Translate DA
-
Upload
ridho-oktiansah -
Category
Documents
-
view
13 -
download
2
description
Transcript of Translate DA
KESULITAN DALAM MENGENDALIKAN DERMATITIS ATOPIK
Abstrak
Kesulitan dalam mengendalikan dermatitis atopik (DA) menjadi sebuah tantangan
dalam pengobatan dan sering membutuhkan kombinasi pengobatan topikal dan
sistemik. Pengobatan dengan anti inflamasi pada kasus DA yang berat
kebanyakan diantaranya menggunakan glukokortikoid topikal dan calcineurin
antagonis topikal yang digunakan dalam pengobatan eksaserbasi dan yang terbaru
ini adalah pengobatan proaktif pada kasus yang dipilih. Kortikosteroid topikal
masih menjadi pengobatan utama, calcineurin inhibitor topikal seperti tacrolimus
dan pimecrolimus cocok untuk di beberapa lokasi. Pilihan untuk pengobatan
dengan anti inflamasi sistemik digunakan dalam kasus kambuh yang berat.
Adanya kolonisasi mikrobial dan suprainfkesi berkontribusi terhdap eksaserbasi
penyakit, sehingga penambahan antimikrobial/ atau pengobatan antiseptik
diperlukan. Antihistamin sistemik (H1) dapat mengurangi pruritus tetapi tidak
memiliki efek yang baik dalam mengurangi ekzema, terapi adjuvant diantaranya
adalah iradiasi UV khususnya dengan UVA1. Edukasi tentang ekzema juga
terbukti sangat membantu.
Pendahuluan
Dermatitis Atopik (DA, ekzema atopik, ekzema) merupakan penyakit
inflamasi, kronik, sering kambuh, dan sangat gatal pada kulit yang sering terjadi
pada keluarga dengan riwayat penyakit atopik (dermatitis atopik, asma bronkial
dan/atau alergi rhinokonjungtivitis). Kurang dari 10% dianggap sebagai kasus
berat karena intensitas dari penyakit dan pengobatan yang lama (SCORAD >40)
dan kambuh. Alasan untuk terjadinya DA yang berat bergantung masing-masing
faktor risiko individu (genetik, fungsi barier, alergi) dan kadang pada masalah
pengobatan seperti ketidakmengertian tentang cara pengobatan topikal.
Pengobatan dari eksaserbasi DA merupakan suatu tantangan, karena
membutuhkan pengendalian jangka pendek yang efektif untuk gejala yang akut,
tanpa mengganggu keseluruhan rencana pengobatan yang bertujuan untuk
stabilisasi jangka panjang, pencegahan kemerahan, dan menghindari efek samping
obat.
Eksaserbasi kadang tertutup oleh adanya faktor pemicu yang berhubungan,
sebagai contoh kontak alerhi, atau infeksi. Dalam sinopsis ini pada DA yang
mengalami kekambuhan tidak memasukkan prinsip umum pengobatan DA seperti
peratwan kulit dasar dan pengobatan dari alergi makanan, sebagai strategi utama
yang dipublikasikan di pedoman. Namun, aturan dasar dimasukkan kedalam
pengobatan semua kasus berat. Gambar 1 rangkuman pilihan pengobatan.
Kontak Alergi
Peran dari kontak alergi pada pasien DA sering dianggap remeh. Frekuensi
sensitisasi pada DA, berkisar dari 41% sampai 64% mengacu pada penelitian
terbaru, yang mendukung pentingnya pacth test sistemik pada pasien atopi,
dewasa dan anak-anak. Bahan yang paling banyak memberikan sensitifitas adalah
metal, parfum, bahan pengawet, Pengawet, pewarna, neomycin, dan lanolin,
namun kontak alergi pada glukokortikoid topical juga tidak jarang pada pasien
dermatitis atopi.
Sensitisasi melalui kontak dapat memperparah kondisi kulit pasien
dermatitis atopi dan mempengaruhi perjalanan penyakit. Selain itu, subyek
dermatitis atopi yang tersensitisasi dapat merespon allergen kontak pada
konsentrasi yang sangat rendah, karena kerusakan pada fungsi pelindung kulit dan
hiper-reaktivitas terhadap stimuli iritan yang meningkatkan reaksi kontak.
Penatalaksanaan anti-inflamasi topikal
Penatalaksanaan topikal
Penggunaan balutan yang basah yang terdilusi dengan kortikosteroid selama 14
hari (biasanya diberikan untuk 3 hari) merupakan penatalaksanaan intervensi
krisis yang aman untuk dermatitis atopi yang berat dan/ atau berulang dengan bio
aktivitas sistemik sementara dari kortikosteroid sebagai satu-satunya efek samping
berat yang dilaporkan. Secara tradisi, penetalaksanaan anti-inflamasi topikal
hanya diberikan pada lesi kulit saja dan dihentikan atau tapered down apabila lesi
yang terlihat telah hilang. Pendekatan tradisional reaktif ini beberapa tahun
terakhir ditantang oleh konsep penatalaksanaan proaktif yang didefinisikan
sebagai kombinasi penatalaksanaan anti-inflamasi dosis rendah, jangka panjang,
dan ditentukan sebelumnya pada wilayah kulit yang terkena sebelumnya dengan
penggunaan emolien pada seluruh tubuh, serta jadwal pertemuan yang telah
ditentukan untuk pemeriksaan kontrol klinis.
Kortikosteroid
Koretikosteroid topikal merupakan penatalaksanaan anti-inflamasi lini pertama,
yang diberikan pada lesi kulit inflamasi berdasarkan kebutuhan (pruritus, tingkat
rasa kantuk, dan kemerahan yang baru). Penatalaksanaan proaktif untuk
pencegahan kemerahan juga mungkin dengan kortikosteroid topikal.
Kortikosteroid topkal dikelompokkan berdasarkan potensinya, yang harus
diketahui oleh pembuat resep. Kortikosteroid poten dan sangat poten (kelompok
III dan IV) lebih cenderung menyebabkan penurunan fungsi adrenal dibandingkan
penatalaksanaan menggunakan kelompok I (potensi ringan) dan kelompok II
(potensi sedang), namun efek sistemiknya menurun lebih cepat oleh karena
restitusi lebih cepat dari pelindung kulit. Namun, pengurutan potensi steroid
topikal pada beberapa negara termasuk Amerika Serikat dilakukan secara terbalik
dari sistem Eropa, yaitu kelas I (superpoten) hingga kelas VII (potensi rendah).
Untuk dermatitis atopi berat, glukokortikoid kelompok II dan kelompok III
(sistem Eropa) direkomendasikan. Gatal merupakan gejala pokok bagi evaluasi
respon terhadap penatalaksanaan, dan tapering jangan dimulai sebelum gatal
hilang. Dose tapering harus secara bertahap untuk menghindari withdrawal
rebound. Strategi tapering terdiri dari penggunaan kortikosteroid potensi kurang
setiap hari, menyimpan kortikosteroid yang lebih poten sementara menurunkan
frekuensi pemberian (regimen intermiten).
Inhibitor calcineurin topikal
Kedua inhibitor kalsineurin topikal (IKT), salep tacrolimus *0,1% dan 0,03%)
dank rim pimecrolimus (1%), diberikan untuk penatalaksanaan topikal eczema.
Berbagai aspek dari obat-obat tersebut telah ditelaah secara seksama. Efektivitas
kedua obat in telah didemonstrasikan terhadap placebo pada uji klinik jangka
pendek. Selain itu, terapi proaktif dengan salep tacrolimus telah terbukti aman
dan efektif hingga satu tahun dalam menurunkan jumlah kemerahan dan
memperbaiki kualitas hidup pada pasien dewasa dan anak-anak. Potensi anti-
inflamasi dari salep tacrolimus 0,1% serupa dengan kortikosteroid dengan
aktivitas intermediate, sementara kortikosteroid secara nyata lebih efektif dari
krim pimecrolimus 1,0%.
Antihistamin
Antihistamin sistemik (anti H1) secara luas digunakan pada kemerahan akut dan
gatal, namun masih sedikit penelitian kontrol. Antihistamin mungkin membantu
dalam menurunkan pruritus dan memungkinkan tidur saat timbul kemerahan.
Pada penelitian ini, molekul sedative anti H1 seperti hydroxyzine
direkomendasikan oleh para klinisi karena membantu. Penelitian control
Antihistamine nonsedatif spesifik H1R tidak menunjukkan efek bermakna pada
ekzema.
Terapi anti-bakteri dan antimikotik
Sejumlah kelainan pada imunitas alami dan didapat mungkin dpat menjelaskan
kecepatan kolonisasi yang tinggi dari Staphylococcus aureus (90% pada ekzema
derajat sedang hingga berat). Terdapat bukti bahwa penurunan diversitas
mikrobiom berkaitan dengan peningkatan kolonisasi dengan S.aureus juga
peningkatan aktivitas penyakit. Eradikasi S.aureus dengan antibiotic tidak selalu
tepat pada strategi jangka panjang, khususnya yang berkaitan dengan peningkatan
prevalensi resistensi antibiotic. Antibiotic topikal yang umm tidak boleh
digunakan jangka panjang pada penatalaksanaan DA. Terdapat bukti bahwa
terdapat hubungan S.aureus-derived sperantigen dengan eksaserbasi penyakit,
yang mendukung penelitian awal bahwa densitas kolonisasi S.aureus pada DA
berkorelasi secara bermakna dengan keparahan penyakit, dan pasien dengan DA
berat dapat membaik (tapi tidak sembuh) dengan penatalaksanaan
antistaphylococcal. Secara umum, perbaikan ekzema dengan terapi anti-inflamasi
(contoh: TCS, TCI, UV) menurunkan kolonisasi S.aureus.
Infeksi sekunder lain, seperti jamur, dermatofita, dan infeksi
Streptococcus juga termasuk sebagai faktor penyakit pada DA. Eritema kulit
intens pada lipatan kulit anak-anak dengan kemerahan akibat DA mungkin
membutuhkan evaluasi untuk infeksi kulit akibat Streptococcal. Secara umum,
tanda-tanda infeksi sekunder harus ditatalaksana bila ada. Ketoconazole dan
cicloproxolamine diajukan untuk penatalaksanaan topikal dari DA “kepala dan
leher”, seringnya berhubungna dengan superinfeksi Malassezia sympodialis.
Fototerapi
Selain UVA 1, yang terbukti efektif dalam menangani kemerahan pada DA,
fototerapi tidak diindikasikan pada fase akut dari DA, namun tepat untuk
menatalaksana bentuk kronik, pruritus, likenifikasi. Namun, fototerapi tidak
boleh diberikan pada pasien dengan riwayat dermatosis yang parah akibat paparan
sinar matahari. Biasanya, fototerapi merupakan bagian dari perencenaan
keseluruhan tatalaksana selain daripada anti-inflamasi topial dan terapi
antimicrobial. Penatalaksanaan tahap dua digunakan khusus pada orang dewasa.
Fototerapi pada anak-anak berusia kurang dari 12 tahun tidak boleh dilakukan
pada situasi normal.
Sumber UV saat ini meliputi peralatan yang dapat mengeluarkan radiasi
spectra selektif
Broadband UV (UVA+UVB = 290-400 NM)
Narrow-band UVB (nbUVB = peak:311-313 nm)
UVA1 (340-400 nm)
nbUVB telah diindikasikan untuk bentuk kronik-moderat dari DA dan saat ini
lebih cenderung digunakan broadband UV karena eritemogenic lebih kurang,
sementara dosis tinggi UVA1 diberikan pada fase lebih berat.
Terapi Anti-inflamasi sistemik
Tidak responsive pada terapi topikal yang adekuat sangat jarang terjadi, dan
penatalaksanaan anti-inflamasi sistemik harus terbatas pada kasus berat karena
potensi terjadinya kegagalan terapi topikal atau kepatuhan pasien). Telaah terbaru
dari berbagai pilihan telah dipublikasikan. Kortikosteroid efektif secara cepat
untuk eksaserbasi akut parah, namun hanya untuk digunakan selama beberapa
minggu karena efek samping jangka panjang. Pada kasus kronik parah,
pertimbangkan memilai terapi sistemik anti-inflamasi lain sementara dilakukan
tapering kortikosteroid.
Kegunaan dari cyclosporine (3-5 mg/kg/hari) dan azathioprine (2,5
mg/kg/hari) dan telah banyak didokumentasikan pada uji klinik pada orang
dewasa dan anak-anak. Terapi cyclosporine A efekif cepat, namun memiliki
indeks terapeutik rendah dan membutuhkan follow-up fungsi renal ketat.
Cyclosporin A merupakan substansi yang diperbolehkan untuk terapi sistemik DA
pada banyak negara dan sering digunakan untuk terapi sistemik imunosupresif
pada DA.
Azathriopine memiliki awitan kerja yang lebih lambat dan tidak
ditoleransi dengan baik. Aktivitas TPMT (thiopurineme-thyltransferase) rendah
berktan dengan peningkatan myelotoksisitas dari azahriopine, namun pasien yang
berisiko dapat diidentifikasi melalui screening sebelum penatalaksanaan untuk
aktivitas TMTP.
Mycophenolate mofetil (2g/hari) nampaknya memberikan profil keamaan
yang bermakna dan kegunaannya pada DA parah didokumentasikan pada
penelitian prospektif dan retrospektif, namun masih harus diuji pada uji klinik
yang lebih besar.
Methotrexate digunakan oleh banyak klinisi sebagai tatalaksana alternatif.
Hanya beberapa penelitian yang mendokumentasikan efeknya dan lebih banyak
uji klinis acak diperlukan.
Agen biologis menyediakan alat terapi baru dalam penatalaksanaan dari
DA rekalsitran. Mereka secara spesifik menuju sel-sel inflamasi dan mediator,
berurutan, sehingga secara patogen dapat menghambat jalur yang relevan.
Beberapa laporan kasus dan penelitian pendahulu yang baru-baru ini dipublikasi,
meskipun penelitian placebo terkontrol, acak, representatif, yang mengevaluasi
efektivitas dan keamanan dari agen biologis pada DA belum ada. Pendekatan-
pendekatan yang menghasilkan penurunan aktivasi sel T menggunakan agen
seperti alefacept (protein fusi dari antigen fungsi limfosit (LFA)-3 (CD58) dan
immunoglobulin (Ig)G, rituximab antibody anti-CD20) dan efalizumab (antibody
anti-CD11a, tidak lagi tersedia) telah menunjukkan efektif pada pasien tertentu
dengan DA sedang hingga berat dan disebutkan di dalam panduan.
Program Edukasi dan Konseling
Pada decade terakhir, program edukasi untuk pasien dan orangtua terdapat pada
beberapa negara di Eropa, namun juga terdapat di Amerika Utara dan Selatan
(lihat www.opened-dermatology.com). Program interdisipliner terstandar yang
melibatkan dokter spesialis kulit, dokter spesialis anak, psikolog/ psikosomatik
konselor, dan konseling diet telah tebukti mendukung perbaikan gejala subjektif
dan objektif, dan mengoptimalisasi pengunaan obat-obatan pada psien, dan
menghasilkan kualitas hidup yang bermakna. Partisipasi pada salah satu program
tersebut sangat dianjurkan.
Daftar Pustaka
1. Ring J, Przybilla B, Ruzicka T (Eds): Handbook of atopic eczema. 2nd edition.Heidelberg: Springer; 2006.
2. Ring J, Alomar A, Bieber T, Deleuran M, Fink-Wagner A, Gelmetti C, Gieler G, Lipozencic J, Luger T, Oranje AP, Schäfer T, Schwennesen T, Seidenari S, Simon D, Ständer S, Stingl G, Szalai S, Szepietowski JC, Taïeb A, Werfel T, Wollenberg A, Darsow U: Guidelines for Treatment of Atopic Eczema (Atopic Dermatitis) Part I. J Eur Acad Dermatol Venereol 2012,26:1045–1060.
3. Manzini BM, Ferdani G, Simonetti V, Donini M, Seidenari S: Contact sensitization in children. Contact Dermatitis 1998, 15:12–17.
4. Mortz CG, Andersen KE: Allergic contact dermatitis in children and adolescents. Contact Dermatitis 1999, 41:121–130.
5. Devillers AC, Oranje AP: Efficacy and safety of 'wet-wrap' dressings as anintervention treatment in children with severe and/or refractory atopic dermatitis: a critical review of the literature. Br J Dermatol 2006,154:579–585.
6. Schnopp C, Holtmann C, Stock S, Remling R, Fölster-Holst R, Ring J, Abeck D: Topical steroids under wet-wrap dressings in atopic dermatitis-a vehicle-controlled trial. Dermatology 2002, 204:56–59.
7. Wollenberg A, Bieber T: Proactive therapy of atopic dermatitis -an emerging concept. Allergy 2009, 64:276–278.
8. Van der Meer JB, Glazenburg EJ, Mulder PG, Eggink HF, Coenraads PJ: The management of moderate to severe atopic dermatitis in adults with topical fluticasone propionate. The Netherlands Adult Atopic Dermatitis Study Group. Br J Dermatol 1999, 140:1114–1121.
9. Feiwel M, Munro D, James V: Effect of topically applied 0.1% betamethasone valerate ointment on the adrenal function of children. In Thirteenth congress of International Dermatology. Berlin: Springer;1968:202–204.
10. Walsh P, Aeling J, Huff L, Weston W: Hypothalamus-pituitary-adrenal axis suppression by superpotent topical steroids. J Am Acad Dermatol 1993,
29:501–503.11. Bornhövd E, Burgdorf WHC, Wollenberg A: Macrolactam immunomodulators
for topical treatment of inflammatory skin diseases. J Am Acad Dermatol 2001, 45:736–743.
12. Ruzicka T, Bieber T, Schöpf E, Rubins A, Dobozy A, Bos J, et al: A short-term trial of tacrolimus ointment for atopic dermatitis. N Engl J Med 1997,337:816–821.
13. Van Leent EJ, Graber M, Thurston M, Wagenaar A, Spuls PI, Bos JD: Effectiveness of the ascomycin macrolactam SDZ ASM 981 in the topical treatment of atopic dermatitis. Arch Dermatol 1998, 134:805–809.
14. Reitamo S, Wollenberg A, Schöpf E, Perrot JL, Marks R, Ruzicka T, et al: Safety and efficacy of 1 year of tacrolimus ointment monotherapy in adults with atopic dermatitis. Arch Dermatol 2000, 136:999–1006.
15. Meurer M, Fölster-Holst R, Wozel G, Weidinger G, Jünger M, Bräutigam M:Pimecrolimus cream in the long-term management of atopic dermatitis in adults: a six-month study. Dermatology 2002, 205:271–277.
16. Wollenberg A, Reitamo S, Girolomoni G, Lahfa M, Ruzicka T, Healy E, Giannetti A, Bieber T, Vyas J, Deleuran M: Proactive treatment of atopic dermatitis in adults with 0.1% tacrolimus ointment. Allergy 2008,63:742–750.
17. Thaci D, Reitamo S, Gonzalez Ensenat MA, Moss C, Boccaletti V, Cainelli T, Van Der Valk P, Buckova H, Sebastian M, Schuttelaar M, Ruzicka T: Proactive disease management with 0.03% tacrolimus ointment for children with atopic dermatitis: results of a randomized, multicentre, comparative study. Br J Dermatol 2008, 159:1348–1356.
18. Reitamo S, Rustin M, Ruzicka T, Cambazard F, Kalimo K, Friedmann P, et al:Efficacy and safety of tacrolimus ointment compared with hydrocortisone butyrate ointment in adult patients with atopic dermatitis. J Allergy Clin Immunol 2002, 109:547–555.
19. Luger T, Van Leent E, Graeber M, Hedgecock S, Thurston M, Kandra A, et al:SDZ ASM 981: an emerging safe and effective treatment for atopic dermatitis. Br J Dermatol 2001, 144:788–794.
20. Diepgen TL: Long-term treatment with cetirizine of infants with atopic dermatitis: a multi-country, double-blind, randomized, placebo- controlled trial (the ETAC trial) over 18 months. Pediatr Allergy Immunol2002, 13:278–286
21. De Benedetto A, Agnihothri R, McGirt LY, Bankova LG, Beck LA: Atopic dermatitis: a disease caused by innate immune defects. J Invest Dermatol 2009, 129:14–30–22.
22. Lübbe J: Secondary infections in patients with atopic dermatitis. Am J Clin Dermatol 2003, 4:641–654.
23. Shah M, Mohanraj M: High levels of fusidic acid resistant Staphylococcus aureus in dermatology patients. Br J Dermatol 2003, 148:1018–1020.
24. Niebuhr M, Mai U, Kapp A, Werfel T: Antibiotic treatment of cutaneous infections with Staphylococcus aureus in patients with atopic dermatitis: current antimicrobial resistances and susceptibilities. Exp Dermatol 2008, 17:953–957.
25. Bunikowski R, Mielke M, Skarabis H, Worm M, Anagnostopoulos I, Kolde G, et al: Evidence for a disease-promoting effect of staphylococcus aureus-derived exotoxins in atopic dermatitis. J Allergy Clin Immunol2000, 105:814–819.
26. Zollner T, Wichelhaus T, Hartung A, Von Mallinckrodt C, Wagner T, Brade V,et al: Colonization with superantigen-producing staphylococcus aureus is associated with increased severity of atopic dermatitis. Clin Exp Allergy2000, 30:994–1000.
27. Hauser C, Wuethrich B, Matter L: Staphylococcus aureus skin colonization in atopic dermatitis. Dermatologica Helvetica 1985, 170:35.
28. Breuer K, Haussler S, Kapp A, Werfel T: Staphylococcus aureus: colonizing features and influence of an antibacterial treatment in adults with atopic dermatitis. Br J Dermatol 2002, 147:55–61.
29. Lintu P, Savolainen J, Kortekangas-Savolainen O, Kalimo K: Systemic ketoconazole is an effective treatment of atopic dermatitis with IgE- mediated hypersensitivity to yeasts. Allergy 2001, 56:512–517.
30. Mayser P, Kupfer J, Nemetz D, Schäfer U, Nilles M, Hort W, Gieler U: Treatment of head and neck dermatitis with ciclopiroxolamine cream - results of a double-blind, placebo-controlled study. Skin Pharmacol Physiol 2006, 19:153–158.
31. Williams HC, Grindlay DJ: What's new in atopic eczema? An analysis of the clinical significance of systematic reviews on atopic eczema published in 2006 and 2007. Clin Exp Dermatol 2008, 33:685–688.
32. Akhavan A, Rudikoff D: Atopic dermatitis: systematic immunosuppressive therapy. Semin Cutan Med Surg 2008, 27:151–155.
33. Berth-Jones L, Finlay A, Zaki I, Tan B, Goodyear H, Lewis-Jones S, et al: Ciclosporin in severe childhood atopic dermatitis: a multicentre study. J Am Acad Dermatol 1996, 34:1016–1021.
34. Van Joost T, Heule F, Korstanje M, Van-den-Broek M, Stenveld H, Van-Vloten W: Ciclosporin in atopic dermatitis: a multicentre, placebo-controlled study. Br J Dermatol 1994, 130:634–640.
35. Murphy LA, Atherton D: A retrospective evaluation of azathioprine in severe childhood atopic eczema, using thiopurine methyltransferase levels to exclude patients at high risk of myelosuppression. Br J Dermatol 2002, 147:308–315.
36. Berth-Jones J, Takwale A, Tan E, Barclay G, Agarwal S, Ahmed I, et al: Azathioprine in severe adult atopic dermatitis: a double-blind, placebo- controlled, crossover trial. Br J Dermatol 2002, 147:324–330.
37. Grundmann-Kollmann M, Podda M, Ochsendorf F, Boehncke W-H, Kaufmann R, Zollner T: Mycophenolate mofetil is effective in the treatment of atopic dermatitis. Arch Dermatol 2001, 137:870–873.
38. Heller M, Shin HT, Orlow SJ, Schaffer JV: Mycophenolate mofetil for severe childhood atopic dermatitis: experience in 14 patients. Br J Dermatol 2007, 157:127–132.
39. Murray ML, Cohen JB: Mycophenolate mofetil therapy for moderate to severe atopic dermatitis. Clin Exp Dermatol 2007, 32:23–27.
40. Goujon C, Berard F, Dahel K, Guillot I, Hennino A, Nosbaum A, Saad N, Nicolas JF: Methotrexate for the treatment of adult atopic dermatitis. Eur J Dermatol
2006, 16:155–158.41. Simon D, Wittwer J, Kostylina G, Buettiker U, Simon HU, Yawalkar N: Alefacept
(lymphocyte function-associated molecule 3/IgG fusion protein) treatment for atopic eczema. J Allergy Clin Immunol 2008, 122:423–424.
42. Moul DK, Routhouska SB, Robinson MR, Korman NJ: Alefacept for moderate to severe atopic dermatitis: a pilot study in adults. J Am Acad Dermatol 2008, 58:984–989.
43. Simon D, Hösli S, Kostylina G, Yawalkar N, Simon HU: Anti-CD20 (rituximab) treatment improves atopic eczema. J Allergy Clin Immunol 2008, 121:122–128.
44. Darsow U, Wollenberg A, Simon D, Taïeb A, Werfel T, Oranje A, Gelmetti C, Svensson A, Deleuran M, Calza AM, Giusti F, Lübbe J, Seidenari S, Ring J for the European Task Force on Atopic Dermatitis / EADV Eczema Task Force: ETFAD / EADV Eczema Task Force 2009 position paper on diagnosis and treatment of atopic dermatitis. J Eur Acad Dermatol Venereol 2010,24:317–328.
45. Staab D, Diepgen TL, Fartasch M, Kupfer J, Lob-Corzilius T, Ring J, et al: Age related, structured educational programmes for the management of atopic dermatitis in children and adolescents: multicentre, randomised controlled trial. BMJ 2006, 332:933–938.
doi:10.1186/1939-4551-6-6Cite this article as: Darsow et al.: Difficult to control atopic dermatitis.World Allergy Organization Journal 2013 6:6.