Translate Jurnal endo

17
Efek Sitotoksik dari Dua Larutan Asam dan Sodium Hipoklorit 2,5% yang Digunakan dalam Perawatan Endodontik Abstrak Tujuan: Evaluasi sitotoksisitas asam sitrat 15%, asam fosfat 5% dan NaOCl 2,5% pada kultur fibroblas dengan menggunakan uji Kolorimetrik MTT. Metodologi: Larutan irigasi asam fosfat 5%, asam sitrat 15%, dan NaoCl 2,5%, diencerkan dengan konsentrasi 0,1% dan 0,5%, ditempatkan pada kultur sel fibroblas 3T3L1. Viabilitas sel ditentukan dengan cara uji rata-rata kolorimetri MTT setelah periode 1, 6 dan 24 jam. Persentase viabilitas sel dianalisis menggunakan uji Kruskal-Wallis untuk perbandingan secara umum dan uji Mann-Whitney U untuk pasangan perbandingannya. Hasil: Persentase viabilitas sel berkurang secara progresif di semua larutan pada kedua pengenceran selama 24 jam. Pengenceran 0,1% dari NaOCl 2,5% (63,39%) dan asam sitrat 15% (53,91%) menunjukkan persentase viabilitas sel yang tertinggi (p = 0,083). Larutan irigasi NaOCl 2,5% dengan konsentrasi pengenceran 0,5% menunjukkan nilai sel viabilitas tertinggi (48,51%). Simpulan: Larutan irigasi yang mempunyai persentase viabilitas sel tertinggi adalah NaOCl 2,5% baik pada pengenceran 0,1% dan 0,5%. Persentase viabilitas sel yang sangat rendah diperoleh asam sitrat 15% dan asam fosfat 5% pada konsentrasi pengenceran 0,5%. 1

description

endo

Transcript of Translate Jurnal endo

Page 1: Translate Jurnal endo

Efek Sitotoksik dari Dua Larutan Asam dan

Sodium Hipoklorit 2,5% yang Digunakan dalam

Perawatan Endodontik

Abstrak

Tujuan: Evaluasi sitotoksisitas asam sitrat 15%, asam fosfat 5% dan NaOCl 2,5% pada kultur fibroblas dengan menggunakan uji Kolorimetrik MTT. Metodologi: Larutan irigasi asam fosfat 5%, asam sitrat 15%, dan NaoCl 2,5%, diencerkan dengan konsentrasi 0,1% dan 0,5%, ditempatkan pada kultur sel fibroblas 3T3L1. Viabilitas sel ditentukan dengan cara uji rata-rata kolorimetri MTT setelah periode 1, 6 dan 24 jam. Persentase viabilitas sel dianalisis menggunakan uji Kruskal-Wallis untuk perbandingan secara umum dan uji Mann-Whitney U untuk pasangan perbandingannya. Hasil: Persentase viabilitas sel berkurang secara progresif di semua larutan pada kedua pengenceran selama 24 jam. Pengenceran 0,1% dari NaOCl 2,5% (63,39%) dan asam sitrat 15% (53,91%) menunjukkan persentase viabilitas sel yang tertinggi (p = 0,083). Larutan irigasi NaOCl 2,5% dengan konsentrasi pengenceran 0,5% menunjukkan nilai sel viabilitas tertinggi (48,51%). Simpulan: Larutan irigasi yang mempunyai persentase viabilitas sel tertinggi adalah NaOCl 2,5% baik pada pengenceran 0,1% dan 0,5%. Persentase viabilitas sel yang sangat rendah diperoleh asam sitrat 15% dan asam fosfat 5% pada konsentrasi pengenceran 0,5%.

Kata kunci: Asam sitrat, asam fosfat, sodium hipoklorit, sitotoksisitas.

Pendahuluan

Tujuan utama perawatan endodontik adalah membersihkan dan

mensterilkan sistem saluran akar. Penggunaan larutan irigasi pada pembersihan

dan desinfeksi saluran akar akan menyebabkan ekstrusinya cairan ke periapeks,

sehingga mengganggu proses perbaikan jaringan periodontal 1. Bahan irigan dapat

1

Page 2: Translate Jurnal endo

2

ekstrusi pada gigi dewasa dengan apeks yang utuh, baik pada kasus gigi vital

maupun non vital. Potensi sitotoksik bahan irigan endodontik harus dianalisis

selain sebagai antiseptik dan efek untuk menghilangkan lapisan smear 2.

Standar larutan irigasi saluran akar adalah kombinasi dari asam atau

larutan chelating dengan sodium hipoklorit, pada konsentrasi yang berbeda dan

selama periode waktu yang berbeda 3,4. Sodium hipoklorit (NaOCl) adalah larutan

irigasi yang paling banyak digunakan di bidang endodontik, dengan konsentrasi

0,5% -5,25%, karena spektrum antibakteri yang luas dan kapasitas untuk

melarutkan bahan organik dan jaringan nekrotik 5,6. Sifat-sifat pelarut dan

antiseptiknya lebih besar pada konsentrasi yang lebih tinggi 7, tapi begitu juga

efek toksisitasnya8. Penelitian yang menggunakan uji kolorimetrik MTT 9,1,

melaporkan bahwa sitotoksisitas NaOCl dengan konsentrasi yang berbeda-beda,

lebih rendah dari larutan EDTA 17%, REDTA, dan MTAD (doksisiklin, asam

sitrat dan Tween 80).

Asam dan larutan irigasi chelating meningkatkan penghapusan lapisan

smear, pembersihan dinding dentin, dan desinfeksi saluran akar 6. Serper dan

Armaral telah mempelajari toksisitas EDTA dan larutan asam sitrat pada

konsentrasi yang berbeda dalam berbagai sampel sel 9-13. Chan dkk. (1999)

melaporkan angka kematian yang lebih tinggi pada gigi yang tingkat keasaman sel

pulpanya lebih besar dari larutan asam sitrat 14.

Penggunaan asam fosfat untuk menghilangkan lapisan smear endodontik

telah beberapa kali diteliti. Becce dan Ayad merekomendasikan bahan ini sebagai

irigasi saluran akar, dengan konsentrasi 10% atau 32% untuk sediaan cair dan

Page 3: Translate Jurnal endo

3

37% untuk sediaan gel 3,15. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa asam fosfat 5%

dikombinasikan dengan larutan NaOCl 2,5% efektif untuk penghapusan lapisan

smear selama instrumentasi saluran akar dan memiliki kemampuan dekalsifikasi

pada dentin akar 4,16. Tidak ada laporan yang menunjukkan sitotoksisitas asam

fosfat sebagai larutan irigasi dalam preparasi saluran akar.

Tujuan dari penelitian ini untuk membandingkan sitotoksisitas dari asam

fosfat 5%, asam sitrat 15% dan NaoCl 2,5% dengan kultur fibroblas 3T3

mengunakan uji Kolorimetrik MTT.

Bahan dan Metode

Fibroblas 3T3-L1 (ECACC 86052701) yang digunakan untuk menguji

sitotoksisitas larutan irigasi diperoleh dari Koleksi Kultur CIC Univesitas Granada

(Spanyol). Sel ditempatkan dalam kondisi steril pada flask 75cm2 yang berisi 30

ml media kultur yang terdiri dari Dulbecco Modified Eagle’s Medium (DMEM) +

glutamin 2mm + inactivated fetal bovine serum (PBS) 10%. Flask disimpan pada

suhu 37ºC dengan konsentrasi CO2 5% dan kelembaban 95% sampai sel menyatu,

ketika media kultur dikeluarkan dari flask, sel di dalam flask mengalami

tripsinisasi oleh pencucian larutan PBS dan EDTA / tripsin selama 5 menit, diikuti

dengan pengocokan dan pembuangan cairan ini hingga sel terpisah. Sel-sel yang

tersebar dalam flask ditambahkan media kultur DMEM + PBS 10% yang baru dan

disentrifugasi 80-100 G selama 5 menit. Suspensi sel dihitung dibawah mikroskop

dengan menggunakan tempat penghitungan Neubauer, dan sel (1x104)

ditempatkan di 96 buah well plate (Dimittis GMBH & Co KG, Weisbaden,

Page 4: Translate Jurnal endo

4

Jerman) dengan 100 μl media kultur selama 48 jam dalam oven pada suhu 37 ºC

konsentrasi CO2 5% dan kelembaban 95%. Sebuah pipet multichannel

(Finnipippette, BOECO, Boeckel + Co (GmbH + Co), Hamburg, Jerman)

digunakan untuk menghapus media kultur dari semua well plate kecuali untuk

kelompok kontrol, lalu penambahan 10 μl di tiap larutan irigasi. Plate ditutup dan

ditempatkan dalam oven pada suhu 37 º C dalam suasana CO2 5% dan

kelembaban 95%. Pengujian dilakukan dalam rangkap empat pada semua

kelompok studi. Kultur media selalu ditangani dalam kondisi steril di bawah

Laminar Flow Hood (Nuaire, Fernbrook Lane, Plymouth, MN) untuk

menghindari kontaminasi bakteri.

Kelompok eksperimental adalah: (1) kelompok kontrol, kultur DMEM

yang segar, (2) DMEM yang mengandung larutan asam sitrat 15% diencerkan

hingga 0,5%, pH 3,54 (3) DMEM yang mengandung larutan asam sitrat 15%

diencerkan hingga 0,1%, pH 7.40 (4) DMEM yang mengandung larutan asam

fosfat 5% diencerkan hingga 0,5%, pH 2,70 (5) DMEM yang mengandung

larutan asam fosfat 5% diencerkan hingga 0,1%, pH 6,44 (6) DMEM yang

mengandung larutan NaOCl 2,5% diencerkan hingga 0,5%, pH 7,97 dan (7)

DMEM yang mengandung larutan NaOCl 2,5% diencerkan hingga 0,1%, pH

7,94.

Sitotoksisitas larutan irigasi dinilai pada 1, 6, dan 24 jam setelah inkubasi,

dengan menggunakan uji kolorimetrik MTT (Roche Diagnostics GMBH,

Mannheim, Jerman). Uji kolorimetrik MTT menilai tentang kemampuan viabilitas

sel untuk mengkonversi garam tetrazolium yang larut, MTT [3 - (4.5-

Page 5: Translate Jurnal endo

5

dimethylthiazol-2-il) - 2-5-diphenylterazolum bromida], menjadi produk akhir

formazan biru oleh enzim dehidrogenase mitokondria. Setiap kultur ditambahkan

10μl stok MTT (5 mg / ml MTT dalam PBS). Kultur dinkubasi selama 4 jam

dengan suhu 37ºC konsentrasi CO2 5% dan kelembaban 95%, kemudian setiap

well plate ditambahkan 100 ml SDS 10% pada konsentrasi HCl 0,01M. Larutan

dibiarkan untuk larut semalaman di kelembaban 100%. Absorbansi ditentukan

dengan menggunakan scanning multiwell spectrophotometer ELISA (Bio-Tek

Instruments Inc, VT) pada 550nm dan dinyatakan sebagai persentase dari

absorbansi yang diperoleh pada kelompok kontrol.

Rata-rata dan standar deviasi dari persentase viabilitas sel dihitung pada

empat kategori. Fullfactorial regression model digunakan untuk menilai

signifikansi dari interaksi antara tiga faktor (jenis larutan irigasi, konsentrasi

larutan irigasi, dan waktu kerja dari larutan irigasi) untuk persentase viabilitas sel.

Uji Kolmogorov-Smirnov digunakan untuk menilai distribusi data. Variabel

dianalisis menggunakan uji non-parametrik karena hasil untuk setiap kelompok

tidak mengikuti distribusi normal. Persentase viabilitas sel dari larutan irigasi

yang berbeda dianalisis menggunakan uji Mann-WhitneyU (perbandingan

berpasangan) dan uji Kruskal-Wallis (perbandingan global). Tingkat signifikansi

statistik diatur pada p <05.

Hasil

Page 6: Translate Jurnal endo

6

Full-factorial regression menganalisis pengaruh jenis larutan irigasi (asam

sitrat 15%, asam fosfat 5%, atau NaOCl 2,5%), konsentrasi larutan irigasi (0,1

atau 0,5%) dan waktu kerja larutan irigasi (1, 6, atau 24 jam) menunjukan

interaksi yang signifikan secara statistik antara ketiga faktor dalam persentase

viabilitas sel (p <0,001) yang digambarkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Viabilitas sel: dipengaruhi oleh waktu dan konsentrasi dari larutan irigasi

1 Jam 6 Jam 24 JamKontrol 98.99 ± 1.871 99.20 ± 0.632 93.48 ± 3.801,2

Asam sitrat 15%[0.1] 78.04 ± 4.13a,1,2 62.75 ± 2.16b,1,3 53.91 ± 4.77b,2,3

[0.5] 1.20 ± 0.32a,1 1.46 ± 0.00b,2 1.80 ± 0.19b,1,2

Asam fosfat 5%[0.1] 31.48 ± 2.36b,1,2 14.71 ± 3,85c,1,3 6.91 ± 0.92c,2,3

[0.5] 1.01 ± 0.00b,1,2 1.46 ± 0.30c,1 1.47 ± 0.33c,2

NaOCl 2.5%[0.1] 97.78 ± 1.271,2 70.11 ± 6.94d,1 63.39 ± 4.63d,2

[0.5] 95.73 ± 2.011,2 54.03 ± 3.49d,1,3 48.51 ± 2.93d,2,3

* Fullfactorial regression model, p bernilai < .001 (larutan irigasi x konsentrasi larutan x interaksi waktu).Lihat secara teliti, huruf yang sama mengindikasi perbedaan yang signifikan antara dua konsentrasi dari larutan yang sama

Gambar 1. Kurva viabilitas sel 3T3L1 diperlakukan dengan larutan irigasi yang berbeda-beda diencerkan hingga 0.1% dan kelompok kontrol. Semua kultur menunjukkan pengurangan persentasi viabilitas sel yang progresif. Kultur sel diperlakukan dengan asam fosfat 5% menunjukkan persentase viabilitas sel yang paling rendah dibandingkan kelompok lainnya (p < 0.05)

Page 7: Translate Jurnal endo

7

Gambar 1 menunjukkan kurva penurunan persentase viabilitas sel yang

signifikan dari waktu 1 jam hingga 24 jam pada pengenceran 0,1% antara larutan

NaOCl 2,5%, asam sitrat 15% dan asam fosfat 5%. Persentase viabilitas sel

tertinggi pada waktu 24 jam diperoleh NaOCl 2,5% (63,39%) dan asam sitrat

15% (53,91%), dengan tidak ada perbedaan yang signifikan diantara keduanya (p

= 0,083). Persentase viabilitas sel terendah diperoleh asam fosfat 5% (6.91%),

yang menunjukkan perbedaan signifikan dengan larutan lain (p = 0,021).

Gambar 2 menunjukkan kurva pengenceran 0,5% dari tiap larutan irigasi,

persentase viabilitas sel semakin berkurang secara signifikan dalam biakan sel

NaOCl 2,5% (48,51%) dari 1 jam hingga 24 jam (p = 0,010), dan persentase

viabilitas sel terendah diperoleh asam sitrat 15% dan asam fosfat 5% pada ketiga

titik waktu (p = 0,015 dan p = 0,020). Perbandingan total antara larutan irigasi

menunjukkan perbedaan yang signifikan, kecuali untuk perbandingan antara asam

sitrat 15% dan asam fosfat 5% pada waktu 1 jam (p = 0,215), 6 jam (p = 1,0) dan

24 jam (p = 0,127).

Page 8: Translate Jurnal endo

8

Gambar 2. Kurva viabilitas sel 3T3L1 diperlakukan dengan larutan irigasi yang berbeda-beda diencerkan hingga 0.5% dan kelompok kontrol. Kultur yang diperlakukan dengan NaOCl 2.5% menunjukkan pengurangan persentase viabilitas sel yang progresif. Asam sitrat 15% dan asam fosfat 5% menunjukkan

persentase viabilitas sel yang paling rendah.

Diskusi

Larutan irigasi tidak hanya dinilai sebagai antibakteri atau bahan chelating

tetapi efek biologisnya ketika ekstrusi pada jaringan inang juga harus

dipertimbangkan 1. Larutan irigasi yang ideal akan menjadi satu kesatuan yang

menggabungkan efek maksimal dari antibakteri dan efek pelarut pada jaringan

organik dan anorganik, dengan efek toksik minimal pada jaringan periapikal.

Uji MTT tetrazolium dianggap indeks yang sensitif untuk mengevaluasi

sitotoksisitas material gigi dan telah digunakan oleh beberapa penulis 1,9,13,14.

Keuntungan utamanya adalah kecepatan dan keakuratan dalam teknik,

reproduktifitas, dan fakta bahwa tidak ada radioisotop yang digunakan. Manfaat

lainnya yaitu tidak diperlukan pencucian sampel, yang bisa menyebabkan variasi

dalam sampel 17.

Semua larutan irigasi yang diencerkan menjadi 0,5% atau 0,1% pada

penelitian ini diaplikasikan pada kultur fibroblas, karena sel kultur lebih rentan

dari jaringan periapikal untuk efek racun dari obat-obatan 11. Sel fagosit, saluran

getah bening dan darah semua membantu untuk mencairkan dan membawa pergi

obat-obatan tersebut. Obat-obatan tersebut diharapkan tidak akan begitu

mengiritasi dalam situasi klinis seperti dalam studi sitotoksisitas 18.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengenceran 0,1% dan 0,5% dari

larutan NaOCl 2,5% kurang sitotoksik pada sel 3T3-L1 dibandingkan dengan

Page 9: Translate Jurnal endo

9

pengenceran 0,1% dan 0,5% dari asam sitrat 15% dan larutan asam fosfat 5%,

konsisten dengan laporan lain yang membandingkan sitotoksisitas NaOCl dengan

larutan EDTA, REDTA, dan MTAD dengan menggunakan tes kolorimetri

MTT1,9. Hidalgo dkk. mengamati kematian sel dalam kultur fibroblas setelah

aplikasi NaOCl pada konsentrasi > 0,05% untuk 2-24 jam dengan menggunakan

uji XTT. Chang dkk. menemukan bahwa pengenceran 0,4% dan 0,2% dari

larutan NaOCl 5,25% membunuh sel ligamen periodontal setelah 3 dan 24 jam

pemaparan, yang menggunakan alat tes fluoresensi PI. Perbedaan hasil ini dapat

terjadi karena penggunaan jalur sel yang berbeda, prosedur, dan kondisi

eksperimental yang digunakan untuk menilai sitotoksisitas 19.

Sitotoksisitas larutan asam (asam sitrat 15%, asam fosfat 5%) lebih rendah

pada pengenceran 0,1% daripada 0,5%, dimana persentase viabilitas sel nyaris nol

untuk kedua larutan. Asam sitrat 15% yang diencerkan pada 0,1% memiliki

persentase viabilitas sel di atas 50% pada setiap titik waktu, sedangkan hampir

tidak ada sel yang layak pada setiap titik waktu setelah eksposur untuk larutan

yang sama pada pengenceran 0,5%. Malheiros dkk. menemukan kelangsungan

hidup fibroblas NIH3T3 lebih tinggi pada asam sitrat 15% dengan pengenceran

0,5% pada waktu 24 jam dibandingkan dengan EDTA 17% dengan pengenceran

0,5% dan Scelza dkk. juga melaporkan ketahanan dan kelangsungan hidup sel

lebih tinggi pada larutan asam sitrat 10% dibandingkan dengan pengenceran

larutan EDTA-T 1%, 0,1% dan 0,01%. Tidak satupun dari studi melaporkan pH

larutan irigasi yang digunakan dan kelangsungan hidup sel itu ditentukan

menggunakan uji Trypan blue dye exclusion. Chan dkk. menunjukkan

Page 10: Translate Jurnal endo

10

sitotoksisitas asam sitrat tergantung pada pH larutan dengan menggunakan uji

MTT. Konsentrasi asam sitrat pada 0,1% (pH 7,20), 0,25% (pH 6.22), dan 0,50%

(pH 4,74) mengurangi kelangsungan hidup sel dengan masing-masing persentase

20%, 74% dan 98%, dibandingkan dengan kelompok kontrol. Temuan ini

tampaknya menunjukkan bahwa pH larutan irigasi asam menurunkan pH biakan

kultur, yang menyebabkan penurunan yang signifikan dalam viabilitas sel.

Larutan asam sitrat 15% dengan pH rata-rata yang menurun dari 7,40

untuk pengenceran 0,1% menjadi 3,54 untuk pengenceran 0,5%. Hasil terburuk

viabilitas sel diperoleh dengan asam fosfat 5% di kedua pengenceran, dan hasil

sitotoksisitas ini juga terkait dengan pH larutan (pH = 6,44 untuk pengenceran

0,1% dan pH = 2,70 untuk pengenceran 0,5%). Goldman dkk. melaporkan bahwa

kematian sel ini disebabkan oleh efek asidosis ekstraseluler pada neuron dan sel

glial setelah 10 menit terkena larutan asam laktat dengan pH 3,8-4,2, dengan tidak

ada sel yang masih hidup setelah paparan 1 jam pada pH 5,2.

Standar larutan irigasi saluran akar meliputi kombinasi larutan asam atau

chelating dengan sodium hipoklorit pada konsentrasi yang berbeda dan selama

periode waktu yang bervariasi 3,4. Pemilihan suatu larutan irigasi didasarkan pada

sifat kimia, fisik dan biologis dan kejadian ekstrusi ke daerah periapikal juga

harus dipertimbangkan.

Penelitian in vitro yang dilakukan ini menunjukkan sitotoksitas semua

bahan irigasi yang moderat hingga parah tergantung konsentrasinya. Persentase

tertinggi kelangsungan hidup sel diperoleh NaOCl 2,5% dengan pengenceran

Page 11: Translate Jurnal endo

11

0,1% dan 0,5%. Persentase viabilitas sel yang sangat rendah diperoleh dengan

pengenceran 0,5% pada asam fosfat 5% maupun asam sitrat 15%.