Luksasi Lensa Posterior

Pada trauma tumpul yang keras pada mata dapat terkjadi luksasi lensa

posterior akibat putusnya zonula Zinn di seluruh lingkaran ekuator lensa

sehingga lensa terjatuh ke dalam badan kaca dan tenggelam di dataran bawah

polus posterior fundus okuli.

Pasien akan mengeluh adanya skotoma pada lapang pandangnya akibat

lensa mengganggu kampus.Mata ini akan menunjukkan gejala mata tanpa lensa

atau afakia. Pasien akan melihat normal dengan lensa +12.0 dioptri untuk jauh,

bilik mata depan dalam dan iris tremulans.

Lensa yang terlalu lama pada polus posterior dapat menimbulkan

penyulit akibat degenerasi lensa, berupa glaukoma fakolitik ataupun uveitis

fakotoksik.

Bila luksasi lensa telah menimbulkan penyulit sebaiknya secepatnya

dilakukan ekstraksi lensa.

Katarak Trauma

Katarak akibat cedera pada mata dapat akibat trauma perforasi atau pun

tumpul yang terlihat sesudah beberapa hari ataupun beberapa tahun.Pada trauma

26

Page 27: Trauma Okuli

tumpul akan terlihat katarak subkapsular anterior ataupun posterior. Kontusio

lensa menimbulkan katrak seperti bintang, dan dapat pula dalam bentuk katarak

tercetak (imprinting) yang disebut cincin Vossius.

Trauma tembus akan menimbulkan katarak yang lebih cepat, perforasi

kecil akan menutup dengan cepat akibat proliferasi epitel sehingga bentuk

kekeruhan terbatas kecil. Trauma tembus besar pada lensa akan mengakibatkan

terbentuknya katarak dengan cepat disertai dengan terdapatnya masa lensa di

dalam bilik mata depan.

Pada keadaan ini akan terlihat secara histopatologik masa lensa yang

bercampur makrofag dengan cepatnya, yang dapat memberikan bentuk

endoftalmitis fakoanafilaktik. Lensa dengan kapsul anterior saja yang pecah

akan menjerat korteks lensa sehingga akan mengakibatkan ap yang disebut

sebagai cincn Soemering atau bila epitel lensa berproliferasi aktif akan terlihat

mutiara Elsching.

Pengobatan katarak traumatik tergantung pada sat terjadinya. Bila terjadi

pada anak, sebaiknya dipertimbangkan akan kemungkinan terjadinya ambliopia.

Untuk mencegah ambliopia pada anak dapat dipasang lensa intra okular primer

aau sekunder.

Pada katarak trauma ila tidak terdapat penyulit, maka dapat ditunggu

sampai mata menjadi tenang. Bila terjadi penyulit seperti glaukoma, uveitis dan

lain sebagainya maka segera dilakukan ekstraksi lensa. Penyulit uveitis dan

glaukoma sering dijumpai pada orang usia tua. Pada beberapa pasien dapat

terbentuk cincin Soemmering pada pupil sehingga dapat mengurangi tajam

penglihatan. Keadaan ini dapat disertai perdarahan, ablasi retina, uveitis atau

salah letak lensa.

Cincin Vossius

Pada trauma lensa dapat terlihat apa yang disebut sebagai cincin Vossius

yang merupakan cincin berpigmen yang terletak tepat di belkang pupil yang

dapat terjadi segera setelah trauma, yang merupakan deposit pigmen iris pada

dataran depan lensa sesudah sesuatu trauma, seperti suatu stempel jari. Cincin

hanya menunjukkan tanda bahwa mata tersebut telah mengalami suatu trauma

tumpul.

27

Page 28: Trauma Okuli

3.3.7. Trauma Tumpul Retina dan Koroid

Edema Retina dan Koroid

Trauma tumpul pada retina dapat mengakibatkan edema retina,

penglihatan akan sangat menurun. Edema retina akan memberikan warna retina

yang lebih abu-abu akibat sukarnya melihat jaringan koroid melali retina yang

sembab. Berbeda dengan oklusi arteri rtina sentral dimana terdapat edema retina

kecuali daerah makula, sehingga pada kedaan ini akan terlihat cherry red spot

yang berwarna merah. Edema retina akibat trauma tumpul juga mengakibatkan

edema makula, namun tidak terdapat cherry red spot.

Pada trauma tumpul yang paling ditakutkan adalah terjadi edema makula

atau edema Berlin. Pada keadaan ini akan terjadi edema yang luas sehingga

fundus okuli berwarna abu-abu.

Umumnya penglihatan akan normal kembali setelah beberapa waktu,

akan tetapi penglihatan dapat berkurang akibat tertimbunnya daerah makula oleh

sel pigmen epitel.

Ablasi Retina

Trauma diduga merupakan pencetus untuk terlepasnya retina dari koroid

pada penderita ablasi retina. Biasanya pasien telah mempunyai bakat untuk

terjadinya ablasi retina ini, seperti retina tips akibat retinitis semata, miopia, dan

proses degenerasi retina lainnya.

Pada pasien akan terdapat keluhan seperti adanya selaput yang seperti

tabir mengganggu lapang pandanganya. Bila terkena atau tertutup daerah makula

maka tajam penglihatan akan menurun.

Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat retina yang brwarna abu-abu

dengan pembuluh darah yang terlihat terangkat dan berkelok-kelok. Kadang-

kadang terlihat pembuluh darah seperti yang terputus-putus. Pada pasien dengan

ablasi retina maka secepatnya dirawat untuk dilakukan pembedahan oleh dokter

mata.

Ruptur Koroid

28

Page 29: Trauma Okuli

Pada trauma keras dapat terjadi perdarahan subretina yang dapat

merupakan akibat ruptur koroid. Ruptur ini biasanya terletak di polus posterior

bola mata dan melingkar konsentris di sekitar papil saraf optik.

Bila ruptur koroid ini terletak atau mengenai daerah makula lutea, maka

tajam penglihatan akan sangat menurun. Ruptur ini bila tertutup oleh perdarahan

subretina agak sukar dilihat kan tetapi bila darah tersebut telah diabsorpsi maka

akan terlihat bagian ruptur berwarna putih karena sklera dapat dilihat langsung

tanpa tertutup koroid.

3.3.8. Trauma Tumpul Saraf Optik

Avulsi Papil Saraf Optik

Pada trauma tumpu dapat terjadi saraf optik terlepas dari

pangkalnya di dalam bola ata yang disebut sebagai avulsi papil saraf optik.

Keadaan ini akan mengakibatkan turunnya tajam penglihatan yang berat dan

sering berakhir dengan kebutaan. Penderita ini perlu dirujuk untuk menilai

kelainan fungsi retina dan saraf optiknya.

Optik Neuropati Traumatik

Trauma tumpul dapat mengakibatkan kmpresi pada saraf optik, demikian

pula pendarahan dan edema sekitar saraf optik.

Penglihatan akan berkurang setelah cedera mata. Terdapat reaksi defek

aferen pupil tanpa adanya kelainan nyata pada retina. Tanda lain yang dapat

ditemukan adalah gangguan penglihatan warna dan lapangan pandang. Papil

saraf optik dapat normal beberapa minggu sebelum menjadi pucat.

Diagnosis banding penglihatan turun setelah sebuah cedera mata adalah

trauma retina, perdarahan badan kaca, trauma yang mengakibatkan kerusakan

pada kiasma optik.

Pengobatan adalah dengan merawat pasien pada waktu akut dengan

memberi steroid. Bila penglihatan memburuk setelah steroid aka perlu

dipertimbangkan tindakan pembedahan.

3.4. Trauma Tembus Bola Mata

29

Page 30: Trauma Okuli

Trauma dapat mengakibatkan robekan pada konjungtiva saja. Bila

robekan konjungtiva ini atau tidak melebihi 1cm, maka tidak perlu dilakukan

penjahitan. Bila robekan konjungtiva melebihi 1cm diperlukan tindakan

penjahitan untuk mencegah terjadinya granuloma. Pada setiap robekan

konjungtiva perlu diperhatikan terdapatnya robekan sklera bersama-sama dengan

robekan konjungtiva.

Trauma tembus terjadi jika mata ditembus oleh benda tajam atau benda

berukuran kecil dengan kecepatan tinggi. Perbedaannya terletak pada luas jejas

yang ditimbulkan oleh agen trauma. Benda tajam seperti pisau akan menyebabkan

laserasi berbatas tegas pada bola mata, sedangkan benda kecil yang bergerak

dengan kecepatan tinggi akan menyebabkan derajat kerusakan dan zona jejas.

Trauma akibat benda berukuran kecil dengan kecepatan tinggi (small

high-velocity particles), misalnya yang ditimbulkan dari proses penggilingan atau

hammering dapat memberikan manifestasi berupa nyeri ringan dan penurunan

visus. Kemosis hemoragik, laserasi konjungtiva, bilik mata depan dangkal dengan

atau tanpa pupil eksentrik, hifema, atau perdarahan vitreous juga dapat terjadi.

Tekanan intraokular dapat rendah, normal, atau sedikit meningkat.

Ablasio retina akibat traksi yang mengikuti trauma tembus merupakan

hasil dari penahanan vitreous dalam luka dan adanya darah dalam vitreous yang

menjadi stimulus terjadinya proliferasi fibroplastik pada bidang yang menahan

vitreous. Kontraksi yang terjadi menyebabkan membran memendek dan berlanjut

pada retina bagian perifer di dasar vitreous sehingga akhirnya terjadi ablasio retina

akibat traksi.

Bila trauma disebabkan benda tajam atau benda asing masuk ke dalam

bola mata maka akan terlihat tanda-tanda bola mata tembus, seperti :

- Tajam penglihatan yang menurun

- Tekanan bola mata rendah

- Bilik mata dangkal

- Bentuk dan letak pupil yang berubah

- Terlihatnya ada ruptur pada kornea atau sklera

- Terdapat jaringan yang di proplaps seperti cairan mata,

iris, lensa, bada kaca atau retina

30

Page 31: Trauma Okuli

- Konjungtiva kemotis

Bila terlihat salah satu tanda di atas atau dicurigai adanya perforasi bola

mata maka secepatnya dilakukan pemberian antibiotik topikal dan mata ditutup

dan segera dikirim ke dokter mata untuk dilakukan pembedahan.

Pada pasien dengan luka tembus bola mata selamanya diberikan

antibiotika sistemik atau intravena dan pasien dipuasakan untuk tindakan

pembedahan. Pasien juga di eri anti tetanus profilaktik, analgetika dan kalau perlu

penenang. Sebelum dirujuk mata tidak diberi salep, karena salem dapat masuk ke

dalam mata. Pasien tidak boleh diberi steroid lokal dan beban yang diberikan pada

mata tidak menekan bola mata.

Anamnesis

Mekanisme trauma harus ditanyakan dengan rinci dan lengkap

o Bentuk dan ukuran benda penyebab trauma.

o Asal dari objek penyebab trauma.

o Kemungkinan adanya benda asing pada bola mata dan atau pada

orbita.

o Kemungkinan terjadinya trauma pada lokasi pembangunan atau

pengolah metal harus ditanyakan untuk mengarah kepada benda

intraokular metal.

o Benda asing organik yang dapat menimbulkan infeksi.

Keadaan saat terjadinya trauma

o Waktu pasti terjadinya trauma.

o Lokasi terjadinya trauma.

o Penggunaan kacamata koreksi atau pelindung.

o Aksesoris mata yang dapat melindungi atau berkontribusi pada

trauma akut.

o Keadaan miopia berat menyebabkan mata lebih rentan terhadap

trauna kompresi anterior-posterior.

Riwayat Opthalmologi

31

Page 32: Trauma Okuli

o Operasi mata sebelumnya, dapat membuat jaringan lebih mudah

ruptur.

o Penglihatan sebelum terjadinya trauma pada kedua mata.

o Penyakit mata yang ada.

o Medikasi yang sedang dijalani termasuk obat tetes mata dan

alergi.

o Status tetanus

o Gejala:

o Nyeri dapat tersamar bila pasien memiliki trauma lain.

o Nyeri dapat tidak langsung berat pada trauma tajam, baik

dengan atau tanpa benda asing.

o Penglihatan secara umum berkurang jauh

o Diplopia

Dapat terjadi akibat terjepitnya atau disfungsi otot ekstraokular akibat

trauma pada tulang orbita.

o Akibat truma saraf kranial pada cedera kepala.

o Monokular diplopia akibat dari dislokasi atau subluksasi lensa.

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan segmen posterior mungkin sulit dilakukan karena trauma

yang terjadi dapat menghalangi pemeriksaan segmen posterior.Pemeriksaan harus

dilakukan dengan sistematis dengan tujuan mengidentifikasi dan melindungi

mata.

Hindari kerusakan lebih lanjut dan minimalisasi kemungkinan ekstrusi

intraokular.Ketajaman penglihatan dan gerakan bola mata, sangat penting untuk

dinilai. Tentukan ketajaman penglihatan seakurat mungkin pada masing-masing

mata.Periksa pergerakan bola mata, bila terganggu harus dievaluasi apakah terjadi

fraktur pada lantai orbita.

Periksa adanya deformitas tulang, benda asing, dan dislokasi bola mata.

Benda asing pada mata yang tertanam atau bila terjadi perforasi harus dibiarkan

hingga dilakukan pembedahan.

32

Page 33: Trauma Okuli

Palpebra

Pelpebra dan trauma kelenjar lakrimal dapat menunjukan adanya trauma

yang dalam pada mata.

Meskipun hanya terdapat laserasi kecil pada palpebra, masih mungkin

terdapat perforasi bola mata.

Perbaikan palpebra ditunda hingga trauma bola mata ditentukan

penyebabnya.

Konjungtiva

Laserasi konjungtiva dapat terjadi pada kerusakan sklera yang serius.Perdarahan

konjungtiva yang berat dapat mengindikasikan ruptur bola mata.

Kornea dan sklera

Laserasi kornea penuh atau yang melibatkan sklera merupakan bagian

dari ruptur bola mata dan harus diperbaiki di kamar operasi.Dapat terjadi prolaps

iris pada laserasi kornea penuh.Tekanan bola mata umumnya rendah, namun

pengukuran merupakan kontraindikasi untuk menghindari penekanan pada bola

mata.

Pupil

Periksa bentuk, ukuran, refleks cahaya, dan afferent pupillary defect

(APD).

Bentuk lancip, tetesan air, atau ireguler bisa terjadi pada ruptur bola mata.

Segmen anterior

Pada pemeriksaan dengan lampu slit, bisa ditemukan defek pada iris,

laserasi kornea, prolaps iris, hifema, dan kerusakan lensa.

Bilik mata depan dangkal dapat menjadi tanda ruptur bola mata dengan

prognosis yang buruk.

Pada ruptur posterior dapat ditemukan bilik mata depan dalam pada

ekstrusi vitreous pada segmen posterior.

Temuan lain

Perdarahan viteous setelah trauma menunjukan adanya robekan retina atau

koroid, avulsi saraf optikus, atau adanya benda asing.

Robekan etina, edema, ablasio, dan hemoragi dapat terjadi pada ruptur

bola mata.

33

Page 34: Trauma Okuli

Pemeriksaan penunjang

Foto polos orbita dapat berguna untuk mengevaluasi tulang orbita, sinus

paranasal dan mengidentifikasi benda asing radioopak. Proyeksi waters

menampilkan gambaran yang paling baik dari dasar orbita dan mendeteksi air-

fluid level pada sinus maksila. Proyeksi anteroposterior untuk melihat dinding

medial orbita, dan proyeksi lateral untuk visualisasi atap orbita, sinus maksila dan

frontal, zygoma dan sella tursika.

CT Scan untuk evaluasi struktur intraokuler dan periorbita, deteksi adanya

benda asing intraokuler metalik dan menentukan terdapatnya atau derajat

kerusakan periokuler, keikutsertaan trauma intrakranial misalnya perdarahan

subdural.

MRI sangat baik untuk menilai jaringan lunak dan membantu dalam

melokalisasi benda asing non metalik seperti kayu, yang pada CT Scan tampak

sama dengan jaringan lunak atau udara, tetapi pemeriksaan ini kontraindikasi pada

trauma akibat benda asing yang terbuat dari metal.

USG orbita pada keadaan media refraksi keruh untuk mendapatkan

informasi tentang status dari struktur intraokuler, lokalisasi dari benda asing

intraokuler, deteksi benda asing non metalik, deteksi perdarahan koroid, ruptur

sklera posterior, ablasio retina, dan perdarahan sub retina.

Tatalaksana trauma tembus

Langkah awal yang perlu dlakukan adalah menerapkan prinsip umum

bantuan hidup lanjut pada kasus trauma.

Selanjutnya dapat dilakukan sistem skoring untuk menilai trauma mata dan

orbita dan membantu mengidentifikasi setiap pasien yang membutuhkan diagnosis

dan tatalaksana segera. Hal ini sekaligus bertindak sebagai triage dalam upaya

penanganan kasus trauma mata dan orbita.

Salah satu sistem skoring yang sering digunakan adalah Madigan Eye and

Orbit Trauma Scale (MEOTS) yang memiliki beberapa parameter, antara lain:

1. Tajam penglihatan

2. Struktur bola mata

3. Proptosis

4. Pupil dan reaksi pupil terhadap cahaya

34

Page 35: Trauma Okuli

5. Motillitas okular

Adapun fungsi dilakukannya penilaian awal dengan sistem skoring adalah:

- Dapat mendeskripsikan beratnya trauma / luka

- Memberikan pelayanan triage yang efektif

- Membantu dalam hal kesiapan operasi

- Memprediksikan prognosis penglihatan

Prinsip-prinsip perbaikan awal (primary repair)

Teknik yang digunakan tergantung dari beratnya luka dan adanya

komplikasi seperti inkarserasi iris, COA yang datar, dan kerusakan intraokular.

1. Laserasi kornea kecil

Tidak membutuhkan penjahitan karena bisa menyembuh sempurna

atau dengan bantuan lensa kontak yang seperti perban lembut.

2. Laserasi kornea ukuran medium

Biasanya membutuhkan jahitan terutama jika COA datar. COA yang

datar dapat kembali berubah semula secara spontan jika kornea telah

dijahit, jika tidak, harus dikembalikan dengan solusio garam seimbang.

Bandage contanct lens post operatif juga berguna selama beberapa hari

untuk meyakinkan bahwa COA tetap dalam.

3. Laserasi kornea dengan inkarserasi iris

Manajemen tergantung dari durasi dan luasnya inkarserasi. Kebocoran

kecil dari inkarserasi yang baru terjadi dapat digantikan oleh konstriksi

pupil dengan intrakamera Miochol. Inkarserasi iris yang besar harus di

absisi terutama jika iris terlihat non-viabel.

4. Laserasi kornea dengan kerusakan lensa

Diterapi dengan menjahit laserasi dan memindahkan lensa

dengan phacoemulsification atau dengan vitreus cutter jika vitreus

terlibat.

Laserasi sklera anterior yang tidak melewati bagian posterior

terhadap insersi otot ekstraokular mempunyai prognosis yang lebih

baik dari pada lesi yang lebih posterior dan melibatkan retina. Luka

pada sklera anterior dapat berhubungan dengan komplikasi serius

seperti prolaps uvea dan inkarserasi vitreus. Inkarserasi vitreus

35

Page 36: Trauma Okuli

meskipun dengan manajemen yang tepat, dapat menimbulkan traksi

vitreoretina dan ablasio retina. Setiap usaha harus dikerjakan untuk

reposit jaringan uvea viabel yang terekspos dan memotong vitreus

yang prolaps.

5. Prinsip-prinsip perbaikan awal (primary repair)

Teknik yang digunakan tergantung dari beratnya luka dan adanya

komplikasi seperti inkarserasi iris, COA yang datar, dan kerusakan

intraokular.

6. Laserasi sklera posterior

Sering berhubungan dengan kerusakan retina meskipun laserasinya

sangat superfisial. Selama perbaikan, sangat penting tidak berusaha

dengan tekanan yang berlebihan dan traksi pada mata untuk mencegah

atau meminimalkan kehilangan isi dari mata. Juga berguna untuk

sebagai profilaksis terhadap robekan retina.

7. Laserasi sklera posterior

Sering berhubungan dengan kerusakan retina meskipun laserasinya

sangat superfisial. Selama perbaikan, sangat penting tidak berusaha dengan

tekanan yang berlebihan dan traksi pada mata untuk mencegah atau

meminimalkan kehilangan isi dari mata. Juga berguna untuk sebagai profilaksis

terhadap robekan retina.

Perbaikan skunder bagian posterior trauma jika mungkin dilakukan 10-14

hari setelah perbaikan awal. Hal ini akan memberikan waktu tidak hanya bagi

penyembuhan luka tetapi juga untuk perkembangan pemisahan vitreus posterior

dnegan fasilitas mikrosurgery intraokular tertutup. Tujuan utama perbaikan

skunder adalah:

• Untuk menjernihkan keopakan media seperti katarak dan perdarahan

vtreus untuk meningkatkan visus.

• Untuk menstabilkan interaksi vitreoretina yang abnormal dan mencegah

sekuele jangka panjang seperti ablasio retina traksional.

Komplikasi yang dapat terjadi setelah terjadinya trauma tembus adalah

endoftalmitis, panoftalmitis, ablasi retina, perdarahan intraokular, ptisis bulbi, dan

simpatetik oftalmika.

36

Page 37: Trauma Okuli

Endoftalmitis dapat terjadi dalam beberapa jam hingga dalam beberapa

minggu tergantung pada jenis mikroorganisme yang terlibat. Endoftalmitis dapat

berlanjut menjadi panoftalmitis.

Simpatetik oftalmika adalah inflamasi yang terjadi pada mata yang tidak

cedera dalam jangka waktu 5 hari sampai 60 tahun dan biasanya 90% terjadi

dalam 1 tahun. Diduga akibat respon autoimun akibat terekposnya uvea karena

cedera, keadaan ini menimbulkan nyeri, penurunan ketajaman penglihatan

mendadak, dan fotofobia yang dapat membaik dengan enukleasi mata yang

cedera.

3.5. Trauma Kimia

Trauma bahan mimia dapat terjadi pada kecelakaan yang terjadi di dalam

laboratorium, industri, pekerjaan yang memakai bahan kimia, pekerjaan pertanian

dan peperangan yang memakai bahan kimia di abad modern.

Bahan kimia yang dapat mengakibatkan kelainan pada mata dapat dibedakan

dalam bentuk : trauma asam dan trauma basa atau alkali.

Pengaruh bahan kimia sangat bergantung pada pH, kecepatan dan jumlah

bahan kimia tersebut mengenai mata.

Dibanding bahan asam, maka trauma oleh alkali cepat dapat merusak dan

menembus kornea. Setiap trauma kimia pada mata memerlukan tindakan segera.

Irigasi daerah yang terkena trauma kimia merupakan tindakan harus dilakukan

karena dapat memberikan penyulit yang lebih berat. Pembilasan dilakukan dengan

memakai garam fisiologik yang lebih berat lainnya selama mungkin dan paling

sedikit 15-30 menit.

Luka bahan kimia harus dibilas secepatnya dengan air yang tersedia pada saat

itu seperti dengan air keran, larutan garam fisiologik dan asam berat. Anastesi

topikal diberikan pada keadaan dimana terdapat blefarospasme berat.

Untuk bahan asam digunakan larutan natrium bikarbonat 3% sedang basa

larutan asam borat, asam asetat 0,5% atau bufer asam asetat pH untuk

menetralisir.

Untuk bahan basa diberikan EDTA. Pengobatan yang diberikan adalah

antibiotika topikal, sikloplegik dan bebat mata selama mata masih sakit.

37

Page 38: Trauma Okuli

Regenerasi epitel akibat asam lemah dan alkali sangat lambat yang biasanya

sempurna setelah 3-7hari.

Trauma Asam

Bahan asam yang dapat merusak mata terutama bahan anorganik, organik

(Asetat, forniat) dan organik anhidrat (asetat). Bila bahan asam mengenai mata

maka akan segera terjadi pengendapan ataupun pengumpalan protein permukaan

sehingga bila konsentrasi tidak tinggi maka tidak akan bersifat destruktif seperti

trauma alkali. Biasanya akan terjadi kerusakan hanya pada bagian superfisial saja.

Bahan asam dengan konsentrasi tingga dapat bereaksi seperti terhadap trauma

basa sehingga kerusakan yang diakibatkannya akan lebih dalam.

Asam terdisosiasi menjadi ion-ion Hidrogen dan anion di kornea.

Molekul hidrogen merusak permukaan bola mata dengan merubah pH, sedangkan

anion menyebabkan denaturasi, presipitasi dan koagulasi protein pada epitel –

epitel kornea yang terpajan. Presipitasi dan koagulasi permukaan bola mata

disebut nekrosis koagulatif. Koagulasi protein mencegah terjadinya penetrasi

asam lebih dalam, sehingga bila konsentrasi tidak tinggi tidak akan bersifat

destruktif seperti trauma alkali. Umumnya kerusakan yang terjadi bersifat

nonprogresif dan hanya pada bagian superfisial saja.

Asam hidrofluorat adalah pengecualian dalam kasus trauma akibat asam.

Asam hidrofluorat adalah asam lemah yang dapat melewati membran sel dengan

cepat, dalam keadaan tetap tidak terionisasi, sementara ion fluoride berpenetrasi

lebih baik ke stroma dibanding asam lainnya sehingga menyebabkan kerusakan

yang lebih parah di segmen anterior. Karena itu asam hidrofluorat bekerja seperti

basa, menyebabkan nekrosis liquefactive.6 Ion fluoride yang dilepaskan ke dalam

sel dapat menginhibisi enzim glikolitik dan dapat bergabung dengan kalsium dan

magnesium, membentuk kompleks tidak larut. Nyeri lokal yang hebat diduga

sebagai akibat dari kegagalan imobilisasi kalsium, yang kemudian mendorong

stimulasi syaraf oleh perpindahan potassium.

Pengobatan dilakukan dengan irigasi jaringan yang terkena secapatnya

dan selama mungkin untuk menghilangkan dan melarutkan bahan yang

mengakibatkan trauma. Biasanya trauma akibat asam akan normal kembali

sehingga tajam penglihatan tidak terganggu.

38

Page 39: Trauma Okuli

Komplikasi paling serius dari trauma asam adalah jaringan parut

konjungtiva dan kornea, vaskularisasi kornea, glaukoma dan uveitis. Biasanya

trauma akibat asam akan normal kembali, sehingga tajam penglihatan tidak

banyak terganggu.

Trauma Basa

Trauma akibat bahan kimia basa akan memberikan akibat yang sangat

gawat pada mata. Alkali akan menembus dengan cepat kornea, bilik mata depan,

dan sampai pada jaringan retina. Pada trauma basa akan terjadi penghancuran

jaringan kolagen kornea. Bahan kimia alkali bersifat koagulasi sel dan terjadi

proses persabunan, disertai dengan dehidrasi. Bahan akustik soda dapat

menembus ke dalam bilik mata depan dalam waktu 7 detik.

Pada trauma alkali akan terbentuk kolagenase yang akan menambah

kerusakan kolagen kornea. Alkali yang menembus ke dalam bola mata akan

merusak retina sehingga akan berakhir dengan kebutaan penderita.

Basa terdisosiasi menjadi ion hidroksil dan kation di permukaan bola

mata. Ion hidroksil membuat reaksi saponifikasi pada membran sel asam lemak,

sedangkan kation berinteraksi dengan kolagen stroma dan glikosaminoglikan.

Jaringan yang rusak ini menstimulasi respon inflamasi, yang merangsang

pelepasan enzim proteolitik, sehingga memperberat kerusakan jaringan. Interaksi

ini menyebabkan penetrasi lebih dalam melalui kornea dan segmen anterior.

Hidrasi lanjut dari glikosaminoglikan menyebabkan kekeruhan kornea.

Kolagenase yang terbentuk akan menambah kerusakan kolagen kornea.

Berlanjutnya aktivitas kolagenase menyebabkan terjadinya perlunakan kornea.

Hidrasi kolagen menyebabkan distorsi dan pemendekan fibril sehingga

terjadi perubahan pada jalinan trabekulum yang selanjutnya dapat menyebabkan

peningkatan tekanan intraokular. Mediator inflamasi yang dikeluarkan pada

proses ini merangsang pelepasan prostaglandin yang juga dapat menyebabkan

peningkatan tekanan intraokular.

Penyulit yang dapat ditimbulkan oleh trauma basa adalah simblefaron,

kekeruhan kornea, edema dan neovaskularisasi kornea, katarak, disertai dengan

terjadi ftisis bola mata 1 Penyulit jangka panjang dari luka bakar kimia adalah

39

Page 40: Trauma Okuli

glaukoma sudut tertutup, pembentukan jaringan parut kornea, simblefaron,

entropion, dan keratitis sika.

Patogenesis

Bahan asam dan basa menyebabkan trauma dengan mekanisme yang

berbeda. Baik bahan asam (pH<4) dan alkali (pH>10) dapat menyebabkan

terjadinya trauma kimia. Kerusakan jaringan akibat trauma kimia ini secara primer

akibat proses denaturasi dan koagulasi protein selular, dan secara sekunder

melalui kerusakan iskemia vaskular. Bahan asam menyebabkan terjadinya

nekrosis koagulasi dengan denaturasi protein pada jaringan yang berkontak. Hal

ini disebabkan karena bahan asam cenderung berikatan dengan protein jaringan

dan menyebabkan koagulasi pada epitel permukaaan. Timbulnya lapisan

koagulasi ini nerupakan barier terjadinya penetrasi lebih dalam dari bahan asam

sehingga membatasi kerusakan lebih lanjut. Oleh karena itu trauma asam sering

terbatas pada jaringan superfisial.

Terdapat pengecualian yaitu asam hidrofluorik yang dapat menyebabkan

nekrosis likuefaksi yang mirip pada alkali. Bahan asam hidrofluorik ini dapat

dengan cepat menembus kulit sampai ke pembuluh darah sehingga terjadi

diseminasi ion fluoride. Ion fluoride ini kemudian mempresipitasi kalsium

sehingga menyebabkan hipokalsemi dan metastasis kalsifikasi yang dapat

mengancam jiwa.

Bahan alkali dapat menyebabkan nekrosis likuefaksi yang potensial lebih

berbahaya dibandingkan bahan asam. Larutan alkali mencairkan jaringan dengan

jalan mendenaturasi protein dan saponifikasi jaringan lemak. Larutan alkali ini

dapat terus mempenetrasi lapisan kornea bahkan lama setelah trauma terjadi.

Kerusakan jangka panjang pada konjungtiva dan kornea meliputi defek

pada epitel kornea, simblefaron serta pembentukan jaringan sikatriks. Penetrasi

yang dalam dapat menyebabkan pemecahan dan presipitasi glikosaminoglikan dan

opasitas lapisan stroma kornea. Jika terjadi penetrasi pada bilik mata depan, dapat

terjadi kerusakan iris dan lensa. Kerusakan epitel silier dapat menggangu sekresi

asam askorbat yang diperlukan untuk produksi kolagen dan repair kornea. Selain

itu dapat terjadi hipotoni dan ptisis bulbi.

40

Page 41: Trauma Okuli

Proses penyembuhan dapat terjadi pada epitel kornea dan stroma melalui

proses migrasi sel epitel dari stem cells pada daerah limbus. Kolagen stroma yang

rusak akan difagositosis dan dibentuk kembali.

Klasifikasi derajat berat trauma kimia

Ada 2 jenis klasifikasi derajat trauma kimia yang sering digunakan pada praktek

sehari-hari.

Derajat beratnya trauma kimia (menurut Roper-Hall) dibagi atas : 3

Grade I : kornea jernih, tidak terdapat iskemia limbus (prognosis sangat baik)

Grade II : kornea hazy tetapi detail iris masih tampak, dengan iskemia

limbus < sepertiga (prognosis baik)

Grade III :detail iris tidak terlihat, iskemia limbus antara sepertiga sampai

setengah

Grade IV : kornea opak, dengan iskemia limbus lebih dari setengah (prognosis

sangat buruk)

Gradasi klinis berdasarkan kerusakan stem sel limbus (menurut kriteria Hughes),

yang digunakan di departemen mata RSCM yaitu :

I. Iskemia limbus yang minimal atau tidak ada

II. Iskemia kurang dari 2 kuadran limbus

III. Iskemia lebih dari 3 kuadran limbus

IV. Iskemia pada seluruh limbus, seluruh permukaan epitel konjungtiva dan

bilik mata depan

Selain pembagian tersebut diatas, khusus untuk trauma basa dapat diklasifikasikan

menurut Thoft menjadi :

o Derajat 1 : hiperemi konjungtiva disertai dengan keratitis pungtata

o Derajat 2 : hiperemi konjungtiva disertai dengan hilangnya epitel kornea

o Derajat 3 : hiperemi disertai dengan nekrosis konjungtiva dan lepasnya epitel

kornea

o Derajat 4 konjungtiva perilimal nekrosis sebanyak 50%

Gejala klinis

41

Page 42: Trauma Okuli

Diagnosis trauma kimia pada mata lebih sering didasarkan pada anamnesis

dibandingkan atas dasar tanda dan gejala. Pasien biasanya mengeluhkan nyeri

dengan derajat yang bervariasi, fotofobia, penurunan penglihatan serta adanya

halo di sekitar cahaya.

Umumnya pasien datang dengan keluhan adanya riwayat terpajan cairan atau gas

kimia pada mata. Keluhan pasien biasanya nyeri setelah terpajan, rasa mengganjal

di mata, pandangan kabur, fotofobia, mata merah dan rasa terbakar.

Jenis bahan sebaiknya digali, misalnya dengan menunjukkan botol bahan kimia,

hal ini dapat membantu menentukan jenis bahan kimia yang mengenai mata.

Waktu dan durasi dari pajanan, gejala yang timbul segera setelah pajanan, serta

penatalaksanaan yang telah diberikan di tempat kejadian juga merupakan

anamnesis yang dapat membantu dalam diagnosis.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang cermat harus ditunda setelah dilakukan irigasi yang

banyak pada mata yang terkena dan PH mata telah netral. Setelah dilakukan

irigasi, dilakukan pemeriksaan dengan seksama terutama melihat kejernihan dan

integritas kornea, iskemia limbus dan tekanan intraokular. Pemeriksaan dapat

dilakukan dengan pemberian anestesi topikal.

Tanda-tanda yang dapat ditemui pada pemeriksaan fisik dan oftalmologi adalah :

Defek epitel kornea, dapat ringan berupa keratitis pungtata sampai

kerusakan seluruh epitel. Kerusakan semua epitel kornea dapat tidak

meng-up take fluoresin secepat abrasi kornea sehingga dapat tidak

teridentifikasi.

Kekeruhan kornea yang dapat bervariasi dari kornea jernih sampai

opasifikasi total sehingga menutupi gambaran bilik mata depan.

Perforasi kornea. Sangat jarang terjadi, biasa pada trauma berat yang

penyembuhannya tidak baik.

Reaksi inflamasi bilik mata depan, dalam bentuk flare dan cells. Temuan ini biasa

terjadi pada trauma basa dan berhubungan dengan penetrasi yang lebih dalam.

Peningkatan tekanan intraokular

42

Page 43: Trauma Okuli

Kerusakan / jaringan parut pada adneksa. Pada kelopak mata hal ini

menyebabkan kesulitan menutup mata sehingga meng-exspose

permukaan bola yang telah terkena trauma.

Inflamasi konjungtiva.

Iskemia perilimbus

Penurunan tajam penglihatan . Terjadi karena kerusakan epitel, kekeruhan

kornea, banyaknya air mata.

Pada trauma derajat ringan sampai sedang biasanya yang dapat ditemukan berupa

kemosis, edema pada kelopak mata, luka bakar derajat satu pada kulit sekitar,

serta adanya sel dan flare pada bilik mata depan. Pada kornea dapat ditemukan

keratitis punktata sampai erosi epitel kornea dengan kekeruhan pada stroma.

Sedangkan pada derajat berat mata tidak merah, melainkan putih karena terjadinya

iskemia pada pembuluh darah konjungtiva. Kemosis lebih jelas, dengan derajat

luka bakar yang lebih berat pada kulit sekitar mata, serta opasitas pada kornea.

3.6. Trauma karena Agen Fisis

Trauma radiasi yang sering ditemukan adalah :

a. Sinar Inframerah

Akibat sinar infra merah dapat terjadi pada saat menatap gerhana matahari

dan pada saat bekerja dipemanggangan. Kerusakan ini dapat terjadi akibat

terkonsentrasinya sinar inframerah terlihat. Kaca yang mencair seperti ditemukan

di tempat pemanggangan kaca akan mengeluarkan sianr infra merah. Bila

seseorang berada pada jarak 1 kaki selama satu menit di depan kaca yang mencair

dan pupilnya lebar atau midriasis maka suhu lensa akan naik sebanyak 9 derajat

Celcius. Demikian pula iris yang mengabsorbsi sinar infra merah akan panas

sehingga berakibat tidak baik terhadap kapsul lensa di dekatnya. Absorbsi sinar

infra merah oleh lensa akan mengakibatkan katarak dan eksfoliasi kapsul lensa.

Akan mengakibatkan keratitis superfisial , katarak kortikal antero –

posterior dan koagulasi pada koroid , bergantung pada beratnya lesi akan terdapat

skotoma sementara atau permanen. Tidak ada pengobatan terhadap akibat buruk

yang sudah terjadi kecuali mencegah terkenanya mata oleh sinar infra merah ini.

43

Page 44: Trauma Okuli

Pengobatannya diberikan steroid sistemik dan lokal untuk mencegah

terbentuknya jaringan parut pada makula atau untuk mengurangi gejala radang

yang timbul.

b. Sinar Ultraviolet

Sinar ultra violet merupakan sianr gelombang pendek yan terlihat

mempunyai gelombang antara 350-295 nM. Sinar ultra violet banyak terdapat

pada saat bekerja las, dan menatap sinar matahari atau pantulan sinar matahari di

atas salju. Sinar ultra violet akan segera merusak epitel korena. Sinar ultra vioet

biasanya memberikan kerusakan terbatas pada kornea sehingga kerusakan pada

lensa dan retina tidaka akan nyata terlihat. Kerusakan ini akan segera baik kembali

setelah beberapa waktu dan tidak akan memberikan gangguan tajam penglihatan

yang menetap.

Pasien yang terkena sinat ultraviolet akan memberi keluhan 4 – 10 jam

setelah trauma , pasien akan merasa matanya sangat sakit , mata seperti kelilipan

atau kemasukan pasir , fotofobia ,blefarospasme dan konjungtiva kemotik. Kornea

akan menunjukkan adanya infiltrat pada permukaannya , yang kadang – kadang

disertai kornea yang keruh dan uji fluoresein positif , keratitis yang terjadi

terutama terdapat dalam fisura palpebra, pupil akan terlihat miosis dan tajam

penglihatan akan terganggu.

Keratitis ini dapat sembuh tanpa cacat , akan tetapi bila radiasi berjalan

lama kerusakan dapat permanen sehingga memberikan kekeruhan pada kornea.

Pengobatan yang diberikan adalah sikloplegik , antibiotika lokal , analgetik dan

mata ditutup selama 2 – 3 hari , biasanya sembuh selama 48 jam.

c. Sinar X dan sinar terionisasi

Sinar ionisasi dibedakan dalam bentuk :

- Sinar alfa yang dapat diabaikan

- Sinar beta yang dapat menembus 1 cm jaringan

- Sinar gama

- Sinar X

Sinar ionisasi dan sinar X dapat mengakibatkan katarak dan rusaknya

retina. Dosis kataraktogenik bervariasi dengan energi dan tipe sinar, lensa yang

lebih muda dan lebih peka. Akibat dari sinar ini pada lensa, terjadi pemecahan diri

44

Page 45: Trauma Okuli

sel epitel secara tidak normal. Sedang sel baru yang berasal dari sel germinatif

lensa tidak menjadi jarang. Sinar X merusak retina dengan gambaran seperti

kerusakan yang akibatakan diabetes melitus berupa dilatasi kapiler, perdarahan,

mikroaneuris mata dan eksudat.

Luka bakar akibat sinar X dapat merusak kornea yang mengakibatkan

kerusakan permanen yang sukar diobati. Biasanya akan terlihat sebagai keratitis

dengan iridosiklitis ringan. Pada keadaan yang berat akan mengakibatkan parut

konjungtiva atrofi sel goblet yang akan menganggu fungsi air mata.

Pengobatan yang diberikan adalah antibiotika topikal dengan steroid 3 kali

sehari dan sikloplegik satu kali sehari. Bila terjadi simblefaron pada konjungtiva

dilakukan tindakan pembedahan.

3.7. Glaukoma Sekunder Pasca Trauma

Trauma dapat mengakibatkan kelainan jaringan dan susunan jaringan

didalam mata yang dapat menganggu pengaliran cairan mata sehingga

menimbulkan glaukoma adalah kontusi sudut.

Glaukoma Kontusi Sudut

Trauma dapat mengakibatkan tergesernya pangkal iris ke belakang

sehingga terjadi robekan trubekulum dan gangguan fungsi trubekulum dan ini

akan mengakibatkan gambatan pengaliran keluar cairan mata pengobatan

biasanya dilakukan seperti mengobati glaukoma sudut terbuka yaitu dengan obat

lokal atau sistemik. Bila tidak terkontrol dengan pengobatan maka dilakukan

pembedahan.

Glaukoma Dengan Dislokasi Lensa

Akibat trauma tumpul dapat terjadi putusnya zonula Zinn yang akan

mengakibatkan kedudukan lensa tidak normal. Kedudukan lensa tidak normal ini

akan mendorong iris ke depan sehingga terjadi penutupan sudut bilik mata.

Penutupan sudut bilik mata akan menghambat pengaliran keluar cairan mata

sehingga akan menimbulkan glaukoma sekunder. Pengobatan yang dilakukan

adalah mengangkat penyebab atau lensa sehingga sudut terbuka kembali.

45

Page 46: Trauma Okuli

Pencegahan Benda Asing

Trauma mata dapat dicegah dan diperlukan penerangan kepada masyarakat untuk

menghindarkan terjadi trauma pada mata seperti :

- Trauma tumpul akibat kecelakaan tidak dapat dicegah kecuali

trauma tumpul perkelahian

- Diperlukan perlindungan pekerja untuk menghindari terjadinya

trauma tajam

- Setiap pekerja yang sering berhubungan dengan bahan kimia

sebaiknya mengerti bahan apa yang ada ditempat kerjanya

- Pada pekerja las sebaiknya menghindarkan diri terhadap sinar dan

percikan bahan las dengan memakai kaca mata

- Awasi anak yang sedang bermain yang mungkin berbahaya untuk

matanya.

46

Page 47: Trauma Okuli

DAFTAR PUSTAKA

Asbury T, Sanitato JJ. Trauma. In : Vaughan DG, Asbury T, Eva PR, editors.

Oftalmologi Umum. Edisi ke 14. Jakarta, Penerbit Widya Medika.

1996.p.380-8.

Ilyas, S. Yulianti, S.R. 2011. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 4. Jakarta: Balai Penerbit

FKUI.

Kanksi JJ. Glaucoma. In: Kanski JJ, editor. Clinical ophtalmology a systemic

approach. 4th edition. Oxford: Butterworth Heinemann; 2000. p. 206-9.

Simmons, S.T., et al, 2007. Introduction to Glaucoma: Terminology,

Epidemiology, and Heredity. In: Tanaka, S., ed. Glaucoma. Singapore:

American Academy of Ophthalmology, 3-15.

Vaughan D. and Riordan-Eva P. 2007. General ophtalmology. 17th edition. USA:

The McGraw-Hill Companies. Chapter 1: Anatomy and Embriology of

The Eye.

47