Translate Indo

25
Pendahuluan : Peneliti melihat angka kejadian untuk membuktikan bahwa adanya depresi atau pengaruh somatic dari depresi, memeriksa adanya kemungkinan dari karakteristik keduanya, dan juga mencari pengaruh dari penemuan diagnosis dan penanganan depresi di Cina serta untuk berkontribusi bagi para Psikiater yang ada di Negara Barat. Metode : Jurnal ini meninjau dan menyajikan penelitian disertai dengan peninjauan literature yang berkaitan dengan adanya distress, depresi, neurasthenia dan somatisasi pada subjek penelitian. Hasil Penelitian : Interpretasi hasil penelitian mengalami banyak kerumitan oleh karena adanya kriteria heterogen dari subjek penelitian yang mempengaruhi pengumpulan data penelitian diantaranya, termasuk gambaran pemahaman penyakit yang bervariasi, proses pengambilan sample, dan jumlah penemuan kasus, adanya perbedaan dalam kemampuan untuk pertahanan diri masing-masing individu, ekspresi ideomatik dari tekanan emosi, dan adanya stigma dalam masyarakat menyangkut penyakit kejiwaan. Meskipun penelitian ini mengalami banyak kesulitan dalam menginterpretasikan data, data yang tersedia mampu memberi gambaran adanya penyangkalan atau ekspresi somatik dari depresi. Kesimpulan : Melalui hasil penelitian ini mendukung hipotesis bahwa masyarakat Cina memiliki kecenderungan untuk menyangkali mengalami depresi atau gejala somatic lainnya. Bagaimanapun juga, masyarakat Eropa mempengaruhi dalam kebudayaan

description

1

Transcript of Translate Indo

Pendahuluan : Peneliti melihat angka kejadian untuk membuktikan bahwa adanya depresi atau pengaruh somatic dari depresi, memeriksa adanya kemungkinan dari karakteristik keduanya, dan juga mencari pengaruh dari penemuan diagnosis dan penanganan depresi di Cina serta untuk berkontribusi bagi para Psikiater yang ada di Negara Barat.Metode : Jurnal ini meninjau dan menyajikan penelitian disertai dengan peninjauan literature yang berkaitan dengan adanya distress, depresi, neurasthenia dan somatisasi pada subjek penelitian.Hasil Penelitian : Interpretasi hasil penelitian mengalami banyak kerumitan oleh karena adanya kriteria heterogen dari subjek penelitian yang mempengaruhi pengumpulan data penelitian diantaranya, termasuk gambaran pemahaman penyakit yang bervariasi, proses pengambilan sample, dan jumlah penemuan kasus, adanya perbedaan dalam kemampuan untuk pertahanan diri masing-masing individu, ekspresi ideomatik dari tekanan emosi, dan adanya stigma dalam masyarakat menyangkut penyakit kejiwaan. Meskipun penelitian ini mengalami banyak kesulitan dalam menginterpretasikan data, data yang tersedia mampu memberi gambaran adanya penyangkalan atau ekspresi somatik dari depresi.Kesimpulan : Melalui hasil penelitian ini mendukung hipotesis bahwa masyarakat Cina memiliki kecenderungan untuk menyangkali mengalami depresi atau gejala somatic lainnya. Bagaimanapun juga, masyarakat Eropa mempengaruhi dalam kebudayaan masyarakat Cina dan pada kemampuan mendeteksi serta mengidentifikasi gejala depresi melalui ekspresi dari pasien sejak awal tahun 1980an. Analisis ini berubah dan semakin memberi banyak evolusi pada pemahaman dan kemampuan untuk mendiagnosis gejala depresi pada masyarakat Eropa.Sugesti yang mengatakan bahwa masyarakat Cina memiliki angka kejadian depresi yang lebih rendah pada kebanyakan interpretasi penelitian sebagai akibat dari penyangkalan penyakit atau adanya tedensi dari setiap orang dalam mengekpresikan gejala depresi dengan gejala somatic lainnya. Pengaruh dari kebudayaan memberi tantangan pada kurangnya pengetahuan definisi dan diagnosis dari penyakit Psikiatrik. Pengalaman penyakit, baik secara fisik maupun psikis, adalah merupakan suatu bangunan dengan berbagai faktor sosiokultural, yang memepengaruh ekpresi penyakit alami, gaya penyakit yang seragam, dan mekanisme pertahanan diri yang serupa.Pada tahun 1998 sekitar hampir 1,3 miliar penduduk Cina di dunia ini. Kebanyakan mereka tinggal di daratan Cina, akan tetapi sekitar 37 Juta penduduk Cina tersebar di seluruh dunia, termasuk Taiwan. China merupakan etnik terbesar yang ada di dunia ini, dan mewakili sekitar 22% dari populasi manusia yang ada di planet ini. Ada begitu banyak masalah menyangkut kejadian depresi pada etnik Cina, termasuk adanya asumsi bahwa populasi kelompok ini bersifat homogeny. Yang pertama, ada sekitar 55 kelompok etnik Cina di daratan Cina, dan diperkirakan ada sekitar ratusan etnik lainnya yang sama sekali belum terkelompokan. Lebih lagi ditemukan adanya heterogenitas diantara banyaknya kelompok etnis ini yang berdomisili di luar daratan Cina yang antara lainnya termasuk perbedaan faktor sosiokultural, termasuk diantaranya pemahaman maslaah politik dan ideologi sosial dan perbedaan kedudukan dari industry, urbanisasi, dan Migrasi etnis lainnya ke daerah Barat. Yang kedua, seperti juga pada kebudayaan lain, penduduk Cina tidak hanya berdiri sendiri. Masyarakat Cina juga telah mengalami banyak perubahan dalam sistem kebudayaannya yang dapat dilihat dalamnya termasuk penyebab adanya gangguan kejiwaan, dari pengaruh proses supernatural ataupun pengalaman budaya tahayul mereka terhadap dampak fisik dan pada akhirnya mengakibatkan masalah psikologis, akan tetapi hal ini sangat bervariasi tergntung pada komunitas masing-masing. Hal yang ketiga, maslah politik, ekonomi, dan perubahan social yang terlihat dari pemerintahan Mao Zedong, Deng Xiaoping, dan Jiang Zemin mempengaruhi prevalensi terjadinya depresi seperti halnya telah dilaporkan sebelumnya. Pada akhirnya, hubungan untuk interpretasi data banyak mengalami masalah. Jurnal ini berusaha meninjau bukti adanya angka kejadian yang lebih rendah mengenai depresi pada masyarakat Cina yang terlihat melalui penyangkalan penyakitnya atau adanya tedensi ekspresi pada penyakit depresi yang disertai gejala somatic. Melalui jumlah wawancara dengan beberapa Psikiater Cina untuk penelitian ini, kami memilih penelitian-penelitian yang meninjau apabila secara spesifik menunjukan adanya distress emosi, depresi, neurasthenia, atau gejala somatisasi dalam Subjek penelitain. Kami mamasukan penelitian langsung dan penelitian penunjang lainnya. Salah satu komunitas bahasa-Cina melaporkan bahwa telah dilakukan survei. Literatur berhubungan dengan penggunaan antara sosial data dan juga disertai dengan pelaporan melalui bidang medis.Penjelasan mengenai depresi di Cina, sebelumnya telah dicatat oleh seorang peneliti pada awal tahun 1980an, akan tetapi beberapa komunitas penelitian telah melakukan pemeriksaan terhadap topik ini, dan penemuan mereka sangat sulit untuk diinterpretasikan. Sebuah survei kejiwaan dari seorang ahli jiwa telah dilakukan di 12 aerah di Cina pada 1982 dan dilanjutkan lagi pada 7 daerah di tahun 1993. Penelitian ini melibatkan para Psikiatri dan Psikolog yang meneliti subjek penelitian yang berusia 15 tahun di daerah urban maupun daerah terpencil lainnya. Mereke menggunakan kuesionere dengna pertanyaan yang bervariasi dan menggunakan Tes China Manual of Mental disorder dan Kategori ICD. Dari 19,223 subjek penelitian pada tahun 1993, hanya 16 yang memiliki kriteria yang mengalami gangguan. Prevalensi dari angka ini sekitar 0.08% dengan nilai kepercayaan 0.05%, akan tetapi kedua nilai prevalensi di temukan lebih meningkat dibandingkan dengna survey sebelumnya pada tahun 1982. Pada data tahun 1993 mennjukan bahwa, angka kejadian depresi pada tahun 1993 berada pada nilai ratusan kali lebih rendah dibandingkan pada Amerika Serikat.Sebuah penelitian lainnya mengenai penyakit yang menyebabkan kematian, dianalisis dengan data yang berbeda pada tahun 1990, ditemukan mayor unipolar depresi memberi kontribusi kedua terbesar berkaitan dengan beberapa penyakit di dataran Cina, totalnya berkisar antara 6.2% dari total penyakit yang bisa menyebabkan kematian. Penelitian ini memperkirakan prevalensi 0.4% untuk gangguan bipolar dan 1.4 untuk mayor unipolar depresi. Penelitian ini juga memperkirakan 2.3% insidensi depresi terjadi, dimana 2.5% insidnsi untuk episode manik dan 10.3% untuk mayor depresi di Amerika Serikat setiap tahunnya. Bagaimanapun juga, metode yang digunakan untuk menganalisis penelitian itu memeberi informasi ketika tidak ada data yang tersedia untuk suatu daerah. Untuk Negara Cina, perkiraan ini menjadi indikasi yang terbaik.Beberapa kelompok penelitian Taiwan telah mengidentifikasi secara umum angka kejadian depresi yang rendah pada beberapa daerah. Contohnya, suatu survei data epidemiology yang melaporkan sebanyak 0.3% kasus bipolar di Taiwan, dimana 0.4% sampai 1.5% ditemukan pada 10 negara lain. Sama halnya, prevalensi dari depresi mayor adalah 1.5%, dimana 2.9 % sampai19.0% di tempat lainnya. Penulis telah menginterpretasikan prevalensi untuk Taiwan sebagai nilai yang tidak realistic, karena Taiwan merupakan Negara Industri dan telah maju dalam beberapa hal. Penulis berpendapat bahwa, stigma sosial dan keenganan budaya yang telah menyokong terjadinya gangguan mental ini. Survey dari Taiwan yang telah di kumpulkan sejak tahun 1982 sampai tahun 1986 oleh National Institute of Mental Health Diagnostic Interview Schedule, yang juga digunakan pada penelitian Epidemiologic Catchment Area (ECA) di Amerika Serikat. Metode ini sangat berpotensial untuk digunakan dalam penelitian epidemiology dan beberapa daerah yang berbeda-beda di Cina. Penelitian ini juga mewakili sample pada orang dewasa lainnya di daerah metropolitan, dimana ditemukannya 0.16%, 0.07% dan 0.1% untuk angka kejadian mania, dan 0.9% pada penelitian dengan ECA : 0.88%, 1.68% dan 0.97% untuk major depresi, 5.2% pada penelitian ECA; dan 0.92%, 1.51% dan 0.94% untuk dysthymia dimana 3.0 pada penilitian ECA. Hasil-hasil dari Taiwan dapat diinterpretasikan sebagai angka untuk menjadi patokan.

Gejala Klinik Depresi.Beberapa penelitian pada tahun 1980 mediagnosis gejala depresi yang jarang terjadi di dataran Cina dibandingkan dengan kejadian pada Negara-negara Eropa lainnya. Sebagai contoh, WHO menggeluarkan kriteria untuk depresi berdasarkan ICD-10 kriteria dalam kesehatan umum pada 15 negara yang ditemukan di Cina memiliki angka kejadian rata-rata berkisar 4.0%. XU melaporkan bahwa gangguan afektif yang di diagnosis pada Shanghai Mental Health Centre adalah sekitar 1.2% dari total masalah kejiwaan yang diambil sekitar tahun 1950an sampai pertengahan tahun 1980an. Kleinman juga melaporkan bahwa hanya sekitar 1% dari semua orang yang datang untuk berobat jalan di Klinik Hunan selama 1 minggu yang didiagnosis mengalami depresi, akan tetapi 30% lainnya mengalami neurasthenic. Lin juga meninjau statistic Negara Cina dan melaporkan bahwa kurang dari 3% pasien yang berobat jalan dan 1% pasien yang dirawat didiagnosis sebagai depresi. Perbedaan dalam kebiasaan mencari perawatan kemungkinan memiliki pengaruh terhadap prevalensi kejadian ini. Sebagai contoh, kebanyakan orang Cina yang tinggal di Taiwan memiliki kebiasaan untuk mencari orang pintar yang mengerti tentang pengobatan traditional untuk mengobati penyakit mereka sedangkan untuk orang Eropa lainnya, cenderung akan mencari praktisi kesehatan yang mengerti tentang penyakit mereka. Sejak gangguan emosi tidak lagi secara khas menunjukan gejala klinis suatu penyakit pada kebanyakan pasien di Cina, individu yang mengalami depresi kemungkinan tidak akan pergi ke para psikiater untuk mencari pertolongan. Hal ini sangat mempengaruhi prevalensi dari gambaran depresi pada masyarakat. Jika gambaran gejala klinik yang diperlihatkan adalah benar-benar merupakan gejala depresi yang terjadi pada pasien yang bukan orang Barat, interpretasi penyakit kemungkinan akan mempengaruhi pandangan epidemiology dari penyakit ini.Istilah neurasthenia telah dipopulerkan oleh seorang ahli Neorology (Beard). Istilah ini diambil dari bahasa Yunani yang berarti berkurangnya kekuatan saraf dan juga dapat diartikan sebgai kelelahan dari sistem saraf gejala kliniknya dapat berupa kelemahan dan kelelahan disertai dengan beberapa gejara psikology dan fisik seperti keluhan rasa nyeri, pusing, gangguan saluran pencernaan dan iritabilitas yang meningkat. Konsep mengenai neurasthenia diperkenalkan di Cina pada awal tahun 1900an dan lebih banyak dikenal di Cina sebagai neurological weakness digambarkan dalam istilah mandarin sebagai shenjing shuairuo. Kedua kata ini diterjemahkan sebagai kelemahan dari jaringan untuk membawa energy vital, ke seluruh badan. Istilah shenjing shuairuo telah berkembang dan banyak digunakan oleh para ahli kejiwaan, yang melihat gejala yang ditimbulkan merupakan suatu interaksi antara perubahan sistem saraf dan stress lingkungan yang dialami oleh seorang individu. Pada tahun 1980an sebanyak 80% pasien jiwa yang berobat jalan didiagnosis sebagai primarily neurasthenic, dan sampai 1,5 dari keseluruhan pasien kejiwaan yang berobat jalan di Cina mendapat pengobatan dengan diagnosis neurasthenia. Yan, mencatat bahwa pasien-pasien yang hadir di klinik dengan gambaran klinik insomnis, pusing, sakit kepala, penurunan konsentrasi, dan yang memiliki keluhan yang berhubungan dengan itu pada umumya akan didiagnosis sebagai neurasthenia. Ceng menjelaskan bahwa ini sangat jelas merupakan pasien gangguan jiwa dalam perkebangan social yang kurang tanpa pengetahuan atau gangguan mental yang sering mengartikan dan melaporkan masalah kesehatan yang mereka alami hanya merupakan gangguan somatik. Ini adalah sebuah pertanyaan untuk kebiasaan sakit. dibandingkan dengan istilah gangguan somatisasi, shenjing shuairuois lebih banyak dikenal, yang keduanya memiliki gejala somatic (contohnya insomnia, fatigue, dan pusing), gangguan kognitif (kemiskinan memory, dan kelemahan berpikir), dan juga menyangkut masalah gangguan emosi lainnya contonya (kecemasan, dan mudah marah), dan juga dapat disertai dengan beberapa gejala adanya depresi yang menyertainya.Konsep neurasthenia sebagai suatu gangguan pada sistem saraf dikenal dengan epistemology Cina tradisional sebagai penyakit yang disebabkan oleh adanya disharmonis dari keseimbangan organ vital. Konsep mengenai keseimbangan dan penyimpanan, pada sebagian keseimbangan antara kutub positif dan negative (yin dan Yang) dan menyangkut ke-lima elemen (kayu, api, tanah, besi, dan air) mempengaruhi interpretasi orang Cina terhadap kesehatan fisik dan mental dan juga perasaan sakit mereka. Gangguan yang diperlihatkan oleh hasil ketidakseimbangan antara yin dan yang yang mungkin disebabkan oleh adanya pencetus yang berasal dari luar tubuh seperti conohnya, atau perasaan dingin atau adanya gas yang dapat menggangu fungsi normal dari cairan pada organ vital dan sistem organ dalam, termasuk sistem pembuluh darah. Neurasthenia adalah suatu diagnosis yang secara konsepnya terpisah dengan masalah kejiwaan dan juga dengan fisiknya, yang telah dirasakan oleh pasien dan keluarganya. Lee mengambarkan shenjing shuairuoas dengan pengistilahan tradisi berdasarkan kepada kondisi kebudayaan, dimana menurut Klinman, sebagimana para Psikiater, dan para ahli kejiwaan lainnya menyebutnya sebagai depresi. Lee juga menunjukan kelemahan dari kata depresi pada orang Cina. Depresi dapat diartikan sebagai yi ( repress atau restrain), yu (gloomy atau depressed) atau zeng (disorder), dimana seluruh kata ini tidak terlalu dapat diterima untuk menggantikan kata shenjing shuairuo. Zhang menyarankan istilah shenjing shuairuo dapat diterima dengan kata unhappy.Sejak terjadinya revolusi budaya (1966-1976), depresidan bentuk lain dari gangguan mental kemudian diteliti oleh Maoists. Ilmu tentang psikology kemudian berkembang mulai tahun 1949 sampai 1980 karena adanya pengaruh dari perubahan pola pemikiran politis saat itu. Mao Zedong mengumumkan 90 persen dari ilmu psikologi merupakan hal yang tidak berguna dimana 10 persennya telah mengalami perubahan dan dipalsukan dari sebenenarnya. Beberapa pandang negatif yang berhubungan dengan stigma masyarakat mengenai kelainan kejiwaan pada suatu masyarakat dimana masyarakat telah mengalami perasaan rendah diri, dan juga bebebapa masyarakat lainnya menunjukan perasaan takut dan gelisah saat mengalami kekerasan politik yang bersifat atagonis. Seperti halnya menurut catatan Lee, shenjing shuairuo berfungsi untuk melindungi kehidupan social masyarakat dari faktor stress psikologis, dan untuk menghindari dari pandangan stigma social mengenai pengaduan sistem politik. Pada tahun 1982 Kleinman melaporkan hasil penelitiannya bahwa 87% pasien neurasthenic di Hunan dapat diklasifikasikan sesuai dengan DSM-III sebagai Depresi berat. Laporan Kleinman ini kemudian dijadikan menurut Lee sebagai ahli kesehatan fisik dan mental mengatakan bahwa gejala depresi dapat berespon terhadap obat antidepresan, yang juga sebagian besar telah dikelompokan dalam golongan obat anti-muskarinik. Berikutnya dilaporkan juga bahwa shenjing shuairuo juga sebenarya dapat dikelompokan dalam gangguan kejiwaan menurut DSM-III sebagai depresi atau masalah gangguan kejiwaan lainnya. Lee juga pada pertengahan tahun 1980an melakukan penelitian untuk bagian kedokteran kejiwaan, menyimpulkan untuk meninggalkan istilah neurasthenia yang lebih tepatnya menggunakan istilah depresi. Meskipun demikian, pada tahun 1990an, neurasthenia ternyata masih banyak digunakan sebagai diagnosis di Cina dengan kriteria ICD-10. Ini mengidikasikan bahwa pasien akan terus menerus didiagnosis sebagai neurasthenia apabila kriteria diagnosis untuk neurasthenia ini masih terus menerus dipergunakan. Tentu saja, hal ini secra otomatis akan membedakan klasifikasi antara depresi dan neurasthenia. Hasil interpretasi yang ditemukan pada pasien dengan depresi di Cina seharusnya sudah disadari sejak awal tahun 1980an, saat mulai pertama kali gejala ini dikenal. Kita juga berharap bahwa data epidemiologis tentang depresi di Cina seperti halnya pada populasi lainnya akan memiliki banyak variasi seiring dengan perkembangannya sistem diagnostic dari daerah tersebut. Secara garis besar, publikasi untuk diagnosis akanmempengaruhi pada pelaporan angka kejadian depresi di masyarakat Cina ini. Contohnya, beberapa ahli kejiwaan Cina akan mendiagnosis pasiennya dengan skizofrenia dengan ditemukannya beberapa pasien yang mengalami gangguan afektif juga dalamnya digolongkan sebagai pasien skizofrenia. Kegagalan untuk mengelompokan pasien depresi akan mengakibatkan pengaruh yang sangat besar dalam menginterpretasi penyakit ini. Contohnya, Lee pada tahun 1970an melaporkan bahwa di Negara Cina sangat jarang kita menemukan pasien dengan diagnosis neurosis depresi. Dalam suatu penelitian juga yang menyajikan DSM-III dengan diagnosis yang dibuat oleh para psikiater Cina mereka menggunakan kriteria 116 pasien di Sanghai, satu setengah dari mereka yang didiagnosis DSM-III dengan gangguan afektif menerima diagnosis yang berbeda, termasuk skizofrenia. Ansietas dan neurasthenia sangat banyak didiagnosis saat ditemukan gejala depresi dengan beberapa keluhan somatic lainnya. Study lainnya juga dilakukan untuk membandingkan tiga tempat berbeda, antara Sanghai dan Nagasaki dan Soul untuk membandingkan presentase pasien yang memiliki gangguan afektif. Gangguan afektif dengan psikosis ditemukan 64% pada pasien di Nagasaki tapi hanya 23% ditemukan di Sanghai. Bond memberi penekanan bahwa antara gejala klinik ansietas atau depresi sangat berbeda dengan neurasthenia yang lebih sering di temukan pada orang Cina. Pada seluruh negara-negara di asia, jumlah psikiater biasanya sangat sedikit, oleh sebab itu sangat terbatas bagi seorang psikiater untuk bisa memeriksa pasiennya dengan baik. Hal inilah yang menyebabkan sering terjadinya tumpang tindih dan adanya penyakit yang menunjukan gejala klinik yang mirip satu sama lainnya keadaan inilah yang mengakibatkan sering adanya kesulitan dalam hal mendiagnosis penyakit secara lebih spesifik. Saling berbagi dalam ilmu dan sistem klasifikasi penyakit memungkinkan untuk dapat mencegah variasi sistem diagnosis antara sistem Eropa dan Cina. Bagaimanapun juga, Lee mencatat bahwa nomenklatur Eropa mengenai pasien dengan gangguan afektif memberikan kerumitan tersendiri bagi para klinisi Cina dan bahwa terjemahan bahasanya seringkali sulit untuk dimengerti. Contohnya, major depression diterjemahkan sebagai zhong xing yi yu zheng (severe depression). Suatu hasil perkembangan post-modern era ilmiah, adalah mengenai perkembangan ilmu kejiwaan di Negara Cina. Publikasi pertama menyangkut ilmu kejiwaan Cina, dilaporkan sekitar tahun 1979 mengenai skema klasifikasi ilmu kejiwaan yang disebut sebagai Chinese Classification of Mental Disorder (CCMD-1), telah disusun mulai tahun 1981 dan kemudian mengalami revisi pada tahun 1984 menadi (CCMD-2-R). CCMD-2-R ini dibuat berdasarkan klasifikasi ethnomedikal yang meninjau simptoms dan etiologi sehingga membantu pengklasifikasian secara international dimana yang masih disesuaikan dengan perkembangan karakteristik kultur setempat. Klasifikasi berdasarkan CCMD-2-R untuk depresi termasuk diantaranya, gejala yang dialami minimal 2 minggu atau lebih. Symptom lainnya juga diterjemahkan sebagai core characteristic yang mungkin untuk istilah Bahasa Inggrisnya lebih dikenal sebagai low spirit lebih pantas untuk digunakan. Kriteria lainnya juga termasuk kehilangan fungsi social dan juga mengalami distress atau gejala negative lainya, dan juga diikuti dengan adanya empat dari Sembilan kriteria lain dari depresi, termasuk diantaranya : penurunan minat, anhedonia, anergia, dan fatigue tanpa penyebab yang diketahui, retrardasi psikomotor atau ditemukan adanya agitasi, rasa bersalah atau minder, sulit berkonsentrasi, berpikiran untuk mati atau mencoba untuk bunuh diri, insomnia ato hypersomnia, kurang nafsu makan atau penurunan berat badan, penurunan libido. Seperti halnya dengan ICD-10 dan DSM-IV yang juga menyajikan gejala klinis yang mirip. Karena kriteria ini relative dapat diterima, diharapkan akan memberi implikasi dalam mendiagnosis dan mendata pasien yang mengalami depresi untuk membantu pendataan pasien depresi di Cina.Secara umum, jumlah rumah sakit jiwa di Cina secara keseluruhan lebih sedikit bila dibandingkan dengan etnik lain disekitarnya di Asia. Menurut salah satu penelitian dengan 1.747 masyarakat Cina yang tinggal di Los Angeles, National Institute of Mental Health Diagnostic Interview Schedule yang menggunakan DSM-III-R, penelitian ini menjelaskan sekitar 6.9% menunjukan gejala major depresi dan 5.2% menunjukan gejala dysthymia. Kondisi ini untuk major depresi lebih rendah jika dibandingkan dengan presentasi rerata masyarakat U.S umumnya 17.1%, menurut National Comorbidity Survey.Penanda potensial mengenai akulturasi, seperti bahasa yang digunakan di Amerika Serikat, sama sekali tidak mempengaruhi angka kejadian depresi. Seperti sudah dijelaskan sebelumnya berdasarkan salah satu penelitian yang membuktikan bahwa presentasi depresi pada masyarakat Cina yang tinggal di Negara Barat kemungkinannya lebih sedikit dibandingkan dengan masyarakat Cina yang tinggal di daerah lokal. Bagaimanapun juga, budaya suatu daerah kemungkinan akan menyebabkan kesulitan dalam pengumpulan data epidemiologikalnya. Xu berpendapat bahwa sosiokultural masyarakat Cina memberikan beberapa perlindungan untuk melawan angka kejadian depresi. Hal ini mungkin juga termasuk dalamnya menyangkut budaya jangka-panjang yang sangat erat dalam kehidupan, tolerasi untuk faktor stressor yang tinggi, dukungan keluarga dan kesadaran menyangkut interdependensi prilaku manusia, dan menyangkut kemampuan untuk mengontrol emosi mungkin memberikan faktor konstribusi untuk menekan faktor stress ini.Hal tersebut telah dibuktikan bahwa masyarakat Cina memiliki toleransi depresi yang cukup baik, karena faktor sosial dalam berelasi satu sama lain bahkan untuk saling menerima. Konsep tradisi budaya dengan elemen perlindungan kemungkinan dapat menolong masyarakat Cina untuk mampu meredakan faktor stress sebelum terjadi depresi. Sebagai konsep tambahan konsep yuan (predeterminan affinity), fengshui (kepercayaan tradisi yang dipengaruhi oleh hal-hal sekelilingnya dan yang mempengaruhi fisiknya), dan ren (toleransi, termasuk dalamnya kesabaran dan bersikap baik) adalah mekanisme yang memiliki nilai baik untuk pertahanan terhadap depresi.Somatisasi adalah suatu presentasi gejala klinik, yang dalam bahasa Mandarin tidak dikenal istilah ini, bahkan dalam kosa kata Mandarin juga tidak ada kata yang tepat untuk mengambarkan kata ini. Tentu saja ada pengaruh dari kebudayaan dalam mengekpresikan emosi dalam komunikasi, dengan keluhan fisik lainnya yang bisa diterima oleh orang lain dalam fungsi sosial. Dalam suatu kebudayaan dimana budaya tersebut menunjukan banyak aturan, hal ini akan lebih dapat diterima untuk mencari pertolongan secara fisik dari pada masalah psikis. Dalam budaya Mandarin, pesan emosi seringkali tidak disampaikan dengan kata-kata lebih banyak melalui bentuk perubahan yang sering dikaitkan dengan masalah fisiknya. Simbol-simbol, gesture, dan perubahan suatu bahasa emosional serta istilah somatic lainnya memiliki arti dalam masalah afektif. Contohnya dengan istilah sakithati yang diartikan sebagai sedih. Kwong dan Wong, mengkonfirmasikan bahwa banyak bahasa ekspresi verbal dari perasaan dalam bahasa Mandarin yang tidak dipisahkan antara keluhan fisik dan keluhan psikis. Zeng dkk., melakukan penelitian terhadap subjek penelitian yang mengalami keluhan depresi dengan subjek perbandingan untuk meneliti ekspresi verbal menyangkut emosional dan istilah keluhan fisik pada Negara Eropa dan akhirnya menemukan bahwa istilah yang biasanya dipakai untuk menjelaskan kata depresi biasanya menyangkut masalah yang bersifat somatik.

SomatisasiIstilah somatisasi memiliki beberapa arti, dan biasanya dipergunakan secara rancu satu sama lain. Dalam ilmu sosiologi kedokteran dan antropologi, menggambarkan adanya gejala penyakit dan ekspresi distress emosi yang mana disertai dengan gajala somatik. Kleinman berpendapat bahwa neurasthenia adalah tipe somatisasi yang dirumuskan berdasarkan pengertian kebudayaan, yang bertentangan dengan somatisasi. Gejala somatikdapat juga digunakan untuk mengekspresikan kata ketidaknyamanan yang mungkin dalam kehidupan sosial tidak sepenuhnya dapat diterima. Pada dasarnya pengertian dari istilah somatisasi adalah, pasien memiliki kesadaran mengenai gejala psikologinya (bisa diserti oleh gejala gangguan fisik lainnya) tapi hanya memilih untuk menyadari gangguan somatic atau mengeluhkan masalah somatik padahal masalah utamanya adalah menyangkut masalah psikologis. Lagipula, masalah ini biasanya sangat bervariasi tergantung dengan kebudayaan daerah setempat, dan prilaku masyarakat dalam mencari pengobatan penyakit mereka, atau ekspresi klinik dari gangguan psikologi. Oleh sebab itu, definisi dari somatisasi biasanya terbagi dari konsep budaya tradisional dimana individu yang mengalami gejala somatisasi biasanya tidak memiliki kesadaran menyadari maslah psikogenik yang menyebabkan adanya gangguan fisiknya.Penelitian yang telah dibahas sebelumnya, menjelaskan bahwa masyarakat Cina banyak yang mengeluh mengenai gejala somatik dan justru biasanya menghindari datang ke para Psikiater, meskipun kekurangannya antara dunia medis dan dukungan pelayanan sosian seperti halnya faktor politik justru sebenarnya banyak memberi kontribusi untuk masalah ini. Penelitian di Eropa sering kali menolak kenyataan bahwa sebelum tahun 1980an presentase tertinggi mengenai penyakit di Cina antara lain termasuk anemia, hepatitis, ineksi cacing, dan masalah kecacatan fisik yang secara umum menjadi faktor pencetus malasah gangguan fisik dan fatigue. Seperti halnya yang telah dilaporkan mengenai somatisasi yang terjadi pada masyarakat Cina, hal ini terjadi berdasarkan perbedaan antara faktor psikologis dan faktor fisik yang saling mempengaruhi satu sama lainnya.Banyak penelitian telah menunjukan mengenai masalah depresi diantara masyarakat Cina yang telah melaporkan beberapa dengan gejala somatik. Contohnya, Chang telah mengidentifikasi perbedaan gejala pada pasien depresi menurut Zung Self-Rating Depression Scale yang membagi antara siswa kulit putih dan orang kulit hitam di Amerika dan juga membandingkan dengan Siswa Mandarin. Subjek penelitian dengan orang kulit hitam menunjukan adanya keluhan somatik dan afektif, siswa kulit putih menunjukan adanya gangguan masalah kognitif dan penilaian, Siswa mandarin banyak mengalami keluhan dengan gejala somatik. Tsoi meneliti 120 pasien Cina yang sebelumnya telah didiagnosis mengalami gangguan kecemasan dan atau depresi neurosis pada pasien rawat jalan di salah satu klinik di Singapura. Kebanyakan pasien merespon dengan mengalami gejala perasaan yang tidak menyenangkan di seluruh tubuhnya, dimana juga kebanyakan pasien lainnya mengeluh rasa nyeri, insomnia, cemas, depsresi dan juga mengalami gangguan auotonom lainnya.Penelitian oleh Chan, menunjukan bahwa subjek penelitian yang menunjukan adanya ekspresi yang ditunjukan tidak secara langsung, hal ini mungkin terjadi akibat refleksi dari sebuah emosi yang tertahan dalam diri seseorang atau, karena individu tersebut mengalami perasaan yang tidak megembirakan atau lainnya. Penelitian mengenai neurotik dan depresi untuk masyarakat Cina juga telah ditemukan adanya gejala penyerta lainnya, seperti insomnia, sakit kepala, tapi biasanya menyertai masalah emosi dan masalah kondisi sosialnya.

Lin memberi tanggapan mengenai persentasi berlebihan tentang masalah gangguan depresi dengan gejala somatic ini kemungkinan tidak terlalu dapat diukur secara adekuat. Untuk mengelompokan sesuai kriteria yang cocok, Lin membagi Chinese Depressive Symptom Scale ini ke dalam dasar dari penelitian ini bersama kelompok komunitas dengan para residen di Tianjin. Hal ini telah membuat para klinisi Cina mampu mengelompokan gangguan ini sesuai dengan gejalanya masing-masing secara lebih baik. Lin menyimpulkan dengan pertanyaan mengenai gejala-gejala yang sesuai dengan gejala somatik, tetapi masih dihubungkan dengan penyebabnya karena gangguan psikologis. Tradisi Cina biasanya mempengaruhi gejala dari depresi, dimana masyarakatnya biasa menghindari stigma yang sangat berpengaruh bagi kehidupan mereka secara pribadi apabila mereka mengalami gangguan kejiwaan.

Stigma Masyarakat Mengenai Gangguan Kejiwaan.Seperti halnya di kebanyakn Negara lain juga, gangguan kejiwaan biasanya mendapat stigma yang kurang baik bagi masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari adanya kelemahan karakter dari pengidap masalah kejiwaan dan perasaan malu dari keluarga yang bersangkutan. Anggota keluarga lain biasanya bahkan menyangkali anggota keluarga yang menggidap gangguan kejiwaan ini, karena merasa takut seandainya masalah ini kemudian diketahui oleh tetangganya. Hegemony, Diagnostic Fashion, and Nosological Relativism Healy telah memperkenalkan tentang penggunaan antidepresan sejak tahun 1950an. Sejak saat itu, depresi dikelompokan menjadi salah satu penyakit yang membutuhkan penangganan secara khusus. Dalam beberapa dekade belakangan, di Eropa, prevalensi kejadian depresi mengalami peningkatan seiring dengan berkembangnya penggelompokan sistem klasifikasi depresi, yang bukan hanya dikenal dengan depresi mayor, tetapi juga, dikenal adanya depresi minor dan brief depression, juga termasuk depresi subklinis dan subsindrom depresi.Dalam konteks ini, apakah masyarakat Cina mencoba untuk menyangkali atau meminimalkan mengenai kejadian depresi atau apakah budaya Eropa, dan penurunan ekspresi individu terhadap penyakit mereka? Kedua hal ini mungkin saja saling saling mempengaruhi prevalensi depresi di Cina : Masyarakat Cina kemungkinan mampu menurunkan prevalensi depresi, sedangkan budaya Eropa mungkin memiliki jumlah yang lebih banyak karena telah berpengalaman dalam aspek ini.

Simpulan Depresi memiliki angka kejadian yang lebih rendah di Negara Cina, sedankan lebih banyak penyakit yang menunjukan gejala somatik, seperti halnya kedua masalah ini biasanya saling mempengaruhi satu sama lain. Hal ini dapat diakibatkan karena beberapa keadaan diantaranya :1. Angka kejadia depresi lebih rendah diduga karena adanya stigma masyarakat, pemikiran masyarakat yang dipengaruhi mengenai kelemahan karakter, pengaruh politis dan mengenai emosi penyakit yang menjadi bagian dari hidup.2. Pelaporan mengenai distress dan prilaku sakit dapat mempengaruhi epidemiologi penyakit, penggunan bahasa dan simbol-simbol serta metafora bahasa, kecenderungannya pelaporan penyakit ini dihubungkan dengan masalah somatisasi, dan masalah popularitas dalam konsep kebudayaan seperti neurasthenia dan shenjing shuairuo, juga turut mempengaruhi kejadian depresi ini.3. Pendataaan masalah, berdasarkan sistem yang diadopsi dari konsep Eropa dan juga dengan konsep mendiagnosis dengan respon dari adanya stressor yang bersifat patologis.4. Faktor untuk pertahanan diri melawan depresi, termasuk mekanisme penyesuaian , dukungan keluarga dan lingkungan dan rendahnya level urbanisasi jika dibandingkan dengan Negara Eropa.Ekspresi dari sekian banyaknya faktor yang dengan signifikan telah bergeser sejak tahun 1980an ketika kebudayaan traditional Cina mulai berganti dengan cepat. Setelah pemikiran masyarakat Cina lebih terbuka terhadap masalah psikologis, ekspresi afektif tentu saja dipertimbangkan efek dalam mengidentifikasi klainan depresi. Jika depresi pada masyarakat Cina lebih terlihat seperti gejala somatic, dibandingkan dengan masyarakat Eropa yang lebih memungkinkan untuk mendiagnosis kejadian depresi pada dalam masyarakat Cina. Data penelitian ini menganjurkan bahwa, terlepas dari symptom awalnya terjadi dengan sendirinya, pasien yang benar-benar mengalami depresi kemungkinan akan ditemukan gejala depresi pada pertanyaan akhir dari wawancara dengan pertanyaan yang lebih spesifik. Peninjauan untuk konsep depresi diantara masyarakat Cina, berguna untuk memberi pengetahuan tambahan tentang penyakit ini yang sebelumnya telah diidentifikasi dan diobati pada masyarakat Eropa yang lebih maju dan memberi keterangan tentang bagaimana pembelajaran menyangkut penyakit ini telah berkembang selama beberapa dekade belakangan.

Komentar :Masalah depresi sebenarnya termasuk masalah yang besar diantara masyarakat Dunia, dimana masalah ini dapat mempengaruhi kinerja dari seorang yang juga akan berdampak pada masalah Negara yang bersangkutan.Depresi di Cina memiliki angka yang tidak terlalu tinggi dibandingkan dengan Negara maju lainnya seperti di Eropa, yang bisa mencapai sekitar 60% dari diagnosis yan berkaitan dengan gangguan kejiwaan, di Amerika Serikat ditemukan sekitar 10% penyakit dengan gejala depresi mayor didiagnosis setiap tahunnya. Hal yang sangat kontras bila dibandingkan dengan Negara Cina.Negara Cina merupakan salah satu Negara berkembang yang terletak di dataran Asia, dimana negaranya pernah menyandang Negara dengan penduduk terbesar di dunia, sedangkan etnis mandarin sendiri pernah diklaim mencapai 60% dari penduduk dunia, yang bukan hanya tinggal dan menjadi penduduk lokal di daratan Cina, tetapi juga termasuk masyarakat Migran yang tinggal di Negara-negara lainnya seperti halnya di Eropa.Seharusnya dengan kepadatan penduduk seperti ini, angka kejadian penyakit depresi, dan gangguan penyakit yang berhubungan dengan maslaah kejiwaan memiliki prevalensi yang besar. Penelitian ini mencatat bahwa angka kejadian depresi setiap tahunnya hanya mencapai 1.0% setiap tahunnya dari keseluruhan diagnosis. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh, adanya pengaruh budaya masyarakat setempat yang masih mempercayai tradisi nenek moyang dalam mencari pemecahan masalah dalam masyarakatnya, adanya kepercayaan yang menghubungkan pengaruh keseimbangan aura positif dan negatif (yin dan Yang) dalam diri seseorang yang jika diatur dapat memberi pengaruh yang positif kepada individu yang bersangkutan, atau pengaruh dari hubungan interaksi sosial yang saling mendukung baik dalam kehidupan berkeluarga, atau bersosial lainnya.Dalam penelitian ini juga sempat membahas mengenai stigma masyarakat yang buruk berkaitan dengan masalah kejiwaan seseorang. Biasanya orang yang mengalami gangguan kejiwaan akan diikuti dengan perasaan yang minder karena merasa aib mereka akan diketahui oleh banyak orang, disamping itu keluarga dari orang yang mengalami masalah kejiwaan baik gangguan psikotik, afektif atau gangguan lainnya yang berkaitan dengan masalah kejiwaan, biasanya akan menutupi hal tersebut karena merasa malu bila diketahui oleh masyarakat sekitarnya, sehingga orang yang memiliki gangguan kejiwaan biasanya tidak mencari pertolongan ke psikiater atau ke praktisi kesehatan jiwa lainnya.Selanjutnya, ternyata sistem pengklasifikasian mengenai masalah depresi seringkali memimiliki banyak terjemahan diantaranya Neurastemia yang justru lebih banyak menjadi diagnosis akhir dalam penyakit yang memiliki gejala mirip depresi. Diketahui ternyata pada masyarakat Cina, sistem klasifikasi mengenai penyakit depresi ternyata masih jauh dibandingkan dengan masyarakat di Negara Eropa lainnya, hal ini juga memungkinkan mengapa di Negara Cina angka kejadian depresi tidak terlalu tinggi.