Translate Jurnal Citra 1

download Translate Jurnal Citra 1

of 8

description

translate jurnal

Transcript of Translate Jurnal Citra 1

Int. Adv. Otol. 2013; 9:(1) 71-74

Jurnal

Efektivitas Fisioterapi pada Terapi Tinitus

Ulrich Kisser; Tina Geisler; Thomas Braun; Eike Krause; John-Martin HempelDepartment of Otorhinolaryngology, Head and Neck Surgery, University of Munich, Germany The Mediterranean Society of Otology and Audiology, Int. Adv. Otol. 2013; 9:(1) 71-74Disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik

SMF Ilmu Penyakit Telinga Hidung TenggorokRSD dr. Soebandi JemberDisadur Oleh:

Anastasia Citra Purwani112011101001Pembimbing:

dr. Maria Kwarditawati, Sp. THTSMF ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG TENGGOROKRSD DR. SOEBANDI-FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER2015Efektivitas Fisioterapi pada Terapi TinitusUlrich Kisser, Tina Geisler, Thomas Braun, Eike Krause, John-Martin HempelDepartment of Otorhinolaryngology, Head and Neck Surgery, University of Munich, Germany

[PENDAHULUAN

Tinitus didefinisikan sebagai persepsi suara dalam telinga manusia tanpa adanya suatu rangsangan eksternal yang sesuai dengan yang terdengar [1]. Sekitar 10% populasi dari negara barat mengalami tinnitus [2]. Tinitus sementara dapat dihasilkan dari berbagai penyebab yang mendasari seperti serumen dalam saluran telinga (serumen obturans) atau otitis media. Tinitus kronis sering menjadi gejala tambahan kongenital atau hearing loss yang dipengaruhi oleh kebisingan. Kemungkinan penyebab lain adalah efek samping obat, gangguan neurologis, neuroma akustik dan banyak lagi. Patofisiologi tinitus kurang dipahami dan terdapat beberapa pendekatan terapi, tidak ada diantaranya yang efektif untuk semua pasien. Reaksi terhadap tinitus bervariasi dari kesadaran sederhana hingga iritasi berat. Pasien yang tidak mampu beradaptasi dengan suara asing yang mereka dengar kemungkinan menerima konsekuensi berat seperti insomnia, kelelahan, gangguan konsentrasi, mudah marah atau bahkan depresi [3, 4]. Oleh karena itu, diharapkan untuk menemukan cara pengobatan yang lebih baik untuk pasien dengan tinnitus jangka lama. Dalam penelitian ini kami meneliti apakah manfaat dari fisioterapi leher bagi pasien dengan gangguan fungsional servikal disertai tinitus terhadap tingkat keparahan tinitus dan kelemahan fisiologi. BAHAN dan METODE

Pada uji coba prospektif klinis ini kami meminta kepada 45 pasien dengan kasus tinitus baru atau tinitus kronik eksaserbasi akut yang mengeluhkan gangguan servikal (seperti kaku, nyeri, penurunan mobilitas) untuk bergabung. 34 pasien setuju dan menyelesaikan penelitian. Rincian riwayat kesehatan dikumpulkan dan setiap pasien menjalani pemeriksaan fisik regio kepala dan leher sebelum dilakukan MRI kepala yang ditujukan untuk menyingkirkan inflamasi atau penyebab neulogi (seperti vestibular schwanoma, multipel sklerosis dan lain-lain). Semua pasien selanjutnya ditinjau oleh spesialis Physical medicine and rehabilitation (PMR) yang meneliti gangguan fungsional servikal dan merekomendasikan terapi fisik yang memadai. Tambahan pemeriksaan dilakukan jika diperlukan (seperti hitung jenis sel, serologi). Pasien dengan penyebab tinitus yang jelas seperti peradangan atau vestibular schwanoma tidak diikutsertakan.

Semua pasien diminta untuk mengisi kuisioner sebelum dan sesudah terapi PMR guna mengevaluasi manfaat dari terapi PMR. Pertanyaan- pertanyaan kuisioner mengacu pada keparahan tinitus dan komorbiditas seperti insomnia atau nyeri kepala. Untuk analisis statistik digunakan Fishers exact test dengan p 0.05 sebagai kriteria signifikansi statistik.HASIL

Terdapat 34 pasien (45% perempuan, 55% laki-laki) berhasil menyelesaikan protokol. Usia pasien berkisar antara 17-77 tahun dengan usia tengah 57 tahun.Karakteristik tinitus subyektif . Durasi tinitus kurang dari 3 bulan sebesar 26%, antara 3-12 bulan sebesar 23% dan lebih dari 12 bulan sebesar 51% dari presentase keseluruhan pasien. 65% pasien mengeluhkan tentang binaural dan 35% mengeluhkan suara telinga monoaural. Tinitus diartikan permanen oleh 83% dari pasien. 10% mengalami fluktuasi dan 7% persepsi intermiten kebisingan. Evaluasi frekuensi mengungkapkan tinitus frekuensi rendah (1000 Hz) sebesar 76% dari keseluruhan pasien. Untuk sisanya, tidak memungkinkan untuk dilakukan evaluasi frekuensi.Gejala lain. Pada 67% dari keseluruhan pasien dihubungkan dengan hearing loss subjektif. Gejala lain yang mengiringi adalah pusing (19%) atau rasa adanya sumbatan (16%).

Faktor risiko. Beberapa pasien memiliki riwayat paparan bising (13%), trauma berat pada regio kepala dan leher (16%) atau otitis kronik (3%).

Hearing loss. Audiometri nada murni mengungkapkan bahwa 67% dari keseluruhan pasien mengalami tuli sensorineural. Hearing loss ringan kurang dari 30 dB diamati pada 35%, gangguan pendengaran moderat antara 31 dan 45 dB pada 16% dan gangguan pendengaran berat mulai 46 dB atau lebih sebesar 16% dari keseluruhan pasien. Gangguan servikal. Pemeriksaan PMR mengungkapkan beberapa derajat malposisi dari tulang servikal sebesar 77%, keterbatasan pergerakan tulang servikal sebesar 50%, gangguan fungsional tulang servikal (didefinisikan sebagai pembatasan dan peningkatan pergerakan tulang servikal yang disertai dengan nyeri) sebesar 33%, peningkatan tonus otot sebesar 67%, disfungsi temporomandibular sebesar 17% dan nyeri miofascial sindrom disebut sebagai pencetus pada 40% dari keseluruhan pasien. Psikiatris juga mengecek jika suara telinga dapat dipengaruhi atau dicetuskan oleh perubahan posisi kepala atau kontraksi otot guna menilai kemungkinan asal cervicogenik dari tinitus. Mereka menemukan bahwa tinitus dimanipulasi sebesar 23% dari semua pasien. Kami meminta psikiatris untuk memperkirakan kemungkinan bahwa gangguan fungsional servikal menyebabkan tinitus. Mereka percaya bahwa gangguan fungsional servikal sebagai kemungkinan penyebab pada 17% dan sebagai penyebab yang tidak mungkin pada 46% dari keseluruhan kasus. Efek terapi fisik pada tinitus dan kondisi umum pasien. Berdasarkan rekomendasi dari pasien psikiatri yang menjalani penyesuaian individual terapi PMR berisikan fisioterapi, pedoman terapi dan teknik relaksasi fisioterapi. Tabel 1. Garis besar dari terapi PMR pada beberapa komorbiditas fisiologis dari tinitus. Menariknya, 71% dari semua peserta melaporkan bahwa kenyaringan tinitus mereka dihubungkan dengan derajat tingkat kekakuan otot kepala dan leher. 68% pasien mengalami suatu perbaikan dari keduanya, kekakuan dan tinitus setelah terapi PMR. Selain itu, diperhatikan bahwa 29% menyatakan tidak terdapat hubungan antara kekakuan otot dengan suara telinga dalam hal apapun sebelum mereka menjalani terapi PMR tetapi 77% dari pasien melaporkan manfaat terapi PMR terhadap pengerasan dan bunyi telinga setelah itu.Sekitar 35% dari semua peserta mengalami kesembuhan subyektif jangka panjang ( 3 bulan dan lebih) dari tinitus dan komorbiditasnya setelah terapi PMR. Menariknya, tidak ada perbedaan penting antara pasien dengan tinitus akut ( 3 bulan atau kurang) dengan mereka yang mengalami tinitus kronis ( lebih dari 3 bulan). Jenis kelamin, bagaimanapun nampak sesuai dengan keberhasilan terapi sebesar 57% dari semua pasien perempuan pada studi ini melaporkan peningkatan jangka panjang sedangkan hanya 19% peserta laki-laki mengalaminya. Walaupun tidak signifikan secara statistik pada studi kami, terdapat suatu kecenderungan bahwa suara telinga dengan frekuensi rendah menunjukan respon yang lebih baik pada terapi PMR dibanding suara telinga dengan frekuensi tinggi.

Nilai prediksi diagnostik PMR mengenai manfaat dari terapi PMR. Sebelum terapi dimulai psikiatris kami diminta untuk memperkirakan hubungan antara tinitus dan potensi disfungsi cervical dan untuk memprediksi manfaat terapi PMR pada tinitus pasien. Untuk analisa, kami membagi peserta ke dalam dua kelompok: pasien dengan tanda objektif disfungsi cervical yang kemungkinan memperoleh manfaat dari PMR menurut psikiatris dan pasien tanpa tanda objektif disfungsi cervical yang menurut psikiatris tidak mungkin menerima manfaat dari PMR. Tidak ada perbedaan signifikan antara kedua kelompok dalam hal manfaat dari terapi PMR. Tabel 1. Efek terapi PMR terhadap komorbiditas psikologis tinitus yang berbedaKomorbiditasPasien yang terpengaruh(% dari seluruh pasien)Total kesembuhan setelah terapi PMR (% dari pasien yang terpengaruh)Kesembuhan parsial setelah terapi PMR (% dari pasien yang terpengaruh)

Penurunan kemampuan kerja682448

Ketakutan menderita tinitus seumur hidup841258

Gangguan tidur36279

Hiperakusis 651535

Ketidakmampuan mengabaikan tinitus841242

Mengurangi kenikmatan musik682535

PembahasanTinnitus, yang dipertimbangkan sebagai sebuah gejala dibandingkan diagnosa, mempengaruhi sejumlah besar orang. Di Jerman, 1.5 juta orang-orang yang menderita tinnitus, di United Kingdom 4.7 juta orang-orang melaporkan suara persisten yang mengganggu telinga; dan di US 50 juta orang-orang diperkirakan terpengaruhi oleh tinnitus [2, 5, 6]. Ada suatu variasi dari jenis suara telinga yang berbeda dengan tingkat keparahan berbeda, dan berbagai mekanisme patofisiologi telah diusulkan. Ketikadatang ke terapi yang memadai, namun hanya terdapat pilihan yang terbatas. Sebuah proporsi yang cukup besar dari pasien dengan tinitus persisten yang mencari bantuan profesional tidak menerima terapi keseluruhan [ 7]. Pohon gingko Biloba, steroids, vitamin kombinasi, lidocaine dan unsur lain belum terbukti manfaat jangka panjangnya [ 8, 9]. Alat bantu dengar dan tinnitus masker sering menjadi pilihan yang tak memuaskan dan penelitian sejauh ini gagal menunjukkan bukti kuat kemanjuran terapi pada manajemen tinitus [10]. Oleh karena itu berguna untuk mencari strategi alternatif untuk meringankan pasien dari suara telingayang mengganggu.Hanya sedikit penulis yang telah memusatkan pada hubungan penyebab antara disfungsi servikal dan tinnitus. Data sebelumnya, menyatakan bahwa penyakit cervical dapat menyebabkan suara telinga subyektif [11-]. Kemungkinan mekanisme patofisiologi adalah iritasi dari arteri vertebral atau ganglia cervical otonom oleh proses degeneratif vertebrae atau gangguan fungsional otot cervical. Neuhuber et al. menemukan suatu untaian neuronal antara segmen cervical C2/C3 dan nukleus koklea[ 12, 14]. Sebagai korelasi klinis, Bruegel Dan Schorn melaporkan bahwatinnitus dapat disebabkan oleh terapi cervical yang tidak hati-hati, contoh dalam konteks suatu pijatan [ 11]. Dalam studi psikiatris kami menemukan bahwa dalam 25% dari semua pasien suara telinga dapat dipengaruhi oleh pergerakan tertentu atau kontraksi otot kepala dan leher . Di masa lalu, kebanyakan penulis telah berpusat pada pemeriksaan fisik atau pemeriksaan imaging radiologi dari fungsi atau perubahan degeneratif cervical. Hanya sedikit percobaan klinis, telah mengevaluasi efek terapi PMR pada pasien tinitus.Dalam studi ini kami menganalisa pengaruh terapi PMR pada status umum kesehatan dan kualitas hidup yang keduanya berdasar pada persepsi tinnitus itu sendiri dan komorbiditas psikis terkait. Terapi PMR telah ditemukan untuk mengurangi gangguan tinitus atau menyembuhkan pasien dari gejala mereka pada 35% dari semua peserta. 55% dari pasien tidak mendapat manfaat bagi dari terapi PMR dan 2 pasien dilaporkan mengalami pemburukan. Dengan cara yang sama, Huelse& Hoelzl menemukan bahwa hampir sepertiga dari pasien tinitus mengalami remisi lengkap ( 10%) atau pengurangan gejala yang signifikan ( 20%) setelah terapi PMR [ 15]. Menariknya psikiatris kami tidak mampu memperkirakan apakah suatu pasien akan mendapat manfaat dari terapi PMR atau membuatnya lebih sulit bagi spesialis THT untuk memutuskan apakah terapi PMR adalah strategi yang tepat. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menemukan lebih banyak nilai pembacaan reaksi pasien mengenai gangguan cervical untuk memprediksi manfaat dari terapi PMR.Pada data kami pasien wanita memiliki tingkat kesembuhan lebih tinggi dibandingkan dengan pasien laki-laki yang keduanya menerima terapi PMR.

Identifikasi karakteristik pada pasien tinitus yang diperkirakan mendapat respon positif dari terapi tertentu adalah suatu tugas penting. Suatu pemilihan pasien tinitus yang lebih baik sesuai terapi PMR kemungkinan memberikan hasil lebih baik. Tinitus disebabkan oleh disfungsi cervical kebanyakan yang ditandai oleh frekwensi rendah dan secara khas terkait dengan tuli sensorineural pada rentang frekwensi yang rendah [ 11, 12, 13]. Pada studi kami, kami meneliti kecenderungan bahwa suara telinga frekuensi rendah menunjukkan respon yang lebih baik terhadap terapi PMR dibanding suara telinga dengan frekuensi suara tinggi. Jumlah pasien yang tidak cukup tinggi untuk menghasilkan data statistik yang signifikan dan kurangnya diskriminasi tinitus subpopulasi mungkin menyembunyikan efek pengobatan yang signifikan. Oleh karena itu kami bermaksud untuk memeriksa lebih lanjut aspek ini dalam sebuah studi klinis baru yang berfokus pada pasien dengan penyebab idiopatik, subyektif fan suara telinga frekuensi rendah dan hearing loss frekuensi rendah.Pada studi ini kami menemukan bahwa tidak ada perbedaan signifikan antara pasien yang menderita tinitus akut dengan mereka yang menderita tinitus kronik.

Tidak mungkin terapi tunggal akan efektif untuk semua pasien tinitus, terdapat variasi yang besar yang mendasari penyebabnya. Oleh karena itu wajar untuk mencari strategi pengobatan yang dapat membantu hanya beberapa kelompok yang mengalami tinitus. Terapi PMR mungkin menjadi pilihan setidaknya untuk sebagian besar subyek yang mengalami tinitus dan oleh karena itu harus ditawarkan kepada pasien. Terapi tinitus nampak menjadi strategi yang beralasan khususnya bagi pasien dengan tinitus yang dapat dipengaruhi oleh manipulasi muskuloskeletal leher. Untuk menguraikan diagnostik standar yang menunjukkan pasien sesuai untuk terapi PMR dan strategi standar pengobatan, bagaimanapun data yang lebih banyak perlu dikumpulkan. Pada kasus-kasus dimana terapi PMR tidak berhasil, strategi lain perlu dipertimbangkan. Khususnya terapi perilaku kognitif guna meningkatkan kebiasaan dan strategi merupakan suatu elemen penting dari terapi di banyak kasus. Terlepas dari strategi pengobatan yang dipilih, tampaknya penting untuk menentukan peningkatan subyektif dari suara telinga dan terkait morbiditas karena tidak terdapat hubungan terpercaya dari kesejahteraan pasien dan parameter objektif seperti level ambang pendengaran, pitch matches dan kurva tinitus [16]. Pada studi ini parameter subyektif digunakan untuk mengevaluasi hasil terapi. REFERENSI

1. Baguley DM. Mechanisms of tinnitus. Brit Med Bull 2002; 63:195-212.

2. Heller A. Classification and epidemiology of tinnitus. Otorhinolaryng Clin N Am 2003; 26:239-48.

3. Jastreboff PJ, Gray W, Gold S. Neurophysiological approach to tinnitus patients. Am J Otol 1996; 18:236-40.

4. Holmes S, Padgham ND. Ringing in the ears: Narrative Review of Tinnitus and its Impact. Biol Res Nurs 2011; 13 (1):97-108.

5. Pilgramm M Rychlik R, Lebisch H. Tinnitus in the a representative study. HNO Aktuell 1999; 7:261-65.

6. Scott B, Lindberg P. Psychological profile and somatic complaints between help-seeking and non-help-seeking tinnitus subjects. Psychsomatics 2000; 41:347-52.

7. Sindhusake D, Mitchell P, Newall P, Golding M, Rochtchina E, Rubin G. Prevalence and characteristics of tinnitus in older adults: the Blue Mountains Hearing Study. Int J Audiol 2003; 42:289-94.

8. Drew S, Davies E. Effectiveness of Gingko biloba in treating tinnitus: double blind, placebo controlled trial. BMJ 2001; 322:73-75.

9. Langguth B, Salvi R, Elgoyhen AB. Emerging pharmacotherapy of tinnitus. Expert Opin Emerg Drugs. 2009; 14:687-702.

10. Hobson J, Chisholm E, El Refaie A. Sound therapy (masking) in the management of tinnitus in adults. Cochrane Database Systematic Review 2010; 12:CD006371.

11. Brgel FJ, Schorn K. Zervikaler Tinnitus nach HWSBehandlung. Laryngo Rhino Otol. 1991; 70:321-25.

12. Biesinger E, Reinauer A, Mazurek B. The role of the cervical spine and the craniomandibular system in the pathogenisis of tinnitus. Somatosensory tinnitus. HNO 2008; 56:673-77.

13. Ernst E, Niedeggen A. Wiederherstellende Verfahren bei gestoerten Funktionen der HWS und des kraniozervikalen Ueberganges. Laryngorhinootologie 2005; 84:261-71.

14. Neuhuber WL, Zenker W, Bankoul S. Central projections of cervical primary afferents in the rat. Some general anatomical principals and their functional significance. The primary afferent neuron. Plenum Publishing Corporation, NY.

15. Huelse M & Hoelzl M. The efficiency of spinal manipulation in otorhinolaryngology. A retrospective long-term study. HNO 2004; 52:227-234.

16. Lenarz T. Diagnosis and therapy of tinnitus. Laryngo Rhino Otol 1998; 77:54-60.Pendahuluan: Tujuan dari studi klinik ini adalah untuk menentukan apakah fisioterapi (PMR: Physical medicine and rehabilitation) dapat menjadi modalitas yang efektif guna mengobati pasien dengan tinitus subyektif.

Bahan dan metode: Percobaan klinik prospektif menggunakan kuesioner sebelum dan sesudah terapi PMR. 34 pasien dengan tinitus akut atau tinitus kronik eksaserbasi akut yang mengeluhkan gangguan tulang servikal diikutsertakan. Pasien menjalani penyesuaian individual terapi PMR berdasarkan rekomendasi spesialis PMR. Pengukuran hasil utama berdasarkan penilaian dari peserta mengenai seberapa keras dan mengganggunya tinitus sebelum dan setelah terapi. Untuk analisis statistik digunakan Fishers Exact Test.

Hasil: Sekitar 35% dari semua peserta merasakan manfaat jangka panjang dari terapi PMR. Tingkat manfaat jangka panjang lebih tinggi pada peserta wanita.

Simpulan: Terapi PMR dapat secara signifikan mengurangi gangguan tinitus dan komorbiditas pada pasien dengan gangguan servikal.

Dikumpulkan : 30 Januari 2013 Diterima : 06 Februari 2013